Percobaan V

12
PERCOBAAN V UJI KETERATOGENIKAN I. TUJUAN Mahasiswa mampu memahami tujuan, sasaran, tata cara pelaksanaa, luaran dan manfaat uji keteratogenikan suatu obat. II.DASAR TEORI Penggunaan obat selama proses kehamilan secara umum cenderung meningkat pada masyarakat modern meski disertai dengan risiko pada perkembangan embrio atau janin. Sebagai contoh di Amerika Serikat, sekitar 200.000 (3-5% dari seluruh kelahiran yang hidup) lahir dengan kondisi cacat. Sebelum adanya kelahiran cacat akibat konsumsi thalidomide pada sekitar awal 1960an, secara umum dipercaya bahwa uterus merupakan suatu pelindung bagi janin dari kondisi lingkungan sehingga peningkatan keamanan dan pemilihan terapi obat selama proses kehamilan belum menjadi suatu prioritas dalam desain dan pengembangan obat (Ekwere et al, 2001). Janin yang terlihat terlindungi dari pengaruh luar ternyata tidak sepenuhnya tahan dari pengaruh lingkungan disekitar sang ibu, hal ini dapat menyebabkan efek serius pada setiap tahap perkembangan janin tergantung dari tiap individu. Berdasarkan sumbernya, terdapat pengaruh eksternal dan internal yang dapat menyebabkan efek serius dan efek melemahkan pada janin. Lingkungan dapat mempengaruhi janin secara langsung maupun tidak langsung dengan berbagai cara. Periode prenatal merupakan periode yang sangat sensitif pada

description

farmalologi eksperimental

Transcript of Percobaan V

Page 1: Percobaan V

PERCOBAAN V

UJI KETERATOGENIKAN

I. TUJUAN

Mahasiswa mampu memahami tujuan, sasaran, tata cara pelaksanaa, luaran dan manfaat uji

keteratogenikan suatu obat.

II. DASAR TEORI

Penggunaan obat selama proses kehamilan secara umum cenderung meningkat pada

masyarakat modern meski disertai dengan risiko pada perkembangan embrio atau janin.

Sebagai contoh di Amerika Serikat, sekitar 200.000 (3-5% dari seluruh kelahiran yang hidup)

lahir dengan kondisi cacat. Sebelum adanya kelahiran cacat akibat konsumsi thalidomide

pada sekitar awal 1960an, secara umum dipercaya bahwa uterus merupakan suatu pelindung

bagi janin dari kondisi lingkungan sehingga peningkatan keamanan dan pemilihan terapi obat

selama proses kehamilan belum menjadi suatu prioritas dalam desain dan pengembangan

obat (Ekwere et al, 2001).

Janin yang terlihat terlindungi dari pengaruh luar ternyata tidak sepenuhnya tahan dari

pengaruh lingkungan disekitar sang ibu, hal ini dapat menyebabkan efek serius pada setiap

tahap perkembangan janin tergantung dari tiap individu. Berdasarkan sumbernya, terdapat

pengaruh eksternal dan internal yang dapat menyebabkan efek serius dan efek melemahkan

pada janin. Lingkungan dapat mempengaruhi janin secara langsung maupun tidak langsung

dengan berbagai cara. Periode prenatal merupakan periode yang sangat sensitif pada

kehidupan setiap organisme, bahkan risiko terjadinya kerusakan struktural yang disebabkan

oleh teratogen lebih besar pada tahap embrionik (Nwoke, 2008).

Teratogenik adalah ilmu yang mempelajari cacat bawaan, sedangkan senyawa yang

menyebabkan disebut sebagai teratogen. Penyebab teratogenik ada 2 yaitu fisik yang meliputi

radiasi sinar X, panas dan tekanan, dan kimia yang meliputi bahan industry, polutan udara, air

dan obat-obatan. Target organ dari teratogen adalah system reproduksi, yang meliputi zigot

bersifat mutagen, sel (jaringan dan organ) yang bersifat teratogenik serta pertumbuhan dan

perkembangan organ yang bersifat keracunan. Bentuk kelainan yang dapat disebabakan oleh

teratogen adala gangguan fungsi dan struktur sel, abnormalitas yang menyebabkan kejadian

congenital yang teratogenik serta pertumbuhan yang menyebabkan ukurannya membesar dan

bersifat toksik.

Page 2: Percobaan V

Perubahan yang disebabkan teratogen meliputi perubahan dalam pembentukan sel,

jaringan dan organ sehingga menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang terjadi

pada fase organogenesis. Kejadian perubahan teratogenik antara lain :

1. Menyerang zygot menjadi fertile dan mengalami mutasi

2. Salah satu tahap siklus kehidupan pada konsepsi dihambat

3. Mencegah pembelahan embrio ada tahap awal yang bersifat all or none

4. Implantasi merangsang pseudopregnancy

5. Menghambat perkembangan normal plasenta : Trypan Blue

6. Menghambat transport nutrient ke yolk sack

7. Menyerang fase organogenesis dan bersifat teratogenik

8. Fase pertumbuhan yang menyebabkan perubahan toksikologik

9. Infant

Bahan teratogenik kimia adalah bahan yang berupa senyawa senyawa kimia yang bila

masuk dalam tubuh ibu pada saat saat kritis pembentukan organ tubuh janin dapat

menyebabkan gangguan pada proses tersebut. Kebanyakan bahan teratogenik adalah bahan

kimia. Bahkan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit tertentu juga

memiliki efek teratogenik.

Tabel berikut menunjukkan beberapa teratogen beserta efek dan waktu pemejanan

teratogen yang berisiko.

TERATOGENS, POSSIBLE EFFECTS TIME OF RISK

Alcohol Fetal Alcohol Syndrome (FAS) growth

retardation, cognitive deficits

Through out pregnancy

Aspirin Bleeding problems Last month & at birth

Diethyl-stilbestrol

(DES)

Cancer of female reproductive system From 3 to 20 weeks

LSD Isolated abnormalities Before conception

Lead Death, anemia, mental retardation Throughout pregnancy

Marijuana Unknown long-term effects, early

neurological problems

Throughout pregnancy

Thalidomide Fetal death, physical and mental

abnormalities

First month

Cocaine Spontaneous abortion, neurological

problem

Throughout pregnancy

AIDS Growth failure, low birth weight, Throughout pregnancy

Page 3: Percobaan V

developmental delay, death from

infection

during delivery; during

breast feeding

Rubella Mental retardation, physical problem,

possible death

First three months, may

have effects during later

months.

Syphilis Death. Congenital syphilis pre-

maturity

From five months on.

Cytomegalovirus

(CMV)

Central Nervous system (CNS)

damage & Pre-maturity

Potential risks throughout

pregnancy and at birth

Sumber: Dacey J.S & Travers J.F (2002)

Terjadinya cacat bawaan juga dapat diakibatkan oleh teratogen. Cacat bawaan

merupakan suatu ketidaksempurnaan anatomi maupun struktural yang terlihat saat kelahiran.

Cacat bawaan dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan ataupun

kombinasi keduanya yang terjadi selama periode prenatal. Tetapi kebanyakan kasus cacat

bawaan memperlihatkan adanya faktor keturunan dengan efek domino dan biasa diakibatkan

oleh kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan. Selama minggu pertama atau kedua

dalam proses kehamila, teratogen biasanya lebih cenderung membunuh embrio dari pada

mengakibatkan cacat bawaan. Cacat bawaan lebih banyak terjadi pada awal perkembangan

embrio dari pada periode-periode lain. Selama proses organogenesis antara hari ke 15 hingga

60, teratogen lebih cenderung mengakibatkan cacat bawaan (Cook, 1968).

Uji Keteratogenikan adalah uji ketoksikan suatu obat yang diberikan selama masa

organogenesis pada hewan bunting. Uji ini merupakan salah satu jenis uji ketoksikan yang

khas. Uji ini ditujukan untuk menentukan apakah suatu obat dapat menyebabkan kelainan

atau cacat bawaan diri janin yang dikandung oleh hewan bunting dan apakah cacat tersebut

berkerabat dengan dosis obat yang diberikan. Dengan demikian uji keteratogenikan

bermanfaat sekali sebagai landasan evaluasi batas aman dan risiko penggunaan suatu obat

oleh wanita hamil, utamanya berkaitan dengan cacat bawaan janin yang dikandungnya.

Sebagaimana yang tersirat di atas, pada dasarnya terdapat beberapa kegiatan utama

dalam pelaksanaan ujinya, yakni pengawinan (pembuntingan) hewan uji, penentuan masa

kebuntingan, penentuan masa organogenesis, pemejanan obat uji pada masa organogenesis,

pemeriksaan dan pengamatan tolok ukur kualitatif dan kuantitatif kelainan atau cacat bawaan

pada masa kelahiran normal, dan akhirnya analisis serta evaluasi hasil. Kecermatan dalam

mengelola berbagai kegiatan tersebut, jelas merupakan penentu kesahihan hasil ujinya. Suatu

hal yang perlu mendapat perhatian selama melakukan uji keteratogenikan.

Page 4: Percobaan V

Hewan yang digunakan untuk pengujian ada dua jenis, yaitu roden (mencit dan tikus)

dan niroden (kelinci). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan hewan uji

antara lain umur, berat badan, keperawanan, keteraturan daur estrus, periode laktasi pendek,

jumlak anak, dan kerentanan terhadap teratogen.

Untuk keperluan uji keteratogenikan, dosis yang diberikan paling tidak terdiri dari

tiga peringkat dosis. Dosis teratogenik umumnya terletak antara dosis letal terhadap induk

atau semua janin dan dosis yang tidak menimbulkan efek tertogenik. Dosis teratogenik ini

kemungkinan setara dengan dosis subtoksik pada uji ketoksikan subkronis dengan hewan uji

yang sama. Dosis teratogenik juga dapat ditentukan dari harga LD50 senyawa uji pada induk

(antara 14

- 13

LD50 induk). Apabila terdapat kesulitan dalam menentukan harga LD50

induk , dosis teratogenik dapat dicari secara tentatif (misal 1x, 2x, 4x dan seterusnya dosis

terapi untuk manusia). Dari ketiga peringkat dosis, dosis tertinggi yang digunakan tidak boleh

memperlihatkan efek negatif pada induknya, misal sedasi. Dan dosis terendahnya, harus

meliputi dosis terapi (WHO, 1967).

Daur Estrus

Page 5: Percobaan V

Siklus estrus merupakan sederetan aktivitas seksual dari awal hingga akhir dan terus

berulang. Panjang waktu siklus estrus pada tikus putih (Rattus norvegicusL.) yaitu 4 sampai 5

hari. Siklus ini dibedakan dalam 2 tingkatan yaitu fase folikuler dan fase luteal. Fase folikuler

adalah pembentukan folikel sampai masak sedangkan fase luteal adalah setelah ovulasi

sampai ulangan berikutnya dimulai. Siklus estrus pada hewan berasal dari folokel graff ke

korpus luteum. Siklus estrus dapat dibedakan menjadi 4 fase, yaitu : 

Fase proestrus 

Ditandai dengan adanya sel-sel epitel normal. Terjadi pembentukan folikel sampai

tumbuh maksimum. Pertumbuahan folikel ini menghasilkan estrogen sehingga

dinding uterus menjadi lebih tebal dan halus serta lebih bergranula. Selain itu

digetahkan cairan yang agak pekat yang dinamakan cairan milk uteria. Struktur

histologis epitel vagina pada fase proestrus adalah sebagi berikut :

Berlapis banyak (10-13) 

Stratum korneum kornifikasi aktif. 

Leukosit sedikit. 

Mitosis aktif. 

Fase estrus

Fase ini ditandai dengan :

Adanya sel-sel epitel menanduk. 

Produksi estrogen akan bertambah dan terjadi ovulasi sehingga dinding mukosa

uterus akan menggembung dan mengandung sel-sel darah. 

Pada fase ini folikel matang dan terjadi ovulasi dan betina siap menerima sperma

dari jantan. Sel-sel epitel menanduk merupakan indikator terjadinya ovulasi. 

Menjelang ovulasi leukosit makin banyak menerobos lapisan mukosa vagina

kemudian ke lumen. Selama masa luteal pada ovarium dengan pengaruh hormon

progesteron dapat menekan pertumbuhan sel epitel vagina.

Struktur histologis epitel vagina pada fase estrus sebagai berikut :

Lapisan superficial berinti. 

Struktur korneum sedikit dan melepas leukosit di bawah epitel. 

Mitosis berkurang.

Leukosit tidak ada. 

Page 6: Percobaan V

Fase metestrus 

Fase anestrus merupakan fase istirahat jika tidak terjadi fertilisasi atau kehamilan.

Ditandai dengan sel epitel normal atau sel epitel biasa dan sel epitel menanduk.

Dimana lapisan epiteliumnya 4-7 dan terdapat leukosit pada lapisan luar.

Fase Diestrus 

Pada fase diestrus ditandai dengan adanya sel epitel normal dan banyak leukosit.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat

a. Pipet tetes

b. Papan fiksasi

c. Gunting

d. Gelas arloji

e. Cawan petri

f. Alat bedah

g. Mikroskop

h. Tissue

Bahan

a. Larutan Fisiologi (NaCl 0,9 %)

b. Hewan uji tikus

c. Eter

IV. CARA KERJA

Page 7: Percobaan V

Pemeriksaan Daur Estrus

Pemeriksaan dan pengamatan

Siapkan hewan uji tikus dan larutan fisiologis NaCl 0,9 %

Pegang tikus dengan cara lazim menggunakan tangan kiri sehingga berada dalam posisi punggung di bawah

Dengan tangan kanan ambil pipet tetes yang telah berisi larutan fisiologis secukupnya

Masukkan pipet tetes ke liang vagina dengan hati-hati.

Tekan karet pipet tetes sehingga larutan fisiologis masuk ke liang vagina, tunggu sebentar.

Lepaskan tekanan pada pipet agar larutan fisiologis tersedot kembali ke dalam pipet

Letakkan kembali hewan uji ke dalam kandang

Teteskan cairan apus vagina pada gelas objek

Amati tipe-tipe sel epitel apus vagina di bawah mikroskop

Tentukan fase daur estrus tersebut

Siapkan tikus yang berada pada akhir masa bunting, sekitar 12-4 jam sebelum waktu kelahiran

Lakukan anestesi dengan memasukkan tikus ke dalam toples berisi kapas yang telah dibasahi eter.

Setelah tikus teranestesi, ambil dan letakkan pada papan fiksasi serta lakukan pembedahan sebagaimana cara lazim pengambilan cuplikan hayasti, sampai terlihat iterus berisi janin.

Keluarkan uterus dari korpa luteanya. Kemudian pisahkan(potong) dari korpora lutea, dan induknya dikorbankan

Sayat dinding uterus secara longitudinal guna mengeluarkan jannin yang ada di dalamnya

Janin yang terambil kemudian dipisahkan dari plasenta, dan masing-masing dibersihkan dari lendir/selaput yang menyelimutinya. Tempat bekas plasenta pada uterus disebut tempat implantasi

Kumpulkan janin, plasenta, uterus, dan korpora lutea, bersihkan dengan larutan fisiologis NaCl 0,9 %, hitung jumlahnya, dan amati

Page 8: Percobaan V

Analisa Data

V. DAFTAR PUSTAKA

Cook, Margaret J. And Fairweather, Frank A., 1968, Methods Used in Teratogenic Testing,

John Wyeth & Brother Ltd, Maidenhead

Dacey, J. S., & Traves, J. F., 2002, Human Development Across the Lifespan, Mc Graw-Hill,

New York

Ekwere, Okon Ekwere, et al, 2011, Possible Embryotoxic and Teratogenic Effects of A

Phytodrug (RICOM 1013-J) on Pregnant Female Wistar Rats, Arpa Press, Madiguri

Fox RR and Laird CW, 1970, Sexual cycles, In Hafes ESE (Ed.), Reproduction and breeding

techniques for laboratory animals, Lea & Febiger, Philadelphia

Nwoke, Mary Basil, 2008, The Effects of Teratogens on the Health of Developing Human

Beings, University of Nigeria, Nsukka

World Health Organization (WHO), 1967, Principles for the Testing of Drugs for

Teratogenicity, WHO Technical Reports Series No.364, WHO, Geneva

Yogyakarta, 9 Desember 2014

Praktikan

Buat tabel biometrika yang berisi purata bobot, panjang, jumlah kematian (jumlah korpora lutea-jumlah jabang bayi hidup), jumlah resorpsi awal(jumlah korpora lutea-jumlah jabang bayi), jumlah resorpsi akhir(jumlah tempat implantasi-jumlah jabang

bayi), jumlah cacat makroskopis, dan bobot plasenta

Analisis secara statistik ( Khi Kuadrat; α=0,05 ) terhadap perbedaan jumlah kematoan dan jumlah cacat antar kelompok

Analisis secara statistik ( Khi Kuadrat; α=0,05 ) terhadap perbedaan jumlah kematoan dan jumlah cacat antar kelompok

Dari hasil analisis kuantitatif, potensi keteratogenikan obat dapat dievaluasi

Page 9: Percobaan V