PERBEDAAN TEKANAN INTRA OKULAR (TIO)...
Transcript of PERBEDAAN TEKANAN INTRA OKULAR (TIO)...
-
i
PERBEDAAN TEKANAN INTRA OKULAR (TIO)
SEBELUM DAN SESUDAH OPERASI
FAKOEMULSIFIKASI PADA PASIEN KATARAK
SENILIS DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2016
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH:
Diva Zahra Parnanda
NIM:11141030000057
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1438 H
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini. Shawalat
serta salam tak lupa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para
sahabatnya. Semoga kita menjadi umatnya yang mendapatkan syafaat beliau kelak di
hari kiamat nanti, aamin ya rabbal alamiin.
Dalam proses pembuatan skripsi yang berjudul Perbedaan Tekanan Intra Okular
(TIO) Sebelum dan Sesudah Operasi Fakoemulsifikasi pada Pasien Katarak
Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2016 penulis melibatkan berbagai pihak yang
memberikan bantuan, bimbingan, serta dukungan dan doa sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak yang telah terlibat, di antaranya:
1. Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes sebagai dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS sebagai ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter (PSKPD) FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. dr. Nida Farida, Sp.M sebagai pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, dukungan , serta semangat dan nasehat yang sangat membantu
penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik dan
tepat waktu
4. Ibu Yuliati, M.Biomed sebagai pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, dukungan, serta semangat dan nasehat sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik
5. dr. Sylvi, Sp.M dan dr. Novita Eka Sukma Putri, Sp.M selaku konsulen poli
mata RSUP Fatmawati yang telah memberikan bimbingan, bantuan, serta
iv
http://rs-premierjatinegara.com/dokter/dr-nouval-shahab-sp-u-ph-d-fics-fags/
-
dukungan kepada penulis sehingga proses pengambilan data penelitian ini
lancar
6. Bapak Chris Adhiyanto, M.Biomed, PhD selaku penanggung jawab riset
PSKPD angkatan 2014
7. Staf dosen PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan serta berbagai pelajaran hidup sebagai bekal
bagi penulis untuk menjadi seorang dokter yang bermanfaat bagi agama, nusa
dan bangsa.
8. Staf poli mata dan instalasi rekam medik RSUP Fatmawati yang telah
memberikan banyak bantuan kepada penulis selama proses pengambilan data
penelitian ini
9. Kedua orang tua penulis, Bapak Partolo, S.E, M.M dan Ibu Amanda
Wijayanti, S.E yang selalu mendukung penulis baik dari waktu, nasehat,
bimbingan, dukungan, dan doa tanpa henti serta selalu menjadi tempat cerita
terbaik bagi penulis. Hal tersebut merupakan bagian terpenting dalam
penelitian dan proses studi kedokteran yang dijalani penulis
10. Adik penulis, Muhammad Daffa Zacky Parnanda yang selalu menjadi teman
yang baik di saat penulis membutuhkan waktu istirahat. Kepada eyang penulis
Siti Marijam dan Partini serta keluarga kedua orang tua penulis yang selalu
mendukung penuh penulis selama menempuh pendidikan dokter
11. Teman sejawat dalam kelompok penelitian yang sama, Rahmy Nursafitri,
Indira Khairunnisa Effendi, Azhardin Maralaut, dan Hanifsyah Odang yang
telah memberikan semangat, bantuan dan hiburan serta saling membantu satu
sama lain agar kami dapat menyelesaikan dan melaporkan penelitian masing-
masing dalam waktu yang bersamaan
12. Sahabat penulis, Bonita Nabilla, Alya Masinta, Ade Aurora, dan Vianca
Samara yang senantiasa menjadi pendukung, penasihat, penghibur, dan selalu
menemani dalam suka maupun duka serta senantiasa menjadi penyemangat
bagi penulis. Terimakasih telah selalu ada bagi penulis selama menempuh
pendidikan dokter penulis
v
-
13. Teman-teman penulis, Azifa Anisatul Umma, Fazra Mahalli, Frida Safirah
Utami, Deva Resti, Kinanthi Iskandar yang telah membantu penulis baik
dalam penyusunan laporan penelitian maupun menjadi teman yang selalu
bersedia mendengarkan keluh kesah penulis selama menempuh pendidikan
preklinik.
14. Teman-teman sejawat PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
memberi motivasi kepada penulis dan telah berjuang bersama dari semester
satu hingga semester akhir, sehingga penulis dapat menyeselesaikan penelitian
ini dengan baik.
15. Semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan dan penulisan laporan
penelitian ini.
Semoga segala kebaikan dan dukungan yang sudah diberikan oleh semua pihak
dapat dibalas dengan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda dari Allah SWT
dan semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat yang banyak.
Ciputat, 12 Oktober 2017
Penulis
vi
-
ABSTRAK
Diva Zahra Parnanda. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Perbedaan
Tekanan Intra Okular (TIO) Sebelum dan Sesudah Operasi Fakoemulsifikasi pada
Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2016. Latar Belakang: Katarak
merupakan salah satu permasalahan yang umum terjadi pada lansia. Penatalaksanaan
pada pasien katarak hingga saat ini adalah dengan teknik operasi, salah satunya
adalah teknik operasi fakoemulsifikasi, teknik ini merupakan teknik yang popular di
Indonesia. Salah satu komplikasi pasca bedah yaitu peningkatan Tekanan Intra
Okular (TIO). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan TIO adalah
subastansi viskoelastik, inflamasi setelah operasi, dan penguasaan teknik operasi oleh
operator operasi. Tujuan: Mengetahui perbedaan TIO pada pasien katarak senilis
sebelum dan sesudah operasi dengan teknik fakoemulsifikasi. Metode: Penelitian ini
menggunakan desain cross sectioanal yang dilakukan pada bulan Februari 2017
hingga Agustus 2017 di RSUP Fatmawati. Penelitian menggunakan data sekunder
yang diambil dari rekam medis pasien katarak senilis yang menjalani operasi dengan
teknik fakoemulsifikasi yang dilakukan oleh salah satu dokter spesialis mata pada
bulan Januari 2016 hingga Desember 2016. Hasil: Responden berjumlah 31 mata dari
26 pasien yang berusia 50 tahun. Dilakukan analisis menggunakan uji repeated
ANOVA dan post-hoc bonferroni, didapatkan peningkatan TIO yang tidak signifikan
pada hari pertama setelah operasi dengan p value 0,025, penurunan TIO yang
signifikan pada minggu pertama setelah operasi dengan p value 0,001, penurunan
TIO yang signifikan pada minggu kedua setelah operasi dari TIO sebelum operasi
dengan p value 0,004. Kesimpulan: Terdapat perbedaan TIO sebelum dan sesudah
operasi fakoemulsifikasi pada pasien katarak senilis berupa peningkatan sementara
pada hari pertama setelah operasi dan kemudian mengalami penurunan pada minggu
pertama dan minggu kedua setelah operasi.
Kata kunci : Katarak senilis, Lansia, Fakoemulsifikasi, Tekanan Intra Okular,
Sebelum Operasi, Setelah Operasi.
vii
-
ABSTRACT
Diva Zahra Parnanda. Medical Studies and Medical Educational Program.The
difference of Intra Ocular Pressure (IOP) Before and After Phacoemulsification
Cataract Surgery in Senile Cataract Patients at RSUP Fatmawati 2016.
Background: Cataract is one of the most common problems in the elderly.
Management in cataract patients is by surgical technique, one of them is
phacoemulsification cataract surgery technique, this technique is a popular technique
in Indonesia. One of the postoperative complications is increased intra-ocular
pressure (IOP). Some of the factors that can lead to an increase in IOP are the
viscoelastic subtancies, inflammation after surgery, and mastery of surgical
techniques by operators.Objective: Find out the difference of IOP in senile cataract
patients before and after surgery with phacoemulsification technique. Method: This
research uses cross sectional design conducted in February 2017 until August 2017
at Fatmawati General Hospital. The study used secondary data taken from medical
records of senile cataract patients who had undergone surgery with
phacoemulsification techniques performed by one ophthalmologist in January 2016
to December 2016. Result: Respondents numbered 31 eyes from 26 patients aged 50
years. Analyzes were performed using repeated ANOVA and post-hoc bonferroni
assays, there was an insignificant increase in IOP on the first day after surgery with
p value 0.025, significant decrease in IOP in the first week after surgery with p value
0,001, significant decrease in IOP in the second week after operation of the IOP
before operation with p value 0.004. Conclusion: There were differences in IOP
before and after phacoemulsification surgery in senile cataract patients with a
temporary increase on the first day after surgery and then decreased in the first week
and second week after surgery.
Keywords: Senile Cataract, Elderly, Phacoemulsification, Intra Ocular Pressure,
Before Surgery, After Surgery.
viii
-
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv
ABSTRAK ................................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL...................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xv
BAB I: PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
1.3. Hipotesis......................................................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................................... 3
1.4.1. Umum...................................................................................................................... 3
1.4.2. Khusus ..................................................................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian ......................................................................................................... 3
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5
2.1 Katarak ............................................................................................................................ 5
2.1.1 Definisi ..................................................................................................................... 5
2.1.2 Faktor Penyebab Terbentuknya Katarak Lebih Cepat .............................................. 5
2.1.3 Gejala Klinis .............................................................................................................. 6
2.1.4 Diagnosis .................................................................................................................. 6
2.1.5 Klasifikasi .................................................................................................................. 6
2.1.6 Katarak Senilis .......................................................................................................... 6
ix
2.1.6.1 Definisi .............................................................................................................. 6
-
2.1.6.2 Faktor resiko...................................................................................................... 7
2.1.6.3 Patogenesis ....................................................................................................... 7
2.1.6.4 Stadium Katarak Senilis ..................................................................................... 7
2.1.7 Metode Pembedahan ............................................................................................ 10
2.1.7.1 Fakoemulsifikasi .............................................................................................. 10
2.1.7.2 Langkah fakoemulsifikasi ................................................................................ 11
2.1.8 Tekanan Intra Okular ............................................................................................. 13
2.1.8.1 Tonometer ...................................................................................................... 16
2.2. Kerangka Teori ............................................................................................................. 20
2.3. Kerangka Konsep .......................................................................................................... 21
2.4. Definisi Operasional ..................................................................................................... 22
BAB III: METODE PENELITIAN ......................................................................... 23
3.1 Desain Penelitian........................................................................................................... 23
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................................... 23
3.2.1 Waktu Penelitian .................................................................................................... 23
3.2.2 Tempat Penelitian .................................................................................................. 23
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................................... 23
3.3.1. Populasi Target ...................................................................................................... 23
3.3.2. Populasi Terjangkau .............................................................................................. 23
3.3.3. Teknik pemilihan dan besar sampel ...................................................................... 24
3.4. Identifikasi Variabel ..................................................................................................... 24
3.5. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi ............................................................................. 24
3.5.1. Kriteria Inklusi ....................................................................................................... 24
3.5.2. Kriteria Eksklusi ..................................................................................................... 24
3.6. Alur Penelitian .............................................................................................................. 25
3.7. Manajemen Data ......................................................................................................... 26
3.7.1 Pengolahan Data .................................................................................................... 26
3.7.2 Analisa Data ........................................................................................................... 26
3.7.2.1 Analisis Univariat ............................................................................................. 26
x
3.7.2.2 Analisis Bivariat ............................................................................................... 26
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 28
4.1. Karakterisitik Responden ............................................................................................. 28
-
4.1.1. Usia Responden..................................................................................................... 28
4.1.2. Jenis Kelamin ......................................................................................................... 30
4.2 Distribusi Subjek Penelitian ........................................................................................... 31
4.3 Perbedaan Tekanan intra okular sebelum operasi dan hari pertama setelah operasi
fakoemulsfikasi ................................................................................................................... 32
4.4 Perbedaan Tekanan intra okular sebelum operasi dan minggu pertama setelah operasi
fakoemulsfikasi ................................................................................................................... 34
4.5 Perbedaan Tekanan intra okular sebelum operasi dan minggu kedua setelah operasi
fakoemulsfikasi ................................................................................................................... 34
4.6 Perbedaan Tekanan intra okular hari pertama setelah operasi dan minggu pertama
setelah operasi fakoemulsfikasi .......................................................................................... 35
4.7 Perbedaan Tekanan intra okular hari pertama setelah operasi dan minggu kedua
setelah operasi fakoemulsfikasi .......................................................................................... 36
4.8 Perbedaan Tekanan intra okular minggu pertama setelah operasi dan minggu kedua
setelah operasi fakoemulsfikasi .......................................................................................... 37
4.9 Keterbatasan Penelitian ................................................................................................ 37
BAB V: SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 39
5.1 Simpulan ....................................................................................................................... 39
5.2. Saran ............................................................................................................................ 39
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 41
LAMPIRAN ............................................................................................................... 44
xi
-
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Stadium Katarak ....................................................................................... 8
Tabel 4.1.1 Distribusi responden berdasarkan usia ................................................. 29
Tabel 4.1.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin .................................. 30
Tabel 4.2.1 Nilai rata-rata tekanan intra okular ....................................................... 31
Tabel 4.3.1 Hasil uji bonferroni perbandingan tekanan intra okular sebelum operasi
dan hari pertama setelah operasi fakoemulsifikasi ....................................................32
Tabel 4.4.1 Hasil uji bonferroni perbandingan tekanan intra okular sebelum operasi
dan minggu pertama setelah operasi fakoemulsifikasi ..............................................34
Tabel 4.5.1 Hasil uji bonferroni perbandingan tekanan intra okular sebelum operasi
dan minggu kedua setelah operasi fakoemulsifikasi ................................................ 35
Tabel 4.6.1 Hasil uji bonferroni perbandingan tekanan intra okular hari pertama
setelah operasi dan minggu pertama setelah operasi fakoemulsifikasi .................... 35
Tabel 4.7.1 Hasil uji bonferroni perbandingan tekanan intra okular hari pertama
setelah operasi dan minggu kedua setelah operasi fakoemulsifikasi ........................ 36
Tabel 4.8.1 Hasil uji bonferroni perbandingan tekanan intra okular minggu pertama
setelah operasi dan minggu kedua setelah operasi fakoemulsifikasi ........................ 37
xii
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Katarak senilis insipien ......................................................................... 9
Gambar 2.2 Katarak senilis imatur ................................................................................ 9
Gambar 2.3 Katarak senilis matur ................................................................................ 9
Gambar 2.4 Katarak senilis hipermatur ..................................................................... 10
Gambar 2.5 Pemasangan spekulum ........................................................................... 11
Gambar 2.6 Langkah operasi fakoemulsifikasi: A. Continuous curvilinear
capsulorrhexis; B. Hydrodissection; C. Hydrodelineation; D&E. Four quadrant; F.
Aspiration of cortex ..................................................................................................... 13
Gambar 2.7 Anatomi trabecular meshwork dan Aliran aqueous humor ................... 13
Gambar 2.8 Mekanisme pembentukan aqueous humor dan aliran aqueous humor
pada mata normal ....................................................................................................... 14
Gambar 2.9 Tonometer Schiotz .................................................................................. 17
Gambar 4.1.1 Frekuensi usia responden dengan menggunakan diagram batang29
Gambar 4.1.2 Frekuensi jenis kelamin responden dengan menggunakan diagram
batang ......................................................................................................................... 30
xiii
-
DAFTAR SINGKATAN
WHO : World Health Organization
TIO : Tekanan Intra Okular
IOL : Intra Ocular Lens
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
EKEK : Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular
EKIK : Ekstraksi Katarak Intra Kapsular
COA : Camera Oculi Anterior
ROS : Reactive Oxygen Species
TASS : Toxic Anterior Segment Syndrome
xiv
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Persetujuan Etik .................................................................... 44
Lampiran 2 : Surat Keterangan Ijin Penelitian ..................................................... 45
Lampiran 3 : Riwayat Penulis............................................................................... 47
xv
-
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Katarak adalah kekeruhan dari lensa mata yang mempengaruhi penglihatan.
Katarak umumnya terjadi dalam proses penuaan dan dapat terjadi pada salah satu atau
kedua mata dan tidak menyebar.1
Katarak merupakan penyebab utama terjadinya kebutaan dan gangguan
penglihatan di dunia. Menurut data WHO (2002) menyatakan bahwa 17 juta (47,8%)
dari 37 juta orang yang buta di seluruh dunia disebabkan katarak, jumlah ini
diperkirakan akan meningkat hingga 40 juta pada tahun 2020. Indonesia merupakan
negara urutan ke-3 dengan angka kebutaan terbanyak di dunia dan urutan pertama
terbanyak di Asia Tenggara dengan angka kebutaan sebesar 1,47 % menurut catatan
WHO. Data Departemen Kesehatan RI tahun 2011 menyebutkan jumlah penderita
katarak di Indonesia mencapai 2,4 juta orang dengan pertambahan penderita katarak
setiap tahun sekitar 240 ribu.2
Penanganan utama pada penderita katarak sampai saat ini adalah dengan
teknik operasi, jumlah operasi katarak di dunia dan Indonesia khususnya di Jawa
Timur masih menghadapi banyak kendala, sebagai contoh di Amerika, terdapat
1.300.000 operasi katarak setiap tahun, sedangkan di Indonesia hanya dilakukan
kurang lebih 500.000 operasi katarak di rumah sakit setiap tahun, sedangkan sisanya
1.500.000 penderita buta katarak masih menunggu datangnya pelayanan operasi
katarak.3
Dengan berkembangnya jaman semakin berkembang pula teknik-teknik
operasi katarak, mulai dari teknik operasi katarak dengan insisi korneosklera pada
Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK), hingga Fakoemulsifikasi dengan insisi
transkornea dengan variasi lokasi insisi di superior dan temporal.4
Fakoemulsifikasi adalah teknik operasi yang tidak jauh berbeda dengan cara
EKEK, tetapi nukleus lensa diambil dengan menggunakan gelombang suara
berfrekuensi tinggi (emulsifier). Dibanding EKEK, irisan luka pada operasi
1
-
2
fakoemulsifikasi lebih kecil sehingga setelah diberi IOL (Intra Ocular Lens)
rehabilitasi visus lebih cepat, di samping itu penyulit pasca bedah lebih sedikit
ditemukan.5
Salah satu komplikasi dari bedah katarak ini adalah peningkatan tekanan intra
okular, salah satu penyebab peningkatan tekanan intra okular ini adalah adanya
retensi dari bahan viskoelastik dan inflamasi, tetapi, peningkatan tekanan intra okular
biasanya bersifat sementara dimana tekanan intra okular akan menurun dalam satu
sampai empat hari pasca operasi. Menurut penelitian Bhalil et al. tahun 2009 yang
bertujuan untuk mengevaluasi perubahan tekanan intra okular setelah clear corneal
phacoemulsification pada pasien normal didapatkan adanya penurunan tekanan intra
okular 15 hari pasca fakoemulsifikasi yaitu sebesar 2,1 mmHg.6
Tekanan intra okular adalah tekanan cairan di dalam bola mata yang nilainya
ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous humor dan tahanan terhadap aliran
keluarnya dari mata. Peningkatan tekanan intra okular dapat terjadi akibat
peningkatan produksi ataupun gangguan aliran keluar dari aqueous humor tersebut.
Tekanan intra okular normal rata-rata pada populasi non-glaukoma sebesar 15
mmHg. Rentang tekanan intra okular normal yaitu 1021 mmHg, jika tekanan intra
okular berkisar
-
3
Apakah terdapat perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) pada pasien katarak
senilis sebelum dan sesudah dilakukan operasi dengan teknik
fakoemulsifikasi?
1.3. Hipotesis
Terdapat perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) berupa peningkatan TIO
pada hari pertama setelah operasi fakoemulsifikasi dan penurunan TIO pada
minggu pertama dan minggu kedua setelah operasi fakoemulsifikasi pada
pasien katarak senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2016.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Tekanan Intra Okular
(TIO) pada pasien katarak senilis sebelum dan sesudah operasi dengan teknik
fakoemulsifikasi oleh salah satu dokter spesialis mata di RSUP Fatmawati.
1.4.2. Khusus
a. Mengetahui perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) sebelum operasi dengan
hari pertama setelah operasi
b. Mengetahui perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) sebelum operasi dengan
minggu pertama setelah operasi
c. Mengetahui perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) sebelum operasi dengan
minggu kedua setelah operasi
d. Mengetahui perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) hari pertama setelah
operasi dengan minggu pertama setelah operasi
e. Mengetahui perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) hari pertama setelah
operasi dengan minggu kedua setelah operasi
f. Mengetahui perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) minggu pertama setelah
operasi dengan minggu kedua setelah operasi
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi peneliti
-
4
a. Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian dengan metode cross
sectional.
b. Mendapatkan pengetahuan mengenai perubahan Tekanan Intra Okular (TIO)
setelah dilakukan operasi dengan teknik fakoemulsifikasi pada pasien katarak.
c. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
1.5.2. Bagi Institusi
RSUP Fatmawati
Dapat digunakan sebagai data untuk mengetahui angka kejadian
komplikasi peningkatan tekanan intra okular pada pasien katarak
senilis setelah menjalani operasi dengan teknik fakoemulsifikasi.
Dapat digunakan sebagai data untuk mengetahui perubahan tekanan
intra okular pada pasien katarak sesudah menjalani operasi dengan
teknik fakoemulsifikasi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Dapat menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
1.5.3. Bagi Masyarakat
Kedepannya diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
kepada masyarakat luas tentang perbandingan perubahan Tekanan Intra
Okular (TIO) sebelum dan sesudah operasi dengan teknik fakoemulsifikasi
pada pasien katarak senilis di RSUP Fatmawati.
-
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Katarak
2.1.1 Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies dan Latin Cataracta yang
berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular yang berarti penglihatan
seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.1
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun
dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Pada umumnya, katarak
merupakan penyakit yang terdapat pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam
penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis
pigmentosa bahan toksik khusus (kimia dan fisik), dan dapat berhubungan dengan
penyakit intraokular lainnya. Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat
menimbulkan katarak adalah diabetes melitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.1
2.1.2 Faktor Penyebab Terbentuknya Katarak Lebih Cepat
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemunculan katarak, tipe
katarak, dan pertumbuhan dari katarak, yaitu genetik yang memiliki peran yang
penting dalam insiden terjadinya katarak, yang kedua yaitu radiasi ultraviolet, telah
banyak studi epidemiologi yang menyebutkan bahwa semakin tinggi paparan sinar
ultraviolet yang berasal dari matahari mempengaruhi pematangan katarak,
kekurangan beberapa nutrisi seperti protein, asam amino, vitamin (riboflavin, vitamin
E, vitamin C), dan elemen-elemen esensial lainnya terbukti memiliki pengaruh
terhadap kemunculan katarak, dehidrasi, kebiasaan merokok menimbulkan terjadinya
karbamilasi dan denaturasi protein yang disebabkan oleh kandungan rokok yang
disebut cyanates.7
5
-
6
2.1.3 Gejala Klinis
Penderita katarak seringkali mengganti kacamata karena perubahan visus yang
terjadi secara cepat, penurunan visus yang progresif dan tanpa rasa sakit yang
disebabkan karena penurunan kejernihan dari lensa, pandangan menjadi ganda karena
lapang pandang tertutup oleh kekeruhan dari lensa yang terbentuk seperti air terjun,
merasa silau karena cahaya yang masuk ke dalam mata terpecah, dapat terlihatnya
halo berwarna di sekitar cahaya karena terdapat indeks refraktif yang tidak beraturan
di berbagai bagian dari lensa.8
2.1.4 Diagnosis
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar
celah (slitlamp), funduskopi pada kedua mata bila memungkinkan, tonometer, dan
pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak
mata, konjungtiva, dan fisik umum. Pada katarak dianjurkan dilakukan pemeriksaan
tajam penglihatan sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan
sebanding dengan turunnya tajam penglihatan. Pengobatan katarak adalah dengan
pembedahan. Setelah pembedahan lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa
kontak atau lensa tanam intraokular.9
2.1.5 Klasifikasi
Berdasarkan usia katarak dibagi menjadi katarak kongenital, pada jenis ini
katarak sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun, katarak juvenil yang terjadi sesudah
usia 1 tahun dan katarak senilis yang terjadi setelah usia 50 tahun.1
2.1.6 Katarak Senilis
2.1.6.1 Definisi
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun. Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling
sering ditemukan.1
-
7
2.1.6.2 Faktor resiko
Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor,
baik internal maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh adalah umur dan
jenis kelamin sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah pekerjaan,
pendidikan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status
kesehatan seseorang, faktor lingkungan, yang dalam hubungannya dalam paparan
sinat ultraviolet yang berasal dari sinar matahari.1
2.1.6.3 Patogenesis
Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial, dengan bertambahnya usia,
lensa bertambah berat dan tebal sehingga kemampuan akomodasinya menurun. Saat
lapisan baru dari serabut korteks terbentuk secara konsentris, sel-sel tua menumpuk
ke arah tengah sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan
(sklerosis nuklear).10
Crystallin (protein lensa) mengalami modifikasi dan agregasi kimia menjadi
high-molecular-weight-protein. Agregasi protein menyebabkan fluktuasi mendadak
pada indeks refraksi lensa, penyebaran sinar cahaya, dan penurunan transparansi.
Perubahan kimia protein lensa nuklear ini juga menghasilkan pigmentasi yang
progresif sehingga seiring berjalannya usia lensa menjadi bercorak kuning kecoklatan
sehingga lensa yang seharusnya jernih tidak bisa menghantarkan dan memfokuskan
cahaya ke retina. Selain itu, terjadi penurunan konsentrasi glutathione dan kalium
diikuti meningkatnya konsentrasi natrium dan kalsium.11
2.1.6.4 Stadium Katarak Senilis
Katarak senil secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu, insipien, imatur,
matur, dan hipermatur.
Tabel 2.1 Stadium katarak1
-
8
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan
Cairan lensa
Ringan
Normal
Sebagian
Bertambah
Seluruh
Normal
Masif
Berkurang
(air+masa
lensa
keluar)
Iris
Bilik mata depan
Sudut bilik mata
Shadow test
Penyulit
Normal
Normal
Normal
Negatif
-
Terdorong
Dangkal
Sempit
Positif
Glaukoma
Normal
Normal
Normal
Negatif
-
Tremulans
Dalam
Terbuka
Pseudopos
Uveitis
Glaukoma
+
Berdasarkan Vicente Victor D Ocampo, Jr, MD dalam jurnalnya yang
berjudul Cataract Senile stadium katarak dapat dibedakan berdasarkan visus
pasien.12
Katarak Hipermatur Pasien tidak bisa melihat pada pemeriksaan
menghitung jari atau gerakan tangan
Katarak Matur Pasien tidak bisa membaca lebih baik dari 20/200 di chart
ketajaman visual
Katarak Imatur Pasien dapat membaca huruf lebih baik dari 20/200
Katarak Insipien Pasien dengan keluhan penglihatan tetapi masih dapat
membaca di 20/20
-
9
Gambar 2.1 Katarak senilis insipien
Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New
Delhi: New Age International; 2007: p.178.
Gambar 2.2 Katarak senilis imatur
Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New
Delhi: New Age International; 2007: p.177.
Gambar 2.3 Katarak senilis matur
Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New
Delhi: New Age International; 2007: p.177.
-
10
Gambar 2.4 Katarak senilis hipermatur
Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New
Delhi: New Age International; 2007: p.177
2.1.7 Metode Pembedahan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi, penatalaksanaan
definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Ekstraksi katarak adalah cara
pembedahan dengan mengangkat lensa yang katarak.
Dapat dilakukan dengan metode Ekstraksi Katarak Intra Kapsular (EKIK)
yaitu mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul lensa atau Ekstraksi Katarak Ekstra
Kapsular (EKEK) yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus) melalui kapsul
anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior.
Selain kedua jenis operasi tersebut, terdapat jenis operasi fakoemulsifikasi yang telah
menjadi metode operasi yang sudah sering menjadi pilihan dalam 15 tahun terakhir.13
2.1.7.1 Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi merupakan metode pembedahan dengan menggunakan
vibrator ultrasonik untuk menghancurkan nukleus yang kemudian diaspirasi melalui
insisi 2,5-3 mm, dan kemudian dimasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat.
Dengan insisi kecil yang dilakukan pada fakoemulsifikasi, meminimalisir kasus
astigmatisme yang terjadi setelah operasi dan terbukti akan kestabilan dari refraksi
terjadi lebih cepat, biasanya tercapai kestabilan refraksi setalah tiga minggu operasi
-
11
dengan insisi sebesar 3,0 mm dan lebih cepat dari tiga minggu dengan insisi 2,5 mm.
Hampir tidak terjadinya cedera setelah operasi seperti iris prolapse pada operasi
fakoemulsifikasi. Satu kekurangan dari metode fakoemulsifikasi adalah
dibutuhkannya peralatan yang kompleks dan sulit untuk dioperasikan agar dapat
memasuki lensa hanya dengan insisi kecil sehingga dibutuhkan operator yang sudah
terlatih.13,14
2.1.7.2 Langkah fakoemulsifikasi
1. Preparation
Anestesi topikal dan povidone-iodine 5% atau chlorhexidine
diteteskan ke konjungtiva, dan diaplikasikan pada sekitar kelopak mata, setelah itu
antiseptik didiamkan selama minimal tiga menit sampai dipastikan sudah bekerja.
Spekulum dipasang untuk menyangga area operasi tidak terhalang oleh bulu mata dan
kelopak mata.
Gambar 2.5 Pemasangan spekulum
Sumber: Kanski J. Clinical Ophtalmology. 7th ed. Edinburg: Elsevier; 2007:
p.283.
2. Incisions
Dilakukan insisi atau penyayatan pada sudut 60o ke sisi kiri apabila
operator menggunakan tangan kanan. Penyayatan kornea bisa dengan jenis clear
corneal atau limbal. Viskoelatik diaplikasikan pada ruang okuli anterior.
-
12
3. Continuous curvilinear capsulorhexis
Dilakukan dengan alat cystotome, jarum hipodermik yang dilakukan
dengan dua gerakan, yaitu menggeser area sayatan dan merobek bagian kapsul lensa.
4. Hydodissection
Langkah ini dilakukan untuk memisahkan nukleus dan korteks dari
kapsul sehingga nukleus dapat lebih mudah dan aman untuk diputar. Alat
fakoemulsifikasi dimasukkan kemudian korteks superfisial dan epinukleus di aspirasi.
5. Four quadrant
Langkah ini dilakukan untuk pengeluaran nukleus. Sculpting
dilakukan untuk membentuk lekukan, nukleus diputar kemudian lekukan kedua
dibentuk, setelah itu nukleus dihancurkan dengan kekuatan gelombang, keempat
kuadran di emulsifikasi dan di aspirasi secara bergantian.
6. Nuclear fakoemulsfikasi chop
Diperlukan pengalaman untuk melakukan langkah ini, nukleus
dipotong menjadi beberapa bagian yang nantinya akan di emulsifikasi dan di aspirasi.
7. Cortical clean up
Fragmen kortikal dibersihkan menggunakan alat vakum. Beberapa
operator lebih memilih aspirasi dengan cara manual menggunakan hand-held syringe.
8. Insertion of IOL
Kantung kapsular diisi dengan viskoelastik, sayatan kornea diperbesar
kemudian lensa baru dimasukkan dalam kondisi terlipat.
9. Completion
Viskoelastik di aspirasi, tempat dilakukan penyayatan ditutup kembali
kemudian dilakukan profilaksis terhadap infeksi dengan meneteskan antibiotik
topikal, injeksi steroid dan antibiotik pada subkonjungtiva, dan atau antibiotik pada
intra kamera.13
-
13
Gambar 2.6 Langkah operasi fakoemulsfikasiemulsification : A. Continuous
curvilinear capsulorrhexis; B. Hydrodissection; C. Hydrodelineation; D&E. Four
quadrant; F. Aspiration of cortex
Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New
Delhi: New Age International; 2007: p.194.
2.1.8 Tekanan Intra Okular
Gambar 2.7 Anatomi trabecular meshwork dan Aliran aqueous humor
Sumber: James B, Bron A. Ophthalmology Lecture Notes. 11th Edition. UK: Wiley-
Blackwell; 2011: p.12.
-
14
Tekanan intraokular adalah tekanan yang dihasilkan oleh isi bola mata
terhadap dinding bola mata. Tekanan ini dipengaruhi oleh lapisan dinding bola mata
dan volume bola mata yang terdiri dari : aqueous humor, corpus vitreus, pembuluh
darah intraokular dan isinya. Tekanan intra okular harus berada dalam angka yang
normal karena mencerminkan aqueous humor yang mempunyai fungsi sebagai media
refraksi, pemberi nutrisi dan mempengaruhi tekanan hidrostatik untuk stabilitas bola
mata. 8
Gambar 2.8 Mekanisme pembentukan aqueous humor dan aliran aqueous humor
pada mata normal
Sumber: Jogi R. Basic Ophthalmology. Fourth Edition. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers; 2009: p.261.
Terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intra okular, yaitu
produksi aqueous humor, aliran keluar dari aqueous humor, dan tekanan pada vena
episklera. Aqueous humor diproduksi oleh epitel siliaris dan terdiri dari tiga
-
15
mekanisme, yaitu sekresi yang merupakan proses metabolisme aktif, ultrafiltrasi yang
dipengaruhi oleh tekanan darah pada kapiler siliaris, tekanan osmotik plasma, dan
tingkat tekanan intra okular, dan kemudian blood-aqueous barrier yang merupakan
sistem dari membran semipermeabel dalam memisahkan darah dari ruang okular.
Aliran keluar aqueous humor dapat melalui dua jalur, yaitu angle of anterior
chamber (jalur konvensional) dan uveoscleral outflow (jalur non-konvensional). Pada
jalur konvensional, aqueous humor mengalir dari regio siliaris menuju ruang
posterior, lalu mengalir melewati pupil ke ruang anterior dan menembus melewati
trabecular meshwork dan canal of schlemm menuju vena aqueous kemudian ke
sirkulasi vena utama. Pada jalur non-konvensional, aqueous humor keluar melalui
badan siliaris melalui ruang suprakoroidal dan koroid, kemudian mengalir melewati
jaringan episklera menuju ke aliran vena utama. Terdapat perbedaan tekanan kurang
lebih 5 mmHg antara ruang anterior dan vena episklera sehingga terbentuk aliran
terus-manerus aqueous humor menuju ke sistem vena, pada beberapa kasus tumor
terdapat peningkatan tekanan pada vena sehingga menimbulkan hambatan dari aliran
aqueous humor. Dalam beberapa literatur yang sudah ada sebelumnya dapat diambil
kesimpulan bahwa terdapat penurunan tekanan intra okular sesudah dilakukan operasi
dengan teknik fakoemulsifikasi pada pasien katarak. Alasan secara fisiologis
penurunan tekanan intraokular masih spekulatif. Diduga outflow facility meningkat
setelah operasi katarak. Beberapa hipotesis telah dikemukan berkaitan dengan
penurunan tekanan intraokular ini, diantaranya:
1. Penurunan resistensi aliran aqueous humor dengan pelebaran sudut bilik mata
depan.
Resistensi terhadap aliran aqueous humor akan menurun melalui pelebaran
sudut bilik mata depan setelah operasi katarak sehingga aliran aqueous humor
menjadi lebih baik. Penelitian Dersu et al mengkonfirmasi pelebaran sudut bilik mata
depan merupakan mekanisme penurunan tekanan intra okular setelah operasi.
Pelebaran sudut bilik mata depan ini terjadi secara signifikan setelah operasi katarak..
2. Lensa yang Menginduksi Perubahan Aliran Aqueous Humor (Lens-induced
changed to outflow pathway)
-
16
Dengan bertambahnya umur, volume lensa meningkat. Kapsul lensa anterior
mengalami displaced forward (terdorong kedepan) menyebabkan posisi zonula
anterior secara langsung mentraksi badan siliar dan traktus uveal yang akan menekan
canalis shclemm dan trabecular meshwork. Hal ini menyebabkan ruang antara
trabecular plates menjadi lebih sempit. Setelah operasi katarak, volume lensa
kembali normal sehingga keadaan tersebut membaik dan aliran aqueous humor
menjadi lebih lancar.
3. Wound Leak (kebocoran luka)
Pada awal setelah operasi sering ditemui hasil pemeriksaan yang ekstrim
berupa penurunan tekanan intraokular yang kemungkinan dapat disebabkan oleh
wound leak (kebocoran luka) yang dapat menurunkan tekanan intraokular.
Pada penelitian ini faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap penurunan
tekanan intraokular tidak diukur, seperti lebar sudut bilik mata depan dan ketebalan
lensa yang mungkin dapat menjadi alasan penurunan tekanan intraokular lebih awal
pada penelitian ini.8
2.1.8.1 Tonometer
Tonometri adalah suatu tindakan untuk melakukan pemeriksaan tekanan intra
okular dengan alat yang disebut tonometer. Pengukuran tekanan bola mata dianjurkan
dilakukan pada setiap orang berusia di atas 40 tahun pada saat pemeriksaan fisik
sacara rutin maupun umum.4
Cara mengukur tekanan bola mata yang dikenal ada 5 macam, yaitu:
1. Tonometer digital palpasi
Dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk pemeriksa.
Teknik pemeriksaan:
Mata ditutup
Pandangan kedua mata menghadap kebawah
Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien
-
17
Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea
bergantian
Satu telunjuk mengimbangi saat telunjuk lain menekan bola mata
Penilaian normal dinyatakan dengan N. N+1, N+2, N+3 untuk tekanan intra
okular yang semakin meningkat. N-1, N-2, N-3 untuk tekanan intra okular yang
lebih rendah dari normal.
2. Tonometer Schiotz
Tonometer yang menekan permukaan kornea (bagian kornea yang dipipihkan)
dengan suatu beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Bila tekanan bola
mata lebih rendah maka beban akan menekan permukaan kornea lebih dalam.
Gambar 2.9 Tonometer Schiotz
Sumber: Jogi R. Basic Ophthalmology. Fourth Edition. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers; 2009: p.258.
Teknik pemeriksaan:
Pasien diminta rileks dan tidur telentang
Mata diteteskan pantokain dan ditunggu sampai pasien tidak merasa perih
Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari, jangan sampai bola
mata tertekan
Pasien diminta melihat lurus ke atas dan telapak tonometer Schiotz diletakkan
pada permukaan kornea tanpa menekannya
-
18
Baca nilai tekanan skala busur schiotz yang berantara 0-15. Apabila dengan
beban 5.5 gr (beban standar) terbaca kurang dari 3 maka ditambahkan beban
7.5 atau 10 gr.
Penilaian normal diukur dengan melihat tabel tonometer schiotz.
3. Tonometer aplanasi Goldman
Merupakan alat untuk mengukur tekanan berdasarkan gaya (jumlah tenaga
yang diberikan) dibagi luas penampang (kornea) yang mendapatkan tekanan dari
alat.
Mata yang akan diperiksa diberi anastesi topikal pantokain 0.5%.
Teknik Pemeriksaan:
Mata yang akan diperiksa diberi anastesi topikal pantokain 0.5%
Pada mata tersebut ditempelkan kertas flouresein yaitu pada daerah limbus
inferior. Sinar oblik warna biru disinarkan dari slit lamp kedasar telapak
prisma tonometer Aplanasi Goldmann
Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slit lamp dan dahinya
tepat dipenyangganya.
Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan 10 mmHg
Telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan lahan
Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada
kornea yang telah diberi flouresein terlihat bagian luar berhimpit dengan
bagian dalam
Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang memberi
gambaran setengah lingkaran yang berhimpit. Tekanan tersebut
merupakan tekanan intra okular dalam satuan mmHg.
Penilaian : dengan tonometer Aplanasi, jika TIO > 20 mmHg sudah dianggap
menderita glaukoma
-
19
4. Noncontact air-puff tonometer
Prinsip kerja nya sama dengan tonometer Goldman, namun tonometer ini
menggunakan semburan udara untuk meratakan kornea, sehingga tidak ada kontak
langsung antara mata dengan alat dan dapat mencegah penularan penyakit.
Teknik Pemeriksaan:
Mengatur ketinggian alat sehingga posisi pasien tepat
Pasien dilarang untuk berkedip dan menghindar apabila ada hembusan udara
mengenai matanya
Hasil penilaian tampil secara digital di layar alat
5. Tonometer Hand held aplanasi
Hampir sama dengan tonometer Goldman. Perbedaannya pada bentuk prisma
yang digunakan serta tekanan yang diberikan berasal dari motor elektrik, bersifat
portable. Dalam penggunaannya membutuhkan latihan terlebih dahulu.
-
20
Kerusakan pompa Na-K
Protein
larutptotein
tidak larut
Lensa secara
bertahap
kehilangan air
Transport air,
nutrient, antioksidan
ke nukleus
Hidrasi lensa
Aliran aqueos humour di
COA tidak
seimbang/tidak lancar
Fakoemulsifikasi
2-3 minggu setelah
operasi
Sudut bilik mata depan
sempit
katarak
2.2. Kerangka Teori
Substansi
viskoelastik
inflamasi
Edema kornea
usia
Penyakit penyerta
Kemahiran operator
Kerusakan lipid pada
membrane sel lensa
Tekanan osmotik lensa
Kalium &
glutation sedikit
Kekeruhan lensa
Kestabilan ion terganggu
Na-Ca banyak
dalam lensa
Inflamasi berkurang
Hilangnya substansi
viskoelastik Tekanan Intra
Okuler menurun
Radikal bebas Enzim antioksidan
menurun
Kerusakan
oksidatif &
peroksidase lipid
+ protein
Denaturasi protein
Usia tua degeneratif
Sintesis protein
menurun
Risiko komplikasi
Glaukoma
Tekanan Intra Okuler
meningkat
Iris terdorong ke
depan
Lensa cembung
+ lipid
Produksi energi
inadekuat
-
21
2.3. Kerangka Konsep
Variabel bebas
Variabel terikat
Minggu
pertama
Hari pertama
Pasien katarak senilis
Teknik operasi
fakoemulsifikasi
Tekanan intraokuler
setelah operasi
Bulan
pertama
Tekanan intraokular
sebelum operasi
-
22
2.4. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat
Ukur
Cara
Ukur
Hasil Ukur Skala
1. Tekanan Intra
Okuler
Tekanan intra
okuler sebelum
operasi, hari
pertama setelah
operasi, minggu
pertama setelah
operasi dan minggu
kedua setelah
operasi yang
tertulis dalam
rekam medis pasien
Rekam
Medis
Baca Besar tekanan intra
okular
Numerik
2. Usia Usia pasien pada
saat melakukan
operasi katarak
yang tercantum
dalam rekam medis
3. Jenis Kelamin Jenis kelamin yang
tertera pada rekam
medis
Rekam
Medis
Rekam
medis
Baca Berdasarkan kriteria
WHO:
Middle age : 45-
59 Tahun
Elderly : 60-74
Tahun
Old : 75-90
Tahun
Very old : >90
Tahun
Baca Laki-laki
Perempuan
Numerik
Kategorik
ordinal
Kategorik
nominal
-
BAB III
Metode Penelitian
3.1 Desain Penelitian
Penelitian dilakukan secara observasional dengan metode potong lintang
(cross sectional) yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan Tekanan Intra
Okular (TIO) dengan faktor risiko teknik operasi fakoemulsifikasi.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2017 sampai dengan Agustus 2017.
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat RSUP Fatmawati, Jakarta
Selatan.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah pasien terdiagnosis katarak yang
menjalani operasi fakoemulsfikasi di RSUP Fatmawati dan dilakukan oleh salah satu
dokter spesialis mata.
3.3.2. Populasi Terjangkau
Populasi yang digunakan adalah semua rekam medis pasien terdiagnosis
katarak senilis yang menjalani operasi fakoemulsifikasi mulai dari bulan Januari 2016
sampai dengan Desember 2016 di RSUP Fatmawati dan operasi dilakukan oleh salah
satu dokter spesialis mata. Terdapat satu kelompok pada penelitian ini, yaitu pasien
katarak senilis yang menjalani operasi fakoemulsifikasi di RSUP Fatmawati dan
dilihat tekanan intra okuler pasien sebelum menjalani operasi, hari pertama setalah
menjalani operasi, minggu pertama setelah menjalani operasi, dan minggu kedua
setelah menjalani operasi.
23
-
24
3.3.3. Teknik pemilihan dan besar sampel
Besar sampel penelitian menggunakan cara total sampling rekam medis
pasien yang terdiagnosis penyakit katarak senilis tanpa komplikasi yang menjalani
operasi dengan teknik fakoemulsifikasi dan dilakukan oleh salah satu dokter spesialis
mata di RSUP Fatmawati dimulai dari bulan Januari 2016 hingga Desember 2016.
Teknik pengambilan sampel menggunakan cara consecutive sampling, yaitu setiap
pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dijadikan subjek penelitian.15
=
=
= = 34,26 = 35
3.4. Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas (independent) adalah tindakan operasi dengan teknik
Fakoemulsfikasi, pasien katarak senilis, dan usia.
2. Variabel terikat (dependent) adalah Tekanan Intra Okular pasien katarak
senilis sebelum dan sesudah menjalani operasi fakoemulsfikasi.
3.5. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
3.5.1. Kriteria Inklusi
1. Penderita katarak senilis berusia 50 tahun.
2. Penderita katarak senilis yang telah menjalani operasi dengan teknik
fakoemulsfikasi.
3. Operator operasi adalah salah satu dokter spesialis mata di RSUP
Fatmawati
3.5.2. Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan katarak sekunder.
-
25
2. Pasien dengan kelainan pada kornea dan konjungtiva seperti keratitis,
keratopati, konjungtivitis, dan pterygium.
3. Pasien Tekanan Intra Okuler tinggi dengan glaukoma.
4. Pasien katarak dengan penyakit penyerta lain.
3.6. Alur Penelitian
Penyajian hasil
dan kesimpulan
Persiapan
Penelitian
Pembuatan
proposal
Menentukan Rumah Sakit
untuk pengambilan data
Penentuan Kriteria
Inklusi
Penentuan Jumlah Sampel
yang dibutuhkan
Perizinan Rumah Sakit
(ujian proposal)
Pengambilan Data
Sekunder
Katarak senilis
Sebelum operasi
TIO
Analisis Data Hari pertama
Minggu
pertama
Minggu
kedua
sesudah operasi
-
26
3.7. Manajemen Data
3.7.1 Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul akan diolah dengan beberapa tahapan, sebagai
berikut:
1. Cleaning
Data dipilih terlebih dahulu dari rekam medis yang diperlukan dan tidak
diperlukan sesuai dengan kriteria inklusi
2. Editing
Kelengkapan data diperiksa
3. Coding
Data yang sudah didapatkan diubah menjadi kode yang mana akan
memudahkan untuk memasukkan data.
4. Entry
Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan SPSS versi 22.16
3.7.2 Analisa Data
Data yang diperoleh akan diolah dan dilakukan analisis univariat dan bivariat
menggunakan software IBM SPSS statistic versi 22
3.7.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap penelitian. Pada penelitian data bersifat numerik sehingga data
ditampilkan dalam bentuk mean, standar deviasi, nilai minimum, nilai maksimum,
distribusi frekuensi dan proporsi yang disajikan dalam bentuk tabel dan diagram
batang.16
3.7.2.2 Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan terhadap lebih dari dua kelompok
berpasangan untuk mengetahui perbandingan tekanan intra okular sebelum operasi
fakoemulsifikasi dengan tekanan intra okular hari pertama setelah operasi
fakoemulsifikasi, perbandingan tekanan intra okular sebelum operasi dengan tekanan
intra okular minggu pertama setelah operasi, perbandingan tekanan intra okular
-
27
sebelum operasi dengan tekanan intra okular minggu kedua setelah operasi,
perbandingan tekanan intra okular hari pertama setelah operasi dengan tekanan intra
okular minggu pertama setelah operasi, perbandingan tekanan intra okular hari
pertama setelah operasi dengan tekanan intra okular minggu kedua setelah operasi,
perbandingan tekanan intra okular minggu pertama setelah operasi dengan tekanan
intra okular minggu kedua setelah operasi. Sebelum di analisis, dilakukan uji
normalitas pada data yang bersifat numerik. Jika data berdistribusi normal maka uji
yang dilakukan adalah uji parametrik repeated ANOVA dan post-hoc bonferroni.
Jika data berdistribusi tidak normal, dilakukan transformasi data untuk menormalkan
distribusi data. Bila proses transformasi data berhasil, maka uji yang digunakan
adalah uji parametrik repeated ANOVA dan post-hoc bonferroni, namun apabila
tidak berhasil maka uji yang dilakukan adalah uji non parametrik Friedman dan post-
hoc wilcoxon. Penelitian ini menggunakan interval kepercayaan (confidence interval)
95% dengan 5% sehingga jika p value
-
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian ini, didapatkan sampel yang berasal dari data sekunder
pada pasien katarak senilis yang menjalani operasi katarak dengan teknik
fakoemulsfikasi yang merupakan pasien RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan, pada
bulan Januari hingga Desember 2016 . Didapatkan subjek penelitian sebanyak 31
mata dari 26 pasien, yang sebelumnya sudah disetujui untuk dilihat rekam medisnya
oleh RSUP Fatmawati. Data hasil pengukuran Tekanan Intra Okular pada pasien
dengan katarak senilis di RSUP Fatmawati pada tahun 2016 dianalisis secara statistik
menggunakan software SPSS 22. Sebelumnya dilakukan uji normalitas terlebih
dahulu dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50
sampel, didapatkan hasil distribusi data tidak normal, kemudian dilakukan
transformasi data dan dilakukan uji normalitas kembali, setelah itu didapatkan
persebaran data normal, karena persebaran data normal dan variabel lebih dari dua,
maka digunakan uji statistik repated ANOVA dan post hoc bonferroni. Apabila
distribusi data tidak normal maka bisa dilakukan uji Friedman dan post hoc
wilcoxon.16
4.1. Karakterisitik Responden
4.1.1. Usia Responden
Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 26 orang yang berusia 50
tahun, yang terbagi ke dalam 21 orang dengan perlakuan operasi fakoemulsfikasi
pada satu mata dan 5 orang dengan perlakuan operasi fakoemulsfikasi pada kedua
mata. Responden terdiri dari 3 mata (9,7%) yang berasal dari pasien berusia 45-59
tahun (middle age), 17 mata (54,8%) berasal dari pasien berusia 60-74 tahun
(elderly), dan 11 mata (35,5%) berasal dari pasien yang berusia 75-90 tahun (old).
Rentang usia responden yaitu dari 53 tahun sampai 80 tahun dengan rata-rata usia
69,23 tahun (SD=6,984).
28
-
29
Tabel 4.1.1 Distribusi responden berdasarkan usia
KARAKTERISTIK
RESPONDEN
KATEGORI FREKUENSI
(n)
PRESENTASE
(%)
45-59 tahun 3 9,7
Usia (middle age)
60-74 tahun
17
54,8
(elderly)
75-90 tahun
11
35,5
(old)
Gambar 4.1.1 Frekuensi usia responden dengan menggunakan diagram
batang
75-90
tahun
60-74
tahun
45-59
tahun
-
30
4.1.2. Jenis Kelamin
Tabel 4.1.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
KARAKTERISTIK
RESPONDEN
KATEGORI FREKUENSI
(n)
PRESENTASE
(%)
Jenis kelamin
Laki-laki
18
58,1
Perempuan 13 41,9
Pada penelitian ini, mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki. Terdapat
18 mata (58,1%) yang berasal dari pasien laki-laki dan 13 mata (41,9%) yang berasal
dari pasien perempuan. Dari penelitian ini didapatkan penderita katarak senilis yang
menjalani operasi lebih banyak laki-laki dibanding perempuan.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Susan Lewallen &
Paul Courtright (2002) yang berjudul Gender and use of cataract surgical services
in developing countries menjelaskan bahwa walaupun cenderung lebih banyak
wanita yang mengalami katarak dibanding laki-laki, namun pada praktiknya di
lapangan lebih banyak laki-laki yang menjalani terapi operasi katarak dibandingkan
dengan perempuan di negara-negara berkembang.17
Gambar 4.1.2 Frekuensi jenis kelamin responden dengan menggunakan
diagram batang
-
31
4.2 Distribusi Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari pasien
katarak senilis yang menjalani operasi fakoemulsfikasi di RSUP Fatmawati pada
Januari hingga Desember 2016. Sebelum dilakukan operasi fakoemulsfikasi
dilakukan pemeriksaan mata lengkap meliputi pemeriksaan tekanan intra okular (TIO
pre-OP) menggunakan tonometer non-kontak pada pasien terlebih dahulu. Penelitian
ini mengeksklusikan pasien dengan katarak sekunder, trauma mata sebelum operasi,
dan glaukoma sebelum operasi. Pengukuran tekanan intra okular menggunakan
tonometer non-kontak juga dilakukan pada hari pertama setelah operasi (TIO post-
OP), minggu pertama setelah operasi (TIO minggu ke-1 post-OP), dan minggu kedua
setelah operasi (TIO minggu ke-2 post-OP).
Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap Tekanan Intra Okular pasien
katarak senilis sebelum dan sesudah operasi fakoemulsfikasi menunjukkan bahwa
data tekanan intra okular pada keempat kelompok adalah (TIO pre-OP, p=0,206; TIO
post-OP, p=0,934; TIO minggu ke-1 post-OP, p=0,903; TIO minggu ke-2, p=0,220).
Dari nilai hasil uji normalitas Shapiro-Wilk keempat kelompok didapatkan nilai
(p>0,05) yang berarti distribusi data pada semua pengukuran tersebut adalah normal,
sehingga dapat dilanjutkan ke uji repeated ANOVA dan uji post hoc bonferroni. Dari
hasil keseluruhan uji repeated ANOVA, nilai signifikansi yang diperoleh adalah
-
32
Dari hasil rata-rata yang didapatkan pada uji repeated ANOVA menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan rata-rata tekanan intra okular pada hari pertama setelah
operasi fakoemulsfikasi dari 13,529 (nilai maksimum=20,7 dan nilai minimum=7,0)
menjadi 16,358 (nilai maksimum=34,0 dan nilai minimum=6,7) yang kemudian
mengalami penurunan rata-rata tekanan intra okular pada minggu pertama setelah
operasi dengan nilai 10,200 (nilai maksimum=17,7 dan nilai minimum=4,7), namun
terjadi peningkatan rata-rata tekanan intra okular pada minggu kedua setelah operasi
dengan nilai 10,823 (nilai maksimum=31,7 dan nilai minimum=5,0).
4.3 Perbedaan Tekanan intra okular sebelum operasi dan hari pertama setelah
operasi fakoemulsfikasi
Tabel 4.3.1 Hasil Uji Bonferroni perbandingan Tekanan Intra Okular sebelum operasi
dan hari pertama setelah operasi fakoemulsfikasi
Selisih rerata Nilai p
TIO pre-OP vs TIO post-OP -0,064 0,205
Hasil dari uji repeated ANOVA dan Bonferroni menunjukan TIO pre-OP
mempunyai nilai selisih rerata sebesar 0,064 lebih kecil daripada TIO post-OP
dengan nilai p=0,205 yang berarti nilai p>0,05 yang berarti terdapat peningkatan
tekanan intra okular hari pertama setelah operasi fakoemulsfikasi dari tekanan intra
okular sebelum operasi fakoemulsfikasi namun tidak signifikan. Respon tekanan intra
okular terhadap operasi fakoemulsfikasi terjadi secara bifasik, dengan kenaikan
sementara yang terjadi secara cepat dan diikuti oleh penurunan perlahan dalam jangka
waktu yang panjang. Peningkatan tekanan intra okular setelah operasi biasanya
mencapai puncaknya pada lima sampai tujuh jam setelah operasi dan mengalami
penurunan setelah satu sampai tiga hari. Walaupun hanya berlangsung sementara,
peningkatan tekanan intra okular dapat menyebabkan rasa sakit pada mata, dapat
meningkatkan risiko komplikasi yang membahayakan penglihatan seperti oklusi
-
33
pembuluh darah retina, kehilangan lapang pandang secara progresif, dan neuropati
optik.18 Perubahan tekanan intra okular pada hari pertama setelah operasi
fakoemulsfikasi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu inflamasi setelah
operasi atau yang biasa disebut dengan Toxic Anterior Segment Syndrome (TASS),
TASS adalah reaksi inflamasi akut yang disebabkan oleh substansi non infeksius yang
memasuki ruang okuli anterior mata yang akan merusak struktur intra okular terutama
endotel kornea dan trabecular meshwork, gejala terjadinya TASS yang paling umum
adalah edema kornea, penumpukan sel, fibrin di ruang okuli anterior, dan midriasis,
kadang gejala berupa pupil non reaktif, peningkatan tekanan intra okular dan
hipopion, selain TASS penyebab lain yang dapat mempengaruhi tekanan intra okular
adalah substansi viskoelastik, dan kemampuan serta pengalaman dari operator
operasi.8,19
Penyayatan atau insisi yang dilakukan pada saat prosedur pelaksanaan operasi
fakoemulsfikasi dapat menyebabkan kerusakan pada sel endotel yang terdapat pada
lapisan kornea. Kerusakan pada sel endotel ini akan memicu terjadinya inflamasi dan
kemudian akan terjadi edema kornea. Kornea yang edema akan menyebabkan ruang
okuli anterior menjadi lebih sempit sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra
okular.20
Penggunaan agen viskoelastik merupakan salah satu faktor terjadinya
peningkatan tekanan intra okular setelah operasi katarak. Menurut Liesegang (1990)
dan Goa and Benfield (1994) beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
substansi viskoelastik mampu meningkatkan tekanan intra okular pada periode awal
setelah operasi. Peningkatan tekanan intra okular oleh substansi viskoelastik
disebabkan oleh penurunan aliran keluar dari aqueous humor karena tertutupnya
trabecular meshwork yang merupakan tempat aqueous humor mengalir keluar dari
mata. Maka, pembersihan secara komplit dari substansi viskoelastik sangat
dianjurkan. Peningkatan tekanan intra okular biasanya berlangsung dalam waktu
singkat dan mencapai puncak setelah empat sampai tujuh jam setelah operasi dan
akan mengalami penurunan dalam beberapa hari, namun tekanan intra okular dapat
-
34
meingkat sampai lebih dari 30 mmHg. Maka dari itu, dibutuhkan observasi lebih
lanjut setelah operasi dan terapi penurunan tekanan intra okular mungkin saja
dibutuhkan.2022
4.4 Perbedaan Tekanan intra okular sebelum operasi dan minggu pertama
setelah operasi fakoemulsfikasi
Tabel 4.4.1 Hasil Uji Bonferroni perbandingan Tekanan Intra Okular sebelum
operasi dan minggu pertama setelah operasi fakoemulsfikasi
Selisih rerata Nilai p
TIO pre-OP vs TIO minggu ke-1 post-OP 0,133 0,001
Pada hasil uji repeated ANOVA dan Bonferroni menunjukkan TIO pre-OP
dengan TIO minggu ke-1 post-OP menunjukan nilai p=0,001 yang berarti nilai
p
-
35
Pada hasil uji repeated ANOVA dan Bonferroni menunjukkan TIO pre-OP
dengan TIO minggu ke-2 post-OP menunjukan nilai p=0,004 yang berarti nilai
p
-
36
katarak tanpa komplikasi. Peningkatan tekanan intra okular ini terjadi pada 24 jam
pertama setelah operasi katarak dan akan mengalami penurunan secara perlahan.
Penurunan tekanan intra okular ini disebabkan oleh inflamasi setelah operasi yang
membaik perlahan-lahan. Pada minggu pertama diharapkan sudah terjadinya
penurunan tekanan intra okular dibandingkan dengan hari pertama setelah operasi
katarak.19,23,24
4.7 Perbedaan Tekanan intra okular hari pertama setelah operasi dan minggu
kedua setelah operasi fakoemulsfikasi
Tabel 4.7.1 Hasil Uji Bonferroni perbandingan Tekanan Intra Okular hari pertama
setelah operasi dan minggu kedua setelah operasi fakoemulsfikasi
Selisih rerata Nilai p
TIO post OP vs TIO minggu ke-2 post OP 0,185 0,001
Pada hasil uji repeated ANOVA dan Bonferroni TIO post-OP dengan TIO
minggu ke-2 post-OP menunjukan nilai p=0,001 yang berarti p
-
37
4.8 Perbedaan Tekanan intra okular minggu pertama setelah operasi dan
minggu kedua setelah operasi fakoemulsfikasi
Tabel 4.8.1 Hasil Uji Bonferroni perbandingan Tekanan Intra Okular minggu pertama
setelah operasi dan minggu kedua setelah operasi fakoemulsfikasi
Selisih rerata Nilai p
TIO minggu ke-1 post-OP vs TIO
minggu ke-2 post-OP -0,011
1,000
Pada hasil uji repeated ANOVA dan Bonferroni TIO minggu ke-1 post-OP
dengan TIO minggu ke-2 post-OP menunjukan nilai p=1,000 yang berarti p>0,05
yang berarti terdapat perubahan yang tidak signifikan dari tekanan intra okular
minggu pertama setelah operasi fakoemulsfikasi dengan tekanan intra okular minggu
kedua setelah operasi fakoemulsfikasi. Pada minggu kedua setelah operasi diharapkan
tekanan intra okular lebih rendah dibandingkan dengan tekanan intra okular pada
minggu pertama setelah operasi, namun, terjadi peningkatan tekanan intra okular
dengan selisih rerata sebesar 0,011 pada pasien katarak di RSUP Fatmawati yang
tidak signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh masih terjadinya Toxic Anterior
Segment Syndrome (TASS), reaksi dari zat kimia yaitu viskoelastik yang tersisa di
bilik mata depan, atau karena penggunaan steroid yang tidak adekuat.26,27
4.9 Keterbatasan Penelitian
1. Tidak tercantumnya data mengenai phacoemulsification time yang mungkin
mempengaruhi perubahan tekanan intra okular pada rekam medis di RSUP
Fatmawati.
2. Ketidakteraturan pasien dalam kontrol setelah operasi sehingga data yang
terdapat di RSUP Fatmawati tidak lengkap dan beberapa data harus di
eksklusi.
-
38
3. Jumlah pasien yang memenuhi kriteria inklusi lebih sedikit daripada hasil
perhitungan sampel yang dibutuhkan.
-
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Pada penelitian ini, terdapat perubahan tekanan intra okular sebelum dan sesudah
operasi fakoemulsifikasi pada pasien katarak di RSUP Fatmawati tahun 2016,
perubahan tersebut berupa:
Peningkatan TIO pada hari pertama setelah operasi dengan p value 0,205 yang berarti
tidak signifikan.
Penurunan TIO pada minggu pertama setelah operasi dengan p value 0,001 yang
berarti signifikan.
TIO pada minggu kedua setelah operasi mengalami penurunan yang signifikan
dibandingkan TIO hari pertama setelah operasi dengan p value 0,001.
TIO minggu kedua setelah operasi mengalami peningkatan yang tidak signifikan
dibandingkan dengan TIO minggu pertama setelah operasi dengan p value 1,000.
TIO minggu pertama setelah operasi mengalami penurunan yang signifikan dari TIO
hari pertama setelah operasi dengan p value 0,001 .
TIO minggu kedua setelah operasi mengalami penurunan yang signifikan dari TIO
sebelum operasi dengan nilai p sebesar 0,004.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa operasi katarak dengan
teknik fakoemulsifikasi dapat menurunkan tekanan intra okular dan
direkomendasikan bagi pasien katarak untuk menjalani operasi tersebut.
Menurunnya tekanan intra okular dapat menandakan bahwa pasien katarak tidak
mengalami komplikasi setelah prosedur operasi.
5.2. Saran
Berdasarkan peneltian yang telah dilakukan terdapat beberapa saran, sebagai
berikut:
39
-
40
a. Bagi Masyarakat
1) Bagi para lansia yang sudah terdiagnosis katarak senilis, direkomendasikan
untuk menjalani operasi katarak dengan teknik fakoemulsfikasi.
2) Bagi dewasa lanjut yang belum terdiagnosis katarak senilis, disarankan untuk
menjaga kesehatan mata dan memeriksakan mata ke dokter untuk diagnosis
lebih dini.
b. Bagi Pemerintah
1) Membuat program pemeriksaan kesehatan mata dan program edukasi
mengenai katarak dan keamanan dari operasi katarak.
c. Bagi Peneliti Lain
1) Bagi peneliti lain yang tertarik untuk melanjutkan penelitian yang dilakukan
oleh penulis, disarankan untuk menambah jumlah responden agar lebih
menggambarkan populasi
2) Jika memungkinkan, menggunakan data tekanan intra okular pasien katarak
hingga satu bulan setelah operasi untuk melihat kestabilan dari penurunan
tekanan intra okular.
3) Jika memungkinkan, lakukan penambahan jumlah sampel agar lebih
menggambarkan terjadinya perubahan tekanan intra okular setelah operasi
fakoemulsfikasi pada pasien katarak
-
41
Daftar Pustaka
1. Sidarta I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
2. Soehardjo. Jurnal Kebutaan Katarak: Faktor-faktor Risiko, Penanganan Klinis
dan Pengendalian. 2004.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
4. Sidarta I. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI;
2000.
5. Septiani AC, Setyandriana Y. The Comparison of Intraocular Pressure in
Postoperative Extracapsular Cataract Extraction Compared Patients and
Phacoemulsification Patients at AMC Yogyakarta in 2011 - 2012. 2012;
6. Sani PU, Ikhsan M, Adriani. Perbedaan Tekanan Intraokular Pra dan Pasca
Fakoemulsifikasi pada Pasien Katarak di Klinik Mata Kambang Jambi Tahun
2013 diakses tanggal 3 Oktober 2017. tersedia dari:
https://www.scribd.com/document/341289815/997-1902-1-PB-doc
7. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New Delhi: New
Age International; 2007.
8. Jogi R. Basic Ophthalmology. Fourth Edition. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers; 2009.
9. Jorge L, Bodaghi B, Tassignon M-J. Ophthalmology Times Guidelines for
Managing Post-Cataract Surgery Inflammation. UK: Advanstar
Communications; 2008.
http://www.scribd.com/document/341289815/997-1902-1-PB-dochttp://www.scribd.com/document/341289815/997-1902-1-PB-doc
-
42
10. Riordan-Eva P, Witcher J. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta:
EGC;
11. Crick RP, Khaw PT. A Textbook of Clinical Ophthalmology A Practical Guide
to Disorders of the Eyes and Their Management. 3rd Edition. Singapore: World
Scientific Publishing; 2003.
12. Victor V. Senile Cataract (Age-Related Cataract).
13. Kanski J. Clinical Ophtalmology. 7th ed. Edinburg: Elsevier; 2007.
14. James B, Bron A. Ophthalmology Lecture Notes. 11th Edition. UK: Wiley-
Blackwell; 2011.
15. Sopiyudin D. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009. (Evidence
Based Medicine edisi 2).
16. Sopiyudin D. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. 6th ed. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika; 2016. (1).
17. Lewallen S, Courtright P. Gender and use of cataract surgical services in
developing countries. Bull World Health Organ. 2002;80(4):3003.
18. Coban-Karatas M, Sizmaz S, Altan-Yaycioglu R, Canan H, Akova YA. Risk
factors for intraocular pressure rise following phacoemulsification. Indian J
Ophthalmol. 2013 Mar;61(3):1158.
19. akr B, Celik E, Aksoy N, Bursal , Uak T, Bozkurt E, et al. Toxic anterior
segment syndrome after uncomplicated cataract surgery possibly associated with
intracamaral use of cefuroxime. Clin Ophthalmol Auckl NZ. 2015 Mar
17;9:4937.
-
43
20. Kim JY, Jo M-W, Brauner SC, Ferrufino-Ponce Z, Ali R, Cremers SL, et al.
Increased intraocular pressure on the first postoperative day following resident-
performed cataract surgery. Eye. 2011 Jul;25(7):92936.
21. Higashide T, Sugiyama K. Use of viscoelastic substance in ophthalmic surgery
focus on sodium hyaluronate. Clin Ophthalmol Auckl NZ. 2008 Mar;2(1):21
30.
22. Zamani M, Feghhi M, Azarkish A. Early Changes in Intraocular Pressure
Following Phacoemulsification. J Ophthalmic Vis Res. 2013 Jan;8(1):2531.
23. Picoto M, Galveia J, Almeida A, Patrcio S, Spohr H, Vieira P, et al. Intraocular
pressure (IOP) after cataract extraction surgery. Rev Bras Oftalmol. 2014
Aug;73(4):2306.
24. Yugay M, Ryabtzeva A. Changes of intraocular pressure and cornea
biomechanical properties after cataract phacoemulsification. Acta Ophthalmol
(Copenh). 2015 Oct 1;93:n/a-n/a.
25. Berdahl JP. Cataract Surgery to Lower Intraocular Pressure. Middle East Afr J
Ophthalmol. 2009;16(3):11922.
26. LIU X-Q, ZHU H-Y, SU J, HAO X-J. Effects of phacoemulsification on
intraocular pressure and anterior chamber depth. Exp Ther Med. 2013
Feb;5(2):50710.
27. Knobbe CA. Cataract Surgery Complications. Diakses tanggal 3 Oktober 2017.
Tersedia dari: http://www.allaboutvision.com/conditions/cataract-
complications.htm
http://www.allaboutvision.com/conditions/cataract-
-
44
LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Persetujuan Etik
-
45
Lampiran 2 Surat Keterangan Ijin Penelitian
-
46
(Lanjutan)
-
47
Lampiran 3 Riwayat Penulis
Informasi Umum Nama : Diva Zahra Parnanda Jenis Kelamin : Perempuan Tempat, Tanggal lahir : Jakarta, 03 November 1996 Kewarnegaraan : Indonesia Alamat : Bukit Golf Residence Cluster Boulevard Terrace BB 5 Nomer 5,
Cibubur. No. Telepon : - No. Handphone : 081287270210 E-mail : [email protected]
Pendidikan Formal 1999-2000 : Playgroup Anak Kita, Cempaka Putih, Jakarta. 2000-2002 : TK Islam Al- Husna Bekasi 2002-2008 : SD Islam Al-Husna Bekasi 2008-2011 : SMP Islam Al-Azhar 6 Jakapermai Bekasi 2011-2014 : SMA Negeri 5 Bekasi 2014-sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
Pengalaman Organisasi 1. Anggota Science Club of SMAN 5 Bekasi 2011-2014 2. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Science Club of SMAN 5 Bekasi 2013-2014 3. Anggota CIMSA (Center for Indonesian Medical Students Activities) lokal UIN Syarif
Hidayatullah 2015-sekarang 4. Sekretaris SCORP (Standing Commitee on Human Rights and Peace) 2015-2016 5. Human Resources Development Team CIMSA (Center for Indonesian Medical Students
Activities) Nasional 2016-2017
Partisipasi dalam Kepanitiaan 1. Panitia Science & Techno Competition SMAN 5 Bekasi 2013 2. Koordinator Divisi konsumsi CIMSASTELLAR Magang CIMSA UIN Syarif Hidayatullah
2015 3. Event team CIMSA Anniversary Project on Region 3 2016 4. Koordinator Divisi konsumsi October Meeting CIMSA Nasional 2016 5. Panitia Training New Trainers CIMSA (Center for Indonesian Medical Students
Activities) Regio 3 2016 6. Supervisor Training New Trainers CIMSA (Center for Indonesian Medical Students
Activities) Regio 3 2017 7. Supervisor Region 3 Training for Official 2016
mailto:[email protected]
-
48
Partisipasi dalam Pelatihan dan Kegiatan Organisasi 1. Seminar YCTA (Youth Collaboration Towards Action) Against Breast & Cervical Cancer
2015 diselenggarakan oleh CIMSA dan AMSA Indonesia 2. Community Development Training 2015 diselenggarakan oleh CIMSA Lokal UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 3. Think Outside the Box Training 2015 diselenggarakan oleh CIMSA Lokal UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 4. May Meeting CIMSA 2016 diselenggarakan oleh CIMSA lokal Universitas Islam Sumatra
Utara 5. October Meeting CIMSA 2016 diselenggarakan oleh CIMSA lokal UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 6. May Meeting CIMSA 2017 diselenggarakan oleh CIMSA lokal Universitas Kristen Duta Wacana Jogjakarta