Perang informasi lapindo daus ppt

7
Konferensi Nasional PRBBK VII 2011 Yogyakarta, 5-8 Desember 2011

description

 

Transcript of Perang informasi lapindo daus ppt

Konferensi Nasional PRBBK VII – 2011

Yogyakarta, 5-8 Desember 2011

Informasi dan Pemulihan Bencana Informasi adalah sesuatu yang

penting bagi sebuah pembuatan keputusan.

Dalam kasus semburan lumpur Lapindo, informasi juga menjadi penting dalam upaya pemulihan bencana. Bukan saja informasi terkait dengan geografis, jumlah korban dan karakter masyarkaat korban, namun juga informasi mengenai duduk persoalan sebenarnya terkait dengan kasus itu.

Informasi mengenai duduk persoalan yang sebenarnya mengenai kasus itu sangat menentukan dalam penyusunan mekanisme ganti rugi yang adil bagi korban lumpur.

Perang Informasi dalam Kasus Lapindo Dalam kasus semburan lumpur Lapindo, informasi

mengenai hal itu sangatlah beragam.

Sebaliknya, kelompok masyarakat sipil dan mayoritas pakar geologi justru mengemukakan bahwa semburan lumpur di Sidoarjo bukan bencana alam namun terkait dengan pengeboran. Informasi mana yang akan mengarahkan kebijakan pemulihan bencana lumpur Lapindo tergantung dari siapa yang memenangkan perang informasi dalam kasus ini.

Perang Informasi dalam Kasus Lapindo

VS

Dampak dari Dominasi Informasi Terhadap Kebijakan Pemulihan ‘Bencana’ Lumpur

Lumpur Sidoarjo Bukan Lumpur Lapindo

Jual Beli Aset Bukan Ganti Rugi

Penawaran untuk Eksplorasi Migas Lapindo di Sidoarjo

Kesimpulan Informasi menjadi salah satu kunci dari kejelasan kebijakan,

program atau kegiatan pemulihan bencana. Dengan informasi yang benar dan lengkap maka kebijakan pemulihan bencana pun akan lebih baik.

Dalam kasus bencana ekologi, seperti dalam kasus Lapindo, sebuah perang informasi tidak bisa terelakan.

Di era konvergensi telematika ini, berbagai media dapat digunakan sebagai outlet dari penyaluran, bahkan perang, informasi. Oleh karena itu perencanaan dan pengelolan informasi menjadi penting dalam hal ini. Terkait dengan ‘perang informasi’ dalam bencana ekologi seperti dalam kasus Lapindo, perencanaan dan pengelolaan informasi saja tidak cukup. Perlu sebuah upaya pengemasan informasi sehingga informasi itu mudah dipahami publik, utamanya para pengambil keputusan.

Firdaus Cahyadi

Yayasan Satudunia