PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

20
1 PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH ORANG ASING DI INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA LAIN Dias Pasah Ramadhani, Suparjo Sujadi Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas mengenai persoalan hubungan hukum berupa penguasaan tanah antara Warga Negara Asing dengan tanah yang dilihat dari segi norma hukum dan faktor-faktor yang membatasi penguasaan tanah oleh Warga Negara Asing di Indonesia dan Negara – Negara Lain. Metode penelitian yang dipergunakan pada penelitian ini adalah hukum normatif yang menekankan pada Perbandingan. Penelitian ini memberikan dua buah kesimpulan. Pertama, pengaturan terkait pembatasan Orang Asing di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak dahulu kala sebelum UUPA lahir, UUPA sendiri mengatur jika Orang Asing hanya dapat memiliki Hak Pakai dan Hak Sewa Bangunan, meskipun sudah diatur namun masih diperlukan peraturan pelaksana terkait hal tersebut, sayanganya peraturan pelaksana yang ada cenderung bertentangan baik secara horizontal maupun vertikal dengan peraturan lainnya. Kedua, pembatasan terhadap WNA dalam rangka penguasaan tanah oleh WNA di negara-negara lain seperti Singapura dan Republik Rakyat Tiongkok. Kata Kunci: Penguasaan Tanah; Orang Asing; UUPA; Perbandingan; Singapura; Republik Rakyat Tiongkok. COMPARISON ABOUT LAND TENURE BY FOREIGNERS IN INDONESIA AND OTHER COUNTRIES Abstract Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Transcript of PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

Page 1: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

1    

PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH ORANG ASING DI INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA LAIN

Dias Pasah Ramadhani, Suparjo Sujadi

Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini membahas mengenai persoalan hubungan hukum berupa penguasaan tanah antara Warga Negara Asing dengan tanah yang dilihat dari segi norma hukum dan faktor-faktor yang membatasi penguasaan tanah oleh Warga Negara Asing di Indonesia dan Negara – Negara Lain. Metode penelitian yang dipergunakan pada penelitian ini adalah hukum normatif yang menekankan pada Perbandingan. Penelitian ini memberikan dua buah kesimpulan. Pertama, pengaturan terkait pembatasan Orang Asing di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak dahulu kala sebelum UUPA lahir, UUPA sendiri mengatur jika Orang Asing hanya dapat memiliki Hak Pakai dan Hak Sewa Bangunan, meskipun sudah diatur namun masih diperlukan peraturan pelaksana terkait hal tersebut, sayanganya peraturan pelaksana yang ada cenderung bertentangan baik secara horizontal maupun vertikal dengan peraturan lainnya. Kedua, pembatasan terhadap WNA dalam rangka penguasaan tanah oleh WNA di negara-negara lain seperti Singapura dan Republik Rakyat Tiongkok.

Kata Kunci: Penguasaan Tanah; Orang Asing; UUPA; Perbandingan; Singapura; Republik Rakyat Tiongkok.

COMPARISON ABOUT LAND TENURE BY FOREIGNERS IN INDONESIA AND OTHER COUNTRIES

Abstract

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 2: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

2    

This study concerns about problems in land tenure facing by foreigners in some countries which is reviewed by legal norms and limiting factors in land tenure by foreigners in Indonesia and Other Countries. This study uses normative study which concern in Comparative. There are two conclusions in this study. First, adjustment about land tenure by foreigners in Indonesia has been created by the government before UUPA, UUPA adjust that if Foreigner can only have Right of Use and Right of Lease Building, although it has been regulated, it still needs some implementing regulations. Unfortunately, the implementing regulations which have been created tend to contradict horizontally and vertically with the other regulation. Second, restriction in land acquisition to the Foreigner is not only found in Indonesia, but also in other countries like Singapore and People’s Republic of Tiongkok have factors which restrict Foreigner in doing land tenure although in different ways. Key Words: Land Tenure; Foreigner; UUPA; Comparative; Singapore; People’s Republic of

Tiongkok.

Pendahuluan

Tanah merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi manusia karena merupakan

kebutuhan dasar manusia. Kehidupan manusia tidak sama sekali dapat dipisahkan dari tanah.1

Prof. Boedi Harsono menjelaskan bahwa Tanah merupakan slah satu sumber utama bagi

kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa dalam rangka mencapai sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat yang terbagi secara adil dan merata.2 Berbicara kebutuhan dasar manusia,

maka akan mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Abraham Maslow, dimana teori

tersebut dikenal dengan hierarki kebutuhan atau hierarchy of needs. 3 Tanah sendiri termasuk

dalam kebutuhan fisiologis (physiological needs). Melihat peran penting dari tanah sebagai

kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia, maka sudah sepantasnya apabila tanah

dipergunakan untuk sebesar-besanrnya kemakmuran rakyat, hal ini sebagaimana diamanatkan

dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut, “Bumi, air, dan kekayaan

alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-

                                                                                                                         1 C. Kartasapoerta, et al., Hukum Tanah: Jaminan UUPA bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah,

(Jakarta: PT. Melton Putra, 1991), hlm. 1 2 Boedi Harsono (1), Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional Perkembangan Pemikiran &

Hasilnya sampai menjelang Kelahiran UUPA tanggal 24 September 2007, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2003), hlm. 4

3 Sumanto, Psikologi Umum, (Yogyakarta: CAPS (Center of Academic Publishing Service), 2014), hlm. 17

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 3: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

3    

besarnya kemakmuran rakyat”.4 Sebagai salah satu bentuk pengejawantahan secara konkret dari

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 maka dibentuk UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria

atau untuk selanjutnya disebut UUPA. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam Seminar Hukum

Pertanahan HKTI/YTKI/FES Tahun 1978 bahwa ditinjau dari jiwa dan semangat yang

terkandung didalamnya, UUPA merupakan bentuk pengejawantahan dari pandangan hidup dan

aspirasi nasional yang bersumberkan pada Pancasila dan UUD 1945.5

Jika ditinjau lebih jauh dari segi jiwa dan semangat yang terkandung didalamnya maka

UUPA merupakan bentuk nyata dari sila-sila yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945.6

Tanah khususnya di Indonesia sebenarnya tidak hanya menjadi kebutuhan yang paling mendasar

bagi Warga Negara Indonesia yang selanjutnya disebut WNI, tetapi menjadi kebutuhan yang

paling mendasar bagi Warga Negara Asing yang selanjutnya disebut WNA yang berada di

Indonesia. Salah satu bentuk nyata dari kebutuhan WNA yang berada di Indonesia terhadap tanah

adalah untuk tempat tinggal. Kebutuhan WNA akan tanah untuk tempat tinggal sebenarnya telah

diakomodir oleh ketentuan yang terdapat dalam UUPA berdasarkan pada nilai-nilai dalam

Pancasila yaitu sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, sehingga memberikan kekuasaan atas

tanah kepada WNA menurut kebutuhan bangsa Indonesia.7 Salah satu bentuk kebutuhan akan

tanah adalah Kebutuhan akan tanah untuk tempat tinggal sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28

H ayat (1) UUD 1945.8 Urip Santoso berpendapat Rumah sebagai tempat tinggal memiliki peran

yang strategis dan vital dalam rangka membentuk watak dan keperibadian bagi manusia dan

peningkatan taraf kehidupan dan penghidupan manusia.9

UUPA sendiri telah mengatur jika terhadap WNA dapat diberikan Hak Pakai dan Hak

Sewa Untuk Bangunan, sehingga tidak semua hak atas tanah yang terdapat dalam UUPA dapat

dimiliki oleh WNA. Pembatasan tersebut dilandasai dari prinsip nasionalitas dan kebangsaan

                                                                                                                         4 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Ps. 33 ayat (3) 5 Abdurrahman, Beberapa Aspekta Tentang Hukum Agraria: Seri Hukum Agraria V, (Bandung: Alumni,

1980), hlm. 10.    6 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukkan Undang-Undang Pokok Agraria Isi

dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2013), hlm. 162-163 7 Imam Soetiknjo, Politik Agraria Nasional: Hubungan Manusia dengan Tanah yang Berdasarkan

Pancasila, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994), hlm. 39-40 8 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Ps. 28H ayat (1) 9 Urip Santoso, Hukum Perumahan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), hlm. 1-2.

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 4: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

4    

yang diadopsi dari Hukum Adat di Indoensia.10 Dasar dari kenasionalitasan sendiri diatur dalam

Pasal 1 ayat (1) UUPA, yang memberikan batasan terhadap WNA bukanlah suatu bentuk

diskriminatif, tetapi merupakan bentuk perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia selanjutnya

disebut HAM atas hubungan UUPA dengan WNI. 11 Meskipun terdapat pembatasan bagi WNA

namun Hukum Tanah Nasional tetap berusaha untuk mewujudkan kepastian hukum bagi WNA

dalam memperoleh tanah di Indonesia sehingga dibentuklah beberapa peraturan pelaksana terkait

diantaranya PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak

Pakai atas Tanah, PP No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh

Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia, dan berbagai peraturan lainnya. Kemudian, pada

tahun 2015 dikeluarkan peraturan baru yang mencabut PP No. 41 Tahun 1996, peraturan tersebut

adalah PP No. 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh

Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, untuk selanjutnya disebut PP No. 103 Tahun

2015 dan juga terdapat Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 29 Tahun

2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak Atas Tanah Pemilikan

Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, yang

selanjutnya disebut PMATR No. 29 Tahun 2016.12

PP No. 103 Tahun 2015 dan PMATR No. 29 Tahun 2016 sendiri telah menimbulkan

banyak perdebatan, karena banyak pihak yang menilai bahwasanya dikeluarkannya PP No. 103

Tahun 2015 dikarenakan lebih ‘marketable’ dibandingkan PP No. 41 Tahun 1996 sehingga

mendorong pemerintah untuk menerbitkan aturan yang baru.13 Amartya Khumar Sen yang

berpendapat hukum tidak hanya sekedar menjadi pembantu ekonomi meskipun pengaturan

hukum tentunya dapat membantu prestasi ekonomi.14 Pendapat Amartya Khumar Sen sejalan

dengan Prof. Boedi Harsono yang menilai bahwasanya Tanah bukan obyek investasi terlebih

                                                                                                                         10 Sudjito, Hak Atas Tanah Bagi Orang Asing: Tinjauan Politik Hukum dan Perlindungan Warga Negara

Indonesia, (Yogyakarta: STPN Press, 2015), hlm. 5 11 A.P. Parlindungan, Hukum Agraria Serta Landreform: Bagian II, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm.

90-91 12 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang

Asing yang Berkedudukan di Indonesia, PP No. 103 Tahun 2015, LN No. 325 Tahun 2015, TLN No. 5793, Ps. 12. 13 Kompas, “PP No. 103 Tahun 2015 Diskriminatif dan Terlalu Memanjakan Orang Asing”

http://properti.kompas.com/read/2016/01/22/145129521/PP.103.2015.Diskriminatif.dan.Terlalu.Memanjakan.Orang.Asing?page=all, diakses 22 Desember 2016

14  Amartya K Sen, Against Injustice, The Economics of Amartya Sen, (New York: Cambrige University Press, 2009), sebagaimana dikutip oleh Suparjo, “Manifestasi Hak Bangsa Indonesia dan Hak Menguasai Negara dalam Politik Hukum Agraria Pasca Proklamasi 1945 Hingga Pasca Reformasi 1998: Kajian Teori Keadilan Amartya K. Sen”, (Disertasi Doktor Universitas Indoensia, Jakarta, 2014), hlm. 496-497.

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 5: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

5    

dijadikan obyek spekulasi.15 Selain itu, Prof. Arie S Hutagalung menilai PP No. 103 Tahun 2015

telah diskriminatif terhadap Warga Negara Indonesia karena memberikan jangka waktu yang

lebih lama dari pada Hak Guna Bnagunan yang diperuntukkan kepada WNI.16

Hal-hal tersebut mendorong penulis untuk membahas mengenai faktor-faktor yang menjadi

batasan penguasaan tanah oleh WNA di Indonesia, dengan dibandingkan faktor-faktor serta

pengaturan di negara-negara lain. Prof Subekti, S.H pada saat menghadiri petemuan hukum

ASEAN LAW ASSOCIATION (ALA) di Singapura, pada intinya menyatakan perlu belajar

perkembangan hukum dari negara-negara lain dalam rangka melakukan pembaharuan dan

pembinaan hukum nasional tetapi tetap harus berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945. 17

Berdasarkan permasalahan di atas yang menjadi rumusn masalah adalah sebagai berikut:

bagaimana pengaturan mengenai penguasaan tanah bagi WNA di Indonesia dan Negara-Negara

lain; dan faktor apa saja yang menjadi batasan penguasaan tanah oleh WNA di Negara-Negara

lain. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui seperti apa pengaturan dan faktor

– faktor yang membatasi penguasaan tanah oleh WNA di Indonesia. Selain itu, penulisan ini juga

bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pengaturan dan faktor-faktor yang membatasi

penguasaan tanah oleh WNA di negara-negara lain seperti Singapura dan Republik Rakyat

Tiongkok.

Tinjauan Teoritis

Sejarah pengaturan penguasaan tanah oleh Orang Asing di Indonesia sudah ada sejak

sebelum berlakunya UUPA, baik pada Hukum Tanah Barat yang terbagi atas masa VOC dan

setelah VOC maupun pada Hukum Tanah Adat. Pada masa VOC, penguasaan tanah oleh orang

asing terdapat dalam bentuk Larangan Pengasingan Tanah kepada bukan anggota VOC.

                                                                                                                          15 Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional: Perkembangan Pemikiran & Hasilnya sampai menjelang Kelahiran UUPA tanggal 24 September 2007, hlm. 4

16 Kompas, “PP No. 103 Tahun 2015 Diskriminatif dan Terlalu Memanjakan Orang Asing”, diakses 22 Desember 2016

17 Lihat Sinar Harapan 25 Oktober 1984, sebagaimana dikutip Arie S. Hutagalung, “Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah”, (Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005), hlm. 132    

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 6: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

6    

Kemudian, pada masa setelah VOC bentuk larangan pengasingan tanah yang berstatus hak tanah

adat atau hak-hak atas tanah adat kepada Golongan Non – Pribumi hal ini salah satunya diatur

dalam Grondvervreemdings-verbod. Sedangkan pada Hukum Tanah Adat ketentuan terkait

penguasaan tanah oleh orang asing dalam bentuk pembatasan terhadap orang yang bukan anggota

masyarakat hukum adat, sebagai berikut:18

1. Memperoleh izin dari Penguasa Adat;

2. Hanya untuk berladang atau dijadikan kebun tanaman muda;

3. Hanya menguasai dan mengerjakan tanah yang dibukanya untuk satu kali panen saja;

4. Tidak diperkenankan untuk tanah hak milik;

5. Hasil harus diserahkan sebagian (pada umumnya sepersepuluh) kepada Penguasa Adat

yang bersangkutan.

Setelah diberlakukannya UUPA maka dilakukan unifikasi hukum. Hal ini berdampak pada

beberapa ketentuan yang sudah ada sebelum UUPA yang mana peraturan tersebut menjadi

dicabut baik secara tegas maupun tidak tegas. Salah satu ketentuan yang dicabut secara tidak

tegas adalah terkait dengan Larangan Pengasingan Tanah yang berlaku dalam Hukum Tanah

Barat. Salah satu asas yang terkandung dalam UUPA adalah Asas Hukum Adat dimana

berdasarkan asas tersebut maka pemikiran dalam UUPA berdasarkan pada filosofis Hukum

Adat.19 UUPA sendiri sebenarnya sudah mengatur mengenai hak-hak atas tanah apa saja yang

dapat dikuasai oleh WNA yang berkedudukan di Indonesia yaitu Hak Pakai dan Hak Sewa

Bangunan, sehingga tidak semua hak atas tanah yang terdapat dalam Pasal 16 UUPA dapat

dikuasai oleh WNA,20 hal ini berdasarkan Asas Nasionalitas. Asas Nasionalitas merupakan asas

                                                                                                                         18 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukkan Undang-Undang Pokok Agraia Isi

dan Pelaksanaanya, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2013), hlm. 190  19 Anita D.A. Kolopaking, “Kepemilikan Tanah Hak Milik oleh W.N.A dan Badan Hukum Dikaitkan

dengan Penggunaan Nominee sebagai Bentuk Penyelundupan Hukum”, (Disertasi Doktor Universitas Padjajaran, Bandung, 2009), hlm. 101

20 Pasal 16 UUPA: a. Hak milik b. Hak guna usaha c. Hak guna bangunan d. Hak pakai e. Hak sewa f. Hak membuka tanah g. Hak memungut hasil hutan h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditegaskan dengan

undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 7: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

7    

yang memberikan hak atas tanah peringkat tertinggi hanya kepada WNI sesuai dengan filosofi

Hukum Adat.

Ketentuan mengenai penguasaan tanah oleh WNA sebagaimana diatur dalam UUPA

tersebut, diatur lebih lanjut dalam beberapa peraturan pelaksana yang diantaranya:

1. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah;

2. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal

atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia;

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 7 Tahun 1996

tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing;

4. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 08 Tahun 1996

tentang Perubahan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional No. 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau

Hunian Oleh Orang Asing;

5. Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal

atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia;

6. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 13

Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak Atas Tanah

Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di

Indonesia;

7. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 29

Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak Atas Tanah

Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan

di Indonesia.

Akan tetapi, peraturan terkait dengan Penguasaan Tanah oleh WNA di Indonesia yang

berlaku saat ini adalah PP No. 40 Tahun 1996, PP No. 103 Tahun 2015, dan PMATR/Kepala

BPN No. 29 Tahun 2016. Peraturan-peraturan tersebut pada intinya mensyaratkan jika WNA

sebagai berikut:

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 8: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

8    

1. Bukan Warga Negara Indonesia (WNI);

2. Keberadaannya memberikan manfaat, melakukan, usaha, bekerja, atau berinvestasi di

Indonesia;

3. Mempunyai Izin Tinggal.

Berbicara mengenai Izin Tinggal maka akan mengacu pada UU Keimigrasian yaitu UU No.

6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang mengklasifikasikan Izin Tinggal menjadi Izin Tinggal

Diplomatik, Izin Tinggal Dinas, Izin Tinggal Kunjungan, Izin Tinggal Sementara, dan Izin

Tinggal Tetap. Selanjutnya, penulis akan membahas lebih dalam terkait dengan ketentuan yang

terdapat dalam PP No. 103 Tahun 2015 dan PMATR No. 29 Tahun 2016. Dalam PP No. 103

Tahun 2015 diatur bahwasanya WNA yang berada di Indonesia dapat memiliki rumah atau

tempat tinggal dengan Hak Pakai atau Hak Pakai diatas tanah Hak Milik yang dikuasai

berdasarkan perjanjian pemberian Hak Pakai diatas Hak Milik dengan Akta Pejabat Pembuat

Akta Tanah. Selain itu, WNA juga dapat memiliki Sarusun yang dibangun diatas tanah Hak

Pakai. Sedangkan menurut PMATR/Kepala BPN No. 29 Tahun 2016 dijelaskan bahwa WNA

terdapat perluasan terkait rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh WNA,

sebagai berikut:

1. Rumah Tunggal, antara lain:

a. Hak Pakai

b. Hak Pakai atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian Hak Pakai

diatas Hak Milik dengan Akta Penjabat Pembuat Akta Tanah, atau

c. Hak Pakai yang merupakan peruaban dari Hak Milik atau Hak Guna Bangunan.

2. Sarusun, yang:

a. Dibangun diatas tanah Hak Pakai

b. Berasal dari perubahan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Selain itu, berdasarkan PMATR/Kepala BPN No. 29 Tahun 2016 ditentukan mengenai

harga batas minimal untuk rumah tunggal dan sarusun yang dapat dimiliki oleh WNA.

Kemudian, juga ditentukan bahwasanya 1 (satu) bidang tanah perorangan/keluarga dan tanah

yang dapat dimiliki paling luas 2.000 m2 (meter persegi). Pembahasan selanjutnya adalah terkait

dengan pengaturan penguasaan tanah oleh WNA di Negara-Negara lain seperti Singapura dan

Republik Rakyat Tiongkok. Pertama, Singapura memberikan pembatasan kepada Pihak Asing

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 9: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

9    

yang ingin membeli properti di Singapura, hal ini diatur dalam The Residential Property Act Cap.

274 yang mana yang dimaksud Pihak Asing menurut The Residential Property Act 274 adalah

Bukan Warga Negara Singapura, Bukan Badan Hukum Singapura, Bukan Limited Liability

Partnership Singapura, dan Bukan Perkumpulan Singapura. Namun, pada pembahasan ini akan

difokuskan pada Bukan Warga Negara Singapura atau WNA.

WNA dapat memiliki properti di Singapura dengan syarat yaitu penduduk tetap atau

berkedudukan tetap di Singapura, memiliki kualifikasi tertentu menurut Menteri yang secara

ekonomi menguntungkan Singapura atau telah secara nyata atau diharapkan dapat memberikan

keuntungan terhadap perekonomian Singapura, dan professional atau memiliki pengalaman yang

bernilai atau dapat memberikan manfaat kepada Singapura. Kemudian ditentukan jenis properti

apa yang dapat dimiliki oleh WNA di Singapura, sebagai berikut:

1. Properti yang dapat dimiliki oleh WNA tanpa memperoleh Persetujuan:

a. Apartemen atau flat yang tidak termasuk flat HUDC yang terdiri dari 6 (enam) lantai

atau lebih;

b. Apartemen atau flat yang merupakan satu unit dalam suatu kondominium

2. Properti yang dapat dimiliki oleh WNA berdasarkan Persetujuan dari Pejabat yang

Berwenang, antara lain:

a. Tanah kosong untuk hunian (vacant residential land);

b. Properti yang berdiri sendiri (landed property);

c. Properti yang berdiri sendiri dalam pembangunan rumah susun tidak termasuk

dalam pembangunan kondominium yang disetujui sesuai dengan Planning Act;

d. Ruko yang didirikan dalam wilayah yang diperuntukkan bagi hunian;

e. Seluruh apartemen atau seluruh unit dalam kondominium;

f. Leaseshold estate yang termasuk dalam restricted residential property untuk jangka

waktu tidak lebih dari 7 (tujuh) tahun;

g. Flat Housing Development Board (HSB) yang dibeli langsung dari HDB;

h. Ruko HDB;

i. Executive Condominium yang dibeli sesuai dengan The Executive Condominium

Housing Scheme Act 1996.

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 10: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

10    

Kedua, ketentuan terkait dengan penguasaan tanah oleh WNA di Tiongkok diatur dalam

The Property Law, Urban Real Estate Law, Notice 171/Circular 171, dan The Law of People’s of

China (PRC) on Sino Foreign Joint Venture. Republik Rakyat Tiongkok memberikan batasan

penguasaan tanah oleh WNA sebagai berikut:

1. total investasi dari investor asing diatas USD10.000.000 sampai dengan

USD30.000.000, modal terdaftar dapat kurang dari 40% dari total investasi tetapi tidak

kurang dari USD5.000.000; apabila total investasi diatas USD30.000.000., modal

terdaftar dapat kurang dari satu pertiga dari total investasi tetapi tidak kurang dari

USD12.000.000.

2. WNA yang dapat memiliki properti adalah mereka yang telah bekerja atau mengenyam

pendidikan di Tiongkok selama lebih dari satu tahun akan tetapi hal ini hanya berlaku

pada daerah-daerah tertentu saja yang menerapkan pembatasan tersebut.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif karena menggunakan metode

penelitian kepustakaan. Selian itu, penulis dalam hal ini akan membandingkan mengenai

penguasaan tanah oleh orang asing di negara-negara lain ditinjau dari pengaturan dan faktor-

faktor yang membatasinya. Kemudian, apabila dilihat dari tipologi penelitiannya maka penelitian

ini termasuk kedalam penelitian berfokus masalah dimana penelitian ini mengenai permasalahan

yang diteliti berdasarkan pada teori untuk melihat keterkaitan antara teori dengan praktek.

Selanjutnya, Pengumpulan data berfokus pada data sekunder yang dilakukan dengan melalui

studi kepustakaan dengan pencarian data yang dikoleksi di Perpustakaan UI Depok, dan sumber-

sumber lainnya yang dapat ditemukan di dunia maya ‘virtual data source’, memanfaatkan

jaringan internet guna mengetahui seperti apa norma hukum dan faktor-faktor yang menjadi

batasan penguasaan tanah oleh WNA di Negara-Negara lain. Data-data sekunder yang saya

pergunakan disini adalah seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, makalah, skripsi,

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 11: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

11    

tesis, dan disertasi. Jenis bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan

hukum priner, sekunder, dan tersier yang dapat dipergunakan sebagai berikut:

1. Bahan Hukum Primer adalah sumber hukum yang mempunyai kekuatan mengikat. Pada

penelitian ini, jenis bahan hukum primer yang dipergunakan adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang No. 05 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria;

c. Undang-Undang No. 06 Tahun 2011 tentang Keimigrasian;

d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 7 Tahun

1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang

Asing;

e. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah;

f. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal

atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia;

g. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 08 Tahun 1996

tentang Perubahan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional No. 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal

atau Hunian Oleh Orang Asing;

h. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 09 Tahun 1999

tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak

Pengelolaan;

i. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 01 Tahun 2010 tentang Standar

Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan;

j. Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat

Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia;

k. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.

13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak Atas

Tanah Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang

Berkedudukan di Indonesia;

l. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.

29 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak Atas

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 12: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

12    

Tanah Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang

Berkedudukan di Indonesia

Selain peraturan perundang-undangan yang tersebut di atas, penelitian ini juga

menggunakan mempergunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara-

negara lain khususnya yang berkaitan dengan penguasaan tanah oleh WNA.

2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang digunakan untuk mengetahui

informasi dan penerapan dari bahan hukum primer, diantaranya bertujuan untuk

mengetahui ajaran-ajaran, doktirn-doktrin dan pendapat-pendapat para ahli. Untuk

penelitian ini bahan hukum sekunder tersebut diperoleh melalui buku-buku, artikel,

makalah, skripsi, tesis, dan disertasi yang berhubungan dengan topik skripsi.

3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian dari penelitian kepustakaan ini digambarkan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1.

Perbandingan Indonesia Singapura RRT

Dasar Hukum UU No. 5 Tahun 1960;

PP No. 40 Tahun 1996;

PP No. 103 Tahun 2015;

PMATR/Kepala BPN

No. 29 Tahun 2016.

The Residential Property

Act

The Property Law;

Urban Real Estate

Law;

Notice 171/ Circular

171;

Notice 122;

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 13: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

13    

The Law of The

People’s of China

(PRC) on Sino

Foreign Joint Venture.

Klasifikasi

Orang Asing

yang dapat

menguasai

Tanah

Bukan WNI;

Keberadaannya

memberikan manfaat,

melakukan usaha,

bekerja, atau berinvestasi

di Indonesia;

Mempunyai Izin Tinggal.

Penduduk Singapura;

Memiliki Kualitas

tertentu menurut Menteri

yang secara ekonomi

menguntungkan

Singapura/telah secara

nyata/ diharapkan dapat

memberikan keuntungan

pada Perekonomian

Singapura;

Profesional atau

pengalaman yang

bernilai/dapat

memberikan manfaat

kepada Singapura.

Telah bekerja

mengenyam

pendidikan di

Tiongkok lebih dari

satu tahun.

Akan tetapi hal ini

hanya berlaku pada

daerah-daerah yang

menerapkan

pembatasan tersebut.

Faktor yang

Membatasi

Penguasaan

Tanah oleh

WNA

UUPA:

-­‐ Hak Pakai

-­‐ Hak Sewa Untuk

Bangunan

PP 103 Tahun 2015:

-­‐ Rumah Tunggal di

atas tanah:

1) Hak Pakai

2) Hak Pakai diatas

Properti yang dapat

dimiliki oleh WNA tanpa

memperoleh persetujuan

yaitu apartemen atau flat

yang tidak termasuk flat

HUDC yang terdiri dari 6

(enam) lantai atau lebih;

dan apartemen atau flat/

hunian yang merupakan

satu unit dalam suatu

Pembatasan yang

dilakukan adalah

terkait dengan

Besaran Investasi.

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 14: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

14    

tanah HM

-­‐ Sarusun yang

dibangun diatas tanah

Hak Pakai

Permena & Tata

Ruang/Kepala BPN:

-­‐ Rumah Tunggal,

antara lain:

1) Hak Pakai

2) Hak Pakai atas

Hak Milik, atau

3) Hak Pakai

perubahan dari

HM atau HGB

-­‐ Sarusun

1) Dibangun diatas

Hak Pakai

2) Berasal dari

perubahan HMSRS.

kondominium.

Selain itu, juga

ditentukan mengenai

jenis-jenis properti yang

harus terlebih dahulu

memperoleh izin dari

Pejabat yang berwenang.

Pembahasan

PP No. 103 Tahun 2015 maupun Permenag/Kepala BPN No. 29 Tahun 2016 dibentuk

untuk memberikan Kepastian Hukum bagi WNA di Indonesia, namun hal tersebut seperti tidak

dapat tercapai karena peraturan tersebut dinilai menimbulkan berbagai permasalahan sehingga

terdapat banyak polemik atau perdebatan dari dengan diberlakukkannya kedua peraturan tersebut,

polemik atau perdebatan. Pertama, definisi orang asing yang diberikan oleh kedua peraturan

tersebut pada dasarnya memberikan syarat kepada WNA yang ingin memiliki tanah untuk rumah

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 15: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

15    

tinggal atau hunian di Indonesia untuk memiliki Izin Tinggal. Namun, dalam kedua peraturan

tersebut tidak dijelaskan jenis Izin Tinggal apa yang dapat dijadikan dasar untuk memperoleh

tanah tersebut sehingga semua jenis izin tinggal sebagaimana yang diatur dalam UU No. 06

Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang meliputi Izin Tinggal Diplomatik, Izin Tinggal Dinas,

Izin Tinggal Kunjungan, Izin Tinggal Sementara, dan Izin Tinggal Tetap dapat dijadikan dasar

untuk mengajukan permohononan, padahal apabila melihat dari jangka waktu dari Izin Tinggal

itu sendiri maka sebenarnya tidaklah berimbang dengan jangka waktu Hak Pakai atau jangka

waktu Sarusun yang dapat dimilih karena itu, salah satu jenis Izin yang dapat dijadikan dasar

pemilikan adalah Izin Kunjungan yang memiliki jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan

setelah dilakukan perpanjangan sebanyak 4 (empat kali). Maka dari itu, sangat berlebihann jika

Izin Tinggal yang hanya berlaku untuk waktu 6 (enam) bulan dapat dipergunakan untuk memiliki

tanah ataupun sarusun yang pada umumnya memiliki jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun, dapat

diperpanjang 25 (dua puluh lima) tahun, dan dapat diperbaharui 30 (tiga puluh) tahun. Selain itu,

seharusnya kedua peraturan tersebut tidak ada ketentuan yang dapat menganggabarkan secara

konkrit dari WNA yang memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja, atau berinvestai.

Adapun polemik lain yang terdapat dalam peraturan tersebut adalah terkait Hak Atas

Tanah untuk Rumah Tunggal atau Sarusun dalam PMATR/Kepala BPN No. 29 Tahun 1996 yaitu

salah satu Hak Atas Tanah yang dapat dimiliki oleh WNA untuk Rumah Tunggal adalah terdapat

perbedaan antara Hak Pakai diatas Tanah Negara dengan Hak Pakai yang berasal dari perubahan

Hak Milik atau Hak Guna Bnagunan, padahal apabila dikaji lebih dalam sebenarnya Hak Pakai

yang berasal dari perubahan Hak Milik dan Hak Guna Bangunan tidaklah lain dari Hak Pakai

diatas Tanha Negara, karena pada saat melakukan perubahan dari Hak Milik atau Hak Guna

Bangunan maka terjadi pelepasan hak sehingga status tanahnya berubah dimohonkan untuk

menjadi Tanah Hak Pakai.

Kemudian, dalam PMATR/Kepala BPN No. 29 Tahun 2016 juga dijelaskan bahwa WNA

dapat memiliki Hak Pakai atas Satuan Rumah Susun yang selanjutnya penulis sebut HPSRS yang

berasal dari perubahan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang selanjutnya disebut HMSRS.

Sehingga, WNA dapat memiliki Sarusun yang dibangun diatas tanah Hak Guna Bangunan atau

Hak Pengelolaan dengan cara merubahan HMSRS menjadi HPSRS. Hal ini tentunya bertetangan

dengan UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, karena UU Rumah Susun tidak mengenal

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 16: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

16    

istilah HPSRS, tidak hanya itu saja subyek hukum yang dapat menjadi pemegang Sarusun adalah

Subyek Hukum yang memenuhi persyaratan sebagai subyek hukum pemegang Tanah

Bersamanya karena kepemilikan atas Sarusun juga meliputi kepemilikan atas tanah bersamanya.

Selanjutnya adalah terkait dengan jangka waktu Hak Pakai dan Sarusun yang diberikan

oleh PP No. 103 Tahun 2015 dan PMATR/Kepala BPN No. 29 Tahun 2016 dimana pada

umumnya diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun, diperpanjangn 25 (dua puluh

lima) tahun, dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu 30 (tiga puluh tahun). Pada dasarnya,

ketetuan tersebut telah bertentangan dengan peraturan yang ada, meskipun dalam UUPA tidak

dijelaskan secara rinci mengenai jangka waktu Hak Pakai namun hal ini bertentangan dengan

prinsip nasionalitas yang dianut oleh UUPA, tidak hanya itu saja ketentuan ini juga bertetangan

dengan PP No. 40 Tahun 1996 yang menentukan bahwa Hak Pakai dapat diberikan untuk waktu

paling lama 25 (dua puluh lima) tahun, 20 (dua puluh) tahun, dan dapat diperpanjang 25 (dua

puluh lima) tahun. Adapun berkaitan dengan jangka waktu dari Sarusun yang berasal dari

perubahan HMSRS maka tidak sesuai jika jangka waktu yang diberikan adalah jangka waktu sisa

dari HMSRS yang bersangkutan.

Polemik lainnya yang terdapat dalam PP No. 103 Tahun 2015 dan PMATR No. 29 Tahun

2016 berkaitan dengan batas harga dan luas tanah untuk Rumah Tinggal atau Hunian bagi WNA

yang berkedudukan di Indonesia. Penulis beranggapan bahwasanya kewenangan untuk

menentukan batas harga minimal di setiap daerah yang ada di Indonesia akan lebih baik apabila

menjadi kewenangan dari Pemerintah Daerah mengingat setiap daerah memiliki perbedaan

masing-masing, begitu pula halnya dengan luas tanah maksimal yang dapat dimiliki oleh WNA

seharusnya tidaklah dapat ditentukan secara mengeneralisir dengan memberikan batasan 2.000

m2 (dua ribu) meter persegi, padahal setiap daerah memiliki kepadatan yang berbeda-beda

sehingga alangkah lebih baiknya apabila dilakukan penggolonggan terlebih dahulu apakah daerah

tersebut tergolong sangat padat, padat, kurang padat, cukup padat, atau tidak padat.

Terdapat beberapa hal yang dapat diadopsi oleh Hukum Tanah Nasional dari beberapa

negara seperti Singapura dan Republik Rakyat Tiongkok. Pertama, pembatasan terkait dengan

WNA yang dapat memiliki tanah di suatu negara dapat mengadopsi pembatasan yang dibuat oleh

Republik Rakyat Tiongkok yang membatasi pemilikan properti oleh WNA hanya untuk WNA

yang sedang bekerja dan belajar di Tiongkok dan hanya dipergunakan sendiri. Menurut penulis,

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 17: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

17    

hal ini dapat diadopsi dengan sedikit perubahan. Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya

bahwa WNA yang ingin memiliki rumah tempat tinggal atau hunian diatas Hak Pakai di

Indonesia adalah WNA yang memiliki Izin Tinggal di Indonesia sebagaimana diatur oleh UU

Keimigrasian sehingga semua jenis Izin Tinggal yang ada dapat dipergunakan untuk menjadi

dasar kepemilikan rumah tempat tinggal atau hunian diatas Hak Pakai di Indonesia yang mana

termasuk didalamnya Izin Tinggal Kunjungan. Oleh karena itu, WNA yang hanya datang ke

Indonesia untuk sekedar berkunjung saja juga dapat memiliki rumah tempat tinggal atau hunian

diatas Hak Pakai di Indonesia.

Berdasarkan hal diatas, penulis merasa perlu kiranya dibuat pengaturan lebih lanjut

klasifikasi WNA yang dapat memiliki rumah tempat tinggal atau hunian diatas Hak Pakai di

Indonesia, seperti halnya di Tiongkok yang mengklasifikasikan WNA yang sedang bekerja dan

belajarlah yang dapat memiliki properti di Tiongkok. Untuk di Indonesia sendiri penulis merasa

bahwa tidak semua WNA datang ke Indonesia seharusnya dapat memiliki rumah tempat tinggal

atau hunian diatas Hak Pakai di Indonesia, karena apabila diberikan Hak Pakai yang jangka

waktunya dapat mencapai 30 (tiga puluh) tahun menurut PP No. 103 Tahun 2015 dan Permena &

Tata Ruang/Kepala BPN No. 29 Tahun 2016, atau 25 (dua puluh) lima tahun berdasarkan PP No.

40 Tahun 1996 merupakan suatu hal yang berlebih-lebihan. Selain itu, dapat juga dibatasi jika

rumah tempat tinggal atau hunian diatas Hak Pakai di Indonesia yang dimiliki WNA di Indonesia

hanya dapat dipergunakan untuk keperluannya sendiri dan hanya WNA dibatasi hanya dapat

memiliki satu bidang tanah saja. Selain itu, terkait dengan klasifikasi WNA yang dapat memiliki

rumah tempat tinggal atau hunian diatas Hak Pakai di Indonesia maka kita dapat mencontohnya

dari Singapura yang menentukan sebagai berikut:

1. Penduduk tetap atau berkedudukan tetap di Singapura;

2. Memiliki kualifikasi tertentu menurut Menteri yang secara ekonomi menguntungkan

Singapura atau telah secara nyata atau diharapkan dapat memberikan keuntungan

terhadap perekonomian Singapura.

3. Profesional atau pengalaman yang bernilai atau dapat memberikan manfaat kepada

Singapura.

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 18: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

18    

Kesimpulan

1. Pengaturan penguasaan tanah bagi WNA di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak

sebelum berlakunya UUPA. Saat ini, pengaturan terkait penguasaan tanah oleh WNA di

Indonesia diantaranya diatur oleh PP No. 103 Tahun 2015 dan PMATR/Kepala BPN No.

29 Tahun 2016 akan tetapi kedua peraturan tersebut tidak dapat memberikan Kepastian

Hukum karena ketentuan yang terdapat dalam kedua peraturan perundang-undangan

tersebut bertentangan dengan peraturan-peraturan lainnya seperti UUPA, UU No. 20

Tahun 2011, PP No. 40 Tahun 1996 sehingga terjadi disharmonisasi baik secara Vertikal

maupun Horizontal. Kemudian, tekait dengan Pengaturan mengenai Penguasaan Tanah

oleh WNA di Singapura dan Republik Rakyat Tiongkok. Petama, pengaturan mengenai

Penguasaaan Tanah oleh WNA di Singapura yaitu diatur dalam The Residential Property

Act Capter 274. Sedangkan di Republik Rakyat Tiongkok sendiri diatur dalam The Law of

the People’s of China (PRC) on Sino Foreign Joint Venture, Notice 171/Circular 171,

Notice 122.

2. Terdapa beberapa fakor-faktor yang menjadi batasan Penguasaan Tanah oleh WNA di

Negara-Negara Lain. Pertama, batasan penguasaan tanah oleh WNA di Singapura yaitu

disyaratkan bahwa WNA yang ingin membeli porperti di Singapura harus Penduduk

Singapura, memiliki kualifikasi tertentu yang menurut Menteri secara Ekonomi dapat

memberikan keuntungan terhadap Perkenomian Singapura, Profesional atau memiliki

pengalaman yang bernilai atau dapat memberikan manfaat kepada Singapura. Selain itu,

terhadap WNA yang ingin membeli properti di Singapura ditentukan jenis proprti apa saja

yang dapat dimiliki. Kemudian, Republik Rakyat Tiongkok dimana pembatasan

penguasaan tanah oleh WNA diantaranya adalah WNA harus telah tinggal di RRT untuk

jangka waktu setidaknya 1 (satu) tahun, WNA.

Saran

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 19: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

19    

Terhadap PP No. 103 Tahun 2015 dan PMATR No. 29 Tahun 2016 dapat dilakukan

Judicial Review untuk menguji peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari undang-

undang mengenai sah atau tidaknya suatu peraturan atau bertentangan atau tidaknya ketentuan

perundang-undanag yang lebih tinggi. Selain itu, Penulis sekiranya menyarankan agar hasil studi

ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran terkait dengan adanya Batasan Penguasaan Tanah

oleh WNA yang dapat dipergunakan untuk memahami kebijakan-kebijakan terkait dengan

pengaturan serupa di Indoensia khususnya terkait dengan pembatasan penguasaan tanah oleh

WNA di Indoensia. Sehingga, Indonesia bisa memberikan pengaturan terkait dengan pembatasan

penguasaan tanah oleh WNA di Indonesia yang sesuai dengan prinsip nasionalitas yang terdapat

dalam UUPA.

Daftar Referensi

Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945

Indonesia. Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Agraria, UU No. 5 Tahun 1960, LN No. 104 Tahun 1960, TLN No. 2043.

Indonesia. Undang-Undang tentang Keimigrasian, UU No. 6 Tahun 2011, LN No. 52 Tahun 2011, TLN No. 5261.

Indonesia. Undang-Undang tentang Rumah Susun, UU No. 20 Tahun 2011, LN No. 108 Tahun 2011, TLN No. 5252.

Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atau Tanah, PP No. 40 Tahun 1996, LN No. 58 Tahun 1996, TLN No. 3643.

Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, PP No. 103 Tahun 2015, LN No. 325 Tahun 2015, TLN No. 5793.

Indonesia, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak Atas Tanah Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, PMATR/Per.Ka.BPN. No. 29 Tahun 2016

Singapura, Residential Property Act (Cap. 274) 1967.

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017

Page 20: PERBANDINGAN MENGENAI PENGUASAAN TANAH OLEH …

20    

Republik Rakyat Tiongkok. Constitution of the People’s Republic of China.

Harsono, Boedi. Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional Perkembangan Pemikiran & Hasilnya sampai menjelang Kelahiran UUPA tanggal 24 September 2007. Jakarta: Universitas Trisakti, 2003.

Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukkan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Universitas Trisakti, 2013.

Hutagalung, Arie S. Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah. Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005.

Kartasapoerta, C. et al. Hukum Tanah: Jaminan UUPA bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah, Jakarta: PT. Melton Putra, 1991.

Abdurrahman. Beberapa Aspekta Tentang Hukum Agraria: Seri Hukum Agraria V, Bandung: Alumni, 1980.

Santoso, Urip. Hukum Perumahan, Jakarta: Kencana Prenademedia Group, 2014.

Sudjito. Hak Atas Tanah Bagi Orang Asing: Tinjaun Politik Hukum dan Perlindungan Warga Negara Indonesia. Yogyakarta: STPN Press, 2015.

Sumanto. Psikologi Umum. Yogyakarta: CAPS (Center of Academic Publishing Service), 2014.

Kompas, “PP No. 103 Tahun 2015 Diskriminatif dan Terlalu Memanjakan Orang Asing”, http://properti.kompas.com/read/2016/01/22/145129521/PP.103.2015.Diskriminatif.dan.Terlalu.Memanjakan.Orang.Asing?page=all. Diakses 22 Desember 2016.

Perbandingan Mengenai ..., Dias Pasah Ramadhani, FH UI, 2017