Perawatan Luka
-
Upload
onnie-maiasari-poerwaningsih -
Category
Documents
-
view
223 -
download
13
Transcript of Perawatan Luka
PERAWATAN LUKA
Definisi Luka
Luka adalah terputusnya kontunitas jaringan yang disebabkan oleh trauma tajam
tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan.
Beberapa Efek Yang Akan Muncul Ketika Luka Timbul
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Tipe Luka
1. Di sengaja : Operasi
2. Tidak di sengaja : Terbuka dan tertutup
Klasifikasi Luka
TIPE PENYEBAB KARAKTERISTIK
1. Insisi Benda Tajam Terbuka, nyeri
2. Kontusio Benda tumpul, Benturan Tertutup, echimosis
3. Abrasi Tergores pada permukaan
yang tidak rata
Terbuka, nyeri dikulit
4. Punctur Benda tajam Terbuka sampai bagian
dalam
5. Laserasi a. Kecelakaan
b. Mesin
Terbuka, tepi luka tidak
teratur
6. Penetrating Acidental a. Peluru
b. Pecahan mata
7. Combustio a. Acidental
b. Kimia
c. Listrik
d. Benda panas
Terbuka, nyeri, melepuh
Mekanisme terjadinya Luka
1. Luka Insisi (Incised Wounds) terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misalnya yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup
oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (ligasi).
2. Luka Memar (Contusion Wound) terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka Lecet (Abraded Wound) terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda tidak tajam.
4. Luka Tusuk (Punctured Wound) terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka Gores (Lacerated Wound) terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.
6. Luka Tembus (Penetrating Wound) yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung
biasanya lukanya akan lebar.
7. Luka Bakar (Combustio Wound)
Menurut Tingkat Kontaminasi terhadap Luka
1. Clean Wounds (Luka Bersih) yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan
luka yang tertutup. Jika diperlukan dimasukkan drainnase tertutup. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2. Clean Contaminated Wounds (Luka Bersih Terkontaminasi) merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya
infeksi luka adalah 3% - 11%.
3. Contamined Wounds (LukaTerkontaminasi) termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna, pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
4. Dirty or Infected Wounds (Luka Kotor atau Infeksi) yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka
Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka “Partial Thickness” yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka “Full Thickness” yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai
bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai
otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan
atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Stadium IV: Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
Menurut Waktu Penyembuhan Luka
1. Luka Akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
2. Luka Kronis : yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
Penyembuhan Luka
Tiga Penyembuhan Primer :
1. Inflamatory phase/defensive
2. Proliferative phase/reconstructive
3. Maturation phase/maturase
Fase Inflamasi (3 – 4 hari)
a. Hemostastis
Bila ada pendarahan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan
vasokontriksiretraksi dan reaksi hemostastis.
Hemotastis terjadi oleh karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah
yang terbentuk dan bersama jala fibrin yang terbentuk membekukan darah
yang keluar dari pembuluh darah.
Sementara terjadi reaksi inflamasiserotinin dan histamin meningkatkan
permiabilitas kapilereksudasu cairansetempatedema dan
pembengkakanrubor (merah)kalor (hangat)dolor (nyeri)tumor,
fungsiolaesa.
b. Phagositosis
Selama sel migrasi, leukosit (neutrophills) bergerak menembus dinding
pembuluh darah menuju lokasi luka.
Leukosit keluarkan enzim hidrolitik yang berfungsi memakai bakteri dan
kotoran luka. Limposit + monosit membantu menghancurkan dan memakan
kotoran luka dan bakteri.
Fase ini berjalan lambat karena kolagen baru sedikit. Luka hanya
dipertautkan pleh fibrin yang masih lemah.
Fase Proliferasi
a. Berlangsung 3 – 21 hari post injuri
b. Terjadi fibriblost (sel jaringan penghubung)
c. Fibriblost berasal dari sel mesenkim menghasilkan mukopolisakarida dan
asam amino + prolin sebagai bahan dasar kolagen serat yang akan
mempertautkan tepi luka.
d. Luka dipenuhi sel radang, fibriblost kolagen membentuk jaringan berwarna
kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halusgranulasi.
e. Epitelisasi tepi luka terjadi kearah yang lebih rendah dan datar.
f. Epitel tepi luka berhenti bila tepi luka telah saling menutup.
Fase Maturasi
a. Terjadi proses pematangan
b. Penyerapan kembali jaringan yang berlebih
c. Pengarutan sesuai gaya gravitasi
d. Perubahan kembali jaringan yang baru
e. Scar menepis < elastis, ada gis putih
f. Mulai hari 21 1 – 2thn
Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan
1. Endogen :
a. Koagulopati (gg pembekuan darah)
b. Gg sistem imun HIV
c. Penyakit lain yang menyertai DM
d. Usia, obesitas
e. Hipoksia lokal
f. Nutrisi absorbsi
2. Eksogen :
a. Pasca radiasi sitostatika
b. Obat – obatan sitostatika, kortikosteroid
c. Pengaruh setempat benda asing, hematom, infeksi, nekrosis
Vitamin dan Penyembuhan Luka
1. Vitamin A untuk proses epitelisasi, sintesis, kolagen, penutup luka.
2. Vitamin B mengatur metabolisme
3. Vitamin C sebagai fibroblast, cegah infeksi, membentuk kapiler darah
4. Vitamin K sebagai sitesa protrombin dan zat pembekuan darah
Nursing Management
1. Dressing / Pembalutan
Tujuan :
a. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka.
b. Absorbsi drainnase
c. Menekan dan imobilisasi luka
d. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
e. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
f. Meningkatkan hemostatis dengan menekan dressing
g. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien.
2. Alat dan bahan balutan untuk luka
Bahan untuk membersihkan luka :
a. Alkohol 70%
b. Aqueous and tincture of chlorhexidine gluconate (hibitane)
c. Aqueous and tincture of benzalkonium chloride (zephiran clorida)
d. Hydrogen Peroxide ( H2O2)
e. Natrium Cloride ( Nacl)
Bahan untuk menutup luka :
a. Verband dengan berbagai ukuran.
Bahan untuk mempertahankan balutan :
a. Adhesive tapes
Komplikasi dari Luka
1. Hematoma ( hemorrhage )
Perawat harus mengetahui lokasi insisi pada pasien, sehingga balutan dapat
diinspeksi terhadap pendarahan dalam interval 24jam pertama setelah
pembedahan.
2. Infeksi ( Wounds Sepsis )
Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi nosokomial di
rumah sakit. Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 – 48jam, denyut
nadi dan temperatur tubuh pasien biasanya meningkat, luka biasanya menjadi
bengkak, hangat dan nyeri.
3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence adalah rusaknya luka bedah, dan Eviscerasi merupakan keluarnya
isi dari dalam luka.
4. Keloid
Merupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan. Keloid ini biasanya
muncul tidak terduga dan tidak pada setiap orang.
Jenis Infeksi yang Mungkin Timbul
1. Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan.
2. Abses merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh :
terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, sel darah putih).
3. Lymphangitis yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke
sistem limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.
Pengkajian
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Sense of Smell
a. Hal yang dikaji :
1). Penampilan luka
2). Drainage
3). Udem
4). Bau
5). Dehiscene
6). Nyeri
b. Laboratorium :
1). Leukosit 5000 – 10000
2). Koagulasi darah
3). Hb
DX. KEP :
1. Perubahan integritas kulit b/d luka insisi
2. Nyeri b/d dampak insisi
3. Kurang pengetahuan tentang perawatan luka
4. Resiko infeksi b/d malnutrisi, luka yang terkontaminasi
5. Kurang perawatan diri
6. Gg konsep diri b/d trauma injuri
Perencanaan
1. Tergantung tipe luka, ukuran, jumlah cairan eksudat yang ada. Luka terbuka /
tertutup lokasi luka dan adanya faktor – faktor yang menyebabkan
komplikasi.
2. Tujuan :
a. Mencegah infeksi
b. Mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut
c. Meningkatkan penyembuhan nutrisi, vitamin
d. Bersihkan luka dari benda asing
e. Alirkan cairan
f. Mencegah pendarahan
g. Mencegah iritasi disekitar luka
3. Kriteria Hasil
a. k/u dan vital sign normal
b. tidak terdapat tanda radang, pus (-)
c. tidak nyeri saat aktivitas
d. intake nutrisi adequat
e. keutuhan kulit sekitar drain terpelihara
f. k/ dapat mendemontrasikan cara perawatan luka
g. tidak terdapat tanda – tanda komplikasi
Implementasi
Meliputi :
1. Pencegahan Infeksi :
a. Klien
b. Pasien lama
2. Perawatan luka
3. Pembalutan
4. Supporting luka
Evaluasi
Perhatika indikator yang ditetapkan dalam tujuan dan kriteria hasil.
Prosedur Perawatan Luka
1. Kaji instruksi dokter
2. Jelaskan kepada klien rencana tindakan
3. Siapkan alat
4. Dekatkan alat
5. Perawat cuci tangan
6. Pasang sampiran, kenakan selimut
7. Pasang pengalas, atur posisi klien
8. Rekatkan kantong plastik pada meja balutan
9. Dekatkan bengkok
10. Buka balutan dengan pinset atau sarung tangan bersih, gunakan aseton, wash
bensin/sejenisnya
11. Masukkan kassa kotor ke kantong plastik
12. Letakkan pinset atau sarung tangan pada bengkok yang berisi desinfektan
13. Kaji luka bau, pus, drain.
14. Buka set balutan pertahankan sterilisasi
15. Tuang cairan disenfikasi pada kom steril dan kassa steril pada tempatnya
16. Pakai sarung tangan steril
17. Bersihkan sekitar luka dengan alkohol desinfeksi (alkohol tidak boleh
kena luka)
18. Bersihkan luka dengan NaCl :
a. Gunakan pinset + kassa
b. Arah berputar dari dalam keluar
c. Arah atas ke bawah / bersih ke kotor
d. Satu kassa untuk sekali usapan / pakai
19. Bila ada program angkat jahitan, perhatikan instruksi dokter
20. Kompres luka atau beri salep antibiotik sesuai instruksi dokter
21. Tutup luka dengan kassa steril kering
22. Letakkan pinset ke dalam bengkok berisi desinfektan
23. Buka sarung tangan
24. Siapkan plester dan rekatkan diatas kassa tersebut. Perhatikan kerapihan dan
keserasian
25. Angkat pengalas, selimut extra, atur posisi
26. Rapikan sampiran
27. Perawat cuci tangan
28. Rapikan peralatan
29. Catat tindakan yang dilakukan dan catat respon klien.
PEMBERIAN OBAT INTRA VENA
A. Pendahuluan
Standar Obat : kemurnian, keseimbangan obat , keamanan, dan
efektivitas.
Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Obat :
Absorpsi obat, Distribusi Obat, Metabolisme obat, eksresi sisa obat .
Pentingnya pemberian obat dalam keperawatan
Obat-manusia-pengobatan/pencegahan-sehat
B. Masalah dalam pemberian obat dan intervensi keperawatan
1. Menolak pemberian obat
2. Integritas kulit terganggu
3. Disorientasi dan bingung
4. Menelan obat subliongual
5. Alergi kulit
C. Cara pemeberian obat IV (Intravena)
- Pemberian obat IV adalah pemeberian obat yang di lakukan melalui
vena .
- Lokasi vena mediana cubiti / cephalika (lengan), vena saphenous
(tungkai), vena jugularis (leher), dan vena frontalis / temporalis
(kepala).
- Tujuan : memeberikan obat dengan reaksi cepat dan langsung pada
pembuluh darah .
D. Alat dan Bahan
1. Daftar buku obat / catatan , jadwal pemberian obat.
2. Jenis obat
3. Spuit sesuai dengan kebutuhan
4. Kapas alkohol + tempatnya
5. Aquabides (jika di perlukan)
6. Bak Instrumen
7. Bengkok
8. Perlak + pengalas
9. Touniquit
E. Prosedur Tindakan
1. Inform concent
2. Cek catatan injeksi
3. Siapkan obat
4. Cek 7 benar
5. Cuci tangan
6. Dekatkan alat
7. Pakai sarung tangan
8. Cari lokasi yang akan di suntik
9. Atur posisi klien
10. Pasang perlak / pengalas
11. Pasang tourniquet
12. Desinfektan daerah yang akan di tusuk
13. Renggangkan kulit agar terlihat vena
14. Ambil spuit yang berisi obat
15. Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas 30
derajat pembuluh darah
16. Lakukan aspirasi bila ada darah
17. Lepaskan tourniquet
18. Masukan obat secara perlahan
19. Setelah selesai, amnil spuit dengan menarik dan lakukan penekanan
pada daerah penusukan dengan kapas alkohol .
20. Letakkan spuit yang telah di gunakan ke dalam bengkok
21. Kembalikan klien pada posisi semulab
22. Rapikan alat
23. Catat tindakan dan respon klien pada buku injeksi dan catatan
keperawatan.
Pemberian Obat Subcutan
Pemberian obat subcutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke bawah kulit
yang dapat dilakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu,
paha sebelah luar, daerah dada, dan daerah sekitar umbilicus (abdomen). Pemberian
obat melalui subcutan ini pada umumnya dilakukan dalam program pemberian
insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Dalam pemberian insulin
terdapat dua type larutan, yaitu larutan yang jernih dan larutan yang keruh. Larutan
jernih adalah insulin type reaksi cepat (insulin regular) dan larutan keruh adalah type
lambat karena adanya penambahan protein yang memperlambat absorpsi obat.
Alat dan Bahan :
1. Daftar buku obat/cairan, jadwal pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit insulin 3cc
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak instrument
7. Bengkok
8. Perlak dan pengalas
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Bebaskan daerah yang akan dilakukan suntikan atau bebaskan dari pakaian.
Apabila menggunakan baju maka buka atau lipat ke atas.
4. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dengan dosis yang akan diberikan, setelah itu
tempatkan pada bak instrument.
5. Desinfeksi dengan kapas alcohol.
6. Tegangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan subcutan).
7. Lakukan penusukan dengan lubang dengan mengarah ke atas dengan sudut 45o
pada permukaan kulit.
8. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah semprotkan obat perlahan-lahan hingga
habis.
9. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol. Masukkan spuit yang telah terpakai
ke dalam bengkok.
10. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis/dosis obat.
11. Cuci tangan.
Pemberian Obat Intracutan
Pemberian obat intracutan merupakan car memberikan atau memasukkan obat ke
dalam jaringan kulit, tujuannya adalah untuk melakukan tes terhadap reaksi alergi
jenis obat yang akan digunakan. Pemberian intracutan pada dasarnya di bawah
dermis atau epidermis, secara umum pada daerah lengan bagian ventral.
Alat dan Bahan :
1. Daftar buku obat/cairan, jadwal pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya.
3. Spit 1cc/ spuit insulin
4. Kapas alcohol dalam tempatnya.
5. Cairan pelarut.
6. Bak instrument dilapisi kasa steril (tempat spuit)
7. Bengkok
8. Perlak dan pengalas
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Bebaskan daerah yang akan dilakukan suntikan atau bebaskan dari pakaian.
Apabila menggunakan baju maka buka atau lipat ke atas.
4. Pasang perlak atau pengalas di bawah bagian yang akan disuntik.
5. Ambil oabat yang akan diberikan, tes alergi, kemudianlarutkan/encerkan dengan
aquabides (cairan pelarut). Lalu, ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai kurang
lebih 1 cc, dan siapkan pada bak instrument.
6. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan disuntik.
7. Tegangkan dengan tangan kiri atau daerah yang akan disuntik.
8. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 15o-20o
pada permukaan kulit.
9. Semprotkan obat hinggan terjadi gelembung.
10. Tarik spuit dan jangan lakukan masase.
11. Catat reaksi pemberian.
12. Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat, tanggal dan waktu, serta jenis obat.
PERBEDAAN VENA DAN ARTERI
Vena adalah darah merah gelap, aliran darah pelan, katub-katub dititik percabangan, aliran ke arah jantung, banyak vena menyuplai satu area.
Arteri adalah darah merah terang, aliran darah cepat, berdenyut, tidak ada katub, aliran menjauhi jantung, satu arteri menyuplai satu area.
Vena yang ideal adalah vena yang belum digunakan dan agak lurus.
Vena yang umum digunakan adalah :
- Punggung tangan dan lengan: vena basilica dan sefalika.
- Siku sebelah dalam : Vena kabiana kubiti, mediana besilica/ sefalika.
Alteernatif lain (jika vena diatastidak ada/ kedua lengan amputasi) :
- Paha : Venafemoralis dan safena besar.
- Telapak kaki : Vena dorsal arkus, venadorsum plexus.
Kriteria memilih vena : Gunakan vena yang distal terlebih dahulu dan besar Gunakan lengan / ekstremitas yang tidak dominan Pilih vena diatas area fleksi Palpasi vena untuk menentukan kondisinya Pilih vena yang tidak akan menganggu / mempengaruhi pembedahan
Adapun vena yang harus dihindari adalah :
- Vena yang telah digunakan sebelumnya
- Vena yang telah mengalami flebitis
- Area fleksi termasuk fossa antekubiti
- Cabang-cabang vena yang tipis
- Vena yang dekat dengan area terinfeksi
Cara memunculkan vena :
Berikan kompresi manual / kompres hangat, massage daerah diatas tusukan Anjurkan pasien menekuk dan meluruskan sikunya berulang – ulang Letak kan tourniquet dengan jarak 4 – 6 inchi dari tempat tusukan ( Sumber : C.L. Rocca ,J.) Biarkan ekstermitas tergantung selama beberapa menit
Situasi sulit :
Gemuk : buat citra visual dari anatomi vena, pilih kateter yang lebih panjang Kulit dan vena rentan pecah : gunakan tekanan tourniquet yang minimal
Komplikasi sistemik
a) Kelebihan sirkulasi : dispnea, batuk, kelopak mata sembab, berat badan bertambah selama 24 jam terakhir
Intervensi : kurangi kecepatan IV, tinggikan kepala pasien, juntaikan kaki pasien jika mungkin, periksa TTV dengan sering - segera hubungi dokter
Resiko : gagal jantung kongesif, edema paru
b) Emboli udara : nyeri dada, nyeri bahu, sesak napas, sianosis, nadi lemah, hipotensi, kesadaran menurun
Intervensi : segera letakkan pasien miring kiri dalam posisi trendelenburg dan segera hubungi dokter, tunggui pasien, ukur TTV, pertimbangan pemberian oksigen
Resiko : syok dan kematian
c) Septisemia : suhu meninggi, mengigil, gemetar, frekuensi napas, dan nadi meningkat, sakit kepala, mual, muntah
Intervensi : segera lapor dokter, simpan perlengkapan infus yang digunakan untuk kemungkinan dilakukan pemeriksaan / kultur, observasi TTV, dan simpomatik sesuai pesanan dokter
Resiko : syok sepsis, kematian.
PROSEDUR Pastikan program medis untuk terapi intra vena, identifikasi pasien dan
persiapkan alat Cairan terapi sesuai kebutuhan / program (periksa label larutan
)Contoh : Nacl 0,9 %, Ringer Lactat, Dekstrose 5% dll
Infus set sesuai kebutuhan (makro untuk dewasa, mikro untuk anak – anak)
Standar infus Jarum infus (venflon / abocath) sesuai ukuran / kebutuhan :
No 16 : untuk bedah mayor atau traumaNo 18 : darah / produk darah, pemberian obat yang kental
No 20 : digunakan untuk kebanyakan pasien dewasaNo 22 : anak – anak dan oarng tua No 24 : bayi
Kapas alcohol Pinset / sarung tangan Kassa steril ukuran 2x2 Bak instrumen steril Bethadine Perlak dan kain pengalas Tourniquet / tali pembendung Plester dan gunting Nierbekkan / bengkok Spalk (K/P ) dan jam (menghitung tetesan
Rasional : Kesalahan yang serius dapat dihindari dengan pemeriksaan yang teliti
TINDAKAN Jelaskan tindakan kepada pasien
Rasional : pengetahuan dapat meningkatkan kenyamanan dan kerja sama pasien
Menyiapkan lingkungan : pasang tabir, atur pencahayaan Rasional : meningkatkan kenyamanan pasien dan memudahkan dalam melakukan tindakan ( memudahkan dalam mengidentifikasi lokasi pemasangan )
Perawat cuci tangan Rasional : asepsis penting untuk mencegah infeksi
Siapkan plester sesuai kebutuhan ( bila yang melakukan 1 orang perawat )Rasional : memudahkan dalam melakukan tindakan sehingga mempercepat proses fiksasi
Sambungkan infus set degan cairan : Buka cairan terapi dari pembungkus dan penutupnya, pertahankan kesterilan nya Buka infus set dan kunci slang tersebut degan klem Masukkan jarum besar yang terdapat pada ujung selang ke botol / infus melalui tempat tusukan Tekan ruang drip dan masukkan cairan sampai setengah ruang Gantung botol infus di standar infus ( 36 inchi ) Buka klem slang untuk mengisi cairan pada slang infuse guna membersihkan udara didalamnya lalu klem kembali
Letakkan ujung slang steril kedalam infuse set atau bak instrument steril
Rasional : Mencegah masuknya udara dan mencegah penundaan peralatan harus dihubungkan degan segera setelah penusukan berhasil guna mencegah pembekuan darah, ketinggian kurang dari 36 inchi :tidak memungkinkan gravitasi melawan tekanan vaskuler ( jadi menghalangi cairan IV )
Buka dan letakkan venflon / abocath kedalam bak instrument : pertahankan kesterilannya
Siapkan posisi nyaman pada pasien : tinggikan tempat tidur sampai ketinggian kerja dan posisi pasien yang nyaman ; posisikan lengan pasien dibawah ketinggian jantung.Rasional : posisi yang sesuai akan meningkatkan kemungkinan keberhasilan dan memberikan kenyamanan bagi pasien ; meningkatkan pengisian kapiler
Kaji daerah penusukan dan pilih vena yang paling baik (jika didaerah penusukan ditumbuhi rambut maka cukur daerah tersebut dengan diameter kurang lebih 2 inchi)Rasional : pemilihan tempat yang teliti akan meningkatkan kemungkinan fungsi vena yang berhasil
Pasang perlak dan alasnya dibawah lokasi penusukan Pasang tourniquet 4 – 6 inchi dari lokasi penusukan dan ajurkan klien
untuk menggengam tangannya ( bila lokasi dilengan )
Rasional : Tourniquet akan melebarkan vena dan membuatnya terlihat jelas sehingga memudahkan pemasukkan. Tourniquet tidak boleh terlalu ketat karena dapat menghambat aliran arteri, telapak tangan yang terkepal memnyebabkan vena menjadi bulat dan kencang Pasang sarung tangan Rasional : mencegah pajanan perawat terhadap darah pasien
Bersihkan daerah penusukan dengan kapas alcoholRasional : asepsis ketat dan persiapan tempat yang teliti merupakan hal penting untuk mencegah infeksi
Gunakan tangan yang tidak dominan untuk menekan vena dibawah daerah penusukan Rasional : menerapkan traksi pada vena dan membantu vena untuk menstabilkannya
Tusuk jarum dengan sudut 30o – 40o. jika jarum telah menembus vena, rendahkan jarum sampai hampir sejajar dengan kulit.Rasional : mengurangi trauma pada kulit atau vena. Prosedur dua tahap menurunkan kemungkinan menembusnya jarum melalui dinding posterior vena ketika kulit ditusuk.
Jika tampak darah ( penusukan berhasil ), dorong kateter / lumen secara perlahan – lahan kedalam vena kira – kira ¼ atau ½ inchi sebelum melepaskan stylet setelah itu dorong kateter / lumen sampai masuk dan lepaskan stylet.
Rasional : Dengan sedikit mendorong jarum memastikan kateter plastik sudah memasuki vena.
Pasang / hubungkan kateter / lumen dengan cepat dan cermat dan lepaskan tourniquet / genggaman tangan klien lalu buka klem, alirkan cairan ( periksa apakah ada tanda – tanda infiltrasi pada daerah penusukan )Rasional : Infus harus dihubungkan dengan cepat untuk mencegah terjadinya bekuan darah dalam kanul Fiksasi dan beri bethadine lalu tutup dengan kassa steril dan plesterRasional : Jarum yang stabil lebih sedikit kemungkinannya untuk terlepas atau mengiritasi vena, kassa berfungsi sebagai bidanng steril.
Jika perlu penyangga gunakan spalk ( terutama pada pasien anak-anak ) Rasional : Spalk dapat mempertahankan posisi/lokasi pemasangan.
Atur tetesan infus sesuai program ( gunakan jam )Rasional : Infus harus diatur dengan cermat untuk mencegah terjadinya cairan infus berlebihan atau kekurangan.
Perawat cuci tangan dan rapikan alat Catatan tindakan dan hasil kedalam catatan keperawatan
( Antara lain : tanggal pemasangan, nama pemasang, jenis cairan, lokasi penususkan, jumlah tetesan dan jarum yang dipakai dan respon pasien )
Rasional : pendokumentasian penting untuk memfasilitasi perawatan dan untuk tujuan legal
Hal-hal yang harus diperhatikan : Prinsip : STERIL
Mengganti set infuse dan tempat insersi setiap 3x24 jam (72 jam)setelah pemasangan
Ganti balutan infus setiap hari dan bila kotor (ekstra) Observasi cairan dari perubahan warna, ada gumpalan, periksa
tanggal kadarluwarsa : bila ada jangan digunakan
Faktor yang mempengaruhi tetesan infus : Selang tertekuk Jenis cairan : kekentalan, suhu cairan yang dingin akan
memeperlambat aliran darah dan mengerutkan vena Memplester diatas tempat penusukan Terdapat bekuan darah Klem pengontrol aliran macet / longgar Lokasi pemasangan : di persendian
Diagnosa keperawatan ( C.L. Rocca, J. and E. Otto, S ) : Resti infeksi Gg. Integritas kulit Aktual / Resti : Kelebihan atau kekurangan cairan
Intervensi : ( Penugasan )
Masalah selama terapi :
Infiltrasi : infuse lambat / berhentiTindakan : pindahkan tempat penusukan dan berikan kompres hangat
Flebitis : terdapat nyeri, kemerahan, bengkakTindakan : pindahkan tempat penusukan dan berikan kompres hangat
IV terlalu cepat :IV habis atau jumlah cairan yang di infuskan lebih dari yang dijadwalkanTindakan : observasi terhadap tanda – tanda kelebihan cairan, beritahu dokter
IV seret : jumlah cairan yang di infuskan kurang dari yang ditetapkan Tindakan : observasi terhadap slang yang terjepit / berbelit / tertindih, lalu ubah posisi, bila terdapat darah : segera bilas kalau tidak bias maka harus diganti.
Menghitung tetesan infus : Faktor tetesan : - Micro = 60 tts / mnt
-Macro = 15 atau 20 tts / mnt
Hitung pemberian cairan per jam : Jumlah cairan = …………..cc/jamJumlah cairan yang diminta
Hitung tetesan permenit :Jumlah infuse (cc) x Faktor tetesan = ………tts/menitJumlah jam x 60 menit
Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
A. Sistem yang Berperan dalam Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
1. Ginjal
2. Kulit
3. Paru-Paru
4. Gastrointestinal
5. ADH
6. Aldosteron
7. Prostaglandin
8. Glukokortikoid
9. Mekanisme rasa haus
B. Cara Perpindahan Cairan Tubuh
1. Difusi
Merupakan berpindahnya zat dengan molekul besar ke zat yang bermolekul
kecil. Molekul akan lebih mudah berpindah dari larutan dengan konsentrasi
tinggi ke larutan dengan konsentrasi rendah.
2. Osmosis
Proses perpindahan zat ke larutan lain melalui membran semipermeabel
biasanya terjadi dari larutan dengan konsentrasi yang kurang pekat ke larutan
dengan konsentrasi lebih pekat. Osmolaritas adalah cara untuk mengukur
kepekatan larutan dengan menggunakan satuan mol.
Pada proses osmosis dapat terjadi perpindahan dari larutan dengan kepekatan
rendah ke larutan yang kepekatannya lebih tinggi melalui membran
semipermeabel, sehingga larutan yang berkoknsentrasi rendah volumenya
akan berkurang, sedang larutan yang berkonsentarasi lebih tinggi akan
bertambah volumenya.
3. Transpor Aktif
Merupakan gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis
C. Kebutuhan Cairan Tubuh Bagi Manusia
Kebutuhan air berdasarkan umur dan berat badan
Umur Kebutuhan Air
Jumlah Air dalam 24 Jam ml/kg berat badan
3 hari 250-300 80-100
1 tahun 1150-1300 120-135
2 tahun 1350-1500 115-125
4 tahun 1600-1800 100-110
10 tahun 2000-2500 70-85
14 tahun 2200-2700 50-60
18 tahun 2200-2700 40-50
Dewasa 2400-2600 20-30
D. Jenis Cairan
1. Cairan Nutrien
Terdiri atas:
a) Karbohidrat dan air, contoh dextrose (glukosa), levulose (fruktosa), invert
sugar (1/2 dextrose dan ½ levulose)
b) Asam amino, contoh amigen, aminosol, dan travamin
c) Lemak, contoh lipomul dan liposyn
2. Blood Volume Expanders
Merupakan bagian dari jenis cairan yang berfungsi meningkatkan volume
pembuluh darah setelah kehilangan darah atau plasma. Jenis blood volume
expanders antara lain: human serum albumin dan dextran dengan konsentrasi
yang berbeda. Kedua cairan ini mempunyai tekanan osmotik, sehingga secara
langsung dapat meningkatkan jumlah volume darah.
E. Masalah Kebutuhan Cairan
1. Hipovolume dan Dehidrasi
Kekurangan cairan eksternal terjadi karena penurunan asupan cairan dan
kelebihan pengeluaran cairan. Ada 3 macam kekurangan volume cairan
eksternal, yaitu:
a) Dehidrasi isotonik, terjadi jika tubuh kehilangan sejumlah cairan dan
elektrolit secara seimbang.
b) Dehidrasi hipertonik, terjadi jika tubuh kehilangan lebih banyak air
daripada elektrolit.
c) Dehidrasi hipotonik, terjadi jika tubuh kelebihan lebih banyak elektrolit
daripada air.
Macam-macam dehidrasi berdasarkan derajatnya:
a) Dehidrasi berat, dengan ciri-ciri:
1. Pengeluaran/kehilangan sebanyak 4-6 lt.
2. Serum natrium mencapai 159-166 mEq/lt.
3. Hipotensi
4. Turgor kulit buruk.
5. Nadi dan pernapasan mengingkat.
6. Kehilangan cairan mencapai > 10% BB.
b) Dehidrasi sedang, dengan cirri-ciri:
1. Kehilangan cairan 2-4 lt atau antara 5-10% BB.
2. Serum natrium mencapai 152-158 mEq/lt.
3. Mata cekung.
c) Dehidrasi ringan, dengan cirri-ciri kehilangan cairan mencapai 5% BB
atau 1,5 lt-2 lt.
2. Hipervolume atau Overhidrasi
Pada kelebihan ekstrasel, gejala yang sering ditimbulkan adalah edema
perifer (pitting edema), asites, kelopak mata membengkak, suara napas ronchi
basah, penambahan berat badan secara tidak normal atau sangat cepat, dan
nilai hematokrit pada umumnya normal, akan tetapi menurun bila kelebihan
cairan bersifat akut.
F. Kebutuhan Elektrolit
Komposisi elektrolit dalam plasma adalah sebagai berikut:
Natrium : 135-145 mEq/lt
Kalium : 3,5-5,3 mEq/lt
Kalsium : 4-5 mEq/lt
Magnesium : 1,5-2,5 mEq/lt
Klorida : 100-106 mEq/lt
Bikarbonat : 22-26 mEq/lt
Fosfat : 2,4-4,5 mg/100 m
G. Jenis Cairan Elektrolit
Cairan elektrolit adalah cairan saline atau cairan yang memiliki sifat bertegangan
tetap dengan bermacam-macam elektrolit. Cairan saline terdiri atas cairan
isotonik, hipotonik, hipertonik. Konsentrasi isotonic disebut juga normal saline
yang banyak dipergunakan. Contoh cairan elektrolit adalah:
1. Cairan Ringer’s, terdiri atas Na+, K+, Cl-, Ca2+.
2. Cairan Ranger’s Laktat, terdiri atas Na+, K+, Mg2+, Cl-, Ca2+, HCO3-.
3. Cairan Buffer’s, terdiri atas Na+, K+ , Mg2+, Cl-, HCO3-
H. Masalah Kebutuhan Elektrolit
1. Hiponatremia
2. Hipernatremia
3. Hipokalemia
4. Hiperkalemia
5. Hipokalsemia
6. Hiperkalsemia
7. Hipomagnesia
8. Hipermagnesia
I. Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa dapat diukur dengan pH (derajat keasaman). Dalam
keadaan normal, pH cairan tubuh adalah 7,35-7,45.
Keseimbangan asam-basa dapat dipertahankan melalui proses metabolism
dengan sistem buffer. Pada seluruh cairan tubuh dan oleh pernapasan dengan
sistem regulasi (pengaturan di ginjal). Tiga macam system buffer cairan tubuh
adalah larutan bikarbonat, larutan buffer fosfat, dan larutan buffer protein.
J. Masalah Keseimbangan Asam-Basa
1. Asidosis respiratorik
Merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh kegagalan sistem pernapasan
dalam membuang karbon dioksida.
2. Asidosis metabolic
Merupakan suatu keadaan kehilangan basa atau terjadinya penumpukan asam
yang ditandai dengan adanya penurunan pH hingga < 7,35 dan HCO3 < 22
mEq/lt.
3. Alkalosis respiratorik
Merupakan suatu keadaan kehilangan CO2 dari paru yang dapat menimbulkan
terjadinya pCO2 arteri < 35 mmHg dan pH > 7,45 akibat adanya
hiperventilasi, kecemasan, emboli paru, dll.
4. Alkalosis metabolic
Merupakan suatu keadaan kehilangan ion hidrogen atau penambahan basa
pada cairan tubuh dengan adanya peningkatan bikarbonat plasma > 26
mEq/ltd an pH arteri > 7,45.
K. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
1. Usia
2. Temperatur
3. Diet
4. Stress
5. sakit
ASUHAN KEPERAWATAN DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN NUTRISI
Tubuh memerlukan energi untuk fungsi organ-organ tubuh, pergerakan tubuh, mempertahankan suhu tubuh, fungsi enzim, pertumbuhan dan mengganti sel yang rusak. Metabolisme merupakan suatu proses biokimia pada sel tubuh, dapat berupa anablisme (membangun) dan katabolosme (memecah atau pemecah).
Masalah nutrisi erat kaitannya dengan:
1. Intake makanan
2. Metabolisme tubuh
3. Faktor-fatpr yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi:
- Faktor fisiologis untuk memenuhi kebutuhan kabut basal
- Faktor patofisiologis seperti, penyakit yang mengganggu pencernaan atau
atau peningkatan kebutuhan nutrisi.
- Faktor sosio ekonomi, seperti kemampuan indifidu untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
A. Status Nutrisi
Pemecahan makanan, pencernaan, absorpsi, dan asupan makanan merupakan faktor penting dalam menentukan status nurisi.1. Keseimbangan Energi
Energi merupakan kekuatan untuk bekerja atau beraktifitas, manusa memerlukan energi untuk terus menerus berhubungan dengan lingkungan.Keseimbangan Energi = Pemasukan – Pengeluarana. Pemasuka Energi
Makanan merupakan sumber utama energi manusia. Jika makanan tidak tersedia maka akan terjadi pemecahan glikogen (cadangan karbohidrat yang di simpan dalam hati dan jaringan otot).Pemasuakn energi merupakan energi yang dihasilkan selama oksidasi makanan satuan energi: Kilokalori (kkal) atau kalori besar (k)
b. Pengeluaran Energi
Yaitu energi yang digunakan tubuh untuk mensupport jaringan dan fungsi organ tubuh.Kebutuhan energi seseorang ditentukan oleh:1). Basal Retabolisme Rate (BRT)2). Aktifisa fisikJika nilai pemasukan energi kurang dari pengeluaran maka keseimbangn akan negatif mengakibatkan cadangan makanan dikeluarkan dan terjadi penurunan berat badan, dan jika nilai pemasukan energi lebih besar dari energi yang dikeluarkan maka
keseimbangan positif, mengakibatkan terjadi kelebhan energi yang di simpan dalam tubuh sehingga terjadi peningkatan barat badan.
c. Basal Metabolosme Rate (BMR)
Adalah energi yang dibutuhkan pada saat istirahat, untuk kegiatanfungsi tubuh seperti pergerakan jantung, pernapasan, peristaltik usus, kegiatan kelenjar-kelenjar tubuh.Kebutuhan energi basal dipengaruhi oleh:1. Usia
Usia 0 – 10 tahun kebutuhan energi basal bertambah cepat (untuk pertumbuhan), usia lebih dari 20 tahun lebih konstan.
2. Jenis Kelamin
BMR laki-laki lebih berar dari wanita:- BMR laki-laki = 1,0 kkal/kgbb/jam
- BMR wanita = 0,9 kkal/kgbb/jam
3. Tinggi dan Berat Badan
TB dab BB berpengaruh terhadap luas permukaan tubuh sehingga pengeluaran panas tubuh makin besar dan kebutuhan basal metabolisme makin besar.
4. Kelainan Endokrin
Peningkatan hormon tiroksin akan meningkatkan basal metabolisme, begitu juga sebaliknya.
5. Suhu Lingkungan
Suhu lingkungan yang dingin, membutuhkan energi yang lebih untuk menghaslkan panas tubuh sehinga metabolisme meningkat.
6. Keadaan Sakit
Pada saat sakit suhu tubuh aka meningkat sehinga mempercepat reaksi kimia, peningkatan 1 co akan meningkatkan BMR sebanyak 14 %.
7. Keadaan Hamil
Komsumsi O2 pada ibu hamil akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan dan pertumbuhan janin dan metabolisme meningkat.
8. Keadaan Sters dan Ketegangan
Akan merangsang katekolamn yang mempunyai efek peningkatan metabolisme.
Kebutuhan-kebutuhan lain yang memerlukan energi adalah:
1. Vital kehidupan : Pernapasan, sirkulasi darah, suhu tubuh,dll.
2. Aktifitas otot dan syaraf.
3. Energi kimia untuk membangun jaringan, enzim dan hormon.
4. Sekresi cairan pencenaan.
5. Absorpsi zat gizi disaluran pencernaan.
6. Pengeluaran sisa metabolisme.
Pemasangan Sonde Lambung
NASOGASTRIC TUBE (NGT)
A. Pengertian
Suatu prosedur memasukan selang / NGT melalui hidung sampai mencapai lambung.
B. Tujuan
1. Mengurangi ketegangan abdomen,drainase, dan cairan lambung
2. Mempertahankan masukan makanan yang adekuat
3. Memberikan medikasi / pengobatan
4. Mengeluarkan darah/bekuan darah dari lambung
5. Mengembil cairan lambung untuk pemeriksaan
6. Mengeluarkan zat-zat toksin
C. Indikasi
Dilakukan pada pasien yang tidak dapat makan secara biasa, seperti :1. Tidak sadar /koma
2. Mengalami penyakit atau operasi pada mulut
3. Fraktur pada rahang
4. Tidak dapat menelan karena paralisis tenggorokan
5. Bayi frematur
D. Kontraindikasi
Tidak boleh dilakukan pada pasien:1. Mengalami polip hidung
2. Sesak napas
E. Persiapan alat
1. Sonde lambung (NGT)
2. Pelumas (lidocain/xilocain jelly)
3. Stetoskop
4. Klem,plester,gunting
5. Bengkok,korentang
6. Tisu,handuk pengalas,kertas lakmus
7. Kasa,sarung tangan steril dalam bak instrumen
8. Segelas air minum
9. Spuit 10 cc dan mangkok berisi air bersih
F. Persiapan pasien
1. Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
prosedur tindakan
2. Bantu pasien dalam posisi yang nyaman,bila mungkin posisi
semifowler
G. Langkah-langkah tindakan
1. Pasang sampiran, perawat cuci tangan
2. Pasang pengalas diatas dada pasien sampai ke pinggir tempat tidur
( arah perawat )
3. Letakan bengkok dekat kepala pasien
4. Bersihkan hidung dengan tisu, cari lubang hidung yang paten
5. Buka spuit dan NGT, masukan ke dalam bak instrmen,letakan jelly
pada salah satu kasa secukupnya
6. Pasang sarung tangan steril
7. Ukur selang dari telinga-hidung-prosesus xypoideus dan beritanda
pada selang
8. Ujung selang beri pelumas sepanjang 30 cm
9. Masukan selang hati-hati dengan gerakan memutar, jika sampai di
orofaring anjurkan pasien untuk menelan
10. Masukan selang lebih jauh setiap pasien menelan sampai mencapai
bagian selang yang diberi tanda
11. Cek posisi selang dengan cara :
a. Masukan 10 cc udara kedalam selang, dengarkan dengan stetoskop
di daerah hipokandrium kiri ( terdengar seperti bunyi udara yang
ditiup ke leher botol ) setelah itu hisap lagi udara yang telah di
masukan
b. Masukan ujung selang kedlam mangkok berisi air, observasi
adanya gelembung udara ( positif masuk lambung jika tidak ada
gelembung udara)
c. Dengan menggunakan spuit, isap cairan lambung melalui ujung
selang, kemudian cek PH cairan ( positif jika ph <4 )
12. Jika posisi selang sudah tepat didalam lambung, lepas sarung tangan
dan fiksasi dengan plester pada dua tempat hidung dan pipi
13. Klem dan tutup ujung selang dengan kassa, kemudian di plester.
14. Bereskan alat dan rapikan pasien
15. Perawat cuci tangan dan buka sampiran
16.
ANALISA GAS DARAH
A. Pengertian
Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga
keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar
bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa.
Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai
pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut
dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil
berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat
menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan
keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.
B. Ketidakseimbangan asam-basa.
Tipe utama ketidakseimbangan asam-basa adalah asidosis respiratorik,
alkalosis respiratorik, asidosis metabolik, dan alkalosis metabolik. (Potter
dan Perry, 2005)
1. Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik ditandai dengan peningkatan konsentrasi karbon
dioksida (PaCO2), kelebihan asam karbonat, dan peningkatan
konsenrasi ion hydrogen (penurunan pH). Asidosis respiratorik
disebabkan oleh hipoventilasi atau suatu kondisi yang menekan
ventilasi. Penurunan ventilasi dapat dimulai pada system pernapasan
(gagal nafas) atau di luar system pernapasan (overdosis obat). Pada
pasien yang mengalami asidosis respiratorik, cairan serebrospinalis
dan sel-sel oataknya menjadi asam, menyebabakan perubahan
neurologis. Hipoksemia (penurunan kadar oksigen) terjadi karena
depresi pernapasan, menyebabkan kerusakan neurologis yang lebih
jauh. Perubahan elektrolit seperti hiperkalemia dapat menyertai
asidosis.
2. Alkalosis Respiratorik
Alkalosis respiratorik ditandai dengan penurunan PaCO2 dan
penurunan konsentrasi ion hydrogen (peningkatan pH). Alkalosis
respiratorik diakibatkan oleh penghembusan karbon dioksida yang
berlebihan (pada waktu mengeluarkan nafas) atau oleh hiperventilasi.
Seperti halnya asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik dapat
dimulai dari luar system pernapasan (ansietas) atau dari dalam sistem
pernapasan seperti pada fase awal serangan asma.
3. Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi ion
hydrogen (penurunan pH) di dalan cairan ekstrasel, yang disebabkan
oleh peningkatan kadar ion hydrogen atau penurunan kadar
bikarbonat (Weldy, 1992). Tipe asidosis metabolic, normokloremik
dan hiperkloremik, diklasifikasikan menurut konsentrasi klorida
plasma yng dimiliki klien.
4. Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolic ditandai dengan banyaknya kehilangan asam dari
tubuh atau dengan meningkatnya kadar bikarbonat. Muntah adalah
penyebab yang paling umum. Alkalosis metabolic juga dapat
terjadijika seorang klien yang mengalami gangguan asam lambung,
menelan natrium bikarbonat dalam jumlah besar.
C. Tujuan
1. Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
2. Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
3. Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh
D. Indikasi
1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
2. Pasien dengan edema pulmo
3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
4. Infark miokard
5. Pneumonia
6. Klien syok
7. Post pembedahan coronary arteri baypass
8. Resusitasi cardiac arrest
9. Klien dengan perubahan status respiratori
10. Anestesi yang terlalu lama
E. Lokasi fungsi arteri
1. Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)
2. Arteri brakialis
3. Arteri femoralis
4. Arteri tibialis posterior
5. Arteri dorsalis pedis
Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih
ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang
cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan
arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena
adanya risiko emboli otak.
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan
langsung pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka
tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu
jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik,
warna merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila tekanan
dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika
pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan
yang lain.
F. Komplikasi
1. Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan
nyeri
2. Perdarahan
3. Cidera syaraf
4. Spasme arteri
G. Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD
1. Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam
sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila
tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya
akan meningkat.
2. Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung.
Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2,
sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap
pH dihambat oleh keasaman heparin.
3. Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan
hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena
itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan.
Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar
pendingin beberapa jam.
4. Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan
tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.
Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis
sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau
hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen
merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi darah
H. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah
terlatih
2. Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi
heparin untuk mencegah darah membeku
3. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi
nyeri, berikan anestesi lokal
4. Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk
mengetahui kepatenan arteri
5. Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri,
lihat darah yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti
darah arteri
6. Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga
darah tercampur rata dan tidak membeku
7. Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri
lebih deras daripada vena)
8. Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan
tutup ujung jarum dengan karet atau gabus
9. Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil
10. Segera kirim ke laboratorium ( sito )
I. Persiapan pasien
1. Jelaskan prosedur dan tujuan dari tindakan yang dilakukan
2. Jelaskan bahwa dalam prosedur pengambilan akan menimbulkan rasa
sakit
3. Jelaskan komplikasi yang mungkin timbul
4. Jelaskan tentang allen’s test
J. Persiapan alat
1. Spuit 2 ml atau 3ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak-
anak) dan nomor 20 atau 21 untuk dewasa
2. Heparin
3. Yodium-povidin
4. Penutup jarum (gabus atau karet)
5. Kasa steril
6. Kapas alkohol
7. Plester dan gunting
8. Pengalas
9. Handuk kecil
10. Sarung tangan sekali pakai
11. Obat anestesi lokal jika dibutuhkan
12. Wadah berisi es
13. Kertas label untuk nama
14. Thermometer
15. Bengkok
K. Prosedur kerja
1. Baca status dan data klien untuk memastikan pengambilan AGD
2. Cek alat-alat yang akan digunakan
3. Cuci tangan
4. Salam teraupetik (cek 7 benar)
5. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
6. Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
7. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
8. Tanyakan keluhan klien saat ini
9. Jaga privasi klien (tutup sampiran)
10. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
11. Posisikan klien dengan nyaman
12. Pakai sarung tangan
13. Palpasi arteri radialis
14. Lakukan allen’s test
a) Minta klien mengepalkan tangan dengan kuat.
b) Berikan tekanan langsung pada arteri radialis dan ulnaris.
c) Minta klien untuk membuka tangannya.
d) Lepaskan tekanan dari arteri ulnaris, observasi warna jari tangan
setelah 15 detik harus berwarna kemerahan. Warna kemerahan
merupakan tanda bahwa pemeriksaan allen positif , arteri radialis
harus dihindarkan.
15. Hiperekstensikan pergelangan tangan klien di atas gulungan handuk
16. Raba kembali arteri radialis dan palpasi pulsasi yang paling keras
dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
17. Desinfeksi area yang akan dipungsi menggunakan yodium-povidin,
kemudian diusap dengan menggunakan kapas alkohol
18. Berikan anestesi local. Xilokain 2% biasanya disuntikan secara
subkutan
19. Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan
kemudian kosongkan spuit, biarkan heparin berada dalam jarum dan
spuit
20. Sambil mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45° sambil
menstabilkan arteri klien dengan tangan yang lain
21. Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila
darah tidak bisa naik sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena)
22. Ambil darah 1 sampai 2 ml
23. Tarik spuit dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan kasa
5-10 menit
24. Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus
atau karet
25. Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin
26. Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah
27. Ukur suhu dan pernafasan klien
28. Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen
yang digunakan klien jika kilen menggunakan terapi oksigen
29. Kirim segera darah ke laboratorium
30. Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak
mengeluarkan darah (untuk klien yang mendapat terapi antikoagulan,
penekanan membutuhkan waktu yang lama)
31. Bereskan alat yang telah digunakan, lepas sarung tangan
32. Cuci tangan
33. Kaji respon klien setelah pengambilan AGD
34. Berikan reinforcement positif pada klien
35. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
36. Akhiri kegiatan dan ucapkan salam
37. Dokumentasikan di dalam catatan keperawatan waktu pemeriksaan
AGD dan dari ekstremitas sebelah mana spesimen darah tersebut
diambil dan respon klien
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH MENJELANG
AJAL DAN KEMATIAN
A. Pengertian Menjelang Ajal
Menjelang ajal (dying) secara etiologi berasal dari kata “Dien” yang berarti
mendekati kematian. Dengan kata lain, dying adalah proses ketika individu
semakin mendekati akhir hayatnya atau disebut proses kematian.
B. Tahap Klien Menjelang Ajal
1. Penyangkalan dan Isolasi
Karakteristiknya antara lain:
a. Menunjukkan reaksi penyangkalan secara verbal, “Tidak, bukan saya.
Itu tidak mungkin.”
b. Secara tidak langsung pasien ingin mengatakan bahwa maut menimpa
semua orang kecuali dia.
c. Mengisolasi diri dari kenyataan.
d. Biasanya begitu terpengaruh dengan sikap penolakannya, tidak begitu
memperhatikan fakta-fakta yang dijelaskan padanya, meminta
penguatan dari orang lain untuk penolakannya gelisah dan cemas.
Tugas Perawat:
a. Membina hubungan saling percaya, memberi kesempatan klien untuk
mengekspresikan diri dan menguasai dirinya.
b. Melakukan dialog disaat klien siap, dan menghentikannya ketika klien
tidak mampu menghadapi kenyataan.
c. Mendengarkan klien dengan penuh perhatian dan memberinya
kesempatan untuk bermimpi tentang hal-hal yang menyenangkan.
2. Marah
Karakteristiknya antara lain:
a. Mengekspresikan kemarahan dan permusuhan.
b. Menunjukkan kemarahan, kebencian, perasaan gusar, dan cemburu.
c. Emosi tidak terkendali.
d. Mengungkapkan kemarahan secara verbal “Mengapa Harus Aku?”
Apa pun yang dilihat atau dirasa akan menimbulkan keluhan pada diri
individu.
e. Menyalahkan takdir.
f. Kemungkinan akan mencela setiap orang dan segala hal yang berlaku.
Tugas Perawat:
a. Menerima kondisi klien.
b. Berhati-hati dalam memberikan penilaian, mengenali kemarahan, dan
emosi yang tidak terkendali.
c. Membiarkan klien mengungkapkan perasaannya.
d. Menjaga agar tidak terjadi kemarahan destruktif dan melibatkan
keluarga.
e. Berusaha menghormati dan memahami klien, memberikan
kesempatan memperlunak suara dan mengurangi permintaan yang
penuh kemarahan.
3. Tawar Menawar
Karakteistiknya antara lain:
a. Kemarahan mulai mereda.
b. Respon verbal “Ya benar aku, tapi...”
c. Melakukan tawar menawar/barter, misalnya untuk menunda kematian.
d. Mempunyai harapan dan keinginan.
e. Terkesan sudah menerima kenyataan.
f. Berjanji pada Tuhan untuk menjadi manusia yang lebih baik.
g. Cenderung membereskan segala urusan.
Tugas Perawat:
a. Sedapat mungkin berupaya agar keinginan klien terpenuhi.
4. Depresi
Karakteristiknya antara lain:
a. Mengalami proses berkabung karena dulu ditinggalkan dan sekarang
akan kehilangan nyawa sendiri.
b. Cenderung tidak banyak bicara, sering menangis.
c. Klien berada pada proses kehilangan segala hal yang ia cintai.
Tugas Perawat:
a. Duduk tenang di samping klien.
b. Memberi klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
c. Tidak terus-menerus memaksa klien untuk melihat sisi terang suatu
keadaan.
d. Memberi klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
e. Memberi dukungan dan perhatian pada klien (misalnya sentuhan
tangan, usapan pada rambut dll).
5. Penerimaan
Karakteristiknya antara lain:
a. Mampu menerima kenyataan.
b. Merasakan kedamaian dan ketenangan.
c. Respon verbal “Biarlah maut cepat mengambilku karena aku sudah
siap.”
d. Merenungkan saat-saat akhir dengan pengharapan tertentu.
e. Sering merasa lelah dan memerlukan tidur lebih banyak.
f. Tahap ini bukan merupakan tahap bahagia, namun lebih mirip
perasaan yang hampa.
Tugas Perawat:
a. Mendampingi klien.
b. Menenangkan klien dan menyakinkannya bahwa anda akan
mendampinginya sampai akhir.
c. Membiarkan klien mengetahui perihal yang terjadi pada dirinya.
Dampak Sakit:
a. Klien
1). Menderita sampai saat kematian tiba memerlukan bantuan dan
dukungan dalam melewati masa-masa tersebut.
2). Memutuskan perawatan yang akan dijalani
3). Mendapat dukungan untuk setiap keputusan yang diambilnya.
Dengan kata lain ada kecenderungan keluarga untuk memenuhi
semua keinginannya.
b. Keluarga
Berpartisipasi aktif dalam perawatan untuk penyembuhan klien
memperoleh dukungan dan perhatian selama proses berduka.
C. Pengertian Kematian
Kematian (death) secara etiologi berasal dari kata deeth atau deth yang berarti
keadaan mati atau kematian. Secara definitive kematian adalah terhentinya
fungsi jantung dan paru-paru secara menetap atau terhentinya kerja otak
secara permanen.
D. Pandangan Tentang Kematian
1. Dahulu
a. Tragis dan memilukan.
b. Tabu untuk dibicarakan.
c. Menimbulkan sindrom kesedihan dan ketakutan.
d. Selamanya tidak disukai.
e. Anak-anak tidak perlu mengetahui.
f. Timbul karena perilaku buruk, pertengkaran, pembalasan, dan
hukuman.
2. Sekarang
a. Menjadi hal yang patut dibicarakan.
b. Merupakan proses alami kehidupan.
c. Tidak menakutkan.
d. Lebih rasional dan bijak dalam menghadapinya.
e. Merupakan proses yang progresif.
f. Sesuatu yang harus dihadapi.
E. Tanda-Tanda Kematian
1. Mendekati Kematian
a. Penurunan Tonus Otot
1). Gerakan ekstremitas berangsur-angsur menghilang khususnya
pada kaki dan ujung kaki.
2). Sulit bicara.
3). Tubuh semakin lemah.
4). Aktivitas saluran pencernaan menurun.sehingga perut membuncit.
5). Otot rahang dan muka mengendur.
6). Rahang bawah cenderung turun.
7). Sulit menelan dan refleks gerakan menurun.
8). Mata sedikit terbuka.
b. Sirkulasi Melemah
1) Suhu tubuh pasien tinggi, tetapi kaki, tangan, dan ujung hidung
pasien terasa dingin dan lembab.
2) Kulit ekstremitas dan ujung hidung tampak kebiruan, kelabu atau
pucat.
3) Nadi mulai tidak teratur, lemah, dan cepat.
4) Tekanan darah menurun.
5) Peredaran darah perifer terhenti.
c. Kegagalan Fungsi Sensorik
1) Sensasi nyeri menurun atau hilang.
2) Pandangan mata kabur atau berkabut.
3) Kemampuan indera berangsur-angsur menurun.
4) Sensasi panas, lapar, dingin, dan tajam menurun.
d. Penurunan atau Kegagalan Fungsi Pernafasan
1) Mengorok (death rattle) atau bunyi nafas terdengar kasar.
2) Pernapasan tidak teratur dan berlangsung melalui mulut.
3) Pernapasan cheyne stoke.
2. Saat Kematian
a. Terhentinya pernapasan, nadi, tekanan darah, dan fungsi otak tidak
berfungsinya paru, jantung, dan otak).
b. Hilangnya respon terhadap stimulasi eksternal.
c. Hilangnya kontrol atas sfingter kandung kemih dan rectum
(inkontinensia) akibat peredaran darah yang terhambat. Kaki dan
ujung hidung menjadi dingin.
d. Hilangnya kemampuan panca indera seperti indera pendengaran yang
paling lama dapat berfungsi.
e. Adanya garis datar pada mesin elektroensefalografi menunjukkan
terhentinya aktivitas listrik otak untuk penilaian pasti suatu kematian.
3. Setelah Kematian
a. Rigor mortis (kaku)
Tubuh menjadi kaku 2-4 jam setelah kematian.
b. Algor mortis (dingin)
Suhu tubuh perlahan-lahan turun.
c. Livor mortis (post mortem decomposition)
Perubahan warna kulit pada daerah yang tertekan jaringan melunak
dan bakteri sangat banyak.
Respon Psikologi
Respon psikologi yang mungkin muncul pada klien menjelang ajal yaitu:
a. Kekhawatiran tentang dampak kematian pada diri orang terdekat.
b. Ketidakberdayaan terhadap isu yang berhubungan dengan kematian.
c. Perasaan takut kehilangan kemampuan fisik dan mental apabila
meninggal.
d. Kepedihan yang diantisipasi yang berhubungan dengan kematian.
e. Kesedihan yang mendalam.
f. Perasaan takut dalam menjalani proses menjelang ajal.
g. Kekhawatiran tentang beban kerja pemberi asuhan akibat sakit
terminal dan ketidakmampuan diri.
h. Kekhawatiran tentang pertemuan dengan Sang pencipta atau perasaan
ragu tentang keberadaan Tuhan atau Sang Penguasa.
i. Kehilangan kontrol total terhadap aspek kematian seseorang atau
dirinya.
j. Gambaran negatif tentang kematian atau pikiran tidak menyenangkan
tentang kejadian yang berhubungan dengan kematian atau proses
menjelang ajal.
k. Ketakutan terhadap kematian yang ditunda.
l. Ketakutan terhadap kematian dini karena hal itu mencegah upaya
pencapaian tujuan hidup yang penting.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
Mata Ajar : Kebutuhan Dasar Manusia
Kompetensi : Melakukan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Menjelang Ajal
Sub Kompetensi : Melaksanakan Perawatan Jenazah
A. PENGERTIAN
Perawatan jenazah adalah perawatan klien setelah meninggal, termasuk
menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke kamar
jenazah, dan melakukan disposisi (penyerahan) barang- barang milik klien.
B. INDIKASI
Perawatan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian klien. Jika
klien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat tindak kriminalitas,
perawatan jenazah dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap melalui
autopsi.
C. PERSIAPAN ALAT
1. Pakaian khusus
2. Sarung tangan
3. Perban gulung 3 helai @ 50 cm
4. Bengkok
5. 2 buah handuk
6. 2 buah waslap
7. Sabun mandi
8. 2 buah baskom berisi air hangat
9. Bak instrument berisi pinset anatomi, pinset chirurgic, plester, gunting
perban
10. Kapas lipat lembab dalam kom
11. Kapas lipat kering dalam kom
12. Kassa
13. Kapas alkohol dalam kom
14. Sisir
15. Tempat pakaian kotor
16. Kain penutup dan pembungkus
17. Plastik warna kuning (sampah medis)
18. Plastik tempat barang berharga klien
19. Label identitas jenazah
20. Selimut mandi
D. PERSIAPAN PERAWAT
1. Mencuci tangan
2. Mempersiapkan alat
3. Menggunakan sarung tangan
E. PROSEDUR KERJA
1. Siapkan alat yang diperlukan dan bawa keruangan
2. Keluarga klien diberitahukan bahwa jenazah akan dibersihkan dan
jelaskan tujuannya.
3. Atur lingkungan di sekitar tempat tidur. Jika kematian terjadi pada unit
multibed, jaga privasi klien yang lain, tutup pintu koridor, cuci tangan.
4. Pastikan pasien sudah dalam kondisi meninggal (pupil melebar, nadi
tidak teraba, henti nafas)
5. Atur posisi jenazah supinasi dan buka pakaian jenazah.
6. Bersihkan badan. Dengan menggunakan air bersih, bersihkan area tubuh
dari kotoran, seperti darah, feses, atau muntahan. Jika kotoran terdapat
pada area rectum, uretra, atau vagina, letakkan kassa untuk menutup
setiap lubang dan rekatkan dengan plester untuk mencegah pengeluaran
lebih lanjut.
7. Lepaskan barang-barang berharga jenazah.
8. Bila ada luka tutup luka dengan kassa. Ganti balutan bila ada. Balutan
yang kotor harus diganti dengan yang bersih. Bekas plester dihilangkan
dengan bensin atau larutan yang lain sesuai dengan peraturan rumah
sakit.
9. Rapikan rambut dengan sisir rambut.
10. Tutup mata dengan menggunakan kapas yang secara perlahan ditutupkan
pada kelopak mata dan plester jika mata tidak tertutup.
11. Lurusan badan dengan lengan dilipat di atas perut dan diikat dengan
kassa verban pada pergelangan tangan.
12. Luruskan dan satukan kedua ibu jari kaki dan diikat dengan kassa verban.
13. Ambil gigi palsu jika diperlukan dan tutup mulut. Bila perlu lakukan
pengikatan dagu menggunakan tali verban dari bawah dagu ke kepala
agar mulut tertutup.
14. Tutup jenazah dengan kain penutup jenazah.
15. Beri label identitas pada jenazah. Label identitas berisi nama, umur dan
jenis kelamin, tanggal, nomor rumah sakit, nomor kamar. Sesuai dengan
peraturan rumah sakit, ikatkan label identitas pada pergelangan kaki atau
plester label pada dada depan klien.
16. Bereskan dan bersihkan kamar pasien.
17. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan (identitas pasien waktu
meninggal, barang berharga yang diserahkan pada keluarga).
PERHATIKAN
1. Berikan barang-barang milik klien kepada keluarga atau bawa barang
tersebut ke kamar jenazah. Jika perhiasan atau uang diberikan kepada
keluarga, pastikan ada petugas/perawat lain yang menemani. Minta tanda
tangan anggota keluarga yang sudah dewasa untuk verifikasi penerimaan
barang berharga atau status perhiasan yang masih ada pada klien.
2. Berikan dukungan emosional kepada keluarga yang ditinggalkan dan
teman serta klien lain yang sekamar.
3. Pengangkatan jenazah dilakukan secara perlahan untuk mencegah lecet
dan kerusakan kulit.
4. Jenazah dibawa ke kamar mayat oleh petugas sesuai aturan di rumah
sakit setelah dua jam dinyatakan meninggal.
FISIOTERAPI DADA
A. DEFINISI
Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk mengembalikan
fungsi suatu organ tubuh dengan memakai tenaga alam. tujuan pokok fisioterapi
pada penyakit paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot
pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkus dan untuk
mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret.
Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada
penyakit paru obstruktif menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk
kelainan neuromuskuler dan penyakit paru restriktif karena kelainan parenkim
paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi mekanik.
Fisioterapi dada ini meliputi rangkaian : postural drainage, perkusi, dan vibrasi
Kontra indikasi fisioterapi dada ada yang bersifat mutlak seperti kegagalan
jantung, status asmatikus, renjatan dan perdarahan masif, sedangkan kontra
indikasi relatif seperti infeksi paru berat, patah tulang iga atau luka baru bekas
operasi, tumor paru dengan kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang
rangsang.
B. Postural drainase
Postural drainase (PD) merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi
dari berbagai segmen paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi..
Mengingat kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi maka PD
dilakukan pada berbagai posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. Waktu yang
terbaik untuk melakukan PD yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar
1 jam sebelumtidur pada malam hari.
PD dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran nafas
tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis.
Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak PD lebih efektif bila disertai
dengan clapping dan vibrating.
Indikasi untuk Postural Drainase :
Profilaksis untuk mencegah penumpukan sekret yaitu pada :
Pasien yang memakai ventilasi
Pasien yang melakukan tirah baring yang lama
Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik atau
bronkiektasis
Pasien dengan batuk yang tidak efektif .
Mobilisasi sekret yang tertahan :
Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret
Pasien dengan abses paru
Pasien dengan pneumonia
Pasien pre dan post operatif
Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk
Kontra indikasi untuk postural drainase :
Tension pneumotoraks
Hemoptisis
Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard
akut terdiri dari infark dan aritmia.
Edema paru
Efusi pleura yang luas
Persiapan pasien untuk postural drainase.
1. Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pinggang.
2. Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas tetapi lengkap.
3. Periksa nadi dan tekanan darah.
4. Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction untuk
mengeluarkan sekret.
Cara melakukan pengobatan :
1. Terapis harus di depan pasien untuk melihat perubahan yang terjadi selama
Postural Drainase.
2. Postoral Drainase dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa
posisi tidak lebih dari 40 menit, tiap satu posisi 3 – 10 menit.
3. Dilakukan sebelum makan pagi dan malam atau 1 s/d 2 jam sesudah makan.
Penilaian hasil pengobatan :
1. Pada auskultasi apakah suara pernafasan meningkat dan sama kiri dan kanan.
2. Pada inspeksi apakah kedua sisi dada bergerak sama.
3. Apakah batuk telah produktif, apakah sekret sangat encer atau kental.
4. Bagaimana perasaan pasien tentang pengobatan apakah ia merasa lelah, merasa
enakan, sakit.
5. Bagaimana efek yang nampak pada vital sign, adakah temperatur dan nadi
tekanan darah.
6. Apakah foto toraks ada perbaikan.
Kriteria untuk tidak melanjutkan pengobatan :
1. Pasien tidak demam dalam 24 – 48 jam.
2. Suara pernafasan normal atau relative jelas.
3. Foto toraks relative jelas.
4. Pasien mampu untuk bernafas dalam dan batuk.
Alat dan bahan :
1) Bantal 2-3
2) Tisu wajah
3) Segelas air hangat
4) Masker
5) Sputum pot
Prosedur kerja :
1) Jelaskan prosedur
2) Kaji area paru, data klinis, foto x-ray
3) Cuci tangan
4) Pakai masker
5) Dekatkan sputum pot
6) Berikan minum air hangat
7) Atur posisi pasien sesuai dengan area paru yang akan didrainage
8. Minta pasien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit. Sambil PD
bisa dilakukan clapping dan vibrating
9) Berikan tisu untuk membersihkan sputum
10) Minta pasien untuk duduk, nafas dalam dan batuk efektif
11) Evaluasi respon pasien (pola nafas, sputum: warna, volume, suara pernafasan)
12) Cuci tangan
13) Dokumentasi (jam, hari, tanggal, respon pasien)
14) Jika sputum masih belum bisa keluar, maka prosedur dapat diulangi kembali
dengan memperhatikan kondisi pasien
C. Clapping/Perkusi
Perkusi adalah tepukan dilakukan pada dinding dada atau punggung dengan tangan
dibentuk seperti mangkok. Tujuan melepaskan sekret yang tertahan atau melekat
pada bronkhus. Perkusi dada merupakan energi mekanik pada dada yang diteruskan
pada saluran nafas paru. Perkusi dapat dilakukan dengan membentuk kedua tangan
deperti mangkok. lndikasi untuk perkusi :
Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat postural drainase, jadi
semua indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.
Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :
1. Patah tulang rusuk
2. Emfisema subkutan daerah leher dan dada
3. Skin graf yang baru
4. Luka bakar, infeksi kulit
5. Emboli paru
6. Pneumotoraks tension yang tidak diobati
Alat dan bahan :
1) Handuk kecil
Prosedur kerja :
1) Tutup area yang akan dilakukan clapping dengan handuk untuk mengurangi
ketidaknyamanan
2) Anjurkan pasien untuk rileks, napas dalam dengan Purse lips breathing
3) Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit dengan kedua tangan membentuk
mangkok
D. Vibrating
Vibrasi secara umum dilakukan bersamaan dengan clapping. Sesama postural
drainase terapis biasanya secara umum memilih cara perkusi atau vibrasi untuk
mengeluarkan sekret. Vibrasi dengan kompresi dada menggerakkan sekret ke jalan
nafas yang besar sedangkan perkusi melepaskan/melonggarkan sekret. Vibrasi
dilakukan hanya pada waktu pasien mengeluarkan nafas. Pasien disuruh bernafas
dalam dan kompresi dada dan vibrasi dilaksanakan pada puncak inspirasi dan
dilanjutkan sampai akhir ekspirasi. Vibrasi dilakukan dengan cara meletakkan tangan
bertumpang tindih pada dada kemudian dengan dorongan bergetar. Kontra
indikasinya adalah patah tulang dan hemoptisis.
Prosedur kerja :
1) Meletakkan kedua telapak tangan tumpang tindih diatas area paru yang akan
dilakukan vibrasi dengan posisi tangan terkuat berada di luar
2) Anjurkan pasien napas dalam dengan Purse lips breathing
3) Lakukan vibrasi atau menggetarkan tangan dengan tumpuan pada pergelangan
tangan saat pasien ekspirasi dan hentikan saat pasien inspirasi
4) Istirahatkan pasien
5) Ulangi vibrasi hingga 3X, minta pasien untuk batuk
Tujuan
-Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru
-Memperkuat otot pernapasan
-Mengeluarkan secret dari saluran pernapasan
-Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang cukup.
Kewaspadaan Perawat
Spasme bronkus dapat di cetuskan pada beberapa klien yang menerima darainase
postural. Spasme bronkus ini di sebabkan oleh imobilisasi sekret ke dalam jalan
napas pusat yang besar, yang meningkatkan kerja napas. Untuk menghadapi resiko
spasme bronkus, perawat dapat meminta dokter untuk mulai memberikan
terapibronkodilator pada klien selama 20 menit sebelum drainase postural.
Indikasi Klien Yang Mendapat Drainase Postural
a. Mencegah penumpukan secret yaitu pada:
- pasien yang memakai ventilasi
- pasien yang melakukan tirah baring yang lama
- pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik, bronkiektasis
b. Mobilisasi secret yang tertahan :
- pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh secret
- pasien dengan abses paru
- pasien dengan pneumonia
- pasien pre dan post operatif
- pasien neurology dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk
Kontra Indikasi Drainase Postural
a. tension pneumothoraks
b. hemoptisis
c. gangguan system kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infarkniokard,
aritmia
d. edema paru
e. efusi pleura
f. tekanan tinggi intracranial
Persiapan Pasien Untuk Drainase Dostural
a. Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pnggang
b. Terangkan cara pelaksanaan kepada klien secara ringkas tetapi lengkap
c. Periksa nadi dan tekanan darah
d. Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction untuk
mengeluarkan secret.
Cara Melakukan Drainase Postural
a. Dilakukan sebelum makan untuk mencegah mual muntah dan menjelang tidur
malam untuk meningkatkan kenyamanan tidur.
b. Dapat dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa posisi tidak lebih
dari 40 -60 menit, tiap satu posisi 3-10 menit
c. Posisi drainase postural dilihat pada gambar
Evaluasi Setelah Dilakukan Drainase Postural
a. Auskultasi : suara pernapasan meningkat dan sama kiri dan kanan
b. Inspeksi : dada kanan dan kiri bergerak bersama-sama
c. Batuk produktif (secret kental/encer)
d. Perasaan klien mengenai darinase postural (sakit, lelah, lebih nyaman)
e. Efek drainase postural terhadap tanda vital (Tekanan darah, nadi, respirasi,
temperature)
f. Rontgen thorax
Fisiologi Organ Terkait
Lobus Kanan Atas :
1. segmen apical
2. segmen posterior
3. segmen anterior
Lobus Kanan Tengah :
1. segmen lateral
2. segmen medial
Lobus Kanan Bawah :
1. segmen superior
2. segmen basal anterior
3. segmen basal lateral
4. segmen basal posterior
5. segmen basal medial
Drainase postural dapat dihentikan bila:
a. Suara pernapasan normal atau tidak terdengar ronchi
b. Klien mampu bernapas secara efektif
c. Hasil roentgen tidak terdapat penumpukan sekret
Posisi untuk drainase postural
Bronkus Apikal Lobus Anterior Kanan dan Kiri Atas.
Minta klien duduk di kursi, bersandar pada bantal
Bronkuas Apikal Lobus Posterior Kanan danKiri Atas
Minta klien duduk di kursi, menyandar ke depan pada bantal atau meja
Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kirir Atas
Minta klien berbaring datar dengan bantal kecil di bawah lutut
Bronkus Lobus Lingual Kiri Atas
Minta klien berbaring miring ke kanan dengan lengan di atas kepala pada posisi
Trendelenburg, dengan kaki tempat tidur di tinggikan 30 cm (12 inci). Letakan bantal
di belakang punggung, dan gulingkan klien seperempat putaran ke atas bantal
Bronkus Kanan Tengah
Minta klien berbaring miring ke kiri dan tinggikan kaki tempat tidur 30 cm (12 inci).
Letakan bantal di belakang punggung dan gulingkan klien seperempat putaran ke
atas banta
Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kiri Bawah
Minta klien berbaring terlentang dengan posisi trendelenburg, kaki tempat tidur di
tinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci). Biarkan lutut menekuk di atas bantal
Bronkus Lobus Lateral Kanan Bawah
Minta klien berbaring miring ke kiri pada posisi trendelenburg dengan kaki tempat
tidur di tinggikan 45 sampai 50 cm (18 samapi 20 inci)
Bronkus Lobus Lateral Kiri Bawah
Minta klien berbaring ke kanan pada posisi trendelenburg denan kaki di tinggikan 25
sampai 50 cm (18 sampai 20 inci).
Bronkus Lobus Superior Kanan dan Kiri Bawah
Minta klien berbaring tengkurap dengan bantal di bawah lambung
Bronkus Basalis Posterior Kanan dan Kiri
Minta klien berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat
tidur di tinggikan 45 sampai 50 (18 sampai 20 inci)
Langkah – langkah Rasional
1. Cuci tangan
2. Pilih area yang tersumbat yang akan di drainase berdasarkan pengkajian semua
bidang paru, data klinis , dan gambaran foto dada.
3. Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainase area yang tersumbat. (Area
pertama yang dipilih dapat bervariasi dari satu klien ke satu klien yang lain). Bantu
klien memilih posisisesuai kebutuhan. Ajarkan klien memposisikan postur dan
lengan dan posisi kaki yang tepat. Letakan bantal untuk nenyangga dan kenyamanan.
4. Minta klien mempertahankan posisi selama 10 sampai 15 menit.
5. Selama 10 samapai 15 menit drainase pada posisi ini, lakukan perkusi dada,
vibrasi, dan atau gerakan iga di atas area yang didrainase.
6. Setelah drainase pada postural pertama, minta klien duduk dan batuk. Tampung
sekresi yang dikeluakan dalam wadah yang bersih. Bila klien tidak dapat batuk,
harus dilakukan penghisapan.
7. Minta klien istirahat sebentar bila perlu.
8. Minta klien minum menghisap / minum air.
9. Ulangi langkah 3 hingga 8 sampai semua area tersumbat yang dipilih telah
terdrainase. Setiap tindakan harus tidak lebih dari 30 sampai 60 menit.
10. Ulangi pengkajian dada pada semua paru.
11. Cuci tangan. Mengurangi transmisi mikro organisme.
Untuk evektifitas, tindakan harus dibuat individual untuk mengatasi are spesifik dari
peru yang tersumbat.
Posisi khusus dipilih untuk mendrainase tiap are yang tersumbat.
Pada orang dewasa, pengaliran tiap area memerlukan waktu. Pada anak -anak, cukup
3 sampai 5 menit.
Memberikan dorongan mekanik yang bertujuan memobilisai sekret jalan napas.
Setiap sekret yang dimobilisasi ke dalam jalan napas pusat, harus di keluarkan
melalui batuk atau penghisapan sebelum klien di baringkan pada posisi drainase
selanjutnya. Batuk paling efektif bila klien duduk dan bersandar ke depan.
Periode istirahat sebentar di antara postur dapat mencegah kelelahan dan membantu
klien mentoleransi terapi lebih baik.
Menjaga mulut tetap basah sehingga membantu dalam ekpektorasi sekret.
Drainase postural digunakan hanya untuk mengalirkan area yang tersumbat dan
berdasarkan pengkajian individual.
Memungkinkan anda mengkaji kebutuhan drainase selanjutnya atau mengganti
program drainase. Mengurangi transmisi mikro organisme.
A. Persiapan alat
Baki berisi :
1. Handuk
2. Bantal (2 – 3 buah)
3. Segelas air
4. Tissue
5. Sputum pot , berisi cairan desinfektan.
6. Buku catatn
B. Persiapan klien
1. Informasikan klien mengenai : tujuan pemeriksaan, waktu dan prosedur.
2. Pasang sampiran / jaga privacy pasien
3. Atur posisi yang nyaman.
C. Persiapan perawat
1. Cuci tangan
2. hatikan universal precaution.
Prosedur
Lakukan auskultasi bunyi napas klien.
Instruksikan klienuntuk mengatakan bila mengalami mual, nyeri dada, dispneu.
Berikan medikasi yang dapat membantu mengencerkan sekret.
Kendurkam pakaian klien
Postural drainase
Pilih area yang tersumbat yang akan didrainase.
Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainase area yang tersumbat. Letakan
bantal sebagai penyangga.
Minta klien untuk mempertahankan posisi selama 10 samapai 15 menit.
Selama dalam posisi ini, lakukan perkusi dan vibrasi dada di atas area yang di
drainase.
Setelah drainase pada posisi pertama, minta klien duduk dan batuk efektif.
Tampung sekret dalam sputum pot.
Istirahatkan pasien, minta klien minum air sedikit.
Ulangi untuk area tersumbat lainnya. Tindakan tidak lebih dari 30-60 menit.
Penyuluhan Klien
Klien dan keluarga harus di ajarkan cara posisi postur yang tepat di rumah. Beberapa
postur perlu dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan individual. Sebagai contoh,
posisi miring Trendelenburg untuk mengalirkan lobus bawah lateral harus dilakukan
dengan klien berbaring miring datar atau posisi miring semi Fowler bila ia bernapas
sangat pendek (dispneu).
Pertimbangan Pediantri
Adalah tidak realistik untuk mengharapkan anak bekerja sama penuh dalam memilih
semua posisi yang digunakan untuk drainase postural. Perawat harus menentukan
empat sampai enam posisi sebagai prioritas. Lebih dari enam sering melampui
keterbatasan toleransi anak.
Pertimbangan Geriatri
Klien pada pengobatan anti hipertansi tidak mampu mentolerir perubahan postur
yang diperlukan. Perawat harus memodifikasi prosedur untuk memenuhi toleransi
klien dan tetap membersihkan jalan napas.
PROSEDUR PELAKSANAAN.
Tahap PraInteraksi
1. Mengecek program terapi
2.Mencuci tangan
3.Menyiapkan alatB.
Tahap Orientasi
1.Memberikan salam dan sapa nama pasien
2.Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3.Menanyakan persetujuan/kesiapan pasienC.
Tahap Kerja
1.Menjaga privacy pasien
2.Mengatur posisi sesuai daerah gangguan paru
3.Memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan pasien bila duduk atau di dekat
mulut bila tidur miring)
4 Melakukan clapping dengan cara tangan perawatmenepuk punggung pasien secara
bergantian
5.Menganjurkan pasien inspirasi dalam, tahan sebentar,kedua tangan perawat di
punggung pasien
6.Meminta pasien untuk melakukan ekspirasi, pada saatyang bersamaan tangan
perawat melakukan vibrasi
7.Meminta pasien menarik nafas, menahan nafas, danmembatukkan dengan kuat
8.Menampung lender dalam sputum pot
9.Melakukan auskultasi paru
10.Menunjukkan sikap hati-hati dan memperhatikanrespon pasien
Tahap Terminasi
1.Melakukan evaluasi tindakan
2.Berpamitan dengan klien
3.Membereskan alat
4.Mencuci tangan
5.Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
BATUK EFEKTIF
Pengertian
Batuk efektif : merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat
menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara
maksimal.
Tujuan:
Batuk efektif dan napas dalam merupakan teknik batuk efektif yang menekankan
inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi , yang bertujuan :
a) Merangsang terbukanya system kolateral.
b) Meningkatkan distribusi ventilasi.
c) Meningkatkan volume parud) Memfasilitasi pembersihan saluran napas
MANFAAT
1. Untuk mengeluarkan sekret yang menyumbat jalan nafas
2. Untuk memperingan keluhan saat terjadi sesak nafas pada penderita jantung.
Cara Batuk Efektif
1. Tarik nafas dalam 4-5 kali
2. Pada tarikan selanjutnya nafas ditahan selama 1-2 detik
3. Angkat bahu dan dada dilonggarkan serta batukan dengan kuat
4. Lakukan empat kali setiap batuk efektif, frekuensi disesuaikan dengan kebutuhan
5. Perhatikan kondisi penderita
Batuk Yang tidak efektif menyebabkan :
1) Kolaps saluran nafas
2) Ruptur dinding alveoli
3) Pneumothoraks
Indikasi
Dilakukan pada pasien seperti :
COPD/PPOK, Emphysema, Fibrosis, Asma, chest infection, pasien bedrest atau post
operasi
I. Latihan Pernafasan
Tujuan latihan pernafasan adalah untuk:
1.Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air trapping
2.Memperbaiki fungsi diafragma
3.Memperbaiki mobilitas sangkar toraks
4.Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa
meningkatkan kerja pernapasan.
5.Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih efektif
dan mengurangi kerja pernapasan
A. Pernafasan Diafragma
Pemberian oksigen bila penderita mendapat terapi oksigen di rumah.
Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidur miring ke kiri
atau ke kanan, mendatar atau setengah duduk.
Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian tengah, tangan
yang lain di atas dada.
Akan dirasakan perut bagian atas mengembang dan tulang rusuk bagian bawah
membuka. Penderita perlu disadarkan bahwa diafragma memang turun pada
waktu inspirasi. Saat gerakan (ekskursi) dada minimal. Dinding dada dan otot
bantu napas relaksasi
Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan melalui
mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma sengaja dibuat aktif
dan memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut.
Otot perut bagian depan dibuat berkontraksi selama inspirasi untuk
memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar toraks
bagian bawah.
Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut untuk
menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat 0,5 – 1 kg dapat
diletakkan di atas dinding perut untuk membantu aktivitas ini
B. Pursed lips breathing
menarik napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan
menarik napas dalam) dengan mulut tertutup
kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan
posisi seperti bersiul
PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi
Selama PLB tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung
Dengan pursed lips breathing (PLB) akan terjadi peningkatan tekanan pada
rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang
bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil
pada waktu ekspirasi
C. Lower Side Rib Breathing
Letakkan kedua tangan di bagian bawah kedua rusuk
Tarik nafas dalam dan pelan, sehingga tangan terasa maju kedepan
Keluarkan nafas secara pelan melalui mulut(pursed lips breathing) sehingga
tangan terasa kembali pada posisi semula Istirahat
D. Lower Back and Ribs Breathing
Duduk di kursi, Letakkan kedua tangan di punggung, tahan dan luruskan
punggung
Tariklah nafas dalam dan pelan sehingga rongga rusuk belakang mengembang
Tahan kedua tangan, keluarkan nafas secara pelan
E. Segmental Breathing
Letakkan tangan pada kedua bagian rusuk bawah
Tarik nafas dalam dan pelan, konsentrasikan kepada bagian kanan rusuk dan
tangan mengembang
Pastikan/usahakan bagian rongga rusuk/tangan kanan mengembang lebih besar
dibandingkan dengan bagian kiri
Tahan tangan, keluarkan nafas secara perlahan dan rasakan rongga rusuk/kanan
yang mengembang kembali seperti semula Ulangi, dan lakukan sebaliknya
untuk bagian kiri sama seperti tehnik diatas
KEGUNAAN LATIHAN NAFAS
Latihan Nafas Dalam Untuk mengurangi Rasa Nyeri Postsurgical Deep
Breathing/Nafas dalam setelah Operasi
Latihan Nafas Dalam Untuk Mengurangi Rasa Nyeri
Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan
lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
Letakkan tangan diatas perut
Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi
mulut tertutup rapat.
Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara
dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
Lakukan hal ini berulang kali (kurang lebih 15 kali)
Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
Postsurgical Deep Breathing/Nafas dalam setelah Operasi
Cara latihan napas dalam pasca operasi :
Duduk di sudut tempat tidur atau kursi, juga dpat berbaring terlentang dengan
lutut agak ditekukkan.
Pegang/tahan bantal atau gulungan handuk pada bagian yang terdapat luka
operasi dengan kedua tangan
Bernafaslah dengan normal
Bernafaslah dengan dalam melalui hidung, Rasakan lambung menekan keluar
ketika bernafas
Lipatkan bibir seperti meniup lilin
Kemudian tiupkan perlahan melalui mulut, rasakan dada menurun ketika
mengeluarkan nafas
Istirahat untuk beberapa saat
Ulangi tindakan diatas beberapa kali
II. Latihan Batuk/Batuk Efektif
Huff Coughing adalah tehnik mengontrol batuk yang dapat digunakan pada
pasien menderita penyakit paru-paru seperti COPD/PPOK, emphysema atau
cystic fibrosis. Postsurgical Deep Coughing
Huff Coughing
Untuk menyiapkan paru-paru dan saluran nafas dari Tehnik Batuk huff,
keluarkan semua udara dari dalam paru-paru dan saluran nafas. Mulai dengan
bernafas pelan. Ambil nafas secara perlahan, akhiri dengan mengeluarkan
nafas secar perlahan selama 3 – 4 detik.
Tarik nafas secara diafragma, Lakukan secara pelan dan nyaman, jangan
sampai overventilasi paru-paru.Setelah menarik nafas secara perlahan, tahan
nafas selama 3 detik, Ini untuk mengontrol nafas dan mempersiapkan
melakukan batuk huff secara efektif
Angkat dagu agak keatas, dan gunakan otot perut untuk melakukan
pengeluaran nafas cepat sebanyak 3 kali dengan saluran nafas dan mulut
terbuka, keluarkan dengan bunyi Ha,ha,ha atau huff, huff, huff. Tindakan ini
membantu epligotis terbuka dan mempermudah pengeluaran mucus.
Kontrol nafas, kemudian ambil napas pelan 2 kali.
Ulangi tehnik batuk diatas sampai mucus sampai ke belakang tenggorokkan
Setelah itu batukkan dan keluarkan mucus/dahak
Postsurgical Deep Coughing
Step 1 :
Duduk di sudut tempat tidur atau kursi, juga dapat berbaring terlentang dengan
lutut agak ditekukkan.
Pegang/tahan bantal atau gulungan handuk terhadap luka operasi dengan kedua
tangan
Bernafaslah dengan normal
Step 2 :
Bernafaslah dengan pelan dan dalam melalui hidung.
Kemudian keluarkan nafas dengan penuh melalui mulut, Ulangi untuk yang kedua
kalinya.
Untuk ketiga kalinya, Ambil nafas secara pelan dan dalam melalui hidung, Penuhi
paru-paru sampai terasa sepenuh mungkin.
Step 3 :
Batukkan 2 – 3 kali secara berturut-turut. Usahakan untuk mengeluarkan udara
dari paru-paru semaksimalkan mungkin ketika batuk.
Relax dan bernafas seperti biasa
Ulangi tindakan diatas seperti yang diarahkan.
Terapi Oksigen
Terapi oksigen merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
termasuk keperawatan terhadap adanya gangguan pemenuhan oksigen pada klien.
Pengetahuan perawat yang memadai terhadap proses respirasi dan indikasi serta
metode pemberian oksigen merupakan bekal bagi perawat agar asuhan yang
diberikan tepat guna dengan resiko seminimal mungkin.
Syarat-syarat Pemberian Oksigen Meliputi :
1. Dapat mengontrol konsentrasi oksigen udara inspirasi,
2. Tahanan jalan nafas yang rendah,
3. Tidak terjadi penumpukan CO2,
4. Efisien,
5. Nyaman untuk pasien.
Dalam pemberian terapi oksigen perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini penting
diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi
sedangkan oksigen yang diperoleh dari sumber oksigen (tabung O2) merupakan udara
kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah
komplikasi pada pernafasan.
Humidifier
Indikasi Pemberian Oksigen
Indikasi utama pemberian oksigen adalah :
1. Klien dengan kadar oksigen arteri rendah dari hasil analisa gas darah,
2. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan
hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja
otot-otot tambahan pernafasan,
3. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan oksigen melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama tersebut maka terapi pemberian oksigen dindikasikan
kepada klien dengan gejala :
1. Klien dengan keadaan tidak sadar,
2. Sianosis,
3. Hipovolemia,
4. Perdarahan,
5. Anemia berat,
6. Keracunan gas karbondioksida,
7. Asidosis,
8. Selama dan sesudah pembedahan.
Metode Pemberian Oksigen
Dapat dibagi menjadi 2 tehnik, yaitu :
1. Sistem Aliran Rendah
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan,
menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan
volume tidal klien. Ditujukan untuk klien yang memerlukan oksigen, namun masih
mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume
Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.
Contoh sistem aliran rendah adalah :
1. Kanula nasal
2. Kateter nasal
3. Sungkup muka sederhana,
4. Sungkup muka dengan kantong rebreathing,
5. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
1. Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu
dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% – 44%.
- Keuntungan
Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan
nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 45%, tehnik
memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi
lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6
liter/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta
kateter mudah tersumbat.
b. Kanul Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan
aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal.
- Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, klien bebas makan, bergerak,
berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul
hanya 1 cm, dapat mengiritasi selaput lendir.
Kanul Nasal
c. Sungkup Muka Sederhana
Merupakan alat pemberian oksigen kontinu atau selang seling 5 – 8 liter/mnt dengan
konsentrasi oksigen 40 – 60%.
- Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem
humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat
digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah.
d. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing :
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80%
dengan aliran 8 – 12 liter/mnt
- Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir
- Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah
dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa terlipat.
e. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing
Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen mencapai 99% dengan
aliran 8 – 12 liter/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara
ekspirasi
- Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan
selaput lendir.
- Kerugian
Kantong oksigen bisa terlipat.
masker non rebreathing
2. Sistem Aliran Tinggi
Teknik pemberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe
pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi oksigen
yang lebih tepat dan teratur.
Contoh tehnik sistem aliran tinggi adalah sungkup muka dengan ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan
menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai ooksigen
sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udara luar dapat diisap dan aliran udara
yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 liter/mnt
dengan konsentrasi 30 – 55%.
- Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan
tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas
dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2
- Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat
menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa terlipat.
Bahaya Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen bukan hanya memberikan efek terapi tetapi juga dapat
menimbulkan efek merugikan, antara lain :
1. Kebakaran
Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh
karena itu klein dengan terapi pemberian oksigen harus menghindari : Merokok,
membuka alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik
tanpa “Ground”.
2. Depresi Ventilasi
Pemberian oksigen yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat
pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi
3. Keracunan Oksigen
Dapat terjadi bila terapi oksigen yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam
waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti
atelektasis dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan
terganggu.
gvktyu