PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI...

12
Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017 Universitas Trunojoyo Madura, 7 September 2017 191 PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI PESISIR UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA: Pasang-surut, Arus, dan Gelombang Wahyu Budi Setyawan 1 dan Aditya Pamungkas 2 1 Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jl. Pasir Putih 1, Ancol Timur, Jakarta Utara 2 Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung, Kampus Terpadu UBB, Desa Balunijuk, Kecamatan Merawang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung E-Mail: [email protected]; Telp. 08569078690 ABSTRAK Pulau Jawa memiliki bentuk memanjang dan berorientasi relatif timur-barat. Di sebelah utara pulau tersebut terdapat Laut Jawa yang setengah tertutup, dan relatif sempit dengan lebar sekitar 300 km dan panjang sekitar 1000 km, sementara di sebelah selatan pulau itu terdapat Samudera Hindia yang sangat luas dan terbuka. Makalah ini membandingkan kondisi oseanografi pesisir kedua perairan tersebut yang mencakup parameter pasang- surut, arus, dan gelombang dengan sampel dari perairan pesisir Indramayu di pesisir utara dan Teluk Pelabuhan Ratu di perisir selatan. Data ketiga parameter tersebut yang dipergunakan itu diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Data yang dipakai mewakili kondisi musim barat (bulan Januari 2016) dan musim timur (bulan Agustus 2016). Hasil analisis data ketiga parameter oseanografi tersebut memberikan gambaran hasil yang sesuai dengan karakter setting lingkungan masing-masing lokasi tersebut. Kondisi pasang surut di perairan pesisir Indramayu sesuai dengan kondisi pasang-surut Laut Jawa pada umumnya, demikian pula dengan perairan Teluk Pelabuhan Ratu sesuai dengan kondisi pasang-surut Samudera Hindia. Pola arus di persiran pesisir Indramayu dipengaruhi oleh monsoon sedang di perairan Teluk Pelabuhan Ratu dan sekitarnya dipengaruhi oleh konfigurasi pantai lokal. Gelombang di perairan pesisir Indramayu adalah gelombang yang dibangkitkan oleh angin lokal yang dipengaruhi oleh monsoon, sedang gelombang di perairan Teluk Pelabuhan Ratu adalah swell yang datang dari bagian selatan Samudera Hindia dan tidak dipengaruhi oleh monsoon. Kata Kunci: oseanografi pesisir, Laut Jawa, Samudera Hindia, Indramayu, Teluk Pelabuhan Ratu. PENDAHULUAN Perairan Kepulauan Indonesia terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, dan Benua Asia dan Australia. Kondisinya yang terletak di antara dua samudera dan dua benua menyebabkan perairan tersebut memiliki karakter yang unik. Karena letak geografisnya itu, Kepulauan Indonesia dipengaruhi oleh monsoon yang bergerak dari Benua Asia ke Australia dan sebaliknya (As-syakur et al., 2016; Yamada, 2016; Tapper, 2002; Ningsih et al., 2000; Johnsons, 1992; Wyrtki, 1961). Sistem pasang-surut di Indonesia adalah salah satu yang sangat rumit di dunia, karena topografi dasar laut yang kasar, garis pantai yang rumit, dan interaksi perambatan gelombang pasang-surut dari Samudera Pasifik, Samudera Hindia, dan Laut Cina Selatan (Wei et al., 2016; Ray et al., 2005). Ningsih et al., (2000) menyebutkan bahwa monsoon berpengaruh terhadap pasang-surut dan gelombang laut di Laut Jawa. Laut Jawa di bagian barat Kepulauan Indonesia, merupakan perairan yang relatif sempit dengan lebat maksimum sekitar 300 km dan panjang sekitar 1000 km. Laut ini dikelilingi oleh Pulau Jawa di sebelah selatan, Pulau Sematera di barat, Pulau Kalimantan di utara dan Pulau Sulawesi di timurlaut (Gambar 1). Wyrtki (1961) memberikan uraian deSkripsi umum oseanografi perairan Asia Tenggara. Di dalam laporan tersebut disebutkan bahwa Laut Jawa merupakan bagian dari perairan Asia Tenggara yang memiliki karakter berbeda dari Samudera Hindia maupun Samudera Pasifik. Wei et al.,

Transcript of PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI...

Page 1: PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI ...ilmukelautan.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/...PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI PESISIR UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA: Pasang-surut,

Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017 Universitas Trunojoyo Madura, 7 September 2017

191

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI PESISIR UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA: Pasang-surut, Arus, dan Gelombang

Wahyu Budi Setyawan1 dan Aditya Pamungkas2

1Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jl. Pasir Putih 1, Ancol Timur, Jakarta Utara 2Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka

Belitung, Kampus Terpadu UBB, Desa Balunijuk, Kecamatan Merawang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

E-Mail: [email protected]; Telp. 08569078690

ABSTRAK

Pulau Jawa memiliki bentuk memanjang dan berorientasi relatif timur-barat. Di sebelah utara pulau tersebut terdapat Laut Jawa yang setengah tertutup, dan relatif sempit dengan lebar sekitar 300 km dan panjang sekitar 1000 km, sementara di sebelah selatan pulau itu terdapat Samudera Hindia yang sangat luas dan terbuka. Makalah ini membandingkan kondisi oseanografi pesisir kedua perairan tersebut yang mencakup parameter pasang-surut, arus, dan gelombang dengan sampel dari perairan pesisir Indramayu di pesisir utara dan Teluk Pelabuhan Ratu di perisir selatan. Data ketiga parameter tersebut yang dipergunakan itu diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Data yang dipakai mewakili kondisi musim barat (bulan Januari 2016) dan musim timur (bulan Agustus 2016). Hasil analisis data ketiga parameter oseanografi tersebut memberikan gambaran hasil yang sesuai dengan karakter setting lingkungan masing-masing lokasi tersebut. Kondisi pasang surut di perairan pesisir Indramayu sesuai dengan kondisi pasang-surut Laut Jawa pada umumnya, demikian pula dengan perairan Teluk Pelabuhan Ratu sesuai dengan kondisi pasang-surut Samudera Hindia. Pola arus di persiran pesisir Indramayu dipengaruhi oleh monsoon sedang di perairan Teluk Pelabuhan Ratu dan sekitarnya dipengaruhi oleh konfigurasi pantai lokal. Gelombang di perairan pesisir Indramayu adalah gelombang yang dibangkitkan oleh angin lokal yang dipengaruhi oleh monsoon, sedang gelombang di perairan Teluk Pelabuhan Ratu adalah swell yang datang dari bagian selatan Samudera Hindia dan tidak dipengaruhi oleh monsoon.

Kata Kunci: oseanografi pesisir, Laut Jawa, Samudera Hindia, Indramayu, Teluk Pelabuhan Ratu.

PENDAHULUAN

Perairan Kepulauan Indonesia terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, dan Benua Asia dan Australia. Kondisinya yang terletak di antara dua samudera dan dua benua menyebabkan perairan tersebut memiliki karakter yang unik. Karena letak geografisnya itu, Kepulauan Indonesia dipengaruhi oleh monsoon yang bergerak dari Benua Asia ke Australia dan sebaliknya (As-syakur et al., 2016; Yamada, 2016; Tapper, 2002; Ningsih et al., 2000; Johnsons, 1992; Wyrtki, 1961). Sistem pasang-surut di Indonesia adalah salah satu yang sangat rumit di dunia, karena topografi dasar laut yang kasar, garis pantai yang rumit, dan interaksi perambatan gelombang pasang-surut dari Samudera Pasifik, Samudera Hindia, dan Laut Cina Selatan (Wei et al., 2016; Ray et al., 2005). Ningsih et al., (2000) menyebutkan bahwa monsoon berpengaruh terhadap pasang-surut dan gelombang laut di Laut Jawa. Laut Jawa di bagian barat Kepulauan Indonesia, merupakan perairan yang relatif sempit dengan lebat maksimum sekitar 300 km dan panjang sekitar 1000 km. Laut ini dikelilingi oleh Pulau Jawa di sebelah selatan, Pulau Sematera di barat, Pulau Kalimantan di utara dan Pulau Sulawesi di timurlaut (Gambar 1). Wyrtki (1961) memberikan uraian deSkripsi umum oseanografi perairan Asia Tenggara. Di dalam laporan tersebut disebutkan bahwa Laut Jawa merupakan bagian dari perairan Asia Tenggara yang memiliki karakter berbeda dari Samudera Hindia maupun Samudera Pasifik. Wei et al.,

Page 2: PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI ...ilmukelautan.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/...PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI PESISIR UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA: Pasang-surut,

Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017 Universitas Trunojoyo Madura, 7 September 2017

192

(2016). Menurut Bird & Ongkosongo (1980), di Pulau Jawa, kawasan pesisir utara Pulau Jawa berhadapan dengan perairan yang memiliki kondisi energi gelombang yang rendah dari Laut Jawa, sementara kawasan pesisir selatan berhadapan dengan perairan berenergi gelombang yang kuat karena swell yang datang dari Samudera Hindia. Perbedaan kondisi energi gelombang di perairan pesisir Pulau Jawa tercermin pada perbedaan kondisi gemorfologi pesisir antara kawasan pesisir utara dan pesisir selatan pulau tersebut. Daratan pesisir bagian utara Pulau Jawa merupakan dataran rendah dengan banyak delta. Semua delta di Pulau Jawa terdapat di kawasan pesisir bagian utara. Sementara itu, kawasan pesisir selatan Pulau Jawa didominasi oleh pantai curam dan bertebing dengan selingan pantai pasir (Bird & Ongkosongo, 1980). Dalam laporan tentang kondisi oseanografi fisik peraitan Asia Tenggara oleh Wyrtki (1961), diberikan gambaran umum perbedaan kondisi oseanografi fisika antara Laut Jawa dan Samudera Hindia. Untuk melengkapi gambaran umum tersebut, makalah ini memberikan gambaran tentang kondisi oseanografi fisika perairan pesisir utara dan selatan Pulau Jawa.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini difokuskan kepada dua daerah kajian yaitu perairan Indramayu dan Pelabuhan Ratu (Gambar 1). Perairan Indramayu terletak pada daerah pantai utara Pulau Jawa tepatnya di sekitar koordinat 108,08 – 108,46OBT dan 6,11 – 6,45OLS yang berhadapan langsung dengan Laut Jawa. Sedangkan perairan Pelabuhan Ratu terletak di pantai selatan Pulau Jawa yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia. Perairan Pelabuhan Ratu ini terletak di sekitar koordinat 106,25 – 106,63OBT dan 6,89 – 7,21OLS. Karakteristik oseanografi yang diteliti meliputi kondisi pasang-surut, arus, serta gelombang laut di perairan pesisir kedua wilayah tersebut. Data berasal dari instansi Badan Informasi Geospasial (BIG) yang terdapat di http://tides.big.go.id/

Gambar 1. Kepulauan Indonesia kawasan sekitarnya. Tanda panah hitam bernotasi menunjuk ke lokasi kajian. 1: perairan pesisir Indramayu; 2: Teluk Pelabuhan Ratu. Dibuat berdasarkan peta dari Van den Bergh et al., (2001).

Page 3: PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI ...ilmukelautan.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/...PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI PESISIR UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA: Pasang-surut,

Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017 Universitas Trunojoyo Madura, 7 September 2017

193

Badan Informasi Geospasial (BIG) menyediakan data prediksi pasang-surut, arus dan gelombang yang berasal dari data reanalysis. Data ini mempunyai resolusi sebesar 5km yang cukup baik untuk dapat melihat karakteristik oseanografi suatu wilayah. Pada penelitian ini dikaji karakteristik arus laut dengan melihat kondisi musim yaitu musim barat pada 1 – 31 Januari 2016 dan musim timur 1 – 31 Juli 2016. Untuk data pasang surut dan tinggi gelombang signifikan di ambil sampel titik pengamatan di perairan pesisir Indramayu pada koordinat 108,357OBT 6,23OLS dan 106,41OBT 7OLS pada perairan Teluk Pelabuhan Ratu (Gambar 2). Data pasang-surut yang dipergunakan adalah data dari 1 – 31 Januari 2016. Sementara itu, data gelombang yang dipergunakan adalah data bulan Desember 2015 sampai dengan Februari 2016 untuk musim barat, dan data bulan Juni sampai dengan Agustus 2016 untuk musim timur.

Gambar 2. Titik pengambilan data pasang surut dan tinggi gelombang signifikan pada perairan Indramayu (A: kiri) dan perairan Teluk Pelabuhan Ratu (B: kanan). (Sumber peta: Google maps).

Analisis data pasang-surut yang dilakukan adalah analisis tipe pasang-surut secara visual terhadap rekaman kurva pasang-surut yang diperoleh dari penelitian ini berdasarkan kurva tipe pasang-surut (Gambar 3) dari Defant (1958), dan analisis tipe pasang-surut berdasarkan kisaran pasang-surut saat pasang tinggi (spring tidal range) menurut Magori (2009) dengan kategori sebagai berikut: Mikro-tidal (kisaran 0,3 – 1 m), Meso-tidal (kisaran 1 – 2 m), dan Makro-tidal (kisaran > 3 m). Analisis arus dilakukan secara visual terhadap pola arah dan kecepatan arus permukaan. Sementara itu, analisis gelombang yang dilakukan adalah analisis tinggi gelombang signifikan dan periode gelombang.

Page 4: PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI ...ilmukelautan.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/...PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI PESISIR UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA: Pasang-surut,

Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017 Universitas Trunojoyo Madura, 7 September 2017

194

Gambar 3. Kurva standar tipe pasang-surut (Defant, 1958).

Page 5: PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI ...ilmukelautan.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/...PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI PESISIR UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA: Pasang-surut,

Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017 Universitas Trunojoyo Madura, 7 September 2017

195

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pasang-surut

Hasil analisis kondisi pasang-surut di perairan pesisir Indramayu dan Teluk Pelabuhan Ratu dapat dilihat dalam Gambar 4, dan dirangkum di dalam Tabel 1.

Gambar 4. Pasang-surut di perairan pesisir Indramayu (A: Atas), dan Teluk Pelabuhan Ratu (B: Bawah) bulan Januari 2016.

Tabel 1. Karakter pasang-surut di perairan pesisir Indramayu dan Teluk Pelabuhan Ratu pada bulan Januari 2016.

Perairan Pesisir Indramayu Teluk Pelabuhan Ratu

Tipe Pasang-surut Campuran condong ke harian tunggal (mixed-tide prevailing diurnal).

Campuran condong ke harian ganda (mixed-tide prevailing semidiurnal).

Elevasi pasang-surut 0,1 – 0,4 meter 0,3 – 0,75 meter

Kisaran tertinggi 0,8 meter (mikro-tidal) 1,4 meter (makro-tidal)

Berdasarkan pola kurva pasang-surut dari Defant (1958), pasang-surut pada daerah perairan Indramayu (Gambar 4.A) memiliki tipe campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal) dimana dalam sehari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut, tetapi terkadang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang berbeda. Pada gambar tersebut terlihat perairan Indramayu mengalami satu kali pasang dan satu kali surut (diurnal) seperti terlihat jelas pada tanggal 7 – 12 Januari 2016 tetapi juga terjadi dua kali pasang dan dua kali surut seperti pada tanggal 1 – 3 Januari dan 14 – 17 Januari. Tipe pasang-surut di perairan Indramayu yang diperoleh dalam penelitian ini konsisten dengan Wyrtki (1961) dan Ray et al., (2005). Sementara itu, Yusuf & Yanagi (2013) memberikan hasil analisis tipe pasang-surut yang berbeda, yaitu tipe campuran condong ke harian ganda meskipun secara umum menyebutkan bahwa perairan Laut Jawa memiliki pasang-surut tipe campuran condong ke harian tunggal. Perlu diketahui bahwa Wyrtki (1961) melakukan analisa data pasang-surut berdasarkan data rekaman di berbagai stasiun pantai sejak zaman Hindia Belanda sampai sebelum tahun 1960. Ray et al., (2005) melakukan analisa berdasarkan data 10 tahun dari pengukuran muka laut dari satelit altimeter Topex/Poseidon. Sedang Yusuf & Yanagi (2013) melakukan analisa berdasarkan data rekaman pasang surut dari 5 (lima) stasiun pasang-surut di Makasar, Semarang, Indramayu, Kerawang, dan Jepara, dan melakukan analisis tipe pasang-surut

Page 6: PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI ...ilmukelautan.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/...PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI PESISIR UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA: Pasang-surut,

Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017 Universitas Trunojoyo Madura, 7 September 2017

196

mempergunakan rumus dari Defant (1958). Elevasi pasang-surut pada daerah Indramayu berkisar antara 0,1 – 0,4 meter. Ketika pasang purnama perairan Indramayu memiliki kisaran (range) mencapai 0,8 meter pada tanggal 19 – 21 Januari. Berdasarkan nilai kisarannya itu, menurut klasifikasi dari Magori (2009), pasang-surut di perairan pesisir Indramayu adalah mikro-tidal.

Berbeda dengan perairan Indramayu, berdasarkan pola kurva pasang-surut dari Defant (1958), perairan Teluk Pelabuhan Ratu memiliki tipe pasang-surut tipe campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal). Pasang-surut tipe ini memiliki karakteristik dalam satu hari terdapat dua kali pasang dan dua kali surut tetapi dengan tinggi dan periode yang berbeda (Gambar 4.B). Sebagai contoh, pada tanggal 11 Januari 2016 terlihat terdapat dua kali pasang dan dua kali surut yang mempunyai tinggi yang berbeda. Tipe pasang-surut di perairan Teluk Pelabuhan Ratu ini konsisten dengan hasil analisis dari Wyrtki (1961) dan Ray et al., (2005). Kemudian, elevasi pasang-surut pada daerah Pelabuhan Ratu berkisar antara 0,3 – 0,75 meter dengan kisaran mencapai 1,4 meter. Berdasarkan nilai kisarannya itu, menurut klasifikasi dari Magori (2009), pasang-surut di perairan Teluk Pelabuhan Ratu adalah meso-tidal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan karakter pasang-surut antara perairan pesisir Indramayu dan Teluk. Perbedaan tersebut terjadi karena kondisi pasang-surut di perairan Indramayu yang berada di Laut Jawa merupakan hasil interaksi antara massa air laut yang datang dari Samudera Pasifik dan Hindia yang kemudian masuk ke Laut Jawa dari arah timur, serta massa air laut yang datang dari Laut Cina Selatan yang masuk ke Laut Jawa dari arah barat melalui Selat Karimata (Wei et al., 2016; Robertson & Ffield, 2008; Ray et al., 2005;). Pada bulan Januari 2016, elevasi pasang-surut di daerah pesisir selatan selatan Pulau Jawa (Teluk Pelabuhan Ratu) lebih tinggi dibandingkan elevasi pasang-surut di daerah pesisir utara Pulau Jawa (perairan pesisir Indramayu). Arus

Di depan bahwa kepulauan Indonesia dipengaruhi oleh monsoon yang pada musim barat angin bergerak dari Benua Asia menuju ke Benua Australia, sedang ketika musim timur angin bergerak dari Benua Australia menuju ke Benua Asia. Di perairan Laut Jawa, pada musim barat angin bergerak dari barat ke timur, sedang pada musim timur bergerak dari timur ke Barat (Ningsih, 2000; Johnson, 1992; Wyrtki, 1961). Demikian pula yang terjadi di perairan pesisir selatan Pulau Jawa yang merupakan bagian dari Samudera Hindia. Pola arus dekat pantai di perairan pesisir Indramayu (Gambar 5) yang terekam dalam bulan Januari 2016 menunjukkan pola arus yang sesuai dengan pola angin monsoon. Sedang pola arus di perairan Teluk Pelabuhan Ratu (Gambar 6) menunjukkan pola yang berbeda. Pola arus permukaan perairan pesisir Indramayu bersesuaian dengan kondisi angin monsoon. Pada musim barat (1 Januari 2016), arus di perairan Indramayu bergerak ke arah timur menyusuri pantai Indramayu dan kemudian bergerak menyusuri pantai ke arah tenggara (Gambar 5.A) dengan kecepatan berkisar antara 0,001 – 0,0156 m/dt. Sebaliknya saat musim timur (1 Juli 2016) ketika angin berhembus ke arah barat, kondisi arus juga bergerak ke arah barat mengikuti arah gerak angin musim barat (Gambar 5.B). Kecepatan di perairan Indramayu pada daerah ini berkisar antara 0,0015 – 0,045 m/dt. Ningsih (2000) dan Johnson (1992) hanya menyebutkan musim barat secara umum, sedang Wyrtki (1961) menyajikan pola arus bulan Desember dan Februari. Penelitian ini menyajikan hasil analisis rekaman bulan Januari. Dengan demikian, hasil penelitian ini melengkapi pola arus yang disajikan Wyrtki (1961) untuk bulan Januari di perairan Laut Jawa.

Page 7: PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI ...ilmukelautan.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/...PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI PESISIR UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA: Pasang-surut,

Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017 Universitas Trunojoyo Madura, 7 September 2017

197

A: Musim barat (1 – 31 Januari 2016). B: Musim timur (1 – 31 Juli 2016).

Gambar 5. Pola arus di perairan pesisir Indramayu.

A: Musim barat (1 – 31 Januari 2016). B: Musim timur (1 – 31 Juli 2016).

Gambar 6. Pola arus di perairan pesisir Teluk Pelabuhan Ratu.

Di perairan Teluk Pelabuhan Ratu dan sekitarnya, ketika angin bertiup dari barat ke timur di musim barat (1 Januari 2016), di perairan di depan mulut teluk terdapat pusaran arus searah gerak jarum jam dengan kecepatan rendah. Di sebelah barat ujung tanjung yang terdapat di sebelah selatan mulut teluk arus berbelok ke arah barat dan selanjutnya bergerak ke arah barat sesuai dengan pola arus pesisir yang datang dari sebelah timur (Gambar 6.A). Pola arus ini berbeda dengan pola arus secara umum yang diberikan oleh Wyrtki (1961) untuk bulan Desember dan Februari yang menunjukkan adanya arus yang bergerak dari barat ke timur di dekat pantai selatan Pulau Jawa.

Pada musim timur, di perairan Teluk Pelabuhan Ratu dan sekitarnya, di perairan di sebelah barat mulut teluk tegas terlihat air laut bergerak menyusuri pantai dari barat ke arah timur, dan kemudian sebagian kecil masuk ke dalam teluk (Gambar 6.B). Selanjutnya, sebagian besar air laut berbelok ke arah selatan untuk melewati tanjung dan kemudian bergerak ke arah timur setelah melewati tanjung. Pola arus yang bergerak di musim timur dari rekaman bulan Juli 2016 ini sesuai dengan pola arus bulan Juni dari Wyrtki (1961). Wyrtki (1961)

Page 8: PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI ...ilmukelautan.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/...PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI PESISIR UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA: Pasang-surut,

Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017 Universitas Trunojoyo Madura, 7 September 2017

198

tidak memberikan pola arus untuk bulan Juli sehingga tidak diketahui apakah pola arus di bulan Juni masih berlanjut di bulan Juli, sedang di bulan Agustus pola arus telah berubah. Di musim barat, arus di perairan Teluk Pelabuhan Ratu dan sekitarnya (Gambar 6) bergerak dengan kecepatan berkisar antara 0,0015 – 0,065 m/dt, sedang di musim timur arus bergerak dengan kecepatan berkisar antara 0,002 – 0,083 m/dt. Gelombang

Kondisi gelombang laut di Indramayu sangat berbeda dengan kondisi gelombang di Teluk Pelabuhan Ratu. Perbedaan terlihat pada tinggi gelombang signifikan (Gambar 7 dan 8) maupun periode gelombang (Gambar 9 dan 10).

A. Musim barat (Desember 2015-Februari 2016).

B. Musim timur (Juni-Agustus 2016).

Gambar 7. Tinggi gelombang signifikan di perairan pesisir Indramayu.

A. Musim barat (Desember 2015 – Februari 2016).

B. Musim timur (Juni – Agustus 2016).

Gambar 8. Tinggi gelombang signifikan di perairan pesisir Teluk Pelabuhan Ratu.

Page 9: PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI ...ilmukelautan.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/...PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI PESISIR UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA: Pasang-surut,

Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017 Universitas Trunojoyo Madura, 7 September 2017

199

A. Musim barat (Desember 2015-Februari 2016).

B. Musim timur (Juni-Agustus 2016).

Gambar 9. Periode gelombang di perairan pesisir Indramayu.

Di perairan pesisir Indramayu, pada musim barat, tinggi gelombang signifikan berkisar antara 0,02 – 0,75 meter (Gambar 7.A). Sedangkan pada musim timur (Gambar 7.B) tinggi gelombang signifikan cenderung lebih kecil yaitu sebesar 0,008 – 0,63 meter. Perbedaan tinggi gelombang signifikan ini diakibatkan oleh perbedaan kondisi angin yang berhembus di kedua musim tersebut.

Di perairan Teluk Pelabuhan Ratu, pada musim barat, tinggi gelombang signifikan pada daerah ini berkisar antara 0,45 – 1,55 meter (Gambar 8.A). Sedangkan pada musim timur (Gambar 8.B) tinggi gelombang signifikan relatif sama yaitu sebesar 0,4 – 1,58 meter. Range tinggi gelombang signifikan yang relatif sama antara musim barat dan musim timur menunjukkan bahwa faktor musim tidak berpengaruh terhadap karakteristik tinggi gelombang signifikan di perairan Teluk Pelabuhan Ratu.

A. Musim barat (Desember 2015-Februari 2016).

Page 10: PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI ...ilmukelautan.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/...PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI PESISIR UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA: Pasang-surut,

Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017 Universitas Trunojoyo Madura, 7 September 2017

200

B. Musim timur (Juni-Agustus 2016).

Gambar 10. Periode gelombang di perairan Teluk Pelabuhan Ratu.

Spektrum gelombang laut yang dibangkitkan oleh tiupan angin terdiri dari gelombang yang dibangkitkan oleh angin lokal (wind sea), dan swell yang dibangkitkan oleh badai dari jarak jauh (Rashmi et al., 2013; Vethamony et al., 2013). Swell bisa dikenali terutama dari periodanya yang panjang (Jiang & Chen, 2013; Kumar et al., 2011 & 2010). Kumar et al., (2011) yang mempelajari karakter gelombang di perairan Laut Arab bagian utara mencatat bahwa periode swell berkisar dari 7,1 – 20,5 dt, sedang wind sea memiliki periode dari 2,9 – 6,4 dt. Selanjutnya, Kumar et al., (2010) yang mempelajari kondisi gelombang di perairan pesisir barat Goa, India, mencatat bahwa periode swell berkisar dari 7,8 – 11,6 dt, sedang wind sea (sea wave) memiliki periode dari 3,2 – 5,4 dt. Mengacu pada hasil penelitian dari Komar et al., (2011 & 2010) tersebut, dan berdasarkan pada periode gelombang yang tercatat di perairan pesisir Indramayu (Gambar 9) dan perairan Teluk Pelabuhan Ratu (Gambar 10), maka dapat dipercaya bahwa gelombang yang terekam di perairan pesisir Indramayu adalah sea wave atau gelombang karena tiupan angin lokal, sedang gelombang yang terekam di perairan Teluk Pelabuhan Ratu adalah swell yang datang dari Samudera Hindia. Kawasan Samudera Hindia bagian selatan, di daerah lintang tinggi (sekitar 40o S), adalah salah satu lokasi pembentukan swell yang utama di dunia (Stopa et al., 2016; Vethamony et al., 2013). Swell yang masuk ke perairan Teluk Pelabuhan Ratu menjelaskan hadirnya gelombang dengan tinggi gelombang signifikan dengan kisaran yang hampir sama di perairan teluk tersebut.

Teluk Pelabuhan Ratu membuka ke arah baratdaya dan dikelilingi oleh kawasan pegunungan (lihat Gambar 2.B). Dengan konfigurasi lingkungan fisik yang demikian itu maka dapat dipastikan bahwa massa air hanya dapat masuk ke perairan teluk tersebut dari arah baratdaya. Selanjutnya, perairan teluk tersebut yang dikelilingi oleh pegunungan dengan konfigurasi seperti itu memberikan gambaran bahwa perairan teluk itu terlindungi dari angin yang datang dari arah timur. Pembentukan gelombang di suatu perairan oleh tiupan angin ditentukan oleh tiga faktor, yaitu kecepatan angin, lama tiupan angin, dan panjang lintasan angin (fetch) (Komar, 1976). Dengan demikian, bila kita memperhatikan konfigurasi, maka dapat dipastikan bahwa di perairan teluk tersebut tidak mungkin hadir gelombang yang ditimbulkan oleh angin yang bertiup dari arah timur pada saat musim timur. Jiang & Chen (2013) menjelaskan bahwa, pembentukan sea wave atau gelombang yang terbentuk oleh angin lokal di suatu kawasan berkaitan dengan kehadiran atau dalam keseimbangan dengan tiupan angin lokal di kawasan tersebut. Apabila angin lokal tersebut berhenti bertiup, maka gelombang itu pun menghilang. Dengan demikian, apabila ketika tiupan angin menghilang, maka gelombang yang ada adalah gelombang yang datang atau dibangkitkan dari tempat lain atau swell. Jadi, berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gelombang yang hadir di perairan Teluk Pelabuhan Ratu ketika musim timur adalah swell yang datang dari Samudera Hindia.

Gelombang yang ada di perairan Teluk Pelabuhan Ratu pada musim barat dan musim timur memiliki kisaran tinggi gelombang signifikan dan periode gelombang yang relatif sama. Hal itu menunjukkan bahwa gelombang yang ada di musim barat maupun musim timur adalah

Page 11: PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI ...ilmukelautan.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/...PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI PESISIR UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA: Pasang-surut,

Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017 Universitas Trunojoyo Madura, 7 September 2017

201

sama, yaitu swell. Kondisi itu membuktikan bahwa angin monsoon tidak berpengaruh terhadap pembentukan gelombang pada musim barat di perairan Teluk Pelabuhan Ratu meskipun mulut teluk tersebut terbuka dari arah baratdaya. Hasil penelitian ini konsisten dengan apa yang disebutkan oleh Chen et al., (2015), bahwa hasil analisis karakteristik gelombang di tiga lokasi di pesisir selatan Pulau Jawa, yaitu di Gama (Jawa Barat), Adipala (Jawa Tengah), dan Pacitan (Jawa Timur) menunjukkan bahwa gelombang di perairan pesisir selatan Pulau Jawa adalah swell yang datang dari Samudera Hindia.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kawasan pesisir Indramayu di sebelah utara Pulau Jawa merupakan bagian dari Laut Jawa, sedang Teluk Pelabuhan Ratu di kawasan pesisir selatan Pulau Jawa merupakan bagian dari Samudera Hindia. Di dalam makalah ini, analisis kondisi oseanografi kawasan Indramayu dan Teluk Pelabuhan Ratu dilakukan mempergunakan data yang diperoleh dari Badan Informasi Geospasial. Hasil analisis terhadap kondisi pasang-surut, arus, dan gelombang dari kedua kawasan pesisir itu menunjukkan bahwa kawasan pesisir utara dan selatan Pulau Jawa memiliki karakter kondisi oseanografi yang berbeda. Kondisi pasang-surut kawasan pesisir Indramayu konsisten dengan kondisi pasang-surut Laut Jawa pada umumnya, sedang kawasan Teluk Pelabuhan Ratu konsisten dengan kondisi Samudera Hindia. Kondisi arah arus di kawasan pesisir Indramayu sebagaimana halnya Laut Jawa pada umumnya bergerak sesuai dengan monsoon, sementara itu pola arus di kawasan Teluk Pelabuhan Ratu dan sekitarnya menunjukkan pola yang dipengaruhi kondisi lokal, yaitu konfigurasi garis pantai. Gelombang di kawasan pesisir Indramayu adalah gelombang yang dibangkitkan oleh angin lokal yang dipengaruhi oleh monsoon, sedang gelombang di perairan Teluk Pelabuhan Ratu adalah swell yang datang dari bagian selatan Samudera Hindia yang kehadirannya tidak dipengaruhi oleh monsoon.

Kesimpulan yang diperoleh di dalam makalah ini dilakukan hanya berdasarkan hasil analisis sampel pengukuran dari satu lokasi. Masih diperlukan analisis dari lokasi yang lebih banyak baik dari kawasan pesisir utara (Laut Jawa) maupun pesisir selatan (Samudera Hindia).

UCAPAN TERIMA KASIH

Makalah ini merupakan sebagian hasil dari kegiatan Riset Unggulan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Kebumian – LIPI tahun 2016.

DAFTAR PUSTAKA

As-syakur, A.R., Osawa, T., Miura, F., Nuarsa, I.W., Ekayanti, N.W., Dharma, I.G.B.S., Adnyana, I.W.S., Arthana, I.W. & Tanaka, T. (2016). Maritime rainfall variability during the TRMM era: the role of monsoon, topogtaphy and El Nino Modoki. Dynamics of Atmospheres and Oceans 75: 58-77. http://dx.doi.org/10.1016/j.dynatmoce.2016.05. 004.

Bird, E.C.F. & Ongkosongo, O.S.R. (1980). Environmental Changes on the Coasts of Indonesia. The United Nation University, Tokyo: 52 pp.

Chen, S., Liang, G., Chen, H. & Zhou, R. (2015). The effect of long-time strong wave condition on breakwater construction. Procedia Engineering. 116, 203-212. DOI: 10.1016/j.proeng. 2015.08.283.

Defant, A. (1958). Ebb and Flow: the Tides of Earth, Air, and Water. Ann Arbor, University of Michigan: 121 pp.

Jiang, H. & Chen, G. (2013). A global view on the swell and wind sea climate by the Jason-1 Mission: a revisit. Journal of Atmospheric and Oceanic Technology. 30: 1833-1841. DOI: 10.1175/JTECH-D-12-00180-1.

Johnson, R.H. (1992). Heat and moisture sources and sinks of Asian Monsoon precipating system. Journal of the Mateorological Society of Japan. 70(1B): 353-372. DOI:

Page 12: PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI ...ilmukelautan.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/...PERBANDINGAN KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI PESISIR UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA: Pasang-surut,

Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017 Universitas Trunojoyo Madura, 7 September 2017

202

http://doi.org/10.2151/ jmsj1965.1B_353. [https://www.jstage.jst.go.jp/article/jmsj1965/70/1B/70_1B_353/_article].

Komar, P.D. (1976). Beach Processes and Sedimentation. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey: 429 pp.

Kumar, V.S., Philip, C.S. & Nair, T.N.B. (2010). Wave in shallow water off west coast of India during the onset of summer monsoon. Ann. Geophys. 28: 817-824.

Kumar, V.S., Singh, J., Pednekar, P. & Gowthaman, R. (2011). Waves in the nearshore waters of northern Arabian Sea during the summer monsoon. Ocean Engineering. 38: 382-388. DOI: 10.1016/j.oceaneng.2010.11.009.

Magori, C. (2009). Tidal analysis and prediction in the Western Indian Ocean. Regional Report. Western Indian Ocean Marine Science Association (WIOMSA) and Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC), 44 pp. [www.gloss-sealevel.org/publications/ documents/wio_gexi2009.pdf]. Accessed: Aug 30, 2017.

Ningsih, N.S., Yamashita, T. & Aouf, L. (2000). Three-dimensional simulation of water circulation in the Java seas: Influence of wind wave on surface and bottom stresses. Natural Hazards. 21: 145-171.

Rashmi, R., Aboobacker, V.M., Vethamony, P. & John, M.P. (2013). Co-existence of wind seas and swells along the west coast of India during non-monsoon season. Ocean Science 9: 281-292. DOI: 10.5194/os-9-281-2013.

Ray, R.D., Egbert, G.D. & Erofeeva, S.Y. (2005). A brief overview of tides in the Indonesian Seas. Oceanography,.18(4): 74-79.

Robertson, R. & Ffield, A. (2008). Baroclinic tides in the Indonesian seas: Tidal fields and comparisons to observation. Journal of Geophysical Research 113(C07031). 1-22. DOI: 10.1029/2007JC004677.

Stopa, J.E., Ardhuin, F., Husson, R., Jiang, B., Chapron, B. & Collard, F. (2016). Swell dissipation from 10 years of Envisat advanced synthetic aperture radar in wave mode. Geophysical Research Letter 43, 3423-3430. DOI: 10.1002/2015GL067566.

Tapper, N. (2002). Climate, climatic variability and atmospheric circulation pattern in the maritime continent region. In: P. Kershaw, B. David, N. Tapper, D. Penny & J. Brown (eds.), Bridging Wallace’s Line: The Environmental and Culture History and Dymanics of the SE-Asian-Australian Region. Advances in Geoecology 34, A Cooperating Series of The International Union of Soil Science (IUSS), Catena Verlag, Reiskirchen, 5-28.

Van den Bergh, G.D., de Vos, J. & Sondaar, P.Y. (2001). The Late Quaternary palaeogeography of mammal evolution in the Indonesian Archipelago. Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology, 171(3-4), 385-408. https://doi.org/10.1016/ S0031-0182(01)00255-3.

Vethamony, P., Rashmi, R., Samiksha, S.V. & Aboobacker, V.M. (2013). Recent studies on wind seas and swells in the Indian Ocean: a review. International Journal of Ocean and Climate System. 4(1): 63-73. journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1260/1759-3131.4.1.63.

Wei, Z., Fang, G., Susanto, R.D., Adi, T.R., Fan, B., Setiawan, A., Li, S., Wang, Y. & Gao, X. (2016). Tidal elevation, current, and energy flux in the area between the South China Sea and Java Sea. Ocean Science, 12, 517-531. DOI: 10.5194/os-12-517-2016.

Wyrtki, K. (1961). Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga Report vol 2. The University of California, Scripp Institution of Oceanography, La Jolla, California, 195 pp. http://scholarship.org/uc/item/49n9x3t4. Accessed: Aug 27, 2017.

Yamanaka, M.D. (2016). Physical climatology of Indonesian maritime continent: An outline to comprehend observational studies. Atmospheric Research, 178-179: 231-259. http://dx.doi.org/10.1016/j.atmosres.2016.03.017.

Yusuf, M. & Yanagi, T. (2013). Numerical modeling of tidal dynamics in the Java Sea. Coastal Marine Science. 36(1): 1-12.