‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54...

46

Transcript of ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54...

Page 1: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur
Page 2: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

PIDATO DIES NATALISFAKULTAS KEHUTANAN UGM KE 5416 NOVEMBER 2017

‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA:REFLEKSI PERJUANGANDAN MASA DEPANPERHUTANAN SOSIALDI INDONESIAW I R AT N O

Dicetak dengan menggunakan pendanaan dariDIPA Taman Nasional Gunung Merbabu Tahun 2017

Page 3: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur
Page 4: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

1

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Yang Terhormat :

Rektor Universitas Gadjah MadaKetua Senat Akademik Universitas Gadjah MadaDekan di Lingkungan UGMDirektur Pasca Sarjana dan  Direktur Sekolah VokasiKetua dan Sekretaris Senat Fakultas KehutananAnggota Senat Fakultas KehutananKetua Departemen dan Sekretaris Departemen di Lingkungan Fakultas KehutananKetua dan Sekretaris Program Studi Lingkungan Fakultas KehutananKetua Laboratorium di Lingkungan Fakultas KehutananStaf Pendidik dan Kependidikan Fakultas KehutananSesepuh Fakultas KehutananBapak/Ibu Alumni Fakultas Kehutanan UGMPara MahasiswaPara Tamu Undangan

Assalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh

Salam Sejahtera, Om Swastyastu, Namo Budaya,

Pertama, marilah kita ucapkan syukur kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kita bisa berkumpul dalam keadaan sehat wal afiat. Kedua, saya sampaikan penghargaan atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menyampaikan Pidato pada Dies Natalis ke 54 Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, kampus tercinta tempat saya belajar Ilmu Kehutanan pada tahun 1981.

“PEREBUTAN” RUANG KELOLA:

REFLEKSI PERJUANGAN DAN MASA DEPANPERHUTANAN SOSIAL DI INDONESIA

W I R A T N O

Page 5: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

2

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Ketua Senat, Dekan, dan Hadirin yang saya hormati, Seorang ekonom FAO, Jack C. Westoby (1967), dalam penampilannya di

panggung internasional telah menantang dunia kehutanan dengan satu ungkapan yang menggugah bahwa “forestry is not about trees, it is about people. And it is about trees insofar as trees can serve the needs of the people”. Ucapan Westoby tersebut tak pelak memantik para pemikir kehutanan dunia untuk kemudian berkiprah - mengabdikan keilmuan kehutanan yang dimilikinya dengan melandaskan pada alasan “people are the reason...became passionate about forestry”. Untuk selanjutnya, melalui perjuangan dari banyak tokoh, pemikir, ilmuwan, juga dari kampus tercinta kita ini, kita dapat mengetahui dan memahami, bagaimana kehutanan sosial, atau perhutanan sosial, atau hutan sosial terus berevolusi. Di masa Indonesia modern, kita juga pasti ingat, bahwa sejarah telah mencatatkan peran penting Indonesia dalam penyelenggaraan Kongres Kehutanan se-Dunia ke VIII di Jakarta tahun 1978 dengan tema ‘Forest for People’. Sekali lagi, “people” secara spesifik menjadi diskursus penting dalam dunia kehutanan.

Pada tataran kebijakan kehutanan Indonesia, kita sama-sama mengetahui bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur “masyarakat” dan “desa” baru ada dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 dalam penjelasan Pasal 5 ayat (1) alinea 4 dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 pada Pasal 84 dan Pasal 92-98, dimana diatur tentang “hutan kemasyarakatan”. Sedangkan istilah “Perhutanan Sosial” baru masuk dalam perencanaan pembangunan nasional, yaitu dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2010-2014 atau 32 tahun kemudian, yang sudah menyatakan target seluas 1 juta hektar.

Ketika Presiden Joko Widodo menetapkan RPJMN 2015-2019, ditargetkan seluas 12,7 juta hektar untuk alokasi Perhutanan Sosial, dalam skema Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan Kehutanan dan Hutan Hak, termasuk Hutan Adat. Momen ini bersamaan dengan lahirnya Eselon I yang secara khusus mendapat tanggungjawab untuk melaksanakannya, yaitu Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Apabila merujuk tahun 1978 sebagai awal memperjuangkan peran dan posisi masyarakat dalam kancah kebijakan kelola hutan di Indonesia, maka diperlukan waktu 37 tahun.

Page 6: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

3

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Jangka waktu yang cukup lama itu, tentu telah merubah kondisi hutan Indonesia disertai dampak negatifnya yang beragam, semakin kompleks dan unpredictable. Hal tersebut kita ketahui dengan meluasnya penggunaan lahan monokultur perkebunan sawit skala kecil, menengah dan besar, semakin terbukanya akses jaringan jalan, jalur kereta api, pengembangan jalan eks HPH dan HTI, lahirnya pusat-pusat pertumbuhan baru, migrasi dan pertumbuhan penduduk, meningkatnya konflik satwa liar-manusia, pertambangan, dan berbagai pembangunan infrastruktur lainnya.

Bagaimana kondisi masyarakat desa hutan akibat dari perubahan kondisi hutan Indonesia tersebut? Berdasarkan laporan dari Santoso (2015), dinyatakan bahwa dari 70.429 desa di tanah air, terdapat 25.863 desa hutan atau 36,7% dari desa di seluruh Indonesia. Jumlah penduduk desa hutan tercatat 37.197.508 jiwa atau 9.221.299 kepala keluarga. Berdasarkan survai Kementerian Kehutanan dan BPS tahun 2007, prosentase rumah tangga miskin di sekitar kawasan hutan sebanyak 18,5% atau diperkirakan sebanyak 1.720.384 keluarga miskin atau 6.881.539 jiwa.

Saudara Ketua Senat, Dekan, dan Hadirin,Perhutanan Sosial pada umumnya memiliki tipologi: (1) small-scale tersebar,

(2) dikelola oleh petani gurem, (3) tidak bermodal atau kekurangan modal, (4) seringkali terjebak oleh tengkulak dan jaringan pasar lokal-global, dan (5) dikelola oleh (mantan) perambah di hutan-hutan lindung, hutan produksi, dan hutan konservasi. Mengurus tipologi masyarakat seperti ini akan banyak sekali tantangan

Box 1: Tutupan Hutan Indonesia

Pengelolaan hutan skala besar dalam bentuk HPH, HTI, di masa 30-40 tahun yang lalu sejak dekade 1970an sebagian besar telah pula mengalami kegagalan. Masyarakat pinggir hutan tetap miskin, dimarginalkan, konflik sosial terus meningkat dan tidak ada solusi yang berakhir pada kerusakan hutan serta munculnya fenomena open access. Berdasarkan Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) periode 2011-2030, seluas 41,05 juta hektar kawasan hutan negara telah tidak memiliki tutupan hutan. Berarti yang tidak berhutan sebesar 31,4 %, dengan total luas hutan 130,68 juta hektar. Saat ini, luas hutan negara dikoreksi hanya tinggal 120 juta hektar.

Page 7: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

4

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

dan hambatannya. Namun juga sekaligus kita sebenarnya dapat menemukan peluang transformasi.

Berbagai research question dapat diajukan, misalnya: akankah pengelolaan kawasan hutan negara oleh masyarakat mampu merubah ‘kiblat’ kelola hutan kita?. Apakah selama ini kita memiliki ‘kiblat’ kelola hutan nasional?. Akankah model kelola bersama masyarakat akan memberikan jaminan yang lebih nyata pada kelestarian sumberdaya hutan?. Menjaga ragam tipe ekosistem dan habitat satwa liar sekaligus masyarakat bisa hidup berdampingan dengan satwa liar?. Mampu merestorasi kawasan hutan yang tergeradasi & terdeforestasi?.

Dimana peran rimbawan, baik yang bekerja di birokrasi pemerintah, di swasta, di CSO, sebagai aktivis, peneliti, di kampus, di media massa?. Ilmu Kehutanan mendapatkan tantangan yang semakin berat, tetapi sekaligus mungkin saat inilah momentumnya untuk merenungkan kembali, meraih peluang ke depan. Bekerja dengan masyarakat dan semua pelaku di tingkat lapangan.

Saudara Ketua Senat, Dekan, dan Hadirin sekalian,Dalam berbagai kesempatan pada empat tahun belakangan ini, saya seringkali

melontarkan istilah “Champion of the Forest”. Siapa mereka si ‘penjaga’ hutan yang sebenarnya?. Pertanyaan yang tentu saja tidak mudah dijawab. Dalam banyak teori tentang sumberdaya, dinyatakan terdapat empat golongan sumberdaya berdasarkan penguasaannya:

Pertama, state property - sumberdaya yang dikuasai negara. Kawasan hutan negara adalah salah satu contoh sumberdaya yang dikuasai oleh negara yang mengemban amanat Pasal 33 UUD 1945.

Kedua, private property - sumberdaya yang dimiliki individu. Hutan-hutan rakyat bisa masuk golongan ini. Pulau Jawa diselamatkan oleh hutan rakyat, hutan tanaman yang diusahakan dan dikelola di lahan milik. Luasnya tidak kurang dari 2,7 juta hektar berdasarkan kajian terakhir oleh BPKH Wilayah XI Jawa Madura bekerjasama dengan MFP II, dalam laporannya berjudul: “Potensi Kayu dan Karbon Hutan Rakyat di Pulau Jawa 1990-2008”.

Ketiga, common property - sumberdaya yang dikuasai kelompok masyarakat. Sistem ladang tradisional masyarakat Dayak di Kalimantan, hutan adat dan hutan nagari adalah contoh dari jenis atau kelompok sumberdaya ini.

Page 8: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

5

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Keempat, open access - sumberdaya yang tidak dimiliki/dikuasai oleh siapapun sekaligus bisa jadi milik siapapun. Mereka yang kuat akan menguasai bahkan memilikinya. Kawasan hutan eks HPH, HTI gagal yang izinnya masih hidup tetapi di lapangan tidak ada pengelolanya masuk dalam kategori ini. Sumberdaya ini menjadi bancakan atau rebutan dan spekulasi oleh berbagai free riders, cukong lahan, yang guritanya sampai kemana-mana dan bahkan bisa membeli hukum. Inilah yang disebut sebagai masyarakat extra legal (Heri Santoso-komunikasi pribadi, 2017). Di Sumatera, kasus-kasus seperti ini nyata dapat disaksikan di lapangan. Unit manajemen bernama Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di luar Jawa, hadir sama-sama (hampir) terlambatnya dengan program Perhutanan Sosial. Kehadiran KPH layaknya model unit kelola taman nasional di era 1980an atau 36 tahun yang lalu. Namun demikian, manajemen KPH lah sebenarnya yang nantinya diharapkan dapat menata kawasan hutan di tingkat tapak. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Namun tantangan di lapangan sedemikian besar dan semakin kompleks.

Siapa yang dapat disebut sebagai ‘Champion of the Forest’ itu?. Sebenarnya mereka bisa berasal dari manapun. Yang jelas, mereka yang dengan niatnya sendiri, secara sukarela, dengan penuh kesadarannya melakukan upaya-upaya walaupun kecil dan terbatas, namun dilakukannya dengan konsisten, dengan bantuan atau tanpa dukungan dari pihak luar. Mereka menerima dan menemukan apa yang penulis sebut sebagai “personal calling”. Panggilan pribadi untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungan di sekitar ia hidup. Umumnya mereka ‘orang biasa’ yang karya dan hasil kerjanya yang luar biasa. Orang yang menginspirasi orang lain atau kelompok lain melakukan hal yang sama atau yang skalanya lebih besar. Mereka mewariskan sesuatu yang sangat bermanfaat untuk kemanusiaan, minimal bagi lingkungan di sekitarnya. Dalam perhutanan sosial, figur-figur yang menginspirasi ini banyak sekali ditemukan di lapangan, tetapi seringkali kami, kita, terlewat mengenalin, memahami, atau mengajaknya menjadi mitra. Terkadang, apabila dilihat dari tongkrongannya, sungguh kita tidak menyangka bahwa apa yang telah mereka lakukan sangat bermanfaat. Berpenampilan biasa, cenderung bersahaja dalam tutur kata dan tindakan. Namun apabila kita menggali lebih dalam dan menyaksikan apa yang telah mereka kerjakan, kita akan tercengang. Banyak fakta lapangan menunjukkan, bahwa program perhutanan sosial dihidupi oleh

Page 9: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

6

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

mereka ini di satu sisi, dan di sisi yang lain, perhutanan sosial juga mendorong kelahiran lebih banyak champion.

Sarjana yang baru lulus akan tercengang menyaksikan sepak terjang para champion ini. Berikut penulis sampaikan beberapa contoh figur dari apa yang penulis sebut sebagai ‘Champion of the Forest’, yang juga pernah dimuat dalam Rubrik Sosok di Harian Kompas. Contoh lain dari ‘Champion of the Forest’ itu adalah mereka yang pernah menerima penghargaan Kalpataru, yang jumlahnya saat ini lebih dari 300 orang.

(1) Repong Damar di LampungKisah sukses diakuinya Repong Damar Krui di Lampung Barat menjadi Kawasan dengan Tujuan Istimewa di masa Menteri Kehutanan Djamaludin Suryo Hadikusumo, pada tahun 1998. Terobosan kebijakan ini tidak dapat dilepaskan dari keberadaan dan peran tokoh-tokoh dan lembaga seperti LATIN, Watala, P3AE-UI, ICRAF dan CIFOR. Di sana berperan seorang Tri Nugroho, Dani Wahyu Munggoro, Suwito, Ahmad Kusworo, Alm. Restu Ahmaliadi, Alm. Dr. Iwan Tjitradjaja, Martua T. Sirait, M. Buyung Ichwanto, Hubert de Foresta, Eva ‘Lini’ Wollenberg dan Chip Fay. Sebagian besar dari mereka saat ini menjadi tokoh-tokoh penggerak perhutanan sosial yang konsisten. Mereka bagian dari ‘Champion of the Forest’ dengan peranan yang akhirnya sangat besar dalam ikut serta secara aktif dalam perubahan kebijakan dan perjuangan perhutanan sosial.

(2) Yesaya Talan: Mengurus Penyu Menipo (Sosok – Harian Kompas, 3 Oktober 2012).Seorang Kepala Resort Taman Wisata Alam Menipo (terletak dua jam perjalanan darat atau 124 kilometer dari Kota Kupang), adalah seorang yang sangat sederhana dengan hasil kerja yang rasanya tidak bisa dihitung dengan nalar. Pekerjaan utama bersama dua stafnya adalah menjaga TWA Menipo, yang sangat indah dengan ekosistem mixed savanna-kombinasi antara rerumputan lair, cemara laut dan lontar, yang merupakan habitat berbagai jenis burung, antara lain kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea), rusa timor (Cervus timorensis), buaya muara (Crocodylus porosus), dan 7 kilometer pantainya didarati oleh penyu. Selama lebih dari tiga tahun, ia bersama stafnya mengumpulkan telur-telur penyu, menetaskan, memelihara,

Page 10: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

7

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

dan pada waktunya meliarkan tukik-tukik ke laut. Mulai bekerja jam 20.00 sampai jam 03.00 pagi tanpa pernah mengeluh. Tidak kurang dari 11.155 ekor tukik telah berhasil ia liarkan ke alam. Semoga pengabdiannya yang tulus itu dapat mengilhami para pekerja muda di lapangan.

(3) Lodovikus Vaderman: Melepas Jerat Tengkulak Kopi (Sosok Harian Kompas, 14 September 2016).Colol adalah nama desa di pinggir Taman Wisata Alam Ruteng, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi NTT yang sejak tahun 1920 telah dikenalkan oleh Belanda, danmulai tahun 1937 menjadi terkenal dengan kopi arabika dan robusta-nya. Namun seperti umumnya petani di berbagai pedesaan di tanah air, mereka juga terjebak dalam rentenir dan pengijon. Lodovikus-lah yang berusaha keras mengangkat derajat petani kopi Colol tersebut dengan mendirikan Asosiasi Petani Kopi Manggarai Raya atau Asikom tahun 2010, yang menjadi wadah petani dalam pemasarannya. Kerjasama Askom dengan Bank Pembangunan Daerah NTT, Koperasi Karyawan Diosis Keuskupan Ruteng, dan Veco Indonesia (LSM Pemberdayaan Masyarakat), membantu petani kopi dalam semua aspek dari penanaman, pemerliharaan, meningkatkan produktivitas sampai pemasaran. Upaya ini membuahkan hasil meningkatnya kesejahteraan petani kopi Colol, dengan ekspor kopinya ke Taiwan dan Jerman.

(4) Ritno Kurniawan: Merangkul Pembalak Liar (Sosok – Harian Kompas, 11 Oktober 2016).Dia merupakan figur pemuda Sarjana Pertanian UGM yang memilih kembali ke kampung halamannya. Selama 10 tahun ia bekerja mengembangkan ekowisata di Hutan Nagari Lubuk Alung, di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Atas upayanya itu, ia berhasil merangkul mereka yang dulunya perambah hutan menjadi pemandu wisata. Hutan mulai berhasil diselamatkan, melalui kesadaran masyarakatnya sekaligus mereka mendapatkan alternatif pendapatan dari pengembangan ekowisata tersebut. Bukankah ini cerita yang sungguh menginspirasi kita bersama? Seorang pemuda yang kembali ke kampungnya dan akhirnya berhasil menjadi motivator, penggerak, dan pendorong kelompok masyarakat di kampungnya untukasecara bertahap sadar kembali mengurus hutan di sekitarnya.

Page 11: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

8

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

(5) Sangkot: Penggerak Hutan Kemasyarakatan Lestari Mangrove (Survei Tim Direktorat PKPS bersama Balai BPSKL Regional Sumatera, November 2016)Dari semua cerita menyedihkan akan kerusakan hutan bakau di pantai timur Sumatera, kisah perjuangan Sangkot bersama LBH Medan, Walhi Sumatera Utara, Kelompok Nelayan Tradisional Indonesia Kabupaten Langkat, dan Jaringan Kiara, patut mendapatkan apresisi. Dengan Dukungan Balai Besar Mangrove di Medan, rehabilitasi kawasan bakau di desa pesisir Lunuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat itu dimulai sejak 2012. Dukungan juga didapatkan dari kegiatan Gerhan BPDAS Wampu Sei Ular. Kelompoknya semakin kuat dan dengan dukungan penegakan hukum Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, seluas 80 hektar perambahan sawit dapat dihentikan, tanggul dibuka dan pasang surut masuk ke dalam sekaligus menghancurkan sawit-sawit ilegal dan menggantikannya dengan ribuan tanaman bakau. Setelah tiga tahun keadaan membaik, penghasilan nelayan meningkat secara bertahap. Tahun 2016, kelompok ini mendapatkan izin Hutan Kemasyarakatan seluas 400 hektar dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Program Perhutanan Sosial didukung penuh dan beberapa areal yang berpotensi untuk ekowisata bakau sedang diusulkan menjadi hutan desa. Mereka membentuk empat Kelompok Kerja, yaitu Kelompok Perempuan Pesisir Putri Lovian Elok Beriring, Kelompok Tani dan Nelayan Lestari Mangrove, Kelompok Tani dan Nelayan Mangrove Keluarga Bahari, dan Kelompok Tani dan Nelayan Tunas Baru. Gerakan rehabilitasi pesisir telah dicanangkan dan dikawal oleh kelompok masyarakat ini sungguh suatu upaya yang mulia dan patut didukung oleh semua pihak.

(6) Lejie Taq: Tokoh Adat Dayak yang secara konsisten melakukan upaya kolektif untuk menjaga dan melindungi Hutan Lindung Wehea seluas 38.000 hektar di Kabupaten Berau dan Kutai Timur, dengan pendampingan dari The Nature Conservancy, dengan tokoh tokoh penggerak pendampingnya yaitu Taufik, Iwan Wibisono, Neil Makinuddin, dan Bu Herlina yang juga mengangkat Hutan Desa Kampung Merabu (dikawal oleh Kepala Kampung, Pak Franley). Konsistensi tokoh-tokoh adat yang menjaga warisan leluhur hutan adat atau Hutan Keramat Amatoa Kajang, Kabupaten Bulukumba-Sulawesi Selatan didukung Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Perkumpulan HUMA, dan para peneliti dari CIFOR (Agus Mulyana dan kawan-kawan) dan LSM Balang.

Page 12: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

9

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Tokoh-tokoh Hutan Adat di Wana Posangke, Kabupaten Morowali - Sulawesi Tengah, Hutan Adat Marga Serampas, Hutan Adat Kasepuhan Karang, di Kabupaten Lebak, Banten, dan di beberapa tempat lainnya di Provinsi Jambi, dimana surat keputusannya diserahkan langsung oleh Bapak Pesiden Joko Widodo di Istana Negara pada tanggal 30 Desember 2016. Mereka adalah sebagian kecil dari banyak sekali figur yang menginsprasi, Mereka sebenar-benarnya para figur yang penulis sebut sebagai ‘Champion of the Forest’.

Ketua Senat, Dekan, dan Hadirin yang saya hormati,Saya semakin meyakini bahwa tidak ada satupun model pengelolaan hutan di

Indonesia dan mungkin juga di wilayah Asia Tenggara, yang berhasil tanpa pelibatan masyarakat setempat, masyarakat sekitar kawasan hutan, masyarakat hukum adat, dan kelompok-kelompok minoritas yang hidupnya masih sangat bergantung di dalamnya. Kelola sosial tidak lagi hanya menjadi jargon dan lip service dalam dokumen-dokumen perencanaan dan Amdal. Masyarakat harus menjadi bagian yang tidak dipisahkan dari ‘project cycle’ atau ‘development innitiatives’ sejak dari awal proses. Sebaiknya kita tempatkan masyarakat sebagai subyek, sebagai pelaku utama.

Fakta tentang fenomena local champion tersebut menunjukkan kepada kita bahwa masyarakat sebenarnya mampu menjadi salah satu faktor penggerak utama perubahan dalam proses pengelolaan hutan di tanah air. Oleh karena itu, perhutanan sosial sebagai kebijakan, sebagai program nasional, dan sekaligus sebagai suatu gerakan perubahan sikap mental. Saya sebutkan di sini sebagai ‘5K’.

Tanpa sikap (1) Keberpihakan, sulit kita bisa membayangkan terjadinya ‘change’. Suatu perubahan nyata yang dirasakan masyarakat pinggir hutan dan bukan hanya terbelit dalam sekedar kebijakan yang seolah-olah berpihak, hanya wacana. Perubahan dalam cara berfikir, bertindak, dan bersikap dalam mengurus, mengelola sumberdaya hutan di Indonesia, sudah selayaknya berpihak pada yang miskin, yang dipinggirkan, yang tuna lahan, yang berlahan sempit, yang minoritas-terpencil.

Tanpa sikap (2) Kepeloporan, untuk menjadi yang terdepan berani melakukan berbagai inisiatif, inovasi, ujicoba, trial and error di lapangan, dan di tingkat tapak, maka kita akan kembali terjebak dalam sekedar ‘statement politik’ atau hanya sekedar kuat di ranah kebijakan, rencana, regulasi, kegenitan intelektual-keilmuan. Lebih berat lagi kalau hanya mampu memproduksi kebijakan-kebijakan yang tidak membumi, yang ‘tasteless’, kebijakan yang menjadi ‘macan kertas’ belaka yang jauh

Page 13: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

10

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

dari apa yang menjadi harapan masyarakat di lapangan. Kebijakan tersebut disusun tanpa membuka ruang publik untuk lahirnya masyarakat yang argumentatif (Hadi Daryanto, 27 Oktober 2017 dalam Tenure Conference).

Tanpa sikap (3) Kepedulian, kita akan terjebak pada sikap mental legal formal dan keproyekan yang kurang memprioritaskan pada mereka yang seharusnya kita bantu. Sikap ini hanya bisa tumbuh kembang apabila kita sering ke lapangan dengan melihat langsung (seeing dan sensing dalam Theory U-nya Otto Scharmer) kondisi masyarakat tersebut. Maka, ke lapangan, kerja di lapangan menjadi sangat amat penting bagi rimbawan.

Tanpa sikap (4) Konsisten atau istiqomah, perubahan-perubahan yang dapat dirasakan oleh masyarakat yang memerlukan waktu lama itu akan sulit dicapai. Memerlukan pendampingan yang konsisten agar terjadi perubahan nyata dan substansial yang dapat dirasakan oleh masyarakat.

Tanpa sikap (5) Kepemimpinan (leadership) yang tangguh ke empat sikap mental sebelumnya tidak akan pernah terjadi (Wiratno, Nakhoda: Leadership dalam Organisasi Konservasi, 2004).

Kelima sikap mental tersebut semoga dapat membawa rimbawan tidak ‘Tersesat di Jalan yang Benar’ (Wiratno, Tersesat di Jalan yang Benar: Seribu Hari Mengelola Leuser, 2012).

Saudara Ketua Senat, Dekan, dan para alumni,Spirit ‘5K’ dalam Perhutanan Sosial tersebut sebenarnya sudah diberikan

contohnya puluhan tahun yang lalu. Di sini, di Kampus Fakultas Kehutanan ini, yaitu di Wanagama, yang dipelopori oleh Almh. Prof. Ir. Oemi Hani’in Soeseno, Alm. Prof. Ir. Soedarwono H, Alm. Pak Ir. Pardiyan, dan Alm. Prof. Dr. Ir. Soekotjo. Dalam merespon perubahan dan dinamika penduduk, Alm. Prof. Hasanu Simon telah melahirkan Manajemen Rejim, dan seterusnya. Wanagama seharusnya menjadi spirit yang sangat luar biasa untuk ‘obat’ kelola sosial hutan-hutan tropis di luar Jawa.

Suaka Margasatwa Paliyan, yang hancur akibat perambahan pasca 1998, sebenarnya dapat saya nyatakan sebagai Wanagama ke-2, upaya yang dilakukan oleh kepemimpinan Balai KSDA DI Yogyakarta waktu itu - Pak Kuspriyadi, yang dilanjutkan oleh Pak Djohan, Pak Herry Subagiadi, Bu Amy, dan sampai saat ini terus didukung oleh Bu Yunita, telah berhasil merubah bebatuan, seperti Gunung

Page 14: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

11

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Kidul di era 1960-an, kembali ijo royo-royo dalam tempo 10 tahun. SM Paliyan juga bisa menjadi role model untuk upaya restorasi yang melibatkan secara penuh masyarakat yang pernah melakukan perambahan di sana. Local champion-nya adalah Saudara Gunawan Setiaji, alumni Fahutan UGM angkatan tahun 1993.

Box 2: Kunjungan Menteri LHK ke lokasi Perhutanan Sosial di Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan, 27 Agustus 2016

Kerjasama masyarakat mengelola hutan seperti di Desa Telaga Langsat, sejalan dengan keinginan Bapak Presiden Joko Widodo, agar hutan dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kesejahteraan rakyat. Apa yang saya temukan dan lihat di sini, sudah saya catat dan dokumentasikan, untuk nanti ditindaklanjuti

Saya belajar banyak di Kalsel hari ini. Terutama dari semangat rakyat yang luar biasa. Saya terharu melihatnya karena ada kejujuran dan ketulusan mereka saat mengelola dan menjaga hutan. Mari kita sejahtera bersama dari pengelolaan hutan sosial. Melihat langsung lokasi rehabilitasi hutan lindung melalui perhutanan sosial di Desa Tebing Siring, Kecamatan Bajuin, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

Saya bertemu dan berinteraksi dengan Kelompok Tani Hutan (KTH) ‘Ingin Maju’. Di kawasan ini masyarakat petani mengembangkan agroforestri dengan jenis tanaman seperti Karet, Durian, Mangga, Rambutan, Ramal, Petai, Sirsak, Cempedak, Jeruk, Padi, Lombok, Terong dan lainnya. Senang sekali dapat berdialog dengan masyarakat petani untuk mendengar langsung masalah perhutanan sosial atau kemitraan masyarakat dengan hutan negara.

Pesan dari Bapak Presiden Joko Widodo, tidak boleh ada lagi rakyat yang selama ini berdampingan dengan alam atau hidup dalam hutan disebut sebagai rakyat ilegal. Istilah itu harus dihilangkan. Tidak boleh lagi ada rakyat yang diusir-usir. Karena hutan harus memberi manfaat dan membuat masyarakat sejahtera. Pengelolaan hutan oleh rakyat sangat berbeda dengan hutan yang dikelola oleh kontraktor. Rakyat cenderung akan menjaga karena mereka hidup dari mengelola hutan. Saat ini ada sekitar 12,7 juta ha yang diperkirakan masuk hutan sosial se-Indonesia. Ini harus benar-benar dimanfaatkan secara sistematis dan sebaik mungkin, seperti yang sudah digagas para kelompok tani.

Dari berbagai kunjungan saya ke banyak daerah, konsep hutan sosial ini memang masih banyak yang perlu dibenahi. Pola-pola pembinaan kelompok tani dengan segala sumber daya yang ada itu sangat penting dan kita masih mencari pola terbaiknya. Salah satunya perlu ada pendamping bagi kelompok tani, baik oleh rekan-rekan LSM/aktivis maupun civitas akademisi dari Perguruan Tinggi. Dalam hal ini juga diperlukan dukungan penuh dari Pemda. Mari sama-sama kita bekerja mengawal hutan sosial. Saya percaya rakyat petani bisa mengelola hutan dengan lebih baik untuk kesejahteraan bersama. Dari rakyat untuk rakyat. Sumber: facebook - siti nurbaya bakar

Page 15: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

12

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Upaya restorasi lainnya yang bisa menjadi contoh adalah restorasi di Cinta Raja – kawasan Taman Nasional Gunung Leuser pada tahuhn 2007 yang didukung oleh UNESCO, Litbang Kehutanan. Selanjutnya, restorasi yang didukung oleh OIC pada tahun 2013 sebagai perluasan dari inisiatif UNESCO saat ini telah mulai menunjukkan optimisme dan tanda-tanda keberhasilan. Restorasi di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Resort Way Nipa, di Desa Pesanguan, Kecamatan Semaka, - Kabupaten Tanggamus yang melibatkan masyarakat sejak dari awal prosesnya pada tahun 20013 juga menunjukkan pula indikasi keberhasilannya. Kunci suksesnya adalah (1) mengedepankan dialog untuk membangun kesepahaman dan komitmen dengan masyarakat sejak awal proses, (2) penjagaan di lapangan yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama, (3) pemantauan dan evaluasi yang terbuka, (4) proses pembelajarannya didokumentasi sebagai bahan shared learning bagi kelompok-kelompok di sekitarnya, dan untuk itu mensyaratkan suatu (5) pendampingan yang tidak menimbulkan ketergantungan.

Saudara Ketua Senat, Dekan, dan Hadirin, Banyak pihak menyangsikan keberhasilan perhutanan sosial. Berbagai catatan,

hasil kajian, survai, dan melihat sendiri di lapangan, penulis menyakini bahwa, apabila spirit “5K” tersebut diterapkan, perhutanan sosial bisa menjadi salah satu pilar dalam Teori Kelola Hutan Indonesia, yang saat ini, menurut saya perlu segera dirumuskan. Sebagai ilmu dan sebagai laku, perhutanan sosial telah terbukti ampuh menyelesaikan berbagai konflik sosial, merevitalisasi nilai-nilai budaya, adat, dan meningkatkan ragam ekonomi kelompok sampai ke tingkat desa, dan sekaligus membangun layer kesadaran baru yang membumi di desa-desa pinggir hutan Indonesia. Penulis menyebut fenomena ini sebagai membangun socio culture and economic buffer. Masyarakat yang mampu menggerakkan ekonomi di desanya, tanpa harus urbanisasi ke kota-kota. Justru orang kota yang harus datang ke desanya. Inilah sebenarnya yang disebut sebagai “membangun dari pinggiran” dalam Nawacita Presiden Joko Widodo.

Contoh nyata, adalah Hutan Kemasyaratan Kulonprogo, yang lebih dikenal di medsos sebagai Desa Wisata Kalibiru. Kelompok yang diperjuangkan oleh Pak Suparlan (Alhm) dan didampingi oleh Yayasan Damar ini dimulai sejak tahun 1999. Para tokoh penggeraknya adalah alumni Fakultas Kehutanan UGM dan akhirnya mendapatkan izin Hutan Kemasyarakatan di masa Pak Dr. Ir. Hilman

Page 16: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

13

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Nugroho (Dirjen PDASPS saat itu). Bisnis selfie di Kalibiru telah membuktikan mampu memperoleh keuntungan kotor 5 milyar rupiah per tahun, yang akhirnya didukung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kulonporgo.

Lembaga Pariwisata Tangkahan yang telah dibangun oleh tokoh-tokoh masyarakat dari Desa Namo Sialang dan Sei Serdang, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang berbatasan dengan TN Gunung Leuser, berhasil mengembangkan ekowisata yang memutar ekonomi olah sebesar 12 milyar per tahun. Hutan di TN Gunung Leuser seluas lebih dari 10.000 Ha aman, masyarakat banhkit kesadaran untuk menjaga sekaligus mengembangkan paket-paket ekowisata (Dari Penebang Liar ke Pelestari Leuser, Wiratno 2013). Beberapa contoh indikasi keberhasilan perhutanan sosial tersebut dapat dilihat pada lampiran buku ini.

Walaupun dari 12,7 juta Ha alokasi perhutanan social yang telah ditetapkan dalam Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial atau PIAPS, hanya 10% yang berhutan primer, di banyak calon lokasi perhutanan sosial ternyata memiliki tingkat keragaman hayati yang cukup tinggi dan bahkan masih menjadi habitat dari satwa liar yang dilindungi.

Hutan Desa Hutan (HD) Desa Pematang Gadung, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat adalah salah satu contohnya. Di HD Sungai Besar dan calon Hutan Desa Pematang Gadung, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, menurut survai yang dilakukan International Animal Rescue, Oktober 2012 diprediksi terdapat 500-800 individu orangutan kalimantan, di kompleks hutan Pematang Gadung seluas 21.000 hektar (termasuk usulan HD seluas 7.700 hektar). Di samping itu ditemukan pula beruang madu, tarsius. Kepadatan rata-rata sampai 3,85 individu/km2. Bandingkan dengan kepadatan di TN Gunung Palung (4,3 individu/km2), TN Sebangau (2,35 individu/km2) dan TN Tanjun Puting (2,72 individu/km2). Ekosistemnya yang berupa gambut dalam juga merupakan salah satu pertimbangan betapa pentingnya kompleks hutan yang menjadi hutan desa di wilayah ini. Di hutan desa ini telah berhasil diinventarisir 94 genus, dan 158 spesies dari 52 famili. Sebanyak 805 spesies menyediakan buah sebagai pakan orangutan. Sebanyak 1.816 atau 85% batang menyediakan bahan pangan bagi orangutan tersebut.

Hutan Desa Merabu di Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, seluas 9.000 hektar (lebih luas dari Taman Nasional Gunung Merapi -

Page 17: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

14

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

yang hanya 6.000 hektar). Kawasan ini merupakan keterwakilan karst yang sangat penting, bagian dari bentang alam karst Sangkulirang-Mangkuliat. Dengan pendampingan dari TNC selama lebih dari 4 tahun, lembaga desa nya telah mampu mengembangkan perencanaan hutan desa melalui metode yang disebut sebagai SIGAP (TNC, 2015). Rencana pengembangan wisata gua, potensi walet, madu hutan, dan air bersih menjadi visi kelompok ini. Dalam perhutanan sosial, masyarakat diposisikan sebagai subyek atau pelaku utama. Maka, pendampingan mulai dari proses pengusulan izin sampai penguatan kelembagaan dan perencanaan dan pelaksanaan kelola dan pemasaran hasilnya menjadi tantangan dan kunci keberhasilan.

Hutan bukan hanya bernilai ekologi atau ekonomi semata-mata. Pada kelompok masyarakat tertentu, seperti Ammatoa Kajang, di Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan, hutan bagi mereka adalah tempat sakral atau sacre forest yang tidak boleh diganggu kecuali hanya dijaga. Biarlah air yang mengalir cukup bagi mereka untuk disyukuri karena menghidupi sawahnya. Itu sudah cukup. Ranting yang rontok dan pokok pohon yang tumbangpun tidak mereka hiraukan.

Dukungan Pemerintah Kabupaten Bulukumba yang konsisten dan konkrit membawa Hutan Ammatoa Kajang seluas 300 hektar ini resmi menjadi Hutan Adat yang bukan menjadi bagian dari Hutan Negara lagi. Keputusannya diserahkan oleh Presiden Joko Widodo di akhir 2016 di Istana Presiden, bersama-sama dengan hutan-hutan adat yang lainnya, dengan total luas 13.000 hektar.

Saudara Ketua Senat, Dekan, dan Hadirin,Perhutanan sosial ternyata juga mendorong lahirnya kesadaran bersama -

collective awareness, yang menjadi faktor pemicu lahirnya collective action. Perjuangan kelompok masyarakat nelayan yang melihat sabuk bakau di sekitar desanya hancur karena perambahan sawit di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Konflik dengan perambah sawit diselesaikan ketika LBH Medan, WALHI Sumatera Utara dan Dinas Kehutanan Sumatera Utara bersatu untuk mengusir perambahan sawit dan Ditjen PSKL memfasilitasi kelompok ini untuk mendapatkan izin Hutan Kemasyarakat seluas 400 hektar. Jauh sebelum upaya ini, kelompok masyarakat Luuk Kertang ini telah berusaha merehabilitasi bakau bersama BPDAS Wampu Sei Ular dan berlanjut mendapatkan dukungan CSR dari Pertamina. Ratusan hektar tanaman bakau telah berhasil tumbuh, kepiting, udang

Page 18: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

15

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

mulai kembali dan masyarakat petani semakin bersemangat merehabilitasi kawasan mereka yang kini telah menjadi hak kelompok untuk waktu 35 tahun ke depan. Dalam kasus ini, leadership dan kekompakan kelompok dalam melawan perambah menjadi kunci keberhasilannya. Perlu waktu 7 tahun untuk memperjuangkan aspirasi mereka yang dimulai sejak tahun 2010.

Hutan Kemasyarakatan Tebing Siring di Kabupaten Tanah Laut, juga merupakan bukti keberhasilan pendampingan oleh beberapa tokoh dosen di Universitas Mulawarman, dalam merubah mindset para penambang emas menjadi kelompok yang merehabilitasi padang alang-alang menjadi agroforestry berbasis karet.

Berbagai contoh pengalaman lapangan di atas menunjukkan adanya suatu modal sosial yang besar di tingkat masyarakat yang sudah sepatutnya kita syukuri, menjadi pembelajaran, dan kita kawal bersama. Inisiatif para “Champion of the Forest” tersebut akan terus menguat apabila kita dampingi dan kuatkan sesuai dengan kebutuhan setempat.

Ciri khas dari gerakan akar rumput ini adalah: (1) tumbuhnya kesadaran baik secara individu atau kelompok untuk merespon atau berbuat secara konkrit terhadap dampak dari kerusakan lingkungan, yang langsung mereka rasakan baik secara ekonomi maupun sosial, (2) memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyemai kesadaran yang sama di individu atau kelompok lainnya, (3) diperlukan kesabaran, kosistensi, dan kegigihan (persistensi) dalam mewujudkan perubahan atau change di lapangan yang nyata, bisa dirasakan secara konkrit, dan tidak terjebak dalam pusaran kebijakan, proyek, wacana apalagi sekedar teori, (4) kerja nyata mereka tidak memiliki motivasi mendapatkan keuntungan dari adanya proyek dari mana pun atau mental peminta-minta. Syukur apabila pemerintah dan masyarakat sipil mendukung. Apabila tidak mereka akan terus menguatkan the spirit of togetherness as a group. Mereka yang ‘menghidupi’ atau berkontribusi menghidupkan spirit perhutanan sosial di tingkat lapangan. Di berbagai kondisi, program perhutanan sosial menginspirasi mereka untuk bergerak lebih cepat membuat perubahan.

Saudara Ketua Senat, Dekan, dan Hadiri yang saya hormati,Dari target 12,7 juta hektar RPJMN 2014-2019, sampai dengan Oktober

2017 memang baru tercapai 1.077.356 hektar atau 8,48%. Di masa lalu, luasan 1

Page 19: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

16

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

juta hektar kawasan hutan produksi hanya diberikan kepada 2 atau 3 pemegang izin skala menengah atau skala besar. Dalam perhutanan sosial, luasan tersebut dibagikan ke ribuan pemegang izin, yang melibatkan 267.164 KK petani pinggir hutan negara. Ketidakadilan penguasaan hutan negara telah mulai diurai dan dikurangi, walaupun banyak kritikan terhadap kebijakan yang seolah-olah bagi-bagi lahan ini.

Peranan hutan dalam mendukung kehidupan masyarakat pinggir hutan di seluruh dunia tetap tidak terbantahkan lagi. Laporan FAO (2014) memperkirakan bahwa 2,4 milyar orang memasak dengan kayu bakar, atau kira-kira 40 persen dari populasi negara sedang berkembang (less developed countries). Sekitar 764 juta dari kelompok ini memasak air dengan kayu bakar. Pemungutan HHBK yang bisa dimakan mendukung ketahanan pangan dan menyediakan nutrisi esensial bagi banyak orang. Penelitian Dr. Christine Wulandari di Hutan Kemasyarakatan di Lampung tahun 2013 membuktikan dan mendukung fakta tersebut.

Akhirnya saya menyakini bahwa perlunya reposisi dan cara pandang semua pihak. Pemerintah, CSO, dosen, peneliti, private sector, aktivis, menjadi penting untuk memahami perubahan-perubahan di tingkat akar rumput seperti ini, agar menjadi suatu gerakan bersama. Dengan menjadikannya “gerakan” dan bukan proyek sektoral, maka akan mendapatkan dukungan semua pihak dari hulu sampai ke hilirnya. Reposisi dan cara pandang (baru) tersebut adalah:

Pertama, menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan kehutanan. Jangan lagi menjadikan masyarakat sebagai obyek atau pelengkap penderita dari apapun yang diinisiasi oleh pemerintah, CSO, swasta, atas nama pembangunan kehutanan atau perbaikan lingkungan hidup.

Kedua, mengutip pernyataan Pak Wahjudi Wardojo di berbagai kesempatan, tentang pentingnya menerapkan minimal empat prinsip tata kelola (governance), yaitu: partisipasi, transparansi, pertanggungjawaban kolektif, dan akuntabilitas. Tanpa mampu menerapkan empat prinsip tersebut adalah kelembagaan dan kekompakan kelompok akan ambruk karena merebaknya fenomena KUD-KUD atau ‘Ketua Untung Duluan’. Perlu didayagunakan Kelompok-kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial yang telah dibentuk di 20 provinsi dan ditetapkan oleh gubernur. Pokja multipihak ini tepat untuk mendorong percepatan capaian perhutanan sosial dan sekaligus menerapkan empat prinsip tata kelola tersebut.

Page 20: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

17

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Ketiga, perlu difahami bahwa perhutanan sosial sangat site specific atau local specific dan umumnya berskala kecil. Replikasi keberhasilan di suatu tempat tidak sekaligus menunjukkan potensi dan arah keberhasilan yang sama di tempat lain. Oleh karena itu diperlukan suatu “continuous monitoring and evaluation”, sehingga proses pembelajaran dapat secara terus menerus dilakukan secara bersama. Melalui ‘sekolah lapang’ yang digagas Prof. San Afri Awang - salah satu tokoh pejuang perhutanan sosial puluhan tahun lalu, replikasi berpotensi akan berhasil lebih cepat karena model farmer to farmer share learning dapat dilakukan lebih efektif dan relatif cepat daripada model dengan penyuluhan konvensional.

Keempat, pemerintah perlu mengambil peran dalam ruang dan momentum yang tepat. Apabila diperlukan dukungan penegakan hukum terhadap para free riders yang mengganggu kelompok penerima izin perhutanan sosial, maka pemerintah harus mampu menunjukkan sikap dan keberpihakannya serta konsisten menegakkan hukum. Apabila kelompok memerlukan pendampingan dengan penguatan keuangan mikro melalui koperasi atau skema yang lainnya, pemerintah harus turun tangan dan menunjukkan aksi nyata, agar kelompok tidak dijebak atau terjebak sistem ijon dan distorsi pasar yang sangat merugikan petani. Apabila kelompok sudah kuat, pemerintah segera melepas mereka agar tidak melahirkan ketergantungan baru, baik disengaja maupun tidak, dengan membuat mereka bermanja ria dengan meminta pendampingan dan dukungan bantuan secara terus menerus.

Kelima, baik pemerintah, CSO, aktivis, pihak swasta, dan media massa tidak selayaknya ‘memproyekkan’ kelemahan, ketidakberdayaan, dan ketergantungan masyarakat pinggir hutan itu. Sebaiknya didorong masyarakat mampu memecahkan masalahnya sendiri menurut versi mereka. Kita tidak selayaknya under estimate terhadap kemampuan mereka. Agar masyarakat menemukan kembali harga dirinya bahwa mereka mampu menyelesaikan berbagai persoalannya secara lebih mandiri.

Untuk dapat melakukan perannya yang tepat, diperlukan keterpaduan program antara pemerintah, yang berarti lintas kementerian, di dalam kementerian; pihak CSO, dan swasta, dan menggunakan network atau kolaborasi multipihak sebagai kendaraan. Kelompok-kelompok Kerja Percepatan Perhutanan (Pokja PPS) yang dibentuk di lebih dari 15 provinsi yang beranggotakan multipihak diharapkan menjadi kendaraan yang efektif. Demikian pula, empat prinsip tata kelola

Page 21: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

18

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

tersebut juga berlaku bukan hanya di tingkat masyarakat pinggir hutan, tetapi juga diperlukan sebagai modal dasar reposisi peran pemerintah, CSO, dan swasta dengan menggunakan Pokja PPS sebagai kendaraan bersama. Bukan suatu hal yang mudah namun juga bukan barang baru yang mustahil dilakukan.

Saudara Ketua Senat, Dekan, dan segenap alumni,Saya kutip pemikiran Prof. Ir. Djoko Marsono, MSc pada 15 tahun yang lalu,

tepatnya pada tahhun 2002 sebagai berikut :

“Pengelolaan sumber daya hutan sampai saat ini masih tampak bersifat antroposentris, yang kurang menghargai peran perlindungan sistem penyangga kehidupan, sebagai contoh dalam definisi hutan produksi di UU No 41 tahun 1999, RKTN dan RKTP, desain pembangunan HTI dan lain-lain. Hal ini juga tampak pada penilaian yang rendah terhadap kawasan hutan (dan atau kawasan konservasi) karena penilaian hanya didasarkan atas produk dan jasa dan bukan berdasarkan valuasi ekonomi yang menyangkut seluruh sendi kehidupan manusia sekitarnya. Akibatnya degradasi hutan dan atau sumber daya alam yang lain semakin besar dari waktu ke waktu”.

“Kawasan konservasi sering hanya dimaksudkan sebagai benteng terhadap pengawetan dan pemanfaatan flora fauna (RUU Kehati), mengabaikan aspek ekosistem, sehingga mengingkari peran kawasan tersebut sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan seperti penahan banjir, sumber air bagi kehidupan dan lain-lain”.

Penyataan tersebut semakin meneguhkan suatu pandangan bahwa ke depan, dalam pengurusan hutan Indonesia, sudah seharusnya didasarkan pada seluruh nilai manfaat, di aspek “ekosistem” atau perannya sebagai “penyangga kehidupan”, dan tentu saja termasuk “nasib kehidupan manusia” di dalamnya. Inilah sebenarnya yang disebut sebagai konsep deep ecology dan berbeda dengan konsep shallow ecology yang melahirkan sikap mental antroposentrisme. Dalam pandangan Prof. San Afri Awang, pengetahuan perhutanan sosial ontologinya berbasis pada flora, fauna, ekosistem, manusia.

Saudara Ketua Senat, Dekan, dan segenap alumni,Saya menyakini justru di era perhutanan sosial ini, peranan rimbawan

menemukan momentumnya. Model kelola agroforestry, agrofishery, agro silvopasture, akan mewarnai dan sudah seharusnya mengambil perannya agar model-model perhutanan sosial di lahan terdegradasi dapat dipulihkan sekaligus meningkatkan

Page 22: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

19

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

kesadaran dan ragam penghasilan masyarakat. Peranan ilmu silvikultur intensif sudah sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas lahan perhutanan sosial per unit luasan yang sempit seperti di Jawa, Bali, Lombok, Lampung, Sulawesi Selatan, dan sebagainya. Peranan ilmu ekologi, deep ecology, justru semakin penting dalam konteks perubahan tata guna lahan, tutupan vegetasi hutan alam, dan berkembangkan beragam tata guna lahan di era perhutanan sosial tersebut, baik pada areal perhutanan sosial yang sedang melakukan rehabilitasi, restorasi; yang sedang mengembangkan ragam manfaat jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu, nilai spiritual, nilai kesejarahan, dan sebagainya.

Pengembangan ekowisata berbasis masyarakat juga memerlukan dukungan pakar dan praktisi, agar model pengembangannya mampu memberikan manfaat ekonomi lokal sekaligus melakukan restorasi dan melestarikan hutan, sebagaimana dicontohkan di Hutan Kemasyarakatan (Hkm) Kalibiru, inisiatif ekowisata berbasis masyarakat di Tangkahan, upaya restorasi alang-alang di Hkm Tebing Siring, dan berbagai contoh lainnya.

Saya menyakini bahwa masyarakat mampu merestorasi hutan, memanfaatkan hasil hutan, dan mengelola hutan secara lebih bertanggungjawab, melaksanakan prinsip-prinsip kelestarian, dan sekaligus meningkatkan martabatnya sebagai petani. Syaratnya mereka diberikan kepercayaan dan pendampingan. Dan pemerintah terus melakukan perubahan paradigmatik untuk lebih mau “mendengarkan’, mengembangkan partisipasi dan melibatkan masyarakat sejak dari awal proses perencanaan melalui dialog-dialog yang konstruktif untuk tumbuh suburnya kelompok-kelompok masyarakat desa hutan yang lebih berani mengemukakan pendapat dan beradu argumentasi serta melek aturan, faham hak dan kewajibannya dalam mengelola hutan.

Saudara Ketua Senat, Dekan, dan segenap alumni,Kebijakan alokasi ruang kelola untuk masyarakat seluas 12,7 juta hektar atau

10% dari luas hutan Negara yang di sekitarnya terdapat >9.800 desa saat ini, adalah satu-satunya kebijakan pertama sejak 74 tahun Indonesia Merdeka. Pendulum politik ruang kawasan hutan kita telah mulai mengarah kepada masyarakat pinggir hutan. Bahkan pencadangan ruang kelola untuk masyarakat ini yang disebut sebagai Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS), yang akan dievaluasi setiap enam bulan. Sejarah pentingnya adalah bahwa PIAPS seluas 13.887.068 hektar tersebut

Page 23: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

20

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

ditetapkan dengan keputusan Menteri LHK, yaitu Nomor: SK.4865/MENLHK-PKTL/REN/PLA.0/9/2017, tanggal 25 September 2017. Perhutanan Sosial ini juga telah didukung regulasi yaitu Permen LHK No.83 tahun 2016 beserta perangkat Perdirjen PSKLnya, dan PermenLHK Nomor 39 tahun 2017 - khusus di Pulau Jawa yang saat ini masih banyak pro dan kontra dalam pelaksanannya.

Saudara Ketua Senat, Dekan, dan segenap alumni,Baru di pemerintahan Pak Joko Widodo inilah - kalau boleh saya sebutkan

beliau sebagai seorang rimbawan alumni Kampus ini tahun 1980, ruang kelola untuk masyarakat ditetapkan dengan cukup luas, akan dikawal, dan juga dilindungi. Politik keberpihakan yang saya sebut sebagai “soft agrarian reform” ini, telah dimulai dan sudah selayaknya para rimbawan juga mendukung dengan cara memperkuat pendampingan di tingkat lapangan.

Akhirnya, dalam momen “Refleksi Perjuangan dan Masa Depan Perhutanan Sosial di Indonesia” ini, saya kembali mengutip apa yang telah diulas Eckhart Tolle dalam A New Earth Create Better Life (2005):

“You do not become good by trying to be good, but by finding the goodness that already within you, and allowing that goodness to emerge. But it can only emerge if something fundamental changes in your state of consciousness” (Anda tidak menjadi baik dengan berupaya menjadi baik, tapi dengan cara mencari kebaikan yang telah ada dalam diri, dan membiarkan kebaikan itu muncul. Namun ia hanya akan muncul jika sesuatu mendasar dalam kesadaran Anda berubah).

Terima kasih, mohon maaf atas segala kekurangan dalam memberikan pandangan yang hanya berdasarkan pengalaman lapangan ini. Kesempurnaan dan Ketidakterbatasan hanya milik Allah SWT semata-mata.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Salam Rimbawan.

Page 24: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

21

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Daftar RujukanAwang., S.A.,  2013. Deforestasi dan Konstruksi Pengetahuan Pembanguan Hutan

Berbasis Masyarakat. Artikel Utama. Jurnal Rimba Indonesia Volume 51, Mei 2013.

Capra, F.,  2001. “Jaring-jaring Kehidupan” Visi Baru Epistemologi dan Kehidupan.Darmanto dan A Setyowati., 2012. Berburu Hutan Siberut. Orang Mentawai,

Kekuasaan, dan Politik Ekologi. UNESCO-Kepustakaan Popular Gramedia.De Santo., J., 2015. Sekolah Perdamaian. Harian Kompas, tanggal 2 Januari 2015.FAO., 2015. State of the World Forest 2014. Enhancing the Socio economic Benefits

from Forest. FAO, Rome.Gutomo B Aji., dkk. 2014. Poverty reduction in villages around the forest : the

development of social forestry model and poverty reduction policies in Indonesia. Research Center for Population. Indonesian Institute of Sciences.

Ismatul H dan R Wibowo (Ed).,2013. Jalan Terjal Reformasi Agraria di Sektor Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Litbang Kehutanan.

Marsono, Djoko, 2002. Perspektif Ekosistem Konservasi Hutan Produksi PT Perhutani. Makalah disampaikan pada Workshop Keharusan Konservasi dalam Peningkatan Produktivitas dan Pelestarian Hutan Produksi, kerjasama antara Fakultas Kehutanan UGM dan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, 9 - 11 Agustus 2002

Otto Scharmer., 2007. Addressing the Blind Spot of Our Time. An Executive Summary of the New Book by Otto Scharmer.Theory U : Leading from the Future as It Emerges.

The Social Technology of Presencing. The Presencing Institute. Cambride MA. Society for Organizational Learning, 2007.

Santoso, H. dkk., 2015. Penyusunan Rekomendasi Kebijakan Presepatan Proses Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Kemitraan. Partnership for Governance Reform in Indonesia.

Kartodihardjo., 2013. Kembali ke Jalan Lurus. Kritik Penggunaan Ilmu dan Praktek Kehutanan di Indonesia. Hariadi Kartodihardjo (Editor).

Sarong. F., 2013. Serpihan Budaya NTT (Kumpulan Ficer di Harian Kompas). Tony Kleden dan Maersel Robot (Editor). Penerbit Ledalero. Cetakan I-Mei 2013. Eman., J.E & R.Mirse. (Ed)., 2004. Gugat Darah Petani Kopi Manggarai. Penerbit Ledalero. Cetakan I 2004.

Page 25: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

22

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Suharjito, D., 2014. Devolusi Pengelolaan Hutan dan Pembangunan Masyarakat Pedesaan. Orasi Ilmiah Guru Besar IPB. IPB, 03 Mei 2014.

Tolle, E., 2005. A New Earth. Create a Better Life. Michael Joseph. An Imprint of Pinguin Books.

Verbist., B.dkk., 2004. Penyebab alih guna lahan dan akibatnya terhadap fungsi Daerah Aliran Sungai pada lansekap agroforestry berbasis kopi di Sumatera. ICRAF SE Asia. Agrivita Volume 26 No.1, 1 Maret 2004.

Wiratno., 2004. Nahoda : Leadership dalam Organisasi Konservasi. Conservation International Indonesia.

Wiratno, 2012. Tipologi Konflik-konflik Sosial di Kawasan Konservasi dan Upaya Solusinya. www.konservasiwiratno.blogspot.com.

Wiratno, 2013. Pendekatan Budaya dalam Menjaga Lingkungan: Kontribusi Kerja Jurnalisme dan Pemikiran Frans Sarong. www.konservasiwiratno.blogspot.com.

Wiratno, 2013. Mengelola TWA Ruteng dalam Perspektif Alternatif Ketiga. www.konservasiwiratno.blogspot.com.

Wiratno., 2013. Tangkahan: Dari Penebang Liar ke Konservasi Leuser. Orangutan Information Center (OIC) dan GRASP.

Wiratno., dkk. 2013. Tersesat di Jalan yang Benar. Seribu Hari Mengelola Leuser. UNESCO Jakarta Office.

Wiratno, 2014. Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa: Solusi Konflik, Pengentasan Kemiskinan dan Penyelamatan Habitat dan Perlindungan Keragaman Hayati. Direktorat Bina Perhutanan Sosial. Ditjen BPDASPS, Kementerian Kehutanan.

Page 26: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

23

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Ucapan Terima KasihTerima kasih dan penghargaan disampaikan kepada Bapak Dekan Fakultas

Kehutanan Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada saya, untuk menyampaikan Pidato Dies ke 54, pada tanggal 16 November 2017 ini. Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, M.Sc atas seri diskusi tentang kebijakan perhutanan sosial, tahun 2015-2017; Prof. Ir. Djoko Marsono tentang kritiknya terkait konsep dan kebijakan konservasi dan selalu mengemukakan pentingnya konsep “ekosistem” dalam kaitannya dengan konsep deep ecology; Alm. Prof. Dr.Ir. Soemitro yang memberikan kesempatan saya belajar ilmu ‘sosial’ di Desa Saneo, Kabupaten Dompu di era 1986; Dr. Agus Setyarso - aktif mendorong banyak sekali inovasi di lapangan, di KPH dan masyarakat. Penghargaan disampaikan kepada seluruh Civitas Academika Fakultas Kehutanan; para profesor dan guru di Fakultas Kehutanan UGM, rekan sejawat, adik kelas yang sempat membaca dan memberikan masukan pada draft pidato ini, yaitu: Dr. Muhammad Ali Imron, S.Hut, M.Sc, Dr. Tri Atmojo, S.Hut, M.Sc, Dr. Dwi Januanto Nugroho,S.Hut, MBA, Dr. Hery Santoso - aktivis Damar dan Java Learning Center, Ratna Hendratmoko, SH., M.Hum - pelaku birokrat Perhutanan Sosial Region Sumatera, dan Bisro Sya’bani, S.Hut, M.Eng - birokrat pembinaan daerah penyangga dan pengatur tata letak dan desain buku.

Page 27: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

24

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

LAMPIRAN 1:

KALIBIRU YANG “MENDUNIA”

SejarahPada tahun 1999, saat perubahan paradigma pengelolaan sumberdaya alam

berbasis masyarakat mulai terjadi, Yayasan Damar mencoba untuk menggali kembali sejarah pengelolaan hutan desa di Kabupaten Kulonprogo, termasuk Kalibiru. Semangat masyarakat membangkitkan kembali sejarah hutan desa awalnya mendapat dukungan politik dari Pemerintah Propinsi dan Departemen Kehutanan (saat itu). Kemudian dibangunlah relasi kerja kolaboratif antar berbagai pihak yang berkepentingan di tingkat desa dengan dibentuknya Forum Desa Hutan Desa. Forum ini memberikan jaminan akan keterlibatan desa sebagai struktur pemerintahan terdekat dengan pengelola hutan atau kelompok tani hutan (KTH), untuk keberlanjutan pengelolaan hutan desa. Akan tetapi dukungan yag mereka berikan ternyata belum cukup, diperlukan legalitas pengelolaan hutan atau surat kekancingan sebagai bentuk kepastian hukum terhadap hutan negara yang dikelola masyarakat.

Surat kekancingan diharapkan dapat diberikan oleh Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat kepada masyarakat di Kabupaten Kulonprogo, sebagaimana Sultan-sultan sebelumnya yang memberikan surat kekancingan bagi masyarakat untuk mengelola tanah-tanah milik kasultanan Yogyakarta, misalnya magersari, ataupun Sultan Ground. Selanjutnya, secara teknis pengaturan akan pengelolaan hutan desa, akan diserahkan kepada KTH dengan menempatkan desa sebagai lembaga yang mengaturnya atau dalam bentuk Peraturan Desa. Implikasinya, dengan pengelolaan hutan desa melalui KTH tersebut, maka dapat dijadikan salah satu alternatif sumber pendapatan bagi desa yang bersangkutan tanpa harus menggantungkan pada pemerintah pusat ataupun kabupaten.

Page 28: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

25

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Namun demikian, peta politik telah berubah. Sejak kemerdekaan RI, maka tanah-tanah di wilayah Yogyakarta secara otomatis masuk dalam wilayah RI. Demikian pula dengan hutan negara di Kulonprogo, sehingga kebijakan-kebijakan tentang kehutanan di wilayah ini harus tunduk dan diperankan oleh birokrasi di bawah Departemen Kehutanan.

Diakui bahwa pada saat itu skema hutan desa belumlah secara detail menjabarkan teknis pelaksaanaannya sebagaimana kebijakan Hutan Kemasyarakatan atau HKm. Sehingga proses untuk memperoleh legalitas tersebut terganjal oleh prosedur hukum yang berlaku. Sementara itu masyarakat sudah tidak sabar untuk memperoleh legalitas tersebut, sehingga ditempuhlah langkah pragmatis untuk menggunakan skema HKm dalam memperoleh akses atas hutan negara dengan tetap menerapkan model Hutan Desa dalam implementasinya di lapangan. Selanjutnya, strategi pragmatis tersebut harus diikuti dengan konsekuensi-konsekuensi lainnya yang mengacu kebijakan Hutan Kemasyarakatan. Akhirnya pada tanggal 15 Februari 2002, sebanyak 7 KTH telah mengantongi izin sementara HKm selama 5 tahun. Ketujuh kelompok tersebut adalah KTH Hutan Mandiri, Suko Makmur, Rukun Makaryo, Nuju Makmur, Taruna Tani, Sido Akur, dan Mangger Rejo yang kemudian bergabung dalam “Paguyuban Kelompok Tani Mandiri”.

Para PendampingDengan dukungan dari Ford Foundation, Yayasan Damar kemudian melakukan

pendampingan masyarakat di kawasan-kawasan HKm di Kulonprogo, termasuk lokasi yang kemudian dikenal sebagai ”Kalibiru”. Pendampingan difokuskan pada penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas masyarakat. Selain itu pendampingan juga diarahkan untuk memperkuat jaringan dengan para pihak di berbagai tempat, tidak terkecuali kalangan media yang dipandang memiliki peran strategis dalam mendorong proses pengarusutamaan kepentingan publik.

Terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.437/Menhut-II/2007 tanggal 11 Desember 2007 seluas 197 hektar,  yang terdiri dari Hutan Lindung seluas 144 ha dan Hutan Produksi seluas 83 ha untuk para pengelola HKm di Kulonprogo tidak bisa dilepaskan dari kerja-kerja jaringan tersebut di atas. Penerbitan keputusan tersebut tidak bisa dipisahkan dari kesepakatan-kesepakatan para pihak, termasuk Kementerian Kehutanan, yang dituangkan dalam rekomendasi Pekan Raya Hutan dan Masyarakat Tahun 2006, yang diselenggarakan oleh Java Learning Centre

Page 29: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

26

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

(JAVLEC) di Yogyakarta, dengan dukungan luas dari berbagai kalangan. Terbitnya keputusan tersebut  menandai babak baru pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Indonesia. Karena sejak itu usulan pengelolaan hutan oleh masyarakat dalam bentuk  HKm semakin meningkat dari tahun ke tahun.

KalibiruPublik lebih mengenal obyek wisata Kalibiru daripada Hutan Kemasyarakatan

Kulonprogo. Hal ini karena begitu terkenalnya Kalibiru yang sebenarnya dimulai dari dibangunnya tempat selfie  atau Selfie Spot berupa sebuah platform kayu yang ditempatkan pada sebatang pohon pinus. Seorang pengunjung harus naik di atas platform itu dengan pemandangan yang indah landscape waduk sermo dengan hutan rakyat  yang menghijau jauh di bawah sana.

Gambar : Keindahan landscape alam ciptaan Tuhan dan kisah sukses hutan rakyat di Kab.Kulonprogo, sudah seharusnya kita syukuri, jaga, dan lestarikan, karena itu titipan generasi mendatang yang berhak menikmatinya..” (Wiratno : Keadilan Lintas Generasi,

26 Februari 2017)

Dengan berkembangnya teknologi gadget dengan kamera selfie nya mulai tahun 2013 yang didukung pula dengan media sosial seperti facebook, twitter, instagram, path, line, dan lain-lain, maka promosi Kalibiru seakan-akan terangkat tanpa dapat dikendalikan lagi. Anak muda, orang tua, dari berbagai provinsi di anah air dan bahkan turis dari manca negara, bersedia antri untuk dikerek naik

Page 30: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

27

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

dan “berfotoselfieria” . Pada waktu penulis berkunjung ke Kalibiru beberapa bulan yang lalu, menemui seorang ibu dari Sorong, Papua Barat. Ia ternyata sedang mengantarkan putrinya yang ingin sekali berfoto di Spot Selfie Kalibiru.

Ide siapa yang mampu mengangkat sebuah desa Pegunungan Menoreh, bernama Hargowilis, yang semula sepi nyeyet itu menjadi terkenal menjadi Desa Wisata Kalibiru-nya itu? Pak Parjan - Ketua Paguyuban, mengatakan bahwa pada suatu saat di pertengahan tahun 1999, ia kedatangan seorang sarjana ISI, bernama Harjianto, warga Kalibiru yang menemukan titik yang kini dikenal sebagai ‘Spot Selfie Kalibiru’ dan lokasi flying fox, bersebelahan dengan prasasti “Batu Chris Bennet”. Sebelum Spot Selfie ini, yang pertama kali dibangun adalah sebenarnya adalah  flying fox, enam buah pondok wisata, joglo yang berfungsi sebagai aula pertemuan, empat gardu pandang dan jalan setapak. Pembangunan sarana-sarana tersebut medapat dukungan biaya dari dana Community Development Kabupaten Kulonprogo.

Belajar di KalibiruSaat ini telah banyak yang belajar membangun model wisata kreatif ini, antara

lain pengelola HL Sungai Wein, Sungai Manggar-Kalimantan Timur, kelompok masyarakat dan Dishut Bangka Belitung, BPDAS Mamberamo Raya yang bersama kelompok tani magang selama 1 minggu, serta Dishut Kabupaten Mikika. Mereka belajar bagaimana Kalibiru dikembangkan, dimana hutannya bisa di lestarikan dan masyarakat dapat manfaatnya. Umumnya, mereka yang telah mendapatkan izin bingung, mau mengembangkan apa di hutan desa atau HKm-nya?

Nama KalibiruPak Parjan bercerita tentang asal muasal nama Kalibiru. Sebuah nama yang

terkesan ‘aneh’ di tempat itu, karena di lokasi tersebut tidak ditemukan aliran sungai atau anak sungai, apalagiicon wisata di lereng Merapi.

Dampak KalibiruKarena hutannya dijaga, pohonnya tidak ditebang di sekitar lokasi dusun-

dusun sekitar Kalibiru, maka yang dirasakan oleh masyarakat adalah ketersediaan air dari Anak Sungai Ngrancah mengalir sepanjang tahun, yang sebelumnya seringkali kekeringan. Hal ini diiringi dengan semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat menjaga lingkungan, menanam, dan pepohonan. Fenomena sosial

Page 31: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

28

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

lainnya yang menarik adalah beberapa rumah tangga yang semula “mboro” atau mencari penghidupan di luar Kalibiru mulai kembali dan ingin ikut mendapatkan berkah ekonomi wisata Kalibiru, yang kini juga disebut sebagai Desa Wisata.

Tentu perubahan tersebut menjadi fenomena yang menarik. Kalibiru bisa menjadi ‘magnet’ ekonomi kreatif di tingkat desa dan dusun-dusun terpencil pinggir hutan. Dampak ekonomi sebenarnya baru dirasakan sejak tahun 2010, dengan bertambahnya jumlah pengunjung. Jadi, memerlukan waktu sebelas tahun dari tahun 1999 pertama kali Kalibiru dibangun. Grafik berikut menunjukkan daya tarik tersebut.

Jumlah pengunjung yang semakin meningkat juga perlu diperhatikan, antara lain dampak negatif yang timbul, seperti sampah plastik, areal parkir yang semakin penuh, keselamatan pengunjung khususnya foto selfie, flying fox, dan sebagainya. Memang perlu direncanakan paket-paket baru di luar kompleks Kalibiru tersebut, yang dapat berupa Paket Belajar Pembibitan di Kebun Bibit Desa dan Menanam Pohon, Paket Belajar Sejarah Pembangunan Hutan Rakyat, Paket Menginap dan Tinggal di Dusun, Paket Adopsi Pohon, dan sebagainya.

Page 32: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

29

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Estimasi Pendapatan per BulanNo Rincian Jumlah/bulan Keterangan

1 Retribusi weekdays(senin-jum’at)

Rp. 5.500.000,- Harga tiket Rp. 5000,- estimasi pengunjung 50 orang per hari

2 Retribusi weekend(Sabtu – minggu)

Rp. 80.000.000,- Harga tiket Rp. 5000,- estimasi pengunjung 200 orang per hari

3 Jasa parkir kendaraan Rp. 2.700.000,- Tarif parkir Rp. 2.000,- Estimasi jumlah kendaraan ± 25 unit /hari (weekdays) dan ± 100 unit/hari (weekend)

4 Jasa penyewaan kamar Rp. 9.000.000,- Harga sewa Rp. 150.000,- Tingkat hunian ± 1 kamar (weekdays) dan ± 5 kamar (weekend)

5 Keuntungan penjualan souvenir, Keripik, gula Semut, madu, Makanan dan minuman

Rp. 1.000.000,- Penjualan pada kios-kios yang dikelola anggota kelompok di dalam lokasi wisata.

Jumlah Rp. 98.200.000,- Estimasi Penghasilan setiap bulan

Pada tahun 2014, Pengelola Hutan Kemasyarakatan Kalibiru diganjar sebagai Pemenang I Wana Lestari oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan rombongan diterima Presiden Susilo Bambang Yudoyono di Istana Negara pada tanggal 17 Agustus 2014.

Tahun 2016, Rp 5 milyar yang dihasilkan oleh Pengelola Hutan Kemasyarakatan Mandiri sebagai pendapatan kotor, dengan  9 orang pengelola dan 53 karyawan tetap. Kalibiru saat ini mampu menciptakan tenaga kerja   sebanyak 176 orang, mulai dari penjaga jalan masuk (28 orang), pekerja bangunan (46 orang), karyawan warung (49 orang), jasa foto (17 orang), parkir (16 orang), dan ojek (20 orang). Ditambah dengan pekerja dari luar, secara total, tidak kurang dari 238 orang atau keluarga hidup dari Wisata Kalibiru ini.

Page 33: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

30

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

PengembanganDalam beberapa bulan ini, Kelompok Sukomakmur dan Menggerejo yang

lokasinya berada di bawah Kalibiru, mulai merintis pengembangan paket-paket wisata, untuk disatukan dengan Kalibiru, Misalnya dengan Paket Camping Ground dan Susur Sungai Ngrancah - SubDAS Seram, bagian dari DAS Serayu Opak Progo. Adopsi Pohon juga merupakan paket yang menarik anggota kelompok untuk tidak menebang pohon tetapi justru menjaga pohon dengan menghasilkan dana masuk. Demikian pula dengan penjualan karbon hutan, yang skemanya sedang disiapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan***.

Kontak :@DewiKalibiruFacebook: wisata.alam.kalibiruParjan (Ketua HKm -  081 392 023 122)Sumarjana (Ketua 2 Pengelola Wisata Kalibiru - 081 392 947 249)

Page 34: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

31

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

LAMPIRAN 2 :

SOLUSI ALANG-ALANG DAN PERANAN PERHUTANAN SOSIAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Struktur PerizinanProvinsi Kalimantan Selatan yang luasnya 3.753.052 Ha (BPS, 2015), seluas

1.779. 982 Ha atau 47,4% merupakan kawasan hutan. Bagaimana struktur izin di dalam kawasan hutan tersebut? Berdasarkan data Direktorat Inventarisasi dan PSDH, Ditjen Planologi dan Tata Lingkungan (2015), secara beurutan dari yang terluas adalah sebagai berikut : (1) IUPHHK-Hutan Tanaman Indusri seluas 586.647 Ha (32,96%), (2) IUPHHK-Hutan Alam seluas 240.101 (13,49%), (3) Kawasan Hutan Konservasi, Hutan Lindung, Hutan Produksi yang belum dibebani izin seluas 388.824 Ha (21,84%), (4) Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial seluas 216.800 Ha (12,18%), (5) Perubahan Peruntukan untuk Kebun seluas 215.659 Ha (12,12%), (6) Pinjam Pakai Kawasan seluas 53.606 Ha (3,01%), (7) Perubahan Peruntukan untuk Transmigrasi seluas 26.076 Ha (1,46%), (8) Pencadangan Hutan Tanaman Rakyat seluas 29.758 Ha (1,62%), (9) PAK Hutan Desa seluas 11.465 Ha (0,64%), (10) PAK Hkm seluas 11.045 Ha (0,62%). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa dominasi perizinan di Provinsi Kalimantan Selatan masih didominasi oleh perizinan skala sedang-besar, untuk IUPHHK HTI dan Hutan Alam, yaitu seluas 826.748 Ha atau 46,65% dari luas total kawasan hutannya.

Apabila ditinjau dari segi fungsinya, terkait dengan biodiversitas dan hidroorologi, terdapat Hutan Konservasi seluas 213.285 Ha atau 12% serta Hutan Lindung seluas 526.425 Ha atau 29,6%. Sehingga dari total kawasan hutan seluas 1.779.982 Ha, hampir seluas 739.710 Ha atau 41,6% berfungsi sebagai Kawasan Lindung.

Page 35: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

32

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Tutupan Hutan AlamBedasarkan kajian Forest Watch Indonesia (2014; halaman 110), stok hutan

alam di Provinsi Kalimantan Selatan seluas 752.891 Ha atau tinggal 42,29% dari luas total kawasan hutannya (1.779.982 Ha). Pada tahun 2013, luas hutan alamnya tersisa 705.527 Ha. Dengan demikian tingkat deforestasi 2009-2013 seluas 47.365 Ha atau rata-rata telah terjadi deforestasi seluas 11.841 Ha per tahun pada periode 2009-2013.

Alang-alang dan SolusinyaLahan alang-alang di Indonesia seluas 1.085.529 Ha, dimana 228.274 Ha atau

21,0% berada di Pulau Kalimantan. Alang-alang di Kalimantan Selatan seluas 147.877 Ha atau 64,78% dari luas total alang-alang di Pulau Kalimantan (Mulyani, 2005). Walaupun apabila dibandingkan luas kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Selatan, luas alang-alang tersebut hanya 8,3% dari luas kawasan hutannya, namun alang-alang selalu menjadi sumber api. Oleh karena itu solusi untuk secara terus menerus mengurangi luasnya menjadi tantangan sampai dengan saat ini.

Hutan Kemasyarakatan Tebing Siring dan Hutan Rakyat Telaga LangsatHutan Kemasyarakatan di Desa Tebing Siring, Kecamatan Bajuin di kawasan

Hutan Lindung Gunung Langkaras seluas 160 Ha dan Hutan Rakyat di Telaga Langsat, Kecamatan Takisung seluas 400 Ha telah membuktikan bahwa persoalan alang-alang dapat diselesaikan dengan cara membangun agroforestry (dalam hal Hkm Tebing Siring dengan karet dan saat ini telah berhasil ditanam sebanyak 40.000 batang berumur 4 tahun oleh dua Kelompok Tani Hutan atau KTH Ingin Maju dan KTH Suka Maju), dan di HR Desa Telaga Langsat, dengan berbagai kombinasi jenis tanaman cepat tumbuh seperti kaliandra bunga merah, mahoni, gliricidea, beringin, sekaligus dengan pengembangan lebah madu.

Gambar 1 : Kegiatan Panen Padi di Areal HKm Tebing Siring

Page 36: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

33

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Gambar 2 : Alang-alang tertutup dengan gliricidea dan kaliandra (kiri). Agroforestri karet umur 4 tahun dan kopi (kanan)

Gambar 3 : Lokasi Peta Penetapan Areal Kerja HKm Tebing Siring, Tanah Laut seluas 8.860 Ha

Kedua contoh di atas menunjukkan bahwa intensifikasi penggarapan lahan tanpa bakar, dan dengan memberikan pelatihan serta pendampingan yang tepat serta kontinyu dapat menghasilkan penguatan kelompok tani dan keberhasilan membasmi alang-alang sekaligus membuat lahan menjadi jauh lebih produktif dan semakin membaiknya tata air tanah terutama ketersediannya di musim kemarau.

Sosialiasi dan pendampingan di Hkm Tebing Siring dimulai sejak tahun 2011, didukung oleh JIFFRO-Jepang, Bridgestone (untuk bibit karet), dan Dinas Kehutanan setempat. Sedangkan pembangunan Hutan Rakyat di Telaga Langsat telah dimulai sejak tahun 2008 melalui Kelompok Usaha Produktif, Departemen Kehutanan 2008, dilanjutkan dengan dukungan dari Balai Perbenihan Tanaman

Page 37: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

34

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Hutan Kalimantan, melalui kegiatan “Seed for People”, dengan pengembangan tanaman mahoni, tahun 2009, dan didukung oleh BPDAS Barito untuk bantuan bibit dan pembinaan teknis penanaman termasuk budidaya lebah madu, dan berkembang dengan berbagai jenis ternak lainnya. Di kedua lokasi tersebut, dengan kondisi lahan semula berupa padang alang-alang yang tidak produktif karena selalu terbakar.

Kedua percontohan tersebut dapat diperluas atau direplikasi untuk menyelesaikan lahan kritis berupa alang-alang baik di dalam kawasan hutan melalui skema hutan kemasyarakatan dan di luar kawasan hutan melalui skema hutan rakyat sebagaimana telah berhasil dilakukan di Tebing Siring dan Telaga Langsat. Pemberian berbagai pelatihan dilanjutkan dengan pendampingan yang kontinyu berjangka panjang (> 5 tahun) serta jaminan pemasaran produk merupakan kunci suksesnya. Para pendamping baik dari unsur masyarakat maupun dari UNLAM dapat diberikan insentif berupa demplot untuk percontohan, yang sekaligus dapat digunakan sebagai praktik mahasiswa, dan sekolah lapangan bagi kelompok tani dari tempat lain yang sedang memulai bekerja di lahan alang-alang.

Literatur :Direktorat Inventarisasi dan PSDH, 2015. Buku Basis Data Kehutanan. Ditjen

Planologi dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Forest Watch Indonesia., 2014. Potret Keadaan Hutan Indonesia 2009-2013. Forest Watch Indonesia, 2014.

Mulyani, Ammy, 2005. Teknologi Menyulap Lahan Alang-alang menjadi Lahan Pertanian dalam Tabloid Sinartani. Edisi 30 Maret 2005.

Survai Lapangan., 2017. Tim Peninjauan Lapangan Dit Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial, Balai PSKL Wilayah Kalimantan, dan Pusat Perhutanan Sosial dan Agroforestri, Fahutan UNLAM.

Page 38: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

35

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

Catatan :Ucapan terima Kasih dan penghargaan ditujukan untuk Tim di Pusat Perhutanan Sosial dan Agroforestry, Fahutan Universitas Lambung Mangkurat yang dipimpin oleh Dr. Mahrus Aryadi, telah memulai inisiatif pendampingan di calon Hutan Kemasyarakatn Tebing Siring sejak 2011 dengan sosialiasi pentingnya membuat lahan alang-alang menjadi lebih produktif dan mendorong kelompok-kelompok masyarkat untuk mengusulkan skema hutan kemasyarakatan. Skema Agroforestry dalam Perhutanan Sosial dapat menjadi solusi persoalan alang-alang di Kalsel, dan kemungkinan besar di provinsi lainnya. Restorasi lahan kawasan hutan yang tidak produktif sudah dimulai dan diberikan contohnya di Hkm Tebing Siring dan Hutan Rakyat Telaga Langsat. Keduanya di Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan.

Page 39: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

36

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

LAMPIRAN 3 :

HASIL PENELITIAN DAMPAK EKONOMI DAN LINGKUNGAN DARI PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL

NO LOKASI HASIL SUMBER

1. Hutan Kemasyarakatan Sumberjaya, Kab.Lampung BaratHkm di KTH Bina Wana Lestari 645 Ha dan Hkm di KTH Mitra Wana Lestari Sejahtera 260 Ha

Penelitian dilakukan tahun 2009.Hkm mampu mengurangi tingkat kemiskinan rumah tangga petani antara 10%-90%, antara lain tergantung dari teknik agroforestry yang diterapkan oleh kelompok petani, kelembagaan Hkm di setiap lokasi. Disarankan agar model Perhutanan Sosial dalam mengurangi kemiskinan dilakukan melalui sinergi dengan kebijakan nasional penanggulangan kemiskinan. Kopi menyumbangkan 44% dari total pendapatan rumah tangga

Gutomo Bayu Aji, dkk., 2014 :The Policy Paper : Poverty Reduction in Villages around the Forest. Research Center of Population Indonesian Institute of Sciences

2. Hkm Sesaot, 5.950 Ha di Daerah Penyangga TN Rinjani, Lombok Barat

Penelitian dilakukan tahun 2010.Pendapatan per kapita per hari petani Hkm Sesaot sebesar Rp.12.654,- (1,4 USD). Dengan menggunakan standard garis kemiskinan internasional tahun 2008 sebesar 1,25 USD per kapita per hari (World Bank), petani Sesaot termasuk hidup di atas Garis Kemiskinan.

Markum, dkk, 2014. Hutan Kemasyarakatan. Sebuah Ikhtiar Mewujudkan Hutan Lestari Masyrakat Sejahtera. Potret Dua Dasawarsa Praktik Hutan Kemasyarakatan di Provinsi NTB. Balai Pengelolaan DAS Dodokan Moyosari, 2014.

3. Hkm Santong, 221 Ha, di Daerah Penyangga TN Rinjani, Kab.Lombok Utara

Produk HHBK Hkm Santong memberikan keuntungan ekonomi dengan penerimaan sebesar Rp.13.250.000,- per tahun. HHBK berupa kemiri, durian, coklat, nangka, alpukat, kopi, melinjo, dan pisang. Tahun 2011 WWF mendukung pemrosesan pasca panen.

Zaini, A., 2010 Mid evaluation Forest Governance Program di Nusa Tenggara, dlam Markum dkk, 2014.

Page 40: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

37

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

NO LOKASI HASIL SUMBER

4. Hkm Kulonprogo Pengembangan wisata alam Kalibiru (foto selfie, outbound), telah menghasilkan pendapatan kotor Rp 98.000.000,- per bulan; dengan jumlah pengunjung rata-rata 25.000 orang/tahun.

Tim Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial, Ditjen PSKL, 2014.

5. Nilai ekonomi kopi seluruh Hkm di Kab.Tanggamus40.043 Ha

Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung telah memiliki izin Hkm seluas 40.043 Ha atau hampir 50% dari luas izin Hkm di seluruh provinsi. Sebagian besar, areal Hkm ditanami dengan kopi robusta tanpa tanaman peneduh. Dengan hasil panen rata-rata 750 Kg/Ha, harga kopi asalan dengan kadar air 13% berkisar Rp 20.500,-/Kg, maka diperoleh hasil Rp.15.375.000,-/Ha. Apabila 60% petani anggota Hkm menanam kopi, maka nilai ekonomi dari kopi per tahun dari Kabupaten Tanggamus mencapai Rp. 392.025.600.000,- Atas dukungan PT Ulubelu Cofco Abadi, exporter kopi adalah membentuk Koperasi dan dukungan penyediaan infrastruktur, seperti gudang, dan pendampingan kelola kopi yang lebih produktif, penanggulangan hama dan penyakit.

Tim Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial, Ditjen PSKL, 2014

6. Nilai ekonomi madu hutan Indonesia :Padang, TNTN, Lampung Barat, Bengkulu, Bangka Barat, TN Ujung Kulon, Bandung dsk, Pati, Semarang, Batang, Malang, Jembrana, Sumbawa, Timor Tengah Selatan, Kapuas Hulu, Kota Baru, Kukar, Berau Barat, Poso, Luwu Utara, Goa, Kolaka, Tondano

Madu hutan yang pengembangan pemasarannya dikoordinasikan oleh Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI), nilai ekonomi dalam bentuk bahan mentah yang telah berhasil dipasarkan baru 35-70 ton per tahun senilai 5-7,5 Milyar. Sementara potensinya di alam, mencapai 3.500 ton madu hutan per tahun, atau senilai 175 Milyar (Rp 50.000/Kg). Sedangkan nilai produk kemasannya dapat meningkat nilai jualnya sebesar 20-30%. Saat ini, JMHI mengendalikan simpul jaringan di 8 provinsi dan 9 kabupaten dengan anggota sebanyak 1.775 KK atau 8.885 jiwa warga. Mereka tinggal di pinggir-batas hutan telah terbukti menerima manfaat dari bisnis madu hutan, sekaligus sebagai pengawal dan penjaga hutan yang cukup efektif.

Rio Bertoni, Ketua Jaringan Madu Hutan Indonesia

Page 41: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

38

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

NO LOKASI HASIL SUMBER

7. Potensi carbon Hutan Desa Laman Satong, 1070 Ha, Kab.Ketapang, ekosistem gambut

Potensi penurunan emisi dari HD Laman Satong sebesar 4.684 tCO2 per tahun berdasarkan validasi oleh Plan Vivo pada Januari 2015. Hal ini menunjukkan besarnya potensi lahan gambut untuk mencegah emisi. Hutan desa yang kecil mampu memberi dampak besar untuk penurunan emisi nasional

Flora Fauna International

8. Potensi Karbon di Hutan Desa Pematang Gadung, Kab.Ketapang. Ekosistem gambut dalam, habitat orang utan

Potensi penurunan emisi dari Blok Hutan Pematang Gadung sebesar 830.000 tCO2 per tahun (pre-validasi oleh VCS, 2011)

Flora Fauna International

9. Hutan Kemasyarakatan Tebing Siring, 400 Ha, Kab.Tanah Laut, Kalimantan Selatan

Merehabilitasi lahan kawasan hutan yang berupa alang-alang menjadi lebih produktif melalui penerapan agroforestry karet, budidaya lebah, pengembangan wisata alam air terjun Sekar Alam Bajuin.

Pusat Perhutanan Sosial dan Agroforestry Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat; kerjasama dengan IUFRO Jepang.

10. Hutan Desa Merabu, 8.245 Ha di Kab.Berau, Kalimantan Timur

Etnik Dayak mengelola hutan desa dengan Gua-gua potensi karst, bagian dari ekosistem Karst Sangkurilang-Mangkulihat; pengelolaan sarang burung walet, potensi wisata gua, potensi air, silvopastur, dan mengembangkan perencanaan desa (bottom up planning), dengan nama SIGAP yang difasilitasi oleh the Nature Conservancy (TNC) n mendapatkan dukungan dari program Kabupaten Berau.

The Nature Conservancy, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten Berau, Ditjen PSKL

11. Pengembangan Wood Pellet dan Kebun Energi, di Desa Kambangan, Kec.Geger, Kab.Bangkalan Madura.

Pembangunan Kebun Energi berbasis Pesantren, yang mampu menghijaukan 214 Ha lahan masyarakat dengan penanaman kaliandra bunga merah (Calliandra challotyrsus). Mendapatkan dukungan dari ICCTF-Bappenas, kerjasama dengan Direktorat Perhutanan Sosial, Ditjen BPDASPS (2012), dan didampingi oleh LSM IDEAS, mengembangkan pabrik wood pellet.

Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan.

Page 42: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

39

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

NO LOKASI HASIL SUMBER

12. Hutan Kemasyarakatan di Lampung Barat – kecukupan pangan

Hutan Kemasyarakatan di Lampung Barat yang diteliti pada Juni-September 2012, memberikan kesimpulan bahwa pengelolaan Hkm dengan sistem agroforestry mampu mendukung secara signifikan ketahanan pangan, dimana 87% dari responndent dapat mencapai daya dukung gizi pada tingkat kecukupan >90% Angka Kecukupan Energi (AKE).

Dr.Christine Wulandari, Jurusan Kehutanan, Fak.Pertanian, Universitas Lampung (2013).

13. Hutan Adat Amatoa Kajang, Kab.Bukukumba, Sulawesi Selatan

Masyarakat Adat Ammatoa Kajang telah berhasil mempertahankan wilayah adatnya seluas 313,9 Ha dlam keadaan utuh, dengan prinsip Hutan Adat merupakan warisan luluhur (sacre forest), yang tidak boleh diganggung dan dijaga sebagaimana, karena generasi yang akan datang harus dapat menikmati semua manfaat Hutan Adat tersebut sebagaimana generasi saat ini (prinsip keadilan lintas generasi). Masyarakat Kajang hanya meminta pemerintah untuk melegalkan status hutan adat tersebut, sebagai bentuk “negara hadir” di masyarakat.

Pendampingan yang konsisten oleh CIFOR, Perkumpulan HUMA, AMAN. Bersama para pihak, Pemerintah Kabupaten Bulukumba telah mendukung terbitnya Perda No 9 Tahun 2015. Saat ini proses Verifikasi oleh Kementerian LHK telah selesai dn menunggu proses legalisasi.

14. Pengelolaan Ruang Hidup Masyakarat di dalam dan sekitar hutan Desa-desa di Kab.Toli-toli, Kab. Sigi, Kab.Parigi Moutong, Kab.Doggala

Dengan menggunakan metode “Riset Peta Mental, Yayasan Merah Putih berhasil membuktikan keberadaan model Tata Ruang yang dikembangkan oleh masyarakat desa, dengan pembagian ruang : Hutan Keramat (do’ate makara), Hutan Lindung (Do’ate), dan Hutan Produksi (ulate) , dimana masing-masing memiliki aturan adat yang harus ditaati oleh seluruh anggota masyarakat.

Pengelolaan Ruang Hidup Masyakarat di dalam dan sekitar hutan di Sulawesi tengah, Yayasan Merah Putih (YMP), bekerjasama dengan Rainforest Foundation Norway, 2014.

Page 43: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur

40

Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke 54

NO LOKASI HASIL SUMBER

15. Pengelolaan dan pemanfaatan hutan oleh masyarakat desa hutan di 5 kabupaten, provinsi Sulawesi Tengah, dengan mempraktikkan kearifan lokal, mampu menjaga lingkungan dan menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan .

Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan dilakukan dengan etika lingkungan yang memperhitungkan keberlanjutan: Komunitas Kaili di Kab Donggala; Komunitas Tajio dan Lauje di Kab.Parigi Moutong; Komunitas Dondo di Kab.Toli-toli; dan beberapa komunitas di Kab.Tojo Una-una dan Sigi.

Hutan Hidup Kami. Studi Pengelolaan Hutan Masyarakat di 5 Kabupaten di Sulawesi Tengah, Yayasan Merah Putih (YMP), bekerjasama dengan Rainforest Foundation Norway, 2014.

Page 44: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur
Page 45: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur
Page 46: ‘PEREBUTAN’ RUANG KELOLA - Ditjen KSDAEksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/PIDATO DIES FKT 54 UGM-min.pdf · bahwa dukungan kebijakan nasional yang menyatakan tentang adanya unsur