BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT...

52
12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 17 Menurut pasal 1313 KUHPerdata, “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Di dalam pasal 1340 KUHPerdata menentukan bahwa perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga, tidak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya. 18 Dari perjanjian timbulah suatu hubungan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain yang dinamakan dengan perikatan. Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antar dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 19 Kata ”perikatan” (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari ”perjanjian”, sebab dalam Buku III KUHPerdata, diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming). 20 17 R. Subekti (A), Op.cit., hal. 1. 18 Wahyono Darmabrata, Hukum Perdata (Pembahasan Mengenai Asas-Asas Hukum Perdata), cet.I (Jakarta: CV Gitama Jaya, 2004), hal.35. 19 R. Subekti (A), Op.cit., hal. 1. Universitas Indonesia Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Transcript of BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT...

Page 1: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

12

BAB 2

PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN

2. 1. Perjanjian Pada Umumnya

2.1.1. Pengertian Perjanjian

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada

orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu

hal.17 Menurut pasal 1313 KUHPerdata, “Perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih”.

Di dalam pasal 1340 KUHPerdata menentukan bahwa perjanjian hanya

berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Perjanjian-perjanjian itu tidak

dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga, tidak dapat pihak-pihak ketiga

mendapat manfaat karenanya.18

Dari perjanjian timbulah suatu hubungan antara pihak yang satu dengan

pihak yang lain yang dinamakan dengan perikatan. Suatu perikatan adalah suatu

perhubungan hukum antar dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak

yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain

berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.19

Kata ”perikatan” (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari

”perjanjian”, sebab dalam Buku III KUHPerdata, diatur juga perihal hubungan

hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian,

yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum

(onrechmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan

kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming).20

17 R. Subekti (A), Op.cit., hal. 1. 18 Wahyono Darmabrata, Hukum Perdata (Pembahasan Mengenai Asas-Asas Hukum

Perdata), cet.I (Jakarta: CV Gitama Jaya, 2004), hal.35.

19 R. Subekti (A), Op.cit., hal. 1.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 2: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

13

2.1.2 Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat-sahnya perjanjian ada 2 (dua) macam, yaitu pertama mengenai

subyeknya (yang membuat perjanjian) dan kedua mengenai obyeknya yaitu apa

yang dijanjikan oleh masing-masing pihak, yang merupakan isinya perjanjian atau

apa yang dituju oleh para pihak dengan membuat perjanjian tersebut.21

Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian maka

perlu ditinjau dari 4 (empat) syarat, yang terdiri atas:

1. Kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;

3. Mengenai suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Dua syarat pertama, dinamakan syarat subyektif, karena mengenai orang-

orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian. Kemudian dua syarat

yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif, karena mengenai perjanjiannya

itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.22

2.1.2.1. Kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan dirinya

Dengan sepakat atau juga dinamakan dengan perizinan, dimaksudkan

bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju

atau seia-sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu.23 Apa

yang dikehendaki oleh para pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak lain.

Dengan adanya kata sepakat dalam mengadakan perjanjian, ini berarti kedua belah

pihak haruslah mempunyai kebebasan berkehendak. Para pihak tidak mendapat

20 R. Subekti (B), Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet. 29, (Jakarta: Intermasa, 2001), hal.

122.

21 R. Subekti (C), Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1988), hal. 16.

22 R. Subekti (a), Op. cit., hal. 17.

23 Ibid.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 3: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

14

sesuatu tekanan yang mengakibatkan ”cacat” bagi perwujudan kehendak

tersebut.24

Pengertian sepakat digambarkan sebagai suatu pernyataan kehendak yang

disetujui (overeenstemende verklaring) antara para pihak. Pernyataan pihak yang

menawarkan tawaran (offerte) dan pernyataan pihak yang menerima tawaran

dinamakan akseptasi (acceptatie).25

Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri,

dalam KUHPerdata dicantumkan beberapa hal yang merupakan faktor, yang dapat

menimbulkan cacat pada kesepakatan tersebut, yaitu kekhilafan yang terdapat

pada pasal 1322 KUHPerdata, yang terbagi 2 (dua) dalam error in persona dan

error in substantia. Yang dimaksud dengan error in persona adalah kekhilafan

salah satu pihak terhadap pihak lain yang membuat perjanjian atau bisa disebut

salah orang. Error in substantia adalah kekhilafan mengenai hakikat barang yang

menjadi objek perjanjian.

Paksaan terdapat dalam Pasal 1323-1327 KUHPerdata. Paksaan bisa

datang dari salah satu pihak yang ikut membuat perjanjian atau dari pihak ketiga

yang sama sekali tidak ada hubungan dengan perjanjian yang dibuat oleh para

pihak yang membuat perjanjian atau bisa berupa ancaman.

Kemudian di dalam pasal 1328 KUHPerdata membicarakan mengenai

penipuan. Yang dimaksud oleh pembuat Undang-Undang, penipuan ini tidak bisa

hanya dengan kata-kata bahwa seorang telah menggunakan tipu muslihat tetapi

harus dibuktikan.

2.1.2.2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebut orang-orang yang tidak cakap

untuk membuat suatu perjanjian, yaitu:

a. Orang-orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

24 Mariam Darus Badrulzaman (A), KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan

Penjelasan, (Bandung: Alumni, 1993), hal. 98. 25 Ibid.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 4: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

15

c. Orang perempuan dalam hal –hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang, dan

semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat

perjanjian-perjanjian tertentu.26

Cakap untuk bertindak adalah kemampuan untuk melakukan perbuatan

hukum. Sedangkan perbuatan hukum itu sendiri adalah perbuatan yang

menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian

haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan

perbuatan hukum sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang.

Kriteria dari orang-orang yang belum dewasa diatur dalam KUHPerdata

Pasal 330, yaitu orang-orang yang belum genap berumur 21 (dua puluh satu)

tahun dan tidak kawin sebelumnya. Menurut Pasal 433 KUHPerdata, orang-orang

yang diletakkan di bawah pengampuan adalah orang dewasa yang selalu berada

dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap dan boros. Dalam hal ini

pembentuk Undang-Undang memandang bahwa yang bersangkutan tidak mampu

menyadari tanggungjawabnya dan karena itu tidak cakap bertindak untuk

mengadakan suatu perjanjian.27

Pasal 1330 dan Pasal 108 KUHPerdata memandang bahwa seorang wanita

yang telah bersuami tidak cakap untuk mengadakan perjanjian. Akan tetapi

dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1963

dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 31,

kedudukan wanita yang telah bersuami itu diangkat ke derajat yang sama dengan

pria; untuk mengadakan perbuatan hukum dan menghadap di depan pengadilan ia

tidak memerlukan lagi bantuan dari suaminya.28

2.1.2.3. Mengenai suatu hal tertentu

Suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang

diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu

26 R. Subekti (a), Op.cit., hal.

27 Mariam Darus Badrulzaman (A), Op.cit., hal.104. 28 Ibid. hal 105.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 5: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

16

perselisihan.29 Suatu perjanjian haruslah mempunyai obyek (bepaald ondewerp)

tertentu, sekurang-kurangnya dapat ditentukan bahwa obyek tertentu itu dapat

berupa benda yang sekarang ada dan nanti akan ada. Barang yang dimaksudkan

dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya.30

2.1.2.4. Suatu sebab yang halal

Mengenai suatu sebab yang halal dapat dilihat dalam Pasal 1335-1337

KUHPerdata. Suatu sebab yang halal adalah isi dari perjanjian itu sendiri tidak

boleh bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Perjanjian yang dibuat dengan sebab yang demikian tidak mempunyai kekuatan,

seperti yang tercantum dalam Pasal 1335 KUHPerdata.

Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa dalam syarat sahnya

perjanjian, dibedakan antara syarat subyektif dan syarat obyektif. Apabila syarat

subyektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut bukan batal demi hukum, akan

tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta perjanjian tersebut untuk

dibatalkan. Apabila syarat obyektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi

hukum (null and void), artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu

perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.31

2.1.3. Macam-Macam Perjanjian

Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat

dibuat secara lisan dan apabila dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat

bukti apabila terjadi perselisihan.32 Berbicara mengenai macam-macam perjanjian,

dapat dibedakan menurut berbagai cara, antara lain.

1. Perjanjian Timbal Balik

29 R. Subekti (a), Op.cit., hal. 19. 30 Mariam Darus Badrulzaman (A), Op.cit., hal. 80. 31 R. Subekti(a), Op.cit., hal. 20.

32 Mariam Darus Badrulzaman et. al (B)., Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2001), hal.65.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 6: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

17

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban

pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli. Perjanjian timbal

balik seringkali juga disebut perjanjian bilateral (sebenarnya bisa disebut juga

perjanjian dua pihak).33

2. Perjanjian Sepihak

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada

satu pihak saja (terhadap lawan janjinya), sedang pada pihak yang lain hanya ada

hak saja.34

3. Perjanjian Cuma-Cuma

Persetujuan cuma-Cuma adalah persetujuan di mana satu pihak memberi

keuntungan kepada pihak lainnya tanpa menerima kontra-prestasi.35

4. Perjanjian Atas Beban

Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak

yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi

itu da hubungannya menurut hukum.36

5. Perjanjian Bernama (Benoemd)

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang dikenal dalam KUHPerdata.

Perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk Undang-

Undang.

6. Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemde Overeenkomst)

Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang timbul, tumbuh dan

berkembang di msyarakat akibat asas kebebasan berkontrak, yang tidak dikenal

di dalam KUHPerdata. Akan tetapi perjanjian ini tunduk kepada ketentuan umum

syarat sahnya perjanjian dalam KUHPerdata.

7. Perjanjian Obligatoir

33 J. Satrio, Hukum Perjanjian, cet. 1, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992), hal. 36. 34 Ibid., hal. 35. 35 R.M. Suryodiningrat, Asas-Asas Hukum Perikatan, cet. 2, (Bandung: Tarsito, 1985),

hal. 75. 36 Mariam Darus Badrulzaman (B), Op.cit., hal.67.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 7: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

18

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian di mana para pihak sepakat,

mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.37

8. Perjanjian Kebendaan (Zakelijk)

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang

menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan

kewajiban pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain

(levering, transfer).38 Perjanjian ini dimaksudkan untuk mengalihkan benda (hak

atas benda) disamping untuk menimbulkan, mengubah, atau menghapuskan hak

kebendaan.39

9. Perjanjian Riil

Perjanjian riil adalah perjanjian yang baru terjadi, kalau barang yang

menjadi pokok perjanjian telah diserahkan,40 misalnya pinjam pakai (Pasal 1740

KUHPerdata).41

10. Perjanjian Liberatoir

Perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada,

misalnya pembebasan utang, pasal 1438 KUHPerdata.42

11. Perjanjian Pembuktian (Bewijsovereenkomst)

Perjanjian pembuktian adalah perjanjian di mana para pihak menetapkan

alat-alat bukti apa yang dapat (atau dilarang) digunakan dalam hal terjadi

perselisihan antara para pihak.43

12. Perjanjian Untung Untungan

Perjanjian yang obyeknya ditentukan kemudian, misalnya perjanjian

asuransi, Pasal 1774 KUHPerdata.44 Perjanjian asuransi merupakan perikatan

37 Ibid.

38 Ibid., hal.68. 39 J. Satrio, Op.cit., hal.48.

40 Ibid., hal.41. 41 Mariam Darus Badrulzaman (B), Op.cit., hal.67. 42 Ibid. 43 J. Satrio, Op.cit., hal.51.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 8: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

19

yang digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum

tentu akan terjadi.

13. Perjanjian Publik

Perjanjian publik yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai

oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah dan

pihak lainnya adalah swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan

bawahan.45

14. Perjanjian Campuran

Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengadung berbagai unsur

perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa) tapi

pula menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan. Terhadap

perjanjian campuran itu ada berbagai paham.46

. 2.1.4. Perjanjian Kredit Perbankan dan Tinjauan Umum

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank ,

mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

melaksanakan kegiatan usahanya.47

Menurut pasal 3 UU No. 10 Tahun 1998, fungsi utama bagi perbankan di

Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

Fungsi perbankan tersebut dalam penerapannya disesuaikan dengan jenis

banknya dan sebagaimana yang terdapat dalam pasal 5 UU No. 10 Tahun 1998,

jenis-jenis bank adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat, yang masing-

masing memiliki cakupan bidang usaha yang berbeda. Seperti misalnya pada

bank umum yang mempunyai fungsi:48

44 Mariam Darus Badrulzaman (B), Op.cit., hal.69. 45 Ibid. 46 J. Satrio, Op.cit., hal.123.

47 Indonesia (A), Undang-undang tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, UU No.10 Tahun 1998, LN Tahun 1998 No.182, TLN No.3790, pasal 1 angka 2. 48 Ibid. hal. 79.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 9: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

20

1. Mengumpulkan dana yang sementara menganggur untuk dipinjamkan

pada pihak lain atau membeli surat-surat berharga (financial investment).

2. Mempermudah dalam lalu lintas pembayaran uang.

3. Menjamin keamanan uang masyarakat yang sementara tidak digunakan.

4. Menciptakan kredit (created mony deposit) melalui demand deposit

(deposito yang sewaktu-waktu dapat diuangkan) dari kelebihan

cadangannya.

Dalam dunia perbankan, perjanjian pinjam-meminjam dengan obyek uang

dikenal dengan istilah perjanjian kredit. Perjanjian kredit itu sendiri sesungguhnya

mengatur mengenai apa yang akan diperjanjikan di dalam melakukan perjanjian

pinjam-meminjam dengan uang sebagai obyeknya sehingga sering disebut bahwa

perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan.

Kata “kredit” berasal dari bahasa Latin credere yang berarti percaya atau

to believe atau to trust. Sehingga pemberian kredit oleh suatu lembaga

keuangan/bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan

(faith). Menurut Encyclopedia of professional Management, volume I, halaman

250,seperti yang dikutip oleh H. Moh. Tjoekam dalam bukunya Perkreditan

Bisnis Inti Bank Komersil (Konsep, Teknik dan Kasus), dari sudut ekonomi

pengertian yang universal dari credere atau kredit adalah:

“To give or extend economic value to someone or to business firm else

now on faith or trust that the economic equivalent will be returned to the

extender in the future.”49

Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu

dari bentuk perjanjian pinjam-meminjam (verbruiklening) yang diatur dalam

Buku Ketiga KUH Perdata. Dalam pemberian kredit sebenarnya terjadi beberapa

hubungan hukum, yaitu tidak saja berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam akan

tetapi terjadi juga hubungan hukum berdasarkan perjanjian pemberian kuasa,

perjanjian pertanggungan (asuransi), dan lain-lain. Sehingga dapat disimpulkan

49 H. Moh. Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersil (Konsep, Teknik dan Kasus),

(jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 1-2.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 10: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

21

bahwa perjanjian kredit, khususnya perjanjian kredit perbankan di dalam

pelaksanaannya tidaklah sama (identik) sebagaimana diatur dalam perjanjian

pinjam-meminjam (verbruiklening) dalam KUHPerdata50, namun bersumber dari

sana untuk pengaturan umumnya.

Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,

pengertian kredit adalah sebagai berikut:

“Kredit penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.

Dari pengertian tersebut terlihat kontra prestasi yang akan diterima berupa

bunga. Berkaitan dengan perjanjian pinjam-meminjam ini, tentunya para pihak

telah mempunyai kesepakatan terlebih dahulu. Berbicara mengenai kesepakatan,

Sutan Remy berpendapat bahwa kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam di dalam definisi pengertian kredit berdasarkan Pasal 1 angka 11

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dapat mempunyai beberapa maksud

sebagai berikut:

1. Bahwa pembentuk Undang-Undang bermaksud untuk menegaskan bahwa

hubungan kredit adalah hubungan kontraktual antara bank dan nasabah

debitur yang berbentuk pinjam-meminjam, sehingga dalam hal ini

hubungan kredit bank berlaku Buku Ketiga (tentang Perikatan) pada

umumnya dan Bab Ketigabelas (tentang pinjam-meminjam) KUHPerdata

khususnya.

2. Adanya keharusan dari pembentuk Undang-Undang bahwa hubungan

kredit bank dibuat berdasarkan perjanjian tertulis. Karena apabila kita

melihat dari bunyi ketentuan saja, maka akan sulit untuk menafsirkan

bahwa ketentuan tersebut memang menghendaki agar pemberian kredit

bank harus diberikan berdasarkan perjanjian tertulis.

50 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta: PT. Citra Aditya

Bakti, 2003), hlm. 385-386. Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 11: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

22

Berdasarkan ketentuan Kabinet No. 15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 Oktober

1966 jo. Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/539/UPK/Pemb.

Tanggal 8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No.

2/649 UPK/Pemb. Tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet

Ampera No. 10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Februari 1967, menentukan bahwa dalam

pemberian kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib

mempergunakan/membuat akad perjanjian kredit.

Dalam memberikan kredit bank harus menggunakan akad perjanjian

sehingga memiliki kekuatan pembuktian, maka bank biasanya menggunakan

kontrak/perjanjian kredit yang bentuknya sudah baku sehingga tidak perlu untuk

selalu membuat perjanjian kredit setiap saat, karena apabila bank akan

memberikan kredit kepada nasabah debiturnya perjanjiannya telah siap sehingga

hanya diperlukan tanda tangan nasabah debitur.

Pengertian nasabah sendiri menurut Pasal 1 angka 16 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa “Nasabah adalah

pihak yang menggunakan jasa bank”51

Atas pengertian yang demikian, maka oleh para ahli dan menurut penulis

sendiri, nasabah termasuk ke dalam kategori konsumen khususnya konsumen

bank. Nasabah bank terbagai atas:

a. Nasabah penyimpan, adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank

dan dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah

yang bersangkutan;

b. Nasabah debitur, adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan

itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

Sudah merupakan hal yang umum bahwa di dalam perjanjian kredit,

51 Indonesia (B), Undang-Undang tentang Perbankan Sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, UU No. 7 Tahun 1992, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No.3790, ps.1.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 12: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

23

kepada nasabah debitur dibebankan kewajiban membayar bunga kredit sebagai

kontra prestasi dan biaya administrasi. Besar kecilnya bunga kredit biasanya

ditentukan oleh bank secara sepihak menurut pedoman perhitungan yang telah

dilaporkan kepada Bank Indonesia sebagai pengawas seluruh bank di Indonesia.

Keuntungan konvensional usaha bank diperoleh dari selisih bunga kredit yang

diterima dari nasabah debitur dengan bunga simpanan yang diberikan kepada

nasabah penyimpan, yang mana atas selisih bunga ini di dalam dunia perbankan

disebut dengan istilah spread basis. Kerugian bank akan terjadi apabila bunga

simpanan lebih besar dibandingkan bunga kredit, hal ini disebut negative spread.

Selain itu, dari semua yang telah dikemukakan di atas, perlu untuk diingat

bahwa bisnis bank merupakan regulated business sehingga banyak terikat dengan

ketentuan perbankan yang berlaku pada saat ini dan adanya campur tangan dari

pemerintah termasuk di dalamnya mengenai perjanjian kredit yang dilakukan

dalam bentuk baku sekalipun.

Berbagai pengertian kredit tersebut dapat memungkinkan diperolehnya

gambaran mengenai apa itu kredit, dan dari pengertian-pengertian kredit itulah

dapat disimpulkan adanya beberapa unsur yang terdapat dalam kredit, yaitu52:

a. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur

yang disebut perjanjian kredit.

b. Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan

pinjaman, seperti bank, dan pihak debitur, yang merupakan pihak yang

membutuhkan uang pinjaman atau barang atau jasa.

c. Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur mau dan

mampu membayar atau mencicil kreditnya.

d. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak-pihak debitur.

e. Adanya pemberian sejumlah uang atau barang atau jasa oleh pihak

kreditur kepada pihak debitur.

52 Munir Fuady (A), Hukum Perkreditan Kontemporer, cet. ke 1 (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 7.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 13: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

24

f. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang atau barang atau jasa oleh

pihak debitur, disertai dengan pemberian imbalan atau bunga atau

pembagian keuntungan.

g. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan

pengembalian kredit oleh debitur.

h. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu

tadi. Semakin panjang waktunya, semakin besar resiko tidak terlaksananya

pembayaran kembali suatu kredit.

Unsur-unsur tersebut merupakan ciri-ciri yang ada pada kredit yang secara garis

besar dapat digolongkan kembali menjadi empat pokok unsur kredit, yaitu53:

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan pemberi kredit bahwa prestasi yang

diberikannya akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu

tertentu di masa yang akan datang.

b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan saat pemberian

prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan

datang.

c. Degree of rist, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat

adanya jangka waktu yang memisahkan pemberian prestasi dengan

kontraprestasi. Semakin lama jangka waktunya, semakin tinggi tingkat

resikonya, karena unsur ketidaktentuan kemampuan hari depan yang tidak

dapat diperhitungkan. Dengan adanya resiko ini maka timbul jaminan

dalam pemberian kredit.

d. Prestasi, atau obyek kredit yang dapat berupa uang, barang, atau jasa.

Namun kehidupan ekonomi modern sekarang lebih banyak menyangkut

uang.

53 Thomas Suyatno, op.cit., hal. 12-13.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 14: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

25

2.2. Jenis-Jenis Kredit

Perkembangan kredit saat ini memang sudah jauh dari bentuk awalnya,

terutama karena berbagai kebutuhan manusia yang semakin beragam. Salah satu

bukti perkembangan kredit tersebut dapat dilihat melalui jenis-jenis kredit yang

dikenal saat ini. Begitu banyaknya jenis kredit memperlihatkan begitu eratnya

eksistensi kredit dengan usaha pemenuhan kebutuhan manusia. Sebenarnya

perkembangan berbagai jenis kredit tersebut, tidak dapat dipisahkan dari

kebijakan perkreditan yang ditetapkan sesuai dengan tujuan pembangunan.54

Jenis kredit pada mulanya berupa kredit perorangan, karena didasarkan

kepercayaan murni atau saling mengenal. Dengan berkembangnya keadaan

ekonomi yang mengembangkan pula unsur-unsur yang menjadi landasan kredit,

maka kemudian timbul berbagai jenis kredit sampai seperti sekarang ini.

Untuk lebih mudah memahaminya, jenis-jenis kredit digolongkan

berdasarkan kriteria yang digunakan, yaitu55:

a. Penggolongan berdasarkan jangka waktu:

1. Kredit jangka pendek (short term loan).

2. Kredit jangka menengah (medium term loan).

3. Kredit jangka panjang (long term loan).

Jangka waktu untuk masing-masing kredit berbeda-beda, tergantung dari

ketentuan banknya. Misalnya untuk kredit jangka pendek, ada bank yang

memberlakukan jangka waktu tidak lebih dari 1 tahun, ada juga bank yang

memberlakukan jangka waktu untuk 2 tahun.

b. Penggolongan berdasarkan dokumentasi:

1. Kredit dengan perjanjian tertulis.

2. Kredit tanpa surat perjanjian, yang dibagi menjadi:

i. Kredit lisan, yang saat ini sudah sangat jarang. 54 Muhammad Djumhana, op.cit., hal. 233. 55 Munir Fuady (A), op.cit., hal. 15-21.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 15: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

26

ii. Kredit dengan instrumen surat berharga.

iii. Kredit Cerukan, yang timbul karena:

- Penarikan atau pembebanan giro yang melampaui

saldonya.

- Penarikan atau pembebanan R/C yang melampaui

plafondnya.

c. Penggolongan berdasarkan Kolektibilitas:56

1. Kredit lancar.

2. Kredit dalam perhatian khusus.

3. Kredit kurang lancar.

4. Kredit diragukan.

5. Kredit macet.

d. Penggolongan berdasarkan bidang ekonomi:

1. Kredit sektor pertanian, perburuhan, dan sarana pertanian.

2. Kredit sektor pertambangan.

3. Kredit sektor perindustrian.

4. Kredit sektor listrik, gas, dan air.

5. Kredit sektor konstruksi.

6. Kredit sektor perdagangan, restoran, dan hotel.

7. Kredit pengangkutan, perdagangan, dan komunikasi.

8. Kerdit sektor jasa.

56 Bank Indonesia (A), Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang Kualitas Aktiva Produktif , SK No. 30/267/KEP/DIR/1998, psl. 4.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 16: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

27

9. Kredit sektor lain-lain.

e. Penggolongan berdasarkan tujuan penggunaanya:

1. Kredit konsumtif, yang diberikan untuk keperluan konsumsi

sehari-hari.

2. Kredit produktif, yang terdiri dari:

i. Kredit investasi, untuk membeli barang modal atau barang

yang tahan lama.

ii. Kredit modal kerja atau kredit eksploitasi, untuk membeli

modal lancar yang habis dalam pemakaiannya.

iii. Kredit Likuiditas, untuk membantu perusahaan yang

sedang kesulitan likuiditas.

f. Penggolongan berdasarkan obyek yang ditransfer:

1. Kredit uang, yang pemberian dan pengembaliannya dilakukan

dalam bentuk uang.

2. Kredit bukan uang, yang pemberiannya dalam bentuk barang dan

jasa, namun pengembaliannya dalam bentuk uang.

g. Penggolongan berdasarkan waktu pencairannya:

1. Kredit tunai, yang pencairannya secara tunai atau dengan

pemindahbukuan ke rekening debitur.

2. Kredit tidak tunai, yang pencairannya tidak dilakukan saat

pinjaman dibuat, seperti:

i. Garansi Bank atau Stand by L/C, yang baru akan dibayar

bila terjadi pembuatan tertentu.

ii. Letter of Credit, yang merupakan jaminan pembayaran

dalam kegiatan ekspor impor.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 17: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

28

h. Penggolongan berdasarkan cara penarikannya:

1. Kredit sekali jadi (aflopend), yang pencairannya sekaligus, seperti

tunai atau pemindahbukuan.

2. Kredit rekening koran, yang waktu penarikannya tidak teratur dan

dapat dilakukan berulang kali selama plafond kredit masih tersedia,

misalnya bilyet giro atau cek.

3. Kredit berulang-ulang (revolving loan), yang diberikan sesuai

kebutuha selama dalam batas maksimum dan amsih dalam jangka

waktu yang diperjanjikan.

4. Kredit bertahap, yang pencairannya dalam beberapa

termin/bertahap.

5. Kredit tiap transaksi (self-liquidating credit), yang penarikannya

sekaligus untuk satu transaksi tertentu dan pengembaliannya

diambil dari hasil transaksi yang bersangkutan.

i. Penggolongan berdasarkan pihak krediturnya:

1. Kredit terorganisasi, yang diberikan badan-badan secara legal,

seperti bank atau koperasi.

2. Kredit tidak terorganisasi, yang diberikan orang, kelompok orang,

atau badan yang tidak resmi, seperti:

i. Kredit rentenir.

ii. Kredit penjual, dengan menyerahkan barang dulu.

iii. Kredit pembeli, dengan menyerahkan uannya dulu.

j. Penggolongan berdasarkan nagara asal kreditur:

1. Kredit domestik (onshore credit).

2. Kreit luar negeri (offshore credit).

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 18: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

29

k. Penggolongan berdasarkan jumlah kreditur:

1. Kredit dengan kreditur tunggal (single loan).

2. Kredit sindikasi (syndicated loan), yang mempunyai lebih dari satu

kreditur dengan satu kreditur sebagai lead creditor/lead bank.

Selain kriteria yang digunakan di atas, masih banyak lagi keriteria yang

dapat digunakan untuk menggolongkan berbagai jenis kredit. Penjabaran

semua kriteria itu pada dasarnya hendak memperlihatkan perkembangan kredit

yang telah mengisi berbagai segi kegiatan manusia.

2.3. Prinsip-prinsip dalam pemberian kredit

Dalam melakukan setiap usahanya, bank wajib memerhatikan prinsip

kehati-hatian (prudent principle).57 Hal tersebut tidak terkecuali dalam usaha

penyaluran kredit. Bank Indonesia menerbitkan ketentuan-ketentuan yang harus

ditaati oleh bank sebagai upaya untuk meminalisasi resiko akibat kredit dan

berkenaan dengan penerapan prinsip kehati-hatian bank. Ketentuan-ketentuan

tersebut antara lain penentuan Batas Umum Pemberian Kredit (BMPK), rasio

kredit terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR), Rasio kecukupan modal

(Capital Adequacy Ratio/CAR), alokasi jumlah kredit untuk golongan usaha

tertentu, dan batas minimum perolehan bank.58

Prinsip yang paling dikenal dalam perkreditan adalah prinsip 5 C yaitu

watak/kepribadian (character), kemampuan (capacity), modal (capital), kondisi

perekonomian (condition of economic), dan jaminan atau agunan (collateral).

Prinsip 5 C tersebut adalah hal-hal yang harus dipenuhi oleh debitur untuk

memberikan keyakinan kepada bank dalam memberikan kredit.59 Beberapa

tambahan untuk mengurangi resiko adalah penutupan asuransi (covering) dan

hambatan yang tidak memungkinkan kredit diberikan (constrains). Prinsip lain 57 Indonesia (A), op.cit. , pasal 2. 58 Rachnat Firdaus dan Maya Ariyani, Manajemen Perkreditan Bank Umum (Bandung: Alfabeta, 2004), hal. 44-50. 59 Ibid, hal. 88.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 19: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

30

yang juga dikenal dalam pemberian kredit adalah prinsip 5 P dan prinsip 3 R.

Prinsip 5 P terdiri dari golongan (party), tujuan (purpose), sumber pembayaran

(profitability), dan perlindungan (protection).60 Selain itu, dikenal juga prinsip

mengenal nasabah (personality) dan prinsip mengenal usaha nasabah di masa

mendatang (prospect).61 Sedangkan yang dikenal dengan prinsip 3 R terdiri dari

hasil yang dicapai (return), pembayaran kembali (repayment), dan kemampuan

untuk menanggung resiko (risk bearing ability).62

2.4. Pedoman Kebijakan Perkreditan Bank

Setelah memperhatikan prinsip-prinsip perkreditan yang umum

dikenal, suatu bank juga mempunyai Pedoman Kebijakan Perkreditan Bank

sebagaimana yang diamanatkan oleh Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia

No. 27/162/KEP/Dir. 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan

Perkreditan Bank (PPKPB). PPKPB tersebut mengatur mengenai bagaimana cara

memberikan kredit (prosedur), bagaimana memonitori kredit, dan bagaimana

menyelamatkan kredit yang bermasalah. Suatu kebijaksanaan perkreditan bank

minimal memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:63

a. Portofolio kredit yang sehat

b. Organisasi dan manajemen perkreditan

c. Kebijakan persetujuan kredit

d. Administrasi dan dokumentasi kredit

e. Monitoring dan pengawasan kredit

f. Penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalah

Kebijaksanaan ini dilakukan untuk menghindari dampak dari resiko

60 Ibid, hal. 88-89. 61 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 119. 62 Firdaus, op.cit., hal. 89-90. 63 Ibid, hal 41-52.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 20: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

31

kredit yang mungkin terjadi. Resiko kredit yang mungkin terjadi antara lain

adalah resiko usaha, resiko usaha, resiko geografis, resiko

keramaian/keamanan/tawuran/perkelahian, resiko politik/kebijakan pemerintah,

resiko ketidakpastian, dan resiko lainnya.64 Jika terjadi resiko-resiko kredit

tersebut maka kemungkinan besar akan menyebabkan terjadinya kredit

bermasalah.

Grafik Perkembangan Kerdit Menurut Jenis

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

2002 2003 2004 2005 Okt. 2006

Modal KerjaInvestasiKonsumsi

2002 2003 2004 2005 Okt. 2006

Modal Kerja 13.79 13 24.05 22.4 12.61 Investasi 11.32 13.45 23.96 13.2 6.4 Konsumsi 36.5 39.04 35.84 36.81 8.41

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia BI

2.5. Meka r e ank

emp a sip pe n k kan dalam

erkreditan s, tia b m ke u enentukan

ang harus dilalui sebelum suatu kredit diputuskan untuk diberikan.65 Mekanisme

iapan kredit, analisis atau penilaian

nisme Penyalu an Kr dit B

Dengan m erhatik n prin dan doma ebija

p bank di ata p-tiap ank me punyai bebasan ntuk m

mekanisme penyaluran kredit. Mekanisme pemberian kredit adalah tahap-tahap

y

pemberian kredit bank tersebut meliputi pers

64 Ibid, hal. 36. 65 Ibid, hal. 35.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 21: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

32

kredit, keputusan kredit, pelaksanaan dan administrasi kredit, dan supervisi kredit

dan pembinaan debitur.66

Tahap persiapan kredit adalah tahap awal untuk para pihak saling

mengenal. Tahap ini dapat dilakukan melalui wawancara untuk mendapatkan

formasi

njadi penentu dalam tahap keputusan kredit dimana akan diputuskan

Terakhir adalah tahap supervisi dan pembinaan debitur yaitu supaya

emantau dan memberikan nasihat kepada debitur

in dasar.67 Selain itu, tahap persiapan ini juga dapat dilakukan dengan

pengajuan proposal dan pelampiran dokumen-dokumen oleh debitur.68

Selanjutnya, tahap analisis adalah tahap penilaian usaha dan proyek pemohon

kredit.69 Aspek-aspek penilaian tersebut meliputi antara lain aspek yuridis, aspek

pasar, aspek keuangan, aspek teknisi, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi,

aspek amdal suatu proyek yang akan dibiayai dengan kredit tersebut.70

Disamping itu, dikenal juga aspek hubungan yaitu meliputi hubungan baik dengan

berbagai pihak dan pemeliharaan hubungan selama ini.71 Aspek tenaga kerja,

komersial, agunan, dan aspek-aspek khusus lainnya juga menjadi dasar analisis

kredit.72

Hasil analisisi tersebut haruslah bersifat obyektif karena kemudian

akan me

apakah permohonan kredit akan diterima atau ditolak. Jika diterima, maka akan

dilakukan ke tahap pelaksanaan dan administrasi. Dalam tahapan tersebut,

penandatanganan perjanjian kredit menjadi fokus utama. Hal tersebut karena

perjanjian kredit tersebut yang nantinya akan menjadi dasar pengikat para pihak

untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya.

pengamanan kredit dengan m

66 Firdaus, op.cit., hal 91. 67 Ibid, hal 91. 68 Kasmir, op.cit., hal 125-126. 69 Firdaus, op.cit., hal. 94. 70 Kasmir, op.cit., hal. 121-123. 71 Machmoedin, Kredit Bermasalah (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004), hal. 128. 72 Ibid, hal. 129-130.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 22: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

33

agar pengembalian kredit akan berjalan dengan baik.73 Bank melakukan supervisi

dan pembinaan melalui laporan hasil analisis kredit, perjanjian kredit, informasi

tentang debitur, laporan keuangan, kartu operasional kredit, laporan hasil

kunjungan setempat, dan instrumen lainnya.74 Dalam melakukan supervisi, bank

tidak dapat mencampuri urusan sehari-hari debitur dan bank juga berkewajiban

selalu merahasiakan informasi untuk kepentingan debitur.75 Supervisi dan

pembinaan ini bertujuan agar pemberian kredit berjalan sesuai dengan ketentuan

yang telah disepakati, tercipta iklim saling percaya, dan tercipta administrasi yang

memadai untuk kepentingan debitur, bank, dan pemerintah.76 Tahap ini juga

merupakan suatu upaya untuk meminimalisasikan munculnya kredit bermasalah.77

73 Firdaus, op.cit., hal. 133. 74 Ibid, hal. 136-137. 75 Ibid, hal. 136. 76 Ibid, hal. 134. 77 Ibid, hal. 134.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 23: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

34

BAB 3

RESTRUKTURISASI SEBAGAI

UPAYA PENYELAMATAN KREDIT BERMASALAH

3.1. Penggolongan Kredit Bank

Istilah penggol istilah yang dipakai

untuk men ambarkan

ualitas dari kredit itu sendiri.78 Pengertian kredit bermasalah itu sendiri adalah:

mi kesulitan pembayaran.

Kredit ya

perjanjian.

Bank

Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (PBI

30/267/KEP/DIR (SKBI

tasi rekening yang aktif

ongan kredit bermasalah merupakan

unjukan penggolongan kolekbilitas kredit yang mengg

k

a. Kredit yang berpotensi mengala

b. ng mengalami kesulitan dalam penyelesaian kewajiban-

kewajibannya kepada bank baik dalam bentuk pembayaran kembali pokok,

bunga, denda, maupun ongkos-ongkos bank yang menjadi beban debitur yang

bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam

c. Kredit yang dikategorikan dalam ketentuan Bank Indonesia dengan

kolektibilitas 3 (kurang lancar); 4 (diragukan), dan 5 (macet).79

Penggolongan kolektibilitas kredit menurut pasal 12 ayat 3 Peraturan

No. 7/2/PBI/2005) jo. Pasal 4 Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.

No. 30/267/KEP/DIR tentang Kualitas Aktiva Produktif,

yaitu sebagai berikut:80

a. Lancar (pass), yaitu apabila memenuhi kriteria:

1. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat

2. Memiliki mu

78 Muhamad Djumhana, op.cit.,, hal. 427 79 Pradjoto (B), “Versi Bank BUMN: Mekanisme Pemberian Kredit dan Penyelesaian Kredit Bermasalah,” (Makalah disampaikan pada Seminar Sehari Solusi Hukum Penyelesaian Kredit Bermasalah dan Hambatan dalam Penyaluran Kredit, Jakarta, 2 Agustus 2006), hal. 48. 80 Bank Indonesia (A), op.cit., pasal 4.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 24: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

35

3. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral)

b. Dal itu apabila memenuhi kriteria:

melampaui 90 (sem

3. M

yang diperjanjikan

baru

c. Ku

g pokok dan/atau bunga yang telah

3. F

hadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90

6. D yang lemah

d. Dir

ok dan/atau bunga yang telah

3. T apan puluh) hari

am perhatian khusus (special mention), ya

1. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum

bilan puluh) hari

2. Kadang-kadang terjadi cerukan (overdraft)

utasi rekening rendah

4. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak

5. Didukung oleh pinjaman

rang lancar (substandard), yaitu apabila memenuhi kriteria:

1. Terdapat tunggakan angsuran

melampaui 90 (sembilan puluh) hari

2. Sering terjadi cerukan

rekuensi mutasi rekening relatif rendah

4. Terjadi pelanggaran ter

(sembilan puluh) hari

5. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur

okumentasi pinjaman

agukan (doubtful), yaitu apabila memenuhi kriteria:

1. Terdapat tunggakan angsuran pok

melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari

2. Terjadi cerukan yang bersifat permanen

erjadi wanprestasi lebih dari 180 (seratus del

4. Terjadi kapitalisasi bunga

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 25: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

36

5. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun

e. Kredit m

1. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah

3. D an tidak dapat dicairkan

Penggolongan kredit tersebut ditinjau berdas

usaha, kondisi keuangan, dan kemampuan membayar.

Ada beberapa sumber untuk melihat adanya gejala kredit bermasalah,

rdraft, terjadi penurunan

sa

intaan penundaan pembayaran, dan mengajukan perubahan jadwal

b.

muncul utang dari kreditur lain, dan laporan keuangan tidak diaudit.

c.

luar, perubahan mendadak dalam manajemen, dan mencari pinjaman baru.

pengikatan jaminan

acet (loss), yaitu apabila memenuhi kriteria:

melampaui 270 (dua ratus tujuah puluh) hari

2. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru

ari segi hukum maupun kondisi pasar, jamin

pada nilai wajar

arkan beberapa faktor yaitu prospek 81

3.2. Aspek Hukum Kredit Bermasalah

3.2.1. Gejala dan Penyebab Kredit Bermasalah

yaitu:82

a. Perilaku rekening seperti sering mengalami ove

ldo secara mencolok, pembayaran tersendat-sendat, sering mengajukan

perm

pembayaran.

Perilaku laporan keuangan seperti likuiditas menurun, perputaran piutang

menurun, persediaan meningkat, utang jangka panjang meningkat tajam,

Perilaku bisnis seperti hubungan dengan pengecer dan pelanggan

menurun, harga jual terlampau rendah, ada informasi negatif dari pihak

81 Bank Indonesia (B), Peraturan Bank Indonesia Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, PBI No. 7/2/PBI/2005, LN No. 12 DPNP Tahun 2005, TLN No. 4471, pasal 10. 82 Mahmoedin, op.cit., hal. 28.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 26: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

37

d. Perilaku nasabah seperti kesehatan nasabah menurun, nasabah meninggal,

membeli aktiva tetap yang konsumtif, dan nasabah mempunyai kegiatan

tertentu.

e. Perilaku makro ekonomi seperti peraturan pemerintah, resesi, dan bencana

alam.

Demikian pula dengan f aktor penyebab timbulnya kredit bermasalah dapat

a. internal perbankan yang meliputi kelemahan dalam analisis kredit,

sumber daya alam, teknologi, dan

b.

asabah.

h yang merugikan.

dan aspek sosial

e.

ikan biaya, overheadcost yang berlebihan, kurangnya

dilihat dari beberapa kelompok, yaitu:83

Faktor

kelemahan-kelemahan dalam dokumen kredit, supervisi kredit, petugas

bank, kebijaksanaan kredit, agunan,

kecurangan petugas bank.

Faktor internal nasabah yang meliputi kelemahan karakter nasabah,

kemampuan nasabah, musibah yang dialami nasabah, kecerobohan

nasabah, dan manajemen n

c. Faktor eksternal seperti situasi ekonomi yang negatif, politik dalam negeri

yang merugikan, politik negara lain yang merugikan, situasi alam yang

merugikan, dan peraturan pemerinta

d. Faktor kegagalan bisnis senantiasa muncul di luar kemampuan para pihak

seperti aspek hubungan, aspek yuridis, aspek manajemen, aspek

pemasaran, aspek teknis produksi, aspek keuangan,

ekonomi.

Faktor ketidakmampuan manajemen adalah pencatatan tidak memadai,

informasi biaya tidak memadai, modal jangka panjang tidak cukup, gagal

mengendal

pengawasan, gagal melakukan penjualan, investasi berlebihan, kurang

menguasai teknis, dan perselisihan antara pengurus.

83 Ibid, hal. 51.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 27: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

38

Tab

Menurut Sektor Ekonomi (%)

2000 2001 2002 2003 2004 2005

el 1:

Komposisi Kredit Bermasalah

Agriculture 22.21 18.52 13.55 8.62 6.51 8.57

M 14.67 ining 13.37 17.66 7.95 5.76 2.20

Industry 26.44 17.00 11.69 10.59 7.97 15.61

Electricity 12.59 2.49 13.05 7.33 5.11 7.27

Construction 30.64 14.73 9.49 6.04 4.26 10.60

Trading 15.01 11.06 5.96 5.77 2.95 5.47

Transportation 26.75 13.92 2.07 7.09 9.22 9.94

Services 24.41 12.87 6.29 4.58 3.99 4.65

Social Services 15.29 6.33 2.69 19.08 5.49 7.37

Others 7.32 3.29 2.51 2.70 1.63 2.26

Total NPL 20.09 12.23 7.50 6.78 4.50 7.56

Su ank Indon diola

3.2.2. Dampak Kredit Bermasalah

pak sangat luas terutama kepada pihak-

Terhadap bank, kredit bermasalah akan

u bank. UU Perbankan memberikan

tuk menetapkan ketentuan tentang

kesehatan bank dengan memperhatikan kualitas manajemen, rentabilitas,

mber: B esia, h

Kredit bermasalah akan berdam84pihak yang berkepentingan.

mempengaruhi tingkat kesehatan suat

kewenangan kepada Bank Indonesia un

84 Ibid, hal. 111.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 28: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

39

likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.85

Konsekuensi dari tingginya kredit bermasalah adalah besarnya kebutuhan

Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) yang pada gilirannya akan mengurangi

keuntungan bank melalui dua mekanisme.86 Pertama, dengan mekanisme

langsung yaitu mengurangi laba tahun berjalan dan kedua, secara tidak langsung

melalui penempatan dana PPA yang tidak bisa dimanfaatkan secara produktif.

Dewasa ini penilaian kesehatan bank terdapat dalam Peraturan Bank

Indonesia No. 6/10/PBI/2004 dengan SE No. 6/23/DPNP tgl. 31 Mei 2004 tentang

Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum sebagai peraturan

pelaksanaannya. Peraturan tersebut menambah faktor Sensitivity to Market Risk

sebagai faktor penilaian tambahan.87 Pemeliharaan kesehatan bank tidak hanya

penting bagi kelangsungan usaha bank tetapi juga penting bagi sistem perbankan

dan perkembangan ekonomi nasional.88 Selain tingkat kesehatan bank, timbulnya

85 “Kebijaksanaan Bank Indonesia dalam Penyelesaian Masalah Kredit Macet Perbankan”, disampaikan dalam Kursus Manajemen Kredit Bermasalah Angkatan Ke 7 yang diselenggarakan oleh Institut Bankir Indonesia, 4-5 April 1997 di Jakarta, hal. 3. Profitabilitas adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Sedangkan yang

imaksu as adalah kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada suatu bank.

ihan Penghapusan Aktiva yang untuk selanjutnya disebut PPA adalah cadangan ang ha

as surat berharga ang di

t ipersamakan dengan itu. Aktiva Non Produktif adalah asset Bank selain Aktiva Produktif yang emilik

anakan dengan empert ansi dari asing-masing factor. Peringkat Rating dari S, CS, KS, dan TS menjadi: Peringkat Komposit:

PK-1, PK

pril 1997 di Jakarta, hal. 3.

d d dengan bonafidit 86 Penyisy rus dibentuk sebesar persentase tertentu berdasarkan kualitas Aktiva. Aktiva sendiri terbagi dalam aktiva dana Bank untuk memperoleh pengtuk setiap factor hasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan aty beli dengan janji dijual kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivative, penyertaan, transaksi rekening administrative serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapadm i potensi kerugian, antara lain dalam bentuk agunan yang diambil alih, property terbengkalai (abandoned property), rekening antar kantor dan suspense account. Bank Indoenesia (B), op.cit., pasal 1 angka 19 jo angka 2 jo angka 3 jo angka 4.

87 Penilaian kesehatan bank dari CAMEL menjadi CAMELS yaitu Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to market risk. Penilaian juga tidak hanya berdasarkan aspek kumulatif (rasio-rasio keuangan) tapi juga aspek kualitatif. Bobot penilaian untuk setiap CAMELS ditiadakan, penilaian akan tergantung hasil analisis dengan memperhatikan indicator pendukung dan unsure judgement. Penetapan rating dilaksm imbangkan unsure judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikm

-2, PK-3, PK-4 dan PK-5. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, “Presentasi mengenai Ketentuan

Pelaksanaan (SE. No. 6/23/DPNP tgl. 31 Mei 2004) tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum”, Bank Indonesia.

88 Kebijaksanaan Bank Indonesia dalam Penyelesaian Masalah Kredit Macet Perbankan,

disampaikan dalam Kursus Manajemen Kredit Bermasalah Angkatan ke 7 yang diselenggarakan oleh Institut Bankir Indonesia, 4-5 A

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 29: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

40

kredit bermasalah juga akan berdampak pada profitabilitas dan bonafiditas suatu

bank.89

Selain memberikan pengaruh langsung kepada bank, kredit bermasalah

juga akan berdampak kepada karyawan bank, pemegang saham, dan nasabah.

salah membawa dampak pada kredibilitas,

perkembangan ekonomi, bankingmindedness, dan kesenambungan usaha suatu

sistem perbankan.95 Kredit bermasalah memberikan pengaruh dalam

Kredit bermasalah yang timbul dapat mempengaruhi mental, karir, pendapatan,

moral, dan waktu serta tenaga karyawan bank.90 Sedangkan terhadap

pemegang saham, kredit bermasalah akan berdampak pada deviden, nilai saham,

dan moral mereka.91 Nasabah yang mempunyai kredit bermasalah biasanya

mengalami kerugian dalam usahanya. Selain itu, citra dan nama baiknya di

kalangan perbankan dan kepercayaan dari luar negeri juga akan buruk.92 Sisi lain,

nasabah lain, baik mereka yang meminjam kredit atau mereka yang memiliki

modal juga akan merasakan dampak kredit bermasalah. Bank juga akan

mengalami keterbatasan dalam penyediaan dana dan akan lebih melakukan

pengetatan penyaluran kredit.93 Hal terparah yang mungkin terjadi adalah rush

karena nasabah pemilik dana menarik uang dari bank karena ketidakpercayaan

mereka akan lembaga perbankan.94

Dampak selanjutnya adalah sistem berbankan dan pemerintah sebagai

otoritas moneter. Kredit berma

pembangunan moneter, sosial ekonomi, penghasilan negara, dan kesempatan kerja

89 Mahmoedin, op.cit., hal. 114.

asalah pada beberapa bank yang dewasa ini sedang gencar-gencarny beritakan di media massa juga berdampak kepada beberapa debitur bagus. Mereka memutu

90 Ibid, hal. 115. 91 Ibid, hal 115-116. 92 Ibid, hal. 116. 93 Ibid, hal. 117. 94 Berita kredit berma di

skan untuk pindak ke bank lain karena khawatir berikutnya kredit mereka yang akan diberitakan ke publik.

Djoko Retnadi, “Menyelesaikan NPL pada Bank Mandiri dan Bank BNI”, hal. 1. 95 Mahmoedin, op.cit., hal. 118.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 30: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

41

te p pemerintah.rhada

enyebutkan bahwa dalam memberikan kredit dan melakukan usaha lainnya,

bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan

menjadikan dasar atas perlunya bank menetapkan beberapa tindakan yang

bermasalah berdasarkan hasil

3. Pencantuman debitur macet dalam daftar orang yang tidak boleh menjadi

engurus bank.

96 Tingginya kredit bermasalah merupakan ancaman

terhadap stabilitas ekonomi karena membuat investasi dan dunia usaha tidak

berjalan baik, menimbulkan kelesuan dalam kehidupan perekonomian, dan juga

akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga menurunkan penjualan dan

mengganggu cash flow debitur.97

3.3. Ketentuan Menurut Hukum di Indonesia Mengenai Penyelesaian Kredit

Bermasalah

Undangan-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pasal 29 ayat 4

m

nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. Hal tersebut yang

mungkin bank dapat mencegah terjadinya kredit bermasalah, antara lain:98

1. Penyusunan “Pedoman Minimum Kebijaksanaan Perkreditan”.

Bank diwajibkan untuk memiliki pedoman kebijaksanaan perkreditan yang

memenuhi standar minimum yang harus digunakan dalam proses setiap

pemberian kredit. Pedoman ini memuat mengenai kewajiban bank

membentuk dan menggunakan Komite Kredit.

2. Penyempurnaan sistem informasi kredit dan daftar kredit macet.

Penyempurnaan ini masih menitikberatkan kepada Daftar Kredit Macet

yang disusun atas dasar laporan yang disampaikan oleh bank dan ternyata

belum sepenuhnya akurat. Oleh karena itu dilakukan cara dengan

memasukkan debitur yang kreditnya dinyatakan

pemeriksaan Bank Indonesia.

p 96 Ibid., hal. 118-119.

97 Ibid., hal. 27.

98 Mansjurdin Nurdin, Permasalahan Utama Perbankan Swasta Nasional Dewasa Ini dan Upaya Penanggulangannya (Makalah pada Kongres Perbanas XII/1994, Jakarta, 26 Mei 1994, hal. 23-24), sebagaimana dikutip oleh Hasanuddin Rahman, op.cit., hal. 37.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 31: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

42

4. Penyusunan pedoman penerapan sanksi bagi pengurus bank yang

melaporkan kredit macet yang tidak benar, hal ini terdapat pada pasal 49

ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 dimana tindakan pelaporan yang tidak

benar dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana.

5. Pelaksanaan fungsi interna

l audit pada bank, yang merupakan kewajiban

94 antara Bank Indonesia dengan The Institute of Internal

6.

kembal

perkred

dalam bidang perkreditan yang dikeluarkan oleh

Ban

Keputu

dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank Bagi Bank Umum,

atan dan kelangsungan

dan akan dikenakan sanksi apabila tidak dilakukan. Hal ini ditentukan

pada 21 April 19

Auditors-Indonesia.

Policy statement pemberian kredit kepada grup pemilik bank dan debitur

tertentu, yang memuat besarnya fasilitas kredit yang akan diberikan dalam

periode tertentu.

Dalam Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 pasal 8 ayat (2),

i ditegaskan bahwa Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman

itan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

Kebijakan perbankan

k Indonesia berdasarkan ketentuan hukum di atas, antara lain adalah Surat

san Direktur BI No. 27/162/KEP/DIR tentang Kewajiban Penyusunan

tanggal 31 Maret 1995. Kebijakan ini mewajibkan setiap bank menyusun

kebijakan perkreditan, mengingat bank dalam melakukan pemberian kredit

mengandung resiko yang dapat berpengaruh pada keseh

usaha bank, maka dalam pelaksanaannya harus didasarkan pada asas-asas

perkreditan yang sehat. Agar pelaksanaannya dapat konsisten dan berdasarkan

asas-asas perkreditan yang sehat, diperlukan suatu kebijakan tertulis.

Sebagai pengatur kebijakan perbankan Indonesia, Bank Indonesia

memberikan panduan atau pedoman bagi bank dalam penyusunan Kebijakan

Perkreditan Bank (KPB), yang terdapat pada lampiran SK DIR Bank Indonesia

tersebut, yaitu Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB).

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 32: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

43

PPKPB hanya memberikan panduan mengenai aspek dan standar minimal

yang wajib dimuat dalam KPB masing-masing bank, yang kemudian bank dapat

memperluas KPB sesuai dengan kebutuhan masing-masing bank.99

a. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan.

b.

ermasalah, diatur dalam bab VII

pada pedoman ini. Yang diatur dalam bab ini antara lain:

1.

alam upaya untuk meningkatkan pemantauan secara dini terhadap kredit-

kre

langkah:

nyusun daftar atas kredit-kredit yang

c. ara khusus kredit-kredit yang termasuk

2. Eva

Ban

pengawasan khusus serta hasil penyelesaiannya untuk mengetahui secara dini

Organisasi dan manajemen perkreditan.

c. Kebijaksanaan persetujuan perkreditan.

d. Dokumentasi100 dan administrasi kredit.

e. Pengawasan kredit.

f. Penyelesaian kredit bermasalah.

Khusus mengenai penyelesaian kredit b

Kredit Dalam Pengawasan Khusus.

D

dit yang akan dan/atau diduga akan merugikan bank, maka bank wajib

melakukan pengawasan secara khusus dengan langkah-

a. Setiap bulan, bank wajib me

kolektibilitasnya tergolong kurang lancar namun cenderung memburuk

pada bulan-bulan selanjutnya. Bentuk dan format daftar tersebut dapat

ditetapkan masing-masing bank.

b. Dalam menetapkan kolektibilitas harus sesuai dengan ketentuan Bank

Indonesia dan tidak boleh melakukan pengecualian terutama kredit kepada

pihak-pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur besar tertentu.

Bank selanjutnya mengawasi sec

dalam daftar dan segera melakukan penyelesaian.

luasi Kredit Bermasalah.

k secara berkala wajib melakukan evaluasi terhadap daftar kredit dalam

99 Bank Indonesia, Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB), Lampiran SK DIR BI No. 27/162/DIR, hal. 3, point 163. 100 Dokumen Kredit adalah seluruh dokumen yang diperlukan dalam rangka penyaluran kredit yang merupakan bukti perjanjian/ikatan hukum antara bank dengan debitur dan bukti kepemilikan agunan serta dokumen-dokumen perkreditan lainnya yang merupakan perbuatan hukum dan/atau mempunyai akibat hukum, PPKPB, hal. 27.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 33: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

44

apakah kredit dalam pengawasan khusus telah menjadi kredit bermasalah.

bank menghitung besarnya persentase terhadapDan total kredit (terutama

macaet).

3.

kepada Bank Indonesia.

eh Direksi bank dan

4.

seg

me

a.

rsetujuan. Meliputi hal-hal: tata cara

.

5. Pel

Pel

eva

dan n juga Bank Indonesia.

6. urang-

am dilaksanakan atau

sia.

kredit tergolong diragukan dan

Penyelesaian Kredit Bermasalah.

Apabila dalam jumlah seluruh kredit yang kolektibilitasnya tergolong

diragukan dan macet mencapai 7,5% (tujuh setengah persen) dari jumlah

seluruh kredit atau kriteria lain yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai bank

yang menghadapi kredit bermasalah, maka bank harus:

a. Menyampaikan laporan tertulis

b. Pembentukan Satuan Kerja/Kelompok Kerja/Tim Kerja Penyelesaian

Kredit Bermasalah, atau yang disebut dengan Satuan Tugas Khusus (STK)

yang bertanggung jawab menyelesaikan kredit bermasalah. Pejabat-

pejabat yang ditunjuk dalam STK ditetapkan ol

dilaporkan kepada Bank Indonesia.

Bank wajib menyusun program penyelesaian kredit bermasalah dan Direksi

era menyampaikan program tersebut kepada Bank Indonesia, dengan

mperhatikan hal-hal sebagai berikut:

STK menyusun program penyelesaian kredit bermasalah untuk diajukan

kepada Direksi guna memperoleh pe

penyelesaian, perkiraan hasil penyelesaian, sedapat mungkin

memprioritaskan penyelesaian kredit bermasalah kepada pihak yang

terkait dengan bank dan debitur besar

b. Program penyelesaian kredit bermasalah harus sesuai dengan KPB.

aksanaan program penyelesaikan kredit bermasalah.

aksanaan penyelesaian dilakukan secara penuh oleh STK dan dilakukan

luasi secara berkala atas perkembangan penyelesaian kredit bermasalah

melaporkan hasilnya kepada Direksi da

Evaluasi efektivitas program penyelesaian kredit bermasalah sek

kurangnya dilakukan enam bulan sekali setelah progr

tenggang waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Apabila hasilnya

jauh di bawah target, maka STK mengusulkan perbaikan/perubahan program.

Hasil evaluasi efektivitas program wajib dilaporkan ke Bank Indone

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 34: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

45

7. Penyelesaian terhadap kredit yang tidak dapat ditagih, STK akan mengusulkan

cara-cara penyelesaianya dan akan dilaksanakan setelah mendapat

persetujuan.

Begitu luasnya dampak kredit bermasalah menunjukan perlu a

danya

k

dibutuhkan karena faktor-faktor penyebab timbulnya kredit bermasalah yang

r adalah dampak dari kurangnya kehati-hatian dalam penyaluran

t

isasi kualitas aktiva produktif (minimalisasi kredit bermasalah)

dar nisme pencegahan kredit bermasalah selanjutnya. Hal tersebut juga 103

me anisme untuk mencegah maupun penanganan terjadinya kredit bermasalah.

Pertama, penerapan prudent credit management dalam perkreditan sangat

sebagaian besa

kredit. Jika sejak awal asas kehati-hatian itu telah dilakukan, maka terjadinya

kredit bermasalah secara total dapat diatasi.101 Prudent credit managemen

bertujuan:102

a. Pertumbuhan kredit lancar yang berkualitas

b. Maksimalisasi keuntungan dengan cara penentuan suku bunga pinjaman yang

tepat

c. Maksimal

Selain prudent credit management, penerapan prinsip-prinsip dalam

perkreditan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya juga dapat sebagai bagian

i meka

termasuk dalam mematuhi 18 prinsip pemberian kredit oleh Roger H. Hale.

101 Mariam Darus Badrulzaman (C), Aneka Hukum Bisnis (Bandung: Alumni, 2005), hal. 108.

102 Iwan R. Prawiranata, Penerapan Prudent Banking Management Dalam Strategi Pengelolaan Kredit (Jakarta: ISEI, 1994), hal. 18.

103 Mahmoedin, op.cit., hal. 10. 18 prinsip pemberian kredit tersebut adalah: a. Quality of credit is more important than exploiting new opportunities

haracter of the borrower or in the case of corporations, the principal management and shareholders must be free of any doubt as to their integrity

d comfortable with it according to your adjustment

ontain the basis of its repayment be genius to make right decision

b.Every loan should have two ways out that are not related and exist from beginning c.The c

d. If you do not understand the business, do not lend to it e. It is your decision, and you must free an

f. The purpose of a loan should cg. If you have all the facts, you do not need to

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 35: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

46

Setelah memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip dalam penyaluran

kredit, Bank Indonesia juga menerapkan self reguating bank sebagai upaya untuk

mencegah kredit bermasalah. Self regulating bank memberikan keleluasaan bagi

tiap bank untuk membuat ketentuan sendiri dengan mengacu pada asas

pengelolaan yang sehat dan prisip kehati-hatian, yakni sebagai berikut:104

a. Bank wajib menyusun dan menyampaikan rencana kerja tahunan termasuk

recana penyaluran kredit

b. Pelaksanaan fungsi kredit intern bank yang efektif

c. Sistem dan prosedur kebijaksanaan Perkreditan Bank (KPB) yang pokok-

pokoknya meliputi memegang prinsip kehati-hatian, menciptakan organisasi

dan manajemen perkreditan yang handal, memiliki kebijaksanaan persetujuan

kredit, memiliki kebijaksanaan persetujuan kredit, memiliki dokumentasi dan

administrasi kredit yang baik, melakukan pengawasan kredit dan

menyelesaikan kredit bermasalah.

Tindakan pencegahan timbulnya kredit bermasalah sangat penting karena

jika bank lebih dini menentukan potential loan problem akan banyak peluang dan

lebih luas prospek untuk mencegah terjadinya kerugian.105 Dua faktor kunci

dalam em)

dan tind

penanganan kredit bermasalah adalah deteksi dini (early warning syst

akan koreksi yang cepat (prompt corrective action).106

The businesh. s cycle is inevitable

ssessing a company’s

tute for repayment. First way out credit is cash flow

ed

n. t in lending to local borrowers

t

i. Although it is harder than evaluating financial statement, amanagement quality is vital

j. Collateral security is not a substik. Where security is taken, a professional and impartial view of its value and

marketability must be obtainl. Lending to smaller business is riskier than lending to larger ones m. Do not let poor attention to detail credit administration spoil and therwise sound loan

Local banks should b participano. If a borrower wants a quick answer, it is “no” p. If the loan is to be guaranteed, be sure that the guarantor’s interest is served as well

as borrower’s q. See where the bank’s money is going to be spenr. Think first for the bank. Risk increase when credit principle are violated

104 Rasjim Wiraatmadja, dkk. Solusi Hukum dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah (Jakarta:

InfoBank, 1997), hal. 8.

105 Mahmoedin, op.cit., hal. 44.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 36: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

47

Tindakan untuk mencegah kredit bermasalah dapat diawali dengan melalui

monitoring yang meliputi antara lain:107

a. Pemantauan kredit yaitu meliputi pemantauan administrasi,

ialah suatu bentuk meningkatnya jumlah

kredit bermasalah selam

dapat terjadi dengan perubahan kolektibilitas dan dengan cara lain.

Pelacakan

melakukan upaya penanganan untuk m

bermasalah yang sem nan suatu kredit bermasalah terdiri

ri:108

timal sesuai dengan asmsi dan tujuan dari pemberian kredit tersebut.

timbulnya kerugian bagi bank, menyelamatkan kembali kredit yang ada agar

menjadi lancar, serta usaha-usaha lainnya yang ditujukan untuk

m mperbaiki kualitas usaha debitur.

pemantauan setempat, dan pemantauan khusus.

b. Proses pemburukan kredit

a kurun waktu tertentu. Kondisi pembrurukan

c. indikasi dimana berupa upaya pendekatan untuk

memperoleh informasi dan data guna memperoleh kepastian dan dapat

menentukan tindakan selanjutnya.

Namun, ketika kredit bermasalah terdeteksi terjadi, maka bank akan

enghindari terjadinya tingkat kredit

akin tinggi. Penanga

da

1. Pembinaan kredit bermasalah adalah upaya yang dapat dilakukan oleh

bank dalam pengelolaan kredit bermasalah agar dapat diperoleh hasil yang

op

2. Penyelamatan kredit bermasalah adalah upaya yang dilakukan oleh bank

dalam pengelolaan kredit bermasalah yang masih mempunyai prospek di

dalam usahanya, dengan tujuan untuk meminimalkan kemungkinan

e

106 Pradjoto (B), op.cit., hal. 26. Deteksi dini berupa mengenali gejala kredit yang mulai memburuk lebih awal dan

menyusun kredit yang mengandung potensi kelemahan dalam watch list. Sedangkan tindakan koreksi yang cepat meliputi kredit dalam watch list yang semakin memburuk dikategorikan sebagai kredit bermasalah (Workout account), kredit diklasifikasikan menurut resiko (kolektibilitas) dan dicadangkan PPA-nya sesuai resiko, dan terakhir dilakukan penanganan kredit bermasalah.

107 Mahmoedin, op.cit., hal. 44. 108 Pradjoto (B), op.cit., hal

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 37: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

48

3. Penyelesaian kredit bermasalah adalah upaya yang dilakukan bank untuk

menyelesaikan kredit bermasalah yang tidak mempunyai prospek, setelah

usaha-usaha pembinaan dan penyelamatan ternyata tidak mungkin dilakukan

lagi.

Selanjutnya, ketika tindakan penyelamatan tidak membawa perubahan,

elakukan tindakan penyelesaian te

bank akan m rhadap kredit bermasalah tersebut.

dilak

1. P

Yaitu ketika upaya penyelesaian kredit bermasalah dilakukan langsung oleh

ban

lik (market discipliner)

110

2.

Yaitu ketika upaya penyelesaian kredit bermasalah dilakukan dengan

libatkan pihak ketig perti melalui debt collector,

(SPV).

Hapus buku dan hapus tagih adalah upaya yang dapat dilakukan oleh bank

terhadap kredit berm embahayakan kelangsungan usaha

u dapat dilakukan sebagai upaya terakhir ketika

Dilihat dari para pihak, tindakan penyelesaian kredit bermasalah tersebut dapat

ukan dengan dua cara, yaitu:109

enyelesaian langsung

k yang bersangkutan. Penyelesaian langsung tersebut dapat berupa:

a. Penagihan langsung kepada debitur

b. Pengumuman kepada pub

c. Hapus buku dan hapus tagih.

Penyelesaian tidak langsung

me a atau institusi lain se

arbiter/mediator, pengadilan, atau special purpose vehicle

asalah apabila dianggap m

suatu bank.111 Namun, upaya it

109 Ibid., hal. 1.

110 Hapus buku adalah tindakan administratif Bank untuk mengahapus buku kredit yang memiliki kualitas Macet dari neraca sebesar kewajiban debitur tanpa menghapus hak tagih Bank

epada Debitur. Hapus tagih adalah tindakan Bank menghapus kewajiban debitur yang tidak dapat dis

, Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1 U No. 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790,, pa .

kelesaikan. Ibid., penjelasaan pasal 69. 111 Indonesia (C)992 Tentang Perbankan, Usal 37 ayat 1 huruf c

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 38: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

49

sem

ini

ban r (disetujui

inima

atau tidak berhasil, maka selanjutnya dapat

ua upaya telah dilakukan untuk memperbaiki kualitas kredit.112 Kedua upaya

juga hanya dapat dilakukan kepada kredit dalam kualitas maacet.113 Setiap

k wajib memiliki kebijakan (disetujui komisaris) dan prosedu

m l direksi) tertulis mengenai hapus buku dan hapus tagih.114 Tidak seperti

hapus buku, hapus tagih dapat dilakukan terhadap sebagain, namun hanya dalam

rangka restrukturisasi kredit.115

Sedangkan untuk penyelesaian tidak langsung, melalui debt collector

adalah tindakan yang paling sederhana. Dalam penjanjian kredit, sering kali

dicantumkan klausul pilihan penyelesaian sengketa (alternative dispute

resolution) sehingga kemudian muncul arbiter atau mediator sebagai pihak yang

membantu para pihak terhadap sengketa yang timbul. Namun jika tidak

tercantum klausul tersebut

diselesaikan melalui pengadilan yaitu dengan mengajukan gugatan perdata,

meminta pelaksanaan eksekusi hak tanggungan, atau meminta pelaksanaan ”fiat

eksekusi” pengadilan.116 Upaya melalui pengadilan dapat juga melalui pidana jika

terdapat indikasi tindak pidana dan gugatan kepailitan jika jaminan yang diberikan

tidak memberikan hak preferen atau tidak lagi cukup untuk menutupi kewajiban

debitur.117 Perkembangan terbaru penyelesaian kredit bermasalah adalah melalui

Special Purpose Vehicle (SPV) yaitu suatu perusahaan seperti perusahaan anjak

piutang (factoring company) yang diperluas tidak meliputi piutang dagan tapi juga

piutang bank.118

Ibid., pasal 70 ayat 1.

4 Ibid., pasal 69 jo penjelesan. hapus buku dan hapus tagih antara lain memuat criteria,

persyara n, limit, kewenangan dan tanggung jawab serta tata cara hapus buku dan hapus tagih.

Yunus Husein, ”Non Performing Loan Ditinjau dari Sudut Hukum Perbankan”, (Makala nar mengenai Solusi Hukum Penyelesaian Kredit Bermasalah dan Hambatan dalam Penyaluran Kredit, Jakarta, 2 Agustus 2006), hal. 3.

Yunus Husein, op.cit., hal. 4.

112 Bank Indonesia (B), op.cit., pasal 71 ayat 1.

311

11

Kebijakan dan prosedur ta

115 Ibid., pasal 70 (2) jo (3) jo (4). 116

h disampaikan pada acara Semi

117 Pradjoto (B), slide 43 dan slide 46.

811

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 39: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

50

Berkaitan dengan tugasnya, Bank Indonesia juga mempunyai beberapa

kebijakan dalam rangka menegah dan menyelesaikan kredit bermasalah antara

lain:119

1. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/25/SE/2004 tanggal 22

Oktober 2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum (Lembaran Negara

R

Dalam rangka mencapai tujuan usaha Bank yang berpedoman kepada visi

atang tersebut, Bank harus menyusun

2.

nternal audit charter, membentuk dewan audit, membentuk

satuan kerja audit intern, dan menyusun panduan audit.

3. Penetapan Ketentuan tentang Tata Cara Tukar Menukar Informasi Antar

B lah berubah menjadi Badan Informasi

epublik Indonesia Tahun 2004 Nomor 157, Tambahan LembaranNegara

Republik Indonesia Nomor 4457),

dan misi yang telah ditetapkan maka Bank perlu menyusun suatu

perencanaan yang matang dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian

dan responsif terhadap perubahan eksternal dan internal. Untuk

menghasilkan perencanaan yang m

Rencana Bisnis yang realistis dan komprehensif dengan cakupan Rencana

Bisnis yang diperluas sehingga lebih mencerminkan kompleksitas usaha

Bank yang semakin meningkat.

Ketentuan tentang Kewajiban Bank Umum untuk menerapkan Standar

Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank. Peraturan Bank Indonesia PBI No.

1/6/PBI/1999 tanggal 20 September 1999 tentang Penugasan Direktur

Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank

Umum

Standar Pelaksanaan fungsi audit intern bank diperlukan dalam rangka

mewujudkan sistem perbankan yang sehat serta untuk menjaga dan

mengamankan kegiatan usaha sesuai dengan kebijakan bank dan peraturan

yang berlaku. Standar pelaksanaan fungsi audit intern bank termasuk

menyusun i

ank yang sekarang namanya te

119 “Kebijaksanaan Bank Indonesia dalam Penyelesaian Masalah Kredit Macet Perbankan, disampaikan dalam Kursus Manajemen Kredit Bermasalah Angkatan ke 7 yang diselenggarakan oleh Institut Bankir Indonesia, 4-5 April 1997 di Jakarta, hal. 6-10.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 40: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

51

Kredit (BIK), dasar pembentukan BIK adalah undang-undang No. 23 tahun

1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan undang-

undang No. 3 tahun 2004 pasal 32 yang memberikan kewenangan bagi BI

untuk mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar bank yang

dapat diperluas dengan menyertakan lembaga lain di bidang keuangan.

Sedangkan operasional BIK diatur melalui Peraturan Bank Indonesia No.

4.

5. engenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Peraturan

9/14/PBI/2007 tanggal 30 November 2007 tentang sistem informasi debitur

(SID) yang mencabut PBI SID No. 7/8/PBI/2005 Tanggal 24 Januari 2005

Bank dapat melakukan tukar menukar informasi antar bank dengan tujuan

untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain

guna mencegah pemberian kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan

status dari suatu bank yang lain.120 Hal tersebut juga dapat membantu bank

dalam menilai resiko yang akan dihadapi sebelum melakukan suatu

transaksi.

Ketentuan Mengenai Penyertaan Modal dan Kepemilikan Saham oleh Bank

Peraturan Bank Indonesia PBI No. /5/10/PBI/2003 tanggal 1 April 2003

tentang prinsip kehati – hatian dalam kegiatan penyertaan modal

Penyertaan modal hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5

(lima) tahun atau perusahaan dimana bank telah mendapatkan laba. Apabila

telah lewat jangka waktu tersebut atau perusahaan belum juga mendapatkan

laba, maka bank wajib menghapusbukukan penyertaan modal tersebut.

Ketentuan m

Bank Indonesia PBI No. 8/13/PBI/2006 tentang perubahan atas PBI No.

7/3/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Batas Maksimum Pemberian

kredit

120 Apakah kredit bermasalah merupakan bagian dari rahasia bank? Hal tersebut menjadi perdebatan para ahli. Namun, secara universal diakui bahwa kepentingan bank itu sendiri yang kemudian merupakan kepentingan bagi masyarakat luas memberikan justifikasi untuk membuka rahasia bank. Suatu perkembangan diberikan UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 dimana dijelaskan yang termasuk kategori rahasia bank hanya informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Jadi, informasi mengenai nasabah debitur tidak termasuk ke dalam pasal 40 ayat 1 UU No. 10 Tahun 1998. Munir Fuady (B), Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 97.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 41: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

52

Ketentuan BMPK akan membantu bank mengurangi resiko dengan cara

menyebarkan penyediaan dana sehingga tidak terpusat pada peminjam

tertentu.

Ketentuan mengenai Kualitas Aktiva Produktif dan Pembent6. ukan

enjaga kualitas penanaman dana bank pada

roduktif senantiasa dalam keadaan baik karena akan sangat

enanggung kemungkinan timbulnya resiko kerugian dalam

teruta knya kredit bermasalah, Bank Indonesia melakukan upaya-

upaya sebagai berikut:121

1. Upaya penyelesaian kredit bermasal

dalam

kom

dan/atau mengurangi tim

m engalami kesulitan akibat

kredit bermasalah dengan m

a dengan instansi terkait. Hasil yang dicapai

anfaatan lembaga parate eksekusi, disetujuinya penerapan

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Peraturan Bank Indonesia No.

8/19/PBI/2006.

Bank berkewajiban untuk m

aktiva p

mempengaruhi kelangsungan usaha bank. Sedangkan penyisihan

penghapusan aktiva produktif dimaksudkan guna menilai kesiapan bank

dalam m

penanaman dana yang dilakukan.

Selanjutnya dengan perkembangan perbankan di bidang perkreditan

ma dengan mara

ah dan peningkatan mutu portofolio

rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat, efisien dan

petitif. Upaya ini dilakukan melalui TSKBP, STK, dan TKK; mencegah

bulnya kredit bermasalah yang baru dengan

enciptakan PPKPB; membina bank-bank yang m

engarahkan bank yang bersangkutan untuk

melakukan merger, konsolidasi, atau akuisisi; meningkatkan efektivitas sarana

hukum, melakukan kerja sam

adalah berupa pem

putusan serta-merta dan dapat dimanfaatkannya grosse sertifikat Hak

Tanggungan.

Disamping itu dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung untuk

menyelesaikan perkara kredit bermasalah di pengadilan dalam jangka waktu

paling lambat enam bulan untuk setiap tingkat peradilan.

121 Gubernur Bank Indonesia, Sambutan Gubernur BI Pada Pertemuan Perbankan, Warta IBI (Th. Ke-9 No. 10 Februari 1995), hal. 1-10.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 42: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

53

2.

rahkan perbankan untuk mengacu pada budaya menerapkan

3.4

pen

res

ban

kre

kre adi penertaan modal

ementara.123 Restrukturisasi kredit dapat dilakukan kepada debitur yang

l elakukan pembayaran kredit, namun ia masih

mili

Mempercepat proses konsolidasi dengan meminta bank agar menjalankan

ketentuan perbankan secara ketat, mempertimbangkan resiko usaha yang

mungkin akan timbul secara cermat, penerapan kewajiban penghapusan kredit

macet (write off) sepanjang bank memiliki cadangan penghapusan yang

cukup, menga

sistem ”Self Regulation” atas dasar prinsip kehati-hatian.

. Restrukturisasi Kredit

Bank Indonesia mengatur pendekatan restrukturisasi sebagai suatu

dekatan dalam rangka penyelamatan kredit bermasalah.122 Pendekatan

trukturisasi dikenal sebagai suatu pendekatan untuk memperbaiki kredit oleh

k dengan cara penurunan suku bunga kredit, perpanjangan jangka waktu

dit, pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan pokok

dit, penambahan fasilitas kredit dan konversi kredit menj

s

menga ami hambatan dalam m

me ki prospek usaha yang baik.124 Restrukturisasi dapat dilakukan pada semua

jenis kualitas kredit.125 Namun, untuk restrukturisasi kredit dengan cara

penyertaan modal sementara hanya dapat dilakukan kepada kredit dalam kualitas

kurang lancar, diragukan, atau macet.126

Seiring dengan dilakukannya program restrukturisasi dan rekapitalisasi

perbankan, maka diperlukan pedoman yang kuat bagi bank dalam menjalankan

restrukturisasi perbankan tersebut, yang salah satunya adalah melakukan

restrukturisasi atas pinjaman/kredit. Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru,

Peraturan Bank Indonesia Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum No.

7/2/PBI/2005.

122 Ibid., hal

sia (B), op.cit., pasal 1 angka 25

yat 2.

123 Bank Indone 124 Ibid., pasal 51. 125 Ibid., pasal 57. 126 Ibid., pasal 64 a

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 43: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

54

Berdasarkan kebijakan ini, upaya penyelesaian terhadap kredit bermasalah

oleh perbankan Indonesia mengacu pada peraturan tersebut. Restrukturisasi kredit

ah

bahan fasilitas kredit

2.

trukturisasi kredit yang dituliskan dalam

Perat tang Penilaian Kualitas Aktiva Bank

Umu

1.

suku bunga kredit persentase suku

alam

d n bunga kredit yang presentasenya telah

unga kredit yang telah jatuh tempo

unasi. Dengan demikian bank membantu debitur

3.

ini hanya dapat dilakukan terhadap nasabah debitur yang masih memiliki prospek

usaha yang baik dan telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan

pembayaran pokok dan/atau bunga. Yang dimaksud Restrukturisasi Kredit

adalah upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar nasab

debitur dapat memenuhi kewajibannya, antara lain melalui:127

1. Penam

Perpanjangan jangka waktu kredit

3. Pengurangan tunggakan bunga kredit

4. Penurunan suku bunga kredit

5. Pengurangan tunggakan pokok kredit

6. Pengambilalihan aset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku

7. Konversi kredit manjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan

nasabah debitur

Pengertian dari alternatif res

uran Bank Indonesia No. 7/2/2005 ten

m Pasal 1 butir 25 sebagai berikut:

Penurunan suku bunga

Yaitu dengan diturunkannya persentase

bunga kredit yang harus dibayarkan sehingga memperingan debitur d

membayar angsuran kreditnya yang berupa angsuran dari utang pokoknya

itambah denga

dikurangi/diperkecil.

2. Pengurangan tunggakan bunga kredit

Yaitu berupa pengurangan jumlah b

namun belum dapat dil

dengan mengurangi tumpukan utang debitur.

Pengurangan tunggakan pokok kredit

127 Bank Indonesia (A), op.cit., pasal 1 butir 25.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 44: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

55

Merupakan cara seperti yang di atas, namun yang dikurangi adalah

tangihan utang tertunggaknya. Debitur mendapat keringanan dalam

melunasi utangnya, sebab pokok kredit tertunggak telah dikurangi oleh

4.

ka waktu yang lebih lama,

endapatkan dana yang

5.

ga diharapkan dapat mendukung usaha debitur dalam mengatasi

dapinya saat ini dan nantinya dapat

usahanya. Penambahan fasilitas ini diberikan

6.

haan

bank.

Perpanjangan jangka waktu kredit.

Yaitu upaya kreditur untuk memperpanjang jangka waktu pelunasan kredit

debitur, dengan harapan bahwa dengan jang

debitur dapat memperbaiki kinerja usahanya dan m

mencukupi untuk melunasi kewajiban-kewajibannya yang jatuh tempo.

Penambahan fasilitas kredit

Yaitu dengan pemberian fasilitas-fasilitas tambahan pada pemberian kredit

sehing

masalah perekonomian yang diha

menghasilkan keuntungan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah

usaha terutama untuk membayar kredit yang dipinjamnya. Salah satu

bentuk penambahan fasilitas kredit adalah dengan memberikan tambahan

dana pinjaman (refinancing) yang dapat digunakan debitur sebagai modal

untuk meningkatkan kinerja

dengan prosedur yang ketat dan disertai dengan agunan kredit yang kuat.

Pengambilalihan asset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Yaitu dengan cara mengalihkan aset-aset debitur untuk dikuasai bank.

Alternative ini sesuai dengan ketentuan Pasal 12A UU No. 10 tahun 1998,

bahwa terhadap debitur yang tidak memenuhi kewajibannya, bank umum

dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, melalui pelelangan ataupun

diluar pelelangan secara sukarela oleh pemilik agunan atau kuasanya untuk

menjual diluar lelang, dengan ketentuan pengalihan tersebut wajib segera

dicairkan.

7. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusa

debitur.

Yaitu dengan menukar jumlah utang yang tertunggak menjadi penyertaan

modal pada perusahaan debitur. Terhadap kreditur yang berupa bank,

penyertaan ini sifatnya hanya sementara dan wajib ditarik kembali setelah

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 45: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

56

jangka waktu 5 (lima) tahun atau perusahaan debitur telah memperoleh

laba kumulatif. Upaya ini hanya dapat dilakukan bagi kredit yang

berkualitas Kurang Lancar, atau Diragukan, atau Macet.

kesepa ngan debitur diberikan kebebasan untuk memilih program

restruk

kemam

dapat b

kombin

kebijak berupa Pedoman

Res k

an tugas dan wewenangnya dan dapat

ireksi

masing-masing bank yang melaksanakan program restrukturisasi, wajib

menuliskan kebijakan program restrukturisasi kredit yang dilakukannya dan

Dari alternatif-alternatif yang diberikan diatas, bank berdasarkan hasil

katan de

turisasi kredit mana yang dianggap terbaik untuk dilakukan sesuai dengan

puan bank, kondisi kredit dan perusahaan debitur. Alternatif yang dipilih

erupa salah satu dari ketujuh alternatif diatas, dan dapat pula merupakan

asi dari beberapa alternative itu.

Setiap bank yang melakukan restrukturisasi kredit wajib memuat

an restrukturisasi kredit tersebut secara tertulis,128 yaitu

tru turisasi Kredit yang terdapat pada Pedoman Pelaksanaan Kredit (PPK).

Pedoman ini berisi panduan mengenai prosedur dan tata cara yang diperlukan

dalam melaksanakan restrukturisasi kredit di dalam masing-masing bank.129

Restrukturisasi kredit dilakukan oleh satuan kerja yang khusus/terpisah dari

satuan kerja pemberian kredit (pasal 55 ayat (1) PBI No. 7/2/PBI/2005). Jadi

STK yang sudah ada tinggal disesuaik

bertindak sebagai Satuan Restrukturisasi Kredit berdasarkan peraturan ini.130

Menurut PBI No. 7/2/PBI/2005 pasal 52 diatur mengenai pembatasan

pelaksanaan restrukturisasi kredit yaitu larangan terhadap pelaksanaan program

resstrukturisasi apabila restrukturisasi dilakukan hanya untuk menghindari:

a. penurunan penggolongan kualitas kredit;

b. pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang

lebih besar; atau

c. penghentian pengakuan pendapatan bunga secara actual.

Pada Pasal 54 ayat 1 dan 2 Ketentuan ini disebutkan bahwa d

128 Ibid., Pasal 54 ayat 1. 129 Ibid, Pasal 54 130 Ibid, Pasal 55 ayat 4..

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 46: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

57

m atkan persetujuan pelaksanaannya dari komisaris atau badan pengawas

bank.

Sebelum direstrukturisasi, kredit wajib dianalisis terlebih d

endap

ahulu

ber puan membayar sesuai dengan

pro

bank, analisis wajib dilakukan oleh konsultan atau tenaga ahli independen.131

al 12 November

199 untu

Hal yang penting untuk dilakukan dalam melakukan restrukturisasi kredit,

akan

terjadinya

kok dan bunga pada

sebelum pelaksanaan restrukturisasi atau mengalami

kemunduran kualitas apabila debitur melanggar persyaratan yang telah disepakati

dasarkan prospek usaha debitur dan kemam

yeksi arus kas. Khusus bagi kredit yang diberikan kepada pihak terkait dengan

Menurut Pasal 6 SKDBI No. 31/150/KEP/DIR Tangg

8, k menjaga objektifitas dalam melaksanakan restrukturisasi kredit,

dilakukan oleh satuan kerja yang terpisah dari satuan kerja pemberi kredit.

Apabila hal tersebut tidak memungkinkan, maka pengawasan yang lebih ketat

akan dilakukan sepanjang dilakukannya tindakan restrukturisasi kredit.

bank harus memahami bidang usaha, kondisi bisnis, dan masalah yang dihadapi

oleh debitur. Ini diperlukan untuk menentukan langkah restrukturisasi yang tepat

dan mencari solusi bagi problem yang dihadapi oleh debitur.

Dengan dilakukannya restrukturisasi kredit perbankan diharapkan

terjadi peningkatan terhadap kualitas kredit bermasalah sehingga kredit tersebut

paling tidak memiliki:132

a. Kualitas kredit menjadi kredit kurang lancar, untuk kredit yang sebelum

restrukturisasi tergolong kredit diragukan atau macet.

b. Kualitas kredit tetap atau tidak terjadi penurunan kualitas akibat

kredit bermasalah, untuk kredit yang sebelum restrukturisasi tergolong

kredit dalam perhatian khusus atau kurang lancer.

c. Peningkatan kualitas kredit menjadi kredit lancar apabila pada akhirnya

kredit tersebut tidak terjadi tunggakan angsurang po

tiga kali pembayaran dan secepat-cepatnya dalam waktu tiga bulan.

Kredit yang telah melakukan program restrukturisasi kredit dapat pula

kembali pada kualitas

131 Ibid, Pasal 56 ayat 2.

132 Ibid, pasal, 57. Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 47: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

58

dal

syarat l

Kredit

berakh menggunakan formulir

pel r

kedelap hadap

an PPAP yang lebih besar atau penghentian

emampuan membayar dan prospek usaha

ilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur

langkah

langkah

program n pihak kreditur dan pihak debitur berdasarkan

kes

umum

am program restrukturisasi seperti pelanggaran terhadap pelunasan kredit atau

ain yang telah diperjanjikan.

Bank wajib melaporkan kepada Bank Indonesia seluruh Restrukturisasi

yang telah dilakukan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah

irnya bulan laporan yang bersangkutan dengan

apo an Restrukturisasi Kredit..133

Disamping itu, berdasarkan Pasal 68 PBI No. 7/2/PBI/2005 bagian

an, Bank Indonesia berwenang untuk melakukan koreksi ter

penggolongan kualitas kredit, pembentukan PPAP dan pendapatan bunga yang

telah diakui secara aktual, apabila:

a. Restrukturisasi kredit menurut penilaian Bank Indonesia ternyata

dilakukan dengan tujuan untuk menghindari penggolongan kualitas kredit

yang lebih buruk, pembentuk

pengakuan pendapatan bunga secara aktual sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 52 (lima dua);

b. Restrukturisasi ini tidak didukung dokumen yang lengkap dan analisis

yang memadai mengenai k

debitur;

c. Debitur tidak mematuhi persyaratan yang terdapat pada akad

restrukturisasi kredit;

d. Restrukturisasi kredit tidak d

dalam Surat Keputusan ini.

Restrukturisasi kredit perbankan biasanya dilakukan dengan menjalankan

-langkah tertentu. Tidak ada ketentuan khusus yang mengatur tentang

pelaksanaan restrukturisasi kredit, hal ini disebabkan karena pilihan

restrukturisasi ada ditanga

epakatan bersama. Tetapi secara umum tahap-tahap ini merupakan tahapan

yang ditempuh dalam mencapai negosiasi restrukturisasi kredit:134

133 Ibid., Pasal 66.

134 pek-Aspek Hukum Dalam Transaksi Keuangan, Fakultas Hukum Universi er 1999.

Materi Kuliah Astas Indonesia, Oktob

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 48: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

59

1. Permohonan negosiasi utang

Permohonan ini biasa nya diajukan oleh debitur yang mempunyai kredit

an yang lebih besar pada kedua pihak. Tahap

hal yang

ayar bunga dan angsuran tepat waktu),

bitur

4.

5.

restrukturisasi kredit yang akan ditempuh dan klausul-klausul dalam perjanjian

yan erta mendukung kelancaran

restrukturisasi kredit, misalnya mengenai perubahan struktur pinjaman, jangka

waktu, jadwal pengembalian, suku bunga dan jaminan serta pembahasan

mengenai klausul-klausul baru (new loan convenants) misalnya dalam hal

bermasalah, untuk menghindari dilakukannya penyelesaian kredit yang

dapat mengakibatkan kerugi

ini dimulai dengan pembahasan awal terhadap rencana negosiasi,

kualifikasi mutu debitur dan kreditnya, serta penandatanganan letter of

commitment oleh debitur mengenai utangnya tersebut.

2. Penyusunan “Standstill Agreement”

Setelah dilakukan negosiasi utang, akan dibuat standstill agreement, yaitu

suatu perjanjian dimana pihak debitur bersedia melakukan hal-

diperjanjikan (seperti memb

sementara di lain pihak kreditur berjanji untuk tidak melakukan tindakan

hukum terhadap debitur, dalam jangka waktu restrukturisasi. Dalam

jangka waktu berlakunya perjanjian ini, debitur dan kreditur diharapkan

untuk mencapai kesepakatan mengenai restrukturisasi kredit. Standstill

agreement ini harus ditandatangani oleh para pihak untuk menyatakan

dimulainya standstill period.

3. Analisa kondisi dan prospek usaha de

Merupakan analisa berupa pemeriksaan hukum (legal audit) dan

pemeriksa keuangan (financial audit) untuk memprediksi sejauh mana

kemampuan debitur untuk melunasi utangnya.

Penyusunan due dilligent

Berupa penyusunan data dan pengumpulan informasi mengenai kondisi

perusahaan secara keseluruhan dari berbagai aspek.

Pembahasan tentang klausul-klausul baru.

Tahap ini dilakukan dengan mengajukan proposal mengenai rencana

g harus diperbaharui untuk melindungi s

pemberian pinjaman tambahan kredit (refinancing).

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 49: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

60

Pada prinsipnya klausul perjanjian baru bersifat lebih ketat dan

mengikat, serta memberikan kreditur keleluasaan untuk melakukan

campur tangan dalam mengawasi kinerja finansial dan operasional dalam

lain adalah:

independen yang

b.

lanjakan dana diatas jumlah

tert

6.

sem

mel i restrukturisasi kredit disepakati para

yai

per

rest

7. Pel

Tahap akhir yang merupakan pelaksanaan restrukturisasi kredit yang

dal ian yang telah dibuat oleh pihak debitur dan kreditur.

usaha debitur, yang antara

a. Debitur diwajibkan menjalani audit atas arus dan/kas (cashflow) secara

berkala yang dilakukan oleh auditor

ditunjuk/disetujui oleh kreditur.

Debitur wajib mengalihkan seluruh/sebagian arus dananya ke dalam

suatu “escrow account” yaitu rekening untuk menampung hasil

proyek/usaha debitur dan hasil tersebut dapat dipotong untuk

membayar utang debitur. Hal ini menyebabkan pihak kreditur

mempunyai kontrol yang besar terhadap pemasukan dan pengeluaran

debitur.

c. Larangan kepada debitur untuk membe

entu.

d. Kreditur berhak melakukan pengawasan atas operasional usaha

debitur.

Pembentukan perjanjian baru

Perjanjian baru akan lahir setelah semua tahapan di atas dilakukan dimana

ua hal yang penting dan perlu diatur demi kelancaran dan untuk

indungi pelunasan kredit melalu

pihak. Perjanjian ini dinamakan ”First Amandement To The Facility”

tu perjanjian yang berisi perubahan (amandemen) pertama dari

janjian semula atau ”Restructuring Agreement” atau perjanjian

rukturisasi kredit.

aksanaan restrusturisasi kredit perbankan

dilakukan berdasarkan hasil kesepakatan para pihak yang telah dituangkan

am perjanj

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 50: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

61

Dengan kebijakan perbankan ini, penggolongan kualitas setelah

kukan restrukturisasi, dapat ditetapkan sebagai berikut:dila

a.

b.

telah diubah tersebut selanjutnya dapat berubah

n

. narnya

apabila lebih buruk, jika debitur tidak dapat memenuhi kriteria dalam

hur

yan kumentasi dan informasi

1.

n/atau bunga yang didasarkan atas laporan keuangan, arus kas,

g

mencerminkan kondisi keuangan dan kemampuan debitur untuk

debitur. Jika

135

Setinggi-tingginya kurang lancar untuk kredit yang sebelum dilakukan

restrukturisasi, tergolong diragukan atau macet.

Kualitas berubah untuk kredit yang sebelum dilakukan restrukturisasi

tergolong pada kategori lancar, dalam perhatian khusus atau kurang lancar.

Kualitas kredit yang

me jadi:

a. Lancar, apabila tidak terjadi tunggakan angsuran pokok dan bunga selama

tiga kali pembayaran dan secepat-cepatnya dalam waktu tiga bulan.

b Kualitas kredit sebelum dilakukan restrukturisasi atau yang sebe

uf a dan/atau syarat-syarat dalam perjanjian Restrukturisasi Kredit.136

Dalam melakukan restrukturisasi kredit, bank harus menganalisis kredit

g akan direstrukturisasi untuk itu diperlukan do

yang mendukung yang sekurang-kurangnya memuat hal-hal:

Evaluasi terhadap permasalah debitur, meliputi:

a. Penjelasan rinci mengenai penyebab terjadinya tunggakan pokok

da

proyeksi keuangan, kondisi pasar serta faktor lain yang berkaitan

dengan usaha debitur.

b. Perkiraan pengembalian seluruh pokok dan bunga kredit berdasarkan

pada akad kredit sebelum dan sesudah restrukturisasi kredit. Perkiraan

tersebut handaknya didasarkan pada rasio keuangan yan

membayar kembali pinjamannya.

c. Peninjauan efisiensi manajemen debitur untuk menentukan

diperlukannya restrukturisasi organisasi perusahaan

135 Ibid., Pasal 57 ayat 1 dan 2. 136 Ibid., pasal 10.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 51: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

62

diperlukan dapat digunakan bantuan tenaga ahli dari luar untuk

2. Kri

tela

3. Pen ng digunakan dalam menetapkan proyeksi arus

ang

4. An

per

sikl yar debitur sehingga debitur dapat

5. Tuj

mel

6. Jad si yang mencerminkan

7. an persyaratan kredit, termasuk kesepakatan

8.

penyelesaian kredit bermasalah atau

rest

Produk urisasi, berdasarkan Peraturan

Ban

7/2/PB

khu

melakukan restrukturisasi organisasi tersebut.

teria kredit yang akan direstrukturisasi sesuai dengan kebijakan yang

h ditetapkan oleh bank.

dekatan dan asumsi ya

kas debitur, serta dalam memperhitungkan nilai tunai (persent value) dari

suran pokok dan bunga yang akan diterima.

alisis, kesimpulan dan rekomendasi dalam melakukan penyesuaian

syaratan kredit. Penyesuaian ini dilakukan dengan mempertimbangkan

us usaha dan kemampuan memba

memenuhi kewajiban pembayaran.

uan dan penggunaan tambahan kredit, yang tidak diperkenankan untuk

unasi tunggakan pokok dan/atau bunga.

wal pembayaran kembali yang telah direvi

persyaratan yang telah disesuaikan dengan kemampuan membayar debitur.

Rincian yang terkait deng

keuangan dalam akad kredit.

Rincian kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan

restrukturisasi kredit.

9. Persyaratan bahwa akad kredit dan dokumen lainnya yang berkaitan

dengan pelaksanaan restrukturisasi kredit harus memiliki kekuatan hukum.

Dalam rangka melaksanakan upaya

rukturisasi kredit, bank wajib membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva

tif (PPAP)137 terhadap kredit yang direstrukt

k Indonesia Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum No.

I/2005. Cadangan dibentuk tersebut berupa cadangan umum dan cadangan

sus.

san Aktiva Produktif (PPAP) adalah cadangan yang harus dibentuk tu dan nominal berdasarkan Penggolongan Kualitas Aktiva Produktif sebagaimana ditetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Bank Umum No. 7/2/PBI/2005.

137 Penyisihan Penghapu sebesar persentase terten

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009

Page 52: BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian … IV 2134.8269...12 BAB 2 PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN 2. 1. Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian

63

Cadangan umum ditetapkan sekurang-kurangnya 1% dari Aktiva

duktifPro

ekurangnya sebesar:139

a.

diragukan setelah dikurangi nilai agunan.

100%

138 yang digolongkan lancar. Sedangkan cadangan khusus ditetapkan

s

5% (lima persen) dari Aktiva Produktif yang digolongkan dalam

perhatian khusus.

b. 15% (lima belis persen) dari Aktiva Produktif yang digolongkan kurang

lancar setelah dikurangi nilai agunan.

c. 50% (lima puluh persen) dari Aktiva Produktif yang digolongkan

d. (seratus persen) dari Aktiva Produktif yang digolongkan macet

setelah dikurangi nilai agunan.

138 Aktiva Produktif adalah penyediaan dana Bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. (PBI No. 7/2/PBI/2005, Pasal 1 (3). 139 Ibid., padal 44 ayat 2.

Universitas Indonesia

Analisa yuridis..., Aji Satrio, FHUI, 2009