Perawatan Luka

download Perawatan Luka

of 27

Transcript of Perawatan Luka

ILMU KEPERAWATAN DASAR III

PEMENUHAN KEBUTUHAN INTEGRITAS KULIT

SGD 8

KADEK DIAN KARTIKA KHRISNAYANTI

(1202105005)

NI MADE ARI LAKSMININGSIH

(1202105006)

I WAYAN SUDIARTAWAN

(1202105009)

I GEDE BAGUS SATRIA WASKITA

(1202105025)

I GUSTI AYU DIAH RESTIANA PUTRI

(1202105027)

I MADE DANA PUTRA

(1202105041)

I PUTU EDI DARMAWAN

(1202105042)

NI MADE ANGGA AGUSTINI

(1202105045)

NI WAYAN SARAH SARASWATI

(1202105056)

NI MADE MARCHANTI DEWINDA

(1202105062)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2013

Learning Task1. Apa saja yang perlu dikaji dalam pengkajian luka

2. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi luka bakar

3. Sebut dan jelaskan fase penyembuhan luka

4. Jelaskan tentang inflamasi dan infeksi

5. Jelaskan tentang tanda-tanda infeksi dan inflamasi

6. Jelaskan tentang transudate dan eksudat

7. Sebutkan jenis-jenis eksudat

8. Jelaskan management rawat luka (T.I.M.E.)

9. Jelaskan tentang modern dressing dan konvensional dressing 10. Jelaskan tentang nutrisi yang baik untuk penyembuhan luka

Pembahasan :1. Yang perlu dikaji dalam pengkajian luka :Dalam proses perawatan luka faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka diantaranya status imunologi, nutrisi, Kadar gula darah (impaired white cell function), hidrasi (slows metabolism),kadar albumin darah (building blocks for repair, colloid osmotic pressure oedema), suplai oksigen dan vaskularisasi, corticosteroid (depresss immune function). Namun sebelum melakukan perawatan luka, kita sebagai tenaga kesehatan perlu mengkaji tentang luka yang dialami oleh klien/pasien.

Pengkajian merupakan proses pengumpulan, identifikasi dan analisa dalam rangka memecahkan masalah yang dialami oleh klien. Pengkajian dalam hal perawatan luka bertujuan untuk :

Menilai tingkat keseriusan suatu luka

Menilai perkembangan proses perawatan luka yang telah dilakukan

Observasi kondisi luka apakah terjadi perubahan setiap penggantian dressing

Secara umum pengkajian luka yang harus diperhatikan adalah : Lokasi dan letak luka

Lokasi dan letak luka dapat digunakan sebagai indikator terhadap kemungkinan penyebab terjadinya luka, tujuannya agar luka dapat diminimalkan kejadiannya dengan menghilangkan penyebab yang ditimbulkan oleh letak dan lokasi yang dapat mengakibatkan terjadinya luka. Stadium luka (anatomi, warna dasar luka)

Salah satu cara menilai derajat keseriusan luka adalah menilai warna dasar luka. System ini membantu memilih tindakan dan penggunaan topikal terapi perawatan luka serta mengevaluasi kondisi luka.

System ini dikenal dengan sebutan RYB / Red Yellow Black ( Merah-Kuning-Hitam) : RED / MERAH.

Luka dengan dasar warna luka merah tua (granulasi) atau terang (epitelisasi) dan selalu tampak lembab. Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi, karenanya mudah berdarah. Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah dengan mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembab dan mencegah terjadinya trauma / perdarahan.

YELLOW / KUNING.

Luka dengan dasar warna luka kuning / kuning kecoklatan / kuning kehijauan / kuning pucat kondisi luka yang terkontaminasi atau -terinfeksi. Hal yang harus dicermati bahwa semua luka kronis merupakan luka yang terkontaminasi namun belum tentu terinfeksi. Luka Slough (kuning)

BLACK / HITAM.

Luka dengan dasar warna luka hitam adalah jaringan nekrosis, merupakan jaringan avaskularisasi Luka Nekrotik Bentuk dan ukuran luka

Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan pengukuran tiga dimensi (panjang,lebar dan kedalaman luka) atau dengan pengambilan photography. Tujuannya untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan proses penyembuhan luka. Wound edges

Pengkajian pada tepi luka akan didapatkan data bahwa proses epitelisasi adekuat atau tidak. Umumnya tepi luka akan dipenuhi oleh jaringan epitel berwarna merah muda. Kegagalan penutupan terjadi jika tepi luka mengalami edema, nekrosis, callus, atau infeksi.

Odor or exudates

Pengkajian terhadap bau tidak sedap dan jumlah eksudate pada luka akan mendukung dalam penegakan diagnose terjadi infeksi atau tidak. Bau dapat disebabkan oleh adanya kumpulan bakteri yang menghasilkan protein, apocrine sweat glands atau beberapa cairan luka. Tanda infeksi

Luka yang terinfeksi seringkali ditandai dengan adanya erithema yang makin meluas, edema, cairan berubah purulent, nyeri yang lebih sensitive, peningkatan temperature tubuh, peningkatan jumlah sel darah putih dan timbul bau yang khas.

2. Klasifikasi luka bakar dapat dibagi sebagai berikut:

Berdasarkan dalamnya jaringan yang rusak, terbagi menjadi:a. Luka bakar tingkat satu / luka superfisial (Non-Blanching Erithema)Luka bakar tingkat satu adalah luka bakar paling ringan yang hanya mengenai lapisan kulit yang paling luar (epidermis).Kulit bisanya memerah dan mungkin bengkak dan terasa sakit. Lapisan luar kulit tidak terbakar semua. Biasanya luka bakar semacam ini bisa dirawat di rumah saja, kecuali kalau luka bakar itu mengenai sebagian besar dari tubuh. Membedakan luka bakar ringan dengan luka bakar yang lebih serius tergantung dari tingkat kerusakan jaringan tubuh.

b. Luka bakar tingkat dua / luka "Partial Thickness"Apabila lapisan kulit pertama terbakar habis dan mengenai lapisan kulit kedua (hipodermia), ini terhitung sebagai luka bakar tingkat dua. Ditandai dengan munculnya lepuhan dan kulit langsung menjadi merah dan berbercak-bercak. Rasa nyeri hebat dan terjadi pembengkakan merupakan tanda dan gejala lainnya. Luka jenis ini adalah hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti halnya abrasi, blister atau lubang yang dangkal.c. Luka bakar tingkat tiga / luka "Full Thickness"Luka bakar tingkat tiga merupakan luka yang paling serius. Luka itu meliputi seluruh lapisan kulit dan bahkan tidak jarang mencapai jaringan yang lebih dalam lagi. Pada luka bakar tingkat tiga biasanya terdapat bagian yang menjadi hitam arang. Orang yang bersangkutan mengalami rasa sakit hebat atau apabila terjadi kerusakan saraf yang luas, ia cuma merasa sakit sedikit atau tidak sakit sama sekali. Luka bakar ini membutuhkan perawatan medis darurat. Luka jenis ini adalah hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan di sekitarnya.

Berdasarkan Tingkat Kontaminasi Luka. Luka yang berdasarkan tingkat kontaminasi ini terbagi menjadi :

1. Luka Bersih (Clean Wounds). Yang dimaksud dengan luka bersih adalah luka bedah tak terinfeksi yang mana luka tersebut tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan juga infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih ini biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka pada luka jenis ini berkisar kurang lebih 1% 5%.

2. Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds). Jenis luka ini adalah luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, dan kemungkinan terjadinya infeksi luka pada luka jenis ini adalah 3% 11%.

3. Luka terkontaminasi (Contamined Wounds). Yang dimaksud dengan luka terkontaminasi adalah luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. Pada jenis kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan terjadinya infeksi pada jenis luka ini adalah berkisar 10% 17%.

4. Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds). Jadi yang dimaksud dengan luka jenis ini adalah terdapatnya mikroorganisme pada luka. Dan tentunya kemungkinan terjadinya infeksi pada luka jenis ini akan semakin besar dengan adanya mikroorganisme tersebut.

Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka. Jenis luka berdasarkan akan hal ini terbagi menjadi 2 hal yaitu :

1. Luka Akut. Luka akut adalah jenis luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.

2. Luka Kronis. Luka kronis adalah jenis luka yang yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

Berdasarkan mekanisme terjadinya luka tersebut. Jenis luka berdasarkan mekanisme terjadinya luka terbagi menjadi :

1. Luka Insisi (Incised Wound), terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam. Contohnya adalah luka yang terjadi akibat dari proses pembedahan pembedahan.

2. Luka Memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

3. Luka Lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

4. Luka Tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti pisau yang masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.

5. Luka Gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.

6. Luka Tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.

7. Luka Bakar (Combustio), yaitu luka akibat terkena suhu panas seperti api, matahari, listrik, maupun bahan kimia.

3. Fase-fase penyembuhan luka :

1. Fase inflamasi (reaksi)

Fase inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai setelah beberapa menit dan berlangsung sekitar tiga hari setelah cidera. Proses perbaikan terdiri dari mengontrol perdarahan (hemostasis), mengirim darah sel ke area yang mengalami cidera (inflamasi), dan membentuk sel-sel epitel pada tempat cidera (epitelialisasi). Selama proses hemostasis, pembuluh darah yang cidera akan mengalami kontriksi dan trombosit berkumpul untuk menghentikan perdarahan, bekuan-bekuan darah membentuk matriks fibrin yang nantinya akan menjadi kerangka untuk perbaikan sel. Jaringan yang rusak dan sel mast menyekresi histamin, yang menyebabkan faso dilatasi kapiler di sekitarnya dan mengeluarkan serum dan sel darah putih ke dalam jaringan yang rusak. Hal ini menimbulkan kemerahan, edema, hangat, dan nyeri local. Respon inflamasi merupakan respon yang menguntungkan dan tidak perlu mendinginkan area inflamasi atau mengurangi bengkak kecuali jika bengkak tersebut terjadi dalam ruangan yang tertutup. Leukosit akan mencapai luka dalam beberapa jam. Leukosit utama yang bekerja pada luka adalah neutrofil, yang mulai memakan bakteri debris yang kecil. Neutrofil mati dalam beberapa hari dan meninggalkan eksudat enzim yang akan menyerang bakteri atau membantu perbaikan jaringan. Leukosit penting yang kedua adalah monosit, yang berubah menjadi makrofag (sel yang membersihkan luka dari bakteri, sel mati, dan debris dengan cara fagositosis. Setelah makrofag membersihkan lukadan menyiapkannya untuk untuk perbaikan jaringan, sel epitel bergerak dari bagian tepi luka di bawah dasar bekuan darah. Sel epitel terus berkumpul di bawah rongga luka selama 48 jam. Akhirnya di atas luka akan terbentuk lapisan tipis dari jaringan epitel dan menjadi barierterhadap organisme penyebab infeksi dan dari zat-zat beracun.

2. Fase proliferasi (regenerasi)

Dengan munculnya pembuluh darah baru sebagai hasil rekonstruksi, fase proliferasi terjadi dalam waktu 3-24 hari. Aktivitas utama selama fase regenerasi ini adalah mengisi luka dengan jaringan penyambung atau jaringan granulasi yang baru dan menutup bagian atas luka dengan epitelisasi. Fibroblast adalah sel-sel yang mensintesis kolagen yang akan menutup efek luka. Fibroblast membutuhkan vitamin B dan C, oksigen, dan asam amino agar dapat berfungsi dengan baik. Kolagen member kekuatan dan integritas struktur pada luka. Selama periode ini luka mulai tertutup oleh jaringan baru. Bersamaan dengan proses rekonstruksi yang terus berlangsung, daya elastisitas luka meningkat dan resiko terpisah atau ruptur luka akan menurun tingkat tekanan pada luka mempengaruhi jumlah jaringan parut yang terbentuk. Gangguan proses penyembuhan selama fase ini biasanya disebabkan oleh factor sistemik, seperti usia, anemia, hipoproteinemmia, dan defisiensi zat besi.

3. Fase maturasi

Maturasi, yang merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka, dapat memerlukan waktu lebih dari 1 tahun,bergantung pada kedalaman dan keluasan luka. Jaringan parut kolagen terus melakukan reorganisasi dan akan menguat setelah beberapa bulan. Namun luka yangtelah sembuh biasanya tidak meemiliki daya elastisitas yang sama dengan jaringan yang digantikannya. Serat kolagen mengalami remodeling atau reorganisasi sebelum mencapai bentuk normal. Biasanya jaringan parut mengandung lebih sedikit sel-sel pigmentasi (melanosit) dan memiliki warna yang lebih terang dari pada warna kulit normal.4. Yang dimaksud dengan inflamasi dan infeksi adalah Inflamasi

Inflamasi merupakan reaksi jaringan hidup terhadap semua bentuk jejas yang berupa reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis (Robbins & Kumar, 1994)

Secara garis besar proses inflamasi dibagi menjadi dua tahap :

a. Inflamasi Akut

Inflamasi akut adalah inflamasi yang terjadi segera setelah adanya rangsang iritan. Pada tahap ini terjadi pelepasan plasma dan komponen seluler darah ke dalam ruang-ruang jaringan ekstraseluler. Termasuk didalamnya granulosit neutrofil yang melakukan pelahapan (fagositosis) untuk membersihkan debris jaringan dan mikroba (Soesatyo, 2002)

b. Inflamasi kronis

Inflamasi kronis terjadi jika respon inflamasi tidak berhasil memperbaiki seluruh jaringan yang rusak kembali ke keadaan aslinya atau jika perbaikan tidak dapat dilakukan sempurna (Ward, 1985)

Infeksi

Infeksi merupakan kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organism inang, dan bersifat paling membahayakan inang. Organisme penginfeksi, atau pathogen, menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan inang. Pathogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik, gangrene, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian.

Secara umur infeksi terbagi menjadi dua golongan besar :

a. Infeksi yang terjadi akibat terpapar oleh antigen dari luar tubuh

b. Infeksi yang terjadi karena difusi cairan tubnuh atau jaringan, seperti virus HIV, karena virus tersebut tidak dapat hidup diluar tubuh.

Adapun tahap-tahap dari proses infeksi itu sendiri antara lain :

1. Periode inkubasi

Interval antara masuknya pathogen ke dalam tubuh dan munculnya gejala pertama.

2. Tahap primordial

Interval dari awitan dan gejala non-spesifik sampai gejala yang spesifik( masa ini mikroorganisme bertumbuh dan berkembang biak dank lien lebih mampu menyebarkan pennyakit ke orang lain).

3. Tahap sakit

Interval saat klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis infeksi, misalnya demam dimanifestasikan dengan sakit tenggorokan.

4. Tahap pemulihan

Interval saat munculnya gejala akut infeksi. Lamanya penyembuhan bergantung pada beratnya infeksi dan keadaan umum kesehatan klien.

5. Tanda-tanda infeksi dan inflamasi adalah:a) Tanda-tanda inflamasi dibagi menjadi 2

Inflamasi lokal :

Dolor

adalah rasa nyeri, nyeri akan terasa pada jaringan yang mengalami infeksi. Ini terjadi karena sel yang mengalami infeksi bereaksi mengeluarkan zat tertentu sehingga menimbulkan nyeri.

Kalor

adalah rasa panas, pada daerahh yang mengalami infeksi akan terasa panas. Ini terjadi karena tubuh mengkompensasi aliran darah lebih banyak ke area yang mengalami infeksi untuk mengirim lebih banyak antibody dalam memerangi antigen atau penyebab infeksi.

Tumor

pada area yang mengalami infeksi akan mengalami pembengkakan karena peningkatan permeabilitas sel dan peningkatan aliran darah.

Rubor

adalah kemerahan, ini terjadi pada area yang mengalami infeksi karena peningkatan aliran darah ke area tersebut sehingga menimbulkan warna kemerahan.

Fungsio laesa

adalah perubahan fungsi dari jaringan yang mengalami infeksi.

Inflamasi sistemik :

Demam

Malaise

Anoreksia

Mual

Muntah

Sakit kepala

Diare

b) Tanda tanda infeksi antara lain :

Jika infeksi sudah cukup lama maka akan timbuh nanah (pes). Nanah terbentuk karena "perang" antara antibody dengan antigen bertarung sehingga timbulah nanah.6. Yang dimaksud transudate dan eksudat adalaha. Transudate

Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi hanya sebagai akibat tekanan hidrostatik atau turunnya protein plasma intravascular yang meningkat (tidak disebabkan proses peradangan/inflamasi). Berat jenis transudat pada umumnya kurang dari 1.012 yang mencerminkan kandungan protein yang rendah. Contoh transudat terdapat pada wanita hamil dimana terjadi penekanan dalam cairan tubuh.

Transudat merupakan discharge patologis, merupakan serum darah yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh kapiler ke dalam sela-sela jaringan atau rongga badan, tanpa radang

Ciri-ciri transudat spesifik, yaitu :

1. cairan jernih

2. encer

3. kuning muda

4. berat jenis mendekati 1010 atau setidak-tidaknya kurang dari 1018

5. tidak menyusun bekuan (tak ada fibrinogen)

6. kadar protein kurang dari 2,5gr/dl

7. kadar glukosa kira-kira sama seperti dalam plasma darah

8. jumlah sel kecil dan bersifat steril

b. Eksudate

Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vascular (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya.

Eksudat, merupakan substansi yang merembes melalui dinding vasa ke dalam jaringan sekitarnya pada radang, berupa nanah. Jadi termasuk discharge yang patologis.

Eksudat terbentuk melalui membran kapiler yang permeabilitasnya abnormal. Perubahan permeabilitas membran disebabkan adanya peradangan pada pleura seperti infeksi atau keganasan.

Ciri-ciri eksudat spesifik, yaitu :1. keruh (mungkin berkeping-keping, purulent, mengandung darah, chyloid, dsb)2. lebih kental3. warna bermacam-macam4. berat jenis lebih dari 10185. sering ada bekuan (oleh fibrinogen)6. kadar protein lebih dari 4,0gr/dl7. kadar glukosa jauh kurang dari kadar dalam plasma8. mengandung banyak sel dan seringa ada bakteri7. Jenis-jenis eksudat adalah:

. a. Eksudat non seluler

Eksudat serosa

Pada beberapa keadaan radang, eksudat hampir terdiri dari cairan dan zat-zat yang terlarut dengan sangat sedikit leukosit. Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat serosa,yang pada dasamya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah yang permiable dalam daerah radang bersama-sama dengan cairan yang menyertainya. Contoh eksudat serosa yang paling dikenal adalah cairan luka melepuh.

Eksudat fibrinosa

Jenis eksudat nonseluler yang kedua adalah eksudat fibrinosa yang terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul pada daerah peradangan yang mengandung banyak fibrinogen. Fibrinogen ini diubah menjadi fibrin, yang berupa jala jala lengket dan elastic (barangkali lebih dikenal sebagai tulang belakang bekuan darah). Eksudat fibrinosa sering dijumpai diatas permukaan serosa yang meradang seperti pleura dan pericardium dimana fibrin diendapkan dipadatkan menjadi lapisan kasar diatas membran yang terserang. Jika lapisan fibrin sudah berkumpul di permukaan serosa,sering akan timbul rasa sakit jika terjadi pergeseran atas permukaan yang satu dengan yang lain. Contoh pada penderita pleuritis akan merasa sakit sewaktu bernafas, karena terjadi pergesekan sewaktu mengambil nafas.

Eksudat musinosa (Eksudat kataral)

Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membran mukosa, dimana terdapat sel-sel yang dapat mengsekresi musin. Jenis eksudat ini berbeda dengan eksudat lain karena eksudat ini merupakan sekresi set bukan dari bahan yang keluar dari aliran darah. Sekresi musin merupakan sifat normal membran mukosa dan eksudat musin merupakan percepatan proses dasar fisiologis.Contoh eksudat musin yang paling dikenal dan sederhana adalah pilek yang menyertai berbagai infeksi pemafasan bagian atas.

b. Eksudat Seluler

Eksudat netrofilik

Eksudat yang mungkin paling sering dijumpai adalah eksudat yang terutama terdiri dari neutrofil polimorfonuklear dalam jumlah yang begitu banyak sehingga bagian cairan dan protein kurang mendapat perhatian. Eksudat neutrofil semacam ini disebut purulen. Eksudat purulen sangat sering terbentuk akibat infeksi bakteri.lnfeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi neutrofil yang luar biasa tingginya di dalam jaringan dan banyak dari sel-sel ini mati dan membebaskan enzim-enzim hidrolisis yang kuat disekitarnya. Dalam keadaan ini enzim-enzim hidrolisis neutrofil secara harafiah mencernakan jaringan dibawahnya dan mencairkannya. Kombinasi agregasi netrofil dan pencairan jaringan-jaringan di bawahnya ini disebut suppuratif,atau lebih sering disebut pus/nanah.Jadi pus terdiri dari : neutrofil PMN yang hidup dan yang mati neutrofil PMN yang hancur hasil pencairan jaringan dasar (merupakan hasil pencernaan) eksudat cair dari proses radang bakteri-bakteri penyebab nekrosis liquefactiva.

c. Eksudat Campuran

Sering terjadi campuran eksudat seluler dan nonseluler dan campuran ini dinamakan sesuai dengan campurannya.Jika terdapat eksudat fibrinopurulen yang terdiri dari fibrin dan neutrofil polimorfonuklear, eksudat mukopurulen, yang terdiri dari musin dan neutrofil, eksudat serofibrinosa dan sebagainya. Eskudat seringkali sembuh dan tak berulang bila telah dikeluarkan seluruhnya.

8. Management rawat luka adalah:Falanga (2004) mengembangkan kerangka kerja yang dikenal sebagai TIME untuk mendukung pendekatan yang lebih komprehensif dalam perawatan luka kronik. Istilah ini kemudian dimodifikasi eleh European Wound Management Association WBP Advosory Board untuk memaksimalkan penggunaannya agar lebih universal. Adapun kerangka kerja TIME adalah sebagai berikut:

T : Tissue Management.

I : Inflammation and infection control.

M : Moisture balance.

E : Epithelial (edge) advancement.

A. TISSUE MANAGEMENTTissue management atau manajemen jaringan luka ditujukan untuk menyiapkan bantalan luka. Oleh karena itu dipandang perlu untuk segera melakukan debridement untuk mengangkat jaringan nekrotik dan slough. Debridement dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, yaitu:

1. Autolytic debridement.

Debridement autolitik didasarkan pada kemampuan macrofag untuk memfagositosis debris dan jarngan nekrotik. Penggunaan Hydrocoloids dan hydrogels digunakan secara luas untuk mendukung lingkungan yang lembab yang akan meningkatkan aktifitas makrofag. Alginat juga dapat digunakan untuk mendukung suasana lembab.

2. Biological debridement.

Maggots atau belatung berasal dari larva lalat lucilia sericata yang mensekresikan enzim yang dapat memecah jaringan nekrotik menjadi semi-liquid form (lunak) sehingga dapat dicerna oleh belatung dan hanya meninggalkan jaringan yang sehat (Thomas, 2001).3. Enzymatic debridement.

Debridemen enzimatik juga dapat mendukung autolysis sontohnya penggunaan enzym seperti elastase, collagenase, dan fibrinolysin. Enzim-enzim tersebut dapat melepaskan ikatan jaringan nekrotik terhadap bantalan luka (Douglass, 2003).

4. Mechanical debridement.

Metode mechanical debridement antara lain; wet-to-dry dressing dengan menggunakan kasa yang dilembabkan dengan NaCL kemudian ditempelkan pada luka dan dibiarkan mengering, setelah itu diangkat. Cara ini dapat mengangkat slough dan eschar ketika balutan luka diganti namun efek negatifnya menimbulkan nyeri pada pasien dan dapat merusak jaringan yang baru. Irigasi dengan tekanan tinggi juga dapat digunakan dan efektif untuk jumlah bakteri pada luka dibanding dengan mencuci luka dengan cara biasa.

5. Sharp atau Surgical debridement.

Merupakan metode debridement yang paling cepat namun tidak cocok untuk semua jenis luka (utamanya luka dengan perfusi jelek) selain itu sharp/surgical debridement dapat menimbulkan resiko perdarahan, oleh karena itu harus dilaksanakan oleh petugas yang telah kompeten, terlatih dan profesional (Faibairn, et el., 2002).

B. INFLAMMATION AND INFECTION CONTROLLuka kronik selalu dianggap terkontaminasi sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang pada akhirnya akan mengakibatkan infeksi. Sibbald (2002) menggambarkan pentingnya mempertahankan keseimbangan bakteri ketika luka terkontaminasi atau terkolonisasi oleh bakteri tapi tidak mengganggu proses penyembuhan. Jika luka tidak sembuh dengan penggunaan topical therapy, penggunaan antibiotic sistemik dapat dipertimbangkan, utamanya jika terjadi infeksi jaringan dalam.

Schultz et al. (2003) menekankan pentingnya debridement sebab dapat mengurangi jumlah bakteri dengan mengangkat jaringan yang mati. Penggunaan belatung untuk debridement juga sangat berguna bahkan dapat mencerna dan menghancurkan bakteri, termasuk MRSA (Thomas, 2001).

Untuk pengunaan antiseptic topical seperti slow-release silver dan iodine hanya menunjukkan efektifitas dalam dua minggu (Edmonds et al., 2004;Moffat et al., 2004). Topical antibiotic sangat tidak direkomendasikan karena resiko resistensi.

C. MOISTURE BALANCELuka dapat memproduksi eksudat mulai dari jumlah sedikit, sedang, hingga banyak. Luka dengan eksudat yang banyak dapat menyebabkan maserasi pada kulit sekitar luka dilain pihak luka dengan eksudat sedikit atau tidak ada dapat menjadi kering. Oleh karena itu perlu ada keseimbangan kelembaban pada luka. Untuk menjaga keseimbangan kelembaban (moisture balance) pada luka maka dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

1. Untuk luka dengan eksudat yang sangat banyak, gunakan balutan yang memiliki daya serap yang tinggi. Contohnya alginate, foams, dan hydrofiber dressing. Bila tidak ada dapat dimodifikasi misalnya penggunaan pampers dan pembalut.

2. Untuk luka dengan eksudat yang produktif seperti sinus dan fistula, dapat digunakan system kantong untuk menampung eksudat. system kantong dapat mencegah resiko kontaminasi kulit sekitar luka (yang mungkin masih sehat) dari eksudat, volume dan warna eksudat dapat dipantau, dan bau eksudat dapat dikontrol. Untuk aplikasi system kantong dapat digunakan stoma bag, urostomy bag, fistula bag, atau bila tidak ada dapat digunakan parcel dressing.

Apapun metode yang digunakan untuk menciptakan moisture balance, yang paling penting adalah perawatan kulit sekitar luka. Eksudat yang berlebihan dapat menimbulkan maserasi atau dermatitis irritant (Cutting & White, 2002).

D. EPHITELIAL (EDGE) ADVANCEMENTPenyembuhan luka bukan hanya menyiapkan bantalan luka, tapi yang juga tak kalah penting adalah menyiapkan tepi luka (wound edge). Selama ini dalam perawatan luka kita hanya berfokus pada lukanya dan mengabaikan perawata kulit sekitar luka. Tepi luka yang berwarna pink merupakan gambaran luka yang sehat sebaliknya tepi luka yang menebal atau tidak jelas batasnya merupakan gambaran luka yang kurang baik.

Untuk perawatan tepi luka dapat dilakukan dengan mengontrol eksudat agar tidak mengenai tepi luka, memberi kelembaban pada kulit sekitar luka dapat menggunakan skin tissue, skin lotion, dll.( Carol Dealey (2005): The wound care of wounds: a guide for nurses, Blackwell Publishing Ltd. Saldy Yusuf (2008): Panduan Praktis Perawatan Luka: an evidence approach for wound healing. STIKes Bina Bangsa Majene.)

9. Modern dressing dan konvensional dressing:Modern Dressing adalah teknik perawatan luka dengan menciptakan kondisi lembab pada luka sehingga dapat membantu proses epitelisasi dan penyembuhan luka, menggunakan balutan semi occlusive, full occlusive dan impermeable dressing berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety) (Schulitz, et al. 2005., Hana, 2009., Saldy, 2010).

Manfaaatnya:

Mencegah luka menjadi kering dan keras.Menurunkan nyeri saat ganti balutan.

Meningkatkan laju epitelisasi.

Mencegah pembentukan jaringan parut

Dapat menurunkan kejadian infeksi.

Balutan tidak perlu diganti setiap hari (Cost effective).

Memberikan keuntungan psikologis.

Mudah digunakan dan aman.(Schulitz, et al. 2005., Hana, 2009., Saldy, 2010)

Jenis Balutannya :

A. Transparant film dressing1.Transparan, perkembangan penyembuhan luka dapat di monitor tanpa membuka pembalut

2.Tidak tembus bakteri dan air, elastis dan tahan air, sehingga bisa dipakai pada saat mandi

3.Ekonomis, tidak memerlukan penggantian balutan dalam jangka waktu yang pendek

B. HydrrolocoidBalutan ini mengandung partikel hydroactive (hydrophilic) yang terikat dalam polymer hydrophobic. Partikel hydrophilic-nya mengabsorbsi kelebihan kelembaban pada luka dan menkonversikannya ke dalam bentuk gel.

1.Menjaga kestabilan kelembaban luka dan daerah sekitar luka bersamaan dengan fungsinya sebagai penyerap cairan luka

2.Pembalut dapat diganti tanpa menyebabkan trauma atau rasa sakit, dan tidak lengket pada luka

3.Nyaman untuk permukaan kulit

4.Ekonomis dan hemat waktu pengobatan, meminimalkan penggantian pembalut dibanding dengan menggunakan pembalut konvensional (tahan 5-7 hari tanpa penggantian pembalut baru tergantung karakter eksudat)

C. Hydrogels

Salah satu contoh colloid yang berbahan dasar gliserin atau air, mengembang dalam air (exudat luka). Mirip dengan hydrocolloid tapi dalam bentuk gel.

1.Menciptakan lingkungan luka yang tetap lembab

2. Fleksibel untuk segala jenis luka

3.Melunakkan dan menghancurkan jaringan nekrotik, tanpa merusak jaringan sehat

4.Mengurangi rasa sakit karena mempunyai efek pendingin

D. Calcium AlginetTerbuat dari polysakarida rumput laut (seawed polysacharida), dapat menghentikan perdarahan minor pada luka, tidak lengket, menyerap eksudat dan berubah menjadi gel bila kontak dengan cairan tubuh. Dapat diaplikasikan selama 7 hari.

E. FoamMengandung Polyurethane foam, tersedia dalam kemasan sheets (lembaran) atau cavity filling.

1.Foam memiliki kapasitas yang tinggi untuk mengabsorbsi eksudat yang banyak

2.Foam juga mampu menyerap kelebihan kelembaban sehingga mengurangi resiko maserasi

3.Tidak menimbulkan nyeri dan trauma pada jaringan luka saat penggantian.

Konvesional dressing adalah perawat luka dengan cara tradional atau masih mudah dan sederhana.Keuntungan konvesional dressing biayanya lebih murah. Konvesional dressing umunya mudah diterapkan oleh masyarakat sekitar.Perawatan luka seperti ini menggunakan kasa,perban,d.ll. Bila menggunakan dressing konvensional, tergantung pada kondisi luka, ganti mungkin diperlukan untuk diubah secepat setiap 12 jam (http://www.podiatrytoday.com/article/1894)10. Nutrisi yang baik untuk penyembuhan :Nutrisi adalah subtansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan. Nutrisi didapatkan dari makanan dan cairan yang selanjutnya diasimilasi oleh tubuh.

Nutrisi Untuk Penyembuhan Luka:

Kebutuhan nutrisi post sirkumsisi akan mengalami peningkatan. Nutrisi post sirkumsisi dibutuhkan untuk mempercepat prosos penyembuhan luka. Nutrisi yang diperlukan sebagai berikut :

1. ProteinProtein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Anak post sirkumsisi memerlukan 20 gram protein di atas kebutuhan normal. Protein sebagai pembentuk enegi setiap gramnya menghasilkan 4 kalori. Dan orang yang mengalami trauma (perlukaan) maka jumlah kebutuhan proteinnya sekitar 1,2-2 g/kg/hari.Berdasarkan sumbernya, protein diklasifikasi menjadi protein nabati dan protein hewani. Metabolisme protein dimulai dari protein dalam makanan nabati terlindung oleh dinding sel yang terdiri atas selulosa, yang tidak dapat dicerna oleh cairan pencernaan kita, sehingga daya cerna sumber protein nabati pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan sumber protein hewani (Achmad Djaeni, 2004: 59).Memasak makanan dengan memanaskannya akan merusak dan memecahkan dinding sel tersebut, sehingga protein yang terdapat dalam sel menjadi terbuka dan dapat dicapai oleh cairan pencernaan saluran gastrointestinal. Protein yang diserap oleh dinding usus, menuju vena porta lalu hati, hati diatur dalam sirkulasi darah umum lalu dialirkan ke seluruh jaringan tubuh. Asam amino ini terutama diperlukan untuk pembentukan jaringan baru atau mengganti yang aus (usang). Tabel 2.1 Kandungan Protein pada makanan untuk proses penyembuhan luka sirkumsisiBahan MakananBerat (gr)Ukuran

Ikan Ikan teri Ayam tanpa kulitDaging sapi

Telor ayam40

20

40

35

551 potong sedang1 sendok makan1 potong sedang1 potong sedang

1 butir

2. Kalori

Menurut Vinka Kumala (2009), nutrisi yang juga dibutuhkan setelah sirkumsisi adalah kalori, kalori ini biasanya banyak terdapat pada makanan karbohidrat seperti nasi singkong, kentang, susu dan lainnya, kalori sangat diperlukan untuk mengembalikan energi setelah sirkumsisi sehingga luka sirkumsisi cepat sembuh.

Tabel 2.2 Kandungan kalori pada makanan untuk proses penyembuhan lukaBahan MakananBerat (gr)Ukuran

Nasi 200 1 gelas kecil

Roti putih70 3 potong kecil

Singkong 120 1 potong sedang

Kentang 210 2 buah sedang

Makaroni 50 gelas kecil

3. Cairan

Nutrisi lain yang dibutuhkan setelah sirkumsisi adalah asupan cairan, yang merupakan media tempat semua proses metabolisme berlangsung. Fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Dianjurkan untuk anak post sirkumsisi minum 2-3 Liter ciran, lebih baik dalam bentuk air putih, susu dan jus buah bukan minuman ringan (Achmad Djaeni, 2004: 172).

4. Vitamin

Vitamin C sangat diperlukan dalam proses penyembuhan luka, dalam hal ini adalah perlukaan sirkumsisi. Vitamin C bersifat alamiah yaitu sebagai antioksidan, dan sangat berperan serta di dalam proses metabolisme yang berlangsung di dalam tubuh. Vitamin C diperlukan untuk pembentukan kolagen dan biasanya kebutuhan vitamin C bagi penyembuhan luka yang optimal berkisar antara 500-1000 mg/hari. Vitamin C ini bisa didapatkan dari sayur-sayuran dan buah-buahan segar. Buah-buahan mudah makin banyak vitaminnya dibanding dengan yang lebih tua dan buah yang mengandung vitamin C tidak selalu berwarna kuning (Achmad Djaeni, 2004: 131).Vitamin ini mudah larut dalam air sehingga bila vitamin yang dikonsumsi melebihi yang dibutuhkan, kelebihan tersebut akan dibuang dalam urine. Karena tidak disimpan dalam tubuh, vitamin C sebaiknya dikonsumsi setiap hari.Tabel 2.3 Kandungan Vitamin C pada buahBuah Kandungan Vitamin C (gr/100gr)

Jambu bijiKelengkeng Papaya Jeruk Melon Anggur Jeruk mandarinSukun Mangga Nanas Pisang

Alpukat 183

84

62

53

42

34

31

29

28

15

9

8

KESIMPULANPerawat dalam melakukan pengkajian luka perlu mengkaji lokasi dan letak luka, stadium luka (anatomi, warna dasar luka), bentuk dan ukuran luka, wound edges, odor or exudates, dam tanda infeksi. Klasifikasi luka bakar dapat dikelompokkan dari dalamnya jaringan yang rusak, tingkat kontaminasi luka, waktu penyembuhan luka, dan mekanisme terjadinya luka tersebut. Dalam proses penyembuhan luka dapat dibedakan dalam 3 fase yaitu, inflamasi, proliferase, dan maturasi. Dimana inflamasi merupakan respon selular tubuh tehadap cedera sedangkan infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang. Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi hanya sebagai akibat tekanan hidrostatik dan eksudat adalah cairan radang ekstravaskular. Adapun jenis-jenis eksudat dibagi menjadi eksudat nonseluler, seluler dan campuran. Dalam proses management rawat luka perawat harus memperhatikan tissue, inflamasi/infeksi, moisture, dan edge management. Modern dressing adalah teknik perawatan luka dengan menciptakan kondisi lembab pada luka. Konvesional dressing adalah perawat luka dengan cara tradional atau masih mudah dan sederhana. Nutrisi yang dibutuhkan untuk mempercepat proses penyembuhan luka adalah protein, kalori, cairan, dan vitamin.DAFTAR PUSTAKAPotter, Patricia A., Perry.2009.Fundamental Keperawatan.Edisi 4 Buku 2.Jakarta:Salemba Medika

www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/206312009/bab2.pdfSuriadi. Manajemen luka. Pontianak: Stikep Muhammadiyah; 2007

Blackley,P.Practical Stoma Wound and Continence Management.Victoria : Reasearch Publications Pty Ltd ; 2004Carvile K. Wound care manual. 3rd ed. St. Osborne Park: The Silver Chain Foundation ; 1998