Perbedaan Disentri Basiler Dan Amoeba

download Perbedaan Disentri Basiler Dan Amoeba

of 6

description

bismillah

Transcript of Perbedaan Disentri Basiler Dan Amoeba

1. Etiologi

a.Disentri basiler

Disebabkan oleh Shigella,sp. Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.

b.Amoeba (Disentri amoeba)

Disebabkan Entamoeba hystolitica.E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista. Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia.Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa. Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista. (6)

2. Patofisiologi

a.Disentri basiler Shigella dan EIEC MO --> kolonisasi di ileum terminalis/kolon, terutama kolon distal invasi ke sel epitel mukosa usus --> multiplikasi --> penyebaran intrasel dan intersel --> produksi enterotoksin --> cAMP --> hipersekresi usus (diare cair, diare sekresi).--> produksi eksotoksin (Shiga toxin) --> sitotoksik --> infiltrasi sel radang --> nekrosis sel epitel mukosa --> ulkus-ulkus kecil --> eritrosit dan plasma keluar ke lumen usus --> tinja bercampur darah.--> invasi ke lamina propia ? --> bakteremia (terutama pada infeksi S.dysenteriae serotype 1)b.Disentri amoeba

Bentuk histolitika (trofozoit) --> invasi ke sel epitel mukosa usus --> nekrosis jaringan mukosa ususproduksi enzim histolisin --> invasi ke jaringan submukosa --> ulkus amoeba --> ulkus melebar dan saling berhubungan membentuk sinus-sinus submukosa --> malabsorpsi -- kerusakan permukaan absorpsi > massa intraluminal --> tekanan osmotik intraluminal --> diare osmotik.

3. Gejala Klinis

a. Disentri basiler Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja. Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan toksik. Muntah-muntah. Anoreksia. Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB. Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).

b.Disentri amoeba Diare disertai darah dan lendir dalam tinja. Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (10x/hari) Sakit perut hebat (kolik) Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).

Disentri amoeba sedang Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan, tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai hepatomegali yang nyeri ringan.

Disentri amoeba beratKeluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (400C-40,50C) disertai mual dan anemia.

Disentri amoeba kronikGejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam atau makanan yang sulit dicerna

4. Diagnosis

a.Disentri basiler

Perlu dicurigai adanya Shigellosis pada pasien yang datang dengan keluhan nyeri abdomen bawah, dan diare. Pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit PMN. Untuk memastikan diagnosis dilakukan kultur dari bahan tinja segar atau hapus rektal. Pada fase akut infeksi Shigella, tes serologi tidak bermanfaat.Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa dengan kolitis ulserosa. Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang positif dan perbaikan klinis yang bermakna setelah pengobatan dengan antibiotik yang adekuat.

b.Disentri amuba

Pemeriksaan tinja sangat penting di mana tinja penderita amebiasis tidak banyak mengandung leukosit tetapi banyak mengandung bakteri. Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila ditemukan amoeba (trofozoit). Akan tetapi ditemukannya amoeba bukan berarti meyingkirkan kemungkinan penyakit lain karena amebiasis dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain. Oleh karena itu, apabila penderita amebiasis yang telah menjalani pengobatan spesifik masih tetap mengeluh nyeri perut, perlu dilakukan pemeriksaan lain, misalnya endoskopi, foto kolon dengan barium enema atau biakan tinja.Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik dan neoplasma. Pemeriksaan ultrasonografi dapat membedakannya dengan neoplasma, sedang ditemukannya echinococcus dapat membedakannya dengan abses piogenik. Salah satu caranya yaitu dengan dilakukannya pungsi abses

5. Pemeriksaan Penunjang

a.Disentri amoeba

Pemeriksaan tinjaPemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan.Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan langsung tampak kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin kista akan mengendap.Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan tinja yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang mengandung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin.

Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopiPemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.

Foto rontgen kolonPemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali ulkus tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon dengan barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang mirip karsinoma.

Pemeriksaan uji serologiUji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan (invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.

b.Disentri basiler

Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena basil shigela mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang baru.Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif, tetapi belum dipakai secara luas.Enzim immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian besar penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang dihasilkan E.coli.Sigmoidoskopi. Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan daerah sigmoid. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada stadium lanjut.Aglutinasi. Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua, maksimum pada hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan positif pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri aglutinasi antibodi sangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka jarang dipakai.Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas dan ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi berada di bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di segmen proksimal usus besar.

6. Prognosis

Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa komplikasi. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak ameba. Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah; bentuk dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun dalam bentuk yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang rendah.

7. Pengobatan

a.Disentri basiler

Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat, mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika.Cairan dan elektrolit Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan.

DietDiberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5 kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.Pengobatan spesifik Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotika diganti dengan jenis yang lain. Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan tetrasiklin hampir universal terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila ternyata dalam uji resistensi kuman terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan dosis 4 x 500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-sulfametoksazol, dosis yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler karena tidak efektif.Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon seperti siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik untuk pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500 mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1 gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian siprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1 yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan stadium carrier disentri basiler.

b.Disentri amuba

Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (didohydroxiquin) 650 mg tiga kali perhari selama 20hari.Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5 hari.Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5 hari, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram perhari selama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.