PERBANDINGAN INDUKSI HIGHER-ORDER ABERRATIONS...

10
1 PERBANDINGAN INDUKSI HIGHER-ORDER ABERRATIONS (HOAs) SETELAH FEMTOSECOND LASER-ASSISTED LASER IN SITU KERATOMILEUSIS (FS-LASIK) DAN SMALL INCISION LENTICULE EXTRACTION (SMILE) PADA PASIEN MIOPIA DAN ASTIGMAT MIOPIA DERAJAT RINGAN-SEDANG Rizki Rahma Nauli, Andrew Maximilian H. Knoch, Mayang Rini Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo ABSTRACT Introduction : Cornea laser vision correction is increasingly becoming a popular option for managing refractive errors. Femtosecond assisted-laser in situ keratomileusis (FS-LASIK) creates corneal flap with femtosecond laser while using excimer laser to ablate the stroma. Small Incision Lenticule Extraction (SMILE) has emerged as a new choice which involves dissecting lenticule without flap creation. Both procedures changed the anterior corneal curvature and could induce higher-order aberrations (HOAs) thus altering visual performance. Purpose : To compare HOAs root mean square (RMS), coma, trefoil and spherical aberration (SA) after FS-LASIK dan SMILE in myopic patients. Methods : This was a nonrandomized matched comparison of 20 low to moderate myopic and myopic astigmatism subjects who underwent FS-LASIK and SMILE. Wavefront aberrometry in 6 mm diameter was done in 1 month postoperatively. Results : There were no significant differences in preoperative clinical charachteristics between FS-LASIK and SMILE with mean spherical equivalent (SE) were -3,40 ± 1,491 and -3,45 ± 1,349, mean HOAs RMS were 0,37 ± 0,114 and 0,36 ± 0,156, respectively. Postoperative HOAs RMS was significantly higher both in FS-LASIK 0,60±0,265 (p=0,016) and SMILE 0,06±0,144 (p=0,001). Comparison of postoperative HOAs RMS was not statistically significant between FS-LASIK (0,23±0,250) and SMILE (0,23±0,140), but coma was higher after SMILE (0,20±0,169; p=0,280) and SA was elevated in FS-LASIK (0,07±0,252, p=0,715). Conclusion : There was no significant changes of HOAs in FS-LASIK compared with SMILE in patients with low to moderate myopic and myopic astigmatism. Keywords : myopia, higher-order aberrations,femtosecond LASIK, small incision lenticule extraction PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi, tindakan bedah refraktif semakin menjadi pilihan untuk mengatasi kelainan refraksi dengan melepaskan ketergantungan terhadap penggunaan kacamata. Prosedur femtosecond laser-assisted laser in situ keratomileusis (FS-LASIK) terdiri dari pembuatan flap kornea dengan laser femtosecond dan ablasi stroma dengan laser excimer, sedangkan small incision lenticule extraction (SMILE) sejak tahun 2011 menjadi pilihan baru dalam prosedur bedah refraktif laser kornea dengan cara mengeluarkan stroma lenticule tanpa pembentukan flap. Prosedur bedah refraktif bertujuan meningkatkan tajam penglihatan dengan mengoreksi lower-order aberration (LOAs) tetapi dapat menurunkan kualitas penglihatan karena akan menginduksi higher-order aberrations (HOAs). 1-3 Kepuasan pasien pascaoperasi bedah refraktif ditentukan oleh akurasi koreksi LOAs dan induksi HOAs yang minimal.

Transcript of PERBANDINGAN INDUKSI HIGHER-ORDER ABERRATIONS...

Page 1: PERBANDINGAN INDUKSI HIGHER-ORDER ABERRATIONS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...LASIK pada simulasi pupil 6 mm. Dari tabel tersebut terdapat peningkatan yang

1

PERBANDINGAN INDUKSI HIGHER-ORDER ABERRATIONS (HOAs) SETELAH FEMTOSECOND LASER-ASSISTED LASER IN SITU

KERATOMILEUSIS (FS-LASIK) DAN SMALL INCISION LENTICULE EXTRACTION (SMILE) PADA PASIEN MIOPIA DAN ASTIGMAT MIOPIA

DERAJAT RINGAN-SEDANG

Rizki Rahma Nauli, Andrew Maximilian H. Knoch, Mayang Rini Departemen Ilmu Kesehatan Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo

ABSTRACT Introduction : Cornea laser vision correction is increasingly becoming a popular option for managing refractive errors. Femtosecond assisted-laser in situ keratomileusis (FS-LASIK) creates corneal flap with femtosecond laser while using excimer laser to ablate the stroma. Small Incision Lenticule Extraction (SMILE) has emerged as a new choice which involves dissecting lenticule without flap creation. Both procedures changed the anterior corneal curvature and could induce higher-order aberrations (HOAs) thus altering visual performance. Purpose : To compare HOAs root mean square (RMS), coma, trefoil and spherical aberration (SA) after FS-LASIK dan SMILE in myopic patients. Methods : This was a nonrandomized matched comparison of 20 low to moderate myopic and myopic astigmatism subjects who underwent FS-LASIK and SMILE. Wavefront aberrometry in 6 mm diameter was done in 1 month postoperatively. Results : There were no significant differences in preoperative clinical charachteristics between FS-LASIK and SMILE with mean spherical equivalent (SE) were -3,40 ± 1,491 and -3,45 ± 1,349, mean HOAs RMS were 0,37 ± 0,114 and 0,36 ± 0,156, respectively. Postoperative HOAs RMS was significantly higher both in FS-LASIK 0,60±0,265 (p=0,016) and SMILE 0,06±0,144 (p=0,001). Comparison of postoperative HOAs RMS was not statistically significant between FS-LASIK (0,23±0,250) and SMILE (0,23±0,140), but coma was higher after SMILE (0,20±0,169; p=0,280) and SA was elevated in FS-LASIK (0,07±0,252, p=0,715). Conclusion : There was no significant changes of HOAs in FS-LASIK compared with SMILE in patients with low to moderate myopic and myopic astigmatism. Keywords : myopia, higher-order aberrations,femtosecond LASIK, small incision lenticule extraction

PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi, tindakan bedah refraktif semakin menjadi pilihan untuk mengatasi kelainan refraksi dengan melepaskan ketergantungan terhadap penggunaan kacamata. Prosedur femtosecond laser-assisted laser in situ keratomileusis (FS-LASIK) terdiri dari pembuatan flap kornea dengan laser femtosecond dan ablasi stroma dengan laser excimer, sedangkan small incision lenticule extraction (SMILE) sejak tahun 2011

menjadi pilihan baru dalam prosedur bedah refraktif laser kornea dengan cara mengeluarkan stroma lenticule tanpa pembentukan flap. Prosedur bedah refraktif bertujuan meningkatkan tajam penglihatan dengan mengoreksi lower-order aberration (LOAs) tetapi dapat menurunkan kualitas penglihatan karena akan menginduksi higher-order aberrations (HOAs).1-3

Kepuasan pasien pascaoperasi bedah refraktif ditentukan oleh akurasi koreksi LOAs dan induksi HOAs yang minimal.

Page 2: PERBANDINGAN INDUKSI HIGHER-ORDER ABERRATIONS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...LASIK pada simulasi pupil 6 mm. Dari tabel tersebut terdapat peningkatan yang

2

Induksi HOAs yang meningkat 2x lipat pascaoperasi akan menimbulkan keluhan subjektif pada lebih dari 40% pasien.4-6 Terjadinya HOAs pascaoperasi diinduksi oleh berbagai faktor, seperti variasi ukuran pupil akibat fluktuasi akomodasi dan deteriorasi lapisan air mata karena perubahan kelengkungan anterior kornea; misalignment atau siklotorsi posisi bola mata intraoperasi; dan laju ablasi laser excimer. Penelitian sebelumnya menunjukkan hasil klinis setelah tindakan SMILE lebih baik bila dibandingkan dengan FS-LASIK namun penelitian yang membandingkan HOAs antarprosedur masih sedikit dan mempunyai hasil yang beragam. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti apakah induksi HOAs lebih minimal setelah tindakan SMILE dibandingkan dengan FS-LASIK.7-13

METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik metode potong lintang dengan menggunakan data sekunder pasien yang telah dilakukan FS-LASIK dan SMILE di Pusat LASIK Pusat Mata Nasional (PMN) Rumah Sakit Mata Cicendo (RSMC) pada periode 1 Februari 2019 – 28 Februari 2020 yang telah menyetujui lembar persetujuan tindakan kedokteran. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2020 setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan PMN RSMC. Subjek Penelitian Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien usia 18-35 tahun yang memenuhi syarat dilakukan tindakan bedah refraktif laser kornea dengan nilai sferis -2.00 sampai -6.00 Dioptri (D) dengan nilai astigmat ≤ -2.00 D, dan memiliki ketebalan residual stroma ≥ 280 um, nilai best corrected visual acuity (BCVA) preoperasi 1.0, serta corneal epithelium wettability positif saat preoperasi dan 1 bulan pascaoperasi. Subjek akan dieksklusi jika tidak didapatkan kesesuaian hasil analisis

wavefront aberrometry dengan refraksi manifes, disertai kelainan okular seperti sikatriks kornea, katarak dan kelainan segmen posterior, tekanan intraokular ≥ 21 mmHg dengan ketebalan kornea sentral ≤ 500 um, root mean square (RMS) HOAs preoperatif 2x lebih tinggi dari nilai normal. Kriteria drop out pada pasien ini adalah bila mengalami komplikasi intra dan pascaoperasi, nilai uncorrected visual acuity (UCVA) < 1.0 saat kontrol 1 bulan, dan bila pasien tidak dating kontrol sesuai waktu yang ditentukan. Setelah terkonfirmasi ketersediaan data dari rekam medis pada mesin wavefront aberrometry kemudian dilakukan matching subjek berdasarkan usia, jenis kelamin, derajat kelainan refraksi dengan spherical equivalent (SE) ± 0.05 D, RMS preoperatif, dan stabilitas air mata. Prosedur Preoperatif Pemeriksaan preoperatif meliputi anamnesis, pemeriksaan tajam penglihatan, refraksi manifes, BCVA, pemeriksaan segmen anterior dan posterior, tekanan intraocular, tomografi segmen anterior (Pentacam® HR, Oculus GMBH), topografi kornea (Keratron™, Optikon), dan pemeriksaan aberasi okular dilakukan dengan wavefront aberrometry (iDesign® Advanced Wavescan Studio, Johnson & Johnson Vision) untuk menilai RMS HOAs, aberasi koma, trefoil, dan aberasi sferis. Prosedur Bedah Seluruh prosedur FS-LASIK dan SMILE dilakukan oleh 1 operator bedah berpengalaman (SH), dalam anestesi topikal menggunakan tetes mata tetrakain hidroklorida 2%, serta menggunakan spekulum mata dan sterile drape. Prosedur FS-LASIK dilakukan pembuatan flap menggunakan VisuMax 500kHz (Carl Zeiss Meditec) dengan ketebalan flap 120 um, diameter 9,0 mm, dengan hinge terletak di superior, kemudian dilakukan ablasi stroma dengan laser excimer VISX STAR S4 IR® (Johnson & Johnson Vision) dengan active track, parameter zona optik ≥ 6 mm dan zona

Page 3: PERBANDINGAN INDUKSI HIGHER-ORDER ABERRATIONS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...LASIK pada simulasi pupil 6 mm. Dari tabel tersebut terdapat peningkatan yang

3

ablasi 8 mm. Sedangkan untuk prosedur SMILE, lenticule dibuat menggunakan laser femtosecond dengan parameter sebagai berikut; ketebalan 120-140 um, zona optik 6,0 – 6,5 mm, insisi kecil sirkumferensial pada kornea sepanjang 2-3 mm di kuadran superotemporal atau superonasal, memisahkan bagian cap lenticule dengan kanula disektor dan melakukan ekstraksi lenticule dengan microforcep. Pascaoperasi seluruh pasien diberikan tetes mata antibiotik dan steroid dengan dosis 6 kali sehari serta tetes air mata buatan tanpa pengawet 1 tetes setiap jam. Pasien kontrol 1 hari, 1 minggu, dan 1 bulan. Pasien dengan UCVA 1.0 saat 1 bulan pascaoperasi dilakukan pemeriksaan corneal epithelium wettability dan wavefront aberrometry untuk dianalisis lebih lanjut. Analisis Statistik Analisis data dilakukan dengan SPSS for Windows 20.0. Uji normalitas data dengan Shapiro Wilk. Uji kemaknaan data numerik digunakan uji t, uji Wilcoxon dan Mann Whitney, sedangkan untuk data kategorik dilakukan uji Exact Fisher dan Chi Square.

HASIL Sebanyak total 40 subjek penelitian telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Terdapat 19 subjek dari kelompok FS-LASIK, namun 1 subjek tidak terdapat data aberasi okular pada wavefront aberrometer dan 1 subjek lain mempunyai (RMS) HOAs preoperatif sebesar 1,29 µm. Sedangkan dari kelompok SMILE terdapat jumlah sebanyak 21 subjek dan hanya 1 subjek dengan data tidak lengkap. Setelah dilakukan proses matching, terdapat total 14 subjek dari masing-masing kelompok, namun pada 8 subjek didapatkan keluhan dan diagnosis sindroma mata kering, sehingga akhirnya terdapat 20 subjek yang diikutkan ke dalam penelitian ini. Karakteristik umum subjek penelitian tampak pada tabel 1. Median usia subjek penelitian adalah 20 tahun (rentang 18-29 tahun) pada kelompok FS-LASIK, dan median 19 tahun (rentang 18-30 tahun) pada kelompok SMILE. Sebanyak 60% subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki pada masing-masing kelompok. Dua belas orang (60%) memiliki tujuan melakukan tindakan untuk menghilangkan ketergantungan penggunaan kacamata.

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik FS-LASIK

(n=10 mata) SMILE (n=10 mata)

Nilai p

Usia Median

20

19

0,739

Jenis Kelamin Laki-laki (%) Perempuan (%)

6 (60%) 4 (40%)

6 (60%) 4 (40%)

1,000

Tujuan Tindakan Menghilangkan ketergantungan kacamata Persyaratan pekerjaan/ pendidikan

7 (70%) 3 (30%)

5 (50%) 5 (50%)

0,650

FS-LASIK = femtosecond laser-assisted laser in situ keratomileusis, SMILE = small incision lenticule extraction Karakteristik klinis preoperatif FS-LASIK dan SMILE meliputi spherical equivalent (SE), diameter pupil, central corneal thickness (CCT), ketebalan flap, ablation depth, optical zone (OZ), residual stromal bed (RSB), dan RMS higher-order

aberrations (HOAs) ditunjukkan pada tabel 2. Secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna pada nilai SE (p=0,938; p>0,05), CCT (p=0,309; p>0,05), OZ (p=0,353; p>0,05), ablation depth (p=0,773; p>0,05), dan RSB (p=0,167; p>0,05), serta nilai

Page 4: PERBANDINGAN INDUKSI HIGHER-ORDER ABERRATIONS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...LASIK pada simulasi pupil 6 mm. Dari tabel tersebut terdapat peningkatan yang

4

RMS HOAs preoperatif (p=0,897; p>0,05) pada kedua kelompok. Hal serupa pada kelompok data kategorik corneal epithelium wettability (p=1,000; p>0,05). Diameter pupil (p=0,897) dan ketebalan flap (120,0±8,165 dan 126,0±9,661; p=0,218) tidak terdapat perbedaan bermakna pada kedua kelompok, sekaligus menyatakan data klinis cukup homogen. Tabel 3 memaparkan tentang besarnya perubahan HOAs setelah prosedur FS-LASIK pada simulasi pupil 6 mm. Dari tabel tersebut terdapat peningkatan yang signifikan secara statistik pada RMS HOAs (p=0,016; p<0,05), aberasi koma (p=0,019; p<0,05) dan trefoil (p=0,037; p<0,05) setelah tindakan FS-LASIK. Perubahan HOAs setelah tindakan SMILE pada simulasi pupil 6 mm dipaparkan pada tabel 4, kemudian diperoleh perbedaan

perubahan RMS HOAs (p=0,001; p<0,05), aberasi koma (p=0,005; p≤0,05), dan trefoil (p=0,005; p≤0,05) yang bermakna secara statistik. Perbandingan induksi HOAs antara FS-LASIK dan SMILE pada simulasi pupil 6 mm dipaparkan pada tabel 5. Didapatkan perbedaan yang tidak bermakna secara statistik terhadap perubahan induksi HOAs antara FS-LASIK dan SMILE, walaupun induksi RMS HOAs (0.23±0,140) dan aberasi sferis (0.04±0,119) setelah prosedur SMILE lebih kecil bila dibandingkan dengan setelah dilakukan prosedur FS-LASIK (p>0,05). Dari analisis statistik tersebut diperoleh hasil induksi aberasi koma (0.20±0,169) dan trefoil (0.16±0,150) pada SMILE lebih besar daripada FS-LASIK (p>0,05).

Tabel 2. Karakteristik Klinis Preoperatif Karakteristik FS-LASIK

(n=10 mata) SMILE (n=10 mata)

Nilai p

SE Rerata ± Simpang Baku Rentang (min-maks)

-3,40 ± 1,491 -5,38-(-1,13)

-3,45 ± 1,349 -5,50-(-1,63)

0,938

Diameter Pupil Median Ketebalan Flap Median CCT Rerata ± Simpang Baku Rentang (min-maks) OZ Median Ablation Depth Rerata ± Simpang Baku Rentang (min-maks) RSB Rerata ± Simpang Baku Rentang (min-maks) RMS HOAs Rerata ± Simpang Baku Rentang (min-maks)

6,0 120,0 552,90 ± 31,473 503,0-602,0 6,42 46,74 ± 19,511 18,20-75,90 383,60 ± 39,469 325,0-453,0 0,37 ± 0,114 0,17-0,58

6,50 120,0 539,40 ± 25,941 507,0-600,0 6,34 49,12 ± 16,736 30,40-80,60 360,70 ± 31,252 306,0-399,0 0,36 ± 0,156 0,20-0,57

0,853 0,218 0,309 0,353 0,773 0,167 0,897

SE = spherical equivalent, CCT = central corneal thicknes, OZ = optical zone, RSB = residual stromal bed, RMS HOAs = root mean square higher-order aberrations

Page 5: PERBANDINGAN INDUKSI HIGHER-ORDER ABERRATIONS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...LASIK pada simulasi pupil 6 mm. Dari tabel tersebut terdapat peningkatan yang

5

Tabel 3. HOAs pada FS-LASIK (6 mm) Variabel FS-LASIK (n=10 mata) Nilai p

Preoperasi

Pascaoperasi

RMS HOAs Rerata ± SB Rentang

0,37±0,114 0,17-0,58

0,60±0,265 0,25-1,206

0,016*

Coma Rerata ± SB Rentang

0,06±0,035 0,01-0,12

0,19±0,160 0,04-0,51

0,019*

Trefoil Rerata ± SB Rentang

0,06±0,035 0,01-0,12

0,12±0,081 0,05-0,32

0,037*

SA Rerata ± SB Rentang

0,01±0,041 -0,06-0,06

0,08±0,275 -0,42-0,41

0,391

RMS HOAs = root mean square higher-order aberrations, SA = spherical aberration, SB = simpang baku

PEMBAHASAN Prosedur bedah refraktif laser kornea bertujuan menghilangkan ketergantungan penggunaan kacamata dengan mengoreksi kelainan refraksi defokus dan astigmat yang termasuk dalam komponen LOAs. Tujuan tersebut dicapai dengan mengubah permukaan anterior kornea menginduksi timbulnya HOAs pascaoperasi. Penelitian ini membandingkan induksi HOAs antara pasien miopia dan astigmat miopia yang dilakukan tindakan FS-LASIK dan SMILE yang telah dilakukan proses matchin dengan subjek penelitian meliputi 10 mata pada masing-masing kelompok. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai RMS HOAs, aberasi koma dan trefoil setelah tindakan FS-LASIK memiliki peningkatan yang signifikan secara statistik (p=0,016, p=0,019, p=0,037; p<0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Wang dkk yang memaparkan bahwa besaran RMS HOAs di anterior kornea meningkat menjadi 0,656±0,305 pada

1 bulan pascaoperasi FS-LASIK.14 Aberasi koma terjadi ketika satu berkas sinar off-axis dari satu tepi pupil difokuskan sebelum berkas sinar lain yang datang dari tepi yang berlawanan. Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan aberasi koma setelah FS-LASIK adalah lokasi hinge yang terletak di superior, iregularitas stromal bed yang dibentuk oleh profil top-hat beam dari laser excimer yang digunakan pada penelitian ini dan proses penyembuhan luka yang melibatkan proliferasi keratosit dan terbentuknya deposisi kolagen yang terutama terjadi di sepanjang tepi flap.6,15,16

Tabel 4. HOAs pada SMILE (6 mm)

Variabel SMILE (n=10 mata) Nilai p Preoperasi

Pascaoperasi

RMS HOAs Rerata ± SB Rentang

0,36±0,156 0,20-0,57

0,59±0,200 0,27-0,86

0,001*

Coma Rerata ± SB Rentang

0,06±0,021 0,02-0,09

0,26±0,159 0,08-0,66

0,005*

Trefoil Rerata ± SB Rentang

0,06±0,034 0,02-0,11

0,22±0,155 0,05-0,59

0,005*

SA Rerata ± SB Rentang

0,02±0,033 -0,05-0,06

0,06±0,144 -0,17-0,36

0,328

RMS HOAs = root mean square higher-order aberrations, SA = spherical aberration, SB= simpang baku Aberasi sferis meningkat pascaoperasi 0,08±0,275 (p=0,391) setelah FS-LASIK, hal ini disebabkan metode wavefront-guided yang diterapkan pada penelitian ini, sehingga walaupun menggunakan profil fotoablasi miopia yang menjadikan bentuk oblate pada kornea, dengan metode wavefront-guided ini proses ablasi juga akan

Page 6: PERBANDINGAN INDUKSI HIGHER-ORDER ABERRATIONS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...LASIK pada simulasi pupil 6 mm. Dari tabel tersebut terdapat peningkatan yang

6

bekerja pada pinggir zona optik sehingga akan mengurangi induksi aberasi sferis positif. Aberasi sferis juga dapat terjadi karena terjadinya sindroma mata kering akibat rusaknya saraf subbasal karena pembentukan flap pada FS-LASIK. Pada penelitian ini diameter flap yang dikerjakan pada seluruh subjek adalah 9 mm, namun karena terdapatnya corneal epithelial wettability yang positif saat kunjungan kontrol 1 bulan, maka kemungkinan induksi aberasi karena sindroma mata kering dapat disingkirkan. 6,16,17 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai RMS HOAs, aberasi koma dan trefoil meningkat signifikan secara statistik setelah prosedur SMILE (p=0,001, p=0,005, p=0,005; p<0,05). Penelitian oleh Sekundo dkk memaparkan bahwa terdapat peningkatan RMS HOAs d menjadi 0,27 μm pascaoperasi. peningkatan RMS HOAs pada penelitian ini lebih besar yaitu 0,59±0,20 μm, hal ini dikarenakan pada penelitian Sekundo mempunyai baseline RMS HOAs lebih rendah. Sebaliknya, penelitian ini memiliki peningkatan aberasi koma pascaoperasi yang lebih sedikit yaitu 0,26±0,159 μm. Peningkatan aberasi koma pada prosedur SMILE disebabkan karena desentrasi lenticule. Hal ini terjadi oleh tidak adanya sistem eye tracking pada prosedur SMILE. Aberasi koma pada penelitian Sekundo dkk lebih tinggi karena penelitian tersebut menilai keamanan, prediktabilitas dan efikasi tajam penglihatan pada pasien-pasien yang pertama kali dilakukan SMILE oleh Sekundo, berbeda dari operator pada penelitian ini telah berpengalaman melakukan prosedur SMILE. Aberasi sferis yang

meningkat (p=0,328) juga dapat disebabkan dari OZ (6,34) yang sedikit lebih kecil dari diameter pupil pada subjek kelompok SMILE (median = 6,50). Namun walaupun tetap mengubah kelengkungan anterior kornea, pembuatan lenticule SMILE menjaga bentuk prolate kornea.9,18-21

Tabel 5. Perbandingan Induksi HOAs pada FS-LASIK dan SMILE (6 mm)

Variabel Kelompok Nilai p FS-LASIK

(n=10 mata) SMILE (n=10 mata)

∆ RMS HOAs Rerata ± SB Rentang

0,23±0,250 0,13-0,52

0,23±0,140 0,07-0,45

0,983

∆ Coma Rerata ± SB Rentang

0,13±0,148 0,03-0,43

0,26±0,159 0,01-0,63

0,280

∆ Trefoil Rerata ± SB Rentang

0,07±0,097 0,02-0,31

0,16±0,150 0,04-0,53

0,075

∆ SA Rerata ± SB Rentang

0,07±0,252 -0,38-0,35

0,04±0,119 -0,12-0,31

0,715

RMS HOAs = root mean square higher-order aberrations, SA = spherical aberration, SB = simpang baku Perbandingan induksi HOAs yang terjadi setelah prosedur FS-LASIK dengan SMILE pada penelitian ini didapatkan hasil yang tidak berbeda bermakna (FS-LASIK 0,23±0,250, SMILE 0,23±0,140; p=0,983). Hal ini sesuai dengan penelitian Ye dkk yang memaparkan bahwa SMILE dan wavefront-guided FS-LASIK menginduksi HOAs yang lebih sedikit dari metode LASIK konvensional, dan tidak terdapat perbedaan bermakna antar dua prosedur tersebut kecuali induksi aberasi koma yang lebih tinggi pada prosedur SMILE. Serupa dengan penelitian oleh Shetty dkk yang

Page 7: PERBANDINGAN INDUKSI HIGHER-ORDER ABERRATIONS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...LASIK pada simulasi pupil 6 mm. Dari tabel tersebut terdapat peningkatan yang

7

memaparkan bahwa RMS HOAs meningkat pada prosedur wavefront-guided FS-LASIK dan SMILE (masing-masing bernilai 0,11 μm; p>0,05) meskipun memiliki karakteristik peningkatan pascaoperasi pada polinomial Zernike yang berbeda. Pada prosedur SMILE, peningkatan aberasi koma terjadi lebih tinggi, sedangkan setelah prosedur FS-LASIK induksi aberasi sferis lebih tinggi. Walaupun setiap polinomial Zernike mempunyai pengaruh yang berbeda pada performa visual, namun mempunyai kontribusi sebanding bila dilakukan penjumlahan pada rumus RMS, sehingga fenomena induksi aberasi ini akan saling mengkompensasi satu dengan lainnya. 4,6,22,23

Induksi aberasi sferis setelah prosedur SMILE terjadi lebih kecil dibandingkan dengan FS-LASIK walaupun tidak berbeda secara bermakna yaitu sebesar 0.04±0.119 (p=0,715; p>0,05). Hal ini disebabkan oleh permukaan anterior kornea yang berbentuk lebih prolate setelah dilakukan prosedur SMILE, sehingga berkas cahaya yang masuk dari sentral difokuskan pada titik yang terletak lebih anterior dari titik fokus berkas cahaya yang masuk dari perifer, hal ini disebut aberasi sferis negatif. Berbeda dengan permukaan anterior kornea yang akan menjadi lebih oblate setelah dilakukan fotoablasi pada prosedur FS-LASIK yang akan lebih menginduksi aberasi sferis positif, walaupun telah dikompensasi dengan metode ablasi secara wavefront-guided. Selain itu, penelitian oleh Lu dkk memaparkan bahwa aberasi okular akan terjadi 2,5 kali lebih besar pada pasien dengan sindroma mata kering, dan terjadi

peningkatan dinamis dari aberasi sferis pada 10 detik setelah berkedip. Pada prosedur SMILE tidak dilakukan pembuatan flap dan mempunyai diameter lenticule stroma lebih kecil jika dibandingkan dengan diameter flap pada FS-LASIK (9 mm), maka setelah dilakukan prosedur SMILE sebanyak 40% anyaman saraf subbasal tidak akan mengalami kerusakan sehingga komplikasi sindroma mata kering dan induksi aberasi sferis terjadi lebih kecil. 9,24,25

Berdasarkan data yang dipaparkan pada tabel 4.5, tampak kecenderungan induksi aberasi koma dan trefoil yang lebih besar pada kelompok SMILE, yaitu 0,20±0,169 dan 0,16±0,150. Prosedur SMILE bergantung pada keahlian operator dan tidak dilengkapi oleh sistem eye tracking sehingga bergantung sepenuhnya terhadap fiksasi subjektif dan kerjasama yang baik dari pasien, hal-hal ini memungkinkan terjadinya sentrasi yang kurang akurat dan desentrasi lenticule yang didiseksi. Namun tingginya induksi aberasi koma tersebut bila dibandingkan dengan kelompok FS-LASIK hasilnya tidak bermakna secara statistik (p=0,280, p=0,075), karena pada prosedur FS-LASIK faktor hinge, iregularitas stromal bed dan penyembuhan luka pada flap juga berkontribusi menginduksi aberasi koma. Aberasi trefoil merupakan bentuk HOAs yang paling banyak terdapat pada populasi dewasa normal, nilai trefoil akan berkongruensi dengan nilai RMS HOAs. Trefoil memiliki signifikansi degradasi performa visual paling kecil dibandingkan aberasi lainnya. 16,24,27,28

Page 8: PERBANDINGAN INDUKSI HIGHER-ORDER ABERRATIONS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...LASIK pada simulasi pupil 6 mm. Dari tabel tersebut terdapat peningkatan yang

8

Keterbatasan penelitian ini yaitu data diambil secara retrospektif dari rekam medis pasien dan tidak dapat dilakukan proses randomisasi.. Pengukuran stabilitas air mata hanya dilakukan secara kuantitatif dengan pemeriksaan corneal epithelial wettability, tidak dengan parameter yang lebih dapat diukur secara kuantitatif seperti pemeriksaan tear film break up time (TBUT) dan tes Schirmer. Walaupun demikian terdapat kelebihan dari penelitian ini yaitu seluruh tindakan FS-LASIK dan SMILE dilakukan oleh 1 operator yang sama dan telah berpengalaman, dan telah dilakukan matching sehingga didapatkan kriteria klinis preoperatif yang sama. SIMPULAN Simpulan pada penelitian ini adalah tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara induksi HOAs setelah dilakukan prosedur SMILE dibandingkan dengan FS-LASIK. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan secara prospektif pada kelompok subjek miopia dan astigmat rendah-sedang dengan mengontrol variabel perancu secara kuantitatif dan terukur. Penelitian lanjut yang menilai hubungan antarvariabel, seperti spherical equivalent dan parameter-parameter klinis tindakan bedah refraktif laser kornea dengan induksi HOAs pada kelompok miopia dan astigmat miopia rendah-sedang dibandingkan dengan kelompok miopia tinggi perlu dilakukan karena mungkin akan memberikan hasil kemaknaan yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Refractive Surgery Council. Laser vision correction market growth continues for third straight year, the refractive surgery council reports. [document on the internet]. USA: Refractive Surgery Council. 2019. Available from: https://americanrefractivesurgerycouncil.org/wp-content/uploads/2018/10/FINAL-RSC-Laser-Vision-Correction-Volume-10-29-18.pdf

2. Al-Zeraid FM, Osuagwu UL. Induced higher-order aberrations after laser in situ keratomileusis (LASIK) performed with Wavefront-Guided IntraLase Femtosecond Laser in moderate to high Astigmatism. BMC Ophthalmology. 2016;16(29):p.1-11.

3. Shah R. History and results indications and contraindications of SMILE compared with LASIK. Asia Pac J Ophthalmol. 2019;8:p.371-6.

4. Kligman BE, Baartman BI, Dupps WJ. Errors in treatment of lower order aberratins and induction of higher order aberrations in laser refractive surgery. Int Ophthalmol Clin. 2016;55(2):p. 19-45.

5. Sharma M, Wachler BS, Chan C. Higher-order aberrations and relative risk of symptoms after LASIK. J Refract Surg. 2007;23(3):252-6.

6. Krueger RR, Applegate RA, MacRae SM. Wavefront diagnostic and standards. Wavefront customized visual correction. US: Slack Incorporated. 2005.p.55-131.

7. Lau Y, Shih KC, Tse RH. Comparison of visual, refractive and ocular surface outcomes between small incision lenticule extraction and laser-assisted in situ keratomileusis for myopia and myopic astigmatism. Ophthalmol Ther. 2019;8:p.373-86.

Page 9: PERBANDINGAN INDUKSI HIGHER-ORDER ABERRATIONS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...LASIK pada simulasi pupil 6 mm. Dari tabel tersebut terdapat peningkatan yang

9

8. Pinero DP, Teus NA. Clinical outcomes of small incision lenticule extraction and femtosecond laser-assisted wavefront-guided laser in situ keratomileusis. J Cataract Refract Surg. 2016;42:p.1078-93.

9. Sekundo W. Wound healing after ReLEx surgery. In: Liu Y, Tan DT, Mehta JS, editors. Small incision lenticule extraction (SMILE). Switzerland: Springer;2015:p.13-25.

10. Zhang H, Wang Y, Li H. Corneal Spherical Aberration and Corneal Asphericity after Small Incision Lenticule Extraction and Femtosecond Laser-Assisted LASIK. J Ophthalmol.2017:p.1-7.

11. Lin F, Xu Y, Yang Y. Comparison of the visual results after SMILE and Femtosecond laser-assisted LASIK for myopia. J Refract Surg. 2014;30(4):p.248-54.

12. Ganesh S, Gupta R. Comparison of visual and refractive outcomes following femtosecond laser-assisted LASIK with SMILE in patients with myopia or myopic astigmatism. J Refract Surg. 2014;30(9):p.590-6.

13. Liu M, Chen Y, Wang D, Zhou Y, Zhang X. Clinical outcomes after SMILE snd femtosecond laser-assisted LASIK for myopia and myopic astigmatism: a prospective randomized comparative study. Cornea.2016;35(2):p.210-6.

14. Wang J, Ren Y, Liang K, Jiang Z, Tao L. Changes in corneal high order aberrations after femtosecond laser in situ keratomileusis. Medicine. 2017;97(18):p.1-7.

15. Chen X, Wang Y, Zhang J, Yang SN, Li X, Zhang L. Comparison of ocular higher-order aberrations after SMILE and wavefront-guided femtosecond LASIK for myopia. BMC Ophthalmology. 2017;17(1):42.

16. Sinjab MM. Cummings AB. Ocular wavefront guided treatment. In: Shaheen MS, Bardan AS, Ezzeldin H, editors. Customized Laser Vision Correction. Switzerland: Springer;2018.p.185-205.

17. Agca A, Demirok A, Cankaya KI. Comparison of visual acuity and higher-order aberrations after femtosecond lenticule extraction and small-incision lenticule extraction. Contact Lens Anterior Eye. 2014;37(4):292-6.

18. Sekundo W, Gertnere J, Bertelmann T, Solamatin I. One year refractive results, contrast sensitivity, high order aberrations and complications after myopic small incision lenticule extraction. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 2014;525:p.837-43.

19. Jin HY, Wen T, Wu F, Yao K. Comparison of visual results and higher order aberrations after small incision lenticule extraction: high myopia vs. mild to moderate myopia. BMC Ophthalmology.2017;17(118):p.1-8.

20. Kamiya K, Shimizu K, Igarashi A. Comparison of visual acuity, higher-order aberrations and corneal asphericity after refractive lenticule extraction and wavefront-guided laser-assisted in situ keratomileusis for myopia. Br J Ophthalmol. 2013;97(8):968-75.

21. Vestergaard A, Ivarsen AR, Hjortdal J. Small-incision lenticule extraction for moderate to high myopia predictability, safety and patient satisfaction. J Cataract Refract Surg. 2012;38(11):2003-10.

22. Ye MJ, Liu CY, Liao RF. SMILE and wavefront guided LASIK out compete other refractive surgeries in ameliorating the induction of higher-order aberrations in anterior cornea. J Ophthalmol. 2016;(6):1-7.

Page 10: PERBANDINGAN INDUKSI HIGHER-ORDER ABERRATIONS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...LASIK pada simulasi pupil 6 mm. Dari tabel tersebut terdapat peningkatan yang

10

23. Shetty R, Matalia H, Nandini C. Wavefront guided LASIK has comparable ocular and corneal aberrometric outcomes but better visual acuity outcomes than SMILE in myopic eyes. J Refract Surg. 2018;34(8):527-32.

24. Callosi A. Corneal asphericity and spherical aberrations: a literature review. J Refract Surg. 2007;23(5):505-14.

25. Lu N, Lin F, Huang Z. Changes of corneal wavefront aberrations in dry eye patients after treatment with artificial liubricant drops. J Ophthalmol. 2016;(3):1-11.

26. Chan TC, Wan KH, Kang DS, Tso TH, Cheng GP, Wang Y. Effect of corneal curvature on optical zone decentration and its impact on astigmatism and higher order aberrations in SMILE and LASIK. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 2019;257(1):p.233-40.

27. Hashemi H, Khabazkhoob M. Higher order aberrations in normal adult population. J of Curr Ophthal.2015;27:p.115-24.

28. Li X, Wang Y, Dou R. Aberration compensation between anterior and posterior cornea surfaces after small incision lenticule extraction and femtosecond laser-assisted keratomileusis. Ophthalmic Physiol Opt.2015;35(5):p.540-51.