PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

129
BDE – 03 = PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5212.113.01.03.07 Judul : Merencanakan Bangunan Atas Jembatan dan/atau Menerapkan Standar-standar Perencanaan Teknis Jembatan PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER) 2007 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Transcript of PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Page 1: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

BDE – 03 = PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN

Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi

Kode : INA.5212.113.01.03.07 Judul : Merencanakan Bangunan Atas

Jembatan dan/atau

Menerapkan Standar-standar Perencanaan Teknis Jembatan

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN

(BRIDGE DESIGN ENGINEER)

2007

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Page 2: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Desain Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

i

KATA PENGANTAR

Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk

meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi

dalam memperebutkan pasar kerja. Berbagai upaya dapat ditempuh, baik melalui

pendidikan formal, pelatihan secara berjenjang sampai pada tingkat pemagangan di lokasi

proyek atau kombinasi antara pelatihan dan pemagangan, sehingga tenaga kerja mampu

mewujudkan standar kinerja yang dipersyaratkan di tempat kerja.

Untuk meningkatkan kompetensi tersebut, Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan

Konstruksi yang merupakan salah satu institusi pemerintah yang ditugasi untuk melakukan

pembinaan kompetensi, secara bertahap menyusun standar-standar kompetensi kerja yang

diperlukan oleh masyarakat jasa konstruksi. Kegiatan penyediaan kompetensi kerja

tersebut dimulai dengan analisa kompetensi dalam rangka menyusun suatu standar

kompetensi kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi tenaga kerja di

bidang Jasa Konstruksi yang bertugas sesuai jabatan kerjanya sebagaimana dituntut dalam

Undang-Undang No. 18 tahun 1999, tentang Jasa Konstruksi dan peraturan

pelaksanaannya.

Sebagai alat untuk mengukur kompetensi tersebut, disusun dan dibakukan dalam bentuk

SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang unit-unit kompetensinya

dikembangkan berdasarkan pola RMCS (Regional Model Competency Standard). Dari

standar kompetensi tersebut, pengembangan dilanjutkan dengan menyusun Standar Latih

Kompetensi, Materi Uji Kompetensi, serta Materi Pelatihan yang berbasis kompetensi.

Modul / Materi Pelatihan BDE – 03 / Perencanaan Bangunan Atas Jembatan,

merepresentasikan unit kompetensi: “Merencanakan bangunan atas jembatan dan/atau

menerapkan standar-standar perencanaan teknis jembatan”, dengan elemen-elemen

kompetensi terdiri dari :

1. Menetapkan lebar lantai kendaraan, jumlah jalur dan lajur lalu lintas dan kelas

jembatan.

2. Memilih tipe dan jenis bangunan atas jembatan, expansion joint dan perletakan

jembatan

3. Merencanakan konstruksi beton / komposit untuk bangunan atas jembatan.

Page 3: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Desain Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

ii

Uraian penjelasan bab per bab dan pencakupan materi latih ini merupakan representasi

dari elemen-elemen kompetensi tersebut, sedangkan setiap elemen kompetensi dianalisis

kriteria unjuk kerjanya sehingga materi latih ini secara keseluruhan merupakan penjelasan

dan penjabaran dari setiap kriteria unjuk kerja untuk menjawab tuntutan pengetahuan,

keterampilan dan sikap kerja yang dipersyaratkan pada indikator-indikator kinerja/

keberhasilan yang diinginkan dari setiap KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dari masing-masing

elemen kompetensinya.

Modul ini merupakan salah satu sarana dasar yang digunakan dalam pelatihan sebagai

upaya meningkatkan kompetensi seorang pemangku jabatan kerja seperti tersebut diatas,

sehingga masih diperlukan materi-materi lainnya untuk mencapai kompetensi yang

dipersyaratkan setiap jabatan kerja.

Di sisi lain, modul ini sudah barang tentu masih terdapat kekurangan dan keterbatasan,

sehingga diperlukan adanya perbaikan disana-sini dan kepada semua pihak kiranya kami

mohon sumbangan saran demi penyempurnaan kedepan.

Jakarta, Oktober 2007

KEPALA PUSAT PEMBINAAN

KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Ir. DJOKO SUBARKAH, Dipl.HE NIP. : 110016435

Page 4: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

iii

PRAKATA

Modul ini berisi uraian tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang Ahli Perencanaan

Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer) dalam pekerjaan perencanaan bangunan atas

jembatan. Seorang bridge design engineer selain harus dapat mendesain bangunan atas

jembatan, ia juga harus memahami adanya kenyataan bahwa di lingkungan pekerjaan

perencanaan jembatan sudah tersedia sejumlah standar perencanaan jembatan yang

disiapkan dengan standar pembebanan yang berlaku (pada waktu perencanaan standar

bangunan atas dibuat) berdasarkan kelas-kelas jembatan sebagai berikut:

Kelas A, dengan pembebanan BM 100;

Kelas B, dengan pembebanan BM 70 atau BM 100;

Kelas C, dengan pembebanan BM 50 atau BM 100.

Di lapangan sudah dibangun ribuan jembatan dengan kelas-kelas pembebanan seperti di

atas, sehingga apabila kemudian jembatan-jembatan tersebut perlu direhabilitasi atau

bahkan diganti, seorang bridge design engineer harus dapat mengetahui jembatan kelas

yang mana yang menjadi beban tugasnya.

Jadi sebagai seorang bridge design engineer, berkaitan dengan aspek bangunan atas

jembatan, ia harus mengaplikasikan dan/atau me-review standar-standar bangunan atas

jembatan yang telah ada untuk keperluan perencanaan teknis, disesuaikan dengan standar

perencanaan pembebanan jembatan jalan raya yang berlaku maupun kepentingan dan

pertimbangan-pertimbangan teknis yang harus dilakukan dalam proses perencanaan.

Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi,

sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan

saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka penyempurnaan modul ini.

Demikian modul ini dipersiapkan untuk membekali seorang AHLI PERENCANAAN TEKNIS

JEMBATAN (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja

yang berkaitan dengan perencanaan teknis jembatan; mudah-mudahan modul ini dapat

bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Jakarta, Oktober 2007

Penyusun

Page 5: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

PRAKATA ............................................................................................................ iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

SPESIFIKASI PELATIHAN .................................................................................. vii

A. Tujuan Pelatihan ............................................................................................. vii

B. Tujuan Pembelajaran ....................................................................................... vii

PANDUAN PEMBELAJARAN ............................................................................. ix

A. Kualifikasi Pengajar/Instruktur ....................................................................... ix

B. Penjelasan Singkat Modul ............................................................................. ix

C. Proses Pembelajaran .................................................................................... x

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1-1

1.1. Umum ............................................................................................... 1-1

1.2. Ringkasan Modul ....................................................................... 1-2

1.3. Batasan / Rentang Variabel .................................................. 1-4

1.3.1. Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi ..................... 1-4

1.3.2. Batasan Rentang variabel Pelaksanaan Pelatihan ............ 1-4

1.4. Panduan Penilaian ..................................................................... 1-5

1.4.1. Acuan Penilaian ................................................................. 1-5

1.4.2. Kualifikasi Penilai ............................................................... 1-6

1.4.3. Penilaian Mandiri ............................................................... 1-7

1.5. Sumber Daya Pembelajaran ................................................... 1-8

BAB 2 PENETAPAN LEBAR LANTAI KENDARAAN, JUMLAH JALUR

DAN LAJUR LALU LINTAS DAN KELAS JEMBATAN ..................

2-1

2.1. Umum ............................................................................................... 2-1

2.2. Penetapan Lebar Lantai Kendaraan ................................... 2-1

2.3 Penetapan Jumlah Jalur Dan Lajur Lalu Lintas Dan

Penggunaannya .........................................................................

2-5

2.4 Penetapan Kelas Jembatan .................................................... 2-8

2.4.1 Jembatan yang dibangun sebelum tahun 1969 …………… 2-8

2.4.2 Jembatan yang dibangun tahun 1969 – 1988 .................... 2-8

Page 6: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

v

2.4.3 Jembatan yang dibangun sesudah tahun 1988 …………… 2-8

RANGKUMAN .................................................................................. 2-10

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI .................................................... 2-11

BAB 3 PEMILIHAN TIPE DAN JENIS BANGUNAN ATAS JEMBATAN,

EXPANSION JOINT DAN PERLETAKAN JEMBATAN …………...

3-1

3.1 Umum ............................................................................................... 3-1

3.2 Pemilihan Tipe Dan Jenis Bangunan Atas Jembatan …... 3-1

3.2.1 Bangunan atas jembatan beton bertulang ………………… 3-9

3.2.2 Bangunan atas jembatan beton prategang ……………….. 3-15

3.2.3 Bangunan Atas Jembatan Komposit .................................. 3-16

3.3 Penentuan Jumlah Dan Panjang Bentang Jembatan … 3-18

3.3.1 Jembatan Melintasi Sungai …………………………………. 3-19

3.3.2 Jembatan Melintasi Jalan Raya ......................................... 3-20

3.3.3 Jembatan Melintasi Jalan Kereta Api ................................. 3-22

3.4 Penetapan Kombinasi Tipe Dan Jenis Bangunan Atas Jembatan ... 3-22

3.5 Pemilihan Tipe Dan Jenis Expansion Joint Dan Perletakan Jembatan ...............................................................

3-24

3.5.1 Pemilihan Tipe dan Jenis Expansion Joint (Sambungan

Siar Muai)............................................................................

3-24

3.5.2 Pemilihan Tipe dan Jenis Perletakan Jembatan ................ 3-30

RANGKUMAN .................................................................................. 3-34

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI .................................................... 3-35

BAB 4 PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN MENGACU

PADA STANDAR PERENCANAAN

4-1

4.1 Umum …………………………………………………………………….. 4-1

4.1.1 Standar Perencanaan Pembebanan menurut BMS7-C2-

Bridge Design Code 1992 ..................................................

4-3

4.1.2 Standar Perencanaan Pembebanan menurut SKBI –

1.3.28.1987 .........................................................................

4-20

4.2. Perencanaan Bangunan Atas Jembatan Dengan Konstruksi Beton

Bertulang ...............................................

4-30

4.2.1 Gelagar Balok T .................................................................. 4-30

4.2.2 Diafragma ……………………………………………………… 4-34

4.2.2 Konsep Dasar Perencanaan ………………………………… 4-34

4.2.3 Kriteria Perencanaan ………………………………………… 4-35

Page 7: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

vi

4.3 Perencanaan Bangunan Atas Jembatan Dengan Konstruksi Beton

Prategang .............................................

4-37

4.3.1 Konsep Dasar Sistem Prategang ....................................... 4-38

4.3.2 Analisis Balok Prategang Menerus ..................................... 4-42

4.4 Perencanaan Bangunan Atas Jembatan Dengan Konstruksi Tipe

Gelagar Komposit ...................................

4-46

4.4.1 Kriteria Perencanaan ………………………………………… 4-48

4.4.2 Persyaratan Teknis Material ………………………………… 4-51

RANGKUMAN ................................................................................... 4-57

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI .................................................... 4-58

LAMPIRAN: KUNCI JAWABAN PENILAIAN MANDIRI

DAFTAR PUSTAKA

Page 8: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

vii

SPESIFIKASI PELATIHAN

A. Tujuan Pelatihan

Tujuan Umum Pelatihan

Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu :

Melaksanakan pekerjaan perencanaan teknis jembatan berdasarkan standar

perencanaan jembatan jalan raya yang berlaku.

Tujuan Khusus Pelatihan

Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta mampu :

1. Menerapkan ketentuan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK).

2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis.

3. Merencanakan dan menerapkan standar-standar perencanaan teknis bangunan

atas jembatan.

4. Merencanakan bangunan bawah jembatan.

5. Merencanakan pondasi jembatan.

6. Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman

jembatan.

7. Membuat laporan perencanaan teknis jembatan.

B. Tujuan Pembelajaran dan Kriteria Penilaian

Seri / Judul Modul : BDE – 03 / Perencanaan Bangunan Atas Jembatan,

merepresentasikan unit kompetensi: “Merencanakan bangunan atas jembatan dan

atau menerapkan standar-standar perencanaan teknis jembatan”.

Tujuan Pembelajaran

Setelah modul ini dibahas diharapkan peserta :

Mampu merencanakan dan menerapkan standar-standar perencanaan teknis

bangunan atas jembatan.

Kriteria Penilaian

1. Kemampuan dalam menetapkan lebar lantai kendaraan, jumlah jalur dan

lajur lalu lintas, dan kelas jembatan.

Page 9: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

viii

2. Kemampuan dalam memilih tipe dan jenis bangunan atas jembatan,

expansion joint dan perletakan jembatan.

3. Kemampuan dalam merencanakan konstruksi bangunan atas jembatan

mengacu pada standar perencanaan jembatan jalan raya yang telah ada.

Page 10: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

ix

PANDUAN PEMBELAJARAN

A. Kualifikasi Pengajar / Instruktur

Instruktur harus mampu mengajar, dibuktikan dengan sertifikat TOT (Training of

Trainer) atau sejenisnya.

Menguasai substansi teknis yang diajarkan secara mendalam.

Konsisten mengacu SKKNI dan SLK

Pembelajaran modul-modulnya disertai dengan inovasi dan improvisasi yang

relevan dengan metodologi yang tepat.

B. Penjelasan Singkat Modul

Modul-modul yang dibahas di dalam program pelatihan ini terdiri dari:

No. Kode Judul Modul

1. BDE – 01 UUJK, Sistem Manajemen K3 dan Sistem Manajemen Lingkungan

2. BDE – 02 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3. BDE – 03 Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4. BDE – 04 Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan

5. BDE – 05 Perencanaan Pondasi Jembatan

6. BDE – 06 Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan Pelengkap dan Pengamat Jembatan

7. BDE – 07 Laporan Perencanaan Teknis Jembatan

Sedangkan modul yang diuraikan adalah:

Seri / Judul : BDE – 03 / Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

Deksripsi Modul : Perencanaan Bangunan Atas Jembatan merupakan salah

satu modul yang direncanakan untuk membekali Ahli Perencanaan Teknis

Jembatan (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan, keterampilan dan

sikap kerja dalam melakukan perencanaan bangunan atas jembatan dengan

jenis material beton bertulang, beton prategang dan gelagar komposit, serta

mengacu pada ketentuan-ketentuan perencanaan jembatan yang berlaku.

Page 11: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

x

C. Proses Pembelajaran

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah Pembukaan :

Menjelaskan Tujuan Pembelajaran.

Merangsang motivasi peserta

dengan pertanyaan atau pengalaman

melakukan koordinasi pengumpulan

dan penggunaan data teknis.

Waktu : 5 menit.

Mengikuti penjelasan

Mengajukan pertanyaan

apabila kurang jelas.

OHT – 1

2. Penjelasan Bab 1 : Pendahuluan.

Modul ini merepresentasikan unit

kompetensi.

Umum

Ringkasan Modul

Koordinasi

Batasan/Rentang Variabel

Panduan Penilaian

Panduan Pembelajaran

Waktu : 20 menit.

Mengikuti penjelasan

instruktur dengan tekun

dan aktif.

Mencatat hal-hal penting.

Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 2

3. Penjelasan Bab 2 : Penetapan lebar

lantai kendaraan, jumlah jalur dan lajur

lalu lintas dan kelas jembatan

Umum

Penetapan lebar lantai kendaraan

Penetapan jumlah jalur dan lajur

lalun lintas dan penggunaannya

Penetapan kelas jembatan

Waktu : 45 menit.

Mengikuti penjelasan

instruktur dengan tekun

dan aktif.

Mencatat hal-hal penting.

Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 3

4. Penjelasan Bab 3 : Pemilihan tipe dan

jenis bangunan atas jembatan,

expansion joint dan perletakan

jembatan.

Umum

Pemilihan jenis dan tipe bangunan

Mengikuti penjelasan

instruktur dengan tekun

dan aktif.

Mencatat hal-hal penting.

Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 4

Page 12: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

xi

atas jembatan

Penentuan jumlah dan panjang

bentang jembatan

Penetapan kombinasi tipe dan jenis

bangunan atas jembatan

Pemilihan tipe dan jenis expansion

joint dan perletakan jembatan

Waktu : 45 menit.

5. Penjelasan Bab 4 : Perencanaan

bangunan atas jembatan mengacu

pada standar perencanaan

Umum

Perencanaan bangunan atas

jembatan dengan konstruksi beton

bertulang

Perencanaan bangunan atas

jembatan dengan konstruksi beton

prategang

Perencanaan bangunan atas

jembatan dengan konstruksi tipe

gelagar komposit

Waktu : 145 menit.

Mengikuti penjelasan

instruktur dengan tekun

dan aktif.

Mencatat hal-hal penting.

Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 5

6. Rangkuman dan Penutup.

Rangkuman

Tanya jawab.

Penutup.

Waktu : 10 menit.

Mengikuti penjelasan

instruktur dengan tekun

dan aktif.

Mencatat hal-hal penting.

Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 8

Page 13: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

1-1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Umum

Modul BDE-03 : Perencanaan Bangunan Atas Jembatan merepresentasikan salah

satu unit kompetensi dari program pelatihan Ahli Perencanaan Teknis Jembatan

(Bridge Design Engineer).

Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsur-

unsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tetapi tidak terjadi

tumpang tindih (overlaping) terhadap unit-unit kompetensi lainnya yang

direpresentasikan sebagai modul-modul yang relevan.

Adapun Unit kompetensi untuk mendukung kinerja efektif yang diperlukan dalam

Perencanaan Teknis Jembatan adalah :

No. Kode Unit Judul Unit Kompetensi

I. Kompetensi Umum

1. INA.5212.113.01.01.07 Menerapkan ketentuan Undang-undang Jasa

Konstruksi (UUJK).

II. Kompetensi Inti

1. INA.5212.113.01.02.07 Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan

penggunaan data teknis.

2. INA.5212.113.01.03.07 Merencanakan bangunan atas jembatan dan/atau

menerapkan standar-standar perencanaan teknis

jembatan.

3. INA.5212.113.01.04.07 Merencanakan bangunan bawah jembatan.

4. INA.5212.113.01.05.07 Merencanakan pondasi jembatan.

5. INA.5212.113.01.06.07 Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan

pelengkap dan pengaman jembatan.

6. INA.5212.113.01.07.07 Membuat laporan perencanaan teknis jembatan.

III. Kompetensi Pilihan -

Page 14: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

1-2

1.2. Ringkasan Modul

Ringkasan modul ini disusun konsisten dengan tuntutan atau isi unit kompetensi ada

judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dengan

uraian sebagai berikut :

a. Adapun unit kompetensi yang akan disusun modulnya:

KODE UNIT : INA.5212.113.01.03.07

JUDUL UNIT : Merencanakan bangunan atas jembatan dan/atau

menerapkan standar-standar perencanaan teknis

jembatan.

DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan,

keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan untuk

merencanakan bangunan atas jembatan dan atau

menerapkan standar-standar perencanaan teknis

jembatan.

Direpresentasikan dalam modul seri/judul: BDE-03 Perencanaan Bangunan Atas

Jembatan.

b. Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) terdiri dari:

1. Menetapkan lebar lantai kendaraan, jumlah jalur dan lajur lalu lintas dan

kelas jembatan direpresentasikan sebagai bab mocul berjudul: Bab 2

Penetapan Lebar Lantai Kendaraan, Jumlah Jalur dan Lajur Lalu Lintas,

dan Kelas Jembatan.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab

yang terdiri dari:

1.1 Lebar lantai kendaraan ditetapkan sesuai dengan ketentuan teknis

yang berlaku.

1.2 Jumlah jalur dan lajur lalu-lintas ditetapkan sesuai dengan ketentuan

teknis yang berlaku.

1.3 Kelas jembatan ditetapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang

berlaku.

2. Memilih tipe dan jenis bangunan atas jembatan, expansion joint dan

perletakan jembatan direpresentasikan sebagai bab mocul berjudul : Bab 3

Page 15: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

1-3

Pemilihan Tipe dan Jenis Bangunan Atas Jembatan, Expansion Joint

dan Perletakan Jembatan.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab

yang terdiri dari:

2.1 Tipe dan jenis bangunan atas jembatan dipilih sesuai dengan

persyaratan teknis yang ditentukan.

2.2 Jumlah dan panjang bentang jembatan ditentukan sesuai dengan

persyaratan teknis yang ditentukan.

2.3 Kombinasi tipe dan jenis bangunan atas jembatan ditentukaan sesuai

dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

2.4 Tipe dan jenis expansion joint dan perletakan jembatan dipilih sesuai

dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

3. Merencanakan konstruksi beton / komposit untuk bangunan atas jembatan,

direpresentasikan sebagai bab mocul berjudul: Bab 4 Perencanaan

Bangunan Atas Jembatan Mengacu pada Standar Perencanaan

Jembatan yang Berlaku.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab

yang terdiri dari:

3.1 Bangunan atas jembatan dengan konstruksi beton bertulang

direncanakan sesuai dengan ketentuan teknis atau standar

perencanaan yang berlaku.

3.2 Bangunan atas jembatan dengan konstruksi beton pratekan

direncanakan sesuai dengan ketentuan teknis atau standar

perencanaan yang berlaku.

3.3 Bangunan atas jembatan dengan konstruksi tipe gelegar komposit

direncanakan sesuai dengan ketentuan teknis atau standar

perencanaan yang berlaku.

Penulisan dan uraian isi modul secara detail betul-betul konsisten mengacu tuntutan

elemen kompetensi dan masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja) yang sudah

dianalisis indikator kinerja/keberhasilannya (IUK).

Berdasarkan IUK (Indikator Unjuk Kerja/Keberhasilan) sebagai dasar alat penilaian,

diharapkan uraian detail setiap modul pelatihan berbasis kompetensi betul-betul

mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang mendukung

terwujudnya IUK, sehingga dapat dipergunakan untuk melatih tenaga kerja yang

hasilnya jelas, lugas dan terukur.

Page 16: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

1-4

1.3. Batasan / Rentang Variabel

Batasan/rentang variabel adalah ruang lingkup atau situasi dimana unjuk kerja

diterapkan. Mendefinisikan situasi dari unit kompetensi dan memberikan informasi

lebih jauh tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin

digunakan dan mengacu pada syarat-syarat yang ditetapkan termasuk peraturan

dan produk jasa yang dihasilkan

1.3.1 Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi

Adapun batasan / rentang variabel untuk unit kompetensi ini adalah:

1. Kompetensi ini diterapkan dalam satuan kerja berkelompok;

2. Tersedia tenaga ahli yang mampu mengaplikasikan kriteria perencanaan

dan standar perencanaan pembebanan jembatan jalan raya, mampu

menerapkan standar-standar lebar lantai kendaraan, trotoir, dan kelas

jembatan, mampu memilih tipe dan jenis bangunan atas jembatan,

mampu menetapkan jumlah dan panjang bentang jembatan, mampu

memilih tipe dan jenis expansion joint serta perletakan (landasan)

jembatan, mampu mengjhitung dan merencanakan bangunan atas

jembatan beberapa tipe seperti beton bertulang, beton prategang dan

komposit;

3. Peralatan untuk keperluan perhitungan dan perencanaan yaitu

komputer/laptop (termasuk berbagai software yang diperlukan sesuai

dengan keperluan perhitungan perencanaan), printer, kalkulator bagi

yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer, dan alat tulis kantor.

1.3.2 Batasan/Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan

Adapun batasan / rentang variabel untuk pelaksanaan pelatihan adalah:

1. Seleksi calon peserta dievaluasi dengan kompetensi prasyarat yang

tertuang dalam SLK (Standar Latih Kompetensi) dan apabila terjadi

kondisi peserta kurang memenuhi syarat, maka proses dan waktu

pelaksanaan pelatihan disesuaikan dengan kondisi peserta, namun tetap

mengacu tercapainya tujuan pelatihan dan tujuan pembelajaran.

2. Persiapan pelaksanaan pelatihan termasuk prasarana dan sarana sudah

mantap.

3. Proses pembelajaran teori dan praktek dilaksanakan sampai tercapainya

kompetensi minimal yang dipersyaratkan.

Page 17: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

1-5

4. Penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran didukung juga dengan

batasan/rentang variable yang dipersyaratkan dalam unit kompetensi.

1.4. Panduan Penilaian

Untuk membantu menginterpretasikan dan menilai unit kompetensi dengan

mengkhususkan petunjuk nyata yang perlu dikumpulkan untuk memperagakan

kompetensi sesuai tingkat kecakapan yang digambarkan dalam setiap kriteria unjuk

kerja yang meliputi :

Pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk seseorang

dinyatakan kompeten pada tingkatan tertentu.

Ruang lingkup pengujian menyatakan dimana, bagaimana dan dengan metode

apa pengujian seharusnya dilakukan.

Aspek penting dari pengujian menjelaskan hal-hal pokok dari pengujian dan

kunci pokok yang perlu dilihat pada waktu pengujian.

1.4.1. Acuan Penilaian

Adapun acuan untuk melakukan penilaian yang tertuang dalam SKKNI

adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku untuk

mendemonstrasikan kompetensi ini terdiri dari:

1. Pengetahuan dan keterampilan berkaitan dengan pengaplikasian

kriteria perencanaan dan standar perencanaan pembebanan

jembatan jalan raya, penerapan standar-standar lebar lantai

kendaraan, trotoir, dan kelas jembatan,

2. Pengetahuan dan keterampilan berkaitan dengan pemilihan tipe dan

jenis bangunan atas jembatan, penetapan jumlah dan panjang

bentang jembatan, pemilihan tipe dan jenis expansion joint serta

perletakan (landasan) jembatan,

3. Pengetahuan dan keterampilan berkaitan dengan perhitungan dan

perencanaan bangunan atas jembatan beberapa tipe seperti beton

bertulang, beton prategang dan komposit;

4. Cermat, teliti, tekun, obyektif, dan berfikir komprehensif dalam

menerima data lapangan sebelum digunakan untuk melakukan

perencanaan teknis jembatan.

b. Konteks Penilaian

Page 18: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

1-6

1. Unit ini dapat dinilai di dalam maupun di luar tempat kerja yang

menyangkut pengetahuan teori

2. Penilaian harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan

sikap kerja/ perilaku.

3. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk menilai

pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam Materi Uji

Kompetensi (MUK).

c. Aspek Penting Penilaian

1. Ketelitian dan kecermatan dalam memahami dan menggunakan

ketentuan teknis, persyaratan teknis maupun data-data yang

diperlukan untuk melakukan perencanaan bangunan atas jembatan;

2. Kemampuan melakukan validasi terhadap data-data yang telah

dikumpulkan oleh para petugas lapangan untuk digunakan dalam

melaskukan perencanaan bangunan atas jembatan;

1.4.2. Kualifikasi Penilai

a. Penilai harus kompeten paling tidak tentang unit-unit kompetensi sebagai

assesor (penilai) antara lain: mrencanakan penilaian, meaksanakan

penilaian dan mreview penilaian yang dibuktikan dengan sertifikat

assesor.

b. Penilai juga harus kompeten tentang teknis substansi dari unit-unit yang

akan didemonstrasikan dan bila ada syarat-syarat industri perusahaan

lainnya muncul, penilai bisa disyaratkan untuk :

1. Mengetahui praktek-praktek /kebiasaan industri /perusahaan yang

ada sekarang dalam pekerjaan atau peranan yang kinerjanya sedang

dinilai.

2. Mempraktekkan kecakapan inter-personal seperlunya yang

diperlukan dalam proses penilaian.

c. Apabila terjadi kondisi Penilai (assesor) kurang menguasai teknis

substansi, dapat mengambil langkah menggunakan penilai yang

memenuhi syarat dalam berbagai konteks tempat kerja dan lembaga,

industri/perusahaan. Opsi-opsi tersebut termasuk :

1. Penilai di tempat kerja yang kompeten, teknis substansial yang

relevan dan dituntut memiliki pengetahuan tentang praktek-praktek/

kebiasaan industri/ perusahaan yang ada sekarang.

Page 19: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

1-7

2. Suatu panel penilai yang didalamnya termasuk paling sedikit satu

orang yang kompeten dalam kompetensi subtansial yang relevan.

3. Pengawas tempat kerja dengan kompetensi dan pengalaman

subtansial yang relevan yang disarankan oleh penilai eksternal yang

kompeten menurut standar penilai.

4. Opsi-opsi ini memang memerlukan sumber daya, khususnya

penyediaan dana lebih besar (mahal)

Ikhtisar (gambaran umum) tentang proses untuk mengembangkan

sumber daya penilaian berdasar pada Standar Kompetensi Kerja (SKK)

perlu dipertimbangkan untuk memasukan sebuah flowchart pada proses

tersebut.

Sumber daya penilaian harus divalidasi untuk menjamin bahwa penilai

dapat mengumpulkan informasi yang cukup, valid dan terpercaya untuk

membuat keputusan penilaian yang betul-betul handal berdasar standar

kompetensi.

KOMPETENSI ASESOR

1.4.3. Penilaian Mandiri

Penilaian mandiri merupakan suatu upaya untuk mengukur kapasitas

kemampuan peserta pelatihan terhadap pengasaan substansi materi

pelatihan yang sudah dibahas dalam proses pembelajaran teori maupun

praktek.

Penguasaan substansi materi diukur dengan IUK (Indikator Unjuk Kerja/

Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteri Unjuk Kerja),

Memiliki Kompetensi

bidang

Substansi

Memiliki Kompetensi Assessment

Kompeten ?

Page 20: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

1-8

dimana IUK merupakan hasil analisis setiap KUK yang dipergunakan untuk

mendesain/menyusun kurikulum silabus pelatihan.

Bentuk pelatihan mandiri antara lain:

a. Pertanyaan dan Kunci Jawaban, yaitu:

Menanyakan kemampuan apa saja yang telah dikuasai untuk

mewujudkan KUK (Kriteria Unjuk Kerja), kemudian dilengkapi dengan

”Kunci Jawaban” dimana kunci jawaban dimaksud adalah IUK (Indikator

Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK

(Kriteria Unjuk Kerja)

b. Tingkat Keberhasilan Pelatihan

Dari penilaian mandiri akan terungkap tingkat keberhasilan peserta

pelatihan dalam mengikuti proses pembelajaran.

Apabila tingkat keberhasilan rendah, perlu evaluasi terhadap:

1. Peserta pelatihan terutama tentang pemenuhan kompetensi prasyarat

dan ketekunan serta kemampuan mengikuti proses pembelajaran.

2. Materi/modul pelatihannya apakah sudah mengikuti dan konsisten

mengacu tuntutan unit kompetensi, elemen kompetensi, KUK (Kriteria

Unjuk Kerja), maupun IUK IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator

Kinerja/Keberhasilan).

3. Instruktur/fasilitatornya, apakah konsisten dengan materi/modul yang

sudah valid mengacu tuntutan unit kompetensi beserta unsurnya

yang diwajibkan untuk dibahas dengan metodologi yang tepat.

4. Mungkin juga karena penyelenggaraan pelatihannya atau sebab lain.

1.5. Sumber Daya Pembelajaran

Sumber daya pembelajaran dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu :

a. Sumber daya pembelajaran teori :

- OHT dan OHP (Over Head Projector) atau LCD dan Laptop.

- Ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya.

- Materi pembelajaran.

b. Sumber daya pembelajaran praktek :

- PC, lap top bagi yang yang sudah terbiasa dengan penggunaan komputer

atau kalkulator bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer.

- Alat tulis, kertas dan lain-lain yang diperlukan untuk membantu peserta

pelatihan dalam menghitung dan merencanakan bangunan atas jembatan.

Page 21: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

1-9

c. Tenaga kepelatihan, instruktur/assesor dan tenaga pendukung penyelenggaraan

betul-betul kompeten.

Page 22: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

2-1

BAB 2

PENETAPAN LEBAR LANTAI KENDARAAN,

JUMLAH JALUR DAN LAJUR LALU LINTAS

DAN KELAS JEMBATAN

2.1. Umum

Bab ini menjelaskan batasan-batasan apa yang harus dijadikan acuan oleh bridge

design engineer dalam menetapkan lebar lantai kendaraan, jumlah jalur dan lajur

lalu lintas dan kelas jembatan. Besaran-besaran yang menyangkut lebar lantai

kendaraan, jumlah jalur dan lajur lalu lintas dan kelas jembatan harus ditentukan

terlebih dahulu sebelum perencanaan jembatan dibuat, agar jembatan tersebut

dapat memenuhi persyaratan kapasitas maupun kemampuannya di dalam memikul

beban hidup dan beban mati. Penetapan lebar lantai kendaraan perlu dikaitkan

dengan lebar perkerasan jalan karena memang jembatan merupakan bagian dari

jalan. Dari standar yang berlaku selama ini, lebar lantai kendaraan bervariasi mulai

dari 4.50 m, 6.00 m sampai 7.00 m, tergantung dari Kelas Jembatan. Di luar standar

lebar lantai kendaraan tersebut, tentu terdapat jembatan-jembatan yang lebarnya

tidak mengikuti standar karena berbagai pertimbangan. Ini merupakan produk

desain khusus di luar standar yang sudah ada, dan dimungkinkan karena Pedoman

Perencanaan Pembebanan Jalan Raya - SKBI 1.3.28.1987 telah mengatur batasan-

batasan lebar lantai kendaraan dimaksud, dikaitkan dengan jumlah lajur lalu lintas.

2.2. Penetapan Lebar Lantai Kendaraan

Yang dimaksud dengan lebar lantai kendaraan adalah seluruh lebar bagian

jembatan yang digunakan untuk menerima beban lalu lintas, di dalam perencanaan

jembatan dikenal sebagai ”beban T”. Beban T adalah beban hidup yang berasal dari

kendaraan truk yang mempunyai beban roda ganda (dual wheel load) sebesar 10

ton. Beban T merupakan beban terpusat, termasuk kategori beban hidup untuk

perhitungan lantai kendaraan menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Jalan

Raya - SKBI 1.3.28.1987.

Page 23: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

2-2

a1 = a2 = 30.00 cm; b1 = 12.50 cm

b2 = 50.00 cm; Ms = Muatan rencana sumbu = 20 ton

Lebar lantai kendaraan pada jembatan ditetapkan dengan mengikuti lebar

perkerasan jalan, akan tetapi lebar trotoir jembatan tidak harus selalu sama dengan

lebar bahu jalan. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut :

a. Sebagai contoh, jika suatu jembatan terletak pada ruas jalan Nasional dengan

lebar bahu jalan + perkerasan jalan + bahu jalan = 1.00 m + 7.00 m + 1.00 m,

maka lebar lantai kendaraan pada jembatan ditetapkan = 7.00 m sedangkan

lebar trotoir kiri-kanan masing-masing diambil = 1.00 m.

b. Akan tetapi jika suatu jembatan terletak pada ruas jalan Nasional dengan lebar

bahu jalan + perkerasan jalan + bahu jalan = 2.00 m + 7.00 m + 2.00 m, maka

lebar lantai kendaraan pada jembatan ditetapkan = 7.00 m sedangkan lebar

trotoir kiri-kanan masing-masing tidak diambil = 2.00 m, akan tetapi masing-

masing trotoar kiri dan kanan tetap = 1.00 m.

c. Contoh lain, jika suatu jembatan terletak pada ruas jalan Propinsi dengan lebar

bahu jalan + perkerasan jalan + bahu jalan = 2.00 m + 6.00 m + 2.00 m, maka

4 m 5 m 0.5 0.5

2.75 m

1.75

0.25 Ms Ms Ms

a2

a2

a1

b1

b2

b2

2.75 m

Page 24: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

2-3

lebar lantai kendaraan pada jembatan ditetapkan = 6.00 m sedangkan lebar

trotoir kiri-kanan masing-masing diambil = 0.50 m.

d. Contoh lain lagi, jika suatu jembatan terletak pada ruas jalan Kabupaten dengan

lebar bahu jalan + perkerasan jalan + bahu jalan = 2.00 m + 5.00 m + 2.00 m,

maka lebar lantai kendaraan pada jembatan ditetapkan = 4.50 m sedangkan

lebar trotoir kiri-kanan masing-masing diambil = 0.50 m jika biaya yang tersedia

untuk pekerjaan fisik jembatan sangat terbatas. Akan tetapi jika biaya yang dapat

disediakan untuk pekerjaan fisik relatif mencukupi, maka lebar lantai kendaraan

diambil = 6.00 m, sedangkan lebar trotoir kiri-kanan masing-masing diambil =

0.50.

e. Lebar lantai kendaraan disebut juga sebagai lebar jalur kendaraan. Di lapangan,

lebar lantai kendaraan pada berbagai jembatan tidak seluruhnya mengikuti

standar 7.00 m, 6.00 m, atau 4.50 m. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada

Sub Bab 2.2. Penetapan Jumlah Lajur Lalu Lintas.

f. Lebar lantai kendaraan pada jembatan ditentukan mengikuti standar lebar jalan

yang diambil berdasarkan Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata ruas (VLHR)

jalan dimaksud pada akhir umur pelayanan jalan. Berikut ini diberikan tabel yang

memberikan gambaran hubungan antara VLHR dalam smp/hari dengan lebar

jalan arteri, kolektor dan lokal. Lebar trotoir jembatan tidak mengikuti standar

bahu jalan yang ada pada tabel tersebut, akan tetapi tergantung pada Kelas

Jembatan, kalau untuk jembatan Kelas A lebar trotoirnya = 1.00 m, sedangkan

jembatan Kelas B dan C lebar trotoirnya = 0.50 m.

Page 25: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

2-4

Tabel 2-1 Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan

Keterangan: **) = Mengacu pada persyaratan ideal,

*) = 2 jalur terbagi, masing-masing nx3,5di mana n = jumlah lajur perjalur,

- = Tidak ditentukan.

Catatan : Diambil dari Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota – No. 038/T/BM/1997, Direktorat Jenderal Bina Marga – Departemen Pekerjaan Umum

ARTERI KOLEKTOR LOKAL

VLHR Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal minimum

(smp/hari) Lebar

Jalur

(m)

Lebar

Bahu

(m)

Lebar,

Jalur

(m)

Lebat

Bahu

(m)

Lebar

Jalur

(m)

Lebar

Bahu

(m)

Lebar

Jalur

(m)

Lebar

Bahu

(m)

Lebar

Jalur

(m)

Lebar

Bahu

(m)

Lebar

Jalur

(m)

Lebar

Bahu

(m)

<3.000 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,0 4,5 1,0

3.000-

10.000

7,0 2,0 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,0

10.001-

25.000

7,0 2,0 7,0 2,0 7,0 2,0 **) **) - - - -

> 25.000 2nx3,5*) 2,5 20,0*) 2,0 2nx3,5*) 2,0 **) **)

Page 26: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

2-5

Arah lalu lintas

Beban garis P = 12 ton

Beban terbagi merata

Beban terbagi rata = q t/m’

1 jalur, minimum = 2.75 m, maksimum = 3.75 m

2.3. Penetapan jumlah jalur dan lajur lalu lintas dan penggunaannya

Yang dimaksud dengan jumlah jalur lalu lintas adalah jumlah arah lalu lintas.

Jembatan dikatakan mempunyai 1 (satu) jalur lalu lintas apabila jembatan tersebut

hanya dilalui oleh lalu lintas satu arah saja. Jika suatu jembatan disiapkan untuk

dapat dilalui oleh lalu lintas dalam dua arah, maka jembatan tersebut dikatakan

mempunyai 2 (dua) jalur. Jembatan merupakan bagian dari jalan, oleh karena itu

jumlah jalur jembatan harus disesuaikan dengan jumlah jalur jalan dimana jembatan

tersebut terletak.

Sedangkan yang dimaksud dengan lajur lalu lintas adalah bagian dari lantai

kendaran yang digunakan oleh suatu rangkaian kendaraan. Penetapan lajur lalu

lintas dimaksudkan untuk menentukan ”beban hidup D” dalam perhitungan

perencanaan.

Pengertian tentang ”beban hidup D”

Menurut SKBI 1.3.28.1987, beban “D” atau beban jalur adalah susunan beban pada

setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari beban berbagi rata sebesar “q” ton per meter

panjang per jalur, dan beban garis “P” ton per jalur lalu lintas tersebut. Beban “D”

adalah seperti pada gambar berikut ini :

Menurut SKBI 1.3.28.1987 beban “D” digunakan untuk perhitungan kekuatan

gelagar-gelagar.

Besar “q” ditentukan sebagai berikut :

q = 2,2 t/m’ untuk L < 30 m.

30 - L 60

1,1 - 2,2 q t/m’ untuk 30 < L < 60 m.

30/L 1 1,1 q t/m’ untuk L > 60 m

notasi :

Page 27: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

2-6

L = panjang bentang dalam meter.

t/m’ = ton per meter panjang per jalur.

Istilah jalur yang digunakan dalam SKBI 1.3.28.1987 masih berdasarkan pengertian

lama yaitu jalur = lane ; sekarang yang dimaksud dengan lane adalah bukan jalur

akan tetapi lajur.

Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah melintang jembatan adalah sebagai

berikut :

a. Lajur lalu lintas mempunyai lebar minimum 2.75 meter dan lebar maksimum 3.75

meter. Lebar lajur minimum ini harus digunakan untuk menentukan beban „D“

per jalur.

b. Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil dari 5,5 m,

beban “D” sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh lebar jembatan.

c. Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan lebih besar dari 5,5 meter, beban

“D” sepenuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5.50 m sedang selebihnya

dibebani hanya separuh beban “D” (50%) seperti terlihat pada gambar berikut ini:

Dalam menentukan beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis) perlu

diperhatikan ketentuan bahwa :

a. Panjang bentang (L) untuk muatan terbagi rata adalah ketentuan dalam

perumusan koefisien kejut.

b. Beban hidup per meter lebar jembatan menjadi sebagai berikut :

Beban terbagi rata = (q ton/meter)/2,75 meter

Beban garis = (P ton)/2,75 meter

Page 28: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

2-7

Angka pembagi 2,75 meter diatas selalu tetap dan tidak tergantung pada jalur

lalu lintas.

Beban “D” tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan

pengaruh terbesar dengan pedoman sebagai berikut :

Dalam menghitung momen maksimum akibat beban hidup (beban terbagi

rata dan beban garis) pada gelagar menerus diatas beberapa perletakan

digunakan kekuatan sebagai berikut :

Satu beban garis untuk momen positip yang menghasilkan pengaruh

maksimum.

Dua beban garis untuk momen negatif yang menghasilkan pengaruh

maksimum.

Beban terbagi rata ditempatkan pada beberapa bentang / bagian bentang

yang akan menghasilkan momen maksimum.

Dalam menghitung momen maksimum positip akibat beban hidup (beban

terbagi rata dan beban garis) pada gelagar dua perletakan digunakan beban

terbagi rata sepanjang entang gelagar dan satu beban garis.

Dalam menghitung reaksi perletakan pada pangkal jembatan dan pilar perlu

diperhatikan jumlah lajur lalu lintas sesuai ketentuan dan untuk lajur lalu

lintas mulai 4 (empat) lajur atau lebih, beban “D” harus diperhitungkan

dengan menganggap jumlah median sebagai berikut :

Tabel 2-2 Jumlah Median Untuk Keperluan Perhitungan Reaksi Perletakan

Jumlah Jalur Lalu Lintas Jumlah Median Anggapan

n = 4

n = 5

n = 6

n = 7

n = 8

n = 9

n = 10

1

1

1

1

3

3

3

Berikut ini diberikan Tabel 2-3 Jumlah Lajur Lalu Lintas dalam kaitannya dengan

lebar lantai kendaraan :

Page 29: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

2-8

Tabel 2-2 Jumlah Lajur Lalu Lintas

Lebar Lantai Kendaraan Jumlah Lajur

Lalu Lintas

5.50 sampai dengan 8.25 m 2

Lebih dari 8.25 m sampai dengan 11.25 m 3

Lebih dari 11.25 m sampai dengan 15.00 m 4

Lebih dari 15.00 m sampai dengan 18.75 m 5

Lebih dari 18.75 m sampai dengan 32.75 m 6

2.4. Penetapan Kelas Jembatan

2.4.1 Jembatan yang dibangun sebelum tahun 1969

Sebelum tahun 1969, jembatan dibangun dengan muatan PU lama,

dibedakan atas kelas pembebanan : Kelas I, Kelas II, Kelas III dan

seterusnya. Muatan PU lama ini sekarang sudah tidak digunakan lagi.

2.4.2 Jembatan yang dibangun tahun 1969 – 1988

Dalam periode 1969 - 1988, dikenal 3 Kelas Jembatan sebagai berikut :

Kelas A, option 1,0 m + 7,0 m + 1,0 m dengan beban 100% Bina Marga

Loading

Kelas B, option 0,5 m + 6,0 m + 0,5 m dengan beban 70% Bina Marga

Loading

Kelas C, option 0,5 m + 4,5 m + 0,5 m dengan beban 50% Bina Marga

Loading.

2.4.3 Jembatan yang dibangun sesudah tahun 1988

Dalam periode sesudah tahun 1988, dikenal 3 Kelas Jembatan sebagai

berikut :

Kelas A, option 1,0 m + 7,0 m + 1,0 m dengan beban 100% Bina Marga

Loading

Kelas B, option 0,5 m + 6,0 m + 0,5 m dengan beban 100% Bina Marga

Loading

Kelas C, option 0,5 m + 4,5 m + 0,5 m dengan beban 100% Bina Marga

Loading

Page 30: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

2-9

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sejak tahun 1988

perencanaan jembatan ditetapkan ditetapkan dengan mengacu pada butir

2.3.3. Kelas A digunakan untuk jembatan yang terletak pada jalan Nasional

atau jalan Propinsi, Kelas B digunakan untuk jembatan yang terletak pada

jalan Kabupaten, sedangkan Kelas C digunakan untuk jembatan yang

terletak pada ruas jalan kabupaten atau pada ruas jalan yang lebih rendah

dari pada jalan Kabupaten. Selain lokasi jembatan, faktor lain yang perlu

dijadikan pertimbangan adalah Kelas Jalan (dimana lokasi jembatan

dimaksud berada).

Catatan:

Untuk keperluan perencanaan teknis jembatan, beban hidup D dan beban hidup T yang

dijelaskan di atas (SKBI – 1.3.28.1987) masih digunakan, namun sebagai pembanding,

pengertian beban hidup D dan beban hidup T yang dikembangkan sesuai dengan BMS7-

C2-Bridge Design Code 1992 juga diberikan di dalam modul ini.

Page 31: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

2-10

RANGKUMAN

a. Besaran-besaran yang menyangkut lebar lantai kendaraan, jumlah jalur dan lajur lalu

lintas dan kelas jembatan harus ditentukan terlebih dahulu sebelum perencanaan

jembatan dibuat, agar perencanaan jembatan tersebut dapat memenuhi persyaratan

kapasitas maupun kemampuannya di dalam memikul beban hidup dan beban mati.

b. Lebar lantai kendaraan pada jembatan ditetapkan dengan mengikuti lebar perkerasan

jalan, akan tetapi lebar trotoir jembatan tidak harus selalu sama dengan lebar bahu

jalan. Berdasarkan standar yang berlaku di Indonesia, lebar trotoar jembatan ditentukan

mengikuti Kelas Jembatan, untuk jembatan Kelas A lebar trotoir diambil = 1.00 m, untuk

jembatan Kelas B lebar trotoir = 0.50 m dan untuk jembatan Kelas C lebar trotoir = 0.50

m.

c. Yang dimaksud dengan jumlah jalur lalu lintas adalah jumlah arah lalu lintas sedangkan

yang dimaksud dengan lajur lalu lintas adalah bagian dari lantai kendaran yang

digunakan oleh suatu rangkaian kendaraan. Penetapan lajur lalu lintas dimaksudkan

untuk menentukan ”beban hidup D” dalam perhitungan perencanaan. Lajur lalu lintas

mempunyai lebar minimum 2.75 meter dan lebar maksimum 3.75 meter. Lebar lajur

minimum ini harus digunakan untuk menentukan beban „D“ per jalur.

d. Penggunaan penetapan Kelas Jembatan dalam perencanaan jembatan adalah sebagai

berikut:

Kelas A digunakan untuk jembatan yang terletak pada jalan Nasional atau jalan

Propinsi,

Kelas B digunakan untuk jembatan yang terletak pada jalan Kabupaten, sedangkan

Kelas C digunakan untuk jembatan yang terletak pada ruas jalan kabupaten atau

pada ruas jalan yang lebih rendah dari pada jalan Kabupaten.

Page 32: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

2-11

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI

Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya

tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan

dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :

INA.5212.113.01.03.07 : Merencanakan bangunan atas jembatan dan/atau menerapkan

standar-standar perencanaan teknis jembatan

Soal :

No. Elemen Kompetensi / KUK (Kriteria Unjuk

Kerja) Pertanyaan

Jawaban:

Ya Tdk

Apabila ”Ya” sebutkan butir-

butir kemampuan anda

1. Menetapkan lebar lantai kendaraan, jumlah jalur dan lajur lalu lintas, dan kelas jembatan

1.1. Lebar lantai kendaraan ditetapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku

1.1. Apakah anda mampu menetapkan lebar lantai kendaraan dalam rangka perencanaan teknis jembatan?

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

1.2. Jumlah jalur dan lajur lalu-lintas ditetapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku

1.2. Apakah anda mampu menetapkan jumlah jalur dan lajur lalun lintas dalam rangka perencanaan teknis jembatan?

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

1.3. Kelas jembatan ditetapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku

1.3. Apakah anda mampu menetapkan kelas jembatan dalam rangka perencanaan teknis jembatan?

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

Page 33: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-1

BAB 3

PEMILIHAN TIPE DAN JENIS BANGUNAN ATAS JEMBATAN,

EXPANSION JOINT DAN PERLETAKAN JEMBATAN

3.1. Umum

Bab ini menjelaskan pemilihan tipe dan jenis bangunan atas jembatan, expansion

joint dan perletakan jembatan. Dalam tabel-tabel yang diberikan dalam bab ini dapat

dilihat cara pendekatan untuk memilih tipe dan jenis bangunan atas jembatan

dengan variable panjang bentang mulai dari bentang pendek, sedang sampai

dengan panjang. Untuk bentang-bentang 5 – 30 m dapat dipilih jenis beton bertulang

dengan tipe bervariasi mulai dari tipe pelat, pelat berongga, kanal pracetak, gelagar

T atau gelagar box, tergantung dari panjang bentang yang akan digunakan. Untuk

bentang 16 – 50 m dapat dipilih jenis beton prategang dengan tipe bervariasi mulai

dari gelagar I dengan lantai komposit, gelagar I pra peregangan dengan lantai

komposit, gelagar T pasca peregangan, gelagar box pasca para peregangan dengan

lantai komposit, atau gelagar box monolitik dalam bentang sederhana, tergantung

dari panjang bentang yang akan digunakan. Selain itu dalam Bab ini juga diberikan

gambaran sekilas jembatan-jembatan bentang panjang tipe jembatan rangka,

dengan panjang bentang bervariasi mulai dari 35 - 100 m. Rangka baja yang selama

ini digunakan di Indonesia, selain rangka baja peninggalan kolonial, adalah rangka

baja Belanda, rangka baja Australia, rangka baja Austria dan sebagainya. Di dalam

Bab ini juga dijelaskan bagaimana menetapkan jumlah dan panjang bentang jika

jembatan harus melintasi sungai, jalan raya atau jalan kereta api, apa fungsi

expansion joint dan bagaimana perletakan jembatan harus direncanakan.

3.2. Pemilihan Tipe Dan Jenis Bangunan Atas Jembatan

Pemilihan tipe dan jenis bangunan atas jembatan merupakan faktor penting karena

akan berpengaruh pada biaya konstruksi serta biaya pemeliharaan jembatan di

kemudian hari. Pengertian tipe bangunan atas jembatan lebih cenderung pada

pembedaan aspek konstruksinya, sedangkan jenis bangunan atas lebih fokus pada

material yang digunakan untuk membuat bangunan atas jembatan dimaksud.

Tipe dan jenis bangunan atas jembatan dipilih berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan atau faktor-faktor sebagai berikut:

Page 34: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-2

a. Ekonomis ditinjau dari segi konstruksi

b. Data lapangan

c. Panjang bentang jembatan

d. Daya dukung tanah

e. Perilaku sungai/potongan melintang sungai

f. Estetika

g. Kemudahan pelaksanaan

h. Ketersediaan material (mutu & kuantitas)

i. Debit banjir

j. Perlintasan dengan fasilitas transportasi lainnya

k. Lingkungan

l. Kelas Jalan/Kelas Jembatan

m. Pemeliharaan

n. Lendutan izin

o. Penggunaan pilar

Berikut ini adalah Standar Pendekatan Pemilihan Tipe dan Jenis Bangunan Atas

Jembatan yang menggunakan beton bertulang, beton prategang, dan beton

komposit. Jembatan rangka baja tidak dimasukkan disini karena modul ini disiapkan

untuk Ahli Muda, sedangkan jembatan rangka baja dipertimbangkan lebih tepat jika

didesain oleh Ahli Madya.

Pada Tabel berikut dapat diperhatikan bahwa bentang jembatan minimal = 5.00 m,

artinya untuk perlintasan jalan dengan sungai yang memerlukan bentang < 5.00 m

konstruksi perlintasan yang digunakan bukan jembatan, akan tetapi gorong-gorong.

Dalam praktek perencanaan teknis jembatan, penggunaan gorong-gorong biasanya

dibatasi bukan pada bentang 5.00 m akan tetapi sampai dengan bentang 6.00 m

digunakan gorong-gorong.

Page 35: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-3

No. Jenis bangunan atas Bentang efektif (m) Perbandingan

10 20 30 40 50 100 150 200 H/L

I. Struktur prategang

1 Slab berongga 1/22 (1/20 - 1/30)

2 Str. komposit sederhana : gelagar I 1/15 (1/13 - 1/20)

3 Str. komposit menerus : gelagar I 1/18 (1/16 - 1/22)

4 Str. sederhana : gelagar I 1/18 (1/16 - 1/22)

5 Str. menerus : gelagar I 1/20 (1/18 - 1/22)

6 Str. komposit sederhana : gelagar U 1/18 (1/16 - 1/20)

7 Gelagar kotak sederhana 1/20 (1/18 - 1/24)

8 Gelagar kotak menerus * 1/22 (1/20 - 1/27)

9 Gelagar kotak menerus ** 1/18 (1/16 - 1/22)

II. Struktur beton bertulang

1 Gelagar sederhana 1/15

2 Slab berongga 1/20

3 Konstruksi kaku 1/12

4 Slab di tiang 1/20

Catatan :

* = di-ereksi dengan penopang H = tinggi gelagar

** = di-ereksi dengan metoda kantilev er L = bentang

Tabel 3-1 Standar Pendekatan Pemilihan Tipe dan Jenis Gelagar Bangunan Atas Jembatan

Page 36: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-4

Tabel 3-2 Tipe-tipe bangunan atas jembatan yang menggunakan beton bertulang

Page 37: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-5

Tabel 3-3 Tipe-tipe bangunan atas jembatan yang menggunakan beton prategang

Page 38: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-6

Page 39: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-7

Selain tipe beton bertulang, beton prategang, dan beton komposit, terdapat tipe

rangka baja, yang meskipun tidak diberikan secara mendetail di dalam modul ini,

perlu diketahui oleh Ahli Muda Perencana Jembatan untuk dapat

merekomendasikan jumlah dan panjang bentang jembatan.

Tipe rangka baja yang digunakan selama ini di Indonesia antara lain adalah

sebagai berikut:

a. Rangka Baja Australia

b. Rangka Baja Belanda

c. Rangka Baja Inggris

d. Rangka Baja Belgia

e. Rangka Baja Austria

f. Rangka Baja Jepang

g. Rangka Baja Bailey (jembatan semi permanen)

Berikut ini adalah Tabel-tabel yang menunjukkan bentang jembatan dan lebar jalur

lalu lintas berdasarkan Kelas Jembatan untuk beberapa tipe:

Tabel 3-4 Rangka Baja Australia

KELAS A KELAS B KELAS C

LEBAR JALUR LALU LINTAS

(M)

BENTANG (M)

LEBAR JALUR LALU LINTAS

(M)

BENTANG (M)

LEBAR JALUR LALU LINTAS

(M)

BENTANG (M)

7 35 6 35 4,5 35

7 40 6 40 4,5 40

7 45 6 45 4,5 45

7 50 6 50 4,5 50

7 55 6 55 4,5 55

7 60 6 60 4,5 60

7 80 6 80 4,5 80

7 100 6 100 4,5 100

Sumber :

Transfield – MBK, Standard Stell Bridging for Indonesia

Manual for assembly and erection of Permanent Standard

Composite Spans - Australia

Page 40: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-8

Tabel 3-5 Rangka Baja Belanda

Tabel 3-6 Rangka Baja Austria

KELAS A KELAS B KELAS C

LEBAR JALUR LALU LINTAS

(M)

BENTANG (M)

LEBAR JALUR LALU LINTAS

(M)

BENTANG (M)

LEBAR JALUR LALU LINTAS

(M)

BENTANG (M)

7 35 6 35 4,5 35

7 40 6 40 4,5 40

7 45 6 45 4,5 45

7 50 6 50 4,5 50

7 55 6 55 4,5 55

7 60 6 60 4,5 60

Sumber :

Manual for assembly and erection of

Permanent Standard Truss Spans

Contract No. 91/CTR/B/LM/1990

Austria

KELAS A KELAS B KELAS C

LEBAR JALUR LALU LINTAS

(M)

BENTANG (M)

LEBAR JALUR LALU LINTAS

(M)

BENTANG (M)

LEBAR JALUR LALU LINTAS

(M)

BENTANG (M)

7 40 6 40 3,5 40

7 45 6 45 3,5 45

7 50 6 50 3,5 50

7 55 6 55 - -

7 60 6 60 - -

Sumber :

Petunjuk untuk Perakitan dan Pemasangan Jembatan Baja

Klas ABC

Direktorat Jenderal Bina Marga - Departemen Pekerjaan

Umum

Hollandia Kloss

Page 41: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-9

3.2.1 Bangunan atas jembatan beton bertulang

Pada Tabel 3.2 diberikan contoh tipe pelat beton berlubang, pelat berongga,

kanal pracetak, gelagar beton balok T dan gelagar beton boks. Mengambil

referensi dari standar bangunan atas yang telah ada yaitu gelagar beton

balok T bentang 6 – 25 meter dapat dicatat mutu bahan dan tegangan izin

yang digunakan untuk mendesain tipe tersebut:

Tabel 3-7 Mutu Bahan dan Tegangan Izin

No. Keterangan Mutu

Bahan

Tegangan Izin (Kg/cm2) untuk perhitungan-perhitungan

Momen Lentur

Tekan/Tarik Gaya Lintang

1. Balok Utama K 225 75/0 6.5

Pelat Lantai K 225 75/0 6.5

Diafragma K 225 75/0 6.5

Tiang Sandaran:

Beton K 225 75/0 6.5

Besi Beton Bj.TP.24 1400/1400 1120

2. Trotoar B (1) 100 35/0 3.0

3. Pipa Sandaran Bj. 37 1400/1400 1120

4. Pipa Air Hujan Bj. 37 1400/1400 1120

Untuk mencapai mutu bahan seperti dimaksudkan dalam Tabel 3.2,

rujukannya adalah Spesifikasi Teknis. Permasalahannya sekarang adalah

apakah Spesifikasi Teknis yang digunakan saat ini memberikan ketentuan

atau persyaratan tentang bagaimana membuat beton K 225. Jika tidak,

berarti standar yang telah ada hanya dapat digunakan sebagai referensi,

tidak dapat digunakan untuk merencanakan jembatan baru. Atau jika terjadi

suatu kerusakan struktur pada jembatan lama, maka untuk perbaikan atau

perhitungan perkuatannya menggunakan batas-batas tegangan izin untuk

beton K225.

Jadi untuk merencanakan bangunan atas jembatan baru, perencana

jembatan perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam

Spesifikasi sebagai berikut:

Page 42: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-10

Tabel 3-8 Pedoman Awal untuk Perkiraan Proporsi Takaran Campuran

Jenis Beton

Mutu Beton Ukuran Agregat

Maks.(mm)

Rasio Air / Semen Maks.

(terhadap berat)

Kadar Semen Minimum.

(kg/m3 dari campuran) fc’

(MPa) bk’

(kg/cm2)

Mutu Tinggi

50 K600 19 0,35 450

37 0,40 395

45 K500 25 0,40 430

19 0,40 455

37 0,425 370

38 K450 25 0,425 405

19 0,425 430

37 0,45 350

35 K400 25 0,45 385

19 0,45 405

Mutu

Sedang

37 0,475 335

30 K350 25 0,475 365

19 0,475 385

37 0,50 315

25 K300 25 0,50 345

19 0,50 365

37 0,55 290

20 K250 25 0,55 315

19 0,55 335

Mutu

Rendah

37 0,60 265

15 K175 25 0,60 290

19 0,60 305

37 0,70 225

10 K125 25 0,70 245

19 0,70 260

Catatan : Diambil dari Tabel 7.1.2-3 Spesifikasi Teknis versi 2007 – Divisi 7

Untuk bangunan atas jembatan beton bertulang, mutu bahan yang kurang

lebih sesuai adalah mutu sedang, artinya perencana dapat memilih untuk

gelagar utama, pelat lantai dan diafragma bahan dengan mutu K250, K300

atau K350.

Page 43: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-11

Persyaratan Bahan Beton

Mengikuti persyaratan yang ditentukan dalam Spesifikasi Teknis, untuk lebih

memastikan bahwa perencanaan teknis yang dibuat sudah sesuai dengan

ketentuan teknis, maka di dalam Nota Perencanaan perlu dijelaskan bahwa

bahan-bahan yang digunakan untuk membuat beton harus memenuhi

ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Semen

Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus jenis semen

portland yang memenuhi SNI 15-2049-1994 kecuali jenis IA, IIA, IIIA

dan IV. Apabila menggunakan bahan tambahan yang dapat

menghasilkan gelembung udara, maka gelembung udara yang

dihasilkan tidak boleh lebih dari 5%, dan harus mendapatkan

persetujuan dari Direksi Pekerjaan.

Dalam satu campuran, hanya satu merk semen portland yang boleh

digunakan, kecuali disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Bilamana di

dalam satu proyek digunakan lebih dari satu merk semen, maka

Penyedia Jasa harus mengajukan kembali rancangan campuran

beton sesuai dengan merk semen yang digunakan.

Air

Air yang digunakan untuk campuran, perawatan, atau pemakaian

lainnya harus bersih, dan bebas dari bahan yang merugikan seperti

minyak, garam, asam, basa, gula atau organik.

Air harus diuji sesuai dengan dan harus memenuhi ketentuan dalam

SNI 03-6817-2002 tentang Metode Pengujian Mutu Air Untuk

digunakan dalam Beton.

Air yang diketahui dapat diminum dapat digunakan.

Bilamana timbul keragu-raguan atas mutu air yang diusulkan dan

pengujian air seperti di atas tidak dapat dilakukan, maka harus

diadakan perbandingan pengujian kuat tekan mortar semen dan pasir

dengan memakai air yang diusulkan dan dengan memakai air murni

hasil sulingan.

Air yang diusulkan dapat digunakan bilamana kuat tekan mortar

dengan air tersebut pada umur 7 hari dan 28 hari mempunyai kuat

Page 44: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-12

tekan minimum 90% dari kuat tekan mortar dengan air suling untuk

periode umur yang sama.

Aggregat

Ketentuan Gradasi Agregat

Gradasi agregat kasar dan halus harus memenuhi ketentuan yang

diberikan dalam Tabel , tetapi bahan yang tidak memenuhi ketentuan

gradasi tersebut harus diuji dan harus memenuhi sifat-sifat campuran

yang disyaratkan dalam Spesifikasi.

Tabel 3-9 Ketentuan Gradasi Agregat

Ukuran Saringan Persen Berat Yang Lolos Untuk Agregat

Inci (in)

Standar

(mm)

Halus

Kasar

Ukuran maksimum

37,5 mm

Ukuran maksimum

25 mm

Ukuran maksimum

19 mm

Ukuran maksimum

12,5 mm

Ukuran maksimum

10 mm 2 50,8 - 100 - - - -

1½ 38,1 - 95 -100 100 - - -

1 25,4 - - 95 – 100 100 -

¾ 19 - 35 - 70 - 90 - 100 100

½ 12,7 - - 25 – 60 - 90 - 100 100

3/8 9,5 100 10 - 30 - 20 - 55 40 - 70 95 - 100

# 4 4,75 95 –

100

0 - 5 0 -10 0 - 10 0 - 15 30 - 65

# 8 2,36 80 –

100

- 0 - 5 0 - 5 0 - 5 20 - 50

#16 1,18 50 – 85 - - - - 15 - 40

# 50 0,300 10 – 30 - - - - 5 - 15

# 100 0,150 2 – 10 - - - - 0 - 8

Agregat kasar harus dipilih sedemikian rupa sehingga ukuran agregat

terbesar tidak lebih dari ¾ jarak bersih minimum antara baja tulangan

atau antara baja tulangan dengan acuan, atau celah-celah lainnya di

mana beton harus dicor

Sifat-sifat Agregat:

Page 45: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-13

Agregat yang digunakan harus bersih, keras, kuat yang diperoleh dari

pemecahan batu atau koral, atau dari penyaringan dan pencucian

(jika perlu) kerikil dan pasir sungai

Agregat harus bebas dari bahan organik seperti yang ditunjukkan

oleh pengujian SNI 03-2816-1992 tentang Metode Pengujian Kotoran

Organik Dalam Pasir untuk Campuran Mortar dan Beton, dan harus

memenuhi sifat-sifat lainnya yang diberikan dalam Tabel 3-10 bila

contoh-contoh diambil dan diuji sesuai dengan prosedur yang

berhubungan.

Tabel 3-10 Sifat-sifat Agregat

Sifat-sifat

Metode Pengujian

Batas Maksimum yang diijinkan untuk Agregat

Halus Kasar

Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles

SNI 03-2417-1991 -

25% untuk beton mutu tinggi, 40% untuk mutu sedang dan beton mutu rendah

Kekekalan Bentuk Agregat terhadap Larutan Natrium Sulfat atau Magnesium Sulfat

SNI 03-3407-1994

10% - natrium 12% - natrium

15% - magnesium

18% - magnesium

Gumpalan Lempung dan Partikel yang Mudah Pecah

SNI 03-4141-1996 3% 2%

Bahan yang Lolos Saringan No.200

SNI 03-4142-1996 3% 1%

Agregat harus bebas dari bahan organik seperti yang ditunjukkan

oleh pengujian SNI 03-2816-1992 tentang Metode Pengujian Kotoran

Organik Dalam Pasir untuk Campuran;

Bahan Tambah

Bahan tambah yang digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan

kinerja beton dapat berupa bahan kimia, bahan mineral atau hasil limbah

yang berupa serbuk pozzolanik sebagai bahan pengisi pori dalam

campuran beton.

Bahan kimia

Bahan tambah yang berupa bahan kimia ditambahkan dalam

campuran beton dalam jumlah tidak lebih dari 5% berat semen

Page 46: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-14

selama proses pengadukan atau selama pelaksanaan pengadukan

tambahan dalam pengecoran beton. Bahan tambah yang digunakan

harus sesuai dengan standar spesifikasi yang ditentukan dalam SNI

03-2495-1991 tentang Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton.

Mineral

Mineral yang berupa bahan tambah atau bahan limbah dapat

berbentuk abu terbang (fly ash), Pozzolan, mikro silica atau silica

fume. Apabila digunakan bahan tambahan berupa abu terbang, maka

bahan tersebut harus sesuai dengan standar spesifikasi yang

ditentukan dalam SNI 03-2460-1991 tentang Spesifikasi Abu Terbang

sebagai Bahan Tambahan untuk Campuran Beton.

Abu terbang merupakan residu halus yang dihasilkan dari sisa proses

pembakaran batu bara.

Pozzolan adalah bahan yang mengandung silika atau silika dan

alumunium yang bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida

pada temperatur bisaa membentuk senyawa bersifat cementitious.

Bahan mikro silica atau Silica fume adalah bahan pozzolanic yang

sangat halus yang mengandung silica amorf yang dihasilkan dari

elemen silica atau senyawa ferro-silica.

Persyaratan Bahan Baja Tulangan

Baja Tulangan

Baja tulangan harus baja polos atau berulir dengan mutu yang sesuai

dengan Gambar dan memenuhi Tabel 3-11 berikut ini :

Tabel 3-11 Tegangan Leleh Karakteristik Baja Tulangan

Mutu

Sebutan

Tegangan Leleh Karakteristik atau Tegangan Karakteristik yang memberikan

regangan tetap 0,2% MPa

BJ 24 Baja Lunak 240

BJ 32 Baja Sedang 320

BJ 39 Baja Keras 390

BJ 48 Baja Keras 480

Page 47: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-15

Bila anyaman baja tulangan diperlukan, seperti untuk tulangan pelat,

anyaman tulangan yang di las yang memenuhi SNI 07-0663-1995

tentang jaring kawat baja las untuk tulangan beton dapat digunakan.

Tumpuan untuk Tulangan

Tumpuan untuk tulangan harus dibentuk dari batang besi ringan atau

bantalan beton pracetak dengan mutu > fc’ = 20 MPa (K-250) seperti

yang disyaratkan dalam Spesifikasi, terkecuali disetujui lain oleh

Direksi Pekerjaan. Kayu, bata, batu atau bahan lain tidak boleh

digunakan sebagai tumpuan.

Pengikat untuk Tulangan

Kawat pengikat untuk mengikat tulangan harus kawat baja lunak yang

memenuhi SNI 07-6401-2000.

3.2.2 Bangunan atas jembatan beton prategang

Pada Tabel 3.3 diberikan contoh bangunan atas beton prategang tipe

segmen pelat, segmen pelat berongga, segmen komposit dengan lantai

beton (bisa rongga tunggal atau box berongga), gelagar I dengan lantai

komposit dalam bentang sederhana (bisa pra penegangan, pasca

penegangan, atau pra + pasca penegangan), gelagar I dengan lantai beton

komposit dalam bentang menerus, gelagar I pra penegangan dengan lantai

komposit dalam bentang tunggal, gelagar T pasca penegangan, gelagar box

pasca penegangan dengan lantai komposit, gelagar box monolitik dalam

bentang sederhana.

Bangunan atas jembatan-jembatan beton prategang tersebut di atas

menggunakan bahan beton dan baja tulangan yang persyaratan teknisnya

telah diuraikan sebelumnya; Pada umumnya mutu beton yang digunakan

adalah beton mutu tinggi, bisa beton K400, K450, K500, atau K600

tergantung pada berbagai pertimbangan perencana.

Sedangkan untuk persyaratan teknis, baja prategang harus memenuhi

ketentuan-ketentuan sebagai berikut (diambil dari Spesifikasi):

Untaian kabel (strand) prategang harus terdiri dari jalinan kawat (wire)

dengan kuat tarik tinggi, bebas tegangan (stress relieved), relaksasi

rendah dengan panjang menerus tanpa sambungan atau kopel sesuai

dengan SNI 07-1154-1989 tentang Kawat baja tanpa lapisan bebas

Page 48: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-16

tegangan untuk konstruksi beton, jalinan tujuh. Untaian kawat tersebut

harus mempunyai kekuatan leleh minimum sebesar 1600 MPa dan

kekuatan batas minimum 1900 Mpa;

Kawat (wire) prategang harus terdiri dari kawat dengan kuat tarik tinggi

dengan panjang menerus tanpa sambungan atau kopel dan harus sesuai

dengan SNI 07-1155-1989 tentang Kawat baja tanpa lapisan bebas

tegangan untuk konstruksi beton ;

Batang (bar) logam campuran dengan kuat tarik tinggi harus bebas

tegangan kemudian diregangkan secara dingin minimum sebesar 910

Mpa.

Setelah peregangan dingin, maka sifat fisiknya akan menjadi sebagai berikut:

Kekuatan batas tarik minimum 1000 Mpa;

Kekuatan leleh minimum, diukur dengan perpanjangan 0,7% menurut

metode pembebanan tidak boleh kurang dari 910 Mpa;.

Modulus elastisitas minimum 200.000 Mpa;

Perpanjangan (elongation) minimum setelah runtuh (rupture) dihitung

rata-rata 4% terhadap 20 batang yang diuji;

Toleransi diameter - 0,25 mm, + 0,76 mm.

3.2.3 Bangunan Atas Jembatan Komposit

Yang dimaksudkan dengan komposit disini adalah gabungan antara balok

baja (gelagar utama) dengan lantai beton, yang dihubungkan dengan

penghubung-penghubung geser, disebut sebagai balok gabungan atau

komposit. Lantai beton pada balok gabungan tidak hanya bertumpu pada

balok-balok baja, akan tetapi dihubungkan pada sayap atas balok-balok baja

dengan penghubung-penghubung geser sedemikian teguhnya sehingga

lantai beton dan balok baja bekerja bersama-sama sebagai satu kesatuan

dalam hal memikul beban.

Beberapa macam balok gabungan yang mungkin ada adalah sebagai

berikut:

Balok gabungan untuk beban hidup, yang pada garis besarnya hanya

bekerja secara gabungan untuk memikul beban hidup.

Balok gabungan untuk beban mati dan beban hidup, yang pada garis

besarnya hanya bekerja secara gabungan untuk memikul beban hidup

dan seluruh atau sebagian besar beban-beban mati.

Page 49: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-17

Balok gabungan pratekan, tidak termasuk dalam definisi balok gabungan

di atas karena adanya pratekan. Pada balok gabungan pratekan,

pratekan diberikan terlebih dahulu untuk pengubahan tekanan yang

kelebihan karena beban hidup, beban mati dan beban lainnya. Tekanan

sisa terakhir setelah kehilangan-kehilangan tekanan pratekan ini

didefinisikan sebagai pratekan efektif dan pelaksanaan pratekan

dinamakan pengubahan tekanan.

Persyaratan Bahan

Bahan-bahan untuk baja yang dipergunakan harus memenuhi syarat-syarat

yang telah ada di Indonesia mengenai jembatan baja. Bahan untuk lantai

beton harus sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan tegangan

tekan yang diijinkan untuk beton umur 28 hari. Jika mengacu pada Standar

Spesifikasi Untuk Jembatan Jalan Raya Tipe Balok gabungan No. 01/1969

maka 28 ≥ 200 kg/cm2 (untuk lantai beton) akan tetapi apabila pratekan

diberikan langsung pada lantai beton, harus memenuhi 28 ≥ 300 kg/cm2.

Sesuai dengan kemampuan pelaksanaan pada saat ini besarnya nilai 28

tersebut perlu dipertimbangkan ulang, tentunya akan lebih besar

dibandingkan dengan standar yang ditentukan pada tahun 1969.

Baja yang digunakan sebagai bagian struktur baja harus sesuai dengan

ketentuan AASHTO M 270-04 dan mempunyai sifat mekanis baja struktural

seperti dalam Tabel 3-12.

Tabel 3-12 Sifat Mekanis Baja Struktural

Jenis baja

Tegangan putus

minimum, fu

(MPa)

Tegangan leleh

minimum, fy

(MPa)

Peregangan

minimum

(%)

BJ 34 340 210 22

BJ 37 370 240 20

BJ 41 410 250 18

BJ 50 500 290 16

BJ 55 550 410 13

Page 50: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-18

Mutu baja, dan data yang berkaitan lainnya harus ditandai dengan jelas pada

unit-unit yang menunjukkan identifikasi selama fabrikasi dan pemasangan.

Catatan

- Dengan memahami uraian tersebut pada butir-butir 3.1.1, 3.1.2 dan 3.1.3

diharapkan perencana jembatan mampu menentukan tipe dan jenis jembatan

yang paling tepat untuk digunakan, dengan merujuk pemilihan bahan konstruksi

berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang bahan untuk beton, besi beton, baja

struktur dan baja prategang yang ada pada Spesifikasi Teknis yang berlaku.

- Dengan demikian diharapkan perencana jembatan mampu mendesain jembatan

dengan memanfaatkan perkembangan teknologi beton, besi beton, baja struktur

dan baja prategang yang ada pada saat ini.

3.3. PENENTUAN JUMLAH DAN PANJANG BENTANG JEMBATAN

Untuk dapat menentukan jumlah dan panjang bentang jembatan, terlebih dahulu

perlu diketahui data-data sebagai berikut:

a. panjang jembatan yang telah ditentukan,

b. tinggi ruang bebas jembatan,

c. penampang memanjang perlintasan dengan sungai (jika jembatan melintasi

sungai)

d. penampang memanjang perlintasan dengan jalan raya (jika jembatan melintasi

jalan raya)

e. penampang memanjang perlintasan dengan jalan raya (jika jembatan melintasi

jalan kereta api)

f. lebar lantai kendaraan,

g. jumlah jalur dan lajur lalu lintas,

h. kelas jembatan, dan

i. tipe dan jenis bangunan atas jembatan.

Pada data tersebut, penetapan panjang dan tinggi ruang bebas jembatan telah

dijelaskan pada Modul BDE 02 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data

Teknis - Bab 3 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Hidrologi dan

Karekteristik Sungai dan Perlintasan Lainnya. Penetapan panjang dan tinggi ruang

bebas jembatan tersebut belum dapat digunakan untuk menentukan jumlah dan

panjang bentang, terlebih dahulu harus dipertimbangkan dimana perencana

jembatan dapat menempatkan abutment, dimana dapat menempatkan pilar (jika

ada), dan bahan konstruksi apa yang harus digunakan, ditetapkan dengan berbagai

pertimbangan.

Page 51: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-19

Prinsip-prinsip penentuan jumlah dan panjang bentang jembatan yang melintasi

sungai tentu akan berbeda dengan apabila jembatan melintasi jalan raya atau jalan

kereta api. Berikut ini akan diuraikan prinsip-prinsip umum yang perlu dipahami dan

kemudian dikembangkan sendiri oleh perencana jembatan disesuaikan dengan

kondisi lapangan.

3.3.1 Jembatan Melintasi Sungai

Gambar 3-1 Jembatan Melintasi Sungai

Pada contoh gambar di atas, direncanakan pembangunan jembatan dengan

panjang L, perencana akan memilih tipe dan jenis jembatan yang akan dibuat

desainnya. Panjang jembatan L ditentukan setelah diketahui penampang

basah sungai yang dihitung berdasarkan desain banjir 50 tahun atau 100

tahun dan ruang bebas jembatan yang dibangun di atas sungai sesuai

dengan ketentuan teknis yang berlaku. Ruang bebas jembatan menurut

ketentuan teknis adalah 1.00 m untuk sungai yang tidak dilalui arus

pelayaran papal, sedangkan jika sungai tersebut digunakan untuk lalu lintas

air, tinggi ruang bebas jembatan disesuaikan dengan kebutuhan. Pertama-

tama dipertimbangkan terlebih dahulu, apakah akan memakai pilar atau

tidak; ini tergantung pada panjang jembatan serta tipe dan jenis jembatan

yang akan didesain. Sebagai contoh jika L = 80.00 meter, ada beberapa

alternatif yang dapat dipilih, yaitu:

Memilih jembatan rangka baja, terutama untung bentang-bentang besar;

misalnya dipilih jembatan rangka baja bentang = 80.00 m; atau

Page 52: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-20

UMAJAR

di atas jalan rayaRuang bebas jembatan

m5,00

Tinggi clearence

rkerasan JalanPe

Perkerasan jalan

Timbunan pilihan

engan desaind ancang sesuai p

Elevasi ujung tiang

pancang Tiang

Timbunan pilihan

Abutment

pancang Tiang

Perkerasan jalan

Abutment

Memilih kombinasi jembatan beton bertulang + jembatan rangka baja +

beton bertulang, misalnya 15.00 m (beton bertulang) + 50.00 m (rangka

baja) + 15.00 (beton bertulang); atau

Memilih kombinasi jembatan beton pratekan + jembatan rangka baja +

beton pratekan, misalnya 15.00 m (beton pratekan) + 50.00 m (beton

pratekan) + 15.00 m (beton pratekan); atau

Memilih kombinasi jembatan beton pratekan + beton pratekan + beton

pratekan, misalnya 23.00 m (beton pratekan) + 34.00 m (beton pratekan)

+ 23.00 m (beton pratekan); atau

Memilih kombinasi jembatan komposit + rangka baja + komposit,

misalnya 10.00 m (komposit) + 60.00 m (rangka baja) + 10.00 m

(komposit);

dan lain sebagainya.

3.3.2 Jembatan Melintasi Jalan Raya

Gambar 3-2 Jembatan Melintasi Jalan Raya

Pada contoh di atas, untuk melintasi jalan raya di bawahnya, diperlukan 3

bentang jembatan, yaitu bentang tepi sebelah kiri, bentang tengah dan

bentang tepi sebelah kanan dimana bentang tengah harus berada di luar

RUMAJA (Ruang Manfaat Jalan). Agar penempatan pilar tidak mengganggu

batas-batas RUMAJA, maka posisi tepi dalam dari kaki pilar tidak boleh

masuk ke wilayah RUMAJA. Batasan lain yang perlu diperhatikan adalah

ruang bebas untuk jembatan yang melintasi jalan raya adalah 5.00 m, artinya

tepi bawah jembatan minimal berada pada level 5.00 m di atas perkerasan

Page 53: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-21

jalan. Selain itu yang juga perlu diperhatikan adalah adanya program

penanganan jalan (misalnya overlay) bisa berupa peningkatan atau

pemeliharaan berkala yang mempengaruhi ketinggian perkerasan jalan di

bawah jembatan, sehingga perlu dipertimbangkan untuk mengambil ruang

bebas jembatan lebih dari 5.00 m.

Dengan ditetapkannya level tepi bawah jembatan, dapat ditentukan batas-

batas ruang yang tidak boleh ditempati oleh pilar jembatan. Dari batas-batas

ini, dengan memperkirakan lebar tepi bawah pilar, dapat ditentukan as pilar

jembatan, titik potong antara as pilar dengan tepi bawah jembatan dapat

ditetapkan sebagai batas-batas bentang tengah. Dengan demikian, setelah

batas-batas bentang tengah ditentukan, panjang bentang tengah dapat

ditetapkan. Dari sini perencana dapat menentukan tipe dan jenis jembatan

untuk bentang tengah, tergantung pada berbagai pertimbangan antara lain

ketersediaan bahan, kemudahan pelaksanaan, fungsinya sebagai bagian

dari jaringan jalan, estetika, ekonomi dan lain sebagainya. Jika tipe dan jenis

bentang tengah sudah ditentukan, tinggal memilih tipe dan jenis bentang-

bentang tepi, pertimbangannya kurang lebih sama yaitu ketersediaan bahan,

kemudahan pelaksanaan, fungsinya sebagai bagian dari jaringan jalan,

estetika, ekonomi dan lain sebagainya.

Alternatif lain, tergantung potongan melintang jalan raya yang harus dilintasi,

pada contoh di atas mungkin belum tentu diperlukan 3 bentang jembatan,

akan tetapi cukup 1 bentang jembatan, artinya tidak ada pilar untuk jembatan

ini, yang ada adalah abutment dikiri-kanan jembatan. Di sebelah luar

abutment perlu dipasang timbunan tanah setinggi ± 5.00 m di bagian dekat

abutment, direncanakan sebagai oprit (jalan pendekat), dipadatkan sesuai

spesifikasi teknis. Apakah dipilih alternatif yang terakhir, ataukah dipilih

alternatif sebelumnya, semuanya tergantung pada pertimbangan teknis dan

ekonomi.

Page 54: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-22

atas jalan kereta apiRuang bebas jembatan di

10,00 m 10,00 m

Jalur KA

6,50 m

Tinggi clearence Perkerasan jalan

Timbunan pilihan

dengan desain ancang sesuai p

Elevasi ujung tiang

pancang Tiang

Timbunan pilihan

Abutment

pancang Tiang

Perkerasan jalan

Abutment

3.3.3 Jembatan Melintasi Jalan Kereta Api

Gambar 3-3 Jembatan Melintasi Jalan Kereta Api

Pada contoh di atas, untuk melintasi jalan kereta api diperlukan jembatan

dengan panjang bentang yang tidak mengganggu ruang bebas mulai dari as

track jalan kereta api (single track) ke tepi pilar sebelah kiri minimal 10 m

dan ke tepi pilar sebelah kanan minimal 10 m, sedangkan tinggi ruang bebas

terhitung dari kepala rel ditentukan sesuai standar jalan kereta api yaitu 6.50

m. Untuk double track, jarak bebas 10 m tersebut dihitung dari as rel paling

luar. Potongan melintang pilar jembatan tidak selalu vertical akan tetapi bisa

juga miring seperti contoh di atas. Jika desain pilar ditentukan miring seperti

dalam contoh penampang memanjang jembatan di atas, maka disarankan

ruang bebas diambil dari tepi dalam kaki pilar, ditarik vertical ke atas.

Selanjutnya penjelasan tentang bentang di sebelah kiri dan sebelah kanan

bentang tengah pada prinsipnya sama dengan tersebut pada butir 3.3.2.

3.4. PENETAPAN KOMBINASI TIPE DAN JENIS BANGUNAN ATAS JEMBATAN

Pada butir 3.2 dan 3.3 telah dijelaskan bagaimana ahli perencana jembatan dapat

menentukan tipe dan jenis jembatan serta jumlah dan panjang bentang jembatan.

Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat digarisbawahi bahwa pertama-tama yang

harus dipertimbangkan adalah apakah panjang jembatan yang telah ditentukan perlu

dibag-bagi lagi ke dalam n bentang? Jika kebutuhan panjang jembatan tidak

mungkin dapat ditentukan dengan 1 bentang maka pilihannya adalah 2, 3, 4 …..

Page 55: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-23

bentang dan seterusnya. Disini penetapan tipe dan jenis bangunan atas jembatan

menjadi penting, artinya seluruh aspek mulai dari ekonomi, data lapangan yang

tersedia, panjang bentang jembatan, perkiraan daya dukung tanah, perilaku

sungai/debit banjir/potongan melintang sungai atau jalan raya atau jalan kereta api

yang akan dilintasi, estetika, kemudahan pelaksanaan, ketersediaan material (mutu

& kuantitas), lingkungan, Kelas Jalan/Kelas Jembatan, lendutan izin jika digunakan

rangka baja, kemungkinan penggunaan pilar harus dijadikan bahan pertimbangan.

Berikut ini langkah-langkah yang dapat memberikan contoh proses bagaimana

penetapan kombinasi tipe dan jenis bangunan atas dilakukan:

a. Tentukan dimana posisi bentang yang paling panjang, yang merupakan bagian

dari panjang jembatan, dan pertimbangkan apakah bangunan atas jembatan

harus diletakkan di atas abutment atau pilar, sesuai dengan bentuk penampang

melintang sungai yang harus dilintasinya.

b. Jika bangunan atas jembatan dimaksud harus diletakkan diatas 2 pilar, maka

berarti di sebelah kiri dan kanan bangunan atas tersebut terdapat bangunan-

bangunan atas jembatan dengan bentang lebih pendek.

c. Jika bangunan atas jembatan dimaksud harus diletakkan diatas abutment dan

pilar, maka berarti di salah satu sisi terdapat bangunan atas jembatan dengan

bentang yang lebih panjang dibandingkan dengan di sampingnya lagi yang

ditempatkan bangunan atas jembatan yang mungkin lebih pendek. Semuanya

tergantung dengan bentuk penampang melintang sungai yang harus dilintasinya.

d. Jika bentang panjang = 35 m.

Ada beberapa tipe dan jenis bangunan atas yang dapat dipilih, yaitu:

a. Girder I beam – lantai komposit, pre-tensioned prestressed concrete, statis

tertentu.

b. Girder I beam – lantai komposit, post-tensioned prestressed concrete, statis

tertentu.

c. Gelegar T – post-tensioned prestressed concrete, statis tertentu.

d. Gelegar box monolitik, pre-tensioned prestressed concrete, statis tertentu.

e. Rangka baja Australia.

f. Rangka baja Austria.

Pertimbangan yang digunakan dalam memilih alternatif-alternatif di atas telah

dijelaskan dalam sub-bab sebelumnya. Jika tipe dan jenis untuk bentang panjang

Page 56: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-24

telah dipilih, untuk menentukan tipe dan jenis bangunan mana yang akan digunakan

untuk bentang-bentang jembatan di sebelah kiri dan atau sebelah kanan bentang

panjang ini. Ini tergantung pada berapa panjang bentang yang dibutuhkan. Misalnya

bentang jembatan yang diperlukan untuk sebelah kiri atau sebelah kanan bentang

panjang adalah 12.00 m. Maka tipe dan jenis bangunan atas yang dapat dipilih

adalah sebagai berikut:

a. Beton bertulang

Pelat beton berongga.

Kanal pracetak.

Gelagar beton T.

Gelagar beton box.

b. Beton prategang

Segmen pelat

Segmen pelat berongga.

Segmen komposit dengan lantai beton rongga tunggal;

Segmen komposit dengan lantai beton box berongga;

Girder I beam – lantai komposit, pre-tensioned prestressed concrete, statis

tertentu.

Tipe dan jenis yang mana yang akan dipilih tergantung pada berbagai

pertimbangan: ketersediaan bahan, kemudahan pelaksanaan, fungsinya sebagai

bagian dari jaringan jalan, estetika, ekonomi dan lain sebagainya.

3.5. PEMILIHAN TIPE DAN JENIS EXPANSION JOINT DAN PERLETAKAN

JEMBATAN

3.5.1 Pemilihan Tipe dan Jenis Expansion Joint (Sambungan Siar Muai)

Yang dimaksud dengan expansion joint adalah sambungan pada lantai

jembatan yang berfungsi untuk mengakomodir pergerakan atau deformasi

lantai jembatan yang diakibatkan oleh pengembangan atau penyusutan

akibat panas, susut dan rangkak beton, ataupun oleh kondisi pembebanan;

Expansion joint terbuat dari logam, karet, aspal karet (rubbertic asphalt),

bahan pengisi (filler) atau bahan penutup (sealant) yang digunakan untuk

sambungan antar struktur dan sesuai dengan gambar rencana.

Page 57: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-25

Persyaratan Bahan

Struktur Expansion Joint

Jenis struktur expansion joint bergantung pada jenis pergerakan struktur

yang disambungkan. Jenis-jenis struktur expansion joint terdiri dari tipe

expansion joint terbuka yang berbentuk pelat atau siku, baja bergerigi

(steel finger joint) dan tipe expansion joint yang tertutup seperti karet atau

jenis asphaltic plug.

Expansion Joint Tipe Terbuka

Bahan jenis expansion joint tipe ini berbentuk pelat, baja siku dan baja

bergerigi, merupakan bahan yang dapat menahan perubahan temperatur

dan perilaku struktur jembatan sesuai dengan gambar rencana. Jenis

sambungan yang menggunakan baja dan baut angkur tersebut dibuat

dengan mengacu pada AASHTO M.120-81 dan dilindungi terhadap

korosi. Lihat sketsa di bawah:

Gambar 3-4 Gambar Expansion Joint Type Terbuka dan Tertutup

Expansion joint yang menggunakan bahan seperti karet atau aspal karet

harus dapat menahan pergerakan struktur secara longitudinal,

transversal dan rotasi. Bahan tersebut juga harus fleksibel, menahan air,

tahan terhadap cuaca, dapat menahan beban dinamis kendaraan dan

dapat memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan.

Bahan expansion joint tipe tertutup jenis asphaltic plug, terdiri atas

rubberised bitumen binder, single size agregat, pelat baja dan angkur.

Bitumen binder merupakan campuran dari bitumen, polymer, filler dan

Expansion Joint Tipe Terbuka Expansion Joint Tipe Tertutup

Page 58: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-26

surface active agent. Agregat merupakan single size yang mempunyai

kekerasan setara dengan basalt, gritstone, gabbro atau kelompok granit.

Batuan yang digunakan harus bersih, berbentuk kubus (cubical) dengan

ukuran antara 14-20 mm dan tahan terhadap temperatur sampai 150

derajat Celcius.

Pelat baja yang digunakan sebagai dasar expansion joint jenis ini harus

dapat menahan dampak pemuaian akibat panas yang ditimbulkan pada

saat pelaksanaan dan mempunyai tebal dan lebar yang sesuai dengan

ukuran celah sambungan.

Ketebalan expansion joint jenis asphaltic plug bergantung pada ukuran

celah sambungan dan besarnya pergerakan dengan tebal minimum 75

mm dan lebar minimum terisi oleh bahan asphaltic plug 400 mm.

Bahan expansion joint yang menggunakan penutup karet terdiri atas

epoksi resin mortar yang mempunyai flexural strength minimal 5 MPa.

Untuk menahan geser di dalam epoxy resin mortar diberi CFRP (Carbon

Fibre Reinforced Plastic), Joint Sealant Rubber yang mempunyai

elongation lebih dari 300% dan aging test dengan variasi tensile strength

sekitar 20%, elongation 20% dan hardness lebih kecil dari 10 Hs.

Hubungan antara epoxy resin dan joint sealant rubber harus digunakan

bahan perekat yang mempunyai elongation lebih dari 100% dan tensile

strength lebih besar dari 5 Mpa.

Expansion Joint Tipe Khusus

Expansion joint tipe khusus ini pada umumnya digunakan untuk

pergerakan struktur yang cukup besar. Bahan untuk jenis sambungan ini

bergantung pada pergerakan struktur, ukuran celah sambungan, tingkat

kepentingan struktur jembatan. Apabila digunakan bahan dari produk

tertentu, maka harus dilengkapi dengan sertifikat mutu dari pabrik

pembuat.

Bahan Pengisi Sambungan (filler)

Bahan pengisi sambungan harus terbuat dari jenis bahan yang kenyal

dan sesuai dengan SNI 03-4432-1997 atau SNI 03-4815-1998.

Bahan Penutup Sambungan (Sealer)

Page 59: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-27

Spesifikasi bahan yang digunakan sebagai penutup celah sambungan

horisontal harus sesuai dengan SNI 03-4814-1998 dan sebagai alternatif,

bahan penutup dapat juga terbuat dari bitumen karet yang dicor panas

seperti Expandite Plastic Grade 99. Untuk celah sambungan yang

posisinya vertikal atau miring harus ditutup dengan jenis sambungan

Expandite Plastic, dempul bitumen, Thioflex 600 yang terdiri dari dua

bagian persenyawaan polysulfida.

Campuran bahan yang digunakan sebagai bahan dasar sambungan (joint

priming compound) harus sesuai dengan saran pabrik bahan penutup

yang dipilih.

Bahan dasar untuk sambungan (primer) dan penutup sambungan

(sealant) dan penggunaannya harus sesuai dengan petunjuk pabrik

pembuat.

Contoh Tipe-tipe Lainnya dari Expansion Joint

TENSA GRIP SILENT – Expansion

MODULAR Expansion Joint

System

Page 60: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-28

Gambar 3-5 Gambar Tipe-tipe Lainnya dari Expansion Joint

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam memilih expansion joint

Tidak ada benda keras yang masuk ke dalam sambungan.

Dibuat dari material yang awet/tahan lama.

Page 61: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-29

Mudah diperiksa dan dipelihara, bagian-bagian yang dapat aus harus

mudah diganti.

Tidak menimbulkan bunyi yang keras atau getaran pada saat dilewati

kendaraan.

Harus diberi sarana anti gelincir/slip pada permukaannya, jika lebar

sambungan dalam arah memanjang cukup besar.

Harus kedap air, untuk menghindarkan tertampungnya air, tanah,

pasir dan kotoran (hanya untuk expansion joint tertutup).

Pemilihan Tipe Expansion Joint

Lihat Tabel 3-13 tersebut di bawah.

Tabel 3-13 Tipe Expansion Joint dan Batas Penggunaannya

Tipe Joint

Batas Penggunaan

Catatan

Tipe Jembatan Batas Pemanjangan

Cut Dummy Beton Bertulang 0 Hanya fixed support

Joint Beton Prestress 0 Hanya fixed support

Cut Off Joint

Rangka Baja Lebih dari 50 mm Termasuk fixed support

Beton Bertulang Lebih dari 50 mm Termasuk fixed support

Beton Prestress Lebih dari 50 mm Termasuk fixed support

Steel Finger Rangka Baja Lebih dari 0 mm Termasuk fixed support

Joint Beton Bertulang Lebih dari 20 mm Termasuk fixed support

Beton Prestress Lebih dari 20 mm Termasuk fixed support

Rubber Joint

Rangka Baja Dari 20 mm – 75 mm Termasuk fixed support

Beton Bertulang Dari 20 mm – 75 mm Termasuk fixed support

Beton Prestress Dari 20 mm – 75 mm Termasuk fixed support

Sumber : National Expressway Practice in Japan 5. Brigde Nihon Doro Kodan, 1976

Page 62: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-30

3.5.2 Pemilihan Tipe dan Jenis Perletakan (Landasan) Jembatan

Yang dimaksud dengan perletakan jembatan atau sekarang lazim disebut

landasan jembatan adalah elemen jembatan yang meneruskan beban dari

bangunan atas ke bangunan bawah jembatan;

Perletakan jembatan terbuat dari baja (bisa berbentuk landasan lapisan pelat

baja atau landasan logam) atau elastomer (bantalan karet) untuk menopang

gelagar, pelat atau rangka baja.

Perletakan harus mampu menahan:

Tekanan yang tinggi

Susut dan muai akibat perubahan temperatur

Pengaruh lendutan gelagar / rangka jembatan

Mengurangi efek getaran akibat beban hidup

Umumnya salah satu ujung balok gelagar adalah perletakan tetap (sendi),

dan ujung lainnya adalah perletakan yang bebas bergerak dalam arah

memanjang (rol). Akan tetapi pada perletakan dari karet atau neoprene

kedua ujung tersebut dapat bergerak ke segala arah dalam batas tertentu.

Jika perletakan tidak berfungsi, maka kerusakan akan timbul pada perletakan

dan juga pada bagian lain konstruksi.

Oleh karena itu, perletakan harus :

Bersih dan drainasenya baik

Diberi pelumas dengan cukup

Tersedia cukup tempat untuk bergerak

Terletak pada posisinya dengan baik dan tidak bergeser

Tidak berubah bentuk secara berlebihan yang dapat mengakibatkan

pecah/rusak (karet atau neoprene)

Bidang geser tidak rusak atau berlubang akibat korosi

Duduk dengan baik, dengan baut pengikat yang cukup bebas agar dapat

bergerak.

Tempat kedudukannya tidak rusak

Bagian logam tidak retak atau melengkung

Page 63: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-31

Persyaratan Perletakan (Landasan) Jembatan

Baja untuk Landasan

Lapisan Pelat Baja

Lapisan penulangan pelat baja untuk bantalan landasan dibuat

dengan memenuhi AASHTO M 183-98. Tepi-tepi pelat dikerjakan

dengan rapi untuk menghindari penakikan. Pelat terbungkus penuh

dalam elastomer untuk mencegah korosi.

Landasan Logam

Landasan logam merupakan landasan blok berongga (pot), geser

(sliding), rol (roller), sendi (knuckle), goyang (rocker), yang

pemasangannya disetel, terdiri dari bahan yang memenuhi spesifikasi

AASHTO yang berkaitan.

Selanjutnya lihat sketsa berikut:

Gambar 3-6 Gambar Landasan Tetap dan Bergerak

Gambar 3-7 Landasan Elastomer dengan Perkuatan Baja

Page 64: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-32

Gambar 3-8 Gambar Landasan dengan Penahan

Gambar 3-9 Gambar Landasan Pot Elastomer

Catatan : Gambar-gambar 3-4 s/d 3-9 diambil dari Panduan Pemeriksaan Jembatan – Sistem Manajemen Jembatan Edisi 2006 – JICA & Puslitbang Jalan dan Jembatan, dan dari Internet

Perletakan (Landasan) Baja

Elastomer untuk Landasan

Elastomer yang digunakan dalam landasan jembatan mengandung baik

karet alam maupun karet chloroprene sebagai bahan baku polymer.

Karet yang diolah kembali atau karet vulkanisir tidak boleh digunakan.

Bahan elastomer, sebagaimana yang ditentukan dari pengujian,

disyaratkan untuk memenuhi ketentuan Tabel 3-14.

Page 65: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-33

Tabel 3-14 Ketentuan Bahan Elastomer

Pengujian Metode ASTM Ketentuan

Kuat Tarik D 412 min.1690 MPa

Pemuluran sampai putus D 412 min.350 %

Pengaturan Tekan, 22 jam pada 67oC

D 395 (metode B)

maks.25 %

Kuat Sobek D 624 (Die C)

min.1,3 MPa

Kekerasan (Shore A) D 2240 65 + 5

Ketahanan terhadap Ozone, regangan 20 %, 100 jam

pada 38 + 10 C

D 1149 (kecuali 100 + 20 bagian

per 100.000.000)

Tidak ada keretakan

Kekakuan pada temperatur rendah, Modulus Young pada 35 oC

D 797 maks.35 MPa

Kerapuhan pada temperatur rendah, 5 jam pada – 40 oC

D 736 Memenuhi

Setelah pengujian percepatan penuaan (aging) sesuai dengan ASTM

D573 selama 70 jam pada 1000C, maka elastrometer tidak boleh

menunjukkan kemunduran yang melebihi Tabel 3-15

Tabel 3-15 Kemunduran Elastomer Setelah Pengujian Percepatan Penuaan

Kuat tarik, % perubahan maks.15

Pemuluran sampai putus 50 % (tetapi tidak kurang dari 300 %

pemuluran total bahan)

Kekerasan maks.10 angka

Pelekatan antara elastomer dengan logam harus sedemikian rupa hingga

bilamana diuji untuk pemisahan, tidak terjadi kerusakan pada elastomer

atau antara elastomer dengan logam. Bahan polymer dalam paduan

elastomer harus berupa karet dan tidak boleh kurang dari 60% volume

total landasan.

Page 66: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-34

RANGKUMAN

a. Bab 3 ini menjelaskan pemilihan tipe dan jenis bangunan atas jembatan, expansion

joint dan perletakan jembatan

b. Untuk jembatan dengan bentang-bentang 5 – 30 m dapat dipilih jenis beton bertulang

dengan tipe bervariasi mulai dari tipe pelat, pelat berongga, kanal pracetak, gelagar T

atau gelagar box, tergantung dari panjang bentang yang akan digunakan.

c. Untuk jembatan dengan bentang 16 – 50 m dapat dipilih jenis beton prategang dengan

tipe bervariasi mulai dari gelagar I dengan lantai komposit, gelagar I pra peregangan

dengan lantai komposit, gelagar T pasca peregangan, gelagar box pasca para

peregangan dengan lantai komposit, atau gelagar box monolitik dalam bentang

sederhana, tergantung dari panjang bentang yang akan digunakan.

d. Untuk jembatan-jembatan bentang panjang 35 s/d 100 m, dapat digunakan jembatan

rangka baja, dalam modul ini perencanaan jembatan rangka baja tidak dibahas karena

berada di luar cakupan ahli muda perencana jembatan.

e. Di dalam modul ini juga dijelaskan bagaimana cara menentukan jumlah dan panjang

bentang jembatan apabila jembatan dibuat melintasi sungai, melintasi jalan raya atau

melintasi jalan kereta api.

f. Kemudian juga dijelaskan bagaimana memilih tipe dan jenis expansion joint dan

perletakan jembatan dalam rangka melengkapi elemen-elemen perencanaan

bangunan atas jembatan.

Page 67: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-35

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI

Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya

tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan

dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :

INA.5212.113.01.03.07 : Merencanakan bangunan atas jembatan dan/atau menerapkan

standar-standar perencanaan teknis jembatan

Soal :

No. Elemen Kompetensi / KUK (Kriteria Unjuk

Kerja) Pertanyaan

Jawaban:

Ya Tdk

Apabila ”Ya” sebutkan butir-

butir kemampuan anda

1. Menetapkan lebar lantai kendaraan, jumlah jalur dan lajur lalu lintas, dan kelas jembatan

Sudah dibuat soalnya di Bab 2

2. Memilih tipe dan jenis bangunan atas jembatan, expansion joint dan perletakan jembatan

2.1. Tipe dan jenis bangunan atas jembatan dipilih sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan

2.1. Apakah anda mampu memilih tipe dan jenis bangunan atas jembatan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan?

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

2.2. Jumlah dan panjang bentang jembatan ditentukan sesuai dengan persyaratan teknis yang

2.2. Apakah anda mampu menentukan jumlah dan panjang bentang jembatan sesuai dengan persyaratan

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

Page 68: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-36

ditentukan teknis yang ditentukan?

2.3. Kombinasi tipe dan jenis bangunan atas jembatan ditentukaan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan

2.3. Apakah anda mampu menentukan kombinasi tipe dan jenis bangunan atas jembatan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

2.4. Tipe dan jenis expansion joint dan perletakan jembatan dipilih sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan

2.4. Apakah anda mampu memilih tipe dan jenis expansion joint dan perletakan jembatan?

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

Page 69: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-1

BAB 4

PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN

MENGACU PADA STANDAR PERENCANAAN

4.1 Umum

Ada 2 kriteria pembebanan yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan

perencanaan pembebanan, yaitu berdasarkaan Pedoman Pembebanan Jalan Raya

SKBI – 1.3.28.1987 – UDC 624.042 : 62421 dan BMS7-C2-Bridge Design Code 1992

yang secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut:

No. Pembe-banan

SKBI – 1.3.28.1987 – UDC 624.042 : 62421

BMS7-C2-Bridge Design Code 1992

1. Lalu lintas SKBI – 1.3.28.1987 tidak mengatur pembebanan lalu lintas berdasarkan kelas jembatan, akan tetapi menyebutkan ada beban penuh (100% beban D dan 100% beban T) dan beban tidak penuh (70% beban D dan 70% beban T, 50% beban D dan 50% bebanT)

Beban tidak penuh untuk jembatan semi permanent, jembatan di bawah standard dan jembatan sementara.

Pembebanan lalu lintas pada jembatan Kelas A dan Kelas B adalah 2 jalur penuh ditambah jalur tidak penuh di kedua sisi jalan.

Penggunaan beban hidup 100 % beban D dan beban 100% beban T

Ditambahkan pengaruh lain jika diketahui.

2. Trotoar Beban hidup untuk konstruksi trotoir ditentukan 500 kg/m2

Pembebanan untuk Kelas A = 2 kPa s/d 5 kPa, sedangkan untuk Kelas B - Nil.

3. Angin Diperhitungkan sebesar 150 kg/m2 Desain beban angin

Maksimal : 35 m/s.

Beban Layan : 30 m/s.

4. Gempa Harus mengikuti Buku Petunjuk Perencanaan Tahan Gempa Untuk Jalan Raya 1986

Koefisien gempa = 0,2 sesuai dengan spesifikasi kontrak.

5. Temperatur Pada bangunan beton, perbedaan suhu maksimum – minimum = 300 C, antara bagian-bagian jembatan = 150

C.

Pada bangunan baja, perbedaan suhu maksimum – minimum = 150 C, antara bagian-bagian jembatan < 100

C, tergantung dimensi penampang

Bangunan atas dianggap terletak diatas permukaan air banjir, temperatur :

Minimum : 15ºC

Maksimum : 40 ºC

Page 70: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-2

SKBI – 1.3.28.1987 tersebut di atas telah disahkan menjadi Standar Nasional

Indonesia (SNI) dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/89,

sedangkan pengembangan selanjutnya yang dirintis mengacu pada BMS7-C2-Bridge

Design Code 1992 sekarang sedang dalam proses Rancangan SNI. Namun untuk

mengantisipasi pengembangan tersebut, agar modul ini tidak cepat out of date, akan

diupayakan untuk mengikuti sejauh mungkin referensi yang ada yaitu Rancangan 3

Pedoman Konstruksi dan Bangunan – Standar Pembebanan Untuk Jembatan.

Sampai dengan pemberlakuan SKBI – 1.3.28.1987 perencanaan jembatan dilakukan

dengan cara perencanaan “tegangan kerja” KBL (keadaan batas daya layan – working

stress design) atau perencanaan cara elastis. Maksud utama cara ini adalah untuk

menyatakan pengaruh beban melalui tegangan ijin yang merupakan fraksi tertentu

terhadap kuat leleh baja atau kuat ultimit beton. Faktor keamanan runtuh sudah

tercakup dalam fraksi tersebut. Teori elastis dengan demikian tidak

mempertimbangkan perilaku struktural melewati batas plastis.

Penerapan faktor beban dalam peraturan beban jembatan BMS 1992 - BMS7-C2-

Bridge Design Code 1992 mempertimbangkan perilaku struktural secara plastis KBU

(keadaan batas ultimit atau runtuh). Maksud utama cara ini adalah untuk menyatakan

kapasitas daya pikul ultimit akibat beban yang bekerja, dengan cara modifikasi beban

oleh faktor keamanan. Kapasitas ultimit teoritis atau nominal dimana tegangan

mendekati runtuh (tegangan leleh baja), direduksi oleh faktor reduksi bahan. Beban

yang bekerja dikalikan dengan faktor beban secara masing-masing dan faktor beban

untuk kombinasi beban. Hasil akhir adalah mempertahankan tegangan dalam rentang

elastis. Dengan demikian KBU mengikuti teori kekuatan ultimit dan teori elastis.

KBU diadopsi oleh BMS karena pertimbangan kecermatan pelaksanaan dan

perencanaan. Mengingat faktor keamanan KBU mencakup beban dan bahan, tidak

hanya bahan seperti dalam KBL, maka perencanaan jembatan menghasilkan

keseragaman kapasitas beban hidup. Ini penting dalam perijinan beban hidup lebih

atau ”ekstralegal” pada jembatan. Dalam KBU beban hidup rencana mwakili langsung

beban hidup lebih.

Dalam KBL, kapasitas daya pikul diperhitungkan dengan faktor keamanan sama untuk

beban mati dan beban hidup. Kapasitas beban lebih diperhitungkan dengan tegangan

lebih tinggi (berarti faktor keamanan lebih kecil) dari tegangan perencanaan.

Pergantian tingkat tegangan memberikan kapasitas beban hidup dari dua sumber:

Kapasitas beban hidup rencana semula yang ditingkatkan oleh tegangan ijin lebih

besar, dan

Page 71: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-3

Kapasitas beban mati yang ditingkatkan setaraf tetapi tidak diperlukan untuk

memikul beban mati tambahan.

Rasio beban mati terhadap beban hidup dalam struktur bervariasi, yaitu relatif tinggi

untuk beton dan relatif rendah untuk baja.

Kapasitas beban mati lebih berasal dari perhitungan kapasitas beban hidup dalam

KBL menyebabkan variasi dalam perijinan kapasitas beban pada suatu ruas jalan,

karena tipe jembatan berbeda satu dengan yang lain. Jembatan dengan kapasitas

terkecil menentukan perijinan lebih, sehingga kapasitas lebih dari jembatan lain dalam

ruas jalan tidak termanfaatkan. Penggunaan KBU mencegah terjadinya hal tersebut.

4.1.1 Standar Perencanaan Pembebanan menurut BMS7-C2-Bridge Design

Code 1992

Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri dari beban lajur “D” dan

beban truk “T”. Beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan

dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu

iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur “D” yang

bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.

Beban truk “T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan

pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua

bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda

kendaraan berat. Hanya satu truk “T” diterapkan per lajur lalu lintas rencana.

Secara umum beban “D” akan menentukan dalam perhitungan yang

mempunyai bentang mulai dari sedang sampai panjang, sedangkan beban

“T” digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan.

Dalam keadaan tertentu beban “D” yang telah diturunkan harganya mungkin

bisa diizinkan.

Pembebanan dan aksi

Pembebanan dan aksi ini selain digunakan dalam perencanaan jembatan

jalan raya, juga digunakan dalam perencanaan jembatan, termasuk

bangunan-bangunan sekunder yang terkait dengannya.

Menurut lamanya aksi bekerja, aksi-aksi tersebut terbagi menjadi:

Aksi tetap

Page 72: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-4

Aksi yang bekerja sepanjang waktu dan bersumber pada sifat bahan

jembatan, cara struktur tersebut dibangun dan bangunan lain yang

mungkin menempel pada jembatan. Yang termasuk aksi ini adalah :

Berat sendiri

Beban mati

Tekanan tanah

Pengaruh rangkak dan susut

Aksi transient

Aksi ini bekerja untuk waktu yang pendek, walaupun mungkin terjadi

seringkali. Aksi ini terbagi beberapa kelompok menurut sumber, yaitu :

Beban Lalu-lintas

Beban Truk T

Gaya Rem

Beban Tumbukan

Aksi lingkungan

Aksi ini bekerja karena kondisi lingkungan, yang terdiri dari :

Beban angin

Pengaruh gempa

Pengaruh temperatur

Aksi-aksi lainnya

Aksi-aksi lainnya, antara lain :

Gesekan pada perletakan

Pengaruh getaran

Beban pelaksanaan

Klasifikasi aksi ini digunakan apabila aksi-aksi rencana digabung satu

sama lainnya untuk mendapatkan kombinasi pembebanan yang akan

digunakan dalam perencanaan jembatan. Kombinasi beban rencana

dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok yaitu

Kombinasi dalam batas layan

Kombinasi dalam batas ultimate

Berat sendiri

Page 73: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-5

Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan

elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap

tetap. Berat nominal dan nilai terfaktor dari berbagai bahan dapat diambil

dengan mengacu pada faktor beban, Tabel 4-1.

Tabel 4-1. : Berat Sendiri

Bahan

Berat Isi (kN/m3)

Kerapatan

massa (kg/m3)

Lapisan Permukaan Beraspal 22.0 2240

Timbunan Tanah dipadatkan 17.2 1760

Kerikil dipadatkan 18.8 – 22.7 1920 – 2320

Aspal Beton 22.0 2240

Beton 22.0 – 25.0 2240 – 2560

Beton Bertulang 23.5 – 25.5 2400 – 2600

Beton Prategang 25.0 – 26.0 2560 – 2640

Batu Pasangan 23.5 2400

Beban mati tambahan

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang terbentuk suatu

beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin

besamya berubah selama umur jembatan, seperti :

Pelapisan kembali permukaan aspal.

Sarana umum seperti pipa air bersih dan pipa air kotor.

Beban tekanan tanah (earth pressure)

Tekanan tanah lateral tergantung pada besaran-besaran tanah.

Pengaruh air tanah harus diperhitungkan.

Pada bagian di belakang dinding penahan tanah harus diperhitungkan

adanya beban tambahan yang bekerja apabila beban lalu lintas

kemungkinan bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif teoritis.

Page 74: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-6

Besarnya beban tambahan ini adalah setara dengan beban tanah setebal

0,6 m * (untuk menghitung tekanan tanah lateral).

Gaya akibat penyusutan (shrinkage) dan rangkak (creep)

Pengaruh penyusutan dan rangkak harus diperhitungkan dalam perencanaan

jembatan-jembatan beton. Pengaruh ini dihitung dengan menggunakan

beban mati dari jembatan. Apabila pengaruh rangkak dan penyusutan bisa

mengurangi pengaruh muatan lainnya, maka harga dari rangkak dan

penyusutan tersebut diambil minimum.

Beban lalu-lintas

Beban kendaraan rencana terdiri dari tiga komponen :

Komponen vertikal

Komponen rem

Komponen sentrifugal (untuk jembatan melengkung)

Beban lalu lintas untuk rencana jembatan jalan raya terdiri dari pembebanan

lajur D dan pembebanan truk T. Pembebanan D akan menentukan untuk

bentang sedang sampai panjang, dan pembebanan T akan menentukan

untuk bentang pendek dan sistem lantai.

Beban lajur D

Beban lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata (UDL) yang digabung

dengan beban garis (KEL).

Beban terbaqi rata / Uniformly Distributed Load (UDL)

Beban terbagi rata (UDL) mempunyai intensitas q kPa, dimana

besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani (L) sebagai

berikut :

i. Untuk L <= 30 meter maka : q = 8,0 kPa ....... ± 800 kg/m2

ii. Untuk L > 30 meter maka : q = 8,0 (0,5 +15/L) kPa .... ± 800

(0,5 +15/L) kg/m2 .

Panjang yang dibebani L adalah panjang total UDL yang bekerja

pada jembatan. UDL mungkin harus dipecah menjadi panjang-

panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada

jembatan menerus atau bangunan khusus. Dalam hal ini L adalah

Page 75: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-7

jumlah dari masing-masing panjang beban yang dipecah seperti

terlihat dalam Gambar 4-2.

Beban garis / Knife Edge Load (KEL)

Satu KEL dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus

dari arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p = 44,0

kN/m.

Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan

menerus, KEL kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi

dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.

Gambar 4-1 : Beban Merata (UDL)

Gambar 4-2 : Beban D terhadap bentang yang dibebani

Penyebaran beban D pada arah melintang

Intensitas p kN/m

90Arah lalu lintas

Beban garis

Beban tersebar merata

Intensitas q kPa

Page 76: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-8

Beban D harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa

sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-

komponen UDL dan KEL dari beban D pada arah melintang harus

sama.

Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m,

maka beban “D” harus ditempatkan pada dua jalur lalu-lintas rencana

yang berdekatan, dengan intensitas 100 %.

Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban “D” harus

ditempatkan pada dua lajur lalu-lintas rencana yang berdekatan,

dengan intensitas 100%. Hasilnya adalah beban garis ekivalen

sebesar 5,5 q kN/m dan beban terpusat ekivalen sebesar 5,5 p kN,

kedua-duanya bekerja berupa (STRIP) pada jalur selebar 5,5 m. Lajur

lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana

saja pada jalur jembatan. Beban “D” tambahan harus ditempatkan

pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %.

Susunan pembebanan ini bisa dilihat dalam Gambar 4-3 seperti

berikut ini :

Gambar 4-3.: Penyebaran Pembebanan pada arah melintang

Luas jalur yang ditempati median yang dimaksud harus dianggap

bagian jalur dan dibebani dengan beban yang sesuai, kecuali apabila

median tersebut terbuat dari penghalang lalu-lintas tetap.

Intensitas q

Intensitas q 100 %

b

5,5 m

b

b lebih besar dari 5,5 m – Susunan alternatif

b lebih kecil dari 5,5 m

5,5 m

100 % 50 %

Page 77: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-9

Beban truk T

Pembebanan truk T terdiri dari kendaraan truk semi trailer yang

mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar 4-4.

Berat dari masing masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama

besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan

lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 meter

sampai 9,0 meter untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah

memanjang jembatan.

Posisi dan penyebaran pembebanan truk T dalam arah melintang

Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada

satu kendaraan truk T yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu-

lintas rencana.

Gambar 4-4. : Pembebanan Truk.

Pembebanan lalu-lintas yang dikurangi

Dalam keadaan khusus dengan persetujuan Instansi yang berwenang,

pembebanan “D” setelah dikurangi menjadi 70 % bisa digunakan. Faktor

sebesar 70 % ini diterapkan untuk UDL, KEL dan gaya sentrifugal yang

dihitung dari UDL dan KEL.

5 m 4 s/d 9 m 0.5 0.5

2.75 m

1.75

50 kN 200 kN 200 kN

100 kN

20 cm

50 cm

20 cm

20 cm

1.25 cm

1.25cm 50 cm

50 cm

50cm 100 kN

20 cm

20 cm

20 cm

100 kN 25 kN

25 kN

100kN

2.75 m

Page 78: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-10

Faktor pengurangan sebesar 70 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan

truk “T” atau gaya rem pada arah memanjang jembatan.

Faktor pembebanan dinamis (DLA)

Faktor beban dinamis (DLA) merupakan interaksi antara kendaraan yang

bergerak dengan jembatan. Besarnya DLA tergantung kepada frekuensi

dasar dari suspensi kendaraan berat, biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk

kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan. Untuk

perencanaan DLA dinyatakan sebagai beban statis ekivalen.

Besarnya KEL dari pembebanan lajur “D” dan beban roda dari Pembebanan

Truk “T” harus dengan harga KEL yang cukup untuk memberikan terjadinya

interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya nilai

tambah ini (DLA) dinyatakan dalam fraksi dari beban statis. DLA ini

diterapkan pada keadaan batas layan dan batas ulitimate.

Untuk Pembebanan “D”, DLA merupakan fungsi dari panjang bentang

ekivalen seperti tercantum dalam Gambar 4-5 Untuk bentang tunggal

panjang bentang ekivalen diambil sama dengan panjang bentang

sebenarnya. Untuk bentang menerus panjang bentang ekivalen L diberikan

dengan rumus :

maxLLL avE

dimana :

Lav = panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang

disambungkan secara menerus.

Lmax = panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang

yang disambung secara menerus.

Page 79: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-11

Gambar 4-5.: Faktor Beban Dinamis pada Beban KEL.

Untuk pembebanan Truk “T”: DLA diambil 0.3

Harga DLA yang dihitung digunakan pada seluruh bagian bangunan yang

berada diatas permukaan tanah.

Untuk bagian bangunan bawah dan fundasi yang berada dibawah garis

permukaan, harga DLA harus diambil sebagai peralihan linier dari harga

padas garis permukaan tanah sampai nol pada kedalaman 2 m.

Untuk bagian bangunan yang terkubur, seperti halnya gorong-gorong dan

struktur baja tanah, harga DLA jangan diambil kurang dari 0,4 untuk

kedalaman nol dan jangan kurang dari 0,1 untuk kedalaman 2 m. Untuk

kedalaman antara bisa diinterpolasi liniar. Harga DLA yang digunakan untuk

kedalaman yang dipilih harus diterapkan untuk bangunan seutuhnya.

Gaya rem

Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan

sebagai gaya dalam arah memanjang dan dianggap bekerja pada

permukaan lantai jembatan.

Sistem penahan harus direncanakan untuk menahan gaya memanjang

tersebut.

Tanpa melihat berapa besamya lebar bangunan, gaya memanjang yang

bekerja harus diambil dari Gambar 6. Panjang dari bangunan yang diambil

harus sesuai dengan panjang sehubungan sistim penahan memanjang yang

Page 80: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-12

diusulkan. Umumnya, sistem penahan akan berkaitan dengan suatu panjang

lantai menerus antara sambungan pergerakan.

Dalam memperkirakan pengaruh gaya memanjang terhadap perletakan dan

bangunan bawah jembatan, maka gesekan atau karakteristik perpindahan

geser dari perletakan ekspansi dan kekakuan bangunan bawah harus

diperhitungkan.

Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa beban lalu lintas vertikal yang

bersangkutan. Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi

pengaruh dari gaya rem (seperti pada stabilitas guling dari pangkal

jembatan), maka faktor beban ultimate terkurangi sebesar 0,4 boleh

digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal.

Gaya Sentrifugal

Untuk jembatan yang mempunyai lengkung horisontal harus diperhitungkan

adanya gaya sentrifugal akibat pengaruh pembebanan lalu-lintas untuk

seluruh bagian bangunan.

Beban lalu-lintas dianggap bergerak pada kecepatan tiga per empat dari

kecepatan rencana untuk jalan. Gaya sentrifugal harus bekerja secara

bersamaan dengan pembebanan “D” atau “T” dengan pola yang sama

sepanjang jembatan. Fraksi beban dinamis jangan ditambahkan pada gaya

sentrifugal tersebut.

Gaya sentrifugal dianggap bekerja pada permukaan lantai dengan arah

keluar secara radial dan harus sebanding dengan pembebanan total pada

suatu titik berdasarkan rumus:

Page 81: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-13

TTR Tr

VT

2

006,0

dimana : TTR = gaya sentrifugal yang bekerja pada bagian jembatan TT = pembebanan lalu-lintas total yang bekerja pada bagian

yang sama (TTR dan TT mempunyai satuan yang sama) V = kecepatan lalu-lintas rencana (km/jam) R = jari-jari tengkungan (m)

Pembebanan untuk pejalan kaki

Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung

memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa.

Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus

direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani. Luas

yang dibebani adalah luas yang terkait dengan elemen bangunan yang

ditinjau. Untuk jembatan, pembebanan lalu-lintas dan pejalan kaki jangan

diambil secara bersamaan pada keadaan batas ultimate. Apabila trotoar

memungkinkan bisa digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka

trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar

20 kN.

Pengaruh temperatur

Variasi pada temperatur jembatan rata-rata

Variasi temperatur jembatan rata-rata digunakan dalam menghitung

pergerakan pada sambungan pelat lantai, dan untuk menghitung beban

akibat terjadinya pengekangan dari pergerakan tersebut. Variasi

temperatur rata-rata berbagai tipe bangunan jembatan dibedakan dalam

Tabel 4-2. Besamya harga koefisien perpanjangan dan modulus

elastisitas yang di gunakan untuk menghitung besarnya pergerakan dan

gaya yang terjadi diberikan dalam Tabel 4-3. Perencana harus

menentukan besamya temperatur jembatan rata-rata yang diperlukan

untuk memasang expansion joint, perletakan dan lain sebagainya, dan

harus memastikan bahwa temperatur tersebut tercantum dalam gambar

rencana.

Page 82: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-14

Tabel 4-2. : Temperatur jembatan rata-rata nominal.

Type bangunan atas Temperatur

jembatan rata-rata minimum (1)

Temperatur jembatan rata-rata maksimum

Lantai beton diatas gelagar atau box beton

15 oC 40 oC

Lantai beton diatas gelagar, box atau rangka baja.

15 oC 40 oC

Lantai pelat baja diatas gelagar, box atau rangka baja

15 oC 40 oC

Catatan : (1) Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 15oC untuk lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 meter dari permukaan laut.

Tabel 4-3. : Koef. perpanjangan dan modulus elastisitas rata-rata akibat pengaruh temperatur

Bahan Koefisien perpanjangan

akibat suhu Modulus

Elastisitas (MPa)

Baja 12 x 10 -6 per oC 200,000

Beton : Kuat beton < 30 MPa Kuat beton > 30 MPa

10 x 10 -6 per oC 11 x 10 -6 per oC

25,000 34,000

Aluminium 24 x 10 –6 per oC 70,000

Variasi temperatur bangunan atas jembatan (perbedaan temperatur)

Variasi perbedaan temperatur disebabkan oleh pemanasan langsung dari

sinar matahari diwaktu siang hari pada bagian atas permukaan lantai dan

pelepasan kembali radiasi dari seluruh permukaan jembatan diwaktu

malam.

Pada tipe jembatan yang lebar mungkin diperlukan untuk meninjau

gradient perbedaan temperatur dalam arah melintang.

Beban Angin

Pada bangunan jembatan besar dan penting menurut instansi yang

berwenang harus diselidiki secara khusus akibat pengaruh beban angin,

termasuk reaksi dinamisnya.

Gaya nominal ultimate dan batas layan jembatan akibat angin tergantung

kecepatan angin rencana seperti berikut :

TEW = 0.0006 Cw (Vw)2 Ab kN

Page 83: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-15

dimana :

Vw = Kecepatan angin rencana (m/det) untuk keadaan batas Yang ditinjau Cw = Koefisien seret lihat Tabel 4-4. Ab = Luas koefisien bagian samping jembatan (m2).

Kecepatan angin rencana harus diambil seperti dalam Tabel 4-5.

Luas ekivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif

dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan.

Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas.

Apabila suatu kendaraan sedang berada di atas jembatan, beban garis

merata tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai

seperti diberikan dengan rumus:

TEW = 0.0012 Cw (Vw)2 kN

dimana : Cw = 1.2

Tabel 4-4. : Koefisien seret Cw

Tipe Jembatan Cw

Bangunan atas Masif (1), (2) B/d = 1.0 B/d = 2.0 B/d P 6.0

2.1 (3)

(3) 1.25(3)

Bangunan atas rangka 1.2

Catatan: b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang

masif Untuk harga antara dari b/d bisa diinterpolasi linier. Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan sebesar 3 % untuk setiap derajat superelavasi, dengan kenaikan maksimum 2.5 %

Tabel 4-5. : Kecepatan angin rencana Vw

Keadaan Batas

Lokasi

<= 5 km dari pantai

> 5 km dari pantai

Batas Layan 30 m/s 25 m/s

Ultimate 35 m/s 30 m/s

Page 84: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-16

Gesekan pada perletakan

Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekuatan geser dari

perletakan elastomer. Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung dengan

menggunakan hanya beban tetap, dan harga rata-rata dari koefisien gesekan

(atau kekakuan geser apabila menggunakan perletakan elastomer).

Pengaruh getaran

Getaran yang diakibatkan oleh adanya kendaraan yang lewat di atas

jembatan merupakan keadaan batas layan apabila tingkat getaran

menimbulkan bahaya dan ketidaknyamanan seperti halnya keamanan

bangunan.

Getaran pada jembatan harus diselidiki untuk keadaan batas layan terhadap

getaran. Satu lajur lalu-lintas rencana dengan pembebanan “beban lajur D”,

dengan faktor beban 1,0 harus ditempatkan sepanjang bentang agar

diperoleh lendutan statis maximum pada trotoar.

Walaupun pasal ini mengijinkan terjadinya lendutan statis yang relatif besar

akibat beban hidup, perencana harus menjamin bahwa syarat-syarat untuk

kelelahan bahan harus dipenuhi.

Faktor Beban dan Faktor Reduksi Kekuatan

Faktor Beban

Faktor beban adalah pengali numerik yang diambil untuk :

Adanya pembedaan yang tidak diinginkan pada beban

Ketidaktetapan dalam memperkirakan pengaruh pembebanan

Adanya perbedaan ketepatan dimensi yang dicapai dalam

pelaksanaan

Faktor beban pada aksi-aksi rencana dapat dilihat pada Tabel berikut ini :

Page 85: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-17

Tabel 4-6 Faktor Beban

No

Aksi Lamanya

Waktu

Faktor Beban

Batas Layan

Ultimate

Nama Simbol Norma

l Terkuran

gi

1. Berat Sendiri PMS Tetap

- Baja, aluminium 1,0 1,10 0,90

- Beton Pracetak 1,3 1,20 0,85

- Beton dicor ditempat 1,0 1,30 0,75

- Kayu 1,0 1,40 0,70

2. Beban Mati Tambahan PMA Tetap

- Kasus Umum 1,0 2,00 0,70

- Kasus khusus 1,0 1,40 0,80

3. Penyusutan dan Rangkak PSR Tetap 1,0 1,00 Tdd

4. Beban Pelaksanaan Tetap PPL Tetap 1,0 1,25 0,80

5. Beban Lajur “D” TTD Transient 1,0 2,00 Tdd

6. Beban Truk “T” TTT Transient 1,0 2,00 Tdd

7. Gaya Rem TTB Transient 1,0 2,00 Tdd

8. Beban Trotoar TTP Transient 1,0 2,00 Tdd

9. Beban Tumbukan pd penyangga

TTC Transient 1,0 Tdd Tdd

10. Penurunan PES Transient 1,0 1,20 0,80

11. Temperatur PET Transient 1,0

12. Beban Angin PEW Transient 1,0 1,20 Tdd

13. Pengaruh Gempa PEQ Transient Tdd 1,00 Tdd

14. Gesekan Perletakan TBF Transient 1,0 1,30 0,80

15. Getaran TVI Transient 1,0 Tdd Tdd

16. Pelaksanaan TCL Transient 1,0

Catatan:

i. Simbol yang terlihat hanya untuk beban nominal, simbol untuk beban rencana menggunakan tanda bintang: PMS : berat sendiri nominal P*MS : Berat sendiri rencana

ii. Untuk penjelasan lihat pasal yang sesuai.

iii. Ttd: menandakan tidak dapat dipakai. Dalam hal ini dimana pengaruh beban transient adalah meningkatkan keamanan, faktor beban yang cocok adalah nol.

Kombinasi Pembebanan

Untuk besaran beban dan kombinasi pembebanan, diambil mengacu

kepada BMS-1992 Bagian 2 “Beban Jembatan”.

Kombinasi Pada Batas Layan

Untuk kombinasi pembebanan pada keadaan batas layan lihat Tebel

4-7 :

Page 86: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-18

Tabel 4-7. : Kombinasi beban pada batas layan

Kombinasi Beban

Primer Aksi Tetap + satu aksi transient

Sekunder Primer + 0,7 (satu aksi transient lainnya)

Tersier Primer + 0,5 (dua atau lebih aksi transient)

Kombinasi Pada Keadaan Batas Ultimate

Kombinasi pembebanan pada keadaan batas ultimate terdiri dari

jumlah pengaruh tetap dengan satu pengaruh transient. Kombinasi

pembebanan ultimate dapat dilihat pada Tabel 4-8.

Tabel 4-8. : Kombinasi beban pada batas layan/Ultimate

Aksi Kombinasi Beban

Batas Layan (1) Ultimate (2)

Nama Simbol 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

Aksi Tetap x x x x x x x x x x x x

- Berat sendiri PMS

- Beban mati tambahan PMA

- Penyusutan dan rangkak PSR

- Beban pelaksanaan tetap

Beban Lajur “D” atau Beban

Truk “T”

TTD

TTT

x o o o o x o o o

Gaya Rem atau Gaya

Sentrifugal

TTB

TTR

x o o o o x o o o

Beban Pejalan Kaki TTP x x

Gesekan Perletakan TBF o o x o o o o o o o O

Pengaruh Temperatur TET o o x o o o o o o o o

Beban Angin PEW o o x o o o x o

Pengaruh Gempa PEQ x

Tumbukan PBF

Pengaruh Getaran TVI x X

Pelaksanaan TCL x x

Page 87: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-19

Catatan: Dalam keadaan batas layan pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda:

x adalah memasukkan faktor beban layan penuh o adalah memasukkan faktor beban layan yang sudah diturunkan harganya

Dalam keadaan batas ultimate pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda:

x adalah memasukkan faktor beban ultimate penuh o adalah memasukkan faktor beban ultimate yang sudah diturunkan besarnya sama dengan batas layan

Beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-lahan. Kombinasi beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan melihat harga rencana maksimum dan minimum untuk menentukan keadaan yang paling membahayakan

Faktor Reduksi Kekuatan

Faktor reduksi kekuatan diambil dari nilai-nilai berikut :

Lentur ....... 0,80

Geser dan Torsi ………0,75

Aksial tekan dengan tulangan spiral …… 0,70

Aksial tekan dengan sengkang biasa ……. 0,65

Aksial tekan dengan tumpuan beton ……0,65

Kekuatan Rencana Penampang Struktur Beton

Perencanaan kekuatan pada penampang struktur beton terhadap semua

pembebanan dan gaya dalam, yaitu momen lentur, geser, aksial, dan

torsi, harus berdasarkan pada kekuatan rencana penampang, yang bisa

dihitung dari kekuatan nominal dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan.

Sebagian dari substansi Standar Perencanaan Pembebanan menurut BMS7-

C2-Bridge Design Code 1992 tidak dimasukkan dalam Bab 4 ini karena tidak

berkaitan dengan perencanaan bangunan atas akan tetapi berkaitan dengan

perencanaan bangunan bawah jembatan. Substansi dimaksud adalah:

Beban tumbukan pada penyangga jembatan

Penurunan

Beban gempa rencana

Beban pelaksanaan

Aliran air, beserta hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu

Page 88: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-20

4.1.2 Standar Perencanaan Pembebanan menurut SKBI – 1.3.28.1987

Menurut SKBI – 1.3.28.1987, jenis-jenis beban yang diperhitungkan dalam

perencanaan teknik jembatan adalah sebagai berikut :

a. Beban Primer

i). Beban Mati

ii). Beban Hidup (beban T dan beban D)

iii). Beban Kejut

iv). Gaya akibat tekanan tanah

b. Beban Sekunder

i). Beban Angin

ii). Gaya akibat perbedaan suhu

iii). Gaya akibat rangkak dan susut

iv). Gaya rem dan traksi

v). Gaya-gaya akibat gempa bumi

vi). Gaya gesekan pada tumpuan-tumpuan bergerak

c. Beban Khusus

i). Gaya sentrifugal

ii). Gaya tumbuk pada jembatan layang

iii). Gaya dan beban selama pelaksanaan

iv). Gaya aliran air dan tunmbukan pada benda-benda hanyut

Agak berbeda dengan Standar Perencanaan Pembebanan menurut

BMS7-C2-Bridge Design Code 1992, Standar Perencanaan Pembebanan

menurut SKBI – 1.3.28.1987 yang akan diuraikan di bawah ini meskipun

diletakkan penulisannya di Bab 4, mencakup secara menyeluruh

persyaratan teknis yang digunakan untuk perhitungan perencanaaan

teknis bangunan atas, bangunan bawah maupun pondasi jembatan.

Penulisannya tidak dapat dipisahkan karena berkaitan dengan batasan-

batasan tegangan ijin untuk “bahan jadi” yang digunakan dalam

perhitungan struktur, baik untuk bangunan atas, bangunan bawah

maupun pondasi jembatan.

Page 89: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-21

Beban Primer

Beban Mati

Yang dimaksudkan sebagai beban mati adalah berat sendiri jembatan

yang terdiri dari berat bangunan atas jembatan, berat bangunan bawah

jembatan dan berat pondasi jembatan dengan berat isi tergantung dari

bahan-bahan bangunan yang digunakan. Sebagai referensi dapat

digunakan data berat isi yang terdapat dalam buku Pedoman

Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya, SKBI – 1.3.28.1987 –

UDC 24.042 : 624.21 yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan

Umum pada Oktober 1987.

Beban Hidup

Beban hidup yang digunakan untuk perhitungan perencanaan teknik

jembatan terdiri dari 2 jenis yaitu ”beban T” yang merupakan beban

terpusat untuk lantai kendaraan dan ”beban D” yang merupakan beban

jalur untuk gelagar. Penjelasan lebih jauh tentang kedua jenis beban

tersebut telah diberikan pada Bab 2 modul ini dalam penetapan lebar

lantai kendaraan, jumlah jalur dan jumlah lajur.

Selain beban D dan beban T, termasuk ke dalam beban hidup adalah

beban pada trotoar, kerb dan sandaran sebagai berikut:

Konstruksi trotoar harus diperhitungkan terhadap beban hidup

sebesar 500 kg/m2. Dalam perhitungan kekuatan gelagar karena

pengaruh beban hidup pada trotoar, diperhitungkan beban sebesar

60% beban hidup trotoar.

Kerb yang terdapat pada tepi-tepi lantai kendaraan harus

diperhitungkan untuk dapat menahan satu beban horizontal ke arah

melintang jembatan sebesar 500 kg/m’ yang bekerja pada puncak

kerb yang bersangkutan atau pada tinggi dari 25 cm.

Tiang-tiang sandaran pada setiap tepi trotoar harus diperhitungkan

untuk dapat menahan beban horizontal sebesar 100 kg/m’, yang

bekerja pada tinggi 90 cm di atas lantai trotoar.

Beban Kejut

Untuk memperhitungkan pengaruh getaran-getaran dan pengaruh

dinamis lainnya, tegangan-tegangan akibat beban garis “P” harus

dikalikan dengan koefisien kejut yang akan memberikan hasil maksimum,

Page 90: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-22

sedangkan beban merata “q” dan beban “T” tidak dikalikan dengan

koefisien kejut.

Koefisien kejut ditentukan dengan rumus :

L 50

20 1 K

notasi:

K = Koefisien kejut

L = Panjang bentang dalam meter, ditentukan oleh tipe

konstruksi jembatan (keadaan statis) dan kedudukan muatan

garis “P” sesuai tabel “3” SKBI – 1.3.28.1987.

Koefisien kejut tidak diperhitungkan terhadap bangunan bawah apabila

bangunan bawah dan bangunan atas tidak merupakan satu kesatuan.

Bila bangunan bawah dan bangunan atas merupakan satu kesatuan

maka koefisien kejut diperhitungkan terhadap bangunan bawah.

Gaya Akibat Tekanan Tanah

Bagian bangunan jembatan yang menahan tanah harus direncanakan

dapat menahan tekanan tanah sesuai rumus-rumus yang ada.

Beban kendaraan dibelakang bangunan penahan tanah diperhitungkan

senilai dengan muatan tanah setinggi 60 cm.

Beban Sekunder

Beban Angin

Pengaruh beban angin sebesar 150 kg/m2 pada jembatan ditinjau

berdasarkan bekerjanya beban angin horizontal terbagi rata pada bidang

vertikal jembatan, dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan.

Jumlah luas bidang vertikal bangunan atas jembatan yang dianggap

terkena angin ditetapkan sebesar prosentase tertentu terhadap luas

bagian-bagian sisi jembatan dan luas bidang vertikal beban hidup.

Bidang vertikal beban hidup ditetapkan sebagai suatu permukaan bidang

vertikal yang mempunyai tinggi menerus sebesar 2 (dua) meter di atas

lantai kendaraan.

Page 91: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-23

Dalam menghitung jumlah luas bagian-bagian sisi jembatan yang terkena

angin dapat digunakan ketentuan sebagai berikut :

Keadaan tanpa beban hidup

i. Untuk jembatan gelagar penuh diambil sebesar 100% luas bidang

sisi jembatan yang langsung terkena angin, ditambah 50% luas

bidang sisi lainnya.

ii. Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30% luas bidang sisi

jembatan yang langsung terkena angin, ditambah 15% luas

bidang sisi-sisi lainnya.

Keadaan dengan beban hidup

i. Untuk jembatan diambil sebesar 50% terhadap luas bidang

menurut keadaan tanpa beban hidup.

ii. Untuk beban hidup diambil sebesar 100% luas bidang sisi jebatan

yang langsung terkena angin.

Jembatan menerus di atas lebih dari 2 perletakan

Untuk perletakan tetap perlu diperhitungkan beban angin dalam arah

longitudinal jembatan yang terjadi bersamaan dengan beban angin

yang sama besar dalam arah lateral jembatan, dengan beban angin

masing-masing sebesar 40% terhadap luas bidang menurut keadaan

tanpa beban hidup dengan keadaan dengan beban hidup.

Pada jembatan yang memerlukan perhitungan pengaruh angin yang

teliti, harus diadakan penelitian khusus.

Gaya Akibat Perbedaan Suhu

Peninjauan diadakan terhadap timbulnya tegangan-tegangan struktural

karena adanya perubahan bentuk akibat perbedaan suhu antara bagian-

bagian jembatan baik yang menggunakan bahan yang sama maupun

dengan bahan yang berbeda. Perbedaan suhu ditetapkan sesuai dengan

data perkembangan suhu setempat.

Pada umumnya pengaruh perbedaan suhu tersebut dapat dihitung

dengan mengambil perbedaan suhu sebagai berikut :

Bangunan Baja, Perbedaan suhu maksimum – minimum = 30C. Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan

= 15C.

Page 92: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-24

Bangunan Beton, Perbedaan suhu maksimum – minimum = 15C. Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan

< 15C, tergantung dimensi penampang.

Untuk perhitungan tegangan-tegangan dan pergerakan pada jembatan/

bagian-bagian jembatan / perletakan jembatan akibat perbedaan suhu

dapat diambil nilai modulus elastisitas Young (E) dan koefisien muai

panjang (€) sesuai tabel 4-9 berikut :

Tabel 4-9 Modulus Elastisitas Young dan koeffisien muai panjang

Jenis Bahan E (kg/cm2) € per derajat

Celcius

Baja 2,1 x 106 12 x 10-6

Beton 2 sampai 4 x 105 *)

Kayu :

Sejajar serat

1,0 x 105 *) 5 x 10-6

Tegak lurus serat

1,0 x 104 *) 50 x 10-6 *)

*) Tergantung pada mutu bahan

Gaya akibat Rangkak (Creep) dan Susut (Shrinkage)

Pengaruh rangkak dan susut bahan beton terhadap konstruksi arus

ditinjau. Besarnya pengaruh tersebut apabila tidak ada ketentuan lain,

dapat dianggap senilai dengan gaya yang timbul akibat turunnya suhu

sebesar 15C.

Gaya Rem dan traksi

Pengaruh gaya-gaya dalam arah memanjang jembatan akibat gaya rem,

harus ditinjau. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya

rem sebesar 5% dari beban “D” tanpa koefisien kejut yang memnuhi

semua jalur lalu lintas yang ada, dan dalam satu jurusan. Gaya rem

tersebut dianggap bekerja horizontal dalam arah sumbu jembatan

dengan titik tangkap setinggi 1,80 meter di atas permukaan lantai

kendaraan.

Gaya Akibat Gempa

Jembatan-jembatan yang akan dibangun pada daerah-daerah di mana

diperkirakan terjadi pengaruh-pengaruh gempa bumi, harus direncanakan

dengan menghitung pengaruh-pengaruh gempa bumi tersebut sesuai

Page 93: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-25

dengan Buku Petunjuk Perencanaan Tahan Gempa untuk Jembatan

Jalan Raya 1986.

Dasar perhitungan pengaruh gempa pada jembatan umumnya dihitung

sebagai sebuah gaya horizontal yang bekerja pada titik berat bagian

yang bersangkutan dalam arah yang paling kritis.

Gaya horizontal ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Fg = Kh x W

Notasi :

Fg = Gaya horizontal yang disebabkan oleh gempa

W = Beban mati bagian jembatan yang direncanakan (dianggap tidak

ada beban hidup)

Kh = Koefisien gempa horizontal, sesuai perumusan berikut :

= C x F x I x M

notasi :

C = Koefisien reaksi kombinasi (lihat peta daerah gempa yang resmi

digunakan)

F = Faktor konstruksi diambil sesuai tabel berikut :

No. Jenis Konstruksi Faktor Konstruksi

1 Jembatan dengan bangunan atas dan bangunan bawah terpisah

F = 1,00

2 Jembatan dengan bangunan atas dan bawah yang monolit

F = 1,25 – 0,025 n (F harus tidak kurang dari 1,00)

n = Jumlah total sendi plastis dalam bagian konstruksi yang

ipertimbangkan; bagian konstruksi yang dipisah oleh sambungan muai harus dianggap sebagai konstruksi yang terpisah.

i = Faktor penting yang sesuai dengan tabel berikut :

Kelas Beban Jembatan Nilai Minimum i

100% BM 1,00

70% BM 0,80

Catatan : Harga tersebut dapat dikalikan 1,25 untuk fungsi jembatan khusus.

M = Faktor bahan yang ditetapkan berdasarkan karakteristik penyerapan energi dekat sendi plastis. Faktor ini tidak dipengaruhi jenis bahan pada bagian jembatan yang masih dalam keadaan plastis.

Page 94: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-26

Bahan Konstruksi (pada sendi plastis) Nilai M

Baja 1,00

Beton bertulang 1,00

Pratekan sebagian 1,15

Pratekan 1,30

Pengaruh-pengaruh gempa bumi pada jembatan dihitung senilai dengan

pengaruh suatu gaya horizontal pada konstruksi akibat beban mati

konstruksi/bagian konstruksi yang ditinjau dan perlu ditinjau pula gaya-

gaya lain yang berpengaruh seperti gaya gesek pada perletakan, tekanan

hirodinamik akibat gempa dan gaya angkat apabila pondasi yang

direncanakan merupakan pondasi terapung/langsung.

Gaya Akibat Gesekan pada Tumpuan-Tumpuan Bergerak

Jembatan harus pula ditinjau terhadap gaya yang timbul akibat gesekan

ada tumpuan bergerak, karena adanya pemuaian dan penyusutan dari

jembatan akibat perbedaan suhu atau akibat-akibat lain.

Gaya gesek yang timbul hanya ditinjau akibat beban mati saja, sedang

besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesek pada tumpuan yang

bersangkutan dengan nilai sebagai berikut :

Tumpuan rol baja

i. Dengan satu atau dua rol 0,01

ii. Dengan tiga atau lebih rol 0,05

Tumpuan gesekan

i. Antara baja dengan campuran tembaga keras dan baja 0,15

ii. Antara baja dengan baja atau besi 0,2

iii. Antara karet dengan baja/beton 0,15 – 0,18

Tumpuan-tumpuan khusus harus disesuaikan dengan persyaratan

spesifikasi dari pabrik material yang bersangkutan atau didasarkan

atas hasil percobaan dan mendapat persetujuan dari pihak yang

berwenang.

Beban Khusus

Gaya Sentrifugal

Page 95: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-27

Konstruksi jembatan yang ada pada tikungan harus diperhitungkan

terhadap suatu gaya horizontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi

1,80 meter di atas lantai kendaraan.

Gaya horizontal tersebut dinyatakan dalam prosen terhadap beban “D”

yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan koefisien

kejut.

Besarnya prosentase tersebut dapat ditentukan dengan rumus :

Ks = 0,79 V2 / R

Notasi :

Ks = Koefisien gaya sentrifugal (prosen)

V = Kecepatan rencana (kg/jam)

R = Jari-jari tikungan (meter)

Gaya Tumbuk pada Jembatan Layang

Gaya tumbuk antara kendaraan dan pilar dimaksudkan pada jembatan-

jembatan layang dimana bagian bawah jembatan digunakan untuk lalu

lintas.

Bagian pilar yang mungkin terkena tumbukan kendaraan perlu diberi

tembok pengaman

Bila tidak terdapat sarana pengaman, maka untuk menghitung gaya

akibat tumbukan antara kendaraan dan pilar dapat digunakan salah satu

dari kedua gaya tumbuk horizontal yang paling menentukan :

Pada arah lalu lintas 100 ton.

Pada arah tegak lurus lalu lintas 50 ton.

Gaya-gaya tumbuk tersebut dianggap bekerja pada tinggi 1,80 meter

diatas permukaan jalan raya.

Beban dan Gaya Selama Pelaksanaan

Gaya-gaya khusus yang mungkin timbul dalam masa pelaksanaan

pembangunan jembatan, harus ditinjau dan besarnya dihitung sesuai

dengan cara pelaksanaan pekerjaan yang digunakan.

Page 96: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-28

Gaya Akibat Aliran Air dan Tumbukan Benda-Benda Hanyutan

Semua pilar dan bagian-bagian lain dari bangunan jembatan yang

mengalami gaya-gaya aliran air, harus diperhitungkan dapat menahan

tegangan-tegangan maksimum akibat gaya-gaya tersebut.

Gaya tekanan aliran air adalah hasil perkalian tekanan air dengan luas

bidang pengaruh pada suatu pilar, yang dihitung dengan rumus :

Ah = k . Va2

Notasi :

Ah = tekanan aliran air (ton/m2)

Va = kecepatan aliran air yang dihitung berdasarkan analisa hidrologi

(m/detik), bila ditentukan lain maka :

Va = 3 m/detik.

K = koefisien aliran yang tergantung bentuk pilar dan dapat diambil

menurut tabel berikut :

Bentuk Depan Pilar K

Persegi (tidak disarankan) 0,075

Bersudut 0,025

bundar 0,35

Tegangan-tegangan akibat tumbukan benda-benda hanyutan (kayu, batu

dan lain-lain pada aliran sungai) pada bangunan bawah harus

diperhitungkan dan besarnya ditetapkan berdasarkan hasil penyelidikan

setempat.

Gaya tumbuk untuk lalu lintas sungai perlu diperhitungkan secara

khusus. Perencanaan bangunan bawah agar memperhatikan buku

“Pedoman Perencanaan Hidraulik untuk Bangunan di Sungai”.

Gaya Angkat

Bagian-bagian dasar bangunan bawah pada rencana pondasi langsung

atau pondasi terapung harus diperhitungkan terhadap gaya angkat yang

mungkin terjadi.

Page 97: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-29

Kombinasi Beban

Kombinasi pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan

Pembebanan Jembatan Jalan Raya SKBI – 1.3.28.1987, UDC ;

624.042:624.21 sesuai dengan sifat-sifat serta kemungkinan-

kemungkinan pada setiap beban, tegangan yang digunakan dalam

pemeriksaan kekuatan konstruksi yang bersangkutan dinaikkan terhadap

tegangan yang digunakan sesuai keadaan elastis.

Tegangan yang digunakan dinyatakan dalam prosen terhadap tegangan

yang diizinkan sesuai kombinasi pembebanan dan gaya pada tabel 4-10

berikut:

Tabel 4-10 Kombinasi Pembebanan

Kombinasi Pembebanan dan Gaya Tegangan yang digunakan dalam

prosen terhadap tegangan izin keadaan elastis

I. M + (H+K) + Ta + Tu 100%

II. M + Ta + Ah + Gg + a + SR + Tm 125%

III. Kombinasi (I) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S 140%

IV. M + Gh + Tag + Gg + Ahg + Tu 150%

V. M + P1 130%

VI. M + (H + K) + Tu + S + Tb 150%

Notasi : A = beban angin Ah = gaya akibat aliran dan hanyutan Ahg = gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa Gg = gaya gesek pada tumpuan bergerak Gh = gaya horizontal ekivalen akibat gempa bumi (H+K) = beban hidup dengan kejut M = beban mati P1 = gaya-gaya roda waktu pelaksanaan Rm = gaya rem S = gaya sentrifugal SR = gaya akibat sust dan rangkah Tm = gaya akibat perubahan suhu (selain susut dan rangkah) Ta = gaya tekanan tanah Tag = gaya tekanan tanah akibat gempa bumi Tb = gaya tumbuk

Tu = gaya angkat (buoyancy)

Page 98: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-30

4.2 PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN DENGAN KONSTRUKSI

BETON BERTULANG

Uraian yang diberikan dalam Sub Bab 4.2 ini adalah berupa prinsip-prinsip

perencanaan beton bertulang, diharapkan dapat dijadikan acuan pada waktu peserta

pelatihan melakukan praktek menghitung dan merencanakan bangunan atas

jembatan dengan konstruksi beton bertulang.

4.2.1 Gelagar Balok T

Di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum telah tersedia Standar

Bangunan Atas Jembatan Gelagar Beton Bertulang Tipe “T” Kelas A untuk

bentang antara 5 m sampai dengan 25 m dengan interval 1 m dan dengan

lebar 1,00m – 7,00 m – 1,00 m. Ada standar versi lama (sekitar tahun 1970-

an), namun dengan adanya perkembangan untuk memenuhi kebutuhan

akan suatu standar bangunan atas jembatan yang aman, memenuhi seluruh

ketentuan/persyaratan yang berlaku, ekonomis dan mudah dilaksanakan

telah dibuat standar (2003) yang mengacu pada ketentuan dan persyaratan

tentang perencanaan struktur beton bertulang untuk jembatan yang

menggunakan metoda PBKT (Perencanaan berdasarkan Beban dan

Kekuatan Terfaktor).

Page 99: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-31

As

Ast

b

bw

ts

t

tasp

ya

d1

d

ht

h1h2

b1

h

Tabel 4-11 Daftar bentang, pelat lantai kendaraan dan dimensi gelagar balok “T”

No Bentang

[m]

Pelat Lantai Kendaraan Dimensi Gelagar Balok “T”

Tebal (t)

[cm]

Beton (fc’)

[Mpa]

L. Eff (b)

[cm]

(bw

[cm

(b1) [cm

(htump)

[cm] Tul. (fy)

[Mpa]

T. Total [cm]

T. Telapak (h1) [cm]

T.Pinggul (h2) [cm]

1 5 20 20 120 30 30 50 300 50 30 30

2 6 20 20 120 30 30 55 300 55 35 35

3 8 20 20 120 40 40 60 300 70 50 50

4 10 20 20 120 40 40 70 300 85 30 40

5 12 20 20 120 25 40 60 300 90 35 45

6 14 20 20 120 25 40 60 300 100 35 45

7 16 20 20 120 25 45 65 300 110 35 45

8 18 20 20 120 25 45 65 300 125 35 45

9 20 20 20 120 25 45 70 300 140 40 50

10 22 20 20 120 25 45 70 300 155 40 50

11 24 20 20 120 25 45 75 300 165 40 50

12 25 20 20 120 30 50 75 300 175 40 50

Page 100: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-32

Tabel 4-12 Kelas, Panjang Bentang, dan Lebar Jembatan

Kelas, Panjang Bentang, dan Lebar Jembatan.

Kelas [%] Panjang

Bentang [m] Lebar[m] Kelas [%]

Panjang Bentang [m]

Lebar[m]

BM 100 5 1 + 7 + 1 BM 70 5 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 6 1 + 7 + 1 BM 70 6 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 7 1 + 7 + 1 BM 70 7 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 8 1 + 7 + 1 BM 70 8 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 9 1 + 7 + 1 BM 70 9 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 10 1 + 7 + 1 BM 70 10 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 11 1 + 7 + 1 BM 70 11 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 12 1 + 7 + 1 BM 70 12 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 13 1 + 7 + 1 BM 70 13 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 14 1 + 7 + 1 BM 70 14 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 15 1 + 7 + 1 BM 70 15 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 16 1 + 7 + 1 BM 70 16 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 17 1 + 7 + 1 BM 70 17 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 18 1 + 7 + 1 BM 70 18 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 19 1 + 7 + 1 BM 70 19 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 20 1 + 7 + 1 BM 70 20 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 21 1 + 7 + 1 BM 70 21 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 22 1 + 7 + 1 BM 70 22 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 23 1 + 7 + 1 BM 70 23 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 24 1 + 7 + 1 BM 70 24 0.5 + 6 + 0.5

BM 100 25 1 + 7 + 1 BM 70 25 0.5 + 6 + 0.5

Tabel 4-11 dan 4-12 di atas memberikan gambaran standar gelagar balok T

beton bertulang yang telah ada, yang dihitung dengan menggunakan metoda

PBKT. Untuk pembanding, berikut ini diberikan contoh standar gelagar T

beton bertulang periode sebelumnya, diambil dari SKBI – 4.4.28.1987 UDC

624.21.02/07 (083.7) – Spesifikasi Konstruksi Jembatan Tipe Balok T

bentang s/d 25 m untuk beban BM 100, yang diterbitkan dengan Keputusan

Menteri Pekerjaan Umum No. 378/KPTS/1987 tanggal 31 Agustus 1987.

Beban yang dipergunakan untuk perhitungan standar bangunan atas

jembatan versi lama ini adalah Kelas Beban BM 100, artinya 100% beban T

dan 100% beban D, dari buku revisi Pedoman Perencanaan Pembebanan

Jembatan Jalan Raya SKBI No. 1.3.28.1987. Mutu bahan untuk balok utama,

plat lantai, diafragma, beton untuk tiang sandaran adalah K-225, besi beton

Bj. Tp. 24, trotoir B (1) 100, pipa sandaran Bj.37 dan pipa air hujan BJ. 37.

Contoh yang diberikan di sini adalah Gambar 4-7 tampak dan potongan

memanjang, denah dan potongan melintang untuk bentang = 9.00 m.

Page 101: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-33

Tampak dan Potongan Memanjang

Denah

Gambar 4-7 Tampak dan Potongan Memanjang, Denah dan Potongan Melintang

Sumber : Spesifikasi Konstruksi Jembatan Tipe Balok T bentang s/d 25 m untuk Beban BM 100 – SKBI -4.4.28 1987

Page 102: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-34

4.2.2 Diafragma

Diafragma adalah balok yang berada diantara dua gelagar yang berfungsi

sebagai pengaku gelagar dan penahan torsi.

Jarak dan dimensi diafragma yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4-13

Tabel 4-13 Jarak & jenis diafragma

Bentang [m]

Jumlah Dimensi (b x h) [cm] Jarak (as – as) [cm]

5 3 20 x 30 147

6 3 20 x 30 180

7 3 20 x 35 213

8 3 20 x 35 247

9 3 20 x 35 280

10 3 20 x 35 313

11 3 25 x 40 347

12 4 25 x 40 285

13 4 25 x 45 310

14 4 25 x 45 335

15 4 30 x 50 360

16 5 30 x 50 308

17 5 30 x 55 328

18 5 30 x 60 348

19 5 30 x 60 368

20 5 30 x 60 388

21 6 30 x 65 340

22 6 30 x 65 357

23 6 35 x 70 373

24 6 35 x 75 390

25 6 35 x 80 407

4.2.3 Konsep Dasar Perencanaan

Analisis dan perencanaan dari balok yang dicetak menjadi satu kesatuan

monolit dengan pelat lantai, didasarkan pada anggapan bahwa antara pelat

dengan balok-balok terjadi interaksi saat menahan momen lentur positif,

gaya normal dan gaya lintang yang bekerja. Interaksi antara pelat dengan

balok-balok menjadi satu kesatuan pada penampangnya yang membentuk

sebagai huruf “T” tipikal, sehingga gelagar-gelagar dinamakan balok “T”.

Pelat akan berlaku sebagai sayap (flens) tekan dan gelagar-gelagar sebagai

badan (webs).

Page 103: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-35

Dalam perencanaan dan analisis, dilakukan penyederhanaan perilaku pelat

terlentur pada dua arah yang rumit dengan menerapkan kriteria lebar pelat

(flens) efektif yang diperhitungkan bekerja sama dengan gelagar-gelagar

dalam menahan momen lentur.

Persyaratan daktilitas (liat) dari balok “T” diterapkan melalui rasio penulangan

maksimum yang harus lebih kecil dari 0,75 ρb (penulangan seimbang) dan

nilai rasio penulangan minimum.

fy

4,1min , atau luas tulangan tarik (As) yang ada tidak boleh kurang dari

dbfy

fcAs w .

4

'min , dan tidak lebih kecil dari db

fyAs w .

4,1min . Pada balok

“T” sederhana dengan bagian sayap tertarik, As min tidak boleh kurang dari

nilai terkecil antara dbfy

fcAs w

2

'min dan dbf

fy

fcAs .

4

'min .

Rasio penulangan aktual ditentukan dengan menggunakan lebar balok (bw),

karena flens balok “T” mempunyai luas daerah tekan yang relatif luas, maka

kapasitas momen tahanan ditentukan oleh lelehnya baja tulangan tarik,

sebelum beton mencapai regangan tekan batas (tulangan lemah) sehingga

akan memberikan tanda-tanda dengan lendutan yang relatif besar bila

jembatan akan mengalami kehancuran.

4.2.4 Kriteria Perencanaan

a. Tipe gelagar : Balok beton bertulang “T” di atas dua perletakan.

b. Kelas jembatan : Kelas A.

c. Lantai kendaraan : Beton bertulang fc’= 22,5 MPa & fy = 300 MPa.

- Tebal lantai kendaraan 20 cm

- Tebal lantai trotoar 25 cm.

d. Bentang : 5 sampai 25 m dengan interval 1 m.

e. Lebar jembatan : 1 m + 7 m + 1 m.

f. Jumlah gelagar : 8 buah.

g. Jarak gelagar : 120 cm

h. Tebal perkerasan aspal : Diatas lantai kendaraan 5 cm.

Diatas trotoar 3 cm.

i. Diameter Tulangan Tarik : 25 mm.

Page 104: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-36

j. Pembebanan

Pembebanan yang digunakan dalam perencanaan dan perhitungan

Konsep Standar Jembatan Gelagar Beton Bertulang Balok “T” ini

berdasarkan Standar Pembebanan yang berlaku di lingkungan Bina

Marga.

Jenis dan tingkat pembebanan yang diterapkan dalam perencanaan

adalah sebagai berikut :

Beban Primer

Beban Primer terdiri dari dua jenis beban yaitu :

Beban Mati

Berat isi bahan mengacu pada SKBI-1.3.28.1987,

UDC:624.042:624,21 Pasal 1.1.

Lalu lintas : Kelas A, 100% beban D (beban garis ditambah beban

kejut) dan 100% beban T.

Trotoar Kelas A, 500 kg/m2 dengan lebar 1 m dikedua sisinya.

Pipa sandaran, 100 kg/m

Beban Hidup

Beban hidup yang digunakan adalah BM 100 % sehingga :

Beban D = 100% : Diterapkan pada perhitungan gelagar induk,

dimana beban garisnya mencakup faktor akibat beban kejut.

Beban T = 100% : diterapkan pada perhitungan pelat lantai

kendaraan.

Beban Sekunder

Beban angin = 150 kg/m2.

Beban rem = 5% dari beban “D” tanpa koefisien kejut yang bebannya

setinggi 1,8 m dari lantai kendaraan.

Page 105: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-37

Beban gesek pada tumpuan bergerak akibat beban mati saja =

koefisien gesek x beban mati, dimana koefisien gesek = 0,18.

Beban gempa mengacu pada SNI 03-2833-1992.

Beban akibat susut (shrinkage) dan rangkak (creep) dan perubahan

suhu sebagai berikut :

Pembebanan akibat susut, έcs.t = 54x10-5 , 2 = 4.

fc’ [MPa] 20 25 30 35 40 - 60

έcs.t 0,000174 0,000170 0,000163 0,000161 0,000153

Pembebanan akibat rangkak, φcc = 1,4.

fc’ [MPa] 20 25 30 35 40 - 60

Cu 2,8 2,5 2,3 2,15 2,0

Pembebanan akibat Perubahan temperatur, έ = 10x10-6.

Muatan trotoar = 500 kg/cm2.

4.3 PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN DENGAN KONSTRUKSI

BETON PRATEGANG

Uraian yang diberikan dalam Sub Bab 4.3 ini adalah berupa prinsip-prinsip

perencanaan beton prategang, diharapkan dapat dijadikan acuan pada waktu

peserta pelatihan melakukan praktek menghitung dan merencanakan bangunan atas

jembatan dengan konstruksi beton prategang.

Lihat Gambar 4-8 tersebut di bawah:

Page 106: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-38

4.3.1 Konsep Dasar Sistem Prategang

Berikut ini diberikan analisis beton prategang terhadap lentur pada struktur

statis tertentu, dengan memperhatikan perjanjian tanda untuk tegangan

tekan dan tarik sebagai berikut:

Gambar 4-8 Potongan Melintang Bangunan Atas Jembatan Beton Prategang

Page 107: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-39

tegangan tekan tanda (-)

tegangan tarik tanda (+)

Tegangan yang bekerja pada penampang akibat gaya prategang

(1) Trase kabel berbentuk lurus

Tegangan yang bekerja pada beton adalah :

c

i

A

P

rumus di atas adalah untuk post tensioning dengan kabel berimpit

dengan centre gravity of concrete (c.g.c)

Untuk kasus pretensioning :

t

i

psc

i

cA

P

AnA

P

.

dimana Ac = luas penampang beton;

Aps = luas penampang kabel prategang;

n = Es/Ec;

Es = modulus elastisitas kabel

= 1.93 x 10 6 kg/cm2;

Ec = modulus ealstisitas beton

= 151000 ‘c kg/cm2 = 1.51 x 105 ‘c kg/cm2;

Pi = gaya prategang awal;

At = luas penampang total;

c = tegangan tekan yamg bekerja pada beton.

Tegangan yang bekerja pada kabel:

t

i

csA

Pnn

..

dimana s = pengurangan tegangan (tarik) yang bekerja pada

kabel.

Rumus pendekatan untuk kehilangan tegangan prategang :

c

i

sA

Pn. atau

g

i

sA

Pn.

dimana Ag = Ac + Aps

Page 108: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-40

Tegangan prategang setelah terjadinya kehilangan (loss) :

s’ = s - s

jadi g

sps

cA

A '.

(2) Trase kabel berbentuk lengkung (kurva)

Tarik

Tekan

Diagram tegangan balok pratekan

Kita tinjau balok prategang dimana trase kabelnya lengkung, kabel

ditarik dengan gaya Pi, setelah angkur dipasang dongkrak dilepas.

Saat itu terjadi transfer (pemindahan) gaya tarik kabel ke penampang

beton berupa gaya tekan.

Gaya tekan Pi bekerja eksentris pada jarak e dari c.g.c, sehingga

akan timbul momen Pi.e, momen ini akan mengakibatkan tegangan

tarik (+) pada serat atas dan tegangan tekan (-) pada serat bawah.

I

yeP

A

P ii ..

I

yeP

A

P tiiatas

..

I

yeP

A

P biibawah

..

dimana yt = jarak garis berat penampang ke serat atas; yb = jarak garis berat penampang ke serat bawah;

Pi = gaya prategang awal.

Kabel prategang berbentuk lengkung

= +

Page 109: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-41

Tegangan yang bekerja pada penampang akibat beban luar

Akibat berat sendiri + beban hidup:

I

yM .

Untuk balok pretensioned

Sebelum momen-momen luar bekerja (akibat berat sendiri) kabel

prategang mempunyai lekatan (bond) dengan beton, sehingga

penampang yang memikul momen tersebut adalah penampang beton +

kabel.

I = inersia terhadap garis netral;

y = jarak vertikal lokasi tegangan yang dihitung terhadap

garis netral

Untuk balok post tensioned + bonded

Setelah beton mempunyai lekatan dengan kabel, maka untuk memikul

beban luar penampang yang ditinjau adalah beton + kabel. Jika berat

sendiri balok bekerja sebelum adanya lekatan antara beton dan kabel,

maka penampang yang memikul adalah beton saja

Ac = b.h - A ps

Untuk balok post tensioned + unbonded

Untuk perhitungan tegangan, luas penampang yang diambil adalah

penampang netto :

Ac = b.h - Aps

Page 110: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-42

Profil kabel pada balok prategang pretension statis tertentu

Kita tinjau profil kabel lurus pada gambar di bawah ini (gambar b):

Gambar 4-9 Profil kabel prategang statis tertentu

Eksentrisitas kabel pada tengah bentang sama dengan eksentrisitas

kabel di ujung balok, padahal kita tahu momen tengah bentang adalah

maksimum, sehingga profil kabel tersebut tidaklah ekonomis. Untuk itulah

kita harus meletakkan profil kabel (lurus) sedekat mungkin dengan serat

bawah (tarik) agar diperoleh lengan momen yang besar (untuk potongan

tengah bentang). Dan pada perletakan, karena tidak ada momen yang

bekerja, sebaiknya c.g.s diletakan berimpit dengan c.g.c, jadi profil kabel

patah-patah (poligon) lebih tepat (gambar a).

Profil kabel pada balok prategang pretension statis tak tertentu

Profil kabel pada balok prategang post tension yang menerus (seperti

gambar berikut), dalam prakteknya dipasang melengkung.

Gambar 4-10 Profil kabel prategang balok menerus

4.3.2 Analisis Balok Prategang Menerus

Pada suatu struktur statis tak tentu yang diberi prategang, reaksi-reaksi

redundan akan timbul, disebabkan oleh unsur-unsur redundan yang

Page 111: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-43

melakukan pengekangan pada tumpuan-tumpuannya. Sementara suatu

struktur statis tertentu bebas berubah bentuk bila diberi prategang, suatu

struktur menerus tidak dapat berubah bentuk secara bebas. Namun

lendutannya harus sesuai dengan hukum “deformasi konsisten”. Reaksi-reaksi

redundan yang timbul sebagai akibat prategang pada suatu struktur statis tak

tentu menghasilkan momen-momen sekunder. Terjadinya reaksi-reaksi

redundan dan momen-momen sekunder diuji dengan memakai suatu balok

menerus dua bentang yang diberi prategang dengan suatu kabel lurus yang

terletak pada suatu eksentrisitas yang merata sepanjang bentang,

sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 4-11 (a).

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 4-11. Reaksi redundan dan momen sekunder pada balok beton prategang menerus

Tendon lurus

e P P

A B C

RL/2

L L

A

A

B

B

C

C

R reaksi redundan

Profil melentur

Momen sekunder

Page 112: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-44

Akibat gaya prategang P, balok akan melendut sebagaimana ditunjukkan

dalam gambar 3.1. (b) kalau tidak dikekang pada tumpuan tengah B. Suatu

reaksi redundan R seperti ditunjukkan dalam gambar 3.1.(c) timbul di tumpuan

tengah kalau balok tersebut dikekang di B sehingga lendutan tidak mungkin

terjadi pada tumpuan ini. Sebagai akibat dari reaksi redundan yang bekerja ke

bawah ini timbul momen-momen sekunder pada balok menerus ABC seperti

ditunjukkan dalam gambar 3.1.(d).

Kontinuitas pada konstruksi beton prategang menguntungkan dalam banyak

hal, diantaranya:

a) Momen lentur lebih terbagi sama antara tengah-tengah bentang dan

tumpuan batang;

b) Reduksi ukuran batang menghasilkan struktur yang lebih ringan;

c) Kapasitas dukung beban ultimit lebih tinggi daripada struktur statis tertentu

oleh karena gejala redistribusi momen-momen;

d) Kontinuitas batang-batang pada struktur rangka mengarah kepada

stabilitas yang meningkat;

e) Gelagar-gelagar kontinu dibentuk oleh konstruksi secara bagian-bagian

dengan memakai unit-unit pracetak yang disambung dengan kabel-kabel

prategang;

f) Di dalam gelagar pascatarik menerus, kabel-kabel yang melengkung dapat

ditempatkan secara baik untuk menahan momen-momen bentangan dan

tumpuan;

g) Reduksi dalam banyaknya angkur pada suatu balok prategang menerus

bila dibandingkan dengan serangkaian balok yang ditumpu secara

sederhana, dan sepasang angkur pascatarik serta operasi penegangan

tunggal dapat melayani beberapa batang;

h) Pada struktur prategang menerus, lendutannya kecil bila dibandingkan

dengan bentang dengan tumpuan sederhana.

Sedangkan kerugian yang dijumpai dalam beton prategang balok menerus

adalah sebagai berikut:

a) Kehilangan prategang akibat gesekan cukup besar pada kabel panjang

dengan lengkung-lengkung membalik dan kelengkungan yang besar;

b) Tegangan-tegangan sekunder yang disebabkan oleh prategang, rangkak,

susut, dan suhu, serta penurunan tumpuan dapat menimbulkan tegangan-

tegangan yang sangat tinggi kecuali tegangan-tegangan sekunder tersebut

dikontrol atau ditentukan dalam desain;

Page 113: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-45

c) Kabel-kabel yang ditempatkan untuk melayani momen-momen sekunder

umumnya tidak cukup untuk memberikan momen ultimit yang diperlukan

akibat suatu system beban tertentu;

d) Perhitungan beban runtuh atau ultimit dipengaruhi oleh derajat redistribusi

momen pada struktur menerus.

Masalah kerugian gesekan yang berlebihan dapat diatasi dengan mengurangi

kelengkungan kabel yang ditempatkan di dalam batang dengan berbagai

kedalaman dan juga dengan memberikan tegangan lebih sementara

(temporarily overstressing) pada tendon-tendon dari kedua ujungnya.

Tegangan akibat momen sekunder dapat dihilangkan dengan memilih profil

tendon yang sesuai yang tidak menimbulkan momen sekunder. Dimungkinkan

juga untuk menentukan tegangan sekunder di dalam desain. Jika dipakai

penampang dengan tulangan under reinforced , redistribusi momen akan

menghasilkan beban runtuh yang lebih tinggi. Beban ini dapat dihitung dengan

memakai teori plastisitas.

Metode-metode untuk mencapai kontinuitas

Kontinuitas pada struktur beton prategang dicapai dengan memakai kabel-

kabel melengkung atau sebagian lurus.

Kontinuitas antara beberapa balok pracetak dapat dicapai dengan memakai

“kabel tutup” (cap cable) atau dengan menggunakan tendon lurus yang pendek

di atas tumpuan.

Berdasarkan metode konstruksi, balok-balok menerus dapat diklasifikasikan

sebagai “balok menerus penuh” dimana tendon diletakkan secara menerus

dari ujung satu ke ujung lain, dan “menerus sebagian” dimana masing-masing

bentang pertama kali dipracetak sebagai suatu balok sederhana, untuk

kemudian elemen-elemen tersebut dirakit membentuk suatu balok menerus

dengan menggunakan kabel tutup atau tendon.

Page 114: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-46

4.4 PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN DENGAN KONSTRUKSI TIPE

GELAGAR KOMPOSIT

Uraian yang diberikan dalam Sub Bab 4.4 ini adalah berupa prinsip-prinsip

perencanaan dengan konstruksi tipe gelagar komposit, diharapkan dapat dijadikan

acuan pada waktu peserta pelatihan melakukan praktek menghitung dan

merencanakan bangunan atas jembatan dengan konstruksi tipe gelagar komposit.

Yang dimaksudkan dengan gelagar komposit disini adalah balok baja dengan lantai

beton yang dihubungkan dengan penghubung-penghubung geser. Lantai beton

pada gelagar komposit tidak hanya bertumpu pada balok-balok baja, akan tetpi

dihubungkan pada sayap atas balok baja dengan penghubung-penghubung geser

sedemikian teguhnya sehingga lantai beton dan balok baja bekerja bersama-sama

sebagai satu kesatuan dalam hal memikul beban.

Ada beberapa tipe gelagar komposit atau balok gabungan yang dapat

diketengahkan disini yaitu:

a. Balok gabungan untuk beban hidup, yang pada garis besarnya hanya bekerja

secara gabungan untuk memikul beban hidup.

b. Balok gabungan untuk beban mati dan beban hidup, yang pada garis besarnya

bekerja secara gabungan untuk memikul beban hidup dan seluruh atau sebagian

besar beban-beban mati.

Di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum telah tersedia standar gelagar

komposit dengan bentang 8.00 m, 10.00 m, 12.00 m, 14.00 m, 16.00 m, 18.00 m

dan 20.00 m dengan lebar 1.00 m + 7.00 m + 1.00 m (Jembatan Kelas A) dan 0.50

m + 6.00 m + 0.50 m (Jembatan Kelas B). Pada tipe gelagar komposit dimaksud,

baik untuk jembatan Kelas A maupun jembatan Kelas B, kedua-duanya dihitung

dengan menggunakan beban Bina Marga 100%.

Keterbatasan dari gelagar komposit adalah sama dengan jembatan-jembatan yang

menggunakan baja lainnya yaitu terhadap unsur kimia belerang, sehingga jembatan

komposit tidak diperkenankan dipasang pada kawasan gunung berapi yang masih

aktif.

Berikut ini diberikan contoh Tampak dan Potongan Memanjang, Denah dan

Potongan Melintang dari bangunan atas jembatan gelagar komposit dengan panjang

bentang = 12.00 m:

Page 115: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-47

Potongan Memanjang

Denah

Gambar 4-12. Denah dan Potongan Memanjang Jembatan Komposit

Page 116: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-48

Penampang Melintang

Detail trotoir dan railing

Elastomeric Bearing Pad

Gambar 4-13. Penampang Melintang, Detail Trotoir dan Railing, Elastomeric Bearing Pad

4.4.1 Kriteria Perencanaan

Pembebanan

Pembebanan yang digunakan dalam perencanaan dan perhitungan

bangunan atas jembatan gelagar komposit ini didasarkan atas Standar

Pembebanan yang berlaku untuk pekerjaan jembatan yaitu:

Page 117: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-49

Pedoman Perencanaan Pembebanan Jalan Raya (SKBI – 1.3.28.1987).

Tatacara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya

SNI 03-2822-1992.

Bridge Management Systems (BMS), Peraturan Perencanaan Teknik

Jembatan, BMS 7C

Jenis dan tingkat pembebanan dari masing-masing standar pembebanan

tersebut di atas yang diterapkan dalam perencanaan adalah sebagai berikut:

Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (SKBI –

1.3.28.1987)

Muatan Primer

Muatan Primer terdiri dari 2 jenis beban, yaitu:

Beban Mati

Berat isi bahan bangunan mengacu pada SKBI – 1.3.28.1987, UDC:

624.042:624,21 Pasal 1.1.

Beban Hidup

Beban hidup yang digunakan adalah BM 100% sehingga:

Muatan D = 100% : yang diterapkan pada perhitungan gelagar induk, dimana beban garisnya mencakup faktor akibat beban kejut

Muatan T = 100% : yang diterapkan pada perhitungan pelat lantai kendaraan

Beban Sekunder yang mencakup:

Beban angin = 150 kg/m2

Beban rem = 5% dari beban ”D” tanpa koefisien kejut yang bebannya

setinggi 1.80 m dari lantai kendaraan.

Beban gesek pada tumpuan bergerak = koefisien gesek x beban

mati, dimana koefisien gesek = 0.18.

Beban gempa mengacu pada SNI.03-2833-1992.

Beban akibat susut dan rangkak dan perubahan suhu mengacu pada

BMS.

Muatan trotoir = 500 kg/m

Page 118: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-50

Tatacara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan

Raya

Tingkat ketahanan struktur jembatan terhadap gempa diperhitungkan

berdasarkan intensitas gempa sesuai wilayah gempa:

Wilayah gempa yang digunakan adalah Wilayah Gempa 1

Faktor struktur f = 1

Faktor kepentingan p = 1

Faktor bahan b = 1

Koefisien response gabungan Kp = 0.23

Koefisien gempa horizontal ekivalen Kh = 0.23

Bridge Management Systems (BMS)

Mengingat telah dikembangkannya BMS dimana mencakup pembebanan

akibat susut, rangkak dan perubahan temperatur secara rinci, maka

tingkat pembebanan dari ketiga jenis pembebanan tersbut di atas adalah

sebagai berikut:

Perubahan akibat susut

Berdasarkan pada BMS 7 – C6, Tabel 6.9 untuk daerah tropis

regangan susut s = 54 x 10-5 dimana koefisien susut 2 = 4

Perubahan akibat rangkak

Berdasarkan pada BMS 7 – C6, Tabel 6.11, faktor rangkak rencana

cc = 1.4 (beton berumur > 28 hari dengan ketebalan 20 cm) untuk

daerah tropis dan dekat pantai.

Perubahan akibat perubahan temperatur

Berdasarkan pada BMS 7 – C2, Tabel 2.5, perubahan suhu antara

maksimum dan minimum adalah 400 – 150 = 250 dengan koefisien

perpanjangan akibat suhu adalah α = 1.20 x 10-5

Metoda Perhitungan

Perhitungan dilaksanakan:

Seekonomis mungkin, dimana tegangan yang terjadi baik pada beton

maupun pada baja mendekati tegangan yang diijinkan.

Perhitungan gelagar induk dilakukan dengan anggapan balok

bertumpu di atas dua perletakan (simple span).

Page 119: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-51

Dilakukan pada dua kondisi, yaitu:

Pada lantai kendaraan pelat beton dengan anggapan pelat beton

bersifat elastis, penulangannya diperhitungkan dengan cara n

variabel, didasarkan pada kombinasi pembebanan yang menentukan

yaitu kombinasi I SKBI – 1.3.28- 1987.

Pada sambungan gelagar induk yang menggunakan baut mutu tinggi

didasarkan pada tegangan geser dan tegangan tumpu (umur

jembatan > 50 tahun, sehingga gaya pratekan dari baut dianggap

telah hilang):

i. Telah disesuaikan dengan persyaratan teknis dari pabrik profil

baja.

ii. Perhitungan dilakukan dengan perangkat komputer dengan

menggunakan rumus-rumus yang lengkap dan sistematis.

4.4.2 Persyaratan Teknis Material

Umum

Persyaratan teknis dari seluruh elemen jembatan gelagar komposit yang

menyangkut jenis, mutu, ukuran/bentuk tegangan yang diijinkan dan

peraturan/pedoman yang harus diterapkan diuraikan secara rinci di dalam

persyaratan teknis material ini.

Uraian ini secara garis besarnya dibagi dalam 7 kelompok persyaratan teknis

sebagai berikut:

a. Persyaratan Teknis Baja Struktur

b. Persyaratan Teknis Beton

c. Persyaratan Teknis Alat Penyambung

d. Persyaratan Teknis Shear Connector

e. Persyaratan Teknis Perletakan

f. Persyaratan Teknis Expansionn Joint

g. Persyaratan Teknis Bahan Pelindung Terhadap Karat

Page 120: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-52

Persyaratan Teknis Baja Struktur

Profil Baja Gelagar Induk / Utama

i. Profil baja gelagar induk yang digunakan adalah H-Beam,

merupakan baja struktur yang memenuhi AASHTO M-183.

ii. Mutu profil baja minimum Bj 42.

iii. Tegangan yang diijinkan minimum Bj = 1667 kg/cm2.

iv. Telah digalvanis sesuai dengan spesifikasi AS 1650.

Profil Baja Diafragma

i. Dimensi profil diafragma adalah profil baja H-Beam dengan mutu

profil baja minimum adalah Bj 42.

ii. Tegangan yang diijinkan minimum Bj = 1667 kg/cm2.

iii. Telah digalvanis sesuai dengan spesifikasi AS 1650.

Baja Tulangan

i. Baja tulangan yang digunakan adalah baja ulir dengan mutu baja

tulangan minimum Bj 24.

ii. Tegangan yang diijinkan minimum s = 1400 kg/cm2.

iii. Persyaratan mengenai kait dan bengkokan, syarat penyaluran

tegangan, tulangan momen positif dan negatif, panjang

penyaluran tulangan tarik, tekan, ekivalen dari kait, sambungan

tulangan, lewatan tarik dan tekan dan jarak antara tulangan harus

sesyai dengan NI-2 (PBI).

iv. Kawat pengikat harus kawat ikat baja lunak (AASHTO M32-78).

Diameter dan jarak / jumlah tulangan minimum yang digunakan

sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku.

Pelat Sandaran

i. Mutu baja Bj 42

ii. Tebal pelat baja sandaran 25 mm, harus digalvanis di pabrik.

Pipa Sandaran dan Pipa Air Hujan

i. Mutu baja Bj 42.

ii. Diameter pipa sandara adalah 3”.

Page 121: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-53

iii. Diameter pipa air hujan adalah 4”.

Bagian luar pipa sandaran harus sudahn digalvanis beserta

penutup ujungnya, sedangkan pipa air hujan harus digalvanis

bagiann luar an dalamnya.

Persyaratan Teknis Beton

Persyaratan Beton Bertulang pada Pelat Lantai Kendaraan

i. Mutu beton yang digunakan untuk pelat lantai kendaraan

minimum K-225

ii. Tegangan tekan yang diijinkan minimum ’b = 75 kg/cm2.

iii. Tegangan tarik yang diijinkan minimum ’b = 7 kg/cm2.

iv. Bahan-bahan seperti semen, agregat halus, agregat kasar, air

dan bahan aditive lainnya harus sesuai dengan NI-2 (PBI).

v. Campuran beton, kekentalan adukan beton, mutu pelaksanaan

dan kuat tekan beton karakteristik, percobaan pendahuluan,

pemeriksaan mutu beton dan mutu pelaksanaan selama masa

pelaksanaan, tindakan yang diambil apabila hasil mpemeriksaan

benda uji menunjukkan mutu beton yang tidak memenuhi syarat

pembuatan & pemeriksaan benda uji harus sesuai dengan NI-2

(PBI).

vi. Cetakan, acuan, tulangan dan pipa-pipa yang akan tertanam di

dalam beton harus sesuai dengan NI-2 (PBI).

vii. Penutup beton harus sesuai dengan NI-2.

Persyaratan Teknis Beton Kerb

i. Mutu beton yang digunakan untuk kerb minimum K-300.

ii. Tegangan yang diijinkan minimum ’b = 0.33 x 300 = 100 kg/cm2.

iii. Tegangan tarik yang diijinkan minimum ’b = 0.48 x 300 = 8.50

kg/cm2.

Persyaratan Teknis Beton Trotoir

Mutu beton yang digunakan untuk trotoir adalah B1, dimana tegangan

ijin tekan yang iijinkan minimum = 35 kg/cm2 dan tegangan ijin tarik

yang diijinkan minimum 5 kg/cm2.

Page 122: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-54

Persyaratan Teknis Alat Penyambung

Alat Penyambung Pelat Baja

i. Digunakan untuk pelat penyambung dan cover plate.

ii. Pelat Penyambung

- Mutu baja yang digunakan Bj 42.

- Tebal dan ukuran pelat beragam

- Pelubangan/pengeboran dengan mata bor 20 mm harus

benar-benar tegak lupus bidang pada posisi yang akurat.

iii. Cover plate

- Mutu baja yang digunakan Bj 42.

- Tabal pelat baja yang digunakan bervariasi mulai dari 8 mm –

22mm.

- Cover plate dipasang dengan cara dilas dengan jenis las AWS

A5.17F7AO – EH14 atau AWS A5.17 F7A4 – EH14 bila

pengelasan dilaksanakan di pabrik dan jenis las AWS A5.1

E7016 bila pengelasan dilaksanakan di lapangan.

Alat Penyambung Baut

i. Seluruh baut yang digunakan untuk sambungan konstruksi baja

adalah baut tegangan tinggi dan direncanakan dengan kekuata

geser menurut Specifications for Structural Joint Using ASTM

A325.

ii. Baut yang digunakan adalah jenis A325 type 1,

iii. Diameter baut yang digunakan ¾“ dengan diameter lubang 20

mm. Toleransi besarnya diameter lubang baut maksimum = 1mm

lebih besar dari diameter baut.

iv. Tegangan tarik baja yang diijinkan untuk jenis baut A325 = s =

2100 kg/cm2.

v. Baut, mur, ring, disuplai dalam keadaan telah digalvanis dan

harus disimpan di lokasi yang tertutup dan tidak langsung di atas

permukaan tanah.

Page 123: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-55

vi. Pengencangan baut harus menggunakan kunci khusus yang

dilengkapi alat pengukur Torque Moment, dimana Torque Moment

yang harus dicapai 37,57 kg m.

vii. Pengencangan akhir baut tidak boleh dilakukan sebelum seluruh

sambungan terpasang dengan baik.

Alat Penyambung Las

i. Penjelasan untuk cover plate yang dilakukan di pabrik harus

menggunakan jenis pengelasan. Gas metal ARC Welding dengan

bahan las AWS 1-18 ER70S-G dan sejenis atau Shield Metal

ARC Welding dengan bahan Stickweld AWS A5.1 E7016 atau

yang sejenis.

ii. Sedang pengelasan untuk di lapangan cukup dengan Shield

Metal ARC Welding sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Persyaratan Teknis Shear Connector

i. Jenis shear connector : Stud Bolts.

ii. Diameter stud yang digunakan 22 mm dengan tinggi stud antara

12.5 – 20.0 cm.

iii. Mutu baja untuk bahan stud Medium Carbon Steel dengan

spesifikasi standar JIS BS 1173 atau sederajat.

iv. Sud Bolts dipasang dengan cara dilas.

Pengelasan yang digunakan adalah sistem Stud welding Gun

dengan jenis JIS – 223.6 dengan spesifikasi:

- Diameter stud = 12 mm – 22 mm.

- Arus listrik = DC 200 A.

Standar kondisi pengelasan untuk diameter stud 22 mm:

- Arus tegangan listrik = 1500 ~ 1750 Ampere.

- Tegangan listrik 2000 volt.

- Lamanya pengelasan = 1.2 ~ 1.4 detik.

- Panjang pengelasan = 2.5 ~ 3.5 mm

Persyaratan Teknis Perletakan

i. Jenis perletakan : Elastomeric bearings.

Page 124: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-56

ii. Bahan pelat baja yang telah dilaminasi diletakkan ke dalam mold

kemudian dicor dengan karet sehingga bersatu dalam kondisi

dipanaskan dan diberi tekanan.

iii. Perencanaan teknis harus memenuhi syarat AASHTO, Interim

Specification – Bridges 1990.

Persyaratan Teknis Expansionn Joint

i. Jenis expansion joint tertutup

Menggunakan material baja T 6 mm dengan asphaltic plug pada

daerah muai (siar delatasi sekitar 30 – 50 mm)

ii. Material

Bahan pengikat (binder) BJ 200 (Polymer Modified Bituminous

Matrial) dengan spesifikasi sebagai berikut:

- Softening : > 650 C

- Flow resistance : > 5% (BS 2499)

- Cone penetration : < 40 mm (pada 250 C, 150 g, 5 sec,

ASTM D217).

- Extension Test : Pass 3 cycle of extension to 50% rate

3.2 mm/h, 50 C (ASTM 1190/BS 2499)

Agregat disyaratkan bahwa agregat yang dipakai harus single

size 20 mm, jenis agregat in ibis merupakan bahan pilihan dari

basalt, gabro atau granit dan termasuk dalam daftar BS 81 dan

mempunyai karakteristik sebagai berikut:

- Agregate Impact Value : < 15

- Aggregate Crush Value : < 20.

Persyaratan Teknis Bahan Pelindung Terhadap Karat

Bagian profil, pelat sambungan, baut, stud bolts dan sebagainya yang

galvanisnya telah terkelupas pada saat pengangkutan atau

pelaksanaan harus dicat ulang dengan Red Lead (untuk daerah

kering) dan untuk daerah lembab harus menggunakan Epoxy

Enamel. Sebelum dicat permukaan harus benar-benar bebas dafri

karat dan kotoran

Page 125: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-57

RANGKUMAN

a. Bab 4 dengan judul ”Perencanaan Bangunan Atas Jembatan Mengacu Pada Standar

Perencanaan” menjelaskan standar perencanaan yang berlaku untuk membuat

perencanaan teknis bangunan atas, konsep dasar perencanaan bangunan atas dengan

konstruksi beton bertulang, konsep dasar perencanaan bangunan atas dengan

konstruksi beton prategang dan prinsip-prinsip perencanaan bangunan atas jembatan

dengan konstruksi tipe gelagar komposit.

b. Standar perencanaan menjelaskan mulai dirintisnya penyusunan standar perencanaan

baru mengacu pada Standar Perencanaan Pembebanan menurut BMS7-C2-Bridge

Design Code 1992, sekarang masih pada tahap penyusunan rancangan, sementara itu

secara formal masih berlaku Standar Perencanaan Pembebanan menurut SKBI –

1.3.28.1987.

c. Perencanaan bangunan atas jembatan dengan konstruksi beton bertulang menjelaskan

prinsip-prinsip dasar perhitungan bangunan atas jembatan dengan konstruksi beton

bertulang sesuai dengan kriteria perencanaan yang berlaku dan memperkenalkan

standar yang telah tersedia versi 2003 dan versi sebelumnya.

d. Perencanaan bangunan atas jembatan dengan konstruksi beton prategang menjelaskan

konsep dasar perhitungan bangunan atas jembatan dengan konstruksi beton prategang,

mengetengahkan tegangan yang bekerja pada penampang akibat beban luar, profil

kabel pada balok prategang dan analisis balok prategang.

e. Perencanaan bangunan atas jembatan dengan konstruksi tipe gelagar komposit

menjelaskan criteria perencanaan dan persyaratan teknis material dalam perencanaan

konstruksi tipe gelagar komposit.

Page 126: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-58

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI

Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya

tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan

dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :

INA.5212.113.01.03.07 : Merencanakan bangunan atas jembatan dan/atau menerapkan

standar-standar perencanaan teknis jembatan

Soal :

No. Elemen Kompetensi / KUK (Kriteria Unjuk

Kerja) Pertanyaan

Jawaban:

Ya Tdk

Apabila ”Ya” sebutkan butir-

butir kemampuan anda

1. Menetapkan lebar lantai kendaraan, jumlah jalur dan lajur lalu lintas, dan kelas jembatan

Sudah dibuat soalnya di Bab 2

2. Memilih tipe dan jenis bangunan atas jembatan, expansion joint dan perletakan jembatan

Sudah dibuat soalnya di Bab 3

3. Merencanakan konstruksi beton / komposit untuk bangunan atas jembatan

3.1. Bangunan atas jembatan dengan konstruksi beton bertulang direncanakan sesuai dengan ketentuan teknis atau standar perencanaan yang berlaku

3.1. Apakah anda mampu merencanakan bangunan atas jembatan dengan konstruksi beton bertulang sesuai dengan ketentuan teknis atau standar perencanaan yang berlaku?

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

Page 127: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4-59

3.2. Bangunan atas jembatan dengan konstruksi beton prategang direncanakan sesuai dengan ketentuan teknis atau standar perencanaan yang berlaku

3.2. Apakah anda mampu merencanakan bangunan atas jembatan dengan konstruksi beton prategang sesuai dengan ketentuan teknis atau standar perencanaan yang berlaku?

a. ..........................

b. ..........................

c. ..........................

dst.

3.3. Bangunan atas jembatan dengan konstruksi tipe gelagar komposit direncanakan sesuai dengan ketentuan teknis atau standar perencanaan yang berlaku

3.3. Apakah anda mampu merencanakan bangunan atas jembatan dengan konstruksi tipe gelagar komposit sesuai dengan ketentuan teknis atau standar perencanaan yang berlaku?

a. ..........................

b. ..........................

c. ..........................

dst.

Page 128: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

DAFTAR PUSTAKA

1. Panduan Pemeriksaan Jembatan, Sistem Manajemen Jembatan Edisi II Tahun 2006,

JIC & Puslitbang Jalan dan Jembatan, Balitbang Departemen Pekerjaan Umum.

2. Pedoman Pembebanan Jalan Raya SKBI – 1.3.28.1987 – UDC 624.042 : 62421,

Departemen Pekerjaan Umum.

3. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan – Beban Jembatan, BMS7-C2-Bridge

Design Code 1992, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum.

4. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan – Perencanaan Beton Struktural, BMS7-C6-

Bridge Design Code 1992, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan

Umum.

5. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan – Perencanaan Baja Struktural, BMS7-C7-

Bridge Design Code 1992, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan

Umum.

6. Bridge Design Manual – Design Methodology, Document No. BMS6-M2, Direktorat

Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, 1992.

7. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Jembatan Jalan Raya, SIN 03 –

2833 – 1992.

8. Rancangan 3 Pedoman Konstruksi dan Bangunan – Standar Pembebanan Untuk

Jembatan – Pd x-xx-2004-B – Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah

9. Bahan Diseminasi Jembatan, Bagian Pengantar Perencanaan Teknik Jembatan,

Direktorat Bina Teknik - Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan

Umum, 1997.

10. Spesifikasi Konstruksi Jembatan Tipe Balok T Bentang s/d 25 M Untuk Beban BM

100, SKBI – 4.4.28.1987 UDC 624.21.02/07 (083.7), Departemen Pekerjaan Umum.

11. Spesifikasi Konstruksi Jembatan Tipe Balok T Bentang s/d 25 M Untuk Beban BM 70,

SNI 1747 – 1989 – F / SKBI- 4.4.28.1987.

Page 129: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN …

Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

12. Standar Bangunan Atas Jembatan Gelagar Beton Pratekan Tipe I – Kelas A,

Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, 1993.

13. Standar Jembatan Gelagar Komposit Bentang 8 m – 20 m, Kelas BM 100, Direktorat

Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum.

14. Standar Spesifikasi Untuk Jembatan Jalan Raya Tipe Balok Gabungan, Direktorat

Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, 1969.

15. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat

Jenderal Bina Marga, Jakarta, Februari 1997.

16. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan Umum,

Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta, September 1997.

17. Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina

Marga, 1992.