Perdagangan Bebas Regional Dan Daya Saing Ekspor Indonesia

30
1 PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN DAYA SAING EKSPOR INDONESIA : STUDI KASUS ACFTA Makalah Ini Dipresentasikan Pada Mata Kuliah Ekonomi Internasional Dosen : Zuhairan Y. Yunan, SE, MSc oleh: Hikmah Nur Azza 109084000042 IESP 5A JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

Transcript of Perdagangan Bebas Regional Dan Daya Saing Ekspor Indonesia

PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN DAYA SAING EKSPOR INDONESIA : STUDI KASUS ACFTAMakalah Ini Dipresentasikan Pada Mata Kuliah Ekonomi InternasionalDosen : Zuhairan Y. Yunan, SE, MSc

oleh: Hikmah Nur Azza 109084000042 IESP 5A

JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 20111

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kecerdasan kepada kami para umatnya. Shalawat serta salam kami limpahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para pengikutnya yang telah membawa kita keluar dari zaman jahiliyah menuju zaman pencerahan. Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Zuhairan Y. Yunan, SE, MSc selaku dosen pengajar. Yang telah bersedia mengajar dalam Mata Kuliah Ekonomi Internasional Tahun Ajaran 2010/2011 Semester V. Semoga Makalah yang berjudul Perdagangan Bebas Regional dan Daya Saing Ekspor Indonesia: Studi Kasus ACFTA dapat diterima oleh Bapak dan dapat dikoreksi untuk pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang Ekonomi Internasional dan kepustakaan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta. Demi menyempurnakan makalah ini yang masih jauh dari sempurna, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna makalah-makalah berikutnya. Terima Kasih

Jakarta, Oktober 2011

Penulis

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................2 DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3 A. Latar Belakang Masalah......................................................................................................3 B. Rumusan Masalah...............................................................................................................5 C. Tujuan..................................................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.............................................7 A. Model Dasar Perdagangan Internasional.............................................................................7 B. Teori Kerjasama Perdagangan Internasional...........................................................11 C. Kerjasama ASEAN Cina Free Trade Area (ACFTA) .....................................................13

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................17 A. Perubahan Arah Perdagangan Luar Negeri.......................................................................18 B. Promosi Ekspor.................................................................................................................21 C. Impor.................................................................................................................................26

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................26 A. Kesimpulan.......................................................................................................................26 B. Saran.................................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................23 LAMPIRAN I WTO, Regional and Bilateral Trade Liberalization: Its Implication For Indonesia LAMPIRAN I I Perdagangan Bebas Regional dan Daya Saing Ekspor: Kasus Indonesia LAMPIRAN III Menuju Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free-Trade Zone) Batam, Bintan, Karimun3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap negara berkembang dewasa ini telah menjadikan pembangunan sebagai komitmen bangsa untuk mengejar ketertinggalannya dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu aspeknya adalah pembangunan ekonomi yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional suatu negara. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk meningkat dalam jangka panjang yang dapat mendorong perbaikan kesejahteraan ekonomi masyarakat miskin. Untuk mewujudkan pembangunan ekonomi tersebut, Indonesia melakukan pembangunan di segala sektor ekonomi. Salah satu sektor ekonomi yang mendapat perhatian adalah sektor perdagangan yang membawa konsekuensi keterbukaan ekonomi domestik terhadap perkonomian internasional. Perdagangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara juga berkaitan dengan corak pergeseran struktur ekonominya. Sedangkan corak pergeseran struktur ekonomi ditentukan oleh perubahan komposisi produksi (primary oriented), sektor industri (industry oriented), atau keseimbangan kedua sektor tersebut. Corak pergeseran struktur ekonomi juga ditentukan oleh perbedaan faktor timing dimana pergeseran strukturekonomi berlangsung. Dengan demikian, terlihat adanya hubungan yang relatif erat antara pergeseran struktur ekonomi dengan corak perdagangan suatu negara. Perkembangan perdagangan internasional mengarah pada bentuk perdagangan yang lebih bebas yang disertai dengan berbagai bentuk kerjasama bilateral, regional dan multilateral. Salah satu tujuan utama perjanjian perdagangan internasional adalah berupaya mengurangi atau menghilangkan hambatan perdagangan. Liberalisasi pada

perdagangan dunia dengan pola kerjasama internasional memberikan implikasi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi dunia. Nilai perdagangan dunia tumbuh

lebih dari dua kali lipat dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil dunia (Krueger, 1999).

Pada pertengahan 1980an, preferential trading arrangements (PTA) berkembang sebagai pelengkap dari kerjasama internasional. Berbeda dengan kerjasama

internasional, PTA melibatkan dua atau beberapa negara. Berdasarkan teori PTA,4

sebagaimana dipaparkan oleh Kemp (1964) and Vanek (1965), dampak dari dua atau beberapa negara yang membentuk custom unions (common external tariff) adalah

meningkatnya kesejahteraan dari negara-negara yang tergabung dalam union tersebut dan tidak menyebabkan turunnya kesejahteraan negara- negara di luar union tersebut. Ketimbang menetapkan common external tariff, pola PTA yang lebih banyak

berkembang adalah penghilangan hambatan dagang intra atau dikenal sebagai Free Trade Agreement (FTA). Beberapa FTA yang telah berjalan yaitu North American Free Trade Area (NAFTA), European Economic Area (EEA), African Free Trade Zone (AFTZ) dan South Asia Free Trade Agreement (SAFTA).

Demikian juga dengan Indonesia yang telah melakukan kerjasama perdagangan baik yang bersifat bilateral, regional maupun internasional. Meskipun keterlibatan

Indonesia dalam berbagai kerjasama perdagangan tersebut memberikan tantangan terhadap produk dalam negeri, tujuan dari semua perjanjian tersebut adalah adanya dampak positif bagi perekonomian negara-negara yang terlibat dan ekonomi Indonesia pada khususnya.

Terkait dengan kawasan regional, Indonesia tergabung dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang ditandatangani pada tanggal 28 Januari 1992. Dalam lainnya

perkembangannya, kerjasama diperluas dengan melibatkan berbagai negara

termasuk dengan Cina yang dikenal sebagai ACFTA. Secara khusus, keterlibatan Indonesia dalam ACFTA perlu untuk dicermati lebih lanjut. Hal ini terkait dengan banyak faktor seperti kesiapan produk dalam negeri menghadapi serangan barang impor dari Cina, serta potensi pasar ASEAN yang menjadi berkurang. Dari berbagai literatur studi yang ada, telah banyak diulas dampak ACFTA dari berbagai dimensi dan alat analisis. Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu pelengkap studi dampak ACFTA dengan nilai tambah baru. Dengan demikian, informasi yang terkait dengan studi perdagangan pasar ACFTA semakin lengkap.

B. Perumusan Masalah Beradasarkan latar belakang di atas hal yang akan dibahas di sini adalah : 1. Mengetahui lebih jauh tentang sektor eksternal khususnya perdagangan internasional Indonesia

5

2. Struktur perdagangan Indonesia khususnya dalam lingkup kawasan regional ASEAN Cina 3. Peluang dan tantangan dalam perdagangan internasional Indonesia 4. Mereformasi arah perdagangan Luar Negeri Indonesia 5. Menganalisis mengenai daya saing produk ekspor Indonesia 6. Dampak pelaksanaan perdagangan internasional terhadap dalam negeri Indonesia

C. Tujuan 1. Memberikan sumbangan bagi kajian sektor eksternal khususnya perdagangan internasional Indonesia 2. Memberikan pemahaman terhadap struktur perdagangan Indonesia khususnya dalam lingkup kawasan regional ASEAN Cina 3. Mengukur dampak pelaksanaan perdagangan internasional terhadap perdagangan di Indonesia 4. Tujuan reformasi perdagangan adalah membangun perekonomian yang

berorientasi perdagangan untuk mencapai tambahan ekspor di masa datang di atas trend yang berlaku 5. Mengatahui kemampuan produk Indonesia dalam bersaing di pasar internasional 6. Pemetaan peluang dan tantangan yang ditunjukkan oleh karakteristik ekspor Indonesia

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menurut

pandangan kaum klasik dan neo-klasik, alasan utama

terjadinya

perdagangan internasional adalah terciptanya keuntungan bagi kedua negara yang melakukan perdagangan. Perdagangan suatu negara dengan negara lainnya terjadi tidak lain karena kedua negara tersebut mengharapkan untuk saling memperoleh keuntungan berupa peningkatan efisiensi produksi. Oleh karena dapat itu dengan melakukan perdagangan, suatu negara membeli dengan harga yang lebih rendah

dibandingkan apabila memproduksi sendiri dan mungkin dapat menjual ke luar negeri pada tingkat harga yang relatif tinggi. A. Model Dasar Perdagangan Internasional Perekonomian suatu negara barang merupakan agregasi dapat dari perilaku setiap

individual. Keseimbangan

di suatu negara

dijelaskan berdasarkan

interaksi dari perilaku maksimisasi profit produsen dan maksimisasi utilitas konsumen. Dalam suatu perekonomian yang tertutup (autarky), pada kondisi keseimbangan (titik A), komposisi jumlah barang dan harga barang yang tercipta merupakan hasil

mekanisme interaksi dari agregat demand dan agregat supply dalam negeri (Grafik III.1).

7

Agregat supply sangat dipengaruhi oleh faktor produksi (endownment) yang tersedia dan besarnya tingkat produksi yang diwakili oleh fungsi produksi dan

teknologi. Sementara agregat demand sangat dipengaruhi oleh tingkat kurva utilitas konsumen (U) dan keranjang konsumsi yang tersedia. Tingkat produksi, konsumsi dan tingkat utilitas konsumen sangat tergantung dengan endownment dan jenis

produk yang tersedia di perekonomian tersebut. Produsen hanya mempunyai pilihan untuk memproduksi kumpulan jenis produk tertentu dan berusaha memaksimalkan profit berdasarkan endownment dan fungsi produksi yang dimilikinya. Di lain pihak, konsumen hanya dapat memaksimasi utilitasnya dengan mengkonsumsi kombinasi jenis produk yang diproduksi dalam negeri saja dan secara tidak langsung, tingkat utilitasnya pun akan menjadi sangat terbatas.

Perbedaan endownment antar negara, serta perbedaan tingkat produksi dan teknologi serta jenis produk yang dihasilkan menyebabkan besarnya variasi jenis produk yang dihasilkan antar negara. Sementara perbedaan selera dan tingkat utilitas individu antar negara berimplikasi pada tingginya variasi keranjang konsumsi yang diinginkan konsumen antar negara. Dalam lingkup yang lebih luas dan sejalan dengan era

globalisasi, perekonomian tidak lagi terbatas hanya pada lingkup suatu negara namun telah berkembang dan melewati lintas batas negara. Perilaku maksimisasi profit perusahaan dan maksimisasi utilitas konsumen pun tidak lagi terbatas pada lingkup negara namun dapat bersifat antar batas.

Pada model keseimbangan perekonomian terbuka,

terdapat peluang untuk

memaksimisasi profit dengan melebarkan pasar ke luar dan berproduksi melebihi demand dalam negeri. Di sisi lain konsumen juga memaksimisasi utilitas dengan mengkonsumsi memiliki peluang untuk

8

suatu jenis produk tertentu melebihi supply dalam negeri ataupun mengkonsumsi jenis produk yang lebih beragam, tidak hanya terbatas pada jenis produk dalam negeri. Kedua hal tersebut di atas pada akhirnya akan mendorong terjadinya pertukaran barang antar negara.

Hasil dari interaksi individu di suatu negara dengan individu di negara lainnya tersebut menyebabkan terjadinya pertukaran barang, jasa, dan faktor yang lazim disebut dengan perdagangan internasional yang menyebabkan pergeseran keseimbangan awal (titik A) ke arah keseimbangan berdasarkan perdagangan internasional (titik C) (Grafik III.2). Excess Secara teoritis paling tidak terdapat 5 keuntungan dengan adanya

perdagangan. Keuntungan pertama yaitu keuntungan dari adanya pertukaran. Dengan adanya perdagangan, suatu negara dapat memproduksi suatu produk melebihi demand dalam negerinya dan mengekspor kelebihan (excess supply) tersebut di pasar internasional yang pada akhirnya akan memperluas pasar dan meningkatkan tingkat keuntungan. Di sisi lainnya, excess demand terhadap suatu produk dapat dipenuhi dengan melakukan impor dari negara lain sehingga konsumen dapat memilih

keranjang konsumsi yang menghasilkan tingkat utilitas yang lebih tinggi.

Keuntungan kedua yaitu keuntungan yang didapat dari terjadinya spesialisasi. Dengan adanya perdagangan, suatu negara dapat lebih fokus pada suatu jenis produk dimana mereka dapat berproduksi dengan tingkat efisiensi yang relatif tinggi. Sementara9

kebutuhan akan produk yang tidak dapat diproduksi dalam negeri secara efisien dapat dilakukan dengan melakukan impor produk tersebut dari negara lainnya.

Keuntungan ketiga keragaman preferensi

yang

dapat

diraih dari perdagangan terkait

dengan

individu. Adanya perdagangan memberikan

lebih banyak

pilihan produk kepada konsumen yang akan semakin membantu dalam pemenuhan dan bahkan dapat menaikkan tingkat utilitas konsumen.

Keuntungan keempat terkait dengan keragaman endownment yang dimiliki oleh suatu negara. Dengan adanya perdagangan suatu negara yang sebelumnya adanya perdagangan tidak memiliki ataupun sangat terbatas akses terhadap suatu jenis

produk, dengan adanya perdagangan maka pemenuhan kebutuhan atas jenis produk tersebut akan dapat dipenuhi. Keuntungan yang kelima yang mungkin diraih yaitu membuka

transfer teknologi modern. Dengan adanya perdagangan internasional

peluang suatu negara untuk mempelajari suatu teknik produksi yang lebih efisien dan modern.

Literatur menyebutkan bahwa suatu negara akan cenderung mengekspor suatu produk yang ketersediaannya berlimpah di negara tersebut atau dengan kata lain akan cenderung mengekspor produk yang bersifat excess supply. Sementara model

Ricardian memprediksi bahwa suatu negara akan fokus berproduksi pada jenis produk yang memiliki keunggulan komparatif tertinggi.

Teorema Heckscher-Ohlin menyebutkan bahwa suatu negara akan cenderung mengekspor komoditas yang secara intensif memanfaatkan faktor produksinya yang berlimpah. Sebagai contoh, suatu negara dengan tingkat labor yang berlimpah

namun dengan tingkat kapital yang terbatas akan cenderung mengekspor produk yang bersifat labor intensif dan akan cenderung mengimpor produk yang bersifat kapital intensif. Perbedaan fungsi produksi di suatu negara juga akan turut

menentukan arah perdagangan negara tersebut. Suatu negara yang dapat berproduksi secara relatif lebih efisien di suatu jenis produk akan cenderung menjadi pengekspor produk tersebut.

10

Dalam kenyataannya, perdagangan bebas

berlangsung tidak secara bebas.

Hambatan pedagangan dapat berbentuk tarif dan non-tarif. Penetapan besaran tarif mempunyai pengaruh terhadap keseimbangan output dan harga. Hambatan tersebut mengakibatkan harga yang lebih tinggi yang mengakibatkan menurunnya permintaan-

permintaan terhadap barang penawaran.

dari luar negeri; sesuai mekanisme

Sebagai ilustrasi, peningkatan tarif impor mengakibatkan harga barang impor menjadi relatif lebih mahal dan menurunkan permintaan terhadap barang tersebut. Hal ini memberikan insentif terhadap barang produksi dalam negeri. Di sisi lain, subsidi ekspor mengakibatkan harga barang produksi dalam negeri menjadi relatif lebih murah dan meningkatkan permintaan dari pasar luar negeri.

B. Teori Kerjasama Perdagangan Internasional Dengan liberalisasi perdagangan baik yang bersifat internasional maupun

regional, hambatan-hambatan perdagangan dapat kurangi dan bahkan dihilangkan. Integrasi ekonomi regional adalah suatu proses dimana beberapa ekonomi dalam suatu wilayah bersepakat untuk menghapus hambatan dan mempermudah arus lalu lintas barang, jasa, kapital dan tenaga kerja. Pengurangan bahkan penghapusan tarif dan hambatan non tarif akan mempercepat terjadinya integrasi ekonomi regional seiring lancarnya lalu lintas barang, jasa, kapital dan tenaga kerja tersebut.

Perdagangan bebas ataupun kerjasama regional diharapkan dapat menimbulkan efisiensi dan meningkatkan kesejahteraan. Tak dapat dipungkiri bahwa kerjasama

perdagangan juga akan meningkatkan kompetisi antar anggota. Namun apabila hal tersebut disikapi dengan bijak maka manfaat yang dapat dipetik antara lain adalah peningkatan spesialisasi dan peningkatan perdagangan itu sendiri. Dengan

keunggulan komparatif dari masing-masing negara, setiap negara dapat berfokus pada produksi barang yang mempunyai keunggulan komparatif sehingga akan terjadi realokasi faktor produksi. Pada akhirnya akan tercipta keseimbangan harga yang lebih murah dan output yang lebih banyak sehingga memberikan kesejahteraan lebih besar terhadap negara-negara yang terlibat.

11

Banyak studi yang berkesimpulan bahwa perdagangan bebas berimplikasi positif bagi negara-negara yang terlibat. Disamping meningkatkan kesejahteraan (Kindleberger dan Lindert, 1978), juga meningkatkan kuantitas perdagangan dunia dan efisiensi (Hadi, 2003; Stephenson, 1994). Urata dan Kiyota (2003) menemukan bahwa FTA di Asia Timur memberi pengaruh positif pada ekonomi. Ekspor dengan dengan daya saing

tinggi akan meningkat. Studi Saktyanu et al. (2007) menunjukkan penurunan subsidi ekspor di negara maju berdampak pada peningkatan produksi pertanian Indonesia. Berbeda dengan hasil studi yang secara umum memberikan dampak positif,

Haryadi et al. (2008) memperlihatkan bahwa

liberalisasi perdagangan dengan

cara menghapus semua hambatan perdagangan berdampak pada penurunan PDB Indonesia dan Australia-Selandia Baru.

Salah satu indikator untuk mengukur dampak kerjasama perdagangan internasional adalah dengan melihat terjadinya trade diversion dan trade creation (Vinerian, 1950; Krueger, 1990). Efek positif yaitu trade creation adalah terjadinya perdagangan akibat beralihnya konsumsi dari produk domestik yang bersifat high-cost ke produk impor dari luar negeri yang bersifat low-cost (Vinerian, 1950); dengan kata lain terjadi perdagangan yang mengikat intra negara partner. Namun demikian, perbedaan tarif yang diberlakukan untuk partner dan non-partner, merubah arah kecenderungan

perdagangan sehingga menimbulkan efek negatif yaitu trade diversion, yang merujuk kepada perpindahan dari produk impor yang bersifat low-cost dari negara non

anggota dengan produk impor yang bersifat high-cost dari negara partner (Vinerian, 1950); dengan kata lain terjadi perdagangan yang menurun dengan negara non-partner. Trade diversion akan menurunkan efek kesejahteraan sehubungan dengan terjadinya perubahan orientasi suplai ke sumber yang relatif lebih mahal.

Manfaat perdagangan bebas atau kerjasama regional sangat ditentukan oleh salah satu efek yang lebih dominan. Efek secara keseluruhan dapat bersifat positif, negatif ataupun netral, tergantung dari besarnya magnitude dari trade creation dan trade diversion. Perdagangan bebas ataupun PTA akan sangat menguntungkan apabila

dampaknya terhadap trade creation lebih besar dibandingkan dampaknya terhadap trade diversion. Studi yang dilakukan Lee and Shin (2006) mengkonfirmasi bahwa RTA akan meningkatkan perdagangan antar anggota. Namun demikian, tidak

ditemukan penurunan perdagangan antara anggota RTA dengan non- anggota yang

12

bersifat signifikan. Bahkan pada beberapa RTA, perdagangan antara negara anggota dan non-anggota justru mengalami peningkatan. Meskipun terjadi trade creation dan trade diversion, secara keseluruhan RTA memberikan dampak perdagangan yang positif.

C. Kerjasama ASEAN Cina Free Trade Area (ACFTA) Perdagangan antara negara-negara ASEAN dengan Cina terus menunjukkan peningkatan dari tahun ketahun. Dari sisi ASEAN, Cina termasuk mitra dagang

penting sebagai negara tujuan ekspor. Rata-rata pangsa ekspor ke Cina oleh negara ASEAN dari 2001-2008 bervariasi namun secara umum cukup tinggi. Vietnam sebagai negara yang menempatkan Cina sebagai mitra dagang utama dengan pangsa tertinggi mencapai 9%, sementara bagi Indonesia pangsa ekspor ke Cina mencatat 7% (Grafik III.3). Dari sisi Cina, negara ASEAN menjadi mitra dagang penting terutama untuk

pasokan bahan baku. Pangsa impor Cina dari Singapura mencatat 35% dari total impor dari ASEAN atau merupakan pangsa tertinggi di antara negara ASEAN lainnya (Grafik III.4). Sementara pangsa impor barang dari Indonesia sebesar 13% dari total impor dari ASEAN. Perdagangan antara ASEAN dan Cina mempunyai kecenderungan untuk terus meningkat yang semakin menunjukkan relatif pentingnya perdagangan ASEAN-Cina bagi keduanya. Dengan demikian, potensi keuntungan dari penghapusan hambatan perdagangan kawasan ASEAN-Cina akan menjadi relatif besar.

Kesadaran atas pentingnya peranan masing-masing pihak menumbuhkan kesadaran untuk merintis kesepakatan kerjasama ekonomi. Pada tanggal 4 November 2002, terjadi kesepakatan kerangka kerjasama yang sering disebut dengan Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation. Didalam framework tersebut disepakati pentahapan pembentukan perdagangan bebas untuk barang sektor jasa tahun 2007, dan pada tahun 2004,

investasi tahun 2009. Sementara dari sisi kesiapan mulai

perdagangan bebas bagi ASEAN juga berlaku bertahap. Perdagangan bebas

berlaku tahun 2010 antara Cina dengan ASEAN-6 yaitu untuk Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Philipina, dan Brunei . Sementara tahun 2015 berlaku bagi Cina dengan ASEAN-4 yaitu Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar. Beberapa isu yang terkait perkembangan ACFTA, khususnya di Indonesia terlihat dalam Diagram III.1.

Dari studi literatur antara lain oleh Park et al (2008) menganalisa keunggulan dan prospek ACFTA dan mengungkapkan bahwa ACFTA, yang terdiri dari 11 ekonomi dengan

13

total populasi dan GDP yang cukup besar, sangat memungkinkan untuk menjadi suatu kawasan kerjasama ekonomi yang efektif. Relatif besarnya level tarif intra wilayah juga merupakan potensi yang dapat meningkatkan trade creation. Meskipun Cina dan ASEAN telah berupaya meliberasikan perdagangannya, pada kenyataannya tingkat tarif dan hambatan antara keduanya ternyata masih cukup tinggi, sehingga

memungkinkan untuk terciptanya trade creation. Cina memberlakukan tarif ratarata sebesar 9,4% untuk barang dari ASEAN. Sebaliknya, tarif yang diberlakukan negara ASEAN terhadap barang dari Cina secara rata-rata hanya sebesar 2,3%.

Namun tak dapat dipungkiri bahwa selain peluang terdapat pula tantangan dengan berlakunya ACFTA. Tantangan terbesar yaitu peningkatan kompetisi produk. Ketakutan akan ketidakmampuan untuk bersaing produk dalam negeri menghadapi serangan produk impor dari Cina maupun ketakutan akan ketidakmampuan produk ekspor untuk masuk ke potensi pasar Cina yang terbuka lebar merupakan tantangan yang apabila dikelola dengan bijaksana maka dapat menjadi peluang yang cukup potensial. Yue (2004) mencontohkan peningkatan perdagangan intra industri pada produk mesin dan perlengkapan elektrik sebagai contoh dari dampak ACFTA terhadap peningkatan perdagangan yang cukup berhasil. Terdapat berbagai penelitian yang telah membahas dampak perdagangan ACFTA, antara lain seperti terlihat dalam Tabel III.1.

14

Table III.1 Penelitian-Penelitian Terdahulu Terkait dengan ACFTA Peneliti Park et al Tahun 2008 Metode Analisis Indikator Perdaganga n dan GTAP Temuan - Secara keseluruhan akan meningkatkan net trade, output dan welfare regional - Dampak masing-masing negara sangat beragam Keuntungan yang besar untuk negara seperti Singapura, Malaysia, Indonesia dan Thailand dibandingkan negara anggota yang relatif lebih miskin seperti Kamboja, Laos dan Myanmar.

- Optimis mengenai prospek penerapan ACFTA.

15

Park

2007

Kulaitatif

- ASEAN merupakan potensi pasar yang besar bagi ekspor China sekaligus alternatif sumber impor China merupakan pasar potensial bagi produk ASEAN terutama barang intermediate dan kapital ekspor

ACFTA akan memberikan keuntungan ekonomi yang signifikan terhadap perekonomian ASEAN dan China

- Tekanan kompetisi dari China akan membawa dampak negatif dalam jangka pendek namun akan berdampak positif berupa peningkatan produktivitas dan efisiensi di jangka panjang Jiang & McKibbin 2008 GTAP Studi ini membandingkan dampak dari berbagai kerjasama perdagangan yang diikuti oleh China. Hasil temuan untuk kasus ACFTA menyatakan bahwa China akan mendapatkan keuntungan dari keikutsertaannya dalam ACFTA

Tambunan

2005

Indikator Perdagangan

- Peningkatan ekspor ASEAN ke China - Kompetisi terhadap produk impor dari China - Terjadi trade creation dari ASEAN-China yang cenderung lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan intra trade antar negara ASEAN Singapura dan Malaysia memperoleh keunggulan dari spesialisasi inter dan intra industri sementara Thailand memperoleh keunggulan dari spesialisasi intra industri. Namun Indonesia dan Filipina tidak banyak memperoleh keuntungan - Peningkatan Ekspor ASEAN ke China dan sebaliknya - Manfaat terbesar dari sisi ekspor dirasakan Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand Komoditi ekspor andalan ASEAN merupakan barang intermediate China sehingga peningkatan ekspor China akan mendorong peningkatan ekspor ASEAN

Okamoto

2005

Indikator Perdagangan

Universal Acces to Compititiveness and Trade (UACT)

GTAP

Yue

2004

GTAP

- PDB ASEAN meningkat 0,9% sementara PDB speasialisasi dan Manfaat ekonomi : peningkatan China meningkat 0,3% perdagangan. Namun demikian, juga akan terjadi trade diversion dengan non member yang signifikan. - Dampak perdagangan : peningkatan eskpor ASEAN ke China dan sebaliknya. Peningkatan ekspor terbesar akan dialami oleh Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Secara sektoral, keuntungan terbesar akan dinikmati oleh produk tekstil dan pakaian, mesin dan perlengkapan elektrik, serta industri lainnya. Terdapat peningkatan yang signifikan untuk perdagangan intra industri. - Dampak terhadap PDB : PDB ASEAN akan meningkat 0,9% dan China 0,3%. Vietnam akan mengalami peningkatan terbesar. Sementara Indonesia akan mengalami penurunan PDB. - Keuntungan non-ekonomi : peningkatan hubungan poilitik dan sosial.

16

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Persaingan bisnis di era perdagangan bebas menunjukkan perkembangan yang pesat sehingga seolah tidak ada batas antarnegara. Indonesia harus berkompetisi

dengan negara lain di bidang perdagangan, baik negara maju maupun negara berkembang. Perdagangan bebas membuka peluang bagi produsen Indonesia untuk menjual produknya ke luar negeri dan sebaliknya memberi pilihan produk yang lebih banyak kepada masyarakat. Penganjur perdagangan bebas berargumen bahwa

liberalisasi menguntungkan semua negara dan keseluruhan ekonomi di dunia. Setiap negara dapat berkonsentrasi untuk memproduksi barang tertentu dengan seefisien mungkin untuk meningkatkan kapasitas ekonomi dunia.

Peran pemerintah diharapkan sangat sedikit dalam perdagangan bebas dan seakan-akan diharamkan. Namun demikian, perdagangan bebas antar- negara yang tidak terkontrol oleh peran pemerintah dan negara dapat berakibat pada keadaan dimana pengusaha dalam negeri terutama sektor Usaha Kecil dan Menengah semakin terpuruk karena berkompetisi dengan pengusaha dari negara maju. Untuk itu tetap diperlukan peran pemerintah dan kalangan dunia usaha untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif, agar semua pelaku usaha dapat tetap bertahan dan bersaing satu sama lain secara sehat.

Sistim perdagangan bebas meminta setiap negara membuka akses yang adil dan tidak diskriminatif terhadap satu sama lain. Akses terbuka ini menjadi tertutup jika terjadi ketimpangan teknologi dan informasi perdagangan sehingga dunia usaha negara berkembang seperti Indonesia menjadi dirugikan.

Indonesia merupakan terus meningkat sehingga

negara dengan jumlah penduduk dan daya beli yang menghasilkan potensi pasar yang sangat besar dan

menarik minat pelaku usaha di luar negeri untuk masuk dan mengembangkan pasar. Banyak perusahaan baru bermunculan dan para investor asing mulai menanamkan modalnya dan meramaikan kompetisi bisnis di Indonesia. Pengusaha dalam negeri

bersaing dengan rekannya dari negara lain. Demikian pula, dalam berbisnis di luar negeri pengusaha Indonesia dapat ikut serta mengambil bagian. Kalau di dalam

17

negeri pengusaha Indonesia sukar bersaing dengan pengusaha asing, maka dalam perdagangan dengan negara lain akan lebih berat untuk pengusaha Indonesia.

Untuk dapat bersaing pada tingkat perdagangan dunia, maka dunia usaha dalam negeri harus tumbuh kuat. Untuk cepat tumbuh kuat tentu salah satunya diperlukan kebijakan pemerintah yang menguntungkan pengusaha dalam negeri. Meskipun perdagangan bebas berarti tidak ada batas negara, kebijakan yang menguntungkan masih dapat dunia. diciptakan dengan syarat tidak melawan hukum perdagangan bebas

Kebijakan yang menguntungkan pengusaha dalam negeri dilakukan oleh negara maju sebagaimana sikap negara industri maju yang secara tidak langsung melakukan proteksi terhadap industri dalam lingkungan negerinya melalui berbagai isu seperti isu

hidup, ketenagakerjaan dan lain-lain. Menghadapi perdagangan bebas

dunia, maka kalangan dunia usaha juga perlu untuk mengambil sikap dalam menjaga keseimbangan dunia usaha dalam negeri dan luar negeri.

A.

Perubahan Arah Perdagangan Luar Negeri Dalam menjaga keseimbangan perdagangan dengan luar negeri diperlukan

reformasi perdagangan. Tujuan reformasi perdagangan seperti yang diusahakan pemerintah tidak hanya membangun perekonomian yang berorientasi

perdagangan namun juga sejauh mana aktivitas ekspor dan impor dapat: Membantu daya saing dan akses pengusaha Indonesia dalam perdagangan bebas dunia. Memengaruhi peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia Menimbulkan regional spillover bagi pembangunan daerah/kawasan. Mengurangi kandungan impor (import content) komoditi ekspor Indonesia.

Tujuan reformasi perdagangan adalah

membangun perekonomian yang

berorientasi perdagangan untuk mencapai tambahan ekspor di masa datang di atas trend yang berlaku. Target jangka pendek dapat berupa menambah ekspor nonmigas pada 2009 dan terus berkembang untuk pencapaian target pada tahun 2014. Di samping jangka

menengah selanjutnya

itu juga mengurangi

18

ketergantungan perdagangan luar negeri Indonesia kepada negara tertentu seperti Amerika Serikat, sehingga keadaan ekonomi negera tersebut tidak terlalu

memengaruhi perdagangan dan ekonomi Indonesia. alternatif baru perdagangan luar negeri Indonesia.

Untuk itu dibutuhkan pasar

Komitmen pemerintah yang perlu didukung adalah: Revitalisasi pertumbuhan ekspor produk utama Indonesia. Perundingan penghapusan proteksi produk ekspor Indonesia di pasar ekspor sampai tahun 2014. Dari 2006 sampai 2009, pemerintah menerapkan strategi standstill plus. Tidak

membuat komitmen perdagangan baru di luar yang telah ada (APEC, AFTA, WTO) sampai tahun 2009. Dari 2010 sampai 2019, pemerintah secara bertahap bisa mengurangi proteksinya untuk memenuhi komitmen AFTA dan APEC yang sudah ada.

Pemerintah perlu terus melakukan strategi perdagangan komprehensif yang dapat: Memberi peluang untuk pengembangan industri. Memperbaiki akses Indonesia di pasar utama dunia. Mendukung perdagangan internal dengan menghilangkan kendala (bottleneck) infrastruktur dan hambatan regional dalam perdagangan internal dan antardaerah. Menggalakkan dan mendiversifikasi produksi dan basis ekspor Indonesia ke wilayah tujuan ekspor yang baru. Memperbaiki formulasi dan koordinasi kebijakan perdagangan. Mendukung kebijakan perdagangan, industri, dan pertanian yang akan disatukan agar tercipta industri-industri berdaya saing.

Ekspor Indonesia semakin meningkat ekonomi disamping

dan menjadi tumpuan pertumbuhan

konsumsi, karena komponen lain seperti investasi belum bisa

diandalkan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Dengan ekspor, jaringan bisnis global akan terbangun dan kita selalu mengikuti perkembangan produk dan

industri di pasar internasional. Kegiatan ekspor mendukung program nasional dalam memperoleh pendapatan devisa dalam US Dollar.

19

Kunci sukses pemasaran ekspor meliputi: konsistensi kualitas produk, ketepatan waktu supply, pelayanan, dan pemenuhan komitmen bisnis. Pemasaran menghadapi tantangan di antaranya: perdagangan bebas, pelayanan persaingan pasar dunia, adanya ekspor era

terhadap permintaan pasar yang sangat beragam,

tahan terhadap perubahan seperti kenaikan harga energi, dan perlunya peningkatan daya saing.

Beberapa upaya perbaikan iklim perdagangan tercermin dalam RPJMN 2005 - 2009 meliputi: 1. Pengurangan biaya transaksi dan ekonomi biaya tinggi dengan penuntasan deregulasi, birokrasi, dan prosedur perijinan. 2. Menjamin kepastian tujuan usaha & peningkatan penegakan hukum dengan per- lindungan utama

mengurangi konflik antar pengusaha dan

terhadap konsumen. 3. Memperbaiki kebijakan Investasi melalui rumusan pengembangan kebijakan investasi ke depan. 4. Harmonisasi peraturan perundangan antara Pusat dan Daerah. 5. Peningkatan akses, perluasan pasar ekspor, dan penguatan kinerja eksportir atau calon eksportir. 6. Menciptakan iklim bagi kelancaran koleksi dan distribusi barang dan jasa perdagangan untuk mewujudkan perdagangan domestik yang kuat.

Ada beberapa langkah pemerintah di bidang perdagangan antara lain: Program Pemerintah mengenai harmonisasi tarif jangka menengah pada bulan Februari 2006 menuju kepada tingkat tarif rendah dan standar, mengkhususkan pada kerangka penurunan tarif periode 2005-2010. Beberapa langkah non-tarif untuk kelompok produk pertanian. Upaya perbaikan fasilitasi perdagangan. National and ASEAN Single Window (satu jendela layanan pengurusan dokumen ekspor dan impor). Penyempurnaan seluruh Prosedur peraturan dengan melakukan upaya standarisasi

proses dokumentasi/bisnis menuju satu sistem. ke-pelabuhanan harus terintegrasi dengan prosedur pengurusan20

perdagangan. Terwujudnya penggunaan sistim dokumen on line dan elektronik.

Prospek dan tantangan pengembangan ekspor dapat dilihat dari: Melemahnya permintaan. Pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia seperti Cina, India, Korea dan pertumbuhan ekonomi dunia mengakibatkan menurunnya

Timur Tengah masih cukup tinggi, namun ekonomi dunia. Indonesia dapat ke pasar Asia. memanfaatkan peluang

terkena pula imbas penurunan

dengan mengalihkan pasar ekspor

Harga komoditi seperti batubara, CPO, tembaga dan karet terus berfluktuasi.

Saran dan masukan dari dunia usaha di antaranya: Mempercepat pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan internasional

dan jalan raya (tol). Pemberian fasilitas kredit. Peningkatan promosi pada pasar (negara) lain. Sosialisasi dan peningkatan pengetahuan mengenai standar produk kepada eksportir Mengurangi pungutan liar.

B.Promosi Ekspor Dalam era perdagangan bebas dengan persaingan yang sangat ketat, peran promosi menjadi sangat penting. Setiap industri dapat melakukan promosi, baik melalui promosi langsung dalam iklan, pameran industri maupun melalui pemberian informasi. Biasanya hanya industri besar yang dapat melakukan promosi produk karena biaya promosi yang sangat tinggi di luar negeri. Oleh karena itu peran pemerintah akan selalu membantu pelaksanaan promosi dengan mengikutsertakan partisipasi industri.

Dengan banyaknya saingan, promosi adalah sarana untuk mengenalkan produk sehingga terjadi penciptaan pasar.

Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) sebagai

institusi pemerintah

dapat memberi fasilitas dan mendukung peningkatan ekspor nasional. Salah satunya21

adalah

dengan

penciptaan

citra negara

dan produk nasional di luar negeri.

Institusi tersebut harus juga memfasilitasi transportasi produk nasional ke pasar di luar negeri. Penciptaan budaya ekspor juga harus mendapat perhatian lembaga ini. Lembaga ini juga memonitor aktivitas perdagangan luar negeri nasional. Dalam rangka promosi, harus dipelajari karakteristik masyarakat yang berpotensi Karakteristik meliputi pola menjadi pembeli.

konsumsi, daya beli dan bahasa untuk berkomunikasi

dengan konsumen. Hal ini perlu dipelajari oleh masing-masing industri dan institusi pemerintah yang menangani promosi perdagangan luar negeri.

Sedangkan untuk sumber daya manusia, semua staf yang menangani ekspor di luar negeri, khususnya yang ditempatkan di kantor-kantor kedubes RI di luar negeri telah dibekali dengan keahlian bahasa lokal dimana mereka di tempatkan dan telah

mendapatkan pembekalan pengetahuan bisnis yang cukup untuk menjual produkproduk Indonesia di luar negeri. Dari pengalaman, peningkatan sumber daya manusia tetap harus dipertahankan karena masih jauh dari harapan dan masih di bawah standar SDM negara lain.

Promosi

untuk

mendukung ekspor

Indonesia

perlu

disenergikan dengan

usaha-usaha berikut: Pasar lndonesia harus kita jaga sendiri. Masuknya produk-produk luar negeri harus diwaspadai. Pemerintahan selalu melibatkan Kadin dalam peningkatan ekspor. Kinerja produk unggulan di monitor secara terus menerus dan ketat. Harus terus dilakukan prospek pasar alternatif baru dalam rangka pemasaran produk Indonesia Intelijen pasar terus ditingkatkan dalam mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan seperti misalnya perdagangan tidak adil. Hak-hak pengusaha Indonesia di WTO hendaknya dapat dilindungi dari perdagangan tidak adil (seperti praktek-praktek dumping). Kedutaan besar di luar negeri menyediakan daftar kebutuhan barang/jasa dari negara setempat.

22

C.

Impor Kegiatan impor harus tetap membantu daya saing dan akses pengusaha Indonesia

dalam perdagangan bebas dunia. Di samping itu harus juga tetap menimbulkan regional spillover bagi pembangunan kawasan dan daerah. Usaha yang paling penting adalah

mengurangi kandungan impor komoditi ekspor dan industri dalam negeri. Kegiatan impor harus juga dapat mempengaruhi peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Secara mikro kegiatan impor harus tetap memerhatikan kesehatan, keselamatan, keamanan, lingkungan hidup, dan moral bangsa dengan tetap melindungi industri dalam negeri dan konsumen. Komitmen Indonesia dipertahankan seiring dengan komitmen diikuti, di antaranya: Konvensi tentang senjata kimia Konvensi Wina dan Protokol Montreal terkait pengawasan BPO Konvensi Basel terkait pengawasan limbah Beberapa ketentuan wajib dalam pelaksanaan perhatian di antaranya: Angka Pengenal Importir (API) Pelaku usaha wajib memiliki API dalam melakukan importasi barang. Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) Komoditi yang dikenakan wajib NPIK yaitu: Beras, gula, alas kaki, mainan anak TPT, barang elektronik, kedelai, dan jagung. impor yang harus tetap menjadi sebagai anggota WTO harus tetap

Indonesia

terhadap konvensi lain yang

Diharapkan agenda impor

adanya yang

dukungan

pemerintah dalam sebelumnya.

menyelesaikan agendaAgenda yang perlu terus

telah

diusulkan

diperhatikan adalah mengingkutsertakan para Usaha Kecil dan Menengah pada kegiatan impor dalam suasana perdagangan bebas.

Dampak Liberalisasi dan Free Trade Agreement terhadap Impor Dalam rangka liberalisasi perdagangan internasional, Indonesia berusaha

ikut serta menciptakan sistem perdagangan Internasional yang terbuka, adil dan bebas dari hambatan tarif maupun non-tarif. Secara bertahap Indonesia telah

mengurangi hambatan tarif berupa pengurangan maupun penghapusan bea masuk atas beberapa produk impor,di samping mengurangi hambatan non-tarif dengan

23

menghapus dan mengurangi pengaturan tata niaga impor atas beberapa produk impor lainnya.

Beberapa komoditi impor yang semula diatur tata niaganya, sekarang sudah dibebaskan dan dapat dilakukan oleh importir umum pemilik API (misalnya: bahan baku susu, bawang putih, bungkil kedelai, dan gandum). Sementara bea masuk untuk komoditi impor banyak mengalami penurunan, kecuali antara lain: perangkat makan dan perangkat dapur dari keramik.

Isu Strategis Berbagai isu strategis dalam perdagangan luar negeri Indonesia terutama ekspor, terletak pada ketidakmampuan pelaku usaha nasional bersaing dengan pelaku usaha luar negeri, baik dari aspek kualitas komoditi maupun manajemen ekspor. Kemampuan permodalan dan teknologi untuk melaksanakan ekspor juga banyak dikalahkan dari pesaing luar negeri. Banyak barang Indonesia mendapat akses ke luar negeri dengan diakui sebagai komoditi dari negara lain.

Selain itu ada beberapa isu strategis yang muncul dari tantangan eksternal di antaranya: Fluktuasi pertumbuhan permintaan dunia Peningkatan harga bahan bakar Risiko penurunan harga komoditi primer Persaingan global yang semakin tajam, terutama dengan China dan Vietnam Hambatan non tarif (standar/SPS) semakin meningkat

Isu strategis dari tantangan internal antara lain: Infrastruktur (jalan, logistik) Tenaga kerja Masalah penyelundupan Belum berkembangnya industri pendukung yang kompetitif Masih rendahnya nilai tambah dan mutu produk berbasis SDA Kurang apresiasi Masih terpengaruhi citra negatif produk dan negara

24

Selain itu, perlu adanya keberpihakan negara terhadap pengembangan ekspor. Keberpihakan di sini memiliki pengertian bahwa regulasi harus melindungi

pengusaha ekspor Indonesia, yang dikembangkan dengan prinsip perdagangan bebas dan tidak melanggar aturan dan konvensi yang ada. Pengembangan

ekspor didukung secara nasional baik dari segi pengembangan komoditi maupun akses pasar di luar negeri agar keberlangsungan usaha mendapatkan dukungan yang kuat untuk bersaing dengan kompetisi yang kuat di luar negeri. Ekspor barang mentah perlu diganti dengan komoditi yang mendapat nilai tambah

dibandingkan dengan hanya ekspor barang mentah.

Selain itu, perlu adanya kebijakan negara terhadap pengembangan impor. Kebijakan di sini memiliki pengertian bahwa kebijakan impor itu harus melindungi industri Indonesia sehingga dapat bersaing dengan produk impor. Kebijakan

dikembangkan dengan prinsip perdagangan bebas dan tidak melanggar aturan dan konvensi yang ada. Pengembangan kebijakan harus didukung secara nasional

baik dari segi komoditi maupun ketidakadaan komoditi di dalam negeri sehingga keberlangsungan impor perlu dijaga agar tidak berpengaruh pada neraca

pembayaran luar negeri. Pemerintah perlu mendorong produksi dalam negeri yang berkualitas dan kompetitif dengan komoditi luar negeri.

25

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN 1. Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis internasional juga semakin meningkat, hal ini terlihat dari semakin berkembangnya arus peredaran barang, jasa, tenaga kerja maupun, modal dari suatu negara ke negara lain demikian pula sebaliknya. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat terjadi baik melalui kegiatan ekspor impor, investasi, perdagangan jasa, lisensi dan waralaba (license and franchise), dll. Untuk mengantisipasi liberalisasi perdagangan internasional, Indonesia telah menentukan arah kebijaksanaan di bidang hukum yang

mendukung kegiatan ekonomi, sebagaimana dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999- 2004, Tap MPR No.IV/MPR/1999. Hal ini telah dinyatakan dalam butir 7, bahwa Indonesia telah mengembangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian

dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional.

2. Liberalisasi perdagangan baik yang bersifat bilateral, multilateral di wilayah regional ingin harus diikuti dari oleh setiap negara didunia ini jika tidak yang

terkucil

gelanggang

ekonomi

politik

internasional

dituangkan di dalam kesepakatan antar negara. Tentunya kesepakatan dari suatu negara di dasarkan pada strategi kebijakan perdagangan luar negeri dari masing-masing negara yang bersangkutan. Dari kenyataan tersebut maka Indonesia telah mengambil strategi kebijakan

perdagangan luar negeri yang pararel dengan liberalisasi perdagangan sebagai arus besar perdagangan global yang sulit dihindari. Berbagai kebijakan yang diambil didasarkan kepada faktor kemampuan internal dan faktor pengaruh lingkungan eksternal yang dimaksudkan agar

terwujud strategi kebijakan yang tepat dalam konteks pemberlakuan ACFTA dan mendapatkan liberalisasi kemanfaatan dimaksud. yang sebesar-besarnya hal ini dari

kesepakatan

yang

Dalam

strategi

26

kebijakan

diupayakan

menjadi

penghubung

antara

keikutsertaan

Indonesia dalam liberalisasi perdagangan yang tidak bisa dihindari dan Indonesia berusaha mendapatkan keuntungan dari pelaksanaan

ACFTA bagi kepentingan nasional.

3. Dalam implementasi kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia menghadapi kesepakatan ACFTA muncul berbagai hambatan yang dapat melemahkan strategi kebijakan perdagangan yang diambil dan memerlukan berbagai

pembenahan baik yang bersifat struktural maupun fungsional. Lemahnya peraturan merupakan masalah klasik dan pelaksanaan dalam upaya pembangunan perdagangan luar negeri di Indonesia. Padahal adanya peraturan yang jelas dan pelaksanaan peraturan yang konsisten merupakan prasyarat untuk dapat berkembangnya sebuah kebijakan. Persoalan yang ada di dalam hal tersebut adalah peraturan yang belum komprehensif, sehingga masih banyak celah yang terlewat.

4. Hambatan lain yang dihadapi adalah kesulitan didalam pembiayaan. Pembiayaan merupakan motor bagi pengembangan kegiatan perdagangan luar negeri dan tanpa adanya sumber pembiayaan yang memadai maka

kegiatan perdagangan luar negeri akan sulit ditingkatkan. Salah satu sumber pembiayaan adalah masuknya investasi negara lain, yang diharapan memberikan efek ganda bagi perekonomian Indonesia. Karena selain sebagai sumber pembiayaan juga dapat memberikan citra positif tentang kondisi Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan tenaga kerja yang murah. Akan tetapi kedua hal tersebut belum dapat menjadi daya tarik investasi asing karena masalah keamanan dan ketidakstabilan domestik serta banyaknya peraturan yang tidak pro-investasi.

5. Hambatan yang lain, adalah ketergantungan industri nasional terhadap bahan baku impor yang diperparah dengan kekeliruan orientasi pemerintah dalam pengembangan ekspor nasional. Sebagian besar ekspor non-migas Indonesia masih bertumpu pada hasil alam yang belum diolah. Keterbatasan energi juga merupakan permasalahan yang menghambat kebijakan pengembangan industri nasional. Ada tiga sumber energi utama, yaitu minyak bumi, gas alam dan batu

27

bara. Namun, potensi tersebut belum diolah secara maksimal untuk menjadi sumber energi industri karena pemerintah lebih cenderung mengekspor sebagian besar sumber energi tersebut daripada menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Keterbatasan infrastruktur transportasi juga merupakan hambatan bagi pengembangan kegiatan industri nasional terutama dalam hal masih terbatasnya jaringan jalan yang ada dibanding dengan ketersediaan luas wilayah. Di samping itu juga keterbatasan infrastruktur pelabuhan yang meliputi terbatasnya jumlah pelabuhan yang bisa melayani kegiatan bongkar muat barang dan juga lemahnya pengelolaan pelabuhan di Indonesia.

6. Stabilitas keamanan regional mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelancaran perdagangan bebas khususnya ACFTA, sementara kondisi

keamanan regional tersebut masih merupakan persoalan yang melilit Indonesia, melalui isu geo politik, kebudayaan, ketenagakerjaan dan sebagainya.

B. SARAN 1. Diperlukan perbaikan struktur kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas khususnya ACFTA yang meliputi aspek struktur, antara lain ; manajemen kebijakan perdagangan yang melibatkan semua lapisan masyarakat yang terkait dengan penentuan kebijakan, seperti sektor akademisi, sektor swasta/ pelaku bisnis, sektor pemerintah pusat dan daerah.

2.

Agar supaya terjamin konsistensi implementasi kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia baik yang bersifat horisontal maupun vertikal,

diperlukan perangkat peraturan yang harus diikuti oleh semua stakeholder perdagangan luar negeri baik yang ada di pusat maupun di daerah agar tidak terjadi lagi benturan-benturan yang tidak perlu dan menghambat pelaksanaan kebijakan perdagangan, disamping itu, diperlukan sosialisasi yang cerdas secara terus menerus, kepada semua pemegang kepentingan perdagangan luar negeri tentang nilai strategis perdagangan luar negeri Indonesia bagi kesejahteraan bangsa.

28

3.

Diperlukan kemampuan

perhatian daya

yang

sungguh-sungguh yang

terhadap

peningkatan bagi

saing

Indonesia

menjadi

pra-syarat

keberhasilan liberalisasi perdagangan regional. Semua aspek yang berpengaruh positif maupun negatif bagi daya saing harus dikelola dengan sebaik-baiknya oleh pemerintah Indonesia dan didukung oleh semua lapisan masyarakat, oleh karena tanpa daya saing yang memadai maka, komitmen kebijaksanaan perdagangan luar-negeri apapun bentuk dan substansinya, tidak akan memberikan arti dan kemanfaatan bagi bangsa Indonesia. Manajemen daya saing Indonesia harus dikelola secara khusus dengan cerdas, teliti dan cermat dengan selalu memperhatikan aspek struktur dan fungsi perdagangan luar negeri Indonesia antara lain melalui stabilisasi ekonomimakro, kebijakan ketenagakerjaan, kemudahan ekspor-impor, holidaytax regulasi di daerah dan sebagainya.

4.

Pemerintah Indonesia seharusnya menampilkan peran yang lebih besar dalam mewujudkan keamanan regional dan hubungan antar bangsa yang lebih harmonis diluar kepentingan ekonomi dan politik, misalnya kebudayaan yang menjauhi potensi kerjasama

konflik, dimana Asia Tenggara

merupakan suatu kelompok bangsa yang timur yang menjunjung tinggi adatadat ketimuran yang terkenal dengan nilai-nilai sosial dan budaya patriarkhi yang harmonis. Akan tetapi pada kenyataannya bangsa-bangsa di Asia Tenggara termasuk Indonesia masih selalu terbentur dengan konflik

kepentingan politik lokal. Hal tersebut tentu berpengaruh terhadap upaya peningkatan peran Indonesia di tingkat regional. Oleh karenanya pemantapan stabilitas dalam negeri harus diwujudkan dengan sebaik-baiknya.

29

DAFTAR PUSTAKA

Deardorff, V. A. 1995. Determinants of Bilateral Trade: Does Gravity Work in a Neoclassic World NBER Working Paper No. 5377. Endy Tjahjono, M. Barik Bathaluddin, dan Justina Adamanti (2009): Suatu Model Financial Computable General Equilibrium. Semar: Yogyakarta Frankel, Jeffrey. 1997. Regional Trading Blocs in The World Economic System, NBER Working Paper Series 4050. Krugman dan Obstfeld. 1994, Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijaksanaan terjemahan, Rajawali Pers: Jakarta. Stiglitz, J.E., 1988, Economic Prganization, Information, and Development, dalam (Chenery, H. and T.N. Srinivasan, eds.). Handbook of Development Economics. Elsevier Science Publishers. Syrquin, M., 1988, Patterns of Structural Change, dalam (Chenery, H. and T.N. Srinivasan,eds.). Handbook of Development Economics. Elsevier Science Publishers. Tubagus Feridhanusetyawan, Yose Rizal Damuri. 2004. Economic Crisis and Trade Liberalization: A CGE Analysis On The Forestry Sector. Vanek, Jaroslav. 1965. General Equilibrium of International Discrimination: The Case of Customs Unions. Cambridge, MA: Harvard University Press. Viner, Jacob. 1950. The Customs Union Issue, Carnegie Endowment for International. Peace: New York.

30