Peranan Advokat
-
Upload
fardana-kusumah -
Category
Documents
-
view
34 -
download
2
Transcript of Peranan Advokat
![Page 1: Peranan Advokat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/55cf99ff550346d033a00fee/html5/thumbnails/1.jpg)
PERANAN ADVOKAT
DALAM SISTEM PERADILAN HUKUM DIINDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
UUD 1945 menentukan secara tegas bahwa negara indonesia adalah negara hukum.
Prinsip negara hukum menuntuk antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang
dihadapan hukum ( equality before the law). Oleh karena itu, Undang-undang dasar juga
menentuksn bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan. Oleh karena itu, selain pelaku kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi, badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman juga harus mendukung terlaksananya kekuasaan kehakiman yang merdeka. Salah
satunya adalah profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggungjawab, sebagaimana
selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003.
Ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 memberikan status kepada
Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum
lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Kedudukan tersebut memerlukan suatu
organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 Ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003, yaitu”Organisasi Advokat merupakan
satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas
profesi Advokat”. Oleh karena itu, Organisasi Advokat, yaitu PERADI, pada dasarnya adalah
organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga
melaksanakan fungsi Negara.
Dengan demikian, profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan
hukum. Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara,
selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya.
Dalam upaya pemberantasan korupsi, terutama praktik mafia peradilan, advokat dapat
![Page 2: Peranan Advokat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/55cf99ff550346d033a00fee/html5/thumbnails/2.jpg)
berperan besar dengan memutus mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran
tersebut dijalankan atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang
telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat.
Kemandirian dan kebebasan yang dimiliki oleh profesi advokat, tentu harus diikuti
oleh adanya tanggungjawab masing-masing advokat dan Organisasi Profesi yang
menaunginya. Ketentuan UU Advokat telah memberikan rambu-rambu agar profesi advokat
dijalankan sesuai dengan tujuan untuk menegakkan hukum dan keadilan.
Untuk menunjang berfungsinya sistem hukum diperlukan suatu sistem etika yang
ditegakkan secara positif berupa kode etika di sektor publik. Di setiap sektor kenegaraan dan
pemerintahan selalu terdapat peraturan tata tertib serta pedoman organisasi dan tata kerja
yang bersifat internal. Di lingkungan organisasi-organisasi masyarakat juga selalu terdapat
Anggaran atau Pedoman Dasar dan Anggaran atau Pedoman Rumah Tangga organisasi.
Namun, baru sedikit sekali di antara organisasi atau lembaga-lembaga tersebut yang telah
memiliki perangkat Kode Etika yang disertai oleh infra struktur kelembagaan Dewan
Kehormatan ataupun Komisi Etika yang bertugas menegakkan kode etika dimaksud. Di
samping itu, kalaupun pedoman atau anggaran dasar dan rumah tangga tersebut sudah ada,
dokumen-dokumen itu hanya ada di atas kertas dalam arti tidak sungguh-sungguh dijadikan
pedoman perilaku berorganisasi. Pada umumnya, dokumen-dokumen peraturan, pedoman
atau anggaran dasar dan rumah tangga terserbut hanya dibuka dan dibaca pada saat diadakan
kongres, muktamar atau musyawarah nasional organisasi yang bersangkutan. Selebihnya,
dokumen-dokumen tersebut hanya biasa dilupakan.
Demikian pula halnya UU Advokat telah menentukan adanya kewajiban menyusun
kode etik profesi advokat oleh Organisasi Advokat untuk menjaga martabat dan kehormatan
profesi advokat. Setiap advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan
ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. Berlaku tidaknya kode etik
tersebut bergantung sepenuhnya kepada advokat dan Organisasi Advokat.
Untuk itu perlu dibangun infrastruktur agar kode etik yang dibuat dapat ditegakkan.
Infrastruktur tersebut membutuhkan budaya taat aturan di lingkungan advokat itu sendiri,
baik aturan hukum negara maupun aturan berorganisasi termasuk anggaran dasar dan rumah
tangga serta kode etik profesi. Tradisi taat aturan inilah yang masih harus dibudayakan secara
luas. Selain itu, sistem dan mekanisme penegakan kode etik juga harus dilembagakan melalui
![Page 3: Peranan Advokat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/55cf99ff550346d033a00fee/html5/thumbnails/3.jpg)
pembentukan Dewan Kehormatan yang credible diikuti dengan mekanisme pengawasan yang
tegas dan efektif.
Sebagai organisasi profesi yang memberikan jasa kepada masyarakat, mekanisme
pengawasan yang dibuat tentu harus pula membuka ruang bagi partisipasi publik dan
menjalankan prinsip transparansi. Tanpa adanya transparansi dan partisipasi publik,
Organisasi Advokat tidak akan dapat menjalankan fungsinya meningkatkan kualitas advokat
demi tegaknya hukum dan keadilan sesuai dengan amanat UU Advokat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana peran Advokat dalam Pelaksanaan Bantuan Hukum?
2. Apa Kendala dalam pelaksanaan bantuan hukum pada setiap tingkat peradilan pidana?
![Page 4: Peranan Advokat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/55cf99ff550346d033a00fee/html5/thumbnails/4.jpg)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran Advokat dalam Pelaksanaan Bantuan Hukum
Advokat sebagai penegak hukum, harus mampu mengoreksi dan mengamati putusan
dan tindakan para ptaktisi hukum lainnya. Advokat harus tanggap terhadap tegaknya hukum
dan keadilan ditengah lapisan masyarakat, dengan menghilangkan rasa takut kepada siapapun
dan tidak membeda-bedakan tempat, etnis, agama, kepercayaan miskin dan kaya dan lain
sebagainya untuk memberi bantuan hukum setiap saat.
Menurut Arip yogiawan mengatakan bahwa: “seorang advokat selalu harus fleksibel
dan kreatif serta mempunyai kualifikasi dan karakter pribadi yang substantif antara lain harus
mempunyai dosis fighting spirit yang cukup karena tanpa dilengkapi oleh suatu fighting
spirit, maka sulit diharapkan seorang advokat dapat bekerja secara maksimal”. Untuk
menciptakan seorang advokat profesional dan berdedikasi tinggi, maka diperlukan beberapa
faktor penunjang, antara lain:1
1. Penguasaan sistem integensia
- Mempelajari berkas perkara dengan mengkonsentrasi potensi yang sesuai
kasus perkara pada ahlinya
- Menyesuaikan situasi dan kondisi pada saat observasi kelapangan dengan
memanfaatkan sarana dan prasarana.
2. Pendalaman ilmu pengetahuan
- Memilih bidang hukum yang dikuasai dan disenangi.
- Memperdalam dan menggali spesialisasi hukum dan memperkaya khasana
kepustakaan.
- Senantiasa mengikuti perkembangan hukum
- Aktif seminar dan diskusi tentang hukum
3. Peningkatan penanganan perkara
- Awal dimulai profesi advokat 100% menangani perkara prodeo dan probono.
- Perimbangan penanganan perkara prodeo/ probono dengan hinirarium
profesi.
4. Komunikasi Profesi
1Yesmi Anwar & Adang,Sistem Peradilan Pidana (konsep, komponen & pelaksanaannya dalam penegakan Hukum diIndonesia), Widya Padjadjaran, Bandung, 2009.
![Page 5: Peranan Advokat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/55cf99ff550346d033a00fee/html5/thumbnails/5.jpg)
- Peningkatan hubungan yang harmonis dengan penegak hukum sesama
advokat, Porli, Jaksa, Hakim dan Pemerintah.
- Menjalin hubungan dengan Mass Media
Kualifikasi Advokat yang profesional dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu sebagao
berikut:
1. Kepribadian Advokat
Kepribadian seorang Advokat menurut UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
Jo Kode Etik Advokat adalah sebagai berikut:
"Advokat/ penasehat hukum adalah warga negara indonesia yang bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria jujur dalam mempertahankan
keadilandan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia demi
tegaknya hukum, setiakepada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945".
Maka dalam hal ini, seorang advokat harus bersedia memberikan nasehat dan
bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan tanpa membedakan kedudukan,,suku,
agama dan kedudukan sosianya. Disamping itu advokat dalam menjalankan tugasnya tidak
semata-mata mencari imbalan materiil, tetapi terutama berjuang untuk menegakkan hukum,
keadilan, kebenaran dengan cara jujur dan bertanggungjawab".
2. Hubunganadvokatdenganklien
Menjaga dan mempertahankan hubungan baik dengan klien adalah tugas utama
seorang advokat. Karena disamping klien merupakan sumber penghasilan, juga oleh karena
profesi advokat merupakan jasa.
Kepercayaan dari pencari keadilan dalam menegakkan hokum dan keadilan menjadi
sangat penting. Jangan sampai kepercayaan yang diberikan hilang, oleh karena klien merasa
diabaikan kepentingannya. Apalagi advokat menyalahgunakan kepercayaan klien. Oleh
karena itu advokat wajib mengurus kepentingan. Klien lebih dulu dari pada kepentingan
pribadi advokat.
Kode eTik advokat tidak membenarkan seorang advokat memberikan janji-janji
kepada klien bahwa perkaranya akan dimenangkan ataupun janji-janji lain yang bersifat
![Page 6: Peranan Advokat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/55cf99ff550346d033a00fee/html5/thumbnails/6.jpg)
memberikan harapan. Advokat hanya boleh menjanjikan bahwa perkaranya akan diurus
sebaik-baiknya dengan mengarahkan segala daya kemampuan guna memenangkan
perkaranya.
3. Cara bertindak menangani perkara
Mengenai cara advokat bertindak dalam menanganiperkara, kode etik telah
mengaturnya dalam Kode Etik Advokat, yaitu sebagai berikut: Advokat/ penasehat hukum
bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapatnya yang dikemukakan dalam
persidangan, dalam rangka pembelaan suatu perkara yang menjadi tanggung jawabnya, baik
dalam sidang terbuka mau pun sidang tertutup, yang diajukan secara lisan atau pun tertulis,
asalkan pernyataan atau pendapat tersebut dikemukakan secara profesiaonal dan tidak
berlebihan dengan perkara yang ditangani.
Advokat/ penasehan hokum mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan
hokum secara cuma-cuma (Prodeo) bagi orang yang tidak mampu, baik dalam perkara
perdata maupun dalam perkara pidana bagi orang yang disangka/ didakwa berbuat pidana
baik pada tingkat penyidikan maupun dimuka pengadilan yang oleh pengadilan
diperkenankan beracara secara cuma-cuma.
Advokat tidak dibenarkan menghubungi saksi-saksi pihak lawan untuk
mendengarkan mereka dalam perkara yang bersangkutan. Dalam suatu perkara yang sedang
berjalan dipengadilan, advokat hanya dapat menghubungi hakim bersama-sama advokat pihak
lawan dan salam menyampaikan surat menyurat tersebut advokat pihak lawan diberikan
tembusan.
Mengenai cara bertindak dalam menangani suatu perkara tindakan seorang advokat
dalam menangani perkara tidak boleh menyimpang dari kode etik yang telah ditentukan,
yang intinya seorang advokat tidak boleh melakukan kecurangan guna memenangkan
perkaranya dalam menangani perkara yang menjadi tanggung jawabnya.
![Page 7: Peranan Advokat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/55cf99ff550346d033a00fee/html5/thumbnails/7.jpg)
B. Kendala dalam pelaksanaan bantuan hukum pada setia tingkat peradilan pidana
Lembaga peradilan (Pengadilan) sebagai salah satu bagian dari sistem peradilan
pidana, akhir-akhir ini kembali menjadi pembicaraan yang hangat. Pembicaraan yang
menyinggung peradilan (Pidana) ini tidak melalui tulisan-tulisan, akan tetapi juga melalui
diskusi-diskusi ilmiah. Hal itu dilakukan, karena lembaga peradilan, memainkan peranan
yang sangat peNting. Lembaga peradilan dalam hal ini diberi mandat untuk mengelola segala
permaslahan hukum dari setiap warga negara dalam mencari keadilan.
Selain itu juga lembaga ini menjadi andalan masyarakat dan bahkaN menjadi
tumpuan dan harapan terakhir bagi mereka yang mencari keadilaN melalui hukum. Satjipto
Rahardjo mengatakan agar mampu melihat dan menilai, dan memutuskan apakah institusi
peradilan berlaku untuk semua atau hanya golongan orang tertentu. Lewat sindirannya The
have always come out ahead akan menyadarkan kita mengenaik eksistensi peradilan.
Benarkan institusi peradilan telah menjalakan misinya sebagai institusi keadilan bagi semua.
Hal diatas, dapat dilihat dari pemberian hak tersangka dalam bentuk bantuan hukum,
dalam pemenuhan HAM tersangka atau terdakwa apabila memang keceNdrungan bahwa
antara aparat penegak hukum justru tidak memenuhi kewajiban sebagai prosedur yang
ditentukan dalam KUHAP, makan aspek pengawasan terhadap aparat dimaksudkan yang
menjadi kendala.
Faktor-faktor yang menghambAt pemenuhan hak untuk mendapatkan bantuan
hukum dalam praktik peradilan pidana diindonesia adalah:
1. Pandangan masyarakat terhadap advokat bahwa bantuan jasa hukum yang diberikan
advokat, pengacara atau pembela meRupakan komoditi atau barang mewah yang
hanya dapat dijangkay oleh orang kaya.
2. Ketersediaan penasihat hukum sangat terbatas dan hanya ada dikota-kota besar. Hal
ini dikarenakan jumlah kasus yang sedikit menyebabkan keengganan dari para
advokat untuk menjalankan profesinya didaerah-daerah terpencil.
3. Masih kurangnya jumlah penasihan hukum dan kurangnya tenaga penasihat hukum
yang profesionAl dan terdakwa sendiri untuk tidak mau didampingi penasihat
hukum.
![Page 8: Peranan Advokat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/55cf99ff550346d033a00fee/html5/thumbnails/8.jpg)
4. SDM aparat penegak hukum yang tidak siap kalau harus berhubungan dengan
advokat dan Sikap apatis yang menganggap advokat yang sudah terkenal pasti tidak
mau menangani perkara prodeo.
5. Keterbatasan anggaran dari Departemen Kehakiman dan HAM untuk biaya bantuan
hukum itu sendiri.
Kendala yang lebihutama adalah, kurangnyamekanismekontrol internal oleh
beberapa kalangan dianggap kurang mampu mengatasi permasalahan penyimpangan dalam
instansi penegak hukum yang ada saat ini. Lemahnya mekanisme kontrol pada tiap-tiap sub
sistem tidaK dapat dilepaskan dari ketentuan perundang-undangan yang mendasarinya.
Selayaknya mekanisme kontrol Dimaksudkan untuk memastikan kinerja setiap lembaga
dalam mencapai tujuan organisasi yang telah digariskan. Sejauh ini cukup banyak alternatif
diajukan untuk mengembangkan pola dasar yang cukup memadai bagi peningkatan kinerJa
praktisi peradilan dan sejauh ini hasilnya belum memuaskan meskipun selalu tidak akan
memuaskan. Keprihatinan itu tentu saja tidak semata-mata terbatas pada persoalan praktisi,
akademisi, hakim, jaksa dan lainnya tetapi meluas untuk bidang kajian hukum secara umum.
Suatu debat yang sulit dipecahkan apabila daya jangkau fungsi kontrok harus
meliputi berbagai perilaku setiap praktisi peradilan, hakim dan jaksa agar
merekaberperilakusesuai denganstandar yang sudah ditentukan selama diluar tugasnya.
Seharusnya demikian, adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi tersebut.
Misalnya seorang polisi yang mabuk-mabukan dijalan, jaksa yang berhubungan seks dan
hidup tanpa ikatan perkawanian, hakim yang bergaul dengan pejabat terkenal, atau seorang
pengacara yang terlibat homoseksual sampai pada obat terlarang, semua perilaku itu sedikit
dari sekian banyak contoh.
Organisasi Kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, serta kantor hukum tidak
mempunyai wewenang untuk mendikte standar perilaku Diluar tugas seperti itu. Pada
spektrum lain, dengan diberikannya mandat, kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan organisasi
praktisi pengadilan harus dapat menentukan standar perilaku yang sangat keras dengan
cakupan luas sehingga diluar waktu tugasnya.
Berbagai hambatan pemberian bantuan hukum, dalam pemeriksaan perkara pidana,
pada dasarnya meliputi distorsi komunikasi, lemahnua kontrok internal ( Struktur ), dan
kontrok eksternal, kultur dan struktur peradilan yang kurang mendukung, lemahnya
![Page 9: Peranan Advokat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/55cf99ff550346d033a00fee/html5/thumbnails/9.jpg)
penegakan etika dan perlunya pembenahan subtansi hukum. Peta ini menjelaskan persoalan
cukup luas sekaligus spesifik, bersangkut paut dengan standar perilaku kontrol dalam
persoalan dipengadilan. Kontrol dibentuk melalui aparatur yang memiliki hubungan bertautan
dengan berbagai faktor dalam peradilan. Kontrol adalah aktifitas dan proses. Perilaku-
perilaku dikatakan saling bertautan bila seorang bergantung pada perulaku orang lAin.
Melalui pandangan demikian, berbagai upaya untuk membangun kontrol dalam pemeriksaan
perkara pidana. Struktur dan kultur menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kegiatan
tersebut terutama proses pemaknaan melalui komunikasi atau interaksi.
Kendala-kendala lain yang muncul berkaitan dengan fungsi peradilan pidana sebagai
sarana kontrol disebabkan karena seringkali terdapat suatu penafsiran yang berbeda-beda dari
para aparat penegak hukum, bahkan seringkali terdapat suatu penafsiran yang berbeda-beda
dari para aparat pEnegak hukum, bahkan seringkali mengarah pada ketidak patuhan terhadap
hukum positif yang ada, baik dalam hukum acara pidana, hukum acara lainnya maupun
administrasi peradilan dalam praktek sehari-hari dilembaga peradilan. Baik dalam bentuk
lembaga ataupun sekedar sistem yang mempunyai otoritas dalam menyatakan bahwa seorang
aparat lembaga peradilan telah melanggar hukum acara, serta mempunyai kewenangan
memberikan sanksi langsung melalui instansinya.
Perlu ada kontrol antara institusi yang satu dengan institusi yang lain dan
permasalahan sarana prasarana serta kesejahteraan aparat penegak hukum menjadi salah satu
kendala dalam Memperbaiki kualitas penegakan hukum diindonesia. Masalah kesejahteraan
para aparat penegak hukum harus mendapat perhatian. Peningkatan kesejahteraan tersebut
dinilai dapat meningkatkan kinerja aparat hukum dan untuk mengurangi kecendrungaN
melakukan kolusi dan korupsi. Masalah kemandirian aparat penegak hukum menjadi salah
satu unsur yang paling penting dalam upaya memberikan pelayanan hukum pada masyarakat.
Permasalahan indikaSi adanya mafia peradilan dan praktek jual beli putusan
merupakan salah satu penyimpangan yang paling banyak ditemui dari kalangan pengacara
saat berpraktek dipengadilan. Kedua hal tersebut menimbulkan akibat sampingan, Antara lain
kecendrungan masyarakat untuk main hakim sendiri semakin tinggi. Masalah intervensi dari
kalangan eksekutif dan legislatif atas kekuasaan yudikatif dinilai oleh sebagai salah satu
faktor penyebab rusaknya peradilan diindonesia.
Pada masa orde baru dan era reformasi saat ini, intervensi atas proses peradilan
sering kali terjadi, kasusnya dilakukan oleh kalangan eksekutif dan legislatif. Intervensi yang
![Page 10: Peranan Advokat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/55cf99ff550346d033a00fee/html5/thumbnails/10.jpg)
seringkali dilakukan oleh kedua lembaga tersebut merupakan hal yang paling banyak
mendapat sorotan dari pada keluhan atas kelambatan hakim dalam menangani suatu perkara
menjadi salah satu faktor penyebab wajah buruk peradilan indonesia. Hakim banyak yang
menunda putusan. Selain itu secara teknis, hakim cenderung menggampangkan masalah.
Masalah peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih menjadi salah satu
faktor penyebab buruknya kondisi peradilan. Kesejahteraan aparat penegakan hukum harus
mendapat perhatian sehingga mereka dapat bekerja dengan baik dan dapat menghindarkaN
diri dari keceNdrungan untuk melakukan tindakan KKN. Dan sluruh proses peradilan tersebut
harus dapat diawasi, saat ini masalah pengawasan Dinilai tisak berjalan dengan baik.
Walaupun setiap institusi peradilan telah memiliki lembaga pengawas.
Ada pun yang menjadi factor dominan penyebab buruknya kondisi peradilan
Indonesia itu adalahsebagaiberikut:
1. Peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih.
2. Perbedaan penafsiran atas peraturan perundang-undangan.
3. SDM yang tidak berkualitas.
4. Terjadi KKN dilembaga Peradilan.
5. Lain-lain.
Apabila ditelaah lebih jauh, kualitas sumber daya manusia adalah salah satu bidang
yang menjadipusat perhatian masyarakat pemerhati hukum diindonesia ini. Keprihatinan akan
keadaan tersebut, dipaparkan oleh sistem pengawasan bagi aparat yang sangat lemah
menyebabkan permasalahan kualitas SDM menjadi prioritas pembenahan dalam mewujudkan
sistem peradilan diindonesia.
Memperhatikan tindak kepercayaan aparat penegak hukum yang tidak terlalu baik
terhadap sistem, pengawasan yanng berjalan didalam lembaganya. Kelemahan lembaga
pengawas internal tersebut disebabkan beberapa hal, diantaranya adalah:
1. Tingginya espit de corps;
2. Terbentuknya hukum baru berupa perlindungan profesidan hukum tutup mulut bila
itu menyangkut kelemahan/kesalahan sesama teman atau kelemahan organisasi;
3. Ketiadaan kesepakatan mengenai tujuan yang sama dari seluruh sub sistem, (diduga
keras menjadi penyambung masalah terhadap kondisi ini).
![Page 11: Peranan Advokat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/55cf99ff550346d033a00fee/html5/thumbnails/11.jpg)
Dapat ditarik kesimpulan bahwa langkah kedua adalah menata kembali peraturan
perundang-undangan. Pilihan melakukan penggantian SDM merupakan langka ketiga yang
disarankan untuk dilakukan. Tetapi pilihan tersebut merupakan pilihan yang dinilai cukup
ekstem.
Secara umum jawaban yang berhasil didapat adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesejahteraan para aparat penegak hukum.
2. Meningkatkan sistem pengawasan internal dan Eksternal.
3. Menerapkan sistem reward And punishment bagi aparat penegak hukum.
4. Memperbaiki sistem birokasi lembaga peradilan yang ada saat ini.
5. Memperbaiki sistem rekRuitment petugas peradilan.
Selanjutnya, sebagai tindakan preventif sekaligus represif agar tercipta suatu
keadaan dunia peradilan sebagaimana yang diharapkan adalah dengan menciptakan suatu
sistem penegakan hukum bagi aparat peradilan secara lebih tegas. Saat ini yang perlu untuk
dibenahi adalah sistem yang berjalan dalam peradilan saat ini. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah diadakannya suatu sistem pengawasan bagi aparat peradilan. Selama ini
pengawasan kurang berjalan karena sistem yang dipergunakannya kurang tepat. Pengawasan
internal lembaga pengadilan, melalui hakim pengawasan peradilan selama ini terbukti tidak
membuahkan hasil. Sementara lembaga eksaminasi untuk menguji putusan-putusan
pengadilan yang kontroversial belum nampak ada keinginan untuk diterapkan. Karena itu,
pengawasan eksternal menjadi sangat komplementer untuk dilakukan.
Meskipun mekanisme pengawasan yang bersifat internal telah terinkorporasi dalam
setiap subsistem, yang juga sering disebut sebagai pengawasan melekat (waskat), walaupun
effektivitasnya masih banyak diragukan (utamanya karena dugaan adanya in-group feeling
yang cenderung menutupi kesalahan sesama kolega). Beberapa hal yang ditenggarai potensi
muncul dari pelaksanaan mekanisme pengawasan internal antara lain adalah :
a. Jarang sekali ada penjelasan dari lembaga mengenai hasil akhir pengaduan
masyarakat mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya;
b. Produk dan mekanisme pengawasan internal pada umumnya tidak untuk
konsumsi public, tapi hanya bersifat internal;
c. Apabila ada anggota yang diproses, tidak mungkin dapat bersifat obyektif dalam
melakukan investigasi terhadap anggotanya sendiri yangn melakukan
pelanggaran (Solodaritas, ingroup felling);
![Page 12: Peranan Advokat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/55cf99ff550346d033a00fee/html5/thumbnails/12.jpg)
d. Pelanggaran oleh personel SPPT mencerminkan kelemahan ataupun keburukan
lembaga tersebut, termasuk fungsi pendidikan dan pelatihannya, sehingga sulit
diharapkan bahwa hal semacam ini akan diekspose oleh suatu lembaga internal;
e. Proses invertigasi oleh lembaga internal terhadap anggotanya cenderung
diwarnai oleh conflict of interest sehingga hasilnya kurang kredibel.
Rasa esprit de corps yang tumbuh di kalangan aparat penegak hokum disebabkan oleh
sikap eksklisif yang berdampak dapat menghambat semangat interdepedensi sesame lembaga
penegak hukum merupakan salah satu elemen pokok dalam system peradilan terpadu, agar
satu sama lain dapat mendukung dan memberikan dukungan untuk mencapai tujuan-tujuan
objektif dari system peradilan terpadu tersebut. Untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan
dalam pengawasan internal, maka haruslah diperdayakan (empowerment) fungsi pengawasan
eksternal sehingga dapat memperkuat dan mendorong fungsi pengawasan pada umumnya
terhadap kinerja dan integritas masing-masing jajaran sebagai sub-sistem dalam proses
penyelenggaraan peradilan.
![Page 13: Peranan Advokat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/55cf99ff550346d033a00fee/html5/thumbnails/13.jpg)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN