perdarahan post partum.docx

16
 Tugas Mandiri Skenario 1 “Perdarahan Post Partum”  - PRISCA OCKTA PUTRI (11!"!!# 1. Mema hami da n menje laska n PPP (Per dara han Po st Par tum) 1.1 Def inisi Perd arah an pos t par tum ada lah per dar aha n ata u keh ilan gan dar ah leb ih dar i 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. 1.2 Klasifikasi Pe rdarahan Post P artum Berdasarkan waktu terjadinya ada dua : Per dar aha n pas ca per sal ina n pri mer (Ea rly Pos tpa rtum Haemorr hage, ata u  perdarahan pasapersalinan segera!. Perdarahan pasapersalinan primer terjadi dalam "# jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pasapersalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. $ erbanyak dalam " jam pertama.  Per dar aha n pas ca pe rsa lin an sek und er (%ate Pos tpa rtum Haemorr hage, ata u  perdarahan masa ni&as, atau perdarahan  pasapersalinan lambat, atau PPP kasep! Perdarahan pasapersalinan sekunder terjadi setelah "# jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pasapersalinan sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran. Berdasarkan penyebabnya  : Perdarahan dari tempat implantasi plasenta a. Hipoto ni sampa i atonia uter i : aki bat anest esi, dist ens i ber lebiha n (gam ely , anak  besar,hidroamnion !,partus terlalu epat (partus presipitatus!,persalinan karena induksi oksitosin,multiparitas,ri'ayat atonia sebelumnya  b. isa plasenta Perdarahan karena robekan a. Episi ot omi y ang meleb ar   b. )obekan pada perineum,*agina dan ser*ik . )uptur u teri  an!!uan koa!ulasi 1." #tiolo!i da n $akto r resiko Beberap a &aktor yang meny ebabka n perdara han post partum adalah atonia uteri, robeka n  jalan lahir,retensio plasenta,sisa plasenta dan kelainan pembekuan darah a.  +tonia uteri +to nia ute ri ada lah suatu kea daa n dimana ute rus gag al unt uk ber kon trak si dan mengeil sesudah janin keluar dari rahim. Pada perdarahan karena atonia uteri ini, uterus membesar dan lembek pada palpasi. +tonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke  ba'ah dalam usaha melahirkan plasenta. Perdarahan yang banyak dapat menyebabkan bisa menyebabkan indrom heehan- sebagai akibat nekrosis pada

Transcript of perdarahan post partum.docx

Tugas Mandiri Skenario 1 Perdarahan Post Partum - PRISCA OCKTA PUTRI (1102009220)1. Memahami dan menjelaskan PPP (Perdarahan Post Partum)1.1 DefinisiPerdarahan post partum adalah perdarahan atau kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III.1.2 Klasifikasi Perdarahan Post PartumBerdasarkan waktu terjadinya ada dua : Perdarahan pasca persalinan primer (Early Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan pascapersalinan segera).Perdarahan pascapersalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pascapersalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder (Late Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan masa nifas, atau perdarahan pascapersalinan lambat, atau PPP kasep)Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pascapersalinan sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.Berdasarkan penyebabnya : Perdarahan dari tempat implantasi plasentaa. Hipotoni sampai atonia uteri : akibat anestesi, distensi berlebihan (gamely, anak besar,hidroamnion),partus terlalu cepat (partus presipitatus),persalinan karena induksi oksitosin,multiparitas,riwayat atonia sebelumnyab. Sisa plasenta Perdarahan karena robekana. Episiotomi yang melebarb. Robekan pada perineum,vagina dan servikc. Ruptur uteri Gangguan koagulasi

1.3 Etiologi dan Faktor resikoBeberapa faktor yang menyebabkan perdarahan post partum adalah atonia uteri,robekan jalan lahir,retensio plasenta,sisa plasenta dan kelainan pembekuan daraha. Atonia uteriAtonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Pada perdarahan karena atonia uteri ini, uterus membesar dan lembek pada palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta. Perdarahan yang banyak dapat menyebabkan bisa menyebabkan Sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia,hipotensi,anemia,turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia,penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital,kehilangan rambut pubis dan ketiak,amenorea dan kehilangan fungsi laktasiPredisposisi atonia uteri : Grandemultipara Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000 gr) Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi) Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan anteparturn) Partus lama (exhausted mother) Partus presipitatus Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis) Infeksi uterus Anemi berat Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus) Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati) Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.

b. Robekan jalan lahirRobekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari Perdarahan pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina. Robekan serviksPersalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.

Perlukaan vaginaPerlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.KolpaporeksisKolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah uterus dengan servik uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke atas.FistulaFistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio sesarea. Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan serviks menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.

Robekan perineumRobekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.

c. Retensio plasentaRentensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta jam setelah anak lahir. Tidak semua retensio plasenta menyebabkan terjadinya perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka plasenta dilepaskan secara manual lebih dulu.d. Sisa plasentaSewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.e. Kelainan pembekuan darahf. Inversio uteriUterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan.

1.4 Gejala klinisGejala klinis dibagi berdasarkan etiologi masing-masing :Atonia uteriGejala dan tanda yang selalu ada:a. Uterus tidak berkontraksi dan lembekb. Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:Syok (tekanan darah rendah,denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual,dan lain-lain).Robekan jalan lahirGejala dan tanda yang selalu ada :a. Perdarahan segerab. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahirc. Uterus kontraksi baikd. Plasenta baikGejala dan tanda yang kadang-kadang ada:a. Pucatb. Lemahc. MenggigilRetensio plasentaGejala dan tanda yang selalu ada:a. Plasenta belum lahir setelah 30 menitb. Perdarahan segerac. Uterus kontraksi baikGejala dan tanda yang kadang-kadang ada:a. Tali pusat putus akibat traksi berlebihanb. Inversio uteri akibat tarikanc. Perdarahan lanjutanSisa plasenta Gejala dan tanda yang selalu ada:a. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkapb. Perdarahan segeraGejala dan tanda kadang-kadang ada:Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurangInversio uterusGejala dan tanda yang selalu ada:a. Uterus tidak terabab. Lumen vagina terisi massac. Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)d. Perdarahan segerae. Nyeri sedikit atau beratGejala dan tanda yang kadang-kadang ada:a. Syok neurogenikb. Pucat dan limbung

1.5 Diagnosis Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosis perdarahan post partum :1) Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri2) Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.3) Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari: Sisa plasenta atau selaput ketuban Robekan rahim Plasenta suksenturiata4) Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah5) Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test), dan lain-lain.Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi jalan lahir , bila karena retensio plasenta maka perdarahan akan berhenti setelah plasenta lahir. Sedangkan pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta atau trauma jalan lahir. Pada pemeriksaan obstetrik kontraksi uterus akan lembek dan membesar jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.1.6 PenatalaksanaanTujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin. Terapi pada pasien dengan perdarahan postpartum mempunyai dua bagian pokok :

a) Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahanPasien dengan PPP memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ-organ penting. Harus dipantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda vital pasien. Pastikan dua kateter intravena ukuran besar (16) untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.Pemberian cairan: Berikan ringer lactate atau normal salineTransfusi darah: Bisa berupa whole blood ataupun packed red cellEvaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urin (dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1 jam 30 cc atau lebih)b) Manejemen penyebab PPPTentukan penyebab PPP : Atonia uteriPeriksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oxytocin.Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya.Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut,letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior. Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan,pilihan berikutnya adalah ergotamine. Trauma jalan lahirLakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir di bawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai. Gangguan pembekuan darahJika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur uteri,sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik maka kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian produk pengganti darah (trombosit,fibrinogen).

1.7 Pencegahan perdarahan post partum Perawatan masa kehamilanTindakan pencegahan tidak hanya dilakukan sewaktu persalinan tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting,ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Persiapan persalinan Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik,keadaan umum, kadar Hb,golongan darah dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipka di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien yang anemia berat sebaiknya langsung di transfusi. Sangat dianjurkan pada pasien dengan risiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan untuk persalinan PersalinanSetelah bayi lahir,lakukan massase uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massase yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum,selama atau sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan mempercepat kontraksi yang akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan. Uterotonica, dapat diberikan segera sesudah bahu depan bayi dilahirkan

2. Memahami dan menjelaskan Hipotermia2.1 Definisi Bayi hipotermia adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 derajat celcius. Gejala awal hipotermia adalah apabila suhu kurang dari 36 derajat celcius atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (32-36 derajat celcius). Dan disebut hipotermia berat bila suhu bayi kurang dari 32 derajat celcius. Jadi Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh di bawah 36 derajat celcius (Dep.Kes.RI,1994).

2.2 Etiologi dan faktor risiko Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir : 1. Radiasi: dari objek ke panas bayi Contoh : timbangan bayi dingin tanpa alas 2. Evaporasi : karena penguapan cairan yang melekat pada kulit. Contoh : air ketuban pada tubuh bayi baru lahir, tidak cepat dikeringkan. 3. Konduksi : panas tubuh diambil oleh suatu permukaan yang melekat ditubuh. Contoh : pakaian bayi yang basah tidak cepat diganti. 4. Konveski : penguapan dari tubuh ke udara. Contoh : angin dari tubuh bayi baru lahir.

a. Penyebab utamaKurang pengetahuan cara kehilangan panas dari tubuh bayi dan pentingnya mengeringkan bayi secepat mungkin b. Resiko untuk terjadinya hipotermia 1. Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir 2. Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir 3. Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur 4. Tempat melahirkan yang dingin (putus rantai hangat). 5. Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan pernafasan, hipoglikemia perdarahan intra kranial.

Faktor PencetusFaktor pencetus terjadinya hipotermia :a. Faktor lingkungan b. Syok c. Infeksi d. Gangguan endokrin metabolik e. Kurang gizi, energi protein (KKP) f. Obat obatan g. Aneka cuaca

Etiologi terjadinya hipotermia pada bayi yaitu :1. Jaringan lemak subkutan tipis2. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar3. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit4. BBL (Bayi baru lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan 5. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang berisiko tinggi mengalami hipotermia.

2.3 Gejala klinis Gejala hipotermia :1. Sejalan dengan menurunnya suhu tubuh, bayi menjadi kurang aktif, letargi, hipotonus, tidak kuat menghisap ASI dan menangis lemah2. Pernafasan lambat, denyut jantung menurun3. Timbul sklerema : kulit mengeras berwarna kemerahan terutama di bagian punggung, tungkai dan lengan4. Muka bayi berwarna merah terang5. Hipotermia menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan jantunbg, perdarahan terutama pada paru-paru,ikterus dan kematian.

Tanda tanda hipotermia sedang :a. Aktifitas berkurang, letargis b. Tangisan lemah c. Kulit berwarna tidak rata (cutis malviorata)d. Kemampuan menghisap lemah e. Kaki teraba dinginf. Jika hipotermia berlanjut akan timbul cidera dingin

Tanda tanda hipotermia berata. Aktifitas berkurang, letargis b. Bibir dan kuku kebiruan c. Pernafasan lambat d. Pernafasan tidak terature. Bunyi jantung lambat f. Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik g. Resiko untuk kematian bayi

Tanda tanda stadium lanjut hipotermiaa. Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terangb. Bagian tubuh lainnya pucatc. Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)

2.4 DiagnosisDiagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk untuk deteksi awal adanya suatu penyakit dan pengukurannya dapat dilakukan melalui aksila, rektal atau kulit.Melalui aksila merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang dianjurkan, karena mudah, sederhana dan aman. Tetapi pengukuran melalui rektal sangat dianjurkan pada semua bayi baru lahir, oleh karena sekaligus sebagai tes skrining untuk kemungkinan adanya anus imperforatus.

2.5 Penatalaksanaan HipotermiaSegera hangatkan bayi, apabila terdapat alat yang canggih seperti inkubaator gunakan sesuai ketentuan. Apabila tidak tersedia inkubator cara ilmiah adalah menggunakan metode kanguru, cara lainnya adalah dengan penyinaran lampu. a. Hipotermia Sedang 1. Keringkan tubuh bayi dengan handuk yang kering, bersih, dapat hangat 2. Segera hangatkan tubuh bayi dengan metode kanguru bila ibu dan bayi berada dalam satu selimut atau kain hangat yang diserterika terlebih dahulu. Bila selimut atau kain mulai mendingin, segera ganti dengan selimut / kain yang hangat. 3. Ulangi sampai panas tubuh ibu mendingin, segera ganti dengan selimut / kain yang hangat. Mencegah bayi kehilangan panas dengan cara : a) Memberi tutup kepala / topi bayi b) Mengganti kain / popok bayi yang basah dengan yang kering dan hangat

b. Hipotermi Berat 1. Keringkan tubuh bayi dengan handuk yang kering, bersih, dan hangat 2. Segera hangatkan tubuh bayi dengan metode kanguru, bila perlu ibu dan bayi berada dalam satu selimut atau kain hangat 3. Bila selimut atau kain mulai mendingin. Segera ganti dengan selimut atau lainnya hangat ulangi sampai panas tubuh ibu menghangatkan tubuh bayi Mencegah bayi kehilangan panas dengan cara : a) Memberi tutup kepala / topi kepala b) Mengganti kain / pakaian / popok yang basah dengan yang kering atau hangat4. Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia. Karena itu ASI sedini mungkin dapat lebih sering selama bayi menginginkan. Bila terlalu lemah hingga tidak dapat atau tidak kuat menghisap ASI. Beri ASI dengan menggunakan NGT. Bila tidak tersedia alat NGT. Beri infus dextrose 10% sebanyak 60 80 ml/kg/liter5. Segera rujuk di RS terdekat

2.6 Pencegahan Hipotermia Pencegahan hipotermia merupakan asuhan neonatal dasar agar BBL tidak mengalami hipotermia. Disebut hipotermia bila suhu tubuh turun dibawah 36,50C. Suhu normal pada neonatus adalah 36,5 37,50C pada pengukuran suhu melalui ketiak, BBL mudah sekali terkena hipotermia, hal ini disebabkan karena : a. Pusat pengaturan panas pada bayi belum berfungsi dengan sempurnab. Permukaan tubuh bayi relatif luas c. Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas d. Bayi belum mampu mengatur posisi tubuh dari pakaiannya agar ia tidak kedinginan. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk pencegahan hipotermi adalah mengeringkan bayi segera mungkin, menutup bayi dengan selimut atau topi dan menenmpatkan bayi di atas perut ibu (kontak dari kulit ke kulit). Jika kondisi ibu tidak memungkinkan untuk menaruh bayi di atas dada (karena ibu lemah atau syok) maka hal-hal yang dapat dilakukan :1. Mengeringkan dan membungkus bayi dengan kain yang hangar2. Meletakkan bayi didekat ibu 3. Memastikan ruang bayi yang terbaring cukup hangatPrinsip dasar mempertahankan suhu tubuh bayi baru lahir dan mencegah hipotermia. a. Mengeringkan bayi baru lahir segera setelah lahir Bayi lahir dengan tubuh basah oleh air ketuban. Aliran udara melalui jendela / pintu yang terbuka akan mempercepat terjadinya penguapan dan bayi lebih cepat kehilangan panas tubuh. Akibatnya dapat timbul serangan dingin (cols stres) yang merupakan gejala awal hipotermia. Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, setiap bayi lahir harus segera dikeringkan dengan handuk yang kering dan bersih (sebaiknya handuk tersebut dihangatkan terlebih dahulu). Setelah tubuh bayi kering segera dibungkus dengan selimut, diberi topi / tutup kepala, kaus tangan dan kaki. Selanjutnya bayi diletakkan dengan telungkup diatas dada untuk mendapat kehangatan dari dekapan bayi. b. Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh bayi stabil Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu / keluarga dan penolong persalinan harus menunda memandikan bayi. Pada bayi baru lahir sehat yaitu lahir cukup bulan, berat > 2.500 gram, langsung menangis kuat, maka memandikan bayi, ditunda selama + 24 jam setelah kelahiran. Pada bayi lahir dengan resiko (tidak termasuk kriteria diatas), keadaan bayi lemah atau bayi dengan berat lahir

3. Memahami dan menjelaskan Hiperbilirubinemia3.1 Definisi Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh. Ikterus neonatorum adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah.3.2 Klasifikasi 1. Hiperbilirubinemia FisiologisDisebut fisiologis jika warna kekuningan muncul pada hari kedua atau keempat setelah kelahiran dan berangsur menghilang setelah 10-14 hari. Hal ini disebabkan karena fungsi hati belum sempurna dalam memproses sel darah merah. Selain itu, pada pemeriksaan laboratorium kadar bilirubin dalam darah tidak melebihi batas yang membahayakan.2. Hiperbilirubinemia PatologisSuatu keadaan hiperbilirubinemia karena faktor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah

3.2 Etiologi Pembentukan bilirubin yang berlebihan. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati. Gangguan konjugasi bilirubin. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.

3.3 PatofisiologiDalam prosesnya bilirubin akan ditemukan dalam dua bentuk. Yang pertama adalah bilirubin bebas (indirek), merupakan hasil pemecahan hem yang merupakan hasil penguraian hemoglobin. Bilirubin ini bersifat racun, sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak, dapat menembus lapisan pelindung otak sehingga menyebabkan kerusakan. Yang kedua adalah bilirubin direk,yang merupakan hasil perubahan bilirubin indirek di hati. Bilirubin ini mudah larut dalam air sehingg lebih mudah dikelurkan oleh tubuh. Pada saat masih dalam kandungan,karena paru-paru yang belum berfungsi, janin memiliki sel darah merah yang sangat banyak. Sel darah merah inilah yang dibutuhkan untuk transport oksigen dan zat makanan dari ibu ke janin. Setelah lahir, paru-paru mulai berfungsi, sel darah merah tidak dibutuhkan lagi akan dihancurkan. Proses penghancuran ini akan menghasilkan bilirubin.Pada dasarnya warna kekuningan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain : Proses pemecahan eritrosit yang berlebihan Gangguan proses transportasi bilirubin Gangguan proses konjugasi bilirubin dengan protein Gangguan proses pengeluaran bilirubin bersama airGangguan pada proses diatas menyebabkan kadar bilirubin dalam darah meningkat akibatnya bayi tampak kekuningan.

3.4 Gejala klinis Hiperbilirubinemia Kulit berwarna kuning sampe jingga Pasien tampak lemah Nafsu makan berkurang Reflek hisap kurang Urine pekat Perut buncit Pembesaran lien dan hati Gangguan neurologik Feses seperti dempul Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.

3.5 Diagnosis Hiperbilirubinemia1. Anamnesis: riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemia dan pembesaran hati dan limpa, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat infeksi maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia2. Pemeriksaan fisik :Umum : Keadaan umum (gangguan nafas,apnea,instabilitas suhu dan lain-lain)Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan dilakukan pencahayaan yang memadai.Berdasarkan Kramer dibagi :Derajat ikterusDaerah ikterusPerkiraan kadar bilirubin

IKepala dan leher5,0 mg %

IISampai badan atas (diatas umbilikus)9,0 mg%

IIISampai badan bawah (dibawah umbilikus) hingga tungkai atas (diatas lutut)11,4 mg/dl

IVSampai lengan, tungkai bawah lutut12,4 mg/dl

VSampai telapak tangan dan kaki16,0 mg/dl

3. Pemeriksaan laboratorium : kadar bilirubin, golongan darah ibu dan anak, darah rutin, hapusan darah, coomb tes, kadar enzim G6PD (pada riwayat keluarga dengan defisiensi enzim G6PD)4. Pemeriksaan radiologis: USG abdomen (pada ikterus berkepanjangan)

3.6 Penatalaksanaan1. Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis. Tindakan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar.

2. Pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl (170 mmol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 15 mg/dl (260 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total 20 mg/dl (> 340 mmol/L) dilakukan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (> 260 mmol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

3. Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (260 mmol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 18 mg/dl (310 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 25 mg/dl (430 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 mmol/L) fototerapi dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mmol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis. 4. Pada usia > 72 jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 17 mg/dl (290 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 mmol/L) dilakukan fototerapi sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mmol/L) pada usia > 72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

3.7 Memahami Pencegahan Hiperbilirubinemia1. PrimerAAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama. Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik. AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum2. SekunderDokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum. Pemeriksaan Golongan Darah : Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs. Penilaian Klinis : Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk mengawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar tatalaksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain. Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi sehingga memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstrimitas.