Perawatan Luka
description
Transcript of Perawatan Luka
Fisiologi Luka
Ada beberapa fase penyembuhan luka yakni :
1. Fase inflamasi : berupa hemostatsis dan inflamasi
2. Fase proliferatif : terdiri dari epitelialiasi, angiogenesis, pembentukan jaringan
granulasi dan deposisi kolagen
3. Fase maturasi : kontraksi, pembentukan jaringan parut (scar tissue), remodeling
Gambaran Fase Penyembuhan Luka
Umumnya luka yang akut akan melalui tahapan fase diatas dengan baik, jika
dilakukan perawatan luka yang benar. Namun jika perawatan luka dilakukan dengan
sembarangan dan menyalahi prinsip-prinsip perawatan luka, maka luka dapat menjadi
kronis karena adanya fase penyembuhan yang tidak terlewati dengan dengan
sempurna. Penyebab lainnya adalah penyakit yang mendasari (misalnya diabetes
melitus, CVI, dll) sehingga elemen pencetus luka tersebut selalu ada. Pada luka-luka
1
seperti ini tentunya memerlukan pemahaman perawatan luka yang benar karena jelas
luka tersebut lebih sulit untuk sembuh.
Fase-fase dalam penyembuhan luka (khususnya pada kulit dan jaringan di
bawahnya) umumnya memiliki pola dan waktu yang serupa seperti terlihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 2. Waktu penyembuhan luka
Teknik perawatan luka juga harus mengikuti fase-fase dalam penyembuhan
luka, khususnya dari segi waktu: waktu penggantian wound dressing, waktu
pengangkatan benang, dsb. Jenis dari penyembuhan luka terdiri dari :
Primary wound healing (penyembuhan luka primer): terjadi saat pinggirian luka
(wound edges) yang bersih dan masih vital (tidak iskemik/ nekrosis) ditemukan
dengan aprokmasi yang baik (biasanya penjahitan) sehingga fase pembentukan
jaringan granulasi lebih cepat dan epitelialisasi langsung terjadi dalam beberapa
hari (1-3 hari).
Secondary wound healing (penyembuhan luka sekunder): terjadi pada luka yang
cukup dalam /lebar dan jarak antara ujung-ujung luka terlalu jauh, sehingga
tidak dapat dilakukan penjahitan secara langsung. Seluruh fase penyembuhan
luka secara spontan akan dilewati sesuai dengan dalam/luasnya luka dan
tergantung dari penyakit yang mendasarinya.
2
Tertiary wound healing (penyembuhan luka tersier): terjadi pada luka yang
kurang vital/jaringan nekrotik cukup banyak/luka cukup dalam/luka kotor dan
memerlukan tindakan debridemen/nekrotomi terlebih dahulu untuk jangka
waktu tertentu (hingga luka cukup vital dan bersih), untuk kemudian melewati
fase-fase penyembuhan luka.
3
PERAWATAN LUKA KONVENSIONAL
Konsep perawatan luka konvensional adalah perawatan luka di mana teknik
yang digunakan masih alami dan tradisional, belum dikembangkan secara modern
yang bertujuan untuk menyembuhkan luka secara bertahap dan prosesnya lama
tergantung luka yang di derita.
Perawatan Luka Konvensional adalah tindakan yang dilakukan untuk menjaga,
memelihara dan mengembalikan keadaan integritas normal kulit dengan cara kuno
yang masih serig digunakan karena sifatnya yang mudah didapat dan tanpa pengawet
seperti obat-obatan kimia saat ini.
Perawatan luka secara tradisional dengan menggunakan bahan alami merupakan
salah satu alternatif solusi yang sangat baik. Ada banyak cara merawat luka secara
alami dan tradisional, salah satunya menggunakan bahan tanaman obat herbal Lidah
Buaya dan Daun pare.
1. Perawatan Luka dengan Lidah Buaya
Lidah buaya memiliki sifat mendinginkan, melembabkan, dan
meregenerasi kulit. Hal ini karena kandungan asam amino dan lignin yang
dikandung lidah buaya. Bahkan lidah buaya memiliki manfaat sebagai anti
radang. Tentu saa untuk mengatasi luka, in sangat baik. Cara penggunaannya
cukup mudah, yaitu dengan mengoleskan lender yang terdapat dalam lidahbuaya
kepada luka.
4
2. Perawatan Luka dengan Daun Pare
Daun pare memiliki khasiat yang tidak kalah dengan lidah buaya.
Walaupun memiliki rasa yang pahit namun daun pare memiliki manfaat
terutama untuk perawatan luka, salah satunya yaitu dapat menyamarkan luka.
Cara penggunaannya cukup mudah, lakukan peremasan daun pare yang masih
segar dengan air panas. Campur dengan 2 sdm tepung beras, aduk terus dengan
cara diremas hingga menjadi adonan yang menyatu. Gunakan adonan dengan
cara ditempelkan pada bekas luka. Biarkan sampai mengering. Lalu bersihkan
dengan air.
3. Perawatan Luka dengan Madu
Ada beberapa hasil penelitian yang melaporkan bahwa madu sangat efektif
digunakan sebagai terapi topikal pada luka melalui peningkatan jaringan
granulasi dan kolagen serta periode epitelisasi secara signifikan (Suguna et al.,
1992;1993; Aljady et al.,2000). Menurut Lusby PE (2006) madu juga dapat
meningkatkan waktu kontraksi pada luka. Madu efektif sebagai terapi topikal
karena kandungan nutrisi yang terdapat di dalam madu dan hal ini sudah
diketahui secara luas. Bergman et al. (1983) menyatakan secara umum bahwa
madu mengandung 40% glukosa, 40% fruktosa, 20% air dan asam amino,
vitamin biotin, asam nikotinin, asam folit, asam pentenoik, proksidin, tiamin,
kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, dan kalium.
5
Madu juga mengandung zat antioksidan dan H2O2 (Hidrogen peroksida)
sebagai penetral radikal bebas. Tujuan tulisan ini adalah memberikan gambaran
kandungan dan sifat madu sehingga madu dapat digunakan sebagai alternatif
terapi topikal pada perawatan luka.
a. Sifat Zat Yang Terkandung dalam Madu
Kandungan dan sifat madu dapat berbeda tergantung dari sumber madu
(Gheldof et al., 2002;Gheldof and Engeseth, 2002). Pada saat ini salah satu
madu yang cukup dikenal luas dalam perawatan luka adalah Manuka Honey.
Madu lebih efektif digunakan sebagai terapi topikal karena kandungan
nutrisi dan sifat madu.
b. Osmolaritas Yang Tinggi
Madu merupakan larutan yang mengalami supersaturasi dengan kandungan
gula yang tinggi dan mempunyai interaksi kuat dengan molekul air sehingga
akan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi
aroma pada luka. Salah satunya adalah pada luka infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Staphylococcus aureus. Seperti yang dilaporkan Cooper et al
(1999), hasil studi laboratorium menunjukkan madu memiliki efek anti
bakteri pada beberapa jenis luka infeksi, misalnya bakteri Staphylococcus
aureus.
Hasil penelitian lain melaporkan madu alam dapat membunuh bakteri
Pseudomonas aeruginosa dan Clostritidium (Efem & Iwara, 1992). Luka
dapat menjadi steril terhadap kuman apabila menggunakan madu sebagai
dressing untuk terapi topikal. Selain itu pH yang rendah (3,6 - 3,7) dari
madu dapat mencegah terjadinya penetrasi dan kolonisasikuman (Efem,
1998). Apabila terjadi kontak dengan cairan luka khususnya luka kronis,
cairan luka akan terlarut akibat kandungan gula yang tinggi pada madu,
sehingga luka menjadi lembap dan hal ini dianggap baik untuk proses
penyembuhan.
c. Hidrogen Peroksida
Bila madu dilarutkan dengan cairan (eksudat) pada luka, hidrogen peroksida
akan diproduksi. Hal ini terjadi akibat adanya reaksi enzim glukosa oksidase
yang terkandung di dalam madu yang memiliki sifat antibakteri. Proses ini
tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan luka dan juga akan mengurangi
bau yang tidak enak pada luka khususnya luka kronis. Hidrogen peroksida
6
dihasilkan dalam kadar rendah dan tidak panas sehingga tidak
membahayakan kondisi luka (Molan,1992). Selain itu hidrogen peroksida
yang dihasilkan tergantung dari jenis dan sumber madu yang digunakan.
d. Aktivitas Limfosit dan Fagosit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas sel darah lymphosit B and
lymphosit T dapat distimulasi oleh madu dengan konsentrasi 0.1%
(Abuharfeil et al.,1999). Adanya aktivitas limfosit dan fagosit ini
menunjukkan respons kekebalan tubuh terhadap infeksi khususnya pada
luka.
e. Sifat Asam Madu
Madu yang bersifat asam dapat memberikan lingkungan asam pada luka
sehingga akan dapat mencegah bakteri melakukan penetrasi dan kolonisasi.
Selain itu kandungan air yang terdapat dalam madu akan memberikan
kelembapan pada luka. Hal ini sesuai dengan prinsip perawatan luka modern
yaitu "Moisture Balance". Hasil penelitian Gethin GT et al (2008)
melaporkan madudapat menurunkan pH dan mengurangi ukuran luka kronis
(ulkus vena / arteri dan luka dekubitus) dalam waktu dua minggu secara
signifikan. Hal ini akan memudahkan terjadinya proses granulasi dan
epitelisasi pada luka.
f. Manfaat Madu Untuk Perawatan Luka
Madu dapat digunakan untuk terapi topikal sebagai dressing pada luka ulkus
kaki, luka dekubitus, ulkus kaki diabet, infeksi akibat trauma dan pasca
operasi, serta luka bakar. Madu dapat mempercepat masa penyembuhan luka
bakar (Evan and Flavin, 2008; Jull et al.,2008).
7
Contoh Luka dan Teknik Perawatan Luka Konvensional
Pada perawatan luka konvensional masih banyak menggunakan cara-cara
tradisional yang cenderung alami dan penggunaan obatnya pun sederhana. Contoh
luka dan teknik perawatan luka secara konvensional adalah sebagai berikut :
1. Luka Gigitan Ular
a. Rimpang Jahe
Teknik: Rimpang Jahe merah ditumbuk dan ditambahkan sedikit garam.
Letakkan pada bagian tubuh yang terluka.
2. Luka Bakar
a. Dengan Teripang
Teripang tersebar luas di lingkungan laut diseluruh dunia, mulai dari zona
pasang surut sampai laut dalam terutama di Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik Barat. Untuk wilayah Indonesia, teripang banyak ditemukan di
perairan bagian Timur Indonesia, seperti di perairan Kalimantan.
Kandungan Dalam Teripang atau Sea Cucumber :
Kolagen 80,0%
Protein 86,8%
Mineral
Mukopolisakarida
Glucasaninoglycans (GAGs)
Antiseptik alamiah
Chondroitin
Omega-3, 6, dan 9
Asam Amino
Teknik: Teripang direbus kemudian air rebusannya diminum.
Menurut dr Dendi Sudiono SpKK, spesialis kulit dan kelamin,
‘Untuk mengatasi luka bakar diperlukan bahan-bahan yang mengandung
banyak kolagen. Sejatinya kulit kita mempunyai senyawa kolagen.
Senyawa itu terbentuk dari jaringan serabut elastin dan serabut kolagen.
Keduanya bahu-membahu, saling mengisi, dan membuat keras serta
kencang lapisan kulit bagian atas.
b. Dengan Kentang
8
Umbi kentang mengandung zat pati (amilosa, amilopektin),
protein, lemak, kalsium, fosfar, besi, belerang, vitamin A, B, C.
Teknik: 1 buah kentang, dicuci, kupas, parut. Remas parutan
kentang bersama 2 sendok makan minyak kelapa. Borehkan pada bagian
luka bakar, lalu balut dengan kain bersih.
c. Luka Koreng
Koreng adalah luka pada kulit yang bernanah dan membusuk.
Perawatan luka secara konvensionalnya adalah sebagai berikut:
Dengan Kunyit dan Daun Sambiloto
Teknik: Ambil kunyit 1 gr, minyak kelapa 95 gr, pati singkong 2 gr,
semua ditumbuk dan dipanaskan sedikit dan kemudian di oleskan pada
tempat yang sakit. Ambil daun sambiloto 1 gr, daun delima 1 gr, pati
singkong 2 gr, minyak kelapa 1500 gr, semuanya dicampur lalu
dipakai sebagai obat luar.
3. Luka Borok
Borok adalah luka yang terbuka pada kulit, mata atau membran
mukosa yang sering disebabkan oleh peradangan, infeksi,kanker hipertensi
diabetes, dan lain-lain. Penyebab lain borok pada kulit termasuk tekanan dari
berbagai sumber. Borok adah luka yang berkembang pada kulit, membran
mukosa dan mata. Teknik perawatannya secara konvensional adalah sebagai
berikut:
a. Dengan Kamboja
Getah putihnya mengandung damar dan karet, yang mampu
mengontraksikan kulit tanpa menimbulkan rasa sakit. Tumbuhan ini juga
mengandung fuvoplumierin yang mencegah pertumbuhan bakteri.
Bunganya berkhasiat menurunkan panas, menghentikan batuk, meluruhkan
air seni. Batangnya melancarkan buang air besar.
Teknik: Oleskan getah kamboja pada borok yang sudah dicuci
dengan air hangat
4. Luka Sariawan
9
Sariawan adalah suatu Kelainan pada Selaput lendir mulut berupa luka
pada mulut yang berbentuk bercak berwarna putih kekuningan dengan
permukaan agak cekung. Munculnya Seriawan ini disertai rasa sakit yang
tinggi. Perawatannya adalah sebagai berikut:
a. Dengan Daun Kemangi
Daun kemangi mempunyai daya penenang dan mengeluarkan gas-
gas dari tubuh. Daunnya juga sering dipakai untuk bumbu hidangan daging
ataupun ikan.
Kemangi mengandung zat minyak atsiri, protein, kalsium, fosfor,
besi, belerang, dan lain-lain.
Teknik: 50 helai daun kemangi dicuci bersih, kunyah sampai halus
selama 2 – 3 menit. Telan. Minum air hangat. Lakukan ini 3x sehari.
b. Dengan Daun Kembang Sepatu
Seluruh bagian tumbuhan kembang sepatu mengandung zat lendir
atau mucin dan bunganya berkhasiat memberi rasa sejuk pada
kerongkongan dan rongga pernafasan agar keluar lebih banyak.
Teknik: Segenggam daun kembang sepatu dicuci bersih, rebus
dengan 2 gelas air selama 15 menit. Saring. Minum airnya.
5. Luka Patah Tulang
Perawatan pada luka patah tulang secara konvensional dapat dilakukan
dengan cara menggunakan pembidai. Pembidai ini berupa sejenis papan atau
batang lurus yang dilekatkan pada bagian yang patah lau diikat dengan
menggunakan daun kering bila tidak ditemukan tali.
Hal ini dilakukan dengan tujuan agar meminimalisir adanya gerakan atau
perpindahan posisi tulang. Sebelum dikenakan pembidai sebaiknya posisi
tulang dibenarkan dengan urutan tangan.
6. Luka Patah Tulang
10
Luka sayatan adalah luka yang timbul akibat adanya benturan atau
gesekan benda luar baik sengaja
maupun tidak sengaja yang mengakibatkan perdarahan. Perdarahan
sendiri terbagi menjadi dua yakni perdarahan yang memancar dan menetes.
Baik perdarahan memancar maupun menetes memerlukan perawatan sendiri.
Dalam praktik perawatan konvensional, pada luka sayatan dapat
dilakukan perawatan menggunakan daun jerami kering atau sarang hewan
sejenis laba-laba atau lebih tepatnya dalam istilah jawa dapat disebut
‘dlamet’atau ‘omah kolomonggo’. Teknik jaman dulu yang bersumber dari
kebudayaan jawa ini memiliki keyakinan bahwa dengan jerami atau ‘dlamet’
dapat menekan luka yang memancar dari kulit. Dengan begitu luka yang
terjadi dapat dikurangi sehingga tidak terjadi pelebaran luka yang lebih atau
bahkan kehilangan darah dengan berlebih. Namun dibalik khasiatnya masih
belum terjamin kesterilan dari bahan-bahan tersebut sehingga masih ada
kemungkinan terjadinya infeksi terhadap luka yang ada.
PERAWATAN LUKA MODERN
11
Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan
yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini
dimulai dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter
pada tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan
lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun
alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1. Mempercepat fibrinolisis.
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh
netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2. Mempercepat angiogenesis.
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih
pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.
3. Menurunkan resiko infeksi.
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan
perawatan kering.
4. Mempercepat pembentukan Growth factor.
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk
stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih
cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
5. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan
limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut
luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
1. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka
(absorbing)
2. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi
resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal)
3. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
4. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
12
5. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian
antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999)
Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya
1. Film Dressing
a. Semi-permeable primary atau secondary dressings
b. Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
c. Conformable, anti robek atau tergores
d. Tidak menyerap eksudat
e. Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
f. Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
g. Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
2. Hydrocolloid
13
Hydrocolloid merupakan balutan yang tahan terhadap air yang membantu
pencegah kontaminasi bakteri. Hydroclloid menyerap eksudat dan melindungi
lingkungan dasar luka secara alami.
a. Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
b. Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough
c. Occlusive –> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis
d. Waterproof
e. Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
f. Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
g. Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel
3. Alginate
Alginat lunak dan bukan tenunan yang dibentuk dari bahan dasar
ganggang laut. Alginate tersedai dalam bentuk ”pad” atau sumbu. Alginate dan
hidrofiber merupakan tipe produk yang sama. Paa kasus ini, alginate akan
menjadi lunak, tidak lengket dengan luka. Alginate juga digunakan pada luka
dengan drainase sedang hingga berat dan tidak dapat digunakan pada luka yang
kering. Balutan dapat dipotong sesuai kebutuhan, bentuk luka yang akan dibalut,
atau dapat dilapisi untuk menambah penyerapan.
a. Terbuat dari rumput laut
b. Membentuk gel diatas permukaan luka
c. Mudah diangkat dan dibersihkan
d. Bisa menyebabkan nyeri
e. Membantu untuk mengangkat jaringan mati
f. Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
14
g. Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
h. Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
i. Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
4. Foam Dressings
Foam/Busa
Balutan foam/busa dapat menyerap banyak cairan, sehingga digunakan pada
tahap awal masa pertumbuhan luka, bila luka tersebut banyak mengeluarkan
drainase. Balutan busa nyaman dan lembut bagi kulit dan dapat digunakan untuk
pemakaian beberapa hari. Bentuk, ukuran, dan ketebalan dari busa tersebut
sangat bervariassi, dengan atau tanpa perekat pada permukaannya.
Foam silikon lunak/balutan yang menyerap. Balutan jenis ini
menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada permukaan yang kontak
dengan luka. Silikon membantu mencegah balutan foam melekap pada
permukaan luka atau sekitar kulit pada pinggir luka. Hasilnya menghindarkan
luka dari trauma akibat balutan saat mengganti balutan, dan membantu proses
penyembuhan. Balutan luka silikon lunak ini dirancang untuk luka dengan
drainase dan luas.
a. Polyurethane
b. Non-adherent wound contact layer
c. Highly absorptive
d. Semi-permeable
e. Jenis bervariasi
f. Adhesive dan non-adhesive
g. Indikasi : eksudat sedang s.d berat
15
h. Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam
i. Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
5. Hidrofyber
Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan atau
balutan pita yang terbuat dari serat sodium carboxymethylcellusole, beberapa
bahan penyerap sama dengan yang digunakan pada balutan hidrokoloid.
Komponen-komponen balutan akan berinteraksi dengan drainase dari luka untuk
membentuk gel yang lunak yang sangat mudah dieliminir dari permukaan luka.
Hidrofiber digunakan pada luka dengan drainase yang sedang atau banyak, dan
luka yang dalam dan membutuhkan balutan sekunder. Hidrofiber dapat juga
digunakan pada luka yang kering sepanjang kelembaban balutan tetap
dipertahankan (dengan menambahkan larutan normal salin). Balutan hidrofiber
dapat dipakai selama 7 hari, tergantung pada jumlah drainase pada luka.
16
6. Gauze
Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon, poliester,
atau kombinasi dari serat lainnya. Berbagai produk tenunan ada yang kasar dan
berlubang, tergantung pada benangnya. Kasa berlubang yang baik sering
digunakan untuk membungkus, seperti balutan basah lembab normal saline.
Kasa katun kasar, seperti balutan basah lembab normal saline, digunakan untuk
debridement non selektif (mengangkat debris dan atau jaringan yang mati).
Banyak kasa yang bukan tenunan dibuat dari poliester, rayon, atau campuran
bermacam serat yang ditenun seperti kasa katun tetapi lebih kuat, besar, lunak,
dan lebih menyerap. Beberapa balutan, seperti kasa saline hipertonik kering
digunakan untuk debridemen, berisi bahan-bahan yang mendukung
penyembuhan. Produk lainnya berisi petrolatum atau elemen penyembuh luka
lainnya dengan indikasi yang sesuai dengan tipe lukanya.
7. Terapi Alternatif
a. Zinc Oxide (ZnO cream)
b. Sugar paste (gula)
c. Hyperbaric Oxygen
17
8. Film Transparan
Film transparan merupakan balutan yang tahan terhadap air yang semi
oklusive, berarti air dan gas dapat melalui permukaan balutan film transparan ini
dan termasuk juga dapat mempertahankan lingkungan luka yang tetap lembab.
Pada luka tekan balutan luka sangat berperan penting dengan fungsi sebagai
berikut:
Membantu melindungi luka dari injuri yang berulang
Membantu melindungi luka dari kuman penyakit dan mencegah luka
terinfeksi
Membantu menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung penyembuhan
luka
Menambal bagian luka terutama bagian yang mati
Balutan luka yang tersedia sangat bervariasi. Tidak seperti balutan atau
pembalut kasa yang biasa, balutan luka khusus karena mereka membantu
menciptakan tingkat kelembaban pada luka. Pada masa kini hasil-hasil dari
penelitian menyatakan bahwa tingkat kelembaban mendukung kesehatan kulit,
kelembaban memberi kesempatan yang lebih baik untuk proses penyembuhan.
Konsep inilah yang disebut dengan ”moist wound healing.”
Perlindungan untuk Luka
Meskipun kita berfikir sebaliknya, membiarkan balutan tidak
dibuka/diganti dalam beberapa hari sangat membantu dalam proses
penyembuhan awal karena luka tidak terganggu. Hal ini sangat penting karena
situasi kelembaban lingkungan luka dapat dipertahankan dengan baik sesuai
dengan suhu tubuh, kondisi ini akan mendukung penyembuhan luka. Untuk
penjelasan lebih lanjut, penggantian balutan yang lebih sering mengakibatkan
suhu luka menurun/dingin akibat terpapar dengan udara. Hal ini akan
mengakibatkan perlambatan proses penyembuhan hingga suhu luka menjadi
hangat kembali. Jadi, penggantian balutan duka yang tidak terlalu sering sudah
sangat jelas dapat membantu proses penyembuhan.
Sebagai ilustrasi untuk menunjukkan bagaimana kelembaban dapat
menyembuhkan lebih ceat adalah dengan melidungi/membalut luka akan
tercipta lingkungan yang lembab yang diikuti oleh pergerakan sel-sel epidermal
dengan mudah menyebrangi permukaan luka, untuk menyembuhkan luka. Pada
18
lingkungan luka yang kering, sel-sel epidermal harus menyusup melalui
terowongan yang lembab dan mensekresi enzym untuk kemudian mengangkat
keropeng dari permukaan luka sebelum sel-sel bermigrasi dan selanjutnya baru
memulai proses penyembuhan.
9. Maggot Debridement Therapy (MDT)
Penggunaan larva untuk proses penyembuhan luka telah tercatat dengan
baik selama berabad-abad. Efek dari penggunaan larva pada luka pertama kali
diperkenalkan oleh Ambrosius Pare tahun 1557. Pembentukan jaringan
granulasi ditingkatkan oleh penggunaan dari belatung. Aplikasi klinis pertama
penggunaan belatung dilakukan oleh JF Zakharia dan J jones pada perang
saudara di Amerika. Kemudian William Bear menyempurnakan metode ini
dengan menggunakan belatung yang telah disterilkan untuk mencegah
terjadinya infeksi pada luka. Terapi dengan metode ini semakin banyak
digunakan terutama untuk luka kronis dan luka yang terinfeksi di Amerika Utara
dan Eropa selama tahun 1930. Dengan meluasnya penggunaan antibiotik, MDT
in kemudian ditinggalkan. Dan kembali digunakan sekitar akhir tahun 1990-an
dimana telah banyak ditemukan resistensi bakteri terhadap antibiotik.
Larva dari lalat hijau Lucilia Sericata adalah larva yang paling umum
digunakan untuk MDT. Larva yang berukuran 1-2 mm akan menetas dari
telurnya dalam waktu 12-24 jam. Mereka akan memakan jaringan yang nekrotik
dalam kondisi lingkungan luka yang lembab. Dalam 4-5 hari mereka akan
menjadi dewasa dengan ukuran 10 mm, kemudian menjadi kepompong dan lalat
dewasa.
19
Larva yang digunakan dalam MDT harus steril untuk mencegah terjadinya
kontaminasi. Larva yang digunakan adalah larva yang baru baru menetas dari
telurnya. Dan larva harus digunakan dalam waktu 8 jam dan disimpan dalam
kulkas dengan suhu 8°-10°C, sehingga dapat memperlambat metabolisme tubuh
mereka. Untuk memaksimalkan debridemen, hal yang penting untuk
diperhatikan adalah pasokan oksigen pada luka dan kelembaban luka. Namun
luka yang terlalu lembab juga akan mematikan larva.
Tiga enzim proteolitik telah diidentifikasi dalam eksresi/sekresi (ES)
belatung. Enzim ini efektif mendegradasi komponen matriks ektraseluler,
termasuk laminin dan fibronektin. Dalam ES juga telah diindentifikasi adanya
zat antibakteri. ES menghambat perkembangan bakteri gram negatif dan gram
positif termasuk stafilokokus aureus yang resisten meticilin (MRSA), E.coli, dan
pseudomonas aeruginosa. ES juga menghasilkan amonia sehingga menciptakan
lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri. Selain itu,
penelitian lain mengungkapkan bahwa larva L sericata juga mencerna dan
membunuh bakteri yang terdapat dalam luka.
Maggot juga menyebabkan peningkatan proliferasi dari fibroblas sehingga
akan mempercepat proses penyembuhan luka. Selain itu ES juga mengandung
sitokin, kandungan gamma-interferon dan interleukin-10 (IL-10) juga
meningkatkan jaringan granulasi pada luka. Maggot debridement therapy
terutama digunakan untuk membersihkan dan desinfektan pada luka kronis yang
kotor, banyak jaringan nekrotik, dan terinfeksi. Berbagai penelitian
menunjukkan kemajuan MDT dalam mengobati luka yang gagal disembuhkan.
Larva ini efektif membersihka jaringan nekrotik dan eksudat tanpa merusak
jaringan sehat disekitarnya. Hal ini akan merangsang timbulnya jaringan
granulasi dan mengurangi bau. MDT bermanfaat pada berbagai jenis luka
kronis.
20
21