PERBANDINGAN IJTIHAD YUSUF AL QARADAWI DAN...
Transcript of PERBANDINGAN IJTIHAD YUSUF AL QARADAWI DAN...
-
i
PERBANDINGAN IJTIHAD YUSUF AL-QARADAWI DAN
WAHBAH ZUHAILI TENTANG ZAKAT
PERUSAHAAN
SKIRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah SatuSyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
NOVA SANDY PRASTYO
NIM: 1112043200002
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H/2019M
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
ABSTRAK
Nova Sandy prastyo , NIM: 1112043200002, Perbandingan Antara Yusuf
Al-qardawi dan Wahbah Al- zuhaili Tentang Zakat Perusahaan , Program Studi
PerbandinganMazhab, Konsentrasi Perbandingan Hukum , Fakultas Syarî‟ah dan
Hukum,Universitas Islâm Negeri Syarîf Hidâyatullâh Jakarta, 1438 H / 2016 M.
xv + 69 halaman + 10 halaman lampiran.
Skripsi ini merupakan upaya untuk memaparkan sejauh mana zakat adalah
ibadah maliyah ijtimaiyahyang berdimensi vertikal kepada Allah dan horizontal
kepada sesama manusia. Seiring berkembangnya zaman, maka semakin kompleks
aturan–aturan yang belom pernah di bahas dalam literatur fikih klasik, salah
satunya adalah zakat perusahaan ,sehingga muncul pertanyaan apakah perusahaan
di kenakan kewajiban membayar zakat?
Selama ini zakat hanya di kenakan pada individu muslim,bukanatas nama
kelompok atau perusahaan. Akan tetapi , Dompet peduli umat Daarut Tauhid
(DPU-DT) adalah salah satu LAZIS yang mengelola zakat perusahaan , padahal
masuknya perusahaan sebagai subyek zakat masih menjadi perdebatan di antara
para ulama karena di takutkan akan terjadi zakat ganda jika perusahaan masuk
dalam subyek zakat. Selain itu perlu kajian yang lebih mendalam untuk
mengetahui landasan dan metode penetapan hukum atas zakat perusahaan.
Pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep penetapan
zakat perusahan di DPU-DT terhadap zakat perusahaan jenis penelitian ini adalah
field research,dengan teknik metode penelitian kualitatif yang menghasilkan data
deskriptip dan tertulis dengan menggunakan jenis penelitian nomatif yakni metode
analisis yang memaparkan hukum yang telah tertulis dalam al-Qur‟an dan al
Hadits yang kemudian di interpresentasikan oleh para ulama sehingga muncul
beberapa pendapat dengan sebagai persamaan dan perbedaan,serta penelitian ini
kepustakaan (library research) yaitu dengan mengambil referensi pustaka dan
dokumenter yang relevan dengan masalah ini.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa Dalam menetapkan
perusahaan sebagai muzakki serta sebagai salah satu sumber zakat, DPU-DT
menggunakan dalil- dalil umum yang memerintahkan untuk menunaikan zakat
.selain dari dalil umum, DPU-DT juga menggunakan metode qiyas sebagai dasar
pengambilan hukumnya. Qiyasdisini bersandarkan pada sebuah tentang zakat
perkongsian binatang ternak karena mempunyai „Illat “suatu usaha ekonomi yang
di kerjakan secara bersamaa/patungan.” Selain dengan zakat perkongsian binatang
ternak zakat perusahaan juga bisa dianalogikan (diqiyaskan) dengan zakat
perdagangan karena illatnya adalah “usaha untuk mencari keuntungan dari hasil
jual-beli barang atau jasa”.
Pembimbing : 1. Dr. Muhamad Taufiki, M. Ag.
2. Muh Fudhail Rahman. MA
Daftar Pustaka : 1915-2016 Tahun
-
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dipanjatkan kehadirat Allah Subhânahu Wata’âla, yang telah
memberikan kenikmatan tiada tara kepada sekalian makhluk-Nya, yang telah
memberikan anugerah akal kepada manusia sehingga dapat merasakan
keagungan-Nya. Sungguh hanya dengan limpahan pertolongan-Nya akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat serta salam dicurahkan
kepada Baginda Agung Nabî akhir zamân Muhammad Sallâllâhu ‘Alaihi
Wasallam, beserta para handai tolan, sahabat, dan umatnya, terkhusus para Ulama
yang meneruskan estafet keilmuan sehingga ilmu Islam terus berjaya. Amin.
Dengan segala kerendahan hati penulis sadar bahwa skripsi yang
dihadirkan ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, penulis meyakini
skripsi ini didalamnya terkandung informasi cukup penting, dan mengingatkan
tentang relevansi kitab kuning dalam menghadapi era global yang penuh
problematika berbeda dengan masa sebelumnya. Penulis bersyukur dengan
mendalami pengetahuan melalui pengkajian kitab kuning banyak hikmah yang
penulis dapatkan.
Penulis membenarkan sepenuhnya bahwa skripsi yang dapat dihadirkan
ini bukan sebatas hasil usaha sendiri, akan tetapi berkat bimbingan dan motivasi
tulus tiada henti dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
terima kasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, Selaku Ketua Program Studi
Perbandingan Mazhab dan Hidayatullah, MH. Selaku Sekretaris Program
Studi Perbandingan Mazhab.
-
vii
3. Bapak Fuad Thohari.Dr..M.Ag.selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis;
4. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Bapak Muh Fudhail Rahman,
MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, saran
dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapatdiselesaikan dengan baik;
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan mengajarkan„Ilmu dan
Akhlaq yang tidak ternilai harganya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta;
6. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta;
7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda, yang telah memberikan doa
selama penulis menjalani kehidupan ini;
8. Sahabat-sahabat seperjuangan, khususnya teman-teman Mahasiswa/i
Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
angkatan2012, dan Teman-teman Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII)Angkatan 2012 Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta;
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya kritikan dan
saran sangat penulis harap kan untuk kesempatan skripsi ini serta bermanfaat bagi
umat. Amin.
Jakarta, 14 Mei 2019
NOVA SANDY PRASTYO
NIM: 1112043200002
-
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ....................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................. vii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................... 1
B. Permasalahan ........................................................... 8
1. IdentifikasiMasalah ................................................... 9
2. PembahasanMasalah ................................................. 9
3. PerumusanMasalah ................................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................ 10
D. Tinjauan (riview) Kajian Terdahulu ........................ 11
E. Metode Penelitian .................................................... 13
F. Sistematika Penulisan .............................................. 14
BAB II : WAJIB ZAKAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Pengertian danDasarHukum Zakat .......................... 16
B. SyaratWajibdanRukun Zakat Dalam Islam ............. 25
C. Hikmah Zakat .......................................................... 28
-
ix
D. Zakat Badan Hukum Dalam Islam .......................... 31
BAB III : BIOGRAFI DAN IJTIHATYUSUF AL-QARDAHAWI
DAN WAHBAH AL-ZUHAILI TENTANG ZAKAT
PERUSAHAAN
A. Biografi Yusuf al-Qardhawi dan Wahbah az-Zuhaili 35
B. Zakat Perusahaan menurut Yusuf al-Qardhawi ......... 44
1. Definisi Perusahan menurut Yusuf al-Qardhawi.... 44
2. Landasan dan Objek Zakat Perusahaan menurut
Yusuf al-Qardhawi ................................................ 45
3. Penerapan atau Cara pelaksanaan Zakat
Perusahan menurutYusuf al-Qardhawi ................. 50
C. Zakat Perusahaan menurut Wahbah al-Zuhaili .......... 53
1. Definisi Perusahan menurut Wahbah al-Zuhaili ... 53
2. Landasan dan Objek Zakat Perusahaan menurut
Wahbah al-Zuhaili ................................................. 54
3. Penerapan atau Cara pelaksanaan Zakat
Perusahan menurut Wahbah al-Zuhaili ................. 59
D. Komparasi Zakat Perusahaan Menurut yusuf
al-Qardhawi dan Wahbah al-Zuhaili .......................... 62
BAB IV : PERUSAHAAN SEBAGAI WAJIB ZAKAT
A. Zakat Perusahaan ....................................................... 66
B. Tentang Zakat Perusahaan Yusuf al-QardhawidanWahbah al-
Zuhaili ........................................................................ 68
-
x
C. Persamaan dan Perbedaan .......................................... 73
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................ 78
B. Saran-Saran ................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 80
LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 84
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Zakat merupakan rukun ketiga yang diwajibkan atas orang Islam sebagai
penyangga tegaknya Islam yang berkaitan dengan ekonomi keuangan dan
kemasyarakatan (maliyah ijtimaiyah).1 Oleh karena itu, zakat selalu disejajarkan
dengan kewajiban shalat. Seperti dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqoroh ayat 43:
َواجَ آذُٛا اٌضَّ َٚ الجَ ٛا اٌصَّ ُّ أَلٍِ َٚ َٓ اِوِعٍ َع اٌشَّ َِ اْسَوُعٛا (.ٖٗ. )سٛسج اٌثمشج: َٚ
Artinya:“Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku.” (QS. Al-Baqarah: 43).
Demikian pula di dalam Al-Qur‟an Surat Al-Hajj ayat 78:
َُ ُْ فَِْٕع الُو ْٛ َِ َٛ ُ٘ ِ ٛا تِاَّللَّ ُّ اْعرَِص َٚ َواجَ آذُٛا اٌضَّ َٚ الجَ ٛا اٌصَّ ُّ َُ إٌَِّصٍشُ فَؤَلٍِ ِْٔع َٚ ٌَى ْٛ َّ ٌْ )سٛسج . ا
(.87اٌحح:
Artinya:“Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah
kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah
Sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.” (QS. Hajj: 78).
Zakat merupakan suatu ibadah berdimensi sosial yang membutuhkan
pemahaman terhadap ketauhidan, kesadaran dan toleransi yang tinggi terhadap
sesama manusia dalam pelaksanaannya.
Menurut M.A Mannan2 zakat mempunyai enam prinsip yaitu:
1. Prinsip keyakinan keagamaan yaitu bahwa orang yang membayar zakat
merupakan salah satu manifestasi dari keyakinan agamanya;
1 Didin Hafiduddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press,
2012), h.1.
2 Mannan, Islamic Economics: Theory and Practice. Lahore. 1970. h. 91.
-
2
2. Prinsip pemerataan dan keadilan; merupakan tujuan sosial zakat yaitu
membagi kekayaan yang diberikan Allah lebih merata dan adil kepada
manusia.
3. Prinsip produktifitas; menekankan bahwa zakat memang harus dibayar
karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu setelah lewat
jangka waktu tertentu.
4. Prinsip nalar; sangat rasional bahwa zakat harta yang menghasilkan itu
harus dikeluarkan.
5. Prinsip kebebasan; zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas
6. Prinsip etika dan kewajaran; yaitu zakat tidak dipungut secara semena-
mena.
Dalam perbincangan perspektif fikih klasik, kewajiban zakat tidak pernah
menjadi bahan yang diperdebatkan oleh kalangan ulama. Hal ini disebabkan
karena dasar kewajiban dari ibadah ini sangat jelas baik berdasarkan al-Quran
maupun hadits Nabi.
Seiring dengan berkembangnya zaman, tentu akan banyak timbul
permasalahan-permasalahan dalam syariat yang mungkin tidak ditemukan pada
zaman dahulu. Oleh karena itu, terjadilah masalah-masalah baru yang belum
diatur dalam literatur fikih klasik, salah satunya adalah zakat perusahaan.
Dari sinilah berkembang pemahaman para tokoh Islam dalam memahami
makna objek zakat dengan alasan tidak adanya nash yang menunjukkan adanya
pembatasan sumber-sumber zakat. Semuanya ditampilkan dalam lafadh ain yang
mencakup seluruh individu. Berdasarkan keumuman zakat tersebut, maka semua
-
3
hasil usaha atau hasil bumi dikenakan kewajiban zakat termasuk di dalamnya
zakat perusahaan.
Inilah yang membuat pemikir Islam abad ini Yusuf al-Qardhawi dan
Wahbah az-Zuhaili kemudian menggali aturan-aturan baru dengan bersandar pada
dalil-dalil yang umum. Ini pula yang menjadi alasan diangkatnya pemikiran Yusuf
al-Qardhawi karena beliaulah ulama saat ini yang sangat populer dan ahli dalam
masalah zakat. Melalui buku beliau yang berjudul Fiqh az-Zakah. Demikian pula
Wahbah az-Zuhaili yang kemasyhurannya sudah dikenal oleh masyarakat Islam
saat ini, melalui bukunya al-Fikh al-Islami Wa Adillatuhu.
Perbincangan awal mengenai zakat (muktamar zakat) atas sumber yang
diikhtilafkan dimulai pada tahun 1984 yang diadakan di Kuwait. Beberapa harta
yang kemudian disepakati sebagai wajib zakat adalah perusahaan, saham dan
obligasi serta harta-harta al-mustaghallat (harta yang diusahakan).3
Meskipun demikian, masih ada sebagian yang berpendapat bahwa zakat
perusahaan tidak wajib dikeluarkan karena tidak ada teks yang mewajibkannya.
Dengan alasan ini pula, para ulama fikih generasi pertama tidak mewajibkan
zakat, bahkan mereka menyatakan bahwa tidak wajib zakat terhadap rumah
tempat tinggal, alat kerja, hewan transportasi, perabotan rumah, dan sebagainya.
Adapun yang menjadi landasan hukum bagi yang mengatakan bahwa
zakat perusahaan wajib adalah berpegang kepada nash-nash yang bersifat umum,
seperti yang termaktub dalam surah al-Baqarah ayat 267:
3 Didin Hafiduddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press,
2012), h.101.
-
4
اَل ذَ َٚ َٓ اْْلَْسِض ِِ ُْ ا أَْخَشْخَٕا ٌَُى َّّ ِِ َٚ ُْ ا َوَسْثرُ َِ ْٓ غٍَِّثَاِخ ِِ ْٔفِمُٛا ُٕٛا أَ َِ َٓ آَ َا اٌَِّزٌ ٛا ٌَا أٌَُّٙ ُّ َّّ ٍَ
ٌَْخثٍَِث ٍذ ا ِّ ًٌّ َح َ َغِٕ َّْ َّللاَّ ٛا أَ ُّ اْعٍَ َٚ ِٗ ُعٛا فٍِ ِّ ْْ ذُْغ ِٗ ااِلَّ أَ ُْ تِآَِخِزٌ ٌَْسرُ َٚ َْ ْٕفِمُٛ ُْٕٗ ذُ . )سٛسج ِِ
(.8ٕٙاٌثمشج:
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari
apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah
kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-
Baqarah: 267).
Allah juga berfirman dalam surah at-Taubah ayat 103:
ُ َّللاَّ َٚ ُْ ٌَُٙ ٓ َّْ َصاَلذََه َسَى ُْ اِ ِٙ ٍْ ًِّ َعٍَ َص َٚ ُْ تَِٙا ِٙ ٍ ذَُضوِّ َٚ ُْ ُْ َصَذلَحً ذُطَُِّٙشُ٘ ِٙ اٌِ َٛ ِْ ْٓ أَ ِِ ٍع ُخْز ِّ َس
ُ (.ٖٓٔاٌرٛتح: . )سٛسج َعٍٍِ
Artinya:“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103).
Ada juga hadits yang diriwayat oleh Imam Bukhari (hadits ke-1448 dan
dikemukakan kembali dalam hadits ke-1450 dan 1451)4 dari Muhammad bin
Abdillah al-Anshari dari bapaknya ia berkata bahwa Abu Bakar r.a telah menulis
sebuah surat yang berisikan kewajiban yang diperintahkan oleh Rasulullah saw:
َذلَحِ ٍع َخْشٍَحَ اٌَصَّ ِّ ْدرَ ُِ َٓ ٍْ ُق تَ اَل ٌُفَشَّ َٚ ٍق رَفَشِّ ُِ َٓ ٍْ ُع تَ َّ اَل ٌُْد َٚ
Artinya:“Dan janganlah disatukan (dikumpulkan) harta yang mula-mula
berpisah. Sebaliknya jangan pula dipisahkan harta yang pada
mulanya bersatu karena takut mengeluarkan zakat.”
4 Shahih Bukhari, Riyadh: Daar el-Salaam, 2000, h. 114.
-
5
ٌَِّٛحِ ا تِاٌسَّ َّ ٍَُْٕٙ ِْ تَ ا ٌَرََشاَخَعا َّ ُ َّٙ ِٓ فَبِٔ ٍْ ْٓ َخٍٍِطَ ِِ َْ ا َوا َِ َٚ
Artinya:“Dan harta yang disatukan dari dua orang yang berkongsi, maka
dikembalikan kepada keduanya secara sama.”
Hadits tersebut pada awalnya berdasarkan asbab al-wurud-nya adalah
hanya berkaitan dengan perkongsian pada hewan ternak sebagaimana
dikemukakan dalam berbagai kitab fikih.5 Akan tetapi dengan dasar qiyas
(analogi) dipergunakan pula untuk berbagai syirkah dan perkongsian serta kerja
sama usaha dalam berbagai bidang. Apalagi syirkah dan perkongsian itu
merupakan kegiatan usaha yang sangat dianjurkan oleh ajaran Islam.
Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Abu Dawud,6 dari
Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:
ٍِْٕ ْٓ تَ ِِ ا َصاِحثَُٗ فَبَِرا َخأَُٗ َخَشْخُد َّ ْٓ أََحُذُ٘ ُْ ٌَُخ ا ٌَ َِ ِٓ ٍْ ِشٌَى َ ٌَمُُٛي أََٔا ثَاٌُِث اٌشَّ َّْ َّللاَّ ااِ َّ ِٙ
Artinya:“Sesungguhnya Allah SWT berfirman: Aku adalah pihak ketiga
dari dua orang yang berkongsi (berserikat) selama salah satunya
tidak berkhianat kepada yang lainnya. Jika terjadi pengkhianatan,
maka Aku akan keluar dari mereka.”
Berdasarkan hadits-hadits tersebut, keberadaan perusahaan sebagai wadah
usaha menjadi badan hukum. Maka dari itu, Muktamar Internasional Pertama
tentang Zakat di Kuwait menyatakan bahwa kewajiban zakat sangat terkait
dengan perusahaan, dengan catatan antara lain adanya kesepakatan sebelumnya
antara pemegang saham agar terjadi keridhaan dan keikhlasan ketika mengelu
5 Abu Ubaidah al-Qasim bin Salam, al-Amwal, (Beirut: Dar el-Kutub al-Ilmiyyah, 1986),
h. 398.
6 Sunan Abi Daud, (Riyadh: Dar el-Salam, 2000), h. 1476, hadits no. 3383.
-
6
arkannya. Kesepakatan tersebut seyogyanya dituangkan dalam aturan perusahaan
sehingga sifatnya menjadi mengikat.7
Perusahaan menurut hasil muktamar tersebut termasuk ke dalam syakhsan
i‟tibaran (badan hukum yang dianggap orang) atau syakshiyyah hukmiyyah
menurut Mustafa Ahmad Zarqa.8 Oleh karena di antara individu itu kemudian
timbul transaksi, meminjam, menjual, berhubungan dengan pihak luar dan juga
menjalin kerja sama. Segala kewajiban dan hasil akhirnya dinikmati bersama
termasuk di dalamnya kewajiban kepada Allah Swt dalam bentuk zakat.
Dalam Kitab Fikih Zakat, Yusuf al-Qardhawi menyebutkan bahwa telah
menjadi kesepakatan ulama tentang kewajiban zakat yang tidak disebutkan
langsung oleh Rasulullah Saw secara tekstual, tetapi para ulama menetapkannya
menggunakan qiyas. Seperti zakat emas, menurut Imam Syafi‟i adalah qiyas
terhadap perak.
Zakat harta perniagaan diqiyaskan dengan uang. Zakat kuda menurut
madzhab Hanafi diqiyaskan dengan zakat hewan lainnya yang telah disebutkan
secara tekstual. Zakat madu menurut madzhab Hanbali diqiyaskan dengan
pertanian. Zakat barang tambang menurut mereka diqiyaskan dengan emas, perak,
dan sebagainya seperti yang tercantum dalam buku-buku fiqh. Ini pulalah yang
menjadi alasan mengapa Yusuf al-Qardhawi mewajibkan zakat perusahaan.
Wahbah az-Zuhaili dalam bukunya fikih islam wa adillatuhu mengatakan
bahwa sekalipun jumhur fuqaha tidak menyatakan akan wajibnya zakat
7 Didin Hafiduddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002),
h. 101. 8 Musatafa Ahmad Zarqa, al-Fiqh al-Islamy Fi Tsaubihi al-Jadid, juz III, (Damaskus:
1948), h. 277.
-
7
perusahaan, akan tetapi beliau tetap berpandangan bahwa zakat perusahaan wajib
dikeluarkan. Dengan alasan, karena adanya illat (sebab) diwajibkannya zakat
terhadap perusahaan yaitu an-namaa‟ (bertambah).
Hukum agama senantiasa berlaku bersama illatnya, ada maupun tidak ada.
Demikian juga dikarenakan adanya hikmah disyariatkannya zakat di dalamnya
yaitu membersihkan bagi orang-orang yang memiliki harta itu sendiri. Demikian
pula membuat senang orang-orang yang membutuhkan dan ikut serta dalam
memberantas kemiskinan yang sedang digalakkan oleh organisasi-organisasi di
dunia saat ini.9
Merujuk pada Seminar Zakat I di Kuwait, bahwa untuk menghindari
terjadinya zakat ganda, maka bila perusahaan membayar zakat kekayaannya,
maka pemilik saham tidak diwajibkan lagi membayar zakat sahamnya, begitupun
sebaliknya jika perusahaan tidak membayar zakat kekayaannya maka diwajibkan
para pemilik modal untuk membayarkan zakat sahamnya masing-masing.
Pernyataan ini jelas mengatakan bahwa zakat perusahaan merupakan zakat yang
diwajibkan atas kepemilikan harta para shareholder terhadap perusahaan
bersangkutan.
Penilaian dan perhitungan zakat kontemporer tidak terlepas dari dua
landasan utama, yaitu hukum dan dasar-dasar zakat harta serta dasar-dasar
akuntansi bagi perlakuan, penilaian, dan perhitungan zakat. Apapun metode
penilaian dan perhitungan zakat, ketentuan umum dan dasar fiqh zakat menjadi
landasan utama pengembangannya termasuk keseragaman pemahaman bahwa
9 Wahbah az-Zuhaili, Fikih Islam wa adillatuhu (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 278.
-
8
Islam hanya mengenakan pribadi-pribadi muslim sebagai subjek zakat sehingga
pemahaman zakat perusahaan bukan perusahaan sebagai subjek zakat layaknya
subjek pajak, melainkan zakat atas kekayaan para pemilik modal perusahaan
(shareholder) yang dihitung berdasarkan kekayaan pada perusahaan dan besarnya
zakat shareholder berdasarkan proporsi kepemilikannya terhadap asset perusahaan
dengan memperhatikan azas-azas perhitungan zakat yang tunduk terhadap hukum
dan dasar-dasar fiqh zakat.
Secara umum pendapat Yusuf al-Qardhawi dan Wahbah az-Zuhaili hampir
sama. Baik dalam definisi perusahaan, objek zakat perusahaan maupun cara
perhitungan zakat perusahaan.
Mereka berbeda dalam beberapa keadaan, di antaranya, Yusuf al-
Qardhawi membagi perusahaan menjadi dua, yaitu perusahaan yang bergerak di
bidang investasi (penyewaan) 10% atau 5% dan perusahaan yang bergerak di
bidang perdagangan 2,5%. Adapun Wahbah az-Zuhaili hanya mengenakan zakat
pada perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan yaitu 2,5%.
Berdasarkan keterangan di atas, penulis merasa tertarik untuk membahas
zakat perusahaan. Oleh karena itu, penulis mengambil judul skripsi
“PERBANDINGAN ANTARA IJTIHAD YUSUF AL-QARADAWI
DAN WAHBAH ZUHAILI TENTANG ZAKAT PERUSAHAAN’’
B. Permasalahan
-
9
1. Indetifakasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka identifikasi
masalahnya sebagai berikut:
1. Adanya perbedaan pendapat antara Yusuf Al-Qardhawi dan Wahbah Zuhaili
dalam presentase kadar zakat ;
2. Yusuf Al-Qardhawi membagi perusahaan menjadi dua, sedangkan wahbah
zuhaili tidak;
3. Apa alasan Yusuf Al-Qardhawi membagi perusahaan yang wajib membayar
zakat menjadi dua?
4. Mengapa Wahbah Zuhaili tidak membagi perusahaan yang wajib
mengeluarkan zakat?
5. Apakah perusahaan wajib mengeluarkan?
6. Bagaimana status perusahaan yang tidak mengeluarkan zakat?
7. Apakah pajak perusahaan terhadap Negara bisa dikategoriakn sebagai zakat
perusahaan?
8. Apa alasan masing-masing ulama dalam menetapkan kadar zakat
perusahaan?
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan Identifikasi Masalah yang penulis kemukakan di atas, agar
permasalahan yang akan penulis bahas tidak meluas, maka penulis membatasinya
hanya sekitar mengenai zakat perusahaan menurut Yusuf Al-Qardhawi dan
Wahbah Zuhaili saja.
-
10
Dalam syari‟ah dalil utama yang harus digunakan dalam menyimpulkan
adanya hukum atau tidak adanya hukum adalah al-Qur‟an al-Karim dan al-Hadist.
Al-Quran al-Karim adalah mutlak hukumnya yang turun dari Allah Subhânahû
Wata‟âlâ, sedangkan Al-Hadist adalah sabda Nabi Sallâllahu „Alaihi Wasallam
yang ma‟sûm. Oleh sebab itu penulis akan melihat pendapat Yusuf Al-Qardhawi
dan Wahbah Zuhaili dalam menyimpulkan presentase kadar zakat perusahaan.
Fokus penelitian ini terbatas pada masalah Zakat Perusahaan menurut
Yusuf Al-Qardhawi dan Wahbah Zuhaili serta melihat dalil-dalil yang digunakan
dalam menyimpulkan suatu hukum yang sama-sama bersumber dari al-Qur‟an al-
Karim dan al-Hadist Nabi Sallâllahu „Alaihi Wasallam.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas dan dalam rangka
mempermudah penulis dalam menganalisa permasalahan, penulis merumuskan
masalahnya sebagai berikut:
a. Bagaimana Ijtihad Yusuf al-Qaradhawi dan Wahbah az-Zuhaili tentang
Hukum Zakat Perusahaan?
b. Bagaimana Bentuk Persamaan dan perbedaan Ijtihad antara Keduanya
Tentang Zakat Perusahaan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam penulisan ini, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh
penulis, dan tujuan yang dimaksud adalah:
1. Mengetahui Ijtihad Yusuf al-Qardhawi dan Wahbah az-Zuhaili tentang
Hukum Zakat Perusahaan.
-
11
2. Mengetahui Bentuk Persamaan dan Perbedaan Ijtihad antara keduanya
tentang zakat perusahaan.
Adapun manfaat atau kegunaan penelitian ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan memperkaya
khazanah fikih zakat yang ada. Menambah dan memberikan sumbangan positif
dalam memperdalam fikih zakat.
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat umum, hasil penelitian ini berguna untuk memahami
hukum zakat perusahaan, sehingga masyarakat sadar dan terdorong untuk
mengeluarkan zakat dari perusahaan mereka.
2. Bagi Praktisi Hukum Islam, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
panduan dalam memperdalam pemahaman terhadap fikih zakat terutama
dalam zakat perusahaan.
3. Bagi penulis, hasil penelitian ini berguna untuk menambah khazanah fikih
zakat khususnya zakat perusahaan dan sebagai syarat untuk mendapatkan
gelar sarjana Syariah.
D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu
Untuk mengetahui kajian terdahulu yang telah di tulis oleh yang
lainnya,maka penulisan me-riview beberapa skripsi,buku dan jurnal terdahulu
-
12
yang pembahasannya hampir sama dengan pembahasan yang penulis
angkat.dalam hal ini penulis menemukan beberapa skripsi, yaitu;
1. Skripsi berjudul Perusahaan Sebagai Muzakki (Studi di Dompet Peduli
Umat Daarul Tauhid Yogyakarta), yang ditulis oleh Muhammad Rif‟an
Muhajirin. Dalam skripsi ini Muhammad Rif‟an Muhajirin Menyimpulkan
Bahwa dalam menetapkan perusahaan sebagai muzakki serta sebagai salah
satu sumber zakat, DPU-DT Yogyakarta menggunakan dalil–dalil umum
yang memerintahkan untuk memunaikan zakat. Selain dalil umum DPU-
DT Yogyakarta juga menggunakan metode qiyas sebagai dasar pengambilan
hukumnya. Qiyas di sini berdasarkan pada sebuah hadits tentang zakat
pengkosian binatang ternak karena mempunyai „illat “ suatu usaha ekonomi
yang di kerjakan secara bersama/patungan”. Selain dengan zakat pengkosian
binatang ternak zakat perusahan juga bisa dianalogikan (diqiyaskan) dengan
zakat perusahaan, karena „illatnya adalah “usaha untuk mencari keuntungan
dari hasil jual-beli barang atau jasa.”10
2. Skripsi berjudul Analisis Perlakuan Akuntansi Zakat Perusahaan Pada Bank
Syariah di Indonesia yang ditulis oleh ERIC Nurcayo Atmahadi. Dalam
skripsi ini ERIC Nurcayo Atmahadi menyimpulkan bahwa masih banyaknya
perbedaan dan kekurangan dalam pelaporan akuntasi zakat, khususnya zakat
perusahan pada bank umum syariah di indonesia. Proposi dalam
pengumpulan dan penggunaan zakat total dari umum bank syariah juga
menunjukan beberapa segmen yang paling dominan. Hasil penelitian ini
10
Rif‟an Muhajirin, Perusahaan Sebagai Muzakki (Studi di Dompet Peduli Umat Daarul
Tauhid Yogyakarta), Skripsi Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 2009.
-
13
juga menunjukan besaran dana zakat yang telah di kumpulkan serta di
realisasi dana zakat yang telah di gunakan. Sebagai tambahan penelitian ini
juga menunjukan besaran potensi zakat perusahan yang cukup besar yang
berasal dari bank umum syariah di Indonesia.berdasarkan dari hasil- hasil di
atas sebaiknya Indonesia menetapkan suatu regulasi khususnya berdasarkan
akuntasi yang secara komprehensif mengatur praktik dan pelakuan akuntasi
zakat perusahandi indonesia.11
E. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan analisa deskriptif
komparatif yaitu memparkan permasalahan zakat perusahaan secara umum,
kemudian menganalisa pendapat Yusuf al-Qardhawi dan Wahbah az-Zuhaili
untuk mengambil sebuah kesimpulan sehingga ditemukan kejelasan hukum zakat
perusahaan.
2. Jenis penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian kepustakaan. Yaitu dengan
mengumpulkan data, baik berupa buku, artikel maupun data-data tertulis lainnya
yang terdapat di perpustakaan yang berhubungan dengan zakat perusahaan.
3. Teknik Penelitian
11
Eric Nurcahyo Atmahadi, Analisis Perlakuan Akutansi Zakat Perusahaan Pada Bank
Syariah di Indonesia, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Depok, 2013.
-
14
Teknik penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah mengkaji sumber
data dari berbagai referensi yang ada. Dengan cara menelusuri sumber dan data
mengenai zakat perusahaan. Adapun sumber data itu terbagi menjadi dua bagian:
a. Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penulis menggunakan data kuantitatif dengan
sumber data yang tertulis. Data tersebut diklarifikasikan berdasarkan
keontetikannya dalam sumber data primer dan sumber data skunder.
b. Pengolahan dan Analisa Data
Setelah data-data terkumpul, penulis mengamatinya secara cermat dan
disusun secara sistimatis dan logis sebagai suatu kesimpulan.
c. Teknis Penulisan
Teknik penulisan dalam skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2012.”
F. Sistematika Penulisan
Mengenai sistematika penulisan skripsi ini, secara umum penulis akan
menyusun ke dalam empat bab. Dimulai dengan:
Bab I Berisi tentang pendahuluan yang menampilkan latar belakang
masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat
-
15
penulisan, metode, jenis dan teknik penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II Berisi tentang wajib zakat dalam perspektif hukum Islam,
menguraikan pengertian dan dasar hukum zakat, syarat wajib dan
rukun zakat dalam Islam, hikmah zakat, dan zakat badan hukum
dalam Islam.
Bab III Adalah biografi dan pendapat Yusuf al-Qardhawi dan Wahbah az-
Zuhaili tentang zakat perusahaan. Menjelaskan biografi Yusuf al-
Qardhawi dan Wahbah az-Zuhaili, zakat perusahaan menurut
Yusuf al-Qardhawi, zakat perusahaan menurut Wahbah az-Zuhaili,
dan komparasi zakat perusahaan menurut Yusuf al-Qardhawi dan
Wahbah az-Zuhaili.
Bab IV Perusahaan sebagai wajib zakat. Pemikiran Yusuf al-Qardhawi dan
Wahbah az-Zuhaili, persamaan dan perbedaan dari kedua ulama
tersebut.
Bab V Berisi tentang kesimpulan Setelah memahami secara keseluruhan
isi dari penelitian ini, maka pada bab lima penulis menempatkan
kesimpulan secara umum dari uraian-uraian yang sudah
disampaikan, kemudian dilanjutkan dengan saran-saran dari
penulis.
-
16
BAB II
WAJIB ZAKAT DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
1. Pengertian Zakat
Zakat ditinjau dari segi bahasa (etimologi) berasal dari kata “zaka” yang
berarti berkembang, berkah, tumbuh, bersih dan suci dan baik.12
Dalam kitab “Kifayatul Akhyar” disebutkan:
اٌضواج فى اٌٍغح إٌّٛ ٚاٌثشوح ٚوثشج اٌخٍش.ٖٔ
Artinya: “Zakat menurut bahasa artinya tumbuh, berkah, dan banyak
kebaikan”.
Hammudah Abdalati mengartikan zakat dengan kesucian. Begitu juga
dengan Imam an-Nawawi dan Abu Muhammad Ibnu Qutaibah, mengartikan zakat
sebagai kesuburan dan penambahan. Makna ini diambil dari kata zakah. Begitu
juga Abdul Hasan Al-Walidi mengartikan bahwa zakat mensucikan, memperbaiki
dan menyuburkan harta.14
Harta yang dikeluarkan untuk zakat dinamakan zakat karena zakat itu
mensucikan diri dari kotoran kikir dan dosa. Zakat itu juga menyuburkan harta
atau memperbanyak pahala bagi mereka yang mengeluarkan. Zakat juga dapat
menyuburkan dan mensucikan masyarakat. Sebab zakat itu sendiri merupakan
manifestasi dari sikap gotong royong antara orang kaya dan fakir miskin dan
12 Sesuatu itu zaka berarti tumbuh dan berkembang dan seseorang itu zaka berarti orang
itu baik. Lihat Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakat, Terj. Salman Harun, Didin Hafidudin, dan
Hasanuddin, Hukum Zakat, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2002), h. 34. 13
Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad Al-Khusaini, Kifayatul Akhyar, Juz I,
(Bandung: Syrirkah Al-Ma‟arif Lithab‟i , t.th), h. 172 14
Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT. Pustaka, 1999), h. 3-4.
-
17
sebagai bentuk perlindungan bagi masyarakat dari bencana kemasyarakatan yaitu
kemiskinan kelemahan baik fisik maupun mental.15
Karena itu zakat akan
mensucikan pahala. Sebagaimana firman Allah dalam surat at-Taubah 103 yang
artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka”.16
Adapun zakat menurut terminologi (istilah) syara‟ terdapat beberapa
pandangan. Dalam Ensiklopedi Al-Qur‟an misalnya menyebutkan zakat menurut
istilah hukum Islam adalah mengeluarkan sebagian harta, diberikan kepada yang
berhak menerimanya supaya harta yang tinggal menjadi bersih dan orang-orang
yang memperoleh harta menjadi suci jiwa dan tingkah laku.17
Dalam kitab fiqhuz zakat, Yusuf al-Qardhawi mendefinisikan zakat secara
istilah sebagai berikut:
حصح اٌّمذسج ِٓ اٌّاي اٌرى فشظٙا َّللا اٌّسرحفٍٓ وّا ذطٍك اٌضواج فً اٌششذ: ذطٍك عٍى اٌ
عٍى ٔفس اخشاج ٘زٖ اٌحصح.ٔ7
Artinya: “Zakat secara istilah adalah sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak
disamping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri”.
Abu Yahya Zakariya Al-Anshari dalam kitab Fathul Wahab menyebutkan:
اٌضواج ششعا اسُ ٌّا ٌخشج ِٓ ِاي أٚ تذْ عٍى ٚخٗ ِخصٛص.ٔ9
Artinya: “Zakat menurut syara‟ adalah sesuatu nama dari harta atas
badan yang dikeluarkan menurut syara‟ yang telah ditentukan”.
15
Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Zakat, h. 8-9. 16
Departemem Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama RI,
1993), h. 2917. 17
Fahrudin HS, Ensiklopedi Al-Qur‟an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 618. 18
Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakat, (Bairut: Muassasah Ar-Risalah, 1991), h. 37-38. 19
Abu Yahya Zakariya Al-Anshori, Fathul Wahab, (Bandung: Syirkah Al-Ma‟arif, t.th),
hl. 102.
-
18
Sedangkan dalam kitab Nailul Authar karya Muhammad Al-Syaukani
disebutkan:
اٌضواج: اعطاء خضء ِٓ إٌصاب اٌى فمٍش ٚٔحٖٛ غٍش ِرصف تّأع ششعً ٌّٕع ِٓ
اٌصشف اٌٍٗ.ٕٓ
Artinya: “Zakat adalah pemberian sebagian harta yang telah mencapai
nisabnya kepada orang fakir dan sebagainya dan tidak mempunyai
sifat yang dapat dicegah syara‟ untuk mentasarufkan keduanya”.
Pemberian (i‟tha) pada sasaran zakat yang dimaksudkan dari pengertian di
atas ditujukan untuk orang yang membutuhkan yakni orang fakir dan miskin.
Madzhab Syafi‟i merumuskan zakat sebagai sebuah ungkapan untuk
keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus. Sedangkan madzhab
Hambali, zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk
kelompok yang khusus pula. Yang dimaksud pernyataan “wajib” berarti bahwa
zakat tersebut bukan sunnat, seperti halnya mengucapkan salam atau
mengantarkan jenazah. Pernyataan “harta” berarti bahwa zakat bukan berupa
jawaban terhadap salam. Pernyataan “khusus” berarti bahwa harta yang dizakati,
bukan harta yang berstatus wajib, artinya harta itu bukan harta yang harus
dibayarkan untuk utang atau untuk memberi nafkah pada keluarga. Pernyataan
“kelompok yang khusus” berarti bahwa mereka bukan ahli waris pemberi zakat.21
Adapun mazhab Maliki mendefinisikan zakat menurut syara‟ adalah
“mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah
mencapai nisab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang
20
Muhammad Al-Syaukani, Nailul Authar, Juz 3, (Bairut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah,
1995), h.124. 21
Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, Terj. Agus Efendi dan Bahruddin
Fannany, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2000), h. 84-85.
-
19
yang berhak menerimanya (mustahiq) nya. Dengan catatan, kepemilikan itu penuh
dan mencapai hawl (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian. Begitu
juga madzhab Hanafi, mendefinisikan zakat dengan menjadikan sebagian harta
yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang
ditentukan oleh syari‟at karena Allah swt. Kata “menjadikan sebagian harta
sebagai milik” (tamlik) dalam definisi di atas dimaksudkan sebagai penghindaran
dari kata ibahah (pembolehan).22
Sedangkan zakat dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 38
tahun 1999 tentang pengelolaan zakat diformulasikan sebagai harta yang wajib
disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim
sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.23
Sementara itu, Al-Qur‟an menyebutkan zakat dengan berbagai istilah,
tetapi maksudnya adalah zakat. Kata tersebut adalah sadaqah. Misalnya firman
Allah dalam surat At-Taubah ayat 60 dan 103. sadaqah berasal dari kata sadaqah
yang berarti “benar” menurut terminologi syari‟at. Pengertian sadaqah sama
dengan pengertian infaq termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya.
Hanya saja, jika infaq dengan materi sedangkan sadaqah memiliki arti luas,
menyangkut hal yang bersifat non material. Hadis riwayat Imam muslim dan Abu
Dzar Rasulullah menyatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah dengan harta
22
Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, h. 83-84. 23
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Zakat, Bazis, Kudus, 2001, h. 3.
-
20
maka membaca tasbih, takbir, tahmid, tahlil dan melakukan kegiatan amar ma‟ruf
nahi munkar adalah sedekah.24
Adapun kata infaq, kadangkala juga dimaksudkan zakat sebagaimana
firman Allah:
ْٔفِمُٛا ُٕٛا أَ َِ َٓ آَ َا اٌَِّزٌ َٓ اْْلَْسضِ ٌَا أٌَُّٙ ِِ ُْ ا أَْخَشْخَٕا ٌَُى َّّ ِِ َٚ ُْ ا َوَسْثرُ َِ ْٓ غٍَِّثَاِخ . . . )سٛسج ِِ
(.8ٕٙاٌثمشج:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari
apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu”. (QS. Al-
Baqarah: 267).25
Kata infaq tidak mengandung arti zakat maka menurut terminologi syari‟at
berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan atau penghasilan untuk
suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nishabnya,
infaq tidak mengenal nishab. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman
baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah disaat lapang maupun
sempit. Jika zakat harus diberikan kepada mustahiq tertentu (8 asnaf) maka infaq
boleh diberikan kepada siapapun juga.26
Menurut Quraisy Shihab yang perlu diperhatikan bahwa zakat adalah satu
ketetapan Tuhan menyangkut harta, bahkan sadaqah dan infaqpun demikian.
Karena Allah menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan untuk umat
manusia seluruhnya maka harta harus diarahkan guna kepentingan bersama.27
24
Didin Hafidhudin, Panduan Praktis Tentang Zakat Infaq Sedekah, (Jakarta: Gema
Insani, 1998), h. 15. 25
Departemem Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 67. 26
Didin Hafidhudin, Panduan Praktis Tentang Zakat Infaq Sedekah, h. 14-15. 27
Quraish Shihab, Membumikan Al Qur‟an, (Bandung: Mizan, 1994), h. 232.
-
21
Berdasarkan pendapat dan ketentuan di atas, zakat merupakan perintah
Tuhan untuk menciptakan kesejahteraan umat manusia dan pemerataan ekonomi.
Penulis memahami zakat sebagai sarana ibadah sosial, disitu dapat diambil
pengertian bahwa zakat yang berarti kemurnian dan kebersihan. Islam
menggunakan makna itu untuk menyebut tindakan menyisihkan sebagian
kekayaan untuk diberikan kepada orang-orang yang memerlukan termasuk untuk
membiayai kebutuhan umat. Hal tersebut amatlah penting karena pada dasarnya di
dalam harta benda yang kita miliki itu ada hal orang Islam. Dengan diberikan
kepada orang yang berhak menerimanya itu, kekayaan tersebut menjadi bersih.
Kenyataan yang kita hadapi sekarang adalah zakat menjadi persoalan umat
dan negara. Untuk itu, perlu adanya interpretasi baru mengenai aspek-aspek yang
berkenaan dengan zakat antara lain muzakki, mustahiq, nisab dan amil zakat.
2. Dasar Hukum Zakat
a. Al-Qur‟an
Dalam pemahaman Islam, Al-Qur‟an merupakan sumber hukum tertinggi,
keberadaannyapun tidak pernah usang menghadapi setiap perubahan zaman.
Hingga kini, Al-Qur‟an tetap menjadi sandaran, rujukan hukum dari setiap
permasalahan yang muncul di masyarakat, tidak terkecuali pembahasan tentang
perintah zakat.
Di dalam Al-Qur‟an Allah telah menyebutkan tentang zakat yang selalu
dihubungkan dengan sholat sejumlah 82 ayat. Dari sini disimpulkan secara
deduktif bahwa setelah sholat, zakat merupakan rukun Islam terpenting.28
Begitu
28
Muhammad, Zakat Profesi, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), h. 12.
-
22
pentingnya zakat secara mendasar digambarkan dengan jelas di dalam beberapa
ayat Al-Qur‟an sebagai berikut:
1) QS. At-Taubah: 103
ُْ . . . )سٛسج اٌرٛتح: ُْ َصَذلَحً ذُطَُِّٙشُ٘ ِٙ اٌِ َٛ ِْ ْٓ أَ ِِ (.ُٖٓٔخْز
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS. At-Taubah
(9): 103).29
2) QS. Al-Muzammil: 20
َ لَْشًظا َحَسًٕا . . . )سٛسج اٌّضًِ: . . . أَْلِشُظٛا َّللاَّ َٚ َواجَ آَذُٛا اٌضَّ َٚ اَلجَ ٛا اٌصَّ ُّ أَلٍِ َٕٚٓ.)
Artinya: “Tegakkan sholat dan tunaikan zakat dan berilah piutang kepada
Allah dengan sebaik-baik piutang…” (QS. Al-Muzzammil: 20).30
3) QS. Al-Bayyinah: 5
اَل ٛا اٌصَّ ُّ ٌُمٍِ َٚ َٓ ُحَٕفَاَء ٌ َٓ ٌَُٗ اٌذِّ ْخٍِِصٍ ُِ َ ُشٚا ااِلَّ ٌٍَِْعثُُذٚا َّللاَّ ِِ ا أُ َِ َٚ ُٓ َرٌَِه ِدٌ َٚ َواجَ ٌُْئذُٛا اٌضَّ َٚ جَ
ِح. )سٛسج اٌثٍّٕح: َّ ٌْمٍَِّ (.٘ا
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan keta‟atan kepadaNya dalam (menjalankan)
agama yang lurus (menjalankan syirik dan kesesatan) dan supaya
mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan dengan
demikian itulah agama yang lurus”. (QS. Al Bayyinah: 5).31
4) QS. At-Taubah: 34
ُْ ْشُ٘ ِ فَثَشِّ ًِ َّللاَّ ْٕفِمََُٛٔٙا فًِ َسثٍِ اَل ٌُ َٚ حَ ٌْفِعَّ ا َٚ َْ اٌزَََّ٘ة َٓ ٌَْىُِٕضٚ اٌَِّزٌ َٚ . )سٛسج . . . ٍُ تَِعَزاٍب أٌٍَِ
(.ٖٗاٌرٛتح:
Artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
29
Departemem Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 297. 30
Departemem Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 990. 31
Departemem Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 1084.
-
23
mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. (QS.
At-Taubah: 34).32
5) QS. Al-Baqarah: 110
َ َّْ َّللاَّ ِ اِ َْٕذ َّللاَّ ٍٍْش ذَِدُذُٖٚ ِع ْٓ َخ ِِ ُْ ْٔفُِسُى ٛا ِْلَ ُِ ا ذُمَذِّ َِ َٚ َواجَ آَذُٛا اٌضَّ َٚ اَلجَ ٛا اٌصَّ ُّ أَلٍِ َٚ َْ ٍُٛ َّ ا ذَْع َّ تِ
(.ٓٔٔ. )سٛسج اٌثمشج: تَِصٍش
Artinya: “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan
apapun yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan
mendapatkan pahala disisi Allah, sesungguhnya Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Baqarah: 110).33
b. Al-Hadits
Islam menetapkan Al-Hadis sebagai dasar hukum kedua setelah Al-
Qur‟an. Al-Hadis juga menjadi penjelas ayat-ayat Al Qur‟an yang pembahasannya
masih bersifat global.
Sehingga terlihat secara gamblang perintah hukum, wajib zakat. Adapun
dalil-dalil dari hadis sebagai berikut:
Hadis yang diriwayatkan muslim dari Ibn Umar:
ذا سسٛي َّللا ٚالاَ اٌصالج ٚاٌراء تًٕ اإلسالَ عٍى خّس: ّّ شٙادج أْ ال اٌٗ االّ َّللا ٚ أْ ِح
اٌضواج ٚحح اٌثٍد ٚصَٛ سِعاْ. )سٚاٖ ِسٍُ(.ٖٗ
Artinya: “Islam didirikan dari lima sendi: mengaku bahwa tidak ada
Tuhan yang sebenarnya disembah melainkan Allah dan
bahwasanya Muhammad itu utusan Allah, mendirikan sholat,
mengeluarkan zakat, mengerjakan haji dan berpuasa sebulan
Ramadhan”. (HR. Muslim).
32
Departemem Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 283. 33
Departemem Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 30. 34
Imam Abi Khusain, Shoheh Muslim, juz I, (Baerut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah), h. 26-27
-
24
Diriwayatkan lagi oleh Bukhori dan Muslim dari Ibn Abbas ra.
Bahwasanya Nabi saw mengutus Mu‟adz bin Jabal ke daerah Yaman. Kemudian
beliau bersabda kepadanya:
. . . اعٍُّٙ أْ َّللا افرشض عٍٍُٙ صذلح ذئخز ِٓ اغٍٕائُٙ, فرشد عٍى فمشائُٖٙ٘ . . .
Artinya: “…Jika mereka menuruti perintahmu untuk itu ketetapan atas
mereka untuk mengeluarkan zakat beritahukanlah kepada mereka bahwasanya
Allah swt mewajibkan orang-orang kaya dan diberikan lagi kepada orang-orang
fakir diantara mereka…”
Hadis-hadis di atas menerangkan tentang kewajiban mengeluarkan zakat
dan bahwa zakat itu suatu rukun (suatu rangka penting) dari rukun-rukun Islam
dan masih banyak lagi hadis-hadis yang lain.
c. Ijma‟
Imam madzhab dan mujtahid mempunyai peranan yang besar dalam
memecahkan persoalan zakat. Al-Ijma‟ artinya kesepakatan para mujtahid dalam
menggali hukum-hukum agama sesudah Rasulullah meninggal dunia dalam suatu
masalah yang ada ketetapannya dalam kitab dan sunnah.36
Adapun dalil berupa
ijma‟ ialah kesepakatan semua (ulama) umat Islam disemua negara kesepakatan
bahwa zakat adalah wajib, bahkan, para sahabat Nabi saw sepakat untuk
membunuh orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Dengan demikian
barang siapa mengingkari kefarduan zakat berarti dia kafir tetapi jika karena tidak
tahu baik karena baru memeluk Islam maupun karena dia hidup di daerah yang
35
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz. I, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1981),
h. 124. 36
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 22.
-
25
jauh dari tempat ulama, hendaknya dia diberitahu tentang hukumnya. Dia tidak
dihukumi sebagai orang kafir sebab dia memiliki uzur.37
B. Syarat wajib dan Rukun Zakat Dalam Islam
Zakat merupakan hak Allah yang dikeluarkan oleh setiap manusia
(muslim) yang disampaikan kepada fuqoha dan kaum muslim dengan mengharap
keberkahan atau untuk mensucikan jiwa. Orang yang berzakat di dunia akan
mendapat “pujian dan di akherat akan mendapat ganjaran dari Allah swt.
Sebagaimana diketahui, zakat terdiri dari zakat mal (harta) dan zakat
fitrah. Zakat mal adalah bagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum
yang wajib diberikan kepada orang-orang tertentu setelah mencapai jumlah
minimal tertentu dan setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu.38
Sedangkan
zakat fitrah merupakan zakat jiwa yaitu kewajiban berzakat bagi setiap individu
baik untuk orang yang sudah dewasa maupun belum dewasa dan dibarengi dengan
ibadah puasa. Yaitu akhir puasa Ramadhan.39
Berbicara masalah zakat, maka perlu dibagi tentang syarat wajib zakat
(muzakki) yaitu orang yang berdasarkan ketentuan hukum Islam diwajibkan
mengeluarkan zakat atas harta yang dimilikinya dan rukun zakat. Menurut
kesepakatan ulama, syarat wajib zakat adalah merdeka, Islam, baligh, berakal,
memiliki harta kekayaan dengan persyaratan tertentu. Untuk lebih jelasnya
penulis akan uraikan di bawah ini:
37
Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, h. 90-91. 38
M. Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fiqh, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2002, Cet. Pertama), h. 108-109. 39
Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003,
Cet. Pertama), h. 78.
-
26
1. Syarat Wajib Zakat
a. Islam
Menurut ijma‟ zakat tidak wajib atas orang kafir karena zakat merupakan
ibadah mahdhah yang suci sedangkan orang kafir bukan orang yang suci.40
Hal ini
sejalan dengan sabda Rasulullah saw yang disampaikan kepada Muaz bin Jabal
ketika di utus ke Yaman menjadi qadhi bahwasanya Rasul bersabda: “jika engkau
berhadapan dengan ahlul kitab maka tindakan pertama adalah menyeru mereka
agar bersyahadat. Jika mereka menyambut seruan itu, maka mereka bahwa Allah
mewajibkan sholat lima kali sehari semalam, mewajibkan berzakat yang diambil
dari harta orang-orang kaya dan diserahkan kepada fakir miskin. Jadi jelaslah
bahwa yang wajib dikenai zakat adalah orang kaya muslim.41
b. Merdeka
Menurut ijma‟ para ahli fiqh, zakat tidak diwajibkan atas hamba sahaya
karena secara hukum mereka tidak mempunyai hak milik, tidak memiliki harta
karena diri mereka sendiri dianggap sebagai harta.42
Begitu pula budak mukatab
(budak yang dijanjikan kemerdekaannya) tidak wajib mengeluarkan karena
kendatipun dia memiliki harta, hartanya tidak dimiliki secara penuh.43
Madzhab
Maliki berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat pada harta milik seorang
hamba sahaya baik atas nama hamba sahaya itu sendiri maupun atas nama
40
Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, h. 99. 41
Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, h. 93. 42
Aliy As‟ad, Fathul Muin, jilid 2, (Kudus: Menara Kudus, t.th.), h. 2. 43
Aliy As‟ad, Fathul Muin, h. h. 3.
-
27
tuannya karena harta milik hamba sahaya tidak sempurna (naqish), padahal zakat
pada hakekatnya hanya diwajibkan pada harta yang dimiliki secara penuh.44
c. Baligh dan Berakal
Syari‟at ini dikemukakan oleh madzhab Hanafi. Oleh sebab itu, anak kecil
dan orang gila tidak dikenai kewajiban zakat.45
Karena keduanya tidak termasuk
dalam ketentuan orang yang wajib mengerjakan ibadah seperti sholat dan puasa.
Akan tetapi, jumhur ulama fiqh tidak menerima syarat ini dengan berpendirian
bahwa apabila anak kecil atau orang gila memiliki harta satu nisab atau lebih
maka wajib dikeluarkan zakatnya dengan alasan bahwa Al Qur‟an maupun hadis
tidak membedakan apakah pemiliknya baligh dan berakal atau tidak.46
Lagi pula,
zakat dikeluarkan sebagai pahala untuk orang yang mengeluarkannya dan bukti
solidaritas terhadap orang fakir. Anak kecil dan orang gila termasuk juga orang
yang berhak mendapatkan pahala dan membuktikan rasa solidaritas mereka atas
dasar itulah anak kecil dan orang gila wajib memberikan nafkah. Pendapat ini,
menurut penulis lebih baik sebab didalamnya terkandung upaya untuk
merealisasikan kemaslahatan umat.
2. Rukun Zakat
Rukun zakat adalah mengeluarkan sebagian dari nishab (harta), dengan
melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang fakir
dan menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya:
yakni imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.47
44
Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, h. 100. 45
Aliy As‟ad, Fathul Muin, h. h. 30. 46
Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, h. 169. 47
Wahbah Al-Zuhayly, Al–Fiqh Al- Islami Adilatuh, h. 97-98.
-
28
C. Hikmah Zakat
Dalam ajaran Islam tiap-tiap perintah untuk melakukan ibadah
mengandung hikmah dan rahasia yang sangat beragam berguna bagi pelaku
ibadah tersebut termasuk ibadah zakat. Sesuai dengan ibadah zakat yang secara
etimologis bermakna bersih, tumbuh dan baik maka ibadah ini akan memberi
keuntungan bagi pelakunya, meskipun secara matematika kuantitatif akan
berakibat mengurangi jumlah harta kekayaan.
Dengan mengetahui hikmah suatu kewajiban atau larangan akan diperoleh
jawaban yang memuaskan atau logis yaitu mengapa hal itu diwajibkan atau
dilarang oleh Tuhan. Sebagaimana diketahui bahwa menunaikan zakat merupakan
suatu bentuk perjuangan melawan hawa nafsu, dan melatih jiwa dengan sifat
dermawan yang akan mengangkat kehormatan, membersihkan jiwa dari sifat
tercela yaitu rakus dan bakhil. Kebakhilan adalah salah satu bentuk
ketidakpercayaan terhadap pencipta dan pemberi rezeki yaitu Allah swt yang pasti
akan menepati janjinya baik berupa keberuntungan maupun berupa kerugian.
Hasbi Ash-Shiddieqy, membagi rahasia dan hikmah zakat atas empat sisi
yaitu hikmah bagi pihak wajib zakat (muzakki), pihak penerima zakat (mustahiq),
gabungan antara keduanya dan hikmah rahasia yang khusus dari Allah swt.48
Dari empat aspek di atas dapat disimpulkan bahwa hikmah dan rahasia
yang terkandung dalam kewajiban zakat adalah pemantapan hubungan vertikal
dengan Allah dan hubungan horizontal dengan sesama manusia secara simultan.
48
Hasbi As-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, Ditinjau dari segi hukum dan hikmah, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1991), h. 232.
-
29
Wahbi Sulaiman Ghauji, membagi hikmah zakat atas empat sisi yaitu dari
segi kepentingan orang-orang kaya sebagai muzakki, dari segi eksistensi harta
benda itu sendiri dan dari kepentingan kaum fakir miskin yang berhak atas zakat
itu serta dari pihak masyarakat pada umumnya.49
Adapun hikmah zakat tersebut antara lain tersimpul sebagai berikut:
1. Sebagai manifestasi keimanan kepada Allah swt, mensyukuri
nikmatnya. Menumbuhkan akhlaq mulia dengan memiliki rasa
kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat rakus dan kikir,
menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan
mensucikan harta yang dimiliki.50
2. Karena zakat merupakan hak mustahiq, maka zakat berfungsi untuk
menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin ke
arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera. Sekaligus
menghilangkan sifat ini, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari
kalangan mereka. Ketika mereka melihat golongan kaya yang
berkecukupan hidupnya. Zakat, sesungguhnya bukan sekedar
memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif yang sifatnya sesaat,
akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka,
dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan
mereka menjadi miskin dan menderita.51
49
Hasbi As-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, Ditinjau dari segi hukum dan hikmah, h. 81. 50
Didin Hafidhudhin, Zakat Sebagai Implementasi Syari‟ah, Makalah “Seminar Zakat
Sebagai Pengurang Pajak, Semarang 22 November 2000, h. 2. 51
Didin Hafidhudhin, Zakat Sebagai Implementasi Syari‟ah, h. 3.
-
30
3. Sebagai pilar amal bersama (jama‟i) antara kelompok aghniya yang
berkecukupan hidupnya dengan para mujtahid yang seluruh waktunya
digunakan untuk berijtihad dijalan Allah, yang karena kesibukannya
tersebut, tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan
berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.52
4. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun
prasarana yang harus dimiliki umat Islam seperti sarana ibadah,
pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi sekaligus sarana
pengembangan kualitas sumbr daya manusia muslim.53
5. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak
akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara yang bathil.54
6. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah
satu instrumen pemerataan pendapatan.55
Karena zakat yang dikelola dengan sistem dan manajemen yang
amanah profesional dan integrated dengan bimbingan dan pengawasan
dari pemerintah dan masyarakat akan menjadi pemacu gerak ekonomi
di dalam masyarakat dan menyehatkan tatanan sosial sehingga
menghapus sumber-sumber kemiskinan dan membuka akses setiap
individu untuk memperoleh pendapatan dan kemakmuran.56
52
Didin Hafidhudhin, Zakat Sebagai Implementasi Syari‟ah, h. 4. 53
Didin Hafidhudhin, Zakat Sebagai Implementasi Syari‟ah, h. 5. 54
Didin Hafidhudhin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta, Gema Insani, 2002),
h. 14. 55
Didin Hafidhudhin, Zakat dalam Perekonomian Modern, h. 16. 56
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Profil Direktorat Pengembangan Zakat
dan Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2003), h. I.
-
31
7. Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang
beriman untuk berzakat, berinfak dan bersedekah menunjukkan bahwa
ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha
sehingga memiliki harta kekayaan yang disamping dapat memenuhi
kebutuhan hidup diri dan keluarganya juga berlomba-lomba menjadi
muzakki dan munfiq.57
D. Zakat Badan Hukum Dalam Islam
Syakhsiyah/kepribadian pada asalnya, adalah syakhshiyah thabi‟iyah yang
nampak pada setiap manusia, maka dari itu tiap-tiap manusia dipandang seorang
pribadi yang berdiri sendiri, mempunyai hak dan mempunyai kewajiban. Dalam
pandangan hukum (baik hukum positif maupun hukum Islam), manusia ternyata
bukan satu-satunya pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Di samping
manusia, masih ada lagi pendukung dan hak kewajiban yang dinamakan badan
hukum yang mengurus kepentingankepentingan umum yang dipandang sebagai
orang juga.58
Dengan demikian, jelaslah bahwa orang atua pribadi dalam pandangan
hukum ada dua yaitu syakhshiyah jardiyah thabi‟iyah (kepribadian yang alami
atau manusia) dan syakhshiyah hukmiyah i‟tibariyah (kepribadian menurut hukum
dan anggapan / badan hukum).
Badan hukum menurut R. Rochmat Soemitro sebagaimana dikutip oleh
Chidir Ali, SH yaitu suatu badan yang mempunyai harta, hak serta kewajiban
seperti orang pribadi begitu pula menurut Sri Soedewi Maschun Sofwan, badan
57
Didin Hafidhudhin, Zakat dalam Perekonomian Modern, h. 14-15. 58
Hasbi Ash-Hiddieqy, Pengantar Fiqh Mu‟amalah, Cet. ke-4, (Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2001), h. 194
-
32
hukum adalah kumpulan dari orang-orang bersama-sama mendirikan suatu badan
(perhimpunan) dan kumpulan harta kekayaan yang disendirikan untuk tujuan
tertentu.59
Timbulnya fikrah syakhshiyah hukmiyah (teori kepribadian dalam urusan
hukum) dalam ilmu hukum adalah akibat adanya berbagai dari kemaslahatan
perorangan dan tidak mampunya seseorang melaksanakan maslahat yang umum
itu, oleh karena itu timbullah syakhshiyah hukmiyah (badan hukum) yang dapat
mengurus kemasalahatan yang dipersekutukan masyarakat, yang dikehendaki oleh
keperluan-keperluan hidup masyarakat.60
Antara badan hukum (syakhshi hukmi) dengan manusia pribadi (syakhshi
thabi‟i) terdapat beberapa perbedaan yaitu dalam hal-hal sebagaimana berikut:61
1. Syakhshi hukmi tidaklah berpautan dengan syakhshi thabi‟i dalam hal
hakhak syakhshiyah, hak-hak khusus bagi manusia seperti hak
berkeluarga, hak beristri, hak bercerai, hak perhubungan darah, hak
pusaka dan sebagainya, kecuali dalam hal jinsiyah, ahliyah dan tempat
menetap ditetapkan kepada syakhshi hukmi.
2. Syakhshi hukmi tidak mati/hilang/berakhir dengan matinya/lenyapnya
syahshi thabi‟i yang menjadi pengurusnya, maka bergantinya pengurus
tidak menyebabkan syakhshiyah hukmiyah harus bertukar pula.
3. Syakhshi thabi‟i tidak diperlukan pengakuan hukum sedangkan
syakhshi hukmi diperlukan diperlukan hukum.
59
Chidir Ali, Badan Hukum, Cet. ke-2, (Bandung: Alumni, 1999), h. 19. 60
Hasbi Ash-Hiddieqy, Pengantar Fiqh Mu‟amalah, h. 202-203. 61
Hasbi Ash-Hiddieqy, Pengantar Fiqh Mu‟amalah, h. 204-205.
-
33
4. Ahliyah syakhshi thabi‟i bagi segala rupa tasharufnya tidak terbatas,
sedangkan ahliyah syakhshi hukmi dibatasi oleh ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan huku dan dibatasi dalam bidang-bidang yang
dibenarkan hukum dan ditentukan.
5. Ahliyah syakhshiyah thabi‟iyah berkembang menurut perkembangan
manusia sendiri, dimulai dari ahliyah naqishah (kecapakan bertindak
yang tidak sempurna) berakhr pada ahliyah kamilah (kecakapan
bertindak yang sempurna), yaitu bila seseorang telah dewasa. Berbeda
dengan syakhshi hukmi, ahliyahnya telah sempurna dengan
berwujudnya syakhshiyah itu dan tetap tidak berkembang.
6. Syakhshiyah hukmiyah tidak dapat dijatuhi hukuman badan, yang
dijatuhi hanya hukuman perdata saja.
Di Indonesia, badan hukum dapat berupa perhimpunan dan kumpulan
harta kekayaan seperti perseroan terbatas (PT), perusahaan umum (Perum),
koperasi atau juga bentuk badan hukum lainya yang bukan mencari keuntungan
seperti yayasan.62
Sebagaimana diketahui, bahwa khittob zakat dari Allah SWT hanya
diwajibkan kepada manusia secara individu, akan tetapi, dewasa ini yang
dinamakan subyek hukum itu ada 2 sebagaimana tersebut di atas yaitu manusia
dan badan hukum, maka dari itu, badan hukum di mana di dalamnya terdapat
individu pemilik modal / saham yang melakukan berbagai macam transaksi dan
kegiatan usaha, oleh karena itu dikenai pula kewajiban zakat. Walaupun memang,
62
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis. Hukum Perjanjian dalam Islam, Cet.
ke-I, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), h. 14.
-
34
dalam ketentuan fiqh klasik tidak ada ketentuan mengenai kewajiban zakat atas
badan hukum akan tetapi, dalam rangka mengatasi ketimpangan sosial dan
pengentasan kemiskinan maka badan hukum dikenai zakat pula.
Adapun persyaratan badan hukum dikenai kewajiban zakat adalah dapat
dianalogkan kepada syarat wajib dan rukun zakat pada manusia secara individu
yaitu dengan syarat pemilik badan hukum tersebut Islam, merdeka, baligh, dan
memiliki harta kekayaan dengan syarat milik penuh, berkembang, mencapai
nishab, telah satu tahun, lebih dari kebutuhan pokok dan bebas dari hutang,
sebagaimana menurut Malik dan Abu Hanifah bahwa beberapa orang yang
bersekutu itu tidak dikenai wajib zakat secara personal dan pengeluaran zakat
harta badan hukum (syirkah) setelah mencapai nishab sedangkan menurut Syafi‟i
bahwa harta yang diserikatkan sama hukumnya dengan harta seorang.63
Adapun nishab zakat badan hukum seperti perusahaan senilai dengan
nishab zakat perdagangan yaitu senilai 94 gram emas atau 2,5 % dari seluruh harta
kekayaan selama satu tahun setelah dikurangi kewajiban-kewajiban yang harus
dibayar seperti pajak dan lain-lain (harta kekayaan bersih).64
63
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Juz I, (Jakarta: Dar Al-Ikhya‟, t.th.), h. 188. 64
Departemen Agama, Motivasi Zakat, (Jakarta: Departemen Agama, 1995), h. 31-39.
-
35
BAB III
BIOGRAFI DAN PENDAPAT YUSUF AL-QARDHAWI DAN WAHBAH
AZ-ZUHAILI TENTANG ZAKAT PERUSAHAAN
A. Biografi Yusuf al-Qardhawi dan Wahbah az-Zuhaili
1. Biografi Yusuf al-Qaradhawi
Nama lengkap beliau adalah Yusuf bin Abdullah bin Ali bin Yusuf.
Sedangkan al-Qardhawi merupakan nama keluarga yang diambil dari nama
daerah tempat mereka berasal, yakni al-Qardhah. Lahir di sebuah desa kecil di
Mesir bernama Shafath Turaab, daerah Mahallat al-Qubra di Propinsi Bagian
Barat (Al-Gharbiyyah) Mesir pada tanggal 9 September 1926.65 Pada usia 10
tahun, Yusuf al-Qardhawi sudah hafal al-Qur'an. Ia berasal dari keluarga yang taat
menjalankan ajaran Islam. Ayah beliau seorang petani dan ibunya seorang
pedagang. Ketika menginjak usia dua tahun, ayahnya meninggal dunia. Sejak saat
itu, ia menjadi anak yatim yang kemudian diasuh dan dididik oleh pamannya.
Yusuf al-Qardhawi sebelum memasuki pendidikan formal, pada usia lima tahun
telah dimasukan oleh pamannya pada lembaga pendidikan al-Qur‟an yang
dibimbing oleh seorang kuttab.66
Pada saat itu di desanya terdapat 2 orang kuttab,
yaitu Syaikh Yamani Murad dan Syaikh Hamid Abu Zamil. Pada mulanya ia
65
Yusuf Al-Qaradhawi, Pokok-pokok Pikiran Nasyid Islami, (Bandung: Sinarbaru
Algesindo, 1995), h..2. 66
Kuttab, sebutan untuk para Syaikh (guru) yang secara khusus mengajarkan para
muridnya menghafal Al-Qur‟an.
-
36
belajar pada Syaikh Yamani namun kemudian pindah kepada Syaikh Hamid.67
Sejak saat itulah ia menjadi murid termuda di kampungnya yang sudah hafal Al-
Qur‟an sehingga ia sering dipanggil dengan Syaikh Yusuf yang hafal Al-Qur‟an.68
Pendidikan formalnya dimulai ketika memasuki usia tujuh tahun. Mulai
saat itu al-Qardhawi harus sekolah dua kali setiap hari, pagi dan siang. Waktu
pagi al-Qardhawi belajar bersama kuttab sedangkan di waktu siang ia belajar di
Sekolah Dasar Al-Ilzamiyah. Beliau mampu memperlihatkan kesungguhan dan
kecerdasannya dalam belajar, sehingga ia dapat mengungguli teman-temannya di
kelas dalam menguasai pelajaran. Maka dari itulah ia dijuluki oleh gurunya
bernama Syaikh Ali Sulaiman Khalil dengan Biranji Al-Fashl, artinya orang yang
meraih nomor satu di kelas.69
Setelah Menyeselesaikan pendidikan di Ma'had Thantha selama empat
tahun dan Ma'had Tsanawi selama lima tahun, Yusuf al-Qardhawi melanjutkan
studinya ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Beliau lulus tahun 1952.
Pada tahun 1957, beliau melanjutkan studinya di Lembaga Tinggi Riset dan
Penelitian Masalah-masalah Islam dan Perkembangannya (Ma‟had Al-Buhuts Wa
Al-Dirasah AL-Arabiyah Al-Aliyah) yang berada di bawah Liga Arab dan ia
berhasil mendapat diplomat tinggi dari jurusan Bahasa dan Sastra Arab. Beliau
lulus dengan peringkat pertama di antara 500 mahasiswa. Kemudian beliau
melanjutkan kuliah di Program Pascasarjana Al-Azhar Kairo dengan mengambil
67
Yusuf Al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku, (Jakarta: El-Makmur, 2011), h. 120. 68
Yusuf Al-Qaradhawi, Pokok-pokok Pikiran Nasyid Islami, (Bandung: Sinarbaru
Algesindo, 2004), h. 128. 69
Yusuf Al-Qaradhawi, Pokok-pokok Pikiran Nasyid Islami, h. 136.
-
37
jurusan tafsir hadits atas saran temannya yaitu Dr. Muhammad Yusuf Musa, yang
juga dosen senior di jurusan Aqidah Filsafat dan berhasil diselesaikan pada tahun
1960.70
Yusuf al-Qardhawi melanjutkan program doktor yang selesai dalam dua
tahun, tapi gelar doktornya baru ia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi,
"Zakat dan Pengaruhnya dalam Mengatasi Problematika Sosial” yang kemudian
disempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat komprehensif
membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.
a) Karya Tulis Yusuf al-Qardhawi
Sebagai seorang ilmuwan dan da‟i, Yusuf al-Qardhawi juga aktif menulis
artikel keagamaan di berbagai media cetak. Aktif melakukan penelitian tentang
Islam di berbagai dunia Islam maupun di luar dunia Islam. Dalam kapasitasnya
sebagai seorang ulama kontemporer, ia banyak menulis buku-buku dalam
berbagai masalah pengetahuan Islam, jelas tidak mengherankan sekiranya
mendapatkan predikat seorang Mufti Islam dewasa ini. Sekitar 125 buku yang
telah beliau tulis dalam berbagai dimensi keislaman. Seperti masalah-masalah;
fiqh dan ushul fiqh, ekonomi Islam, Ulumul Quran dan as-sunnah, akidah dan
filsafat, fiqh prilaku, dakwah dan tarbiyah, gerakan dan kebangkitan Islam,
penyatuan pemikiran Islam, pengetahuan Islam umum, serial tokoh tokoh Islam,
sastra dan lainnya.
Sebagian dari karyanya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa termasuk
bahasa Indonesia. Tercatat sedikitnya 55 judul buku Yusuf al-Qardhawi yang
70
Nukman Abdu al-Razak Al-Samari, Yusuf Qardhawi, (Jakarta: El-Makmur, 2011), h.
447.
-
38
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Selain tugas pokoknya sebagai
pengajar dan da‟i, Yusuf al-Qardhawi aktif pula dalam berbagai kegiatan sosial
untuk membantu saudara-saudaranya, umat Islam, diberbagai belahan dunia.71
Menurut Ishom Talimah72 buku-buku karya Al-Qaradhawi memiliki kelebihan
antara lain:
a. Selalu bersumber dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah serta mengikuti manhaj
salafusshalih.
b. Selalu menggabungkan antara ketelitian ilmiah, kedalaman pikiran, dan
orientasi perubahan.
c. Bebas dari sikap taklid, fanatisme madzhab, dan pemikiran yang diimpor dari
barat ataupun dari Timur.
d. Bernuansa moderat, tidak terlalu longgar dan kaku.
e. Enak dibaca dan menarik.
f. Berpegang teguh dalam Islam yang benar, melawan segala macam pikiran.
g. Setiap orang yang membaca karya-karyanya pasti akan merasakan kehangatan
dan keikhlasan penulisnya serta ketajaman pemikirannya. Begitu pula mereka
akan merasakan bahwa tulisan-tulisannya merupakan gabungan antara
ketelitian seorang ahli fikih, seorang sastrawan, kehangatan seorang dai, dan
pandangan kritis seorang reformis.
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas bahwa tulisan Yusuf al-
Qardhawi sangat banyak dari berbagai dimensi keislaman. Namun, yang akan
71
Muhammad Madzhub, Ulama wa Mufakkiran Araftuhum, (Kairo: Dar Al-Fikr Al-
Arabi, 2000), h. 448. 72
Ishom Talimah, Manhaj Fikih Yusuf Qaradhawi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001,
Cet. Pertama), h. 7.
-
39
dipaparkan di sini hanyalah yang berkaitan dengan fikih dan ekonomi. Adapun
yang berkaitan dalam bidang fikih dan ushul fikih:
Dalam bidang fikih dan usul fikih Sebagai seorang ahli fikih, Al-
Qaradhawi secara khusus telah menulis sedikitnya 14 buah buku, baik fikih
maupun usul fikih. Di antaranya adalah:
a) Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Halal dan Haram dalam Islam).
b) fiqh al-Siyam (hukum tentang puasa).
c) fiqh al-Taharah (hukum tentang bersuci).
d) Min fiqh Ad-Daulah fil Islam (fikih politik dalam Islam).
e) Fiqh al-Thaharah (hukum tentang bersuci).
f) Fiqh Al-Jihad (hukum Perang).
Dalam bidang ekonomi, Yusuf Qaradhawi cukup dikenal pemikiran-
pemikirannya baik lewat buku maupun ceramah-ceramahnya yang dianggap
sangat penting dan mewarnai arah perekonomian Islam modern di dunia Islam. Di
antara buku karya Al-Qaradhawi tentang ekonomi Islam adalah:
a) Fiqh Zakat (Fikih Zakat).
b) Fawa‟id al-Bunuk Hiya al-Haram (Bunga Bank adalah Haram).
c) Sistem jual beli al-Murabahah.
d) Daur al-Zakat fi alaj al-Musykilat al-Iqtishad al-Islami.
2. Biografi Wahbah az-Zuhaili
-
40
Nama lengkapnya adalah Wahbah Musthafa Zuhaili. Beliau dilahirkan
dari pasangan Musthafa Zuhaili dan Fathimah binti Musthafa Zuhaili tepatnya di
desa Dir Athiyah, daerah Qalmun, Damaskus, Syria atau dalam al Quran disebut
dengan Syam. Lahir pada tanggal 6 Maret tahun 1932 Masehi, bertepatan dengan
1351 tahun Hijriyah.
Bumi Syam merupakan bumi yang mempunyai keberkatan karena doa
Nabi SAW. Dalam hadits sahih disebutkan bahwa Nabi pernah berdoa dengan
mengatakan: اٌٍُٙ تاسن ٌٕا فً شإِا“Ya Allah! Berkatkanlah bagi kami negeri Syam
kami.”73 Sejarah juga telah membuktikan banyak tokoh-tokoh dan ulama besar
lahir di negeri yang berbarakah ini, mereka antara lain adalah: ‟ Iz Al-Din bin Abd
al-Salam, Imam al-Nawawi dan masih banyak lagi yang lainnya.
Bapaknya, Musthafa Zuhayli merupakan seorang yang terkenal dengan
keshalihan dan ketakwaannya. Ia hafal al-Qur‟an dan selalu membacanya dari jam
dua malam hingga fajar. Musthafa hanya bekerja sebagai petani namun demikian
ia senantiasa mendorong putranya untuk menuntut ilmu yang tinggi. Sementara
Fatimah, ibunya adalah seorang yang kuat dalam berpegang teguh dengan
agamanya. Ia meninggal pada 13 Maret 1984.74
Wahbah az-Zuhaili merupakan seorang tokoh ulama fiqh abad ke-20 yang
terkenal dari Syiria. Namanya sebaris dengan tokoh-tokoh tafsir dan fuqaha yang
telah berjasa dalam dunia keilmuan Islam abad ke-20. Dalam bidang tafsir yakni
73
Husain al Affani, Tadzkiru An-Nafs bi Haditsi al Quds waa Qudsaahu, juz-I, (Mesir:
Maktabah Muadz ibn Jabbal, 2001 Cet. Pertama), h. 98. 74
Mohd Rumaizuddin Ghazali, 10 Tokoh Sarjana Islam Paling Berpengaruh
Menyingkap Perjuangan Dan Kegemilangan Tokoh Abad 20 dan 21, (Selangor: Islamika, 2009,
Cet. Pertama), h. 152.
-
41
seperti Tahir Ashur yang menulis Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Said Hawwa
dalam Asas fi al-Tafsir, Sayyid Qutb dalam Fi Zilal al-Quran. Sementara dari segi
fuqaha, namanya sebaris dengan Muhammad Abu Zahrah, Mahmud Shaltut, Ali
Muhammad al-Khafif, Abdul Ghani, Abdul Khaliq dan Muhammad Salam
Madkur.75
Semangat belajar tokoh satu ini dapat dikatakan sangat tinggi. Sekolah
pertama yang mengantarkan Wahbah menjadi seorang ulama besar adalah
Sekolah Dasar (Ibtidaiyyah) yang ada di desanya pada tahun 1946. Kemudian
beliau melanjutkan dalam tingkat menengahnya (Tsanawiyah) pada jurusan
syariah (Kulliyah Syar‟iyyah) di Damaskus. Di sana beliau menghabiskan masa
belajarnya selama 6 tahun, yakni hingga tahun 1952 M. Berkat kegigihan dalam
belajarnya beliau mendapat predikat cemerlang dalam tingkat menengahnya
tersebut. Kemudian dengan ijazah yang beliau dapatkan, beliau melanjutkan
pengembaraan ilmunya hingga ke Mesir. Ketika di Kairo, wahbah belajar dan
memasuki kuliah di beberapa fakultas dan universitas secara bersamaan, yakni;
Fakultas Syariah, Bahasa Arab di al-Azhar dan di Fakultas Syariah di Universitas
„Ain Syam yang dilakukan di sela-sela staudinya di al-Azhar. Beliau berhasil
memperoleh gelar sarjananya dari Fakultas Syari‟ah Universitas al-Azhar pada
tahun 1956 M. dengan predikat Magna Cum Laude. Beliau juga memperoleh
Ijazah Takhassus mengajar dari Fakultas Bahasa Arab di al-Azhar dan
75
Mohd Rumaizuddin Ghazali, 10 Tokoh Sarjana Islam Paling Berpengaruh
Menyingkap Perjuangan Dan Kegemilangan Tokoh Abad 20 dan 21, h. 152.
-
42
mendapatkan Lisensi dari Universitas „Ain Syam tahun 1957 M.76
Kemudian
meneruskan ke tingkat pascasarjana di Universitas Kairo yang ditempuh selama
dua tahun dan memperoleh gelar Magister di bidang syari‟ah dari Fakultas
Hukum tahun 1959 dengan tesis berjudul “al-Zira‟i fi as-Siyasah as-Syar‟iyyah
wa al-Fiqh al-Islami”.77 Merasa belum puas dengan pendidikannya, beliau
melanjutkan ke program doktoral di fakultas hukum konsentrasi hukum Islam
(Syariat Islam) yang diselesaikannya pada tahun 1963 dengan judul disertasi
“Atsar al-Harb fi al-Fiqh al-Islami”, dengan predikat Summa Cum Laude di
bawah bimbingan Dr. Muhammad Salam Madkur.78
a. Guru-guru Wahbah az-Zuhaili
Dalam pengembaraannya mencari ilmu, baik di tempat kelahirannya
maupun di Mesir, wahbah telah berguru kepada beberapa ulama-ulama besar.
Adapun guru-gurunya yang berada di Suriah antara lain adalah (1) Muhammad
Hashim al-Khatib al-Syafie, (w. 1958M) seorang khatib di Masjid Umawi, beliau
belajar darinya fiqh al-Syafie; (2) Abdul Razaq al-Hamasi (w. 1969M), darinya
beliau mempelajari ilmu Fiqh; (3) Mahmud Yassin (w.1948M) dalam ilmu
Hadits; (4) Judat al-Mardini (w. 1957M) dan Hassan al-Shati (w. 1962M) dalam
ilmu faraid dan wakaf, (5) Hassan Habnakah al-Midani (w. 1978M) dalam ilmu
Tafsir; (6) Muhammad Shaleh Farfur (w. 1986M) dalam ilmu bahasa Arab; (7)
76
Sayyid Muhammad Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manahijuhum, (Teheran:
Wizanah al-Tsiqafah wa al-Insyaq al-Islam, 1993, Cet. Pertama) h. 684-685 dalam Jurnal Studi
Agama dan Masyarakat, Vol.VII, No.2, Desember 2010, h.162. 77
Yusuf Al-Qaradhawi, Pokok-pokok Pikiran Nasyid Islami, h. 387. 78
Mohd Rumaizuddin Ghazali, 10 Tokoh Sarjana Islam Paling Berpengaruh, h. 152.
-
43
Muhammad Lutfi al-Fayumi (w. 1990M) dalam ilmu usul fiqh dan Mustalah
Hadits; serta (8) dari Mahmud al-Rankusi dalam ilmu akidah dan kalam.
Selama di Mesir, beliau berguru pada (1) Muhammad Abu Zuhrah, (w.
1395H), (2) Mahmud Shaltut (w. 1963M) (3) Abdul Rahman Taj, (4) Isa Manun
(1376H), (5) Ali Muhammad Khafif (w. 1978M), (6) Jad al-Rabb Ramadhan
(w.1994M), (7) Abdul Ghani Abdul Khaliq (w.1983M) dan (8) Muhammad Hafiz
Ghanim. Di samping itu, beliau amat terkesan dengan buku-buku tulisan Abdul
Rahman Azam seperti al-Risalah al-Khalidah dan buku karangan Abu Hassan al-
Nadwi berjudul Ma dza Khasira al-„alam bi Inkhitat al-Muslimin.79
b. Karya Tulis Wahbah az-Zuhaili
Buku-buku Wahbah az-Zuhaili melebihi 133 buah buku dan jika dicampur
dengan risalah-risalah kecil melebihi lebih 500 makalah. Satu usaha yang jarang
dapat dilakukan oleh ulama kini seolah-olah beliau merupakan as-Suyuti kedua
(as-Sayuti al-Thani) pada zaman ini, mengambil sampel seorang Imam
Shafi‟iyyah yaitu Imam al-Sayuti.
Diantara buku-bukunya adalah sebagai berikut:
1. Al-Fiqh al-Islami fi Uslub al-Jadid.
2. Al-Fiqh al-Islami wa Adilatuh, (8 jilid).
3. Fiqh al-Mawaris fi al-Shari‟at al-Islamiah.
4. Al-Ijtihad al-Fiqhi al-Hadith.
5. Usul al-Fiqh al-Islami (dua Jilid).
79
Mohd Rumaizuddin Ghazali, 10 Tokoh Sarjana Islam Paling Berpengaruh, h. 153.
-
44
6. Al-Usul al-Ammah li Wahdah al-Din al-Haq.
Wahbah dibesarkan di kalangan ulama-ulama madzhab Hanafi, yang
membentuk pemikirannya dalam madzhab fiqh, walaupun bermadzhab Hanafi,80
namun dia tidak fanatik dan menghargai pendapat-pendapat madzhab lain, hal ini
dapat dilihat dari bentuk penafsirannya ketika mengupas ayat-ayat yang
berhubungan dengan Fiqh. Hal ini terlihat ketika beliau membangun argumen,
selain menggunakan analisis yang lazim dipakai dalam fiqh juga terkadang
menggunakan alasan medis,81
dan juga dengan memberikan informasi yang
seimbang dari masing-masing madzhab, kenetralannya juga terlihat dalam
penggunaan referensi, seperti mengutip dari Ahkam al-Qur‟an karya al-
Jashshas untuk pendapat mazhab Hanafi, dan Ahkam al-Qur‟an karya al-Qurtubi
untuk pendapat mazhab Maliki.
B. Zakat Perusahaan menurut Yusuf al-Qardhawi
1. Definisi Perusahaan menurut Yusuf al-Qardhawi
Dalam kitab fikih zakat, Yusuf al-Qardhawi tidak mendefinisikan zakat
perusahaan secara rinci. Namun, secara umum Yusuf al-Qardhawi
menyebutkannya dengan istilah al-mustaqallat, yaitu harta benda yang tidak
diperdagangkan, akan tetapi dikembangkan dan disewakan atau dijual hasil
produksinya, benda hartanya tetap akan tetapi manfaatnya yang berkembang.82
80
Sayyid Muhammad „Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatun wa Manhajuhum, (Kairo: Daar
el-Makmur, 2005), h. 684. 81
Dalam menafsirkan adza bagi wanita yang menstruasi dengan mengungkapkan
beberapa alasan medis, lihat Wahbah az-Zuhaili , Tafsir munir, (Dimasyq: Dar al-Fikri, 1998), h.
98. 82
Sjekhul Hadi Permono, Sumber-sumber Penggalian Zakat, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1992), h. 133.
-
45
Para ulama menganalogikan zakat perusahaan kepada zakat perdagangan,
karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi, kegiatan sebuah perusahaan
intinya adalah kegiatan trading atau perdagangan.
2. Landasan dan Objek Zakat Perusahaan menurut Yusuf al-Qardhawi
Sesuai dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan mata