Perdarahan Postpartum

10
BAB II PERDARAHAN POSTPARTUM (PPP) Perdarahan Post Partum (PPP) adalah perdarahan yang masif yang terjadi pada tempat inplantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu di samping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus. PPP bila tidak mendapat penanganan yang semestinya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta penyembuhan kembali. Definisi PPP adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Jika telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg nadi > 100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan. PPP yang menyebabkan kematian ibu 45 % terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73 % dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88 % dalam dua minggu setelah bayi baru lahir. Kausanya dibedakan atas : Perdarahan dari tempat implantasi plasenta - Hipotoni sampai atonia uteri Akibat anastesi Distensi berlebihan (gemeli, anak besar, hidramnion) Partus lama, partus kasep Partus presipitatus/partus terlalu cepat Persalinan karena induksi oksitosin Multiparitas Pernah atonia sebelumnya - Sisa Plasenta Kotiledon atau selaput ketuban tersisa Plasenta susenturiata Plasenta akreta, inkreta, perkreta Perdarahan karena robekan - Episiotomi yang melebar 9

description

hpp

Transcript of Perdarahan Postpartum

BAB IIPERDARAHAN POSTPARTUM (PPP)Perdarahan Post Partum (PPP) adalah perdarahan yang masif yang terjadi pada tempat inplantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu di samping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus. PPP bila tidak mendapat penanganan yang semestinya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta penyembuhan kembali. Definisi PPP adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Jika telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg nadi > 100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan. PPP yang menyebabkan kematian ibu 45 % terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73 % dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88 % dalam dua minggu setelah bayi baru lahir. Kausanya dibedakan atas : Perdarahan dari tempat implantasi plasenta Hipotoni sampai atonia uteri Akibat anastesi Distensi berlebihan (gemeli, anak besar, hidramnion) Partus lama, partus kasep Partus presipitatus/partus terlalu cepat Persalinan karena induksi oksitosin Multiparitas Pernah atonia sebelumnya Sisa Plasenta Kotiledon atau selaput ketuban tersisa Plasenta susenturiata Plasenta akreta, inkreta, perkreta Perdarahan karena robekan Episiotomi yang melebar Robekan pada perineum, vagina, dan serviks Ruptur uteri Gangguan koagulasi Jarang terjadi tetapi bisa memperburuk keadaan di atas, misalnya pada kasus trombofilia, sindroma HELLP, preeklamsia, solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, dan emboli air ketuban. Berdasarkan saat terjadinya PPP dapat dibagi menjadi PPP primer, yang terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir dan sisa sebagian plasenta. Dalam kasus yang jarang, bisa karena inversio uteri, PPP sekunder yang terjadi setelah 24 jam persalinan, biasanya oleh karena sisa plasenta.ATONIA UTERIAtonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.Perdarahan oleh karena atonia uteri dicegah dengan : Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurukan insidens perdarahan pascaperslinan akibat atonia uteri. Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet ( 400-600 g) segera setelah bayi lahir.

Faktor predisposisinya adalah sebagai berikut.1. Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau anak terlalu besar.2. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.3. Kehamilan granbde-multipara.4. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.5. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.6. Infeksi intrauterin (korioamnionitis).7. Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya. Diagnosis Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahirternyata perdarahan masih aktif dan banyak, beregumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-10.000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.Tindakan Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut. Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen. Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara : Masase fundus uteri dan merangsang puting susu. Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara i.m., i.v., atau s.c. Memberikan derivat prostaglandin F2 (carboprost tromethamine) yang kadang memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual muntah, febris, dan takikardi. Pemberian misoprostol 800 1.000 g per-rektal. Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal. Kompresi aorta abdominalis. Pemasangan tampon kondom, kondom dalam kavum uteri disambung dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi cairan infus 200 ml yang akan mengurangi perdarahan dan menghindari tindakan operatif. Catatan ; tindakan memasang tampon kasa utero-vaginal tidak dianjurkan dan hanya bersifat temporer sebelum bedah ke rumah sakit rujukan. Bila semua tindakan itu gagal. Maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi, Alternatifnya berupa : Ligasi artei uterina atau arteri ovarika Operasi ransel B Lynch Histerektomi supervaginal Histerektomi total abdomen

Tabel.1. Jenis-jenis uterotonika dan cara pemberiannyaJenis dan CaraOksitosinErgometrinMisoprostol

Dosis dan cara pemberian awalIV: infus 20 unit dalam 1 liter larutan garam fisiologis 60 gtt/menitIM : 10 unitIM atau IV (secara perlahan) 0,2 mgOral 700 mg atau rektal 400 mg

Dosis lanjutanIV: Infus 20 unit dalam 1liter larutan garam fisiologis 40 gtt/menitUlangi 0,2 mg IM setelah 15 menit. Jika masih diper-lukan beri IM atau IV setiap 2-4 jam400 mcg 2-4 jam setelah dosis awal

Dosis Maksimal per hariTidak lebih dari 3 liter larutan dengan oksitosin Total 1 mg atau 5 dosisTotal 1200 mg atau 3 dosis

KontraindikasiTidak boleh memberi IV secara cepat atau bolusPreeklampsia, vitium kordis, hiper-tensiNyeri kontraksi, asma

ROBEKAN JALAN LAHIR Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma, pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forseps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi.Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan perineum spontan derajat ringan sampai ruptur perinei totalis (sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan, yang terberat ruptura uteri. Perdarahan yang terjadi saat kontraksi uterus baik, biasanya, karena ada robekan atau sisa plasenta. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara melakukan inspeksi vulva, vagina, dan seviks dengan memakai spekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri warna darah yang merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi. Perdarahan karena ruptura uteri dapat diduga pada persalinan lama atau kasep, atau uterus dengan lokus minorus resistensia dan adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas intraabdominal. Semua sumber perdarahan harus diklem, diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.Teknik penjahitan memerlukan anastesi, penerangan lampu yang cukup serta spekulum dan memperhatikan keadaan luka. Bila penderita dan tidak kooperatif, perlu mengundang sejawat anastesi untuk ketenangan dan keamanan saat melakukan hemostasis.

RETENSIO PLASENTABila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut plasenta akreta bila implantasi menembus desuda basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai miometrium dan disebut plasenta perkata bila vili korialis sampai menembus perimetrium.Faktor pedisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio srsarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal di dalam uterus disebut rest plasenta dan dapat menimbulkan PPP primer atau (lebih sering) sekunder. Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta yang sudah lepas dan menimbulkan perdarahan yang cukup banyak. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjait. Untuk itu harus dilakukan ekspolarasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberikan transfusi darah seuai dengan keperluannya.

INVERSI UTERUSKegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah terjadinya inversi uterus. Inversi uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit dan komplit.Faktor-faktor yang memungkinkan terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya karena plasenta akreta. Inkreta dan perkreta, yang tari pusatnya ditarik keras ke bawah) atau ada tekanan pada pundus uteri dari atas (manuver Crede) atau tekanan intraabdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk atau bersin). Melakukan traksi umbilikus pada pertolongan aktif kala III dengan uterus yang masih atonia memungkinkan terjadinya inversio uteri.Inversio uteri ditandai dengan tanda-tanda: Syok karena kesakitan Perdarahan banyak dan bergumpal Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tampak plasenta yang masih melekat. Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup lama, maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis dan infeksi.

Tindakan Secara garis besar tindakan yang dilakukan sebagai berikut.1. Memanggil bantuan anastesi dan memasang infus untuk cairan/darah pengganti dan pemberian obat.2. Beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium keatas masuk kedalam vagina dan uterus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.3. Didalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus dan i.m. tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan.4. Pemberian antibiotoikdan tranfusi darah sesuai dengan keperluannya.5. Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan manuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparatomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.

PERDARAHAN KARENA GANGGUAN PEMBEKUAN DARAHKausal PPP karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apabila disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebenarnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan pendarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdektesi adanya FDF (fibrin degradation product) serta perpanjangan tes protrombin dan PTT ( partial thromboplastin time).Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solutio plasenta, kematian janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban,dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma baku segar, trombosit, fibrinogen dan heparisinasi atau pemberian EACA ( epsilon aminon caproic acid).

Pencegahan Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi akan memudahkan penyelenggara pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenata an melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai risiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pascapersalinan. Antisipasi perdarahan pascapersalinan dapat dilakukan sebagai berikut :1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.2. Mengenal faktor predisposisi PPP seperti multiparitas, anak besar, hamil kembar, hidramnion, bekas seksio, ada riwayat PPP sebelumnya ada kehamilan risiko tinggi lainya yang risikonya akan muncul saat persalinan.3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.4. Kehamilan resiok tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun.6. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaan-RSHS Bandung. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS Hasan Sadikin. Bandung. Cunningham, Gary. F. 2010. Williams Obstetry. Edisi 23 Cetakan Pertama. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

15