Perjanjian Kredit

11
I. Pengertian Kredit, Perjanjian Kredit, dan Jaminannya Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. (ps 1 butir 11 UU No. 10 thn 1998 tentang perbankan). Perjanjian Kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank (kreditur) dengan pihak lain (nasabah). Peraturan yang berlaku bagi perjanjian kredit adalah KUH Perdata sebagai peraturan umumnya, dan UU Perbankan beserta aturan pelaksanaannya sebagai peraturan khusus. Perjanjian kredit selalu terkait dengan pengikatan jaminan. Hal ini dilakukan oleh pihak Bank agar Bank mendapat kepastian bahwa kredit yang diberikan kepada nasabahnya dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan kembali dengan aman. (Sutedi, 2010:24). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jaminan untuk perjanjian kredit berfungsi sebagai penjamin bahwa hutang debitur akan dapat dilunasi ketika sudah jatuh tempo.

description

kredit

Transcript of Perjanjian Kredit

I. Pengertian Kredit, Perjanjian Kredit, dan JaminannyaKredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. (ps 1 butir 11 UU No. 10 thn 1998 tentang perbankan). Perjanjian Kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank (kreditur) dengan pihak lain (nasabah). Peraturan yang berlaku bagi perjanjian kredit adalah KUH Perdata sebagai peraturan umumnya, dan UU Perbankan beserta aturan pelaksanaannya sebagai peraturan khusus. Perjanjian kredit selalu terkait dengan pengikatan jaminan. Hal ini dilakukan oleh pihak Bank agar Bank mendapat kepastian bahwa kredit yang diberikan kepada nasabahnya dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan kembali dengan aman. (Sutedi, 2010:24). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jaminan untuk perjanjian kredit berfungsi sebagai penjamin bahwa hutang debitur akan dapat dilunasi ketika sudah jatuh tempo. Harta kekayaan seseorang pada dasarnya adalah jaminan atas utang-utang yang ia miliki. Hal ini tercermin dari Pasal 1131 KUH Perdata Segala Kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perorangan. Oleh karena itu debitor pemberi jaminan harus berkuasa penuh atas barang yang dijaminkan atau dengan perkataan lain debitor adalah pemilik barang yang berhak menjual atau menjaminkan barang tersebut. Pemilikan atas barang dapat dibuktikan dari dokumen-dokumen yang bersangkutan. Jadi, pada prinsipnya hanya pemilik yang dapat menjaminkan hartanya kepada pihak lain/kreditor untuk pinjaman yang diterimanya. (Soewarso, 2002:9).II. Sifat dan Kedudukan Perjanjian JaminanPerjanjian yang merupakan perikatan antara kreditor dan debitur atau pihak ketiga yang isinya menjamin pelunasan utang yang timbul dari pemberian kredit, lazim disebut perjanjian jaminan kredit. Sifatnya perjanjian jaminan ini lazimnya dikonstruksikan sebagai perjanjian yang bersifat accessoir, yaitu senantiasa merupakan perjanjian yang dikaitkan dengan perjanjian pokok, mengabdi pada perjanjian pokok. Suatu perjanjian jaminan tidak akan ada apabila tidak ada perjanjian pokok, tetapi sebaliknya, perjanjian pokok tidak selalu menimbulkan perjanjian jaminan. Dalam ilmu hukum, kedudukan dari perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (principal) sedangkan kedudukan dari perjanjian jaminan kredit tersebut adalah perjanjian ikutan atau tambahan (accessoir) (Sutedi, 2010:25-26). Syarat sahnya suatu persetujuan atau perjanjian dapat dilihat pada pasal 1320 dan 1321 KUH Perdata yaitu:1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan3. Suatu hal tertentu4. Suatu sebab yang halalTiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kehilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.III. Jenis-jenis JaminanAda dua jenis jaminan secara umum, yaitu jaminan yang bersifat perorangan dan jaminan yang bersifat kebendaan. Jaminan yang bersifat perorangan dapat dibedakan menjadi Perjanjian Penanggungan (borgtocht), Perjanjian Garansi, dan Perjanjian Tanggung-Menanggung. Sedangkan jaminan yang bersifat kebendaan dapat dibedakan menjadi Gadai, Fidusia, Hipotik, dan Hak Tanggungan. Masing-masing akan dijelaskan pada subbab berikut.III. i. Jaminan yang Bersifat PeroranganJaminan ini menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, dan dapat dipertahankan terhadap debitur umumnya (Sutedi, 2010:27). Terdiri atas:1. Perjanjian PenanggunganYakni suatu persetujuan dengan mana seseorang pihak ketiga guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang apabila orang ini sendiri tidak dapat memenuhinya (Pasal 1820 KUH Perdata).2. GaransiPerjanjian garansi kurang lebih sama dengan Perjanjian Penanggungan yaitu ada pihak ketiga yang berkewajiban memenuhi prestasi yang sesuai dengan isi dari Pasal 1316 KUH Perdata ...diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seorang pihak ketiga,dengan menjanjikan orang ini akan berbuat sesuatu.... namun, perjanjian garansi dibuat sebagai perjanjian pokok yag berdiri sendiri.3. Perjanjian Tanggung-MenanggungSesuai dengan Pasal 1280 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa semua pihak yang terlibat dalam hutang diwajibkan untuk melakukan sesuatu hal yang sama, dan salah satu dapat dituntut untuk mewakili seluruhnya, dan pemenuhan oleh satu pihak mewakili pemenuhan untuk semua pihak.Pasal 1831 KUH Perdata telah menegaskan bahwa penanggung tidak diwajibkan membayar kepada si berpiutang kecuali si berpiutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang harus lebih dahulu disita untuk melunasi utangnya (Sutedi, 2010:29).III.ii. Jaminan yang Bersifat KebendaanMenurut Sutedi (2010), jaminan ini merupakan jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang berarti mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikat bendanya (droit de suite) dan dapat diperalihkan. Terdiri atas:1. GadaiPasal 1150 KUH Perdata menyatakan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditor-kreditor lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut. Hak gadai bersifat accessoir, perjanjian gadai dimaksudkan untuk menjaga agar si debitur mangkir dari hutangnya. Menurut Sutedi (2010) hak gadai tidak dapat dibagi-bagi, artinya sebagian hak gadai itu tidak terhapuskan dengan dibayarkannya sebagian utangnya. Gadai mengikat seluruh benda yang dijaminkan.2. FidusiaMenurut Pasal 1 UU RI No. 42 tahun 1999 fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sedangkan Pasal 2 UU RI No. 42 tahun 1999 menjelaskan bahwa jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.3. HipotikMenurut Pasal 1162 KUH Perdata, hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan. Menurut Soewarso (2002) hipotik merupakan hak kebendaan yang berlaku dan dapat dibebankan atas kapal laut dan kapal terbang.4. Hak TanggunganUndang-Undang nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah adalah dasar hukumnya. Hak tanggungan secara khusus menjaminkan hak atas tanah sekaligus benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai pelunasan utang dan memberikan prioritas terhadap kreditor tertentu yang terlibat dalam perikatan daripada kreditor lainnya. UU Hak Tanggungan berlaku juga atas pembebanan hak jaminan atas rumah susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (Sutedi, 2010:50). Hak tanggungan sebagai satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah memiliki empat asas:i. Memberikan kedudukan yang diutamakan (preferen) kepada kreditornya.ii. Selalu mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek itu beradaiii. Memenuhi asas spesialitas dan publisitasiv. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya (Sutedi, 2010:41-42).Hak Tanggungan juga dapat dibebankan lebih dari satu kali jika kasusnya debitur memiliki hutang dengan lebih dari satu kreditor, dan timbullah peringkat tertentu atas kreditor-kreditor dalam memperoleh hak pelunasan hutangnya nantinya. Peringkat tersebut berdasarkan pada tanggal pendaftarannya di Kantor Pertanahan.IV. Contoh Kasus mengenai Hak Tanggungan dan FidusiaIV.i. Hak TanggunganTuan Ali berutang Rp 500.000.000 kepada Bank Jatim selaku kreditor. Ia memutuskan untuk menjaminkan SHM atau sertifikat HGB tanah dan/atau bangunan atas nama dirinya. Perjanjian kredit kemudian dibuat dan ditandatangani oleh debitur dan kreditur yang bisa dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan (dikeluarkan oleh bank sendiri selaku kreditor) atau akta otentik (dibuat oleh notaris) dan dilanjutkan dengan dibuatnya APHT oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di tempat dimana jaminan itu berada. APHT didaftarkan di badan pertanahan nasional (BPN) di tempat dimana jaminan itu berada. Dengan didaftarkannya APHT itu maka saat itulah lahirnya hak tanggungan dengan diterbitkannya sertifikat hak tanggungan. Sertifikat hak tanggungan mempunyai titel eksekutorial, yaitu sertifikat hak tanggungan itu mempunyai kekuatan yang sama seperti putusan hakim dan akan dipakai oleh kreditor sebagai alat untuk mengeksekusi serifikat jaminan debitur (apabila debitur wanprestasi, kreditur dapat langsung mengeksekusi sertifikat jaminan debitur). Caranya adalah dengan parate eksekusi yaitu dilakukan melalui lelang di muka umum. Kembali pada sifat hak tanggungan yang merupakan perjanjian tambahan (accesoir), maka jika tidak ada perjanjian pokok tidak akan ada hak tanggungan.IV.ii. Hak fidusiaNyonya Lia membeli mobil dengan cicilan selama 3 tahun ke suatu dealer mobil pabrikan Jepang. Ia dan dealer selaku kreditor membuat perjanjian kredit di bawah tangan. Setelah itu dibuatlah akta fidusia oleh notaris (akta notariil/otentik). Akta Fidusia tersebut kemudian didaftarkan di Kantor Kementrian Hukum dan HAM di tingkat provinsi untuk diterbitkannya sertifikat fidusia. Sehingga apabila Nyonya Lia tidak bisa meneruskan angsurannya maka pihak dealer bisa mengambil secara paksa mobil tersebut untuk dijual guna pelunasan hutang cicilannya.