Perantau Ilmu Asia-Oceania · bangkan SMA di Malang yang memberi beasiswa penuh. “Lagipula, apa...

12

Transcript of Perantau Ilmu Asia-Oceania · bangkan SMA di Malang yang memberi beasiswa penuh. “Lagipula, apa...

Hal Depan_Perantau Ilmu Asia - Oceania.indd 1 8/3/2018 10:43:43 AM

Sanksi Pelanggaran Pasal 113Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014tentang Hak Cipta

(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana pen-jara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana pen-jara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, di-pidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Hal Depan_Perantau Ilmu Asia - Oceania.indd 2 8/3/2018 10:43:43 AM

Perantau Ilmu Asia-OceaniaDitulis oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia © 2018 PPI DuniaEditor: Winda Permata ([email protected])

Hak Cipta dilindungi Undang-undangDiterbitkan pertama kali olehPenerbit PT Elex Media KomputindoKelompok Gramedia–JakartaAnggota IKAPI, Jakarta

718061328ISBN: 978-602-04-7920-0

Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan seba-gian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, JakartaIsi di luar tanggung jawab percetakan

Hal Depan_Perantau Ilmu Asia - Oceania.indd 4 8/3/2018 10:43:44 AM

Chapter 1: Proses Mendapatkan Kuliah 1

1. Dream, Do, Have 3

2. Ketika Takdir Berkata Lain 14

3. Mengapa Pelajar Bodoh Seperti Saya Bisa

Mendapatkan Beasiswa PhD? 27

4. Melangkah Melampaui Garis Akhir 43

5. The Silk Road, Where I Build My Dreams 54

6. Kabar Buruk dan Baik Itu... 69

7. Osaka, Mimpi yang Direspons Bumi 83

8. Mimpiku Berlabuh di Negeri 100 Topan 98

9. Cintai Proses, Syukuri Hasil 113

Chapter 2: Perjalanan Kuliah 127

10. Impian Setengah Sadar 129

11. K-Drama: Neng Eonnie 142

12. Korea Selatan, Prinsip Hidup, dan Melawan Ego 156

13. Perjuangan Memilih Advisor dan Research Topic 169

Daftar Isi

Hal Depan_Perantau Ilmu Asia - Oceania.indd 9 8/3/2018 10:43:46 AM

4

signifikan terhadap hidupku, tapi aku tidak pernah benar-be-nar meninggalkan zona nyamanku. Lalu, bagaimana aku bisa dengan sangat berani mengambil keputusan untuk mening-galkan zona nyamanku pada umur 18 tahun dan memulai semuanya dari awal di tempat asing? Akan aku ceritakan kisahnya kepadamu.

Semua ini berawal dari percakapanku dengan Papa saat aku berada di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kala itu, semua anggota keluargaku sedang berada di Pulau Jawa karena Papa memutuskan untuk melanjutkan pendidikan-nya di salah satu universitas di Jawa Timur. Papa memang-gilku untuk berbicara berdua di ruang tamu, menanyakan perkembanganku di sekolah serta memberi beberapa we-jangan.

“Kamu harus berani bermimpi untuk mendapatkan se-suatu, Na. Dream, do, have. Semua berawal dari mimpi, lalu kamu berusaha, dan kemudian kamu akan memiliki apa yang kamu impikan. Kamu harus punya tujuan, supaya kamu tahu bagaimana mengarahkan hidupmu.” Pesan Papa yang selalu aku ingat hingga detik ini.

Pada saat itu, pikiran remajaku memahaminya sebagai sesuatu yang harfiah. Aku mulai menganggap semua hal yang aku inginkan adalah mimpiku. Aku menganggap semua hal yang orangtuaku harapkan untuk kucapai adalah mimpiku. Begitu pula dengan hal-hal yang teman-temanku inginkan. Merupakan sesuatu yang wajar karena aku sedang meng-alami masa pubertas, tetapi hal ini juga mengubahku menjadi

5

pribadi yang ambisius dan akan merasa sangat terganggu apabila aku tidak bisa mendapatkan apa yang aku inginkan setelah semua usaha yang kulakukan. Hingga suatu hari, guru Bimbingan Konseling (BK) sekolahku menghentikanku saat aku sedang bersiap-siap berangkat mengikuti salah satu perlombaan di tingkat kota.

“Nduk, yang terpenting itu bukan kamu menang juara berapa, tapi seberapa baik performa kamu saat mengikuti perlombaan ini. Kalau kamu sudah memberikan yang ter-baik tapi tetap tidak menang, tidak apa-apa. Kamu baru boleh kecewa kalau kamu kalah karena tidak optimal,” ujar beliau sambil menemaniku hingga pintu masuk sekolah.

Aku mengangguk menanggapi ucapan guruku, me-yakinkan beliau bahwa aku mengerti, dan berterima kasih. Itu benar. Aku memang mengerti, tapi tidak memahaminya dengan hati. Aku tetap menjadi pribadi yang sama sampai setahun kemudian, ketika tiba saatnya aku memilih SMA.

Secara pribadi, aku ingin melanjutkan pendidikan di SMA 5 Surabaya yang terkenal sebagai sekolah yang prestisius. Tentu saja aku menyampaikan niatanku ini kepada kedua orangtuaku dan mendapat tentangan dari Mama.

“Mama enggak mau kamu melanjutkan sekolah di Sura-baya sendirian. SMA 5 itu di tengah kota, susah kalau mau cari kos-kosan di sekitar sana. Bayar sekolahnya juga mahal sedangkan adikmu juga mau masuk sekolah. Mama enggak punya uang, Na,” ujar Mama saat itu. Aku sangat kecewa mendengarnya. Aku memilih melanjutkan sekolah di SMA

6

5 Surabaya karena aku mendengar banyak hal-hal baik ter-masuk tingginya kesempatan untuk diterima di perguruan tinggi negeri lewat jalur undangan.

Alih-alih mendukung ideku yang berpikir jauh ke perguruan tinggi, Mama malah memintaku mempertim-bangkan SMA di Malang yang memberi beasiswa penuh. “Lagipula, apa salahnya sekali-sekali membantu orangtua?” lanjut Mama membuatku tidak bisa berkata apa-apa. Akhir-nya dengan berat hati, aku menyetujui hal itu dan memulai proses pendaftaran di SMA tersebut. Seperti hal yang lain, aku menerapkan prinsip “dream, do, have” yang diajarkan oleh Papa dan berhasil diterima di SMA 10 Malang (Sampoerna Academy) dengan beasiswa penuh.

Masa-masa SMA bukanlah masa favoritku. Sistem pen-didikan yang menggunakan dua kurikulum, Cambridge dan KTSP, membuatku kewalahan. Selain itu, aku juga harus mengikuti kegiatan di luar kelas dengan batas minimal 240 jam dalam lima semester. Hal ini membuatku tidak mam-pu mempertahankan nilai sehingga aku tidak bisa mengikuti program persiapan Scholastic Assessment Test (SAT) untuk mendaftar ke perguruan tinggi di Amerika, program yang menjadi andalan SMA-ku saat itu.

“Sudah, kamu enggak usah nangis karena enggak bisa ikut SAT. Kamu kan sudah berusaha dan hasilnya masih seperti itu. Memangnya kenapa kalau harus sekolah di Indo-nesia? Enggak harus di Amerika kan sekolahnya?” tanya Papa saat aku menelepon untuk memberitahukan hasil ujianku saat itu.

7

“Tapi kata Papa dulu kalau bisa aku sekolah di luar ne-geri, kan?” tanyaku sedikit ragu karena sekali lagi, aku men-jadikan apa yang orangtuaku inginkan sebagai tujuanku.

“Papa bilangnya Papa mau kamu sekolah lebih tinggi dari Papa. Minimal S-2. Kalau bisa melanjutkan ke luar negeri Papa akan lebih senang,” ujar Papa membuatku terdiam.

“Papa enggak akan maksa kamu. Sure, Papa memang kepengen kamu jadi dokter seperti Papa. Atau mungkin belajar di luar negeri. Tapi keputusan akhirnya kamu yang ambil, Na. Coba sekarang renungkan dulu apa mimpimu. Buat daftar hal-hal yang kamu suka dan ingin kamu pelajari lebih lanjut. Setelah itu baru dipikirkan usaha seperti apa yang bisa mengakomodir kamu ke tahap selanjutnya. Okay?” kata Papa mengakhiri percakapan kami saat itu.

Perkataan Papa membuatku merenungkan banyak hal termasuk apa yang benar-benar aku inginkan. Saat itu termasuk masa-masa yang sulit karena mendadak aku ke-hilangan arah dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan di kala teman-temanku yang lain bisa dengan sangat jelas menyatakan mimpi mereka. Aku merasa sedikit takut dan iri karena aku sadar ternyata selama ini aku tidak benar-benar mempunyai mimpi. Namun, melihat usaha teman-teman un-tuk mencapai mimpi mereka membuatku merasa tergugah. Aku mungkin berada jauh di belakang mereka dalam usaha meraih mimpi, tapi aku memutuskan untuk mulai bergerak karena tidak ingin tertinggal lebih jauh. It’s better late than never. Setidaknya aku sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk meraih mimpiku.

261

Membuka Kongres PPI Selandia Baru 2017

Muhamad Rosyid Jazuli menyelesaikan studi Master of Public Policy di Victoria University of Wellington, Selandia Baru, pada Desember 2017. Selama menjalani studi di Negeri The Hobbit tersebut, Rosyid mendapat kepercayaan sebagai Ketua PPI Wellington dan sekaligus Ketua PPI Selandia Baru 2016-2017. Rosyid dihubungi melalui e-mail di [email protected]