Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

56
Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice Gauge Theory Tugas Akhir Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains Heribertus Bayu Hartanto 0302027016 Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Depok 2006

Transcript of Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Page 1: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori

Medan dengan Lattice Gauge Theory

Tugas Akhir

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains

Heribertus Bayu Hartanto

0302027016

Departemen Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Indonesia

Depok

2006

Page 2: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Lembar Persetujuan

Judul Skripsi : Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan

Lattice Gauge Theory

Nama : Heribertus Bayu Hartanto

NPM : 0302027016

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui

Depok, Mei 2006

Mengesahkan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. L. T. Handoko Dr. Terry Mart

Penguji I Penguji II

Dr. Imam Fachrudin Dr. Anto Sulaksono

Page 3: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih karena berkat dan penyertaan-

Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih yang tak ter-

hingga penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta dan segenap keluarga

atas dukungan yang diberikan selama penyelesaian tugas akhir ini. Topik yang

di-kerjakan pada tugas akhir ini menurut penulis sangat menarik, karena me-

rupakan suatu pendekatan yang baru dalam dinamika fluida. Dinamika fluida

yang biasanya diselesaikan dengan mekanika klasik, diformulasikan dengan teori

medan gauge dan untuk menghitung energi dilakukan dengan menggunakan Lat-

tice Gauge Theory, tool yang biasa dipakai dalam fisika partikel. Penulis secara

khusus mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pe-

nyelasaian tugas akhir ini baik secara langsung maupun tidak langsung, antara

lain:

1. Dr. L.T. Handoko selaku pembimbing I yang telah membimbing penulis

mulai dari awal diskusi hingga penyelesaian tugas akhir ini serta atas ide-

ide, dukungan dan saran yang diberikan.

2. Dr. Terry Mart selaku pembimbing II dan ketua peminatan Fisika Nuklir

dan Partikel atas bimbingan dan dukungan yang diberikan baik itu selama

kuliah maupun pengerjaan tugas akhir ini.

3. Rekan-rekan di Lab Teori, khususnya grup diskusi Lattice: Nowo dan Juju,

Beriya, Popo, Handhika, Arum, Ardy, Nita, Harykin, Chandi, Pak Ayung,

Pak Sulaiman, Mas Parada.

4. Semua teman-teman fisika angkatan 2002, ”rekan-rekan kerja” di Lab Fi-

sika Dasar, teman-teman di KMK MIPA dan KMK UI yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

iii

Page 4: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

5. Special gift from God, Melvi, untuk dukungan dalam setiap langkah penulis,

dalam senang maupun sedih.

6. Juga semua pihak yang tidak dapat disebutkan di sini atas dukungan dan

doa kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu

penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi perkembangan

riset di Fisika UI.

Depok, Mei 2006

Heribertus Bayu

iv

Page 5: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Abstrak

Dinamika fluida berbasis teori medan diformulasikan dalam kisi ruang waktu

diskrit. Dengan formulasi tersebut dihitung selisih energi eksitasi (∆E) dari in-

teraksi antara materi dengan fluida dengan menggunakan simulasi Metropolis

Monte Carlo. Berdasarkan simulasi tersebut, diperoleh bahwa hubungan ∆E de-

ngan kecepatan fluida dari interaksi materi dengan fluida tidak bergantung pada

besarnya konstanta kopling interaksi g. Formulasi ini memberikan pemahaman

dasar untuk perhitungan bermacam-macam observable dari fenomena yang di-

modelkan dengan Lagrangian dinamika fluida dimana tidak ada jaminan teori

perturbasi berlaku.

Kata kunci: lagrangian Navier Stokes, lattice gauge theory

viii+34 hlm.; lamp.

Daftar Acuan: 10(1996-2006)

Abstract

Fluid dynamics based on the gauge field theory is formulated on a discrete space-

time lattice. Using this formulation, the difference of excitation energy (∆E)

from the interaction of fluids and matter is calculated using Metropolis Monte

Carlo simulation. From the simulation, it is found that relation between ∆E

with the velocity of fluid from the interaction of fluid and matter is not depend

on the interaction coupling constant g. This formulation provides basic knowledge

to calculate some observables for phenomenon modeled with the fluid dynamics

Lagrangian where the pertubation theory cannot be guaranteed.

Keywords: Navier Stokes lagrangian, lattice gauge theory

viii+34 pp.; appendices.

References: 10(1996-2006)

v

Page 6: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Daftar Isi

Kata Pengantar iii

Abstrak v

Daftar Isi vi

Daftar Gambar vii

1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

1.2 Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

1.3 Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

1.4 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

2 Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan 4

2.1 Dinamika Fluida . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

2.2 Teori Medan Gauge untuk Dinamika Fluida . . . . . . . . . . . . 6

2.3 Sistem Multi Fluida . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

3 Teori Medan Gauge pada Lattice 13

3.1 Path Integral pada Mekanika Kuantum . . . . . . . . . . . . . . . 13

3.2 Teori Medan Kuantum dengan Path Integral . . . . . . . . . . . . 16

3.3 Diskritisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18

3.4 Transformasi Gauge pada Lattice . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20

4 Hasil dan Pembahasan 24

5 Kesimpulan 34

vi

Page 7: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Daftar Acuan 35

A Evaluasi Path Integral dengan Metode Monte Carlo 36

B Pemrograman 40

vii

Page 8: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Daftar Gambar

3.1 Interval waktu diskrit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14

3.2 Lintasan partikel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15

3.3 Lattice atau kisi 3 dimensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18

3.4 Lintasan C antara x dan y . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21

3.5 Uµνx pada sebuah Plaquette . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22

4.1 Grafik ∆E terhadap kecepatan fluida vuntuk g = 1. . . . . . . . . 28

4.2 Grafik ∆E terhadap kecepatan fluida v untuk g = 0.01. . . . . . . 29

4.3 Grafik ∆E terhadap kecepatan fluida beberapa nilai Ncf . . . . . . 30

4.4 Grafik ∆E terhadap kecepatan fluida untuk Ncf = 100 dengan dan

tanpa bootstrap. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31

4.5 Grafik ∆E terhadap kecepatan fluida untuk beberapa nilai a. . . 32

4.6 Grafik ∆E terhadap v untuk m = 500 GeV, g = 1 dengan dan

tanpa bootstrap sampling. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33

4.7 Grafik ∆E terhadap v untuk m = 500 GeV, g = 0, 01 dengan dan

tanpa bootstrap sampling. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33

viii

Page 9: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Dinamika fluida secara matematis dideskripsikan oleh persamaan Navier-Stokes.

Persamaan ini diturunkan baik itu dari Hukum II Newton maupun hukum kekekal-

an massa. Sifat nonlinier pada persamaan Navier-Stokes mengakibatkan persa-

maan tersebut sulit untuk diselesaikan karena pada sistem nonlinier solusinya

tidak dapat disuperposisikan[1]. Sementara itu, banyak sistem-sistem yang da-

pat dimodelkan dengan menggunakan dinamika fluida seperti kosmologi turbu-

len, quark-gluon plasma, dll yang memerlukan solusi tersebut untuk melakuk-

an perhitungan-perhitungan berikutnya. Pendekatan alternatif untuk dinamika

fluida telah dilakukan dengan menggunakan metode mekanika analitik dengan

menggunakan lagrangian boson yang invarian terhadap transformasi gauge. Me-

tode ini telah diaplikasikan pada sistem fluida yang berinteraksi dengan soliton

yaitu protein α heliks yang berinteraksi dengan biofluida [2]. Lagrangian yang

invarian terhadap transformasi gauge tersebut dapat diformulasikan untuk sistem

relativistik yang invarian terhadap transformasi Lorentz sehingga dengan meng-

gunakan persamaan Euler-Lagrange dapat diperoleh persamaan Navier-Stokes

relativistik [4]. Dinamika fluida berbasis teori medan ini dapat juga digunak-

an untuk mendeskripsikan sistem multi fluida dengan menggunakan lagrangian

yang invarian terhadap transformasi gauge non-Abelian. Dengan menggunakan

pendekatan alternatif dinamika fluida ini kita dapat mengeksplorasi lebih lanjut

sistem-sistem yang dimodelkan dengan menggunakan fluida tanpa harus mencari

solusi persamaan Navier Stokes.

1

Page 10: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

1.2 Perumusan Masalah

Pendekatan alternatif untuk formulasi dinamika fluida dari first principle telah

dilakukan dengan menggunakan mekanika analitik. Persamaan Navier-Stokes di-

turunkan sebagai persamaan gerak dari lagrangian boson yang invarian terhadap

transformasi gauge dengan menggunakan persamaan Euler-Lagrange. Interaksi

antara fluida dengan materi dapat dimodelkan dengan menggunakan lagrangian

medan boson yang merepresentasikan materi dengan medan gauge yang merep-

resentasikan fluida. Perhitungan observable dari interaksi antara materi dengan

fluida dapat dilakukan dengan mengevaluasi path integral. Namun besarnya kon-

stanta kopling interaksi g antara fluida dan materi tidak diketahui, sehingga path

integral tidak dapat dihitung secara perturbatif.

Perhitungan secara non-perturbatif dapat dilakukan dengan menggunakan Lattice

Gauge Theory. Lattice Gauge Theory digunakan pada teori Quantum Chromo-

dynamics atau sering disebut dengan Lattice QCD untuk menghitung besaran-

besaran QCD pada energi rendah, karena konstanta kopling QCD makin besar

pada energi rendah. Pada Lattice Gauge Theory, aksi disusun pada kisi ruang

dan waktu diskrit sehingga memungkinkan path integral dihitung secara nume-

rik dengan menggunakan metode Metropolis Monte Carlo. Dengan menghitung

observable dari lagrangian ini maka diharapkan kita bisa mempelajari perilaku

atau sifat-sifatnya terutama terhadap konstanta kopling g.

1.3 Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat teoritik. Teori yang digunakan ialah dinamika fluida dengan

pendekatan teori medan gauge. Untuk memperoleh observable dari teori ini,

aksi yang menggambarkan interaksi antara materi dengan fluida terlebih dahulu

diformulasikan dalam ruang dan waktu diskrit. Setelah itu dapat dihitung energi

dengan mengevaluasi path integral menggunakan metode Monte Carlo.

2

Page 11: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari teknik dasar perhitungan Lattice

Gauge Theory dengan menggunakan metode Metropolis Monte Carlo dan im-

plementasinya pada pemrograman serta menghitung observable dari dinamika

fluida berbasis teori medan dengan menggunakan Lattice Gauge Theory. Pene-

litian difokuskan pada formulasi teori gauge untuk fluida pada kisi ruang waktu

diskrit dan perhitungan energi dari interaksi fluida dengan materi.

3

Page 12: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Bab 2

Dinamika Fluida Berbasis Teori

Medan

Pada bab ini penulis akan membahas secara singkat teori mengenai dinamika

fluida baik itu secara klasik maupun dengan pendekatan berbasis teori medan.

2.1 Dinamika Fluida

Fluida didefinisikan sebagai bahan yang mengalami deformasi (perubahan ben-

tuk) secara kontinu bila dikenai tegangan geser. Dinamika fluida merupakan

cabang dari ilmu fisika yang mempelajari aliran fluida (cairan dan gas). Secara

matematis, dinamika fluida digambarkan oleh persamaan Navier-Stokes

∂~v

∂t+ (~v · ~∇)~v = −1

ρ~∇P + µ~∇2~v (2.1)

dengan ~v ialah kecepatan fluida, P ialah tekanan, ρ ialah kerapatan dan µ ialah

koefisien viskositas. Persamaan ini diturunkan dari hukum II Newton dan hukum

kekekalan massa. Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa fluida tidak da-

pat diciptakan maupun dimusnahkan. Bila kita memberi gangguan pada fluida,

massa awal dan akhir fluida haruslah sama. Perhatikan volume suatu fluida V

dengan S merupakan permukaan tertutup dari volume V . Massa dari fluida ia-

lah∫

VρdV , sementara massa fluida per satuan waktu yang melewati permukaan

tertutup S ialah∮

(ρ~v) · dS sehingga hukum kekekalan massa dapat dinyatakan

sebagai berikut∮

(ρ~v) · dS = − ∂

∂t

V

ρdV (2.2)

4

Page 13: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

dengan menggunakan teorema Gauss diperoleh,∫

V

~∇ · (ρ~v)dV = − ∂

∂t

V

ρdV

V

[

∂ρ

∂t+ ~∇ · (ρ~v)

]

dV = 0

∂ρ

∂t+ ~∇ · (ρ~v) = 0 (2.3)

Hukum II Newton tidak lain merupakan bentuk kekekalan momentum yang me-

miliki bentuk

~F = md2~x

dt2(2.4)

Gaya yang dialami oleh fluida yang bergerak ialah

1. Gaya badan, yang bekerja secara langsung pada volume massa dari elemen

fluida. Contohnya ialah gaya gravitasi, listrik dan magnet.

2. Gaya permukaan, yang bekerja secara langsung pada permukaan elemen

fluida. Hanya ada 2 sumber gaya jenis ini: (a) distribusi tekanan pada per-

mukaan dan (b) distribusi regangan dan tegangan normal pada permukaan

elemen fluida.

untuk aliran fluida, m → ρV dan percepatan,

d2~x

dt2→ D~v

Dt

denganD

Dt=

∂t+ ~v · ~∇.

Maka hukum II Newton untuk aliran fluida ialah

ρD~v

Dt=

~F

V(2.5)

Gaya yang fundamental pada aliran fluida ialah gradien tekanan yang dapat

ditulis sebagai berikut,Fi

V= − ∂

∂xk

Πik, (2.6)

dimana tensor tekanan diberikan oleh

Πik = Pδik − σik, (2.7)

5

Page 14: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

dengan P tekanan dan σik ialah tensor viskositas. Tensor viskositas secara umum

merupakan tensor asimetrik. Tensor viskositas dapat ditulis [3],

σij = η

(

∂vi

∂xk

+∂vk

∂xi

− 2

3δij

~∇ · ~v)

+ νδik~∇ · ~v, (2.8)

dimana η dan ν merupakan koefisien viskositas kinematik dan dinamik. Subs-

titusi persamaan (2.6), (2.7) dan (2.8) ke hukum II Newton untuk fluida pada

persamaan (2.5),

ρ

(

∂~v

∂t+ (~v · ~∇)~v

)

= −~∇P + η~∇2~v +

(

ν +1

)

~∇(~∇ · ~v). (2.9)

Untuk fluida inkompresibel ~∇ · ~v = 0 dan µ ≡ η/ρ diperoleh persamaan Navier

Stokes untuk fluida inkompresibel

∂~v

∂t+ (~v · ~∇)~v = −1

ρ~∇P + µ~∇2~v (2.10)

seperti pada persamaan (2.1).

2.2 Teori Medan Gauge untuk Dinamika Fluida

Persamaan Navier-Stokes menggambarkan sistem nonlinier dengan kecepatan

aliran ~v ≡ ~v(xµ), dimana xµ adalah ruang 4 dimensi, xµ ≡ (x0, xi) = (ct, ~r) =

(ct, x, y, z). Dalam hal ini digunakan ruang Minkowski dengan tensor metrik

gµν = (1,−~1) = (1,−1,−1,−1) sehingga x2 = xµxµ = xµgµνxν = x2

0 − x2 =

x20−x2

1−x22−x2

3. Karena persamaan Navier-Stokes diturunkan dari hukum II New-

ton, secara prinsip persamaan tersebut dapat diturunkan dari mekanika analitik

dengan menggunakan prinsip aksi terkecil dan telah dikerjakan dalam sejumlah

paper demikian pula dengan formulasi dinamika fluida menggunakan lagrangi-

an berdasarkan pada simetri gauge. Beberapa tulisan juga menghubungkannya

dengan persamaan Maxwell. Perlu diingat bahwa persamaan Navier-Stokes dan

persamaan Maxwell menggambarkan sistem yang berbeda, namun dapat diambil

analogi terutama dalam melakukan konstruksi dari lagrangian dinamika fluida.

Pada subbab ini akan dijelaskan konstruksi persamaan Navier-Stokes dari first

principle mekanika analitik yaitu dimulai dari lagrangian density. Diperhatikan

juga bahwa persamaan Navier-Stokes merupakan sistem ruang 4 dimensi, dengan

6

Page 15: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

demikian dapat digunakan metode pada teori medan relativistik yang memperla-

kukan ruang dan waktu dalam dimensi yang sama. Persamaan Navier-Stokes di-

turunkan sebagai persamaan gerak dari lagrangian boson yang invarian terhadap

transformasi gauge dan transformasi Lorentz melalui persamaan Euler-Lagrange.

Lagrangian untuk medan boson yang invarian terhadap transformasi gauge lokal

ialah

L = (∂µφ∗)(∂µφ) + V (φ) + LA (2.11)

dimana

LA = −1

4FµνF

µν + gJµAµ + g2AµA

µφ∗φ (2.12)

dengan kuat tensor Fµν ≡ ∂µAν − ∂νAµ, sementara arus vektor empatnya,

Jµ = i [φ(∂µφ∗) − φ∗(∂µφ)] (2.13)

memenuhi kekekalan arus ∂µJµ = 0. Suku-suku tambahan pada LA dibutuhkan

agar lagrangian boson tersebut invarian terhadap transformasi gauge lokal U =

exp[−iθ(x)] sehingga,

φ → φ′ = e−iθ(x)φ ≈ (1 − iθ(x))φ (2.14)

Aµ → Aµ′ = Aµ +

1

g(∂µθ) (2.15)

Seperti disebutkan pada [1], kita dapat memperoleh bentuk persamaan yang mi-

rip dengan persamaan Maxwell dari persamaan Navier-Stokes dengan mengganti

medan magnet dan medan listrik dengan vektor Lamb dan vortisitas

~E → ~l = ~ω × ~v

~B → ~ω = ~∇× ~v

sehingga persamaan ”Maxwell” untuk fluida ialah

~∇ ·~l = ρ

~∇×~l = −∂~ω

∂t~∇ · ~ω = 0

~∇× ~ω = α~j + α∂~l

∂t

7

Page 16: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

dengan α = 1/~v2. Hasil ini memberi petunjuk bahwa kita dapat mengkonstruksi

lagrangian yang bentuknya mirip dengan lagrangian elektrodinamika kuantum

yaitu LA pada persamaan (2.12). Klaim ini telah dibuktikan dengan mengambil

bentuk spesifik dari medan gauge,

Aµ =(

Φ, ~A)

=

(

1

2|~v|2 + V,−~v

)

(2.16)

dengan ~v ialah kecepatan fluida dan V ialah potensial yang diakibatkan oleh gaya

konservatif. Pemilihan bentuk medan gauge tersebut jelas tidak memenuhi tran-

sformasi Lorentz secara eksplisit. Di sisi lain, pemilihan ini menunjukkan bahwa

pada dinamika fluida, potensial skalar merupakan energi total per satuan massa

yang terdiri dari rapat energi kinetik dan rapat potensial eksternal, sementara

potensial vektor menggambarkan dinamika dalam suku kecepatan. Dengan de-

mikian, LA pada persamaan (2.12) tidak lain ialah lagrangian yang menghasilkan

persamaan Navier-Stokes dengan pemilihan medan gauge di atas, LA = LNS.

Berdasarkan prinsip aksi terkecil δS = 0 dengan S =∫

d4xLNS dapat diperoleh

persamaan Euler-Lagrange

∂ν∂LNS

∂(∂νAµ)− ∂LNS

∂Aµ

= 0 (2.17)

Substitusi persamaan (2.12) ke persamaan Euler-Lagrange di atas menghasilkan

persamaan gerak dalam Aµ,

∂ν(∂µAν) − ∂2Aµ + gJµ = 0. (2.18)

Aµ diperhatikan sebagai medan fluida. Relasi nontrivial diperoleh untuk µ 6= ν

sehingga dapat menghasilkan persamaan Navier-Stokes.

Untuk memperoleh persamaan Navier-Stokes relativistik, kita dapat mendefini-

sikan medan gauge Aaµ =

(

Φ, ~A)

dengan potensial skalar dan vektornya sebagai

berikut [4],

Φ = −c2

1 − |~v|2c2

+ Vrel, (2.19)

~A = −~v, (2.20)

8

Page 17: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

dengan Vrel menyatakan potensial relativistik eksternal. Suku pertama pada per-

samaan (2.19) menunjukkan versi relativistik energi kinetik persatuan massa.

Substitusi persamaan (2.19) dan (2.20) ke persamaan (2.18), diperoleh persama-

an Navier-Stokes relativistik,

∂~v

∂t− c2~∇

1 − |~v|2c2

= −~∇Vrel + g ~J (2.21)

dengan Ji ≡∫

dxiJ0 = −∫

dtJi. Kita dapat memperoleh bentuk nonrelativistik

dengan mengambil |~v| ≪ c dan menggunakan relasi

1

2~∇|~v|2 = (~v · ~∇)~v + ~v × (~∇× ~v)

sehingga,∂~v

∂t+ (~v · ~∇)~v = −~∇V − ~v × (~∇× ~v) + g ~J, (2.22)

di mana diasumsikan relasi eksplisit untuk gaya eksternal ~∇Vrelnon−rel−→ ~∇V .

Dengan demikian persamaan Navier-Stokes untuk sembarang gaya konservatif te-

lah dibentuk dengan menggunakan teori medan gauge. Terlihat pada persamaan

(2.22) terdapat gaya tambahan, yaitu pada suku g ~J dan suku ~v × (~∇× ~v) yang

relevan untuk fluida rotasional ~∇× ~v. Rapat potensial yang dialami pada fluida

antara lain:

V (~r) =

P (~r)/ρ(~r) : tekananGm/|~r| : gravitasi

(µ + η)(~∇ · ~v) : viskositas

dengan P, ρ,G, µ+η menyatakan tekanan, kerapatan, konstanta gravitasi dan vis-

kositas. Bila kita hitung gradien dari potensial tekanan untuk kerapatan konstan

dan gradien potensial viskositas,

~∇Vtekanan =1

ρ~∇P

~∇Vviskositas = η~∇(~∇ · ~v) + µ(~∇2~v) + µ(~∇× ~∇× ~v)

dan memasukkan keduanya pada persamaan (2.22), maka akan diperoleh,

∂~v

∂t+ (~v · ~∇)~v = −1

ρ~∇P − η~∇(~∇ · ~v) + µ(~∇2~v)

+µ(~∇× ~∇× ~v) − ~v × (~∇× ~v) + g ~J. (2.23)

9

Page 18: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Untuk fluida irotasional ~∇× ~v = 0 dan fluida inkompresibel ~∇ · ~v = 0,

∂~v

∂t+ (~v · ~∇)~v = −1

ρ~∇P + µ(~∇2~v) + g ~J. (2.24)

Persamaan di atas tidak lain ialah merupakan persamaan Navier-Stokes untuk

fluida irotasional inkompresibel seperti pada persamaan (2.10). Persamaan Na-

vier Stokes relativistik (2.21) invarian terhadap transformasi Lorentz,

xi → x′i =

xi − vit√

1 − |~v|2/c2, t → t′ =

t − xi/vi√

1 − |~v|2/c2

dan ~J → ~J ′ =√

1 − |~v|2/c2 ~J .

Dari model yang dibuat untuk dinamika fluida dengan menggunakan teori med-

an gauge, kita dapat melihat interaksi antara fluida (Aµ)dan materi di dalamnya

(φ). Potensial yang terdapat pada potensial skalar muncul akibat gaya konserva-

tif eksternal yang hanya bekerja pada medan fluida (Aµ). Sebaliknya, potensial

pada lagrangian menggambarkan interaksi antar medan boson. Pada dinamika

fluida klasik, arus vektor empat Jµ = (ρ, ρ~v) menggambarkan distribusi makros-

kopik dari kerapatan dan vektor rapat arus. Sementara dalam pendekatan ini,

Jµ menggambarkan fungsi distribusi dari materi di dalam fluida. Hal ini analog

dengan arus pada persamaan Maxwell dan elektrodinamika kuantum yang me-

rupakan hasil dari interaksi pasangan fermion. Konsekuensi dari hasil ini, arus

fluida muncul akibat interaksi dari medan fluida dengan mediumnya. Jadi kita

dapat menginvestigasi dinamika fluida biarpun Jµ = 0. Dengan menggunakan

lagrangian Navier-Stokes, kita juga dapat mempelajari interaksi antara fluida

dengan medium lainnya. Seperti contohnya, potensial pada persamaan (2.11)

disubstitusi dengan

V (φ) = −1

2m2φ2 +

λ

4!φ4

dapat menggambarkan interaksi fluida dengan medium soliton, karena persamaan

gerak terhadap φ yang dihasilkan dari lagrangian ini memenuhi persamaan Klein-

Gordon nonlinear dengan solusi soliton.

10

Page 19: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

2.3 Sistem Multi Fluida

Model yang telah dikembangkan pada sub-bab sebelumnya dapat digeneralisasi

untuk sistem multi fluida. Pada sistem ini kita menggunakan simetri SU(N) un-

tuk menggambarkan sistem multi fluida serta interaksinya dengan materi. Untuk

melakukannya, transformasi gauge yang digunakan ialah transformasi gauge lokal

yang bersifat non-Abelian

U = exp(−iT aθa(x)) (2.25)

dimana T a merupakan generator dari grup Lie dan memenuhi relasi komutasi

[T a, T b] = ifabcT c dengan fabc merupakan konstanta struktur antisimetrik. La-

grangian untuk sistem multi fluida dapat dituliskan

L = (∂µφ)†(∂µφ) + V (φ) + LA (2.26)

dimana

LA = −1

4F a

µνFaµν + gJa

µAaµ +i

2fabcg2(φ†T aφ)Ab

µAcµ (2.27)

dengan kuat tensor F aµν ≡ ∂µA

aν − ∂νA

aµ − gfabcAb

µAcν , sementara arus vektor

empatnya,

Jaµ = i

[

(∂µφ)†T aφ − φ†T a(∂µφ)]

(2.28)

dengan transformasi gauge untuk tiap-tiap medan ialah

φ → φ′ = e−iT aθa(x)φ ≈ (1 − iT aθa(x))φ (2.29)

Aaµ → Aa

µ′ = Aa

µ +1

g(∂µθ

a) + fabcθbAcµ (2.30)

Bila Aaµ diperhatikan sebagai medan fluida yang mewakili sekumpulan fluida un-

tuk tiap a, maka kita memiliki sistem multi fluida yang digambarkan oleh per-

samaan persamaan gerak tunggal dimana LA pada persamaan (2.27) merupakan

lagrangian dari persamaan Navier-Stokes (LNS). Sebagai contoh, untuk meng-

gambarkan interaksi antara 2 fluida, dapat digunakan lagrangian yang berbentuk

[5]

Ltotal = LaNS + Lb

NS + Labint (2.31)

dengan Labint merupakan lagrangian interaksi antara dua fluida. Dari model yang

dibuat untuk sistem multi fluida, kita dapat melihat interaksi antara fluida (Aaµ)

11

Page 20: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

dan materi di dalamnya (φ) berdasarkan grup simetri SU(N) untuk n×1 medan

φ dan n × n generator T a secara umum.

12

Page 21: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Bab 3

Teori Medan Gauge pada Lattice

Sejak diperkenalkan oleh Feynman pada tahun 1948, metode path integral telah

menjadi alat yang penting untuk fisikawan partikel elementer. Banyak pengem-

bangan modern pada fisika partikel elementer teoritik dibuat berdasarkan metode

ini. Salah satunya ialah formulasi lattice dari teori medan kuantum yang mem-

berikan langkah baru untuk melakukan studi nonperturbatif pada suatu teori

seperti Quantum Chromodynamics [6].

3.1 Path Integral pada Mekanika Kuantum

Untuk melihat bagaimana path integral bekerja, pertama-tama perhatikan sistem

mekanika kuantum satu dimensi yang digambarkan oleh Lagrangian L = L(q, q)

atau Hamiltonian H = H(p, q),

L =1

2mq2 − V (q) (3.1)

H =p2

2m+ V (q) (3.2)

dimana p dan q dihubungkan oleh p = ∂L/∂q = mq. Pada mekanika kuantum, p

dan q menjadi operator dengan relasi komutasi [p, q] = i~.

Amplitudo transisi mekanika kuantum ialah

〈q′, t′| q, t〉 = 〈q′ | e−iH(t′−t) |q〉

= 〈q′ |U(t′, t) |q〉 (3.3)

dengan U(t′, t) = exp(−iH(t′ − t)) merupakan operator evolusi waktu. Selan-

jutnya kita lakukan diskritisasi waktu T = t′ − t = n∆t dengan ∆t merupakan

13

Page 22: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Gambar 3.1: Interval waktu diskrit

interval potongan waktu dan q(t) = qn serta memasukkan n−1 relasi kelengkapan

1 =

dq |q〉 〈q | (3.4)

ke elemen matriks pers.(3.3) diperoleh

〈q′, t′| q, t〉 =

dq1 . . . dqn−1 〈q′ | e−iH∆t |qn−1〉 〈qn−1 | e−iH∆t |qn−2〉

× . . . 〈q2 | e−iH∆t |q1〉 〈q1 | e−iH∆t |q〉 (3.5)

Matriks transfer T didefinisikan sebagai amplitudo transisi suatu sistem pada

selang waktu ∆t dengan elemen matriksnya

〈qk+1 | T |qk〉 = 〈qk+1 | e−iH∆t |qk〉

≈ 〈qk+1 | e−i∆tp2/2m |qk〉 e−i∆tV (qk) (3.6)

Elemen matriks 〈qk+1 | e−i∆tp2/2m |qk〉 dapat dievaluasi dengan menggunakan per-

samaan

〈q| p〉 =1√2π

eqp,

dq |p〉 〈p | = 1 (3.7)

sehingga diperoleh

〈qk+1 | e−iH∆t |qk〉 ≈( m

2πi∆t

)1

2

exp i∆t

m

2

(

qk+1 − qk

∆t

)2

− V (qk)

(3.8)

Amplitudo transisi pers.(3.3) setelah mengevaluasi semua elemen matriks transfer

ialah

〈q′ |U(t′, t) |q〉 =

( m

2πi∆t

)n2

dq1 . . . dqn−1 exp in−1∑

k=0

∆t

m

2

(

qk+1 − qk

∆t

)2

− V (qk)

(3.9)

14

Page 23: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Gambar 3.2: Lintasan partikel

pada n → ∞ atau ∆t → 0,

〈q′ |U(t′, t) |q〉 =

Dq exp i

∫ T

0

dtm

2q2 − V (q)

=

DqeiS (3.10)

dengan

Dq ≡( m

2πi∆t

)n2

dq1 . . . dqn−1 (3.11)

Di sini, S merupakan aksi fungsional dari suatu sistem,

S(q) =

∫ t′

t

dtL(q(t), q(t)), (3.12)

dan∫

Dq menunjukkan integrasi terhadap semua fungsi q(t). Path integral me-

rupakan penjumlahan terhadap semua lintasan q(t). Lintasan klasik, yang me-

menuhi persamaan gerak δS(q) = 0 atau

∂L

∂q− ∂

∂t

∂L

∂q= 0 (3.13)

hanya merupakan satu dari banyak kemungkinan lintasan yang tak berhingga.

Setiap lintasan memiliki bobot exp(iS) [7].

15

Page 24: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

3.2 Teori Medan Kuantum dengan Path Inte-

gral

Teori medan kuantum memiliki formulasi lagrangian, dengan demikian kita dapat

melakukan kuantisasi dengan path integral. Pembahasan pada mekanika kuantum

sebelumnya merupakan contoh teori medan pada dimensi ruang 0 dan dimensi

waktu 1: q(t) → φ(t) → φ(x). Untuk mendapatkan formulasi path integral dari

teori medan, dapat dilakukan dengan penggantian variabel dasar q(t) menjadi

medan skalar φ(x, t). Penggantian variabel tersebut antara lain [8]

q(t) ↔ φ(x, t)∏

t

dq(t) ↔∏

t,x

dφ(x, t) ≡ Dφ

S =

dtL ↔ S =

d4xL

Besaran yang penting di teori medan ialah nilai ekspektasi vakum dari produk

time-ordered operator medan, yaitu fungsi Green:

〈0 |φ(x1)φ(x2) . . . φ(xn)) |0〉 , t1 > t2 > . . . > tn (3.14)

seperti contohnya ialah propagator

〈0 |φ(x1)φ(x2) |0〉 (3.15)

Dengan analogi path integral mekanika kuantum kita dapat menuliskan represen-

tasi fungsi Green dalam integral fungsional [9],

〈0 |φ(x1)φ(x2) . . . φ(xn) |0〉 =1

Z

Dφ φ(x1)φ(x2) . . . φ(xn)eiS (3.16)

dengan

Z =

DφeiS (3.17)

Agar path integral dapat dihitung secara numerik, maka dilakukan kontinua-

si analitik ke waktu imajiner. Hal ini dilakukan karena path integral pada

pers.(3.17) terdapat integran yang berosilasi akibat eksponen yang imajiner. De-

ngan melaku-kan substitusi waktu imajiner ini kita bekerja dalam ruang waktu

16

Page 25: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Euclidean dimana sebelumnya ialah ruang waktu Minkowski. Teori medan da-

lam ruang waktu Euclidean disebut dengan teori medan Euclidean atau Euclidean

Field Theory. Kontinuasi dilakukan dengan melakukan substitusi

t = x0 → −ix4 (3.18)

Sebagai contoh, kita akan lakukan kontinuasi ini pada medan skalar. Perhatikan

aksi untuk medan skalar

S =

d4x

[

1

2(∂µφ)(∂µφ) − m2

2φ2

]

(3.19)

Aksi tersebut dapat ditulis dalam bentuk

S =1

2

d4xφ(

−∂2 − m2)

φ (3.20)

bila kita melakukan kontinuasi ke waktu imajiner maka,

d4x = dx0dx1dx2dx3

= −idx1dx2dx3dx4

= −id4xE

∂2 = ∂20 − ∂2

1 − ∂22 − ∂2

3

= −∂24 − ∂2

1 − ∂22 − ∂2

3

= −∂2E

Maka eksponen pada path integral di ruang waktu Euclidean ialah

iS = i1

2

(−i)d4xEφ(

∂2E − m2

)

φ

= −1

2

d4xEφ(

−∂2E + m2

)

φ

= −SE

dengan

SE =1

2

d4xEφ(

−∂2E + m2

)

φ (3.21)

merupakan aksi medan skalar pada ruang waktu Euclidean. Kemudian fungsi

Green versi Euclidean

〈0 |φ(x1)φ(x2) . . . φ(xn) |0〉E =1

Z

Dφ φ(x1)φ(x2) . . . φ(xn)e−SE (3.22)

17

Page 26: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Gambar 3.3: Lattice atau kisi 3 dimensi

dengan

Z =

Dφe−SE (3.23)

Selanjutnya huruf E untuk menunjukkan versi Euclidean akan dihilangkan untuk

mempermudah penulisan. Kita lihat bahwa setelah dilakukan kontinuasi ke waktu

imajiner, integran dari Z tidak lagi berosilasi sehingga integrasi tersebut dapat

dihitung secara numerik.

3.3 Diskritisasi

Setelah melakukan formulasi ruang-waktu Euclidean, selanjutnya kita akan mela-

kukan diskritisasi ruang waktu. Dengan demikian teori medan yang kita miliki

disusun pada ruang waktu diskrit. Diskritisasi dilakukan dengan membentuk

ruang waktu menjadi kisi hiperkubik empat dimensi dengan jarak antar tiap titik

kisi ialah a. Dengan demikian pada, medan hanya memiliki nilai pada titik-titik

kisi

xµ = mµa, mµ = 0, 1, . . . , N − 1. (3.24)

sehingga panjang sisi dari kotak hiperkubik ialah L = Na dan volumenya L4.

Medan pada titik kisi xµ = mµa ditulis dengan notasi φx. Dengan dilakukannya

diskritisasi, maka integral dapat digantikan dengan sumasi

d4x → a4

N−1∑

m1

N−1∑

m2

N−1∑

m3

N−1∑

m4

= a4∑

m

=∑

x

(3.25)

18

Page 27: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Untuk fungsi di limit kontinu,

x

f(x) →∫ L

0

d4xf(x), N → ∞, a → 0, L tetap (3.26)

Turunan atau derivatif diganti dengan perbedaan atau selisih medan antara dua

titik kisi,

∂µφx =1

a(φx+aµ − φx), (3.27)

∂′µφx =

1

a(φx − φx−aµ), (3.28)

dengan µ merupakan vektor satuan pada arah µ. Untuk fungsi pada limit kontinu,

∂µf(x), ∂′µf(x) → ∂

∂xµ

f(x), a → 0. (3.29)

Sedangkan operator d’Alambertian,

φx = ∂µ∂′µφx

=1

a2(φx+aµ + φx−aµ − 2φx) . (3.30)

Medan-medan pada kisi juga memenuhi periodisitas

φx+Naµ = φx (3.31)

Dari kondisi periodisitas, operator turunan ∂µ dan ∂′µ dihubungkan oleh sumasi

parsial (analog dengan integrasi parsial)

x

φ1x∂µφ2x = −∑

x

∂′µφ1xφ2x (3.32)

Transformasi Fourier pada lattice dapat dituliskan sebagai berikut

φp =∑

x

e−ipxφx, (3.33)

φx =∑

x

e−ipxφp. (3.34)

Untuk fungsi f(p) pada limit volume L = Na → ∞,

p

f(p) =(∆p)4

(2π)4

m

f

(

2πm

Na

)

(3.35)

→∫ π/a

−π/a

d4p

(2π)4f(p), N → ∞, a tetap, (3.36)

19

Page 28: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

dimana ∆p = 2π/Na.

Dengan diskritisasi yang telah dijelaskan maka kita dapat menulis aksi untuk

medan skalar pada persamaan (3.21) dalam bentuk diskrit

S = a4∑

m,µ

1

2

[

−φx

(

φx+aµ + φx−aµ − 2φx

a2

)

+ m2φ2x

]

(3.37)

3.4 Transformasi Gauge pada Lattice

Perhatikan aksi dari medan skalar pada persamaan (3.37). Untuk medan skalar

kompleks, aksi tersebut dapat dituliskan

S = a4∑

m,µ

Re

[

−φ†x

(

φx+aµ + φx−aµ − 2φx

a2

)

+ m2φ†xφx

]

(3.38)

Aksi tersebut invarian terhadap transformasi gauge global

φx → φ′x = Ωφx

φ†x → φ†′

x = φ†xΩ

dengan Ω = e−iθ merupakan elemen dari grup U(1). Kemudian, aksi tersebut

harus invarian terhadap transformasi gauge lokal U(1), dengan elemen grup Ω

bergantung pada titik kisi, Ω = Ωx. Sehingga medan φx bertansformasi sebagai

berikut,

φx → φ′x = Ωxφx (3.39)

φ†x → φ†′

x = φ†xΩ

†x. (3.40)

Dari transformasi tersebut, perhatikan besaran φ†xφx+aµ dan φ†

xφx−aµ. Besaran

tersebut tidak invarian terhadap transformasi gauge lokal yang didefinisikan pada

persamaan (3.39) dan (3.40)

φ†xφx+aµ → φ†

xΩ†xΩx+aµφx+aµ, (3.41)

φ†xφx+aµ → φ†

xΩ†xΩx−aµφx−aµ. (3.42)

Agar besaran tersebut invarian, maka kita membutuhkan suatu besaran Uµx yang

bertransformasi sebagai berikut,

Uµx → ΩxUµxΩ†x+aµ (3.43)

20

Page 29: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Gambar 3.4: Lintasan C antara x dan y

Uµx merupakan besaran yang menghubungkan titik kisi yang satu dengan titik kisi

lainnya pada lattice, dan disebut dengan variabel ”link”. Di dalam variabel link

terdapat medan gauge Aµ agar besaran pada persamaan (3.38) invarian terhadap

transformasi gauge lokal. Variabel link didefinisikan sebagai

Uµx = Ux,x+aµ = eigaAµx (3.44)

Sehingga kita memiliki bentuk yang invarian terhadap transformasi gauge lokal

pada lattice

φ†xφx+aµ → φ†

xUx,x+aµφx+aµ (3.45)

φ†xφx−aµ → φ†

xU†x−aµ,xφx+aµ (3.46)

dimana

U−µx = U †x−aµ,x = Ux,x−aµ = e−igaAµx−aµ (3.47)

Pada teori kontinum Uµx tidak lain merupakan parallel transporter yang analog

dengan obyek yang sama pada geometri diferensial, yang memetakan vektor dari

titik yang satu ke titik lainnya sepanjang kurva.

U(x, y; C) = eigR x

yAµ(z)dzµ . (3.48)

Parallel transporter tidak hanya bergantung pada titik x dan y tetapi juga kurva

C yang dipilih.

Dengan diperkenalkannya variabel link Uµx yang didalamnya terdapat medan

gauge Aµ, maka kita dapat menulis aksi untuk medan skalar pada lattice yang

21

Page 30: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Gambar 3.5: Uµνx pada sebuah Plaquette

invarian terhadap transformasi gauge lokal

S = a4∑

m,µ

Re

[

−φ†x

(

Uµxφx+aµ + U−µxφx−aµ − 2φx

a2

)

+ m2φ†xφx

]

(3.49)

Sementara itu kontribusi medan gauge pada aksi yang berbentuk 14FµνF

µν dapat

dituliskan dalam variabel link Uµx sehingga invarian terhadap transformasi gau-

ge pada lattice. Sekarang perhatikan produk dari variabel link terhadap suatu

plaquette seperti pada gambar (3.5). Plaquette ini berada pada bidang µ − ν.

Kemudian didefinisikan

Uµνx = UµxUνx+aµU†µx+aνU

†νx (3.50)

Substitusi Uµ pada persamaan (3.44) ke persamaan di atas diperoleh

Uµνx = eiga2Fµνx (3.51)

dengan Fµνx merupakan versi diskrit dari kuat tensor kontinum,

Fµνx ≡ 1

a[(Aνx+µ − Aνx) − (Aµx+ν − Aµx)] .

Untuk jarak antar titik kisi a yang kecil, dari persamaan (3.50)

1

2g2

m

µ<ν

Re

[

1 − 1

2(Uµνx + U †

µνx)

]

≈ 1

4

m

a4FµνxFµνx. (3.52)

22

Page 31: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Sehingga aksi medan gauge pada lattice dapat ditulis,

SG[U ] =1

2g2

P

Re

[

1 − 1

2(UP + U †

P )

]

(3.53)

dimana P merupakan produk dari variabel link terhadap suatu plaquette P de-

ngan arah berlawanan dengan putaran jarum jam.

23

Page 32: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Bab 4

Hasil dan Pembahasan

Interaksi antara fluida dengan materi dapat dimodelkan dengan menggunakan la-

grangian pada persamaan (2.11) untuk kasus Abelian. Dalam persamaan tersebut

terdapat suku boson yang merepresentasikan materi dan suku medan gauge yang

merepresentasikan fluida, dimana telah dibahas sebelumnya, lagrangian untuk

medan gauge bila dimasukkan ke persamaan Euler-Lagrange dan memasukkan

bentuk Aµ pada persamaan (2.16) akan menghasilkan persamaan Navier Stokes.

Lagrangian pada persamaan (2.11) dapat ditulis dalam bentuk

L = (Dµφ∗)(Dµφ) − m2φ∗φ − 1

4FµνF

µν (4.1)

dengan Dµ ialah turunan kovarian yang didefinisikan sebagai berikut,

Dµ = ∂µ + igAµ (4.2)

substitusi Dµ ke persamaan (4.1),

L = (∂µφ∗)(∂µφ) + ig[φ(∂µφ

∗) − (∂µφ)φ∗]Aµ + g2AµAµφ∗φ − m2φ∗φ − 1

4FµνF

µν .

(4.3)

Pada persamaan di atas kita dapat melihat adanya interaksi antara materi (bo-

son) dengan fluida (medan gauge). Permasalahan yang muncul ketika kita hen-

dak melakukan perhitungan dari lagrangian di atas ialah tidak diketahuinya besar

konstanta kopling interaksi g sehingga tidak ada jaminan perhitungan secara per-

turbatif, seperti yang pada umumnya dilakukan untuk perhitungan path integral,

dapat dilakukan. Dengan demikian, evaluasi path integral harus dilakukan secara

nonperturbatif.

24

Page 33: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Untuk menghitung path integral secara nonperturbatif, dapat dilakukan dengan

menyusun aksi pada persamaan (4.1) dalam ruang waktu diskrit seperti yang

dijelaskan pada bab 3. Sebelum melakukan diskritisasi, perhatikan lagrangian

untuk medan skalar kompleks

L = (∂µφ∗)(∂µφ) − m2φ∗φ (4.4)

Aksi dari lagrangian tersebut ialah

S =

d4x[

(∂µφ∗)(∂µφ) − m2φ∗φ

]

(4.5)

Dengan menggunakan skema diskritisasi yang telah dijelaskan pada bab 3, yaitu

dengan terlebih dahulu melakukan rotasi ke waktu imajiner maka lagrangian pada

persamaan (4.4) dapat ditulis dalam bentuk diskrit

S = a4∑

m,µ

Re

[

−φ∗x

(

φx+aµ + φx−aµ − 2φx

a2

)

+ m2φ∗xφx

]

(4.6)

Aksi di atas jelas tidak invarian terhadap transformasi gauge lokal pada persama-

an (3.39) dan (3.40). Bentuk yang invarian diperoleh dengan memperkenalkan

variabel link Uµx yang di dalamnya terdapat medan gauge Aµ, sehingga diperoleh

aksi medan skalar kompleks yang invarian

S = a4∑

m,µ

Re

[

−φ∗x

(

Ux,x+aµφx+aµ + U∗x−aµ,xφx−aµ − 2φx

a2

)

+ m2φ∗xφx

]

(4.7)

Kita dapat memeriksa apakah aksi lattice di atas dapat kembali ke bentuk aksi

kontinu bila kita ambil jarak antar kisi a → 0. Dengan melakukan ekspansi Uµ

pada persamaan (3.50) menjadi

Ux,x+aµ = eigaAµx

≈ 1 + igaAµx −g2a2

2A2

µx + O(a3) (4.8)

dan

U∗x−aµ,x = e−igaAµx−aµ

≈ 1 − igaAµx−aµ − g2a2

2A2

µx−aµ + O(a3) (4.9)

25

Page 34: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

dimana,

Aµx−aµ = Aµx − a∂µAµx + O(a2) (4.10)

serta mengekspansi φx+aµ dan φx−aµ,

φx+aµ ≈ φx + a∂µφx +a2

2φx + O(a3) (4.11)

φx−aµ ≈ φx − a∂µφx +a2

2φx + O(a3) (4.12)

Substitusi persamaan (4.13) - (4.17) ke persamaan (4.12), ambil bagian real dari

aksi dan a → 0 didapat

S =

d4x[

(Dµφ∗)(Dµφ) + m2φ∗φ

]

(4.13)

Maka aksi yang akan digunakan pada simulasi tugas akhir ini ialah aksi boson

pada persamaan (4.7) dan aksi dari medan gauge pada persamaan (3.53),

Stotal[φ, U ] = Sboson[φ] + SG[U ] (4.14)

dengan

Sboson[φ] = a4∑

m,µ

Re

[

−φ∗x

(

Ux,x+aµφx+aµ + U∗x−aµ,xφx−aµ − 2φx

a2

)

+ m2φ∗xφx

]

(4.15)

SG[U ] = − 1

2g2

P

Re (UP + U∗P ) . (4.16)

Berikutnya, kita dapat menghitung selisih energi ∆E dengan terlebih dahulu

menghitung propagator pada suatu titik dan waktu tertentu. Dari definisi pro-

pagator dalam ruang waktu Euclidean pada persamaan (3.15),

G(τ) = 〈0 |φ∗(x1)φ(x2) |0〉

= 〈0 |φ∗(~x, τ)φ(~x, 0) |0〉

= 〈0 | eHτφ∗(~x, 0)e−Hτφ(~x, 0) |0〉

= 〈0 |φ∗(~x, 0)e−(H−E0)τφ(~x, 0) |0〉

dimana H merupakan operator Hamiltonian yang energi pada keadaan dasar-

nya E0, H |0〉 = E0 dan τ merupakan waktu Euclidean. Dengan memasukkan

complete set dari eigenstate energi

n

|n〉 〈n | = 1 (4.17)

26

Page 35: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

diperoleh

G(τ) =∑

n

〈0 |φ∗(~x, 0) |n〉 e−(En−E0)τ 〈n |φ(~x, 0) |0〉

=∑

n

| 〈0 |φ(~x, 0) |n〉 |2 e−(En−E0)τ . (4.18)

Untuk waktu Euclidean yang besar, τ → ∞ maka keadaan yang berkontribusi

hanya keadaan dasar dan eksitasi pertama

G(τ)τ besar−→

n

| 〈0 |φ(~x, 0) |1〉|2 e−(E1−E0)τ . (4.19)

Sehingga kita dapat mengekstrak selisih energi sebagai berikut

G(τ)

G(τ + at)= e(E1−E0)at (4.20)

maka,

∆E =1

at

lnG(τ)

G(τ + at)(4.21)

dengan ∆E ≡ E1 − E0.

Perhitungan propagator dilakukan menggunakan simulasi Monte Carlo dengan

mengevaluasi path integral yang berbentuk

G(τ) = 〈0 |φ∗(x1)φ(x2) |0〉

=

DφDUφ∗(x1)φ(x2)e−S[φ,U ]

DφDUe−S[φ,U ]

≈ 1

Ncf

Ncf∑

α=1

φ∗(α)(x1)φ(α)(x2). (4.22)

Konfigurasi acak yang memiliki probabilitas

P [φα] ∝ e−S[φ,U ]

dibangkitkan dengan menggunakan algoritma Metropolis yang dijelaskan pada

Lampiran A.

Simulasi dilakukan pada lattice 4 dimensi dengan jumlah titik kisi 83×32 dengan

jarak antar titik kisi a = 0, 5 fm, yang berarti volume lattice yang digunakan

27

Page 36: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

0 50 100 150 200v (m/s)

0

5

10

15

∆E (

x 0,

197

GeV

)

Gambar 4.1: Grafik ∆E terhadap kecepatan fluida vuntuk g = 1.

ialah 43 × 16 fm4, dan beberapa jumlah konfigurasi Ncf , massa materi m = 1

dan 500 GeV, serta untuk 2 nilai konstanta kopling interaksi g yang berbeda,

yaitu g = 1 dan g = 0.01 untuk melihat bagaimana pengaruh konstanta ko-

pling interaksi g pada perubahan energi. Untuk melihat pengaruh dari besarnya

konstanta kisi yang digunakan terhadap simulasi, nilai a dan at juga divaria-

sikan. Dari konfigurasi sebanyak Ncf yang dibangkitkan, kita akan memperoleh

nilai ∆E sebanyak Ncf buah. Kita dapat merata-ratakan secara langsung untuk

memperoleh estimasi Monte Carlo dari ∆E. Selain dirata-ratakan secara lang-

sung, perhitungan estimasi Monte Carlo dari ∆E juga dapat dilakukan dengan

prosedur bootstrap sampling. Prosedur ini bertujuan untuk memperkecil kesalah-

an statistik. Prosedur bootstrap sampling dilakukan dengan membuat ”bootstrap

copy” dari konfigurasi yang dihasilkan dari simulasi Monte Carlo, yaitu dengan

memilih ∆E secara acak dari konfigurasi yang ada sebanyak Ncf kali. Dengan

demikian akan ditemui nilai ∆E yang terulang, namun ada juga yang tidak mun-

cul. Dari ensemble baru yang dimiliki, dapat dirata-ratakan untuk memperoleh

nilai estimasi Monte Carlo untuk ∆E yang baru.

28

Page 37: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

0 50 100 150 200v (m/s)

0

5

10

15

∆E (

x 0,

197

GeV

)

Gambar 4.2: Grafik ∆E terhadap kecepatan fluida v untuk g = 0.01.

Gambar (4.1) merupakan hasil simulasi untuk g = 1, sementara Gambar (4.2)

merupakan hasil simulasi untuk g = 0, 01, keduanya menggunakan m = 1 GeV.

∆E untuk g = 1 pada kecepatan fluida yang rendah (v < 40 m/s) memiliki

nilai yang semakin besar terhadap v, begitu pula untuk untuk v yang besar

(v > 160 m/s). Sementara di sekitar kecepatan fluida 40 - 60 m/s nilai ∆E

berfluktuasi pada nilai 3-5 (×0, 197 GeV). Untuk hasil simulasi dengan g = 0, 01,

sama halnya dengan g = 1, pada kecepatan rendah (< 40 m/s) memiliki nilai

yang semakin besar terhadap kecepatan v sementara untuk kecepatan besar (v >

160 m/s) nilai ∆E berkurang bila kecepatan bertambah. Kemudian pada 40 <

v < 160 m/s, nilai ∆E juga berfluktuasi, namun dengan nilai yang sedikit lebih

besar dibandingkan dengan yang teramati pada kasus g = 1. Dari sini kita

mengetahui bahwa dalam intraksi fluida dengan materi untuk kecepatan yang

besar, nilai konstanta kopling yang besar akan menghasilkan ∆E yang bertambah

besar, sementara untuk konstanta kopling interaksi yang kecil, g ≪ 1, ∆E akan

berkurang bila v semakin besar. Dengan demikian, kebergantungan terhadap g

pada interaksi fluida dengan materi tidak terlalu signifikan.

29

Page 38: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

0 50 100 150 200v (m/s)

0

5

10

15

∆E (

x 0,

197

GeV

)

Ncf

= 100

Ncf

= 10

Ncf

= 50

Gambar 4.3: Grafik ∆E terhadap kecepatan fluida beberapa nilai Ncf .

Hasil simulasi untuk jumlah konfigurasi (Ncf) yang berbeda-beda dapat dilihat

pada Gambar (4.3). Grafik tersebut dihasilkan dari simulasi dengan jarak antar

titik kisi a = at = 0, 5 fm dan konstanta kopling interaksi g = 1 dengan jum-

lah konfigurasi yang digunakan ialah 10, 50 dan 100. Dari hasil yang diperoleh

terlihat bahwa perbedaan jumlah konfigurasi yang digunakan memberikan hasil

yang sama untuk masing-masing konfigurasi. Bila kita lihat pada persamaan

(A.6) perbedaan jumlah konfigurasi yang digunakan akan berpengaruh terhadap

besarnya kesalahan statistik dari estimasi Monte Carlo yang dihasilkan, dimana

bila Ncf semakin besar maka kesalahan statistiknya akan semakin kecil.

σ2Γ

=〈〈Γ2〉〉 − 〈〈Γ〉〉2

Ncf

Namun pada Gambar (4.3), error bar untuk ketiga jumlah konfigurasi, tidak me-

nunjukkan perbedaan satu sama lainnya. Nilai kesalahan statistik yang kecil pada

simulasi ini disebabkan karena konfigurasi ∆E yang didapat memiliki nilai yang

hampir sama, atau dengan kata lain konfigurasi yang dihasilkan sudah stabil. Hal

ini disebabkan karena banyaknya update yang dilakukan pada saat termalisasi ya-

30

Page 39: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

0 50 100 150 200v (m/s)

0

5

10

15

∆E (

x 0,

197

GeV

)

Ncf

= 100

Ncf

= 100, bootstrap

Gambar 4.4: Grafik ∆E terhadap kecepatan fluida untuk Ncf = 100 dengan dantanpa bootstrap.

itu sebanyak 200Ncf . Seperti kita ketahui, termalisasi dilakukan agar didapatkan

konfigurasi yang stabil sehingga pada saat perhitungan estimasi Monte Carlo te-

lah didapatkan konfigurasi yang stabil. Banyaknya update yang dilakukan pada

saat termalisasi juga mengakibatkan penggunaan teknik bootstrap sampling pada

simulasi ini tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini dapat dilihat pada Gam-

bar (4.4) untuk 100 konfigurasi, nilai ∆E yang dihasilkan sama untuk kedua cara

(dengan dan tanpa bootstrap), begitu pula dengan nilai kesalahan statistik yang

muncul. Adapun kesalahan statistik yang muncul pada simulasi ini diakibatkan

karena diskritisasi yang dilakukan.

Gambar (4.5) merupakan hasil simulasi dengan jarak antar titik kisi a yang ber-

variasi. Dengan berubahnya a, maka jumlah titik kisi yang harus di-update juga

berubah karena volume kisi hiperkubik yang digunakan harus tetap. Pengguna-

an nilai a yang semakin kecil mengakibatkan jumlah titik kisi yang digunakan

semakin banyak, sebaliknya bila a makin besar, jumlah titik kisi semakin sedi-

kit. Hal ini sangat berpengaruh pada lamanya waktu yang dibutuhkan untuk

31

Page 40: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

0 50 100 150 200v (m/s)

0

5

10

15

20

25

30

∆E (

x 0,

197

GeV

)

a = at = 0,5

a = 0,4; at = 0,2

a = at = 0,8

Gambar 4.5: Grafik ∆E terhadap kecepatan fluida untuk beberapa nilai a.

mengeksekusi program. Pada tugas akhir ini dilakukan 3 variasi a dengan g = 1

dan digunakan 100 konfigurasi. Yang pertama ialah a = at = 0, 5 fm. Kedua,

digunakan a yang lebih kecil yaitu sebesar 0,8 fm dan yang terakhir a dibedakan

antara kisi temporal dan spasial, a = 0, 4 fm dan at = 0, 2 fm. Hasil yang di-

peroleh ternyata menunjukkan nilai ∆E terhadap v yang berbeda untuk ketiga

konfigurasi. Terlihat bahwa semakin kecil a yang digunakan maka ∆E yang di-

hasilkan akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan persamaan (4.21) untuk ∆E

dimana ∆E berbanding terbalik dengan a.

Pada Gambar (4.6) dan (4.7) dapat dilihat hubungan ∆E terhadap kecepatan

fluida v bila parameter massa yang digunakan diperbesar, yaitu 500 GeV, dan

pada besar konstanta kopling interaksi yang berbeda, yaitu g = 1 dan g = 0, 01.

Terlihat bahwa nilai ∆E cenderung konstan pada kedua grafik, dan dengan atau-

pun tanpa bootstrap sampling. Hal ini berarti kontribusi dari interaksi fluida

dan materi tidak tampak dan kontribusi yang dominan datang dari massa materi

tersebut.

32

Page 41: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

0 50 100 150 200v (m/s)

0

5

10

15

20

∆E (

x 0,

197

GeV

)tanpa bootstrapbootstrap

Gambar 4.6: Grafik ∆E terhadap v untuk m = 500 GeV, g = 1 dengan dantanpa bootstrap sampling.

0 50 100 150 200v (m/s)

0

5

10

15

20

∆E (

x 0,

197

GeV

)

dengan bootstraptanpa boostrap

Gambar 4.7: Grafik ∆E terhadap v untuk m = 500 GeV, g = 0, 01 dengan dantanpa bootstrap sampling.

33

Page 42: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Bab 5

Kesimpulan

Dari hasil perhitungan dan analisa yang dilakukan pada pemodelan interaksi an-

tara fluida dengan materi dengan menggunakan dinamika fluida berbasis teori

medan, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara energi eksitasi ∆E dengan

kecepatan v tidak bergantung secara signifikan pada besarnya konstanta kopling

interaksi yang digunakan. Penggunaan jumlah konfigurasi yang berbeda, begitu

pula dengan atau tanpa teknik bootstrap sampling, tidak memberikan perbedaan

yang signifikan karena update yang dilakukan saat termalisasi jumlahnya cukup

banyak sehingga menghasilkan konfigurasi yang stabil. Sementara itu apabila

jarak antar titik kisi a diubah, hubungan ∆E dengan v juga berubah dimana se-

makin kecil a maka nilai ∆E yang dihasilkan semakin besar. Untuk massa materi

yang besar, didapatkan bahwa hubungan ∆E terhadap v cenderung konstan dan

sama untuk konstanta kopling interaksi yang berbeda. Hal ini menunjukkan bah-

wa interaksi materi dan fluida tidak dominan dibandingkan dengan massa materi.

Formulasi dan perhitungan dengan menggunakan lattice gauge theory merupak-

an teknik yang menjanjikan untuk mempelajari lebih lanjut sistem-sistem yang

dimodelkan dengan menggunakan lagrangian dinamika fluida dimana tidak ada

jaminan teori perturbasi berlaku. Selain itu studi lebih lanjut dapat dilakuk-

an dengan menambahkan efek-efek lain pada dinamika fluida, seperti viskositas,

turbulensi, relativistik dll. serta dapat diaplikasikan pada sistem-sistem yang

dimodelkan dengan menggunakan lagrangian fluida.

34

Page 43: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Daftar Acuan

[1] Sulaiman, A. Constructing Navier Stokes Equation using Gauge Fi-

eld Theory Approach. Tesis S2. (2005).

[2] Sulaiman, A. Large Amplitude of The Internal Motion of DNA Im-

mersed in Bio-fluid. arXiv:physics/0512206.

[3] http://scienceworld.wolfram.com/physics/Navier-StokesEquation.html

[4] Handoko, L.T. dan Sulaiman, A. Relativistic Navier Stokes Equation

from a Gaunge-invariant Lagrangian. arXiv:physics/0508219.

[5] Handoko, L.T. dan Sulaiman, A. Gauge Field Theory Approach to

Construct The Navier Stokes Equation. arXiv:physics/0508086.

[6] Rothe, H.J. Lattice Gauge Theories: An Introduction. World Scienti-

fic. (1997).

[7] Smit, J. Introduction to Quantum Fields on A Lattice. Cambridge

University Press. (2002).

[8] Munster, G. dan Walzl, M. Lattice Gauge Theory A Short Primer.

arXiv:hep-lat/0012005.

[9] Ryder, L.H. Quantum Field Theory. Cambridge University Press. (1996).

[10] Lepage, G.P. Lattice QCD for Novices. arXiv:hep-lat/0506036.

35

Page 44: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Lampiran A

Evaluasi Path Integral dengan

Metode Monte Carlo

Berikut ini akan dijelaskan metode yang digunakan untuk mengevaluasi path in-

tegral secara numerik. Banyaknya integrasi yang harus dilakukan untuk meng-

evaluasi path integral, menyebabkan kita harus menggunakan metode statistik

untuk menyelesaikannya. Sebagai ilustrasi, misalkan kita melakukan simulasi pa-

da lattice dengan 40 titik kisi pada setiap arah. Kita mempunyai variabel link

sebanyak 4 · 404. Untuk grup gauge SU(3) memberikan variabel real sebanyak

81.920.000.

Secara prinsip, rata-rata path integral 〈〈Γ[x]〉〉 dari sembarang fungsional Γ[x]

dapat digunakan untuk menghitung bermacam-macam sifat fisis dari keadaan

tereksitasi di teori kuantum. Besaran

〈〈Γ[x]〉〉 =

Dx(t)Γ[x]e−S[x]

Dx(t)e−S[x](A.1)

merupakan rata-rata berbobot terhadap konfigurasi dengan bobot e−S[x]. Konfi-

gurasi acak dibangkitkan dalam jumlah yang banyak, Ncf ,

xα ≡

xα0 xα

1 . . . xαN−1

, α = 1, 2, . . . , Ncf (A.2)

sehingga probabilitas untuk memperoleh konfigurasi tertentu x(α) ialah

P [xα] ∝ e−S[x] (A.3)

Kemudian rata-rata Γ[x] yang tidak berbobot terhadap himpunan konfigurasi

ini mengaproksimasi rata-rata berbobot terhadap konfigurasi yang terdistribusi

36

Page 45: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

seragam:

〈〈Γ[x]〉〉 ≈ Γ ≡ 1

Ncf

Ncf∑

α=1

Γ[x(α)]. (A.4)

Γ merupakan ”Monte Carlo estimator” untuk 〈〈Γ[x]〉〉 di lattice. Estimasi terse-

but tentunya tidak akan pernah eksak karena jumlah konfigurasi Ncf tidak pernah

berjumlah tak berhingga. Ketidakpastian Monte Carlo σΓ pada estimasi kita me-

rupakan sumber kesalahan yang potensial; diestimasi seperti pada umumnya,

σ2Γ≈ 1

Ncf

1

Ncf

Ncf∑

α=1

Γ2[x(α)] − Γ2

(A.5)

Persamaan di atas menjadi

σ2Γ

=〈〈Γ2〉〉 − 〈〈Γ〉〉2

Ncf

(A.6)

untuk Ncf yang besar. Karena pembilang pada persamaan di atas tidak bergan-

tung pada jumlah konfigurasi, ketidakpastian statistik berkurang sesuai dengan

1/√

Ncf ketika Ncf bertambah.

Untuk mendapatkan konfigurasi acak dengan probabilitas (A.10), dibutuhkan

generator vektor acak tertentu. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk

membangkitkan konfigurasi ialah:

• Metode Metropolis

• Algoritma Langevin

• Algoritma Heatbath

• Algoritma Hybrid dan Hybrid Monte Carlo

• Metode Molecular Dynamics

Simulasi yang dilakukan pada tugas akhir ini menggunakan algoritma Metropolis.

Prosedur ini merupakan prosedur yang paling sederhana walaupun bukan yang

paling baik. Prosedur ini dimulai dengan sembarang konfigurasi x(0) dan memo-

difikasinya dengan mendatangi setiap titik kisi pada lattice, dan membangkitkan

37

Page 46: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

bilangan acak untuk xj pada titik kisi tersebut, dengan cara yang akan dijelask-

an berikutnya. Di sini dibangkitkan konfigurasi acak yang baru dari konfigurasi

sebelumnya: x(0) → x(1). Cara ini disebut dengan meng-update konfigurasi. De-

ngan menerapkan algoritma tersebut ke x(1) kita mendapatkan konfigurasi x(2),

dan seterusnya sampai terdapat Ncf konfigurasi. Himpunan konfigurasi ini mem-

punyai distribusi yang benar bila Ncf cukup besar.

Algoritma untuk membangkitkan bilangan acak untuk xj pada titik kisi j ialah

sebagai berikut [10]:

• Bangkitkan bilangan acak ζ, dengan probabilitas terdistribusi seragam an-

tara −ǫ dan ǫ untuk suatu konstanta ǫ.

• Ganti xj → xj + ζ dan hitung perubahan aksi ∆S yang disebabkan oleh

penggantian xj.

• Bila aksi berkurang, ∆S < 0, ambil nilai baru untuk xj dan lanjutkan

proses ke titik kisi berikutnya.

• Bila ∆S > 0, bangkitkan bilangan acak η yang terdistribusi secara uniform

antara 0 dan 1; ambil nilai yang baru untuk xj bila exp(−∆S) > η, selain

itu ambil nilai yang lama dan proses ke titik kisi berikutnya.

Ada beberapa hal penting sehubungan dengan penggunaan algoritma ini. Perta-

ma, secara umum, beberapa atau benyak nilai xj akan sama pada dua konfigurasi.

Jumlah overlap ini ditentukan oleh parameter ǫ: ketika ǫ sangat besar, perubahan

pada xj biasanya besar dan kebanyakan akan ditolak; ketika ǫ sangat kecil, per-

ubahannya akan kecil, perubahannya kecil dan kebanyakan akan diterima, tetapi

nilai xj yang baru akan mendekati atau sama dengan nilai yang lama. Parameter

ǫ harus di sesuaikan sehingga 40%-60% xj akan berubah untuk tiap update pada

titik kisi. Berapapun ǫ, konfigurasi yang suksesif akan mirip (berkorelasi ting-

gi) dan mengandung informasi yang mirip pula. Kemudian bila konfigurasi x(α)

diakumulasi untuk estimasi Monte Carlo, kita hanya mengambil tiap Ncor konfi-

gurasi, memberikan kita konfigurasi yang tidak bergantung secara statistik. Nilai

38

Page 47: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

optimal dari Ncor bergantung dari teori dan bisa diperoleh dengan eksperimentasi.

Ncor juga bergantung pada jarak antar titik kisi a,

Ncor ∝1

a2(A.7)

Hal kedua yang perlu diperhatikan ialah prosedur untuk memulai algoritma. Kon-

figurasi paling pertama yang digunakan untuk mengawali seluruh proses biasanya

kurang beraturan. Konsekuensinya kita harus mengabaikan sejumlah konfigurasi

di awal, sebelum memulai mengumpulkan x(α). Dengan mengabaikan 5Ncor sam-

pai 10Ncor konfigurasi biasanya cukup. Ini disebut dengan ”termalisasi lattice”.

Sebagai ringkasan perhitungan Monte Carlo yang lengkap untuk 〈〈Γ[x]〉〉 untuk

suatu Γ[x] dari konfigurasi x terdiri dari beberapa langkah berikut:

• Inisialisasi konfigurasi, sebagai contoh, semua x diset menjadi nol.

• Update konfigurasi 5Ncor sampai 10Ncor kali untuk termalisasi.

• Update konfigurasi Ncor kali, kemudian hitung Γ[x] dan simpan, ulangi se-

banyak Ncf kali.

• Rata-ratakan Ncf nilai dari Γ[x] yang disimpan pada langkah sebelumnya

untuk memperoleh Monte Carlo estimator Γ untuk 〈〈Γ[x]〉〉.

39

Page 48: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

Lampiran B

Pemrograman

#include <iostream>

#include <time.h>

#include <stdlib.h>

#include <cmath>

#include <iomanip>

#include <fstream>

using namespace std;

/*===================================================================*/

/* Deklarasi konstanta dan variabel */

/*===================================================================*/

const int N =8;

const int Nt =32;

const float a = 0.5;

const float at = 0.5;

const int Ncor =20;

const int Ncf1 = 10;

const int Ncf2 = 50;

const int Ncf = 100;

const int imaks=20;

const double pi = 3.14;

int N1 = N-1;

int Nt1 = Nt-1;

int m[4];

float phi[N*N*N*Nt][2];

float U[N*N*N*Nt][4][2];

float old_U_re[4];

float old_U_im[4];

float dE[Ncf];

float rdE_a[imaks];

float sdev_a[imaks];

float rdE2_a[imaks];

float rdE_b[imaks];

float sdev_b[imaks];

40

Page 49: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

float rdE2_b[imaks];

float rdE_c[imaks];

float sdev_c[imaks];

float rdE2_c[imaks];

float rdE_boot_a[imaks];

float rdE2_boot_a[imaks];

float boot_sdev_a[imaks];

float rdE_boot_b[imaks];

float rdE2_boot_b[imaks];

float boot_sdev_b[imaks];

float rdE_boot_c[imaks];

float rdE2_boot_c[imaks];

float boot_sdev_c[imaks];

int i, j, k, d, kk, s, sp;

int n0, n1, n2, n3;

int alpha;

double epsilon = 1.4;

float v;

const float Vpot=0;

const float mass=1;

const float g2=1;

float GG;

/*===================================================================*/

/* Prototipe fungsi */

/*===================================================================*/

void inisialisasi();

int kurangi(int m[], int d);

float S(int m[]);

void hitungstaple(int m[]);

void update();

float computeG(int n0, int n1, int n2, int n3);

void MCavg();

void rata2dE();

void rata2dE2();

void sdevdE();

void bootstrap();

/*===================================================================*/

/* MAIN PROGRAM */

/*===================================================================*/

int main()

srand(time(0));

ofstream keluar_a;

ofstream keluar_b;

41

Page 50: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

ofstream keluar_c;

ofstream keluar_d;

ofstream keluar_e;

ofstream keluar_f;

keluar_a.open("r_1a.dat");

keluar_b.open("r_g1b.dat");

keluar_c.open("r_g1c.dat");

keluar_d.open("r_g1d.dat");

keluar_e.open("r_g1e.dat");

keluar_f.open("r_g1f.dat");

for (i=0;i<imaks;i++)

v = i*10;

keluar_a << "v = " << v << endl;

keluar_b << "v = " << v << endl;

keluar_c << "v = " << v << endl;

keluar_d << "v = " << v << endl;

keluar_e << "v = " << v << endl;

keluar_f << "v = " << v << endl;

int aaa = Nt/2;

for (int n0=0;n0<aaa;n0++)

MCavg();

keluar_a << setw(5) << n0 << setw(15) << rdE_a[i] << setw(15)

<< sdev_a[i] << endl;

keluar_b << setw(5) << n0 << setw(15) << rdE_b[i] << setw(15)

<< sdev_b[i] << endl;

keluar_c << setw(5) << n0 << setw(15) << rdE_c[i] << setw(15)

<< sdev_c[i] << endl;

keluar_d << setw(5) << n0 << setw(15) << rdE_boot_a[i] << setw(15)

<< boot_sdev_a[i] << endl;

keluar_e << setw(5) << n0 << setw(15) << rdE_boot_b[i] << setw(15)

<< boot_sdev_b[i] << endl;

keluar_f << setw(5) << n0 << setw(15) << rdE_boot_c[i] << setw(15)

<< boot_sdev_c[i] << endl;

keluar_a.close();

keluar_b.close();

keluar_c.close();

keluar_d.close();

keluar_e.close();

keluar_f.close();

/********************Inisialisasi field dan link*********************/

void inisialisasi()

for (m[0]=0;m[0]<Nt;m[0]++)

for (m[1]=0;m[1]<N;m[1]++)

for (m[2]=0;m[2]<N;m[2]++)

for (m[3]=0;m[3]<N;m[3]++)

s=m[0]+N*(m[1]+N*(m[2]+N*m[3]));

phi[s][0]=0;

phi[s][1]=0;

42

Page 51: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

U[s][0][0]=exp(-1.5*g2*at*v*v);

U[s][0][1]=0;

U[s][1][0]=cos(g2*v*a);

U[s][1][1]=-sin(g2*v*a);

U[s][2][0]=cos(g2*v*a);

U[s][2][1]=-sin(g2*v*a);

U[s][3][0]=cos(g2*v*a);

U[s][3][1]=-sin(g2*v*a);

/*********************************************************************/

int kurangi(int m[], int d)

if (d==0)

kk =m[d]-1;

if (kk < 0)

kk+=Nt1;

else

kk = m[d]-1;

if (kk<0)

kk+=N1;

return kk;

/*===================================================================*/

/* Program menghitung aksi */

/*===================================================================*/

float S(int m[])

// suku kinetik dan boson

int s0p = ((m[0]+1)%Nt1)+N*(m[1]+N*(m[2]+N*m[3]));

int s0m = (kurangi(m,0))+N*(m[1]+N*(m[2]+N*m[3]));

int s1p = m[0]+N*((m[1]+1)%N1+N*(m[2]+N*m[3]));

int s1m = m[0]+N*((kurangi(m,1))+N*(m[2]+N*m[3]));

int s2p = m[0]+N*(m[1]+N*((m[2]+1)%N1+N*m[3]));

int s2m = m[0]+N*(m[1]+N*((kurangi(m,2))+N*m[3]));

int s3p = m[0]+N*(m[1]+N*(m[2]+N*(m[3]+1)%N1));

int s3m = m[0]+N*(m[1]+N*(m[2]+N*(kurangi(m,3))));

// arah t

float del0re=(U[s][0][0]*phi[s0p][0]-U[s][0][1]*phi[s0p][1]+

U[s0m][0][0]*phi[s0m][0]+U[s0m][0][1]*phi[s0m][1]-

2*phi[s][0])/(at*at);

float del0im=(U[s][0][0]*phi[s0p][1]+U[s][1][1]*phi[s0p][0]+

U[s0m][0][0]*phi[s0m][1]-U[s0m][0][1]*phi[s0m][0]-

2*phi[s][0])/(at*at);

//arah x

43

Page 52: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

float del1re=(U[s][1][0]*phi[s1p][0]-U[s][1][1]*phi[s1p][1]+

U[s1m][1][0]*phi[s1m][0]+U[s1m][1][1]*phi[s1m][1]-

2*phi[s][0])/(a*a);

float del1im=(U[s][1][0]*phi[s1p][1]+U[s][1][1]*phi[s1p][0]+

U[s1m][1][0]*phi[s1m][1]-U[s1m][1][1]*phi[s1m][0]-

2*phi[s][0])/(a*a);

//arah y

float del2re=(U[s][2][0]*phi[s2p][0]-U[s][2][1]*phi[s2p][1]+

U[s2m][2][0]*phi[s2m][0]+U[s2m][2][1]*phi[s2m][1]-

2*phi[s][0])/(a*a);

float del2im=(U[s][2][0]*phi[s2p][2]+U[s][2][1]*phi[s2p][0]+

U[s2m][2][0]*phi[s2m][1]-U[s2m][2][1]*phi[s2m][0]-

2*phi[s][0])/(a*a);

//arah z

float del3re=(U[s][3][0]*phi[s3p][0]-U[s][3][1]*phi[s3p][1]+

U[s3m][3][0]*phi[s3m][0]+U[s3m][3][1]*phi[s3m][1]-

2*phi[s][0])/(a*a);

float del3im=(U[s][3][0]*phi[s3p][1]+U[s][3][1]*phi[s3p][0]+

U[s3m][3][0]*phi[s3m][1]-U[s3m][3][1]*phi[s3m][0]-

2*phi[s][0])/(a*a);

//total

float Sre = del0re + del1re + del2re + del3re;

float Sim = del0im + del1im + del2im + del3im;

float Sreal=a*a*a*at*(-phi[s][0]*Sre - phi[s][1]*Sim +

mass*mass*(phi[s][0]*phi[s][0]+phi[s][1]*phi[s][1]));

return Sreal;

/*===================================================================*/

/* Program untuk meng-update dengan algoritma Metropolis */

/*===================================================================*/

void update()

for (m[0]=0;m[0]<Nt;m[0]++)

for (m[1]=0;m[1]<N;m[1]++)

for (m[2]=0;m[2]<N;m[2]++)

for (m[3]=0;m[3]<N;m[3]++)

s=m[0]+N*(m[1]+N*(m[2]+N*m[3]));

float old_p_real = phi[s][0];

float old_p_imag = phi[s][1];

float old_S_real = S(m);

phi[s][0] = phi[s][0] +

(2.0*epsilon*(rand()/(RAND_MAX+1.0))-epsilon);

phi[s][1] = phi[s][1] +

(2.0*epsilon*(rand()/(RAND_MAX+1.0))-epsilon);

float dS0 = S(m) - old_S_real;

float u = rand()/(RAND_MAX+1.0);

if (dS0 >0 && exp(-dS0)< u)

phi[s][0] = old_p_real;

phi[s][1] = old_p_imag;

44

Page 53: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

/*===================================================================*/

/* Program menghitung propagator */

/*===================================================================*/

float computeG(int n0, int n1, int n2, int n3)

GG = 0;

float g = 0;

for (m[0]=0;m[0]<Nt;m[0]++)

for (m[1]=0;m[1]<N;m[1]++)

for (m[2]=0;m[2]<N;m[2]++)

for (m[3]=0;m[3]<N;m[3]++)

s = m[0]+N*(m[1]+N*(m[2]+N*m[3]));

sp = (m[0]+n0)%Nt1+N*((m[1]+n1)%N1+

N*((m[2]+n2)%N1+N*(m[3]+n3)%N1));

g = g+phi[sp][0]*phi[s][0]+phi[sp][1]*phi[s][1];

return GG = g/(N*N*N*Nt);

/*===================================================================*/

/* Program menghitung Monte Carlo estimator */

/*===================================================================*/

void MCavg()

inisialisasi();

/* termalisasi */

for (j=0;j<200*Ncor;j++)

update();

for (alpha=0;alpha<Ncf;alpha++)

for (j=0;j<Ncor;j++)

update();

dE[alpha]=(log(abs(computeG(n0,0,0,0)/computeG(n0+1,0,0,0))))/at;

rata2dE();

rata2dE2();

sdevdE();

bootstrap();

void rata2dE()

// Ncf1

float avgdE_a = 0;

for (alpha=0;alpha<Ncf1;alpha++)

avgdE_a = avgdE_a + dE[alpha];

45

Page 54: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

float ratadE_a = avgdE_a/Ncf1;

rdE_a[i] = ratadE_a;

// Ncf2

float avgdE_b = 0;

for (alpha=0;alpha<Ncf2;alpha++)

avgdE_b = avgdE_b + dE[alpha];

float ratadE_b = avgdE_b/Ncf2;

rdE_b[i] = ratadE_b;

// Ncf

float avgdE_c = 0;

for (alpha=0;alpha<Ncf;alpha++)

avgdE_c = avgdE_c + dE[alpha];

float ratadE_c = avgdE_c/Ncf;

rdE_c[i] = ratadE_c;

void rata2dE2()

// Ncf1

float avgdE2_a = 0;

for (alpha=0;alpha<Ncf1;alpha++)

avgdE2_a = avgdE2_a + dE[alpha]*dE[alpha];

float ratadE2_a = avgdE2_a/Ncf1;

rdE2_a[i] = ratadE2_a;

// Ncf2

float avgdE2_b = 0;

for (alpha=0;alpha<Ncf2;alpha++)

avgdE2_b = avgdE2_b + dE[alpha]*dE[alpha];

float ratadE2_b = avgdE2_b/Ncf2;

rdE2_b[i] = ratadE2_b;

// Ncf

float avgdE2_c = 0;

for (alpha=0;alpha<Ncf;alpha++)

avgdE2_c = avgdE2_c + dE[alpha]*dE[alpha];

float ratadE2_c = avgdE2_c/Ncf;

rdE2_c[i] = ratadE2_c;

void sdevdE()

// Ncf1

float sdev2_a = 0;

float sdevl_a = 0;

sdev2_a = (abs(rdE2_a[i]-(rdE_a[i]*rdE_a[i])))/Ncf1;

sdevl_a = sqrt(sdev2_a);

sdev_a[i]=sdevl_a;

// Ncf2

float sdev2_b = 0;

46

Page 55: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

float sdevl_b = 0;

sdev2_b = (abs(rdE2_b[i]-(rdE_b[i]*rdE_b[i])))/Ncf2;

sdevl_b = sqrt(sdev2_b);

sdev_b[i]=sdevl_b;

// Ncf

float sdev2_c = 0;

float sdevl_c = 0;

sdev2_c = (abs(rdE2_c[i]-(rdE_c[i]*rdE_c[i])))/Ncf;

sdevl_c = sqrt(sdev2_c);

sdev_c[i]=sdevl_c;

/*===================================================================*/

/* Program menghitung Monte Carlo estimator dgn bootstrap sampling */

/*===================================================================*/

void bootstrap()

// Ncf1

float dE_boot_a = 0;

float dE2_boot_a = 0;

for (int j=0;j<Ncf1;j++)

int alpha2 = int(Ncf1*(rand()/(RAND_MAX+1.0)));

dE_boot_a = dE_boot_a + dE[alpha2];

dE2_boot_a = dE2_boot_a + dE[alpha2]*dE[alpha2];

float avg_dE_boot_a = dE_boot_a/Ncf1;

rdE_boot_a[i]=avg_dE_boot_a;

float avg_dE2_boot_a = dE2_boot_a/Ncf1;

rdE2_boot_a[i]=avg_dE2_boot_a;

float boot_sdev2_a = 0;

float boot_sdevl_a = 0;

boot_sdev2_a = (abs(rdE2_boot_a[i]-(rdE_boot_a[i]*rdE_boot_a[i])))/Ncf1;

boot_sdevl_a = sqrt(boot_sdev2_a);

boot_sdev_a[i]=boot_sdevl_a;

// Ncf2

float dE_boot_b = 0;

float dE2_boot_b = 0;

for (int j=0;j<Ncf2;j++)

int alpha2 = int(Ncf2*(rand()/(RAND_MAX+1.0)));

dE_boot_b = dE_boot_b + dE[alpha2];

dE2_boot_b = dE2_boot_b + dE[alpha2]*dE[alpha2];

float avg_dE_boot_b = dE_boot_b/Ncf2;

rdE_boot_b[i]=avg_dE_boot_b;

float avg_dE2_boot_b = dE2_boot_b/Ncf2;

rdE2_boot_b[i]=avg_dE2_boot_b;

float boot_sdev2_b = 0;

float boot_sdevl_b = 0;

boot_sdev2_b = (abs(rdE2_boot_b[i]-(rdE_boot_b[i]*rdE_boot_b[i])))/Ncf2;

boot_sdevl_b = sqrt(boot_sdev2_b);

boot_sdev_b[i]=boot_sdevl_b;

// Ncf

float dE_boot_c = 0;

47

Page 56: Perhitungan Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan dengan Lattice ...

float dE2_boot_c = 0;

for (int j=0;j<Ncf;j++)

int alpha2 = int(Ncf*(rand()/(RAND_MAX+1.0)));

dE_boot_c = dE_boot_c + dE[alpha2];

dE2_boot_c = dE2_boot_c + dE[alpha2]*dE[alpha2];

float avg_dE_boot_c = dE_boot_c/Ncf;

rdE_boot_c[i]=avg_dE_boot_c;

float avg_dE2_boot_c = dE2_boot_c/Ncf;

rdE2_boot_c[i]=avg_dE2_boot_c;

float boot_sdev2_c = 0;

float boot_sdevl_c = 0;

boot_sdev2_c = (abs(rdE2_boot_c[i]-(rdE_boot_c[i]*rdE_boot_c[i])))/Ncf;

boot_sdevl_c = sqrt(boot_sdev2_c);

boot_sdev_c[i]=boot_sdevl_c;

48