PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

14
PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii, TERHADAP VARIABILITAS TINGKAT SERAPAN KARBON Erlania dan I Nyoman Radiarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya Jl. Ragunan 20, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 E-mail: [email protected] (Naskah diterima: 21 Januari 2014; Disetujui publikasi: 28 Maret 2014) ABSTRAK Rumput laut merupakan komoditas penting kelautan dan perikanan. Komoditas ini selain berperan untuk peningkatan ekonomi masyarakat pesisir juga mempunyai fungsi sebagai penyerap karbon. Penelitian ini telah dilaksanakan untuk menganalisis pengaruh perbedaan waktu siklus tanam terhadap tingkat serapan karbon oleh rumput laut, Kappaphycus alvarezii, terkait fluktuasi kondisi lingkungan perairan. Rumput laut dibudidayakan dengan sistem long line di Perairan Teluk Gerupuk selama tiga siklus tanam pada bulan Juli-November 2012. Pengamatan dan analisis sampel rumput laut dilakukan pada hari ke-0, 15, 30, dan 45 untuk masing-masing siklus tanam, dengan parameter yang dianalisis adalah laju serapan karbon, laju pertumbuhan harian, dan produktivitas budidaya. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan secara in situ untuk mengetahui fluktuasi kondisi perairan Teluk Gerupuk. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan metode statistik deskriptif dan inferensia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siklus tanam rumput laut yang berlangsung pada musim tanam berbeda memberikan pengaruh pada perbedaan pola serapan karbon oleh rumput laut hasil budidaya. Tingkat serapan karbon tertinggi dari tiap siklus diperoleh pada waktu yang sama yaitu pada periode awal budidaya, dengan nilai berturut-turut 33,13; 88,73; dan 18,16 ton C/ha/tahun. Budidaya yang berlangsung pada saat musim tanam produktif memberikan serapan karbon yang optimum, dan sebaliknya saat musim tanam kurang produktif serapan karbon yang dihasilkan juga minimum. KATA KUNCI: siklus tanam, rumput laut, Kappaphycus alvarezii , serapan karbon, Teluk Gerupuk ABSTRACT: Difference of seaweed, Kappaphycus alvarezii, cultivation cycles on variability of carbon sequestration rate. By: Erlania and I Nyoman Radiarta Seaweeds is an important fisheries and aquaculture commodity. In addition for enhanching coastal communities economic growth, this commodity also contribute as carbon sequestration. This study was conducted to analyze the difference of seaweed, Kappaphycus alvarezii, cultivation cycles on carbon sequestration rate, that related to fluctuations of environment condition. Long-line system was used to cultivate K. alvarezii in three cycles started from July to November 2012, in Gerupuk Bay, West Nusa Tenggara. Observations and analysis of seaweed samples were conducted every 15 days: 0, 15, 30, and 45 days of each cycle.The data were analyzed including carbon sequestration rate, daily growth rate, and seaweed aquaculture productivity. Measurement of water quality was conducted in situ to determine the environmental condition of Gerupuk Bay. Data were analyzed using descriptive and Perbedaan siklus tanam budidaya rumput laut ..... (Erlania) 111

Transcript of PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

Page 1: PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT,Kappaphycus alvarezii, TERHADAP VARIABILITAS

TINGKAT SERAPAN KARBON

Erlania dan I Nyoman Radiarta

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan BudidayaJl. Ragunan 20, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540

E-mail: [email protected]

(Naskah diterima: 21 Januari 2014; Disetujui publikasi: 28 Maret 2014)

ABSTRAK

Rumput laut merupakan komoditas penting kelautan dan perikanan. Komoditas iniselain berperan untuk peningkatan ekonomi masyarakat pesisir juga mempunyai fungsisebagai penyerap karbon. Penelitian ini telah dilaksanakan untuk menganalisispengaruh perbedaan waktu siklus tanam terhadap tingkat serapan karbon oleh rumputlaut, Kappaphycus alvarezii, terkait fluktuasi kondisi lingkungan perairan. Rumputlaut dibudidayakan dengan sistem long line di Perairan Teluk Gerupuk selama tigasiklus tanam pada bulan Juli-November 2012. Pengamatan dan analisis sampel rumputlaut dilakukan pada hari ke-0, 15, 30, dan 45 untuk masing-masing siklus tanam, denganparameter yang dianalisis adalah laju serapan karbon, laju pertumbuhan harian, danproduktivitas budidaya. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan secara in situuntuk mengetahui fluktuasi kondisi perairan Teluk Gerupuk. Data yang terkumpuldianalisis menggunakan metode statistik deskriptif dan inferensia. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa siklus tanam rumput laut yang berlangsung pada musim tanamberbeda memberikan pengaruh pada perbedaan pola serapan karbon oleh rumputlaut hasil budidaya. Tingkat serapan karbon tertinggi dari tiap siklus diperoleh padawaktu yang sama yaitu pada periode awal budidaya, dengan nilai berturut-turut 33,13;88,73; dan 18,16 ton C/ha/tahun. Budidaya yang berlangsung pada saat musim tanamproduktif memberikan serapan karbon yang optimum, dan sebaliknya saat musim tanamkurang produktif serapan karbon yang dihasilkan juga minimum.

KATA KUNCI: siklus tanam, rumput laut, Kappaphycus alvarezii, serapankarbon, Teluk Gerupuk

ABSTRACT: Difference of seaweed, Kappaphycus alvarezii, cultivation cycleson variability of carbon sequestration rate. By: Erlania and INyoman Radiarta

Seaweeds is an important fisheries and aquaculture commodity. In addition forenhanching coastal communities economic growth, this commodity also contributeas carbon sequestration. This study was conducted to analyze the difference ofseaweed, Kappaphycus alvarezii, cultivation cycles on carbon sequestration rate,that related to fluctuations of environment condition. Long-line system was used tocultivate K. alvarezii in three cycles started from July to November 2012, in GerupukBay, West Nusa Tenggara. Observations and analysis of seaweed samples wereconducted every 15 days: 0, 15, 30, and 45 days of each cycle.The data were analyzedincluding carbon sequestration rate, daily growth rate, and seaweed aquacultureproductivity. Measurement of water quality was conducted in situ to determine theenvironmental condition of Gerupuk Bay. Data were analyzed using descriptive and

Perbedaan siklus tanam budidaya rumput laut ..... (Erlania)

111

Page 2: PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

inferential statistical methods. The results showed that seaweed cultivation cycleswhich took place in different growing season could influenced the trend of carbonsequestered. The highest carbon sequestration rate was resulted in the same earlycultivation stage of each cycles (days 0-15); the values were 33.13; 88.73; and 18.16ton C/ha/year, respectively.The productive period of seaweed growing season providedthe optimum carbon uptake, and vise versa minimum carbon uptake during the non-productive period.

KEYWORDS: cultivation cycle, carbon sequestration, seaweeds, Kappaphycusalvarezii, Gerupuk Bay

PENDAHULUAN

Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca(Green House Gases/GHGs), di antaranya CO

2,

di atmosfir menjadi salah satu pemicu terja-dinya fenomena perubahan iklim global (glo-bal climate change). Konsensus ilmiah secaraumum menyatakan bahwa tingginya lajupeningkatan emisi GHG, yang berasal dariaktivitas manusia (antropogenik) lebih dari duaabad yang lalu, terutama sejak tahun 1950,telah memberikan dampak utama perubahaniklim (Dawson & Spannagle, 2009). Secaraumum, mitigasi perubahan iklim bertujuanuntuk menurunkan atau mengurangi faktoryang menjadi penyebab perubahan iklim,khususnya emisi gas-gas yang menyebabkanterjadinya pemanasan global (Houghton,2004); antara lain karbon dioksida (CO2). Dalamsiklusnya, gas CO2 di atmosfer masuk ke lautkarena adanya perbedaan antara tekananparsial CO2 di laut dan atmosfer, gas CO2 diudara diikat oleh air laut dan digunakan olehfitoplankton (KLH, 2007) dan tumbuhan lautlainnya. Menurut Byrne (1998), peningkatankonsentrasi CO2 akan memicu peningkatan la-ju fotosintesis pada tumbuhan, termasukrumput laut, hingga mencapai tingkat titiktertentu; namun setelah melebihi titik tersebutmaka laju fotosintesis cenderung konstan.

Wilayah perairan pantai mencapai 7% dariluas total area lautan (ocean) (Nellemann etal., 2009). Ekosistem perairan pantai ini me-miliki peranan yang besar dalam siklus kar-bon. Pada perairan pantai terdapat berbagaivegetasi seperti mangrove, lamun, dan rumputlaut. Vegetasi tersebut melakukan prosesfotosintesis dengan cara menyerap CO

2 dari

lingkungan dan melepaskan oksigen (O2)

sebagai produk sampingannya. Hampir se-tengah dari jumlah oksigen di atmosfir ber-asal dari hasil fotosintesis vegetasi yangterdapat di laut (KLH, 2007). Penyerapan CO

2

melalui proses fotosintesis, yang mencakup

peningkatan penyimpanan karbon dalambiomassa vegetasi, di antaranya melaluipengembangan aktivitas budidaya rumput laut,merupakan langkah srategis dalam mitigasiperubahan iklim (Erlania et al., 2013; Ritschard,1992; Chung et al., 2011).

Rumput laut merupakan salah satu vege-tasi pantai yang mampu memanfaatkan CO

2

melalui aktivitas fotosintesis untuk dikonversimenjadi biomassa. Saat ini, rumput laut me-rupakan salah satu komoditas potensial ke-lautan dan perikanan yang semakin berkem-bang terutama melalui aktivitas budidaya. Vo-lume produksi makroalga ini secara globalmengalami peningkatan dengan laju produksitahunan 7,4% pada periode 2000-an (FAO,2012). Produksi rumput laut di Indonesia men-capai 3,92 juta ton pada tahun 2010 dan 4,31juta ton pada tahun 2011; dengan kenaikanrata-rata 26,08% dari tahun 2007-2011 (KKP,2011). Kappaphycus alvarezii (sebelumnyadikenal sebagai Eucheuma cottonii) danEucheuma spp. merupakan jenis rumput lautyang mendominasi produksi rumput laut du-nia pada tahun 2010, dengan volume produk-si lebih dari 5,5 juta ton (FAO, 2012). Besar-nya potensi pengembangan budidaya rumputlaut, menjadikan semakin besarnya perananekosistem laut terhadap penyerapan CO

2dari

lingkungan.

Terjadinya fenomena perubahan iklimmenyebabkan peningkatan rata-rata suhuglobal sebesar 0,76oC sejak tahun 1900(Dawson & Spannagle, 2009). Menurut Aldrianet al. (2011), setidaknya terdapat empat in-dikator utama terjadinya perubahan iklim diIndonesia, yaitu terjadinya perubahan suhudaratan, peningkatan curah hujan ekstrim,pergeseran musim, dan perubahan jumlah vo-lume hujan. Berbagai dampak perubahan iklimini akan berpengaruh secara langsung padakondisi perairan pantai sebagai lokasi budi-daya rumput laut. Salah satu aspek budidaya

112

J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 111-124

Page 3: PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

rumput laut yang terlihat sangat dipengaruhioleh kondisi iklim yaitu pola musim tanamrumput laut. Kondisi budidaya rumput lautK. alvarezii di perairan Teluk Gerupuk, NusaTenggara Barat selama kurun waktu enamtahun terakhir (2007-2012) menunjukkan polamusim tanam yang cukup berfluktuasi; musimtanam rumput laut yang produktif setiaptahunnya selalu mengalami pergeseran(Radiarta et al., 2013). Kondisi ini menunjukkanbahwa produktivitas rumput laut secara tidaklangsung dipengaruhi oleh kondisi perubahaniklim.

Penelitian tentang pola serapan karbonoleh rumput laut K. alvarezii yang dibudi-dayakan di Teluk Gerupuk telah dilakukan olehErlania et al. (2013) untuk satu siklus tanampada tahun 2012. Berdasarkan data luaswilayah yang telah dimanfaatkan sebagailokasi industri rumput laut nasional, yaitumencapai 1,381 juta ha (MMAF-JICA, 2010),diproyeksikan besarnya potensi penyerapankarbon melalui budidaya rumput laut K.alvarezii secara nasional mencapai 28,56 jutaton karbon/tahun (Erlania et al., 2013). Faktorspesifik lokasi juga sangat menentukan be-saran serapan karbon oleh rumput laut baikdi alam maupun yang dihasilkan melalui pro-ses budidaya. Beberapa penelitian telah me-

nunjukkan adanya variabilitas serapan karbondari lokasi yang berbeda (Chung et al., 2011;Muraoka, 2004; Kaladharan et al., 2009). Selainitu, secara temporal juga terdapat perbedaankarakteristik lingkungan yang spesifik darisetiap lokasi. Walaupun potensi serapan kar-bon secara global dan spesifik lokasi dapatdiestimasi, namun masih diperlukan peneliti-an secara lebih spesifik terhadap perbedaanwaktu dari siklus tanam terkait dengandinamika kondisi lingkungan budidaya padasetiap siklus tanam tersebut. Penelitian inidilakukan untuk menganalisis lebih lanjutpengaruh perbedaan siklus tanam budidayarumput laut K. alvarezii terhadap serapankarbon yang terkait dengan fluktuasi kondisilingkungan perairan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Perairan TelukGerupuk Kabupaten Lombok Tengah, NusaTenggara Barat (Gambar 1) pada bulan Juli-November 2012. Menurut Radiarta et al. (2013),bulan Juli-November 2012 dapat mewakili duamusim tanam yaitu musim produktif (siklus-1dan siklus-2) dan musim non-produktif (siklus-3). Budidaya rumput laut dilakukan dengansistem long-line selama tiga siklus tanam ber-turut-turut; satu siklus adalah 45 hari. Unit

Gambar 1. Lokasi penelitian di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan sebarantitik pengamatan kondisi lingkungan perairan

Figure 1. Research site in Gerupuk Bay, Central Lombok, West Nusa Tenggara, and distributionof water quality sampling stations

Lokasi pengamatanSampling points

Terumbu karang (Coral reef)

8o5

4’S

8o5

5’S

116o21’E 116o22’E 116o23’E

116o21’E 116o22’E 116o23’E

Daratan (Land)

Pasir (Tide area/Sand)

Pemukiman (Settlement)

Jalan (Road)

Sungai (River)

Keterangan (Legend):

Perbedaan siklus tanam budidaya rumput laut ..... (Erlania)

113

Page 4: PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

long-line yang digunakan pada penelitian iniberukuran 50 m x 50 m yang terdiri atas 25 taliris. Satu tali ris dengan panjang 50 m terdiriatas 250 titik tanam. Bibit rumput laut diikat-kan sepanjang tali ris dengan berat sekitar 100g/titik tanam (SNI 7579.2:2010; BBL, 2012).

Pengamatan dan analisis sampel rumputlaut dilakukan pada hari ke-0, 15, 30, dan 45untuk setiap siklus. Pengukuran data kualitasair dilakukan secara in situ pada 16 titikpengamatan yang disebar secara proporsionaldi kawasan teluk (Gambar 1), dengan tujuanuntuk mengetahui kondisi perairan di TelukGerupuk. Parameter kualitas air yang diamatiadalah: suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut(DO), padatan terlarut (TDS), kecepatan arus,tekanan air, dan kecerahan. Selain itu, datasekunder berupa parameter meteorologi yangmeliputi data curah hujan, suhu udara, dankecepatan angin juga dikumpulkan. Datatersebut diperoleh dari Stasiun Meteorologi,Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Lombokyang terdekat dengan lokasi penelitian yaituberlokasi di Bandara Internasional Lombok.

Parameter uji yang diamati adalah lajuserapan karbon berdasarkan nilai kandungankarbon rumput laut (%), total area budidaya(km2), standing stock (g/m2) dan rasio produksi-biomassa yang dikalkulasikan mengikuti for-mula Muraoka (2004); laju pertumbuhan hari-an dan produktivitas budidaya (Lüning, 1990);serta hubungan laju serapan karbon olehrumput laut dengan parameter lingkungan.Analisis data dilakukan secara deskriptif daninferensia. Data parameter uji rumput laut yangdikumpulkan dianalisis menggunakan analisisregresi dan deskriptif. Untuk menganalisishubungan parameter kualitas air dengan pa-rameter uji rumput laut dilakukan analisisklaster dan korelasi Pearson’s. Parameter me-teorologi dianalisis secara deskriptif untukmelihat gambaran kondisi iklim yang dapatmemengaruhi kondisi perairan dan aktivitasbudidaya rumput laut.

HASIL DAN BAHASAN

Pengaruh Perbedaan Musim TanamTerhadap Tingkat Serapan Karbon

Pemeliharaan rumput laut, K. alvarezii,dengan sistem long-line selama penelitianmengindikasikan adanya perbedaan produk-tivitas budidaya yang dihasilkan antar siklus.Produktivitas budidaya K. alvarezii pada siklus-1 dan siklus-2 relatif tinggi dibandingkan pada

siklus-3 (Gambar 2). Adanya perbedaan pro-duktivitas tersebut disebabkan oleh dinamikadan pergeseran kondisi lingkungan antarsiklus, baik lingkungan mikro pada perairanTeluk Gerupuk, maupun lingkungan makroyang mencakup kondisi meteorologi wilayahtersebut (Radiarta et al., 2013). Hal ini juga ter-kait dengan perbedaan waktu pelaksanaanbudidaya yang berada pada dua musim tanamyang berbeda; yaitu siklus-1 dan siklus-2 ber-langsung pada musim tanam produktif yaitupada bulan Juli hingga awal Oktober sedangkansiklus-3 berlangsung pada awal musim tanamnon-produktif yaitu pada akhir bulan Oktoberhingga November (Radiarta et al., 2013). Per-bedaan produktivitas budidaya tersebut jugadiperlihatkan dari perbedaan laju serapankarbon pada akhir masa budidaya (setelahpanen). Nilai serapan karbon tersebut berturut-turut dari siklus ke-1, 2, dan 3 yaitu 20,67;43,20; dan 7,46 ton C/ha/tahun.

Laju pertumbuhan harian rumput laut me-nunjukkan pola yang relatif sama dengan lajuserapan karbon; yaitu pada siklus-1 dan 2terjadi pola penurunan dari hari ke-15 hinggahari ke-30, kemudian kembali meningkat hing-ga hari ke-45. Sedangkan pada siklus-3 polakedua variabel tersebut menunjukkan pe-nurunan dari awal budidaya hingga hari ke-45(Gambar 2). Namun demikian, laju serapankarbon tertinggi dari tiap siklus diperoleh padawaktu yang sama yaitu pada periode awalbudidaya (hari ke-0-15); dengan nilai berturut-turut 33,13; 88,73; dan 18,16 ton C/ha/tahun.Indikasi kesamaan pola dari kedua variabel inimenunjukkan bahwa karbon yang diserap olehrumput laut dari lingkungan sebagian besardigunakan untuk pertumbuhan berupa pem-bentukan biomassa. Menurut Sinha et al. (2001),CO

2 dapat digunakan untuk menstimulasi

pertumbuhan rumput laut yang hidup padaekosistem alami di dasar laut ataupun yangdibudidayakan di perairan pantai. Beberapapenelitian memperlihatkan bahwa di antarafaktor-faktor yang memengaruhi perbedaanserapan karbon oleh rumput laut yaitu per-bedaan spasial dan perbedaan ekosistem.Menurut Grimsditch & Chung (2012), serapankarbon pada rumput laut budidaya di perairanKorea berkisar 4,28-4,53 ton C/ha/tahun;sedangkan hasil serapan karbon oleh rumputlaut alam di perairan pantai Jepang berkisar0,89-32,38 ton C/ha/tahun (Muraoka, 2004);dan di perairan pantai India 5,81-90,0 ton C/ha/tahun (Kaladharan et al., 2009). Namundemikian, hasil penelitian ini menunjukkan

114

J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 111-124

Page 5: PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

bahwa pola serapan karbon dan pertumbuhanrumput laut budidaya tidak terlepas dari penga-ruh variabilitas lingkungan secara temporal,yaitu musim tanam. Sementara variabilitasantar siklus tanam itu sendiri dipengaruhi olehadanya perbedaan kondisi lingkungan perair-an pada siklus-1 dan siklus-2 dengan kondisiperairan pada saat siklus-3 berlangsung. Dalamhal ini peran dari faktor perubahan iklim jugamenjadi sangat penting dalam menentukanproduktivitas budidaya rumput laut. Parameterutama dari perubahan iklim yang berdampakpada sektor kelautan dan perikanan, termasukbudidaya rumput laut di antaranya yaituperubahan suhu muka laut, perubahan polaangin dan gelombang, perubahan pola hujan,serta perubahan frekuensi El Nino dan La Nina(Radiarta et al., 2013; Aldrian et al., 2011).

Sejak awal dimulainya budidaya jenis ko-mersial dari kelompok eucheumatoids ini, polamusim telah menjadi perhatian sebagai faktoryang dapat berpengaruh terhadap pertum-buhannya. Kemampuan untuk mengurangiatau sepenuhnya menghilangkan efek negatifdari pola pertumbuhan musiman sehinggakualitas karaginan dan laju pertumbuhansepanjang tahun dapat dipertahankan padatingkat yang tinggi akan menjadi suatukelebihan (Ask & Azanza, 2002). Beberapapenelitian telah dilakukan terkait pengaruhdari berbagai variabel lingkungan terhadappola pertumbuhan musiman dari K. alvarezi,dan menunjukkan hasil yang berbeda-beda;

yaitu pada umumnya beberapa variabel ling-kungan yang berbeda secara tunggal dapatmenjadi faktor utama yang memengaruhipertumbuhan musiman K. alvarezii pada waktudan lokasi yang berbeda (Villanueva et al.,2011; Marquardt et al., 2009; Munõz et al.,2004; Davison, 1991).

Perbedaan pola hubungan antara serapankarbon oleh K. alvarezii dengan umur budidayajuga dapat terlihat antara siklus-1 dan siklus-2dengan siklus-3. Untuk dua siklus pertamayang memiliki produktivitas yang relatif tinggi(Gambar 2), pola hubungan serapan karbondengan umur budidaya mengikuti model reg-resi polinomial, dengan nilai R2 berturut-turut0,88 dan 0,77 (Gambar 3). Model hubunganpada kedua siklus ini menggambarkan bahwaK. alvarezii mempunyai kecenderungan per-tumbuhan yang tinggi pada awal penanaman,kemudian menurun, dan kembali meningkatpada umur 45 hari. Diduga model pertumbuhan‘naik-turun-naik’ (polinomial) inilah yang men-jadi model pertumbuhan K. alvarezii secaraalamiah selama 45 hari pada kondisi optimum.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Villanuevaet al. (2011) bahwa K. alvarezii yang dibudi-dayakan memiliki indeks optimisasi yang ting-gi pada tiga minggu pertama, selanjutnyamenurun pada minggu ke-4 dan 5, kemudiankembali meningkat pada minggu ke-6 (hari ke-45 pemeliharaan). Dalam hal ini semakin tinggiindeks optimisasi menunjukkan semakin besar-nya biomassa optimum yang dapat dihasilkan.

Laju

ser

apan

kar

bon (

ton C

/ha/

tahun)

& P

rodukti

vita

s (t

on/

ha/t

ah

un

)C

arb

on s

eques

trati

on r

ate

(tonnes

C/h

a/y

ear)

& P

roduct

-iv

ity (

ton

nes

/ha

/yea

r)

Gambar 2. Pola serapan karbon dari budidaya rumput laut, K. alvarezii, pada tiga siklus tanam

Figure 2. Trend of carbon sequestration by K. alvarezii from three cycles of cultivation

Umur budidaya (Hari)Day of culture (Days)

100

80

70

60

50

40

30

20

10

0

90

Laju

per

tum

buhan

har

ian

Daily

gro

wth

rate

(%

)

16

Siklus-1 (Cycle-1)

14

12

10

8

6

4

2

0

Siklus-2 (Cycle-2) Siklus-3 (Cycle-3)

0-15 15-30 30-45 0-15 15-30 30-45 0-15 15-30 30-45

ProduktivitasProductivity (x 10)

Perbedaan siklus tanam budidaya rumput laut ..... (Erlania)

115

Laju serapan karbonCarbon sequestration rate

Laju pertumbuhan harianDaily growth rate

Page 6: PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

Siklus-3 yang memiliki produktivitas budi-daya yang relatif lebih rendah dibandingkandua siklus pertama, menunjukkan kecende-rungan penurunan laju serapan karbon danlaju pertumbuhan harian (Gambar 2 dan 3)dari awal hingga akhir budidaya pada harike-45. Hubungan serapan karbon dengan umurbudidaya pada siklus-3 mengikuti modelregresi eksponensial dengan nilai R2 0,88(Gambar 3). Model ini memperlihatkan bahwasiklus ke-3 dari budidaya K. alvarezii ini beradapada kondisi lingkungan yang kurang optimal,peningkatan kembali laju pertumbuhan danserapan karbon belum terjadi hingga harike-45. Dengan kondisi lingkungan seperti inididuga peningkatannya akan terjadi di atasumur 45 hari. Model pertumbuhan ini me-nunjukkan kemungkinan bahwa pada saatpertumbuhan kuantitatif berupa pertambahanbiomassa rendah, maka penyerapan nutriendan karbon dari lingkungan cenderung di-manfaatkan untuk pertumbuhan yang bersifatkualitatif berupa pembentukan senyawafikokoloid, pigmen, dan senyawa aktif lainnya.Hal ini juga diperlihatkan pada hasil penelitianErlania et al. (2013) yang menunjukkan bahwakandungan pigmen dan karbohidrat pada K.alvarezii dan Gracilaria gigas memiliki polayang polanya merupakan kebalikan dari polalaju pertumbuhan dan laju penyerapan karbon.Hasil penelitian Villanueva et al. (2011) ter-hadap K. alvarezii budidaya juga menunjuk-kan hal yang sama, yaitu pada saat indeksoptimisasi tinggi (produksi biomassa tinggi)yaitu minggu ke-3 dan 6, persentase karagi-nan yang dihasilkan lebih rendah daripadaperiode di mana indeks optimisasi rendah. Halini menunjukkan bahwa pada siklus hidup-nya terdapat periode di mana pertumbuhanrumput laut cenderung bersifat kuantitatifberupa pembentukan biomassa, dan periodepertumbuhan kualitatif berupa pembentukansenyawa fikokoloid, yaitu senyawa karbohidratsebagai produk akhir dari fiksasi CO

2 dalam

proses fotosintesis. Handayani (2011) menya-takan bahwa kandungan karbohidrat yangterdapat pada rumput laut sebagian besarmerupakan senyawa fikokoloid; pada K.alvarezii berupa karaginan. Hal ini juga di-dukung oleh pernyataan Diniz et al. (2011)dan Chakraborty & Bhattacharya (2012), bahwakandungan substansi yang paling besarjumlahnya dalam rumput laut pada umumnyaadalah karbohidrat.

Rumput laut merupakan salah satu vege-tasi perairan pantai yang dapat berperan

sebagai penyerap karbon yang sangat baik.Budidaya rumput laut sangat potensial untukdikembangkan, karena memiliki beberapa ni-lai tambah dibandingkan dengan budidayakomoditas perikanan lainnya. Teknologi yangdigunakan dalam budidaya rumput tergolongsederhana, tidak membutuhkan biaya produksiyang tinggi (seperti biaya pakan pada budi-daya ikan), waktu pemeliharaan yang relatifsingkat, serta kegiatan budidaya yang bersifatramah lingkungan. Terdapatnya perbedaanpola penyerapan karbon oleh rumput laut,selain dipengaruhi oleh umur budidaya, jugadipengaruhi oleh perbedaan siklus tanam yangdisebabkan karena adanya dinamika kualitasair sehingga menyebabkan perbedaan kondisilingkungan. Dengan demikian, manajemenbudidaya rumput laut menjadi penting dila-kukan mengingat pentingnya peranan budi-daya rumput laut dalam penyerapan karbonsebagai salah satu bentuk tindakan mitigasiperubahan iklim dari sub sektor perikananbudidaya.

Faktor Lingkungan Perairan

Adanya indikasi pengaruh perbedaan sik-lus tanam terhadap pola laju serapan karbonoleh rumput laut, K. alvarezii, antara lain di-pengaruhi oleh dinamika kondisi lingkunganpada setiap siklus; baik kualitas perairan yangmenjadi lokasi budidaya rumput laut, maupunpengaruh tidak langsung dari parametermeteorologi di wilayah yang mencakup lokasibudidaya tersebut (Radiarta et al., 2013).Menurut Dawes (1981) dan Raikar et al. (2001),terdapat berbagai parameter kualitas air yangsangat berpengaruh terhadap pertumbuhanrumput laut, namun beberapa parameter utamayang paling berpengaruh nyata terhadap lajufotosintesis rumput laut adalah: suhu, salinitas,intensitas cahaya, dan kondisi kekeringanakibat pengaruh pasang-surut. Pada penelitianini faktor kekeringan tidak diperhitungkankarena budidaya dilakukan dengan sistemlong-line, sehingga tidak mendapat pengaruhdari kondisi pasang surut air laut.

Analisis klaster dilakukan untuk menge-tahui parameter kualitas air yang dominanmemengaruhi pola serapan karbon pada setiapsiklus tanam. Berdasarkan hasil analisis di-peroleh dua klaster yang menggambarkanpengaruh parameter kualitas air terhadap polaserapan karbon pada ketiga siklus tanam(Gambar 4). Klaster 1 memperlihatkan bahwalaju serapan karbon pada ketiga siklus tanam

116

J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 111-124

Page 7: PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

Gambar 3. Model hubungan laju serapan karbon dengan umur budidaya rumput laut K.alvarezii pada tiga siklus tanam: (A) siklus-1, (B) siklus-2, (C) siklus-3

Figure 3. Relationship model of carbon sequestration rate by K. alvarezii with day ofculture from three cycle of cultivation: (A) cycle-1, (B) cycle-2, (C) cycle-3

Umur budidaya (Hari)Day of culture (Days)

0

60

50

40

30

20

10

050

y = 0.0619x2 – 4.4849x + 86.414R2 = 0.8853

Laju

ser

apan

kar

bon (

ton C

/ha/

tahun)

(Carb

on s

eques

tra-

tion r

ate

(to

nnes

C/h

a/y

ear)

)

10 20 30 40

A

Laju

ser

apan

kar

bon (

ton C

/ha/

tahun)

(Carb

on s

eques

tra-

tion r

ate

(to

nnes

C/h

a/y

ear)

)

Umur budidaya (Hari)Day of culture (Days)

120

100

80

60

40

20

0

-20

-40

y = 0.2633x2 – 17.7495x +281.7991

R2 = 0.7740

B

0 5010 20 30 40

Umur budidaya (Hari)Day of culture (Days)

30

25

20

15

10

5

0

y = 52.399e– 0.06x

R2 = 0.8839

Laju

ser

apan

kar

bon (

ton C

/ha/

tahun)

(Carb

on s

eques

tra-

tion r

ate

(to

nnes

C/h

a/y

ear)

) C

0 5010 20 30 40

Perbedaan siklus tanam budidaya rumput laut ..... (Erlania)

117

Page 8: PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

Dendogram: Complete linkage, correlation coefficient distance

118

J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 111-124

secara langsung berkorelasi dengan konsen-trasi oksigen terlarut; selanjutnya dipengaruhijuga oleh tekanan air dan kecerahan perairandengan similaritas inter-variabel 65,45%.Dengan demikian dapat terlihat bahwa padasetiap siklus tanam, parameter kualitas perair-an yang memberikan pengaruh paling domi-nan terhadap kemampuan rumput laut dalammenyerap karbon adalah tekanan air dankecerahan perairan; sedangkan kedekatanhubungan antara laju serapan karbon dengankonsentrasi oksigen terlarut terkait denganpenyerapan karbon dalam bentuk CO

2 yang

digunakan oleh rumput laut dalam prosesfotosintesis dan menghasilkan produk sam-pingan berupa O

2. Besarnya pengaruh dari di-

namika parameter kualitas air terhadap lajuserapan karbon pada ketiga siklus tanamrumput laut tersebut terlihat dari besarnyakoefisien korelasi yang ditunjukkan padaTabel 1. Konsentrasi oksigen terlarut, tekanan,dan kecerahan perairan memiliki korelasipositif dengan laju serapan karbon oleh rum-put laut pada ketiga siklus tanam; DO dantekanan air memiliki koefisien korelasi yangbesar (>0,5) dengan laju serapan karbon.

Berdasarkan kedua metode analisis di atas,ditunjukkan bahwa perbedaan kemampuanrumput laut dalam menyerap karbon pada

ketiga siklus tanam berhubungan erat dengankonsentrasi oksigen terlarut (Gambar 4, Tabel1). Sedangkan menurut Dawes (1981), kon-sentrasi oksigen pada air laut sendiri dipe-ngaruhi oleh suhu air, tekanan parsial, salini-tas, serta adanya aktivitas biologis. Oksigenterlarut pada air laut berasal dari proses difusidari atmosfir dan hasil sampingan prosesfotosintesis pada tumbuhan, dalam hal initermasuk rumput laut.

Tekanan air memberikan pengaruh ter-hadap pertumbuhan rumput laut. Sebagai-mana tanaman darat yang laju pertumbu-hannya dipengaruhi oleh tekanan atmosfir(Turtenwald, 2013), demikian juga tekananair memengaruhi laju pertumbuhan rumputlaut. Menurut Turtenwald (2013), jika tekananmenurun maka tanaman tetap akan tumbuhnamun kecepatan tumbuhnya tidak secepatpada saat kondisi tekanan optimal; dan jikatekanan terlalu rendah tanaman tidak dapatbertahan karena terganggunya proses pertu-karan gas. Pada rumput laut proses pertukarangas utama yang akan terpengaruh akibat ter-jadinya perubahan tekanan air yaitu pertukaranantara CO

2 dengan O

2. Selain itu, tekanan juga

akan memengaruhi proses penyerapan nu-trien terlarut oleh rumput laut yang di dalamair berada dalam bentuk ion.

Kes

amaa

n (

Sim

ilari

ty)

100.00

3.58

35.72

67.86

Variabel (Variables)

Gambar 4. Hasil analisis klaster dari parameter serapan karbon dan kualitasperairan

Figure 4. Cluster analysis result of carbon sequestration and water qualityparameters

Kece

rah

an

Tekan

an

Cab

s_2

Cab

s_1

DO

Aru

s

Salin

itas

TD

S

pH

Su

hu

Cab

s_3

Klaster 2Cluster 2

Klaster 1Cluster 1

Page 9: PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

Kecerahan perairan terkait besarnya in-tensitas cahaya yang dapat diserap oleh rum-put laut sebagai sumber energi dalam prosesfotosintesis. Korelasi positif antara kecerahanperairan dengan laju serapan karbon padaketiga siklus tanam menunjukkan laju serapankarbon semakin meningkat jika intensitascahaya yang diterima juga semakin besar,karena semakin banyak energi cahaya yangdapat diserap oleh pigmen fotosintesis. Algaakan menunjukkan perbedaan respons foto-sintetik terhadap intensitas cahaya berda-sarkan populasi, musim, dan morfologinya(Dawes, 1981). Menurut Lüning (1990), padaalga ditemukan bahwa spektrum cahaya me-rah mendukung terjadinya akumulasi karbo-hidrat, sedangkan spektrum cahaya biru me-micu peningkatan sintesis protein, respirasi,dan aktivasi enzim. Rumput laut, sebagaimanatumbuhan darat dan fitoplankton, memilikikemampuan adaptasi terhadap perubahanintensitas cahaya dengan penyesuaiankandungan pigmen dan aktivitas fotosintesis,yang dikenal dengan photoacclimation(Lüning, 1990).

Pada klaster 2 dengan similaritas inter-variabel 79,39% terdapat parameter suhu danpH, serta salinitas dan TDS yang memilikikedekatan hubungan saling memengaruhiantar parameter tersebut. Parameter-parametertersebut dipengaruhi juga oleh kecepatanarus pada klaster 2, dengan similaritas 58,92%.Seluruh parameter pada klaster 2 memiliki

hubungan secara tidak langsung dengan lajuserapan karbon pada ketiga siklus tanam yangberada pada klaster 1. Berdasarkan hasil ana-lisis korelasi; parameter suhu, pH, TDS, sali-nitas, dan kecepatan arus berkorelasi negatifdengan laju serapan karbon, dengan nilaikorelasi lebih dari 0,5; kecuali kecepatan arusyang nilai korelasinya rendah yaitu 0,04-0,16(<0,5) (Tabel 1).

Kecepatan arus sangat berperan pada per-tumbuhan rumput laut. Pergerakan air mem-bantu membersihkan tanaman, menghadirkannutrisi baru, menyingkirkan sisa-sisa meta-bolisme, dan gaya hidroliknya dapat merang-sang pertumbuhan; aliran air yang deras da-pat meningkatkan proses difusi dari tanamanke air atau sebaliknya (Neish, 2005). MenurutLüning (1990), salah satu efek yang mengun-tungkan dari pergerakan air bagi rumput lautadalah untuk mengurangi lapisan pembatas(boundary layer) yang dapat mengurangi ataumenghambat difusi gas dan ion-ion di perairan;boundary layer merupakan lapisan di manaterjadinya pergerakan cairan yang lambatsehingga substansi yang harus didifusikanjuga bergerak lambat, sedangkan laju trans-portasi substansi bergantung dari ketebalanlapisan tersebut. Stewart & Carpenter (2003)menyatakan bahwa laju fotosintesis padamakroalga dipengaruhi oleh adanya arus ataupergerakan air; di mana pergerakan air me-rupakan faktor utama yang memengaruhivariabilitas morfologi dan sifat plasticity

Tabel 1. Koefisien korelasi antara laju serapan karbon pada tiga siklus tanamdengan parameter kualitas perairan

Table 1. Correlation coefficients between carbon sequestration rate in threecultivation cycles with water quality parameters

Keterangan (Note):Angka yang dicetak tebal menunjukkan nilai korelasi yang tinggi (>0,5) (Bold numberindicate highly correlation value (>0.5))

Serapan karbon Carbon sequestrat ion

Siklus-1Cycle-1

Siklus-2Cycle-2

Siklus-3Cycle-3

pH -0.696 -0.7933 -0.8012

Suhu (Temperature ) -0.7644 -0.7755 -0.7254

DO (Dissolved oxygen ) 0.7652 0.6759 0.684

TDS (Total dissolved solids ) -0.7317 -0.7783 -0.5866

Tekanan air (Water pressure ) 0.5889 0.5998 0.5685

Kecerahan (Transparency ) 0.4423 0.3089 0.3311

Salinitas (Salinity ) -0.7163 -0.6761 -0.6045

Kecepatan arus (Current velocity ) -0.039 -0.159 -0.069

Perbedaan siklus tanam budidaya rumput laut ..... (Erlania)

119

Page 10: PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

(keliatan/kekenyalan) dari talus. MenurutSulistijo & Nontji (1995); Mubarak et al. (1990);dan Tiensongrusmee (1986), kecepatan arusyang relatif sesuai untuk budidaya rumput lautberkisar 20-50 cm/detik. Menurut Lüning(1990), salah satu spesies makroalga menun-jukkan peningkatan laju penyerapan nitrathingga 500% dan laju fotosintesis hingga 300%dengan peningkatan kecepatan arus dari 0cm/detik menjadi 40 cm/detik.

Suhu merupakan salah satu parameterpenentu yang ikut memengaruhi dinamikaparameter kualitas air lainnya. Berdasarkanhasil analisis data, terlihat bahwa suhu airmemiliki korelasi negatif dengan laju serapankarbon pada ketiga siklus tanam (Tabel 1).Menurut Byrne (1998) dan Dawes (1981), suhuair berpengaruh terhadap laju aktivitas en-zim yang berperan dalam proses fotosintesis,sehingga laju fotosintesis dapat meningkathingga level tertentu. Akan tetapi, peningkatansuhu melebihi batas tertentu akan menye-babkan terjadinya denaturasi enzim, sehinggapeningkatan suhu akan menyebabkan ter-jadinya penurunan aktivitas enzim, danmenyebabkan penurunan laju fotosintesis.Terjadinya dinamika suhu air laut, akanberpengaruh juga pada pH, salinitas, dankonsentrasi bahan terlarut yang diwakili olehparameter TDS (total dissolved solids). Kan-dungan bahan terlarut dalam air laut meru-pakan sumber nutrien bagi pertumbuhan rum-put laut. Korelasi negatif antara TDS denganlaju serapan karbon pada ketiga siklus tanammengindikasikan bahwa semakin tinggi lajuserapan karbon, maka aktivitas fotosintesisjuga meningkat sehingga ketersediaan bahanterlarut berupa nutrien di perairan menurunkarena dimanfaatkan oleh rumput laut.

Tabel 1 memperlihatkan bahwa kecepatanarus memiliki nilai korelasi yang rendah denganlaju serapan karbon oleh rumput laut. Hal initerkait dengan kondisi lokasi budidaya yangterletak pada perairan teluk yang menyebab-kan peranan arus menjadi tidak terlalu do-minan. Namun kecepatan arus memengaruhisebaran dari parameter kualitas air lainnyapada perairan (Gambar 4). Korelasi kecepatanarus dengan laju serapan karbon yang negatifdengan nilai yang sangat rendah, yaitu antara0,04-0,16 mengindikasikan bahwa kecepatanarus tidak sepenuhnya berkorelasi negatifdengan serapan karbon. Kecepatan arus padakisaran tertentu memberikan pengaruh positifterhadap performa rumput laut, namun di luar

kisaran tersebut akan memberikan pengaruhyang negatif (Lüning, 1990). Pergerakan airyang terlalu kuat dapat menyebabkan patah-nya talus dan nutrien terbawa arus sehinggamenurunkan ketersediaan nutrien di ling-kungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhanrumput laut.

Salinitas perairan memengaruhi prosesosmoregulasi pada rumput laut. Menurut Dawes(1981), terdapat berbagai mekanisme toleran-si struktur dan fisiologi pada alga terhadapperubahan salinitas. Menurut Lüning (1990),organisme laut terekspos pada tekanan osmo-tik 2 MPa (20 bar) terkait kondisi lingkungandengan salinitas 30‰. Peningkatan atau pe-nurunan salinitas secara tiba-tiba mengaki-batkan terjadinya aliran air mengikuti gradienosmotik, serta menyebabkan tekanan turgorberubah-ubah yang dapat membahayakanalga; karena stabilitas, bentuk, dan pertum-buhan alga bergantung pada tekanan turgoryang konstan. Untuk menjaga tekanan turgorselnya. Alga harus mengembangkan meka-nisme adaptasinya untuk menjaga agar te-kanan osmotik di dalam selnya sedikit lebihtinggi daripada lingkungannya. Alga mengem-balikan kondisi tekanan turgornya melaluipengaturan osmotik atau dikenal denganosmoacclimation.

Berdasarkan kedua metode analisis di atas,juga dapat diinterpretasikan bahwa pengaruhbeberapa parameter kualitas air secara ber-sama-sama menghasilkan respons penyerapankarbon yang berbeda pada siklus tanam rum-put laut, K. alvarezii, yang berbeda di perairanTeluk Gerupuk. Kombinasi kondisi parameterkualitas air yang relatif optimal untuk budidayarumput laut diperoleh pada siklus-1 dan siklus-2, sedangkan pada siklus-3 memperlihatkankualitas perairan yang relatif menurun bagikesesuaian budidaya rumput laut yang di-perlihatkan dengan rendahnya produktivitasbudidaya, serta pola laju serapan karbon danlaju pertumbuhan harian yang cenderungterus menurun.

Faktor Iklim

Data meteorologi yang diperoleh dariBMKG terdekat yaitu mulai bulan Januari sam-pai Desember 2012 ditampilkan pada Gam-bar 5. Berdasarkan pola dari beberapa para-meter meteorologi, secara parsial dapat ter-lihat bahwa pada periode Juli-Agustus rata-ratasuhu udara relatif lebih rendah dibandingkandengan periode Januari-Juni dan September-

120

J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 111-124

Page 11: PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

Desember. Kisaran suhu udara harian padaperiode Juli-Agustus tersebut yaitu 22,3oC-26,2oC atau rata-rata 23,9oC. Penurunan ki-saran suhu udara mulai terlihat pada awalbulan Mei, dan diperkirakan berdampak pa-da terjadinya penurunan suhu air laut. Se-lanjutnya pada akhir bulan Agustus hinggaDesember suhu udara mengalami peningkatandengan rata-rata suhu 25,87oC. Kisaran suhuair laut selama penelitian yaitu 25,1oC-29,1oC.

Radiarta et al. (2013) melaporkan bahwa padalokasi tersebut kecenderungan terjadinya pe-nurunan suhu udara (suhu udara minimum)terjadi sekitar Bulan Juni-Agustus setiap tahunpengamatan, yaitu dari tahun 2005-2012.Namun data tahun 2012 menunjukkan bahwakisaran suhu udara hingga pertengahan bulanSeptember masih relatif rendah, selanjutnyabaru mulai meningkat pada akhir September(Gambar 5).

Gambar 5. Pola parameter meteorologi (suhu udara, kecepatan angin, dan curah hujan) tahun2012 di lokasi penelitian

Figure 5. Trend of meteorology parameters (air temperature, wind velocity, and rainfall) dur-ing 2012 in the study site

Suhu u

dar

aA

ir t

emper

atu

re (

oC

)

1

30

28

26

24

22

20

Bulan (Month)

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kece

pata

n a

ng

inW

ind v

eloc

ity

(knot)

1

30

25

20

15

10

0

Bulan (Month)

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Cura

h h

uja

nRain

fall

(mm

)

1

100

80

60

40

20

0

Bulan (Month)

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

5

Perbedaan siklus tanam budidaya rumput laut ..... (Erlania)

121

Page 12: PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

Kecepatan angin pada bulan April-De-sember relatif stabil yaitu berkisar antara 5-12knot. Kondisi ini dapat memberikan dampakpositif terhadap stabilitas kondisi arus per-mukaan laut, yaitu berkisar antara 0,1-0,2 m/detik. Adanya pergerakan air sangat pentingbagi rumput laut terkait laju pertumbuhannya.Menurut Lüning (1990), salah satu spesies mak-roalga menunjukkan peningkatan laju penye-rapan nitrat hingga 500% dan laju fotosintesishingga 300% dengan peningkatan kecepatanarus dari 0 cm/detik menjadi 4 cm/detik.Stewart & Carpenter (2003) juga menyatakanbahwa laju fotosintesis pada makroalga di-pengaruhi oleh adanya arus atau pergerakanair; pergerakan air merupakan faktor utamayang memengaruhi variabilitas morfologidan sifat plasticity (keliatan/kekenyalan) daritalus.

Curah hujan pada bulan Juni-Oktobersangat rendah, yaitu berkisar antara 71 mmhingga 12 mm; atau relatif tidak ada hujan dancuaca cerah, sehingga intensitas cahayamatahari relatif tinggi di atas permukaan laut,yaitu 56-80.400 lux pada kisaran waktu pukul06.00-15.00 WITA. Selain itu, rendahnya curahhujan tersebut juga menyebabkan salinitas airlaut relatif tinggi dan tidak menunjukkanfluktuasi yang signifikan, yaitu berkisaranantara 34,07-35,78 ppt; rata-rata 35,12 ppt.Stabilitas kondisi perairan pada kisaran waktutersebut mendukung produktivitas budidayarumput laut yang juga relatif baik, yaitu untuksiklus-1 dan 2 (Gambar 2). Kondisi ini sesuaidengan hasil studi Radiarta et al. (2013) bahwacurah hujan yang rendah terjadi sekitar bulanJuni-Oktober setiap tahunnya kecuali tahun2010; dan pada saat curah hujan minimum,suhu udara umumnya menunjukkan nilaiterendah. Kondisi ini sangat mendukung untukaktivitas budidaya rumput laut yang berkem-bang di Teluk Gerupuk.

KESIMPULAN

Pola musim tanam pada kegiatan budidayarumput laut memengaruhi tingkat serapankarbon oleh rumput laut, K. alvarezii, yangdibudidayakan dengan sistem long-line diperairan Teluk Gerupuk, Nusa Tenggara Barat.Budidaya rumput laut yang dilakukan padamusim tanam yang berbeda (musim produktifdan non-produktif) menghasilkan pola serapankarbon yang berbeda dari setiap siklus tanam.Adanya variabilitas serapan karbon antarmusim tanam dipengaruhi oleh perbedaan

kondisi lingkungan perairan dan variasi iklimglobal. Parameter kualitas perairan yang me-mengaruhi laju serapan karbon oleh rumputlaut budidaya terbagi menjadi dua kategoriyaitu yang memberikan pengaruh secaralangsung dan tidak langsung terhadap lajuserapan karbon. Parameter yang berhubunganlangsung dengan laju serapan karbon terdiriyaitu DO, tekanan, dan kecerahan perairan;dan yang berhubungan secara tidak langsungyaitu suhu, pH, TDS, dan salinitas, serta ke-cepatan arus yang berperan sebagai para-meter utama yang memengaruhi keempat pa-rameter tersebut. Parameter meteorologi mem-berikan pengaruh secara tidak langsung ter-hadap produktivitas budidaya rumput laut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepa-da Balai Budidaya Laut Lombok atas bantuandan kerja sama selama penelitian di lapangan.Kami juga mengucapkan terima kasih kepadaDr. Anang Hari Kristanto, Dr. Idil Ardi, Seme,dan Rusman, M.Si. yang telah membantukelancaran pengumpulan data lapangan.Penelitian ini merupakan bagian dari penelitianKajian Dampak Pemanasan Global terhadapPerikanan Budidaya pada Pusat Penelitian danPengembangan Perikanan Budidaya TahunAnggaran 2012.

DAFTAR ACUAN

Aldrian, E., Karmini, M., & Budiman. 2011. Adap-tasi dan mitigasi perubahan iklim di In-donesia. Pusat Perubahan Iklim dan Kuali-tas Udara, Kedeputian Bidang Klimatologi.Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geo-fisika (BMKG). Jakarta, 178 hlm.

Ask, E.I. & Azanza, R.V. 2002. Advances in cul-tivation technology of commercial eucheu-matoid species: A review with suggestionsfor future research. Aquaculture, 206: 257-277.

Balai Budidaya Laut Lombok [BBL]. 2012. Pe-tunjuk teknis Budidaya rumput laut.Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Byrne, K. 1998. Trackling data interpretationquestion II: photosynthesis. Bio FactsheetNo. 25. Curriculum Press. Birmingham, p. 1-5.

Chakraborty, S. & Bhattacharya, T. 2012. Nutri-ent composition of marine benthic algaefound in the gulf of kutch coastline, Gujarat,

122

J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 111-124

Page 13: PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

India. J. Algal Biomass Utilization, 3(1): 32-38.

Chung, I.K., Beardall, J., Mehta, S., Sahoo, D., &Stojkovic, S. 2011. Using marine macro-algae for carbon sequestration: critical ap-praisal. J. Appl. Phycol., 23: 877-886.

Davison, I.R. 1991. Environmental effects onalgal photosynthesis: Temperature. J.Phycol., 27: 2-8.

Dawes, C.J. 1981. Marine botany. John Wileyand Sons, Inc. Canada, 628 pp.

Dawson, B. & Spannagle, M. 2009. The com-plete guide to climate change. Routledge.New York, 426 pp.

Diniz, G.S., Barbarino, E., Oiano-Neto, J.,Pacheco, S., & Lourenço, S.O. 2011. Grosschemical profile and calculation of nitro-gen-to-protein conversion factors for fivetropical seaweeds. American Journal ofPlant Sciences, (2): 287-296.

Erlania, Nirmala, K., & Soelistyowati, D.T. 2013.Penyerapan karbon pada budidaya rumputlaut Kappaphycus alvarezii dan Gracilariagigas di perairan Teluk Gerupuk, LombokTengah, Nusa Tenggara Barat. J. Ris. Akua-kultur, 8(2): 287-297.

Erlania. 2013. Potensi Budidaya Rumput LautKappaphycus alvarezii dan Gracilariagigas dalam penyerapan karbon. Tesis.Sekolah Pascasarjana. Institut PertanianBogor. Bogor, 66 hlm.

Food and Agricultural Organzation [FAO]. 2012.The state of world fisheries and aquacul-ture 2012. FAO Fisheries and AquacultureDepartment. Rome, Italy, 209 pp.

Grimsditch, G. & Chung, I.K. 2012. Yeosu Work-shop on “Coastal Blue Carbon” PICES Press,20(2): 18-20.

Handayani, T. 2011. Kandungan nutrisi padarumput laut. Oseana, XXXVI(2): 1-10.

Houghton, J. 2004. Global warming: the com-plete briefing. Third Edition. CambridgeUniversity Press. New York, 351 pp.

Kaladharan, P., Veena, S., & Vivekanandan, E.2009. Carbon sequestration by a few ma-rine algae: Observation and projection.Journal of the Marine Biological Associationof India, 51(1): 107-110.

Kementerian Kelautan dan Perikanan [KKP].2011. Kelautan dan perikanan dalam angka2011. Pusat Data Statistik dan Informasi. Ke-menterian Kelautan dan Perikanan. Jakarta,120 hlm.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup [KLH].

2007. Rencana aksi nasional dalam meng-hadapi perubahan iklim. Kementerian Ne-gara Lingkungan Hidup. Jakarta, 94 hlm.

Lüning, K. 1990. Seaweed: Their environment,biogeography, and ecophysiology. JohnWiley & Sons, Inc. Canada, 527 pp.

Ministry of Marine Affairs and Fisheries-JapanInternational Cooperation Agency [MMAF-JICA]. 2010. Indonesian Fisheries Book2010. Co-operation between Ministry ofMarine Affair and Fisheries (MMAF) - JapanInternational Cooperation Agency (JICA). 84pp.

Marquardt, R., Schubert, H., Varela, D.A.,Huovinen, P., Henríquez, L., & Buschmann,A.H. 2009. Light acclimation strategies ofthree commercially important red algal spe-cies. Aquaculture, 299: 140-148.

Mubarak, H., Ilyas, S., Ismail, W., Wahyuni, I.S.,Hartati, S.H., Pratiwi, E., Jangkaru, Z., &Arifuddin, R. 1990. Petunjuk teknis budi-daya rumput laut. Pusat Penelitian danPengembangan Perikanan, PHP/KAN/PT/13/1990. Jakarta, 93 hlm.

Munõz, J., Pelegrín, Y.F., & Robledo, D. 2004.Mariculture of Kappaphycus alvarezii(Rhodophyta, Solieriaceae) color strains intropical waters of Yucatán, México. Aqua-culture, 239: 161-177.

Muraoka, D. 2004. Seaweed resources as asource of carbon fixation. Bull. Fish. Res.Agen. Supplement, (1): 59-63.

Neish, I.C. 2005. The eucheuma seaplant hand-book. SEAPlantNet Technical MonographNo. 0505-10A. 33 pp.

Nellemann, C., Corcoran, E., Duarte, C.M.,Valdés, L., De Young, C., Fonseca, L.,Grimsditch, G. (Eds.). 2009. Blue carbon: therole of healthy oceans in binding carbon.A rapid response assessment. United Na-tions Environment Programme, GRID-Arendal. Birkeland Trykkeri AS, Norway,78 pp.

Radiarta, I.N., Erlania, & Rusman. 2013. Penga-ruh iklim terhadap musim tanam rumputlaut, Kappaphycus alvarezii, di TelukGerupuk Kabupaten Lombok Tengah, NusaTenggara Barat. J. Ris. Akuakultur, 8(3): 453-464.

Raikar, S.V., Lima, M., & Fujita, Y. 2001. Effect oftemperatur, salinity and light intensity onthe growth of Gracilaria spp. (Gracilariales,Rhodophyta) from Japan, Malaysia, and In-dia. Indian Journal of Marine Sciences, (30):98-104.

Perbedaan siklus tanam budidaya rumput laut ..... (Erlania)

123

Page 14: PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, …

Ritschard, R.L. 1992. Marine algae as a CO2 sink.

Water, Air, and Soil Pollution, (64): 289-303.Sinha, V.R.P., Fraley, L., & Chowdhy, B.S. 2001.

Carbon dioxide utilization and seaweedproduction. Proceedings of NETL: First Na-tional Conference on Carbon Sequestration2001.

Stewart, H.L. & Carpenter, R.C. 2003. The effecsof morphology and water flow on photo-synthesis of marine macroalgae. Ecology,84(11): 2,999-3,012.

Sulistijo & Nontji, A. 1995. Potensi lingkunganlaut untuk kegiatan budidaya. Sudradjat etal. (penyunting). Prosiding Temu UsahaPemasyarakatan Teknologi KerambaJaring Apung Bagi Budidaya Laut. Jakarta,12-13 April 1995. Pusat Penelitian danPengembangan Perikanan, Badan Litbang

Pertanian bekerja sama dengan ForumKomunikasi Penelitian dan PengembanganAgribisnis, hlm. 54-68.

Tiensongrusmee, B., Pontjopranowo, S., &Soedjarwo, I. 1986. Site selection for sea-weed farming. FAO, INS/81/008/MANUAL/2, April, 1986.

Turtenwald, K. 2013. The Effects of Atmo-spheric Pressure on Plants. http://www.ehow.com/info_11404255_effects-atmo-spheric-pressure-plants.html. Diaksestanggal 04 Juni 2013.

Villanueva, R.D., Romero, J.B., Montaño, M.N.E.,& de la Peña, P.O. 2011. Harvest optimiza-tion of four Kappaphycus species from thePhilippines. Biomass and Bioenergy, 35:1,311-1,316.

124

J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 111-124