Peraturan Ttg Pence Mar An Air

download Peraturan Ttg Pence Mar An Air

of 740

Transcript of Peraturan Ttg Pence Mar An Air

VI. Pengendalian Pencemaran Air 961

962

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan; b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undangundang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046); 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 963

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air fosil; 2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan mu ara; 3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualita s air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamia hnya; 4. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemara n air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air; 5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan para meter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berla ku; 6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaat kan bagi peruntukan tertentu; 7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air; 8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfaatan atau pe nggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitas nya, dan atau fungsi ekologis; 9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau ko mponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dala m air; 10. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cem ar atau kondisi

baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan; 11. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sa mpai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya; 12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam ai r atau air limbah; 13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, un tuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar; 14. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwuju d cair; 15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau d ilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan; 964

16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan Ketua/Kepala Lembaga Pem erintah Nondepartemen; 17. Orang adalah orang perseorangan, dan atau kelompok orang, dan atau badan huk um; 18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pe ngendalian dampak lingkungan; Pasal 2 (1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diselenggarakan sec ara terpadu dengan pendekatan ekosistem. (2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada tahap perenca naan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Pasal 3 Penyelenggaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagai mana dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perund ang-undangan. Pasal 4 (1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diingink an sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya. (2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesua i dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemuli han kualitas air. (3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada : a. sumber air yang terdapat di dalam hutan lindung; b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan c. akuifer air tanah dalam. (4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaku kan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). (5) Ketentuan mengenai pemeliharaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. BAB II PENGELOLAAN KUALITAS AIR Bagian Pertama Wewenang Pasal 5 (1) Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau linta s batas negara. (2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupa ten/Kota.

(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kabupaten/Ko ta. 965

Pasal 6 Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam P asal 5 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersang kutan. Bagian Kedua Pendayagunaan Air Pasal 7 (1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota menyusun renca na pendayagunaan air. (2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) waj ib memperhatikan fungsi ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat. (3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi poten si pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis. Bagian Ketiga Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air Pasal 8 (1) Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas : a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut ; b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreas i air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan ata u peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyar atkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman da n atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut . (2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam

Lampiran Peraturan Pemerintah ini. Pasal 9 (1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada: a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden. b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi. c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 966

(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi, danatau Pemerint ah Kabupaten/ Kota berdasarkan wewenangnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ber laku; (3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk mela kukan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a; (4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air sebagaimana dimaksud dalam aya t (2) ditetapkan oleh Menteri. Bagian Keempat Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air, Dan Status Mutu Air Pasal 10 Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mut u air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan 9. Pasal 11 (1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau penambah an parameter pada air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air yan g pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah. (2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusa n Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait. Pasal 12 (1) Pemerintah Daerah Propinsi dapat menetapkan : a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan seb agaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan atau b. tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu air sebagaimana dimaksud da lam Pasal 8 ayat (2). (2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peratura n Daerah Propinsi. (3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan parameter baku mutu air sebag aimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pasal 13 (1) Pemantauan kualitas air pada : a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota; b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten/Kota dalam satu pro

pinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing Pem erintah Kabupaten/Kota; c. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah propinsi dan atau sumber air yang merupakan lintas batas negara kewenangan pemantauannya berada pada Pemerintah. 967

(2) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk mela kukan pemantauan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huru f c. (3) Pemantauan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sekura ng-kurangnya 6 (enam) bulan sekali. (4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, di sampaikan kepada Menteri. (5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air ditetapkan lebih lanjut denga n Keputusan Menteri Pasal 14 (1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan : a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air; b. kondisi baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air. (2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air sebaga imana dimaksud dalam ayat (1) dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut den gan Keputusan Menteri. Pasal 15 (1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar, maka Pemerintah dan Pem erintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran. (2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka Pemerintah dan Peme rintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas air. Pasal 16 (1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk mela kukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air. (2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud dalam ay at (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk Menteri. Pasal 17 (1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air limbah dar i dua atau lebih laboratorium maka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan. (2) Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri dengan menggunakan laboratorium rujukan nasional. 968

BAB III PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR Bagian Pertama Wewenang Pasal 18 (1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas propinsi dan atau lintas batas negara. (2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air ya ng lintas Kabupaten/Kota. (3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang berada pada Kabupaten/Kota. Pasal 19 Pemerintah dalam melakukan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud pasa l 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersang kutan. Pasal 20 Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewe nangan masingmasing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air berwenang : a. b. c. d. e. f. menetapkan daya tampung beban pencemaran; melakukan inventarisasi sumber pencemaran; menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah; menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air; memantau kualitas air pada sumber air; dan memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.

Pasal 21 (1) Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan mem perhatikan saran masukan dari instansi terkait. (2) Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi deng an ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud da lam ayat (1). (3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagaimana dimaksud da lam Pasal 20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota disampaika n kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. (4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pasal 22 Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Me nteri menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air. 969

Pasal 23 (1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air. (2) Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali. (3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunak an untuk: a. pemberian izin lokasi; b. pengelolaan air dan sumber air; c. penetapan rencana tata ruang; d. pemberian izin pembuangan air limbah; e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air. (4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam a yat (2) ditetapkan dengan keputusan Menteri. Bagian Kedua Retribusi Pembuangan Air Limbah Pasal 24 (1) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atausarana pengelolaa n air limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dikenakan retribusi. (2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Da erah Kabupaten/ Kota. Bagian Ketiga Penanggulangan Darurat Pasal 25 Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penanggulangan pencemaran a ir pada keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya. Pasal 26 Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka pena nggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan. BAB IV PELAPORAN Pasal 27 (1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran air, wajib m elaporkan kepada Pejabat yang berwenang. 970

(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat : a. tanggal pelaporan; b. waktu dan tempat; c. peristiwa yang terjadi; d. sumber penyebab; e. perkiraan dampak. (3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimany a laporan, wajib meneruskannya kepada Bupati/Walikota/Menteri. (4) Bupati/Walikota/Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib segera mel akukan verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap pengelolaan k ualitas air dan atau terjadinya pencemaran air. (5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan tel ah terjadinya pelanggaran, maka Bupati/Walikota/Menteri wajib memerintahkan penanggung jawab u saha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran air serta damp aknya. Pasal 28 Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan seba gaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati/Walikota/Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan a tau kegiatan yang bersangkutan. Pasal 29 Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air, wajib menyampaikan lap orannya kepada Bupati/Walikota/Menteri. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Pertama Hak Pasal 30 (1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik. (2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai st atus mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air. (3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan kua litas air dan

pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 971

Bagian Kedua Kewajiban Pasal 31 Setiap orang wajib : a. Melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3). b. Mengendalikan pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4). Pasal 32 Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan info rmasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolaan kualitas air dan pen gendalian pencemaran air. Pasal 33 Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memberikan i nformasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Pasal 34 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan t entang penaatan persyaratan izin aplikasi air limbah pada tanah. (2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan t entang penaatan persyaratan izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air. (3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan s ekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan disampaikan k epada Menteri. (4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dit etapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. BAB VI PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH Bagian Pertama Pemanfaatan Air Limbah Pasal 35 (1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah un tuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota. (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil ka jian Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pe mantauan Lingkungan. (3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati/Waliko ta dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. 972

Pasal 36 (1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah untuk a plikasi pada tanah. (2) Hasil kajian sebagaimana maksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya : a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman; b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat. (3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa men gajukan permohonan izin kepada Bupati/Walilkota. (4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). (5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menun jukkan bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan, maka Bupati/Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah. (6) Penerbitan izin pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) d iterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh hari) kerja terhitung sejak t anggal diterimanya permohonan izin. (7) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanj ut dengan Keputusan Menteri. Bagian Kedua Pembuangan Air Limbah Pasal 37 Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran air. Pasal 38 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin. (2) Dalam persyaratan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicantumkan : a. kewajiban untuk mengolah limbah; b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan ; c. persyaratan cara pembuangan air limbah; d.

persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat; e. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah; f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau kegia tan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan; g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu saat atau melepasan dadakan; 973

h. larangan untuk melakukan mengenceran air limbah dalam upaya penaatan batas kadar yang dipersyaratkan; i. kewajiban melakukan suatu swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapant au. (3) Dalam penetapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air lim bah yang mengandung radio aktif, Bupati/Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom. Pasal 39 (1) Bupati/Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diizinkan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran pada sumbe r air. (2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan bak u mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1). Pasal 40 (1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber a ir wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota. (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil ka jian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pe mantauan Lingkungan. Pasal 41 (1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau sumbe r air. (2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya : a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman; b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat. (3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa men gajukan permohonan izin kepada Bupati/Walikota. (4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). (5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menun jukkan bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka Bupati/Walik ota menerbitkan izin pembuangan air limbah. (6) Penerbitan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) di terbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak t

anggal diterimanya permohonan izin. (7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuangan air limbah dite tapkan oleh Bupati/ Walikota dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan Menteri; (8) Pedoman kajian pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dit etapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. 974

Pasal 42 Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan atau s umber air. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Pertama Pembinaan Pasal 43 (1) Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pembina an untuk meningkatkan ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup; b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif. (3) Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan upaya p engelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga. (4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3 ) dapat dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu. (5) Pembangunan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat d ilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang b erlaku. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 44 (1) Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap penaatan persyaratan yan g tercantum dalam izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2). (2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pe jabat pengawas lingkungan daerah. Pasal 45 Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan melakukan pengawasan terhadap pen aatan persyaratan yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau kegiatan. Pasal 46

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan sebagaimana dimaksu d dalam Pasal 44 ayat (2) dan Pasal 45 berwenang : a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio visua l, dan pengukuran; 975

b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepentingan, karyawan yang bersangk utan, konsultan, kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat; c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat catatan yang diperlukan, antaran l ain dokumen perizinan, dokumen AMDAL, UKL, UPL, data hasil swapantau, dokumen surat keputusan organisasi perusahaan; d. memasuki tempat tertentu; e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air limbah yang dibuang, bahan baku, dan bahan penolong; f. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas, dan instalas i pengolahan limbah; g. memeriksa instalasi, dan atau alat transportasi; h. serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan atau ke giatan. (2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c melip uti pembuatan denah, sketsa, gambar, peta, dan atau deskripsi yang diperlukan dalam pelaksanaa n tugas pengawasan. Pasal 47 Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib memperlihatkan surat tugas da n atau tanda pengenal. BAB VIII SANKSI Bagian Pertama Sanksi Administrasi Pasal 48 Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 2 4 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35,Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40 dan Pasa l 42, Bupati/Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administrasi. Pasal 49 Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 2 5,Bupati/Walikota/ Menteri berwenang menerapkan paksaan pemerintahan atau uang paksa. Bagian Kedua Ganti Kerugian

Pasal 50 (1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan lingku ngan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan pena nggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan atau melakukan t indakan tertentu. (2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dal am ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan peny elesaian tindakan tertentu tersebut. 976

Bagian Ketiga Sanksi Pidana Pasal 51 Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 37, Pa sal 38, Pasal 41, dan Pasal 42, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam dengan pidana se bagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan P asal 47 Undangundang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 52 Baku mutu air limbah untuk jenis usaha dan atau kegiatan tertentu yang telah dit etapkan oleh daerah, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 53 (1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wa jib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati/Walikota. (2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi yang belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air dari Bupa ti/Walikota. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 54 Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) wajib ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Peme rintah ini. Pasal 55 Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 ayat (1) belum atau tidak ditetapkan, berlaku kriteria mutu air untuk Kelas II sebagaiman a tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini sebagai baku mutu air.

Pasal 56 (1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Pe raturan Pemerintah ini, baku mutu air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan dengan ket entuan dalam Peraturan Pemerintah ini. (2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih ketat dari baku mutu air dalam Peraturan Pemerintah ini, maka baku mutu air sebelumnya tetap berlaku. 977

Pasal 57 (1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan baku mutu air limba hnya, maka baku mutu air limbah yang berlaku di daerah tersebut dapat ditetapkan setelah mendapa t rekomendasi dari Menteri. (2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi. Pasal 58 Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Peme rintah ini. Pasal 59 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 20 T ahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambah an Lembaran Negara Nomor 3409) dinyatakan tidak berlaku. Pasal 60 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap or ang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam L embaran Negara Republik Indonsia. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 14 Desember 2001 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 Desember 2001 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 153 Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan, Ttd

Lambock V. Nahattands 978

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR UMUM. Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga p erlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berk elanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan atau p engendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar kualit asnya tetap pada kondisi alamiahnya. Pelestarian kualitas air dilakukan pada sumber air yang terdapat di hutan lindun g. Sedangkan pengelolaan kualitas air pada sumber air di luar hutan lindung dilakukan dengan upaya pengen dalian pencemaran air, yaitu upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air memenuhi baku mutu air. Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kom ponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi b uruk sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan makh luk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan dayaguna, hasil guna, produktivi tas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaa n sumber daya alam (natural resources depletion). Air sebagai komponen sumber daya alam yang sangat penting maka harus dipergunaka n untuk sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini berarti bahwa penggunaan air untuk berbagai manf aat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi masa kini dan masa depan. Untuk itu air perlu dikelola agar tersedia dalam jumlah yan g aman, baik kuantitas maupun kualitasnya, dan bermanfaat bagi kehidupan dan perikehidupan manusia sert a makhluk hidup

lainnya agar tetap berfungsi secara ekologis, guna menunjang pembangunan yang be rkelanjutan. Di satu pihak, usaha dan atau kegiatan manusia memerlukan air yang berdaya guna, te tapi di lain pihak berpotensi menimbulkan dampak negatif, antara lain berupa pencemaran yang dapat mengancam ketersediaan air, daya guna, daya dukung, daya tampung, dan produktivitasnya. Agar air dapat bermanfaat secara lestari dan pembangunan dapat berkelanjutan, ma ka dalam pelaksanaan pembangunan perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalia n pencemaran air. Dampak negatif pencemaran air mempunyai nilai (biaya) ekonomik, di samping nilai ekologik, dan sosial budaya. Upaya pemulihan kondisi air yang cemar, bagaimanapun akan memerlu kan biaya yang mungkin lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kemanfaatan finansial dari ke giatan yang menyebabkan pencemarannya. Demikian pula bila kondisi air yang cemar dibiarkan ( tanpa upaya 979

pemulihan) juga mengandung ongkos, mengingat air yang cemar akan menimbulkan bia ya untuk menanggulangi akibat dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh air yang cema r. Berdasarkan definisinya, pencemaran air yang diindikasikan dengan turunnya kuali tas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan perunt ukannya. Yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut di atas adalah baku mutu air yang dite tapkan dan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air, juga merupa kan arahan tentang tingkat kualitas air yang akan dicapai atau dipertahankan oleh setiap program ke rja pengendalian pencemaran air. Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan (designated beneficial water uses), juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berbeda antara satu daer ah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan per untukkan perlu disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air). P enetapan baku mutu air yang didasarkan pada peruntukan semata akan menghadapi kesulitan serta tidak realistis dan sulit dicapai pada air yang kondisi nyata kualitasnya tidak layak untuk semua golongan peruntukan. Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikan kondisi air nya, akan dapat dihitung berapa beban zat pencemar yang dapat ditenggang adanya oleh air penerim a sehingga air dapat tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Beban pencemaran ini merupakan daya tampung beban pencemaran bagi air penerima y ang telah ditetapkan peruntukannya. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dia nggap tidak memadai lagi, karena secara substansial tidak sesuai dengan prinsip otonomi daer ah sebagaimana dikandung dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Mengingat sifat air yang dinamis dan pada umumnya berada dan atau mengalir melin tasi batas wilayah administrasi pemerintahan, maka pengelolaan kualitas air dan pengendalia n pencemaran

air tidak hanya dapat dilakukan sendiri-sendiri (partial) oleh satu pemerintah d aerah. Dengan demikian harus dilakukan secara terpadu antar wilayah administrasi dan didasarka n pada karakter ekosistemnya sehingga dapat tercapai pengelolaan yang efisien dan efekt if. Keterpaduan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ini dilakuk an melalui upaya koordinasi antar pemerintah daerah yang berada dalam satu kesatuan ekosist em air dan atau satu kesatuan pengelolaan sumber daya air antara lain daerah aliran sun gai (DAS) dan daerah pengaliran sungai (DPS). Kerja sama antar daerah dapat dilakukan mela lui badan kerja sama antar daerah. Dalam koordinasi dan kerja sama tersebut termasuk denga n instansi terkait, baik menyangkut rencana pemanfaatan air, pemantauan kualitas air, penet apan baku mutu air, penetapan daya tampung, penetapan mekanisme perizinan pembuangan air l imbah, pembinaan dan pengawasan penaatan. 980

Ayat (2) Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Pengelolaan kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kualitas air untuk tujuan melestarikan fungsi air, dengan melestarikan (conservation) atau mengendalikan (control). Pel estarian kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kondisi kualitas air sebagaimana kondisi alamia hnya. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Kondisi alamiah air pada sumber air dalam hutan lindung, mata air dan akuifer ai r tanah dalam secara umum kualitasnya sangat baik. Air pada sumber-sumber air tersebut juga ak an sulit dipulihkan kualitasnya apabila tercemar, dan perlu waktu bertahun-tahun untuk pe mulihannya. Oleh karena itu harus dipelihara kualitasnya sebagaimana kondisi alamiahnya. Mat a air kualitas airnya perlu dilestarikan sebagaimana kondisi alamiahnya, baik mata air di dalam maupun di luar hutan lindung. Air di bawah permukaan tanah berada di wadah atau tempat yang dis ebut akuifer. Air tanah dalam adalah air pada akuifer yang berada di antara dua lapisan batuan geologis tertentu, yang menerima resapan air dari bagian hulunya. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindun gan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalik an erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Ayat (4) Upaya pengendalian pencemaran air antara lain dilakukan dengan membatasi beban p encemaran yang ditenggang masuknya ke dalam air sebatas tidak akan menyebabkan air menjadi cemar (sebatas masih memenuhi baku mutu air). Ayat (5) Cukup jelas

Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Rencana pendayagunaan air meliputi penggunaan untuk pemanfaatan sekarang dan mas a yang akan datang. Rencana pendayagunaan air diperlukan dalam rangka menetapkan b aku 981

mutu air dan mutu air sasaran, sehingga dapat diketahui arah program pengelolaan kualitas air. Ayat (2) Air pada lingkungan masyarakat setempat dapat mempunyai fungsi dan nilai yang ti nggi dari aspek sosial budaya. Misalnya air untuk keperluan ritual dan kultural. Ayat (3) Pendayagunaan air adalah pemanfaatan air yang digunakan sekarang ini (existing u ses) dan potensi air sebagai cadangan untuk pemanfaatan di masa mendatang (future uses). Pasal 8 Ayat (1) Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan baiknya mutu a ir, dan kemungkinan kegunaannya. Tingkatan mutu air Kelas Satu merupakan tingkatan yang terbaik. Secara relatif, tingkatan mutu air Kelas Satu lebih baik dari Kelas Dua, dan sel anjutnya. Tingkatan mutu air dari setiap kelas disusun berdasarkan kemungkinan kegunaannya bagi suatu peruntukan air (designated beneficial water uses). Air baku air minum adalah air yang dapat diolah menjadi air yang layak sebagai a ir minum dengan mengolah secara sederhana dengan cara difiltrasi, disinfeksi, dan dididih kan. Klasifikasi mutu air merupakan pendekatan untuk menetapkan kriteria mutu air dar i tiap kelas, yang akan menjadi dasar untuk penetapan baku mutu air. Setiap kelas air mempersy aratkan mutu air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu. Peruntukan lain yang dimaksud misalnya kegunaan air untuk proses industri, kegia tan penambangan dan pembangkit tenaga listrik, asalkan kegunaan tersebut dapat mengg unakan air dengan mutu air sebagaimana kriteria mutu air dari kelas air dimaksud. Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pengkajian yang dimaksud adalah kegiatan untuk mengetahui informasi mengenai kea daan mutu air saat ini (existing quality), rencana pendayagunaan air sesuai dengan kr iteria kelas

yang diinginkan, dan tingkat mutu air yang akan dicapai (objective quality). Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Pedoman pengkajian yang dimaksud meliputi pedoman untuk menentukan keadaan mutu air, penyusunan rencana penggunaan air, dan penentuan tingkat mutu air yang ingin dic apai. Pedoman pengkajian mencakup antara lain ketatalaksanaan pada sumber air yang ber sifat lintas daerah (Kabupaten/Kota dan Propinsi). 982

Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) Pengetatan dan atau penambahan parameter tersebut didasarkan pada kondisi spesif ik, antara lain atas pertimbangan karena di daerah tersebut terdapat biota dan atau spesies sensitif yang perlu dilindungi. Yang dimaksud dengan yang lebih ketat adalah yang tingkat kualitas airnya lebih baik. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air meliputi, antara lain , rencana p emantauan, pengharmonisasian operasi pemantauan kualitas air, pelaporan dan pengelolaan dat a hasil pemantauan. Pasal 14 Ayat (1) Status mutu air merupakan informasi mengenai tingkatan mutu air pada sumber air dalam waktu tertentu. Dalam rangka pengelolaan kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air, perl u diketahui status mutu air (the state of the water quality). Untuk itu maka dilakukan peman tauan kualitas air guna mengetahui mutu air, dengan membandingkan mutu air. Tidak memenuhi baku mutu air adalah apabila dari hasil pemantauan kualitas air t

ingkat kualitas airnya lebih buruk dari baku mutu air. 983

Memenuhi baku mutu air adalah apabila dari hasil pemantauan kualitas air tingkat kualitas airnya sama atau lebih baik dari baku mutu air. Dalam hal metoda baku penilaian status mutu air belum ditetapkan dalam peraturan perundangundangan, dapat digunakan kaidah ilmiah. Contoh parameter yang belum tercantum dalam kriteria mutu air sebagaimana tercan tum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini antara lain, parameter-parameter bio-ind ikator dan toksisitas. Ayat (2) Kondisi cemar dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, seperti tingkatan cemar b erat, cemar sedang, dan cemar ringan. Demikian pula kondisi baik dapat dibagi menjadi sangat baik dan cukup baik. Tingkatan tersebut dapat dinyatakan antara lain dengan menggunakan s uatu indeks. Pasal 15 Ayat (1) Penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air yang dilakukan oleh Pem erintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintahh Kabupaten/Kota, meliputi pula program kerja pengendalian pencemaran air dan pemulihan kualitas air secara berkesinambungan. Mutu air sasaran (water quality objective) adalah mutu air yang direncanakan unt uk dapat diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dal am rangka pengendalian pencemaran air dan pemulihan kualitas air. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Akreditasi dilakukan oleh lembaga yang berwenang melaksanakan akreditasi laborat orium di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Penunjukan laboratorium oleh Menteri sebagai laboratorium rujukan dimaksudkan an tara lain untuk menguji kebenaran teknik, prosedur, metode pengambilan dan metode analisis sampel. Kesimpulan yang ditetapkan tersebut menjadi alat bukti tentang mutu air dan mutu air limbah. Pasal 18 Cukup jelas 984

Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Huruf a Cukup jelas Huruf b Inventarisasi adalah pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk menget ahui sebab dan faktor yang menyebabkan penurunan kualitas air. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Faktor lain yang dimaksud antara lain faktor fluktuasi debit. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Hasil inventarisasi sumber pencemaran air diperlukan antara lain untuk penetapan program kerja pengendalian pencemaran air. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Daya tampung beban pencemaran pada suatu sumber air dapat berubah dari waktu ke waktu mengingat antara lain karena fluktuasi debit atau kuantitas air dan perubahan ku alitas air. 985

Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Pengenaan retribusi tersebut sebagai konsekuensi dari penyediaan sarana pengolah an (pengelolaan) air limbah yang disediakan oleh Kabupaten/Kota. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 25 Pencemaran air akibat keadaan darurat dapat disebabkan antara lain kebocoran ata u tumpahan bahan kimia dari tangki penyimpanannya akibat kegagalan desain, ketidak-tepatan operasi, kecelakaan dan atau bencana alam. Upaya pengendalian pencemaran air dalam ayat ini antara lain dapat berupa prasar ana dan sarana pengelolaan air limbah terpadu (sewerage treatment plant). Upaya termaksud dapat dilakukan melalui kerja-sama dengan pihak ketiga sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1) Pejabat yang berwenang yang dimaksud, antara lain, adalah Kepala Desa/Lurah, Cam at, dan Polisi. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 28 Usaha yang dimaksud antara lain industri, pertambangan, dan perhotelan. Kegiatan yang dimaksud antara lain laboratorium kegiatan penelitian dan pendidikan, fasilitas umum ruma h sakit, pemotongan hewan dan kegiatan pematangan tanah (land clearing), proyek prasarana jalan raya, serta tempat pembuangan akhir sampah (TPA). 986

Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Informasi mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang dimaksud dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelo laan kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan air, baik pemantauan penaatan maupun peman tauan perubahan kualitas air, dan rencana tata ruang. Ayat (3) Peran serta sebagaimana dimaksud meliputi proses pengambilan keputusan, baik den gan cara mengajukan keberatan maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang ditentuka n dalam peraturan perundangundangan. Peran serta tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian dan atau perum usan kebijaksanaan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, dan mela kukan pengamatan. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip keterbukaan. Dengan keterbukaan memungkin kan masyarakat ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencem aran air. Pasal 31 Huruf a Cukup jelas Huruf b Air pada sumber air dan air yang terdapat di luar hutan lindung dilakukan pengen dalian terhadap sumber yang dapat menimbulkan pencemaran. Hal ini karena terdapat berbagai kegia tan yang akan mengakibatkan penurunan kualitas air. Namun, penurunan kualitas air tersebu t masih

dapat ditenggang selama tidak melampaui baku mutu air. Pasal 32 Usaha yang dimaksud antara lain industri, pertambangan, dan perhotelan. Kegiatan yang dimaksud antara lain laboratorium kegiatan penelitian dan pendidikan, fasilitas umum ruma h sakit, pemotongan hewan dan kegiatan pematangan tanah (land clearing), proyek prasarana jalan raya, serta tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Informasi yang benar tersebut dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggung jawa b usaha dan atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. 987

Pasal 33 Pemberian informasi dilakukan melalui media cetak, media elektronik atau papan p engumuman yang meliputi antara lain: status mutu air; bahaya terhadap kesehatan masyarakat dan ekosistem; sumber pencemaran dan atau penyebab lainnya; dampaknya terhadap kehidupan masyarakat; dan atau langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi dampak dan upaya pengelolaan kua litas air dan atau pengendalian pencemaran air. Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Laporan dimaksud dibuat sesuai dengan format terminal data (data base) pengelola an kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Air limbah dari suatu usaha dan atau kegiatan tertentu dapat dimanfaatkan untuk mengairi areal pertanaman tertentu dengan cara aplikasi air limbah pada tanah (land aplic ation), namun dapat berisiko terjadinya pencemaran terhadap tanah, air tanah, dan atau air. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 36 Ayat (1) Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu renca na usaha atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Aplikasi pada tanah perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu secara spesifik b erkenaan dengan kandungan dan debit air limbah, sifat dan luasan tanah areal pertanaman yang aka n diaplikasi, dan jenis tanamannya, untuk mengetahui cara aplikasi yang tepat sehingga dapat m encegah pencemaran tanah, air tanah, dan air serta penurunan produktivitas pertanaman.

988

Ayat (2) Persyaratan penelitian dimaksud merupakan persyaratan minimal yang harus dipenuh i. Oleh karena itu maka persyaratan lain berdasarkan penelitian yang dianggap perlu dimu ngkinkan untuk ditambahkan. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Pedoman pengkajian meliputi, antara lain, petunjuk mengenai rencana penelitian, metode, operasi, dan pemeliharaan. Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Ayat (1) Pembuangan air limbah adalah pemasukan air limbah secara pelepasan (discharge) b ukan secara dumping dan atau pelepasan dadakan (shock discharge). Pembuangan air limbah yang berupa sisa dari usaha dan atau kegiatan penambangan, seperti misalnya air terproduksi (produced water), yang akan dikembalikan ke dalam formasi asalnya juga wajib menaati baku mutu air limbah yang ditetapkan secara spesifik untuk je nis air limbah tersebut. Air yang keluar dari turbin pembangkit listrik tenaga air (PLTA) bukan merupakan sisa kegiatan PLTA, sehingga tidak termasuk dalam ketentuan Pasal ini. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 39 Ayat (1) Masuknya air limbah ke dalam air dapat menurunkan kualitas air tergantung beban pencemaran air limbah dan kemampuan air menerima beban tersebut. Air yang kondisi kualitasnya lebih baik dari baku mutu air berarti masih memilik i kemampuan untuk menerima beban pencemaran. Apabila beban pencemaran yang masuk melebihi

989

kemampuan air menerima beban tersebut maka akan menyebabkan pencemaran air, yait u kondisi kualitas air tidak memenuhi baku mutu air. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Pengertian limbah padat termasuk limbah yang berwujud lumpur dan atau slurry. Contoh dari pembuangan limbah padat misalnya pembuangan atau penempatan material sisa usaha dan atau kegiatan penambangan berupa tailing, ke dalam air dan atau sumber air. Contoh dari pembuangan gas misalnya memasukkan pipa pembuangan gas yang mengandu ng unsur pencemar seperti Ammonium dan atau uap panas ke dalam air dan atau pada su mber air. Pasal 43 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Contoh kebijakan insentif antara lain dapat berupa pengenaan biaya pembuangan ai r limbah yang lebih murah dari tarif baku, mengurangi frekuensi swapantau, dan pemberian penghargaan. Contoh kebijakan disinsentif antara lain dapat berupa pengenaan biaya pembuangan air limbah yang lebih mahal dari tarif baku, menambah frekuensi swapantau, dan mengumumkan kepada masyarakat riwayat kinerja penaatannya. Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Hal tertentu yang dimaksud antara lain daerah belum mampu melakukan pengawasan s endiri, belum ada pejabat pengawas lingkungan daerah, belum tersedianya sarana dan prasa rana atau daerah tidak melakukan pengawasan. 990

Pasal 46 Ayat (1) Huruf a Pemotretan/rekaman visual sepanjang tidak membahayakan keamanan usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan, seperti kilang minyak dan petro kimia. Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Sanksi administrasi meliputi teguran tertulis, penghentian sementara, dan pencab utan izin melakukan usaha dan atau kegiatan. Pasal 49 Paksaan pemerintahan adalah tindakan untuk mengakhiri terjadinya pelanggaran, me nanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh pelanggaran, melakukan tindakan penyelamatan, penan ggulangan dan atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yan g bersangkutan. Atau tindakan tersebut di atas dapat diganti dengan uang paksa (dw angsom). Pasal 50 Ayat (1) Pengaturan ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup ya ng disebut asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti kerugian, pencemar dan atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk : 991

a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai denga n baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan; b. memulihkan fungsi lingkungan hidup; c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan atau perusak an lingkungan hidup. Ayat (2) Tindakan tertentu yang dimaksud antara lain melakukan penyelamatan dan atau tind akan penanggulangan dan atau pemulihan lingkungan hidup. Tindakan pemulihan mencakup kegiatan untuk mencegah timbulnya kejadian yang sama dikemudian hari. Pasal 51 Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Cukup jelas Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Cukup jelas Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4161 992

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk melestarikan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair ke lingkungan; b. bahwa kegiatan industri mempunyai potensi menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair dengan menetapkan Baku Mutu Limbah Cair; c. bahwa untuk melaksanakan pengendalian pencemaran air sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, perlu ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri; Mengingat : 1. Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonnantie) Tahun 1926. Stbl. Nomor 226, setelah diubah dan ditambah terakhir dengan Stbl. 1940 Nomor 450); 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046); 4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215); 5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3257); 6. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299); 993

7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3445); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenal Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran negara Nomor 3538); 11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 96/M tahun1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI; 12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja menteri Negara Serta Susunan Organisasi Staf Menteri Negara; 13. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI. Pasal 1 Dalam Keputusan menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk p enggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri; 2. Baku Mutu Limbah Cair Industri adalah batas maksimum limbah cair yang diperboleh kan dibuang ke lingkungan; 3. Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industr i yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan; 4. Mutu Limbah Cair adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan dengan debit, kadar dan beban pencemaran; 5. Debit Maksimum adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingku ngan; 6. Kadar Maksimum adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingku ngan; 7. Beban Pencemaran Maksimum adalah beban tertinggi yang masih diperbolehkan dibuan g ke lingkungan;

8. Menteri adalah Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup; 994

9. Bapedal adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan; 10. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Gubernur kepala Daerah Khu sus Ibukota atau Gubernur Kepala Daerah Istimewa. Pasal 2 (1) Baku mutu Limbah cair untuk jenis industri : 1. Soda kostik/klor adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran A I dan Lampiran B I ; 2. Pelapisan logam adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A II dan Lampiran B I I; 3. Penyamakan kulit adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A III dan Lampiran B III; 4. Minyak sawit adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A IV dan Lampiran B IV; 5. Pulp dan kertas adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A V dan Lampiran B V; 6. Karet adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A VI dan B VI; 7. Gula adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A VII dan Lampiran B VII; 8. Tapioka adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A VIII dan Lampiran B VIII; 9. Tekstil adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A IX dan Lampiran B IX; 10. Pupuk urea/nitrogen adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A X dan Lampi ran B X; 11. Ethanol adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XI dan Lampiran B XI; 12. Mono Sodium Glutamate (MSG) adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XII dan Lampiran B XII; 13. Kayu lapis adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XIII dan Lampiran B XIII; 14. Susu, makanan yang terbuat dari susu adalah sebagaimana tersebut dalam Lampi ran A XIV dan Lampiran B XIV; 15. Minuman ringan adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XV dan Lampiran B XV; 16. Sabun, diterjen dan produk-produk minyak nabati adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XVI dan Lampiran B XVI; 17. Bir adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XVII dan Lampiran B XVII; 18. Baterai sel kering adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XVIII dan La mpiran B XVIII; 19. Cat adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XIX dan Lampiran B XIX; 20. Farmasi adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XX dan Lampiran B XX; 21. Pestisida adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XXI dan Lampiran B XX I. (2) Baku Mutu Limbah Cair bagi jenis-jenis industri sebagaimana dimaksud dalam a yat (1) pasal ini, ditetapkan berdasarkan beban pencemaran dan kadar, kecuali jenis industri farmas i dan industri pestisida formulasi pengemasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) butir 20 dan

butir 21 pasal ini ditetapkan berdasarkan kadar. (3) Bagi jenis-jenis kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini yang : a. telah beroperasi sebelum dikeluarkannya keputusan ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran A dan wajib memenuhi Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari tahun 2000. b. tahap perencanaannya dilakukan sebelum dikeluarkannya keputusan ini, dan beroper asi setelah dikeluarkannya keputusan ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair Lampiran A dan wajib memenuhi baku Mutu Limbah Cair Lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari tahun 2000 . 995

(4) Bagi jenis-jenis kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini yang tahap perencanaannya dilakukan dan beroperasi setelah dikeluarkannya keputusan ini, ma ka berlaku baku mutu limbah cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran B. (5) Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini seti ap saat tidak boleh dilampaui. (6) Perhitungan tentang debit limbah cair maksimum dan beban pencemaran maksimum adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran D keputusan ini. (7) Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun. Pasal 3 (1) Menteri setelah berkonsultasi dengan Menteri lain dan/atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen yang bersangkutan menetapkan Baku Mutu Limbah Cair untuk jenis-jen is industri di luar jenis-jenis industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). (2) Selama Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini b elum ditetapkan, Gubernur dapat menggunakan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lamp iran C Keputusan ini. (3) Gubernur dapat melakukan penyesuaian jumlah parameter sebagai yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, setelah mendapat persetujuan Menteri. (4) Gubernur dapat menetapkan parameter tambahan diluar parameter yang tercantum dalam Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran A dan B Keputusan ini, sete lah mendapat persetujuan Menteri. (5) Menteri memberikan tanggapan dan /atau persetujuan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan sebaga i dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) pasal ini. (6) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) pasal ini, ti dak diberikan tanggapan dan/atau persetujuan , maka permohonan tersebut dianggap disetujui. Pasal 4 (1) Gubernur dapat menetapkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari ketentuan s ebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini. (2) Apabila Gubernur tidak menetapkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat atau sam a dengan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini, maka berlaku Baku Mutu Limbah Cair dalam Keputusan ini. Pasal 5 Apabila analisis mengenai dampak lingkungan kegiatan industri mensyaratkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka untuk kegiatan industri tersebut ditetapkan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana yang dipersyaratk

an oleh analisis mengenai dampak Lingkungan. 996

Pasal 6 Setiap penanggung jawab kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 aya t (1) Keputusan ini wajib : a. melakukan pengelolaan limbah cair sehingga mutu limbah cair yang dibuang ke l ingkungan tidak melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan; b. membuat saluran pembuangan limbah cair yang kedap air sehingga tidak terjadi perembesan limbah cair ke lingkungan; c. memasang alat ukur debit atau laju alir limbah cair dan melakukan pencatatan debit harian limbah cair tersebut; d. tidak melakukan pengeceran limbah cair, termasuk mencampurkan buangan air bek as pendingin ke dalam aliran pembuangan limbah cair; e. memeriksakan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini secara periodik sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan; f. memisahkan saluran pembuangan limbah cair dengan saluran limpahan air hujan; g. melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya; h. menyampaikan laporan tentang catatan debit harian, kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair, produksi bulanan senyatanya sebagaimana dimaksud dalam huruf c, e, g sekurang-ku rangnya tiga bulan sekali kepada Kepala Bapedal, Gubernur, instansi teknis yang membidan gi industri dan instansi lain yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yan g berlaku. Pasal 7 Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 Keputusan ini dan Persya ratan Pasal 26 Peraturan Pemerintahan Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air w ajib dicantumkan dalam izin Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonnantie). Pasal 8 Apabila jenis-jenis kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1 ) telah ditetapkan sebelum keputusan ini : a. Baku Mutu Limbah Cairnya lebih ketat atau sama dengan Baku Mutu Limbah Cair seba gaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku; b. Baku Mutu Limbah Cairnya lebih longgar dari pada Baku Mutu Limbah Cair sebagaima na tersebut dalam Lampiran Keputusan ini wajib disesuaikan dengan Baku Mutu Limbah cair dala m keputusan ini selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya keputusan ini. Pasal 9 Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan

Lingkungan Hidup Nomor : KEP- 03/MENKLH/II/1991 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Yang Sudah Beroperasi dinyatakan tidak berlaku lagi. 997

Pasal 10 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Di tetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 23 Oktober 1995 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Sarwono Kusumaatmadja 998 Salinan sesuai dengan aslinya Asisten IV Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pengembangan, Pengawasan dan Pengendalian, ttd Hambar Martono

LAMPIRAN - LAMPIRAN 999

1000

LAMPIRAN A : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 1001

1002

LAMPIRAN A. I : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI SODA KOSTIK PROSES RAKSA (Hg) PROSES MEMBRAN/DIAFRAGMAKADAR PARAMETER BEBAN KADAR BEBAN MAKSIMUM PENCEMARAN MAKSIMUM PENCEMARAN (mg/L) MAKSIMUM (mg/L) (kg/ton) MAKSIMUM COD 150 1,5 kg/ton 150 1,5 TSS 50 0,5 kg/ton 50 0,5 Raksa(Hg) 0,005 0,05 g/ton -Timbal (Pb) --3,0 0,03 Tembaga (Cu) --0,3 0,003 Seng (Zn) --2,0 0,02 pH 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0Debit Limbah Maksimum 10 m3 per ton produk soda kostik 10 m3 per ton produk soda kostik Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligra m parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan da lam kg atau gram parameter per ton produk soda kostik. 1003

LAMPIRAN A. II : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PELAPISAN TEMBAGA (Cu) PELAPISAN NIKEL (Ni) PARA METER TSS KADAR MAKSIMUM (mg/L) 60 BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m2) 60 KADAR MAKSIMUM (mg/L) 60 BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m2) 6,0 Kadmium (Cd) 0,05 0,005 0,05 0,005 Sianida (CN) 0,5 0,05 0,5 0,05 Logam Total 8,0 8,0 8,0 0,8 Tembaga (Cu) 3,0 3,0 -Nikel (Ni) --5,0 0,5 pH 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0 Debit Limbah Maksimum 100 L per m2 produk pelapisan logam 100 L per m2 produk pelapisan logam 1004

PARA METER PELAPISAN KROM (Cr) KADAR MAKSIMUM (mg/L) BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m2) KADAR MAKSIMUM (mg/L) BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m2) PELAPISAN & GALVANISASI SENG (Zn) TSS 60 60 60 6,0 Kadmium (Cd) 0,05 0,005 0,05 0,005 Sianida (CN) 0,5 0,05 0,5 0,05 Logam Total 8,0 0,8 8,0 0,8 Krom Total (Cr) 2,0 0,2 -Krom Heksavalen (Cr +6) 0,3 0,03 -Seng (Zn) --2,0 0,2 pH 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0Debit Limbah Maksimum 100 L per m2 produk pelapisan logam 100 L per m2 produk pelapisan logam Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligra m para meter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan da lam gram parameter per m2 produk pelapisan logam. 1005

LAMPIRAN A. III : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PENYAMANAN KULIT PARA METER BOD 5 150 10,5 COD 300 21,0 TSS 150 10,5 Sulfida (sebagai H2S) 1,0 0,07 Krom Total (Cr) 2,0 0,14 Minyak dan lemak 5,0 0,35 Amonia Total 10,0 0,70 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 70 m3 ton bahan baku KADAR MAKSIMUM (mg/L) BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton) Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligra m paramater per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan da lam kg parameter per ton bahan baku (penggaraman kulit mentah) 1006

LAMPIRAN A. IV : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI MINYAK SAWIT BOD 5 250 1,5 COD 500 3,0 TSS 300 1,8 Minyak dan Lembak 30 0,18 Amonia Total (sebagai NH3-N) 20 0,12 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 6 m3 /ton produk KADAR MAKSIMUM (mg/L) BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton) PARA METER Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligra m paramater per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan da lam kg parameter per ton produk minyak sawit. 1007

LAMPIRAN A. V : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PULP DAN KERTAS PABRIK PULP PABRIK PULP DAN KERTAS PABRIK KERTAS BEBAN BEBAN KADAR KADAR KADAR BEBAN PENCEMARAN PENCEMARAN MAKSIMUM MAKSIMUM MAKSIMUM PARAMETER PENCEMARAN MAKSIMUM MAKSIMUM MAKSIMUM (kg/ton) (kg/ton) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (kg/ton)

BOD 150 15 125 10 150 25,5 3 COD 350 35 250 20 350 59,5 TSS 200 20 125 10 150 25,5 pH 6.0 - 9,0 6,0 - 9,0 6.0 - 9,0 Debit Limbah 100 m3 per ton pulp kering 80 m3 per ton produk 170 m3 per ton produk Maksimum kertas kering kertas kering

Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligr am parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan d alam kg parameter per ton produk pulp dan atau kertas kering. 1008

LAMPIRAN A. VI : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI KARET BEBAN KADAR PENCEMARAN MAKSIMUM PARA METER MAKSIMUM (kg/ton) (mg/L) BOD 150 6,0 5 COD 300 12,0 TSS 150 6,0 Amonia Total (sebagai NH3-N) 10 0,4 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 40 m3 per ton produk karet

Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligr am parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan d alam kg parameter per ton produk karet kering. 1009

LAMPIRAN A. VII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI GULA BEBAN KADAR PARA METER PENCEMARAN MAKSIMUM MAKSIMUM (kg/ton) (mg/L) BOD 100 4,0 5 COD 250 10,0 TSS 175 7,0 Sulfida (sebagai H2S) 1,0 0,04 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 40 m3 per ton produk gula

Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligr am parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan d alam kg per ton produk gula. 1010

LAMPIRAN A. VIII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI TAPIOKA BEBAN KADAR PENCEMARAN MAKSIMUM MAKSIMUM PARA METER (kg/ton produk) (mg/L) BOD 200 12,0 5 COD 400 24,0 TSS 150 9,0 Sianida (CN) 0,5 0,03 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 60 m3 per ton produk

Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligr am parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan d alam kg parameter per ton produk tapioka. 1011

LAMPIRAN A. IX : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI TEKSTIL PARA METER BOD 5 85 12,75 COD 250 37,5 TSS 60 9,0 Fenol Total 1,0 0,15 Krom Total (Cr) 2,0 0,30 Minyak dan Lemak 5,0 0,75 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 150 m3 per ton produk tekstil KADAR MAKSIMUM (mg/L) BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton) Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligr am parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan d alam kg parameter per ton produk tekstil. 1012

LAMPIRAN A. X : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PUPUK UREA PARA METER KADAR MAKSIMUM (mg/L) BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton) BOD 5 100 1,5 COD 250 3,75 TSS 100 1,5 Minyak dan Lemak 25 0,4 Amonia Total (sebagai NH3-N) 50 0,75 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 15 m3 per ton produk pupuk urea Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligr am parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan d alam kg parameter per ton produk pupuk urea. 1013

LAMPIRAN A. XI : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI ETHANOL BEBAN KADAR PENCEMARAN MAKSIMUM PARA METER MAKSIMUM (kg/ton) (mg/L) BOD 150 10,5 5 TSS 400 28,0 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 70 m3 per ton produk ethanol Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligr am parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan d alam kg parameter per ton produk ethanol. 1014

LAMPIRAN A. XII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI MONO SODIUM GLUTAMATE (MSG) BEBAN KADAR PENCEMARAN MAKSIMUM PARA METER MAKSIMUM (kg/ton) (mg/L) BOD 100 12 5 COD 250 30 TSS 100 12 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 120 m3 per ton produk MSG Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligr

am parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan d alam kg parameter per ton produk MSG. 1015

LAMPIRAN A. XIII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI KAYU LAPIS BEBAN KADAR PENCEMARAN MAKSIMUM PARA METER MAKSIMUM (mg/L) BOD 100 0,28 kg/m3 5 COD 250 0,70 kg/m3 TSS 100 0,28 kg/m3 Fenol Total 1,0 2,8 g/m3 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 2,8 m3 per m3 produk kayu lapis

Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligr am parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan d alam kg atau gram parameter per ton m3 produk kayu lapis. 3. 1000 m2 produk = 3,6 m3 produk dengan ketebalan 3,6 milimeter. 4. 2,8 m3 air limbah per m3 produk = 10 m3 air limbah per 3,6 m3 produk dengan kete balan 3,6 milimeter. 1016

LAMPIRAN A. XIV : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI SUSU, MAKANAN YANG TERBUAT DARI SUSU PARA METER BOD 5 40 0,14 0,2 COD 100 0,35 0,5 TSS 50 0,175 0,25 pH 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 3,5 L per kg total 5,0 L per kg padatan susu produk KADAR MAKSIMUM (mg/L) BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM PABRIK SUSU DASAR (kg/ton) PABRIK TERPADU (kg/ton) Catatan : 1. Pabrik Susu Dasar : menghasilkan susu cair, susu kental manis dan atau susu bubu k. 2. Pabrik Terpadu : menghasilkan produk susu, keju, mentega dan atau es krim. 3. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligr am parameter per liter air limbah. 4. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan d alam kg parameter per ton total padatan susu atau produk susu. 1017

LAMPIRAN A. XV : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI MINUMAN RINGAN PARA METER KADAR MAKSIMUM (mg/L) BEBAN DENGAN PENCUCIAN BOTOL DAN DENGAN PEMBUATAN SIROP PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m3) TANPA PENCUCIAN BOTOL DAN DENGAN PEMBUATAN SIROP TANPA PENCUCIAN BOTOL DAN TANPA PEMBUATAN BOTOL DENGAN PENCUCIAN BOTOL DAN TANPA PEMBUATAN SIROP BOD 5 100 600 500 300 200 TSS 90 540 450 270 180 Minyak dan 12 72 60 36 24 Lemak pH 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0 Debit Limbah Maksimum 6 L per L produk minuman 5 L per L produk minuman 3 L per L produk minuman 2 L per L produk minuman Catatan :

1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligr am parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan d alam gram parameter per m3 produk minuman ringan yang dihasilkan. 1018

LAMPIRAN A. XVI : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI SABUN, DITERJEN DAN PRODUK-PRODUK MINYAK NABATI BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton) KADAR PARA METER MAKSIMUM MINYAK DITERJEN SABUN (mg/L) NABATI BOD 125 2,50 7,50 0,75 5 COD 300 6,0 18,0 1,8 TSS 100 2,0 6,0 0,6 Minyak dan

25 0,50 1,5 0,15 Lemak Fosfat 3 0,06 0,18 0,018 (sebagai PO4) MBAS 5 0,1 0,3 0,03 pH 6,0 - 9,0 Debit Limbah Maksimum 20 m3 per ton 60 m3 per ton 6 m3 per ton produk sabun produk minyak produk nabati diterjen Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligr am parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan d alam kg parameter per ton produk sabun atau minyak nabati atau diterjen. 1019

LAMPIRAN A. XVII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI BIR PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (mg/L)(kg/hektoliter) BOD 5 75 67,5 COD 170 153,0 TSS 70 63,0 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 9 hektoliter per hektoliter Bir Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligra m parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan d alam gram parameter per hektoliter produk bir 1020

LAMPIRAN A. XVIII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI BATERAI KERING ALKALINE-MANGAN KARBON-SENG PARA METER KADAR BEBAN KADAR BEBAN MAKSIMUM PENCEMARAN MAKSIMUM PENCEMARAN MAKSIMUM ( mg/L) MAKSIMUM (mg/L) (mg/kg produk) (mg/kg produk) COD TSS 15 45 30 10 15 5 Minyak dan NH 3 -N Total 3 9,012 4 6 2 Seng (Zn) Lemak Merkuri (Hg) 0,3 0.015 0,9 0.045 0,8 0,02 0,4 0,01 Krom(Cr) Mangan (Mn) Nikel(Ni) 0,1 0,5 0,6 0,3 1,5 1,8 0,6

0,3 Debit l Limbah pH Maksimum 3,0 L per kg baterai 6,0 - 9,0 0,5 L per kg baterai 6,0 - 9,0 Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligra m parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan d alam miligram parameter per kg produk baterai yang dihasilkan. 1021

LAMPIRAN A. XIX : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI CAT BEBAN KADAR PENCEMARAN MAKSIMUM PARA METER MAKSIMUM (mg/L) (gram/m3) BOD 100 80 5 TSS 60 48 Merkuri (Hg) 0,015 0,012 Seng (Zn) 1,5 1,2 Timbal (Pb) 0,40 0,32 Tembaga (Cu) 1,0 0,80 Krom Heksavalen (Cr+6) 0,25 0,20 Titanium (Ti) 0,50 0,40 Kadmium (Cd) 0,10 0,08 Fenol 0,25 0,20 Minyak dan Lemak

15 12 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 0,8 L per L produk cat water base Zero Discharge untuk cat solvent base Catatan : 1. Solvent-Based Cat harus Zero Discharge; semua limbah cair yang dihasilkan harus ditampung atau diolah kembali dan tidak boleh dibuang di perairan umum 2. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligra m parameter per Liter air limbah. 3. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan da lam gram parameter per m3 produk cat. 1022

LAMPIRAN A. XX : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI FARMASI PROSES PEMBUATAN FORMULASI PARA METER BAHAN FORMULA (PENCAMPURAN) (mg/L) (mg/L) BOD 150 100 5 COD 500 200 TSS 130 100 TOTAL-N 45 FENOL 5,0 pH

6,0 - 9,0 6,0 - 9,0 Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligra m parameter per Liter air limbah. 1023

LAMPIRAN A. XXI : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PESTISIDA BOD 5 70 1.75 40 COD 200 5,0 100 TSS 50 1,25 25 Fenol 3,0 0,075 2,5 Total -CN 1,0 0,025 Tembaga (Cu) 1,5 0,038 Bahan Aktif Total 2,0 0,05 1,0 pH 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0 Debit limbah 25 m3 per ton produk maksimum BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton produk) KADAR MAKSIMUM (mg/L) KADAR MAKSIMUM (mg/L) FORMULA SI/ PENGEMASAN PEMBUATAN PASTISIDA TEKNIS PARA METER Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligra m parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan da lam kilogram per ton produk pestisida. 1024

LAMPIRAN B : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 1025

1026

LAMPIRAN B. I : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI SODA KOSTIK/KHLOR PARAMETER KADAR MAKSIMUM (mg/L) BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/ton) TSS 25 75,0 Cl 2 tersisa (Khlor) 0,5 1,5 Tembaga (Cu) 1,0 3,0 Timbal (Pb) 0,8 2,4 Seng (Zn) 1,0 3,0 Krom Total (Cr) 0,5 1,5 Nikel (Ni) 1,2 3,6 Raksa (Hg) 0,004 0,012 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 3,0 m3 per ton produk soda kostik atau 3,4 m3 per ton Cl2 Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligra m parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan da lam gram parameter per ton produk soda kostik. 1027

LAMPIRAN B. II : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PARAMETER TSS 20 0,40 Sianida Total (CN) tersisa 0,2 0,004 Krom Total (Cr) 0,5 0,010 Krom Heksavalen (Cr+6) 0,1 0,002 Tembaga (Cu) 0,6 0,012 Seng (Zn) 1,0 0,020 Nikel (Ni) 1,0 0,020 Kadmium (Cd) 0,05 0,001 Timbal (Pb) 0,1 0,002 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 20 L per m2 produk pelapisan logam KADAR MAKSIMUM (mg/L) BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m2) Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligra m parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan da lam gram parameter per m2 produk pelapisan logam. 1028

LAMPIRAN B. III : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT PARAMETER KADAR MAKSIMUM (mg/L) BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton) Proses Penyamakan Menggunakan Krom KADAR MAKSIMUM (mg/L) BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton) Proses Penyamakan Menggunakan Daun-daunan BOD 5 50 2,0 70 2,8 COD 110 4,4 180 7,2 TSS 60 2,4 50 2,0 Krom Total (Cr) 0,60 0,024 0,10 0,004 Minyak dan Lemak 5,0 0,20 5,0 0.20 N Total (sebagai N) 10 0,40 15 0,60 Amoniak Total (Sebagai N) 0,5 0,02 0,50 0,02 Sulfida (sebagai S) 0,8 0,032 0,50 0,02 pH 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 40 m3/ton bahan baku 40 m3/ton bahan baku Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligra m parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum pada tabel diatas dinyatakan dalam kg per ton bahan ba ku (penggaraman kulit mentah) 3. N Total jumlah N organik + Amonia Total + NO3 + NO2 1029

LAMPIRAN B. IV : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI MINYAK SAWIT PARAMETER BOD 5 100 0,25 COD 350 0,88 TSS 250 0,63 Minyak dan Lemak 25 0,063 Nitrogen Total (sebagai N) 50 0,125 pH 6,0 - 9,0 Debit limbah maksimum 2,5 m2/ton produk minyak sawit (CPO) KADAR MAKSIMUM (mg/L) BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton) Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligra m parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan da lam kg parameter per ton produk minyak sawit (CPO). 3. Nitrogen Total adalah jumlah Nitrogen Organik + Amonia Total + NO3 + NO2 1030

LAMPIRAN B. V : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PULP DAN KERTAS PARAMETER DEBIT BOD 5 COD TSS PRODUK PROSES/ Kadar Maksimum (mg/L) Beban Pencemaran Kadar maksimum B