PERBANDINGAN IJTIHAD YUSUF AL QARADAWI DAN...

93
i PERBANDINGAN IJTIHAD YUSUF AL-QARADAWI DAN WAHBAH ZUHAILI TENTANG ZAKAT PERUSAHAAN SKIRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah SatuSyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: NOVA SANDY PRASTYO NIM: 1112043200002 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H/2019M

Transcript of PERBANDINGAN IJTIHAD YUSUF AL QARADAWI DAN...

  • i

    PERBANDINGAN IJTIHAD YUSUF AL-QARADAWI DAN

    WAHBAH ZUHAILI TENTANG ZAKAT

    PERUSAHAAN

    SKIRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah SatuSyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Hukum (S.H)

    Oleh:

    NOVA SANDY PRASTYO

    NIM: 1112043200002

    PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1440H/2019M

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    ABSTRAK

    Nova Sandy prastyo , NIM: 1112043200002, Perbandingan Antara Yusuf

    Al-qardawi dan Wahbah Al- zuhaili Tentang Zakat Perusahaan , Program Studi

    PerbandinganMazhab, Konsentrasi Perbandingan Hukum , Fakultas Syarî‟ah dan

    Hukum,Universitas Islâm Negeri Syarîf Hidâyatullâh Jakarta, 1438 H / 2016 M.

    xv + 69 halaman + 10 halaman lampiran.

    Skripsi ini merupakan upaya untuk memaparkan sejauh mana zakat adalah

    ibadah maliyah ijtimaiyahyang berdimensi vertikal kepada Allah dan horizontal

    kepada sesama manusia. Seiring berkembangnya zaman, maka semakin kompleks

    aturan–aturan yang belom pernah di bahas dalam literatur fikih klasik, salah

    satunya adalah zakat perusahaan ,sehingga muncul pertanyaan apakah perusahaan

    di kenakan kewajiban membayar zakat?

    Selama ini zakat hanya di kenakan pada individu muslim,bukanatas nama

    kelompok atau perusahaan. Akan tetapi , Dompet peduli umat Daarut Tauhid

    (DPU-DT) adalah salah satu LAZIS yang mengelola zakat perusahaan , padahal

    masuknya perusahaan sebagai subyek zakat masih menjadi perdebatan di antara

    para ulama karena di takutkan akan terjadi zakat ganda jika perusahaan masuk

    dalam subyek zakat. Selain itu perlu kajian yang lebih mendalam untuk

    mengetahui landasan dan metode penetapan hukum atas zakat perusahaan.

    Pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep penetapan

    zakat perusahan di DPU-DT terhadap zakat perusahaan jenis penelitian ini adalah

    field research,dengan teknik metode penelitian kualitatif yang menghasilkan data

    deskriptip dan tertulis dengan menggunakan jenis penelitian nomatif yakni metode

    analisis yang memaparkan hukum yang telah tertulis dalam al-Qur‟an dan al

    Hadits yang kemudian di interpresentasikan oleh para ulama sehingga muncul

    beberapa pendapat dengan sebagai persamaan dan perbedaan,serta penelitian ini

    kepustakaan (library research) yaitu dengan mengambil referensi pustaka dan

    dokumenter yang relevan dengan masalah ini.

    Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa Dalam menetapkan

    perusahaan sebagai muzakki serta sebagai salah satu sumber zakat, DPU-DT

    menggunakan dalil- dalil umum yang memerintahkan untuk menunaikan zakat

    .selain dari dalil umum, DPU-DT juga menggunakan metode qiyas sebagai dasar

    pengambilan hukumnya. Qiyasdisini bersandarkan pada sebuah tentang zakat

    perkongsian binatang ternak karena mempunyai „Illat “suatu usaha ekonomi yang

    di kerjakan secara bersamaa/patungan.” Selain dengan zakat perkongsian binatang

    ternak zakat perusahaan juga bisa dianalogikan (diqiyaskan) dengan zakat

    perdagangan karena illatnya adalah “usaha untuk mencari keuntungan dari hasil

    jual-beli barang atau jasa”.

    Pembimbing : 1. Dr. Muhamad Taufiki, M. Ag.

    2. Muh Fudhail Rahman. MA

    Daftar Pustaka : 1915-2016 Tahun

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dipanjatkan kehadirat Allah Subhânahu Wata’âla, yang telah

    memberikan kenikmatan tiada tara kepada sekalian makhluk-Nya, yang telah

    memberikan anugerah akal kepada manusia sehingga dapat merasakan

    keagungan-Nya. Sungguh hanya dengan limpahan pertolongan-Nya akhirnya

    penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat serta salam dicurahkan

    kepada Baginda Agung Nabî akhir zamân Muhammad Sallâllâhu ‘Alaihi

    Wasallam, beserta para handai tolan, sahabat, dan umatnya, terkhusus para Ulama

    yang meneruskan estafet keilmuan sehingga ilmu Islam terus berjaya. Amin.

    Dengan segala kerendahan hati penulis sadar bahwa skripsi yang

    dihadirkan ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, penulis meyakini

    skripsi ini didalamnya terkandung informasi cukup penting, dan mengingatkan

    tentang relevansi kitab kuning dalam menghadapi era global yang penuh

    problematika berbeda dengan masa sebelumnya. Penulis bersyukur dengan

    mendalami pengetahuan melalui pengkajian kitab kuning banyak hikmah yang

    penulis dapatkan.

    Penulis membenarkan sepenuhnya bahwa skripsi yang dapat dihadirkan

    ini bukan sebatas hasil usaha sendiri, akan tetapi berkat bimbingan dan motivasi

    tulus tiada henti dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan

    terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

    1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Selaku Dekan Fakultas

    Syariah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

    Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;

    2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, Selaku Ketua Program Studi

    Perbandingan Mazhab dan Hidayatullah, MH. Selaku Sekretaris Program

    Studi Perbandingan Mazhab.

  • vii

    3. Bapak Fuad Thohari.Dr..M.Ag.selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis;

    4. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Bapak Muh Fudhail Rahman,

    MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, saran

    dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapatdiselesaikan dengan baik;

    5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)

    Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan mengajarkan„Ilmu dan

    Akhlaq yang tidak ternilai harganya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan

    studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta;

    6. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta;

    7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda, yang telah memberikan doa

    selama penulis menjalani kehidupan ini;

    8. Sahabat-sahabat seperjuangan, khususnya teman-teman Mahasiswa/i

    Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta

    angkatan2012, dan Teman-teman Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

    (PMII)Angkatan 2012 Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta;

    Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya kritikan dan

    saran sangat penulis harap kan untuk kesempatan skripsi ini serta bermanfaat bagi

    umat. Amin.

    Jakarta, 14 Mei 2019

    NOVA SANDY PRASTYO

    NIM: 1112043200002

  • viii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

    LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ....................................... ii

    LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... iii

    ABSTRAK ................................................................................................. iv

    KATA PENGANTAR ............................................................................... v

    DAFTAR ISI .............................................................................................. vi

    PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................. vii

    BAB I : PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .......................................... 1

    B. Permasalahan ........................................................... 8

    1. IdentifikasiMasalah ................................................... 9

    2. PembahasanMasalah ................................................. 9

    3. PerumusanMasalah ................................................... 9

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................ 10

    D. Tinjauan (riview) Kajian Terdahulu ........................ 11

    E. Metode Penelitian .................................................... 13

    F. Sistematika Penulisan .............................................. 14

    BAB II : WAJIB ZAKAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

    A. Pengertian danDasarHukum Zakat .......................... 16

    B. SyaratWajibdanRukun Zakat Dalam Islam ............. 25

    C. Hikmah Zakat .......................................................... 28

  • ix

    D. Zakat Badan Hukum Dalam Islam .......................... 31

    BAB III : BIOGRAFI DAN IJTIHATYUSUF AL-QARDAHAWI

    DAN WAHBAH AL-ZUHAILI TENTANG ZAKAT

    PERUSAHAAN

    A. Biografi Yusuf al-Qardhawi dan Wahbah az-Zuhaili 35

    B. Zakat Perusahaan menurut Yusuf al-Qardhawi ......... 44

    1. Definisi Perusahan menurut Yusuf al-Qardhawi.... 44

    2. Landasan dan Objek Zakat Perusahaan menurut

    Yusuf al-Qardhawi ................................................ 45

    3. Penerapan atau Cara pelaksanaan Zakat

    Perusahan menurutYusuf al-Qardhawi ................. 50

    C. Zakat Perusahaan menurut Wahbah al-Zuhaili .......... 53

    1. Definisi Perusahan menurut Wahbah al-Zuhaili ... 53

    2. Landasan dan Objek Zakat Perusahaan menurut

    Wahbah al-Zuhaili ................................................. 54

    3. Penerapan atau Cara pelaksanaan Zakat

    Perusahan menurut Wahbah al-Zuhaili ................. 59

    D. Komparasi Zakat Perusahaan Menurut yusuf

    al-Qardhawi dan Wahbah al-Zuhaili .......................... 62

    BAB IV : PERUSAHAAN SEBAGAI WAJIB ZAKAT

    A. Zakat Perusahaan ....................................................... 66

    B. Tentang Zakat Perusahaan Yusuf al-QardhawidanWahbah al-

    Zuhaili ........................................................................ 68

  • x

    C. Persamaan dan Perbedaan .......................................... 73

    BAB V : PENUTUP

    A. Kesimpulan ................................................................ 78

    B. Saran-Saran ................................................................ 79

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 80

    LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 84

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Zakat merupakan rukun ketiga yang diwajibkan atas orang Islam sebagai

    penyangga tegaknya Islam yang berkaitan dengan ekonomi keuangan dan

    kemasyarakatan (maliyah ijtimaiyah).1 Oleh karena itu, zakat selalu disejajarkan

    dengan kewajiban shalat. Seperti dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqoroh ayat 43:

    َواجَ آذُٛا اٌضَّ َٚ الجَ ٛا اٌصَّ ُّ أَلٍِ َٚ َٓ اِوِعٍ َع اٌشَّ َِ اْسَوُعٛا (.ٖٗ. )سٛسج اٌثمشج: َٚ

    Artinya:“Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta

    orang-orang yang ruku.” (QS. Al-Baqarah: 43).

    Demikian pula di dalam Al-Qur‟an Surat Al-Hajj ayat 78:

    َُ ُْ فَِْٕع الُو ْٛ َِ َٛ ُ٘ ِ ٛا تِاَّللَّ ُّ اْعرَِص َٚ َواجَ آذُٛا اٌضَّ َٚ الجَ ٛا اٌصَّ ُّ َُ إٌَِّصٍشُ فَؤَلٍِ ِْٔع َٚ ٌَى ْٛ َّ ٌْ )سٛسج . ا

    (.87اٌحح:

    Artinya:“Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah

    kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah

    Sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.” (QS. Hajj: 78).

    Zakat merupakan suatu ibadah berdimensi sosial yang membutuhkan

    pemahaman terhadap ketauhidan, kesadaran dan toleransi yang tinggi terhadap

    sesama manusia dalam pelaksanaannya.

    Menurut M.A Mannan2 zakat mempunyai enam prinsip yaitu:

    1. Prinsip keyakinan keagamaan yaitu bahwa orang yang membayar zakat

    merupakan salah satu manifestasi dari keyakinan agamanya;

    1 Didin Hafiduddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press,

    2012), h.1.

    2 Mannan, Islamic Economics: Theory and Practice. Lahore. 1970. h. 91.

  • 2

    2. Prinsip pemerataan dan keadilan; merupakan tujuan sosial zakat yaitu

    membagi kekayaan yang diberikan Allah lebih merata dan adil kepada

    manusia.

    3. Prinsip produktifitas; menekankan bahwa zakat memang harus dibayar

    karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu setelah lewat

    jangka waktu tertentu.

    4. Prinsip nalar; sangat rasional bahwa zakat harta yang menghasilkan itu

    harus dikeluarkan.

    5. Prinsip kebebasan; zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas

    6. Prinsip etika dan kewajaran; yaitu zakat tidak dipungut secara semena-

    mena.

    Dalam perbincangan perspektif fikih klasik, kewajiban zakat tidak pernah

    menjadi bahan yang diperdebatkan oleh kalangan ulama. Hal ini disebabkan

    karena dasar kewajiban dari ibadah ini sangat jelas baik berdasarkan al-Quran

    maupun hadits Nabi.

    Seiring dengan berkembangnya zaman, tentu akan banyak timbul

    permasalahan-permasalahan dalam syariat yang mungkin tidak ditemukan pada

    zaman dahulu. Oleh karena itu, terjadilah masalah-masalah baru yang belum

    diatur dalam literatur fikih klasik, salah satunya adalah zakat perusahaan.

    Dari sinilah berkembang pemahaman para tokoh Islam dalam memahami

    makna objek zakat dengan alasan tidak adanya nash yang menunjukkan adanya

    pembatasan sumber-sumber zakat. Semuanya ditampilkan dalam lafadh ain yang

    mencakup seluruh individu. Berdasarkan keumuman zakat tersebut, maka semua

  • 3

    hasil usaha atau hasil bumi dikenakan kewajiban zakat termasuk di dalamnya

    zakat perusahaan.

    Inilah yang membuat pemikir Islam abad ini Yusuf al-Qardhawi dan

    Wahbah az-Zuhaili kemudian menggali aturan-aturan baru dengan bersandar pada

    dalil-dalil yang umum. Ini pula yang menjadi alasan diangkatnya pemikiran Yusuf

    al-Qardhawi karena beliaulah ulama saat ini yang sangat populer dan ahli dalam

    masalah zakat. Melalui buku beliau yang berjudul Fiqh az-Zakah. Demikian pula

    Wahbah az-Zuhaili yang kemasyhurannya sudah dikenal oleh masyarakat Islam

    saat ini, melalui bukunya al-Fikh al-Islami Wa Adillatuhu.

    Perbincangan awal mengenai zakat (muktamar zakat) atas sumber yang

    diikhtilafkan dimulai pada tahun 1984 yang diadakan di Kuwait. Beberapa harta

    yang kemudian disepakati sebagai wajib zakat adalah perusahaan, saham dan

    obligasi serta harta-harta al-mustaghallat (harta yang diusahakan).3

    Meskipun demikian, masih ada sebagian yang berpendapat bahwa zakat

    perusahaan tidak wajib dikeluarkan karena tidak ada teks yang mewajibkannya.

    Dengan alasan ini pula, para ulama fikih generasi pertama tidak mewajibkan

    zakat, bahkan mereka menyatakan bahwa tidak wajib zakat terhadap rumah

    tempat tinggal, alat kerja, hewan transportasi, perabotan rumah, dan sebagainya.

    Adapun yang menjadi landasan hukum bagi yang mengatakan bahwa

    zakat perusahaan wajib adalah berpegang kepada nash-nash yang bersifat umum,

    seperti yang termaktub dalam surah al-Baqarah ayat 267:

    3 Didin Hafiduddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press,

    2012), h.101.

  • 4

    اَل ذَ َٚ َٓ اْْلَْسِض ِِ ُْ ا أَْخَشْخَٕا ٌَُى َّّ ِِ َٚ ُْ ا َوَسْثرُ َِ ْٓ غٍَِّثَاِخ ِِ ْٔفِمُٛا ُٕٛا أَ َِ َٓ آَ َا اٌَِّزٌ ٛا ٌَا أٌَُّٙ ُّ َّّ ٍَ

    ٌَْخثٍَِث ٍذ ا ِّ ًٌّ َح َ َغِٕ َّْ َّللاَّ ٛا أَ ُّ اْعٍَ َٚ ِٗ ُعٛا فٍِ ِّ ْْ ذُْغ ِٗ ااِلَّ أَ ُْ تِآَِخِزٌ ٌَْسرُ َٚ َْ ْٕفِمُٛ ُْٕٗ ذُ . )سٛسج ِِ

    (.8ٕٙاٌثمشج:

    Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)

    sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari

    apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah

    kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan

    daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya

    melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan

    ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-

    Baqarah: 267).

    Allah juga berfirman dalam surah at-Taubah ayat 103:

    ُ َّللاَّ َٚ ُْ ٌَُٙ ٓ َّْ َصاَلذََه َسَى ُْ اِ ِٙ ٍْ ًِّ َعٍَ َص َٚ ُْ تَِٙا ِٙ ٍ ذَُضوِّ َٚ ُْ ُْ َصَذلَحً ذُطَُِّٙشُ٘ ِٙ اٌِ َٛ ِْ ْٓ أَ ِِ ٍع ُخْز ِّ َس

    ُ (.ٖٓٔاٌرٛتح: . )سٛسج َعٍٍِ

    Artinya:“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu

    kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah

    untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman

    jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha

    mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103).

    Ada juga hadits yang diriwayat oleh Imam Bukhari (hadits ke-1448 dan

    dikemukakan kembali dalam hadits ke-1450 dan 1451)4 dari Muhammad bin

    Abdillah al-Anshari dari bapaknya ia berkata bahwa Abu Bakar r.a telah menulis

    sebuah surat yang berisikan kewajiban yang diperintahkan oleh Rasulullah saw:

    َذلَحِ ٍع َخْشٍَحَ اٌَصَّ ِّ ْدرَ ُِ َٓ ٍْ ُق تَ اَل ٌُفَشَّ َٚ ٍق رَفَشِّ ُِ َٓ ٍْ ُع تَ َّ اَل ٌُْد َٚ

    Artinya:“Dan janganlah disatukan (dikumpulkan) harta yang mula-mula

    berpisah. Sebaliknya jangan pula dipisahkan harta yang pada

    mulanya bersatu karena takut mengeluarkan zakat.”

    4 Shahih Bukhari, Riyadh: Daar el-Salaam, 2000, h. 114.

  • 5

    ٌَِّٛحِ ا تِاٌسَّ َّ ٍَُْٕٙ ِْ تَ ا ٌَرََشاَخَعا َّ ُ َّٙ ِٓ فَبِٔ ٍْ ْٓ َخٍٍِطَ ِِ َْ ا َوا َِ َٚ

    Artinya:“Dan harta yang disatukan dari dua orang yang berkongsi, maka

    dikembalikan kepada keduanya secara sama.”

    Hadits tersebut pada awalnya berdasarkan asbab al-wurud-nya adalah

    hanya berkaitan dengan perkongsian pada hewan ternak sebagaimana

    dikemukakan dalam berbagai kitab fikih.5 Akan tetapi dengan dasar qiyas

    (analogi) dipergunakan pula untuk berbagai syirkah dan perkongsian serta kerja

    sama usaha dalam berbagai bidang. Apalagi syirkah dan perkongsian itu

    merupakan kegiatan usaha yang sangat dianjurkan oleh ajaran Islam.

    Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Abu Dawud,6 dari

    Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:

    ٍِْٕ ْٓ تَ ِِ ا َصاِحثَُٗ فَبَِرا َخأَُٗ َخَشْخُد َّ ْٓ أََحُذُ٘ ُْ ٌَُخ ا ٌَ َِ ِٓ ٍْ ِشٌَى َ ٌَمُُٛي أََٔا ثَاٌُِث اٌشَّ َّْ َّللاَّ ااِ َّ ِٙ

    Artinya:“Sesungguhnya Allah SWT berfirman: Aku adalah pihak ketiga

    dari dua orang yang berkongsi (berserikat) selama salah satunya

    tidak berkhianat kepada yang lainnya. Jika terjadi pengkhianatan,

    maka Aku akan keluar dari mereka.”

    Berdasarkan hadits-hadits tersebut, keberadaan perusahaan sebagai wadah

    usaha menjadi badan hukum. Maka dari itu, Muktamar Internasional Pertama

    tentang Zakat di Kuwait menyatakan bahwa kewajiban zakat sangat terkait

    dengan perusahaan, dengan catatan antara lain adanya kesepakatan sebelumnya

    antara pemegang saham agar terjadi keridhaan dan keikhlasan ketika mengelu

    5 Abu Ubaidah al-Qasim bin Salam, al-Amwal, (Beirut: Dar el-Kutub al-Ilmiyyah, 1986),

    h. 398.

    6 Sunan Abi Daud, (Riyadh: Dar el-Salam, 2000), h. 1476, hadits no. 3383.

  • 6

    arkannya. Kesepakatan tersebut seyogyanya dituangkan dalam aturan perusahaan

    sehingga sifatnya menjadi mengikat.7

    Perusahaan menurut hasil muktamar tersebut termasuk ke dalam syakhsan

    i‟tibaran (badan hukum yang dianggap orang) atau syakshiyyah hukmiyyah

    menurut Mustafa Ahmad Zarqa.8 Oleh karena di antara individu itu kemudian

    timbul transaksi, meminjam, menjual, berhubungan dengan pihak luar dan juga

    menjalin kerja sama. Segala kewajiban dan hasil akhirnya dinikmati bersama

    termasuk di dalamnya kewajiban kepada Allah Swt dalam bentuk zakat.

    Dalam Kitab Fikih Zakat, Yusuf al-Qardhawi menyebutkan bahwa telah

    menjadi kesepakatan ulama tentang kewajiban zakat yang tidak disebutkan

    langsung oleh Rasulullah Saw secara tekstual, tetapi para ulama menetapkannya

    menggunakan qiyas. Seperti zakat emas, menurut Imam Syafi‟i adalah qiyas

    terhadap perak.

    Zakat harta perniagaan diqiyaskan dengan uang. Zakat kuda menurut

    madzhab Hanafi diqiyaskan dengan zakat hewan lainnya yang telah disebutkan

    secara tekstual. Zakat madu menurut madzhab Hanbali diqiyaskan dengan

    pertanian. Zakat barang tambang menurut mereka diqiyaskan dengan emas, perak,

    dan sebagainya seperti yang tercantum dalam buku-buku fiqh. Ini pulalah yang

    menjadi alasan mengapa Yusuf al-Qardhawi mewajibkan zakat perusahaan.

    Wahbah az-Zuhaili dalam bukunya fikih islam wa adillatuhu mengatakan

    bahwa sekalipun jumhur fuqaha tidak menyatakan akan wajibnya zakat

    7 Didin Hafiduddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002),

    h. 101. 8 Musatafa Ahmad Zarqa, al-Fiqh al-Islamy Fi Tsaubihi al-Jadid, juz III, (Damaskus:

    1948), h. 277.

  • 7

    perusahaan, akan tetapi beliau tetap berpandangan bahwa zakat perusahaan wajib

    dikeluarkan. Dengan alasan, karena adanya illat (sebab) diwajibkannya zakat

    terhadap perusahaan yaitu an-namaa‟ (bertambah).

    Hukum agama senantiasa berlaku bersama illatnya, ada maupun tidak ada.

    Demikian juga dikarenakan adanya hikmah disyariatkannya zakat di dalamnya

    yaitu membersihkan bagi orang-orang yang memiliki harta itu sendiri. Demikian

    pula membuat senang orang-orang yang membutuhkan dan ikut serta dalam

    memberantas kemiskinan yang sedang digalakkan oleh organisasi-organisasi di

    dunia saat ini.9

    Merujuk pada Seminar Zakat I di Kuwait, bahwa untuk menghindari

    terjadinya zakat ganda, maka bila perusahaan membayar zakat kekayaannya,

    maka pemilik saham tidak diwajibkan lagi membayar zakat sahamnya, begitupun

    sebaliknya jika perusahaan tidak membayar zakat kekayaannya maka diwajibkan

    para pemilik modal untuk membayarkan zakat sahamnya masing-masing.

    Pernyataan ini jelas mengatakan bahwa zakat perusahaan merupakan zakat yang

    diwajibkan atas kepemilikan harta para shareholder terhadap perusahaan

    bersangkutan.

    Penilaian dan perhitungan zakat kontemporer tidak terlepas dari dua

    landasan utama, yaitu hukum dan dasar-dasar zakat harta serta dasar-dasar

    akuntansi bagi perlakuan, penilaian, dan perhitungan zakat. Apapun metode

    penilaian dan perhitungan zakat, ketentuan umum dan dasar fiqh zakat menjadi

    landasan utama pengembangannya termasuk keseragaman pemahaman bahwa

    9 Wahbah az-Zuhaili, Fikih Islam wa adillatuhu (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 278.

  • 8

    Islam hanya mengenakan pribadi-pribadi muslim sebagai subjek zakat sehingga

    pemahaman zakat perusahaan bukan perusahaan sebagai subjek zakat layaknya

    subjek pajak, melainkan zakat atas kekayaan para pemilik modal perusahaan

    (shareholder) yang dihitung berdasarkan kekayaan pada perusahaan dan besarnya

    zakat shareholder berdasarkan proporsi kepemilikannya terhadap asset perusahaan

    dengan memperhatikan azas-azas perhitungan zakat yang tunduk terhadap hukum

    dan dasar-dasar fiqh zakat.

    Secara umum pendapat Yusuf al-Qardhawi dan Wahbah az-Zuhaili hampir

    sama. Baik dalam definisi perusahaan, objek zakat perusahaan maupun cara

    perhitungan zakat perusahaan.

    Mereka berbeda dalam beberapa keadaan, di antaranya, Yusuf al-

    Qardhawi membagi perusahaan menjadi dua, yaitu perusahaan yang bergerak di

    bidang investasi (penyewaan) 10% atau 5% dan perusahaan yang bergerak di

    bidang perdagangan 2,5%. Adapun Wahbah az-Zuhaili hanya mengenakan zakat

    pada perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan yaitu 2,5%.

    Berdasarkan keterangan di atas, penulis merasa tertarik untuk membahas

    zakat perusahaan. Oleh karena itu, penulis mengambil judul skripsi

    “PERBANDINGAN ANTARA IJTIHAD YUSUF AL-QARADAWI

    DAN WAHBAH ZUHAILI TENTANG ZAKAT PERUSAHAAN’’

    B. Permasalahan

  • 9

    1. Indetifakasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka identifikasi

    masalahnya sebagai berikut:

    1. Adanya perbedaan pendapat antara Yusuf Al-Qardhawi dan Wahbah Zuhaili

    dalam presentase kadar zakat ;

    2. Yusuf Al-Qardhawi membagi perusahaan menjadi dua, sedangkan wahbah

    zuhaili tidak;

    3. Apa alasan Yusuf Al-Qardhawi membagi perusahaan yang wajib membayar

    zakat menjadi dua?

    4. Mengapa Wahbah Zuhaili tidak membagi perusahaan yang wajib

    mengeluarkan zakat?

    5. Apakah perusahaan wajib mengeluarkan?

    6. Bagaimana status perusahaan yang tidak mengeluarkan zakat?

    7. Apakah pajak perusahaan terhadap Negara bisa dikategoriakn sebagai zakat

    perusahaan?

    8. Apa alasan masing-masing ulama dalam menetapkan kadar zakat

    perusahaan?

    2. Pembatasan Masalah

    Berdasarkan Identifikasi Masalah yang penulis kemukakan di atas, agar

    permasalahan yang akan penulis bahas tidak meluas, maka penulis membatasinya

    hanya sekitar mengenai zakat perusahaan menurut Yusuf Al-Qardhawi dan

    Wahbah Zuhaili saja.

  • 10

    Dalam syari‟ah dalil utama yang harus digunakan dalam menyimpulkan

    adanya hukum atau tidak adanya hukum adalah al-Qur‟an al-Karim dan al-Hadist.

    Al-Quran al-Karim adalah mutlak hukumnya yang turun dari Allah Subhânahû

    Wata‟âlâ, sedangkan Al-Hadist adalah sabda Nabi Sallâllahu „Alaihi Wasallam

    yang ma‟sûm. Oleh sebab itu penulis akan melihat pendapat Yusuf Al-Qardhawi

    dan Wahbah Zuhaili dalam menyimpulkan presentase kadar zakat perusahaan.

    Fokus penelitian ini terbatas pada masalah Zakat Perusahaan menurut

    Yusuf Al-Qardhawi dan Wahbah Zuhaili serta melihat dalil-dalil yang digunakan

    dalam menyimpulkan suatu hukum yang sama-sama bersumber dari al-Qur‟an al-

    Karim dan al-Hadist Nabi Sallâllahu „Alaihi Wasallam.

    3. Rumusan Masalah

    Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas dan dalam rangka

    mempermudah penulis dalam menganalisa permasalahan, penulis merumuskan

    masalahnya sebagai berikut:

    a. Bagaimana Ijtihad Yusuf al-Qaradhawi dan Wahbah az-Zuhaili tentang

    Hukum Zakat Perusahaan?

    b. Bagaimana Bentuk Persamaan dan perbedaan Ijtihad antara Keduanya

    Tentang Zakat Perusahaan?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Dalam penulisan ini, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh

    penulis, dan tujuan yang dimaksud adalah:

    1. Mengetahui Ijtihad Yusuf al-Qardhawi dan Wahbah az-Zuhaili tentang

    Hukum Zakat Perusahaan.

  • 11

    2. Mengetahui Bentuk Persamaan dan Perbedaan Ijtihad antara keduanya

    tentang zakat perusahaan.

    Adapun manfaat atau kegunaan penelitian ini adalah:

    a. Manfaat Teoritis

    Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan memperkaya

    khazanah fikih zakat yang ada. Menambah dan memberikan sumbangan positif

    dalam memperdalam fikih zakat.

    b. Manfaat Praktis

    Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Bagi masyarakat umum, hasil penelitian ini berguna untuk memahami

    hukum zakat perusahaan, sehingga masyarakat sadar dan terdorong untuk

    mengeluarkan zakat dari perusahaan mereka.

    2. Bagi Praktisi Hukum Islam, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

    panduan dalam memperdalam pemahaman terhadap fikih zakat terutama

    dalam zakat perusahaan.

    3. Bagi penulis, hasil penelitian ini berguna untuk menambah khazanah fikih

    zakat khususnya zakat perusahaan dan sebagai syarat untuk mendapatkan

    gelar sarjana Syariah.

    D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

    Untuk mengetahui kajian terdahulu yang telah di tulis oleh yang

    lainnya,maka penulisan me-riview beberapa skripsi,buku dan jurnal terdahulu

  • 12

    yang pembahasannya hampir sama dengan pembahasan yang penulis

    angkat.dalam hal ini penulis menemukan beberapa skripsi, yaitu;

    1. Skripsi berjudul Perusahaan Sebagai Muzakki (Studi di Dompet Peduli

    Umat Daarul Tauhid Yogyakarta), yang ditulis oleh Muhammad Rif‟an

    Muhajirin. Dalam skripsi ini Muhammad Rif‟an Muhajirin Menyimpulkan

    Bahwa dalam menetapkan perusahaan sebagai muzakki serta sebagai salah

    satu sumber zakat, DPU-DT Yogyakarta menggunakan dalil–dalil umum

    yang memerintahkan untuk memunaikan zakat. Selain dalil umum DPU-

    DT Yogyakarta juga menggunakan metode qiyas sebagai dasar pengambilan

    hukumnya. Qiyas di sini berdasarkan pada sebuah hadits tentang zakat

    pengkosian binatang ternak karena mempunyai „illat “ suatu usaha ekonomi

    yang di kerjakan secara bersama/patungan”. Selain dengan zakat pengkosian

    binatang ternak zakat perusahan juga bisa dianalogikan (diqiyaskan) dengan

    zakat perusahaan, karena „illatnya adalah “usaha untuk mencari keuntungan

    dari hasil jual-beli barang atau jasa.”10

    2. Skripsi berjudul Analisis Perlakuan Akuntansi Zakat Perusahaan Pada Bank

    Syariah di Indonesia yang ditulis oleh ERIC Nurcayo Atmahadi. Dalam

    skripsi ini ERIC Nurcayo Atmahadi menyimpulkan bahwa masih banyaknya

    perbedaan dan kekurangan dalam pelaporan akuntasi zakat, khususnya zakat

    perusahan pada bank umum syariah di indonesia. Proposi dalam

    pengumpulan dan penggunaan zakat total dari umum bank syariah juga

    menunjukan beberapa segmen yang paling dominan. Hasil penelitian ini

    10

    Rif‟an Muhajirin, Perusahaan Sebagai Muzakki (Studi di Dompet Peduli Umat Daarul

    Tauhid Yogyakarta), Skripsi Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga,

    Yogyakarta, 2009.

  • 13

    juga menunjukan besaran dana zakat yang telah di kumpulkan serta di

    realisasi dana zakat yang telah di gunakan. Sebagai tambahan penelitian ini

    juga menunjukan besaran potensi zakat perusahan yang cukup besar yang

    berasal dari bank umum syariah di Indonesia.berdasarkan dari hasil- hasil di

    atas sebaiknya Indonesia menetapkan suatu regulasi khususnya berdasarkan

    akuntasi yang secara komprehensif mengatur praktik dan pelakuan akuntasi

    zakat perusahandi indonesia.11

    E. Metode Penelitian

    1. Metode Penelitian

    Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan analisa deskriptif

    komparatif yaitu memparkan permasalahan zakat perusahaan secara umum,

    kemudian menganalisa pendapat Yusuf al-Qardhawi dan Wahbah az-Zuhaili

    untuk mengambil sebuah kesimpulan sehingga ditemukan kejelasan hukum zakat

    perusahaan.

    2. Jenis penelitian

    Penelitian ini berbentuk penelitian kepustakaan. Yaitu dengan

    mengumpulkan data, baik berupa buku, artikel maupun data-data tertulis lainnya

    yang terdapat di perpustakaan yang berhubungan dengan zakat perusahaan.

    3. Teknik Penelitian

    11

    Eric Nurcahyo Atmahadi, Analisis Perlakuan Akutansi Zakat Perusahaan Pada Bank

    Syariah di Indonesia, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Depok, 2013.

  • 14

    Teknik penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah mengkaji sumber

    data dari berbagai referensi yang ada. Dengan cara menelusuri sumber dan data

    mengenai zakat perusahaan. Adapun sumber data itu terbagi menjadi dua bagian:

    a. Pengumpulan Data

    Dalam pengumpulan data penulis menggunakan data kuantitatif dengan

    sumber data yang tertulis. Data tersebut diklarifikasikan berdasarkan

    keontetikannya dalam sumber data primer dan sumber data skunder.

    b. Pengolahan dan Analisa Data

    Setelah data-data terkumpul, penulis mengamatinya secara cermat dan

    disusun secara sistimatis dan logis sebagai suatu kesimpulan.

    c. Teknis Penulisan

    Teknik penulisan dalam skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman

    Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta 2012.”

    F. Sistematika Penulisan

    Mengenai sistematika penulisan skripsi ini, secara umum penulis akan

    menyusun ke dalam empat bab. Dimulai dengan:

    Bab I Berisi tentang pendahuluan yang menampilkan latar belakang

    masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat

  • 15

    penulisan, metode, jenis dan teknik penelitian, dan sistematika

    penulisan.

    Bab II Berisi tentang wajib zakat dalam perspektif hukum Islam,

    menguraikan pengertian dan dasar hukum zakat, syarat wajib dan

    rukun zakat dalam Islam, hikmah zakat, dan zakat badan hukum

    dalam Islam.

    Bab III Adalah biografi dan pendapat Yusuf al-Qardhawi dan Wahbah az-

    Zuhaili tentang zakat perusahaan. Menjelaskan biografi Yusuf al-

    Qardhawi dan Wahbah az-Zuhaili, zakat perusahaan menurut

    Yusuf al-Qardhawi, zakat perusahaan menurut Wahbah az-Zuhaili,

    dan komparasi zakat perusahaan menurut Yusuf al-Qardhawi dan

    Wahbah az-Zuhaili.

    Bab IV Perusahaan sebagai wajib zakat. Pemikiran Yusuf al-Qardhawi dan

    Wahbah az-Zuhaili, persamaan dan perbedaan dari kedua ulama

    tersebut.

    Bab V Berisi tentang kesimpulan Setelah memahami secara keseluruhan

    isi dari penelitian ini, maka pada bab lima penulis menempatkan

    kesimpulan secara umum dari uraian-uraian yang sudah

    disampaikan, kemudian dilanjutkan dengan saran-saran dari

    penulis.

  • 16

    BAB II

    WAJIB ZAKAT DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM

    A. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat

    1. Pengertian Zakat

    Zakat ditinjau dari segi bahasa (etimologi) berasal dari kata “zaka” yang

    berarti berkembang, berkah, tumbuh, bersih dan suci dan baik.12

    Dalam kitab “Kifayatul Akhyar” disebutkan:

    اٌضواج فى اٌٍغح إٌّٛ ٚاٌثشوح ٚوثشج اٌخٍش.ٖٔ

    Artinya: “Zakat menurut bahasa artinya tumbuh, berkah, dan banyak

    kebaikan”.

    Hammudah Abdalati mengartikan zakat dengan kesucian. Begitu juga

    dengan Imam an-Nawawi dan Abu Muhammad Ibnu Qutaibah, mengartikan zakat

    sebagai kesuburan dan penambahan. Makna ini diambil dari kata zakah. Begitu

    juga Abdul Hasan Al-Walidi mengartikan bahwa zakat mensucikan, memperbaiki

    dan menyuburkan harta.14

    Harta yang dikeluarkan untuk zakat dinamakan zakat karena zakat itu

    mensucikan diri dari kotoran kikir dan dosa. Zakat itu juga menyuburkan harta

    atau memperbanyak pahala bagi mereka yang mengeluarkan. Zakat juga dapat

    menyuburkan dan mensucikan masyarakat. Sebab zakat itu sendiri merupakan

    manifestasi dari sikap gotong royong antara orang kaya dan fakir miskin dan

    12 Sesuatu itu zaka berarti tumbuh dan berkembang dan seseorang itu zaka berarti orang

    itu baik. Lihat Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakat, Terj. Salman Harun, Didin Hafidudin, dan

    Hasanuddin, Hukum Zakat, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2002), h. 34. 13

    Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad Al-Khusaini, Kifayatul Akhyar, Juz I,

    (Bandung: Syrirkah Al-Ma‟arif Lithab‟i , t.th), h. 172 14

    Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT. Pustaka, 1999), h. 3-4.

  • 17

    sebagai bentuk perlindungan bagi masyarakat dari bencana kemasyarakatan yaitu

    kemiskinan kelemahan baik fisik maupun mental.15

    Karena itu zakat akan

    mensucikan pahala. Sebagaimana firman Allah dalam surat at-Taubah 103 yang

    artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

    membersihkan dan mensucikan mereka”.16

    Adapun zakat menurut terminologi (istilah) syara‟ terdapat beberapa

    pandangan. Dalam Ensiklopedi Al-Qur‟an misalnya menyebutkan zakat menurut

    istilah hukum Islam adalah mengeluarkan sebagian harta, diberikan kepada yang

    berhak menerimanya supaya harta yang tinggal menjadi bersih dan orang-orang

    yang memperoleh harta menjadi suci jiwa dan tingkah laku.17

    Dalam kitab fiqhuz zakat, Yusuf al-Qardhawi mendefinisikan zakat secara

    istilah sebagai berikut:

    حصح اٌّمذسج ِٓ اٌّاي اٌرى فشظٙا َّللا اٌّسرحفٍٓ وّا ذطٍك اٌضواج فً اٌششذ: ذطٍك عٍى اٌ

    عٍى ٔفس اخشاج ٘زٖ اٌحصح.ٔ7

    Artinya: “Zakat secara istilah adalah sejumlah harta tertentu yang

    diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak

    disamping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri”.

    Abu Yahya Zakariya Al-Anshari dalam kitab Fathul Wahab menyebutkan:

    اٌضواج ششعا اسُ ٌّا ٌخشج ِٓ ِاي أٚ تذْ عٍى ٚخٗ ِخصٛص.ٔ9

    Artinya: “Zakat menurut syara‟ adalah sesuatu nama dari harta atas

    badan yang dikeluarkan menurut syara‟ yang telah ditentukan”.

    15

    Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Zakat, h. 8-9. 16

    Departemem Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama RI,

    1993), h. 2917. 17

    Fahrudin HS, Ensiklopedi Al-Qur‟an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 618. 18

    Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakat, (Bairut: Muassasah Ar-Risalah, 1991), h. 37-38. 19

    Abu Yahya Zakariya Al-Anshori, Fathul Wahab, (Bandung: Syirkah Al-Ma‟arif, t.th),

    hl. 102.

  • 18

    Sedangkan dalam kitab Nailul Authar karya Muhammad Al-Syaukani

    disebutkan:

    اٌضواج: اعطاء خضء ِٓ إٌصاب اٌى فمٍش ٚٔحٖٛ غٍش ِرصف تّأع ششعً ٌّٕع ِٓ

    اٌصشف اٌٍٗ.ٕٓ

    Artinya: “Zakat adalah pemberian sebagian harta yang telah mencapai

    nisabnya kepada orang fakir dan sebagainya dan tidak mempunyai

    sifat yang dapat dicegah syara‟ untuk mentasarufkan keduanya”.

    Pemberian (i‟tha) pada sasaran zakat yang dimaksudkan dari pengertian di

    atas ditujukan untuk orang yang membutuhkan yakni orang fakir dan miskin.

    Madzhab Syafi‟i merumuskan zakat sebagai sebuah ungkapan untuk

    keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus. Sedangkan madzhab

    Hambali, zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk

    kelompok yang khusus pula. Yang dimaksud pernyataan “wajib” berarti bahwa

    zakat tersebut bukan sunnat, seperti halnya mengucapkan salam atau

    mengantarkan jenazah. Pernyataan “harta” berarti bahwa zakat bukan berupa

    jawaban terhadap salam. Pernyataan “khusus” berarti bahwa harta yang dizakati,

    bukan harta yang berstatus wajib, artinya harta itu bukan harta yang harus

    dibayarkan untuk utang atau untuk memberi nafkah pada keluarga. Pernyataan

    “kelompok yang khusus” berarti bahwa mereka bukan ahli waris pemberi zakat.21

    Adapun mazhab Maliki mendefinisikan zakat menurut syara‟ adalah

    “mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah

    mencapai nisab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang

    20

    Muhammad Al-Syaukani, Nailul Authar, Juz 3, (Bairut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah,

    1995), h.124. 21

    Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, Terj. Agus Efendi dan Bahruddin

    Fannany, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2000), h. 84-85.

  • 19

    yang berhak menerimanya (mustahiq) nya. Dengan catatan, kepemilikan itu penuh

    dan mencapai hawl (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian. Begitu

    juga madzhab Hanafi, mendefinisikan zakat dengan menjadikan sebagian harta

    yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang

    ditentukan oleh syari‟at karena Allah swt. Kata “menjadikan sebagian harta

    sebagai milik” (tamlik) dalam definisi di atas dimaksudkan sebagai penghindaran

    dari kata ibahah (pembolehan).22

    Sedangkan zakat dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 38

    tahun 1999 tentang pengelolaan zakat diformulasikan sebagai harta yang wajib

    disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim

    sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak

    menerimanya.23

    Sementara itu, Al-Qur‟an menyebutkan zakat dengan berbagai istilah,

    tetapi maksudnya adalah zakat. Kata tersebut adalah sadaqah. Misalnya firman

    Allah dalam surat At-Taubah ayat 60 dan 103. sadaqah berasal dari kata sadaqah

    yang berarti “benar” menurut terminologi syari‟at. Pengertian sadaqah sama

    dengan pengertian infaq termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya.

    Hanya saja, jika infaq dengan materi sedangkan sadaqah memiliki arti luas,

    menyangkut hal yang bersifat non material. Hadis riwayat Imam muslim dan Abu

    Dzar Rasulullah menyatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah dengan harta

    22

    Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, h. 83-84. 23

    Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan

    Zakat, Bazis, Kudus, 2001, h. 3.

  • 20

    maka membaca tasbih, takbir, tahmid, tahlil dan melakukan kegiatan amar ma‟ruf

    nahi munkar adalah sedekah.24

    Adapun kata infaq, kadangkala juga dimaksudkan zakat sebagaimana

    firman Allah:

    ْٔفِمُٛا ُٕٛا أَ َِ َٓ آَ َا اٌَِّزٌ َٓ اْْلَْسضِ ٌَا أٌَُّٙ ِِ ُْ ا أَْخَشْخَٕا ٌَُى َّّ ِِ َٚ ُْ ا َوَسْثرُ َِ ْٓ غٍَِّثَاِخ . . . )سٛسج ِِ

    (.8ٕٙاٌثمشج:

    Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)

    sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari

    apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu”. (QS. Al-

    Baqarah: 267).25

    Kata infaq tidak mengandung arti zakat maka menurut terminologi syari‟at

    berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan atau penghasilan untuk

    suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nishabnya,

    infaq tidak mengenal nishab. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman

    baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah disaat lapang maupun

    sempit. Jika zakat harus diberikan kepada mustahiq tertentu (8 asnaf) maka infaq

    boleh diberikan kepada siapapun juga.26

    Menurut Quraisy Shihab yang perlu diperhatikan bahwa zakat adalah satu

    ketetapan Tuhan menyangkut harta, bahkan sadaqah dan infaqpun demikian.

    Karena Allah menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan untuk umat

    manusia seluruhnya maka harta harus diarahkan guna kepentingan bersama.27

    24

    Didin Hafidhudin, Panduan Praktis Tentang Zakat Infaq Sedekah, (Jakarta: Gema

    Insani, 1998), h. 15. 25

    Departemem Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 67. 26

    Didin Hafidhudin, Panduan Praktis Tentang Zakat Infaq Sedekah, h. 14-15. 27

    Quraish Shihab, Membumikan Al Qur‟an, (Bandung: Mizan, 1994), h. 232.

  • 21

    Berdasarkan pendapat dan ketentuan di atas, zakat merupakan perintah

    Tuhan untuk menciptakan kesejahteraan umat manusia dan pemerataan ekonomi.

    Penulis memahami zakat sebagai sarana ibadah sosial, disitu dapat diambil

    pengertian bahwa zakat yang berarti kemurnian dan kebersihan. Islam

    menggunakan makna itu untuk menyebut tindakan menyisihkan sebagian

    kekayaan untuk diberikan kepada orang-orang yang memerlukan termasuk untuk

    membiayai kebutuhan umat. Hal tersebut amatlah penting karena pada dasarnya di

    dalam harta benda yang kita miliki itu ada hal orang Islam. Dengan diberikan

    kepada orang yang berhak menerimanya itu, kekayaan tersebut menjadi bersih.

    Kenyataan yang kita hadapi sekarang adalah zakat menjadi persoalan umat

    dan negara. Untuk itu, perlu adanya interpretasi baru mengenai aspek-aspek yang

    berkenaan dengan zakat antara lain muzakki, mustahiq, nisab dan amil zakat.

    2. Dasar Hukum Zakat

    a. Al-Qur‟an

    Dalam pemahaman Islam, Al-Qur‟an merupakan sumber hukum tertinggi,

    keberadaannyapun tidak pernah usang menghadapi setiap perubahan zaman.

    Hingga kini, Al-Qur‟an tetap menjadi sandaran, rujukan hukum dari setiap

    permasalahan yang muncul di masyarakat, tidak terkecuali pembahasan tentang

    perintah zakat.

    Di dalam Al-Qur‟an Allah telah menyebutkan tentang zakat yang selalu

    dihubungkan dengan sholat sejumlah 82 ayat. Dari sini disimpulkan secara

    deduktif bahwa setelah sholat, zakat merupakan rukun Islam terpenting.28

    Begitu

    28

    Muhammad, Zakat Profesi, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), h. 12.

  • 22

    pentingnya zakat secara mendasar digambarkan dengan jelas di dalam beberapa

    ayat Al-Qur‟an sebagai berikut:

    1) QS. At-Taubah: 103

    ُْ . . . )سٛسج اٌرٛتح: ُْ َصَذلَحً ذُطَُِّٙشُ٘ ِٙ اٌِ َٛ ِْ ْٓ أَ ِِ (.ُٖٓٔخْز

    Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu

    kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS. At-Taubah

    (9): 103).29

    2) QS. Al-Muzammil: 20

    َ لَْشًظا َحَسًٕا . . . )سٛسج اٌّضًِ: . . . أَْلِشُظٛا َّللاَّ َٚ َواجَ آَذُٛا اٌضَّ َٚ اَلجَ ٛا اٌصَّ ُّ أَلٍِ َٕٚٓ.)

    Artinya: “Tegakkan sholat dan tunaikan zakat dan berilah piutang kepada

    Allah dengan sebaik-baik piutang…” (QS. Al-Muzzammil: 20).30

    3) QS. Al-Bayyinah: 5

    اَل ٛا اٌصَّ ُّ ٌُمٍِ َٚ َٓ ُحَٕفَاَء ٌ َٓ ٌَُٗ اٌذِّ ْخٍِِصٍ ُِ َ ُشٚا ااِلَّ ٌٍَِْعثُُذٚا َّللاَّ ِِ ا أُ َِ َٚ ُٓ َرٌَِه ِدٌ َٚ َواجَ ٌُْئذُٛا اٌضَّ َٚ جَ

    ِح. )سٛسج اٌثٍّٕح: َّ ٌْمٍَِّ (.٘ا

    Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah

    dengan memurnikan keta‟atan kepadaNya dalam (menjalankan)

    agama yang lurus (menjalankan syirik dan kesesatan) dan supaya

    mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan dengan

    demikian itulah agama yang lurus”. (QS. Al Bayyinah: 5).31

    4) QS. At-Taubah: 34

    ُْ ْشُ٘ ِ فَثَشِّ ًِ َّللاَّ ْٕفِمََُٛٔٙا فًِ َسثٍِ اَل ٌُ َٚ حَ ٌْفِعَّ ا َٚ َْ اٌزَََّ٘ة َٓ ٌَْىُِٕضٚ اٌَِّزٌ َٚ . )سٛسج . . . ٍُ تَِعَزاٍب أٌٍَِ

    (.ٖٗاٌرٛتح:

    Artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak

    menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada

    29

    Departemem Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 297. 30

    Departemem Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 990. 31

    Departemem Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 1084.

  • 23

    mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. (QS.

    At-Taubah: 34).32

    5) QS. Al-Baqarah: 110

    َ َّْ َّللاَّ ِ اِ َْٕذ َّللاَّ ٍٍْش ذَِدُذُٖٚ ِع ْٓ َخ ِِ ُْ ْٔفُِسُى ٛا ِْلَ ُِ ا ذُمَذِّ َِ َٚ َواجَ آَذُٛا اٌضَّ َٚ اَلجَ ٛا اٌصَّ ُّ أَلٍِ َٚ َْ ٍُٛ َّ ا ذَْع َّ تِ

    (.ٓٔٔ. )سٛسج اٌثمشج: تَِصٍش

    Artinya: “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan

    apapun yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan

    mendapatkan pahala disisi Allah, sesungguhnya Allah Maha

    melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Baqarah: 110).33

    b. Al-Hadits

    Islam menetapkan Al-Hadis sebagai dasar hukum kedua setelah Al-

    Qur‟an. Al-Hadis juga menjadi penjelas ayat-ayat Al Qur‟an yang pembahasannya

    masih bersifat global.

    Sehingga terlihat secara gamblang perintah hukum, wajib zakat. Adapun

    dalil-dalil dari hadis sebagai berikut:

    Hadis yang diriwayatkan muslim dari Ibn Umar:

    ذا سسٛي َّللا ٚالاَ اٌصالج ٚاٌراء تًٕ اإلسالَ عٍى خّس: ّّ شٙادج أْ ال اٌٗ االّ َّللا ٚ أْ ِح

    اٌضواج ٚحح اٌثٍد ٚصَٛ سِعاْ. )سٚاٖ ِسٍُ(.ٖٗ

    Artinya: “Islam didirikan dari lima sendi: mengaku bahwa tidak ada

    Tuhan yang sebenarnya disembah melainkan Allah dan

    bahwasanya Muhammad itu utusan Allah, mendirikan sholat,

    mengeluarkan zakat, mengerjakan haji dan berpuasa sebulan

    Ramadhan”. (HR. Muslim).

    32

    Departemem Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 283. 33

    Departemem Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 30. 34

    Imam Abi Khusain, Shoheh Muslim, juz I, (Baerut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah), h. 26-27

  • 24

    Diriwayatkan lagi oleh Bukhori dan Muslim dari Ibn Abbas ra.

    Bahwasanya Nabi saw mengutus Mu‟adz bin Jabal ke daerah Yaman. Kemudian

    beliau bersabda kepadanya:

    . . . اعٍُّٙ أْ َّللا افرشض عٍٍُٙ صذلح ذئخز ِٓ اغٍٕائُٙ, فرشد عٍى فمشائُٖٙ٘ . . .

    Artinya: “…Jika mereka menuruti perintahmu untuk itu ketetapan atas

    mereka untuk mengeluarkan zakat beritahukanlah kepada mereka bahwasanya

    Allah swt mewajibkan orang-orang kaya dan diberikan lagi kepada orang-orang

    fakir diantara mereka…”

    Hadis-hadis di atas menerangkan tentang kewajiban mengeluarkan zakat

    dan bahwa zakat itu suatu rukun (suatu rangka penting) dari rukun-rukun Islam

    dan masih banyak lagi hadis-hadis yang lain.

    c. Ijma‟

    Imam madzhab dan mujtahid mempunyai peranan yang besar dalam

    memecahkan persoalan zakat. Al-Ijma‟ artinya kesepakatan para mujtahid dalam

    menggali hukum-hukum agama sesudah Rasulullah meninggal dunia dalam suatu

    masalah yang ada ketetapannya dalam kitab dan sunnah.36

    Adapun dalil berupa

    ijma‟ ialah kesepakatan semua (ulama) umat Islam disemua negara kesepakatan

    bahwa zakat adalah wajib, bahkan, para sahabat Nabi saw sepakat untuk

    membunuh orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Dengan demikian

    barang siapa mengingkari kefarduan zakat berarti dia kafir tetapi jika karena tidak

    tahu baik karena baru memeluk Islam maupun karena dia hidup di daerah yang

    35

    Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz. I, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1981),

    h. 124. 36

    Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 22.

  • 25

    jauh dari tempat ulama, hendaknya dia diberitahu tentang hukumnya. Dia tidak

    dihukumi sebagai orang kafir sebab dia memiliki uzur.37

    B. Syarat wajib dan Rukun Zakat Dalam Islam

    Zakat merupakan hak Allah yang dikeluarkan oleh setiap manusia

    (muslim) yang disampaikan kepada fuqoha dan kaum muslim dengan mengharap

    keberkahan atau untuk mensucikan jiwa. Orang yang berzakat di dunia akan

    mendapat “pujian dan di akherat akan mendapat ganjaran dari Allah swt.

    Sebagaimana diketahui, zakat terdiri dari zakat mal (harta) dan zakat

    fitrah. Zakat mal adalah bagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum

    yang wajib diberikan kepada orang-orang tertentu setelah mencapai jumlah

    minimal tertentu dan setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu.38

    Sedangkan

    zakat fitrah merupakan zakat jiwa yaitu kewajiban berzakat bagi setiap individu

    baik untuk orang yang sudah dewasa maupun belum dewasa dan dibarengi dengan

    ibadah puasa. Yaitu akhir puasa Ramadhan.39

    Berbicara masalah zakat, maka perlu dibagi tentang syarat wajib zakat

    (muzakki) yaitu orang yang berdasarkan ketentuan hukum Islam diwajibkan

    mengeluarkan zakat atas harta yang dimilikinya dan rukun zakat. Menurut

    kesepakatan ulama, syarat wajib zakat adalah merdeka, Islam, baligh, berakal,

    memiliki harta kekayaan dengan persyaratan tertentu. Untuk lebih jelasnya

    penulis akan uraikan di bawah ini:

    37

    Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, h. 90-91. 38

    M. Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fiqh, (Bandung: PT.

    Remaja Rosdakarya, 2002, Cet. Pertama), h. 108-109. 39

    Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003,

    Cet. Pertama), h. 78.

  • 26

    1. Syarat Wajib Zakat

    a. Islam

    Menurut ijma‟ zakat tidak wajib atas orang kafir karena zakat merupakan

    ibadah mahdhah yang suci sedangkan orang kafir bukan orang yang suci.40

    Hal ini

    sejalan dengan sabda Rasulullah saw yang disampaikan kepada Muaz bin Jabal

    ketika di utus ke Yaman menjadi qadhi bahwasanya Rasul bersabda: “jika engkau

    berhadapan dengan ahlul kitab maka tindakan pertama adalah menyeru mereka

    agar bersyahadat. Jika mereka menyambut seruan itu, maka mereka bahwa Allah

    mewajibkan sholat lima kali sehari semalam, mewajibkan berzakat yang diambil

    dari harta orang-orang kaya dan diserahkan kepada fakir miskin. Jadi jelaslah

    bahwa yang wajib dikenai zakat adalah orang kaya muslim.41

    b. Merdeka

    Menurut ijma‟ para ahli fiqh, zakat tidak diwajibkan atas hamba sahaya

    karena secara hukum mereka tidak mempunyai hak milik, tidak memiliki harta

    karena diri mereka sendiri dianggap sebagai harta.42

    Begitu pula budak mukatab

    (budak yang dijanjikan kemerdekaannya) tidak wajib mengeluarkan karena

    kendatipun dia memiliki harta, hartanya tidak dimiliki secara penuh.43

    Madzhab

    Maliki berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat pada harta milik seorang

    hamba sahaya baik atas nama hamba sahaya itu sendiri maupun atas nama

    40

    Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, h. 99. 41

    Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, h. 93. 42

    Aliy As‟ad, Fathul Muin, jilid 2, (Kudus: Menara Kudus, t.th.), h. 2. 43

    Aliy As‟ad, Fathul Muin, h. h. 3.

  • 27

    tuannya karena harta milik hamba sahaya tidak sempurna (naqish), padahal zakat

    pada hakekatnya hanya diwajibkan pada harta yang dimiliki secara penuh.44

    c. Baligh dan Berakal

    Syari‟at ini dikemukakan oleh madzhab Hanafi. Oleh sebab itu, anak kecil

    dan orang gila tidak dikenai kewajiban zakat.45

    Karena keduanya tidak termasuk

    dalam ketentuan orang yang wajib mengerjakan ibadah seperti sholat dan puasa.

    Akan tetapi, jumhur ulama fiqh tidak menerima syarat ini dengan berpendirian

    bahwa apabila anak kecil atau orang gila memiliki harta satu nisab atau lebih

    maka wajib dikeluarkan zakatnya dengan alasan bahwa Al Qur‟an maupun hadis

    tidak membedakan apakah pemiliknya baligh dan berakal atau tidak.46

    Lagi pula,

    zakat dikeluarkan sebagai pahala untuk orang yang mengeluarkannya dan bukti

    solidaritas terhadap orang fakir. Anak kecil dan orang gila termasuk juga orang

    yang berhak mendapatkan pahala dan membuktikan rasa solidaritas mereka atas

    dasar itulah anak kecil dan orang gila wajib memberikan nafkah. Pendapat ini,

    menurut penulis lebih baik sebab didalamnya terkandung upaya untuk

    merealisasikan kemaslahatan umat.

    2. Rukun Zakat

    Rukun zakat adalah mengeluarkan sebagian dari nishab (harta), dengan

    melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang fakir

    dan menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya:

    yakni imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.47

    44

    Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, h. 100. 45

    Aliy As‟ad, Fathul Muin, h. h. 30. 46

    Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, h. 169. 47

    Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, h. 97-98.

  • 28

    C. Hikmah Zakat

    Dalam ajaran Islam tiap-tiap perintah untuk melakukan ibadah

    mengandung hikmah dan rahasia yang sangat beragam berguna bagi pelaku

    ibadah tersebut termasuk ibadah zakat. Sesuai dengan ibadah zakat yang secara

    etimologis bermakna bersih, tumbuh dan baik maka ibadah ini akan memberi

    keuntungan bagi pelakunya, meskipun secara matematika kuantitatif akan

    berakibat mengurangi jumlah harta kekayaan.

    Dengan mengetahui hikmah suatu kewajiban atau larangan akan diperoleh

    jawaban yang memuaskan atau logis yaitu mengapa hal itu diwajibkan atau

    dilarang oleh Tuhan. Sebagaimana diketahui bahwa menunaikan zakat merupakan

    suatu bentuk perjuangan melawan hawa nafsu, dan melatih jiwa dengan sifat

    dermawan yang akan mengangkat kehormatan, membersihkan jiwa dari sifat

    tercela yaitu rakus dan bakhil. Kebakhilan adalah salah satu bentuk

    ketidakpercayaan terhadap pencipta dan pemberi rezeki yaitu Allah swt yang pasti

    akan menepati janjinya baik berupa keberuntungan maupun berupa kerugian.

    Hasbi Ash-Shiddieqy, membagi rahasia dan hikmah zakat atas empat sisi

    yaitu hikmah bagi pihak wajib zakat (muzakki), pihak penerima zakat (mustahiq),

    gabungan antara keduanya dan hikmah rahasia yang khusus dari Allah swt.48

    Dari empat aspek di atas dapat disimpulkan bahwa hikmah dan rahasia

    yang terkandung dalam kewajiban zakat adalah pemantapan hubungan vertikal

    dengan Allah dan hubungan horizontal dengan sesama manusia secara simultan.

    48

    Hasbi As-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, Ditinjau dari segi hukum dan hikmah, (Jakarta:

    Bulan Bintang, 1991), h. 232.

  • 29

    Wahbi Sulaiman Ghauji, membagi hikmah zakat atas empat sisi yaitu dari

    segi kepentingan orang-orang kaya sebagai muzakki, dari segi eksistensi harta

    benda itu sendiri dan dari kepentingan kaum fakir miskin yang berhak atas zakat

    itu serta dari pihak masyarakat pada umumnya.49

    Adapun hikmah zakat tersebut antara lain tersimpul sebagai berikut:

    1. Sebagai manifestasi keimanan kepada Allah swt, mensyukuri

    nikmatnya. Menumbuhkan akhlaq mulia dengan memiliki rasa

    kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat rakus dan kikir,

    menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan

    mensucikan harta yang dimiliki.50

    2. Karena zakat merupakan hak mustahiq, maka zakat berfungsi untuk

    menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin ke

    arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera. Sekaligus

    menghilangkan sifat ini, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari

    kalangan mereka. Ketika mereka melihat golongan kaya yang

    berkecukupan hidupnya. Zakat, sesungguhnya bukan sekedar

    memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif yang sifatnya sesaat,

    akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka,

    dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan

    mereka menjadi miskin dan menderita.51

    49

    Hasbi As-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, Ditinjau dari segi hukum dan hikmah, h. 81. 50

    Didin Hafidhudhin, Zakat Sebagai Implementasi Syari‟ah, Makalah “Seminar Zakat

    Sebagai Pengurang Pajak, Semarang 22 November 2000, h. 2. 51

    Didin Hafidhudhin, Zakat Sebagai Implementasi Syari‟ah, h. 3.

  • 30

    3. Sebagai pilar amal bersama (jama‟i) antara kelompok aghniya yang

    berkecukupan hidupnya dengan para mujtahid yang seluruh waktunya

    digunakan untuk berijtihad dijalan Allah, yang karena kesibukannya

    tersebut, tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan

    berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.52

    4. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun

    prasarana yang harus dimiliki umat Islam seperti sarana ibadah,

    pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi sekaligus sarana

    pengembangan kualitas sumbr daya manusia muslim.53

    5. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak

    akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara yang bathil.54

    6. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah

    satu instrumen pemerataan pendapatan.55

    Karena zakat yang dikelola dengan sistem dan manajemen yang

    amanah profesional dan integrated dengan bimbingan dan pengawasan

    dari pemerintah dan masyarakat akan menjadi pemacu gerak ekonomi

    di dalam masyarakat dan menyehatkan tatanan sosial sehingga

    menghapus sumber-sumber kemiskinan dan membuka akses setiap

    individu untuk memperoleh pendapatan dan kemakmuran.56

    52

    Didin Hafidhudhin, Zakat Sebagai Implementasi Syari‟ah, h. 4. 53

    Didin Hafidhudhin, Zakat Sebagai Implementasi Syari‟ah, h. 5. 54

    Didin Hafidhudhin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta, Gema Insani, 2002),

    h. 14. 55

    Didin Hafidhudhin, Zakat dalam Perekonomian Modern, h. 16. 56

    Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Profil Direktorat Pengembangan Zakat

    dan Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2003), h. I.

  • 31

    7. Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang

    beriman untuk berzakat, berinfak dan bersedekah menunjukkan bahwa

    ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha

    sehingga memiliki harta kekayaan yang disamping dapat memenuhi

    kebutuhan hidup diri dan keluarganya juga berlomba-lomba menjadi

    muzakki dan munfiq.57

    D. Zakat Badan Hukum Dalam Islam

    Syakhsiyah/kepribadian pada asalnya, adalah syakhshiyah thabi‟iyah yang

    nampak pada setiap manusia, maka dari itu tiap-tiap manusia dipandang seorang

    pribadi yang berdiri sendiri, mempunyai hak dan mempunyai kewajiban. Dalam

    pandangan hukum (baik hukum positif maupun hukum Islam), manusia ternyata

    bukan satu-satunya pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Di samping

    manusia, masih ada lagi pendukung dan hak kewajiban yang dinamakan badan

    hukum yang mengurus kepentingankepentingan umum yang dipandang sebagai

    orang juga.58

    Dengan demikian, jelaslah bahwa orang atua pribadi dalam pandangan

    hukum ada dua yaitu syakhshiyah jardiyah thabi‟iyah (kepribadian yang alami

    atau manusia) dan syakhshiyah hukmiyah i‟tibariyah (kepribadian menurut hukum

    dan anggapan / badan hukum).

    Badan hukum menurut R. Rochmat Soemitro sebagaimana dikutip oleh

    Chidir Ali, SH yaitu suatu badan yang mempunyai harta, hak serta kewajiban

    seperti orang pribadi begitu pula menurut Sri Soedewi Maschun Sofwan, badan

    57

    Didin Hafidhudhin, Zakat dalam Perekonomian Modern, h. 14-15. 58

    Hasbi Ash-Hiddieqy, Pengantar Fiqh Mu‟amalah, Cet. ke-4, (Semarang: PT. Pustaka

    Rizki Putra, 2001), h. 194

  • 32

    hukum adalah kumpulan dari orang-orang bersama-sama mendirikan suatu badan

    (perhimpunan) dan kumpulan harta kekayaan yang disendirikan untuk tujuan

    tertentu.59

    Timbulnya fikrah syakhshiyah hukmiyah (teori kepribadian dalam urusan

    hukum) dalam ilmu hukum adalah akibat adanya berbagai dari kemaslahatan

    perorangan dan tidak mampunya seseorang melaksanakan maslahat yang umum

    itu, oleh karena itu timbullah syakhshiyah hukmiyah (badan hukum) yang dapat

    mengurus kemasalahatan yang dipersekutukan masyarakat, yang dikehendaki oleh

    keperluan-keperluan hidup masyarakat.60

    Antara badan hukum (syakhshi hukmi) dengan manusia pribadi (syakhshi

    thabi‟i) terdapat beberapa perbedaan yaitu dalam hal-hal sebagaimana berikut:61

    1. Syakhshi hukmi tidaklah berpautan dengan syakhshi thabi‟i dalam hal

    hakhak syakhshiyah, hak-hak khusus bagi manusia seperti hak

    berkeluarga, hak beristri, hak bercerai, hak perhubungan darah, hak

    pusaka dan sebagainya, kecuali dalam hal jinsiyah, ahliyah dan tempat

    menetap ditetapkan kepada syakhshi hukmi.

    2. Syakhshi hukmi tidak mati/hilang/berakhir dengan matinya/lenyapnya

    syahshi thabi‟i yang menjadi pengurusnya, maka bergantinya pengurus

    tidak menyebabkan syakhshiyah hukmiyah harus bertukar pula.

    3. Syakhshi thabi‟i tidak diperlukan pengakuan hukum sedangkan

    syakhshi hukmi diperlukan diperlukan hukum.

    59

    Chidir Ali, Badan Hukum, Cet. ke-2, (Bandung: Alumni, 1999), h. 19. 60

    Hasbi Ash-Hiddieqy, Pengantar Fiqh Mu‟amalah, h. 202-203. 61

    Hasbi Ash-Hiddieqy, Pengantar Fiqh Mu‟amalah, h. 204-205.

  • 33

    4. Ahliyah syakhshi thabi‟i bagi segala rupa tasharufnya tidak terbatas,

    sedangkan ahliyah syakhshi hukmi dibatasi oleh ketentuan-ketentuan

    yang ditetapkan huku dan dibatasi dalam bidang-bidang yang

    dibenarkan hukum dan ditentukan.

    5. Ahliyah syakhshiyah thabi‟iyah berkembang menurut perkembangan

    manusia sendiri, dimulai dari ahliyah naqishah (kecapakan bertindak

    yang tidak sempurna) berakhr pada ahliyah kamilah (kecakapan

    bertindak yang sempurna), yaitu bila seseorang telah dewasa. Berbeda

    dengan syakhshi hukmi, ahliyahnya telah sempurna dengan

    berwujudnya syakhshiyah itu dan tetap tidak berkembang.

    6. Syakhshiyah hukmiyah tidak dapat dijatuhi hukuman badan, yang

    dijatuhi hanya hukuman perdata saja.

    Di Indonesia, badan hukum dapat berupa perhimpunan dan kumpulan

    harta kekayaan seperti perseroan terbatas (PT), perusahaan umum (Perum),

    koperasi atau juga bentuk badan hukum lainya yang bukan mencari keuntungan

    seperti yayasan.62

    Sebagaimana diketahui, bahwa khittob zakat dari Allah SWT hanya

    diwajibkan kepada manusia secara individu, akan tetapi, dewasa ini yang

    dinamakan subyek hukum itu ada 2 sebagaimana tersebut di atas yaitu manusia

    dan badan hukum, maka dari itu, badan hukum di mana di dalamnya terdapat

    individu pemilik modal / saham yang melakukan berbagai macam transaksi dan

    kegiatan usaha, oleh karena itu dikenai pula kewajiban zakat. Walaupun memang,

    62

    Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis. Hukum Perjanjian dalam Islam, Cet.

    ke-I, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), h. 14.

  • 34

    dalam ketentuan fiqh klasik tidak ada ketentuan mengenai kewajiban zakat atas

    badan hukum akan tetapi, dalam rangka mengatasi ketimpangan sosial dan

    pengentasan kemiskinan maka badan hukum dikenai zakat pula.

    Adapun persyaratan badan hukum dikenai kewajiban zakat adalah dapat

    dianalogkan kepada syarat wajib dan rukun zakat pada manusia secara individu

    yaitu dengan syarat pemilik badan hukum tersebut Islam, merdeka, baligh, dan

    memiliki harta kekayaan dengan syarat milik penuh, berkembang, mencapai

    nishab, telah satu tahun, lebih dari kebutuhan pokok dan bebas dari hutang,

    sebagaimana menurut Malik dan Abu Hanifah bahwa beberapa orang yang

    bersekutu itu tidak dikenai wajib zakat secara personal dan pengeluaran zakat

    harta badan hukum (syirkah) setelah mencapai nishab sedangkan menurut Syafi‟i

    bahwa harta yang diserikatkan sama hukumnya dengan harta seorang.63

    Adapun nishab zakat badan hukum seperti perusahaan senilai dengan

    nishab zakat perdagangan yaitu senilai 94 gram emas atau 2,5 % dari seluruh harta

    kekayaan selama satu tahun setelah dikurangi kewajiban-kewajiban yang harus

    dibayar seperti pajak dan lain-lain (harta kekayaan bersih).64

    63

    Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Juz I, (Jakarta: Dar Al-Ikhya‟, t.th.), h. 188. 64

    Departemen Agama, Motivasi Zakat, (Jakarta: Departemen Agama, 1995), h. 31-39.

  • 35

    BAB III

    BIOGRAFI DAN PENDAPAT YUSUF AL-QARDHAWI DAN WAHBAH

    AZ-ZUHAILI TENTANG ZAKAT PERUSAHAAN

    A. Biografi Yusuf al-Qardhawi dan Wahbah az-Zuhaili

    1. Biografi Yusuf al-Qaradhawi

    Nama lengkap beliau adalah Yusuf bin Abdullah bin Ali bin Yusuf.

    Sedangkan al-Qardhawi merupakan nama keluarga yang diambil dari nama

    daerah tempat mereka berasal, yakni al-Qardhah. Lahir di sebuah desa kecil di

    Mesir bernama Shafath Turaab, daerah Mahallat al-Qubra di Propinsi Bagian

    Barat (Al-Gharbiyyah) Mesir pada tanggal 9 September 1926.65 Pada usia 10

    tahun, Yusuf al-Qardhawi sudah hafal al-Qur'an. Ia berasal dari keluarga yang taat

    menjalankan ajaran Islam. Ayah beliau seorang petani dan ibunya seorang

    pedagang. Ketika menginjak usia dua tahun, ayahnya meninggal dunia. Sejak saat

    itu, ia menjadi anak yatim yang kemudian diasuh dan dididik oleh pamannya.

    Yusuf al-Qardhawi sebelum memasuki pendidikan formal, pada usia lima tahun

    telah dimasukan oleh pamannya pada lembaga pendidikan al-Qur‟an yang

    dibimbing oleh seorang kuttab.66

    Pada saat itu di desanya terdapat 2 orang kuttab,

    yaitu Syaikh Yamani Murad dan Syaikh Hamid Abu Zamil. Pada mulanya ia

    65

    Yusuf Al-Qaradhawi, Pokok-pokok Pikiran Nasyid Islami, (Bandung: Sinarbaru

    Algesindo, 1995), h..2. 66

    Kuttab, sebutan untuk para Syaikh (guru) yang secara khusus mengajarkan para

    muridnya menghafal Al-Qur‟an.

  • 36

    belajar pada Syaikh Yamani namun kemudian pindah kepada Syaikh Hamid.67

    Sejak saat itulah ia menjadi murid termuda di kampungnya yang sudah hafal Al-

    Qur‟an sehingga ia sering dipanggil dengan Syaikh Yusuf yang hafal Al-Qur‟an.68

    Pendidikan formalnya dimulai ketika memasuki usia tujuh tahun. Mulai

    saat itu al-Qardhawi harus sekolah dua kali setiap hari, pagi dan siang. Waktu

    pagi al-Qardhawi belajar bersama kuttab sedangkan di waktu siang ia belajar di

    Sekolah Dasar Al-Ilzamiyah. Beliau mampu memperlihatkan kesungguhan dan

    kecerdasannya dalam belajar, sehingga ia dapat mengungguli teman-temannya di

    kelas dalam menguasai pelajaran. Maka dari itulah ia dijuluki oleh gurunya

    bernama Syaikh Ali Sulaiman Khalil dengan Biranji Al-Fashl, artinya orang yang

    meraih nomor satu di kelas.69

    Setelah Menyeselesaikan pendidikan di Ma'had Thantha selama empat

    tahun dan Ma'had Tsanawi selama lima tahun, Yusuf al-Qardhawi melanjutkan

    studinya ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Beliau lulus tahun 1952.

    Pada tahun 1957, beliau melanjutkan studinya di Lembaga Tinggi Riset dan

    Penelitian Masalah-masalah Islam dan Perkembangannya (Ma‟had Al-Buhuts Wa

    Al-Dirasah AL-Arabiyah Al-Aliyah) yang berada di bawah Liga Arab dan ia

    berhasil mendapat diplomat tinggi dari jurusan Bahasa dan Sastra Arab. Beliau

    lulus dengan peringkat pertama di antara 500 mahasiswa. Kemudian beliau

    melanjutkan kuliah di Program Pascasarjana Al-Azhar Kairo dengan mengambil

    67

    Yusuf Al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku, (Jakarta: El-Makmur, 2011), h. 120. 68

    Yusuf Al-Qaradhawi, Pokok-pokok Pikiran Nasyid Islami, (Bandung: Sinarbaru

    Algesindo, 2004), h. 128. 69

    Yusuf Al-Qaradhawi, Pokok-pokok Pikiran Nasyid Islami, h. 136.

  • 37

    jurusan tafsir hadits atas saran temannya yaitu Dr. Muhammad Yusuf Musa, yang

    juga dosen senior di jurusan Aqidah Filsafat dan berhasil diselesaikan pada tahun

    1960.70

    Yusuf al-Qardhawi melanjutkan program doktor yang selesai dalam dua

    tahun, tapi gelar doktornya baru ia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi,

    "Zakat dan Pengaruhnya dalam Mengatasi Problematika Sosial” yang kemudian

    disempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat komprehensif

    membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

    a) Karya Tulis Yusuf al-Qardhawi

    Sebagai seorang ilmuwan dan da‟i, Yusuf al-Qardhawi juga aktif menulis

    artikel keagamaan di berbagai media cetak. Aktif melakukan penelitian tentang

    Islam di berbagai dunia Islam maupun di luar dunia Islam. Dalam kapasitasnya

    sebagai seorang ulama kontemporer, ia banyak menulis buku-buku dalam

    berbagai masalah pengetahuan Islam, jelas tidak mengherankan sekiranya

    mendapatkan predikat seorang Mufti Islam dewasa ini. Sekitar 125 buku yang

    telah beliau tulis dalam berbagai dimensi keislaman. Seperti masalah-masalah;

    fiqh dan ushul fiqh, ekonomi Islam, Ulumul Quran dan as-sunnah, akidah dan

    filsafat, fiqh prilaku, dakwah dan tarbiyah, gerakan dan kebangkitan Islam,

    penyatuan pemikiran Islam, pengetahuan Islam umum, serial tokoh tokoh Islam,

    sastra dan lainnya.

    Sebagian dari karyanya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa termasuk

    bahasa Indonesia. Tercatat sedikitnya 55 judul buku Yusuf al-Qardhawi yang

    70

    Nukman Abdu al-Razak Al-Samari, Yusuf Qardhawi, (Jakarta: El-Makmur, 2011), h.

    447.

  • 38

    telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Selain tugas pokoknya sebagai

    pengajar dan da‟i, Yusuf al-Qardhawi aktif pula dalam berbagai kegiatan sosial

    untuk membantu saudara-saudaranya, umat Islam, diberbagai belahan dunia.71

    Menurut Ishom Talimah72 buku-buku karya Al-Qaradhawi memiliki kelebihan

    antara lain:

    a. Selalu bersumber dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah serta mengikuti manhaj

    salafusshalih.

    b. Selalu menggabungkan antara ketelitian ilmiah, kedalaman pikiran, dan

    orientasi perubahan.

    c. Bebas dari sikap taklid, fanatisme madzhab, dan pemikiran yang diimpor dari

    barat ataupun dari Timur.

    d. Bernuansa moderat, tidak terlalu longgar dan kaku.

    e. Enak dibaca dan menarik.

    f. Berpegang teguh dalam Islam yang benar, melawan segala macam pikiran.

    g. Setiap orang yang membaca karya-karyanya pasti akan merasakan kehangatan

    dan keikhlasan penulisnya serta ketajaman pemikirannya. Begitu pula mereka

    akan merasakan bahwa tulisan-tulisannya merupakan gabungan antara

    ketelitian seorang ahli fikih, seorang sastrawan, kehangatan seorang dai, dan

    pandangan kritis seorang reformis.

    Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas bahwa tulisan Yusuf al-

    Qardhawi sangat banyak dari berbagai dimensi keislaman. Namun, yang akan

    71

    Muhammad Madzhub, Ulama wa Mufakkiran Araftuhum, (Kairo: Dar Al-Fikr Al-

    Arabi, 2000), h. 448. 72

    Ishom Talimah, Manhaj Fikih Yusuf Qaradhawi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001,

    Cet. Pertama), h. 7.

  • 39

    dipaparkan di sini hanyalah yang berkaitan dengan fikih dan ekonomi. Adapun

    yang berkaitan dalam bidang fikih dan ushul fikih:

    Dalam bidang fikih dan usul fikih Sebagai seorang ahli fikih, Al-

    Qaradhawi secara khusus telah menulis sedikitnya 14 buah buku, baik fikih

    maupun usul fikih. Di antaranya adalah:

    a) Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Halal dan Haram dalam Islam).

    b) fiqh al-Siyam (hukum tentang puasa).

    c) fiqh al-Taharah (hukum tentang bersuci).

    d) Min fiqh Ad-Daulah fil Islam (fikih politik dalam Islam).

    e) Fiqh al-Thaharah (hukum tentang bersuci).

    f) Fiqh Al-Jihad (hukum Perang).

    Dalam bidang ekonomi, Yusuf Qaradhawi cukup dikenal pemikiran-

    pemikirannya baik lewat buku maupun ceramah-ceramahnya yang dianggap

    sangat penting dan mewarnai arah perekonomian Islam modern di dunia Islam. Di

    antara buku karya Al-Qaradhawi tentang ekonomi Islam adalah:

    a) Fiqh Zakat (Fikih Zakat).

    b) Fawa‟id al-Bunuk Hiya al-Haram (Bunga Bank adalah Haram).

    c) Sistem jual beli al-Murabahah.

    d) Daur al-Zakat fi alaj al-Musykilat al-Iqtishad al-Islami.

    2. Biografi Wahbah az-Zuhaili

  • 40

    Nama lengkapnya adalah Wahbah Musthafa Zuhaili. Beliau dilahirkan

    dari pasangan Musthafa Zuhaili dan Fathimah binti Musthafa Zuhaili tepatnya di

    desa Dir Athiyah, daerah Qalmun, Damaskus, Syria atau dalam al Quran disebut

    dengan Syam. Lahir pada tanggal 6 Maret tahun 1932 Masehi, bertepatan dengan

    1351 tahun Hijriyah.

    Bumi Syam merupakan bumi yang mempunyai keberkatan karena doa

    Nabi SAW. Dalam hadits sahih disebutkan bahwa Nabi pernah berdoa dengan

    mengatakan: اٌٍُٙ تاسن ٌٕا فً شإِا“Ya Allah! Berkatkanlah bagi kami negeri Syam

    kami.”73 Sejarah juga telah membuktikan banyak tokoh-tokoh dan ulama besar

    lahir di negeri yang berbarakah ini, mereka antara lain adalah: ‟ Iz Al-Din bin Abd

    al-Salam, Imam al-Nawawi dan masih banyak lagi yang lainnya.

    Bapaknya, Musthafa Zuhayli merupakan seorang yang terkenal dengan

    keshalihan dan ketakwaannya. Ia hafal al-Qur‟an dan selalu membacanya dari jam

    dua malam hingga fajar. Musthafa hanya bekerja sebagai petani namun demikian

    ia senantiasa mendorong putranya untuk menuntut ilmu yang tinggi. Sementara

    Fatimah, ibunya adalah seorang yang kuat dalam berpegang teguh dengan

    agamanya. Ia meninggal pada 13 Maret 1984.74

    Wahbah az-Zuhaili merupakan seorang tokoh ulama fiqh abad ke-20 yang

    terkenal dari Syiria. Namanya sebaris dengan tokoh-tokoh tafsir dan fuqaha yang

    telah berjasa dalam dunia keilmuan Islam abad ke-20. Dalam bidang tafsir yakni

    73

    Husain al Affani, Tadzkiru An-Nafs bi Haditsi al Quds waa Qudsaahu, juz-I, (Mesir:

    Maktabah Muadz ibn Jabbal, 2001 Cet. Pertama), h. 98. 74

    Mohd Rumaizuddin Ghazali, 10 Tokoh Sarjana Islam Paling Berpengaruh

    Menyingkap Perjuangan Dan Kegemilangan Tokoh Abad 20 dan 21, (Selangor: Islamika, 2009,

    Cet. Pertama), h. 152.

  • 41

    seperti Tahir Ashur yang menulis Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Said Hawwa

    dalam Asas fi al-Tafsir, Sayyid Qutb dalam Fi Zilal al-Quran. Sementara dari segi

    fuqaha, namanya sebaris dengan Muhammad Abu Zahrah, Mahmud Shaltut, Ali

    Muhammad al-Khafif, Abdul Ghani, Abdul Khaliq dan Muhammad Salam

    Madkur.75

    Semangat belajar tokoh satu ini dapat dikatakan sangat tinggi. Sekolah

    pertama yang mengantarkan Wahbah menjadi seorang ulama besar adalah

    Sekolah Dasar (Ibtidaiyyah) yang ada di desanya pada tahun 1946. Kemudian

    beliau melanjutkan dalam tingkat menengahnya (Tsanawiyah) pada jurusan

    syariah (Kulliyah Syar‟iyyah) di Damaskus. Di sana beliau menghabiskan masa

    belajarnya selama 6 tahun, yakni hingga tahun 1952 M. Berkat kegigihan dalam

    belajarnya beliau mendapat predikat cemerlang dalam tingkat menengahnya

    tersebut. Kemudian dengan ijazah yang beliau dapatkan, beliau melanjutkan

    pengembaraan ilmunya hingga ke Mesir. Ketika di Kairo, wahbah belajar dan

    memasuki kuliah di beberapa fakultas dan universitas secara bersamaan, yakni;

    Fakultas Syariah, Bahasa Arab di al-Azhar dan di Fakultas Syariah di Universitas

    „Ain Syam yang dilakukan di sela-sela staudinya di al-Azhar. Beliau berhasil

    memperoleh gelar sarjananya dari Fakultas Syari‟ah Universitas al-Azhar pada

    tahun 1956 M. dengan predikat Magna Cum Laude. Beliau juga memperoleh

    Ijazah Takhassus mengajar dari Fakultas Bahasa Arab di al-Azhar dan

    75

    Mohd Rumaizuddin Ghazali, 10 Tokoh Sarjana Islam Paling Berpengaruh

    Menyingkap Perjuangan Dan Kegemilangan Tokoh Abad 20 dan 21, h. 152.

  • 42

    mendapatkan Lisensi dari Universitas „Ain Syam tahun 1957 M.76

    Kemudian

    meneruskan ke tingkat pascasarjana di Universitas Kairo yang ditempuh selama

    dua tahun dan memperoleh gelar Magister di bidang syari‟ah dari Fakultas

    Hukum tahun 1959 dengan tesis berjudul “al-Zira‟i fi as-Siyasah as-Syar‟iyyah

    wa al-Fiqh al-Islami”.77 Merasa belum puas dengan pendidikannya, beliau

    melanjutkan ke program doktoral di fakultas hukum konsentrasi hukum Islam

    (Syariat Islam) yang diselesaikannya pada tahun 1963 dengan judul disertasi

    “Atsar al-Harb fi al-Fiqh al-Islami”, dengan predikat Summa Cum Laude di

    bawah bimbingan Dr. Muhammad Salam Madkur.78

    a. Guru-guru Wahbah az-Zuhaili

    Dalam pengembaraannya mencari ilmu, baik di tempat kelahirannya

    maupun di Mesir, wahbah telah berguru kepada beberapa ulama-ulama besar.

    Adapun guru-gurunya yang berada di Suriah antara lain adalah (1) Muhammad

    Hashim al-Khatib al-Syafie, (w. 1958M) seorang khatib di Masjid Umawi, beliau

    belajar darinya fiqh al-Syafie; (2) Abdul Razaq al-Hamasi (w. 1969M), darinya

    beliau mempelajari ilmu Fiqh; (3) Mahmud Yassin (w.1948M) dalam ilmu

    Hadits; (4) Judat al-Mardini (w. 1957M) dan Hassan al-Shati (w. 1962M) dalam

    ilmu faraid dan wakaf, (5) Hassan Habnakah al-Midani (w. 1978M) dalam ilmu

    Tafsir; (6) Muhammad Shaleh Farfur (w. 1986M) dalam ilmu bahasa Arab; (7)

    76

    Sayyid Muhammad Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manahijuhum, (Teheran:

    Wizanah al-Tsiqafah wa al-Insyaq al-Islam, 1993, Cet. Pertama) h. 684-685 dalam Jurnal Studi

    Agama dan Masyarakat, Vol.VII, No.2, Desember 2010, h.162. 77

    Yusuf Al-Qaradhawi, Pokok-pokok Pikiran Nasyid Islami, h. 387. 78

    Mohd Rumaizuddin Ghazali, 10 Tokoh Sarjana Islam Paling Berpengaruh, h. 152.

  • 43

    Muhammad Lutfi al-Fayumi (w. 1990M) dalam ilmu usul fiqh dan Mustalah

    Hadits; serta (8) dari Mahmud al-Rankusi dalam ilmu akidah dan kalam.

    Selama di Mesir, beliau berguru pada (1) Muhammad Abu Zuhrah, (w.

    1395H), (2) Mahmud Shaltut (w. 1963M) (3) Abdul Rahman Taj, (4) Isa Manun

    (1376H), (5) Ali Muhammad Khafif (w. 1978M), (6) Jad al-Rabb Ramadhan

    (w.1994M), (7) Abdul Ghani Abdul Khaliq (w.1983M) dan (8) Muhammad Hafiz

    Ghanim. Di samping itu, beliau amat terkesan dengan buku-buku tulisan Abdul

    Rahman Azam seperti al-Risalah al-Khalidah dan buku karangan Abu Hassan al-

    Nadwi berjudul Ma dza Khasira al-„alam bi Inkhitat al-Muslimin.79

    b. Karya Tulis Wahbah az-Zuhaili

    Buku-buku Wahbah az-Zuhaili melebihi 133 buah buku dan jika dicampur

    dengan risalah-risalah kecil melebihi lebih 500 makalah. Satu usaha yang jarang

    dapat dilakukan oleh ulama kini seolah-olah beliau merupakan as-Suyuti kedua

    (as-Sayuti al-Thani) pada zaman ini, mengambil sampel seorang Imam

    Shafi‟iyyah yaitu Imam al-Sayuti.

    Diantara buku-bukunya adalah sebagai berikut:

    1. Al-Fiqh al-Islami fi Uslub al-Jadid.

    2. Al-Fiqh al-Islami wa Adilatuh, (8 jilid).

    3. Fiqh al-Mawaris fi al-Shari‟at al-Islamiah.

    4. Al-Ijtihad al-Fiqhi al-Hadith.

    5. Usul al-Fiqh al-Islami (dua Jilid).

    79

    Mohd Rumaizuddin Ghazali, 10 Tokoh Sarjana Islam Paling Berpengaruh, h. 153.

  • 44

    6. Al-Usul al-Ammah li Wahdah al-Din al-Haq.

    Wahbah dibesarkan di kalangan ulama-ulama madzhab Hanafi, yang

    membentuk pemikirannya dalam madzhab fiqh, walaupun bermadzhab Hanafi,80

    namun dia tidak fanatik dan menghargai pendapat-pendapat madzhab lain, hal ini

    dapat dilihat dari bentuk penafsirannya ketika mengupas ayat-ayat yang

    berhubungan dengan Fiqh. Hal ini terlihat ketika beliau membangun argumen,

    selain menggunakan analisis yang lazim dipakai dalam fiqh juga terkadang

    menggunakan alasan medis,81

    dan juga dengan memberikan informasi yang

    seimbang dari masing-masing madzhab, kenetralannya juga terlihat dalam

    penggunaan referensi, seperti mengutip dari Ahkam al-Qur‟an karya al-

    Jashshas untuk pendapat mazhab Hanafi, dan Ahkam al-Qur‟an karya al-Qurtubi

    untuk pendapat mazhab Maliki.

    B. Zakat Perusahaan menurut Yusuf al-Qardhawi

    1. Definisi Perusahaan menurut Yusuf al-Qardhawi

    Dalam kitab fikih zakat, Yusuf al-Qardhawi tidak mendefinisikan zakat

    perusahaan secara rinci. Namun, secara umum Yusuf al-Qardhawi

    menyebutkannya dengan istilah al-mustaqallat, yaitu harta benda yang tidak

    diperdagangkan, akan tetapi dikembangkan dan disewakan atau dijual hasil

    produksinya, benda hartanya tetap akan tetapi manfaatnya yang berkembang.82

    80

    Sayyid Muhammad „Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatun wa Manhajuhum, (Kairo: Daar

    el-Makmur, 2005), h. 684. 81

    Dalam menafsirkan adza bagi wanita yang menstruasi dengan mengungkapkan

    beberapa alasan medis, lihat Wahbah az-Zuhaili , Tafsir munir, (Dimasyq: Dar al-Fikri, 1998), h.

    98. 82

    Sjekhul Hadi Permono, Sumber-sumber Penggalian Zakat, (Jakarta: Pustaka Firdaus,

    1992), h. 133.

  • 45

    Para ulama menganalogikan zakat perusahaan kepada zakat perdagangan,

    karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi, kegiatan sebuah perusahaan

    intinya adalah kegiatan trading atau perdagangan.

    2. Landasan dan Objek Zakat Perusahaan menurut Yusuf al-Qardhawi

    Sesuai dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan mata