Perencanaan Teknis Angkutan Orang

234

Click here to load reader

description

Dasar teknik...

Transcript of Perencanaan Teknis Angkutan Orang

Page 1: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

1-1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan, telah menetapkan bahwa Angkutan Lingkungan adalah salah satu jenis angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek, dengan menggunakan mobil penumpang umum yang dioperasikan dalam wilayah operasi terbatas pada kawasan pemukiman

Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Depertemen Perhubungan bahwa salah satu tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan adalah Penyiapan perumusan kebijakan, standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang penyelenggaraan angkutan perkotaan tidak dalam trayek untuk angkutan penumpang umum dan/atau barang.

Sebagaimana kita maklumi bersama bahwa kondisi pelayanan angkutan lingkungan/kawasan yang ada saat ini masih belum memiliki standar baku. Hal ini bisa dilihat dari tidak adanya keseragaman dalam pelayanan terhadap pengguna jasa angkutan lingkungan/kawasan yang beroperasi di satu kota dengan kota lainnya. Beberapa persyaratan penting itu misalnya ketentuan teknis dan laik jalan, jenis kendaraan yang dipakai, kapasitas maksimum, konfigurasi tempat duduk, rumah-rumah/atap pelindung penumpang, kelengkapan dalam kendaraan, identitas kendaraan dan pengemudi, pola pelayanan dan tarifnya yang seharusnya disusun dalam perencanaan teknis pelayanan angkutan lingkungan/kawasan.

Untuk itu dibutuhkan adanya ketentuan tentang standar pelayanan yang dipersyaratkan kepada operator angkutan lingkungan/kawasan dalam memberikan pelayanannya.

Berangkat dari hal tersebut maka dipandang perlu untuk melakukan penyusunan “Perencanaan Teknis Penyusunan Pelayanan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)” dalam rangka perbaikan kinerja pelayanan angkutan lingkungan/kawasan. Penetapan standar pelayanan minimum angkutan lingkungan dilakukan baik pada sarana maupun prasarananya. Demikian pula guna memberikan keseimbangan antara kenyamanan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan oleh penumpang, maka Pemerintah perlu pula menetapkan besaran tarif yang sesuai karena saat ini tarif

DIT. BSTP

Page 2: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

1-2

ditentukan dengan cara tawar menawar. Untuk itu dalam rangka penetapan standar pelayanan minimal tersebut perlu disusun mekanisme pentarifan yang sesuai dengan pelayanan yang didapatkan oleh pengguna angkutan.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari kegiatan “Perencanaan Teknis Penyusunan Pelayanan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)”adalah sebagai berikut :

Maksud kegiatan :

1. Tersusunnya Perencanaan Teknis Penyusunan Pelayanan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) yang baku, baik sarana maupun prasarananya bagi otoritas wilayah perkotaan maupun operator angkutan dalam pelayanan angkutan lingkungan/kawasan;

2. Tersusunnya Sistem dan Mekanisme kepengusahaan yang sehat bagi operator Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa sehingga mampu meningkatkan kinerja layanan sesuai dengan yang disyaratkan tanpa merugikan sistem kepengusahaan secara umum.

Tujuan kegiatan :

Mendapatkan Buku “Perencanaan Teknis Penyusunan Pelayanan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)”.

1.3 Ruang Lingkup Kegiatan

Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam studi “Perencanaan Teknis Penyusunan Pelayanan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)” adalah sebagai berikut :

1. Uraian Kegiatan

Uraian kegiatan ini meliputi :

a. Studi literature;

b. Pengumpulan data Sekunder antara lain:

c. Data Jaringan Jalan dan Tata Guna Lahan Kawasan Pemukiman;

d. Data Sosio Ekonomi pada masing-masing kota yang diamati;

e. Data-Data Lainnya.

DIT. BSTP

Page 3: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

1-3

f. Survai observasi penyelenggaraan/pengusahaan/operator angkutan lingkungan;

g. Mengkaji dan menganalisa serta evaluasi sistem kepengusahaan dan menetapkan sistem dan susunan kepengusahaan yang efektif dan efisien;

h. Melakukan survai preferensi terhadap pengguna jasa angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan) untuk menetapkan indikator pelayanan dan tingkat prioritasnya;

i. Menganalisa hasil survai preferensi dan menetapkan indikator pelayanan angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan);

j. Observasi Sarana dan Prasarana Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan);

k. Mengkaji dan menganalisa persyaratan sarana dan prasarana angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan), seperti: jenis kendaraan, lokasi dan cakupan area, fasilitas pangkalan (lokasi dan prasyarat luasan), mekanisme tarif dan lain-lain;

l. Mengkaji dan menganalisa serta evaluasi pelayanan angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan) yang ada saat ini untuk menetapkan standar pelayanan angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan) yang lebih baik dan memberikan pelayanan yang optimal kepada pengguna jasa (dari sisi penyelenggara, pengguna jasa dan pemberi ijin operasi/pemerintah);

m. Melakukan observasi atas variabel-variabel yang berpengaruh terhadap penghitungan tarif berdasarkan harga setempat;

n. Menyusun Buku “Perencanaan Teknis Penyusunan Pelayanan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)”, meliputi;

i. Aspek Kepengusahaan antara lain: Jenis kepengusahaan, perizinan, dll;

ii. Aspek Prasarana antara lain: Fasilitas pangkalan, Bengkel, pool dan fasilitas pendukung lainnya;

iii. Aspek Sarana antara lain: jenis armada, kapasitas penumpang, kenyamanan dalam kendaraan, dll;

iv. Aspek Pengemudi antara lain: Pengetahuan wilayah operasi (termasuk objek wisata, penginapan, tempat komersial, dsb),

DIT. BSTP

Page 4: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

1-4

pengetahuan tentang teknik kendaraan, pakaian seragam dan penampilan, tanda pengenal, dsb;

2. Merumuskan mekanisme monitoring dan pengendalian angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan) di wilayah perkotaan.

3. Batasan Kegiatan

Melakukan kajian literatur terhadap studi-studi, laporan-laporan, peraturan perundangan dan kebijakan lainnya tentang angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan) baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri serta membandingkan / mempertimbangkan kondisi pelayanan angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan) eksisting yang ada di beberapa kota di Indonesia (Medan, Bukit tinggi, dan Semarang).

1.4 Indikator Keluaran

Indikator keluaran kegiatan “Perencanaan Teknis Penyusunan Pelayanan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)”adalah sebagai berikut :

1. Indikator Keluaran Kualitatif

Hasil akhir dari kegiatan ini adalah tersusunnya Buku “Perencanaan Teknis

Penyusunan Pelayanan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)”.

2. Indikator Keluaran Kuantitatif

Buku perencanaan teknis ini diharapkan oleh Ditjen Perhubungan Darat dapat menjadi prasyarat bagi para penyelenggaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dalam melakukan pengaturan hingga terbangun iklim yang sehat baik bagi pengusaha maupun pengguna Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan), tersedianya jaminan pelayanan yang lebih baik bagi pengguna Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) serta sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Depertemen Perhubungan dan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan.

DIT. BSTP

Page 5: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-1

Bab 2. BAB 2. KONSEP PERENCANAAN TRANSPORTASI

2.1 Prinsip Transportasi yang Berkelanjutan

Dalam konteks perencanaan pembangunan maka pengembangan jaringan transportasi harus dipandang dalam kerangka holistik, di mana konsekuensi dari pilihan sistem harus dipertimbangkan secara komprehensif dengan menyertakan semua aspek terkait, sehingga rencana yang disusun mampu mengikuti dan mendorong dinamika ekonomi masyarakat yang pada gilirannya memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan yang berkelanjutan di wilayah yang bersangkutan.

Untuk menghadapi beberapa tantangan global yang terus bertambah dimana faktor-faktor produksi akan selalu berhadapan dengan kepentingan sosial dan lingkungan. Oleh karena itu untuk mempertahankan keberlanjutan sistem produksi itu agar lebih tahan lama dengam memperhatikan lingkungan strategis yang lain seperti masalah keuangan dan sebagainya maka digunakan sebuah konsep yang dinamakan “Sustainable

Transportation”.

Transportasi yang berkelanjutan (sustainable transport) merupakan salah satu aspek dari keberlanjutan menyeluruh (global sustainability) yang memiliki tiga komponen yang saling berhubungan, yakni: lingkungan, masyarakat, dan ekonomi. Dalam interaksi tersebut, transportasi memegang peran penting di mana perencanaan dan penyediaan sistem transportasi harus memperhatikan segi ekonomi, lingkungan, dan masyarakat. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Transportasi yang berkelanjutan (sustainable transport) merupakan salah satu aspek dari keberlanjutan menyeluruh (global sustainability) yang memiliki tiga komponen yang saling berhubungan, yakni: lingkungan, masyarakat, dan ekonomi. Dalam interaksi tersebut, transportasi memegang peran penting di mana perencanaan dan penyediaan sistem transportasi harus memperhatikan segi ekonomi, lingkungan, dan masyarakat.

Sustainable Transportation adalah satu usaha untuk meningkatkan keberlanjutan dari suatu sistem produksi. Sustainable Transportation merupakan bagian dari Sustainable Development yang mengintegrasikan aktivitas-aktivitas manusia. Aktivitas ekonomi manusia mempunyai dampak baik langsung maupun tidak langsung serta baik dan buruk terhadap lingkungan dan sosial. Sustainable Development berusaha untuk

DIT. BSTP

Page 6: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-2

mengkoordinasikan perencanaan antar sektor, yurisdiksi dan kelompok sosial sehingga tercapai suatu pembangunan atau pengembangan yang diterima oleh seluruh sektor, yurisdiksi dan kelompok masyarakat.

Berdasarkan definisi tidak ada suatu pemahaman yang universal tentang terminologi ini. Beberapa definisi yang diacu dalam Sustainable Development adalah:

Sustainable development “meets the needs of the present without

compromising the ability of future generations to meet their own needs.”

Brundtland Commission, 1987)

“Sustainable development is the achievement of continued economic

development without detriment to the environmental and natural

resources.” (Themes Sustainable Development, 2004)

“The goal of sustainable transportation is to ensure that environment,

social and economic considerations are factored into decisions affecting

transportation activity.” (MOST, 1999)

“… sustainability is not about threat analysis; sustainability is about

systems analysis. Specifically, it is about how environmental, economic,

and social systems interact to their mutual advantage or disadvantage at

various space-based scales of operation.” (Transportation Research

Board, 1997)

Sustainability is “the capacity for continuance into the long term future”.

Anything that can go on being done on an indefinite basis is sustainable.

Anything that cannot go on being done indefinitely is unsustainable

(Center for Sustainability, 2004)

Terdapat beberapa isu yang melatarbelakangi Sustainable Development ini. Pada Gambar 2.1 disampaikan interaksi antar elemen. Beberapa elemen akan saling berkaitan, seperti polusi merupakan isu lingkungan tetapi juga mempengaruhi kesehatan manusia. Oleh karena itu polusi juga merupakan isu di sektor atau bidang sosial. Isu tersebut di satu sisi mempengaruhi Output dari suatu sektor di sisi lainnya mempengaruhi Outcome.

Untuk mengukur keberlanjutan suatu sistem seperti Sustainable Transportation maka diperlukan indikator-indikator kinerja baru yang tidak hanya memperhatikan sektor transportasi saja tetapi juga sektor lingkungan dan sosial. Indikator kinerja transportasi konvensional seperti road level of service, kecepatan operasi, kenyamanan parkir dan tarifnya, jumlah kecelakaan rata-rata dalam satuan panjang jalan dan sebagainya sudah tidak lagi menjadi indikator transportasi yang berkelanjutan.

DIT. BSTP

Page 7: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-3

Sumber: Litman and Burwell, 2006

Gambar 2. 1 Interaksi antar Elemen dalam Sistem yang Berkelanjutan

Pada Tabel 2.1 disampaikan indikator-indikator kinerja transportasi yang berhubungan dengan sektor ekonomi, lingkungan dan sosial. Indikator-indikator ini dikembangkan untuk menjawab bahwa aktivitas manusia seperti transportasi ini harus mempunyai dampak yang baik terhadap ekonomi, lingkungan dan sosial. Dampak buruk dari perkembangan transportasi harus ditekan sedemikian rupa sehingga pembangunan atau pengembangan yang berkelanjutan dapat tercapai.

Semua isu dalam tren lingkungan strategis ternyata telah tercakup dalam Tabel 2.1 ini. Cakupan ini termasuk didalam sektor ekonomi, lingkungan dan sosial. Tiga sektor yang selalu menjadi dampak dalam aktivitas atau kegiatan manusia. Berdasarkan indikator ini maka pengembangan suatu sistem transportasi harus mengarah pada jenis moda yang berdampak baik pada ekonomi, lingkungan dan sosial.

DIT. BSTP

Page 8: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-4

Tabel 2.1 Indikator-indikator dari Sustainable Transportation

Tujuan Indikator Tujuan Data Economic Accessibility – commuting Average commute travel time Less is better 3

Accessibility – land use mix

Number of job opportunities and commercial services within 30-minute travel distance of residents

More is better 1

Accessibility – smart growth

Implementation of policy and planning practices that lead to more accessible, clustered, mixed, multi- modal development

More is better 1

Transport diversity Mode split: portion of travel made by walking, cycling, rideshare, public transit and telework

More is better 2

Affordability Portion of household expenditures devoted to transport by 20% lowest-income households

Less is better 2

Facility costs Per capita expenditures on roads, traffic services and parking facilities

Less is better 3

Freight efficiency Speed and affordability of freight and commercial transport

More is better 1

Planning Degree to which transport institutions reflect least-cost planning and investment practices

More is better 1

Social

Safety Per capita crash disabilities and fatalities Less is better 3

Health and fitness Percentage of population that regularly walks and cycles More is better 1

Community liveability Degree to which transport activities increase community liveability (local environmental quality)

More is better 1

Equity – fairness Degree to which prices reflect full costs unless a subsidy is specifically justified

More is better 1

Equity – non-drivers. Quality of accessibility and transport services for non-drivers

More is better 1

Equity – disabilities

Quality of transport facilities and services for people with disabilities (e.g., wheelchair users, people with visual impairments)

More is better 2

Non-motorised transport planning

Degree to which impacts on non-motorised transport are considered in transportation modelling and planning

More is better 1

Citizen involvement Public involvement in transport planning process

More is better. 1

Environment

Climate change emissions

Per capita fossil fuel consumption, and emissions of CO2 and other climate change emissions

Less is better 3

DIT. BSTP

Page 9: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-5

Tujuan Indikator Tujuan Data Other air pollution. Per capita emissions of

„conventional‟ air pollutants (CO, VOC, NOx, particulates, etc.)

Less is better 3

Noise pollution Portion of population exposed to high levels of traffic noise

Less is better 2

Water pollution Per capita vehicle fluid losses Less is better 1 Land use impacts Per capita land devoted to

transportation facilities Less is better 1

Habitat protection Preservation of wildlife habitat (wetlands, forests, etc.)

More is better 1

Resource efficiency Non-renewable resource consumption in the production and use of vehicles and transport facilities

Less is better 2

Sumber: Litman and Burwell, 2006

2.2 Manajemen Kebutuhan Transportasi (Travel Demand Management)

2.2.1 Konsep Dasar

Definisi Manajemen Kebutuhan Transportasi (MKT) seperti yang dinyatakan oleh Orski

(1998) adalah sebagai berikut:

… is the art of influencing traveller behaviour for the purpose of reducing travel demand or

redistributing travel demand in space and time…

Kemacetan serius merupakan kejadian sehari-hari yang sering dijumpai di beberapa kota besar di Indonesia sebagai ciri khusus daerah perkotaan di negara sedang berkembang. Masalah ini sebenarnya dapat dipecahkan melalui peran serta pemerintah, swasta, dan masyarakat, dan merupakan tanggung jawab bersama. Untuk menanggulangi masalah ini secara tuntas, jelas diperlukan penanganan yang serius.

Seperti telah dijelaskan, permasalahan kemacetan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tingginya tingkat urbanisasi, pesatnya tingkat pertumbuhan jumlah kendaraan dan pemilikan kendaraan, dan sistem angkutan umum perkotaan yang tidak efisien. Tetapi, yang paling penting yang dapat disimpulkan sementara sebagai penyebab permasalahan transportasi ini adalah tingkat pertumbuhan prasarana transportasi tidak bisa mengejar tingginya tingkat pertumbuhan kebutuhan transportasi. Hal ini dapat diterangkan dengan Gambar 2.2 berikut.

DIT. BSTP

Page 10: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-6

Sumber: Ohta (1998)

Gambar 2. 2 Situasi transportasi perkotaan pada masa sekarang

Gambar 2.2a memperlihatkan kondisi ideal dimana besarnya kebutuhan transportasi seimbang dengan kapasitas sistem prasarana transportasi yang tersedia. Kondisi ideal ini sangat kecil kemungkinannya terjadi di Indonesia disebabkan karena tingkat pertumbuhan kebutuhan transportasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan sistem prasarana transportasi (lihat Gambar 2.2b).

Rendahnya tingkat pertumbuhan sistem prasarana transportasi perkotaan di suatu kota dapat dilihat dari rendahnya total luas jalan yang ada dibandingkan dengan total luas daerah kota tersebut. Salah satu faktor hambatan yang sangat dirasakan adalah keterbatasan dana dan waktu yang merupakan penyebab utama. Hal ini disebabkan oleh adanya persyaratan pemerintah tentang penggunaan dana yang pada umumnya didapat dari bantuan luar negeri (OECF, ADB, World Bank, dan lain-lain) yang harus digunakan seefektif mungkin sehingga bisa didapatkan keuntungan maksimal dari dana tersebut.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan prasarana transportasi, pemerintah telah banyak melakukan kajian transportasi dan juga beberapa tindakan bersama-sama beberapa instansi dan departemen terkait. Usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah:

a. meredam atau memperkecil tingkat pertumbuhan kebutuhan transportasi;

b. meningkatkan pertumbuhan prasarana transportasi itu sendiri terutama penanganan masalah fasilitas prasarana yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya;

memperlancar sistem pergerakan melalui kebijakan rekayasa dan manajemen lalulintas yang baik.

Kebutuhan Transportasi (KT)

Prasarana Transportasi (PT)

KT0

PT0

KT1

PT1

a. Situasi ideal b. Situasi sekarang

Catatan: KT0 - Kebutuhan transportasi pada situasi ideal KT1 - Kebutuhan transportasi pada situasi sekarang PT0 - Prasarana transportasi pada situasi ideal PT1 - Prasarana transportasi pada situasi sekarang

DIT. BSTP

Page 11: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-7

Secara umum, konsep MKT tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar 2.3 berikut. Terlihat pada Gambar 2.3a, pendekatan konvensional mengusulkan berbagai kebijakan peningkatan sistem prasarana transportasi yang dapat mengakomodir besarnya kebutuhan trans-portasi tanpa sedikitpun memperhatikan kondisi sosial, lingkungan, dan operasional yang ditimbulkan oleh pelaksanaan kebijakan tersebut. Tambahan lain tentunya, kebijakan ini membutuhkan biaya yang sangat besar yang tidak mungkin dapat tersedia pada kondisi ekonomi seperti sekarang ini.

(Sumber: Ohta (1998))

Gambar 2. 3 Pergeseran paradigma dalam kebijakan transportasi perkotaan

Akan tetapi, dengan pendekatan MKT seperti terlihat pada Gambar 2.3b, diusulkan berbagai usaha untuk memperkecil atau meredam kebutuhan transportasi sehingga pergerakan yang ditimbulkannya masih berada dalam syarat batas kondisi sosial, lingkungan, dan operasional. Selain itu, juga diusulkan berbagai usaha peningkatan sistem prasarana transportasi yang akan ditentukan secara sangat selektif tergantung dengan kondisi keuangan yang tersedia serta memperhatikan syarat batas tersebut di atas.

Kemacetan yang biasanya terjadi di daerah perkotaan timbul karena proses pergerakan dilakukan pada lokasi yang sama dan terjadi pada saat yang bersamaan pula. Dalam pelaksanaan konsep MKT ini, pembatasan kebutuhan transportasi sama sekali bukan berarti membatasi jumlah pergerakan yang akan terjadi akan tetapi bagaimana mengelola atau mengatur proses pergerakan tersebut agar jangan terjadi pada saat yang bersamaan dan/atau terjadi pada lokasi atau tempat yang bersamaan pula. Pembatasan

DIT. BSTP

Page 12: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-8

kebutuhan transportasi dengan cara membatasi pergerakan yang akan terjadi merupakan hal yang sangat keliru karena akan menyebabkan berkurangnya mobilitas penduduk yang akan secara tidak langsung akan berakibat terhambatnya proses pertumbuhan ekonomi.

Oleh sebab itu, kebijakan yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan konsep MKT ini harus dapat mengarah pada terjadinya beberapa dampak pergeseran pergerakan dalam ruang dan waktu seperti berikut ini:

Dampak Pergeseran Waktu: proses pergerakan terjadi pada lokasi yang sama, akan tetapi pada waktu yang berbeda;

Dampak Pergeseran Rute/Lokasi: proses pergerakan terjadi pada waktu yang

sama, akan tetapi pada rute atau lokasi yang berbeda;

Dampak Pergeseran Moda: proses pergerakan terjadi pada lokasi yang sama dan pada waktu yang sama, akan tetapi dengan moda transportasi yang

berbeda;

Dampak Pergeseran Lokasi Tujuan: proses pergerakan terjadi pada lokasi

yang sama, waktu yang sama, dan moda transportasi yang sama, akan tetapi dengan lokasi tujuan yang berbeda.

2.2.2 Strategi Optimal dari Manajemen Kebutuhan Transportasi (Travel

Demand Management)

Prayudantyo, 2009 menyatakan bahwa kota-kota di dunia telah banyak menerapkan strategi Manajemen Kebutuhan Transportasi (MKT) atau Travel Demand Management (TDM) ini. Pada Tabel 2.2 disampaikan bahwa setiap kota telah menerapkan kebijakan MKT atau TDM ini dengan kombinasi beberapa strategi. Hanya beberapa negara yang menerapkan strategi tunggal seperti Kualalumpur dengan implementasi Monorail mulai tahun 1998, Teheran dengan menerapkan MRT, Stockholm dengan Road Pricing (DSRC) pada tahun 2006, Trondheim dengan menerapkan Road Pricing (TR) pada tahun 1990, Toronto dengan Road Pricing (VPT) pada tahun 1997 serta Mexico City, Santiago dan Cairo menerapkan MRT. Selain itu hampir seluruh kota-kota di dunia menerapkan kombinasi strategi, apakah itu starategi angkutan umum dengan Road Pricing atau dengan pembatasan parkir atau dengan Road Pricing atau telematika, pajak dan sebagainya.

Dari Tabel 2.2 tersebut diperlihatkan bahwa hampir seluruh kota menerapkan strategi angkutan umum saja atau angkutan umum dengan kombinasi strategi yang lain. Hanya kota-kota dengan kepadatan penduduk yang tidak terlalu tinggi seperti Stockholm, Trondheim dan Toronto yang menerapakan strategi Road Pricing saja. Tentunya strategi-strategi yang diterapkan ini disesuaikan dengan kondisi lalu lintas, penyediaan prasarana

DIT. BSTP

Page 13: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-9

transportasi, jumlah pergerakan dan hambatan lainnya yang memperburuk kemacetan dan barrier.

Prayudantyo lalu menyimpulkan bahwa ternyata terdapat 3 strategi utama dalam penerapan TDM atau MKT ini. Pada Gambar 2.4 ini disampaikan bahwa strategi angkutan umum ini merupakan strategi utama dan dinamakan Pull Strategy atau Strategi Penarik dan Manajemen Lalu Lintas berupa Road Pricing dan Pembatasan Parkir atau Parking Policy ini merupakan strategi pendukung atau Push Strategy atau Strategi Pendorong.

Tabel 2.2 Strategi-strategi Manajemen Kebutuhan Transportasi yang Diterapkan di Beberapa Kota di Dunia

(Sumber: Prayundatyo, (2009))

Dari penelitian Prayudantyo, 2009 tersebut disebutkan bahwa kota-kota Metropolitan Besar sudah selayaknya menerapkan strategi angkutan umum dan meningkatkan pangsa pasarnya untuk mengurangi pangsa kendaraan pribadi. Prayudantyo menyatakan bahwa strategi ini merupakan strategi utama dalam memecahkan masalah kemacetan di kota-kota besar.

Oleh karena itu penerapan hirarki jaringan angkutan umum sampai ke door to door service sangat diperlukan untuk meningkatkan aksesibilitas dari moda ini. Terdapat beberapa metode dalam meningkatkan aksesibilitas moda ini, antara lain dengan menerapkan hirarki trayek hingga ke hirarki ranting sehingga dapat diakses dari persil-

DIT. BSTP

Page 14: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-10

persil perumahan atau menerapkan non-motorized transport dengan moda jalan kaki atau sepeda. Setiap strategi tersebut pasti dibutuhkan prasarana dan sarananya. Pada strategi pertama dibutuhkan hirarki jaringan angkutan umum yang terukur dan kedua membutuhkan prasarana pejalan kaki dan jalur sepeda.

(Sumber: Prayundatyo, (2009))

Gambar 2. 4 Strategi Terpilih MKT/TDM

2.3 Tantangan dari Transportasi Perkotaan

Pada Gambar 2.5 dapat diperlihatkan tantangan dari transportasi perkotaan saat ini. Seperti telah diketahui, pengembangan wilayah permukiman sangat beraneka ragam. Sebagian besar berkembang di sepanjang koridor jalan arteri dan jalan tol. Pengembangan jalan tol ada yang sejajar dengan jalan arteri tetapi berada di lokasi yang agak jauh dari jalan arteri karena alasan pembebasan lahan dan ada yang tidak sejajar dengan jalan arteri. Beberapa karakteristik pengembangan angkutan umum massal baik itu berbasis rel atau jalan, ternyata berkembang sejajar dengan jalan arteri tetapi tidak di jaringan jalan tol.

DIT. BSTP

Page 15: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-11

Konsep earmarking pengembangan jaringan angkutan umum massal di jaringan jalan tol masih dan sedang dikembangkan. Jaringan KA Bandara Soekarno-Hatta juga direncanakan menggunakan median jalan tol Soedyatmo.

Pada Gambar 2.5 disampaikan bahwa pengembangan wilayah permukiman yang jauh dari koridor angkutan umum massal dan pusat-pusat kegiatan mengakibatkan wilayah tersebut tidak dapat dijangkau oleh angkutan umum massal. Kecuali wilayah tersebut dilayani oleh jaringan pengumpan atau angkutan umum permukiman yang baik. Sebagai contoh beberapa permukiman di Kota dan Kabupaten Bekasi telah dilalui oleh jaringan angkutan umum publik dan berhubungan dengan terminal atau stasiun KA. Selain itu sebagian pengembang juga mengelola jaringan pengumpan angkutan umum massal dan berhubungan dengan jaringan angkutan umum massal tersebut di beberapa titik pusat-pusat kegiatan. Tetapi terdapat beberapa wilayah permukiman yang tidak melayani pemukimnya dengan jaringan angkutan umum dan tetap bertahan dengan konsep yang berorientasi moda jalan.

Seperti diperlihatkan pada Gambar 2.5, pengembangan wilayah permukiman ini tahap demi tahap tetap dimulai dengan wilayah yang berkembang dengan kepadatan rendah. Tentunya jaringan angkutan umum massal ini sulit melayani wilayah pengembangan baru dengan kepadatan rendah ini. Ini disebabkan kelayakan finansial untuk menjangkau wilayah tersebut ternyata cukup rendah dan membutuhkan subsidi yang cukup besar terutama pembangunan prasarananya.

Ada tiga konsep yang dapat ditawarkan:

1. Pengembangan jaringan pengumpan yang melayani wilayah dengan kepadatan rendah tersebut, dan

2. Pengembangan jaringan angkutan umum massal, dengan asumsi bahwa wilayah tersebut akan lebih berkembang dengan cepat apabila jaringan angkutan umum massal disiapkan ke wilayah-wilayah tersebut. Dengan asumsi ini gap kelayakan finansial dapat ditutupi dengan cepat tentunya dengan bantuan insentif fiskal dan sebagainya untuk mengembangkan wilayah baru ini dimana telah didukung jaringan angkutan umum massal.

3. Pengembangan jaringan sekunder angkutan umum massal, untuk kasus di Indonesia sangat sulit untuk mengembangkan jaringan pengumpan karena harus melalui otoritas Pemerintah Daerah. Karena keterbatasan SDM dan finansial maka seringkali konsep jaringan pengumpan ini tidak dapat dijalankan.

DIT. BSTP

Page 16: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-12

Gambar 2. 5 Interaksi antar Elemen dalam Sistem yang Berkelanjutan

Pengembangan jaringan angkutan pengumpan ini dapat terdiri dari pengembangan jaringan angkutan umum permukiman yang berhubungan dengan simpul-simpul transportasi lokal atau pengembangan jaringan pengumpan yang berhubungan dengan simpul-simpul transportasi regional atau pusat-pusat kegiatan. Kedua konsep ini dapat dilaksanakan secara bersamaan atau saling menggantikan tergantung dari lokasi wilayah permukiman.

Konsep ketiga ini merupakan konsep yang pragmatis bila diterapkan di Indonesia. Konsep tersebut mencoba untuk membagi wilayah hinterland angkutan umum massal ke beberapa jaringan. Jaringan primer tetap menggunakan moda dengan kapasitas yang cukup besar sedangkan jaringan sekunder dengan moda dengan kapasitas tidak terlalu besar. Konsep ini dirasa dapat diterapkan di Indonesia untuk menghindari kebuntuan implementasi jaringan pengumpan karena membutuhkan kerjasama dengan stateholder Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah seringkali sulit mengimplementasikan konsep jaringan pengumpan karena resistensi atau barrier dari pengelola angkutan umum atau angkot dan permasalahan SDM dan finansial dari Pemerintah Daerah tersebut.

Ketiga konsep ini diharapkan dapat menghasilkan jaringan angkutan umum yang hinterlandnya dapat menjangkau setiap titik lokasi dari wilayah daerah. Bila tidak, akan terdapat blank spot-blank spot yang tidak terlayani angkutan umum sehingga dari sanalah akan muncul masyarakat yang lebih memilih menggunakan angkutan pribadi daripada angkutan umum. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 2.6.

DIT. BSTP

Page 17: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-13

Kondisi Eksisting

Efisiensi Jaringan

Simpul dan Lintas

Keselamatan dan

Keamanan Operasi

Perbaikan Lingkungan

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3

Gambar 2. 6 Wilayah Yang Tidak Terlayani Oleh Angkutan Umum (Blank Spot)

2.4 Tahapan Perbaikan Sistem Transportasi

Pengembangan atau perbaikan sistem transportasi pada dasarnya adalah upaya untuk mengevaluasi kondisi transportasi yang dilanjutkan dengan pengembangan jaringan transportasi baik di simpul maupun di lintas sesuai dengan karakteristik wilayah, jenis angkutan dan pola pergerakannya.

Pengembangan skenario jaringan transportasi didasarkan pada pemikiran-pemikiran perbaikan sistem transportasi. Sistem transportasi berkembang untuk memberikan keseimbangan antara demand dan supply. Dalam perencanaan, jaringan transportasi dapat digunakan untuk menumbuhkan demand (creating demand) dan/atau melayani demand (servicing demand). Pelaku pengembangan jaringan/prasarana transportasi ini juga bervariasi bergantung dari aspek-aspek yang mempengaruhi. Aspek-aspek yang mempengaruhi skema atau skenario pembangunan prasarana transportasi antara lain adalah pertumbuhan wilayah dan pertumbuhan penduduk.

Dalam konteks perbaikan sistem transportasi, terdapat tahapan-tahapan yang perlu dilalui satu per satu. Lihat Gambar 2.7, yang akan memberikan penjelasan tentang tiga tahapan pengembangan.

Gambar 2. 7 Tahapan Pengembangan Manajemen Multimoda

DIT. BSTP

Page 18: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-14

Tahapan awal perbaikan sistem transportasi adalah perbaikan efisiensi jaringan lintas dan simpul transportasi. Pada tahap ini jaringan transportasi yang dibangun secara sporadis diharapkan dapat dikembangkan sesuai dengan skenario pengembangan yang terstruktur. Ada beberapa acuan pengembangan jaringan transportasi nasional yang dikembangkan oleh badan-badan transportasi nasional antara Tatanan Transportasi Nasional dan Sistem Jaringan Multimoda Nasional. Dua dokumen tersebut adalah sedikit dari banyaknya dokumen pengembangan jaringan transportasi nasional. Hasil dari kedua studi tersebut merupakan penentuan simpul dan lintas strategis nasional. Pendekatan kewilayahan dan besaran demand menjadi acuan dasar dalam menentukan simpul dan lintas strategis tersebut.

Tahap kedua adalah pengembangan keselamatan dan keamanan transportasi (Safety

and Security of Transportation). Tahap ini adalah tahap lanjutan dimana pengembangan jaringan simpul dan lintas transportasi sudah sangat memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan operasi. Dalam pengembangan keselamatan dan keamanan operasi tersebut diharapkan memberikan realibility dan efisiensi operasi lebih baik. Perbaikan standar keselamatan dan keamanan memberikan kemudahan dalam arus penumpang maupun barang lebih baik lagi. Sistem yang lebih baik dengan prinsip manajemen sistem informasi dapat digunakan selain perbaikan standar baik untuk moda angkutan maupun prasarana transportasi dan fasilitasnya.

Tahapan ketiga adalah perbaikan kualitas dampak lingkungan. Dampak lingkungan merupakan efek negatif dari implementasi suatu jaringan transportasi. Perbaikan kualitas sarana atau moda transportasi, perbaikan sistem yang lebih baik dan ramah lingkungan akan memperbaiki hubungan antara implementasi jaringan transportasi dengan lingkungan.

2.5 Pembagian Fungsi Jaringan Transportasi

Sistem transportasi sebagai sistem infrastruktur, secara fungsional harus diselenggarakan untuk memenuhi fungsi utama, yakni:

Fungsi akses: jaringan transportasi harus mampu menyediakan akses bagi ruang kegiatan secara cukup dan merata di semua wilayah pelayanannya.

Fungsi mobilitas: jaringan transportasi harus tersedia secara cukup untuk mengakomodasi/meneruskan pergerakan orang/barang antar wilayah secara efisien.

DIT. BSTP

Page 19: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-15

Fungsi-fungsi lain seperti hankam, pendorong/impuls bagi kegiatan ekonomi, dan lain sebagainya pada dasarnya merupakan turunan dari kedua fungsi utama tersebut. Pemenuhan fungsi aksesibilitas dan fungsi mobilitas oleh jaringan transportasi memberikan konsekuensi adanya konflik fungsi, di mana suatu ruas dalam ruang mempunyai fungsi spesifik akses mobilitas yang perlu dibedakan. Suatu ruas yang mempunyai fungsi akses tinggi akan mempunyai fungsi mobilitas rendah, sebaliknya suatu ruas yang mempunyai fungsi mobilitas tinggi akan mempunyai fungsi akses yang rendah, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.8.

Untuk menjaga efisiensi kinerja sistem jaringan maka jaringan transportasi harus diselenggarakan dalam sistem hirarki fungsional yang benar. Fungsi akses maksimum sebaiknya dipenuhi oleh jaringan lokal, yang kemudian terkumpul pada sistem jaringan kolektor dengan fungsi akses dan mobilitas yang berimbang, dan untuk mengakomodasi kebutuhan mobilitas dengan volume pergerakan/arus lalulintas yang besar, jarak perjalanan relatif jauh, dan membutuhkan pergerakan cepat, fungsi ini diberikan oleh sistem jaringan arteri.

Gambar 2. 8 Hirarki Fungsional Sistem Jaringan Transportasi

Kedua fungsi jaringan transportasi ini selain dijabarkan dengan hirarki jaringan juga dijabarkan dengan jenis moda transportasinya. Jenis moda transportasi yang dapat mengangkut secara massal diharapkan dapat berfungsi sebagai mobilitas sedangkan moda yang dapat melayani door to door services tentunya berfungsi sebagai aksesibilitas.

Dari pembagian peran moda tersebut dapat disimpulkan bahwa jaringan yang dapat mengangkut jumlah besar seperti KA berfungsi di jaringan mobilitas. Moda ini berfungsi

Fung

si a

kses

ru

ang/

laha

n

Fung

si m

obilit

as/

arus

lalu

linta

s

Sistem Jaringan Lokal

Sistem Jaringan Kolektor

Sistem Jaringan Arteri

DIT. BSTP

Page 20: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-16

menghantarkan pergerakan orang antar simpul-simpul pergerakan utama, baik di wilayah perkotaan maupun antar kota. Jaringan jalan berfungsi melayani fungsi aksesibilitas di jaringan lokal karena dapat melayani pergerakan secara door to door service.

Untuk pergerakan yang cukup besar dan struktur kewilayahan yang berhirarki seperti di Indonesia ini, perencanaan sistem jaringan transportasi tidak hanya difokuskan pada satu jaringan saja. Terdapat jaringan lain yang membantu jaringan utama atau primer ini yang disebut jaringan sekunder. Jaringan sekunder ini berfungsi dalam melayani suatu wilayah administrasi di bawah wilayah Nasional. Secara hirarki administrasi wilayah, Otonomi Daerah berada di wilayah Kabupaten/Kota dan Provinsi. Kedua hirarki administrasi ini merupakan hirarki yang berperan, bertanggungjawab dan mempunyai hak dalam pendelegasian tugas Otonomi di Daerah. Keduanya mempunyai tanggung jawab mengembangkan wilayahnya melalui jaringan transportasi disamping fungsi jaringan transportasi nasional sebagai pengikat seluruh wilayah Indonesia.

Selain adanya pembagian fungsi yang dijabarkan melalui hirarki jaringan dan moda yang sesuai serta adanya fungsi sekunder yang lebih berfungsi sebagai pengembangan wilayah di daerah maka terdapat alasan pengembangan transportasi yang lain. Pengembangan transportasi harus didasarkan moda aspek-aspek kepemilikan teknologi, politis dan industri yang mendukung selain aspek-aspek teknis. Aspek-aspek inilah yang mengarahkan beberapa negara mengembangkan moda tertentu dan tidak mengembangkan moda lainnya. Aspek inilah yang selalu diperdebatkan di kalangan pemerintahan tentang kecocokan moda dengan karakter geografisnya. Pada Sub Bab berikut akan dijabarkan ketiga alasan yang mempengaruhi pemilihan jaringan transportasi tersebut.

2.6 Evolusi Penyelenggaraan Transportasi Perkotaan

Pada umumnya, pengembangan angkutan perkotaan mengikuti pola pengembangan yang bertujuan untuk mengakomodir pergerakan yang ada. Pola pengembangan ini diutamakan pada kapasitas angkut yang semakin besar untuk dapat mengakomodir kebutuhan pergerakan yang semakin besar.

Pada tahap awal, angkutan perkotaan akan lebih banyak didominasi oleh moda angkutan paratransit seperti angkutan kota dan taksi karena kebutuhan akan pergerakan angkutan umum masih rendah. Dengan pertumbuhan pergerakan dan terbatasnya jaringan jalan yang ada maka kebutuhan akan angkutan umum akan meningkat khususnya pada kapasitas angkut yang lebih besar. Pada saat itulah dibutuhkan angkutan umum dengan kapasitas angkut lebih besar seperti bus. Opersional angkutan umum bus ini secara bertahap berkembangan mulai dari kapasitas kecil (bus kecil) dan secara bertahap ditingkatkan kapasitasnya (menjadi bus besar). Demikian pula dengan pola operasi, pada awalnya, angkutan bus ini bergerak pada jaringan jalan umum yang bercampur dengan kendaraan lain kemudian meningkat pada pemisahan ROW untuk meningkatkan pelayanan seperti bus lane dan busway.

DIT. BSTP

Page 21: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-17

Pada tahap selanjutnya, keterbatasan kapasitas angkut pada angkutan umum berbasis jalan menjadikan pengalihan ke angkutan umum berbasis rel yang memiliki kapasitas angkut lebih besar dan pelayanan waktu tempuh yang lebih cepat. Pada awalnya angkutan kereta api dikembangkan sebagai angkutan kereta api ringan (LRT) yang kemudian dikembangan kapasitasnya menjadi angkutan kereta api massal (MRT). Evolusi pengembangan angkutan perkotaan tersebut disampaikan pada Gambar 2.9.

Gambar 2. 9 Evolusi Pengembangan Transportasi Perkotaan1

1 Vuchic (1981) Urban Public Transportation

DIT. BSTP

Page 22: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-18

Transit

Sementara itu, angkutan transit seperti bus kota dan kereta api belum menunjukkan kualitas pelayanan yang memadai. Tingkat kenyamanan dan parameter level pelayanan lain (ketepatan waktu dan waktu tunggu), masih dibawah standar yang diharapkan oleh para pengguna. Untuk kedepannya, selain angkutan kereta api yang ditingkatkan melayani pergerakan dari kota-kota satelit menuju pusat kota, pengembangan monorail untuk menggantikan moda transportasi mikrobus dan taksi diharapkan dapat terlaksana. Diharapkan sasaran pengguna angkutan jenis LRT (monorail) adalah pengguna taksi dan mikrobus yang beralih ke monorail untuk mencapai waktu tempuh yang cepat dengan harga yang relatif murah.

Mass Rapid Transit

Pengenalan busway sebagai salah satu contoh kendaraan semi mass transit telah membuka wacana masyarakat akan sistem angkutan umum yang terintegrasi (busway dan feedernya), terjadwal dan memiliki tempat perhentian yang tetap. Sistem busway merupakan pengenalan awal kepada suatu sistem transportasi massal yang lebih besar lagi yaitu Mass rapid transit (MRT). Dengan karakteristik hampir sama yaitu kapasitas angkut yang cukup besar, kecepatan yang tinggi dan memiliki jalur eksklusif, koridor yang digunakan busway termasuk koridor yang potensial pula untuk digantikan dengan MRT.

Dalam 5 hingga 10 tahun ke depan, penggunaan angkutan umum massal (MRT, Monorail dan busway) untuk kota-kota dengan jumlah penduduk lebih dari 5 juta jiwa adalah suatu keharusan. Namun, jika melihat kondisi keuangan dan iklim investasi yang belum kondusif bagi pihak swasta untuk bergabung, maka yang paling mendesak untuk dilakukan adalah, selain pembuatan rencana pengembangan yang matang tentunya, adalah sosialisasi dan diseminasi isu angkutan umum massal ke publik agar tercipta kesadaran (awareness) penduduk kota terhadap hal ini. Dengan adanya dorongan masyarakat yang kuat akan implemenasi sistem angkutan massal, maka bukan tidak mungkin pihak pengelola kota dan daerah akan terpikir untuk membuat satu sistem angkutan massal yang layak.

Pola pengembangan angkutan perkotaan di Indonesia diharapkan dapat diarahkan mengikuti pola umum yang ada tersebut dengan penyesuaian terhadap karakteristik kota yang akan dikembangkan.

Namun jika arah pengembangan transportasi perkotaan tidak diarahkan sesuai dengan pola yang lazim seperti pada Gambar 2.9, terdapat kecenderungan adanya mis-leading melalui kebijakan all-vehicle-movement di mana dalam kebijakan pengembangan transportasi kota lebih mengakomodasi mobilitas kendaraan pribadi (private transport

mobility) dengan membangun prasarana jalan sebesar-besarnya. Keterbatasan ruang dan daya dukung lingkungan, secara logis mendorong adanya efisiensi pergerakan

DIT. BSTP

Page 23: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-19

dengan kebijakan promosi penggunaan angkutan umum yang lebih ekstensif (public

transport mobility) seperti pada Gambar 2.10.

Gambar 2. 10 Strategi Pengembangan Transportasi Kota2

2.7 Spektrum Pemilihan Jenis Angkutan Massal

Pemilihan jenis angkutan massal sangat disesuaikan oleh demand dan kapasitas angkutan umum yang dapat disediakan. Pada Gambar 2.11 disampaikan terdapat beberapa kapasitas angkutan umum yang dapat disediakan berdasarkan jenis modanya.

Dari karakteristik wilayah tersebut maka ditentukan moda pilihan yang cocok dengan kondisi di wilayah perkotaan. Spektrum pilihan dalam meningkatkan kapasitas perangkutan umum dapat beragam pilihan modalitasnya. Gambar 2.11 memberikan gambaran kisaran kapasitas dan kecepatan operasi yang dapat dipilih, semakin tinggi kapasitas menuntut biaya investasi yang lebih tiggi pula. Batas kapasitas di atas 20.000 penumpang/jam/arah hanya dapat diakomodasi oleh moda kereta api, sedang di bawahnya dapat berupa bus atau kereta api.

Selain itu, penanganan dengan menggunakan jaringan jalan sudah tidak lagi mengatasi permasalahan. Peningkatan indeks aksesibilitas jalan sudah tidak mampu mengatasi

2 ____________, Contrasting Paths In Asian Urban Transport: Towards A Framework For Understanding Transport Change In Dense Asian Cities

DIT. BSTP

Page 24: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-20

pergerakan terutama di kota-kota besar. Pembangunan transportasi sebaiknya diarahkan kepada peningkatan indeks mobilitas. Prasarana jalan rel merupakan prasarana yang terbaik digunakan di wilayah perkotaan.

Bila telah menyangkut sistem angkutan massal rel dengan grade separated, peran swasta juga akan sangat terbatas untuk dapat menutupi semua biaya investasi. Untuk itu perlu support dari pemerintah khususnya dalam penyediaan ROW, rerouting angkutan umum eksisting untuk menjaga share pendapatan yang proporsional, pola investasi dan operasi, dan sejumlah supporting policies lainnya. Menurut pengalaman, paling cepat 25 tahun diperlukan untuk merealisasi operasi angkutan massal berbasi rel. Gambar 2.12 memperlihatkan kondisi perbandingan antara biaya operasi dan pendapatan dari operasi KA metro di seluruh dunia. Sebagian besar operasi KA metro tidak dapat menutupi biaya operasi apalagi biaya pengembalian prasarana. Hanya KA di Pusan, Seoul (Korea

Selatan), Santiago (Chile), Manila dan Hongkong yang dapat mengembalikan biaya operasi.

Untuk kasus kota-kota di Indonesia, hal yang mendesak saat ini adalah penyiapan dokumen rencana strategis sistem angkutan umum. Dokumen ini idealnya berisi visi pengelolaan sistem angkutan di masa datang termasuk badan otoritas angkutan kotanya dan tahapan kebijakan implementasi untuk mewujudkannya.

(Sumber: Allport, 1996)

Gambar 2. 11 Kisaran Kapasitas dan Kecepatan Moda Angkutan Umum

DIT. BSTP

Page 25: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-21

Gambar 2. 12 Fare Box Ratio Operasi KA Metro

Untuk menyiapkan ini semua banyak “pekerjaan rumah” yang harus diselesaikan oleh

pengelola transportasi kota. Sebab, tahap pertama pun untuk memaksimumkan kapasitas yang ada (establish a traffic engineering capacity) hingga saat ini belum dilakukan secara benar. Lalu berlanjut secara bertahap ke sistem prioritas bis atau angkot, kemudian mengintegrasikan sistem prioritas bis/angkot dengan teknologi kendali dan informasi, dst, melalui ROW yang tersedia mengembangkan system angkutan rel, hingga system metro yang memiliki lintasan khusus.

2.8 Pentahapan Pemilihan Moda Angkutan Umum

Di suatu wilayah sulit sekali memastikan bahwa seluruh penduduknya mempunyai kemampuan untuk memiliki kendaraan sendiri. Tingkat PDRB suatu wilayah, jumlah pergerakan, budaya dan kebijakan tertentu dalam hal pemilikan kendaraan menjadi sebab penduduk suatu wilayah banyak memiliki kendaraan pribadi atau cenderung tidak memiliki kendaraan pribadi. Tingkat perkembangan suatu wilayah merupakan salah satu yang mempengaruhi perkembangan angkutan umum.

Pada awalnya suatu wilayah tidak memerlukan sarana transportasi dalam mengatasi hambatan tata ruangnya dalam memenuhi kebutuhannya. Setelah penduduk bertambah, wilayah pemukiman banyak tersebar di wilayah yang jauh dari pusat kota atau disebut sub-urban. Pola kegiatan ekonomi juga semakin heterogen sehingga sarana transportasi mulai dibutuhkan untuk mengatasi hambatan ruang dan melayani aktivitas. Awalnya sarana transportasi pribadi merupakan alat pergerakan utama dalam pergerakan tersebut. Semakin heterogennya kegiatan ekonomi, meningkatnya pertumbuhan ekonomi wilayah dan terjadinya disparitas wilayah mengakibatkan tidak semua penduduk dapat memiliki kendaraan pribadi.

DIT. BSTP

Page 26: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-22

Timbul golongan captive dimana tidak mempunyai pilihan untuk bergerak selain menggunakan angkutan umum, dan pada tahap inilah angkutan umum diperlukan. Semakin berkembangnya suatu wilayah, mengakibatkan jumlah penduduk meningkat, kegiatan ekonomi dan pola pergerakan ekonomi semakin heterogen, tingkat perekonomian meningkat, captive user mulai berkurang, kapasitas jaringan prasarana/jalan tidak lagi mampu menanggulangi pertumbuhan kendaraan pribadi maupun angkutan sehingga diperlukan perubahan pola pergerakan untuk tujuan-tujuan tertentu dengan basis angkutan umum massal.

Tahapan instalasi angkutan umum mempunyai tahapan-tahapan tertentu pula dari yang bercampur dengan lalu lintas kendaraan pribadi, terpisah sebagian (partly separated) dan terpisah penuh (fully separated). Pada Gambar 2.13 memperlihatkan tahapan-tahapan proses perkembangan suatu wilayah dan kebutuhan angkutan umumnya.

Gambar 2. 13 Pentahapan Pemilihan Moda Angkutan Umum

2.9 Peran Teknologi di Pemilihan Jaringan Transportasi

Dalam pengembangannya terdapat 6 faktor yang mempengaruhi perubahan teknologi transportasi. Keenam teknologi tersebut adalah sosial, ekonomi, lingkungan, politik, infrastuktur dan teknologi. Faktor sosial berhubungan erat dengan kondisi gaya hidup, kebutuhan mobilitas, perilaku berkendara, pola kerja yang berujung pada kebutuhan kesehatan, keselamatan dan keamanan. Faktor ekonomi merupakan faktor yang mempengaruhi sistem transportasi baik dari sisi pola atau tren global, kecenderungan

DIT. BSTP

Page 27: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-23

peningkatan pertumbuhan ekonomi terhadap pergerakan transportasi, pengaruh kondisi ekonomi terhadap kebutuhan bahan bakar dan sebagainya.

Faktor lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi kondisi lingkungan fisik terhadap transportasi. Produksi dan konsumsi energi, polusi, emisi dan gas buang sangat berpengaruh dengan kesehatan yang berhubungan dengan sistem sosial. Faktor teknologi berpengaruh pada dampak teknologi terutama penemuan sumber energi baru dan sistem tenaga, elektronik, teknologi kontrol, struktur dan material kendaraan yang berhubungan erat dengan sistem bisnis dan manufacturing.

Faktor politik sangat berhubungan dengan keberpihakan pemerintah terhadap industri moda transportasi, regulasi yang diterapkan berdasarkan kondisi geografis, sosio, ekonomi, perilaku dari masyarakat. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi faktor politik ini berhubungan erat dengan faktor sosial yang dibangun oleh masyarakat suatu wilayah. Faktor infrastruktur berhubungan erat dengan teknologi prasarana yang dibangun dan disesuaikan dengan jenis moda, manufaktur dan sistem bisnis yang dibangun dan sebagainya. Faktor infrastruktur ini berhubungan erat dengan sistem sosial, ekonomi, lingkungan, teknologi dan politik.

Keenam faktor yang mempengaruhi perkembangan teknologi transportasi ini tidak berdiri sendiri. Keenam-enamnya saling terkait satu dengan yang lain. Keterkaitan tersebut sedikit banyak telah dibahas di atas. Seperti isu efisiensi bahan bakar dan pengurangan emisi gas buang sangat berhubungan dengan tren faktor sosial, lingkungan, teknologi yang mempengaruhi faktor politik dan infrastruktur. Gambar 2.14 memperlihatkan integrasi keenam faktor ini terhadap pengembangan teknologi transportasi.

Pada dasarnya perkembangan keenam sistem atau faktor ini mempengaruhi pertumbuhan demand atau pergerakan. Pertumbuhan demand ini akan mengganggu kinerja prasarana dan pelayanan transportasi. Gangguan ini sangat mempengaruhi kebutuhan energi yang terus meningkat sedangkan cadangan energi terutama energi fossil yang terus berkurang. Di lain pihak tiap negara juga mempunyai perspektif dalam mengembangkan industrinya. Kadangkala industri yang dikembangkan ini sangat berhubungan dengan industri moda transportasi. Kecenderungan keberpihakan pemerintah dalam moda tertentu mempengaruhi keputusan dalam penentuan kebijakan dan pembangunan prasarana transportasi. Tren yang terus berkembang ini perlu diamati. Untuk kondisi geografis dan sosio ekonomi tertentu tentunya ada jenis moda atau teknologi tertentu yang cocok sehingga kebijakan pemerintah, sistem sosial, infrastruktur dan teknologi juga harus beradaptasi. Ketentuan kesesuaian moda ini sangat berhubungan dengan tuntutan sosial terutama tuntutan kesehatan, keselamatan dan keamanan, faktor lingkungan dan ekonomi.

DIT. BSTP

Page 28: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-24

Sumber: Foresight, Foresight Vehicle Technlogy Roadmap 2002

Gambar 2. 14 Enam Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Teknologi

2.10 Rule of Thumb Pengembangan Jaringan Prasarana/Pelayanan

Transportasi Nasional

Dalam sistem transportasi intermoda yang ideal, terdapat rule-of-thumb dalam pembagian pangsa pasar antar moda sesuai keunggulan komparatifnya masing-masing. Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 menyampaikan rekomendasi hasil studi Balitbang Dephub bekerjasama dengan LPPM-ITB (2003) mengenai Jaringan Transportasi Intermoda Untuk Angkutan Penumpang Dalam Negeri.

Tabel 2.3 Rekomendasi Jaringan Transportasi Intermoda Penumpang dalam Pulau

Bus

Kereta api bisnis

Kereta api eksekutif

Pesawat

Pejalanan Penumpang Jarak Pendek

Kelas Ekonomi ++++ ++++ ++ + Kelas Bisnis ++ ++++ +++ + Kelas Eksekutif + ++ ++++ ++ Perjalanan Penumpang Jarak Menengah

Kelas Ekonomi ++ ++++ + + Kelas Bisnis +++ ++++ ++++ + Kelas Eksekutif + + +++ ++++ Perjalanan Penumpang Jarak Jauh Kelas Ekonomi +++ ++++ ++ + Kelas Bisnis ++ +++ ++++ + Kelas Eksekutif + + ++ ++++

Keterangan: ++++ sangat dipilih +++ dipilih ++ kurang dipilih + tidak dipilih

DIT. BSTP

Page 29: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-25

Tabel 2.4 Rekomendasi Jaringan Transportasi Intermoda Penumpang Jarak Jauh Antar Pulau

Kapal laut ekonomi

Kapal laut eksekutif Pesawat

Penumpang Ekonomi ++++ + + Penumpang Bisnis + + +++ Penumpang Eksekutif + + ++++

Keterangan: ++++ sangat dipilih +++ dipilih ++ kurang dipilih + tidak dipilih

2.11 Jaringan Transportasi Multimoda, Prinsip Hirarki Transportasi dan

Peran Antar Moda

2.11.1 Jaringan Transportasi Multimoda

Jaringan transportasi yang menyediakan beberapa moda yang menghubungnya antara asal dan tujuan, dapat dilihat dari 2 perspektif yang berbeda, yakni:

Jaringan transportasi intermoda. Sistem logistik yang terhubungkan diantara 2 moda atau lebih. Setiap moda memiliki karakteristik pelayanan yang secara umum memungkinkan barang (atau penumpang) untuk berpindah diantara moda yang ada dalam satu perjalanan dari asal ke tujuan.

Jaringan transportasi multimoda. Rangkaian dari moda-moda transportasi yang menyediakan hubungan antara asal dan tujuan perjalanan. Meskipun transportasi intermoda dapat dilakukan, namun dalam perspektif ini bukanlah keharusan.

Gambar 2.15 menyampaikan perbedaan kedua cara pandang tersebut. Gambar (a) mendeskripsikan prinsip multimoda transportasi dimana satu rute pelayanan dilayani oleh dua moda yang berbeda. Gambar (b) memperlihatkan konsep intermoda transportasi dimana satu rute dilayani oleh 2 moda secara berantai.

Dalam jaringan transportasi intermoda yang baik, sesuai definisi yang disampaikan di atas, perlu adanya pembagian peran/fungsi dari setiap moda dan simpul transportasi sehingga terjadi pergerakan barang/orang yang efisien. Terdapat 4 definisi fungsi utama dalam transportasi intermoda (Rodrigue and Comtois1), yakni:

Komposisi. Pengumpulan dan konsolidasi barang/penumpang di suatu terminal/simpul yang memungkinkan terjadinya interface intermoda antara sistem distribusi lokal/regional dan sistem distribusi nasional/internasional.

Koneksi. Pengaliran barang/penumpang diantara minimal dua terminal/ simpul. Efisiensi koneksi ini diperoleh dari economies of scale.

DIT. BSTP

Page 30: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-26

Perpindahaan/Interchange. Proses perpindahan moda di suatu terminal. Fungsi utama dari intermoda dilakukan di terminal/simpul yang berperan menyediakan kontinuitas pergerakan dalam rantai transportasi.

Dekomposisi. Proses pemisahan/fragmentasi barang/penumpang di terminal terdekat dari tujuan dan ditransfer ke dalam jaringan distribusi lokal/regional.

(a) Multimoda (b) Jaringan Transportasi Intermoda

(Sumber: Rodrigue and Comtois 3)

Gambar 2. 15 Perspektif Jaringan Transportasi Multi/Inter Moda

(Sumber: Rodrigue and Comtois 4)

Gambar 2. 16 Rantai Transportasi Intermoda (Rodrigue and Comtois4)

3 Rodrigue J. P., and Comtois C., http://people.hofstra.edu/geotrans/eng/ch3en/conc3en/ch3c5en.html 4 Rodrigue J. P., and Comtois C., http://people.hofstra.edu/geotrans/eng/ch3en/conc3en/ch3c5en.html

DIT. BSTP

Page 31: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-27

2.11.2 Hirarki Jaringan Transportasi

Jaringan transportasi diusahakan untuk memberikan pelayanan yang efisien. Efisien yang dimaksudkan disini bahwa jaringan transportasi diusahakan dapat melayani pergerakan orang dan barang dengan pelayanan dan biaya yang optimum. Untuk menghasilkan efisiensi transportasi tersebut diperlukan pengaturan atau hirarki peran serta fungsi jaringan transportrasi. Hirarki transportasi ini akan mengintegrasikan skala geografi yang berbeda dari pelayanan transportasi dari global ke lokal dan sebaliknya.

Pembagian peran dan fungsi ini juga merupakan implementasi dari pelayanan demand baik penumpang maupun barang dengan segmen dan jumlah demand yang bervariasi. Hirarki jaringan transportasi berusaha untuk mengakomodasi pelayanan transportasi dari demand yang kecil sampai dengan demand yang besar. Implementasinya dengan menempatkan simpul-simpul pengumpul dan penyebar di tingkat lokal sampai dengan global dengan spesifikasi dan karakteristik besar demand tertentu. Simpul lokal melayani pergerakan lokal dengan jumlah demand yang kecil sedangkan simpul global melayani pergerakan global dan distribusi dari simpul-simpul regional dengan jumlah demand yang relatif lebih besar dari simpul regional dan lokal.

(Sumber: Rodrigue and Comtois)

Gambar 2. 17 Pengaturan Hirarki Pergerakan dalam Sistem Transportasi Multimoda

DIT. BSTP

Page 32: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-28

2.11.3 Pembagian Peran antar Moda

Pada dasarnya, transportasi intermoda merupakan usaha untuk meminimalkan biaya transportasi (waktu dan uang). Sudah sering diteliti bahwa terdapat korelasi antara biaya transportasi, jarak perjalanan, dan pemilihan jenis moda transportasi yang digunakan, di mana umumnya moda jalan dipilih untuk jarak pendek, KA dipilih untuk jarak menengah, dan moda laut/udara dipilih untuk jarak jauh.

Pada Gambar 2.18 disampaikan ilustrasi perbandingan biaya transportasi diantara moda jalan, rel KA, dan laut, dengan masing-masing memiliki fungsi biaya C1, C2, dan C7. Moda jalan memiliki fungsi biaya transportasi yang lebih rendah untuk jarak pendek, namun biayanya naik lebih cepat dibandingkan moda rel dan laut seiring dengan bertambahnya jarak perjalanan. Pada titik jarak sejauh D1, maka akan lebih menguntungkan jika perjalanan menggunakan moda rel sampai dengan titik D2, dan selebihnya akan lebih menguntungkan jika menggunakan moda laut. Umumnya titik D1 berada pada jarak perjalanan antara 150 – 750 km (tergantung kecepatan kereta api), sedangkan titik D2 berada pada jarak perjalanan sekitar 1500 km.

(Sumber: Rodrigue and Comtois, 2002)

Gambar 2. 18 Perbandingan Fungsi Biaya Transportasi Moda Jalan, Rel dan Laut

2.12 Aspek Normatif Penyelenggaraan Transportasi Perkotaan di Indonesia

Transportasi perkotaan di Indonesia umumnya dilayani oleh jaringan prasarana dan jaringan pelayanan dari moda jalan dan beberapa diantara kota besar juga dilayani oleh angkutan KA. Pada beberapa sub bab berikut disampaikan bahasan mengenai aspek normatif dari perundang-undangan yang berlaku terkait dengan penyelenggaraan transportasi kota di Indonesia.

DIT. BSTP

Page 33: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-29

2.12.1 Jaringan Prasarana Jalan Perkotaan

Perundangan mengenai penyelenggaraan prasarana jalan yang terakhir ditetapkan adalah UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Sesuai dengan pasal 7 (3) UU No. 38 Tahun 2004, maka pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat perkotaan dilakukan oleh sistem jaringan jalan sekunder. Di dalam sistem jaringan jalan sekunder tersebut terdapat sejumlah fungsi jalan yang masing-masing adalah (pasal 8 (2-5) UU No. 38 Tahun 2004):

Jalan arteri: merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

Jalan kolektor: merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

Jalan lokal: merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

Jalan lingkungan: merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Belum ada pengaturan lebih lanjut mengenai spesifikasi teknis dari masing-masing fungsi jalan tersebut. Namun dari PP No. 34 tahun 2006, MKJI 1997, dan Standar Pelayanan Minimal Prasarana Jalan menurut Kepmenkimpraswil No. 543/KPTS/M/2001 dapat disintesa beberapa ketentuan yang dapat diacu dalam penyelenggaraan prasarana jalan perkotaan di Indonesia sebagaimana disampaikan pada Tabel 2.5.

2.12.2 Jaringan Pelayanan Angkutan Umum Perkotaan

Acuan utama dalam penyelenggaraan angkutan umum perkotaan di Indonesia, sebagai bagian dari sistem transportasi jalan, adalah No. 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan berikut dengan peraturan pelaksanaannya baik melalui PP dan Kepmenhub dan keputusan pelaksanaan lainnya di daerah.

DIT. BSTP

Page 34: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-30

Tabel 2.5 Sintesa Kualifikasi Penyelenggaraan Prasarana Jalan Perkotaan

Fungsi

Jalan

Lebar

Minimal

(RPP

Jalan)

Kecepatan

Rencana

Minimal

(RPP Jalan)

Minimal

Kecepatan

Operasi (V/C =

0,85)

(MKJI, 1997)

Syarat Minimal IRI & RCI

Jalan

(Kepmenkimpraswil No.

543/KPTS/M/2001)

Arteri Sekunder

11 m 30 km/jam 17 km/jam IRI<8,0 dan RCI>5,5

Kolektor Sekunder

9 m 20 km/jam 16 km/jam IRI<8,0 dan RCI>5,5

Lokal Sekunder

6,5 m 10 km/jam 14 km/jam IRI<8,0 dan RCI>5,5

Sumber: Dikompilasi dari PP No. 34 Tahun 2006, MKJI, Kepmenkimpraswil No. 543/KPTS/M/2001

Terkait dengan penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan umum maka dalam UU No. 22 Tahun 2009 disampaikan pokok-pokok peraturannya dalam BAB X UU bagian ketiga pada pasal 140 sampai dengan pasal 157. Dalam pasal 140 disampaikan bahwa pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum terdiri atas kendaraan bermotor umum dengan trayek dan tanpa trayek.

Dalam pasal 142 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 disampaikan bahwa pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf a terdiri atas 5 jenis angkutan penumpang dalam trayek, yakni: dari angkutan antar kota antar provinsi, angkutan antar kota dalam provinsi, angkutan perkotaan, angkutan perdesaan, dan angkutan lintas batas negara. Dalam prakteknya jenis angkutan dengan trayek tetap dan teratur (angkot, bus, Kereta Api) lebih dominan perannya dibandingkan dengan yang tidak dalam trayek (taksi, mobil sewaan, dll). Hal ini terkait dengan efisiensi pelayanan dan kemampuan membayar (ability to pay) dari masyarakat.

Lebih lanjut dalam pasal 143 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 juga disampaikan bahwa pelayanan angkutan orang sebagaimana dimaksud dalam 140 huruf a harus memiliki rute tetap dan teratur, terjadwal, berawal, berakhir, dan menaikkan atau menurunkan penumpang di Terminal untuk angkutan antarkota dan lintas batas negara, dan menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan untuk angkutan perkotaan dan perdesaan.

Pengembangan jaringan trayek dibahas dalam peraturan pelaksanaannya, khususnya dalam PP No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan dan PP No. 43 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan, serta, dalam Kepmenhub, Keputusan Dirjen, maupun peraturan lain yang lebih rendah.

Pengembangan angkutan umum perkotaan sangat berkaitan dengan perkembangan penduduk dan pertumbuhan ekonomi di wilayah perkotaan tersebut. Semakin besar jumlah penduduk dan tingkat perekonomian kota semakin tinggi kebutuhan akan

DIT. BSTP

Page 35: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-31

angkutan umum perkotaan yang meliputi kapasitas angkut dan kehandalan prasarana angkutan umum.

Berdasarkan pada karakteristik ukuran jumlah penduduk kota, telah ditetapkan pedoman untuk penentuan klasifikasi trayek angkutan umum serta prasarana angkutan yang dianjurkan. Pedoman yang ditetapkan sebagai Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat No. 274/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan tersebut dijabarkan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Klasifikasi Trayek, Ukuran Kota, dan Ukuran Kendaraan

Klasifikasi

Trayek

Area Layan

Trayek

Ukuran Kota (Jumlah Penduduk)

Kota Raya

(>1 juta)

Kota

Besar

(500 ribu

s/d 1 juta)

Kota

Sedang

(100 s/d 500

ribu)

Kota Kecil

(<100

ribu)

Utama antar kawasan utama dan antara kawasan utama dengan kawasan pendukung

Kereta Api Bus Besar

Bus Besar Bus Besar/ Sedang

Bus Sedang

Cabang antar kawasan pendukung dan antara kawasan pendukung dengan kawasan pemukiman

Bus Sedang Bus Sedang Bus Sedang/ Kecil

Bus Kecil

Ranting dalam kawasan pemukiman

Bus Sedang/ Kecil

Bus Kecil Mobil Penumpang

Umum

Mobil Penumpang

Umum Langsung antar kawasan secara tetap

dan langsung Bus Besar Bus Besar Bus Sedang Bus

Sedang Sumber: Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat No. 274/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan

Tabel 2.7 Pertimbangan dan Kriteria Penetapan Hirarki Trayek

Pertimbangan Kriteria untuk Hirarki Trayek

UTAMA Cabang Ranting Langsung

Jenis Armada Ideal KA, Bus Besar Bus sedang Bus sedang, bus kecil Bus Besar

Tata Ruang (kawasan yang dihubungkan)

Utama ke Utama

Utama ke Pendukung

Pendukung ke Pendukung

Pendukung ke Permukiman

Dalam kawasan permukiman

Lintas kawasan permukiman ke Pendukung dan Utama

Kelas Jalan Kelas III A Kelas III B Kelas III C Kelas III A dan B Lalulintas Jalan Tinggi Sedang Rendah Sedang s.d

DIT. BSTP

Page 36: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-32

Sumber: Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat No. 274/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan

Gambar 2. 19 Konsep Ideal Hirarki Jaringan Trayek Angkutan Umum Perkotaan

Dengan konsep dasar ini maka idealnya di tiap Kota Metropolitan disusun hirarki jaringan trayek angkutan umum yang secara konsisten menghubungkan setiap kawasan yang ada sesuai dengan rencana pengembangan yang ada di dalam rencana tata ruang wilayah.

2.12.3 Kereta Api Perkotaan

Sebagaimana disampaikan pada Tabel 2.7 bahwa di perkotaan peran moda KA sangat diharapkan dalam mendukung pengembangan angkutan umum di Kota Raya dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa untuk klasifikasi trayek utama. Pengaturan mengenai penyelenggaraan moda KA di Indonesia terdapat pada UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan peraturan pelaksanaannya.

Sesuai pasal 5 (2) UU No. 23 Tahun 2007 maka perkeretaaipian umum KA disusun dalam perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antar kota. Dalam perkeretaapian perkotaan maupun antar kota selanjutnya membentuk angkutan KA dimana merupakan kesatuan lintas-lintas pelayanan KA. Kesatuan lintas-lintas pelayanan KA tersebut

Tinggi Permintaan Perjalanan

Besar Sedang Kecil Sedang

Tipe Terminal Tipe A / B Tipe B Tipe C (Pangkalan)

Tipe A, B, C

Trayek utama

Trayek cabang

Trayek ranting

Trayek langsung

Pusat

Utama

Pusat

Utama

Sub Pusat

Permu-

kiman

Permu-

kiman

Sub Pusat

DIT. BSTP

Page 37: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-33

dinamakan jaringan pelayanan perkeretaapian. Pada Pasal 127 (2) jaringan pelayanan KA tersebut meliputi jaringan pelayanan perkeretaapian antar kota dan perkotaan. Jaringan pelayanan KA di perkotaan (pasal 128 (3) UU No.23 Tahun 2007) dapat melampaui 1 provinsi, 1 kabupaten/kota dalam 1 provinsi dan/atau berada dalam 1 kabupaten/kota. Adapun ciri-ciri dari pelayanan lintas utama (pasal 3 (1) PP No. 81 Tahun 1998 tentang Lalulintas dan Angkutan KA adalah sebagai berikut:

melayani jarak jauh atau sedang; menghubungkan antar stasiun yang berfungsi sebagai pengumpul, yang

ditetapkan untuk melayani pelayanan lintas utama;

Lebih lanjut dalam Pasal 6 (1) PP No. 81 Tahun 1998 ditetapkan bahwa pelayanan angkutan KA dalam jaringan pelayanan dilakukan dengan memperhatikan:

terlayaninya seluruh jaringan pelayanan yang telah ditetapkan; tersedianya sarana kereta api; kapasitas lintas; permintaan jasa angkutan pada lintas yang bersangkutan.

2.13 Angkutan Paratransit

2.13.1 Pengertian Paratransit

Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 140, angkutan umum dibagi ke dalam angkutan umum dengan trayek dan angkutan umum non-trayek. Dengan trayek berarti asal dan tujuan angkutan tersebut sudah ditentukan dan memiliki jadwal yang tetap. Sedangkan non-trayek berarti asal dan tujuan angkutan tersebut bebas, tidak ditentukan sebelumnya, begitu pula dengan jadwalnya. UU No 22 Tahun 2009 tersebut pada pasal 142 dan 151 dan Keputusan Menteri Perhubungan No. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum pasal 16 dan 28 membagi angkutan umum-angkutan umum berdasarkan trayeknya seperti pada Gambar 2.20.

DIT. BSTP

Page 38: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-34

Gambar 2. 20 Pembagian Angkutan Umum Menurut Trayeknya

Angkutan kawasan tertentu (angkutan lingkungan) adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang dioperasikan dalam wilayah operasi terbatas pada kawasan tertentu. Untuk lebih jelasnya, angkutan kawasan tertentu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. pelayanan dari pintu ke pintu dalam wilayah permukiman yang ditetapkan masing-masing daerah;

b. dilayani dengan mobil penumpang beroda empat atau berroda tiga, untuk beroda tiga dengan kapasitas tempat duduk tidak lebih dari 4 orang;

c. tarif ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dengan penyedia kendaraan;

d. tidak berjadwal.

Agar bisa beroperasi, angkutan kawasan tertentu harus memiliki izin operasi yang dikeluarkan oleh Bupati/Walikota.

Dalam evolusi pengembangan angkutan perkotaan, klasifikasi angkutan umum berawal dari paratransit, transit, semi rapid transit dan mass rapid transit. Karena angkutan orang di kawasan tertentu tidak memiliki trayek secara khusus maka angkutan umum yang cocok digunakan adalah angkutan paratransit. Ada beberapa pengertian tentang paratransit, di antaranya adalah,

DIT. BSTP

Page 39: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-35

• Paratransit is a flexible demand-responsive form of public transportation intended

for transporting mobility impaired individuals. (Hoang-Phuong Nguyen, Ryan

Yeung, what is paratransit worth)

• Paratransit, or alongside transit, is a demand responsive or dial-a-ride, mode of

public transportation where passengers are picked up at their doorstep or close

by, before being delivered to their destination. (American Public Transportation

Association)

• “An alternative mode of flexible passenger transportation that does not follow fixed

routes or schedules” (Wikipedia entry: http://en.wikipedia.org/wiki/Paratransit; accessed January 2008)

• “publicly available passenger transport services [operating] outside the traditional

public transport regulatory framework” (World Bank 2002: 101).

Secara umum, paratransit adalah alternatif moda transportasi yang melayani angkutan secara door to door, dan memiliki rute dan jadwal yang bebas. Paratransit beroperasi di jalan yang sama dengan moda transportasi lainnya. Tujuan dari program paratransit adalah untuk memastikan bahwa semua orang memiliki akses untuk memenuhi kebutuhan dasar berupa mobilitas dari permukiman ke simpul angkutan umum reguler.

Tabel 2.8 Klasifikasi Angkutan Umum Berdasarkan Moda

Kelas Transportasi Umum

Paratransit Ojek, Bajaj, Becak, Angkutan Kota, Taksi

Street Transit Metromini, Bus Reguler, Rapid Bus, Trolley Bus, Streetcar, Trem

Semirapid Transit Light Rail Transit, Semirapid Bus

Rapid Transit Rubber-tired Monorail, Light Rail Rapid Transit, Mass Rapid Transit

Moda

Sumber: LPPM ITB, 1997

Layanan paratransit sangat bervariasi tergantung dari tingkat fleksibilitas yang ditawarkan dari tiap angkutan paratransit. Yang paling sederhana adalah taksi yang berjalan sepanjang rute yang diminta oleh penumpang, dan berhenti di tempat yang diinginkan penumpang atau saat akan mengangkut penumpang. Sedangkan yang paling fleksibel, angkutan paratransit menawarkan layanan on-demand call up door to door dari asal maupun tujuan manapun. Layanan paratransit dioperasikan oleh lembaga public transit, kelompok masyarakat atau organisasi non-profit, dan perusahaan atau operator swasta.

Paratransit atau demand-responsive transit merupakan jasa angkutan penumpang perkotaan yang berbeda dari layanan transit konvensional dalam beberapa hal. Pertama, paratransit dioperasikan hanya pada jalan-jalan perkotaan dan jalan raya bercampur dengan lalu lintas umum. Kedua, penentuan rute dan penjadwalannya disesuaikan dengan keinginan pengguna. Waktu perjalanan, asal dan tujuan perjalanan merupakan

DIT. BSTP

Page 40: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-36

koordinasi antara pengguna dan agen penyedia, dengan penentuan tarif berdasarkan durasi dan panjang perjalanan. Terakhir, layanan paratransit mungkin tidak selalu tersedia untuk masyarakat umum. Layanan paratransit diklasifikasikan dalam dua kategori:

Semipublic paratransit, tersedia untuk kategori tertentu dari pengguna, seperti anggota komunitas, universitas atau kompleks rumah sakit, atau untuk pelanggan pengguna kendaraan tertentu.

Public paratransit, tersedia untuk setiap individu atau kelompok orang. Contoh taksi dan layanan jitney.

Gambar 2.21 menyajikan karakteristik mode utama dari semipublic dan public

paratransit, termasuk jenis penggunaan, jenis layanan dan perjalanan, persyaratan parkir dan lainnya.

Mode

Type

Private

Semi Public

Public

User

Employer, school, etc.

Individual operator

Transport agency

Personal

Partially personal

Fixed route

Always available

Fixed schedule

Prearranged

On street/by phone

Regular only

All

User

Partially trained driver

Trained driver

≤6

7-15

≥16

Required

Not required

Vanpools

Semi Public Paratransit Public Paratransit

Paratransit (broad definition)

FlexibleJitneysTaxisCar

Sharing

Subscrip-

tion Bus

Vehicle capacity

Parking at each

trip-end

Generic Category

Characteristic

Private

Auto

(Rental

Car)

Type of usage

Vehicle (system)

ownership

Service type by

routing

Method of

getting service

Trips served

Vehicle driver

Gambar 2. 21 Karakteristik Dari Moda Semipublic dan Public Paratransit

Berbagai mode paratransit memiliki peran penting di daerah perkotaan, menyediakan layanan yang menunjukkan karakteristik antara kendaraan pribadi dan transit. Namun, semua paratransit terdiri dari berbagai jenis layanan dan, jika ada, dengan sangat sedikit sekali infrastruktur. Oleh karena itu, paratransit tidak memerlukan perencanaan fasilitas secara jangka panjang dan komprehensif tetapi hanya pertimbangan dalam hal kebijakan transportasi, yang menentukan peran yang optimal dari moda yang berbeda dalam transportasi perkotaan.

DIT. BSTP

Page 41: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-37

2.13.2 Layanan Flexible Transit

Layanan flexible transit memiliki rute dan lokasi pemberhentian yang bervariasi tergantung permintaan dari individu penggunanya. Layanan ini disebut demand-

responsive, atau biasa disebut dial-a-ride (DAR). Dua kekuatan digabungan untuk memajukan penggunaan layanan ini. Pertama, Amerika dengan Americans with Disability

Act (ADA) tahun 1990, layanan demand-responsive untuk penumpang cacat tidak lagi secara menjadi layanan fixed-route yang dapat diakses seluruhnya. Sebaliknya, lembaga transit diminta untuk menentukan cara paling efektif untuk menyediakan transportasi untuk para pelanggan yang cacat termasuk memberi pelayanan khusus bagi mereka dengan layanan fixed-route. Persyaratan keuangan yang diperlukan untuk mengakomodasi permintaan untuk penumpang penyandang cacat mendorong lembaga transit untuk mencari layanan yang lebih hemat. Dengan demikian, lembaga transit mulai mengkoordinasikan desain dan jadwal layanan fleksibel dalam hubungannya dengan layanan fixed-route mereka.

Kedua, sistem fixed-route transit memiliki kesulitan dalam menarik tumpangan di daerah yang tidak padat. Misalnya, pemukiman kepadatan rendah dan pembangunan yang tersebar dengan jaringan jalan yang berbelit-belit merupakan tantangan untuk membuat operasi transit yang efisien. Dengan ADA yang meningkatkan pentingnya layanan operator flexible transit melihat peluang untuk memperkenalkan beberapa kombinasi dari demand-responsive dan layanan fixed-route untuk meningkatkan tumpangan di daerah tersebut atau selama jangka waktu tertentu. Layanan fleksibel ini juga dikenal sebagai layanan hybrid-type transit.

Sisitem yang paling umum dari flexible transit adalah adanya penyimpangan rute. Dalam hal ini, operator transit menyediakan layanan di daerah dengan kombinasi layanan fixed-

route dan on-call pick-up dan drop-off locations. Misalnya, operator di zona penyimpangan rute mungkin diberitahu oleh seorang operator bahwa seorang pelanggan yang menunggu dua blok dari rute dasar. Sebagai tanggapan, driver akan merubah rute-nya untuk mengambil penumpang di lokasi itu dan kemudian kembali ke rute dasar. Demikian pula, penumpang dapat meminta drop-off di lokasi yang beberapa blok jauhnya dari rute dasar.

Dalam sistem kedua, yang dikenal sebagai titik deviasi, sebuah kendaraan transit berangkat dari rute yang tetap di sebuah stasiun. Kendaraan kemudian beroperasi tanpa sebuah rute tetap, dan menurunkan penumpang sebelum kembali ke rute tetap di sebuah stasiun hilir dari titik keberangkatan. Operator juga dapat menyediakan layanan konektor demand-responsive. Dalam hal ini, kendaraan transit mengambil penumpang di lokasi yang ditentukan pengguna dan mengangkut mereka ke terminal fixed-route atau stasiun transfer.

Panjang penyimpangan rute dari fixed-route yang diijinkan bagi operator bervariasi bergantung pada sistemnya. Mereka biasanya ditentukan oleh orang yang

DIT. BSTP

Page 42: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-38

memberangkatkan, yang harus mengendalikan penyimpangan agar berada dalam batas waktu tertentu, sehingga jadwal transit dasar masih bisa dicapai. Praktek penyimpangan rute juga dapat bervariasi dalam satu hari.

Jenis lain yang umum dari layanan flexible transit adalah dial-a-ride (DAR), di mana orang di suatu tempat dapat menghubungi pusat kendali dan meminta layanan pada lokasi tertentu dan pada waktu yang dikehendaki. Operator kemudian merencanakan perjalanan dengan kendaraan pribadi, biasanya minibus, untuk melayani beberapa perjalanan menggunakan rute yang efisien dalam pengumpulan dan pendistribusian penumpang. Ada dua jenis layanan DAR. Layanan many-to-many melayani perjalanan antara dua titik dalam jangkauan layanan. Jenis layanan ini menyediakan kenyamanan bagi pengendara tapi disediakan dengan biaya yang sangat tinggi karena rata-rata tingkat hunian minibus biasanya sangat rendah. Layanan DAR many-to-one dan one-to-many biasanya digunakan untuk melakukan perjalanan ke suatu tempat bangkitan perjalanan seperti stasiun kereta, pusat perbelanjaan, atau rumah sakit.

Operasi demand-responsive memerlukan koordinasi khusus dengan penumpang dan di dalam lembaga. Karena kerumitan operasi, pemasaran dan penyebaran informasi merupakan komponen kunci agar sistem demand-responsive sukses. Penumpang harus menyadari batas-batas zona demand-responsive, jam operasi dan persyaratan untuk mengakses layanan. Sebagai contoh, banyak operator memerlukan pemberitahuan terlebih dahulu 24-jam untuk menyesuaikan jadwal pick-up atau lokasi drop-off. Dalam beberapa kasus mungkin penumpang menjadwalkan perjalanan mereka sekitar 10 sampai 15 menit waktu sebelum keberangkatan yang diinginkan. Tarif yang bervariasi juga sama dengan sistem demand-responsive.

2.13.3 Teknologi Paratransit

Dalam sepuluh tahun terakhir, sebagian besar media dan organisasi paratransit besar telah menerapkan beberapa bentuk teknologi otomasi. Biasanya teknologi ini digunakan pada hal-hal fungsional dasar seperti penjadwalan, routing, penugasan dispatcher dan kendaraan dan sopir. Pengalaman menunjukkan bahwa mengotomatisasi fungsi dasar tersebut dapat menghasilkan keuntungan jangka panjang.

A. Mobile Computing

Ada banyak bentuk dari teknologi mobile computing, beberapa diantaranya yang sering digunakan adalah Automatic Vehicle Location (AVL) dan Mobile Data Computers (MDCs). Teknologi pelacak kendaraan sebelumnya telah digunakan pada truk komersial dan fixed-

route transit. Teknologi ini memungkinkan dispatcher untuk mengetahui lokasi kendaraan yang diberangkatkan. Prinsipnya, kendaraan di-install dengan transponder yang akan berhubungan dengan GPS kendaraan melalui gelombang radio atau jaringan selular. Manfaatnya adalah dispatcher dapat mengetahui kendaraan yang menyimpang terlalu dari jalur yang seharusnya, serta mengetahui berapa lama delay yang dialami oleh

DIT. BSTP

Page 43: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-39

kendaraan tersebut. Dengan begitu, keuntungan dari informasi yang bisa diperoleh adalah :

Jadwal bisa dipastikan sesuai keadaan yang sedang terjadi; Bisa mengirim bantuan apabila dibutuhkan; Mengatur rute kendaraan yang ada di lapangan untuk melayani demand yang

ada; Mengetahui kualitas pelayanan operator paratransit.

Sistem AVL bisa dibeli sendiri, namun bisa juga disertai pelengkapnya taitu MDCs. Dengan MDCs kita dapat memperoleh beberapa data tambahan dari kendaraan saat itu juga. Data-data yang dimaksud adalah seperti lokasi kendaraan, petunjuk arah, informasi dari klien, perubahan jadwal, dan keadaan operator. Beberapa sistem dapat diperluas untuk juga memonitor status kendaraan seperti suhu mesin, pintu terbuka/tertutup, waktu idle, dan sebagainya.

Teknologi ini memberikan manfaat yang lebih besar dalam berupa data akurat yang dapat dianalisa dan digunakan untuk tujuan perencanaan dan manajemen. Di antara unsur-unsur yang sekarang dapat diperiksa secara akurat adalah ketepatan jadwal, kinerja operator dan performa kendaraan. Ketika jadwal dan rute diteliti dengan menggunakan alat analisis spasial, agen paratransit mampu mengidentifikasi pola-pola layanan yang dapat membantu perencanaan ADA dan mengintegrasikan layanan paratransit dengan layanan fixed-route. Data-data tersebut juga dapat digunakan untuk memantau kinerja kontraktor juga. Pada penggunaannya di Seattle, WA, menunjukkan bahwa jika penumpang mengajukan gugatan, menuduh pelayanan yang buruk dan melanggar persyaratan federal, mobile data dapat digunakan untuk memvalidasi atau menyanggah keluhan untuk mengurangi biaya hukum.

B. Costumer Information

Customer service merupakan bagian penting dalam paratransit seperti di industri jasa, dan sebagian besar organisasi telah melakukan investasi yang besar selama bertahun-tahun di layanan call center-nya.

Penyedia paratransit sedang dihtuntut untuk memberikan lebih informasi lebih cepat, waktu kapan saja dan dengan berbagai perangkat. Di lain kata-kata, tidak lagi cukup untuk mengoperasikan call center pada pukul 8.00-18.00 saja. Pengguna paratransit ingin dapat mengakses informasi sepanjang waktu dan untuk melakukannya tanpa harus melalui call center.

DIT. BSTP

Page 44: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-40

Online Service

Layanan berbasis Web merupakan perpanjangan akses ke call center. Internet dapat diakses dari PC, telepon selular, komputer genggam nirkabel, dan perangkat lainnya, menjadikannya dapat digunakan di mana-mana dan dengan biaya yang rendah dapat digunakan untuk menyampaikan layanan 24 / 7 tanpa intervensi manusia. Kebanyakan agen fixed-route menawarkan setidaknya jadwal dan layanan informasi di website mereka, dan banyak di antaranya menambahkan merencanakan perjalanan interaktif, pembelian tiket elektronik, dan sebagainya.

Sistem IVR

Kadang-kadang layanan online memerlukan bantuan manusia untuk melakukan proses yang tidak lagi sederhana seperti seperti mengubah lokasi penjemputan, pemesanan perjalanan baru, memperbarui profil dan sebagainya. Interactive Voice Response (IVR) diciptakan untuk memfasilitasi hal itu.

Secara umum, sistem ini menggunakan suara gateway yang menafsirkan verbal dan / atau tombol instruksi dan mengirimkan mereka ke sistem dan database dengan yang kebutuhan pengguna untuk berinteraksi. Dalam kasus klien paratransit, gateway akan berhubungan dengan database klien untuk mengidentifikasi dan memverifikasi penelpon dan kemudian dengan sistem penjadwalan dan pengiriman yang bisa membuat, memodifikasi, memastikan atau membatalkan perjalanan.

2.13.4 Formalisasi Paratransit

Sejak akhir 1990-an, badan-badan pembangunan internasional telah memberi perhatian yang besar pada spesifikasi dari berbagai kemungkinan peraturan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin keefektifan transportasi (terutama) jalan berbasis layanan transportasi umum.

Dalam skema ini, peraturan yang terkait dengan kontrak manajemen, kontrak biaya kotor, kontraktor biaya bersih, waralaba dan konsesi semua dianggap menyediakan moda yang berbeda dan tingkat persaingan 'for the market', sementara lisensi kuantitas, lisensi kualitas dan pasar terbuka peraturan yang ada menyediakan berbagai tingkat persaingan „in the market'. 'Domain paratransit' yang ada dalam Gambar 2.22 meliputi tiga tipe peraturan yang menyediakan berbagai bentuk kompetisi 'in the market,' dengan formalisasi dari operasi paratransit (transisi ke arah peraturan yang lebih ketat dalam hal perencanaan dan penjadwalan) maka jelas membutuhkan instalasi dari salah satu jenis peraturan terkait dengan persaingan 'for the market.‟

DIT. BSTP

Page 45: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-41

Gambar 2. 22 Tipologi Peraturan Untuk Penyediaan Angkutan Umum Perkotaan dan Potensi Transisinya

Kondisi yang dapat mempengaruhi atau melakukan transisi dari satu jenis peraturan ke peraturan yang lain telah ditunjukkan dalam Gambar 2.22 Secara umum, diakui bahwa tidak ada peraturan yang terbaik dan untuk setiap situasi format umum yang paling tepat harus dipilih dan disesuaikan dengan karakteristik kota yang bersangkutan, yang diantaranya adalah :

• kondisi geografis, karakteristik demografi dan sosial-ekonomi; • kebijakan transportasi saat ini, harga dan tujuan transportasi umum; dan • jenis-jenis dan moda transportasi.

Kebutuhan untuk adaptasi atau penyesuaian dari format peraturan umum ke kekhususan kontekstual situasi lokal yang berbeda jelas relevan untuk penyusunan agenda penelitian. Kota-kota yang dipilih untuk studi kasus sangat bervariasi baik dari segi kerangka kerja kelembagaan mereka saat ini untuk penyediaan transportasi umum melalui kerangka kerja yang mereka telah berevolusi. Khususnya, meskipun kemunculan dan meningkatkan pangsa pasar operasi paratransit minibus-taksi di Cape Town, serta pergeseran yang cukup besar dari masyarakat untuk beralih dari angkutan umum ke angkutan pribadi, jadwal kereta api penumpang dan layanan bis masih dominan di sektor

DIT. BSTP

Page 46: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-42

transportasi umum kota . Hal ini kontras dengan situasi baik di Nairobi, di mana pangsa pasar formal, layanan transportasi umum dengan jadwal tetap relatif terbatas, dan di Dar es Salaam, di mana ia diabaikan (Tabel 2.9).

Tabel 2.9 Pembagian Layanan Moda Transportasi Umum di Kota-kota Studi Kasus

Di samping itu, meskipun hal ini jelas masih harus diselidiki secara metodis, tampaknya jelas bahwa kapasitas kelembagaan dari ketiga kota untuk melakukan perencanaan, regulasi dan pengelolaan peraturan formal layanan transportasi umum cenderung cukup berbeda. Secara umum, variasi tersebut akan dinisbahkan kepada arah yang berbeda dan arah pembangunan tergantung dari sistem transportasi dari masing-masing tiga kota yang bersangkutan, saat ini diwujudkan dalam kecukupan yang lebih besar atau lebih kecil dari kepemilikan aset infrastruktur mereka dan dengan kemampuan yang berbeda, baik dari lembaga sektor publik yang bersangkutan (di bidang atau tingkat pemerintahan yang berbeda) dan operator sektor swasta, untuk menjamin ketersediaan layanan transportasi umum yang lebih efektif.

2.13.5 Biaya Paratransit

Dibandingkan dengan biaya perjalanan penumpang fixed-route, perjalanan menggunakan paratransit lebih mahal - bisa sampai 7-10 kali lebih mahal per perjalanan. Jika layanan angkutan fixed-route adalah angkutan dengan cost yang paling efektif di lingkungan perkotaan yang berpenduduk padat, namun dalam daerah berkembang dan wilayah metropolitan yang lebih luas, biaya penggunaan layanan paratransit untuk memberikan pelayanan transportasi kepada masyarakat mungkin dapat bersaing atau sebenarnya lebih rendah dibandingkan yang mencoba untuk melayani pasar ini dengan layanan fixed-route.

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap biaya keseluruhan perjalanan paratransit meliputi pengembangan, kepegawaian, dan pengoperasian agen paratransit. Operator harus dikontrak dan diberi pelatihan khusus untuk dapat melayani penumpang, securement kursi roda, dan persyaratan perizinan mengemudi. Kendaraan khusus (misalnya, mobil van yang dilengkapi lift dan bus-cutaway) diperlukan untuk menyediakan perjalanan kepada mereka secara fisik tidak dapat menggunakan bis biasa. Penggunaan teknologi untuk memudahkan koordinasi dan pelayanan paratransit juga akan menambah biaya. Namun, dengan memanfaatkan teknologi yang tersedia termasuk mobile data terminal (MDT), komputer, perangkat pendeteksi kendaraan, sistem informasi geografis, teknologi smart card, dan

DIT. BSTP

Page 47: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-43

komputerisasi penjadwalan dan pengiriman perangkat lunak, layanan dapat disediakan lebih efisien dan biaya keseluruhan dapat diturunkan.

Studi terdahulu memfokuskan pada bagaimana teknologi mempengaruhi biaya operasional (Dessouky et al., 2003b; Palmer et al, 2004., 2008) atau bagaimana lembaga publik dapat menghemat biaya dengan mengoptimalkan jadwal untuk dalam menentukan rute (Dessouky et al., 2003a). Fungsi cost biasanya memiliki biaya sebagai fungsi dari ukuran output, ukuran harga-harga faktor (contohnya upah), dan karakteristik operasi lainnya. Talley dan Anderson (1986) tampaknya telah mempublikasikan satu-satunya penelitian tentang analisis biaya paratransit dalam kerangka fungsi biaya. Para penulis mengestimasi fungsi biaya dengan empat ukuran output yang jelas, semua diukur dalam miles of service: layanan mass motorbus, paratransit untuk orang tua dan penyandang cacat, vanpools paratransit, dan layanan dial-a-ride paratransit. Dengan menahan permintaan dan variabel input yang konstan untuk keseluruhan sistem, mereka menemukan bahwa kontribusi marjinal perjalanan layanan dial-a-ride kepada biaya adalah negatif. Hubungan negatif ini terjadi karena tingkat outsourcing yang lebih tinggi yang mungkin terkait dengan tingkat peningkatan produktivitas dengan serikat karyawan, yang takut kehilangan posisi mereka. Di Chicago, kontrak keluar dari layanan paratransit mengalami penurunan biaya sebesar 55 persen disertai dengan meningkatknya tingkat pelayanan, ini adalah akibat dari adanya tenaga kerja non-serikat.

Yang mendasari studi di atas adalah konsep efisiensi. Jika setiap fungsi biaya diestimasi, pengeluaran aktual / oberved cost (E) yang digunakan dalam variabel dependen adalah fungsi dari biaya tidak teramati / unobserved cost (C) dan efisiensi (e), atau seperti pada persamaan (1):

E = E (C,e) (1)

Efisiensi dalam fungsi biaya didefinisikan sebagai efisiensi teknis. Dalam penerapan transportasi, sebuah perusahaan transit dianggap efisien secara teknis jika bisa memproduksi pada batasan produksi yang mungkin (De Borger et al., 2002).

Beberapa studi lain juga menemukan bukti bahwa layanan paratransit dapat dioperasikan lebih efisien. Dalam studi kasus Chira-Chavala dan Venter (1997) Santa Clara Valley Paratransit Service, penulis menemukan bahwa pengenalan sistem smart paratransit dalam bentuk database geografis digital dan sistem penjadwalan perjalanan otomatis mengurangi unit biaya operasional sebesar 13 persen. Hasil ini konsisten dengan Fixed

Effects Regression Analysis of Indiana Paratransit Providers oleh Karlaftis dan Sinha (1997). Para penulis menyimpulkan bahwa subsidi operasi berdampak pada peningkatan efisiensi biaya bagi operator paratransit pribadi namun efek sebaliknya bagi operator publik. Selain itu survei yang dilakukan oleh Pagano et al. (2001) dari operator paratransit di seluruh Amerika Serikat menemukan bahwa keuntungan operator paling banyak di efisiensi, efektivitas, dan kualitas dari penjadwalan dan pengiriman dengan bantuan komputer. Akhirnya, Raleigh, North Carolina mampu untuk menghasilkan biaya rendah

DIT. BSTP

Page 48: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) 2-44

dengan tingkat layanan yang tinggi melalui penggunaan sebuah userside subsidy berbasiskan peraturan (Olason, 2001).

2.13.6 Karakteristik dan Peran dari Paratransit

Paratransit memiliki beberapa karakteristik. Operasinya yang fleksibel atau personal meningkatkan tingkat kenyamanan dan ketertarikan penumpang. Paratransit juga menyediakan aksesibilitas yang diperlukan oleh penumpang cacat dan untuk masyarakat umum. Hal ini dapat membuat layanan transit yang lebih kompetitif atau layak di daerah di mana tingkat ridership nya tergolong rendah. Kecanggihan sistem operasi paratransit telah berkembang dan terus diteliti.

Sistem dari paratransit semakin terintegrasi dengan layanan fixed-route. Kegunaannya sebagai layanan pelengkap yang dapat meningkatkan daya tarik penumpang dalam keseluruhan sistem transit. Pemasaran dari layanan transit tetap dan tidak berkembang. Di negara-negara berkembang, regulasi dan koordinasi layanan paratransit dengan meng-upgrade sistem angkutan reguler adalah tugas utama bagi para perencana transit, yang tidak hanya melibatkan perencanaan teknis tetapi juga kebijakan politik dan kebijakan finansial.

Saat ini angkutan paratransit mendominasi sarana transportasi umum di daerah perkotaan di Indonesia. Angkutan paratransit seperti ojek dan bajaj masih mendominasi pergerakan moda angkutan umum di wilayah residensial. Hal ini disebabkan oleh karena jenis angkutan ini lebih fleksibel dari segi waktu dan pemberhentian.

Diharapkan dalam beberapa tahun kedepan, kebijakan yang membatasi pergerakan moda angkutan paratransit mulai diperbanyak, mengingat rasio kapasitas angkut dibanding ruang yang dibutuhkan bagi kendaraan paratransit ini jauh lebih kecil dibanding moda angkutan transit.

DIT. BSTP

Page 49: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

3-3-

1

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Alur Pikir

Alur Pikir pada Gambar 3.1 akan menjelaskan kondisi eksisting yang melatarbelakangi studi ini, proses yang dilakukan dan Output yang diharapkan. Pada alur pikir juga disampaikan kondisi-kondisi yang mempengaruhi proses dan Output. Outcome dan Benefit dari studi ini juga disampaikan sehingga studi ini dapat berintegrasi dengan studi-studi perencanaan transportasi lainnya.

Sistem atau jaringan angkutan umum merupakan salah satu upaya untuk memberikan mobilitas lebih di wilayah perkotaan. Seperti diketahui, kemacetan lalu lintas merupakan permasalahan utama di seluruh wilayah perkotaan terutama metropolitan besar di seluruh dunia. Oleh karena itu disampaikan suatu metode atau model untuk mengatasi permasalahan kemacetan ini. Best Practice yang telah diakui dan diterima oleh seluruh peneliti transportasi di dunia adalah Travel Demand Management (TDM). Prayundantyo, 2009 menyatakan bahwa skema atau skenario TDM ini merupakan suatu kombinasi dari strategi pull and push. Prayudantyo, 2009 juga telah menyampaikan bahwa strategi pull

yang paling efektif adalah strategi pemindahan moda dan bertumpu pada penerapan jaringan angkutan umum. Sedangkan strategi push adalah penerapan manajemen lalu lintas berupa road pricing dan parking policy.

Berdasarkan arahan tersebut, maka sangat penting untuk mengembangkan suatu jaringan angkutan umum yang dapat melayani hingga door to door service. Dalam perspektif perencanaan transportasi, terdapat 2 fungsi penyediaan jaringan transportasi yaitu sebagai aksesibilitas dan mobilitas. Jaringan angkutan umum sudah terbukti dapat menyediakan fungsi mobilitas dan memang fungsi itu yang diharapkan dilayani oleh jaringan ini di wilayah perkotaan. Tetapi jaringan ini mempunyai kelemahan cukup tinggi di fungsi aksesibilitas. Jaringan angkutan umum harus berpindah moda untuk mencapai door to door service. Perpindahan moda ini membutuhkan suatu proses yang “sleamless” atau lancar dalam suatu konsep integrasi antar moda. Konsep integrasi ini harus dapat diperankan di simpul-simpul transportasi terpilih dimana terintegrasi dengan pusat-pusat kegiatan.

Keharusan untuk menyediakan jaringan-jaringan angkutan umum yang berfungsi meningkatkan aksesibilitas jaringan ini sejalan dengan penyiapan kesinambungan hirarki

DIT. BSTP

Page 50: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

3-2

jaringan. Dalam hirarki jaringan sangat diperlukan untuk membagi jaringan dalam suatu hirarki dengan fungsi dan moda yang berbeda-beda. Di fungsi mobilitas diperlukan moda dengan kapasitas besar dan cepat tetapi di fungsi atau jaringan aksesibilitas sebaliknya diperlukan moda yang kecil dan mudah masuk ke wilayah-wilayah yang kecil. Efisiensi dan efektifitas dari masing-masing moda dengan kapasitas besar dan kecil ini berbeda. Moda dengan kapasitas besar ini membutuhkan demand yang besar agar efektif beroperasi. Moda kapasitas kecil ini tidak harus mengangkut demand yang besar dan dapat ditempatkan pada rute-rute dengan demand yang kecil. Moda dengan kapasitas besar melayani rute-rute yang panjang dengan hinterland yang besar dimana 1 trip dari suatu sarana membutuhkan waktu yang cukup lama. Moda kapasitas kecil sebaliknya melayani rute-rute yang pendek dan merupakan bagian dari hinterland moda dengan kapasitas yang besar. Pergerakan 1 trip dari moda ini membutuhkan waktu yang tidak lama sehingga 1 sarana dapat mempunyai trip yang cukup banyak dalam waktu operasinya. Oleh karena itu masing-masing moda mencapai tingkat kelayakan finansialnya.

Di sisi lain, terdapat kecenderungan pengembangan wilayah permukiman di jaringan-jaringan jalan tol atau jalan arteri. Jaringan-jaringan tersebut tersebar mendekati pusat kegiatan atau menjauhinya. Dengan kemampuan aksesibilitas yang tinggi, perkembangan jalan tol atau arteri ini akan menumbuhkan permukiman di sekitar wilayah pengaruhnya. Kondisi ini merugikan bagi aksesibilitas angkutan umum karena membutuhkan sebaran jaringan yang luas. Terdapat beberapa cara dalam mengatasi ini, dalam studi Perencanaan Teknis Transit Oriented Development (TOD), Kemenhub, 2009 disampaikan bahwa jaringan utama/berfungsi mobilitas angkutan umum harus mempunyai jaringan sekunder untuk meningkatkan cakupan atau hinterlandnya. Jaringan sekunder ini juga berupaya meningkatkan aksesibilitas jaringan angkutan umum terhadap wilayah-wilayah permukiman. Model atau metode ini dilaksanakan karena diasumsikan buruknya jaringan pengumpan atau feeder dari wilayah-wilayah permukiman. Apabila asumsi tersebut terbantahkan maka yang dibutuhkan adalah pengembangan jaringan pengumpan yang melayani seluruh wilayah hinterland.

Di beberapa wilayah terutama di Kota Bandung, terdapat wilayah yang sulit sekali dijangkau oleh angkutan umum. Wilayah tersebut harus dijangkau oleh moda paratransit seperti ojeg atau becak. Tetapi kedua moda ini sepertinya belum dimasukan dalam suatu hirarki jaringan angkutan umum.

Terdapat suatu hipotesis yaitu apabila push strategy belum diterapkan maka pengoperasian angkutan umum tidak akan pernah efektif. Push strategy sangat berguna untuk memaksa pengguna kendaraan pribadi berpindah ke angkutan umum karena adanya biaya transportasi meningkat dan dibandingkan dengan biaya transportasi yang murah. Tetapi kebijakan tersebut juga perlu dibarengi dengan kebijakan pra dan pasca moda baik dengan jaringan angkutan umum maupun Non Motorized Transportation (NMT). Oleh karena itu jaringan pengumpan angkutan umum baik dalam bentuk transit maupun paratransit ini diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan aksesibilitas angkutan

DIT. BSTP

Page 51: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

3-3

umum. Selain itu perbaikan NMT diperlukan juga untuk meningkatkan pra dan pasca moda dengan angkutan umum.

Pada beberapa waktu terakhir ini, isu perubahan iklim atau pencemaran udara ini telah merebak dan menjadi isu besar. Terdapat berbagai macam disagregasi dari pengaruh perubahan iklim baik dalam skala nasional maupun perkotaan. Tiap skala baik nasional maupun perkotaan mempunyai peran untuk menurunkan emisi perubahan iklim. Dari beberapa strategi penurunan emisi perubahan iklim, TDM menjadi salah satu strategi utama bersama dengan perubahan teknologi kendaraan, penggunaan bahan bakar alternatif, pengaturan tata ruang dan pemeriksaan kendaraan.

Perlunya untuk meningkatkan kemapanan dan melengkapi jaringan angkutan umum ke arah jaringan pengumpan. Kemapanan dan kelengkapan jaringan ini merupakan salah satu upaya untuk menjangkau ke seluruh wilayah cakupan dan permukiman. Tentunya di setiap kondisi membutuhkan konsep dan penanganan yang berbeda. Untuk wilayah-wilayah permukiman dimana pengembangnya mempunyai keinginan untuk ditempatkan wilayahnya menjadi simpul-simpul jaringan angkutan umum atau melayani wilayahnya dengan jaringan pengumpan dengan frekwensi yang cukup maka perlu mendapat apresiasi. Apresiasi tersebut perlu disampaikan konsepnya pada studi ini.

3.2 Tahapan Pelaksanaan Studi

Dalam mencapai Output studi yang diharapkan dan Outcome serta Benefit maka perlu ditentukan langkah-langkah studi yang dibutuhkan. Dari alur pikir disepakati bahwa terdapat beberapa analisis yang perlu dilakukan yaitu mengamati jaringan angkutan umum di wilayah permukiman dan jaringan angkutan umum yang dikembangkan oleh pengembang. Pengamatan yang dilakukan berkisar pada sistem operasi, kepengusahaan dan tarif yang diterapkan. Selain itu perlu juga dikaji preferensi dari pengguna angkutan umum maupun yang tidak menggunakan. Preferensi ini penting untuk memberikan gambaran karakteristik operasi dari moda angkutan umum permukiman eksisting atau jaringan angkutan umum yang dikelola oleh pengembang.

Selain itu terdapat metode untuk mengkaji beberapa wilayah permukiman yang berorientasi jalan dan tidak dilalui angkutan umum. Survei persepsi diperlukan juga di wilayah ini untuk memperlihatkan karakteristik dari penduduk di wilayah permukiman jenis ini.

DIT. BSTP

Page 52: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

3-4

Gambar 3.1 Alur Pikir

KESINAMBUNGAN

HIRARKI JARINGAN ANGKUTAN UMUM KE

DOOR TO DOOR SERVICE

MENGURANGI BIAYA

TRANSPORTASI DI WILAYAH PERKOTAAN

BELUM ADANYA

KONSEP JARINGAN

ANGKUTAN UMUM DI WILAYAH

PERMUKIMAN

INSTRUMENTAL INPUT

ENVIROMENTAL INPUT

TDM merupakan konsep yang dikedepankan dalam UU No 22/2009 untuk mengatasi kemacetan di wilayah perkotaan

Pengembangan jaringan angkutan umum merupakan solusi utama TDM bersama dengan Road Pricing dan Parking Policy

Adanya isu perubahan iklim dimana tiap disagregasi wilayah mempunyai peran dalam mengurangi emisi perubahan iklim

Sistem Angkutan Umum atau Public Transport menjadi jaringan utama melayani pergerakan di wilayah perkotaan

Kelemahan jaringan angkutan umum dimana tidak dapat melayani door to door service

Kesinambungan hirarki jaringan angkutan umum sampai ke door to door service

Tingginya biaya feeder pergerakan di Indonesia termasuk di dalam wilayah perkotaan

Pengembangan wilayah permukiman yang berada di jalur jaringan jalan arteri atau jalan tol

Pengembangan wilayah permukiman yang jauh dari pusat-pusat kegiatan yang menjadi simpul-simpul (terminal) angkutan umum

Belum adanya penerapan traffic regulation atau manajemen lalu lintas menjadi push strategy beralihnya pengguna jalan ke angkutan umum

Sistem angkutan umum yang belum mapan (“establish”)

Pedoman Konsep Pengembangan Jaringan

Angkutan Umum di

Wilayah Permukiman

PENGEMBANGAN KONSEP

JARINGAN ANGKUTAN UMUM

DI WILAYAH PERMUKIMAN

DIT. BSTP

Page 53: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

3-5

Langkah kerja terdiri 4 tahapan seperti biasanya. Tahap pertama berisi langkah untuk mencapai tujuan yang akan dirangkum pada tahap akhir yaitu tahap penyempurnaan, yang terdiri dari kegiatan sebagai berikut:

(1) Tahap Persiapan, meliputi kegiatan:

a. Inisiasi studi berupa konsolidasi tim, studi literatur, dan pemantapan metodologi, b. Persiapan survai berupa survai primer dan sekunder

c. Persiapan analisis, terutama identifikasi potensi angkutan barang, kajian

perundangan dan idealisasi kelembagaan-pengusahaan

(2) Tahap Pengumpulan Data, meliputi kegiatan:

a. Pelaksanaan desk studi berupa pengumpulan best practice atau model-model jaringan angkutan umum permukiman atau pengumpan dan kajian tarif angkutan umum dari negara lain. Selain itu studi-studi terdahulu terkait juga perlu dikaji.

b. Pelaksanaan survei primer berupa mengamati jaringan angkutan umum di wilayah permukiman. Selain itu juga terdapat survei persepsi pengguna angkutan umum permukiman eksisting dan pengguna yang tidak menggunakan baik di wilayah permukiman yang sudah dilalui jaringan angkutan umum permukiman maupun tidak

(3) Tahap Analisis, meliputi kegiatan:

a. Tipologi dari kondisi pelayanan berupa jaringan, sistem operasi dan kepengusahaan dari beberapa pengamatan jaringan angkutan umum di wilayah permukiman

b. Idealisasi dari pengembangan jaringan angkutan umum di wilayah permukiman dan jaringan pengumpan

c. Kajian persepsi dari karakteristik pengguna angkutan umum permukiman baik di wilayah permukiman yang sudah dilayani oleh angkutan umum maupun belum

d. Kajian pentarifan dari hasil pengamatan dan Best Practice

(4) Tahap Penyempurnaan, meliputi kegiatan:

a. Penyempurnaan substansial dan editorials sesuai masukan dari pemberi kerja,

b. Pembuatan ringkasan (executive summary) hasil studi.

DIT. BSTP

Page 54: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

3-6

Gambar 3.2 Metodologi Studi

SURVEI DESK STUDY - Mengumpulkan model-model atau Best Practice

pengembangan angkutan permukiman atau pengumpan

- Mengumpulkan model-model atau Best Practice dalam perhitungan tarif

- Mengumpulkan dan mengkaji studi-studi

terdahulu yang pernah ada

PERSIAPAN SURVAI

- Persiapan form survai sekunder - Persiapan daftar data sekunder - Persiapan daftar studi perencanaan

lainnya untuk update data

Pengembangan Konsep Angkutan Permukiman dan Pengumpan

- Tipologi kelas permukiman - Konsep jaringan dan sistem operasi - Pentarifan - Kepengusahaan

KAJIAN AWAL - Tipologi dari kondisi pelayanan angkutan permukiman

berupa jaringan, sistem operasi dan kepengusahaan - Idealisasi dari jaringan, sistem operasi dan

kepengusahaan - Persepsi atau preferensi dari pelayanan angkutan

umum di wilayah permukiman - Mempunyai gambaran tentang tarif di beberapa lokasi

angkutan umum

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

- Penyusunan Pedoman - Perbaikan

- Kesimpulan dan Rekomendasi

SURVEI LAPANGAN (PRIMER/SEKUNDER)

- Survei ke jaringan angkutan umum yang masuk ke wilayah permukiman

- Survei wawancara instansi tentang kondisi angkutan permukiman

- Melakukan survei preferensi tentang suatu pelayanan angkutan umum di wilayah permukiman

- Survei terhadap operator

INISIASI STUDI

- Konsolidasi tim - Studi literature - Penajaman metodologi

DIT. BSTP

Page 55: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

3-7

3.3 Kebutuhan data

Kebutuhan data terkait dengan kebutuhan analisis Perencanaan Teknis Penyusunan Pelayanan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ini. Data-data desk study dari internet, rencana pengembangan sistem paratransit serta rencana pelayanan angkutan orang di beberapa kota di Indonesia diperlukan untuk menganalisis kebutuhan pelayanan angkutan orang di Indonesia Pada dasarnya data akan diperoleh dari 2 sumber utama, yakni:

a. Data sekunder: berupa data internet dan data perencanaan sistem paratransit serta

rencana pelayanan angkutan orang di beberapa kota-kota besar di Indonesia

Tabel 3.1 Daftar Kebutuhan Data dan Sumber Potensial

No Kelompok Data

Jenis Data Sumber Potensial

1. Perundangan yang berlaku

Perundangan sistem transportasi eksisting

Dephub

2 Data Model atau Best Practice Jaringan Angkutan Permukiman dan Pengumpan di beberapa negara

2.a Konsep jaringan dan sistem operasi

Internet Internet

2.b Konsep pengusahaan 2.c Pentarifan

3.

Pengamatan kondisi pelayanan dan kinerja angkutan umum permukiman dan jaringan pengumpan

3.a Konsep Jaringan dan sistem operasi

Survei primer

3.b Konsep pengusahaan 3.c Pentarifan

4.

Survei persepsi karakteristik

4.a Pengguna angkutan permukiman

Survei primer

4.b Intansi dan Non pengguna angkutan permukiman 4.c Pengusaha atau Operator Angkutan permukimna

Survei primer

5. Data kewilayahan 6.a Rencana pengembangan wilayah

BAPPEDA

6.b Rencana pengembangan jaringan Angkutan Umum, angkutan umum permukiman dan pengumpan

6. Studi-studi terdahulu Studi tentang Angkutan Umum Permukiman dan jaringan pengumpan

Kementrian Perhubungan, BAPPEDA

DIT. BSTP

Page 56: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

3-8

3.4 Pengembangan Pedoman

Berdasarkan proses analisis yang dilakukan sebelumnya dapat ditarik sejumlah kesimpulan penting yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam menyusun strategi dan program pengembangan sistem transportasi multimoda, baik yang sifatnya teknis/fisik maupun kebijakan yang perlu ditempuh dalam rangka perwujudannya.

Gambar 3.3 Alur Pikir Perumusan Kebijakan

Untuk dapat menyusun strategi dengan baik terdapat beberapa langkah yang harus diikuti sebagai berikut:

Masukan: Tujuan, data kondisi eksisting penyediaan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan transportasi dan permintaan perjalanan berikut variabel-variabel terkait, alternatif skenario perencanaan, dan masukan serta tangkapan isu-isu yang berkembang di masyarakat baik lokal, regional, nasional, bahkan internasional,

Proses: kajian akademis yang termasuk pada analisis awal

Keluaran: Rekomendasi Visi/Misi, Kebijakan, Program Strategis dan Rencana-rencana Aksi dalam suatu koridor tahun tertentu.

Rekomendasi strategi yang dikeluarkan dari studi ini terdiri dari 2 kelompok umum, yakni:

Soft measures: terkait dengan sistem kepengusahaan, kelembagaan, pentarifan dan dukungan regulasi dalam mewujudkan sistem angkutan permukiman dan jaringan

DIT. BSTP

Page 57: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

3-9

pengumpan yang termasuk dalam kegiatan penciptaan efisiensi sistem transportasi di wilayah perkotaan.

o Strategi umum (grand strategy) dalam jangka pendek, menengah, dan panjang,

o Program umum untuk mengimplementasi grand strategi sesuai dengan tahapannya,

o Rekomendasi kebijakan pendukung implementasi: tarif, investasi, insentif, dll,

Hard measures: terkait dengan tipologi pengembangan jaringan dan sistem operasi di beberapa wilayah permukiman.

Alur pemikiran penyusunan strategi dan program diperlihatkan pada Gambar 3.3. Pada gambar tersebut dijelaskan bahwa visi dan misi suatu badan atau negara akan mempengaruhi tujuan atau descriptive objective suatu badan atau negara tersebut. Selanjutnya perlu dibuat suatu strategi umum untuk mengejawantahkan visi dan tujuan yang telah tersusun tersebut. Strategi umum ini merupakan arah dari suatu kebijakan dalam suatu sektor tertentu dan menjadi pegangan umum dalam melaksanakan program atau prioritas program yang nantinya akan terpilih.

DIT. BSTP

Page 58: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-1

BAB 4. GAMBARAN WILAYAH STUDI

4.1 Medan

4.1.1 Kondisi Tata Ruang

Kota Medan secara bentuk kota terlihat unik. Kota ini berbentuk memanjang dari Utara-Selatan dengan mempunyai batas utara Selat Malaka dan batas Barat, Timur dan Selatan adalah Kabupaten Deli Serdang.

Penggunaan tata guna lahan juga cukup unik. Wilayah Kota Medan didominasi oleh tata guna lahan permukiman. Sedangkan wilayah Kabupaten Deli Serdang banyak terdapat perkebunan terutama kelapa sawit. Ruang terbuka banyak terdapat di Kabupaten Deli Serdang.

Gambar 4. 1 Kondisi Tata Ruang Kota Medan

DIT. BSTP

Page 59: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-2

Sumber: MMUDP, 2005 Gambar 4. 2 Rencana Tata Ruang Kota Medan

Setidaknya terdapat 3 (tiga) teori utama tentang gambaran pola perkembangan kota yang selama ini dijadikan bahan analisis dalam mengidentifikasi kecenderungan pola perkembangan suatu kota maupun dalam menentukan pola pengembangan kota dimasa mendatang, yaitu :

a) Teori Lingkaran Konsentrik (concentric zone theory) yang dikembangkan oleh Ernest Burgess (1923). Teori ini mengidentifikasi 5 zona penggunaan lahan, yaitu:

• Kawasan pusat kegiatan usaha/niaga (central business district-CBD) yang merupakan pusat kegiatan; • Zona transisi yang mencampurkan penggunaan komersial dan industri; • Zona perumahan penduduk berpendapatan rendah; • Zona perumahan penduduk berpendapatan sedang; • Zona perumahan penduduk commuter; b) Teori Sektor (sector theory) yang dikembangkan oleh Homer Hoyt (1939) menyatakan bahwa kota-kota tumbuh tidak dalam zona-zona konsentrik saja, tetapi dalam sektor-sektor dengan jenis-jenis perkembangan yang serupa.

DIT. BSTP

Page 60: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-3

c) Teori Banyak Pusat (multiple nuclei theory) dikembangkan oleh Chauncy Harris

dan Edward Ullman (1945), yang mengemukakan bahwa pola-pola penggunaan tanah dipandang sebagai serangkaian pusat, yang masing-masing mempunyai fungsi yag berbeda. Setiap pusat berkembang dari interdependensi ruang dari fungi-fungsi tertentu. Lihat Gambar 4.3.

Gambar 4. 3 Teori-teori Perkembangan/Penggunaan Tanah Perkotaan

Mengacu kepada 3 (tiga) teori di atas, dan dikaitkan dengan perkembangan pola penggunaan lahan Kota Medan yang digambarkan dalam bentuk stadia perkembangan Kota Medan, terlihat bahwa pola perkembangan/penggunaan lahan perkotaan Kota Medan lebih mendekati Teori Lingkaran Konsentrik (concentric zone theory) karena sejak periode tahun 1970-an terjadi perkembangan yang hanya memusat di pusat kota saja, kemudian berkembang secara merata ke luar pusat kota. Lihat Gambar 4.4.

Gambar. 6.4.

TEORI-TEORI POLA PERKEMBANGAN /PENGGUNAAN TANAH PERKOTAAN

IV

III

II

ILoop

V

Central BusinessDistrict (CBD)

Zone in transition

Zone of workmenshomes

Residential zone

Commuters zone

The Concentric Zone Theory

of Metropolitan Growth

1. Central Business District (CBD)

2. Wholesale light manufacturing

3. Low-class residential

4. Medium-class residential

5. High-class residential

6. Heavy manufacturing

7. Outlying business district

8. Residential sub-urban

9. Industrial sub-urban

10. Commuters zone

Multiple Nuclei Theory

of Urban Growth

5

43

3

2

3

6

9 8

1

7

10

10

1. Central Business District (CBD)

2. Wholesale light manufacturing

3. Low-class residential

4. Medium-class residential

5. High-class residential

Sector Theory

of Urban Growth

`

3

3

III

2

2

3

3

1

4

4

53

GAMBAR 4.3

DIT. BSTP

Page 61: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-4

Gambar 4. 4 Stadian Perkembangan Kota Medan

Aplikasi dari teori/konsep tersebut dituangkan dalam bentuk identifikasi cluster-cluster (kelompok perkembangan yang saling terkait). Cluster-cluster yang diidentifikasikan dan diprioritaskan pengembangannya adalah :

a). Cluster Pusat Kota dengan fungsi utama sebagai : pusat perdagangan dan jasa;

b). Cluster Kawasan Utara dengan fungsi utamanya sebagai: kawasan industri, pelabuhan, pariwisata dan perikanan.

Sumber : RUTRK Kota Medan 2005

DIT. BSTP

Page 62: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-5

c). Cluster Kawasan Selatan dengan fungsi utamanya sebagai: Ruang Terbuka Hijau.

Dalam konteks rencana struktur ruang Kota Medan perlu disusun rencana sistem pusat-pusat pelayanan yang terdiri Pusat Primer dan Pusat Sekunder. Pusat Sekunder harus terintegrasi dengan Pusat Primer. Pengembangan struktur ruang Kota Medan dilakukan dengan beberapa pertimbangan antara lain:

1. Mengembangkan kawasan Utara Medan menjadi Kawasan Strategis Kota (KSK) dengan memperhatikan potensi dan peranan kawasan utara yang memiliki pelayanan regional dan internasional, antara lain:

Dengan memperhatikan peran penting Pelabuhan Belawan dalam pergerakan arus barang dari dan ke wilayah Sumatera Utara yang melayani sekitar 84,5 % arus masuk dan 77 % arus keluar Sumatera Utara.

Pelabuhan Belawan merupakan outlet-inlet point utama yang memegang peranan penting dalam sistem perhubungan laut antara Sumatera Utara dengan wilayah lainnya;

Dalam rangka mengembangkan perdagangan dalam skala regional, nasional, dan internasional ditempuh dengan meningkatkan kemampuan Pelabuhan Belawan menjadi pelabuhan Hub Internasional;

2. Berdasarkan arahan kebijakan Kawasan Perkotaan Mebidangro, kawasan utara diarahkan sebagai pengembangan:

Pelabuhan penumpang (TOD), pelabuhan laut peti kemas internasional, kawasan industri, pergudangan dan ekspedisi, Export Processing Zone (EPZ) dan pusat permukiman.

Pusat perdagangan (TOD), pusat pelayanan kawasan industri, kawasan industri high technology, pusat permukiman industri, perlindungan kawasan dan bangunan bersejarah, water front city, dan theme park.

3. Untuk mewujudkan fungsi dan peranan kawasan Utara sebagai kawasan yang memiliki pelayanan regional dan internasional, maka perlu adanya suatu pusat pelayanan di utara yang juga memiliki skala pelayanan regional (primer), yang disebut dengan istilah Pusat Primer Utara;

4. Sedangkan pusat kota tetap dipertahankan fungsinya sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa skala regional.

5. Kawasan ex Polonia seluas 590 ha merupakan kawasan bernilai jual tinggi karena lokasinya yang berada dipusat kota. Mengingat tingginya harga lahan dan lokasinya yang strategis, daerah ini sesuai untuk dikembangkan sebagai pusat kegiatan kommersial atau untuk perumahan kelas menengah atau menengah atas dengan kepadatan tinggi. Disamping bernilai jual tinggi, kawasan ini juga

DIT. BSTP

Page 63: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-6

merupakan paru-paru kota Medan mengingat makin padatnya pembangunan di dalam Kota Medan sendiri dan kurangnya fasilitas taman dan rekreasi dalam kota.

Pada lokasi ini akan dibangun dan dikembangkan sebagai pusat keuangan bertaraf nasional dan regional. Untuk mencapai hal ini pusat keuangan ini dirancang dengan kombinasi pengembangan sarana perkantoran, perbelanjaan, konvensi, rekreasi dan hiburan sehingga menjadi pusat baru yang hidup dan menarik (CBD). Pada kawasan ini dapat juga dikembangkan kawasan perkantoran Pemerintahan Provinsi dan Pemerintah Kota untuk mengurangi arus pergerakkan menuju ke Kawasan Pusat Kota dan sekaligus mempermudah akses penduduk untuk memperoleh pelayanan di satu kawasan.

6. Pada wilayah pusat kota dan CBD Polonia yang juga memiliki pelayanan regional juga akan dilayani oleh satu pusat pelayanan regional yang wilayah pelayanannya lebih besar dari Pusat Primer Utara, yang disebut dengan Pusat Primer Pusat Kota;

7. Dengan demikian maka di Kota Medan akan memilikin dua pusat primer, 1 (satu) pusat primer di utara dan 1 (satu) pusat primer di Pusat Kota.

8. Untuk menghubungkan wilayah Utara (Pusat Primer Utara) dan wilayah Pusat Kota (Pusat Primer Pusat Kota) akan dikembangkan transportasi Multimoda dengan tulang punggung transportasi massal Kereta Api.

Untuk mendukung rencana struktur wilayah yang akan direncanakan, wilayah Kota Medan dibagi menjadi 9 (sembilan) Bagian Wilayah Kota (BWK). Untuk lebih jelasnya pembagian BWK adalah sebagai berikut :

1. BWK Belawan terdiri dari Kecamatan Medan Belawan. 2. BWK Medan Labuhan terdiri dari Kecamatan Medan Labuhan. 3. BWK Medan Marelan, terdiri dari Kecamatan Medan Marelan. 4. BWK Medan Perjuangan terdiri;

Kecamatan Medan Perjuangan, dan Kecamatan Medan Tembung.

5. BWK Medan Area terdiri dari Kecamatan Medan Area, Kecamatan Medan Kota (kecuali Kelurahan Pusat Pasar, Pasar Baru dan

Kelurahan Mesjid. Ketiga kelurahan tersebut masuk kedalam BWK Pusat Kota),

Kecamatan Medan Denai, dan Kecamatan Medan Amplas.

6. BWK Pusat Kota terdiri dari; Kecamatan Medan Polonia; Kecamatan Medan Maimun; Kelurahan Darat dan Petisah Hulu (Kecamatan Medan Baru);

DIT. BSTP

Page 64: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-7

Kelurahan Petisah Tengah dan Sekip (Kecamatan Medan Petisah); Kelurahan Kesawan dan Silalas (Kecamatan Medan Barat); Kelurahan Persiapan Perintis dan Gang Buntu (Kecamatan Medan Timur); Kelurahan Pusat Pasar, Pasar Baru dan Kelurahan Mesjid (Kecamatan

Medan Kota) 7. BWK Medan Helvetia, terdiri dari;

Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Medan Petisah (kecuali Kelurahan Petisah Tengah dan Sekip.

Kedua kelurahan tersebut masuk dalam BWK Pusat Kota); Kecamatan Medan Sunggal.

8. BWK Medan Selayang terdiri dari; Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Baru (kecuali Kelurahan Darat dan Petisah Hulu. Kedua

kelurahan tersebut masuk dalam BWK Pusat Kota); Kecamatan Medan Selayang, dan Kecamatan Medan Johor.

9. BWK Medan Timur terdiri dari; Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan Timur (kecuali Kelurahan Persiapan Perintis dan Gang

Buntu. Kedua kelurahan tersebut masuk dalam BWK Pusat Kota); Kecamatan Medan Barat (kecuali Kelurahan Kesawan dan Silalas. Kedua

kelurahan tersebut masuk dalam BWK Pusat Kota); Lihat Gambar 4.5.

DIT. BSTP

Page 65: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-8

Gambar 4. 5 Pembagian BWK Kota Medan

Sistem pusat pelayanan Kota Medan direncanakan terdiri atas 2 (dua) pusat primer, yaitu satu Pusat Primer di Utara dan 1 (satu) Pusat Primer di Pusat Kota dan didukung oleh 8 (delapan) Pusat Sekunder yang sekaligus juga sebagai Pusat-pusat BWK. Adanya dua pusat ini dimaksudkan untuk lebih mendorong perkembangan kota ke arah utara agar perkembangan kota antara bagian selatan dan utara dapat lebih merata. Pengembangan

DIT. BSTP

Page 66: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-9

Pusat Primer Utara juga merupakan upaya untuk mengurangi ketergantungan yang sangat tinggi terhadap Inti Pusat Kota Medan. Pengembangan pusat-pusat sekunder pada setiap Bagian Wilayah Kota (BWK) berfungsi sebagai penyangga dua pusat primer dan meratakan pelayanan pada skala bagian wilayah kota. Penyebaran pusat sekunder juga dimaksudkan untuk mendukung keserasian perkembangan kegiatan pembangunan antar bagian wilayah kota. Dengan demikian maka setiap BWK atau Pusat BWK berfungsi sebagai Pusat Sekunder.

Gambar 4. 6 Rencana Sistem Pusat-pusat Pelayanan Kota Medan

DIT. BSTP

Page 67: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-10

Gambar 4. 7 Rencana Pola Tata Ruang Kota Medan 2028

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa di Kota Medan akan ada dua Pusat Primer dan delapan Pusat Sekunder yang mewakili masing-masing BWK. Kriteria lokasi dari masing-masing pusat sekunder dan pusat primer ditetapkan sebagai berikut:

1. Memiliki kegiatan ekonomi yang ditandai dengan adanya kegiatan jasa dan perdagangan;

2. Memiliki aksesibilitas yang cukup tinggi, seperti berada pada jalur jalan arteri dan kolektor; jalan lingkar, jalan tol, dan stasiun kereta api;

3. Kawasan yang memiliki nilai-nilai historis, seperti: kota/permukiman lama, bekas wilayah kesultanan Deli, perkebunan tembakau Belanda, situs bersejarah pertemuan Sungai Deli dengan Sungai Babura, permukiman pribumi di jaman Belanda dan lain sebagainya;

4. Penggunaan lahan eksisting yang mendukung fungsi kegiatan;

DIT. BSTP

Page 68: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-11

5. Potensi pengembangan kawasan dan memiliki ketersediaan lahan pengembangan; 6. Komitmen Pemda, berupa kebijakan yang ada terhadap kawasan.

4.1.2 Kondisi Transportasi

Dari survei TC dari Studi Perencanaan Angkutan Umum Berbasis Jalan (BRT) di Kawasan Medan didapat hasil bahwa volume lalu lintas terbesar terlihat di ruas Jalan Simatupang, baik pagi maupun sore. Selain itu volume lalu lintas di ruas-ruas jalan di Wilayah CBD Medan juga tinggi meskipun tidak setinggi Jalan Sisingamaraja.

Secara kinerja terlihat bahwa kondisi jaringan jalan di Kota Medan rata-rata adalah 0.52. Cukup baik untuk kawasan perkotaan. Tapi kinerja jaringan jalan ini perlu diperiksa dengan kinerja kecepatan operasi di ruas-ruas jalan tersebut. VCR yang baik belum tentu menghasilkan indikator kecepatan operasi yang baik. Tundaan di jalan tidak hanya disebabkan oleh rendahnya kapasitas jalan melainkan juga gangguan samping, mix traffic antara mobil, motor kendaraan unmotorozied dan operasi angkutan umum. Selain itu kondisi persimpangan juga akan mempengaruhi kinerja indikator kecepatan operasi. Jalan yang mempunyai VCR tinggi adalah Jalan Sisingamaraja (0.80), tetapi kondisi tersebut hanya terjadi pada pagi hari, sedangkan sore hari tidak terjadi. Kecepatan rata-rata di sekitar CBD Kota Medan sedikit lebih baik dibandingkan pagi hari yaitu 0.51.

Permasalahan kemacetan di CBD Kota Medan disebabkan oleh demand yang besar. Permasalahan persimpangan yang sudah tidak efektif lagi menggunakan lampu lalu lintas menjadi sebab utama kemacetan di CBD Kota Medan. Di Jalan Muh Yamin ada permasalahan pasar dimana mengganggu kapasitas jalan. Di beberapa jalan seperti Muh Yamin, MT. Haryono perlintasan menjadi sebab lain kemacetan atau pengurangan kecepatan rata-rata. Kota Medan mulai harus memikirkan pengembangan Transportasi Massal dengan bertumpu pada KA dan BRT. Wilayah perkotaan sudah tidak mungkin lagi dilayani oleh kendaraan pribadi

DIT. BSTP

Page 69: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-12

Gambar 4. 8 Hasil Perhitungan TC di Pagi Hari di Kota Medan

Tabel 4. 1 Hasil Kinerja Jaringan Jalan di Pagi Hari di Kota Medan

DIT. BSTP

Page 70: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-13

Gambar 4. 9 Hasil Perhitungan TC di Sore Hari di Kota Medan

Tabel 4. 2 Hasil Kinerja Jaringan Jalan di Sore Hari di Kota Medan

DIT. BSTP

Page 71: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-14

Tabel 4. 3 Lokasi Survey dan Hasil Perhitungan Volume Lalu Lintas di Ruas Jalan

No Lokasi Volume Lalu Lintas

(smp/jam)

1 Jl. Gatot Subroto Km 17 (Gatot Subroto – Pusat Kota)

2.828

2 Jl. Binjai Km 10 Kp. Ilalang (Binjai – Gatsu) 2.415 3 Ruas Aksara - Pringadi 3.122 4 Ruas Kamp Baru - Juanda 3.326 5 Ruas Simalingkar – Pusat Kota 3.570 6 Ruas Belawan – Medan 3.601 7 Ruas Amplas – Tugu 4.166 8 Jl. Kapten Sumarsono 3.849 9 Jl. Jamin Ginting 3.566 10 Jl. Iskandar Muda 2.735 11 Jl. Gatot Subroto 3.431 12 Jl. Jenderal AH. Nasution 3.172 13 Jl. Putri Hijau 4.058 14 Jl. Brigjen Katamso 4.240 Sumber : Tatralok Kota Medan, 2008

Di Kota Medan, terdapat beberapa ruas jalan dengan dimensi potongan melintang yang cukup lebar. Maka ruas-ruas tersebut akan memiliki kecepatan tempuh yang cukup tinggi pada kondisi lalu lintas rendah. Namun, kecepatan tempuh tersebut akan menjadi sangat rendah pada kondisi lalu lintas puncak, mengingat pada kondisi puncak, volume lalu lintas yang melewatinya (terutama pada ruas-ruas dalam CBD) sudah cukup jenuh dengan tingkat gangguan samping (kendaraan lambat, parkir, pejalan kaki dan pedagang K-5) yang cukup tinggi.

Sementara itu, pada sebagian ruas-ruas jalan lainnya, dimana volume lalu lintasnya tidak terlalu jenuh meski pada jam puncak, kecepatan tempuhnya tetap tinggi, bahkan diatas 60 km/jam.

DIT. BSTP

Page 72: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-15

Tabel 4. 4 Data Kecepatan Tempuh Ruas Jalan di Kota Medan

No Nama Ruas Jalan Kecepatan Rata-rata Hasil

Survey

(km/jam)

1 Jalan Balai Kota 34,39

2 Raden Saleh 23,33 3 Imam Bonjol(R. Saleh – Suka Mulia) 31,64 4 Imam Bonjol (Palang Merah – Letjen

Suprapto) 29,55

5 Imam Bonjol(Letjen Suprapto - Juanda)

23,94

6 Palang Merah 35,96 7 Letjen Suprapto 31,66 8 Pemuda 25,67 9 Ahmad Yani 27,26 10 Kereta Api 30,89 Sumber : Tatralok Kota Medan, 2008

Sumber: Hasil Survei Primer, 2009 Gambar 4. 10 Hasil Survei Kecepatan di Kota Medan (Pagi Hari)

DIT. BSTP

Page 73: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-16

Sumber: Hasil Survei Primer, 2009 Gambar 4. 11 Hasil Survei Kecepatan di Kota Medan (Pagi Hari)

4.2 Semarang

4.2.1 Kondisi Tata Ruang

Wilayah Metropolitan Semarang berada di dalam suatu kawasan gabungan beberapa kabupaten/kota yang dinamanakan Kedungsapur (Kendal, Ungaran, Semarang, dan Purwodadi). Secara batas administratif wilayah Kedungsapur dijelaskan pada Gambar

4.12.

DIT. BSTP

Page 74: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-17

Gambar 4. 12 Wilayah studi Kedung Sepur

Jumlah penduduk pada wilayah studi (Kedungsapur) tahun 2004 sebesar 5.703.061 jiwa. Jumlah itu adalah 18 persen dari total penduduk di Jawa Tengah. Secara rinci jumlah penduduk yang berada di wilayah Kedungsapur disajikan pada Tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5 Jumlah penduduk

No Kabupaten/kota Tahun

2000 2001 2002 2003 2004

1 Kabupaten Grobogan

1.257.958 1.271.500 1.289.937 1.299.175 1.314.280

2 Kabupaten Demak

965.499 984.741 1.009.863 1.024.934 1.044.978

3 Kabupaten Semarang

828.169 834.314 842.242 879.785 885.500

4 Kabupaten Kendal

845.370 851.504 859.471 882.145 887.091

5 Kota Salatiga 150.201 155.244 163.079 158.112 164.979 6 Kota Semarang 1.341.730 1.353.047 1.455.994 1.389.416 1.406.233

Sumber: Jawa Tengah dalam Angka (2005)

DIT. BSTP

Page 75: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-18

100.000

300.000

500.000

700.000

900.000

1.100.000

1.300.000

1.500.000

1.700.000

2000 2001 2002 2003 2004

Kabupaten Grobogan

Kabupaten Demak

Kabupaten Semarang

Kabupaten Kendal

Kota Salatiga

Kota Semarang

Sumber: Jawa Tengah dalam Angka, diolah (2005) Gambar 4. 13 Grafik Tren Pertumbuhan Penduduk

Kondisi penduduk pada wilayah studi rata-rata mengalami perkembangan jumlah penduduk yang memiliki tren perkembangan jumlah penduduk yang fluktuaktif. Perkembangan itu dinilai memiliki jumlah yang tidak konstan, dikarenakan pada beberapa zona studi perkembangan jumlah penduduknya selalu naik. Hal ini dipengaruhi oleh faktor tingkat kematian, kelahiran, urbanisasi, transmigrasi, imigrasi dan juga desakan ataupun pengambilan kebijakan dalam pengembangan wilayah. Tren pergeseran penduduk pada wilayah studi berdasarkan pertumbuhan jumlah penduduk tiap zona digambarkan pada grafik berikut.

Kepadatan penduduk di wilayah studi tahun 2004 dipaparkan pada Gambar 4.14 berikut ini.

DIT. BSTP

Page 76: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-19

Keterangan

: 10 orang/km2

Sumber: Jawa Tengah dalam Angka, diolah (2005) Gambar 4. 14 Kepadatan Penduduk Pada Wilayah Studi

Pada gambar di atas, diketahui tingkat kepadatan yang tinggi ada di Kota Semarang. Hal ini disebabkan selain jumlah penduduk Kota Semarang paling padat diantara kabupaten/kota di wilayah studi, juga memiliki luas wilayah yang terkecil pada pembagian zona wilayah studi.

Strategi pengembangan untuk wilayah Kedungsapur dapat dilakukan dengan beberapa alternatif pembangunan yang sesuai dengan tujuan tata ruangnya, pembangunan itu antara lain dapat diikuti dalam tulisan berikut ini.

a. Pembangunan dengan menitikberatkan pada pertumbuhan

Alternatif ini dilakukan dengan mengalokasikan pembangunan pada daerah-daerah yang pertumbuhan dan pengembangan pembangunannya tinggi. Daerah yang termasuk kawasan ini adalah daerah di sekitar jalan arteri Kota Semarang dan sekitarnya yang terhubung dengan jalan antar kota yaitu Weleri-Kendal-Semarang-Ungaran-Bawen-Salatiga dan Semarang-Sayung-Demak.

Konsep dan strategi yang akan diterapkan pada alternatif ini adalah dengan metode berikut ini

1). Strategi pengembangan pusat-pusat pertumbuhan utama (growth pole), yaitu memberikan alokasi pembangunan pada pusat-pusat pertumbuhan,

DIT. BSTP

Page 77: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-20

dalam hal ini kota-kota sebagai pusat pertumbuhan yaitu Kota Kendal-Semarang-Demak-Ungaran sebagai generator dan percepatan pertumbuhan.

2). Strategi untuk menyebarkan pusat-pusat pertumbuhan, antara lain conurbation development, small town development dan secondary cities

development, yaitu salah satu usaha untuk mengurangi kesenjangan dan masalah-masalah yang ditanggung oleh kota utama dengan mendorong pembangunan yang dialokasikan di kota-kota sekitar kota utama dan kota menengah atau kota kecil lainnya (termasuk pusat pertumbuhan).

b. pembangunan dengan menitikberatkan pada pertumbuhan (growth development), ini untuk menarik potensi wilayah dengan perkembangan cepat ke arah daerah-daerah lain yang kurang berkembang (khususnya di wilayah selatan dan timur).

c. Pembangunan yang menitikberatkan pada pertumbuhan (growth development) sekaligus pemerataan (equity).

Sumber: Sudarsono, B (2000) Gambar 4. 15 Kondisi Kota Semarang dari Citra Satelit

Secara administratif, Kota Semarang terbagi atas 16 wilayah kecamatan, 177 kelurahan. Luas wilayah Kota Semarang tercatat 373,70 kilometer persegi, terdiri dari 40,03 kilometer persegi (10,71%) tanah sawah dan 333,67 kilometer persegi (89,29%) bukan lahan sawah.

Secara fisiografi Kota Semarang berada pada pertemuan antara Zona Pantai Utara Jawa, Merapi-Merbabu di bagian barat daya dan Zona Kendeng di bagian tenggara. Dari tinjauan geomorfologi, Kota Semarang memiliki kondisi topografi yang cukup menarik, karena terdapat dua wilayah dengan topografi yang cukup mencolok. Geomorfologi

DIT. BSTP

Page 78: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-21

bagian utara berupa dataran pantai yang tersusun oleh material endapan alluvial sungai dan pantai berumur kwarter yang proses pengendapannya masih berlangsung sampai sekarang sedangkan bagian selatan berupa perbukitan yang tersusun oleh endapan volkanik kwarter dari aktifitas Gunung Ungaran dan Gunung Sindoro.

Bagian dataran umumnya memiliki kelerengan datar sampai landai berkisar 0 – 5 persen (0 – 3o) dengan elevasi antara 0 hingga 25 meter di atas permukaan laut (dpl). Secara stratigrafis batuan termuda yang ada di Kota Semarang dan sekitarnya berupa endapan alluvial yang terdiri dari lempung, lanau, pasir dan campuran ketiganya dengan ketebalan mencapai 50 meter, batuan ini menghampar di bagian utara. Sedangkan batuan lebih tua tersusun oleh litologi perselang-seling batu lempung, napal, batu pasir lahar, tuff dan breksi. Kondisi struktur geologi yang cukup mencolok di wilayah Kota Semarang berupa kelurusan-kelurusan dan kontak batuan yang tegas yang merupakan pencerminan struktur sesar baik geser mendatar dan normal cukup berkembang di bagian tengah dan selatan kota.

Struktur geologi yang ada di Kota Semarang terdiri atas tiga bagian yaitu struktur joint (kekar), patahan (fault), dan lipatan. Daerah patahan tanah bersifat erosif dan mempunyai porositas tinggi, struktur lapisan batuan yang diskontinyu (tak teratur), heterogen, sehingga mudah bergerak atau longsor. Pada daerah sekitar aliran Kaligarang merupakan patahan Kaligarang, yang membujur arah utara sampai selatan, di sepanjang Kaligarang yang berbatasan dengan Bukit Gombel. Patahan ini bermula dari Ondorante, ke arah utara hingga Bendan Duwur. Patahan ini merupakan patahan geser, yang memotong formasi Notopuro, ditandai adanya zona sesar, tebing terjal di Ondorante, dan pelurusan Kaligarang serta beberapa mata air di Bendan Duwur. Daerah patahan lainnya adalah Meteseh, Perumahan Bukit Kencana Jaya, dengan arah patahan melintas dari utara ke selatan. Sedangkan wilayah Kota Semarang yang berupa dataran rendah memiliki jenis tanah berupa struktur pelapukan, endapan, dan lanau yang dalam.

Kondisi geologi di atas menjadikan Kota Semarang memiliki permasalahan geologi lingkungan yang cukup kompleks, resiko bencana gerakan tanah dan banjir cukup tinggi. Bencana gerakan tanah sering terjadi pada kawasan perbukitan yang ada tengah kota dan bagian selatan kota. Sedangkan banjir sering terjadi di sekitar aliran sungai dan di bagian utara kota yang morfologinya berupa dataran pantai.

Arah pembangunan transportasi Semarang dan sekitarya sudah jelas terserat bahwa merupakan wujud komitmen pemerintah kota yang tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Semarang tahun 2005-2025 yang di dalamnya memuat Arah pembanguna wilayah yang berkelanjutan dalam 20 tahun kedepan sub transportasi sebagai berikut.

“Arah permbangunan sistem jaringan transportasi diarahkan bagi terwujudnya sistem

jaringan jalan yang efektif dan efisien sesuai dengan hirarki dan fungsi serta terwujudnya

sistem jaringan transportasi yang terintegrasi antara moda transportasi darat (jalan raya

dan rel kereta api), moda laut dan moda transportasi udara. Pengembangan sistem

DIT. BSTP

Page 79: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-22

transportasi diarahkan bagi tersedianya moda transportasi cepat dan massal (mass rapid

transport)”

Kedudukan Kota Semarang dengan berbagai potensi yang dimiliki diharapkan mampu mendukung pertumbuhan wilayah. Adapun beberapa potensi yang dimiliki Kota Semarang yang dapat dikembangkan untuk lebih memacu pertumbuhan Kota Semarang, yaitu:

1. Adanya jalur arteri primer antar provinsi di bagian utara (jalur pantura) yang melalui Kota Semarang merupakan potensi yang dapat mendukung pertumbuhan Kota Semarang. Pergerakan barang dan orang dari Jakarta ke Surabaya pasti akan melalui Kota Semarang;

2. Kota Semarang merupakan simpul pergerakan bagi wilayah/kota kota Jawa Tengah, khususnya di sekitar Joglosemar dan Kedungsapur.

Sistem transportasi jalan di Kota Semarang dilalui jalur utama yang menghubungkan wilayah-wilayah penting baik antar provinsi maupun di dalam Prov. Jawa Tengah. Kedudukan kota ini berpengaruh terhadap kepadatan lalu lintas yang melalui Kota Semarang. Permasalahan yang dihadapi dalam sektor transportasi ini adalah:

1 Pencampuran pergerakan lokal (dalam kota) dengan pergerakan antar kota. Hal ini terjadi pada ruas Jl. Terboyo, Jl. Raden Patah, Jl. Dr. Cipto, Jl. Perintis Kemerdekaan, Jl. Siliwangi dan Jl. Walisongo;

2. Kapasitas jaringan tidak sepadan dengan intensitas pergerakan pada beberapa ruas jalan, khususnya pada jam-jam sibuk. Hal ini terutama terjadi di Jl. Brigjen. Katamso, Jl. Brigjen. Sudiarto, Jl. Siliwangi, Jl. Walisongo, Jl. Setiabudi, dan Jl. Perintis Kemerdekaan;

3. Efisiensi pergerakan, pergerakan kendaraan jalur Jakarta-Semarang dan Semarang-Surakarta mempunyai intensitas lebih tinggi dibandingkan dengan Semarang-Surabaya.

Dengan adanya jalur pencampuran moda itu sering menimbulkan masalah kemacetan, sehingga dibutuhkan antisipasi untuk menghindari kemacetan lalu lintas. Karena adanya jalur pencampuran moda yaitu dengan pengalihan rute moda. Adapun usulan cara yang dapat ditempuh menurut RTRWK Semarang 2000-2010 dapat diikuti pada tulisan berikut ini.

1. Jalan raya Kendal-Krapyak dapat dilakukan dengan peningkatan dimensi jalan yaitu pembuatan jalur pemisah antara jalur moda cepat dan jalur moda lambat;

2. Jalur Semarang-Purwodadi, kemacetan akibat pencampuran moda antar kota dan dalam kota dapat diatasi dengan pemidahan jalur angkutan antar kota, dengan rute Terminal Terboyo-Tol-Arteri-Terminal B Penggaron atau Terminal Tipe A Terboyo-Jalan Banjardowo-Arteri-Terminal Tipe B Penggaron;

3. Jalur Semarang-Surakarta, kemacetan akibat pencampuran moda antar kota dan dalam kota dapat diatasi dengan memindahkan jalur angkutan antar kota, dengan

DIT. BSTP

Page 80: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-23

rute melewati jalan tol, akan tetapi pemecahan seperti ini harus sudah ditunjang dengan terbangunnya Terminal Tipe A di wilayah Pudakpayung, Banyumanik.

Untuk menjaga kelestarian lingkungan Kota Semarang terutama Semarang bawah, maka Kota Semarang bagian atas berperan sebagai kota yang mempunyai fungsi konservasi. Hal ini membawa konsekuensi pembangunan Kota Semarang atas dibatasi pengembangannya. Banyaknya faktor fisik penghambat seperti kawasan fungsi lindung berimplikasi pada pengawasan yang ketat dalam memelihara kawasan fungsi lindung itu, karena jika salah dalam pemanfaatan dapat menimbulkan efek yang kurang baik bagi Kota Semarang.

Masih dimungkinkan pengembangan Kota Semarang bawah dengan fungsi-fungsi yang sudah ada seperti perkantoran, perdagangagan dan jasa, permukiman intensitas tinggi, dan industri. Banyaknya potensi-potensi lokal seperti industri skala rumah tangga yang belum dikembangkan yang sebenarnya mempunyai kekuatan yang tidak terpengaruh oleh adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Selain industri, sektor perikanan yang ada di Kota Semarang juga belum optimal pemanfaatannya, sehingga masih mungkin untuk dikembangkan lagi. Jika dilihat lebih cermat lagi, masih banyak daerah-daerah di Kota Semarang yang belum dikembangkan, antara lain di daerah-daerah pinggiran, seperti Kecamatan Tugu, Mijen, Gunungpati, Banyumanik dan Tembalang.

Sumber: www.semarang.go.id (2010)

Gambar 4. 16 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000- 2010

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota Semarang dibagi atas BWK (Bagian Wilayah Kota) yang pada RTRUK Semarang terbagi atas sepuluh BWK antara lain sebagai berikut.

a. BWK I, meliputi Semarang Timur, Semarang Tengah dan Semarang Selatan; b. BWK II, meliputi Candisari dan Gajahmungkur;

DIT. BSTP

Page 81: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-24

c. BWK III, meliputi Semarang Utara dan Semarang Barat; d. BWK IV, meliputi Genuk; e. BWK V, meliputi Pedurungan dan Gayamsari; f. BWK VI, meliputi Tembalang; g. BWK VII, meluputi Banyumanik; h. BWK VIII, meliputi Gunungpati; i. BWK IX, meliputi Mijen ; j. BWK X, meliputi Ngalian dan Tugu.

Kawasan perkotaan merupakan kegiatan utamanya bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kota Semarang memiliki kawasan perkotaan antara lain sebagai berikut.

1. Perdagangan dan jasa, berada pada pusat-pusat pelayanan komersial dengan skala pelayanan lokal (BWK) dan skala pelayanan kota dan regional (pada BWK I)

a. Kompleks pertokoan modern, berada di Kawasan Simpang Lima; b. Kompleks pertokoaan modern dan pasar trandisional di Kawasan Johar; c. Pasar tradisional, berada di Kawasan Peterongan, Bulu, dan Karangayu; d. Selain itu juga akan dikembangkan kompleks pertokoan pada pusat-pusat

baru di wilayah pengembangan yaitu Pedurungan, Tembalang dan Mijen.

2. Industri Kawasan yang direncanakan adalah di BWK III (Kawasan Industri dan Pergudangan Tanjung Emas), BWK IV (Genuk), BWK X (Kawasan industri Tugu dan Mijen) dan BWK III (Kawasan Industri Ngalian, Kawasan Industri Pelabuhan) serta lokasi industri di BWK V, kegiatan industri diprioritaskan untuk pengembangan dengan sumber daya lokal dan industri kecil

3. Perkantoran Perkantoran dan fasilitas pelayanan umum, direncanakan pada BWK I untuk pelayanan skala kota dan regional/nasional, dan di masing-masing kecamatan/ BWK untuk pelayanan lokal. Adapun jenis-jenis dan lokasinya adalah sebagai berikut.

a. Perkantoran pemerintahan provinsi berada di Jl. Pahlawan; b. Perkantoran pemerintahan kota berada di Jl. Pemuda; c. Perkantoran campuran pemerintahan berada di Jl. Madukoro; d. Perkantoran swasta berada di Kawasan Kota Lama dan Jl. Madukoro dan

Kawasan Mijen.

4. Perumahan Perumahan, diarahkan pengembangannya pada BWK IV, V, VI, VII, IX dan X. Perumahan pada BWK II, VI, VII, IX, dan X direncanakan dengan kepadatan

DIT. BSTP

Page 82: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-25

rendah sampai sedang. Perumahan-perumahan yang dibangun baik yang didirikan oleh pihak pengembang dan permintah di Kota Semarang dapat dilihat pada gambar berikut.

Sumber: www.semarang.go.id (2005) Gambar 4. 17 Perumahan Kota Semarang

Keterangan:

1. Sulanji Perkasa 2. Griya Beringin Asri 3. Pondok Beringin 4. Villa Ngaliyan Permai 5. Wahyu Utomo 6. Bank Niaga 7. Perum Depag 8. Sulanji Graha 9. Pokok Pondasi 10. Perum Merdeka 11. Koveri Mega Permai 12. Beringin Indah 13. Bukit Permata Puri 14. Bukit Semarang Baru0 15. Perum Pandana 16. Perum PTP 17. Mijen Permai 18. Pesona Kandri Asri 19. Pemukti Indah 20. Taman Bukit Hijau

61. Ketileng Indah 62. Sinar Waluyo 63. Puri Gemah Sentosa 64. Gemah Permai 65. Kini Jaya Indah 66. Sambiroto Baru 67. Perum Perhutani 68. Perum Salak Utama 69. Rumpun Diponegoro 70. Bukit Semarang Jaya Metro 71. Taman Bukit Sari 72. Korpri Pudak Payung 73. Perumnas Banyumanik 74. Villa Bukit Mas 75. Pondok Bukit Agung 76. Bukit Indah Regency 77. Jangli Utama 78. Gombel Permai 79. Prima Edy 80. Candi Asri

DIT. BSTP

Page 83: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-26

21. Bukit Sukorejo 22. Bukit Candi Kencana 23. Perum DPR 24. Ikip Semarang 25. Bukit Sekaran 26. Srondol Asri 27. Rumpun Diponegoro 28. Payung Asri 29. TWP TNI AD Asabri 30. Watu Gong Indah 31. Kopkar 32.KartikaAsri 33. Pulau Padang Raja 34. Puri Gedawang Asri 35. Villa Aster 36. Puri Asri Perdana 37. Srondol Bumi Indah 38. Taman Setia Budi II 39. Taman Setia Budi I 40. Jati Rasa Indah 41. Graha Estetika 42. Korpri Tembalang 43. Perumda 44. Poleteknik Undip 45. Korpri Bulusan 46. Bukit Semarang Metro 47. Bukit Kencana Jaya 48. Taman Mas Duaja 49. Puri Dinar Mas 50. Durenan Indah 51. Perum Polda 52. Komplek Undip 53. Taman Bukit Asri 54. Klipang Alam Permai 55. Tulus Harapan 56. Rusun Plamongan (Bondowoso) 57. Plamongan Indah 58. Perum Korpri Pedurungan Kidul 59. Plamongan Hijau 60. Perumnas Sendangmulyo

81. Permata Semeru 82. Perumnas Sampangan 83. Bumi Manyaran Permai 84. Sapta Marga Penerbad 85. Pondok Bukit Permata 86. Perumnas Beringin 87. Perumnas 88.KorpriTugu 89. Graha Padma Internusa 90.Puri Anjasmoro 91. Semarang Indah 92. Pondok Indraprasta 93. Tanah Mas 94. Rusun Bandarharjo 95. Pondok Kesehatan 96. Perum PJKA 97. Rusun Pekunden 98. Perum Korpri Sambirejo 99. Perum Korpri Kalicari 100. Perum Ganesha 101. Griya Raharja 102. Pondok Tlogosari 103. Kekancan Mukti 104. Mahesa Mukti 105. Taman Majapahit 106. RSS Graha Mukti 107. Graha Mukti 108. Wahana Mukti 109. Perumnas Tlogosari 110. Korpri Banyetayu Kulon 111. Perum Dolog 112. Genuk Indah 113. Muktihardjo Indah 114. Rusun Karangroto.

4.2.2 Kondisi Transportasi

Berdasarkan pada masalah-masalah transportasi yang ada di Kota Semarang, Maka perencanaan dalam bidang transportasi dikembangkan melalui suatu pengembangan pola untuk mendapatkan segi efisiensi dan efektifitas pelayanan. Didasarkan atas kondisi topografi, kondisi transportasi darat yang ada, pengembangan tata guna tanah dan pengembangan kegiatan kota maka dipilih pola lingkar dan jari-jari sebagai sistem transportasi Kota Semarang.

a. Jalur lingkar dalam

DIT. BSTP

Page 84: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-27

Merupakan jalur yang mengitari lingkungan pusat kota berfungsi sebagai jalur penampung dan pembagi arus di pusat kota, melingkar Jl. Tol seksi C, penggal jalan antara pertemuan Jl. Tol Seksi C dan seksi A Jatingaleh, Jl. Tol Arteri Lingkar utara dan Jl. Usman Janatin.

b. Jalur lingkar luar Merupakan jalur yang menjadi penampung arus kegiatan regional yang masuk dari jalan radial. Fungsinya menampung arus lalu lintas internal ke eksternal atau sebaliknya. Jalur ini sangat penting untuk membebaskan daerah pusat kota (WP I) bebas dan arus kendaraan berat baik kendaraan barang atau bus-bus antar kota. Jalur yang direncanakan adalah Jl. Genuk-Pedurungan, Jl. Tegal Kangkung, dan Jl. Kedungmundu Raya.

c. Jalur radial Jaringan jalan Kota Semarang sebagai radial regional terdapat lima jalur pergerakan yaitu ke arah Kendal, Ungaran, Purwodadi, Demak dan Boja. Jalur ini sebagai distributor arus lalu lintas dari wilayah regional. Untuk kepentingan lokal sendiri dikembangkan jalur radial lokal antara lain jalur dari Mijen ke Ngalian, jalur dari Gunungpati ke Manyaran dan Desa Patemon ke Manyaran dari Sekaran ke Sampangan.

Jalur lingkar dan radial di atas merupakan pola utama dan pengembangan jalur transportasi (jalan) Kota Semarang. Sedangkan secara lingkungan masih dikembangkan lagi jalur-jalur lingkungan yang dibedakan antara pola jaringan di pusat kota dan wilayah sekitarnya sebagai jalur-jalur kolektor lingkungan/jalur antar lingkungan, dan jalan-jalan pembagi dalam lingkungan. Sedangkan rencana fungsi jaringan jalan di Kota Semarang meliputi

DIT. BSTP

Page 85: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-28

Gambar 4. 18 Jaringan jalan Kota Semarang

Secara umum seluruh wilayah Kota Semarang sudah terjangkau angkutan penumpang umum. Akan tetapi secara kuantitas maupun kualitas angkutan umum masih kurang, sehingga perlu pembenahan dan penataan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat Kota Semarang baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Dalam rencana sistem angkutan umum selain kebutuhan armada angkutan umum, juga direncanakan pola jaringan jalan dan prasarana pendukung lainnya yaitu :

1. Pembagian jalur angkutan penumpang umum menjadi tiga yaitu jalur antar kota (AKAP, AKDP), dan jalur angkutan kota.

2. Pengembangan terminal, terdiri dari:

Terminal tipe A yang lokasinya di pinggir Kota Semarang, yaitu Terminal Terboyo, Terminal Mangkang, Terminal Pudak Payung, Terminal tipe B yang lokasinya di Penggaron, Terminal tipe C lokasinya, meliputi Sendowo, Genuk, Sendangmulyo, Tembalang, Banyumanik, Gunungpati, Cangkiran dan Ngaliyan

Rencana sarana transportasi atau angkutan umum massal yang akan digunakan dalam melayani publik dalam Kota Semarang antara lain:

1. Bus kota skala besar, dengan tempat duduk 50 orang melayani angkutan antar kawasan utama dengan kawasan utama lain dengan titik-titik

DIT. BSTP

Page 86: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-29

pemberhentian di terminal-terminal di pusat keramaian lingkungan (kecamatan) yang berjarak jauh;

2. Bus kota skala sedang, dengan tempat duduk 26 orang melayani jalan-jalan umum antar kawasan di dalam Kota Semarang yang berjarak jauh;

3. Angkutan kota (mikrolet), dengan tempat duduk 12 orang melayani angkutan antar kawasan berdasarkan trayek tertentu yang berjarak pendek.

Khusus untuk bus antar kota tidak diperkenankan masuk ke pusat kota dalam usaha mengatasi masalah lalu lintas di pusat kota. Jaringan rel kereta api yang ada ditingkatkan sesuai dengan peningkatan pelayanan, sesuai dengan pengembangan teknologi perkeretaapian. Rencana pengembangan kereta api untuk angkutan penumpang, melayani rute-rute yang menuju arah barat seperti halnya Jakarta dengan melewati kota-kota sepanjang Pantura seperti Pekalongan, Tegal dan Cirebon. Untuk arah timur menuju Surabaya serta ke arah tenggara menuju Mranggen-Kedungjati-Gundih-Solo. Pengembangan angkutan kereta api yang melayani Kendal, Demak, dan Purwodadi dapat mengurangi kepadatan jalan raya dalam melayani comuting pekerja menuju Semarang. Untuk pelayanan itu perlu dikembangkan fasilitas Stasiun Kereta Api Alastuwo (RTRWK Semarang 2000-2010).

A. Permintaan Perjalanan

Kebutuhan permintaan terhadap pelayanan sarana angkutan antar kota yang ada saat ini dilayani sebagian besar dengan menggunaan moda jalan. Ada juga yang menggunakan transportasi kereta api. Namun hanya sebagian kecil dan tingkat lokal saja. Besarnya pergerakan penumpang berdasarkan Origin-Destination (O-D Survey) tahun 2001 oleh Departemen Perhubungan yang telah diolah untuk pergerakan penumpang tahun 2001 adalah sebagai berikut.

Pada studi ini diarahkan pada pergerakan antar kota masing-masing zona wilayah studi. Zona wilayah studi pada pusat zona studi dalam hal ini adalah Kota Semarang. Sedangkan zona studi lainnya merupakan atau sebagai wilayah penyangga Kota Semarang.

DIT. BSTP

Page 87: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-30

Tabel 4. 6 Jumlah Pergerakan Pada Wilayah Studi

Kabupaten

Grobogan

Kabupaten

Demak

Kabupaten

Semarang+Salatiga

Kabupaten

Kendal Kota Semarang

Kabupaten Grobogan - 454.146 2.858.608 304.117 3.382.670 Kabupaten Demak 518.724 - 4.386.342 199.090 8.437.344 Kabupaten

Semarang+Salatiga 3.915.829 7.256.171 - 2.817.261 15.740.181 Kabupaten Kendal 95.717 6.528.363 5.413.529 - 5.120.653 Kota Semarang 3.349.095 7.382.240 7.618.002 8.630.106 -

Sumber: Departemen Perhubungan (2001)

Gambar 4. 19 Pergerakan Penumpang Pada Pusat Kawasan

Hasil dari pergerakan di wilayah Kedungsapur berdasarkan O-D survey untuk proyeksi tahun 2010 diperoleh dengan memodelkan pergerakan dengan data sosio ekonomi. Cara ini menggunakan acuan jumlah penduduk dan PDRB dengan menggunakan tool berupa program SPSS versi 10.5. Hasil dari regresi multilinier yang diperoleh sebagai berikut.

Regresi multilinier origin (OI) OI = -23,84 Xpenduduk + 1,544.10-2 XPDRB + 3,5.107

Regresi multilinier destinantion (DD) DD = -7,509 Xpenduduk + 1,565.10-2 XPDRB + 1,9.107

Dari hasil itu, kemudian dicoba proyeksi penduduk dan nilai PDRB pada masa mendatang dengan menggunakan analisis regresi sederhana dan didapatkan prediksi asal (origin) dan tujuan (destination) di wilayah Kedungsapur tahun 2010 berikut ini.

DIT. BSTP

Page 88: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-31

Tabel 4. 7 Hasil Proyeksi Origin dan Destination Tahun 2010

No Kabupaten/Kota Asal Tujuan Penduduk PDRB

1 Kabupaten Grobogan 421286 8153114 1453124 4128977

2 Kabupaten Demak 5277281 9696638 1250274 5427652

3 Kabupaten Semarang+Salatiga 6926646 10276423 1184708 11015621

4 Kabupaten Kendal 9032374 10915474 1094927 8772117

5 Kota Semarang 4148917 9710737 1319790 39682918 Sumber: Hasil analisis (2010) Kemudian hasil itu diolah dengan menggunakan Metode Furness untuk penyebaran pergerakan tahun 2010 dalam wilayah Kedungsapur. Hasil pergerakan yang ada diberikan sebagai berikut

Tabel 4. 8 Jumlah Pergerakan Pada Wilayah Kedungsapur Tahun 2010

O/D Kab. Grobogan Kab. Demak Kab. Semarang+Salatiga Kab. Kendal Kota Semarang

Kabupaten Grobogan 0 243177 603033 971286 1376258

Kabupaten Demak 1366351 0 1360028 2190554 1551947

Kabupaten Semarang+Salatiga 2061971 3103707 0 2479336 5269623

Kabupaten Kendal 886742 1067790 1765278 0 1510787

Kota Semarang 3838289 5282237 6549476 5274515 0 Sumber: Hasil analisis (2010)

Matrik distribusi perjalanan yang disajikan pada Tabel 4.7 di atas dapat dipresentasikan dalam bentuk garis keinginan (desire line), yaitu garis yang menggambarkan pergerakan antar zona dalam bentuk garis yang ketebalannya menunjukkan besaran relatifnya. Untuk distribusi pergerakan perjalanan penumpang antar zona pada tahun 2010 berdasarkan O-D survey nasional yang diolah pada wilayah studi disajikan pada gambar berikut.

DIT. BSTP

Page 89: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-32

Gambar 4. 20 Desire Line MAT penumpang Kedungsapur tahun 2010 Sumber: Hasil analisis (2010)

Pergerakan asal-tujuan penumpang yang dipresentasikan pada gambar di atas memberikan makna, bahwa pergerakan penumpang yang terbesar adalah menuju maupun keluar dari pusat kota Semarang ke wilayah zona Kabupaten Demak, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang (Ungaran). Sedangkan suatu distribusi bangkitan dan tarikan perjalanan pada tiap kabupaten/kota pada wilayah studi secara garis besar diperlihatkan pada Gambar 4.21 berikut ini.

Sumber: Hasil analisis (2010)

Gambar 4. 21 Distribusi Pergerakan Pada Kabupaten/Kota

DIT. BSTP

Page 90: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-33

b. Kondisi volume lalu lintas

Pergerakan transportasi di wilayah studi sebagian besar menggunakan moda jalan. Kondisi jalan pada wilayah studi dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut ini.

Tabel 4. 9 Kondisi Ruang Lalu Lintas Pada Wilayah Studi

Nama jalan Panjang

(km)

AADT

(kend.)

Lebar

(m)

Kapasitas

efektif

Volume

kapasitas

Ratio

Kondisi

Jalan

Semarang - Kendal 2,000 20938 12,8 5.152 0,4470 Baik Semarang – Bawen 4,860 40252 13,5 5496 0,8056 Baik Bawen – Salatiga 4,070 19745 10,4 3971 0,5470 Sedang Semarang – Demak 1,000 23513 11,0 4266 0,6063 Rusak Semarang – Godong 4,210 8055 7,7 2642 0,3354 Baik Demak – Godong 4,660 3574 7,4 2495 0,1576 Baik Sumber: Departemen Permukiman da Prasanara Wilayah (2003)

Dari tabel di atas terlihat, bahwa jaringan jalan yang sudah padat akibat pergerakan lalu lintas kendaraan yang melewati jalan itu adalah ruas jalan Semarang-Bawen. Ruas jalan Semarang-Bawen memiliki tingkat kejenuhan yang ditunjukkan perbandingan volume dan kapasitas di atas 0,805.

Pada jaringan jalan utama yang saling menghubungkan zona studi di wilayah Kedungsapur sekitar 20-30 persen pengguna jaringan jalan menggunakan sepeda motor. Di wilayah timur Kedungsapur penggunaan sepeda (kendaraan tidak bermotor) cukup besar dan hampir menyamai penggunaan sepeda motor pada jaringan jalan. Penggunaan mobil paling banyak di ruas jalan Semarang-Bawen sejumlah 13.879 kendaraan per hari atau 34 persen dari total kendaraan yang lewat pada ruas jalan Semarang-Bawen.

Angkutan umum antar kota yang menggunakan bus kecil, sedang dan besar terbanyak melewati ruas jalan Semarang-Bawen sekitar 2.816 kendaraan. Sedangkan ruas jalan yang jarang dllewati angkutan umum berupa bus adalah jalur Demak-Godong dengan jumlah hanya 110 bus. Jalur-jalur utama, seperti Semarang-Bawen, Semarang-Kendal dan Semarang-Demak untuk angkutan bus besar relatif banyak. Ini dikarenakan jalur itu merupakan jaringan utama jalan Jawa Tengah yang menghubungkan dengan jaringan jalan provinsi lainnya.

B. Jaringan Prasarana Jalan dan Jalan Rel

Jaringan sistem transportasi yang melayani wilayah Kedungsapur hanya ada transportasi darat, yaitu jalan dan jalan rel. Dan itupun masih terkonsentrasi pada pelayanan moda jalan. Jaringan seluruh transportasi pada kawasan Kedungsapur disajikan pada Gambar

4.22.

DIT. BSTP

Page 91: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-34

Sumber: Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi Prov. Jawa Tengah (2004)

Gambar 4. 22 Jaringan Transportasi pada Wilayah Studi

Kondisi jaringan prasarana transportasi melalui jalan raya dan jalan rel di kawasan Kedungsapur untuk jaringan antar kota/kabupaten disajikan pada Tabel 4.10 berikut. Kondisi jaringan transportasi yang ada hampir semuanya dapat dilalui dengan menggunakan moda jalan maupun jalan rel. Jaringan jalan rel Semarang-Demak saat ini dalam kondisi tidak aktif, sebagian besar tertutup tanah/ jalan dan hilang. Jaringan transportasi baik jalan maupun jalan rel terfokus di Kota Semarang untuk melayani daerah sub urban lainnya.

Tabel 4. 10 Jaringan Jalan dan Jalan Rel Antar Kota/Kabupaten

No Jalan Jalan rel

Ruas Panjang Fungsi Kondisi Lintas Panjang Jenis rel Status rel Bantalan Kondisi rel

1 Kendal

-

Semarang

29 Arteri Baik Poncol-

Kendal

27 R.50 Lintas Kaliwungu-

Kendal- K.ali Bodri

non aktif

Beton Baik 80%

2 Ungaran

-

Semarang

27 Arteri Baik Poncol-

Tuntang

61 R.42/R.25 Lintas Kedungjati-

Tuntang non aktif

Beton Rusak di lintas

Kedungjati-

Tuntang

3 Demak -

Semarang

26 Arteri Sedang Poncol-

Demak

26 R.25 Non aktif Kayu /Besi Hilang/

tertutup jalan

4 Purwodadi

-

Semarang

47 Kolektor Rusak di

beberapa

ruas

Poncol-

Grambingan

52 R.42 Aktif Beton/Kayu Baik 80 %

Sumber: Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi Jawa Tengah dan PT. Kereta Api DAOP IV (2004)

C. Fakta dan Permasalahan Transportasi

Kebutuhan akan transportasi publik yang efisien, handal dan terjangkau sangat diperlukan bagi penduduk di negara-negara berkembang. Transportasi publik seharusnya dapat

DIT. BSTP

Page 92: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-35

37%

54%

3%6%

Sepeda motorMobilMikro busLarge bus

diutamakan di tengah kemacetan yang biasanya disebabkan oleh kendaraan pribadi (sepeda motor, mobil dan sepeda). Pembangunan transportasi publik dan investasi mengarah pada kesejahteraan masyarakat luas, pemerataan dan keadilan, serta sistem pembangunan yang berkelanjutan. Transportasi di wilayah Kedungsapur didominasi angkutan pribadi berkisar 91 persen dengan rata-rata proporsi sebagai berikut.

Sumber: IRMS diolah (2003)

Gambar 4. 23 Proposi Rata-Rata Angkutan Yang Melayani Wilayah Kedungsapur

Penggunaan kendaraan pribadi tidak optimum, karena digunakan beberapa orang saja. Kendaraan pribadi khususnya mobil banyak mengambil ruang jalan, pemborosan energi. Penggunaan mobil mencapai 54 persen dari kapasitas ruang yang ada. Angkutan umum yang bersifat massal hanya mampu melayani 6 persen dari angkutan yang ada. Selebihnya 3 persen terlayani angkutan bus sedang/kecil. Kondisi ini akan memuunculkan persoalaan terjadinya kemacetan, pengurangan waktu perjalanan dan terjadinya tundaan (delay) serta kecepatan perjalanan.

4.3 Bukittinggi

4.3.1 Kondisi Tata Ruang

Kota Bukittinggi saat ini terdiri atas 3 kecamatan dengan 24 kelurahan. Bukittinggi akan mengadakan perubahan batas wilayah, dengan memasukkan sebagian wilayah Kabupaten Agam ke dalam wilayah kota Bukittinggi, sehingga nantinya kota Bukittinggi mempunyai luas 145,299 km2 yang terdiri dari 7 kecamatan dan 58 kelurahan/desa dengan jumlah penduduk 175.452 jiwa.

DIT. BSTP

Page 93: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-36

Gambar 4. 24 Lokasi Studi Bukitinggi

Sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan realisasinya menunggu turunnya Peraturan Pemerintah tentang perubahan batas wilayah tersebut.

KECAMATAN MANDIANGIN KOTO SELAYAN Luas wilayah 12.185 Km2 (48,28%), mempunyai penduduk sebanyak 32.157 orang dengan kepadatan rata-rata 930 jiwa per-km2. Kecamatan ini terdiri dari 9 Kelurahan yaitu:

Kelurahan Campago Ipuh Kelurahan Campago Guguk Bulek Kelurahan Kubu Gulai Bancah Kelurahan Puhun Tembok Kelurahan Puhun Pintu Kabun Kelurahan Manggis Kelurahan Pulai Anak Air Kelurahan Garegeh Kelurahan Koto Salayan

KECAMATAN GUGUK PANJANG Luas wilayah 6,931 Km2 (27,07%), mempunyai penduduk sebanyak 38.510 orang dengan kepadatan rata-rata 5.638 jiwa per-km2. Kecamatan ini terdiri dari 7 Kelurahan yaitu :

Kelurahan Kayu Kubu Kelurahan Pakan Kurai Kelurahan Benteng Pasar Atas Kelurahan Bukit Cangang Kayu Ramang Kelurahan Aur Tajungkang Tengah Sawah Kelurahan Tarok Dipo Kelurahan Bukit Apit Puhun

DIT. BSTP

Page 94: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-37

KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH Luas wilayah 9,252 Km2 (24,778%), mempunyai penduduk sebanyak 20.733 orang dengan kepadatan rata-rata 3.316 jiwa per-km2. Kecamatan ini terdiri dari 9 Kelurahan yaitu :

Kelurahan Belakang Balok Kelurahan Birugo Kelurahan Aur Kuning Kelurahan Sapiran Kelurahan Kubu Tanjung Kelurahan Pakan Labuah Kelurahan Ladang Cakiah Kelurahan Parit Antang

Kota Bukittingi berbatasan dengan kecamatan dalam wilayah Kabupaten Agam, yaitu :

Sebelah Utara dengan Kecamatan Tilatang Agam Sebelah Selatan dengan Banuhampu Sungai Puar Sebelah Barat dengan Kecamatan IV Koto Sebelah Timur dengan Kecamatan IV Angkat Candung

1. Pusat-pusat Kegiatan di Wilayah Sumatera Barat

Di wilayah Provinsi Sumatera Barat dibagi menjadi 4 Kawasan Andalan dalam struktur kawasan budidaya RTRWN. Keempat kawasan tersebut adalah Kawasan Padang Pariaman, Kawasan Agam-Bukittinggi (PLTA Kuto Panjang), Kawasan Mentawai dan Kawasan Solok Dsk (Danau Kembar Diatas/Dibawah-PIP Danau Singkarak-Lubuk Alung-Ketaping). Setiap kawasan tersebut mempunyai representasi kota sebagai Pusat-pusat Kegiatan atau sebagai Pusat Kawasan. Di dalam PP No 26/2008 tentang RTRWN mencoba untuk membagi PKN dan PKW di seluruh Indonesia sesuai dengan arahan. Arahan untuk Pusat-pusat Kegiatan di wilayah Provinsi Sumatera Barat disampaikan pada Tabel 4.11 berikut.

PKN atau Pusat Kegiatan Nasional dipusatkan di Kota Padang atau di Kawasan Andalan Padang-Pariaman. PKW berada di seluruh Kawasan Andalan seperti Kota Pariaman untuk Kawasan Andalan Padang-Pariaman, Kota Bukitting untuk Kawasan Agam-Bukitting, Muarasiberut untuk Kawasan Mentawai dan Sawahlunto untuk Kawasan Solok Dan Sekitarnya.

DIT. BSTP

Page 95: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-38

Tabel 4. 11 Pengembangan Kawasan Andalan Darat, Sektor Unggulan, Kawasan Andalan Laut, Sistem Kota dan Outlet Pendukung Provinsi Sumatera Barat

NO PROVINSI /

KAWASAN ANDALAN SEKTOR

UNGGULAN

KAWASAN ANDALAN LAUT YANG TERKAIT

KOTA DALAM KAWASAN

DPS YANG MELAYANI

PELABUHAN BANDAR UDARA

PKN PKW PKL 3 SUMATRA BARAT TELUK BAYUR TABING/

PADANG Kw.Padang Pariaman

dsk industri Kw. Andalan Laut.

Siberut dsk Padang Pariaman Lubuk Alung B. Anai PANTAI SIKOKOP

(PPN)

perikanan Sektor unggulan: Talao B. Bingir BUNGUS (PPN)

pertanian -Perikanan B. Kuranji

pariwisata -Pariwisata Painan

Kw.Agam-Bukit Tinggi (PLTA Kuto Panjang)

perkebunan Kw. Andalan Laut. Siberut dsk

Bukittinggi Padangpanjang

Kampar

pariwisata Sektor unggulan: Lubuk Sikaping

pertanian -Perikanan Payakumbuh

-Pariwisata Batusangkar

Lubuk Basung

Kw. Mentawai dsk pertanian Kw. Andalan Laut. Siberut dsk

Muarasiberut

Taileleo

perikanan Sektor unggulan: Tua Pejat

-Perikanan

-Pariwisata

Kw. Solok dsk (Danau Kembar Diatas/Dibawah-

pertambangan

Kw. Andalan Laut. Siberut dsk

Sawahlunto Solok Indragiri

PIP Danau Sngkarak- pertanian Sektor unggulan: Muaro

Lubuk Alung- Ketaping) perkebunan -Perikanan Tanjunggading

pariwisata -Pariwisata Koto Baru

industri

Berdasarkan RTRWP Provinsi Sumatera Barat juga ditentukan beberapa PKW dan PKL. Dalam struktur hirarki tata ruang memang Pemerintah Provinsi dapat mengusulkan Pusat-pusat Kegiatan Wilayah (PKW) berdasarkan perspektif dan strategis Pemerintah Provinsi dan PKL sebagai representasi pengembangan KAbupaten/Kota di wilayah administrasi provinsi tersebut.

Penentuan PKW-PKW dalam perspektif Provinsi ini dapat berbeda dasarnya dengan PKW yang ditetapkan Pemerintah Pusat melalui RTRWN. PKW yang ditetapkan oleh Provinsi Sumatera berdasarkan kebijakan pengembangan dari provinsi tersebut. Baik itu secara kewilayahan maupun pengembangan prasarana maupun pelayanan transportasi. Pada Gambar 4.25 disampaikan arahan PKW dan PKL yang ditetapkan oleh Provinsi Sumatera Barat

DIT. BSTP

Page 96: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-39

Sumber: PP No 26/2008

Gambar 4. 25 Pusat-pusat Kegiatan Berdasarkan RTRWN

Dari Gambar 4.25 dan 5.26 disampaikan bahwa terdapat adanya perbedaan dalam penerapan PKW berdasarkan RTRWN dan RTRW Provinsi Sumatera Barat. Tetapi pada dasarnya beberapa kota yang diarahkan menjadi PKW oleh RTRW Provinsi Sumatera Barat merupakan kota-kota yang berdekatan dengan PKW yang ditetapkan oleh PKN. Kota Payakumbuh berdekatan dengan Kota Bukittinggi, Kota Simpang Empat berdekatan dengan Kota Pariaman.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa Provinsi Sumatera Barat berusaha untuk mengembangkan wilayah-wilayah baru yang belum berkembang di sepanjang arahan Jalan Nasional. Kota Pariaman dan Bukittinggi dianggap sudah berkembang dan perlu digeser perkembangannya ke arah Kota Simpang Empat dan Payakumbuh. Selain itu Tapan juga menjadi kota perbatasan yang strategis dengan Provinsi Bengkulu dan perlu ditingkatkan pengembangannya untuk mengembangkan daerah Pesisir Selatan terutama sebelah selatan atau perbatasan dengan Provinsi Bengkulu.

Padang

Solok

Pariaman

Padang

Panjang Batusangkar

Bukittinggi Payakumbuh

Lubuksikaping

Puapejat

Sawahlunto

Muarasiberut

PKN

PKW

DIT. BSTP

Page 97: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-40

Sumber: RTRW Provinsi Sumatera Barat

Gambar 4. 26 Pusat-pusat Kegiatan Berdasarkan RTRW Provinsi Sumatera Barat

4.3.2 Kondisi Transportasi

Kota Bukittinggi berada pada posisi strategis yang dapat terhubung dengan beberapa kota-kota lain termasuk kota-kota yang berada diluar provinsi Sumatera Barat, seperti kota Pekanbaru dan kota Medan, dan merupakan kota yang dilalui oleh jalur Trans Sumatera Tengah. Kondisi dan mutu jalan di Sumatera Barat umumnya sudah sangat baik, dan perhubungan antar kota dengan kabupaten sudah lancar dan selain itu dapat menghubungkan seluruh Provinsi yang berada di pulau Sumatera maupun ke pulau Jawa dengan kualitas jalan aspal hotmix. Sebelumnya kota ini dilalui oleh jalur kereta api dari kota Payakumbuh menuju kota Padang, namun sekarang sudah tidak aktif lagi. Mengacu pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 631/KPTS/M/2009 tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional maka panjang jalan nasional di Provinsi Sumatera Barat adalah 1.212,889 Km dengan jenis permukaan keseluruhan panjang jalan merupakan aspal (Tabel 4.12).

Padang

Batusangkar

Payakumbuh

Lubuksikaping

Tuapejat

Muarasiberut

PKL

PKW

Sijunjung

Tapan

Simpang

Empat

Padang Aro Painan

Lubuk Basung

Lubuk Alung

DIT. BSTP

Page 98: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-41

Gambar 4. 27 Peta Jaringan Jalan Provinsi Sumbar

DIT. BSTP

Page 99: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-42

Tabel 4. 5 Nama Ruas dan Panjang Jalan Nasional (Kepmen PU No. 631/KPTS/M/2009)

NO NAMA RUAS PANJANG (KM) NO NAMA RUAS PANJANG (KM)

1 PANTI - BTS. SUMUT 36.899 27 JLN. M. HATTA (SOLOK) 0.176

2 BTS. KOTA LUBUK SIKAPING - PANTI 27.895 28 JLN. A. DAHLAN (SOLOK) 0.558

3 LUBUK SIKAPING BY PASS 7.326 29 JLN. PROF. M. YAMIN (SOLOK) 0.721

4 KUMPULAN - BTS. KOTA LUBUK SIKAPING 16.582 30 BTS KAB SAWAH LUNTO - MUARA KALABAN 10.150

5 BTS. KOTA BUKIT TINGGI - KUMPULAN 51.020 31 MUARA KALABAN - TANAH BADANTUNG 25.452

6 BUKIT TINGGI BYPASS (JL. MANDI ANGIN, KUSUMA BANGSA) 2.603 32 TANAH BADANTUNG - KILIRANJAO 52.120

7 PADANG LUAR - BTS. KOTA BUKITTINGGI 2.386 33 KILIRANJAO - BTS KAB DHAMAS RAYA 7.832

8 BUKIT TINGGI BYPASS II (JL. HAMKA, ST SYAHRIR, URIP S) 2.221 34 BTS KAB DHAMAS RAYA - SEI DAREH 14.251

9 JLN. SUDIRMAN (B.TINGGI) 1.220 35 SEI DAREH - JUNCTION 31.140

10 BTS. KOTA PADANG PANJANG - PADANG LUAR 13.089 36 JUNCTION - BTS. JAMBI 15.228

11 JLN. PROF. HAMKA (PADANG PANJANG) 1.000 37 SILAPING - BEDENG RAPAT (BTS. SUMUT) 13.823

12 JLN. M. DAUD RASIDI (PADANG PANJANG) 0.800 38 SIMP. AIR BALAM - SILAPING 17.736

13 BTS. KOTA PADANG PANJANG - KUBU KERAMBIL 4.748 39 UJUNG GADING (SIMP. EMPAT) - SIMP. AIR BALAM 62.543

14 JLN. HAMKA - BUKIT SURUNGAN 0.070 40 PADANG SAWAH - UJUNG GADING (SIMP. EMPAT) 41.202

15 JLN. BUKIT SURUNGAN - BUKIT KANDUNG 1.400 41 MANGGOPOH - PADANG SAWAH 32.413

16 JLN. PASAR TERNAK GANTING 0.700 42 BTS. KOTA PARIAMAN - MANGGOPOH 46.062

17 JLN. BKIA - SOLOK BATUNG 1.250 43 JLN. A. YANI (PARIAMAN) 0.243

18 JLN. SOLOK BATUNG - KACANG KAYU 1.400 44 JLN. DIPONEGORO (PARIAMAN) 1.209

19 KUBU KERAMIL - BTS KAB TANAH DATAR 20.700 45 JLN. WR SUPRATMAN (PARIAMAN) 1.800

20 BTS KAB TANAH DATAR - BTS KOTA SOLOK 19.900 46 JLN. SITI MANGGOPOH (PARIAMAN) 4.219

21 JLN. IMAM BONJOL (SOLOK) 2.339 47 JLN. SUTAN SYAHRIR (PARIAMAN) 0.196

22 JLN. KH. DEWANTORO (SOLOK) 0.887 48 JLN. SUDIRMAN (PARIAMAN) 1.603

23 JLN. A. YANI (SOLOK) 0.581 49 JLN. IMAM BONJOL (PARIAMAN) 3.756

24 JLN. DIPONEGORO (SOLOK) 0.352 50 JLN. ZAINI (PARIAMAN) 1.259

25 BTS. KOTA SOLOK - MUARA KALABAN 23.843 51 JLN. RASUNA SAID (PARIAMAN) 0.150

26 JLN. PROKLAMASI (SOLOK) 0.395 52 LUBUK ALUNG - KURAITAJI 16.975

DIT. BSTP

Page 100: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-43

Tabel 4.12 Nama Ruas dan Panjang Jalan Nasional (lanjutan)

NO NAMA RUAS PANJANG (KM)

53 PADANG (SIMP. DUKU) - LUBUK ALUNG 13.492

54 JLN. ADINEGORO (PADANG) 9.487

55 JLN. PROF DR HAMKA (PADANG) 4.098

56 BANDARA INTERNASIONAL MINANGKABAU (BIM) - SIMP TALANG DUKU 3.414

57 PADANG BYPASS II (BARU) 22.267

58 PADANG BYPASS I 4.896

59 BUKIT PUTUS - TELUK BAYUR (PADANG) 1.170

60 BTS. KOTA PADANG - BTS. KOTA PAINAN 48.811

61 JLN. BUKIT PUTUS - BTS. KOTA PADANG (PADANG) 22.457

62 JLN. ILYAS YUSUF (PAINAN) 0.969

63 JLN. SUTAN SYAHRIR (PAINAN) 0.661

64 BTS KOTA PAINAN - KAMBANG 52.599

65 JLN. SUTAN SYAHRIR (PAINAN) 0.661

66 KAMBANG - INDRAPURA 58.254

67 INDRAPURA - TAPAN 24.358

68 TAPAN-BTS BENGKULU 39.739

69 BTS. KOTA PAYAKUMBUH - BTS. RIAU 72.933

70 JLN. SUDIRMAN (PAYAKUMBUH) 0.535

71 BASO - BTS. KOTA PAYAKUMBUH 15.129

72 JLN. SOEKARNO HATTA (PAYAKUMBUH) 3.762

73 JLN. DIPONEGORO (PAYAKUMBUH) 6.210

74 JLN. KH AHMAD DAHLAN (PAYAKUMBUH) 4.940

75 BTS. KOTA BUKIT TINGGI - BASO 7.524

76 JLN. SOEKARNO HATTA (BUKITTINGGI) 2.131

77 PADANG PANJANG BYPASS (JL. H AGUS SALIM) 2.356

78 SICINCIN - BTS. KOTA PADANG PANJANG 20.789

79 JLN. ST. SYAHRIR (PADANG PANJANG) 2.961

80 LUBUK ALUNG - SICINCIN 13.514

81 LUBUK SELASIH - BTS. KOTA SOLOK 22.809

82 JLN. LUBUK SIKARAH (SOLOK) 0.779

83 JLN. HAMKA (SOLOK) 1.098

84 BTS. KOTA PADANG - LUBUK SELASIH 8.899

85 JLN. SIMP. HARU - BTS. KOTA PADANG (PADANG) 23.176

86 JLN. M YAMIN (SAWAHLUNTO) 15.350

87 JLN. SAWAHLUNTO - MUARA KALABAN (SAWAHLUNTO) 5.450

88 KILIRANJAO - BTS.RIAU 23.290

89 JLN. SUTAN SYAHRIR (PADANG - BUKIT PUTUS) (PADANG) 4.381

90 SOLOK BYPASS (JL. NASIR PAMUNCAK) 3.117

JUMLAH 1,212.889

DIT. BSTP

Page 101: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-44

Gambar 4. 28 Peta Jaringan Jalan Kota Bukittinggi

Sedangkan pada Tabel 4.13 terlihat pembagian panjang jalan Provinsi dan Nasional berdasarkan kabupaten/kota serta pemerintahan yang berwenang mengelolanya, dimana Kota Bukit Tinggi memiliki jalan yang dikelola negara sepanjang 16,55 Km.

Tabel 4. 6 Panjang Jalan Menurut Kabupaten/Kota & Pemerintahan yang Berwenang Mengelolanya

Kabupaten / Kota Nasional Provinsi

Kabupaten

1. Kepulauan Mentawai 2. Pesisir Selatan 3. Solok 4. Sawahlunto-Sijunjung 5. Tanah Datar 6. Padang Pariaman 7. Agam 8. 50 Kota 9. Pasaman 10. Solok Selatan 11. Dharmasraya 12. Pasaman Barat

Kota 1. Padang 2. Solok 3. Sawahlunto 4. Padang Panjang 5. Bukit Tinggi 6. Payakumbuh 7. Pariaman

- 218.53 61.09

168.26 54.36

143.68 81.51 84.40

84.96 - -

141.67

100.80 10.94

- 13.24 16.55 14.05 6.04

- 72.90

167.44 53.11

127.37 85.69

110.40 114.95 71.83

140.51 79.10 72.10

- 1.30

20.80 27.05

- 9.39

- Jumlah 1 200.08 1 153.94

Sumber: Dinas Prasarana Jalan Provinsi Sumatera Barat 2008

Kota Bukit Tinggi memiliki terminal angkutan transportasi darat yang bernama Terminal Aur Kuning yang memiliki luas 1 hektar dan merupakan Terminal Bus Antar Kota dalam

DIT. BSTP

Page 102: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-45

dan luar provinsi. Terminal ini menghubungkan transportasi Kota Bukit Tinggi dengan kota-kota dan kabupaten-kabupaten lain yang tersebar di wilayah Sumbar serta provinsi-provinsi lainnya di Pulau Sumatera dan jawa. Terminal ini merupakan terminal yang tersibuk di Sumatera Barat dengan intensitas kesibukan yang hampir sama dengan Terminal Pulo Gadung.

Masalah pada Terminal Aur Kuning adalah area terminal yang dikelilingi oleh pedagang-pedagang kaki lima dan pasar tradisional yang tidak tertata dengan baik. Lokasi semakin semrawut karena ditambah dengan pengaturan parkir kendaraan yang tidak tertata dan teratur sehingga menimbulkan kemacetan. Kondisi tersebut menyulitkan bus-bus yang menunggu penumpang. Selain itu, terminal ini juga kurang memiliki media informasi yang cukup jelas, sehingga cukup merepotkan para pengguna terminal.

Untuk transportasi dalam kota, tersedia sarana angkutan kota selain taksi berupa mikrolet dan bendi (kereta kuda). Perusahaan angkutan umum di Kota Bukit Tinggi diterangkan pada Tabel 4.14. Sedangkan bendi merupakan alat transportasi tradisional Kota Bukit Tinggi yang masih dipertahankan, jumlah Bendi yang terdata diterangkan pada Tabel 4.15.

Tabel 4. 7 Perusahaan Angkutan Umum di Kota Bukit Tinggi

NO NAMA PERUSAHAAN ARMADA JENIS TRANSPORTASI

1 PO. ANS 40 unit AKDP

2 PO. DUA SAUDARA 35 unit AKDP

3 PO. SALAM 26 unit AKDP

4 PO. PELITA ARRUYA MANDIRI 30 unit AKDP

5 PO. PELITA INDAH 25 unit AKDP

6 PO. PERKASA 5 unit AKDP

7 BUANA TAXI 45 unit TAXI

8 SINGGALANG TAXI 20 unit TAXI

9 PANORAMA TAXI 15 unit TAXI

10 KOPERASI MERSI ANGKOT

11 KOPERASI JAM GADANG 375 unit ANGKOT

12 IKABE 23356 unit ANGKOT

Tabel 4. 8 Bendi di Kota Bukit Tinggi

NO LOKASI JUMLAH

1 JENJANG GANTUAN 200 unit

2 PASAR BANTO

3 KAMPUNG CINA

4 PASAR ATAS

Data Januari 2008 (www.bukittinggiwisata.com).

Angkutan kendaraan bermotor di Sumbar cukup tinggi dibanding daerah tertentu lainnya di Indonesia. Selama lima tahun (2004-2008) saja jumlah kendaraan bermotor meningkatkan signifikan, yaitu dari 550.000 unit (2004) menjadi 780.000 unit (2008), atau naik 40%. Berbeda jauh dibanding peningkatan jumlah penduduk yang hanya 10%, yaitu 4,2 juta jiwa tahun 2004 menjadi 4,63 juta jiwa tahun 2008 pada periode yang sama.

DIT. BSTP

Page 103: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-46

Sedangkan data yang dihimpun oleh Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2007 jumlah kendaraan bermotor adalah 20.419 unit. Angka ini terbagi atas sepeda motor sebesar 11.954 unit yang menempati urutan teratas dalam hal jumlah dibandingkan jenis kendaraan bermotor lainnya, diikuti oleh mini bus dengan jumlah kepemilikan sebanyak 4.750 unit (Tabel 4.16).

Tabel 4. 9 Jumlah Kendaraan Yang Membayar Pajak Kendaran Bermotor

Kabupaten / Kota Sedan Jeep Mini

Bus

MIC

Bus

Bus Pick

Up

Light

Truck

Truck Sepeda

Motor

Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

Kabupaten

1. Kepulauan

Mentawai

2. Pesisir Selatan

3. Solok

4. Sawahlunto-

Sijunjung

5. Tanah Datar

6. Padang

Pariaman

7. Agam

8. 50 Kota

9. Pasaman

10. Solok Selatan

11. Dharmasraya

12. Pasaman Barat

Kota

1. Padang

2. Solok

3. Sawahlunto

4. Padang Panjang

5. Bukit Tinggi

6. Payakumbuh

7. Pariaman

1

79

150

67

251

203

598

201

95

17

35

43

8.266

251

65

182

1 040

478

177

-

32

108

80

156

173

328

145

86

32

100

72

5.579

184

70

77

584

244

90

39

755

1.904

938

2.556

1.679

4.131

1.958

951

365

745

694

33.348

1.681

883

1.247

4.750

2.420

980

2

61

194

120

362

100

139

116

222

25

33

83

543

17

13

35

87

54

34

-

9

-

1

4

-

26

2

5

8

1

5

174

-

-

-

25

3

-

6

1.003

990

732

1.514

765

1.639

2.040

432

161

939

328

9.249

623

249

392

1.149

1.170

310

-

312

847

302

591

590

865

487

317

181

551

474

5.230

377

224

183

599

391

167

2

48

98

168

212

119

122

201

110

42

177

70

5.437

64

162

193

231

212

39

254

14.674

16.039

14.609

20.000

20.865

24.326

26.826

11.992

5.952

14.600

14.429

230.171

7.881

6.648

4.168

11.954

15.085

7.053

304

16.973

20.330

17.017

25.646

24.494

32.174

31.976

14.210

6.783

17.181

16.198

297.997

11.078

8.314

6.477

20.419

20.057

8.850

Jumlah 12.199 8.140 62.024 2.240 263 23.691 12.688 7.707 467.526 596.478

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Barat 2008

Struktur transportasi darat di Sumatera Barat dapat dilihat dari trayek yang ada baik Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) maupun Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). Data yang dihimpun dari Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2008 jumlah perusahaan mobil bus umum untuk trayek AKDP berjumlah 131 perusahaan yang terbagi atas 12 kabupaten dan 7 kota di Sumatera Barat (Tabel 4.17). Dari jumlah ini Kota Bukit Tinggi merupakan kota dengan jumlah kepemilikan perusahaan mobil sebanyak 6 perusahaan. Sedangkan jumlah kendaraan penumpang menurut kabupaten/kota dan penggunaan bahan bakarnya dapat dilihat pada Tabel 4.18. Dari tabel tersebut terlihat bahwa Kota Bukit Tinggi memiliki jumlah kendaraan penumpang sebanyak 3.011 kendaraan.

DIT. BSTP

Page 104: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-47

Tabel 4. 10 Jumlah Perusahaan Mobil Bus Umum Trayek AKDP

Kabupaten/Kota Regency/Municipality Jumlah

Menurut Izin Aktual Perusahaan

Bis Rit Bis Rit

Kabupaten / Regency

01. Kep. Mentawai - - - - -

02. Pesisir Selatan 12 108 274 68 172

03. S o l o k 11 253 736 185 532

04. Sijunjung 5 136 303 117 258

05. Tanah Datar 21 341 1211 285 992

06. Padang Pariaman 5 175 741 118 505

07. A g a m 15 281 1388 230 1200

08. 50 Kota 12 175 569 139 452

09. P a s a m a n 7 156 312 136 272

10. Solok Selatan 3 36 72 24 48

11. Dharmasraya 2 28 56 25 50

12. Pasaman Barat 6 84 170 61 122

Kota / Municipality

1. P a d a n g 10 139 448 106 379

2. S o l o k 1 12 48 8 32

3. Sawahlunto 1 16 60 12 42

4. Padang Panjang 5 153 933 145 946

5. Bukittinggi 6 211 1594 188 1482

6. Payakumbuh 7 121 568 122 546

7. Pariaman 2 43 146 23 82

Jumlah / Total 131 2468 9629 1992 8112 Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Barat

DIT. BSTP

Page 105: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-48

Tabel 4. 11 Jumlah Kendaraan Penumpang Umum Menurut Kab/Kota dan Penggunaan Bahan Bakar

Kabupaten/Kota Jenis Bahan Bakar Jumlah / Regency/Municipality Solar Premium Total

Kabupaten / Regency 01. Kep. Mentawai - - - 02. Pesisir Selatan 1,189 38 1,227 03. S o l o k 2,220 88 2,308 04. Sijunjung 1,521 40 1,561 05. Tanah Datar 2,359 54 2,413 06. Padang Pariaman 1,790 85 1,875 07. A g a m 3,331 82 3,413 08. 50 Kota 2,806 71 2,877 09. P a s a m a n 906 16 922 10. Solok Selatan 590 25 615 11. Dharmasraya 1,959 27 1,986 12. Pasaman Barat 181 13 194 Kota / Municipality 01. P a d a n g 21,479 995 22,474 02. S o l o k 1,122 43 1,165 03. Sawahlunto 565 15 580 04. Padang Panjang 770 59 829 05. Bukittinggi 2,682 329 3,011 06. Payakumbuh 2,211 82 2,293 07. Pariaman 560 21 581

Jumlah 48,241 2,083 50,324 Sumber : Dinas LLAJR Provinsi Sumatera Barat

DIT. BSTP

Page 106: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

4-49

Contents BAB 4. GAMBARAN WILAYAH STUDI ............................ Error! Bookmark not defined.

4.1 Medan ................................................................. Error! Bookmark not defined.

4.1.1 Kondisi Tata Ruang ...................................... Error! Bookmark not defined.

4.1.2 Kondisi Transportasi ..................................... Error! Bookmark not defined.

4.2 Semarang ............................................................ Error! Bookmark not defined.

4.2.1 Kondisi Tata Ruang ...................................... Error! Bookmark not defined.

4.2.2 Kondisi Transportasi ..................................... Error! Bookmark not defined.

4.3 Bukittinggi ...................................................................................................... 4-35

4.3.1 Kondisi Tata Ruang ................................................................................ 4-35

4.3.2 Kondisi Transportasi ............................................................................... 4-40

DIT. BSTP

Page 107: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-1

BAB 5. RESUME SURVEY PRIMER

5.1 Resume Angkutan Orang Di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Di Wilayah Studi

Resume dari Survei Gambaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu dinyatakan sebagai berikut. Hasil Survei lengkap disampaikan pada Lampiran A.

• Kota Medan

– Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) yang utama adalah becak dan bentor atau becak mesin

– Operasinya tidak hanya melayani wilayah permukiman tetapi juga keluar ke jalan-jalan arteri

– Ojeg hanya berada di daerah pinggiran Kota Medan

• Kota Semarang

– Ojeg dan becak menjadi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) utama

– Ojeg berada di hampir seluruh persimpangan dan jalan akses menuju permukiman

– Becak biasanya berada di pasar-pasar tradisional

– Bentor atau becak mesin ada di Jalan Gatot Subroto untuk wisata

– Andong lebih digunakan untuk wisata meskipun juga digunakan untuk angkutan orang dan barang

• Kota Bukittinggi

– Bendi adalah paratransit yang dilegalkan di Bukittinggi

DIT. BSTP

Page 108: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-2

– Ojeg hadir untuk mengisi operasi angkutan umum yang berhenti setelah pukul 20.00.

– Bendi yang dilegalkan hanya berada yaitu kawasan Pasar Atas untuk wisata, kawasan Pasar Bawah dan Pasar Banto untuk ke Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

• Kota Bandung

– Ojeg merupakan angkutan paratransit terutama di wilayah-wilayah yang tidak memiliki akses angkutan umum

– Ojeg di wilayah Bandung Utara yang bergunung-gunung mempunyai tarif yang jauh lebih mahal dibandingkan akses ke wilayah permukiman

– Terdapat persaingan antara ojeg dan angmum di beberapa lintas sehingga memaksa angmum membatasi waktu operasinya

– Terdapat juga “Ojeg Bebas” yaitu ojeg yang beroperasi lintas wilayah atau

melalui jalur-jalur primer

– Sebagian operasi ojeg ini dinaungi suatu paguyuban dengan uang masuk paguyuban yang cukup besar

– Delman berada di beberapa lintas. Seringkali operasinya mengganggu operasi kendaraan lain karena kecepatan rata-rata yang sangat rendah

• BSD

– Adanya akses ke KA mengakibatkan perlunya pra dan pasca moda KA.

– Sebagian pengguna KA menggunakan jasa ojeg atau menggunakan kendaraan pribadi sendiri apakah itu motor atau mobil

– Operasi ojeg ini cukup dibutuhkan tetapi belum ada legalisasi dan pengaturan yang diperlukan

Pada Tabel 5.1 disampaikan resume Gambaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) di dalam suatu Matriks. Terdapat 4 aspek yang dapat diperlihatkan dari survei kondisi atau pemetaan kondisi ini, yaitu jenis angkutan lingkungan, pola operasi, prasarana dan sarana serta standar keselamatan.

DIT. BSTP

Page 109: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-3

Tabel 5. 1 Matriks Resume Gambaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) di Wilayah Studi

Aspek Medan Semarang Bukittinggi

Jenis Angkutan Lingkungan

Becak, bentor atau becak mesin dan Ojeg di wilayah pinggir kota

Ojeg dan becak yang utama dan terdapat Bentor beroperasi untuk wisata dan andong wisata dan angkutan barang

Ojeg dan Bendi

Pola Operasi Becak dan Becak Motor beroperasinya tidak hanya melayani wilayah permukiman tetapi juga keluar ke jalan-jalan arteri

Ojeg hanya berada di daerah pinggiran Kota Medan

Ojeg berada di hampir seluruh persimpangan dan jalan akses menuju permukiman

Becak biasanya berada di pasar-pasar tradisional

Bentor atau becak mesin ada di Jalan Gatot Subroto untuk wisata

Andong lebih digunakan untuk wisata meskipun juga digunakan untuk angkutan orang dan barang

Adanya akses ke KA mengakibatkan perlunya pra dan pasca moda KA.

Sebagian pengguna KA menggunakan jasa ojeg atau menggunakan kendaraan pribadi sendiri apakah itu motor atau mobil

Operasi ojeg ini cukup dibutuhkan tetapi belum ada legalisasi dan pengaturan yang diperlukan

Prasarana Tidak terdapat prasarana khusus

Becak cenderung tidak mempunyai prasarana pangkalan khusus dan hanya parkir di tepi badan jalan atau di trotoar

Ojeg memiliki perkumpulan yang tidak resmi. Di persimpangan terdapat pangkalan-pangkalan yang disediakan untuk berteduh

Becak cenderung tidak dikoordinir dan tidak mempunyai pangkalan, Hanya parkir di tepi badan jalan atau di trotoar

Bendi terkoordinir dengan rapi di Pasar Atas, Pasar Bawah dan Pasar Banto. Disediakan lajur khusus untuk parkir tetapi tidak suatu pangkalan khusus

Ojeg di Bukittinggi masih belum dikoordinasi dengan rapi seperti di Semarang. Masih menggunakan pangkalan seadanya untuk berteduh

DIT. BSTP

Page 110: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-4

Aspek Medan Semarang Bukittinggi

Sarana dan Standar Keselamatan

Bentor: Kurang memperlihatkan standar keselamatan. Pengemudi juga tidak memiliki surat ijin

Becak: Tidak ada aturan-aturan standar keselamatan yang mengatur becak

Becak: Tidak ada aturan-aturan standar keselamatan yang mengatur becak

Ojeg: kurang memenuhi standar keselamatan terutama dalam mengemudi dan fasilitas pengemudi

Bentor: Masih juga belum mempunyai standar keselamatan karena memang tidak diatur atau memiliki peraturan

Ojeg: standar mengemudi masih rendah. Seringkali mengebut. Standar keselamatan juga tidak diperhatikan seperti standar helm dan sebagainya

Aspek Bandung BSD

Jenis Angkutan Lingkungan

Ojeg, Becak, Delman Ojeg

Pola Operasi Ojeg merupakan angkutan paratransit terutama di wilayah-wilayah yang tidak memiliki akses angkutan umum. Ojeg di wilayah Bandung Utara yang bergunung-gunung mempunyai tarif yang jauh lebih mahal.

Terdapat persaingan antara ojeg dan angmum di beberapa lintas sehingga memaksa angmum membatasi waktu operasinya

Terdapat juga “Ojeg Bebas” yaitu

ojeg yang beroperasi lintas wilayah atau melalui jalur-jalur primer

Sebagian operasi ojeg ini dinaungi suatu paguyuban dengan uang masuk paguyuban yang cukup besar

Becak masih melayani di beberapa lokasi permukiman dan di Pusat Kota dan Pusat Perdagangan (di

Ojeg berada di hampir seluruh persimpangan dan jalan akses menuju permukiman

Becak biasanya berada di pasar-pasar tradisional

Bentor atau becak mesin ada di Jalan Gatot Subroto untuk wisata

Andong lebih digunakan untuk wisata meskipun juga digunakan untuk angkutan orang dan barang

DIT. BSTP

Page 111: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-5

Aspek Bandung BSD

CBD Kota Bandung

Di dalam wilayah CBD Kota Bandung, Becak sebenarnya sudah dilarang tetapi masih dapat beroperasi di dalam wilayah permukiman maupun perdagangan

Delman berada di beberapa lintas di pinggir kota (Gunung Batu-Cimindi dan Antapani). Seringkali operasinya mengganggu operasi kendaraan lain karena kecepatan rata-rata yang sangat rendah

Prasarana Ojeg biasanya lebih baik dalam mengorganisasikan diri. Pangkalan-pangkalan yang digunakan lebih teroganisir dan tersusun rapi

Becak lebih tidak teratur dalam mengorganisasi diri.

Ojeg di BSD atau Jakarta lebih tidak tertata. Pengorganisasian dirinya terlihat seadanya atau tidak terkumpul pada suatu paguyuban

Sarana dan Standar Keselamatan

Ojeg sudah memiliki paguyuban, memiliki call centre (di beberapa lokasi) agar mudah dihubungi. Di beberapa lokasi standar keselamatan dan jaket pengenal sudah digunakan tetapi sebagian besar masih belum tertata rapi

Becak sebenarnya bukan angkutan yang direkomendasikan di kota ini sehingga tidak ada aturan yang mengaturnya

Tidak ada standar keselamatan khusus pada angkutan ini. Hanya helm yang tidak sesuai dengan standar SNI

Tidak ada jaket pengenal dan sebagainya

5.2 Resume Kondisi Angkutan Orang Di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Perspektif Pengguna

Resume dari Survei perspektif pengguna dinyatakan sebagai berikut. Hasil Survei lengkap disampaikan pada Lampiran B.

DIT. BSTP

Page 112: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-6

5.2.1 Kota Medan

• Sekitar 87% responden mempunyai pengeluaran transportasi < 25%

• Sekitar 40% responden menggunakan pra moda jalan kaki. 42% menggunakan becak/bentor sebagai pra moda dan 8% ojeg

• Sekitar 48% menggunakan jalan kaki sebagai pasca moda, 40% becak dan 12% pasca

• 27% mau berpindah ke angmum dengan alasan waktu perjalanan, 18% tarif, 15% door to door dan 14% kenyamanan

• Kelebihan kendaraan pribadi adalah 30% waktu perjalanan lebih cepat, 24% keselamatan dan 19% kenyamanan

• Kekurangan angkutan umum adalah 25% waktu lebih lama, 25% tidak aman dan 12% akses sulit

• Usulan perbaikan angkutan umum 27% peningkatan keselamatan, 22% pengurangan tarif dan 16% perbaikan operasi

• Sekitar 50% responden menyatakan bahwa Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ini memudahkan perjalanan dan 11% menyatakan mempersingkat waktu

• Sekitar 50% mengusulkan perbaikan angk. Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan mengkoordinasikannya menjadi lebih baik dan memperbaiki operasinya (menjadi lebih aman dan sebagainya)

• Sekitar 28% skema operasi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) menggunakan sistem sewa, 17% pribadi

• Tarif yang ingin dibayar antara Rp 1000,- Rp 5000,- (70%) sedangkan tarif eksisting yang dibayarkan adalah Rp 3000-5000,- (82%)

• Perlunya perbaikan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan mengusulkan perbaikan skema operasi (23%), peningkatan keselamatan (21%), peningkatan standar operasi (20%), perbaikan tarif (10%) dan pengembangan jaringan (10%)

DIT. BSTP

Page 113: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-7

5.2.2 Kota Semarang

• Sekitar 77% responden mempunyai pengeluaran transportasi < 25%

• Sekitar 50% responden menggunakan pra moda jalan kaki. 27% menggunakan ojeg/motor

• Sekitar 52% menggunakan jalan kaki sebagai pasca moda, 12% becak dan 13% ojeg dan 12% taksi

• 32% mau berpindah ke angmum dengan alasan waktu perjalanan, 27 nyaman, 18% aman dan 13% door to door

• Kelebihan kendaraan pribadi adalah 51% waktu perjalanan lebih cepat, 12% kemudahan akses

• Kekurangan angkutan umum adalah 50% waktu lebih lama, 25% tidak aman dan 12% akses sulit

• Usulan perbaikan angkutan umum 29% peningkatan keselamatan, 14% peningkatan kenyamanan, 14% beroperasi 24 jam dan 25% tarif murah dan armada diperbanyak

• Sekitar 45% responden menyatakan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) memudahkan perjalanan dan 20% mengusulkan ada perbaikan kelembagaan operasi (dibawah naungan 1 perusahaan)

• Sekitar 50% mengusulkan perbaikan angk. Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan mengkoordinasikannya menjadi lebih baik dan memperbaiki operasinya (menjadi lebih aman dan sebagainya)

• Sekitar 48% skema operasi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) menggunakan paguyuban, 32% pribadi

• Tarif yang ingin dibayar antara Rp 1000,- Rp 5000,- (74%) sedangkan tarif eksisting yang dibayarkan adalah Rp 3000-5000,- (70%)

• Perlunya perbaikan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan mengusulkan legalisasi operasi (26%), jaringan utama yang baik (23%), skema operasi yang baik (19%) , jaringan 24 jam (19%) dan perbaikan operasi (16%)

DIT. BSTP

Page 114: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-8

5.2.3 Kota Bukittinggi

• Sekitar 80% responden mempunyai pengeluaran transportasi < 5%

• Sekitar 90% responden menggunakan pra moda jalan kaki. 7% menggunakan ojeg/motor

• Sekitar 100% menggunakan jalan kaki sebagai pasca moda

• 41% mau berpindah ke angmum dengan alasan door to door, 22% waktu perjalanan, 18% tarif

• Kelebihan kendaraan pribadi adalah 58% nyaman dan 27% waktu perjalanan lebih cepat

• Kekurangan angkutan umum adalah 46% tidak nyaman, 25% waktu lebih lama, dan 12% tidak door to door service

• Usulan perbaikan angkutan umum 36% jangan lama mengetem, 13% tidak mengebut,

• Sekitar 54% responden menyatakan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dipergunakan untuk wilayah yang tidak dilayani angmum dan 22% angkutan tradisional

• Sekitar 75% mengusulkan perbaikan angk. Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan memperbaiki skema operasi

• Sekitar 82% skema operasi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) menggunakan operasi pribadi

• Tarif yang ingin dibayar antara Rp 1000,- Rp 3000,- (95%) sedangkan tarif eksisting yang dibayarkan adalah < Rp 2500,- (95%)

• Perlunya perbaikan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan mengusulkan peningkatan keselamatan pengguna ojeg dengan menggunakan helm (25%), mengatur kecepatan operasi (25%), dan mengusulkan bendi memakai penutup (17%)

DIT. BSTP

Page 115: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-9

5.2.4 Kota Bandung

• Sekitar 100% responden mempunyai pengeluaran transportasi < 15%

• Sekitar 40% responden menggunakan pra moda jalan kaki. 24% menggunakan ojeg dan 26% motor sendiri

• Sekitar 44% menggunakan jalan kaki sebagai pasca moda, 35% motor dan 21% ojeg

• 42% mau berpindah ke angmum dengan alasan tarif, 40% waktu perjalanan

• Kelebihan kendaraan pribadi adalah 88% waktu perjalanan lebih cepat

• Kekurangan angkutan umum adalah 66% waktu perjalanan lebih lama

• Usulan perbaikan angkutan umum 36% pengurangan tarif, 28% kenyamanan, 18% perbaikan operasi

• Sekitar 48% responden menyatakan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dipergunakan untuk memudahkan perjalanan dan 28% untuk insidental

• Sekitar 75% mengusulkan perbaikan angk. Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan memperbaiki skema operasi

• Sekitar 82% skema operasi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) menggunakan operasi pribadi

• Tarif yang ingin dibayar antara Rp 1000,- Rp 5000,- (90%) sedangkan tarif eksisting yang dibayarkan adalah < Rp 3000,- Rp 4000,- (84%)

• Perlunya perbaikan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan mengusulkan perbaikan skema operasi (51%), penyesuaian tarif (33%), dan penetapan standar operasi (15%)

Pada Tabel 5.2 disampaikan resume hasil survei Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Perspektif Pengguna. Terdapat beberapa aspek yang diperlihatkan antara lain, pengeluaran transportasi, pra dan pasca moda angkutan umum, persepsi keinginan berpindah ke angkutan umum, kelebihan kendaraan pribadi, kekurangan angkutan umum, usulan perbaikan angkutan umum, kegunaan angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan), pengusahaan angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan), tarif yang

DIT. BSTP

Page 116: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-10

ingin dibayarkan terhadap angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan) dan usulan perbaikan angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan).

Tabel 5. 2 Resume Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Perspektif Pengguna

Aspek Medan Semarang

Pengeluaran Transportasi

Sekitar 87% responden mempunyai pengeluaran transportasi < 25%

Sekitar 77% responden mempunyai pengeluaran transportasi < 25%

Pra dan Pasca Moda

Sekitar 40% responden menggunakan pra moda jalan kaki. 42% menggunakan becak/bentor sebagai pra moda dan 8% ojeg

Sekitar 48% menggunakan jalan kaki sebagai pasca moda, 40% becak dan 12% pasca

Sekitar 50% responden menggunakan pra moda jalan kaki. 27% menggunakan ojeg/motor

Sekitar 52% menggunakan jalan kaki sebagai pasca moda, 12% becak dan 13% ojeg dan 12% taksi

Keinginan Berpindah ke Angkutan Umum

27% mau berpindah ke angmum dengan alasan waktu perjalanan, 18% tarif, 15% door to door dan 14% kenyamanan

32% mau berpindah ke angmum dengan alasan waktu perjalanan, 27 nyaman, 18% aman dan 13% door to door

Kelebihan Kendaraan Pribadi

Kelebihan kendaraan pribadi adalah 30% waktu perjalanan lebih cepat, 24% keselamatan dan 19% kenyamanan

Kelebihan kendaraan pribadi adalah 51% waktu perjalanan lebih cepat, 12% kemudahan akses

Kekurangan Angkutan Umum

Kekurangan angkutan umum adalah 25% waktu lebih lama, 25% tidak aman dan 12% akses sulit

Kekurangan angkutan umum adalah 50% waktu lebih lama, 25% tidak aman dan 12% akses sulit

Usulan Perbaikan Angkutan Umum

Usulan perbaikan angkutan umum 27% peningkatan keselamatan, 22% pengurangan tarif dan 16% perbaikan operasi

Usulan perbaikan angkutan umum 29% peningkatan keselamatan, 14% peningkatan kenyamanan, 14% beroperasi 24 jam dan 25% tarif murah dan armada diperbanyak

Kegunaan Angkutan Lingkungan

Sekitar 50% responden menyatakan bahwa Angkutan

Sekitar 45% responden menyatakan Angkutan Orang di

DIT. BSTP

Page 117: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-11

Aspek Medan Semarang

Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ini memudahkan perjalanan dan 11% menyatakan mempersingkat waktu

Kawasan Tertentu (Lingkungan) memudahkan perjalanan dan 20% mengusulkan ada perbaikan kelembagaan operasi (dibawah naungan 1 perusahaan)

Pengusahaan Angkutan Lingkungan

Sekitar 28% skema operasi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) menggunakan sistem sewa, 17% pribadi

Sekitar 48% skema operasi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) menggunakan paguyuban, 32% pribadi

Tarif yang ingin dibayarkan untuk Angkutan Lingkungan

Tarif yang ingin dibayar antara Rp 1000,- Rp 5000,- (70%) sedangkan tarif eksisting yang dibayarkan adalah Rp 3000-5000,- (82%)

Tarif yang ingin dibayar antara Rp 1000,- Rp 5000,- (74%) sedangkan tarif eksisting yang dibayarkan adalah Rp 3000-5000,- (70%)

Usulan Perbaikan Angkutan Lingkungan

Sekitar 50% mengusulkan perbaikan angk. Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan mengkoordinasikannya menjadi lebih baik dan memperbaiki operasinya (menjadi lebih aman dan sebagainya)

Perlunya perbaikan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan mengusulkan perbaikan skema operasi (23%), peningkatan keselamatan (21%), peningkatan standar operasi (20%), perbaikan tarif (10%) dan pengembangan jaringan (10%)

Sekitar 50% mengusulkan perbaikan angk. Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan mengkoordinasikannya menjadi lebih baik dan memperbaiki operasinya (menjadi lebih aman dan sebagainya)

Perlunya perbaikan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan mengusulkan legalisasi operasi (26%), jaringan utama yang baik (23%), skema operasi yang baik (19%) , jaringan 24 jam (19%) dan perbaikan operasi (16%)

Aspek Bukittinggi Bandung

Pengeluaran Transportasi

Sekitar 80% responden mempunyai pengeluaran

Sekitar 100% responden mempunyai pengeluaran

DIT. BSTP

Page 118: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-12

Aspek Bukittinggi Bandung

transportasi < 5% transportasi < 15%

Pra dan Pasca Moda

Sekitar 90% responden menggunakan pra moda jalan kaki. 7% menggunakan ojeg/motor

Sekitar 100% menggunakan jalan kaki sebagai pasca moda

Sekitar 40% responden menggunakan pra moda jalan kaki. 24% menggunakan ojeg dan 26% motor sendiri

Sekitar 44% menggunakan jalan kaki sebagai pasca moda, 35% motor dan 21% ojeg

Keinginan Berpindah ke Angkutan Umum

41% mau berpindah ke angmum dengan alasan door to door, 22% waktu perjalanan, 18% tarif

42% mau berpindah ke angmum dengan alasan tarif, 40% waktu perjalanan

Kelebihan Kendaraan Pribadi

Kelebihan kendaraan pribadi adalah 58% nyaman dan 27% waktu perjalanan lebih cepat

Kelebihan kendaraan pribadi adalah 88% waktu perjalanan lebih cepat

Kekurangan Angkutan Umum

Kekurangan angkutan umum adalah 46% tidak nyaman, 25% waktu lebih lama, dan 12% tidak door to door service

Kekurangan angkutan umum adalah 66% waktu perjalanan lebih lama

Usulan Perbaikan Angkutan Umum

Usulan perbaikan angkutan umum 36% jangan lama mengetem, 13% tidak mengebut,

Usulan perbaikan angkutan umum 36% pengurangan tarif, 28% kenyamanan, 18% perbaikan operasi

Kegunaan Angkutan Lingkungan

Sekitar 54% responden menyatakan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dipergunakan untuk wilayah yang tidak dilayani angmum dan 22% angkutan tradisional

Sekitar 48% responden menyatakan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dipergunakan untuk memudahkan perjalanan dan 28% untuk insidental

Pengusahaan Sekitar 82% skema operasi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) menggunakan operasi pribadi

Sekitar 82% skema operasi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) menggunakan operasi pribadi

Tarif yang Tarif yang ingin dibayar antara Rp Tarif yang ingin dibayar antara Rp

DIT. BSTP

Page 119: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-13

Aspek Bukittinggi Bandung

ingin dibayarkan

1000,- Rp 3000,- (95%) sedangkan tarif eksisting yang dibayarkan adalah < Rp 2500,- (95%)

1000,- Rp 5000,- (90%) sedangkan tarif eksisting yang dibayarkan adalah < Rp 3000,- Rp 4000,- (84%)

Usulan Perbaikan Angkutan Lingkungan

Sekitar 75% mengusulkan perbaikan angk. Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan memperbaiki skema operasi

Perlunya perbaikan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan mengusulkan peningkatan keselamatan pengguna ojeg dengan menggunakan helm (25%), mengatur kecepatan operasi (25%), dan mengusulkan bendi memakai penutup (17%)

Sekitar 75% mengusulkan perbaikan angk. Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan memperbaiki skema operasi

Perlunya perbaikan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan mengusulkan perbaikan skema operasi (51%), penyesuaian tarif (33%), dan penetapan standar operasi (15%)

5.3 Resume Kondisi Angkutan Orang Di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Perspektif Instansi Pemerintah Kota

Resume dari Survei perspektif instansi pemerintah dinyatakan sebagai berikut. Hasil Survei lengkap disampaikan pada Lampiran C.

5.3.1 Kota Medan

• Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) yang ada : becak motor (M), becak dayung (NM)

• Wilayah operasinya bebas dan menyebabkan terjadinya tumpang tindih trayek dengan angkutan umum reguler.

• Seharusnya ada desain khusus untuk mengatur interaksi dan integrasi antara angkutan umum reguler dengan becak dayung dan bentor tersebut, contohnya bentor dijadikan sebagai pengumpan untuk angkutan umum reguler.

• Jadi peran paratransit disini seharusnya adalah untuk melayani daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh angkutan umum reguler.

DIT. BSTP

Page 120: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-14

• Keberadaan bentor cukup mendapat dukungan dari masyarakat, tetapi hal tersebut disebabkan oleh minimnya alternatif angkutan umum yang ada.

• Masyarakat kota Medan lebih menginginkan angkutan yang murah atau angkutan yang memberikan fasilitas door-to-door. Sedemikian sehingga, mau tidak mau masyarakat tetap menggunakan bentor tersebut.

• Bentor diusahakan dan dikoordinir oleh beberapa peguyuban di masyarakat, perusahaan, ataupun koperasi. Tetapi untuk mendapat izin operasi, paguyuban , perusahaan, atau koperasi tersebut harus mendapat izin dari Dinas Perhubungan Kota Medan.

• Pentarifan yang ada selama ini tidak memiliki suatu sistem yang baku. Jadi, kadang terjadi tawar menawar antara penumpang dan supir bentor tersebut.

• Pemerintah kota Medan belum mengatur perihal standar keselamatan dari bentor ini, sementara ini yang ada baru hanya Perda yang mengatur operasionalnya saja.

• Kondisi di atas mengindikasikan bahwa keberadaan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) perlu dibenahi.

• Pelayanan dari angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ini sebaiknya hanya melayani wilayah permukiman agar tidak terjadi tumpang tindih dengan angkutan umum yang lainnya.

• Pengusahaannya pun sebaiknya dikelola dengan baik oleh pemerintah, baik oleh pemerintah daerah yang bisa mengatur tentang pengoperasiannya, sementara prinsip-prinsip dasarnya diatur oleh pemerintah pusat. Akan lebih baik lagi bila swasta pun ikut berperan di sini.

5.3.2 Kota Semarang

• Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) yang ada : ojek & bentor (M), andong & becak (NM)

• Angkutan-angkutan tersebut ada yang diusahakan sendiri, juga ada yang diusahakan bersama melalui suatu paguyuban.

• Ojek beroperasi hampir di seluruh akses menuju permukiman, namun ada juga yang berada di daerah yang sudah menjadi daerah layanan angkutan umum. Bentor hanya beroperasi di wilayah Gatot Subroto untuk melayani wisatawan. Becak sebagian besar beroperasi di sekitar pasar-pasar tradisional.

DIT. BSTP

Page 121: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-15

• Karena itulah ada juga yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih trayek dengan rute trayek angkutan umum yang sudah ada seperti angkutan kota dan bus kota.

• Padahal yang diharapkan adalah, Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) melayani wilayah yang tidak terlayani oleh angkutan umum reguler tersebut.

• Masyarakat selama ini tidak begitu bermasalah dengan keberadaan angkutan-angkutan tersebut, sepanjang jumlah dan lokasi operasinya tidak melanggar, atau dengan kata lain selama keberadaannya tidak menimbulkan masalah.

• Namun, masyarakat juga menginginkan penataan angkutan-angkutan tersebut, terutama dari standar keselamatan, sistem pentarifannya dan standar pelayananminimumnya.

• Pentarifan yang ada selama ini tidak memiliki suatu sistem yang baku. Jadi, masih terjadi tawar menawar antara pengguna dan operator.

• Sampai saat ini baru becak yang diatur mengenai standar keselamatannya. Sementara yang lain, belum ada uji laik jalannya.

• Pelayanan dari angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ini sebaiknya hanya melayani wilayah tertentu saja, yaitu di wilayah permukiman saja, agar tidak terjadi tumpang tindih dengan angkutan umum yang lainnya.

• Karena itu perlu dilakukan perbaikan standar pelayanan minimumnya.

• Untuk itu Pemerintah Daerah membutuhkan suatu pedoman berupa NSPM oleh Pemerintah Pusat yang selanjutnya memberi wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk mengaturnya.

• Selain itu, ada suatu hal yang menjadi hambatan ketika akan dilakukan pengaturan tentang angkutan umum dan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) yaitu, terlalu banyaknya instansi yang mengurusi bidang transportasi, seharusnya semua memiliki persepsi yang sama tentang penanganan masalah transportasi, sehingga tidak ada ego sektoral.

• Diharapkan dengan adanya pengaturan oleh Pemerintah Pusat selanjutnya akan terjadi integrasi antara Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dengan angkutan umum reguler berupa infrastruktur yang mendukung.

DIT. BSTP

Page 122: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-16

5.3.3 Kota Bukittinggi

• Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) yang ada : ojek (M), bendi (NM)

• Ojek yang pada umumnya beroperasi setelah pukul 20.00 WIB untuk menggantikan operasi angkutan umum yang sebagian besar sudah tidak beroperasi pada pukul tersebut. Sedangkan bendi beroperasi di tiga titik simpul, yaitu titik Pasar Atas yang melayani angkutan wisata, titik Pasar Bawah dan titik Pasar Banto yang melayani angkutan ke permukiman.

• Karena bendi telah ada sebelum angkutan umum lainnya ada, maka trayek angkutan umum menyesuaikan dengan wilayah operasi bendi. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih rute trayek antara bendi dengan angkutan umum lainnya. Sedangkan ojek masih memiliki rute yang bebas.

• Jadi, menurut operasi yang saat ini dilakukan, sebaiknya Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) itu berperan sebagai pengumpul bagi angkutan umum reguler..

• Keberadaan didukung oleh masyarakat, karena mereka membutuhkan angkutan pada malam hari. Selain itu juga karena bendi adalah angkutan tradisional yang harus dilestarikan.

• Bendi ini ada yang diusahakan secara pribadi, ada yang menggunakan sistem sewa. Dan untuk mengkoordinir angkutan ini, terdapat suatu paguyuban kusir bendi yang tergabung dalam Ikatan Kusir Bendi (IKB).

• Selama ini belum ada sistem pentarifan yang baku, sehingga untuk tujuan wisata, harus melalui proses tawar-menawar antara penumpang dengan kusir bendi, sedangkan untuk tujuan ke permukiman sudah ada tarif tetapnya.

• Bendi sudah lama memiliki izin operasi, walaupun tidak berupa surat resmi dari pemerintah. Selain izin operasi, bendi juga sudah memiliki standar keselamatan yang diatur oleh Perda. Sedangkan ojek tidak.

• Selain berperan sebagai penyedia angkutan ke permukiman-permukiman, bendi ini dianggap memiliki peran sebagai bentuk pelestarian angkutan tradisional yang mendukung kota Bukittinggi sebagai kota wisata. Dan atas pelayanannya selama ini yang sudah dianggap baik oleh masyarakat, tidak perlu ada perbaikan secara signifikan lagi.

DIT. BSTP

Page 123: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-17

5.3.4 Kota Bandung

• Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) yang ada : ojek (M), becak & delman (NM)

• Ojek, yang tidak hanya beroperasi di wilayah permukiman, menyebabkan rusaknya sistem angkutan umum yang ada karena beroperasi pada jaringan angkutan umum tersebut

• Pada tahun 2001 pihak Dinas Perhubungan sudah mengusulkan pengaturan ojek ini agar menjadi angkutan perintis. Namun ketika diajukan, usulan tersebut ditolak karena alasan politik.

• Akhirnya, karena merupakan salah satu potensi sumber pendapatan, pihak kepolisian memelihara ojek agar bisa terus beroperasi. Salah satu langkahnya adalah dengan memberikan kartu anggota LANCAR.

• Hambatan lain dalam pengaturannya adalah adanya benturan dengan organisasi masyarakat. Karena banyak yang berkepentingan itulah sampai saat ini aturan dari Pemerintah Daerah belum ada, akhirnya dibiarkan berkembang secara natural.

• Walau selama ini masyarakat masih mau menggunakan jasa ini, tetapi tetap harus ada pengaturan karena masyarakat menggunakan atas dasar tidak ada alternatif yang lebih baik.

• Sistem pentarifan yang berlaku saat ini mengakibatkan adanya tawar menawar antara operator dengan penumpang. Seharusnya tarif sudah ditentukan sebagai bentuk perlindungan konsumen. Dasarnya pun harus jelas, dari BOK misalnya. Dan bila perlu pemerintah bisa memberi subsidi.

• Dari segi pelayanan, faktor keselamatan masih bisa diupayakan dengan memperketat pemberian SIM.

• Ojek seharusnya beroperasi sesuai jam dan wilayah yang ditentukan, yaitu di wilayah permukiman, dan bila ingin masuk ke jalur angkutan umum reguler bisa pada malam hari.

• Saat ini pengusahaan ojek masih dilakukan oleh organisasi yang ada di masyarakat masyarakat. Padahal karena ojek juga merupakan pelaku usaha bisnis angkutan, seharusnya ojek berada di bawah naungan Organda.

• Namun nanti jika sudah ada aturan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, khususnya Dinas Perhubungan Kota Bandung, bisa mengeluarkan aturan untuk

DIT. BSTP

Page 124: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-18

mengatur Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan), khususnya ojek. Pihak kepolisian pun harus melepaskan ojek ke tangan Dinas Perhubungan.

• Sehingga nantinya ojek dapat berfungsi sesuai perannya yaitu sebagai angkutan umum di wilayah perintis

Pada Tabel 5.3 disampaikan resume Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dari Perspektif Instansi Pemerintah Kota. Terdapat beberapa aspek yang dikaji antara lain jenis angkutan lingkungan, pola operasi, pengusahaan, dukungan masyarakat, pentarifan, prasarana, sarana dan standar keselamatan dan kelembagaan serta integrasi.

Tabel 5. 3 Resume Gambaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Perspektif Instansi Pemerintah Kota

Aspek Medan Semarang

Jenis Angkutan Lingkungan

Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) yang ada : becak motor (M), becak dayung (NM)

Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) yang ada : ojek & bentor (M), andong & becak (NM)

Pola Operasi Wilayah operasinya bebas dan menyebabkan terjadinya tumpang tindih trayek dengan angkutan umum reguler.

Seharusnya ada desain khusus untuk mengatur interaksi dan integrasi antara angkutan umum reguler dengan becak dayung dan bentor tersebut, contohnya bentor dijadikan sebagai pengumpan untuk angkutan umum reguler.

Jadi peran angkutan lingkungan disini seharusnya adalah untuk melayani daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh angkutan umum reguler.

Kondisi di atas mengindikasikan

bahwa keberadaan Angkutan

Orang di Kawasan Tertentu

(Lingkungan) perlu dibenahi.

Ojek beroperasi hampir di seluruh akses menuju permukiman, namun ada juga yang berada di daerah yang sudah menjadi daerah layanan angkutan umum. Bentor hanya beroperasi di wilayah Gatot Subroto untuk melayani wisatawan. Becak sebagian besar beroperasi di sekitar pasar-pasar tradisional.

Karena itulah ada juga yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih trayek dengan rute trayek angkutan umum yang sudah ada seperti angkutan kota dan bus kota.

Padahal yang diharapkan adalah,

Angkutan Orang di Kawasan

Tertentu (Lingkungan) melayani

wilayah yang tidak terlayani oleh

angkutan umum reguler tersebut

Pelayanan dari angkutan Orang di

DIT. BSTP

Page 125: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-19

Aspek Medan Semarang

Pelayanan dari angkutan Orang di

Kawasan Tertentu (Lingkungan) ini

sebaiknya hanya melayani wilayah

permukiman agar tidak terjadi

tumpang tindih dengan angkutan

umum yang lainnya.

Kawasan Tertentu (Lingkungan) ini

sebaiknya hanya melayani wilayah

tertentu saja, yaitu di wilayah

permukiman saja, agar tidak terjadi

tumpang tindih dengan angkutan

umum yang lainnya.

Pengusahaan Bentor diusahakan dan dikoordinir oleh beberapa peguyuban di masyarakat, perusahaan, ataupun koperasi. Tetapi untuk mendapat izin operasi, paguyuban , perusahaan, atau koperasi tersebut harus mendapat izin dari Dinas Perhubungan Kota Medan.

Pengusahaannya pun sebaiknya

dikelola dengan baik oleh

pemerintah, baik oleh pemerintah

daerah yang bisa mengatur

tentang pengoperasiannya,

sementara prinsip-prinsip

dasarnya diatur oleh pemerintah

pusat. Akan lebih baik lagi bila

swasta pun ikut berperan di sini.

Angkutan-angkutan tersebut ada yang diusahakan sendiri, juga ada yang diusahakan bersama melalui suatu paguyuban.

Dukungan Masyarakat

Keberadaan bentor cukup mendapat dukungan dari masyarakat, tetapi hal tersebut disebabkan oleh minimnya alternatif angkutan umum yang ada.

Masyarakat Kota Medan lebih

menginginkan angkutan yang

murah atau angkutan yang

memberikan fasilitas door-to-

door. Sedemikian sehingga, mau

tidak mau masyarakat tetap

menggunakan bentor tersebut.

Masyarakat selama ini tidak begitu bermasalah dengan keberadaan angkutan-angkutan tersebut, sepanjang jumlah dan lokasi operasinya tidak melanggar, atau dengan kata lain selama keberadaannya tidak menimbulkan masalah.

Namun, masyarakat juga

menginginkan penataan angkutan-

angkutan tersebut, terutama dari

standar keselamatan, sistem

pentarifannya dan standar

pelayanan minimumnya.

Pentarifan Pentarifan yang ada selama ini Pentarifan yang ada selama ini

DIT. BSTP

Page 126: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-20

Aspek Medan Semarang

tidak memiliki suatu sistem yang baku. Jadi, kadang terjadi tawar menawar antara penumpang dan supir bentor tersebut.

tidak memiliki suatu sistem yang baku. Jadi, masih terjadi tawar menawar antara pengguna dan operator.

Prasarana Prasarana belum diusahakan dengan baik terutama pangkalan. Bengkel menggunakan bengkel motor yang sudah umum dan banyak di Kota Medan dan sekitarnya

Prasarana diusahakan oleh paguyuban yang menaungi para pengemudi. Selama sudah cukup rapi.

Bengkel menggunakan bengkel umum yang berada di sekitar wilayah operasi

Sarana dan Standar Keselamatan

Pemerintah kota Medan belum mengatur perihal standar keselamatan dari bentor ini, sementara ini yang ada baru hanya Perda yang mengatur operasionalnya saja.

Perubahan jenis kendaraan

dirasakan perlu untuk

meningkatkan tingkat

keselamatan. Tetapi implementasi

perlu memperhatikan retensi dan

jangan membuat gejolak

Sampai saat ini baru becak yang diatur mengenai standar keselamatannya. Sementara yang lain, belum ada uji laik jalannya.

Karena itu perlu dilakukan

perbaikan standar pelayanan

minimumnya

Untuk itu Pemerintah Daerah

membutuhkan suatu pedoman

berupa NSPM oleh Pemerintah

Pusat yang selanjutnya memberi

wewenang kepada Pemerintah

Daerah untuk mengaturnya.

Perubahan jenis kendaraan akan

menimbulkan gejolak. Diperlukan

proses pentahapan untuk

mengalihkan moda yang lebih baik

Kelembagaan dan Integrasi

Selain itu, ada suatu hal yang menjadi hambatan ketika akan dilakukan pengaturan tentang angkutan umum dan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) yaitu, terlalu banyaknya instansi yang mengurusi bidang transportasi,

DIT. BSTP

Page 127: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-21

Aspek Medan Semarang

seharusnya semua memiliki persepsi yang sama tentang penanganan masalah transportasi, sehingga tidak ada ego sektoral.

Diharapkan dengan adanya

pengaturan oleh Pemerintah Pusat

selanjutnya akan terjadi integrasi

antara Angkutan Orang di

Kawasan Tertentu (Lingkungan)

dengan angkutan umum reguler

berupa infrastruktur yang

mendukung.

Aspek Bukittinggi Bandung

Jenis Angkutan Lingkungan

Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) yang ada : ojek (M), bendi (NM)

Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) yang ada : ojek (M), becak & delman (NM)

Pola Operasi Ojek yang pada umumnya beroperasi setelah pukul 20.00 WIB untuk menggantikan operasi angkutan umum yang sebagian besar sudah tidak beroperasi pada pukul tersebut. Sedangkan bendi beroperasi di tiga titik simpul, yaitu titik Pasar Atas yang melayani angkutan wisata, titik Pasar Bawah dan titik Pasar Banto yang melayani angkutan ke permukiman.

Karena bendi telah ada sebelum angkutan umum lainnya ada, maka trayek angkutan umum menyesuaikan dengan wilayah operasi bendi. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih rute trayek antara bendi dengan angkutan umum lainnya. Sedangkan ojek

Ojek, yang tidak hanya beroperasi di wilayah permukiman, menyebabkan rusaknya sistem angkutan umum yang ada karena beroperasi pada jaringan angkutan umum tersebut

Pada tahun 2001 pihak Dinas Perhubungan sudah mengusulkan pengaturan ojek ini agar menjadi angkutan perintis. Namun ketika diajukan, usulan tersebut ditolak karena alasan politik.

Ojek seharusnya beroperasi sesuai jam dan wilayah yang ditentukan, yaitu di wilayah permukiman, dan bila ingin masuk ke jalur angkutan umum reguler bisa pada malam hari.

Sehingga nantinya ojek dapat

DIT. BSTP

Page 128: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-22

Aspek Bukittinggi Bandung

masih memiliki rute yang bebas.

Jadi, menurut operasi yang saat ini

dilakukan, sebaiknya Angkutan

Orang di Kawasan Tertentu

(Lingkungan) itu berperan sebagai

pengumpul bagi angkutan umum

reguler.

berfungsi sesuai perannya yaitu sebagai angkutan umum di wilayah perintis

Pengusahaan Bendi ini ada yang diusahakan secara pribadi, ada yang menggunakan sistem sewa. Dan untuk mengkoordinir angkutan ini, terdapat suatu paguyuban kusir bendi yang tergabung dalam Ikatan Kusir Bendi (IKB)

Ojeg diusahakan secara pribadi tidak dengan suatu paguyuban

Saat ini pengusahaan ojek masih dilakukan oleh organisasi yang ada di masyarakat masyarakat. Padahal karena ojek juga merupakan pelaku usaha bisnis angkutan, seharusnya ojek berada di bawah naungan Organda.

Dukungan Masyarakat

Keberadaan didukung oleh masyarakat, karena mereka membutuhkan angkutan pada malam hari. Selain itu juga karena bendi adalah angkutan tradisional yang harus dilestarikan.

Walau selama ini masyarakat masih mau menggunakan jasa ini, tetapi tetap harus ada pengaturan karena masyarakat menggunakan atas dasar tidak ada alternatif yang lebih baik.

Pentarifan Selama ini belum ada sistem pentarifan yang baku, sehingga untuk tujuan wisata, harus melalui proses tawar-menawar antara penumpang dengan kusir bendi, sedangkan untuk tujuan ke permukiman sudah ada tarif tetapnya.

Sistem pentarifan yang berlaku saat ini mengakibatkan adanya tawar menawar antara operator dengan penumpang.

Seharusnya tarif sudah ditentukan sebagai bentuk perlindungan konsumen. Dasarnya pun harus jelas, dari BOK misalnya. Dan bila perlu pemerintah bisa memberi subsidi.

Prasarana Prasarana biasanya merupakan insiatif dari pengemudi atau operator. Belum dikoordinasikan

Prasarana dikoordinasikan oleh operator dan sebagian sudah cukup baik. Sebagian

DIT. BSTP

Page 129: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-23

Aspek Bukittinggi Bandung

standarnya dikoordinasikan dan diberi kartu LANCAR oleh Kepolisian untuk membantu menjaga keamanan

Sebagian juga mempunyai paguyuban dan dikoordinasikan dengan baik

Sarana dan Standar Keselamatan

Bendi sudah lama memiliki izin operasi, walaupun tidak berupa surat resmi dari pemerintah. Selain izin operasi, bendi juga sudah memiliki standar keselamatan yang diatur oleh Perda. Sedangkan ojek tidak.

Dari segi pelayanan, faktor keselamatan masih bisa diupayakan dengan memperketat pemberian SIM.

Kelembagaan dan Integrasi

Selain berperan sebagai penyedia angkutan ke permukiman-permukiman, bendi ini dianggap memiliki peran sebagai bentuk pelestarian angkutan tradisional yang mendukung kota Bukittinggi sebagai kota wisata.

Dan atas pelayanannya selama ini

yang sudah dianggap baik oleh

masyarakat, tidak perlu ada

perbaikan secara signifikan lagi.

Karena merupakan salah satu potensi sumber pendapatan, pihak kepolisian memelihara ojek agar bisa terus beroperasi. Salah satu langkahnya adalah dengan memberikan kartu anggota LANCAR.

Hambatan lain dalam pengaturannya adalah adanya benturan dengan organisasi masyarakat. Karena banyak yang berkepentingan itulah sampai saat ini aturan dari Pemerintah Daerah belum ada, akhirnya dibiarkan berkembang secara natural.

Namun nanti jika sudah ada aturan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, khususnya Dinas Perhubungan Kota Bandung, bisa mengeluarkan aturan untuk mengatur Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan), khususnya ojek. Pihak kepolisian pun harus melepaskan ojek ke

DIT. BSTP

Page 130: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-24

Aspek Bukittinggi Bandung

tangan Dinas Perhubungan.

5.4 Resume Kondisi Angkutan Orang Di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Perspektif Operator

Resume dari Survei perspektif operator dinyatakan sebagai berikut. Hasil Survei lengkap disampaikan pada Lampiran D.

5.4.1 Kota Medan

Dari hasil survei di Kota Medan didapatkan beberapa resume antara lain:

- Pendapatan kotor/hari adalah 72% 100-150 ribu

- Tarif yang berlaku sekitar 3000-5000 (47%) dan 1000-3000 (23%)

- Operasi/hari dapat mencapai 25-30 rit/hari (65%) dan 21-15 rit/hari (15%)

- Pendapatan bersih mencapai 50.000-75.000 (57%)

- 86% waktu operasi antara 21-30 hari

- Wilayah operasi dinyatakan sejauh 1-2 km (67%)

- Sekitar 61% penumpang adalah pelajar/mahasiswa sedangkan 35% adalah Ibu Rumah Tangga

- Sekitar 71% mencapai tujuan dan 29% menuju lokasi angkutan lainnya (sebagai feeder)

- Pengeluaran mencapai 10.000-30.000/hari (71%) dan 30.000-50.000/hari (27%)

- Jenis pengeluaran sekitar 47% adalah makan dan 28% BBM

- Pemeliharaan 43% adalah ganti ban, 37% ganti oli dan 20% ganti onderdil

- Pengeluaran untuk BBM sekitar Rp 15.000-20.000 (89%)

- Ganti oli dilakukan 1 bulan sekali (88%)

DIT. BSTP

Page 131: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-25

- Onderdil yang diganti adalah busi (50%), rantai (27%), tune up (15%)

- Perbaikan dilakukan 78% responden menggunakan bengkel dan 16% sendidir untuk rem ban dan rantai

- Untuk kendaraan tidak bermotor:

- Perbaikan dilakukan oleh bengkel (68%) untuk lingkar, ban dan rantai sedangkan perbaikan oleh sendiri (25%) untuk rantai

- Sebanyak 92% responden menyatakan tidak perlu biaya sewa lokasi

- Dari 8% yang menyatakan ada biaya sewa operasi 43% menyatakan sebesar 10.000-30.000/bulan, 29% menyatakan 75.000-100.000/bulan dan 28% 30.000-50.000/bulan

- Sebanyak 86% menyatakan tidak ada pungutan liar

- Dari 14% yang menyatakan ada pungutan liar menyatakan 71% pungutan sebesar Rp 1000-3000/hari dan 86% menyatakan untuk preman

- Fungsi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ini adalah membantu menjangkau wilayah yang tidak dilayani angkutan umum reguler (55%), 37% responden menyatakan untuk melayani pengguna yang tidak memiliki kendaraan

- Sebanyak 48% responden menyatakan perlunya menambahan fasilitas keselamatan untuk penataan yang lebih baik, 14% menyatakan perlunya peningkatan tarif dan 37% menyatakan tidak perlu penataan

- 100% responden menyatakan tarif, wilayah operasi dan jumlah rit sudah cukup

- Sebesar 72% responden menyatakan tidak memerlukan paguyuban

- Dari 24% yang memerlukan paguyuban menyatakan paguyuban diperlukan untuk wadah perkumpulan (38%) dan tempat pinjam uang (37%)

- Fasilitas pool perlu dilengkapi dengan 48% bengkel yang dekat

- Sebesar 59% penataan diperlukan untuk keselamatan operasi sedangkan 29% menyatakan tidak perlu penataan

- Sebesar 53% tidak setuju adanya penataan pergantian moda dan 37% tidak setujua adanya penataan

DIT. BSTP

Page 132: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-26

Secara umum harapan atau persepsi operator terhadap angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) antara lain perlu ketertiban, dalam mengemudi tidak ada yang ugal-ugalan. Nasib pengemudi becak lebih diperhatikan. Selain itu operator mengharapkan adanya peningkatan pelayanan dan operasional angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan), peningkatan peran pemerintah daerah yang lebih besar, serta penambahan fasilitas antara lain bengkel yang dekat dan pangkalan yang nyaman.

5.4.2 Kota Semarang

Dari hasil survei di Kota Semarang didapatkan resume sebagai berikut:

- Pendapatan kotor/hari adalah 72% 10.000-30.000

- Tarif yang berlaku sekitar 3000-5000 (78%)

- Operasi/hari dapat mencapai 4-5 rit/hari (30%), 6-7 rit/hari (28%) dan 1-3 rit/hari (17%)

- Pendapatan bersih mencapai 10.000-30.000 (87%)

- 77% waktu operasi antara 26-30 hari

- Wilayah operasi dinyatakan sejauh 1-2 km (50%) dan 43% <= 43%

- Sekitar 35% penumpang adalah pegawah 64% pelajar/mahasiswa dan Ibu Rumah Tangga

- Sekitar 54% operasi digunakan untuk mencapai tujuan dan 20% menuju lokasi angkutan lainnya (sebagai feeder)

- Sekitar 57% operator tidak mempunyai pekerjaan yang lain, tetapi 43% mempunyai pekerjaan lainnya

- Dari 43% tersebut sekitar 19% pekerjaan lainnya adalah pemilik warung, 15% makelar, 11% serabutan dan 8% penjaga toko

- Pengeluaran mencapai 5000-10.000/hari (55%)

- Jenis pengeluaran sekitar 47% adalah BBM dan 43% untuk makan

- Rata-rata 50% responden tidak menjawab biaya pemeliharaan

DIT. BSTP

Page 133: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-27

- Sekitar 50% yang menjawab pemeliharaan menyatakan:

- 46% responden menyatakan pemeliharaan sebagian besar untuk ganti oli sedangkan 15% untuk ganti onderdil

- Biaya untuk BBM adalah < 10.000 (44%)

- 33% responden menyatakan ganti oli dilakukan 2 bulan sekali sedangkan 10% menyatakan 1 bulan sekali

- Sebesar 23% pergantian onderdil adalah ganti bus dan 20% untuk kampas rem

- Sebesar 23% responden menyatakan perbaikan dilakukan di bengkel sedangkan 20% menyatakan di bengkel dan dilakukan sendiri

- Pemeliharaan per tahun yang dilakukan adalah servis roda sebanya 1-2 kali setahun (35%) dan 2-3 kali setahun (10%)

- Untuk Kendaraan Tidak Bermotor (KTB) sebesar 42% responden menyatakan perbaikan dilakukan sendiri dan bengkel tetapi lebih banyak dilakukan sendiri

- Sebanyak 87% responden menyatakan tidak perlu biaya sewa lokasi

- Dari 13% yang menyatakan ada biaya sewa operasi 25% menyatakan sebesar < 10.000/bulan, 25% 10.000-30.000/bulan, 25% menyatakan 75.000-100.000/bulan dan 25%> 100.000/bulan

- Sebanyak 80% menyatakan tidak ada pungutan liar

- Dari 20% yang menyatakan ada pungutan liar menyatakan 100% pungutan sebesar Rp 3000-5000/hari dan diperuntukan untuk polisi (50%) dan preman (50%)

- Fungsi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ini adalah membantu menjangkau wilayah yang tidak dilayani angkutan umum reguler (82%), 11% responden menyatakan untuk melayani pengguna yang tidak memiliki kendaraan

- Sebanyak 53% responden menyatakan perlunya pergantian dengan moda yang lebih baik untuk penataan, 25% menyatakan perlunya peningkatan tarif kira-kira Rp 500/km

DIT. BSTP

Page 134: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-28

- 100% responden menyatakan tarif, wilayah operasi dan jumlah rit (95%) sudah cukup

- Sebesar 59% responden menyatakan iuran paguyuban sebesar 10.000-20.000/bulan sedangkan 24% menyatakan tidak ada iuran

- Sebesar 79% responden menyatakan tidak perlu perbaikan paguyuban

- Sebesar 80% responden menyatakan tidak memerlukan paguyuban

- Fasilitas pool perlu dilengkapi dengbanan 58% bengkel yang dekat dan 42% pool yang nyaman

- Sebesar 45% menyatakan tidak perlu penataan, 22% peningkatan keselamatan dan 17% menyatakan peningkatan tarif

- Sebesar 61% tidak setuju adanya penataan dan 23% menyarankan pengaturan tarif agar seragam

Banyak operator yang merasa bahwa tidak perlu ada penataan karena sudah merasa nyaman dengan keadaan yang sekarang. Dari jumlah rit dan penumpang yang didapat pun dirasa sudah cukup. Selain itu banyak diantara mereka yang tidak membutuhkan paguyuban. Namun ada juga yang mengharapkan penataan dari sistem tarif dan dari sisi keselamatannya. Untuk fasilitas pangkalannya, operator membutuhkan bengkel yang dekat dengan pangkalannya disamping pool yang nyaman.

5.4.3 Kota Bukittingi

Dari hasil survei di Kota Bukittingi disampaikan beberapa resume, antara lain:

- Pendapatan kotor/hari adalah 72% 100-150 ribu

- Tarif yang berlaku sekitar 3000-5000 (47%) dan 1000-3000 (23%)

- Operasi/hari dapat mencapai 25-30 rit/hari (65%) dan 21-15 rit/hari (15%)

- Pendapatan bersih mencapai 50.000-75.000 (57%)

- 86% waktu operasi antara 21-30 hari

- Wilayah operasi dinyatakan sejauh 1-2 km (67%)

DIT. BSTP

Page 135: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-29

- Sekitar 61% penumpang adalah pelajar/mahasiswa sedangkan 35% adalah Ibu Rumah Tangga

- Sekitar 71% mencapai tujuan dan 29% menuju lokasi angkutan lainnya (sebagai feeder)

- Pengeluaran mencapai 10.000-30.000/hari (71%) dan 30.000-50.000/hari (27%)

- Jenis pengeluaran sekitar 47% adalah makan dan 28% BBM

- Pemeliharaan 43% adalah ganti ban, 37% ganti oli dan 20% ganti onderdil

- Pengeluaran untuk BBM sekitar Rp 15.000-20.000 (89%)

- Ganti oli dilakukan 1 bulan sekali (88%)

- Onderdil yang diganti adalah busi (50%), rantai (27%), tune up (15%)

- Perbaikan dilakukan 78% responden menggunakan bengkel dan 16% sendidir untuk rem ban dan rantai

- Untuk kendaraan tidak bermotor:

- Perbaikan dilakukan oleh bengkel (68%) untuk lingkar, ban dan rantai sedangkan perbaikan oleh sendiri (25%) untuk rantai

- Sebanyak 92% responden menyatakan tidak perlu biaya sewa lokasi

- Dari 8% yang menyatakan ada biaya sewa operasi 43% menyatakan sebesar 10.000-30.000/bulan, 29% menyatakan 75.000-100.000/bulan dan 28% 30.000-50.000/bulan

- Sebanyak 86% menyatakan tidak ada pungutan liar

- Dari 14% yang menyatakan ada pungutan liar menyatakan 71% pungutan sebesar Rp 1000-3000/hari dan 86% menyatakan untuk preman

- Fungsi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ini adalah membantu menjangkau wilayah yang tidak dilayani angkutan umum reguler (55%), 37% responden menyatakan untuk melayani pengguna yang tidak memiliki kendaraan

DIT. BSTP

Page 136: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-30

- Sebanyak 48% responden menyatakan perlunya menambahan fasilitas keselamatan untuk penataan yang lebih baik, 14% menyatakan perlunya peningkatan tarif dan 37% menyatakan tidak perlu penataan

- 100% responden menyatakan tarif, wilayah operasi dan jumlah rit sudah cukup

- Untuk kendaraan tidak bermotor:

- Perbaikan dilakukan oleh bengkel (68%) untuk lingkar, ban dan rantai sedangkan perbaikan oleh sendiri (25%) untuk rantai

- Sebanyak 92% responden menyatakan tidak perlu biaya sewa lokasi

- Dari 8% yang menyatakan ada biaya sewa operasi 43% menyatakan sebesar 10.000-30.000/bulan, 29% menyatakan 75.000-100.000/bulan dan 28% 30.000-50.000/bulan

- Sebanyak 86% menyatakan tidak ada pungutan liar

- Dari 14% yang menyatakan ada pungutan liar menyatakan 71% pungutan sebesar Rp 1000-3000/hari dan 86% menyatakan untuk preman

- Fungsi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ini adalah membantu menjangkau wilayah yang tidak dilayani angkutan umum reguler (55%), 37% responden menyatakan untuk melayani pengguna yang tidak memiliki kendaraan

- Sebanyak 48% responden menyatakan perlunya menambahan fasilitas keselamatan untuk penataan yang lebih baik, 14% menyatakan perlunya peningkatan tarif dan 37% menyatakan tidak perlu penataan

- 100% responden menyatakan tarif, wilayah operasi dan jumlah rit sudah cukup

Harapan operator angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) di Kota Bukittingi terhadap angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) peningkatan keselamatan dan penataan angkutan dengan moda yang lebih baik, serta peran pemerintah daerah lebih besar. Kebutuhan pada fasilitas pangkalan yang diharapkan oleh operator antara lain bengkel yang dekat, kelengkapan pengaman yang baik, dan pangkalan yang nyaman. Selain itu operator berharap adanya penghentian paguyuban karena tidak butuh.

DIT. BSTP

Page 137: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-31

Tabel 5. 4 Resume Gambaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Perspektif Instansi Pemerintah Kota

Aspek Medan Semarang

Pendapatan Kotor

Pendapatan kotor/hari adalah 72% 100-150 ribu

Pendapatan kotor/hari adalah 72% 10.000-30.000

Tarif yang Berlaku

Tarif yang berlaku sekitar 3000-5000 (47%) dan 1000-3000 (23%)

Tarif yang berlaku sekitar 3000-5000 (78%)

Waktu dan Wilayah Operasi

Operasi/hari dapat mencapai 25-30 rit/hari (65%) dan 21-15 rit/hari (15%)

86% waktu operasi antara 21-30 hari

Wilayah operasi dinyatakan sejauh 1-2 km (67%)

Operasi/hari dapat mencapai 4-5 rit/hari (30%), 6-7 rit/hari (28%) dan 1-3 rit/hari (17%)

77% waktu operasi antara 26-30 hari

Wilayah operasi dinyatakan sejauh 1-2 km (50%) dan 43% <= 43%

Pendapatan Bersih

Pendapatan bersih mencapai 50.000-75.000 (57%)

Pendapatan bersih mencapai 10.000-30.000 (87%)

Pengguna Sekitar 61% penumpang adalah pelajar/mahasiswa sedangkan 35% adalah Ibu Rumah Tangga

Sekitar 71% mencapai tujuan dan 29% menuju lokasi angkutan lainnya (sebagai feeder)

Sekitar 35% penumpang adalah pegawah 64% pelajar/mahasiswa dan Ibu Rumah Tangga

Sekitar 54% operasi digunakan untuk mencapai tujuan dan 20% menuju lokasi angkutan lainnya (sebagai feeder)

Tentang Operator

100% tidak mempunyai pekerjaan selain pekerjaan mengemudi angkutan lingkungan

Sekitar 57% operator tidak mempunyai pekerjaan yang lain, tetapi 43% mempunyai pekerjaan lainnya

Dari 43% tersebut sekitar 19% pekerjaan lainnya adalah pemilik

DIT. BSTP

Page 138: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-32

Aspek Medan Semarang

warung, 15% makelar, 11% serabutan dan 8% penjaga toko

Pengeluaran Pengeluaran mencapai 10.000-30.000/hari (71%) dan 30.000-50.000/hari (27%)

Jenis pengeluaran sekitar 47% adalah makan dan 28% BBM

Pengeluaran mencapai 5000-10.000/hari (55%)

Jenis pengeluaran sekitar 47% adalah BBM dan 43% untuk makan

Pemeliharaan (Angkutan Lingkungan Bermotor)

Pemeliharaan 43% adalah ganti ban, 37% ganti oli dan 20% ganti onderdil

Pengeluaran untuk BBM sekitar Rp 15.000-20.000 (89%)

Ganti oli dilakukan 1 bulan sekali (88%)

Onderdil yang diganti adalah busi (50%), rantai (27%), tune up (15%)

Perbaikan dilakukan 78% responden menggunakan bengkel dan 16% sendiri terutama untuk rem ban dan rantai

Rata-rata 50% responden tidak menjawab biaya pemeliharaan

Sekitar 50% yang menjawab pemeliharaan menyatakan:

46% responden menyatakan pemeliharaan sebagian besar untuk ganti oli sedangkan 15% untuk ganti onderdil

Biaya untuk BBM adalah < 10.000 (44%)

33% responden menyatakan ganti oli dilakukan 2 bulan sekali sedangkan 10% menyatakan 1 bulan sekali

Sebesar 23% pergantian onderdil adalah ganti bus dan 20% untuk kampas rem

Sebesar 23% responden menyatakan perbaikan dilakukan di bengkel sedangkan 20% menyatakan di bengkel dan dilakukan sendiri

Pemeliharaan per tahun yang dilakukan adalah servis roda sebanya 1-2 kali setahun (35%)

DIT. BSTP

Page 139: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-33

Aspek Medan Semarang

dan 2-3 kali setahun (10%)

Pemeliharaan (Angkutan Lingkungan Tidak Bermotor)

Perbaikan dilakukan oleh bengkel (68%) untuk lingkar, ban dan rantai sedangkan perbaikan oleh sendiri (25%) untuk rantai

Untuk Kendaraan Tidak Bermotor (KTB) sebesar 42% responden menyatakan perbaikan dilakukan sendiri dan bengkel tetapi lebih banyak dilakukan sendiri

Biaya Sewa Lokasi dan Pungli

Sebanyak 92% responden menyatakan tidak perlu biaya sewa lokasi

Dari 8% yang menyatakan ada biaya sewa operasi 43% menyatakan sebesar 10.000-30.000/bulan, 29% menyatakan 75.000-100.000/bulan dan 28% 30.000-50.000/bulan

Sebanyak 86% menyatakan tidak ada pungutan liar

Dari 14% yang menyatakan ada pungutan liar menyatakan 71% pungutan sebesar Rp 1000-3000/hari dan 86% menyatakan untuk preman

Sebanyak 87% responden menyatakan tidak perlu biaya sewa lokasi

Dari 13% yang menyatakan ada biaya sewa operasi 25% menyatakan sebesar < 10.000/bulan, 25% 10.000-30.000/bulan, 25% menyatakan 75.000-100.000/bulan dan 25%> 100.000/bulan

Sebanyak 80% menyatakan tidak ada pungutan liar

Dari 20% yang menyatakan ada pungutan liar menyatakan 100% pungutan sebesar Rp 3000-5000/hari dan diperuntukan untuk polisi (50%) dan preman (50%)

Fungsi Angkutan Lingkungan

Fungsi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ini adalah membantu menjangkau wilayah yang tidak dilayani angkutan umum reguler (55%), 37% responden menyatakan untuk melayani pengguna yang tidak memiliki kendaraan

Fungsi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ini adalah membantu menjangkau wilayah yang tidak dilayani angkutan umum reguler (82%), 11% responden menyatakan untuk melayani pengguna yang tidak memiliki kendaraan

DIT. BSTP

Page 140: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-34

Aspek Medan Semarang

Pengusahaan 61% menyatakan angkutan ini adalah milik sendiri, 25% menyatakan ada majikan atau milik majikan dan hanya mengemudikannya dengan sistem setoran. Sedangkan 14% menyatakan ada paguyuban yang membawahi pengemudi

81% menyatakan tidak ada paguyuban yang menaungi pengemudi

Sebesar 72% responden menyatakan tidak memerlukan paguyuban

Dari 24% yang memerlukan paguyuban menyatakan paguyuban diperlukan untuk wadah perkumpulan (38%) dan tempat pinjam uang (37%)

65% responden menyatakan kepengusahaan adalah milik sendiri, 27% adalah sewa dan 7% menyatakan milik majikan

48% responden/pengemudi menyatakan ada paguyuban yang menaungi. Sekitar 50% yang menyatakan tidak ada paguyuban

Sebesar 59% responden menyatakan iuran paguyuban sebesar 10.000-20.000/bulan sedangkan 24% menyatakan tidak ada iuran

Sebesar 79% responden menyatakan tidak perlu perbaikan paguyuban

Sebesar 80% responden menyatakan tidak memerlukan paguyuban

Prasarana Fasilitas prasarana dirasakan sudah baik (100% responden)

Fasilitas pool perlu dilengkapi dengan 48% bengkel yang dekat sedangkan 43% menyatakan pangkalan yang nyaman

Sekitar 93% responden menyatakan sudah baik tentang kondisi fasilitas prasarana. 2% belum baik karena belum tetap, 2% menyatakan belum baik tanpa penjelasan sedangkan 2% menyatakan lainnya

58% responden menyatakan pada fasilitas pangkalan adalah bengkel yang dekat dan 42% adalah prasarana yang nyaman

Fasilitas pool perlu dilengkapi dengbanan 58% bengkel yang dekat dan 42% pool yang nyaman

Sarana Kapasitas kendaraan 100% Kapasitas kendaraan 100%

DIT. BSTP

Page 141: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-35

Aspek Medan Semarang

responden menyatakan sudah cukup

100% pengemudi menyatakan jenis kendaraan sudah sesuai

responden menyatakan sudah cukup

100% pengemudi menyatakan jenis kendaraan sudah sesuai

Jenis Penataan

Sebanyak 48% responden menyatakan perlunya menambahan fasilitas keselamatan untuk penataan yang lebih baik, 14% menyatakan perlunya peningkatan tarif dan 37% menyatakan tidak perlu penataan

100% responden menyatakan tarif, wilayah operasi dan jumlah rit sudah cukup

Sebesar 59% penataan diperlukan untuk keselamatan operasi sedangkan 29% menyatakan tidak perlu penataan

Sebesar 53% tidak setuju adanya penataan pergantian moda dan 37% tidak setujua adanya penataan

Sebanyak 53% responden menyatakan perlunya pergantian dengan moda yang lebih baik untuk penataan, 25% menyatakan perlunya peningkatan tarif kira-kira Rp 500/km

100% responden menyatakan tarif, wilayah operasi dan jumlah rit (95%) sudah cukup

Sebesar 45% menyatakan tidak perlu penataan, 22% peningkatan keselamatan dan 17% menyatakan peningkatan tarif

Sebesar 61% tidak setuju adanya penataan dan 23% menyarankan pengaturan tarif agar seragam

Poin-poin penting yang disampaikan operator

Secara umum harapan atau persepsi operator terhadap angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) antara lain perlu ketertiban, dalam mengemudi tidak ada yang ugal-ugalan.

Nasib pengemudi becak lebih diperhatikan.

Selain itu operator mengharapkan

Banyak operator yang merasa bahwa tidak perlu ada penataan karena sudah merasa nyaman dengan keadaan yang sekarang.

Dari jumlah rit dan penumpang yang didapat pun dirasa sudah cukup.

Selain itu banyak diantara mereka yang tidak membutuhkan

DIT. BSTP

Page 142: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-36

Aspek Medan Semarang

adanya peningkatan pelayanan dan operasional angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan),

Peningkatan peran pemerintah daerah yang lebih besar,

Penambahan fasilitas antara lain bengkel yang dekat dan pangkalan yang nyaman.

paguyuban.

Namun ada juga yang mengharapkan penataan dari sistem tarif dan dari sisi keselamatannya.

Untuk fasilitas pangkalannya, operator membutuhkan bengkel yang dekat dengan pangkalannya disamping pool yang nyaman.

Aspek Bukittinggi

Pendapatan Kotor

Pendapatan kotor/hari adalah 72% 100-150 ribu

Tarif yang Berlaku

Tarif yang berlaku sekitar 3000-5000 (47%) dan 1000-3000 (23%)

Waktu Operasi

Operasi/hari dapat mencapai 25-30 rit/hari (65%) dan 21-15 rit/hari (15%)

86% waktu operasi antara 21-30 hari

Wilayah operasi dinyatakan sejauh 1-2 km (67%)

Pendapatan Bersih

Pendapatan bersih mencapai 50.000-75.000 (57%)

Pengguna Sekitar 61% penumpang adalah pelajar/mahasiswa sedangkan 35% adalah Ibu Rumah Tangga

Sekitar 71% mencapai tujuan dan 29% menuju lokasi angkutan lainnya (sebagai feeder)

Pengeluaran Pengeluaran mencapai 10.000-30.000/hari (71%) dan 30.000-50.000/hari (27%)

Jenis pengeluaran sekitar 47% adalah makan dan 28% BBM

DIT. BSTP

Page 143: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-37

Aspek Bukittinggi

Pemeliharaan (Angkutan Lingkungan Bermotor)

Pemeliharaan 43% adalah ganti ban, 37% ganti oli dan 20% ganti onderdil

Pengeluaran untuk BBM sekitar Rp 15.000-20.000 (89%)

Ganti oli dilakukan 1 bulan sekali (88%)

Onderdil yang diganti adalah busi (50%), rantai (27%), tune up (15%)

Perbaikan dilakukan 78% responden menggunakan bengkel dan 16% sendiri untuk rem ban dan rantai

Pemeliharaan (Angkutan Lingkungan Tidak Bermotor)

Perbaikan dilakukan oleh bengkel (68%) untuk lingkar, ban dan rantai sedangkan perbaikan oleh sendiri (25%) untuk rantai

Biaya Sewa Lokasi dan Pungli

Sebanyak 92% responden menyatakan tidak perlu biaya sewa lokasi

Dari 8% yang menyatakan ada biaya sewa operasi 43% menyatakan sebesar 10.000-30.000/bulan, 29% menyatakan 75.000-100.000/bulan dan 28% 30.000-50.000/bulan

Sebanyak 86% menyatakan tidak ada pungutan liar

Dari 14% yang menyatakan ada pungutan liar menyatakan 71% pungutan sebesar Rp 1000-3000/hari dan 86% menyatakan untuk preman

Fungsi Angkutan Lingkungan

Fungsi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ini adalah membantu menjangkau wilayah yang tidak dilayani angkutan umum reguler (55%), 37% responden menyatakan untuk melayani pengguna yang tidak memiliki kendaraan

Pengusahaan 64% responden menyatakan milik sendiri, 20% ada majikan, 8% ada pengusaha yang menaungi, 3% menyatakan ada paguyuban

83% responden menyatakan tidak ada paguyuban yang menaungi

DIT. BSTP

Page 144: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-38

Aspek Bukittinggi

sedangkan 14% menyatakan ada paguyuban

Dari 14% responden yang menyatakan ada paguyuban menyatakan 62% menyatakan memberikan iuran sebesar Rp 50.000,-, sedangkan 25% menyatakan Rp 30.000,-

Sebanyak 15% responden menyatakan paguyuban sudah baik dan 80% tidak diisi dan 5% menyatakan perlu perbaikan

67% responden menyatakan bahwa paguyuban sebaiknya tidak menambah pungutan dan 33% harus dibangun di tempat yang strategis

92% menyatakan tidak memerlukan paguyuban dan hanya 2% yang menyatakan perlu

Sekitar 32% menyatakan tidak perlu karena hanya akan menambah pengeluaran, 18% menyatakan tidak perlu, 2% menyatakan perlu agar mudah dicari penumpang dan sebagian besar (48%) tidak mengisi

Prasarana 93% menyatakan fasilitas prasarana sudah baik, 2% terlalu baik dan 2% belum baik

38% responden menyatakan kebutuhan prasarana adalah bengkel yang dekat, 27% kelengkapan pengaman yang baik, 18% nyaman

Sarana 93% responden menyatakan kapasitas sarana sudah cukup

2% menyatakan terlalu banyak

Sebanyak 92% responden menyatakan jenis kendaraan sudah sesuai, 3% menyatakan jenis kendaraan terlalu kecil seharusnya dapat mengangkut 4 orang

Jenis Penataan

Sebanyak 48% responden menyatakan perlunya menambahan fasilitas keselamatan untuk penataan yang lebih baik, 14% menyatakan perlunya peningkatan tarif dan 37% menyatakan tidak perlu penataan

DIT. BSTP

Page 145: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-39

Aspek Bukittinggi

100% responden menyatakan tarif, wilayah operasi dan jumlah rit sudah cukup

Poin-poin penting yang disampaikan operator

Harapan operator angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) di Kota Bukittingi terhadap angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) peningkatan keselamatan dan penataan angkutan dengan moda yang lebih baik,

Peran pemerintah daerah lebih besar.

Kebutuhan pada fasilitas prasarana yang diharapkan oleh operator antara lain bengkel yang dekat, kelengkapan pengaman yang baik, dan pangkalan yang nyaman.

Selain itu operator berharap adanya penghentian paguyuban karena tidak butuh.

-

DIT. BSTP

Page 146: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-40

Contents BAB 5. RESUME SURVEY PRIMER ........................................................................... 5-1

5.1 Resume Angkutan Orang Di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Di Wilayah Studi 5-1

5.2 Resume Kondisi Angkutan Orang Di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Perspektif Pengguna ................................................................................................................... 5-5

5.2.1 Kota Medan .............................................................................................. 5-6

5.2.2 Kota Semarang ......................................................................................... 5-7

5.2.3 Kota Bukittinggi ......................................................................................... 5-8

5.2.4 Kota Bandung ........................................................................................... 5-9

5.3 Resume Kondisi Angkutan Orang Di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Perspektif Instansi Pemerintah Kota ......................................................................................... 5-13

5.3.1 Kota Medan ............................................................................................ 5-13

5.3.2 Kota Semarang ....................................................................................... 5-14

5.3.3 Kota Bukittinggi ....................................................................................... 5-16

5.3.4 Kota Bandung ......................................................................................... 5-17

5.4 Resume Kondisi Angkutan Orang Di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Perspektif Operator ................................................................................................................... 5-24

5.4.1 Kota Medan ............................................................................................ 5-24

5.4.2 Kota Semarang ....................................................................................... 5-26

5.4.3 Kota Bukittingi ......................................................................................... 5-28

DIT. BSTP

Page 147: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

5-41

Tabel 5. 1 Matriks Resume Gambaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) di Wilayah Studi ....................................................................................... 5-3

Tabel 5. 2 Resume Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Perspektif Pengguna .................................................................................................................... 5-10

Tabel 5. 3 Resume Gambaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Perspektif Instansi Pemerintah Kota ............................................................................ 5-18

Tabel 5. 4 Resume Gambaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Perspektif Instansi Pemerintah Kota ............................................................................ 5-31

DIT. BSTP

Page 148: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-1

BAB 7. KONSEP PEDOMAN ANGKUTAN ORANG

DI KAWASAN TERTENTU

(LINGKUNGAN)

7.1 Permasalahan Perkembangan Struktur Wilayah dan Dampaknya pada

Transportasi Perkotaan

Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang cenderung tinggi untuk mengejar ketertinggalannya dengan negara maju. Seperti contoh-contoh di negara-negara maju dan Konsep New Regionalism, bahwa wilayah yang mempunyai ketertarikan ekonomi tinggi akan terus mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Itulah sebabnya wilayah-wilayah perkotaan akan cenderung mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perdesaan. Pertumbuhan ekonomi ini tentunya mengakibatkan beberapa konsekuensi antara peningkatan pertumbuhan penduduk dan pergerakan transportasi di dalam wilayah perkotaan maupun antar kota menuju dan dari wilayah tersebut.

Tamin, 2008 menyatakan bahwa penduduk wilayah perkotaan akan mencapai 59.25% pada tahun 2025. BPS, 2009, menyatakan bahwa persentase penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan saat ini sudah mencapai 34%.

Beberapa fenomena dan fakta tersebut mengakibatkan wilayah perkotaan akan cenderung melebar. Wilayah pengaruhnya akan mencapai kota-kota satelit di sekitar wilayah perkotaan tersebut. Tentunya ini mempengaruhi wilayah pengembangan wilayah permukiman.

Dengan pengaruh harga tanah yang berbanding lurus dengan aksesibilitas, maka terdapat kelas-kelas permukiman. Permukiman untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke atas akan cenderung mendekat ke wilayah CBD. Sedangkan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah akan cenderung menjauhi CBD akibat ketidakmampuannya membeli property dekat dengan CBD. Oleh karena itu akan terdapat permukiman-permukiman yang jauh dari CBD dan jauh dengan aksesibilitas. Inilah yang menyebabkan adanya ”blank spot” wilayah-wilayah permukiman dan jauh dari akses angkutan umum.

Angkutan lingkungan atau orang di kawasan tertentu mempunyai peran atau andil dalam menghubungkan ”blank spot” tersebut. Tujuan dari angkutan ini adalah menjadi feeder atau angkutan pengumpan bagi angkutan umum massal yang melayani jalur-jalur utama (trunk) di wilayah perkotaan dan wilayah pengaruhnya.

DIT. BSTP

Page 149: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-2

Gambar 7.1 Pengembangan Transportasi di Wilayah Permukiman

Sistem angkutan umum mempunyai keterbatasan dalam menjangkau seluruh wilayah. Ewing, 1995 menyatakan bahwa untuk mendukung angkutan umum massal diperlukan sedikitnya 40 TOD yang mendukung angkutan tersebut agar mencapai target okupansi. Artinya angkutan umum massal ini hanya dapat melayani jalur dengan demand yang besar. Angkutan pengumpan atau feeder dengan jaringan angkutan umum reguler juga sangat dipengaruhi oleh jumlah demand di jalur yang dilaluinya. Artinya “Blank Spot” ini

pasti akan terjadi baik itu di dekat wilayah CBD maupun yang jauh.

Fakta yang lain menyatakan bahwa tidak semua pergerakan pra dan pasca moda angkutan umum massal maupun pengumpannya menggunakan jalan kaki. Terdapat jarak antara pengguna moda jalan kaki yang efektif. Di Indonesia jarak itu diestimasi sekitar 150 hingga 200 meter, sungguh jarak yang tidak terlalu jauh. Di beberapa negara jarak berjalan itu juga bervariasi. Di wilayah Jepang Utara yaitu Sapporo jarak berjalan kaki ini cukup rendah yaitu hanya mencapai 200 meter. Tetapi di negara lain seperti Singapura dan Bangkok jarak ini dapat mencapai 400 meter. Tentunya ada beberapa kendala seperti cuaca, polusi dan sebagainya.

Di Tokyo Metropolitan dan Singapura persentase pengguna angkutan umum massal yang menggunakan jalan kaki sebagai pra dan pasca modanya mencapai di atas 60%. Ini disebabkan pengembangan wilayah berada di sekitar wilayah angkutan umum massal atau stasiun-stasiun angkutan umum massal membentuk konsep TOD. Inilah yang menyebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap angkutan umum massal.

DIT. BSTP

Page 150: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-3

Gambar 7.2 Wilayah Yang Tidak Terlayani Oleh Angkutan Umum (Blank Spot)

7.2 Permasalahan Keinginan Berjalan Pengguna Angkutan Umum (Willingness to

Walk)

Pada studi lainnya disebutkan untuk menghubungkan antara persil ke simpul-simpul angkutan umum lainnya ternyata tidak semua dihubungkan oleh berjalan kaki. Hanya di Singapura dan Tokyo Metro berjalan kaki mempunyai peran di atas 60%. Di Belanda peran ini lebih banyak didominasi oleh Belanda (42%), sedangkan di San Francisco, Amerika Serikat oleh mobil (51%).

Untuk studi lainnya di negara berkembang terlihat, di Manila moda antara persil menuju simpul angkutan umum menggunakan jeepney. Jeepney merupakan angkutan umum yang serupa dengan angkot di Indonesia. Berfungsi sebagai angkutan umum semi reguler mempunyai trayek tetapi dapat berhenti di sembarang tempat tidak harus di halte. Di Bangkok selain berjalan kaki, angkutan lingkungan merupakan moda antara atau feeder yang sering digunakan untuk menghubungkan persil dengan simpul-simpul angkutan umum. Ternyata memang tidak terlalu mudah mengkampanyekan Non Motorized

Transportation (NMT) di negara-negara berkembang terutama di wilayah tropis. Hanya di Singapura yang sudah mempunyai budaya berjalan, itupun track berjalannya dilengkapi dengan pelindung atau arcade.

DIT. BSTP

Page 151: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-4

Gambar 7.3 Pra dan Pasca Moda Penggunaan Transit System di San Fransisco, Tokyo, Netherlands, dan Singapore

Suatu studi di Bogor disebutkan bahwa, ternyata berjalan kaki sudah mencapai 54.21% dari pergerakan menuju simpul-simpul transportasi. Tetapi terdapat peran moda lain seperti sepeda motor (24.71%), angkot (3.83%), mobil (2.98%), becak dan sepeda (0.6%).

Hasilnya, walaupun tidak resmi, di kota Bogor juga telah berperan angkutan lingkungan (becak dan ojek) sebagai pengumpan untuk angkutan umum utama (angkot, bus, dan KA). Tetapi jumlahnya masih angat sedikit, berarti masyarakat masih belum menganggap becak sebagai angkutan yang memadai untuk kebutuhan pergerakan mereka. Dan akan lain ceritanya bila angkutan lingkungan ini telah diatur, baik secara legal maupun teknisnya.

Dari hasil penelitian-penelitian tersebut didapat bahwa average walking distance di Amerika dan negara-negara Eropa cenderung tinggi. Sedangkan di Asia lebih rendah dibandingkan Eropa dan Amerika, untuk Asia Tenggara rata-ratanya adalah sekitar 200 m, dengan yang terendah adalah di kota Sapporo, 100 m. Perbedaan tersebut bisa diakibatkan karena budaya masyarakat yang biasa berjalan kaki untuk kesehatan, atau juga karena pengaruh iklim seperti di Sapporo yang dalam setahun didominasi oleh musim dingin. Sedangkan untuk di Indonesia (kota Bandung), didapat hasil bahwa average walking distance nya adalah sekitar 150 m. Dengan iklim yang tidak ekstrim, hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia termasuk malas untuk berjalan jauh.

DIT. BSTP

Page 152: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-5

Gambar 7.4 Pra dan Pasca Moda Penggunaan Transit System di Bangkok dan Manila

Tabel 7.1 Modal Share di Kota Bogor

Average walking distance juga dapat mengindikasikan seberapa perlu angkutan lingkungan untuk berperan di dalam sistem angkutan umumnya. Contoh untuk di Amerika dan Eropa, karena masyarakatnya masih mau berjalan jauh dari angkutan umum utama menuju pemukimannya, maka angkutan lingkungan tidak begitu diperlukan. Tetapi tetap ada untuk melayani orang cacat dan orang tua. Sedangkan untuk negara-negara Asia yang average walking distance nya kecil, berarti angkutan lingkungan dibutuhkan untuk

DIT. BSTP

Page 153: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-6

melayani pergerakan pra dan pasca modanya. Karena bila tidak dilayani, masyarakat akan memilih menggunakan angkutan pribadi daripada berjalan kaki.

Gambar 7.5 Pra dan Pasca Moda Penggunaan Transit System di Kota Bogor

Tabel 7.2 Average Walking Distance di Kanada, Amerika, Inggris, Swedia, Australia, dan Singapura

Dengan kata lain, angkutan lingkungan mempunyai peran untuk mengisi di atas kemampuan atau keinginan berjalan dari masyarakat. Di negara-negara berkembang dimana mempunyai permasalahan terhadap lapangan pekerjaan, peran ini dapat ditangkap oleh masyarakat dan memunculkan angkutan lingkungan informal atau angkutan umum informal untuk melayani suatu kantong permukiman tertentu. Biasanya lokasi operasinya berada sekitar 200 meter hingga 2 km.

DIT. BSTP

Page 154: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-7

Gambar 7.6 Average Walking Distance di Bangkok, Mabila, Sapporo, dan Singapura

Gambar 7.7 Average Walking Distance di Kota Bandung

7.3 Konsep Transportasi di Wilayah Perkotaan

Strategi angkutan umum yang terintegrasi baik antara jaringan utama dan dengan jaringan pengumpan atau feedernya merupakan strategi utama dan harus didukung oleh strategi lainnya untuk mengefektifkan strategi tersebut. Strategi pendukung harus dilakukan untuk mengefektifkan strategi utama. Di beberapa negara strategi Road Pricing dengan berbagai bentuk dapat meningkatkan modal share dari angkutan umumnya. Selain itu diidentifikasi bahwa kebijakan parkir atau parking policy juga memberikan dampak jauh lebih baik dengan peningkatan modal share dari angkutan umum.

Permasalahan transportasi perkotaan adalah ekspansi wilayah dan blank spot dari wilayah perkotaan. Akibatnya perlu adanya moda antara yang melayani pergerakan di

DIT. BSTP

Page 155: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-8

wilayah permukiman di “wilayah terluar” dan “wilayah blank spot”. Oleh karena itu

diperlukan konsep angkutan lingkungan atau Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan). Apabila “wilayah-wilayah terluar” dan “wilayah blank spot” ini dapat dilayani

oleh angkutan yang cocok atau sesuai dengan karakteristik kedua wilayah ini maka efektifitas dan modal share angkutan umum akan lebih meningkat lagi.

Pada dasarnya pergerakan penumpang merupakan door to door service, oleh karena moda yang melayani door to door service ini akan mendapatkan prioritas utama apabila aksesibilitas angkutan umum tidak baik terutama di kedua wilayah tersebut. Oleh karena itu untuk menjangkau kedua wilayah tersebut maka diperlukan konsep angkutan lingkungan yang menghubungkan wilayah-wilayah tersebut ke jaringan angkutan umum terdekat baik itu jaringan pengumpan atau feeder maupun jaringan utama.

Gambar 7.8 Konsep Strategi Pendukung yang Mendukung Strategi Utama

7.4 Analisis SWOT

Terdapat beberapa analisis SWOT untuk implementasi angkutan ini di masyarakat. Analisis ini coba diidentifikasi pada bab ini.

1. Strength/Kekuatan

a. Potensi pasar dalam kebutuhan angkutan lingkungan

b. Kebutuhan untuk mengefektifkan peran angkutan umum dengan menghubungkan door atau wilayah permukiman ke jaringan pengumpan atau feeder dan jaringan utama atau trunk

2. Weakness/Kelemahan

STRATEGI UTAMA:

PENINGKATAN

EFISIENSI

TRANSPORTASI

STRATEGI

PENDUKUNG:

MENDUKUNG

EFEKTIFITAS

STRATEGI UTAMA

ANGKUTAN UMUM

MASSAL DAN JARINGAN

FEEDERNYA

ROAD PRICING, PARKING POLICY,

ANGKUTAN PENDUKUNG

(ANGKUTAN LINGKUNGAN)

DIT. BSTP

Page 156: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-9

a. Penataan akan menimbulkan permasalahan tersendiri terutama penataan menggunakan perusahaan operator dan pergantian sarana. Perlu pentahapan dan sosialisasi baik Pemerintah Pusat maupun Daerah.

b. Permasalahan antara BOK sarana baru+keuntungan vs ATP/WTP. Apabila ATP/WTP lebih rendah maka membutuhkan subsidi, apabila pemerintah daerah masih belum paham tentang subsidi maka skema ini gagal diterapkan dan sarana lama dioperasikan kembali

3. Opportunity/Peluang

a. Dukungan dan kebutuhan masyarakat cukup tinggi

b. Dukungan instansi pemerintah daerah terutama kota-kota besar cukup tinggi

c. Pemerintah Kota di kota-kota besar sudah membutuhkan penataan ini terutama angkutan lingkungan yang sudah ditata oleh instansi lain secara informal seperti Kota Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta dan DKI Jakarta

d. Terdapat potensi implementasi di Kota Bandung, Semarang, Surabaya dan Yogyakarta meskipun penataan angkutan umum massal masih sangat lama

4. Threath/Ancaman

a. Tidak semua Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengimplementasikan ini

b. Dapat diimplementasikan apabila jaringan angkutan umum massal sudah diimplementasikan dan berintegrasi. Masalahnya kapan angkutan massal ini akan beroperasi dan berintegrasi penuh?

c. Penataan mungkin muncul reaksi dari instansi yang menata angkutan lingkungan ini secara informal selama ini

Dari hasil analisis SWOT, angkutan ini ternyata sangat bergantung dengan angkutan lain yaitu angkutan umum massal di jalur utama dan pengumpannya. Permasalahan timbul kapan angkutan ini dapat implementasi dan berintegrasi penuh? Implementasi jenis angkutan ini spertinya baru dapat dilaksanakan di wilayah Perkotaan Kota-kota Besar saja untuk tahap awal. Di wilayah lain sepertinya harus melihat kebutuhan dan dukungan dari masyarakat serta Pemerintah Daerah. Terdapat potensi untuk melaksanakan angkutan ini meskipun angkutan umum massal belum diimplementasikan secara penuh seperti di Kota Bandung, Semarang, Surabaya dan Yogyakarta.

Tabel 7.3 Analisis SWOT Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Strength/Kekuatan Opportunity/Peluang

a. Potensi pasar dalam kebutuhan angkutan lingkungan

a. Dukungan dan kebutuhan masyarakat cukup tinggi

DIT. BSTP

Page 157: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-10

b. Kebutuhan untuk mengefektifkan peran angkutan umum dengan menghubungkan door atau wilayah permukiman ke jaringan pengumpan atau feeder dan jaringan utama atau trunk

b. Dukungan instansi pemerintah daerah terutama kota-kota besar cukup tinggi

c. Pemerintah Kota di kota-kota besar sudah membutuhkan penataan ini terutama angkutan lingkungan yang sudah ditata oleh instansi lain secara informal seperti Kota Bandung, Semarang, Surabaya dan DKI Jakarta

d. Terdapat potensi implementasi di Kota Bandung, Semarang, Surabaya meskipun penataan angkutan umum massal masih sangat lama

-

Weakness/Kelemahan Threat/Hambatan

a. Penataan akan menimbulkan permasalahan tersendiri terutama penataan menggunakan perusahaan operator dan pergantian sarana. Perlu pentahapan dan sosialisasi baik Pemerintah Pusat maupun Daerah.

b. Permasalahan antara BOK sarana baru+keuntungan vs ATP/WTP. Apabila ATP/WTP lebih rendah maka membutuhkan subsidi, apabila pemerintah daerah masih belum paham tentang subsidi maka skema ini gagal diterapkan dan sarana lama dioperasikan kembali

a. Tidak semua Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengimplementasikan ini

b. Dapat diimplementasikan apabila jaringan angkutan umum massal sudah diimplementasikan dan berintegrasi. Masalahnya kapan angkutan massal ini akan beroperasi dan berintegrasi penuh?

c. Penataan mungkin muncul reaksi dari instansi yang menata angkutan lingkungan ini secara informal selama ini

7.5 Konsep Operasi dari Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di atas harus disusun suatu konsep ideal hirarki jaringan trayek angkutan umum perkotaan. Artinya nanti harus ada pembagian angkutan umum yang melayani daerah pusat utama kota, sub pusat kota, dan dengan permukiman warga. Semuanya secara konsisten menghubungkan setiap kawasan yang ada sesuai dengan rencana pengembangan yang ada di dalam rencana tata ruang wilayah. Sehingga diharapkan tidak ada lagi wilayah yang tidak terjangkau angkutan umum. Selain itu antara angkutan umum pun akan tercipta interaksi yang saling mendukung satu sama lain.

Dalam penataannya, antara angkutan umum reguler yang akan melayani pusat perkotaan dengan angkutan lingkungan yang akan melayani permukiman harus mengikuti peraturan yang berlaku di kota tersebut. Pada peraturan yang ada mungkin angkutan lingkungan belum diatur, oleh karena itu memungkinkan terjadinya transisi peraturan. Secara umum, diakui bahwa tidak ada peraturan yang terbaik dan untuk setiap situasi format umum yang paling tepat harus dipilih dan disesuaikan dengan karakteristik kota yang bersangkutan, yang diantaranya adalah :

DIT. BSTP

Page 158: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-11

• kondisi geografis, karakteristik demografi dan sosial-ekonomi;

• kebijakan transportasi saat ini, harga dan tujuan transportasi umum; dan

• jenis-jenis dan moda transportasi.

Pada Gambar 7.9 dan 7.10 disampaikan bahwa wilayah permukiman berada di ujung-ujung pergerakan. Ujung-ujung pergerakan ini dapat berada di dekat atau sekitar CBD atau jauh dari CBD seperti pada Gambar 7.2. Gambar 7.10 memperlihatkan integrasi konsep angkutan permukiman di dalam jaringan TOD.

Gambar 7.9 Konsep Ideal Hirarki Jaringan Trayek Angkutan Umum Perkotaan

Trayek utama

Trayek cabang

Trayek ranting

Trayek

langsung

Pusat

Utama

Pusat

Utama

Sub

Pusat

Permu-

kiman

Permu-

kiman

Sub

Pusat

Wilayah atau lintas/rute yang dilayani Angkutan Orang di Kawasan tertentu

Special Use/Employment

District

Special Use/Employment

District

Special Use/Employment

District

Mix Used

Corridor

Mix Used

Wilayah atau lintas/rute yang dilayani Angkutan Orang di Kawasan tertentu

DIT. BSTP

Page 159: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-12

Gambar 7.10 Hubungan antara Konsep TOD dengan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Pada Gambar 7.9 dan 7.10 disampaikan peran angkutan lingkungan dalam suatu skema angkutan umum reguler. Terlihat pula integrasi-integrasi yang diperlukan oleh angkutan lingkungan dengan angkutan umum reguler. Angkuta lingkungan memerlukan integrasi dengan angkutan feeder atau pengumpan. Dalam skema angkutan umum reguler atau hirarki angkutan umum peran angkutan pengumpan atau reguler ini banyak diperankan oleh angkot atau angkutan umum eksisting yang dialihkan atau re-routing dengan akibat adanya konsep trunk yang dilayani oleh moda yang jauh lebih besar kapasitasnya. Oleh karena itu terdapat sistem halte atau integrasi yang berbeda dengan sistem halte di angkutan utama.

Angkutan lingkungan ini mempunyai kelebihan lain yaitu dapat melayani pergerakan door

to door. Tetapi berdasarkan Undang-undang No 22/2009 peran angkutan lingkungan ini

DIT. BSTP

Page 160: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-13

dibatasi hanya menjadi pergerakan di dalam suatu wilayah yang tidak dijangkau oleh angkutan umum reguler. Tetapi dalam berbagai studi disampaikan bahwa angkutan lingkungan ini dapat melayani pergerakan door to door seperti di negara-negara berkembang.

7.6 Peran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa dalam sistem angkutan umum perkotaan harus ada interaksi antara angkutan umum utama dengan angkutan lingkungan. Angkutan ini nantinya akan menjadi pendukung angkutan umum utama. Interaksi tersebut juga harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Untuk sarana, dapat digunakan moda-moda eksisting yang sebelumnya telah berfungsi sebagai angkutan ini.

Sedangkan untuk prasarana, harus dipikirkan juga lokasi penempatan shelter atau pangkalan untuk angkutan ini nantinya agar dapat secara optimum melayani demand

masyarakat. Untuk itu, perlu diketahui seberapa jauh orang mau berjalan dari dan menuju ke shelter atau pangkalan tadi. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui average walking distance dari penumpang di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Pada Gambar 7.8 telah disampaikan peran dari angkutan lingkungan di dalam sistem transportasi perkotaan. Peran angkutan lingkungan adalah mengefektifkan strategi utama yaitu peningkatan share atau pangsa pasar angkutan umum bersama dengan Road

Pricing dan Parking Policy.

Peran utama angkutan lingkungan ini sebenarnya sangat vital dalam perkembangan atau menangani permasalahan transportasi atau wilayah perkotaan. Perkembangan atau ekspansi wilayah perkotaan mengakibatkan wilayah perkotaan akan melebar dan semakin jauh dari jaringan angkutan umum baik utama atau trunk maupun pengumpannya atau feeder. Oleh karena itu perlu ada jaringan angkutan lainnya yang dapat melayani angkutan di “wilayah-wilayah terluar” dan “wilayah blank spot” di wilayah perkotaan.

Angkutan ini juga melayani pergerakan antar “wilayah terluar” dalam satu region atau

wilayah yang berdekatan atau berdampingan. Tetapi jangkauan dari angkutan ini perlu dibatasi karena terdapat batasan kemampuan moda, keselamatan dan efektifitas wilayah operasi. Dari survei disampaikan bahwa wilayah operasi dari angkutan ini rata-rata mencapai 200 meter hingga 2 Km. Di luar jangkauan ini, operasi angkutan ini menjadi kurang efisien karena akan dipengaruhi oleh waktu tempuh dan kecepatan rata-rata yang rendah.

7.7 Wilayah Operasi

Operasi seperti yang telah disampaikan dari survei dikembangkan dengan beberapa kondisi. Kondisi tersebut antara lain:

DIT. BSTP

Page 161: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-14

- Wilayah Operasi mencapai rata-rata 200 meter hingga 2 Km

- Wilayah Operasi dapat berupa 1 kelurahan atau gabungan kelurahan

- Wilayah Operasi berada di wilayah sekitar wilayah permukiman yang menghubungkan door atau wilayah permukiman dengan angkutan pengumpan atau feeder dan angkutan umum di jalur utama atau trunk

- Pergerakan bebas atau door to door service angkutan ini perlu dihapuskan. Tetapi perlu dipikirkan juga untuk mengembangkan angkutan lingkungan.

- Untuk tahap awal sarana yang digunakan adalah sarana eksisting baik itu bentor maupun motor tetapi selanjutnya perlu diarahkan untuk sarana yang disarankan oleh peraturan baik KM maupun UU No 22/2009

Dari hasil survei, wilayah operasi tersebut bervariasi. Tiap operator atau pengemudi mempunyai kelompok dimana ada yang dinaungi oleh paguyuban maupun yang tidak atau hanya kumpulan pengemudi. Bila menerapkan radius wilayah operasi sejauh 200 meter hingga 2 km maka diperlihatkan pada wilayah survei di Medan, Semarang dan Bandung seperti pada Gambar 7.11, 7.12, 7.13 dan 7.14.

Pada survei di Medan terdapat satu daerah yang memiliki 3-4 operator. Pada realisasi nanti operator angkutan lingkungan di sekitar Jalan Sisingamaraja, Jalan Simpang Umum, Jalan Pelajar dan Jalan Bahagia dapat menggunakan 1 operator. Operator ini melayani pergerakan angkutan lingkungan di keempat jalan ini.

DIT. BSTP

Page 162: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-15

Jalan Sisingamangaraja

Kampus USU

Jalan PelajarDekat Stadion Teladan

Jalan Bahagia

Jalan Simpang Limun

Gambar 7.11 Wilayah Operasi di Lokasi Survei di Medan

Dalam mendefinisikan wilayah operasi disesuaikan dengan kondisi daerah. Bila di daerah Kota Metropolitan mungkin wilayah operasi ini dapat berupa 1 kelurahan atau bahkan 1 kelurahan ini dapat memiliki beberapa operator sesuai dengan range antara radius 200 meter hingga 2 km. Bila di Kota Besar atau Sedang, wilayah operasi dapat didefinisikan di dalam 1 keluarahan atau gabungan kelurahan. Kota Bukittinggi mungkin 1 operator dapat melayani beberapa kelurahan demikian juga dengan kota-kota sedang lainnya.

DIT. BSTP

Page 163: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-16

Tabel 7.4 Wilayah Operasi untuk Pelayanan di Kota Metropolitan, Besar dan Sedang

NO Jenis Kota Wilayah Operasi

1. Metropolitan Satu kelurahan atau dalam 1 kelurahan dilayani oleh beberapa operator, 200 meter-2 km

2. Besar dan Sedang Satu kelurahan atau gabungan beberapa kelurahan dilayani oleh 1 operator

Di Kota Semarang, 1 operator dapat melayani 1 kelurahan saja seperti yang terlihat pada Gambar 7.12. Di Kota Bandung di beberapa lokasi dapat saja 1 kelurahan dilayani oleh beberapa operator. Tetapi ada beberapa lokasi 1 operator melayani 1 kelurahan.

Gambar 7.12 Wilayah Operasi di Lokasi Survei di Semarang

DIT. BSTP

Page 164: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-17

Gambar 7.13 Wilayah Operasi di Lokasi Survei di Bandung

Gambar 7.14 Wilayah Operasi di Lokasi Survei di Bukittinggi

DIT. BSTP

Page 165: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-18

7.8 Waktu Operasi

Angkutan lingkungan diharapkan dapat beroperasi selama 24 jam. Tetapi kondisi ini disesuaikan dengan kebutuhan pergerakan atau demand. Wilayah permukiman atau lingkungan yang cenderung berada di dalam kota atau dekat dengan CBD dapat mengoperasikan angkutan ini selama 24 jam penuh. Tetapi di wilayah penyangga atau commuter, angkutan ini mungkin tidak memerlukan operasi penuh selama 24 jam. Matriks waktu Operasi dapat diperlihatkan pada Tabel 7.5 dan 7.6 berikut.

Tabel 7.5 Waktu Operasi Pelayanan di Kota Metropolitan

NO Kota Metropolitan Waktu Operasi

1. Di dekat Wilayah CBD (antara 0-10 km)

Dapat beroperasi selama 24 jam atau disesuaikan dengan kondisi demand

2. Di wilayah pinggiran, wilayah penyangga atau commuter area (> 10 km)

Tidak memerlukan operasi 24 jam atau minimal 18 jam atau disesuaikan dengan kondisi demand

Tabel 7.6 Waktu Operasi Pelayanan di Kota Besar dan Sedang

NO Kota Besar dan Sedang Waktu Operasi

1. Di dekat Wilayah CBD (antara 0-5 km)

Dapat beroperasi selama 24 jam atau disesuaikan dengan kondisi demand

2. Di wilayah pinggiran, wilayah penyangga atau commuter area (> 5 km)

Tidak memerlukan operasi 24 jam atau minimal 18 jam atau disesuaikan dengan kondisi demand

7.9 Pangkalan/Prasarana dan Pool Kendaraan

7.9.1 Lokasi Prasarana/Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

Pangkalan angkutan orang di kawasan tertentu terletak di jalan yang menghubungkan wilayah permukiman dengan jalan utama yang memiliki rute angkutan umum seperti bus dan angkot. Jarak pangkalan dengan jalan utama tidak boleh terlalu dekat karena dapat menganggu lalu lintas di sekitar simpang. Jarak yang digunakan tidak boleh kurang dari 50 m.

Perencanaan pangkalan atau prasarana di sekitar simpang diperlihatkan pada Gambar 7.15 dan 7.16. Terdapat 2 tipe pangkalan atau pool yang coba dirancang. Tipe 1 adalah pangkalan yang dekat dengan wilayah persimpangan. Standar pangkalan ini dirancang tidak mengganggu sirkulasi atau pergerakan di wilayah persimpangan. Antrian atau ruang tunggu angkutan lingkungan tidak berada di tepi jalan atau mempunyai ruang khusus mengantri atau menunggu dan tidak mengganggu dari pergerakan atau sirkulasi wilayah persimpangan.

DIT. BSTP

Page 166: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-19

Tipe 2 pangkalan ini adalah pangkalan yang berada di pinggir jalan. Tipe ini mencoba memfasilitas wilayah persimpangan yang sudah tidak mempunyai tata guna lahan lagi. Lokasinya agak mengganggu kapasitas jalan. Oleh karena itu lokasinya berada agak jauh dari wilayah persimpangan agar tidak mengganggu wilayah konflik di wilayah persimpangan. Terdapat ketentuan minimum dari perhentian bus tersebut terutama di sekitar simpang.

Gambar 7.15 Standar Penempatan Prasarana atau Pool (Tipe 1)

DIT. BSTP

Page 167: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-20

Gambar 7.16 Standar Penempatan Prasarana atau Pool (Tipe 2)

Kedua tipe pangkalan ini dapat berada di wilayah persimpangan dengan jalan arteri atau kolektor atau berada di dalam wilayah permukiman. Dengan adanya fasilitas call centre sebenarnya lokasi angkutan lingkungan ini dapat lebih mudah ditempatkan.

PANGKALAN

PANGKALAN

DIT. BSTP

Page 168: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-21

7.9.2 Fasilitas Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

7.9.2.1 Tipe 1

Fasilitas yang disediakan oleh pangkalan antara lain area tunggu penumpang, loket karcis, toilet umum, area turun penumpang, jalur angkutan (menampung sampai 6 angkutan lingkungan), parkir untuk angkutan yang tidak beroperasi, serta kantor dan call

center.

Call Center dibutuhkan untuk calon penumpang yang akan memesan untuk dijemput. Loket karcis sudah menyediakan tarif jasa untuk masing-masing radius wilayah antar. Calon penumpang hanya perlu membayar pada loket karcis dan menunggu pada area tunggu sebelum naik angkutan. Angkutan yang tidak beroperasi atau sedang istirahat, disediakan tempat parkir khusus. Luas pangkalan yang dibutuhkan adalah 616 m2 (44 x 14 m).

Skema operasional pangkalan angkutan orang di kawasan tertentu yaitu angkutan masuk pangkalan melalui jalur masuk dan menuju ke jalur angkutan untuk mengangkut atau menunggu penumpang. Setelah terdapat penumpang, angkutan keluar melalui jalur keluar yang sudah ditentukan. Untuk lebih jelasnya dapat melihat ilustrasi pada Gambar 7.19 berikut ini. Gambar 7.20 berikut ini adalah contoh desain pangkalan angkutan orang di kawasan tertentu.

Gambar 7.17 Layout Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu Tipe 1

DIT. BSTP

Page 169: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-22

Gambar 7.18 Dimensi Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu Tipe 1

Gambar 7.19 Skema Sirkulasi Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu Tipe 1

DIT. BSTP

Page 170: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-23

Gambar 7.20 Contoh Desain Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu Tipe 1

Tiap pangkalan juga dilengkapi dengan papan penunjuk waktu operasi, nomor call centre dan tarif. Tarif seperti yang disampaikan sebelumnya diharapkan dapat ditentukan sehingga tidak diperlukan adanya tawar menawar. Kondisi ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan lebih kepada pengguna.

DIT. BSTP

Page 171: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-24

Gambar 7.21 Contoh Papan Informasi

7.9.2.2 Tipe 2

Pada Tipe 2, fasilitas yang dimiliki pangkalan agak kurang lengkap dibandingkan dengan Tipe 1. Seperti telah disampaikan sebelumnya, bahwa Tipe 1 ini dirancang untuk dekat dengan wilayah persimpangan. Sehingga sirkulasi angkutan lingkungan di pangkalan ini diharapkan tidak mengganggu dan berada jauh menjorok di luar badan jalan.

Gambar 7.22 Layout Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu Tipe 2

WAKTU OPERASI: 05.00-01.00

CALL CENTRE: 022-713456

Tarif:

1. Siliwangi-Sangkuriang: Rp 3000,-

2. Siliwangi-Cisitu: Rp 3000,-

3. Siliwangi-Cisitu Indah Baru: Rp 3500,-

4. Siliwangi-Cisitu Indah: Rp 4000,-

5. Siliwangi-Dago Biru: Rp 6000,-

DIT. BSTP

Page 172: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-25

Tipe 2 ini digunakan untuk memfasilitas ruas-ruas jalan di wilayah permukiman yang kurang mempunyai tata guna lahan yang besar. Pangkalan dirancang berada di pinggir jalan meskipun agak menjorok atau dirancang menggunakan suatu teluk. Antrian atau ruang menunggu angkutan lingkungan ini dirancang untuk tidak mengganggu kapasitas jalan meskipun sirkulasi mungkin masih mengganggu. Tetapi dengan lokasi yang agak jauh dari persimpangan diharapkan angkutan ini tidak mengganggu wilayah konflik di persimpangan.

Gambar 7.23 Dimensi Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu Tipe 2

7.9.3 Pool dan Bengkel Kendaraan

Fasilitas lainnya yang perlu disediakan adalah bengkel. Bengkel dapat menggunakan bengkel di sekitar wilayah operasi atau bengkel yang dimiliki oleh pool. Ruang parkir bagi kendaraan yang tidak beroperasi dapat berfungsi sebagai bengkel.

Dengan adanya penataan dan diperbolehkannya angkutan lingkungan dioperasikan oleh operator swasta, maka angkutan ini memerlukan lebih dari suatu pangkalan atau prasarana. Angkutan ini diharapkan juga mempunyai pool untuk memarkir kendaraan apabila tidak beroperasi dan memperbaiki kendaraan yang rusak. Lokasi pool dapat di beberapa tempat. Dari perhitungan Biaya Operasi Kendaraan (BOK), untuk menghasilkan BOK yang rendah maka angkutan ini perlu mengoperasikan minimal 10 kendaraan.

DIT. BSTP

Page 173: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-26

Dengan adanya penataan, suatu operato angkutan ini dapat melayani lebih dari satu wilayah operasi. Oleh karena itu pool yang besar juga dapat dikembangkan atau dioperasikan.

Gambar 7.24 Contoh Desain Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu Tipe 1

Pool angkutan ini secara garis besar terdiri dari kantor operasional, tempat tidur atau mess, garasi dan bengkel serta tempat cuci. Garasi dapat juga berfungsi bengkel sebagai tempat lokasi kendaraan yang tidak beroperasi atau sedang dalam perbaikan. Di dalam tersebut juga terdapat gudang untuk peralatan perbaikan kendaraan dan sare part.

Sebagai contoh, pool pada desain berikut dengan luas tanah 625 m2 (25 x 25 m) memilki garasi dan bengkel yang dapat menampung minimal 50 angkutan dengan ukuran setara dengan bajaj. Pangkalan juga dilengkapi dengan tempat tinggal/mess yang dapat digunakan oleh operator angkutan, serta tempat cuci angkutan.

DIT. BSTP

Page 174: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-27

Gambar 7.25 Layout Fasilitas Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

DIT. BSTP

Page 175: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-28

Gambar 7.26 Dimensi Fasilitas Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

DIT. BSTP

Page 176: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-29

Gambar 7.27 Contoh Desain Fasilitas Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

7.10 Sarana yang Diusulkan

Diskusi tentang sarana ini cukup menarik. Di dalam survei ke Pemerintah Daerah dan Operator, tentang penataan sarana disampaikan bahwa kedua stakeholder ini sangat adanya pergantian jenis moda. Pergantian jenis moda akan cenderung mengakibatkan proses sosial. Pemerintah Daerah tetapi setuju untuk menata angkutan ini agar dapat lebih tertib dan memberikan standar keselamatan, serta pelayanan prima terhadap masyarakat.

Sebenarnya di berbagai negara sudah umum adanya taxi motor atau motorbike taxi. Di Thailand dan India taxi motor ini ditata dengan menggunakan standar keselamatan yang baik dan tanda pengenal seperti taxi mobil. Di negara-negara maju seperti London dan

DIT. BSTP

Page 177: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-30

Paris juga terdapat taxi motor. Dengan maraknya kemacetan lalu lintas taxi motor ini mempunyai peran tersendiri dalam melayani pengguna.

UU No 22/2009 pasal 155 ayatt 2 dan KM No 35/2003 pasal 32 ayat 2 poin b, ternyata mengusulkan jenis moda yang digunakan untuk angkutan ini adalah Mobil Penumpang Umum (MPU). MPU ini di dalam KM No 35/2003 didefinisikan dapat beroda 3 atau 4. MPU ini mempunyai definisi mempunyai 2 lampu depan, 2 spion, memiliki penutup, memiliki kemudi, penumpangnya berada di belakang dan beberapa syarat lainnya.

Gambar 7.28 Proses Pemilihan Sarana

Definisi mobil penumpang umum mempunyai range yang cukup lebar dari taksi premium yang menggunakan mobil-mobil mewah sekelas Mercedes Benz atau Toyota Alphard hingga Bajaj. Dalam survei telah dinyatakan kemampuan membayar pengguna (WTP) yang hanya sekitar Rp 2.500,-. Tentunya dengan melihat WTP pengguna ini maka perlu disesuaikan kendaraan yang dapat mengakomodasi WTP pengguna dengan BOK yang rendah untuk operasi sekitar 0,2-4 km. Selanjutnya angkutan ini juga dioperasikan di pergerakan paling ujung menuju tujuan atau pintu/door travel. Oleh karena itu pergerakan ini akan melalui jalan-jalan lokal dengan lebar sekitar 3,5 hingga 5 atau 6 meter. Dengan

WTP Pengguna sekitar Rp 2.500,-

Wilayah Operasi 0,2-4 km

Perlu Kendaraan yang mempunyai BOK rendah dengan jarak tempuh yang rendah, lebar dan panjang chasis yang pendek dan rata-rata kecepatan berjalan yang tidak perlu tinggi

Beroperasi di Jalan Lokal dengan Lebar Jalan 3,5-5 atau 6 meter

Beroperasi di ujung pergerakan menuju tujuan atau rumah/to

door travel

- Taksi Mewah (Mercedez Benz, Toyota Alphard dsb)

- Taksi (Sedan Vios dan sebagainya

- Bus Kecil (Angkot) - Kancil - Bajaj

Bajaj atau Kancil

DIT. BSTP

Page 178: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-31

memperhatikan dua hal tersebut maka jenis mobil penumpang yang dapat mengakomodasi pelayanan ini adalah Bajaj atau Kancil.

Di beberapa negara terdapat operasi dan manufaktur dari jenis MPU roda 3 yang sudah beroperasi. Di Thailand terdapat Tuk tuk, di India terdapat Bajaj dan juga di Cina. Dua manufaktur besar penghasil kendaraan ini adalah India dan Cina. Di Indonesia sudah terdapat beberapa angkutan lingkungan yang dilegalkan secara sarana antara lain Bajaj, Kancil dan Bentor Gorontalo.

Gambar 7.29 Tuk tuk di Thailand

Gambar 7.30 Bajaj di India

DIT. BSTP

Page 179: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-32

Gambar 7.31 Bajaj di Indonesia

Produksi sarana yang memenuhi syarat beroperasi di angkutan lingkungan di kota-kota besar di Indonesia ini berada di India dan Cina.

Gambar 7.32 Kancil di Indonesia

DIT. BSTP

Page 180: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-33

Gambar 7.33 Bentor Gorontalo

Gambar 7.34 Model Angkutan Lingkungan Berbahan Bakar Minyak (BBM) Produk dari Cina

Model Specification

Engine 150 cc Water Cooling

Displacement 150 cc

Standard Output/Power 9.5 KW/8500 r/min (150 cc)

Maximum Net Torque 10.N.m/7500r/min (150 cc)

Idle Speed (RPM) 1500 RPM

Fuel Capacity Petrol Tank 12 L&CNG Tank 22 L

Clutch Methode Foot Operation

Transmission 5 Forward + 1 Reverse

Brake (Front/Rear) Mechanical/Mechanical

Starting System Electric/Kick

Front Suspension Hydroulic Spring

Rear Suspension Complete/Hydroulic Spring

Design Max Speed > 60 km/jam (150 cc)

Wheel Base (mm) 1800

Wheel Track (rear) 1130

Tyre F&R 4.00/12

Tent Soft, PVC Material

Side Cover Without

Dimension (mm) 2560 x 1250 x 1 720

Net Weight (kg) 360 kg/385 kg with CNG

Maximum Load (kg) 340/315 with CNG

DIT. BSTP

Page 181: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-34

Gambar 7.35 Model Angkutan Lingkungan Berbahan Bakar Listrik Produk dari Cina

Gambar 7.36 Model Angkutan Lingkungan Produk dari Cina

Model Specification

Power 1000 W

Motor Type DC Series Excitation

Wheel Size 400-12

Dimension (mm) 2700 x 1060 x 1300

Number of Passenger 5 seated

Battery 60 V 120 AH

Battery Quantity 5 Pcs

Battery Life Time 750-900 Times

Wheel Base (mm) 2100

Brake Type Drum Brack

Brake Distance 3 meter

Design Max Speed 50 km/jam (150 cc)

Charging Time 6 Hours

Drive Type Shaft/Chain Drive

Model Specification

Engine 250 cc Water Cooling

Displacement 150 cc

Standard Output/Power 15 KW/8500 r/min (250 cc)

Maximum Net Torque 18.N.m/6500r/min (250 cc)

Idle Speed (RPM) 1500 RPM

Fuel Capacity Petrol Tank 12 L&CNG Tank 22 L

Clutch Methode Foot Operation

Transmission 5 Forward + 1 Reverse

Brake (Front/Rear) Mechanical/Mechanical

Starting System Electric/Kick

Front Suspension Hydroulic Spring

Rear Suspension Complete/Hydroulic Spring

Design Max Speed > 60 km/jam (150 cc)

Wheel Base (mm) 1800

Wheel Track (rear) 1130

Tyre F&R 4.00/12

Tent Soft, PVC Material

Side Cover Without

Dimension (mm) 2560 x 1250 x 1 720

Net Weight (kg) 360 kg/385 kg with CNG

Maximum Load (kg) 340/315 with CNG

DIT. BSTP

Page 182: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-35

Gambar 7.37 Model Angkutan Lingkungan dengan Jumlah Penumpang Lebih Banyak

Pada Gambar 7.34 sampai dengan 7.39 disampaikan beberapa jenis dari angkutan lingkungan yang dapat dikategorikan MPU. Hampir selurunya beroda tiga, mempunyai spion, dilindungi dengan penutup, penumpangnya berada di belakang dan aman baik dari bahan bakar maupun operasinya. Sebagian besar menggunakan bahan bakar gas terutama produk dari Cina dan India. Tetapi sebagian juga sudah menggunakan bahan bakar listrik. Pada Gambar 7.37 disampaikan jenis angkutan lingkungan dengan penumpang lebih dari 2 orang. Jenis ini hampir sama dengan angkutan kota tetapi dengan jumlah penumpang yang lebih sedikit. Pada wilayah dengan kebutuhan demand yang besar dapat menggunakan jenis angkutan ini.

Gambar 7.38 memperlihatkan spesifikasi yang sudah diuji oleh Kementrian Perhubungan melalui KM No 35/2003. Uji yang dilakukan berdasarkan SK 3113/AJ.402/DRJD/2004 untuk Bajaj berbahan bakar Bensin dan SK 3114/AJ.402/DRJD/2004 untuk Bajaj berbahan bakar BBG-CNG. Secara umum spesifikasi hampir sama dengan produk sejenis produksi Cina atau India. Pada Gambar 7.39 juga disampaikan rancangan Bentor Gorontalo yang sudah mendapatkan ijin dari Kementrian Perhubungan melalui SK 1109/AJ.402/DRJD/2008.

Model Specification

Engine 250 cc Water Cooling

Displacement 250 cc

Standard Output/Power 15 KW/8500 r/min (250 cc)

Maximum Net Torque 18.N.m/6500r/min (250 cc)

Idle Speed (RPM) 1500 RPM

Fuel Capacity Petrol Tank 12 L&CNG Tank 22 L

Clutch Methode Foot Operation

Transmission 5 Forward + 1 Reverse

Brake (Front/Rear) Mechanical/Hydraulic

Starting System Electric/Kick

Front Suspension Hydroulic Spring

Rear Suspension Complete/Hydroulic Spring

Design Max Speed > 55 km/jam (250 cc)

Wheel Base (mm) 2340

Wheel Track (rear) 1135

Tyre F&R 4.00/12

Tent Hard

Side Cover Without

Dimension (mm) 3240 x 1250 x 1 720

Net Weight (kg) 500 kg Fiber Canopy

Maximum Load (kg) 450 kg

DIT. BSTP

Page 183: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-36

Pada Gambar 7.40 disampaikan suatu jenis angkutan lingkungan yang sudah modern. Tipe stirnya sudah sangat sesuai dengan MPU. Faktor keselamatan dan interiornya sudah menyerupai taksi dan sangat nyaman.

Gambar 7.38 Model Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dalam KM No

35

Model Specification

Keputusan SK 3113/AJ.402/DRJD/2004

Tipe 3 Wheeler 4 Stroke Rear

Engine Autorichshaw

Jumlah Tempat

Duduk

3 Orang

Bahan Bakar Bensin

Jumlah Sil 1 Sil/4 Langkah

Isi Sil 173,52 cc

Tenaga Max 6,0 kW/5.000 RPM

Jarak Sumbu 2.000 mm

Lebar TTL 1.300 mm

Panjan TTL 2.625 mm

Tinggi TTL 1.710 mm

FOH 240 mm

ROH 385 mm

Ukuran Ban 4.00-R8

Kekuatan

Rancangan

Sumbu

210/420 kg

Model Specification

Keputusan SK 3114/AJ.402/DRJD/2004

Tipe 3 Wheeler CNG Rear Engine Autorichshaw

Jumlah Tempat Duduk 3 Orang

Bahan Bakar Bensin-BBG/CNG

Jumlah Sil 1 Sil/4 Langkah

Isi Sil 144,6 cc

Tenaga Max 7,5 kW/7.500 RPM

Jarak Sumbu 1.950 mm

Lebar TTL 1.300 mm

Panjan TTL 2.625 mm

Tinggi TTL 1.710 mm

FOH 250 mm

ROH 375 mm

Ukuran Ban 4.00-8-4PR

Kekuatan Rancangan Sumbu 210/820 kg

DIT. BSTP

Page 184: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-37

Gambar 7.39 Model Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Jenis Lain (SK

1109/AJ.402/DRJD/2004

Gambar 7.40 Angkutan Lingkungan Masa Depan

Model Specification

Keputusan SK 1109/AJ.402/DRJD/2008

Tipe Kanzen, KR 125 Kendaraan

Bermotor Roda 3

Jumlah Tempat

Duduk

1.1 Orang

Bahan Bakar Bensin

Jumlah Sil 1 Sil

Isi Sil 125 cc

Tenaga Max 8,9 kW/10.000 RPM

Jarak Sumbu 1.980 mm

Lebar TTL 1.150 mm

Panjan TTL 3.020 mm

Tinggi TTL 1.800 mm

FOH 290 mm

ROH 750 mm

Ukuran Ban 275-16-4PR

Kekuatan

Rancangan

Sumbu

80/320 kg

Produk Bajaj, India Produk Vespa, Italia

DIT. BSTP

Page 185: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-38

7.11 Pengemudi

Pengemudi harus mempunyai kualifikasi Surat Ijin Mengemudi (SIM) A Umum. Sarana yang disarankan setara dengan Mobil Penumpang Umum (MPU) sehingga SIM yang disarankan juga SIM A Umum. Dalam mendapatkan SIM A Umum ini terdapat beberapa hal yang perlu dilalui yaitu kemampuan fisik dan keterampilan berkendara. Keterampilan berkendara dapat berupa teori dan praktek di lapangan.

Gambar 7.41 Syarat dan Pengendalian Pengemudi

Pemberian SIM A Umum ini dapat menjadi pengendalian atau monitoring dari operasi atau pelayanan angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan). Oleh karena itu perlu ada mekanisme yang cukup tegas dalam pemberian SIM A Umum ini.

Selain itu operator yang memenangkan tender dapat juga diukur prestasinya dari pemilihan pengemudi atau penataan pengemudi. Output atau keluaran yang paling baik dari pengemudi adalah ketaatan pada rambu lalu lintas, perilaku mengemudi yang baik, taat pada aturan dalam proses mengangkut dan menunggu angkutan. Outcome atau hasil yang diharapkan dari angkutan ini adalah pelayanan yang prima dengan melayani sesuai dengan perannya, berintegrasi dengan angkutan umum reguler dan pelayanan yang mengutamakan keselamatan.

Pemberian SIM A Umum

Syarat Fisik

Keterampilan Mengemudi

Teori

Praktek

Perekrutan dan Pelatihan

Pengemudi

Keterampilan Mengemudi

Pemahaman Rambu-rambu Lalu

Lintas

Standar Prosedur Keselamatan

Standar Prosedur Pengoperasian

Sarana

Pelayanan yang Prima, Melayani sesuai dengan

Perannya, Berintegrasi

dengan Angkutan Umum reguler

dan Mengutamakan Keselamatan

OUTCOME

OUTPUT

DIT. BSTP

Page 186: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-39

7.12 Tarif

Dari hal tarif sepertinya sudah ada kesesuaian dengan pengguna, meskipun diperlukan suatu survei dengan skala yang cukup besar dimana melibatkan pengguna tentang keinginan tarif yang ditawarkan. Dari latihan yang digunakan pada studi dengan sampling terbatas disampaikan bahwa ternyata di Semarang, Bukittinggi dan Bandung hampir 90% pengguna menginginkan tarif sebesar Rp 2500,-. Pada Gambar 7.42 disampaikan ATP-WTP di wilayah studi. Pada Gambar 7.42 disampaikan bahwa pengurangan tarif merupakan salah satu atribut atau pelayanan yang perlu diperbaiki dari angkutan permukiman ini.

Gambar 7.42 ATP/WTP Angkutan Permukiman di Wilayah Studi

7.13 BOK Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Dari hasil survei ke operator ini didapatkan hasil yang paling optimal adalah prediksi Biaya Operasi Kendaraan (BOK) Angkutan Lingkugan. Dalam operasinya angkutan lingkungan mempunyai biaya operasi yang menjadi dasar dalam perhitungan standar tarif. Tentunya tarif tersebut disesuaikan juga dengan WTP dari pengguna.

DIT. BSTP

Page 187: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-40

Gambar 7.43 Usulan Perbaikan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Tabel 7.7 Perhitungan BOK MPU Bajaj dengan Biaya Trayek

Berdasarkan perhitungan Biaya Angkutan Kota Kelas Ekonomi dan dioperasikan untuk angkutan Bajaj, dihitung Biaya Operasi Kendaraan (BOK) untuk moda ini. Dari perhitungan tersebut ternyata BOK moda ini adalah Rp 2.973,12 untuk moda Bajaj dan Rp 4.244,67 untuk moda Kancil. Perhitungan tersebut menggunakan operasi minimal 10 kendaraan dan 9 kendaraan beroperasi. Perhitungan dengan metoda ini meperhitungkan Biaya Langsung berupa biaya penyusutan, biaya bunga modal, awak bus, BBM, ban, pemeliharaan kendaraan, terminal, STNK, keur, asuran dan Biaya Tidak Langsung berupa biaya pegawai kantor dan biaya pengelolaan. Perhitungan tersebut dilampirkan pada LAMPIRAN.

DIT. BSTP

Page 188: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-41

7.14 Model Kepengusahaan

Dari berbagai studi disebutkan bahwa, angkutan orang untuk kawasan tertentu atau lingkungan ini lebih cocok untuk diatur dengan kelembagaan yang lebih “loose”. Dari

berbagai studi dinyatakan pengoperasian menggunakan pendanaan private lebih diutamakan. Selain itu sistem operasinya juga bersifat tidak mempunyai trayek dimana pemerintah hanya berperan dalam memastikan kualitas. Sebaiknya Pemerintah juga mempunyai kebijakan dalam menentukan kualitas dan lokasi moda ini dapat beroperasi. Jadi model kepengusahaan yang terlalu dilepas atau informal tidak dibenarkan dalam sistem transportasi Indonesia.

Saat ini angkutan lingkungan diusahakan secara ilegal dengan skema seperti pada Gambar 7.43, dimana mulai strategic planning, operational planning, administration, dan operation dilakukan oleh pihak swasta tanpa ada campur tangan pemerintah, padahal idealnya, kondisi paling ekstrim pun minimal izin harus dari pemerintah.

Dalam pengusahaan nantinya, diharapkan ada peran dari swasta agar pengusahaannya dapat berjalan dengan efisien. Dengan perizinan tetap berada di tangan pemerintah sementara operational planning dan operation tetap dijalankan oleh pihak swasta, skema pengusahaan yang ditawarkan adalah sebagai berikut,

Dari ketiga skema yang diusulkan terdapat kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun salah satu perbedaan yang perlu diperhatikan adalah perbedaan sistem pentarifan yang nantinya akan diberlakukan. Dengan sistem swasta murni, karena semua ditentukan oleh pihak swasta, maka sistem tarif juga ditentukan oleh pihak swasta. Sedangkan untuk sistem deregulasi dan waralaba, pihak pemerintah masih bisa mengatur sistem tarif dengan memperhatikan kepentingan masyarkat tentunya.

Untuk kebutuhan intervensi dari Pemerintah terutama tarif dan jumlah armada lebih diusulkan untuk menggunakan skema deregulasi dan waralaba seperti yang disampaikan pada Gambar 7.47 dan 7.48.

Untuk menertibkan operator sebaiknya operator merupakan suatu badan usaha baik itu CV, Koperasi atau Perseroan Terbatas (PT). Badan-badan usaha yang mewakili operator ini lalu melakukan tender pada suatu operasi angkutan lingkungan atau angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan) dengan menggunakan skema yang dipilih atau direkomendasikan (deregulasi atau waralaba).

DIT. BSTP

Page 189: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-42

Gambar 7.44 Tipologi Peraturan Untuk Penyediaan Angkutan Umum Perkotaan dan Potensi Transisinya

Gambar 7.45 Skema Eksisting Pengusahaan Angkutan Permukiman

DIT. BSTP

Page 190: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-43

Gambar 7.46 Swasta Murni

Gambar 7.47 Deregulasi

Gambar 7.48 Sistem Waralaba

7.15 Konsep Pengembangan Lanjut Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

(Lingkungan)

7.15.1 Teori Perilaku Konsumen

Sangat menarik untuk mengkaji fenomena kompetisi moda di beberapa koridor strategis dan taktis baik angkutan penumpang dan barang. Perilaku perjalanan dimana saat ini sangat didominasi oleh moda jalan perlu untuk diteliti apabila moda kereta api dioperasikan pada koridor-koridor yang didominasi oleh moda jalan tersebut atau berkompetisi dengan moda jalan.

Perilaku keputusan pengguna dalam memilih modanya, baik pada kasus angkutan penumpang maupun barang perlu untuk dianalisa agar didapat suatu model yang representatif yang melihat peluang kereta api dalam memindahkan sebagian pergerakan ke moda ini. Kajian yang dimaksud dapat dilakukan melalui pengamatan atau kajian

Regulasi Tarif dan Armada Agak Dilepas

Tarif dan Jumlah Armada Diatur

Tarif dan Jumlah Armada Diatur

DIT. BSTP

Page 191: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-44

terhadap perilaku individu sebagai pelaku perjalanan dan juga yang bertindak sebagai pengambil keputusan dalam melakukan pengiriman barang untuk kasus angkutan barang. Dari kajian perilaku perjalanan ini akan diperoleh gambaran faktor-faktor (attribute) yang berpengaruh terhadap pemilihan moda, serta relatif bobot yang diberikan pengguna terhadapnya dalam membuat keputusan pemilihan moda, berikut elastisitas pangsa angkut relatif terhadap perubahan attribute bagi moda-moda yang bersaing.

Faktor terpenting dari sebuah proses keputusan untuk melakukan perjalanan adalah proses memilih. Dalam proses memilih ini, pelaku perjalanan dihadapkan pada sejumlah alternatif pilihan berupa, antara lain; alternatif tujuan, maksud perjalanan, alternatif rute perjalanan, dan alternatif moda angkutan yang digunakan. Terdapat beberapa tahapan yang umumnya dilakukan dalam memutuskan bagaimana dia akan melakukan sebuah perjalanan. Menurut Manheim (1979), tahapan berikut disampaikan pada Gambar 7.49.

Perhatikan gambar di atas. Pola kegiatan yang ingin dijalankan seorang individu bergantung dari kondisi gaya hidupnya. Dari kegiatan tersebut, individu ini tentunya mengetahui kemana dia akan pergi melakukan kegiatan tersebut. Kemudian, di tahap terakhir, dia memuituskan seperti apa dan dengan apa dia akan melakukan perjalanannya. Di tahap keempat ini, faktor yang berpengaruh adalah keputusan memilih moda, dan rute.

Gambar 7.49 Tabel Pemilihan Moda bagi Individu

Dari uraian di atas, terlihat jelas bahwa dalam proses pengambilan keputusan, terdapat beberapa elemen yang berkaitan, yaitu :

1. Pengambil Keputusan

Pengambil keputusan dapat berupa individu, sekumpulan orang atau perusahaan yang membiayai perjalanan seorang pegawainya. Umumnya diukur dari individu karena setiap individu memiliki selera dan berbagai kondisi dan situasi pemilihan. Slera dan kondisi ini bergantug dari kondisi sosio-ekonominya.

Life style aspirations

Desired activity patterns

Travel choices

Locational choices

DIT. BSTP

Page 192: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-45

2. Alternatif Pilihan

Setiap proses pemilihan akan selalu dihadapkan pada suatu set himpunan alternatif (beberapa alternatif, dimana satu alternatif berisi satu set faktor-faktor pertimbangan). Setiap alternatif memiliki kekurangan dan kelebihan yang tentunya cukup layak sehingga dijadikan bahan pertimbangan. Kelayakan dari suatu alternatif ditentukan oleh berbagai macam batasan (constrains) yang dia miliki seperti, keterbatasan sumber keuangan, ketersediaan waktu dan lainnya.

3. Atribut Alternatif

Dikatakan di atas bahwa seseorang dihadapkan pada beberapa alternatif sebelum dia mengambil keputusan. Daya tarik dari sebuah alternatif dievaluasi dari setiap atribut yang ada di dalamnya. Atribut adalah faktor – faktor pelayanan yang berpengaruh bagi setiap individu, dalam sebuah set alternatif.

7.15.2 Konsep Utilitas dalam Proses Pengambilan Keputusan

Utilitas didefinisikan sebagai ukuran istimewa seseorang dalam menentukan pilihan alternatif terbaiknya. Kuantifikasi dari utilitas adalah sebuah fungsi dari dari atribut-atribut alternatif yang menjadi pertimbangan bagi konsumen.

Dalam konsep ini, dikenal utilitas dan disutilitas. Utilitas adalah kumpulan dari sesuatu yang menyenangkan individu dalam memilih sebuah moda. Sebaliknya, disutilitas adalah kumpulan dari sesuatu yang tidak menyenangkan bagi individu sehingga mengurangi penilaiannya dalam memilih sebuah moda.

Pelaku perjalanan selalu dihadapkan pada keadaan memilih moda angkutan untuk sampai ke tempat tujuannya. Telah dijelaskan tepat sebelumnya bahwa pelaku perjalanan selalu memilih moda yang mampu memaksimalkan utilitasnya, di antara sekian alternatif moda yang ditawarkan.

Utilitas yang dipertimbangkan tersebut terdiri atas berbagai atribut yang masing-masing berpengaruh terhadap penilaian konsumen. Tentunya, dalam menganalisis permintaan konsumen, tidak dibutuhkan pertimbangan dari semua atribut yang ada karena atribut pelayanan untuk satu substansi masalah saja sangat banyak jika ingin dirinci dengan sangat akurat. Maka dari itu, timbul tantangan baru, di mana seorang forecaster harus mampu menentukan atribut-atribut pelayanan yang paling berpengaruh terhadap sensitifitas pemilihan konsumen. Tantangan lain yang datang dari atribut ini adalah bagaimana mengkuantifikasikan atribut-atribut pelayanan yang bersifat kualitatif, seperti : kenyaman dan keamanan.

Manheim (1979) mengidentifikasi beberapa variabel yang diperkirakan memiliki perngaruh besar dalam proses pemilihan moda.

DIT. BSTP

Page 193: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-46

Tabel 7.8 Gambaran Atribut Pelayanan

WAKTU

Total waktu perjalanan

Reliabilitas (simpangan waktu dalam waktu perjalanan)

Waktu tunggu

Waktu tunggu di titik transfer (moda sama)

Waktu tunggu pergantian moda (moda berbeda/modal interchange)

Frekuensi perjalanan

Jadwal Perjalanan

BEBAN BIAYA TERHADAP PENGGUNA

Biaya langsung (contoh : tarif tiket, tol, dll)

Biaya Operasional (contoh : ongkos muat, ongkos inap, dokumentasi)

Biaya tak langsung (contoh : biaya asuransi, bunga, denda)

KEAMANAN

Kemungkinan kerusakan barang

Kemungkinan kecelakaan

Jaminan Keamanan

KENYAMANAN

Jarak berjalan kaki

Jumlah ganti kendaraan

Jumlah ganti moda

Kenyamanan fisik (contoh : kebersihan, kualitas angkutan, estetika)

Kenyamanan psikologis (contoh : privasi, status kelas)

Pelayanan (contoh : layanan makanan, kemudahan bagasi, kemudahan tiket)

Kesenangan perjalanan

LAYANAN PENGIRIMAN BARANG

Asuransi barang

Hak pengirmian kembali

Jaminan Kerusakan

(sumber : Manheim, 1979)

Gambaran atribut pelayanan di atas menjadi pertimbangan serius kami dalam menganalisis kebutuhan pergerakan. Berdasarkan dua gambaran di atas, kita dapat mengidentifikasi beberapa variabel pelayanan yang akan digunakan studi ini, sesuai dengan kondisi dan karakteristik umum transportasi, pada wilayah yang bersangkutan. Kedua aspek di atas akan dijabarkan menjadi variabel-variabel yang lebih spesifik namun tidak terlalu rumit, agar tidak menyulitkan / melelahkan responden dalam berpikir menentukan pilihannya.

DIT. BSTP

Page 194: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-47

7.15.3 Behavioral Intention

Dari berbagai macam studi di dunia telah banyak yang meneliti tentang angkutan umum baik itu reguler atau formal maupun informal. Banyak studi juga menyampaikan pendapat bahwa persepsi itu diperlukan untuk menggali keinginan dari pengguna maupun stakeholder lain dalam memperkuat suatu moda yang ingin diperkuat. Tingginya biaya transportasi diakibatkan peningkatan harga BBM yang cukup tinggi mengakibatkan angkutan umum menjadi salah satu upaya utama untuk perangkutan di wilayah perkotaan. Kemacetan dan ketidakmampuan peningkatan prasarana jalan menguatkan peran angkutan umum ini baik itu KA, BRT, Monorel, bahkan angkutan lingkungan.

Dalam berbagai studi disebutkan oleh Bahar, 2010, bahwa sudah banyak studi yang mencoba meneliti peran angkutan umum dalam sistem transportasi menggunakan prinsip persepsi pengguna. Persepsi pengguna ini memberikan evaluasi menyeluruh terhadap semua dimensi kepuasan yang diberikan oleh suatu pelayanan (Hensher et al, 2003). Kepuasan adalah kata kunci untuk menarik pengguna atau penumpang baru dan mempertahankan pengguna atau penumpang lama. Kepuasan ini akan menghasilkan loyalitas. Dalam berbagai studi, kepuasan pengguna ini dapat mencakup banyak indikator dengan beberapa dimensi. Pada

Dari keseluruhan studi tersebut, didapat suatu model dimana kualitas pelayanan yang diberikan baik itu kuantitatif maupun kualitatif apabila diidentifikasi dengan baik akan menghasilkan suatu kualitas pelayanan yang diharapkan. Kualitas pelayanan yang diharapkan ini apabila diimplementasikan akan memberikan kepuasan. Kepuasan selanjutnya akan memberikan loyalitas atau behavioral intention.

Hu & Jen, 2003, Chen, 2008 dan Ruiz, 2008 menyatakan bahwa salah satu indikator yang kuat terhadap kepuasaan adalah tarif. Dalam perspektif yang lain Dharmowijoyo dan Mulya, 2002 menyatakan bahwa terdapat 5 indikator kuat yang dapat memperkuat peran angkutan umum, yaitu tarif, waktu tempuh, frekwensi, toleransi keterlambatan dan waktu menuju stasiun. Kelemahan penelitian ini adalah digunakan untuk pemilihan 2 moda saja menggunakan metode stated preference.

5 DIMENSI Reliability Respinsiveness Assurance Emphaty Tangibility

DIT. BSTP

Page 195: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-48

Gambar 7.50 Model Persepsi Angkutan Umum

sumber: Pearmain et al (1991)

Gambar 7.51 Komponen-komponen Perilaku Konsumen

Pemahaman terhadap karakteristik sosial ekonomi dan perjalanan pada masing-masing asal tujuan akan mempengaruhi atribut atau parameter yang menentukan dalam perhitungan peralihan atau pemilihan moda transportasi. Pada prinsip ini diharapkan didapat suatu gambaran indikator pelayanan dari moda transportasi yang dirancang. Jumlah atau persentase peralihan dari moda eksisting ke moda yang dirancang ditentukan berdasarkan pengaruh indikator pelayanan yang ditentukan ini atau disebut juga sebagai atribut.

Pada Gambar 7.52 juga disampaikan indikator pelayanan atau atribut untuk angkutan penumpang. Agak berbeda dengan angkutan barang dimana potensi kerusakan barang

Karakteristik Sosial-ekonomi dan Pengalaman Individu

Informasi tentang Alternatif Perjalanan

Atribut dari Alternatif Perjalanan

Keterbatasan Individu

Keterbatasan pada Alternatif yang Tersedia

Perilaku Perjalanan

Persepsi

Sikap

Preferensi

Perilaku

Elemen yang Teramati

Elemen yang Tidak Teramati

DIT. BSTP

Page 196: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-49

dan biaya handling tidak dimasukan dalam atribut yang bepengaruh. Pada beberapa percobaan untuk angkutan penumpang ini, untuk di wilayah perkotaan dan lintas padat atribut waktu perjalanan menjadi atribut utama. Tetapi di lintas-lintas yang kurang atau tidak padat tarif menjadi atribut yang berpengaruh paling utama.

Gambar 7.52 Model Pemilihan Moda untuk Angkutan Penumpang

7.16 Penataan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Berikut adalah usulan untuk penataan angkutan lingkungan bagi daerah permukiman yang terbagi dalam penataan wilayah operasi, kepengusahaan, skema operasi, standar operasi, moda yang beroperasi dan pengendalian.

Untuk aturan tentang angkutan lingkungan, izin dan sistem pentarifan dibuat oleh pemerintah masing-masing daerah sesuai arahan dari aturan yang dikeluarkan pemerintah pusat, salam hal ini adalah Kementerian Perhubungan (Direktorat BTSP) yang menyusun skema operasi, standar operasi, dan moda yang diizinkan beroperasi.

Waktu Perjalanan Tarif Frekwensi

Keberangkatan

Toleransi

Keterlambatan

Akses ke

Terminal

Atribut Pelayanan

Penumpang

Level Pelayanan

Penumpang

Persepsi Penumpang terhadap

Pelayanan KA terhadap moda

Lain atau sebaliknya

Model Pemilihan

Moda

Analisis

Sensitifitas

Survei

Karakteristik

DIT. BSTP

Page 197: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-50

Tabel 7.9 Konsep Operasi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

No Konsep Deksripsi

1. Wilayah Operasi

• Melayani “wilayah-wilayah terluar” dan “wilayah blank spot” perkotaan

• Melayani wilayah permukiman

• Moda ini tidak dapat melalui jaringan jalan arteri maupun kolektor. Angkutan ini tidak berfungsi melayani secara regional

• Moda ini hanya dapat beroperasi di jaringan jalan lokal dan lingkungan

• Wilayah Operasi berada di wilayah sekitar wilayah permukiman yang menghubungkan door atau wilayah permukiman dengan angkutan pengumpan atau feeder dan angkutan umum di jalur utama atau trunk

• Wilayah Operasi mencapai rata-rata 200 meter hingga 2 Km

• Wilayah Operasi diharapkan antara 1 kelurahan dibagi menjadi beberapa operator (di wilayah Metropolitan) hingga 1 kelurahan untuk 1 operator (di wilayah Kota Besar dan Sedang)

2. Waktu Operasi

• Diupayakan 24 jam tetapi disesuaikan dengan kondisi demand

• Minimal beroperasi 16-18 jam

3. Prasarana (Pangkalan dan Pool)

• Ditempatkan didekat persimpangan antara jalan lokal dengan jalan kolektor atau jalan arteri. Tetapi terdapat jarak sejauh 25 dan 50 meter dari wilayah persimpangan

• Terdapat 2 tipe dimana fungsi yang membedakan adalah fungsi sirkulasi pangkalan tersebut tidak mengganggu atau mengganggu wilayah konflik di persimpangan

• Mempunyai standar lokasi antrian kendaraan, antrian pengguna, loket, kantor dan call centre, parkir kendaraan tidak beroperasi, bengkel untuk perbaikan, toilet

• Dilengkapi dengan papan informasi yang berisi informasi waktu operasi, nomor call centre dan tarif ke beberapa zona tujuan. Standar papan informasi berwarna biru dengan tulisan berwarna putih

4. Sarana • Moda yang beroperasi adalah MPU

• Disebabkan operasinya berada di jaringan jalan lokal dengan lebar jalan antara 3,5 – 7 meter, ATP pengguna sekitar Rp 2.500,- dan wilayah operasi 200-2 Km maka moda yang dimungkinkan adalah Bajaj atau Kancil

• Terdapat berbagai macam jenis atau tipe dari Bajaj dan Kancil yang dapat diusulkan dan diproduksi oleh manufaktur dunia

• Pengarahan dilakukan dengan cara bertahap. Untuk tahap awal moda eksisting tetap dalam dioperasikan. Tetapi dalam 5 tahun diharapkan dapat dirubah ke moda yang sesuai dengan KM No 35/2003

• Model kepengusahaan dan penataan para pengemudi eksisting sangat

DIT. BSTP

Page 198: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-51

No Konsep Deksripsi

diperlukan untuk mendukung pengalihan moda dari eksisting ke arah yang direkomendasikan oleh KM No 35/2003

5. Tarif • Tarif harus sesuai dengan hasil survei ATP/WTP

• Dari hasil perhitungan rata-rata ATP/WTP pengguna adalah Rp 2500/rit

6. Pengemudi • Dilengkapi dengan rompi dan tanda pengenal. Data-data pengemudi juga harus diketahui oleh Dinas Perhubungan

• Pengemudi menggunakan SIM A Umum

• Pengemudi harus diuji pada penggunaan SIM A Umum yaitu uji syarat atau kesehatan fisik dan keterampilan berkendara. Keterampilan berkendara terdiri dari teori dan praktek di lapangan

• Operator harus mempunyai syarat minimal dan memperkerjakan pengemudi. Syarat tersebut antara lain memahami rambu-rambu lalu lintas, memahami standar prosedur keselamatan dan memahami prosedur pengoperasian dan keterampilan mengemudi berupa keterampilan berkendara yang aman dan kecepatan maksimal

7. Pengusahaan • Sistem pengusahaan yang diusahakan adalah Deregulasi dan Waralaba

• Ijin diberikan kepada badan usaha berupa PT, CV, atau Koperasi dan bukan paguyuban atau perorangan

• Pemberdayaan secara koperasi lebih disarankan • Kepengusahaan yang disarankan adalah deregulasi atau waralaba

dimana perencanaan strategis dan administrasi dilakukan pemerintah dan perencanaan operasi serta operasi dilakukan oleh Operator

• Ijin diberikan secara tender • Masa konsesi atau operasi selama 5 tahun

8. Skema Operasi

• Pemerintah Daerah yang memberikan ijin operasi dengan standar teknis atau standar operasi disusun oleh Pemerintah Pusat

• Pemerintah Daerah juga wajib melakukan survei tarif melalui skema ATP/WTP dan jumlah armada

• Operator menyediakan sarana dan mengoperasikan • Pemerintah Daerah dalam hal ini cq Dinas Perhubungan harus dapat

menjadi Pembina moda ini dan mengambil alih peran dari stakeholder lain seperti Kepolisian dsb

• Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk meneliti pelayanan optimal untuk mendapatkan loyalitas dari

9. Standar Operasi

• Pemerintah Pusat berfungsi sebagai Pembina Transportasi harus mempunyai Standar Operasi Teknis yang harus dijalani oleh operator

• Pemerintah Pusat juga menyusun langkah-langkah tender yang dapat dipergunakan Pemda dalam mengeluarkan tender

DIT. BSTP

Page 199: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-52

No Konsep Deksripsi

• Pemerintah Pusat juga menyusun standar keselamatan dan moda-moda yang cocok beroperasi

10 Pengendalian • Pengendalian perusahaan melalui evaluasi akhir masa tender • Pengedalian sarana melalui kieur • Pengendalian pengemudi melalui pemberian SIM dan melalui syarat-

syarat yang ditentukan untuk mendapatkan SIM tersebut

7.17 Tahapan Pengalihan

Pada Tabel 7.9 disampaikan perlunya pentahapan dari moda eksisting menuju moda yang direkomendasikan oleh KM No 35/2003. Konsep pengalihan tersebut disampaikan pada Gambar 7.53.

Pada awal tender, perusahaan operator dapat menggunakan moda eksisting dengan komitmen penggantian sarana pada akhir masa tender. Permasalahan sebenarnya timbul soal tarif vs BOK. Dengan adanya pergantian jenis sarana tentunya tarif akan berubah disesuaikan dengan sarana baru. Dengan adanya sarana baru tentunya BOK akan berubah karena investasi juga akan berubah menjadi lebih tinggi, tentunya ini membutuhkan rasionalisasi tarif. Tetapi tarif tersebut harus disesuaikan dengan ATP/WTP dari penumpang. Apabila hasil ATP/WTP lebih rendah dari BOK+keuntungan maka perlu adanya subsidi jika tidak tarif dapat langsung diimplementasikan. Jika subsidi tidak dapat disediakan oleh Pemerintah Daerah maka sarana yang lama baik itu motor maupun

DIT. BSTP

Page 200: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-53

bentor dapat diperpanjang hingga masa 1 kali masa konsesi atau operasi lagi.

Penataan Pengusahaan

Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

Pendataan angkutan dan operator dan

pembuatan Koperasi atau Perusahaan Berbadan Hukum

Pengoperasian menggunakan moda eksisting

Pengoperasian dengan moda eksting

Pelatihan Depresiasi Kendaraan dan

Konsep Peremajaan

Peremajaan Pertama: Peralihan ke Moda

yang Direkomendasikan

oleh KM No 35/2003

Cek ATP/WTP vs BOK sarana

baru+ Keuntungan

ATP/WTP > BOK sarana baru+ keuntungan

Subsidi Pemerintah Daerah

Operasi jenis sarana eksisting selama 1 masa

konsesi/operasi lagi

ATP/WTP <

BOK sarana baru+

keuntungan

ATAU

Gambar 7.53 Konsep Tahapan Pengalihan Moda dari Moda Eksisiting ke Moda yang Direkomendasikan KM No 35/2003

7.18 Pengendalian Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Model pengendalian dilakukan dengan berbagai cara. Dari pengusahaan kinerja tiap operator atau perusahaan operator angkutan lingkungan ini akan direview tiap tahun dan di akhir masa tender. Masa tender diperkirakan selama 5 tahun dan dapat diperpanjang atau tidak sesuai dengan hasil tender berikutnya. Selama 5 tahun kinerja operasi, standar keselamatan dan tarif akan direview. Berdasarkan peralihan sarana pada tahun ke-5 ini disiapkan peralihan atau pergantian sarana ke jenis yang disarankan pada pedoman atau UU No 22/2009 dan KM No 35/2003.

DIT. BSTP

Page 201: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-54

Model pengendalian juga dapat menggunakan kiuer sarana. Sarana baik itu jenis motor sebagai sarana awal maupun mobil penumpang yang diarahkan oleh UU No 22/2009 dan KM No 35/2003 harus mematuhi syarat-syarat keselamatan pada tiap jenis sarana.

Model pengendalian juga dapat menggunakan syarat pengemudi. Pengemudi tiap tahun harus melewati ujian standar pengemudi angkutan umum di Kepolisian untuk mendapatkan Surat Ijin Mengemudi (SIM) Angkutan Lingkungan. Tiap pengemudi harus memiliki SIM Angkutan Lingkungan ini agar dapat mengemudikan angkutan lingkungan. Syarat-syarat yang dilalui antara lain syarat keterampilan mengemudi, pengetahuan lalu lintas dan syarat kesehatan fisik baik penglihatan, pendengaran dan fisik jasmani seperti tangan, kaki dan tidak mempunyai cacat yang mengganggu keseluruh fungsi fisik jasmani.

Gambar 7.54 Pengendalian Perusahaan Operator

Gambar 7.55 Pengendalian Sarana

Pengendalian

Pengusahaan

- Evaluasi dilakukan 1 tahun sekali dan diumumkan masyarakat

- Evaluasi menyeluruh dilakukan di akhir masa tender (5 tahun) meliputi perencanaan operasi, jumlah dan ketersediaan armada, standar keselamatan dan tarif

- Evaluasi operatornya akan sangat mempengaruhi proses tender selanjutnya. Apabila hasil evaluasi baik akan menambah nilai pada tender berikutnya

Pengendalian

Sarana

- Sarana perlu melakukan kieur 1 tahun sekali untuk memeriksa fungsi-fungsi kendaraan baik itu fungsi ban, roda, levers, kabel-kabel, hoses, pengapian, sistem lampu berupa baterei atau accu, lensa, reflektor, wiring dan kepala lampu, oli-oli, leaks, rangka kendaraan berupa rangka utama (frame), suspensi, rantai, pengikat

- Selain itu sarana juga perlu uji emisi untuk memeriksa kondisi pembakaran mesin

DIT. BSTP

Page 202: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-55

Gambar 7. 56 Pengendalian Pengemudi

7.19 Tahapan Pengembangan Angkutan Lingkugan

7.19.1 Visi dan Misi

Visi dan Misi dari Pengembangan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) difokuskan untuk melayani “wilayah-wilayah terluar dan blank spot di wilayah perkotaan”.

Tujuannya jelas untuk meningkatkan efektifitas angkutan umum dan meningkatkan perannya bukan sebagai angkutan umum untuk captive user. Oleh karena itu Visinya adalah:

“Meningkatkan Efektifitas Pangsa Pasar Angkutan Umum dengan Menjangkau Wilayah-wilayah Terluar dan Blank Spot di Wilayah Perkotaan”

Misi dari Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) adalah:

1. Menghubungkan “wilayah-wilayah terluar dan blank spot di wilayah perkotaan”

dengan jaringan angkutan umum massal baik itu jaringan pengumpan/feeder maupun utama/trunk

2. Meningkatkan efektifitas pangsa pasar angkutan umum massal

3. Mengurangi pergerakan kendaraan pribadi lebih efektif

Pengendalian

Pengemudi

Pengemudi diperiksa kemampuannya tiap 1 tahun sekali. Pemeriksaannya adalah:

- Keterampilan mengemudi - Pengetahuan lalu lintas - Pengetahuan standar-standar

keselamatan - Syarat kesehatan fisik dan

fungsi jasmani

DIT. BSTP

Page 203: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-56

4. Memberikan pelayanan yang optimal terhadap masyarakat terutama di “wilayah-wilayah terluar dan blank spot di wilayah perkotaan”

5. Menciptakan loyalitas bagi pengguna angkutan umum massal dan angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan).

7.19.2 Kebijakan Strategis

Kebijakan Strategis yang diarahkan disampaikan pada Gambar 7.57. Persiapan Konsep sepertinya tetap perlu dilakukan. Ada beberapa program yang diperlukan pada tahap ini seperti perhitungan ATP/WTP, percobaan penerapan angkutan orang di kawasan tertentu pada wilayah yang paling mungkin diterapkan paling awal, perhitungan BOK secara seksama untuk sarana angkutan ini dan sebagainya.

Tahap kedua adalah implementasi di Pemerintah Daerah yang siap. Seperti telah disampaikan bahwa terdapat Pemerintah Kota yang dapat mengimplementasikan konsep ini meskipun jaringan angkutan massal belum terbangun seperti Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya. Kondisi ini dimungkinkan karena angkutan ini sudah tertata secara apik di keseluruh kota ini. Selain itu konsep ini dapat diimplementasikan di dalam jaringan yang sudah mempunyai jaringan angkutan umum eksisting dan diarahkan atau diusulkan untuk dikembangkan menjadi jaringan angkutan umum massal.

Tahap ketiga adalah optimalisasi dan perbaikan konsep serta persiapan untuk pergantian moda. Kelemahan-kelemahan yang ada di dua tahap sebelumnya perlu dievaluasi dan diperbaiki agar pola operasi, kepengusahaan dan sebagainya dapat lebih baik di tahap ini.

Gambar 7.57 Kebijakan Strategis Konsep Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

PERSIAPAN

KONSEP DAN

SOSIALISASI KE

PEMERINTAH

DAERAH

IMPLEMENTASI DI

PEMERINTAH

DAERAH YANG

SIAP

OPTIMALISASI

KONSEP DAN

PENGEMBANGAN

KONSEP DI

WILAYAH LAIN

DIT. BSTP

Page 204: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-57

7.19.3 Program-program

A. Persiapan Konsep dan Sosialisasi ke Pemerintah Daerah

Beberapa program-program tersebut adalah:

- Perhitungan ATP/WTP untuk Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) di Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya. Untuk Jakarta mungkin dapat dibagi menjadi beberapa wilayah di wilayah komuter, pinggiran DKI Jakarta dan di sekitar CDB DKI Jakarta

- Perhitungan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) moda-moda yang disarankan untuk digunakan

- Percobaan penerapan, perhitungan jumlah armada, ATP/WTP, BOK dan sebagainya di beberapa wilayah yang mungkin dilaksanakan pada tahap awal

- Sosialisasi ke Pemerintah Daerah

- Mengambil masukan dari Pemerintah Daerah

- Perkuatan jaringan angkutan umum massal dan jaringan pengumpannya di wilayah perkotaan di Pulau Jawa seperti DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya

B. Implementasi di Pemerintah Daerah yang Siap

Beberapa program-program tersebut adalah:

- Optimalisasi perkuatan jaringan angkutan umum massal dan pengumpannya

- Persiapan Implementasi di Wilayah yang mungkin diterapkan seperti Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya

- Menerima masukan dari kondisi-kondisi implementasi di keseluruh kota ini

- Studi persiapan implementasi angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan) di luar Jawa seperti Medan, Bukittinggi, Makassar dan sebagainya

- Persiapan Implementasi di Wilayah DKI Jakarta

DIT. BSTP

Page 205: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-58

C. Optimalisasi Konsep dan Pengembangan di Wilayah Lain

Beberapa program-program tersebut adalah:

- Optimalisasi perkuatan jaringan angkutan umum massal dan pengumpannya

- Persiapan Implementasi di Medan, Bukittinggi dan wilayah luar Jawa lainnya

- Evaluasi dari operasi dan tender yang dilakukan pada tahap sebelumnya

DIT. BSTP

Page 206: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-59

Gambar 7. 1 Pengembangan Transportasi di Wilayah PermukimanError! Bookmark not

defined.

Gambar 7. 2 Wilayah Yang Tidak Terlayani Oleh Angkutan Umum (Blank Spot) ....... Error!

Bookmark not defined.

Gambar 7. 3 Konsep Perbaikan Transportasi .................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 4 Konsep Global dan Transport Sustainability . Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 5 Konsep Transport Demand Management (TDM)Error! Bookmark not

defined.

Gambar 7. 6 Konsep Pengurangan Pergerakan Kendaraan PribadiError! Bookmark not

defined.

Gambar 7. 7 Konsep Strategi Pendukung yang Mendukung Strategi Utama ............ Error!

Bookmark not defined.

Gambar 7. 8 Konsep Pengurangan Kendaraan Pribadi ..... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 9 Konsep Environmental Sustainable Transport (EST) di Wilayah Perkotaan .......................................................................................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 10 Pra dan Pasca Moda Penggunaan Transit System di San Fransisco, Tokyo, Netherlands, dan Singapore .............................................. Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 11 Pra dan Pasca Moda Penggunaan Transit System di Bangkok dan Manila .......................................................................................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 12 Pra dan Pasca Moda Penggunaan Transit System di Kota Bogor ....... Error!

Bookmark not defined.

Gambar 7. 13 Average Walking Distance di Bangkok, Mabila, Sapporo, dan Singapura .......................................................................................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 14 Average Walking Distance di Kota Bandung Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 15 Konsep Ideal Hirarki Jaringan Trayek Angkutan Umum Perkotaan ....... Error!

Bookmark not defined.

Gambar 7. 16 Hubungan antara Konsep TOD dengan Angkutan Orang di Kawasan

Tertentu (Lingkungan) ....................................................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 17 Wilayah Operasi di Lokasi Survei di Medan. Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 18 Wilayah Operasi di Lokasi Survei di SemarangError! Bookmark not

defined.

Gambar 7. 19 Wilayah Operasi di Lokasi Survei di BandungError! Bookmark not

defined.

Gambar 7. 20 Wilayah Operasi di Lokasi Survei di BukittinggiError! Bookmark not

defined.

DIT. BSTP

Page 207: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-60

Gambar 7. 21 Standar Penempatan Prasarana atau Pool . Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 22 Layout Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan TertentuError! Bookmark

not defined.

Gambar 7. 23 Dimensi Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan TertentuError! Bookmark

not defined.

Gambar 7. 24 Skema Sirkulasi Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu ..... Error!

Bookmark not defined.

Gambar 7. 25 Contoh Desain Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu ....... Error!

Bookmark not defined.

Gambar 7. 26 Layout Fasilitas Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu ...... Error!

Bookmark not defined.

Gambar 7. 27 Dimensi Fasilitas Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu ... Error!

Bookmark not defined.

Gambar 7. 28 Contoh Desain Fasilitas Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu .......................................................................................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 29 Contoh Papan Informasi .............................. Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 30 Taksi Motor di Thailand ditandai dengan Rompi Berwarna Oranye ..... Error!

Bookmark not defined.

Gambar 7. 31 Taksi Motor di Goa, India ............................ Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 32 Taksi Motor di London, Inggris .................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 33 Taksi Motor di Paris, Prancis ....................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 34 Taksi Sepeda di London, Inggris Berbahan Bakar ListrikError! Bookmark

not defined.

Gambar 7. 35 Taksi Sepeda di Amsterdam, Belanda Berbahan Bakar Listrik ............ Error!

Bookmark not defined.

Gambar 7. 36 Model Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) dalam KM No 35 Tahun 2003. ...................................................................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 37 Syarat dan Pengendalian Pengemudi ......... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 38 ATP/WTP Angkutan Permukiman di Wilayah StudiError! Bookmark not

defined.

Gambar 7. 39 Usulan Perbaikan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) .......................................................................................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 40 Model BOK Motor/Ojeg ............................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 41 Model BOK Motor/Ojeg dengan Biaya TrayelError! Bookmark not

defined.

Gambar 7. 42 Model BOK MPU Bajaj dengan Biaya TrayekError! Bookmark not

defined.

Gambar 7. 43 Tipologi Peraturan Untuk Penyediaan Angkutan Umum Perkotaan dan Potensi Transisinya............................................................ Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 44 Skema Eksisting Pengusahaan Angkutan PermukimanError! Bookmark

not defined.

Gambar 7. 45 Swasta Murni ............................................. Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 46 Deregulasi .................................................. Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 47 Sistem Waralaba ......................................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 48 Tabel Pemilihan Moda bagi Individu ............ Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 49 Model Persepsi Angkutan Umum ................ Error! Bookmark not defined.

DIT. BSTP

Page 208: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-61

Gambar 7. 50 Komponen-komponen Perilaku Konsumen ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 51 Model Pemilihan Moda untuk Angkutan PenumpangError! Bookmark not

defined.

Gambar 7. 52 Konsep Tahapan Pengalihan Moda dari Moda Eksisiting ke Moda yang Direkomendasikan KM No 35/2003 .................................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 53 Pengendalian Perusahaan Operator ........... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 54 Pengendalian Sarana .................................. Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 55 Pengendalian Pengemudi ........................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. 56 Kebijakan Strategis Konsep Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ...................................................................... Error! Bookmark not defined.

Tabel 7. 1 Modal Share di Kota Bogor ............................... Error! Bookmark not defined.

Tabel 7. 2 Average Walking Distance di Kanada, Amerika, Inggris, Swedia, Australia, dan Singapura .......................................................................... Error! Bookmark not defined.

Tabel 7. 3 Analisis SWOT Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ........ Error!

Bookmark not defined.

Tabel 7. 4 Wilayah Operasi untuk Pelayanan di Kota Metropolitan, Besar dan Sedang .......................................................................................... Error! Bookmark not defined.

Tabel 7. 5 Perhitungan BOK Motor/Ojeg ............................ Error! Bookmark not defined.

Tabel 7. 6 Perhitungan BOK Motor/Ojeg dengan Biaya TrayekError! Bookmark not

defined.

Tabel 7. 7 Perhitungan BOK MPU Bajaj dengan Biaya TrayekError! Bookmark not

defined.

Tabel 7. 8 Gambaran Atribut Pelayanan ............................ Error! Bookmark not defined.

Tabel 7. 9 Konsep Operasi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ....... Error!

Bookmark not defined.

BAB 7. KONSEP PEDOMAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN) ............................................................................................................. 7-1

7.1 Permasalahan Perkembangan Struktur Wilayah Transportasi dan Dampaknya pada Transportasi Perkotaan ......................................... Error! Bookmark not defined.

7.2 Konsep Transportasi di Wilayah Perkotaan ......... Error! Bookmark not defined.

7.3 Permasalahan Keinginan Berjalan Pengguna Angkutan Umum (Willingness to

Walk) Error! Bookmark not defined.

7.4 Analisis SWOT .................................................... Error! Bookmark not defined.

7.5 Konsep Operasi dari Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)... Error!

Bookmark not defined.

7.6 Peran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)Error! Bookmark not

defined.

7.7 Wilayah Operasi .................................................. Error! Bookmark not defined.

7.8 Prasarana atau Pool Kendaraan .......................... Error! Bookmark not defined.

DIT. BSTP

Page 209: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

7-62

7.8.1 Lokasi Prasarana Angkutan Orang di Kawasan TertentuError! Bookmark

not defined.

7.8.2 Fasilitas Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan TertentuError! Bookmark

not defined.

7.8.3 Fasilitas Lainnya ........................................... Error! Bookmark not defined.

7.9 Sarana yang Diusulkan ........................................ Error! Bookmark not defined.

7.10 Pengemudi .......................................................... Error! Bookmark not defined.

7.11 Tarif ..................................................................... Error! Bookmark not defined.

7.12 BOK Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)Error! Bookmark not

defined.

7.13 Model Kepengusahaan ........................................ Error! Bookmark not defined.

7.14 Konsep Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)Error! Bookmark

not defined.

7.14.1 Teori Perilaku Konsumen .............................. Error! Bookmark not defined.

7.14.2 Konsep Utilitas dalam Proses Pengambilan KeputusanError! Bookmark

not defined.

7.14.3 Behavioural Intention .................................... Error! Bookmark not defined.

7.15 Penataan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)Error! Bookmark

not defined.

7.16 Tahapan Pengalihan ............................................ Error! Bookmark not defined.

7.17 Pengendalian Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ............. Error!

Bookmark not defined.

7.18 Tahapan Pengembangan Angkutan Lingkugan ... Error! Bookmark not defined.

7.18.1 Visi dan Misi ................................................. Error! Bookmark not defined.

7.18.2 Kebijakan Strategis ....................................... Error! Bookmark not defined.

7.18.3 Program-program ......................................... Error! Bookmark not defined.

A. Persiapan Konsep dan Sosialisasi ke Pemerintah DaerahError! Bookmark not

defined.

DIT. BSTP

Page 210: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

8-1

BAB 8. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

8.1 Kesimpulan

Dari hasil studi didapatkan beberapa kesimpulan:

- Angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan) ini sangat diperlukan terutama untuk menghubungkan wilayah-wilayah yang tidak terjangkau angkutan umum reguler

- Angkutan ini pada saat ini masih digunakan oleh captive user yaitu pengguna yang tidak memiliki alternatif moda yang lain selain angkutan umum

- Angkutan ini mempunyai peran melayani pergerakan di atas radius average walking distance yaitu di atas 150 meter

- Angkutan ini mempunyai wilayah operasi sekitar 1-2 km

- WTP 90% dari pengguna angkutan ini sekitar Rp 2500,-

- Usulan penataan yang paling ditentang adalah pergantian jenis moda. Sebagian besar operator juga menyatakan tidak memerlukan adanya penataan

- Sebagian besar operator juga tidak menyetujui adanya paguyuban atau perkumpulan karena akan mengurangi pendapatan

- Sarana diusulkan adalah moda Bajaj atau Kancil dengan memperhatikan WTP pengguna, wilayah operasi, lebar jalan dimana moda ini beroperasi dan BOK yang sesuai dengan WTP dari pengguna.

- BOK angkutan ini bila menggunakan MPU sejenis Bajaj sekitar Rp 2.973,12

- BOK angkutan ini bila menggunakan MPU sejenis Kancil sekitar Rp 4.244,67

- Konsep angkutan ini harus mempunyai standar pelayanan tertentu baik itu yang dapat diperhitungkan maupun yang tidak. Standar pelayanan yang dapat

DIT. BSTP

Page 211: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

8-2

diperhitungkan adalah seperti waktu tempuh, tarif, frekwensi, aksesibilitas dan sebagainya. Sedangkan standar pelayanan yang tidak dapat diperhitungkan seperti perilaku, keselamatan, cara mengemudi, pengalaman negatif dan sebagainya

- Kepengusahaan angkutan ini menggunakan sistem deregulasi atau waralaba

- Pengendalian kendaraan ini beada dilakukan pada pengemudi, kendaraan dan perusahaan. Pengendalian terhadap pengemudi dan perusahaan dilakukan setiap 5 tahun sedangkan untuk kendaraan dilakukan setiap 1 tahun melalui mekanisme keur

DIT. BSTP

Page 212: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

8-3

Tabel 8.1 Konsep Operasi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

No Konsep Deksripsi

1. Wilayah Operasi

• Melayani “wilayah-wilayah terluar” dan “wilayah blank spot” perkotaan• Melayani wilayah permukiman• Moda ini tidak dapat melalui jaringan jalan arteri maupun kolektor.

Angkutan ini tidak berfungsi melayani secara regional• Wilayah Operasi berada di wilayah sekitar wilayah permukiman yang

menghubungkan door atau wilayah permukiman dengan angkutanpengumpan atau feeder dan angkutan umum di jalur utama atau trunk

• Wilayah Operasi mencapai rata-rata 200 meter hingga 2 Km• Waktu Operasi diharapkan dapat 24 jam dengan pengaturan dari

Pemerintah Daerah• Wilayah Operasi diharapkan antara 1 kelurahan dibagi menjadi beberapa

operator hingga 1 kelurahan untuk 1 operator (di wilayah Metropolitan)• Standar keselamatan seperti helm, rompi pengenal dan sebagainya perlu

dilakukan termasuk kir terhadap sarana untuk memeriksa kelaikan sarana

2. Waktu Operasi • Diupayakan 24 jam tetapi disesuaikan dengan kondisi demand• Minimal beroperasi 16-18 jam

3. Prasarana • Ditempatkan didekat persimpangan antara jalan lokal dengan jalankolektor atau jalan arteri. Tetapi terdapat jarak sejauh 50 meter dariwilayah persimpangan

• Mempunyai standar lokasi antrian kendaraan, antrian pengguna, loket,kantor dan call centre, parkir kendaraan tidak beroperasi, bengkel untukperbaikan, toilet

• Dilengkapi dengan papan informasi yang berisi informasi waktu operasi,nomor call centre dan tarif ke beberapa zona tujuan

4. Sarana • Moda yang beroperasi adalah MPU dan disesuaikan dengan arahan KMNo 35/2003

• Pengarahan dilakukan dengan cara bertahap. Untuk tahap awal modaeksisting tetap dalam dioperasikan. Tetapi dalam 5 tahun diharapkan dapatdirubah ke moda yang sesuai dengan KM No 35/2003

• Model kepengusahaan dan penataan para pengemudi eksisting sangatdiperlukan untuk mendukung pengalihan moda dari eksisting ke arah yangdirekomendasikan oleh KM No 35/2003

5. Tarif • Tarif harus sesuai dengan hasil survei ATP/WTP• Dari hasil perhitungan rata-rata ATP/WTP pengguna adalah Rp 2500/rit

6. Pengemudi • Pengemudi menggunakan SIM A Umum• Pengemudi harus diuji pada penggunaan SIM A Umum yaitu uji syarat

atau kesehatan fisik dan keterampilan berkendara. Keterampilanberkendara terdiri dari teori dan praktek di lapangan

• Operator harus mempunyai syarat minimal dan memperkerjakanpengemudi. Syarat tersebut antara lain memahami rambu-rambu lalulintas, memahami standar prosedur keselamatan dan memahami prosedurpengoperasian dan keterampilan mengemudi berupa keterampilanberkendara yang aman dan kecepatan maksimal

DIT. BSTP

Page 213: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

8-4

Pada Tabel 8.1 disampaikan usulan untuk penataan angkutan lingkungan bagi daerah permukiman yang terbagi dalam penataan wilayah operasi, kepengusahaan, skema operasi, standar operasi, moda yang beroperasi dan pengendalian. Untuk aturan tentang angkutan lingkungan, izin dan sistem pentarifan dibuat oleh pemerintah masing-masing daerah sesuai arahan dari aturan yang dikeluarkan pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Kementerian Perhubungan (Direktorat BTSP) yang menyusun skema operasi, standar operasi, dan moda yang diizinkan beroperasi.

No Konsep Deksripsi

7. Pengusahaan • Ijin diberikan kepada badan usaha berupa PT, CV, atau Koperasi danbukan paguyuban atau perorangan

• Pemberdayaan secara koperasi lebih disarankan• Kepengusahaan yang disarankan adalah deregulasi atau waralaba

dimana perencanaan strategis dan administrasi dilakukan pemerintah danperencanaan operasi serta operasi dilakukan oleh Operator

• Ijin diberikan secara tender• Masa konsesi atau operasi selama 5 tahun

8. Skema Operasi • Pemerintah Daerah yang memberikan ijin operasi dengan standar teknisatau standar operasi disusun oleh Pemerintah Pusat

• Pemerintah Daerah juga wajib melakukan survei tarif melalui skemaATP/WTP dan jumlah armada

• Operator menyediakan sarana dan mengoperasikan• Pemerintah Daerah dalam hal ini cq Dinas Perhubungan harus dapat

menjadi Pembina moda ini dan mengambil alih peran dari stakeholder lainseperti Kepolisian dsb

• Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk meneliti pelayanan optimal untukmendapatkan loyalitas dari

9. StandarOperasi

• Pemerintah Pusat berfungsi sebagai Pembina Transportasi harusmempunyai Standar Operasi Teknis yang harus dijalani oleh operator

• Pemerintah Pusat juga menyusun langkah-langkah tender yang dapatdipergunakan Pemda dalam mengeluarkan tender

• Pemerintah Pusat juga menyusun standar keselamatan dan moda-modayang cocok beroperasi

10 Pengendalian • Pengendalian perusahaan melalui evaluasi akhir masa tender• Pengedalian sarana melalui kieur• Pengendalian pengemudi melalui pemberian SIM dan melalui syarat-

syarat yang ditentukan untuk mendapatkan SIM tersebut

DIT. BSTP

Page 214: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN TEKNIS PENYUSUNAN PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN TERTENTU (LINGKUNGAN)

8-5

8.2 Rekomendasi

Rekomendasi dari studi ini adalah:

- Menyusun ATP/WTP dari pengguna angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan) di beberapa Kota Metropolitan besar, seperti Jabodetabek, Semarang, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan dan Makassar.

- Menyusun BOK dari angkutan MPU Bajaj, sebagai sarana yang diusulkan oleh KM No 35/2003

- Percobaan penerapan, perhitungan jumlah armada, ATP/WTP, BOK dan sebagainya di beberapa wilayah yang mungkin dilaksanakan pada tahap awal

- Sosialisasi ke Pemerintah Daerah

- Mengambil masukan dari Pemerintah Daerah

- Perkuatan jaringan angkutan umum massal dan jaringan pengumpannya di wilayah perkotaan di Pulau Jawa seperti DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya

- Memperkuat konsep angkutan lingkungan ini dengan studi-studi yang bersifat perilaku konsumen atau transport behaviour

- Menyusun Konsep Angkutan Orang di Kawasan Tertentu untuk Daerah Wisata

DIT. BSTP

Page 215: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

i

KATA PENGANTAR

Laporan Akhir ini dibuat sebagai realisasi Perjanjian Kerja antara Satuan Kerja Pengembangan Lalu Lintas dan Angkutan Perkotaan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan dengan PT Aulia Sakti Internasional, tentang pekerjaan Perencanaan Teknis Penyusunan Pelayanan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan).

Dalam Laporan ini bersisi Pendahuluan, konsep perencanaan transportasi, metodologi, gambaran wilayah studi, resume survey primer, analisis penataan angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan), konsep pedoman angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan), kesimpulan dan rekomendasi.

Harapan kami, semoga Laporan Akhir ini dapat memenuhi kriteria yang ditentukan oleh Satuan Kerja Pengembangan Lalu Lintas dan Angkutan Perkotaan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan untuk pekerjaan ini.

Pada kesempatan ini, konsultan menyampaikan terimakasih kepada semua pihak khususnya pada Satuan Kerja Pengembangan Lalu Lintas dan Angkutan Perkotaan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, yang telah memberikan kepercayaan dan kesempatan penuh kepada PT. Aulia Sakti Internasional untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan pekerjaan ini.

Kritik dan saran terhadap laporan ini demi kesempurnaan dan tercapainya sasaran dari pekerjaan ini sangat kami harapkan untuk perbaikan selanjutnya.

Jakarta, Nopember 2010

PT. Aulia Sakti Internasional DIT. BSTP

Page 216: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................vii

DAFTAR TABEL ......................................................................................................xii

LAMPIRAN ...............................................................................................................xv

BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1-1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1-1

1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................... 1-2

1.3 Ruang Lingkup Kegiatan ........................................................................... 1-2

1.4 Indikator Keluaran ..................................................................................... 1-4

BAB 2. KONSEP PERENCANAAN TRANSPORTASI .......................................... 2-1

2.1 Prinsip Transportasi yang Berkelanjutan ................................................... 2-1

2.2 Manajemen Kebutuhan Transportasi (Travel Demand Management) ........ 2-5

2.2.1 Konsep Dasar .................................................................................. 2-5

2.2.2 Strategi Optimal dari Manajemen Kebutuhan Transportasi

(Travel Demand Management) .................................................................. 2-8

2.3 Tantangan dari Transportasi Perkotaan ................................................... 2-10

2.4 Tahapan Perbaikan Sistem Transportasi ................................................. 2-13

2.5 Pembagian Fungsi Jaringan Transportasi ............................................... 2-14

2.6 Evolusi Penyelenggaraan Transportasi Perkotaan .................................. 2-16

2.7 Spektrum Pemilihan Jenis Angkutan Massal ........................................... 2-19

2.8 Pentahapan Pemilihan Moda Angkutan Umum ....................................... 2-21

2.9 Peran Teknologi di Pemilihan Jaringan Transportasi ............................... 2-22

2.10 Rule of Thumb Pengembangan Jaringan Prasarana/Pelayanan

Transportasi Nasional .............................................................................. 2-24

2.11 Jaringan Transportasi Multimoda, Prinsip Hirarki Transportasi dan

Peran Antar Moda ................................................................................... 2-25

2.11.1 Jaringan Transportasi Multimoda ................................................. 2-25

2.11.2 Hirarki Jaringan Transportasi ....................................................... 2-27

2.11.3 Pembagian Peran antar Moda ...................................................... 2-28

DIT. BSTP

Page 217: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

iii

2.12 Aspek Normatif Penyelenggaraan Transportasi Perkotaan di Indonesia ................................................................................................. 2-28

2.12.1 Jaringan Prasarana Jalan Perkotaan ........................................... 2-29

2.12.2 Jaringan Pelayanan Angkutan Umum Perkotaan ......................... 2-29

2.12.3 Kereta Api Perkotaan ................................................................... 2-32

2.13 Angkutan Paratransit ............................................................................... 2-33

2.13.1 Pengertian Paratransit .................................................................. 2-33

2.13.2 Layanan Flexible Transit .............................................................. 2-37

2.13.3 Teknologi Paratransit ................................................................... 2-38

2.13.4 Formalisasi Paratransit ................................................................. 2-40

2.13.5 Biaya Paratransit .......................................................................... 2-42

2.13.6 Karakteristik dan Peran dari Paratransit ....................................... 2-44

BAB 3. METODOLOGI .......................................................................................... 3-1

3.1 Alur Pikir .................................................................................................... 3-1

3.2 Tahapan Pelaksanaan Studi ...................................................................... 3-3

3.3 Kebutuhan data ......................................................................................... 3-7

3.4 Pengembangan Pedoman ......................................................................... 3-8

BAB 4. GAMBARAN WILAYAH STUDI ................................................................ 4-1

4.1 Medan ....................................................................................................... 4-1

4.1.1 Kondisi Tata Ruang ........................................................................ 4-1

4.1.2 Kondisi Transportasi ..................................................................... 4-11

4.2 Semarang ................................................................................................ 4-16

4.2.1 Kondisi Tata Ruang ...................................................................... 4-16

4.2.2 Kondisi Transportasi ..................................................................... 4-26

4.3 Bukittinggi ................................................................................................ 4-35

4.3.1 Kondisi Tata Ruang ...................................................................... 4-35

4.3.2 Kondisi Transportasi ..................................................................... 4-40

BAB 5. RESUME SURVEY PRIMER ..................................................................... 5-1

5.1 Resume Angkutan Orang Di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Di Wilayah Studi ............................................................................................ 5-1

5.2 Resume Kondisi Angkutan Orang Di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Perspektif Pengguna ................................................................................. 5-5

DIT. BSTP

Page 218: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

iv

5.2.1 Kota Medan .................................................................................... 5-6

5.2.2 Kota Semarang .............................................................................. 5-7

5.2.3 Kota Bukittinggi .............................................................................. 5-8

5.2.4 Kota Bandung ................................................................................ 5-9

5.3 Resume Kondisi Angkutan Orang Di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Perspektif Instansi Pemerintah Kota ........................................................ 5-13

5.3.1 Kota Medan .................................................................................. 5-13

5.3.2 Kota Semarang ............................................................................ 5-14

5.3.3 Kota Bukittinggi ............................................................................ 5-16

5.3.4 Kota Bandung .............................................................................. 5-17

5.4 Resume Kondisi Angkutan Orang Di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Perspektif Operator ................................................................................. 5-24

5.4.1 Kota Medan .................................................................................. 5-24

5.4.2 Kota Semarang ............................................................................ 5-26

5.4.3 Kota Bukittingi .............................................................................. 5-28

BAB 6. ANALISIS PENATAAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN

TERTENTU (LINGKUNGAN). ................................................................... 6-1

6.1 Permasalahan Transportasi Perkotaan ...................................................... 6-1

6.2 Pengembangan model angkutan orang di kawasan tertentu (lingkungan) .............................................................................................. 6-2

6.3 Model Operasi dari Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ............................................................................................. 6-8

6.4 Peran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ..................... 6-13

6.5 Analisis Gambaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) di dalam Wilayah Studi ....................................................... 6-16

6.6 Analisis Perspektif Pengguna Angkutan Orang di Kawasan

Tertentu (Lingkungan) ............................................................................. 6-19

6.7 Analisis Perspektif instansi pemerintah Angkutan Orang di Kawasan

Tertentu (Lingkungan) ............................................................................. 6-24

6.8 Analisis Perspektif Operator Angkutan Orang di Kawasan

Tertentu (Lingkungan) ............................................................................. 6-30

6.9 Analisis Operasi....................................................................................... 6-39

6.10 Analisis Sarana ....................................................................................... 6-40

6.11 Standard Keselamatan ............................................................................ 6-49

6.12 Model Kepengusahaan ............................................................................ 6-51

6.13 Konsep Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ................... 6-54

DIT. BSTP

Page 219: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

v

6.14 Penataan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan).. ............. 6-59

BAB 7. KONSEP PEDOMAN ANGKUTAN ORANG DI KAWASAN

TERTENTU (LINGKUNGAN) .................................................................... 7-1

7.1 Permasalahan Perkembangan Struktur Wilayah Transportasi dan

Dampaknya pada Transportasi Perkotaan ................................................. 7-1

7.2 Permasalahan Keinginan Berjalan Pengguna Angkutan Umum

(Willingness to Walk) ................................................................................. 7-3

7.3 Konsep Transportasi di Wilayah Perkotaan ............................................... 7-7

7.4 Analisis SWOT .......................................................................................... 7-8

7.5 Konsep Operasi dari Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

(Lingkungan) ........................................................................................... 7-10

7.6 Peran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ..................... 7-13

7.7 Wilayah Operasi ...................................................................................... 7-14

7.8 Waktu Operasi ......................................................................................... 7-18

7.9 pangkalan /prasarana dan Pool Kendaraan ............................................. 7-18

7.9.1 Lokasi Prasarana Angkutan Orang di Kawasan Tertentu ........... 7-18

7.9.2 Fasilitas Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu ........ 7-21

7.10 Sarana yang Diusulkan............................................................................ 7-29

7.11 Pengemudi .............................................................................................. 7-38

7.12 Tarif...... .................................................................................................. 7-39

7.13 BOK Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ....................... 7-29

7.14 Model Kepengusahaan ............................................................................ 7-41

7.15 Konsep Pengembangan lanjut Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ............................................................................................ 7-43

7.15.1 Teori Perilaku Konsumen ........................................................... 7-43

7.15.2 Konsep Utilitas dalam Proses Pengambilan Keputusan ............. 7-45

7.15.3 Behavioural Intention ................................................................. 7-47

7.16 Penataan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ............... 7-49

7.17 Tahapan Pengalihan ............................................................................... 7-52

7.18 Pengendalian Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ......... 7-53

7.19 Tahapan Pengembangan Angkutan Lingkungan ..................................... 7-55

7.19.1 Visi dan Misi ............................................................................... 7-55

7.19.2 Kebijakan Strategis .................................................................... 7-56

7.19.3 Program-program ....................................................................... 7-57

DIT. BSTP

Page 220: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

vi

BAB 8. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ....................................................... 8-1

8.1 Kesimpulan ................................................................................................ 8-1

8.2 Rekomendasi ............................................................................................ 8-5

DIT. BSTP

Page 221: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Interaksi antar Elemen dalam Sistem yang Berkelanjutan ....................... 2-3

Gambar 2. 2 Situasi transportasi perkotaan pada masa sekarang ............................... 2-6

Gambar 2. 3 Pergeseran paradigma dalam kebijakan transportasi perkotaan ............. 2-7

Gambar 2. 4 Strategi Terpilih MKT/TDM .................................................................... 2-10

Gambar 2. 5 Interaksi antar Elemen dalam Sistem yang Berkelanjutan ..................... 2-12

Gambar 2. 6 Wilayah Yang Tidak Terlayani Oleh Angkutan Umum (Blank Spot) ....... 2-13

Gambar 2. 7 Tahapan Pengembangan Manajemen Multimoda ................................. 2-13

Gambar 2. 8 Hirarki Fungsional Sistem Jaringan Transportasi .................................. 2-15

Gambar 2. 9 Evolusi Pengembangan Transportasi Perkotaan ................................... 2-17

Gambar 2. 10 Strategi Pengembangan Transportasi Kota ........................................... 2-19

Gambar 2. 11 Kisaran Kapasitas dan Kecepatan Moda Angkutan Umum .................... 2-20

Gambar 2. 12 Fare Box Ratio Operasi KA Metro ......................................................... 2-21

Gambar 2. 13 Pentahapan Pemilihan Moda Angkutan Umum ..................................... 2-22

Gambar 2. 14 Enam Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Teknologi ............... 2-24

Gambar 2. 15 Perspektif Jaringan Transportasi Multi/Inter Moda ................................. 2-26

Gambar 2. 16 Rantai Transportasi Intermoda (Rodrigue and Comtois) ........................ 2-26

Gambar 2. 17 Pengaturan Hirarki Pergerakan dalam Sistem

Transportasi Multimoda ......................................................................... 2-27

Gambar 2. 18 Perbandingan Fungsi Biaya Transportasi Moda Jalan, Rel dan Laut ..... 2-28

Gambar 2. 19 Konsep Ideal Hirarki Jaringan Trayek Angkutan Umum Perkotaan ....... 2-32

Gambar 2. 20 Pembagian Angkutan Umum Menurut Trayeknya ................................. 2-34

Gambar 2. 21 Karakteristik Dari Moda Semipublic dan Public Paratransit ................... 2-36

Gambar 2. 22 Tipologi Peraturan Untuk Penyediaan Angkutan Umum Perkotaan

dan Potensi Transisinya ........................................................................ 2-41

Gambar 3. 1 Alur Pikir .................................................................................................. 3-4

Gambar 3. 2 Metodologi Studi ..................................................................................... 3-6

Gambar 3. 3 Alur Pikir Perumusan Kebijakan .............................................................. 3-8

Gambar 4. 1 Kondisi Tata Ruang Kota Medan ............................................................. 4-1

Gambar 4. 2 Rencana Tata Ruang Kota Medan .......................................................... 4-2

Gambar 4. 3 Teori-teori Perkembangan/Penggunaan Tanah Perkotaan ...................... 4-3

Gambar 4. 4 Stadian Perkembangan Kota Medan ....................................................... 4-4

Gambar 4. 5 Pembagian BWK Kota Medan ................................................................. 4-8

Gambar 4. 6 Rencana Sistem Pusat-pusat Pelayanan Kota Medan ............................ 4-9

DIT. BSTP

Page 222: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

viii

Gambar 4. 7 Rencana Pola Tata Ruang Kota Medan 2028 ....................................... 4-10

Gambar 4. 8 Hasil Perhitungan TC di Pagi Hari di Kota Medan ................................. 4-12

Gambar 4. 9 Hasil Perhitungan TC di Sore Hari di Kota Medan ................................. 4-13

Gambar 4. 10 Hasil Survei Kecepatan di Kota Medan (Pagi Hari)................................ 4-15

Gambar 4. 11 Hasil Survei Kecepatan di Kota Medan (Pagi Hari)................................ 4-16

Gambar 4. 12 Wilayah studi Kedung Sepur ................................................................ 4-17

Gambar 4. 13 Grafik Tren Pertumbuhan Penduduk ..................................................... 4-18

Gambar 4. 14 Kepadatan Penduduk Pada Wilayah Studi ............................................ 4-19

Gambar 4. 15 Kondisi Kota Semarang dari Citra Satelit ............................................... 4-20

Gambar 4. 16 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang ....................... 4-23

Gambar 4. 17 Perumahan Kota Semarang .................................................................. 4-25

Gambar 4. 18 Jaringan jalan Kota Semarang .............................................................. 4-28

Gambar 4. 19 Pergerakan Penumpang Pada Pusat Kawasan .................................... 4-30

Gambar 4. 20 Desire Line MAT penumpang Kedungsapur tahun 2010 ....................... 4-32

Gambar 4. 21 Distribusi Pergerakan Pada Kabupaten/Kota......................................... 4-32

Gambar 4. 22 Jaringan Transportasi pada Wilayah Studi ............................................ 4-34

Gambar 4. 23 Proposi Rata-Rata Angkutan Yang Melayani Wilayah Kedungsapur ..... 4-35

Gambar 4. 24 Lokasi Studi Bukitinggi .......................................................................... 4-36

Gambar 4. 25 Pusat-pusat Kegiatan Berdasarkan RTRWN ......................................... 4-39

Gambar 4. 26 Pusat-pusat Kegiatan Berdasarkan RTRW Provinsi Sumatera Barat .... 4-40

Gambar 4. 27 Peta Jaringan Jalan Provinsi Sumbar .................................................... 4-41

Gambar 4. 28 Peta Jaringan Jalan Kota Bukittinggi ..................................................... 4-44

Gambar 6. 1 Pengembangan Transportasi di Wilayah Permukiman ............................ 6-1

Gambar 6. 2 Wilayah Yang Tidak Terlayani Oleh Angkutan Umum (Blank Spot) ......... 6-2

Gambar 6. 3 Konsep Perbaikan Transportasi .............................................................. 6-3

Gambar 6. 4 Konsep Environmental Sustainable Transport (EST) di Wilayah

Perkotaan ................................................................................................ 6-4

Gambar 6. 5 Konsep Transport Demand Management (TDM) ..................................... 6-5

Gambar 6. 6 Konsep Pengurangan Pergerakan Kendaraan Pribadi ............................ 6-5

Gambar 6. 7 Konsep Pengurangan Kendaraan Pribadi ............................................... 6-7

Gambar 6. 8 Konsep Strategi Pendukung yang Mendukung Strategi Utama ............... 6-7

Gambar 6. 9 Konsep Ideal Hirarki Jaringan Trayek Angkutan Umum Perkotaan ......... 6-8

Gambar 6. 10 Hubungan antara Konsep TOD dengan Angkutan Orang di Kawasan

Tertentu (Lingkungan) ........................................................................... 6-10

Gambar 6. 11 Pra dan Pasca Moda Penggunaan Transit System di

San Fransisco, Tokyo, Netherlands, dan Singapore .............................. 6-11

Gambar 6. 12 Pra dan Pasca Moda Penggunaan Transit System di Bangkok dan

DIT. BSTP

Page 223: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

ix

Manila ................................................................................................... 6-12

Gambar 6. 13 Pra dan Pasca Moda Penggunaan Transit System di Kota Bogor ......... 6-13

Gambar 6. 14 Average Walking Distance di Bangkok, Mabila, Sapporo, dan

Singapura .............................................................................................. 6-15

Gambar 6. 15 Average Walking Distance di Kota Bandung ......................................... 6-16

Gambar 6. 16 Pra Moda di Wilayah Studi .................................................................... 6-20

Gambar 6. 17 Pasca Moda di Wilayah Studi ................................................................ 6-20

Gambar 6. 18 Peran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) .................. 6-21

Gambar 6. 19 Kekurangan Angkutan Umum di Wilayah Studi ..................................... 6-22

Gambar 6. 20 Usulan Perbaikan Angkutan Umum ....................................................... 6-22

Gambar 6. 21 ATP Angkutan Permukiman di Wilayah Studi ........................................ 6-23

Gambar 6. 22 Usulan Perbaikan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) 6-23

Gambar 6. 23 Pengguna Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ........... 6-31

Gambar 6. 24 Wilayah Operasi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) . 6-31

Gambar 6. 25 Pendapatan Kotor Operator Angkutan Orang di Kawasan

Tertentu (Lingkungan) .......................................................................... 6-33

Gambar 6. 26 Pengeluaran Operator Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

(Lingkungan) ........................................................................................ 6-33

Gambar 6. 27 Usulan Peningkatan Operasi Usulan Operator Angkutan Orang

di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ....................................................... 6-33

Gambar 6. 28 Usulan Penataan yang Dilakukan oleh Pemerintah Daerah

terhadap Operator Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) 6-34

Gambar 6. 29 Usulan Penataan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

(Lingkungan) yang Paling Ditolak oleh Operator .................................. 6-35

Gambar 6. 30 Perlunya Paguyuban atau Perkumpulan Angkutan Orang

di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ....................................................... 6-35

Gambar 6. 31 Model BOK Motor/Ojeg ......................................................................... 6-37

Gambar 6. 32 Model BOK Motor/Ojeg dengan Biaya Trayel ....................................... 6-38

Gambar 6. 33 Model BOK Bajaj dengan Biaya Trayel ................................................. 6-39

Gambar 6. 34 Proses Pemilihan Suara ........................................................................ 6-41

Gambar 6. 35 Tuk Tuk di Thailand ............................................................................... 6-42

Gambar 6. 36 Bajaj di India .......................................................................................... 6-42

Gambar 6. 37 Bajaj di Indonesia .................................................................................. 6-42

Gambar 6. 38 Kancil di Indonesia ................................................................................ 6-43

Gambar 6. 39 Bentor Gorontalo ................................................................................... 6-43

Gambar 6. 40 Model Angkutan Lingkungan Berbahan Bakar Minyak (BBM) Produk

dari Cina. ............................................................................................. 6-44

DIT. BSTP

Page 224: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

x

Gambar 6. 41 Model Angkutan Lingkungan Berbahan Bakar Listrik Produk dari Cina . 6-45

Gambar 4.42 Model Angkutan Lingkungan Produk dari China ..................................... 6-45

Gambar 4.43 Model Angkutan Lingkungan dengan Jumlah Penumpang Lebih

Banyak .................................................................................................. 6-46

Gambar 6. 44 Model Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

dalam KM No 35 ................................................................................. 6-47

Gambar 6.45 Model Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

Jenis Lain (SK 1109/AJ.402/DRJD/2004 ............................................. 6-48

Gambar 6. 46 Angkutan Lingkungan Masa Depan ....................................................... 6-49

Gambar 6.47 Tipologi Peraturan Untuk Penyediaan Angkutan Umum Perkotaan

dan Potensi Transisinya ....................................................................... 6-52

Gambar 6.48 Skema Eksisting Pengusahaan Angkutan Permukiman ........................ 6-52

Gambar 6.49 Swasta Murni ....................................................................................... 6-53

Gambar 6. 50 Deregulasi ............................................................................................. 6-53

Gambar 6. 51 Sistem Waralaba ................................................................................... 6-53

Gambar 6. 52 Model Persepsi Angkutan Umum .......................................................... 6-56

Gambar 6. 53 Komponen-komponen Perilaku Konsumen ........................................... 6-57

Gambar 6. 54 Model Pemilihan Moda untuk Angkutan Penumpang ............................ 6-58

Gambar 7. 1 Pengembangan Transportasi di Wilayah Permukiman ............................ 7-1

Gambar 7. 2 Wilayah Yang Tidak Terlayani Oleh Angkutan Umum (Blank Spot) ........ 7-3

Gambar 7. 3 Pra dan Pasca Moda Penggunaan Transit System di San Fransisco

Tokyo, Netherlands, dan Singapore ........................................................ 7-4

Gambar 7. 4 Pra dan Pasca Moda Penggunaan Transit System di Bangkok dan

dan Manila .............................................................................................. 7-5

Gambar 7. 5 Pra dan Pasca Moda Penggunaan Transit System di Kota Bogor ........... 7-5

Gambar 7. 6 Average Walking Distance di Bangkok, Mabila, Sapporo

dan Singapura ......................................................................................... 7-7

Gambar 7. 7 Average Walking Distance di Kota Bandung ........................................... 7-7

Gambar 7. 8 Konsep Strategi Pendukung yang Mendukung Strategi Utama ............... 7-8

Gambar 7. 9 Konsep Ideal Hirarki Jaringan Trayek Angkutan Umum Perkotaan ....... 7-11

Gambar 7.10 Hubungan antara Konsep TOD dengan Angkutan Orang di

KawasanTertentu (Lingkungan) ............................................................ 7-12

Gambar 7. 11 Wilayah Operasi di Lokasi Survei di Medan ........................................... 7-15

Gambar 7. 12 Wilayah Operasi di Lokasi Survei di Semarang ..................................... 7-15

Gambar 7. 13 Wilayah Operasi di Lokasi Survei di Bandung ....................................... 7-17

Gambar 7. 14 Wilayah Operasi di Lokasi Survei di Bukittinggi ..................................... 7-17

Gambar 7. 15 Standar Penempatan Prasarana atau Pool ........................................... 7-18

DIT. BSTP

Page 225: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

xi

Gambar 7. 16 Layout Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu ..................... 7-19

Gambar 7.17 Layout Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu Tipe 1 ........... 7-21

Gambar 7.18 Dimensi Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu Tipe 1 ........ 7-22

Gambar 7.19 Skema Sirkulasi Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan

Tertentu Tipe 1 ................................................................................. 7-22

Gambar 7.20 Contoh Desain Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan

Tertentu Tipe 1 ................................................................................... 7-22

Gambar 7.21 Contoh Papan Informasi ....................................................................... 7-23

Gambar 7.22 Layout Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu Tipe 2 .......... 7-24

Gambar 7.23 Dimensi Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu Tipe 2 ........ 7-25

Gambar 7.24 Contoh Desain Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

Tipe 1 ................................................................................................... 7-26

Gambar 7.25 Layout Fasilitas Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu ........ 7-27

Gambar 7.26 Dimensi Fasilitas Pangkalan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu ...... 7-28

Gambar 7.27 Contoh Desain Fasilitas Pangkalan Angkutan Orang di

Kawasan Tertentu ................................................................................ 7-29

Gambar 7.28 Proses Pemilihan Sarana ...................................................................... 7-30

Gambar 7.29 Tuk tuk di Thailand .............................................................................. 7-31

Gambar 7.30 Bajaj di India ......................................................................................... 7-31

Gambar 7.31 Bajaj di Indonesia ................................................................................ 7-32

Gambar 7.32 Kancil di Indonesia ............................................................................... 7-33

Gambar 7.33 Bentor Gorontalo ................................................................................... 7-33

Gambar 7.34 Model Angkutan Lingkungan Berbahan Bakar Minyak (BBM)

Produk dari Cina .................................................................................. 7-33

Gambar 7.35 Model Angkutan Lingkungan Berbahan Bakar Listrik

Produk dari Cina 7-34

Gambar 7.36 Model Angkutan Lingkungan Produk dari Cina ..................................... 7-34

Gambar 7.37 Model Angkutan Lingkungan dengan Jumlah Penumpang Lebih

Banyak ................................................................................................. 7-35

Gambar 7.38 Model Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan)

dalam KM No 35 7-35

Gambar 7.39 Model Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Jenis Lain

(SK 1109/AJ.402/DRJD/2004 .............................................................. 7-36

Gambar 7.40 Angkutan Lingkungan Masa Depan ..................................................... 7-37

Gambar 7.41 Syarat dan Pengendalian Pengemudi ................................................... 7-37

Gambar 7.42 ATP/WTP Angkutan Permukiman di Wilayah Studi ................................ 7-38

Gambar 7.43 Usulan Perbaikan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) . 7-39

DIT. BSTP

Page 226: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

xii

Gambar 7.44 Tipologi Peraturan Untuk Penyediaan Angkutan Umum Perkotaan dan

Potensi Transisinya ……………………………………………………… ... 7-40

Gambar 7.45Skema Eksisting Pengusahaan Angkutan Permukiman ....................... 7-42

Gambar 7.46 Swasta Murni ....................................................................................... 7-42

Gambar 7.47 Deregulasi ........................................................................................... 7-43

Gambar 7.48 Sistem Waralaba ................................................................................... 7-44

Gambar 7.49 Tabel Pemilihan Moda bagi Individu .................................................... 7-48

Gambar 7.50 Model Persepsi Angkutan Umum ......................................................... 7-48

Gambar 7.51 Komponen-komponen Perilaku Konsumen .......................................... 7-49

Gambar 7.52 Model Pemilihan Moda untuk Angkutan Penumpang ............................ 7-53

Gambar 7.53 Konsep Tahapan Pengalihan Moda dari Moda Eksisiting ke Moda

yang Direkomendasikan KM No 35/2003 ........................................... 7-54

Gambar 7.541 Pengendalian Perusahaan Operator .................................................. 7-54

Gambar 7.55 Pengendalian Sarana ........................................................................... 7-55

Gambar 7.56 Pengendalian Pengemudi .................................................................... 7-55

Gambar 7.57 Kebijakan Strategis Konsep Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

(Lingkungan) ...................................................................................... 7-56

DIT. BSTP

Page 227: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Indikator-indikator dari Sustainable Transportation ................................. 2-4

Tabel 2. 2 Strategi-strategi Manajemen Kebutuhan Transportasi yang Diterapkan

di Beberapa Kota di Dunia ..................................................................... 2-9

Tabel 2. 3 Rekomendasi Jaringan Transportasi Intermoda Penumpang

dalam Pulau .......................................................................................... 2-24

Tabel 2. 4 Rekomendasi Jaringan Transportasi Intermoda Penumpang Jarak

Jauh Antar Pulau .................................................................................. 2-25

Tabel 2. 5 Sintesa Kualifikasi Penyelenggaraan Prasarana Jalan Perkotaan ........ 2-30

Tabel 2. 6 Klasifikasi Trayek, Ukuran Kota, dan Ukuran Kendaraan ...................... 2-31

Tabel 2. 7 Pertimbangan dan Kriteria Penetapan Hirarki Trayek ........................... 2-32

Tabel 2. 8 Klasifikasi Angkutan Umum Berdasarkan Moda .................................... 2-35

Tabel 2. 9 Pembagian Layanan Moda Transportasi Umum di Kota-kota Studi Kasus .................................................................................................... 2-42

Tabel 3. 1 Daftar Kebutuhan Data dan Sumber Potensial ........................................ 3-7

Tabel 4. 1 Hasil Kinerja Jaringan Jalan di Pagi Hari di Kota Medan ....................... 4-12

Tabel 4. 2 Hasil Kinerja Jaringan Jalan di Sore Hari di Kota Medan ...................... 4-13

Tabel 4. 3 Lokasi Survey dan Hasil Perhitungan Volume Lalu Lintas di Ruas

Jalan ..................................................................................................... 4-14

Tabel 4. 4 Data Kecepatan Tempuh Ruas Jalan di Kota Medan ............................ 4-15

Tabel 4. 5 Jumlah Penduduk ................................................................................. 4-17

Tabel 4. 6 Waktu Operasi Pelayanan di KOta Metropolitan ................................... 4-18

Tabel 4. 6 Waktu Operasi Pelayanan di Kota Besar dan Sedang .......................... 4-18

Tabel 4.7 Hasil Proyeksi Origin dan Destination Tahun 2010 ............................... 4-31

Tabel 4. 8 Jumlah Pergerakan Pada Wilayah Kedungsapur Tahun 2010 .............. 4-31

Tabel 4. 9 Kondisi Ruang Lalu Lintas Pada Wilayah Studi ..................................... 4-33

Tabel 4. 10 Jaringan Jalan dan Jalan Rel Antar Kota/Kabupaten ............................ 4-34

Tabel 4.11 Pengembangan Kawasan Andalan Darat, Sektor Unggulan,

Kawasan Andalan Laut, Sistem Kota dan Outlet Pendukung

Provinsi Sumatera Barat ....................................................................... 4-38

Tabel 4.12 Nama Ruas dan Panjang Jalan Nasional ....................................................

(Kepmen PU No. 631/KPTS/M/2009) .................................................... 4-42

Tabel 4.13 Panjang Jalan Menurut Kabupaten/Kota & Pemerintahan yang ..................

Berwenang Mengelolanya ..................................................................... 4-44

DIT. BSTP

Page 228: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

xiv

Tabel 4.14 Perusahaan Angkutan Umum di Kota Bukit Tinggi ................................ 4-45

Tabel 4.15 Jumlah Kendaraan Yang Membayar Pajak Kendaran Bermotor ........... 4-46

Tabel 4.16 Jumlah Perusahaan Mobil Bus Umum Trayek AKDP ............................ 4-47

Tabel 4.17 Jumlah Kendaraan Penumpang Umum Menurut Kab/Kota dan ..................

Penggunaan Bahan Bakar .................................................................... 4-48

Tabel 5.1 Matriks Resume Gambaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

(Lingkungan) di Wilayah Studi................................................................. 5-3

Tabel 5.2 Resume Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Perspektif Pengguna ............................................................................. 5-10

Tabel 5.3 Resume Gambaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) Perspektif Instansi Pemerintah Kota ................................ 5-18

Tabel 5.4 Resume Gambaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

(Lingkungan) Perspektif Instansi Pemerintah Kota ................................ 5-31

Tabel 6. 1 Modal Share Angkutan Umum Berjadwal (Transit) Vs Paratransit ......... 6-11

Tabel 6. 2 Modal Share di Kota Bogor ................................................................... 6-13

Tabel 6. 3 Average Walking Distance di Kanada, Amerika, Inggris, Swedia,

Australia, dan Singapura ....................................................................... 6-15

Tabel 6. 4 Matriks Resume Gambaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

(Lingkungan) di Wilayah Studi............................................................... 6-17

Tabel 6. 5 Matriks Resume Perspektif Pengguna Angkutan Orang di Kawasan

Tertentu (Lingkungan) di Wilayah Studi ................................................ 6-23

Tabel 6. 6 Resume Gambaran Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

(Lingkungan) Perspektif Instansi Pemerintah Kota ................................ 6-24

Tabel 6. 7 Perbandingan Pendapatan Bersih dari Hasil Survei dan Perhitungan .. 6-36

Tabel 6. 8 Perhitungan BOK Motor/Ojeg ............................................................... 6-36

Tabel 6. 9 Perhitungan BOK Motor/Ojeg dengan Biaya Trayek ............................. 6-37

Tabel 6. 10 Perhitungan BOK Bajaj dengan Biaya Trayek ....................................... 6-38

Tabel 6. 11 Standar Keselamatan Bajaj ................................................................... 6-49

Tabel 6. 12 Penelitian Angkutan Umum Dengan Model Persepsi Dengan Dimensi

Dan Jumlah Indikatornya ...................................................................... 6-54

Tabel 6. 13 Indikator Pelayanan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu

(Lingkungan) ........................................................................................ 6-58

Tabel 6. 14 Konsep Operasi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) .. 6-60

Tabel 7. 1 Modal Share di Kota Bogor ..................................................................... 7-5

Tabel 7. 2 Average Walking Distance di Kanada, Amerika, Inggris, Swedia,

Australia, dan Singapura ......................................................................... 7-6

Tabel 7. 3 Analisis SWOT Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) .... 7-10

DIT. BSTP

Page 229: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

xv

Tabel 7. 4 Wilayah Operasi untuk Pelayanan di Kota Metropolitan, Besar dan

Sedang ................................................................................................. 7-15

Tabel 7. 5 Perhitungan BOK MPU Bajaj dengan Biaya Trayek .............................. 7-30

Tabel 7. 6 Gambaran Atribut Pelayanan ................................................................ 7-36

Tabel 7. 7 Konsep Operasi Angkutan Orang di Kawasan Tertentu (Lingkungan) ... 7-40

DIT. BSTP

Page 230: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

A. Karakteristik Kendaraan

1 Type : Bus Besar Single Decker/Bus Sedang/MPU

2 Jenis Pelayanan : Kelas Ekonomi

3 Kapasitas angkut : 1 pnp 1 pnp

B Produksi Per Bus

1 Km Tempuh per rit 2 km 2 km

2 Frekwensi 25 rit 25 rit

3 Km Tempuh per hari 52 km 52 km

4 Hari Operasi per bulan 25 hari 25 hari

5 Hari Operasi per tahun 300 hari 300 hari

6 Km-tempuh per bulan 1,288 km 1,288 km

7 Km-tempuh per tahun 15,450 km 15,450 km

8 Seat.Km per rit 2 seat-km 2 seat-km

9 Seat.Km per Hari 52 seat-km 52 seat-km

10 Seat.Km per Bulan 1,288 seat-km 1,288 seat-km

11 Seat.Km per tahun (PST) 15,450 seat-km 15,450 seat-km

C Biaya per Seat Km

1 Biaya langsung

a Biaya penyusutan

1) Harga Kendaraan (HK) 55,000,000 rupiah 30,000,000 rupiah

2) Masa susut (MS) 5 tahun 5 tahun

3) Nilai residu (NR) 6,000,000 6,000,000

HK - NR

4) Per seat-km = ----------- 634.30 310.68

PST x MS

b Biaya bunga modal

1) tingkat bunga per tahun (I) 12 % 0.12 0.12

2) harga bus per buah (dibiayai dari pinjaman 75%) 41,250,000 rupiah 22,500,000 rupiah

3) Rumus perhtungan

5 + 1 HK x75%x I2%

--------- x -------------

2 PST X N

*) N = Masa pinjaman = 5 Tahun

4) Bunga modal/seat-km 192.23 104.85

c Biaya Awak kendaraan/bus

1) Susunan awak kendaraan

a) Supir 1.0 Orang 1.0 Orang

b) KokdekturKondektur - Orang - Orang

Jumlah 1.0 Orang 1.0 Orang

2) Gaji dan Tunjangan

a) Gaji/Upah per bulan

(1) Supir per orang 1,000,000 rupiah 1,000,000 rupiah

(2) kondektur per orang - rupiah - rupiah

(3) Gaji per tahun 12,000,000 rupiah 12,000,000 rupiah

b) Uang Dinas Jalan (TKO) per bulan

(1) Sopir per orang - rupiah - rupiah

(2) Kondektur per orang - rupiah - rupiah

(3) TKO per tahun - rupiah - rupiah

c) Tunjangan Sosial

(1) Jasa produksi - -

(2) Pengobatan

- per orang per bulan - rupiah - rupiah

- per tahun - rupiah - rupiah

(3) Pakaian Dinas

- Per orang per tahun - stel - stel

- harga per stel - rupiah - rupiah

- per tahun - rupiah - rupiah

(4) ASURANSI

- per bus per bulan - rupiah - rupiah

- per tahun - rupiah - rupiah

3) Biaya Awak bus per tahun 12,000,000 rupiah 12,000,000 rupiah

4) Biaya awak bus per seat-km

Rumus Biaya Awak per tahun 776.70 776.70

---------------------------

PST

BIAYA POKOK ANGKUTAN KOTA KELAS EKONOMI

BIAYA POKOKKOMPONEN

KANCIL BAJAJ

Evaluasi Biaya Pokok Angkutan Maret 2005, Halaman 1 of 5

DIT. BSTP

Page 231: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

BIAYA POKOKKOMPONEN

KANCIL BAJAJ

d Biaya BBM

1) Penggungaan BBM (liter) 70 km/liter 70 km/liter

2) Penggunaan BBM per hari 1 liter 1 liter

3) Harga BBM per liter 4,500 rupiah 4,500 rupiah

4) Biaya BBM per bus per hari 3,311 rupiah 3,311 rupiah

5) Biaya BBM per seat-km

Rumus: Biaya BBM per bus per hari

---------------------------------- 64 64

PST Produksi per hari

e Biaya Ban

1) Penggunaan Ban per bus 3 buah 3 buah

2) Daya tahan ban (km) 30,000 km 30,000 km

3) Harga ban per buah (Rp.) 500,000 rupiah 120,000 rupiah

4) Biaya ban per bus (BBB) 1,500,000 rupiah 360,000 rupiah

5) Biaya ban per seat-km

Rumus : BBB

-------------------- -------------------------------------------- = 50.00 12.00

Daya thn ban/kap angkut

f Biaya Pemeliharaan/Reparasi kendaaraan

1) Service Kecil

a) Dilakukan setiap 5,000 km 10,000 km

b) Biaya bahan

(1) olie mesin 5 liter 2 liter

- harga per liter 16,000 rupiah 16,000 rupiah

- total 80,000 rupiah 32,000 rupiah

(2) olie gardan 3 -

- harga per liter 12,500 rupiah 16,000 rupiah

- total 37,500 -

(3) Oli Transmisi 3 -

- Harga per liter 15,000 rupiah 16,000 rupiah

- total 45,000 -

(4) Gemuk 2.0 kg - kg

- Harga per Kg 65,000 rupiah 65,000 rupiah

- Total 130,000 rupiah - rupiah

c) Upah kerja service 75,000 rupiah 50,000 rupiah

d) Biaya service 367,500 rupiah 82,000 rupiah

e) Biaya service per seat-km

Rumus : Biaya sekali servis

----------------------- = 73.50 8.20

Km per sekali servis

2) Servis besar

a) Dilakukan setiap 20,000 km 20,000 km

b) Biaya bahan

(1) Olie mesin 12 liter 2 liter

- harga per liter 16,000 rupiah 16,000 rupiah

- Total 192,000 rupiah 32,000 rupiah

(2) Olie Gardan 3 liter - liter

- Harga per liter 12,500 rupiah 16,000 rupiah

- Total 37,500 rupiah - rupiah

(3) Olie Transmisi 3 liter - liter

- Harga per liter 15,000 rupiah 16,000 rupiah

- Total 45,000 rupiah - rupiah

(4) Gemuk 2.0 Kg - Kg

- Harga per Kg 65,000 rupiah 65,000 rupiah

- Total 130,000 rupiah - rupiah

(5) Minyak Rem 2 liter 0.5 liter

- Harga per liter 40,000 rupiah 15,000 rupiah

- Total 80,000 rupiah 7,500 rupiah

(6) Filter olie 1 buah - buah

- Harga per buah 150,000 rupiah 125,000 rupiah

- Total 150,000 rupiah - rupiah

(7) Filter Udara 1 buah - buah

- Harga per buah 300,000 rupiah 175,000 rupiah

- Total 300,000 rupiah - rupiah

(8) Elemen lainnya 1 buah 1 buah

- Harga 500,000 rupiah 250,000 rupiah

Evaluasi Biaya Pokok Angkutan Maret 2005, Halaman 2 of 5

DIT. BSTP

Page 232: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

BIAYA POKOKKOMPONEN

KANCIL BAJAJ

- Total 500,000 rupiah 250,000 rupiah

Evaluasi Biaya Pokok Angkutan Maret 2005, Halaman 3 of 5

DIT. BSTP

Page 233: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

BIAYA POKOKKOMPONEN

KANCIL BAJAJ

c) Upah kerja servis 200,000 rupiah 100,000 rupiah

d) Biaya servis 1,634,500 rupiah 389,500 rupiah

e) Biaya servis per seat-km

Rumus : Biaya sekali servis

------------------------- = 81.73 19.48

Km per sekali servis

3) Overhoul mesin

a) Dilakukan setiap 300,000 km 300,000 km

b) Biaya overhoul (5 % x harga chasis) 1,650,000 rupiah 900,000 rupiah

c) Biaya per seat-km 5.50 3.00

4) Overhoul body

a) Dilakukan setiap 300,000 km 300,000 km

b) Biaya overhoul (18 % x harga karoseri) 3,960,000 rupiah 2,160,000 rupiah

c) Biaya seat-km 13.20 7.20

5) Penambahan olie mesin

a) Penambahan per hari 1 liter - liter

b) harga olie per liter 16,000 rupiah 16,000 rupiah

c) biaya tambahan olie per hari (Rp.) 8,000 rupiah - rupiah

d) biaya per seat-km 155.34 -

6) Biaya cuci bus

a) Biaya per hari 30,000 rupiah 10,000 rupiah

b) Biaya per seat-km 582.52 194.17

7) Penggantian SC (2% x harga chasis) 660,000 rupiah 360,000 rupiah

Biaya per seat-km 42.72 23.30

8) Pemeliharaan Body (1% dari harga karoseri) 220,000 rupiah 120,000 rupiah

14.24 7.77

Pemeliharaan & Repair per seat-km 954.51 255.35

g. Biaya Retribusi Terminal

1) SPE per hari per bus 25,000 rupiah 25,000 rupiah

2) SPE per seat-km 485.44 485.44

h. Biaya PKB (STNK)

1) PKB per tahun per bus (0,5 % dari harga bus) 275,000 rupiah 150,000 rupiah

2) PKB per seat-km 17.80 9.71

I. Biaya keur bus

1) Keur per tahun per bus 2 kali 1 kali

2) Biaya per sekali keur 65,000 rupiah 150,000 rupiah

3) Biaya keur per tahun per bus 130,000 rupiah 150,000 rupiah

4) Biaya keur per seat-km 8.41 9.71

j. Biaya Asuransi kendaraan

1) Premi per bus per tahun 1,375,000 rupiah 750,000 rupiah

2,5% x harga bus

2) Biaya asuransi per seat-km 89.00 48.54

2. Biaya Tidak Langsung

a. Biaya Pegawai Kantor

1) Susunan Pegawai

(a)Direksi 1.0 Orang 1.0 Orang

(b)Bagian Adm & Keuangan 1.0 Orang 1.0 Orang

(c)Bagian Operasi 2.0 Orang 2.0 Orang

(d)Bagian Teknik 2.0 Orang 2.0 Orang

Jumlah 6.0 Orang 6.0 Orang

2) Gaji dan Tunjangan :

(a)Gaji/upah

(1) Rata-rata per orang per bulan 1,500,000 rupiah 1,500,000 rupiah

(2) Gaji per tahun 108,000,000 rupiah 108,000,000 rupiah

(b)Uang Dinas Jalan

(1) Rata-rata per orang per bulan - rupiah - rupiah

(2) TKO per tahun - rupiah - rupiah

Evaluasi Biaya Pokok Angkutan Maret 2005, Halaman 4 of 5

DIT. BSTP

Page 234: Perencanaan Teknis Angkutan Orang

BIAYA POKOKKOMPONEN

KANCIL BAJAJ

(c)Tunjangan Sosial

(1) Jasa Produksi (0 x Total Gaji) - -

(2) Pengobatan

- per orang per bulan - rupiah - rupiah

- per tahun - rupiah - rupiah

(3) Pakaian Dinas :

- per orang per tahun - stel - stel

- harga per stel - rupiah - rupiah

- biaya per orang per tahun - rupiah - rupiah

(4) ASTEK

- per orang per bulan - rupiah - rupiah

- per tahun - rupiah - rupiah

3) Biaya pegawai pertahun 108,000,000 rupiah 108,000,000 rupiah

Biaya pegawai per-pnp 776.70 776.70

b. Biaya Pengelolaan

1) Penyusutan Bangunan Kantor

(a)Nilai - rupiah - rupiah

(b)Penyusutan per tahun - rupiah - rupiah

2) Penyusutan Bangunan Pool & Bengkel

(a)Nilai - rupiah - rupiah

(b)Penyusutan per tahun - rupiah - rupiah

3) Penyusutan Peralatan Kantor

(a)Nilai - rupiah - rupiah

(b)Penyusutan per tahun - rupiah - rupiah

4) Penyusutan Peralatan Pool & Bengkel

(a)Nilai - rupiah - rupiah

(b)Penyusutan per tahun - rupiah - rupiah

5) Pemeliharaan Kantor, Bengkel dan Peralatannya - rupiah - rupiah

6) Biaya Adm. Kantor per tahun - rupiah - rupiah

7) Biaya Listrik, Air & Telpon per tahun - rupiah - rupiah

8) Biaya perjalanan Dinas per tahun - rupiah - rupiah

9) Pajak Bumi dan Bangunan - rupiah - rupiah

10)Biaya izin usaha 1,000,000 rupiah 1,000,000 rupiah

11)Biaya Izin Trayek 1,000,000 rupiah 1,000,000 rupiah

12)Biaya lain-lain - rupiah - rupiah

13)Total Biaya pengelolaan per tahun 1,000,000 rupiah 1,000,000 rupiah

Total Biaya pengelolaan per pnp 7.19 7.19

c. Biaya Tidak Langsung per tahun 109,000,000 rupiah 109,000,000 rupiah

d. Jumlah Bus

1) SGO 10 Kendaraan 10 Kendaraan

2) SO (90% dari SGO) 9 Kendaraan 9 Kendaraan

e. Produksi seat-km per tahun bus SO 139,050 rupiah 139,050 rupiah

f. Biaya Tidak Langsung per seat-km 783.89 783.89

D. REKAPITULASI BIAYA PER SEAT-KM (LF=100%)

1. Biaya Langsung

a. Biaya Penyusutan 634.30 310.68

b. Biaya Bunga Modal 192.23 104.85

c. Biaya Awak Bus 833.66 824.27

d. Biaya BBM 64.29 64.29

e. Biaya Ban 53.67 12.74

f. Biaya Pemeliharaan Kendaraan 1,024.50 270.99

g. Biaya Terminal 485.44 485.44

h. Biaya PKB (STNK) 17.80 9.71

I. Biaya Keur Bus 8.41 9.71

j. Biaya Asuransi 89.00 48.54

Jumlah 3,403.30 2,141.22

2. Biaya Tidak Langsung 841.38 831.90

3. Total Biaya per pnp (LF = 100%) 4,244.67 2,973.12

Evaluasi Biaya Pokok Angkutan Maret 2005, Halaman 5 of 5

DIT. BSTP