“Perjumpaan” dengan Geologi, Van Bemmelen dan Ekstremitasnya _ Geotrek Indonesia
-
Upload
indische-tuinbloemen -
Category
Documents
-
view
36 -
download
7
description
Transcript of “Perjumpaan” dengan Geologi, Van Bemmelen dan Ekstremitasnya _ Geotrek Indonesia
Geotrek Indonesia
“MEMANDANG ALAM DENGAN PENGERTIAN, JAUH LEBIH
BERARTI DAN MENYUKAKAN HATI DARIPADA HANYA
MENYAKSIKAN KEELOKANNYA.” (ALBERT HEIM, 1878)
Oleh: Awang Harun Satyana
Saya sering menyebut nama van Bemmelen dalam tulisan2,
presentasi2, atau obrolan2 saya. Begitu pengamatan jeli beberapa
orang. Di kelas malam Pacitan pun saya sedikit menceritakan kisah
misterius van Bemmelen yang tak pernah terekspos, yang membuat
para peserta Geotrek Pacitan kaget.., khususnya yang tahu
sebelumnya siapa van Bemmelen. Mengapa saya sering menyebutnya?
Sebab menurut pendapat inilah tokoh geologist terhebat pada
masanya, dan yang penting secara pribadi, dialah yang “membawa”
saya kepada geologi.
Berikut ceritanya…, sebagian pernah saya publikasikan di berbagai
kesempatan, khusus bagian kedua tulisan ini.
—————-
Inilah sedikit cerita tentang seorang ahli geologi Belanda paling
“Perjumpaan” dengan Geologi, VanBemmelen dan Ekstremitasnya
Jun
12
terkenal di Indonesia, dan dia jugalah yang telah menarik minat saya
untuk masuk dan menekuni geologi: Rein van Bemmelen.
Suatu hari 35 tahun yang lalu, tahun 1978, di sebuah kiosk buku
bekas di Pasar Cihapit, Bandung; sebagai seorang anak SMP kelas 2
yang keranjingan buku-buku bekas, saya menemukan buku sangat
tebal, 732 halaman, berjilid keras berwarna hijau, dengan lembaran-
lembaran kertas berkualitas bagus. Buku itu berjudul “The Geology of
Indonesia and Adjacent Archipelagoes”, ditulis oleh R.W. van
Bemmelen (1949).
Kala itu saya tak terlalu asing dengan geologi sebab berkat Pak Daoed
Joesoef, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di bawah Presiden
Soeharto, memanjangkan masa sekolah menjadi 1,5 tahun untuk
keperluan diagnosa katanya, maka saya terekspos dengan geologi.
Guru-guru terus terang bingung dengan perpanjangan masa sekolah
ini, mau diajarkan apalagi muridnya. Di SMP saya ada beberapa
pelajaran tambahan, antara lain IPBA – ilmu pengetahuan bumi dan
antariksa, sebagai pelengkap pelajaran IPA (yang mengajarkan fisika,
kimia, biologi tetapi minus geologi dan astronomi). Maka geologi dan
astronomi diajarkan di dalam IPBA. Ternyata IPBA sangat menarik buat
saya. Inilah awal saya menyukai geologi.
Maka ketika pada tahun yang sama saya menemukan buku geologi
yang luar biasa bagus dan lengkap di tukang loak itu, saya seperti
menemukan harta karun yang rasanya tak akan habis-habisnya saya
nikmati… Tetapi harga buku ini sangat mahal, maklum ini buku sangat
tebal, juga berat. Enam bulan kemudian setelah saya lihat untuk
pertama kalinya, saya baru bisa membeli buku ini. Beruntung Pak
Soma, penjual buku bekas itu, percaya kepada seorang anak SMP
kelas 2 yang berjanji akan membeli buku itu dan menyembunyikannya
dari pembeli lain selama enam bulan. Pak Soma telah melihat saya
selama setahun setengah sebelumnya sebagai pelanggannya yang
serius (meskipun pelanggannya ini hanyalah anak kelas 1-2 SMP),
mungkin itu dasar kepercayaannya. Terpujilah Pak Soma, walaupun
telah lama tiada. Ribuan buku bekas saya peroleh darinya.
Pendek cerita, buku ini kemudian menjadi buku yang sangat saya
sayangi, yang saya sering buka-buka, baca-baca sebatas pemahaman
anak SMP atau SMA. Lima tahun kemudian, 1983, saya lulus masuk
Geologi Universitas Padjadjaran di bawah Fakultas MIPA. Mengapa
saya memilih Geologi Unpad dan bukan Geologi ITB yang kala itu lebih
terkenal? Karena saya lebih menyukai sains geologi, daripada teknik
geologi. Sepemahaman saya sebagai anak SMA, geologi di Unpad akan
bersifat sains sebab di bawah FMIPA, sementara geologi ITB akan
bersifat teknik sebab kala itu bernaung di bawah Fakultas Teknik
Industri. Pemahaman saya ternyata salah. Ilmu2 gelogi yang diajarkan
di Unpad atau ITB ternyata sama saja. Bahkan Unpad memberikan
gelar insinyur juga buat lulusan geologinya kala itu…he2…
Maka bila kebanyakan mahasiswa ternyata memilih geologi karena suka
outdoor activities-nya, meskipun belum tentu tahu dengan baik apa
itu geologi; saya memilih geologi karena dari SMP kelas 2 sudah
membaca buku “The Geology of Indonesia” (van Bemmelen, 1949).
Saya memilih geologi karena benar2 sainsnya menarik minat saya.
Maka bila saya sekarang pun tetap menyukai sains geologi, dan telah
banyak makalah (>150 makalah) saya tulis meskipun seumur-umur
saya tak pernah bekerja sebagai dosen apalagi peneliti di lembaga
penelitian, tahulah apa penyebabnya: sebab geologi adalah cinta
pertama saya, dan meneliti secara pribadi serta menuliskannya adalah
wujud cinta saya untuk geologi. Konon, the first love never dies…
Ternyata…, buku The Geology of Indonesia (van Bemmelen, 1949) itu
sampai saya telah menjadi seorang geologist hampir 25 tahun ini masih
juga menjadi satu-satunya buku referensi terlengkap tentang
Indonesia. Di dalam buku ini harus dibedakan dua hal: fakta geologi
dan analisis geologi. Fakta geologi yang disingkapkan van Bemmelen
rasanya belum terkalahkan kelengkapannya secara regional Indonesia
oleh buku-buku lain. Sementara analisis geologinya, memang van
Bemmelen mendasarkannya kepada teori yang diyakininya: undasi
(dalam lima tahun terakhir ini saya memelajari analisis2 undasi van
Bemmelen, kapan2 akan saya ceritakan pengalaman ini) – untuk
analisisnya orang boleh sepakat atau tidak. Tetapi fakta geologi tidak
akan berubah selamanya.
Itulah cerita perjumpaan saya dengan geologi karena The Geology of
Indonesia van Bemmlen.
Kini saya ingin ceritakan tentang tokoh ini, terutama ekstremitasnya,
sebab saya percaya bahwa ekstremitaslah yang telah membuat van
Bemmelen dapat menghasilkan adikaryanya itu, master piece-nya,
magnum opus-nya.
EKSTREMITAS VAN BEMMELEN
Mungkin tak banyak dari kita yang tahu bagaimana ekstremnya ahli
geologi ini. Kisah biografinya belum lama ini ditulis dengan sangat baik
oleh Prof. Adjat Sudradjat, guru besar geologi Universitas Padjadjaran,
dengan judul “Van Bemmelen, Kisah di Balik Ketenarannya” (Penerbit
Galeripadi, Bandung, Januari 2012).
Mereka yang pernah mempelajari karya van Bemmelen ini dengan baik,
tentu tahu atau masih ingat bahwa van Bemmelen membukukan
karyanya itu dalam tiga buku dan satu kotak peta-peta yang
disebutnya “plates”. Total tebal ketiga buku adalah 1092 halaman dan
41 peta. Bagaimana Rein van Bemmelen dapat menghasilkan magnum
opus (karya besar) yang tak lekang dimakan zaman itu? Saya
menyimpulkannya sebagai akibat kecintaan yang luar biasa dan
ekstremitas dalam geologi yang dimiliki van Bemmelen.
Perlu diketahui bahwa van Bemmelen menuliskan bukunya itu
berdasarkan sekitar 6000 laporan hasil penelitian berbagai ahli geologi
Belanda dan Jerman di Indonesia sejak tahun 1849 saat penyelidikan
geologi di Hindia Belanda/Indonesia dimulai. Karya besarnya itu mulai
ditulisnya tahun 1937 dalam bahasa Jerman dan dikirimkan ke Berlin
untuk diterbitkan. Tetapi naskahnya terbengkalai karena perang dan
musnah saat Jerman diserang Sekutu tahun 1945.
Pada saat yang bersamaan mengerjakan naskah Jerman itu, van
Bemmelen juga mengerjakan versi berbahasa Inggris dan hampir
selesai pada saat Jepang datang menduduki Jawa tahun 1942. Naskah
Inggris ini segera ia titipkan kepada seorang mantri kepala surveyor
agar tak jatuh ke tangan Jepang sebab van Bemmelen dan
keluarganya akan masuk tawanan Jepang. September 1945, saat van
Bemmelen dibebaskan, ia meminta kembali naskahnya itu, tetapi
naskah tak dikembalikan karena untuk mencegah Belanda berkuasa lagi
di Indonesia, begitu pikiran para pejuang Indonesia saat itu. Naskah
dilarikan ke Yogyakarta dan dipakai selama bertahun-tahun kemudian
untuk mendidik orang-orang Indonesia dalam geologi.
Bulan Mei 1946, van Bemmelen meninggalkan Indonesia repatriasi ke
negeri Belanda. Van Bemmelen meninggalkan Indonesia dengan penuh
sakit hati akibat naskah-naskahnya yang dikerjakannya selama
bertahun-tahun hilang atau lebih tepatnya “dirampok” (beroofd),
begitu masih ditulisnya dalam sebuah surat pada tahun 1981. Sakit
hati itu rupanya puluhan tahun tinggal di dadanya, meskipun
Pemerintah Indonesia pada tahun 1968 telah mengembalikan naskah
yang dilarikan itu kepada van Bemmelen.
Kehilangan dua kali naskah > 700 halaman dan peta2, tak membuat
van Bemmelen putus asa, lebih-lebih lagi ia mendapat tugas khusus
dari G.J. Wally, kepala Jawatan Pertambangan saat ia mau repatriasi,
untuk menulis lagi naskahnya itu untuk yang ketiga kalinya dan
diharapkan dapat diterbitkan pada tahun 1949 untuk memperingati 100
tahun penyelidikan geologi dan pertambangan di Hindia Belanda.
Maka, sekembalinya di Belanda, di sebuah kamar sempit di apartemen
“Arendsburg” yang terletak di Wassenaarseweg 142, Den Haag, di
situlah mentalitas baja van Bemmelen diuji. Selama tiga tahun dari
pertengahan 1946-1949 van Bemmelen memenjarakan dirinya sendiri
menulis untuk ketiga kalinya buku The Geology of Indonesia. Berbagai
dokumen yang ia bisa bawa dari Indonesia, catatan-catatannya, atau
bahan-bahan yang ia dapatkan dari teman-temannya di Belanda
menumpuk di kamar kerjanya yang sempit itu. Sejak dini hari van
Bemmelan sudah duduk di sana dan tidak beranjak dari situ sampai
tengah malam tiba.
Share this:
Like this:
Be the first to like this.
Like
Makanan pun harus diantar ke dalam kamar kerjanya. Dan selama itu
pula ia tak banyak berbicara dengan keluarganya (seorang istri dan
seorang anak). Konon, hanya tiga patah kata saja sehari ia berkata
dengan keluarganya selama tiga tahun itu. Hari demi hari keadaan
seperti itu berlangsung, termasuk hari libur sekalipun. Di sini diuji daya
tahan dan kekerasan hatinya. Walaupun sebelumnya hatinya sudah
hancur lebur karena perang di Jawa dan dua naskah lengkap
sebelumnya hilang, namun ia tidak mau menyerah. Ia seolah
menantang hatinya sendiri yang sudah terpukul itu. Dalam keadaan
yang pedih seperti itu, malah hati van Bemmelen semakin menggelora.
Semangatnya berbalik seperti akan menerkam kepedihan itu. Segala
pikirannya terpusat pada penulisan naskah itu. Hampir-hampir ia
melupakan segala yang ada di sekitarnya, termasuk Lucie istrinya dan
Nout anaknya. Lucie dan Nout pun ikut diuji ketabahan dan
keuletannya tiga tahun diabaikan suami dan ayahnya.
Naskah yang disiapkan siang dan malam selama tiga tahun itu akhirnya
selesai dan membuktikan bagaimana kebulatan hati, keuletan dan daya
tahan van Bemmelen. Karena ekstremitasnya yang luar biasa, kini kita
dapat menikmati magnum opusnya itu, The Geology of Indonesia and
Adjacent Archipelagoes. Sadar sepenuhnya bahwa istrinya telah
berkorban banyak tidak diperhatikan sebagaimana mestinya, van
Bemmelen mendedikasikan bukunya itu kepada istrinya. Dia menulis “to
my wife” di halaman depan bukunya. Setiap orang yang pernah
membuka buku van Bemmelen akan menemukan halaman persembahan
itu.
Terpujilah van Bemmelen, dan sesungguhnya tak ada karya besar
dihasilkan tanpa ekstremitas penulisnya.
Power UpYour Blog!
Our premium planincludes a domain name,video uploads, customdesign and more for just$99/yr
Press This Twitter 2 Facebook
← Pegunungan Meratus:
Hubungan Pribadi
Prof. Mutti dan Filosofi Seorang
Geologist (Kampus Trisakti
Jakarta, 15 Maret 2013) →
Leave a Reply
Posted in Buku, Geo-Histori, Geologi, Gunung Api, Sejarah, Tokoh
Tagged Bandung, Geology of Indonesia, van Bemmelen
Edit
Related
"Perjumpaan dengan v… All Dwarfed by Toba C… Merapi dan Danau Bor…
In "Buku" In "Geo-Histori" In "Geo-Histori"
Enter your comment here...
My Tweets
Search Search
REC ENT POSTS
The Molluca Sea Collisional Orogen
Lima Puluh Tahun Eksplorasi Angkasa Luar
Flora Pegunungan Jawa (van Steenis, 1972, 2006)
Cekungan Pembuang Dibuang Sayang: Fenomena Terbaru
Mengeluarkan Meratus dan Bayat dari Jalur Subduksi Kapur Akhir (?)
Geotrek Pacet, 23-24 November 2013
Di Atas Wajah Merapi
Gumuk Pasir Pantai Parangkusumo, Yogyakarta: Pahami, Cintai, Jaga
Indonesia: A Mozaic of Puzzles, A Mozaic of Terranes
Terangkat dari Lautan 16-8 Juta Tahun yang Lalu
Kaitan Tektonik Madura – Sidoarjo (?)
Pulau Madura: Kerumitan Deformasi Geologi
Ekstremitas Van der Tuuk (1824-1894)
Metta: Arkeolog Sangiran Pertama Kelahiran Sangiran
Right Understanding of Regional Geology will Result in Right Steps
of Exploration
Meneliti Geologi, Menggali Artefak dan Fosil (Sangiran, 6-8
September 2013)
Kepulauan Seribu
Blog at WordPress.com. | The Reddle Theme.
Sidik Jari Batu
Dibelah-belah Sesar Sumatra
Konglomerat Bancuh FM., Menanga, Lampung: Benturan Kapur Tengah
Terrane Woyla Vs. Mergui (?)
ARC HIVES
Select Month
TOPIC S
Buku
Geo-Histori
Geologi
Geotrek Indonesia
Gunung Api
Ilmu Alam
Indonesia
Sejarah
Tokoh
REC ENT COMMENTS
wispaten on Relasi Hominid dan “Adam…
wispaten on Kronologi “Manusia Perta…
Oi on Sultan Agung 1628-1629 M: Meng…
agus on Perbukitan Menoreh dan Nanggul…
Herman Moechtar on Relasi S1 – S2 – S3 dan P…
META
Site Admin
Log out
Entries RSS
Comments RSS
WordPress.com