PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA...

160
PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN: STUDI KASUS HUBUNGAN ISLAM DAN KATOLIK DI DESA PABIAN KABUPATEN SUMENEP Tesis Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (M.Ag) Oleh Wasil NIM: 21130321100021 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA KONSENTRASI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA PROGRAM MAGISTER FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/ 2018 M

Transcript of PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA...

Page 1: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN:

STUDI KASUS HUBUNGAN ISLAM DAN KATOLIK DI DESA PABIAN

KABUPATEN SUMENEP

Tesis

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Magister Agama (M.Ag)

Oleh

Wasil

NIM: 21130321100021

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

KONSENTRASI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

PROGRAM MAGISTER FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/ 2018 M

Page 2: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Tesis berjudul 6'PERAN PEMIIKA AGAMA DALAM MEMELIHARAKERUKUNAN: STI-IDI KASUS HUBUNGAN ISLAM DAN KATOLIK DI DESAPABIAN KABUPATEN SUMENEP" telah disahkan oleh tim penguji pada tanggal27 Aptll2018.

Tim Penguji

Ketua Tim Penguli

fit\V"Dr. Atiyatul UIya" M.Ae.NIP. 19700112 199603 2 001

Prof. Dr. M. Ridwan Lubis" M.A.NrP. i 9410109 t977A3 I A02

Anggota,

Maulana. M.Ag.NrP. 19650207 199903 1 001

Penguji II(

@Dn M. Amin Nurdin, M.A.NIP. 19550303 198703 1 003

Pembimbing II

r 129 199403

'. Media Zainul Bahri. M.A.NrP. 1975r0r9 200312 1 003

Page 3: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Nama Lengkap

Tempat, Tanggal Lahir

NIMProgram Magister

Program Studi

Konsentrasi

Judul Tesis

LEMBAR PERI{YATAAN

Wasil

04 Maret 1986

21130321 1 00021

(Strata 2) Fakultas Ushuluddin

Perbandingan Agama

Kerukunan Umat Beragama

Peran Pemuka Agama Dalam MemeliharaKerukunan: Studi Kasus Hubungan islam danKatolik Di Desa Pabian Kabupaten Sumenep

Dengan ini saya menyatakan bahr.r'a:

1. Tesis ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhisalah satu persyaratan memperoleh strata dua (S2) di UIN Syarif HidayatullahJakarla.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkansesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil .iiplakan dari karya orang lain, maka saya bersediamenerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

04 Maret 2018

Wasil

Page 4: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

i

ABSTRAK

Tesis dengan judul “Peran Pemuka Agama Dalam Memelihara

Kerukunan: Studi Kasus Hubungan Islam dan Katolik Di Desa Pabian

Kabupaten Sumenep” ini merupakan penelitian kualitatif yang deskriptif-analitis

dengan menggunakan pendekatan sosiologis. Sebuah pendekatan yang digunakan

peneliti untuk memahami interaksi umat Islam dan Katolik di Desa Pabian yang

berjalan harmonis dan penuh kerjasama. Dan kemudian bagaimana pola-pola

interaksi itu dipengaruhi dan dilandaskan atas dasar pemahaman ajaran agama

yang diinternalisasikan dan diaktualisasikan oleh pemuka agama masing-masing.

Hal ini menegaskan peran pemuka agama dalam mewujudkan dan

memelihara kerukunan antar umat beragama sangat besar dan dibutuhkan. Peran

pemuka agama dibutuhkan dalam hal membangun dan menginternalisasikan

teologi kerukunan atau memberikan pemahaman keagamaan moderat dan toleran

terhadap umat beragama.

Pemahaman keagamaan umat beragama sangat mempengaruhi tingkat

harmoni dan kondisi kerukunan antar umat beragama. Jika suatu masyarakat

memiliki pemahaman keagamaan yang eksklusif dan ekstrem, maka yang terjadi

adalah sikap saling curiga, permusuhan dan sesat-menyesatkan. Bahkan apapun

yang menjadi simbol dari keberadaan agama yang dianggap musuh dan sesat, bisa

mudah jadi sasaran kebencian yang berimplikasi pada perusakan atau kekerasan

atas nama agama.

Untuk mencegah terjadinya konflik antar umat beragama, pemahaman

keagamaan yang moderat dan toleran sangat diperlukan. Moderat dengan sebuah

pengertian pemahaman keagamaan yang tidak eksklusif dan ekstrem, namun

berada dalam posisi di tengah. Sedangkan toleran dalam arti menerima perbedaan

agama sebagai kondrat Tuhan dan sanggup berdampingan secara damai dan penuh

kerjasama.

Di sinilah signifikansi peran pemuka agama dalam memberikan dan

menanamkan pemahaman keagamaan yang moderat dan toleran kepada umat

beragama di Desa Pabian Kabupaten Sumenep dengan melalui berbagai media

seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan kuliah

subuh. Sehingga hal ini memberikan dampak dan motivasi positif pada hubungan

dan interaksi antar umat beragama di Desa Pabian yang berjalan dengan rukun

dan damai.

Interaksi antar umat beragama di Desa Pabian bisa dilihat dan telah

terwujud dalam bentuk-bentuk kerjasama yang saling menguatkan dan

membutuhkan seperti hubungan dalam bentuk sosial-keagamaan, kesehatan,

pendidikan, dan ekonomi. Bentuk-bentuk kerukunan ini dilandasai atas dasar

sikap saling menerima dan menghormati antar umat beda agama.

Dengan demikian, pemahaman keagamaan yang moderat dan toleran yang

ditanamkan oleh pemuka agama masing-masing, umat Islam dan Katolik di Desa

Pabian tidak akan mudah terpancing dengan isu-isu provokatif yang dapat

merusak harmoni dan kerukunan tersebut.

Kata Kunci: Pemuka Agama, Kerukunan, Islam dan Katolik, Desa Pabian

Page 5: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

ii

KATA PENGANTAR

هلل الرحمن الر حيما بسم

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha

Penyayang, Tuhan seru sekalian alam, penulis ucapkan syukur atas kuasa dan

kehendak-Nya penulis bisa menyelesaikan penelitian tesis “Peran Pemuka

Agama dalam Memelihara Kerukunan: Studi Kasus Hubungan Islam dan

Katolik Di Desa Pabian Kabupaten Sumenep” ini dengan penuh perjuangan.

Shalawat dan salam penulis haturkan kepada hamba pilihan yang bersahaja, kaya

hati, dan pembawa rahmat bagi seluruh umat manusia yakni Nabi Muhammad

Saw.

Penulis menyadari, penelitian dan penyelesaian tesis ini mengalami

berbagai macam aral dan cobaan. Namun berkat doa dan bantuan dari berbagai

pihak, semuanya itu dapat diatasi. Dengan segala hormat, perkenankanlah penulis

menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak

membantu dalam proses penyelesaian tesis ini, di antaranya:

Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A (Dekan Fak. Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta), Dr. Atiyatul Ulya, M.Ag (Ketua Program Magister Fak.

Ushuluddin), Maulana, M.Ag (Sekretaris Program Magister Fak. Ushuluddin),

Toto Tohari, S.Th.I (Staf Fak. Ushuluddin).

Prof. Dr. M. Ridwan Lubis, M.A (Guru Besar Fak. Ushuluddin) dan Dr.

Media Zainul Bahri, M.A (Kajur Studi-studi Agama Fak. Ushuluddin) sebagai

pembimbing sekaligus motivator bagi penulis. Atas segala bimbingan, bantuan,

dan motivasinya, penulis bisa menyelesaikan tesis ini.

Page 6: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

iii

Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si (Wakil Dekan Bid. Akademik) dan

Dr. M. Amin Nurdin, M.A (Dosen Fak. Ushuluddin). Atas segala kritikan dan

bimbingannya sehingga tesis ini bisa diperbaiki menjadi lebih baik lagi.

Ayahanda dan Ibundaku tercinta alm. Akib dan Rasidah, adikku Rif’atul

Hasanah (iif), mertua saya Hj. Eha Julaeha dan alm. Hamim. Dan juga kakak

ipar saya, H. Abd. Rahmat Syukur, M.A., dan H. Dadan Hermanto, M.A.,

serta para keluarga besar atas segala doa, kebaikan dan bantuan moral dan moril

sehingga saya bisa menyelesaikan studi ini.

Istriku tercinta dan terkasih Enung Solihah, S.Th.I yang begitu setia,

sabar dan tegar dalam menemani, memberikan motivasi dan doanya kepada

penulis sehingga akhirnya studi dan tesis ini bisa diselesaikan dengan baik.

Tak lupa pula Bang SS. Terimakasih banyak atas segala bantuan dan

kebaikannya selama ini. Teman-teman Magister Jurusan Perbandingan Agama,

Ahmad Muhibi, Eddy Najmudin, Juli Ahsani, Habiburrahman. Teman-teman

Khong Hu Cu, Pak Uung Sendana L. S, Epih. Teman-teman Ikatan Alumni

Annuqayah (IAA) Jakarta Raya dan Formad (Forum Mahasiswa Madura)

Jabodetabek.

Semoga jasa baik yang telah diberikan kepada penulis Tuhan dengan

Maha Kasihnya membalas dengan sebaik-baik balasan. Amiin!!!

Jakarta, 4 Maret 2018

Wasil

Page 7: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

iv

DAFTAR ISI

Abstrak ......................................................................................................... i

Kata Pengantar .......................................................................................... ii

Daftar Isi ...................................................................................................... iv

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................. 01

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 01

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................. 11

C. Tujuan Penelitian ................................................................. 12

D. Tinjauan Pustaka ................................................................ 13

E. Metodologi Penelitian ......................................................... 14

E. Sistematika Penulisan .......................................................... 16

BAB II : PEMUKA AGAMA, KERUKUNAN DAN KONFLIK .... 18

A. Pengertian Status, Peran dan Pemuka Agama ..................... 18

B. Konsep Kerukunan Umat Beragama ................................... 25

C. Konsep Konflik Umat Beragama ........................................ 31

BAB III : BASIS KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA

................................................................................................. 42

A. Landasan Ideal Kerukunan ................................................. 42

B. Regulasi Kerukunan Umat Beragama ................................. 45

C. Teologi Kerukunan Dalam Islam dan Katolik .................... 60

BAB IV : KONDISI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DESA PABIAN

KABUPATEN SUMENEP ................................................... 72

A. Asal Usul Madura .............................................................. 72

B. Sumenep: Sejarah dan Masa Kini ...................................... 76

C. Desa Pabian: Letak Geografis dan Kondisi Sosial Budaya

Masyarakat ......................................................................... 84

D. Karakteristik Masyarakat Pabian ........................................ 87

Page 8: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

v

BAB V : PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA

KERUKUNAN DI DESA PABIAN ..................................... 94

A. Pemuka Agama dan Wacana Kerukunan .......................... 94

B. Peran Pemuka Agama Islam dan Katolik dalam Memelihara

Kerukunan ......................................................................... 99

1. Internalisasi Teologi Kerukunan .................................... 100

2. Penyebaran Paham Keagamaan Moderat ...................... 106

C. Bentuk-bentuk Kerukunan ................................................. 110

1. Sosial-Keagamaan .......................................................... 111

2. Pendidikan ...................................................................... 116

3. Ekonomi ......................................................................... 118

4. Kesehatan ....................................................................... 120

D. Faktor-faktor Kerukunan Di Desa Pabian .......................... 121

BAB VI : PENUTUP ............................................................................. 130

A. Kesimpulan ......................................................................... 130

B. Saran-Saran ......................................................................... 132

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 9: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kerukunan antar umat beragama di tengah masyarakat Indonesia yang

plural dan religius merupakan keniscayaan yang harus terus diupayakan tanpa

henti. Kerukunan tidak bisa datang dan tercipta dengan sendirinya tanpa ada usaha

dan kerja keras bersama untuk menciptakan, menjaga dan memelihara kerukunan.

Tentunya, segala usaha untuk menumbuh-kembangkan dan memelihara

kerukunan antar umat beragama atas dasar kesadaran kolektif akan eksistensi dan

realitas Indonesia sebagai sebuah bangsa yang religius dan plural dari segi agama.

Kesadaran ini akan menjadikan kerukunan hidup umat beragama sebagai hal yang

penting dan strategis untuk dijadikan tanggungjawab bersama.

Kesadaran dan tanggungjawab kolektif akan entitas Indonesia yang plural

(dalam hal agama) akan mendorong adanya early warning system atau usaha

pencegahan dini akan potensi koflik yang rawan pecah. Apalagi Indonesia

dikatagorikan sebagai masyarakat yang rentan (vulnerable society) karena

tinginya tingkat segregasi sosial berbasis pada identitas keagamaan, etnis, dan

golongan.1 Tak dipungkiri, dalam sebuah keragaman, khususnya yang dimiliki

bangsa ini terdapat sifat rentan pecah.

Hal ini tidak berarti ingin mencurigai pluralitas agama sebagai sesuatu yang

paradoks, di satu sisi pluralitas agama diterima sebagai kekayaan dan kekuatan

1 Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik (Jakarta: Kencana, 2014), h. xviii.

Page 10: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

2

bangsa, di sisi yang lain dianggap sebagai ancaman akan kerukunan atau pemicu

konflik. Namun, mengutip Zainal Abidin Bagir, permasalahan mengenai

keragaman ini telah ada sejak awal sejarah Indonesia dan mengambil bentuk yang

berbeda-beda.2 Artinya, realitas historis Indonesia sebagai sebuah bangsa yang

plural kerap diwarnai konflik dan kekerasan atas nama agama yang telah banyak

menyisakan kisah pilu dan ironi bagi masa depan kerukunan.

Konflik atau kekerasan ini tentunya tidak pernah dibenarkan dan tidak

mendapatkan justifikasi oleh dan dari agama apapun. Semua agama merupakan

keniscayaan mengajarkan kebaikan dan kedamaian. Dengan sebuah pengertian,

agama menjadi sumber nilai dan moral bagi pemeluknya untuk melakukan

kebaikan dan menciptakan kedamaian dalam keragaman.

Seperti dalam agama Islam mendambakan rasa damai dan menjadi penebar

kedamaian. Dalam hal ini sudah terlihat dari esensi kata Islam itu sendiri yang

memiliki arti dan mengajarkan tentang perdamaian. Begitu juga pesan damai

dalam ajaran Kristiani di mana Yesus dipercaya oleh umat Kristen sebagai tokoh

sentral yang menjadi juru selamat yang mengajak umatnya untuk cinta dengan

kedamaian.3 Dengan demikian, Islam maupun Kristen sama-sama mengajarkan

cinta kasih atau kasih sayang bagi seluruh alam semesta.

Agama harus dapat mewujudkan masyarakat ke dalam situasi dan kondisi

yang rukun dan damai. Agama tidak diajarkan untuk memecah belah harmoni

sosial masyarakat. Agama menjadi kekuatan strategis untuk menyatukan atau

2 Zainal Abidin Bagir, dkk., Pluralisme Kewargaan: Arah Baru Politik Keragaman di

Indonesia (Bandung: Mizan, 2011), h. 12. 3 Ridwan Lubis, Agama dan Perdamain: Landasan, Tujuan, dan Realitas Kehidupan

Beragama di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2017), h. 127-129.

Page 11: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

3

mengharmonikan kemajemukan masyarakat dengan landasan toleransi dan

inklusif. Tetapi, agama juga potensial dijadikan faktor disharmoni dan konflik

ketika agama seringkali diperalat dan dimanipulasi untuk kepentingan ekonomi

dan politik.4 Dalam perjalanannya, persoalan agama bagi masyarakat Indonesia

yang plural memiliki sensitifitas yang tinggi sehingga konflik yang sebenarnya di

luar agama dengan gampangnya ditarik ke wilayah agama.

Ma’ruf Amin memberikan penegasan hal ini dengan mengambil contoh

konflik yang terjadi di Ambon dan Poso tidak disebabkan oleh persoalan agama,

tapi kemudian para pelakunya melibatkan agama untuk mendapatkan dukungan

yang lebih banyak dari pemeluknya atau ingin meraih simpati dan emosi dari

kelompok agamanya. Dengan demikian, agama dimanfaatkan sebagai faktor

pemersatu bagi komunitas dengan identitas agama tertentu, namun menjadi faktor

pemecah belah antar kelompok agama berbeda.5

Konflik yang kerap mewarnai dinamika kehidupan umat beragama di

Indonesia dari awal Orde Baru hingga Reformasi adalah persoalan perjumpaan

Islam dan Kristen (Katolik) yang dinamis dan fluktuatif. Islam dan Kristen

sebagai agama yang memiliki sifat dinamis dan dikembangkan melalui misi dan

dakwah. Tak jarang dalam perjalanan dan perjumpaan kedua agama ini seringkali

menjadi pemicu konflik antar umat beragama di Indonesia.

Bibit-bibit konflik yang melibatkan Islam dan Kristen sudah ada, ternanam,

tumbuh dan mulai pecah sejak awal Orde Baru berkuasa. Konflik berawal dari

kecurigaan dan kebencian antar kedua agama terkait persoalan kristenisasi atau

4 Ma’ruf Amin, Harmoni Dalam Keberagaman: Dinamika Relasi Agama-Negara (Jakarta:

Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Antar Agama, 2011), h. 92. 5 Ma’ruf Amin, Harmoni Dalam Keberagaman: Dinamika Relasi Agama-Negara, h. 20-21.

Page 12: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

4

penyebaran agama dan pendirian rumah ibadah di daerah-daerah yang

diasosiasikan dengan identitas agama tertentu. Misalkan daerah Aceh diasosiakan

dengan Islam, Papua dengan identitas Kristennya, atau Suku Madura dengan

Identitas Islamnya. Kerentanan yang awalnya hanya dipicu oleh segregasi sosial

berbasis etnis, kemudian dipertajam dengan segregasi sosial berbasis identitas

etnis yang diasosiasikan dengan agama tertentu. Kondisi inilah yang mewarnai

konflik Islam dan Kristen sejak awal Orde Baru hingga era Reformasi, bahkan

dalam kondisi Indonesia kekinian.

Konflik dan kekerasan ini sebagai potret ironi yang mencabik-cabik kohesi

sosial yang dibangun dan diwariskan oleh para pendiri bangsa. Konflik hanya

memberikan luka dan dendam, serta korban jiwa dan kerugian lainnya. Konflik

yang destruktif harus dihindari, bahkan dihilangkan untuk mencapai kerukunan.

Semua pihak pastinya menginginkan kedamaian dan kerukunan, serta dibutuhkan

perannya untuk mengupayakan dan menjaga kerukunan sebagai kesadaran dan

tangungjawab kolektif.

Untuk menciptakan dan menjaga kerukunan bukan sekedar sebagai

tanggungjawab dan peran pemerintah, namun juga dibutuhkan peran serta semua

elemen bangsa, salah satu utamanya peran sentral para pemuka atau tokoh agama.

Kerukunan tidak akan efektif jika hanya atas dasar prakarsa atau inisiasi dari

pemerintah, harus juga didasari oleh kemauan bersama umat beragama, karena

esensi dari kerukunan itu sendiri adalah umat beragama itu sendiri.

Sejak awal, upaya menciptakan dan menjaga kerukunan antar umat

beragama telah dilakukan oleh pemerintah melalui jalur penetapan regulasi, meski

Page 13: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

5

dimaknai politis dan formalistis. Perwujudan kerukunan yang mencuat kemudian

adalah kerukunan yang terkesan formalitas dan rapuh. Artinya, orang

menghormati penganut agama lain hanya karena sama-sama satu suku, satu

bangsa dan negara, maka saling rukun, tidak memunculkan kekerasan dan saling

menindas. Kerukunan yang dilandasi pada ikatan primordialis dan politis

semacam ini seringkali bersifat semu dan rapuh.6

Tentunya, yang didambakan bersama adalah kerukunan yang terwujud

dalam pergaulan, kerjasama dan kehidupan riil antar pemeluk beda agama dengan

landasan saling memahami, menghormati, memperdulikan, dan membantu

sebagai sebuah sikap dari golongan umat beragama yang terbuka. Kerukunan

semacam ini yang dibutuhkan, bukan yang semu, melainkan yang dinamis dan

hakiki, kerukunan yang murni, mempunyai nilai dan bebas tanpa hipokrisi. Yang

demikian ini adalah kerukunan yang berpegang pada prinsip dan ajaran yang

digali dari masing-masing agama.7

Di sini peran penting pemuka agama dibutuhkan untuk mengajak dan

membimbing umat beragama lebih menggali ajaran agama sendiri dan mengenal

agama lain secara objektif sebagai titik temu akan adanya kesamaan dan

perbedaan ajaran agama yang bisa dijadikan pijakan bersama untuk

menumbuhkan kesadaran dan ketulusan dalam membangun dan menjaga

kerukunan antar umat beragama. Adanya perbedaan dalam ajaran tiap agama

harus disadari dan dipahami bahwa perbedaan adalah konsekuensi logis dari

keragaman dan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihilangkan, tetapi harus

6 Syahrin Harahap, Teologi Kerukunan (Jakarta: Prenada, 2011), h. 6 dan 53.

7 Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (Jakarta: Ciputat Press,

2005), h. 4-5 dan 22.

Page 14: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

6

diterima dengan sikap tulus saling menghargai, menghormati dan kerjasama

dengan memprioritaskan cinta kasih dan meniadakan kecurigaan, kebencian, dan

permusuhan.

Dengan demikian, kondisi kerukunan antar umat beragama sangat

dipengaruhi oleh tingkat pemahaman keagamaan umat beragama itu sendiri,

dengan sebuah pengertian, jika pemahaman keagamaan suatu masyarakat bersifat

terbuka, tidak literal dan radikal, maka bisa menjadi salah satu kunci awal dalam

mencegah terjadinya konflik, sehingga kerukunan umat beda agama bisa tercipta

dan terpelihara dengan baik tanpa kecurigaan dan permusuhan.

Untuk mencegah terjadinya konflik antar umat beragama, pemahaman

keagamaan yang moderat dan toleran sangat diperlukan. Moderat dengan sebuah

pengertian pemahaman keagamaan yang tidak eksklusif dan radikal, namun

berada dalam posisi di tengah. Sedangkan toleran dalam arti menerima perbedaan

agama sebagai kondrat Tuhan dan sanggup berdampingan secara damai dan penuh

kerjasama. Di sinilah peran vital pemuka agama untuk memberikan dan

menanamkan pemahaman keagamaan yang moderat dan toleran kepada umatnya.8

Selain berperan dalam internalisasi paham keagamaan yang tidak radikal

dan literal, signifikansi peran pemuka agama dalam menjaga atau memelihara

kerukunan umat beragama juga dikarenakan adanya kedekatan dengan umatnya.

Pemuka agama tentunya punya pengaruh kuat untuk mengarahkan umatnya ke

dalam suasana konflik atau rukun. Dengan demikian, kerukunan umat beragama

di Indonesia akan sangat bergantung pada peran vital pemuka agama sebagai filter

8 Ma’ruf Amin, Empat Bingkai Kerukunan Nasional (Banten: Yayasan An-Nawawi, 2013),

h. 135.

Page 15: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

7

terhadap sikap-sikap penuh kecurigaan dan permusuhan, khususnya di daerah-

daerah yang memiliki tingkat segregasi sosial tinggi yang didasarkan pada

identitas agama seperti halnya Madura.

Madura yang berada di Provinsi Jawa Timur adalah salah satu daerah di

Indonesia yang memiliki tingkat segregasi berbasis etnis dengan identitas agama

Islam yang kuat. Konstruksi masyarakat Madura dengan tingkat keislaman yang

fanatik bisa mudah diarahkan kepada suasana konflik atau rukun tergantung pada

pemuka agama, dalam hal ini kiai atau ustadz dalam memberikan pemahaman

keagamaan yang literal dan ekstrem atau moderat penuh toleransi.

Masyarakat Madura diasosiasikan dengan Islam dan memiliki

keberagamaan yang kuat, sikap ketaatan pada Islam yang mengakar. Derajat

keislaman orang Madura umumnya disejajarkan dengan orang Aceh dan Minang

di Sumatra, Sunda di Jawa, dan Bugis di Sulawesi. Artinya, sikap kepatuhan,

ketaatan, dan kefanatikan orang Madura pada Agama Islam sudah lama terbentuk.

Secara harfiah mereka memang sangat patuh menjalankan syari’at Islam dalam

kehidupan sehari-hari seperti halnya melaksanakan sholat lima waktu, berpuasa,

berzakat, dan juga bersedekah, serta berjihad (berkiprah di jalan Agama) dan juga

hasrat untuk menunaikan kewajiban naik haji juga sangat besar. Itulah sebabnya

mengapa seorang kiai, orang yang haji, dan panutan keagamaan mendapat tempat

yang terhormat di mata masyarakat.9

Kefanatikan mayarakat Muslim Madura juga bisa dilihat dari mayoritas

mereka hanya mau menerima satu paham keagamaan saja. Paham keislaman yang

9 Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya seperti Dicitrakan Peribahasanya (Yogyakarta: Pilar Media, 2007), h.

42-45.

Page 16: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

8

mereka terima adalah Paham Sunni. Orang Madura, baik Bangkalan, Sampang,

Pamekasan, dan Sumenep di ujung timur pulau, dalam menjalani kehidupan

beragama sebagai umat Islam, pada umumnya mengikuti aliran ahlus sunnah wal

jamaah, penganut Mazhab Imam Syafii.10

Ahlus sunnah wal jamaah atau lebih sering disingkat Aswaja atau Sunni

merupakan salah satu aliran sekte dalam Islam yang secara teologi mengikuti

paham yang dikembangkan oleh Asy’ariyah dan Maturidiyah. Di Indonesia,

paham ini dirawat secara terorganisir oleh banyak organisasi keislaman.

Diantaranya yang paling tampak adalah Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi

Islam terbesar di Indonesia. Sejak awal berdirinya pada tahun 1926, organisasi ini

menyatakan diri dengan jelas bahwa ia dalam pergerakannya berasaskan Manhaj

ahlus sunnah wal jamaah (Sunni). Hal ini bisa dilihat pada dokumen hasil

Muktamar yang pertama di Surabaya, 21 Oktober 1926.11

Dalam dokumen itu

tertulis bahwa dalam bidang Fikih, NU merujuk kepada salah satu dari imam

empat (madzahib al-arba’ah); dalam bidang akidah kepada Asy’ari dan Maturidi,

dan dalam bidang tasawuf kepada Hamid Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi.

Menariknya, salah satu penentu berdirinya NU—selain K.H. Hasyim Asy’ari—

adalah Kiai Kholil Bangkalan.12

Beliau merupakan ulama ternama asal Madura

yang juga sekaligus sebagai guru dari K.H. Hasyim Asy’ari. Dari itu, tak heran

bila sejak awal kemunculannya saja, NU tidak perlu mengalami kesulitan untuk

10

Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya seperti Dicitrakan Peribahasanya, h. 45-46. 11

Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Ulama Nadlatul

Ulama Kesatu 1926 Sampai Dengan Kedua Puluh Sembilan 1994 (Surabaya: Dinamika Press

Group, 1977), h. 2. 12

M. Solahudin, Nahkoda Nahdliyyin (Kediri: Nous Pustaka Utama, 2013), h. 23.

Page 17: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

9

menjaring umat untuk dijadikan sebagai anggota di Madura. Organisasi ini

kemudian berkembang pesat di Madura jauh melampaui Sarekat Islam yang

sebelumnya pernah berjaya di pulau itu.

Melihat kefanatikan masyarakat Muslim di Madura terhadap paham

keagamaan dan golongan tertentu juga bisa dilihat pada kasus meletusnya tragedi

konflik Sunni dan Syiah di Sampang tanggal pada 26 agustus 2012 lalu, tepatnya

di Desa Karang Gayam Kecamatan Omben. Konflik sektarian yang terjadi di

Sampang memiliki dampak yang signifikan karena ada korban jiwa, pembakaran

puluhan rumah, dan pengungsian warga Syiah ke daerah luar Madura.

Kemunculan konflik Sunni dan Syiah di Sampang diletakkan dalam konteks

masyarakat dengan tradisi dan norma yang kuat. Peran kiai sangat penting dalam

konflik ini, karena kiai mempunyai hubungan yang bersifat hirarkis dengan

masyarakat, seperti halnya hubungan antara patron dan klien. Masyarakat

Sampang menganggap Syiah adalah kelompok yang sesat dan harus diusir karena

membahayakan sekte Sunni yang diklaim sebagai kelompok yang selamat (firqah

najiyah). Maka dari itu, peran Kiai sangat berpengaruh besar dalam meredam

konflik sektarian di Sampang.13

Dengan demikian, penting untuk diteliti ketika di salah satu desa yang ada

di Pulau Madura yang secara keberagamaan sangat fanatik terhadap paham

keagamaan dan golongan tertentu, terdapat sebuah komunitas masyarakat yang

tidak hanya beda paham aliran keagamaan, tetapi juga agama, namun bisa hidup

rukun dan penuh kerjasama. Di sini bisa dianalisa bagaimana komunitas yang

13

Rizal Panggabean & Ihsan Ali-Fauzi, Pemolisian Konflik Keagamaan di Indonesia,

(Jakarta: Pusat Studi Agama Dan Demokrasi, 2014), h. 99-101.

Page 18: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

10

majemuk dapat merajut dan merawat kerukunan tersebut. Bisa diteliti faktor-

faktor yang melandasi, serta bisa dilihat bagaimana para pemuka agama

memainkan perannya dalam menjaga dan merawat kerukunan. Dengan alasan

tersebut, penulis memilih Desa Pabian yang berada di Kabupaten Sumenep untuk

dijadikan lokasi penelitian.

Sumenep merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Pulau Madura

selain tiga Kabupaten lainnya (Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan). Meskipun

berada dalam satu pulau, kalau dari segi pelafalan bahasa, empat kabupaten

tersebut memiliki perbedaan, di mana dialek Sumenep dianggap paling merdu,

halus dan jelas, karena setiap suku kata diucapkan secara penuh dan tegas.14

Ini

nantinya juga menjadi penegasan bahwa orang Sumenep khususnya, memiliki

sifat dan karakter yang ramah dan lembut selain dikenal ketegasannya sebagai

etnis Madura.

Kabupaten Sumenep ini terletak di ujung timur Pulau Madura sekitar 153

km kearah timur Surabaya. Sedangkan agama yang dianut oleh penduduk

Kabupaten Sumenep, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam sensus

penduduk tahun 2010, penganut Islam berjumlah 1.033.854 jiwa (98,11%),

Kristen berjumlah 685 jiwa (0,33%), Katolik berjumlah 478 jiwa (0,27%),

Buddha berjumlah 118 jiwa (0,03%), Hindu berjumlah 8 jiwa (0,01), Kong Hu Cu

5 jiwa (0,002%).15

14

Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya, h. 53-55. 15

"Penduduk menurut wilayah agama yang dianut". Diakses dari www.bps.go.id pada

tanggal 07-02-2018.

Page 19: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

11

Di Desa Pabian inilah, khususnya di Dusun Pasarkayu, terdapat tiga tempat

ibadah untuk umat Muslim, Katolik dan Tridharma yang berdekatan dengan

kondisi kehidupan umat beda agama berada dalam suasana harmonis dan penuh

kerjasama. Tiga tempat ibadah yang dimaksud yaitu Masjid Baitul Arham, Gereja

Katolik Paroki Maria Gunung Karmel, dan Klenteng Pao Xian Lin Kong yang

berada dalam satu RW di Dusun Pasarkayu. Jarak antara satu tempat ibadah ke

tempat ibadah lainnya sekitar 50 meter. Misalnya, posisi Masjid berada di RW

2/RT 4, Gereja dan Klenteng berada di RW 2/RT 1.

Untuk masyarakat Madura secara umum dan Sumenep secara khusus yang

dikenal fanatik terhadap paham keagamaan dan golongan tertentu, konstruk

masyarakat Pabian ini, khususnya warga di Dusun Pasarkayu dengan adanya tiga

tempat ibadah yang berbeda (Islam, Katolik dan Tridharma) menarik dan penting

untuk diteliti dan dikaji oleh penulis. Berdasar pada realitas ini, penulis

melakukan penelitian dengan judul “Peran Pemuka Agama Dalam Memelihara

Kerukunan: Studi Kasus Hubungan Islam dan Katolik Di Desa Pabian Kabupaten

Sumenep.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Potret kerukunan antar umat beragama yang terjadi di Desa Pabian tentunya

begitu banyak faktor yang melatar belakanginya, serta banyak pihak yang terlibat

berperan aktif dalam proses upaya mewujudkan dan memelihara kerukunan

tersebut, maka penulis sadar harus memberikan batasan pada hal yang akan jadi

fokus penelitian ini.

Page 20: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

12

Dalam penelitan ini penulis fokus memberikan batasan hanya pada peran

pemuka agama Islam yang terhimpun dalam Masjid Baitul Arham dan pemuka

agama Katolik yang terhimpun dalam Gereja Katolik Paroki Maria Gunung

Karmel yang ada di Desa Pabian, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Madura,

Jawa Timur.

Dengan demikian, didasarkan pada batasan masalah dalam penelitian ini,

penulis menentukan rumusan masalahnya dalam bentuk pertanyaan yang harus

terjawab dalam penelitian ini:

1. Bagaiman peran pemuka agama Islam dan Katolik dalam memelihara

kerukunan antar umat beragama di Desa Pabian?

2. Seperti apa bentuk-bentuk kerukunan antar umat Islam dan Katolik di Desa

Pabian?

3. Apa faktor yang melandasi terwujudnya kerukunan di Desa Pabian?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dilakukan sesuai dengan batasan dan rumusan

masalah adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui peran pemuka agama Islam dan Katolik dalam memelihara

kerukunan antar umat beragama di Desa Pabian.

2. Menggambarkan bentuk-bentuk kerukunan antar umat beda agama yang

terwujud dalam keseharian dan kehidupan umat beragama di Desa Pabian.

3. Menjelaskan faktor-faktor atau landasan terbentuknya kerukunan antar umat

beragama di Desa Pabian.

Page 21: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

13

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian yang berkaitan dengan tema-tema hubungan Islam-Kristen atau

kerukunan antar umat beragama di Indonesia, baik dari hasil penelitian individu,

kelompok, lembaga-lembaga swadaya maupun institusi pemerintah, tentunya

sudah banyak bermunculan dalam bentuk jurnal, paper, buku dan lain sebagainya.

Sedangkan penelitian yang fokus pada kajian kerukunan umat beragama di

Kabupaten Sumenep tidak banyak dan ada beberapa, di antaranya:

1. “Kearifan Lokal Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama Di

Sumenep” Penelitian ini dilakukan oleh Jamilah dan Taufik Rahman, dosen

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumenep.

Penelitian ini dipublikasikan dalam Jurnal Pelopor Pendidikan, Vol. 6 No. 2

Juni 2014. Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif-

fenomenologis menjelaskan tentang hubungan antar umat beragama di

Madura secara umum, tidak fokus pada lokasi Kabupaten Sumenep.

Hubungan antar umat beragama, di Madura, digambarkan dalam bentuk-

bentuk kerja sama yang dilandasi oleh budaya lokal atau kearifan lokal.

2. “Harmoni Masyarakat Satu Desa Tiga Agama di Desa Pabian, Kecamatan

Kota, Kabupaten Sumenep, Madura”. Penelitian ini dilakukan oleh

Muhammad Suhaidi, Peneliti Sosial Agama Madura dan Wakil Sekretaris

PC NU Sumenep. Dan dipublikasikan oleh Jurnal Harmoni Vol. 13 No. 2

Mei-Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian

lapangan. Pengumpulan datanya dengan observasi dan wawancara

mendalam. Penelitian ini menjelaskan pola-pola relasi umat beda agama

Page 22: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

14

yang berjalan dengan harmonis. Hubungan beda agama yang rukun

digambarkan dengan bentuk-bentuk relasi yang terjalin dinamis dengan

aksi-aksi sosial dan kerjasama antar umat beragama di Desa Pabian.

Harmoni tiga agama yang terjalin dalam kehidupan umat beragama di Desa

Pabin ini, berdasarkan penelitian ini, dilandasi oleh faktor sejarah dan

kearifan lokal.

3. “Hubungan Antar Umat Beragama di Sumenep Madura : Studi Tentang

Hubungan Umat Islam dan Katolik di Kecamatan Sumenep”. Skripsi ini

ditulis oleh Iskandar Dzulkarnain mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama

Fakultas Ushuludin Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta

tahun 2003. Skripsi dengan menggunakan metode sosiologi ini menjelaskan

tentang bentuk-bentuk hubungan antar umat beragama yang ada di Desa

Pabian.

Melihat dan menganalisa fokus pada kajian dari tiga penelitian sebelumnya

di mana lebih mengelaborasi kearifan lokal sebagai landasan kerukunan dan

bentuk-bentuk kerukunan yang terjadi, maka penulis melihat jelas perbedaan

penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan kajian atau studi sebelumnya itu.

Penelitian yang penulis lakukan fokus pada peran pemuka agama dalam

memelihara kerukunan.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif-analisis

dengan menggunakan pendekatan sosiologis, pendekatan tentang interelasi dari

Page 23: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

15

agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antarmereka.16

Pendekatan ini digunakan oleh peneliti untuk memahami interaksi antar umat

beragama yang terjadi di Desa Pabian. Kemudian bagaimana pola-pola interaksi

itu dipengaruhi dan dilandaskan atas dasar pemahaman ajaran agama yang

diinternalisasikan dan diaktualisasikan oleh pemuka agama masing-masing.

Penelitian ini berbentuk studi kasus (case study) terhadap hubungan rukun

yang terjalin antara umat Islam dan Katolik di Desa Pabian Kabupaten Sumenep.

Dari studi kasus ini, sebagai fokus utamanya adalah untuk memahami peran

pemuka agama (Gereja Katolik Paroki Maria Gunung Karmel dan Masjid Baitul

Arham) dalam memelihara kerukunan. Dan juga bentuk-bentuk kerukunan yang

tercipta. Serta mengidentifikasi faktor-faktor yang melandasi terciptanya

kerukunan tersebut.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui studi pustaka dan

wawancara mendalam. Studi Pustaka ini peneliti berusaha memperoleh dan

mengumpulkan data-data serta kemudian membuat analisanya sesuai pokok

bahasan dalam penelitian ini. Data ini berupa buku dan jurnal yang secara khusus

membahas tentang Madura, Sumenep dan Pabian. Serta hal-hal terkait mengenai

kerukunan umat beragama.

Sedangkan jenis wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara bebas

terpimpin dengan tidak terikat secara rigid pada pedoman pertanyaan-pertanyaan

tertentu, melainkan disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat wawancara

16

Joachim Wach, “Sosiology of Religion,” Chicago 1993, h. 11 dalam Dadang Kahmad,

Metode Penelitian Agama: Perspektif Ilmu Perbandingan Agama (Bandung: CV Pustaka Setia,

2000), h. 52.

Page 24: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

16

berlangsung. Namun, pewawancara tetap membawa pedoman yang memuat garis

besar pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal yang akan diselusuri.17

Dalam wawancara ini peneliti mewawancarai beberapa responden atau

informan yang terkait secara langsung dengan pokok analisa penelitian ini di

antaranya adalah ustadz dan ketua takmir Masjid Baitul Arham, Romo dan Humas

Gereja Katolik Paroki Maria Gunung Karmel, Kepala Desa dan Sekretaris Desa

Pabian, warga Desa Pabian, dan juga pekerja di Klinik milik Gereja.

3. Analisis Data

Analisis data ini adalah menyusun data agar data tersebut dapat ditafsirkan.

Dengan demikian peneliti selanjutnya bisa melakukan analisis isi (content

analysis) dengan beberapa tahapan; pertama, reduksi data yaitu meringkas data-

data yang penulis kumpulkan agar menjadi lebih fokus dan tajam; kedua, display

data yaitu menyusun berbagai informasi secara sistematis; ketiga, verifikasi atau

menarik kesimpulan dari data yang dianalisa.18

Untuk teknik penulisannya, penulis menggunakan buku Pedoman Akademik

Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun

2013.

F. Sistematika Penulisan

Sesuai maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, peneliti

membuat sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut:

17

Sutrisno Hadi, Metodologi Riset (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), h. 193. 18

Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Tesis dan Artikel Ilmiah: Panduan Berbasis Penelitian

Kualitatif Lapangan dan Perpustakaan (Ciputat: Gaung Persada Press, 2009), h. 141.

Page 25: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

17

Bab Pertama berisi Pendahuluan yang didalamnya terdapat Latar Belakang

Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Tinjauan

Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab Kedua, mengenai Pemuka Agama, Kerukunan dan Konflik, dimulai

dari Pengertian Status, Peran dan Pemuka Agama, lalu kemudian tentang Konsep

Kerukunan dan Konflik Umat Beragama.

Bab Ketiga, membahas Basis Kerukunan Umat Beragama di Indonesia:

Landasan Ideal Kerukunan, Regulasi Kerukunan Umat Beragama, dan Teologi

Kerukunan dalam Islam dan Katolik.

Bab Keempat tentang Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Desa Pabian

Kabupaten Sumenep mulai dari Asal Usul Madura, Sumenep: Sejarah dan Masa

Kini, kemudian masuk ke pembahasan mengenai Desa Pabian: Letak Geografis

dan Kondisi Sosial Budaya Masyarakat dan Karakteristik Masyarakat Pabian.

Bab Kelima, mengenai hasil temuan dari penelitian terkait Peran Pemuka

Agama dalam Memelihara Kerukunan di Desa Pabian; Pemuka Agama dan

Wacana Kerukunan, Peran Pemuka Agama dalam Memelihara Kerukunan,

Bentuk-bentuk kerukunan serta faktor-faktor yang menjadi landasan terwujudnya

Kerukunan di Desa Pabian.

Bab Keenam adalah Pentutup yang berisi Kesimpulan dan Saran-saran

terkait hasil dari penelitian ini.

Page 26: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

18

BAB II

PEMUKA AGAMA, KERUKUNAN DAN KONFLIK

A. Pengertian Status, Peran dan Pemuka Agama

Pemuka agama, kiai atau ustadz, romo atau pastor, dalam kehidupan sosial

memiliki peran dan pengaruh penting. Peranan penting di sini karena pemuka

agama dalam stratafikasi atau struktur sosial menempati posisi atau status sebagai

pemimpin (informal) dalam hal sosial keagamaan tanpa perlu adanya sebuah

prosesi pengangkatan. Masyarakat memberikan pengakuan dan penghormatan

terhadap pemuka agama karena kapasitas keilmuan agamanya dan moralitasnya.

Peran di sini lahir karena posisi atau status yang melekat pada pemuka

agama atau seseorang dalam struktur sosialnya. Dengan demikian, kedudukan

(status) dengan peranan tidak dapat dipisahkan karena satu sama lain saling

bergantung. Status diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu

kelompok sosial.1 Atau status terkait dengan kedudukan orang dalam

hubungannya dengan masyarakat di sekelilingnya.2

Tidak ada peranan tanpa ada kedudukan atau tak akan ada kedudukan tanpa

peranan. Seseorang yang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, berarti dia menjalankan suatu peranan. Peran diartikan sebagai apa

yang dilakukan oleh seseorang (pemuka agama) dalam posisinya.3 Peran juga

diartikan sebagai perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

1 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 210-213.

2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h. 1338.

3 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana,

2004), edisi keenam, h. 124.

Page 27: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

19

berkedudukan di masyarakat. Sedangkan tindakan yang dilakukan oleh seseorang

dalam status sosialnya disebut sebagai peranan.4

Menurut Levinson, seperti dikutip Soerjono Soekanto, posisi merupakan

unsur statis yang hanya menunjukkan tempat individu dalam kelompok

masyarakat. Sedangkan peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi seseorang

dengan mencakup tiga hal.

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan

rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam

kehidupan kemasyarakatan.

b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan

oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting

bagi struktur sosial masyarakat.5

Sedangkan untuk pengertian pemuka agama, seperti yang tertera pada

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8

tahun 2006, adalah tokoh komunitas umat beragama baik yang memimpin ormas

keagamaan maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui dan atau

dihormati oleh masyarakat setempat sebagai panutan.6

Dalam analisa Kartini Kartono, pemuka agama bisa dikatagorikan sebagai

pemimpin informal yang tidak perlu pengangkatan formal, namun karena

sejumlah kualitas unggul yang dimilikinya sehingga mencapai kedudukan sebagai

4 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta:

PT Gramedia, 2008), h. 1051. 5 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 213.

6 Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama

(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2008), edisi ke-10, h. 295.

Page 28: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

20

orang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok

atau masyarakat.7 Dalam hal ini, sebagai pemimpin informal, pemuka agama

didasarkan atas akseptasi atau pengakuan dan kepercayaan masyarakat.8

Dengan demikian, pemuka agama dengan sejumlah kualitas pribadinya,

yakni kualitas keilmuan agamanya, moralitasnya dan juga atas dasar penerimaan

dan penghormatan dari masyarakat atau kelompok umat beragama, cenderung

memiliki kharisma. Istilah kharisma erat kaitannya dengan teologi dan menunjuk

pada daya tarik pribadi yang ada pada seseorang sebagai pemimpin agama.

Artinya, kharisma ini menyangkut bakat rahmat yang diberikan Tuhan kepada

orang-orang tertentu sebagai pemimpin agama. Kharisma ini digunakan oleh

Weber untuk menggambarkan pemimpin-pemimpin agama di mana dasar dari

kepemimpinan itu adalah kepercayaan dari masyarakat bahwa pemuka atau

pemimpin agama memiliki suatu hubungan khusus dengan ilahi, atau mampu

mewujudkan karakteristik-karakteristik ilahi itu sendiri. Dalam analisa Weber,

istilah kharisma akan diterapkan pada suatu mutu tertentu yang terdapat pada

keperibadian seseorang, yang karenanya terpisah dari orang biasa dan

diperlakukan sebagai orang yang dianugerahi dengan kekuasaan atau mutu yang

bersifat adiduniawi, luar biasa, atau sekurang-kurangnya merupakan kekecualian

dalam hal-hal tertentu.9

7 Kartini Kartono, Pemimpin Dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?

(Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 10-11. 8 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan Gejala

Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana, 2011), Edisi

Pertama, h. 779. 9 Weber, “The Theory of Social and Economic Organization,” h. 358, dalam Doyle Paul

Johnson, Teori Sosiologi: Klasik dan Modern (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), h.

229.

Page 29: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

21

Pemuka agama Katolik, dalam istilah bahasa Indonesia, disebut dengan

istilah romo atau pastor, padri atau bapak.10

Istilah panggilan bapak ini juga

merujuk pada penggunaan dalam bahasa Jawa. Tetapi umat Katolik yang tinggal

di luar Pulau Jawa biasa memanggil dengan sebutan Pastor. Sebutan bapak juga

didasarkan pada 1 Korintus 4:15 dan 1 Tesalonika 2:11-12. Untuk istilah Pastor

dalam Efesus 4:11 disebut dengan gembala.11

Secara khusus dalam Al Kitab

menyebut istilah gembala dalam dua hal. Pertama, Gembala dikaitkan dengan

tugas memelihara ternak (Kejadian 4:2, 29:9, 37:2 ; 1 Samuel 16:11, 17:15, Kel

22:5, 33:1, Lukas 2:8), dan kedua, gembala dipandang sebagai pemimpin (2

Samuel 5:2, 1 Raja-raja 22:17, Yeremia 3:15, Zak 10:2, 11:6, Bilangan 27:17,

Yehezkiel 13:15, 34:23,31 ; Mikha 5:4).

Pemuka agama dalam Islam biasa disebut dengan panggilan kiai atau

ustadz. Sebutan ini merujuk pada kata sapaan untuk seseorang yang pandai dalam

ilmu agama Islam (alim ulama) atau guru agama.12

Dalam konteks masyarakat

Madura, kiai dianggap sebagai orang yang memiliki kepandaian dalam ilmu

keagamaan dan dianggap paling berwewenang (punya otoritas) dalam

menafsirkan hal-hal yang bersifat keagamaan.13

10

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h.

1181, 1028, 997. 11

1 Korintus 4:15 “Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam kristen,

kamu tidak mempunyai banyak bapa.”. 1 Tesalonika 2:11-12 “Kamu tahu, betapa kami, seperti

bapa terhadap anak-anaknya, telah menasehati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi

seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang

memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya.” Efesus 4:11 “Dan Ialah yang

memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-

gembala dan pengajar-pengajar.” 12

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h. 694

dan 1539. 13

Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai

Rezim Kembar di Madura (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004), h. 67.

Page 30: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

22

Menurut Sunyoto Usman yang dikutip Muthmainnah, ada tiga istilah kiai

dalam masyarakat Madura:

1. Kiai diartikan sebagai figur pemimpin pondok pesantren. Status ini

didapat karena keturunan (ascribed status). Penyandangnya adalah

seorang keturunan kiai (anak, saudara kandung, ipar, menantu) yang

mempunyai keahlian dalam ilmu agama.

2. Kiai diartikan sebagai tokoh masyarakat berpengatahuan keagamaan.

Kiai tipe ini tidak menjadi pemimpin namun seringkali mengadakan

pertemuan dengan kiai pemimpin pondok pesantren. Kebanyakan dari

mereka adalah alumni pondok pesantren. Kedudukan ini diperoleh

dengan usaha (achieved status).

3. Kiai diartikan sebagai guru mengaji di musholla atau masjid. Sebetulnya

mereka bukan selalu tokoh masyarakat yang dimintai pendapat, tetapi

hanyalah orang yang mempunyai murid yang belajar mengaji Al Qur‟an.

Di samping itu, mereka juga berfungsi sebagai imam di musholla atau

masjid setempat.14

Masyarakat Madura sangat menghormati dan patuh terhadap kiai. Bahkan,

penghormatan dan kepatuhan terhadap seorang kiai melebihi kepatuhannya pada

pejabat atau pemimpin birokrasi. Hal ini tercermin dari istilah budaya masyarakat

Madura, yakni “Bhuppa‟-Bhabhu‟-Ghuru-Rato”. Dalam bahasa keseharian

berarti Bapak (Bhuppa‟), Ibu (Bhabhu‟), Guru/Kiai (Ghuru), dan Pemimpin

birokrasi (Rato). Konsep ini mengandung pengertian adanya hierarkhi figur yang

14

Sunyoto Usman, “Citra Status Sosial Kiai di Kalangan Masyarakat Madura: Studi Kasus

di Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan,” (Yogyakarta: Depdikbud, 1980), h.101-102,

dalam Muthmainnah, Jembatan Suramadu: Respon Ulama Terhadap Industrialisasi (Yogyakarta:

LKPSM, 1998), h. 43-45.

Page 31: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

23

harus dihormati dan dipatuhi dalam kehidupan sosial-budaya masyarakat

Madura.15

Makna yang terkandung dalam Istilah “Bhuppa‟-Bhabhu‟-Ghuru-Rato”,

dalam konteks sebuah keluarga, menempatkan bapak dan ibu sebagai figur paling

utama yang harus dihormati oleh individu (masyarakat) Madura. Untuk konteks

sosial, figur utama sebagai panutan yang sangat dihormati oleh masyarakat

Madura adalah kiai. Karena kiai, bagi masyarakat Madura, adalah guru yang

mendidik dan mengajarkan pengetahuan agama, memberikan tuntunan dan

pedoman untuk menjalani kehidupan di dunia dan akhirat. Sedangkan para pejabat

atau pemimpin birokrasi berada para posisi terakhir yang harus dihormati secara

hierarkikal.16

Bagi masyarakat Madura, kiai tidak saja menjadi tempat rujukan dalam

permasalahan keagamaan, tetapi juga bagi kehidupan sosial kemasyarakatan.

Siklus kehidupan mulai dari kelahiran, perkawinan, sampai kematian selalu

melibatkan peran kiai. Tak terkecuali dalam soal kesuksesan dan kemalangan

yang dialami masyarakat Madura juga melibatkan peran kiai melalui doa-doa

yang disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.17

Dengan demikian, peran kiai di Madura tidak hanya dalam hal keagamaan

atau ritual keagaman semata. Dalam bidang sosial, ekonomi, bahkan politik, kiai

juga dikedepankan. Soal urusan bertani, masyarakat Madura juga meminta

nasehat dari kiai. Untuk urusan bisnis pun masyarakat minta bimbingan kepada

15

Moh. Hefni, “Bhuppa‟-Bhabhu‟-Ghuru-Rato (Studi Konstruktivisme-Strukturalis tentang

Hierarkhi Kepatuhan dalam Budaya Masyarakat Madura),” Jurnal KARSA, Vol. XI, No. 1 (April

2007): h. 13. 16

Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai

Rezim Kembar di Madura, h. 4. 17

Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai

Rezim Kembar di Madura, h. 68.

Page 32: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

24

kiai. Bahkan, ketika seseorang merasa tidak aman karena suatu ancaman atau saat

lagi berkonflik, mereka juga meminta nasehat dari kiai. Hal ini memperjelas peran

besar kiai dan mempertegas status terhormat kiai dalam kehidupan masyarakat

Madura sebagai pemimpin informal.18

Peranan kiai yang begitu besar dan sentral dalam kehidupan sosial-budaya

masyarakat Madura dikarenakan oleh dua hal sebagai berikut:19

Pertama, tidak bisa dilepaskan dari proses Islamisasi yang terjadi di Madura

di mana pada awalnya berjalan beriringan dengan birokrasi tradisional. Namun

ketika Madura berada dalam kekuasaan VOC pada pertengahan abad ke XVIII,

terjadi pemisahan proses. Mereka yang berada dalam birokrasi kemudian terasing

dengan mereka yang melaksanaan Islamisasi. Begitupun sebaliknya, mereka yang

melakukan Islamisasi terpinggirkan dari birokrasi. Hal ini membuat masyarakat

lebih memihak dan berempati mereka-mereka yang melakukan Islamisasi, yakni

kiai atau ulama.

Kedua, ekologi Madura yang lebih didominasi oleh tegalan20

di mana

struktur tanahnya tidak sesubur persawahan yang ada di Jawa. Artinya, dalam

pengerjaan pertanian tegal tidak membutuhkan birokratisasi yang berfungsi

menjalankan kordinasi dan mobilisasi seperti konsep lingkungan persawahan.

Pertanian tegal hanya cukup dilakukan oleh para anggota keluarga. Konsisi sosial

ekologis Madura yang tegalan ini kemudian menjadikan masyarakat Madura

membuat rumah dekat tanah-tanah yang digarap sebagai lahan pertanian. Hal ini

yang kemudian menjadikan rumah-rumah penduduk terpencar-pencar dalam

18

Muthmainnah, Jembatan Suramadu: Respon Ulama Terhadap Industrialisasi, h. 44-45. 19

Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai

Rezim Kembar di Madura, h. 4-6. 20

Kuntowijoyo, Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta: IRCiSoD, 2017), h. 61-71.

Page 33: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

25

kelompok-kelompok kecil lima atau enam keluarga yang dikelilingi oleh tegal.

Perumahan petani yang berkelompok-kelompok yang terdiri dari para keluarga ini

dikenal dengan istilah tanean lanjang (pekarangan panjang). Dalam pola desa

yang tersebar ini kemudian membuat masyarakat menjadikan agama sebagai

sentimin kolektif melalui ritual-ritual keagamaan. Tidak mengherankan jika dalam

tanean lanjang ada langgar. Atau dalam beberapa kelompok tanean lanjang ada

masjid yang dibangun untuk sembahyang sholat jumat sesuai dengan syariat

dengan minimal 40 orang jama‟ah. Dalam konteks yang demikian ini membuat

masyarakat Madura membentuk organisasi sosial yang didasarkan pada agama

dan otoritas kiai.

B. Konsep Kerukunan Umat Beragama

Istilah kerukunan, dalam konteks Indonesia sebagai bangsa yang multi

agama dan kultur, mulai muncul dari pidato K.H. M. Dachlan sebagai menteri

agama21

pada masa orde baru yang kemudian menjadi istilah baku dalam berbagai

peraturan perundangan-undangan seperti Keputusan Presiden atau Keputusan-

keputusan Menteri Agama dan peraturan lainnya.

Secara etimologis kata „kerukunan‟ berasal dari kata „rukun‟. Di dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia kata rukun memiliki arti sebagai berikut: rukun

(adjective) berarti: baik dan damai; tidak bertengkar. Sedangkan kata kerukunan

21

Pidato Menteri Agama K.H. M. Dachlan disampaikan pada acara pembukaan

Musyawarah Antar Agama tanggal 30 November 1967 dengan menyatakan sebagai berikut:

“Adanya kerukunan antara golongan beragama adalah syarat mutlak bagi terwujudnya stabilitas

politik dan ekonomi yang menjadi program Kabinet Ampera. Oleh karena itu, kami mengharapkan

sungguh adanya kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat untuk menciptkan iklim kerukunan

beragama ini, sehingga tuntutan hati nurani rakyat dan cita-cita kita bersama ingin mewujudkan

masyarakat yang adil dan makmur yang dilindungi Tuhan Yang Maha Esa itu benar-benar dapat

terwujud”. Dikutip dari tulisan H. Tamizi Taher, “Mewujudkan Kerukunan Sejati Dalam Konteks

Masyarakat Majemuk Indonesia Menyongsong Abad Ke-21,” dalam Weinata Sairin, ed.,

Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan Berbangsa: Butir-butir Pemikiran (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2011), Cet. Ke-3, h. 56-57.

Page 34: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

26

berarti (noun): perihal hidup rukun, rasa rukun.22

Jadi, kerukunan hidup umat

beragama bisa diartikan sebagai hidup rukun dalam suasana baik dan damai, tidak

bertengkar antar umat beragama.

Rukun, menurut Niels Mulder seperti dikutip oleh Franz Magnis Suseno,

berada dalam keadaan selaras, tenang dan tentram, dan tanpa perselisihan dan

pertentangan. Artinya, hidup rukun (umat beragama) atau yang disebut dengan

keadaan rukun berarti semua pihak berada dalam keadaan damai satu sama lain,

suka bekerja sama, saling menerima, dalam suasana tenang dan sepakat.23

Atau dalam pengertian sehari-hari, pengertian dari kata rukun dan

kerukunan adalah damai dan perdamaian. Bilamana kata kerukunan dipergunakan

dalam konteks yang lebih luas, seperti antar golongan atau antar bangsa,

pengertian rukun ditafsirkan sesuai tujuan, kepentingan dan kebutuhan. Hal inilah

yang kemudian memunculkan istilah kerukunan sementara, politis dan hakiki.

Kerukunan sementara adalah kerukunan yang dituntut oleh situasi seperti

menghadapi musuh bersama. Jika musuh yang dihadapi bersama sudah tidak ada,

maka keadaan akan kembali seperti semula, yakni kembali berkonflik. Kerukunan

politis adalah kerukunan di mana biasanya terjadi dalam keadaan peperangan

yang kemudian untuk sementara waktu mengadakan perdamaian atau bersepakat

untuk melakukan gencatan senjata sampai waktu yang ditentukan. Kedua

kerukunan ini merupakan kerukunan yang semu. Sedangkan untuk kerukunan

hakiki adalah kerukunan yang didorong oleh kesadaran dan hasrat bersama demi

22

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h.

1187. 23

Niels Mulder, Mysticism and Everiday Life in Contemporary Java. Cultural Persistence

and Change (Singapore: Singapore University Press, 1978), h. 39. Dikutip dari Franz Magnis

Suseno, Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 1984), h. 39.

Page 35: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

27

kepentingan bersama. Dengan demikian, kerukunan yang dibutuhkan oleh

segenap umat beragama adalah kerukunan hakiki, bukan kerukunan semu, tetapi

kerukunan murni yang mempunyai nilai dan harga yang tinggi dan bebas dari

segala pengaruh dan hipokrisi yang dilandasi dan dijiwai oleh ajaran agama

masing-masing.24

Sedangkan dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan

Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan

Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan

Pendirian Rumah Ibadat dijabarkan pengertian kerukunan umat beragama adalah

keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling

pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran

agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.25

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, kerukunan umat beragama

mengandung beberapa unsur penting yaitu: Pertama, kesediaan untuk menerima

adanya perbedaan keyakinan dengan orang atau kelompok lain. Kedua, kesediaan

membiarkan orang lain untuk mengamalkan ajaran yang diyakininya. Ketiga,

kemampuan untuk menerima perbedaan selanjutnya menikmati suasana

kesahduan yang dirasakan orang lain sewaktu mereka mengamalkan ajaran

agamanya. Dan Keempat, kemauan untuk saling menghormati dan bekerjasama.

24

Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (Ciputat: PT Ciputat Press,

2005), Cet. ke-3, h. 4-6. 25

Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama,

h. 294.

Page 36: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

28

Kerukunan itu bisa muncul dalam dua aspek yang saling terkait sebagai

bagian dari konsep kerukunan.26

Aspek pertama adalah kerukunan yang bersifat

eksklusif, yaitu meyakini secara absolut kebenaran ajaran agama yang dianut dan

dipilihnya sebagai jalan hidup tanpa membuka diri terhadap kebenaran lain.

Artinya, setiap orang punya hak dan kebebasan yang sama dalam memilih dan

menentukan keyakinannya tanpa kemudian saling mempertentangkan klaim

kebenaran ajaran agama masing-masing. Dengan demikian, tidak tepat jika

kemudian ada upaya untuk membujuk, apalagi memaksa, orang yang berbeda

keyakinan untuk percaya dan pindah terhadap kepercayaan dan keyakinan yang

lain. Karena keyakinan terhadap ajaran agama tidak mungkin muncul dan tercipta

karena adanya sebuah bujukan dan paksaan, namun lahir dari kepercayaan dan

keyakinan yang mendalam dan sungguh-sungguh.

Aspek kedua adalah kerukunan yang bersifat inklusif, yaitu perilaku

keberagamaan yang dilandasi oleh perasaan yang penuh menghormati,

menghargai, dan membebaskan dan bahkan saling mendukung orang lain

mengamalkan keyakinannya. Bahkan dengan hal ini bisa ikut merasakan

kekhusyu‟an atau kesahduan orang lain dalam mengamalkan ajaran agamanya.

Sedangkan untuk konsep kerukunan umat beragama yang secara resmi

digunakan oleh pemerintah mencakup tiga kerukunan, yaitu: Kerukunan intern

umat beragama; Kerukunan antar umat beragama; Kerukunan antara umat

beragama dengan Pemerintah.27

Konsep kerukunan ini dikenal dengan istilah

26

Konsep kerukunan ini bisa dibaca dalam M. Ridwan Lubis, Agama dalam Diskursus

Intelektual dan Pergumulan Kehidupan Beragama di Indonesia (Jakarta: Pusat Kerukunan Umat

Beragama Kementerian Agama RI, 2015), h. 30-31. 27

Alamsjah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama (Jakarta:

Departemen Agama, 1982), h. 12. Dikutip dari Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-

undangan Kerukunan Umat Beragama, h. 6.

Page 37: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

29

„Trilogi Kerukunan‟ yang dicetuskan pertama kali oleh Menteri Agama H.

Alamsjah Ratu Perwiranegara (1977-1983).

Tentunya, kerukunan hidup beragama bukan sekedar terciptanya keadaan di

mana tidak ada pertentangan intern umat beragama, antar umat beragama dan

antara umat beragama dengan pemerintah. Namun kerukunan itu adalah

hubungan harmonis dalam dinamika pergaulan dan kehidupan bermasyarakat

yang saling menguatkan dan diikat oleh sikap mengendalikan diri dalam wujud:

(a) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadat sesuai dengan agamanya;

(b) Saling menghormati dan bekerja sama intern pemeluk agama, antar umat

beragama dan antara umat beragama dengan pemerintah yang sama-sama

bertanggungjawab membangun Bangsa dan Negara; (c) Saling tenggang rasa

dengan tidak memaksakan agama kepada orang lain.28

Kerukunan atau keadaan hidup rukun umat beragama itu harus dikehendaki

secara sadar dan bebas tanpa ada paksaan. Setiap orang terdorong oleh semangat

kerukunan yang sungguh-sungguh, atau memang ingin rukun, butuh hidup damai

dan tenang, bukan karena sekedar ingin dikatakan rukun. Kerukunan tidak

berhenti asal tidak saling mengganggu atau tidak saling merugikan, tetapi harus

tampak dalam sebuah bentuk kerjasama. Kerjasama ini tercipta melalui sebuah

interaksi, terbina melalui komunikasi yang akrab, sehingga kemudian terbentuk

kerjasama yang saling membutuhkan dan menguatkan. Kerukunan semacam ini

merupakan kerukunan yang dinamis dan fungsional. Kerukunan ini dilandasi

dengan semangat kerukunan sejati, bukan kerukunan yang pura-pura atau semu.

28

AP. Budiyono HD, Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama (Yogyakarta:

Yayasan Kanisius, 1983), h. 218.

Page 38: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

30

Disadari bersama bahwasanya kerukunan tidak muncul dan tercipta dengan

sendirinya tanpa sebuah upaya atau faktor yang melandasinya. Dalam konteks

keindonesian yang majemuk kerukunan dilandasi oleh beberapa faktor: Pertama,

adanya kesadaran, kemauan, dan tanggungjawab yang berangkat dari pemahaman

keagamaan bahwa hidup rukun bagian dari ketaatan akan ajaran agama yang

senantiasa mengajarkan kebaikan, kebenaran dan cinta kasih.29

Kedua, bahwa

kerukunan itu merupakan tuntutan dari budaya dan adat istiadat setempat

(kearifan lokal). Artinya, kearifan lokal sebagai acuan bersama dalam membangun

hidup rukun antar individu atau kelompok umat beragama.30

Ketiga, kerukunan

bagian dari kesadaran diri akan realitas kebangsaan. Artinya, Indonesia sebagai

negara bangsa yang berasaskan pada Pancasila dan sebagai negara hukum

berdasarkan pada Undang Undang Dasar 1945 di mana menjadi rumah bagi

keberagaman suku, agama, budaya, etnis dan kepercayaan. Pancasila dan UUD

1945 menjadi landasan persatuan dan kerukunan dalam perbedaan dan

keanekaragaman.31

Dalam konteks masyarakat Indonesia, menurut analisa Nasikun, kerukunan

itu tercipta karena adanya afiliasi (keanggotaan) yang silang-menyilang (cross

29

Syahrin Harahap, Teologi Kerukunan (Jakarta: Prenada, 2011), h. 8. 30

Kearifan lokal merupakan tata aturan yang disepakati masyarakat yang meliputi aspek

kehidupan, yakni 1) Tata aturan yang menyangkut hubungan antar sesama manusia, yaitu

hubungan antar individu maupun kelompok, 2) Tata aturan yang menyangkut hubungan dengan

binatang dan tumbuh-tumbuhan yang bertujuan untuk konservasi alam, 3) Tata aturan yang

menyangkut hubungan manusia dengan yang ghaib, seperti tuhan dan roh-roh ghaib. Sedangkan

untuk contoh beberapa kearifan lokal sebagai berikut: „Pela Gandong‟ (saudara yang dikasihi;

penguatan persaudaraan lewat gotong royong dalam kehidupan), „Gendong Beta Gendongmu Juga

(deritaku deritamu juga) di Ambon, Maluku; „Weak Hano Lapukogo‟ (susah senang sama-sama),

„Ninetaiken O‟Pakeat‟ (satu satu satu rasa) di Wamena, Papua; „Sambatan‟ (saling membantu) di

Yogyakarta; „Antar-antaran Ugo‟ (persaudaraan) di Jawa Timur; „Taretan Thibi‟ (saudara

sendiri), „Oreng Dhaddhi Taretan, Taretan Dhaddhi Oreng‟ (orang lain menjadi saudara/keluarga,

saudara/keluarga bisa menjadi orang lain), dikutip dari Ma‟ruf Amin, Empat Bingkai Kerukunan

Nasional (Banten: Yayasan An-Nawawi, 2013), h. 196-207. Dan A. Latief Wiyata, Mencari

Madura (Jakarta: Bidik-Phronesis Publishing, 2013), h. 103-106. 31

AP. Budiyono HD, Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama, h. 17-19.

Page 39: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

31

cutting affiliations) yang kemudian melahirkan loyalitas ganda atau loyalitas yang

bersifat silang-menyilang pula (cross cutting loyalities). Konflik yang melibatkan

antarsuku akan mudah dinetralisir dan diredusir oleh bertemunya loyalitas agama

atau daerah. Dalam banyak kasus, konflik antar golongan atau antar etnis akan

mudah diredam, bahkan dihilangkan, bila pihak-pihak yang berkonflik memiliki

persamaan agama yang dianut atau berasal dari daerah yang sama. Realitas

Indonesia telah membuktikan banyaknya struktur dan loyalitas masyarakat yang

bersifat silang-menyilang telah menjadi landasan mengapa kerukunan di

Indonesia relatif terjaga dengan baik.32

C. Konsep Konflik Umat Beragama

Dalam kehidupan sosial (umat beragama), konflik bersifat inhern sebagai

bagian yang tidak terpisahkan dari realitas kehidupan. Konflik senantiasa ada

dalam setiap waktu, di mana saja dan kapan saja. Oleh karenanya, konflik dan

kerukunan merupakan gejala yang selalu ada dalam kehidupan umat beragama.

Munculnya konflik dan kerukunan didorong karena adanya perbedaan dan

persamaan kepentingan.

Apalagi manusia dipersepsi sebagai makhluk konfliktis (homo conflictus),

yaitu makhluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan persaingan

baik secara sukarela ataupun terpaksa. Konflik, secara etimologis, berasal dari

bahasa latin „con‟ yang berarti bersama dan „fligere‟ yang berarti benturan atau

tabrakan. Konflik berarti benturan kepentingan, keinginan, pendapat dan hal

32

J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta:

Kencana, 2004), h. 205-206.

Page 40: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

32

lainnya yang melibatkan dua pihak atau lebih.33

Sedangkan dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia , konflik berarti percekcokan, perselisihan; pertentangan.34

Secara sederhana, konflik diartikan sebagai perselisihan atau pertentangan

antara dua pihak (individu atau kelompok) di mana salah satu pihak atau semua

pihak sama-sama ingin menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkannya

atau membuatnya tidak berdaya.35

Konflik itu terjadi, secara garis besar disebabkan oleh: Pertama,

Kemajemukan Horizontal, di mana struktur masyarakat yang majemuk dari segi

agama, etnis, ras dan budaya menjadi penyebab terjadinya konflik karena masing-

masing ingin mempertahankan identitas dan karakteristiknya masing-masing.

Dalam konstruk masyarakat yang demikian ini, jika belum ada konsensus nilai

yang menjadi pegangan bersama, konflik dapat menimbulkan kekerasan dan

peperangan. Kedua, Kemajemukan Vertikal, di mana dalam struktur masyarakat

ada polarisasi berdasarkan kekayaan, pendidikan dan kekuasaan. Kemajemukan

vertikal bisa menimbulkan konflik karena ada sekelompok kecil masyarakat yang

memiliki kekayaan, pendidikan yang mapan, kekuasaan dan kewenangan yang

besar sementara sebagian besar yang lain sebaliknya. Artinya, akses dan distribusi

sumber-sumber nilai yang tidak merata menyebabkan kepincangan di dalam

masyarakat dan menyebabkan terjadinya konflik.36

Hal ini dipertegas oleh analisa Dahrendorf, di mana masyarakat mempunyai

dua wajah yaitu konflik dan konsensus. Masyarakat tidak akan ada tanpa

33

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan Gejala

Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, h. 347. 34

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h. 723. 35

A. Rusdiana, Manajemen Konflik (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), h. 68. 36

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan Gejala

Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, h. 360-361.

Page 41: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

33

konsensus dan konflik di mana saling terkait dan menjadi prasyarat satu sama

lain. Jadi, tidak akan ada konflik kecuali ada konsensus dan integrasi sebelumnya.

Sebaliknya, konflik dapat menimbulkan konsensus dan integrasi. Bagi

Dahrendorf, perbedaan distribusi otoritas selalu menjadi faktor yang menentukan

konflik.37

Dalam konteks Indonesia, konflik yang berakibat pada kekerasan yang

kerap terjadi ada dua jenis: yaitu konflik vertikal dan horizontal. Konflik vertikal

dimaksud yang melibatkan elit dan rakyat. Elit di sini bisa para pengambil

kebijakan di tingkat pusat, kelompok bisnis dan aparat militer. Konflik ini

menggunakan instrumen kekerasan negara, sehingga timbul korban di kalangan

rakyat. Sedangkan konflik horizontal merupakan konflik yang terjadi di kalangan

rakyat sendiri. Di Indonesia, konflik horizontal yang tergolong besar pengaruhnya

adalah konflik antar agama dan konflik antar suku.38

Menurut Fisher, seperti dikutip oleh Novri Susan, selain jenis konflik, perlu

juga diketahui tipe konflik yang akan menggambarkan persoalan perilaku dan

situasi yang ada. Tipe konflik itu terdiri dari tanpa konflik, konflik laten, konflik

terbuka, dan konflik di permukaan.39

Tanpa konflik menggambarkan situasi yang relatif stabil, hubungan antar

kelompok bisa saling memenuhi dan damai. Model tanpa konflik ini bukan berarti

tidak ada konflik dalam masyarakat, akan tetapi masyarakat mampu menciptakan

struktur sosial yang bersifat mencegah ke arah konflik kekerasan. Dan bisa juga

karena ada budaya yang memungkinkan anggota masyarakat menjauhi

permusuhan dan kerasan.

37

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, h. 153-156. 38

Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik (Jakarta: Kencana, 2014), h. 85. 39

Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik, h. 85-87.

Page 42: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

34

Konflik laten adalah suatu keadaan yang di dalamnya terdapat banyak

persoalan, sifatnya tersembunyi, dan perlu diangkat ke permukaan agar bisa

ditangani. Kehidupan masyarakat yang tampak stabil dan harmonis belum

merupakan jaminan bahwa di dalam masyarakat tidak terdapat permusuhan dan

pertentangan. Kenyataan ini bisa kita temukan dalam masyarakat Indonesia masa

Orba yang tampak harmonis, damai, dan kecilnya tingkat pertentangan di antara

anggota masyarakat, baik dalam dimensi etnis, agama dan lainnya. Akan tetapi di

balik stabilitas, keharmonisan, dan perdamaian itu ternyata terdapat konflik laten

yang begitu besar. Hal ini dibuktikan ketika Orba dan struktur kekuasaannya

runtuh, berbagai konflik laten dalam dimensi etnis dan keagamaan merebak di

permukaan.

Konflik terbuka adalah situasi di mana konflik sosial telah muncul ke

permukaan yang berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan berbagai

tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya. Hal ini seperti

kasus konflik yang terjadi di Ambon pada awal 1999, di Kalamantan Barat pada

1999, dan juga yang terjadi di Poso.

Untuk konflik di permukaan sendiri memiliki akar dangkal atau tidak

berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran, dan dapat

diatasi dengan meningkatkan komunikasi atau dialog terbuka. Konflik ini muncul

karena disebabkan oleh kesalahpahaman komunikasi, saling melirik atau

terjadinya senggolan yang tidak disengaja di jalan.

Perlu dipahami bahwa tidak selamanya konflik berujung pada kekerasan

meskipun pada kenyataannya banyak orang memandang konflik dan kekerasan

adalah sama. Konflik dan kekerasan memiliki hubungan yang erat, sebab tidak

Page 43: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

35

ada kekerasan tanpa diawali konflik terlebih dahulu. Kendatipun demikian,

mencari titik temu terkait apa yang menjadi akar dari kekerasan itu terjadi masih

mengalami kesulitan, namun dari sekian banyak kekerasan yang muncul dalam

relasi konflik, banyak pendapat menyebutkan kekerasan sebagai naluri purba dan

menjadi ciri alamiah manusia.

Misalkan Ibnu Khaldun menyebutnya dengan sifat animal power, di mana

manusia menggunakan cara-cara hewan dalam memperjuangkan tujuan mereka.

Sedangkan George Simmel menyebut bahwa manusia memiliki perasaan

memusuhi (hostile feeling) sebagai sifat alamiah yang selalu mengikuti

perkembangan alamiah dari sistem sosial. Atau dengan terma Thomas Hobbes;

homo homini lupus atau Man to Man is an arrant Wolfe (manusia adalah srigala

bagi srigala yang lain). Namun Hobbes menekankan bahwa manusia memiliki

kesadaran dan kemampuan untuk mengalkulasi kekerasan. Artinya, ada

kepentingan pribadi yang harus dimenangkan melalui kekuatan atas kepentingan

orang lain. Kesadaran inilah yang menyebabkan kekerasan menjadi pilihan untuk

memenangkan kepentingan.40

Dalam analisa sosial, kekerasan akan terjadi jika konflik (perselisihan dan

pertentangan) tidak mampu diselesaikan oleh pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya. Konflik tidak akan berubah menjadi kekerasan, jika konflik tersebut

dapat terselesaikan melalui saluran-saluran yang ada atau dengan mekanisme yang

baik. 41

Dari sekian banyak pengertian tentang kekerasan, secara sederhana bisa

didefinisikan sebagai bentuk tindakan yang melukai, membunuh, merusak, dan

40

Penulis kutip dari Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik, h. 101. 41

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan Gejala

Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, h. 359.

Page 44: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

36

menghancurkan lingkungan. Dari hal ini kemudian, Thomas Santoso memilahnya

ke dalam tiga kelompok besar42

:

Pertama, kekerasan sebagai tindakan aktor. Klasifikasi pertama ini

menjelaskan bahwa kekerasan sebagai tindakan yang dilakukan kelompok aktor

yang memiliki kekuatan untuk menghancurkan.

Kedua, kekerasan sebagai produk dari struktur. Klasifikasi kedua ini

menegaskan bahwa kekerasan sebagai segala sesuatu yang menyebabkan orang

terhalang untuk mengaktualisasikan potensi diri secara wajar. Kekerasan model

ini, oleh para tokoh, biasa disebut sebagai kekerasan yang tidak langsung atau

tidak tampak. Dan biasanya tidak hanya melibatkan aktor, namun juga struktur

negara atau pemerintahan.

Hal ini sejalan dengan apa yang ditegaskan Erich Fromm di mana kekerasan

muncul dan meledak, jika kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang

dihalangi, energi yang terhalang itu mengalami proses dan beralih menjadi energi

yang bersifat merusak. Sifat merusak merupakan akibat dari tidak dihidupinya

kehidupan. Jadi, kondisi-kondisi individual dan sosial yang menghalangi energi

yang memajukan hidup itulah yang menghasilkan sifat perusakan yang pada

gilirannya merupakan sumber yang daripadanya memancar berbagai bentuk

kekerasan.43

Ketiga, kekerasan sebagai jejaring antara aktor dengan struktur. Konflik

atau kekerasan model ini dianggap sebagai kekerasan yang ditentukan oleh aktor

dan struktur itu sendiri.

42

Klasifikasi dan pengertian ini didasarkan pandangan dan analisa para tokoh dalam

Thomas Santoso, Kekerasan Agama Tanpa Agama (Jakarta: PT Pustaka Utan Kayu, 2002), h. 1-7. 43

Erich Fromm, Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis atas Watak Manusia

(Yogyakarta: PUSATAKA PELAJAR, 2010)

Page 45: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

37

Kekerasan yang digambarkan oleh Thomas Santoso lebih menekankan pada

kekerasan dalam ranah politik-agama. Kekerasan yang terjadi acap kali

berhubungan antara faktor politik dan agama. Kekerasan bisa muncul ketika;

Pertama, individu atau kelompok mengalami ketidakadilan, lalu muncul

kemarahan moral dan kemudian memberi respon dengan kemarahan pada sumber

penyebab kemarahan tersebut. Kedua, kesenjangan antara (das sollen dan das

sein)—ought dan is. Ketiga, tekanan struktur sosial yang menghimpit sehingga

berakibat pada perlakukan yang tidak adil dan ketidakjujuran. Keempat,

perubahan demografi baik migrasi maupun konversi mengakibatkan radikalisasi

agama dan didukung pelapisan sosial berubah menjadi sensitif dalam masyarakat

majemuk. Kelima, perasaan kelompok agama yang terancam atau terpinggirkan

bisa menimbulkan radikalisasi agama. Kelima, kekerasan bisa disebabkan oleh

proses pembangunan dan rezim suatu pemerintahan tertentu yang berakibat pada

tertutupnya akses terhadap negara.

Oleh karenanya, Thomas Santoso, menegaskan bahwa agama semestinya

tidak menimbulkan kekerasan. Namun fakta menunjukkan bahwa agama dapat

menimbulkan kekerasan apabila berhubungan dengan faktor lain, semisal

kepentingan kelompok/nasional atau penindasan politik. Agama dapat

disalahgunakan dan disalaharahkan baik dari sisi eksternal maupun internal. Dari

sisi eksternal, agama cenderung melakukan kekerasan segera setelah identitas

mereka terancam. Dari sisi internal, agama itu cenderung melakukan kekerasan

karena merasa yakin tindakannya berdasarkan kehendak Tuhan sesuai dengan apa

yang diyakini dalam agamanya.44

44

Thomas Santoso, “Kekerasan Politik-Agama,” dalam Kekerasan Agama Tanpa Agama,

h. 7.

Page 46: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

38

Dalam analisa Charles Kimball menyebutkan lima hal yang menyebabkan

kekerasan bisa lahir dari rahim agama:45

Pertama, Bila agama mengklaim kebenaran agamanya sebagai kebenaran

yang mutlak dan satu-satunya. Bila hal ini yang terjadi, pemeluk (agama) tersebut

akan membuat apa saja untuk membenarkan dan mendukung klaim kebenarannya.

Klaim kebenaran mutlak suatu agama, biasanya disebabkan karena pemeluk

agama bersangkutan yakin bahwa kitab suci mereka memang mengajarkan

demikian. Teks kitab suci bisa disembronokan dan disalahgunakan untuk

kepentingan apa saja. Mengutip Shakespeare, Kimball mengingatkan, “Bahkan

setan pun bisa mengutip kitab suci untuk kepentingannya.”

Kedua, Ketaatan buta terhadap pemimpin keagamaan mereka. Kimball

memperingatkan supaya berhati-hati terhadap gerakan agama yang bertentangan

dengan akal sehat, membatasi kebebasan intelek, meniadakan integritas individual

para pengikutnya dengan cara menuntut ketaatan buta terhadap pemimpin mereka.

Gerakan-gerakan keagamaan di atas mempunyai ciri-ciri yang sama. Mereka

mulai dengan gerakan pembebasan rakyat dari kejahatan sosial. Kemudian,

mereka menarik dan mengisolaksikan diri dari masyarakat, lalu membentuk suatu

komunitas egaliter. Mereka menganggap, hanya komunitas merekalah yang bakal

diselamatkan. Dan keselamatan itu bisa diperoleh jika mereka taat secara buta

terhadap pemimpin agama mereka. Mereka menganggap pemimpin mereka

mempunyai kekuasaan dan kebijaksanaan tanpa batas, nyaris menyamai Tuhan

sendiri.

45

Charles Kimball, Kala Agama Jadi Bencana (terj.) “When Religion Becomes evil”,

(Bandung: Mizan Publika, 2013).

Page 47: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

39

Ketiga, Gandrung merindukan zaman ideal. zaman ideal berlawanan dengan

zaman sekarang ketika pemeluk agama dianggap hidup di zaman yang penuh

dosa, kesombongan, khayalan, kelalaian, dan kesia-siaan. Zaman ideal, manusia

akan dibebaskan dari semua cacat dan dosa dan mengalami kebahagiaan.

Keempat, Tujuan yang membenarkan cara. Kekorupan agama ini berkaitan

dengan penyalahgunaan komponen-komponen dari agama sendiri. Agama tidak

mungkin ada tanpa komponen-komponennya yang hakiki, seperti ruang dan

waktu yang sakral, komunitas dan institusi keagamaan. Komponen-komponen

tersebut hayalah sarana bukan tujuan inti. Namun, sarana tersebut dijadikan

tujuan, dan untuk meraih tujuan itu dipakailah segala cara dan pembenaran. Hal

itulah, menurut Kimball, agama mudah menjadi korup dan jahat.

Kelima, Ketika perang suci dihidupkan. Ambil saja misalnya Perang Salib

yang begitu kejam, atau terorisme modern.

Untuk menghindari kejahatan dan kekorupan atas nama agama, Kimball

menyarankan, sudah saatnya kini agama-agama menjadi agama perdamaian.

Agama-agama wajib menggali sumber-sumber dan riwayat hidupnya yang

autentik, dimana mereka bisa dan pernah menjadi agen-agen perdamaian. Inilah

yang dimaksud oleh Kimball sebagai upaya untuk kembali kepada autentisitas

agama.

Sedangkan konflik umat beragama menjadi bagian dari berbagai macam

konflik yang terjadi dalam konteks ke-Indonesia-an. Konflik umat beragama

diartikan dengan terjadinya ketegangan dan kekerasan menyangkut persoalan

agama atau simbol-simbol agama yang berakibat pada kerusakan fisik dan

jatuhnya korban jiwa.

Page 48: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

40

Konflik yang kerap mewarnai dinamika kehidupan umat beragama di

Indonesia dari awal Orde Baru hingga Reformasi adalah persoalan perjumpaan

Islam dan Kristen/Katolik yang dinamis dan fluktuatif. Konflik berawal dari

kecurigaan dan kebencian antar kedua agama terkait persoalan kristenisasi atau

penyebaran agama dan pendirian rumah ibadah di daerah-daerah yang

diasosiasikan dengan identitas agama tertentu. Misalkan daerah Aceh diasosiakan

dengan Islam, Papua dengan identitas Kristennya, atau Suku Madura dengan

Identitas Islamnya. Kerentanan yang awalnya hanya dipicu oleh segregasi sosial

berbasis etnis, kemudian dipertajam dengan segregasi sosial berbasis identitas

etnis yang diasosiasikan dengan agama tertentu. Kondisi inilah yang mewarnai

konflik Islam-Kristen sejak awal Orde Baru hingga era Reformasi, bahkan dalam

kondisi Indonesia kekinian.

Ma‟ruf Amin menjelaskan bahwa penyebab terjadinya konflik antar umat

beragama, secara mendalam disebabkan oleh dua hal; pertama, lemahnya ideologi

kerukunan dalam salah satu atau masing-masing umat beragama sehingga

mempengaruhi cara pandang dan sikap terhadap agama lain dengan pola curiga,

menuduh, dan mendeskriditkan, bahkan menyingkirkan. Kedua, penyiaran agama

sebagai salah satu bentuk provokasi dan distorsi terhadap ajaran agama lain.

Sehingga mengakibatkan terjadinya efek balik dari umat agama lain yang

terprovokasi.46

Lebih jauh disebutkan, bahwa konflik antar umat beragama atau konflik

yang bernuansa agama yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor,

seperti pemahaman keagamaan yang literal dan radikal, kepentingan politik dan

46

Ma‟ruf Amin, Empat Bingkai Kerukunan Nasional (Banten: Yayasan An-Nawawi,

2013), h. 97.

Page 49: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

41

ekonomi, pendirian rumah ibadah, penyiaran agama, salah faham informasi di

antara pemeluk agama, tidak efektifnya penegakan hukum dan juga kurangnya

pengembangan sistem pencegahan konflik secara dini.47

Ini menegaskan bahwa konflik yang melibatkan umat beda agama yang

terjadi di Indonesia semua tidak disebabkan oleh akar tunggal yakni agama,

namun dari akar serabut yang dipicu oleh banyak faktor, seperti kepentingan

politik kelompok tertentu, kepentingan ekonomi, dan lemahnya penegakan

hukum. Sedangkan konflik yang disebabkan oleh faktor agama terkait pendirian

rumah ibadah dan penyiaran agama, serta hal lain yang menyangkut persosalan

dan simbol agama.

47

Ma‟ruf Amin, Harmoni Dalam Keberagaman: Dinamika Relasa Agama-Negara

(Jakarta: Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Antar Agama, 2011), h. 97-104.

Page 50: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

42

BAB III

BASIS KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA

A. Landasan Ideal Kerukunan

Indonesia dengan segala keragaman suku, budaya, bahasa dan agama yang

dimiliki, sulit dipahami dengan nalar sederhana bisa terbentuk dalam satu

kesatuan sebagai sebuah bangsa. Tentunya tidak mudah merajut kebersamaan di

atas perbedaan. Apalagi untuk menjaga kerukunan dengan kompleksitas

keragaman Indonesia yang sangat besar. Namun, bangsa Indonesia membuktikan

diri sebagai bangsa yang dapat memintal perbedaan itu ke dalam bentuk Negara

Kesatuan Republik Indonesia dengan menjadikan Pancasila sebagai landasan

idealnya.

Pancasila sebagai landasan bersama dalam mengelola perbedaan menjadi

harmoni indah yang dapat menyatukan bangsa Indonesia dari ujung pulau

Sumatra hingga Papua. Dengan berlandaskan pada Pancasila sebagai dasar

bersama, perbedaan etnis, budaya dan agama di Indonesia mampu hidup secara

berdampingan, rukun, penuh kerjasama dan saling menguatkan.

Perbedaan itu semua bukan penghalang untuk menciptakan persatuan dan

kesatuan sebagai negara bangsa (nation state) yang kita sebut NKRI dengan

semboyannya, „Bhinneka Tunggal Ika‟. Hal ini sebagai penegasan, bahwa

keragaman sebagai karakter dan jati diri bangsa, bahkan sebagai kekuatan

strategis ketika mampu dikelola dengan baik berlandaskan Pancasila sebagai dasar

negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

Page 51: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

43

Pancasila adalah inti sari dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang

religius, mengandung nilai dan prinsip dasar yang bisa diterima oleh semua

golongan agama. Pancasila, khususnya di sila pertama, sebagai basis kerukunan

hidup umat beragama. Landasan bagi semua golongan agama dalam membina

kehidupan beragama yang harmonis, meneguhkan nilai mulia dari ajaran agama

masing-masing.

Bangsa ini harus menempatkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan

ideal demi terciptanya kerukunan antar umat beragama, di mana negara

berkewajiban melindungi dan mengayomi semua agama dengan memastikan

kemerdekaannya. Ini ditandaskan dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2:

“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan

untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Artinya, negara

menjamin kemerdekaan beragama sebagai hak dasar manusia demi terwujudnya

kerukunan agama. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut

agamanya dan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,

menyatakan pikiran dan sikap sesuai hari nuraninya (Pasal 28E Ayat 1 dan 2).

Ini menjadi penegasan, bahwa Pancasila tidak akan ada pertentangan

dengan nilai luhur agama-agama karena Pancasila sebagai sari dari ajaran luhur

tersebut. Begitu juga dengan UUD 1945 tidak akan bertentangan dengan ajaran

dan dogma agama, karena konstitusi dasar kita sebagai penjabaran dari Pancasila,

sedangkan Pancasila adalah kristalisasi dari Proklamasi, dan Proklamasi adalah

berkat dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.1

1 Ma‟ruf Amin, Empat Bingkai Kerukunan Nasional (Banten: Yayasan An-Nawawi, 2013),

h. 222.

Page 52: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

44

Harus jadi kesadaran bersama bahwa landasan untuk kerukunan hidup umat

beragama sudah ada sejak bangsa ini merdeka. Seperti dikutip dari ceramah Mukti

Ali,

“bagi bangsa Indonesia, landasan untuk kerukunan hidup umat beragama itu

sudah ada, baik yang lebih bersifat filosofis maupun yang lebih bersifat

pragmatis. Yang pertama adalah falsafah negara Pancasila dan yang kedua

adalah tugas nasional bersama pembangunan bangsa.”2

Pada prinsipnya, banyak titik temu yang bisa dikembangkan dan dijadikan

pijakan bersama untuk membina kerukunan dan kesatuan bagi bangsa ini.

Pertama, kita sebagai bangsa yang satu, hidup dalam negara yang satu, atas dasar

yang satu yaitu pancasila dan UUD 1945 dan diatur oleh pemerintah yang satu.3

Dengan demikian, bangsa ini sudah punya Pancasila dan UUD 1945 yang

bisa dijadikan landasan ideal bagi kerukunan hidup beragama. Namun, untuk

menciptakan dan membina kerukunan hidup antar umat beragama, dibutuhkan

kesadaran, kejujuran dan kemauan untuk rukun. Tanpa kemauan ini, meskipun

banyak landasan yang bisa dijadikan pijakan dan titik bersama, akan sulit

diwujudkan. Wajar kemudian, kalau pada Indonesia kekinian, masih banyak

terjadinya konflik yang mengarah pada kekerasan antar umat beragama dan dapat

mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Pilihan terbaiknya,

pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan regulatif untuk memperkokoh

bangunan kerukunan hidup umat beragama di Indonesia.

2 Ceramah Menteri Agama Mukti Ali pada Penataran Wartawan Agama di Pondok Gontor

Ponorogo Madiun, tgl. 10 Juni 1974, Bimas Katolik No. 2 Th. VI-1974, h. 20, dalam AP.

Budiyono HD, Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beriman (Yogyakarta: Yayasan Kanisius,

1983), h. 21. 3 Ceramah Menteri Agama Alamsjah Ratu Perwiranegara, h. 18, dalam AP. Budiyono HD,

Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beriman, h. 22.

Page 53: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

45

B. Regulasi Kerukunan Umat Beragama

Indonesia sebagai bangsa pluralistik kerap diwarnai konflik dan kekerasan

yang melibatkan umat beda agama. Berbagai upaya telah dilakukan untuk

meredam dan mengatasi konflik demi terciptanya sebuah kerukunan. Upaya

tersebut salah satunya melalui kebijakan pemerintah dengan penetapan regulasi

dan sejumlah petunjuk mengenai pengelolaan kemajemukan agar tidak

menimbulkan konflik yang dapat mengganggu kohesi sosial dan dapat memecah

belah Indonesia sebagai sebuah bangsa.4

Terbitnya kebijakan pemerintah dalam wujud regulasi demi menciptakan

dan memelihara kerukunan tersebut, selalu—bisa dikatakan demikian—

dilatarbelakangi oleh konflik yang terjadi. Misalkan; adanya kasus pelecehan atau

penodaan agama, penyiaran atau penyebaran agama, pendirian tempat rumah

ibadat dan bantuan luar negeri. Ini menjadi salah satu faktor utama yang

menyebabkan terjadinya konflik yang berujung kepada anarkisme antar umat

beragama dalam sejarah perjalanan bangsa ini.

Berikut regulasi atau kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menjaga

kerukunan:

Pertama, terbitnya Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tahun

1965 tentang Pencegahan Penyalah Gunaan dan/atau Penodaan Agama yang

ditetapkan pada tanggal 27 Januari 1965 oleh Presiden Soekarno.

PNPS Nomor 1 tahun 1965 ini dilatarbelakangi oleh fenomena munculnya

aliran-aliran atau organisasi-organisasi kebatinan/kepercayaan masyarakat yang—

katanya—bertentangan dengan ajaran atau norma agama. Ajaran atau perbuatan

4 Syahrini Harahap, Teologi Kerukunan (Jakarta: Prenada, 2011), h. 6.

Page 54: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

46

pemeluk aliran tersebut yang dianggap telah menodai agama, faktanya

menimbulkan konflik dan berpotensi memecah persatuan.

Dengan Penetapan Presiden Nomor 1 tahun 1965 ini pemerintah

memberikan penjelasan bahwa tidaklah sekali-kali ada niatan atau tidak

dimaksudkan hendak mengganggu gugat hak hidup umat beragama. Terlepas

adanya pro-kontra, regulasi ini pada prinsipnya ingin memberikan perlindungan

umat beragama dari berbagai potensi pelecehan, konflik maupun penistaan agama.

Regulasi ini sebagai wujud nyata kepedulian dan ketegasan pemerintah

untuk menjaga kerukunan umat beragama. Terlihat dalam Pasal 1 PNPS Nomor 1

tahun 1965:

“Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan,

menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan

penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau

melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-

kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana

menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.”5

Kedua, penetapan Surat Keputusan Bersama Nomor 1 tahun 1969 pada

tanggal 13 September 1969 sebagai Keputusan Bersama antara Menteri Agama

KH. Moh. Dahlan dan Menteri Dalam Negeri Amir Machmud tentang

Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan

Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-

pemeluknya.

SKB ini dibuat karena munculnya permasalahan tentang penyebaran agama

dan pendirian rumah ibadat yang menyasar kalangan umat beda agama.

Khususnya terkait konflik yang melibatkan Islam dan Kristen. Sejak tahun 1965

pertambahan jumlah umat Kristen cukup pesat diikuti dengan pembangunan

5 Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama

(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2008), edisi ke-10, h. 179.

Page 55: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

47

gedung-gedung Gereja yang baru. Apalagi pertambahan jumlah umat kristen dan

gedung Gereja dilakukan di daerah-daerah yang diasosiasikan dengan etnis atas

dasar identitas Islam.6

Kasus penyebaran atau penyiaran agama dan pendirian rumah ibadat

merupakan kasus sensitif dan kompleks yang sampai saat ini terus mewarnai

dinamika konflik yang melibatkan umat beda agama. Munculnya kasus pelik ini

semakin menambah kesadaran dan kewaspadaan akan apa yang menjadi

tanggungjawab pemerintah untuk lebih berperan aktif menjaga kehidupan umat

beragama dengan tujuan meminimalisir segala potensi dan konflik yang dapat

mengganggu kerukunan.

Maka dari itu, pemerintah kemudian membuat ketentuan-ketentuan

mengenai pelaksanaan apa yang menjadi tugas dan kewajiban dari aparatur

pemerintahan dalam membimbing, mengatur dan melindungi kelancaran

pelaksanaan, pengembangan dan ibadat umat beragama agar tidak menimbulkan

perpecahan dan tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum.

Hal ini bisa dilihat di tiap-tiap pasal dalam SKB Nomor. 1 tahun 1969 yang

tertera pada pasal 1 dan 2:7

Pasal 1

Kepala Daerah memberikan kesempatan kepada setiap usaha

penyebaran agama dan pelaksanaan ibadat pemeluk-pemeluknya,

sepanjang kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang

dan tidak mengganggu keamaan dan ketertiban umum.

Pasal 2

6 Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. BPK

Gunung Mulya, 2004), h, 297. 7 Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama,

h. 190-193.

Page 56: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

48

(1) Kepala daerah membimbing dan mengawasi agar pelaksanaan

penyebaran agama dan ibadat oleh pemeluk-pemeluknya tersebut:

a. Tidak menimbulkan perpecahan di antara umat beragama.

b. Tidak disertai dengan intimidasi, bujukan, pelaksanaan atau

ancaman dalam segala bentuknya.

c. Tidak melanggar hukum serta keamanan dan ketertiban

umum.

Kepala Daerah dalam melaksanakan apa-apa yang menjadi tugas dan

tanggungjawabnya sesuai pasal di atas, bisa dibantu atau dapat menggunakan alat

Kepala Perwakilan Departemen Agama di tiap-tiap setempat (provinsi atau

kabupaten). Jika Kepala Daerah bertugas lebih pada upaya memberikan

pelayanan, membimbing dan melakukan pengawasan dalam setiap pelaksanaan

ibadat pemeluk agama agar berjalan lancar dan tertib, maka Kepala Perwakilan

Departemen Agama setempat lebih fokus memberikan bimbingan dan

pengawasan terhadap pemuka agama dalam memberikan ceramah agama dan

khotbah-khotbah yang sifatnya jangan sampai mengganggu, menjelekkan atau

menyerang golongan agama tertentu sebagaimana tertuang pada pasal 3.

Pasal 3

(1) Kepada Perwakilan Departemen Agama memberikan mimbingan,

pengarahan dan pengawasan terhadap mereka yang memberikan

penerangan/penyuluhan/ceramah agama/khotbah-khotbah di

rumah-rumah ibadat, yang sifatnya menuju kepada persatuan

antara semua golongan masyarakat dan saling pengertian antara

pemeluk-pemeluk agama yang berbeda-beda.

(2) Kepada Perwakilan Departemen Agama setempat berusaha agar

penerangan aama yang diberikan oleh siapapun tidak bersifat

menyerang atau menjelekkan agama lain.

Dalam SKB ini, Kepala Daerah juga bertanggungjawab dalam pengaturan

dan pengawasan terhadap pendirian rumah ibadat agar tidak lagi menjadi pemicu

konflik. Karena dalam dinamika hubungan Islam dan Kristen, rumah ibadat juga

menjadi persoalan dan pemicu perpecahan di antara keduanya. Pendirian rumah

Page 57: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

49

ibadat ini—untuk semua agama yang diakui di Indonesia—harus mendapatkan

ijin dari Kepala Daerah atau pejabat pemerintah di bawahnya dengan meminta

masukan dan pertimbangan dari Kepala Perwakilan Departemen Agama setempat

dengan melihat pada kondisi dan keadaan setempat, seperti yang terdapat pada

pasal 4. Jika dalam pelaksanaan aturan ini diketemukan dan terdapat perselisihan,

maka Kepala Daerah harus adil dalam menyelesaikannya dan menyerahkan

kepada pihak berwenang sesuai aturan hukum jika perselihan itu menimbulkan

tindakan pidana sesuai yang tertuang dalam pasal 5.

Pasal 4

(1) Setiap pendirian rumah ibadat perlu mendapatkan ijin dari Kepala

Daerah atau pejabat pemerintah di bawahnya yang dikuasakan

untuk itu;

(2) Kepala Daerah atau pejabat yang dimaksud dalam ayat (1)pasal

ini memberikan ijin yang dimaksu, setelah mempertimbangkan:

a. Pendapat Kepala Perwakilan Departemen Agama setempat;

b. Planologi

c. Kondisi dan keadaan setempat

(3) Apabila dianggap perlu, Kepala Daerah atau pejabat yang

ditujukan itu dapat meminta pendapat dari organisasi-organisasi

ke agamaan dan ulama/rokhaniawan setempat.

Pasal 5

(1) Jika timbul perselisihan atau pertentangan antara pemeluk-

pemeluk agama yang disebabkan karena kegiatan

penyebaran/penerangan/penyuluhan/ ceramah / khotbah agama

atau pendirian rumah ibadat, maka Kepala Daerah segera

mengadakan penyelesaian yang adil dan tidak memihak.

(2) Dalam hal perselisihan/pertentangan tersebut menimbulkan

tindakan pidana, maka penyelesaiannya harus diserahkan kapada

alat-alat penegak hukum yang berwenang dan diselesaikan

berdasarkan hukum.

(3) Masalah-masalah keagamaan lainnya yang timbul dan

diselesaikan oleh Perwakilan Departemen Agama segera

dilaporkannya kepada Kepala Daerah setempat.

Page 58: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

50

Terbitnya SKB Nomor 01 tahun 1969 memberikan penegasan secara

filosofis akan apa yang menjadi landasan dari SKB tersebut. Dimana,

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan

untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan dijamin oleh Negara.

Pemerintah bertugas memberikan bimbingan dan bantuan guna

memperlancar usaha mengembangkan agama sesuai dengan ajaran agama masing-

masing dan melakukan pengawasan sedemikian rupa, agar setiap penduduk dalam

melaksanakan ajaran agama dan dalam usaha mengembangkan agama itu dapat

berjalan dengan lancar, tertib dan dalam suasana kerukunan. Pemerintah

berkewajiban melindungi setiap usaha pengembangan agama dan pelaksanaan

ibadat pemeluk-pemeluknya, sepanjang kegiatan-kegiatan tersebut tidak

bertentangan dengan hukum yang berlaku dan tidak mengganggu keamanan dan

ketertiban umum.

Ketiga, Surat Keputusan Bersama Nomor 1 tahun 1979 antara Menteri

Agama H. Alamsjah Ratu Perwiranegara dan Menteri Dalam Negeri H. Amir

Mahmud. SKB yang ditetapkan pada tanggal 2 Januari 1979 ini mengatur tentang

tata cara pelaksanaan penyiaran agama dan batuan luar negeri kepada lembaga

keagamaan di Indonesia.8

SKB ini diterbitkan berangkat dari pertimbangan terhadap banyaknya

bantuan luar negeri kepada kelompok keagamaan tertentu di Indonesia dan

penggunaan tenaga asing dalam pengembangan dan penyiaran agama yang

kemudian disalahgunakan dengan tujuan menarik pemeluk agama lain.9 Kasus ini

8 Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama,

h. 206-211. 9 Afif Muhammad, Agama dan Konflik Sosial: Studi Pengalaman di Indonesia (Bandung:

Marja, 2013), h. 133-135.

Page 59: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

51

menambah pelik hubungan umat beragama, khususnya Islam dan Kriten. Aktifitas

penyiaran agama dengan bantuan tenaga dan modal asing menjelma menjadi

konflik penuh kekerasan karena menyasar dan menarget pemeluk agama lain.

Pihak Islam menuduh penyiaran agama Kristen/Katolik atau zending menyasar

dan bisa mempengaruhi umat Islam agar pindah keyakinan. Begitu juga dengan

bantuan modal asing yang digunakan sebagai bantuan atau bakti sosial ke

masyarakat dengan menarget masyarakat pemeluk agama Islam yang didalamnya

disusupi—bisa disebut sebagai kedok—dengan gerakan zending tersebut.

Dari kasus ini kemudian hubungan umat Islam dan Kristen semakin penuh

kecurigaan dan permusuhan yang bermuara pada gerakan-gerakan kekerasan yang

memilukan, memalukan dan memakan korban yang tidak sedikit. Tentunya, ini

sebuah kerugian besar yang dialami bangsa ini jika tidak segera disadari dan

dicarikan solusi bersama guna mengatasi pokok persoalan.

Dari itu kemudian, hadirnya SKB ini dengan tujuan—bukan untuk

membatasi atau menghambat—sebagai upaya pengaturan dan pengarahan bagi

usaha-usaha penyiaran agama serta usaha memperoleh dan menerima bantuan luar

negeri agar berlangsung dengan tertib dan tidak mengganggu kerukunan hidup

antar umat beragama seperti tertuang pada pasal 1 dan 6.

Pasal 1

(1) Keputusan bersama ini ditetapkan dengan tujuan untuk:

a. Memberikan pengaturan dan pengarahan bagi usaha-usaha

penyiaran agama serta usaha-usaha untuk memperoleh dan

atau menerima bantuan luar negeri kepada lembaga

keagamaan di Indonesia sehingga cara pelaksanaan kegiatan

tersebut dapat berlangsung dengan tertib dan serasi.

b. Mengokohkan dan mengembangkan kerukunan hidup di

antara sesama umat beragama di Indonesia serta

memantapkan stabilitas nasional yang sama penting artinya

bagi kelangsungan dan berhasilnya pembangunan nasional.

Page 60: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

52

(2) Keputusan bersama ini tidak dimaksudkan untuk membatasi

usaha-usaha pembinaan, pengembangan dan penyiaran agama di

Indonesia.

Pasal 6

(1) Segala bentuk usaha untuk memperoleh dan atau penerimaan

bantuan luar negeri kepada lembaga keagamaan, dilaksanakan

dan melalui persetujuan Panitia Koordinasi Kerjasama Teknik

Luar negeri (PKKTLN) setelah mendapat rekomendasi dari

Departemen Agama.

(2) Penggunaan tenaga rohaniawan asing dan atau tenaga ahli asing

lainya atau penerimaan segama bentuk bantuan lainnya dalam

rangka bantuan luar negeri dilaksanakan dengan memperhatikan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam SKB ini diatur pula tatacara pelaksanaan penyiaran agama agar tidak

kembali menyebabkan konflik. Persoalan penyiaran agama memang cukup pelik

mewarnai hubungan Islam dan Kristen sebagai agama dakwah atau misi, di mana

sama-sama harus menyiarkan dan menyebarkan ajaran agamanya sebagai bagian

dari tanggungjawabnya dan ketaatan akan perintah agama. Namun dalam

realitasnya, pelaksanaan penyiaran ajaran dari kedua agama ini menimbulkan

konflik dan harus diatur oleh pemerintah. Oleh karenanya, penyiaran agama harus

dilakukan dengan semangat kerukunan dan saling menghormati antara sesama

umat beragama. Pelaksanaannya tidak dibenarkan apabila ditujukan terhadap

orang atau kelompok yang telah menganut agama lain sesuai aturan yang tertera

pada pasal 4.

Pasal 4

Pelaksanaan penyiaran agama tidak dibenarkan untuk ditujukan

terhadap orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut

agama lain dengan cara:

a. Menggunakan bujukan dengan atau tanpa pemberian barang,

uang, pakaian, makanan dan atau minuman, pengobatan, obat-

obatan dan bentuk-bentuk pemberian apapun lainnya agar orang

atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama yang

Page 61: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

53

lain berpindah dan memeluk/menganut agama yang disiarkan

tersebut.

b. Menyebarkan pamflet, majalah, bulletin, buku-buku, dan bentuk-

bentuk barang penerbitan cetakan lainnya kepada orang atau

kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama yang lain.

c. Melakukan kunjungan dari rumah ke rumah umat yang telah

memeluk/menganut agama yang lain.

Keempat, Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006

Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah

Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum

Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Pendirian Rumah Ibadat.

Dalam PBM ini, pemerintah sedikit banyak memiliki kemajuan dalam

upaya memelihara kerukunan sebagai tanggung jawab kolektif. Kerukunan tidak

lagi didominasi atas prakarsa-prakarsa yang bersifat top down. Kerukunan

menjadi tugas bersama baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah dan

masyarakat. PBM ini sebagai langkah pemerintah mengatasi kelemahan dan

kekurangan yang ada pada regulasi-regulasi sebelumnya. Artinya, segala aspek

yang menjadi kelemahan dan kekurangan dalam memelihara kerukunan, dalam

PBM ini hal tersebut diatur kembali dengan lebih detail.

PBM ini merupakan kesepakatan para wakil pemeluk agama yang

terrepresentasikan melalui pimpinan majelis-majelis agama yang ada di tingkat

pusat yang terdiri dari: Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-

Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Parisadha

Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan Perwakilan Umat Budha Indonesia

(WALUBI) bersama wakil dari Kementerian Agama dan Kementerian Dalam

Negeri.10

Hasil kesepakatan tersebut kemudian disahkan oleh Menteri Agama

10

Ma‟ruf Amin, Harmoni Dalam Keberagaman: Dinamika Relasi Agama-Negara (Dewan

Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Antar Agama), h. 67.

Page 62: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

54

Muhammad M. Basyuni dan Menteri Dalam Negeri H. Moh. Ma‟ruf pada tanggal

21 Maret 2006.

Dalam PBM ini, diatur secara rinci apa-apa yang menjadi tugas dan

kewajiban tiap-tiap kepala daerah di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan

sampai tingkat kelurahan/kepala desa dalam memelihara kerukunan umat

beragama. PBM ini ingin menjaga kerukunan sebagai tanggungjawab bersama

dari tingkat birokrasi terbawah sampai pemerintah pusat, seperti yang tertera pada

pasal 2 sampai pasal 4 sebagaimana berikut:11

Pasal 2

(1) Memeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggung

jawab bersama umat beragama, pemerintahan daerah dan

Pemerintah.

Pasal 3

(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di provinsi menjadi

tugas dan kewajiban gubernur.

(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor wilayah

departemen agama provinsi.

Pasal 4

(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota

menjadi tugas dan kewajiban bupati/walikota.

(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor departemen

agama kabupaten/kota.

Melalui PBM ini menegaskan tangungjawab bersama dari tingkat pusat

sampai tingkat bawah dalam menjaga kerukunan umat beragama. Untuk tingkat

provinsi maka kerukunan umat beragama menjadi tugas dan kewajiban Gubernur

11

Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama,

h. 295-297.

Page 63: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

55

dengan dibantu oleh kepala kantor wilayah departemen agama provinsi seperti

dijelaskan dalam pasal 5:

(1) Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 meliputi:

a. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat

termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat

beragama di provinsi;

b. Mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi

dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama;

c. Menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian,

saling menghormati, dan sating percaya di antara umat

beragama; dan

d. Membina dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan

walikota/wakil walikota dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban

masyarakat dalam kehidupan beragama.

(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

huruf c, dan huruf d dapat didelegasikan kepada wakil gubernur.

Sedangkan kerukunan umat beragama untuk tingkat Kabupaten/Kota

menjadi tanggungjawab Bupati/Wali Kota dengan memiliki tugas dan kewajiban

sebagaimana tertuang dalam pasal 6:

(1) Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 meliputi:

a. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat

termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat

beragama di kabupaten/kota;

b. Mengordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota

dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama;

c. Menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian,

saling menghormati, dan saling percaya di antara umat

beragama;

d. Membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala

desa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang

ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan

beragama;

e. Menerbitkan IMB rumah ibadat.

Page 64: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

56

Untuk kerukunan umat beragama di tingkat Kecamatan dan Kelurahan atau

Desa menjadi tanggungjawab Camat, Lurah atau Kepala Desa dengan memiliki

tugas dan kewajiban sebagaimana tertera dalam pasal 7:

(1) Tugas dan kewajiban camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

ayat (3) meliputi:

a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat

termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat

beragama di wilayah kecamatan;

b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian,

saling menghormati, dan saling percaya di antara umat

beragama; dan

c. membina dan mengoordinasikan lurah dan kepala desa dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang

ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan

keagamaan.

(2) Tugas dan kewajiban lurah/kepala desa sebagaimana dimaksud

dalam pasal 6 ayat (3) meliputi:

a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat

termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat

beragama di wilayah kelurahan/desa; dan

b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian,

saling menghormati, dan saling percaya di antara umat

beragama.

Sebagai bentuk tanggungjawab bersama dari lapisan terbawah dalam

mengelola dan memelihara kerukunan, maka PBM ini juga memuat dan mengatur

pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang harus dibentuk di

tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia atas inistiatif dari

masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah. FKUB ini sebagai wadah

bersama untuk umat beragama dalam memelihara kerukunan di tiap-tiap daerah

seperti yang dimuat dalam pasal 8: 1) FKUB dibentuk di provinsi dan

kabupaten/kota. 2) Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah. 3) FKUB

Page 65: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

57

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan yang bersifat

konsultatif.12

Sedangkan untuk keanggotaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)

untuk tingkat provinsi dan kabupaten terdiri atas pemuka-pemuka agama setempat

sebagai bagian dari upaya pemerintah memberikan pemberdayaan bahwa

kerukunan juga begitu membutuhkan peran penting pemuka-pemuka tiap agama

dalam menjaga kerukunan di level terbawah yaitu umat beragama itu sendiri.

Peran penting pemuka agama ini dibutuhkan untuk dapat memberikan

pemahaman keagamaan yang inklusif dan toleran, sehingga tercipta interaksi

yang dinamis dan saling menguatkan dalam dialog kehidupan umat beragama.

Keanggotaan FKUB ini diatur dalam pasal berikut:

Pasal 10

(1) Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agama setempat.

(2) Jumlah anggota FKUB provinsi paling banyak 21 orang dan

jumlah anggota FKUB , kabupaten/kota paling banyak 17 orang.

(3) Komposisi keanggotaan FKUB provinsi dan kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan

perbandingan jumlah pemeluk agama setempat dengan

keterwakilan minimal 1 (satu) orang dari setiap agama yang ada

di propinsi dan kabupaten/kota.

(4) FKUB dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil

ketua, 1(satu) orang sekretaris, 1 (satu) orang wakil sekretaris,

yang dipilih secara musyawarah oleh anggota.

Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di tingkat

provinsi dan kabupaten diberikan tugas untuk melakukan dialog dengan para

pemuka agama dan tokoh masyarakat yang tidak terakomodir dalam FKUB

12

Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama,

h. 298-299.

Page 66: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

58

sebagai bagian dari upaya menyerap aspirasi dan segala hal yang menjadi bahan

masukan untuk perbaikan, pengembangan dan penguatan kerukunan. Tugas

FKUB provinsi dan kabupaten diatur dalam pasal 9 sebagai berikut: a) melakukan

dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat; b) menampung aspirasi

ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat; c) menyalurkan aspirasi ormas

keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan

gubernur; dan d) melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan

kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama

dan pemberdayaan masyarakat.

Sedangkan untuk FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam

pasal 8 mempunyai tugas: a) melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh

masyarakat; b) menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;

c) menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk

rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati/walikota; d) melakukan sosialisasi

peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang

berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat; dan

e) memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat.

Hal krusial lainnya yang diatur dalam PBM ini adalah pendirian rumah

ibadat yang diatur secara detail dan teknis sebagai solusi atas polemik dan konflik

yang sering terulang dan berujung pada perusakan rumah ibadat. Dalam

perjalanan bangsa Indonesia sejak kemerdekaan, perusakan terhadap rumah ibadat

menjadi pemandangan „lazim‟ terjadi setiap kali konflik antara Islam dan Kristen

atau agama lainnya meletus dan mengarah kepada perusakan rumah ibadat agama

masing-masing. Realitas ini sampai mengundang komentar dari Franz Magnis

Page 67: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

59

Suseno yang mengatakan Indonesia menjadi juara dunia dalam hal perusakan

rumah ibadat.13

Sudah begitu banyak, bahkan ratusan rumah ibadat yang telah

dirusak dan dibakar dalam setiap konflik yang berujung pada kerusuhan dan

kekerasan.

Aturan pendirian rumah ibadat dalam PBM ini menyempurnakan dan

menggantikan peraturan yang sebelumnya yaitu Surat Keputusan Bersama Nomor

1 tahun 1969. Dalam PBM ini menekankan bahwa pendirian rumah ibadat harus

didasarkan pada keperluan nyata sesuai komposisi jumlah penduduk umat

beragama di satu wilayah kelurahan/desa atau kecamatan atau kabupaten/kota atau

provinsi dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu

ketenteraman dan ketertiban umum.

Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan

persyaratan teknis bangunan gedung, serta harus memenuhi persyaratan khusus

yang tertera pada pasal berikut: a) daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk

pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan

oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagalmana dimaksud

dalam Pasal 13 ayat (3); b) dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60

(enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa; c) rekomendasi tertulis

kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; d) rekomendasi tertulis FKUB

kabupaten/kota.

Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 tahun 2006 ini

menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang terdapat pada peraturan-peraturan

yang sebelumnya. Bisa dikatakan, PBM ini sebagai kebijakan atau regulasi terbaik

13

Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, h, 463.

Page 68: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

60

yang ada saat ini sebagai pijakan semua pihak dalam menjalankan kehidupan

beragama.

C. Teologi Kerukunan Dalam Islam dan Katolik

Indonesia sebagai masyarakat yang berketuhanan, wacana kerukunan tentu

tidak asing lagi. Dan dengan demikian masyakarat dapat mengacu pada teologi

kerukunan dalam ajaran masing-masing agama yang dianut.

Secara harfiah teologi berarti ilmu ketuhanan: Theos berarti Tuhan, logos

berarti ilmu.14

Secara garis besar dapat dikatakan ilmu tentang ketuhanan. Baik

yang menyangkut tentang Tuhan, para utusannya dan keberadaan hari akhir.

Teologi juga dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari ajaran-ajaran dasar

dari suatu agama.15

Lebih rinci lagi perihal pembahasan kerukunan, dapat

ditemukan dalam pembahasan tentang hubungan Tuhan dengan manusia. Serta

hubungan manusia dengan manusia dalam ajaran-ajaran agama masing-masing.

Dengan mengacu pada fakta bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat

berketuhanan, maka teologi kerukunan dapat digali dari ajaran-ajaran dasar

masing-masing agama.

Kerukunan dengan bingkai teologi menjadi relevan, mengingat masing-

masing agama yang ada di Indonesia memiliki landasaan teologi tersendiri. Tidak

terkecuali dengan agama Islam dan Katolik yang memiliki landasan teologi

tersendiri dalam mengajarkan umatnya dalam berkehidupan yang rukun dan

damai antar umat agama. Artinya, bingkai teologi di sini adalah ketika teologi

menjadi cara berkeyakinan, pendekatan dan modal penguatan kerukunan antar

umat beragama, agar setiap agama lebih memprioritaskan paham, etika, dan

14

Syahrin Harahap, Teologi Kerukunan (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 15. 15

Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta: UI Press, 1986), h. ix.

Page 69: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

61

budaya rukun dalam berinteraksi terhadap agama lain, dengan segala kesadaran

akan titik temu dan perbedaan ajaran agama masing-masing.16

Titik temu teologi

kerukunan di dalam ajaran agama-agama inilah yang menjadi salah satu sumber

untuk menciptakan keadaan rukun antar umat beragama.

1. Dasar Teologi Kerukunan Dalam Agama Islam

Perspektif teologi Islam tentang kerukunan umat beragama dapat ditemukan

dalam beberapa aspek yang meliputi: Akidah, Ibadat, dan aspek Muamalah.

Ketiga aspek ini menjadi dasar utama dalam membangun kerukunan antar umat

beragama bagi kalangan muslim. Beberapa bagian tersebut terdapat anjuran-

anjuran untuk memelihara kehidupan yang rukun antar umat beragama.

Dari sisi akidah, agama Islam memberikan penekanan untuk hidup rukun

antar manusia. Sebagaimana diketahui bersama bahwa Agama Islam memberikan

perhatian yang besar terhadap keimanan penganutnya sebagai dasar dari segala

tindakan. Iman adalah ketetapan dan pembenaran hati yang implementasinya

dinyatakan dalam bentuk kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan ajaran

agama17

. Ketetapan hati menjadi landasan seseorang dalam menjalankan segala

perintahNya serta menjauhi semua laranganNya. Iman dijelaskan dalam Sabda

Rasulullah.

Artinya : “Iman itu ialah mengucapkan dengan lidah mempercayai

dengan hati dengan mengerjakan dengan anggota”.

16

Ma‟ruf Amin, Empat Bingkai Kerukunan Nasional (Banten: Yayasan An-Nawawi,

2013), h. 110. 17

Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Indonesia (Jakarta: Badan

Penelitian Dan Pengembangan Agama Departemen Agama RI, 1997), h. 21.

Page 70: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

62

Artinya : “Mengenal Allah dengan hati, mengikrarkan dengan lidah

dan melaksanakan dengan anggota, iman bertambah dengan

taat dan ia menjadi kurang dengan kemaksiatan”.18

Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang Iman di antanya dalam surah

Al Hujarat/49:15.

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mukmin sejati adalah mereka

yang beriman kepada Allah dan RasulNya, kemudian

mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta

dan jiwa mereka kepada di jalan Allah, mereka itulah

orang-orang yang benar” (QS. Al-Hujarat: 15).

Firman Allah SWT yang menganjurkan untuk mengakui eksistensi pihak

lain dalam surah Ali Imran/3: 64

Artinya : Katakanlah (Muhammad), "wahai Ahli Kitab, marilah (kita)

menuju kepada suatu kalimat (pegangan) yang sama antara

kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah,

dan kita tidak mempersekutukanNya dengan sesuatu pun,

dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-

tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah

(kepada mereka), “saksikanlah, bahwa kami adalah orang

muslim” (QS. Ali Imran : 64).

Firman Allah SWT tentang landasan persaudaraan sesama manusia, dan

sebangsa. Dan menegaskan bahwa tidak ada larangan antara umat Islam dan non-

Islam untuk hidup bersama dalam suatu negara. Selama semuanya dapat

menghargai dan menghormati satu sama lain. Firman Allah SWT ini terdapat

dalam surah Al Mumtahanah/60: 8.

Artinya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku

adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kamu

karena agama dan tidak pula mengusirmu dari negerimu,

sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang beralku

adil (QS. Al Mumtahanah : 8.

18

Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Indonesia, h. 22.

Page 71: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

63

Firman Allah SWT tentang tidak ada paksaan dalam beragama salah

satunya terdapat dalam surah Al Baqarah/2: 256.

Artinya : “tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam),

sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang

salah. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada thagut

dan beriman kepada Allah, maka mereka berpegang kepada

buhul tali yang amat kuat, yang tidak akan putus, dan

Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al

Baqarah : 256).

Dipertegas dalam firman Allah SWT dalam surat lain, Surah Yunus/10: 99.

Artinya : “Dan TuhanMu menghendaki tentulah beriman semua

orang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu

(hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-

orang yang beriman semuanya”. (QS. Yunus 99).

Firman Allah SWT yang lain dalam surah At-Taghabun/64 : 2.

Artinya : “Dialah Allah yang menjadikan kamu dan sebagian kamu

ada yang kafir sebagian lagi ada yang beriman dan Allah

mengetahui apa saja yang kamu perbuat”. (QS. At-

Taghabun : 2).

Firman Allah SWT dalam surah Al An‟am/6: 108.

Artinya : “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang

mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan

memaki Allah dengan melampui batas tampa pengetahuan.

Demikian kami jadikan setiap umat menganggap baik

pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah

kembali mereka, lalu Dia memeberi tahu kepada mereka

apa yang dahulu mereka kerjakan”. (QS. Al An‟am : 108).

Beberapa kutipan Sabda Nabi Muhammad Saw dan Firman Allah SWT,

memberi gambaran tentang interaksi antar manusia maupun umat beragama.

Hakikat dari hidup bersosial dari kutipan di atas menunjukkan pada keharusan

untuk memperkuat akidah para pemeluknya. Serta di sisi lain juga bertujuan untuk

menjaga dan mengembangkan rasa persaudaraan antara manusia.

Page 72: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

64

Firman Allah SWT tentang jalinan persaudaraan sesama manusia sebangsa

dan setanah air. Dan juga sebagai landasan umat Islam dalam menjalankan ibadat

dalam surah Al Muntahanah/60: 8.

Artinya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku

adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu

karena agama dan tidak pula mengusirmu dari negerimu

sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku

adil”. (QS. Al Muntahanah : 8).

Ayat ini memberi penegasan bahwa sebagai sesama manusia harus hidup

bersama secara damai dan dapat dijadikan landasan dalam menjalankan hubungan

antar sesama. Surah Al Muntahanah/60: 9.

Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu mennjadikan

sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena

agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu

(orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa

menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah

orang-orang yang zalim”. (QS. Al Muntahanah : 9).

Hubungan antar manusia di dalam perspektif Islam tidak hanya datang dari

yang normatif saja. Melainkan memiliki pijakan yang cukup banyak seperti

hubungan dengan agama-agama lain yang dianut oleh umat beragama sebelum

datangnya Islam. Dalam memandang kedudukan manusia dalam beberapa agama

yang memiliki hubungan erat dengan Islam seperti Kristen dan beberapa agama

samawi lainnya. Menempatkan manusia sebagai satu keturunan, yakni dari

keturunan dari Adam dan Hawa. Sebagaimana dijelaskan Azyumardi Azra dalam

bukunya Bingkai Teologi, bahwa menurut Islam, manusia berasal dari satu asal

yang sama, yakni dari keturunan Adam dan Hawa.19

Pandangan ini menunjukkan

19

Azyumardi Azra, “Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Antar umat Beragama: Perspektif

Islam,” dalam Weinata Sairin, ed., Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan

Berbangsa; Butir- Butir Pemikiran (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), h. 92.

Page 73: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

65

bahwa Islam memiliki pandangan sangat baik dan positif terhadap manusia dan

kemanusiaan.

Kesamaan dari sisi nenek moyang dari pandangan Islam, juga tidak berarti

menempatkan manusia sama dalam segi budaya, suku, dan bahasa. Perjalanan

sejarah manusia mengalami perkembangan dan beranak-pinak yang menjadi suku-

suku, dan berbangsa-bangsa. Perbedaan-perbedaan ada yang harus disikapi

sebagai suatu hal yang positif untuk menumbukan rasa saling mengenal antar

sesama manusia. Islam memandang perbedaan bukan terletak pada warna kulit,

suku dan bahkan bahasa. Melainkan menempatkan ketaqwaan kepadaNya sebagai

ukuran yang hakiki. Hal ini tergambar dari Firman Allah SWT dalam surah Al

Hujarat/49: 13.

Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan

kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu

saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling

mulia di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara

kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha

mengenal”. (QS. AL-Hujarat : 13).

Surat Al-Hujarat ayat 13 tersebut menunjukkan basis teologis kerukunan

umat beragama untuk kesatuan manusia dalam persaudaraan. Azra dalam hal ini

menyebutkan dengan gamblang sebagai suatu dorongan untuk menumbuhkan

persaudaraan antar manusia. Basis normatif inilah yang menjadi dasar perspektif

Islam tentang “kesatuan umat manusia”, yang kemudian bisa menumbuhkan dan

mendorong berkembangnya solidaritas antar sesama manusia, dalam bingkai

ukhuwah insyaniyah atau ukhuwah bashariyah.20

20

Azyumardi Azra, “Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Antar umat Beragama: Perspektif

Islam,” dalam Weinata Sairin, ed., Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan

Berbangsa; Butir- Butir Pemikiran, h. 92.

Page 74: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

66

Firman Allah SWT tentang kesatuan umat manusia juga dapat ditemukan

dalam surah Al Baqarah/:213, yang menjelaskan bahwa seluruh manusia

sesungguhnya adalah umat yang satu.

Artinya : “Sesungguhnya seluruh manusia adalah umat yang satu”.

(QS. Al Bagarah : 213).

Ayat di atas menempatkan perspektif kerukunan pada titik kesamaan

sebagai umat manusia. Dari konsep persamaan akan melahirkan persaudaraan.

Sebagaiman dijelaskan Kementerian Agama dalam buku yang berjudul Bingkai

Teologi Kerukunan hidup Umat beragama di Indonesia, bahwa, dalam perspektif

kerukunan, ajaran agama Islam dalam muamalah didasarkan pada konsep

persamaan. Dari konsep persamaan akan dilahirkan persaudaraan.21

Selain landasan teologi Islam tentang kerukunan hidup umat beragama, juga

terdapat sejarah Piagama Madinah yang mengatur hubungan antar komunitas

yang majemuk. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan Islam di masa

kepemimpinan Rasulullah. Tepatnya ketika menjadi kepala agama dan

pemerintahan di Madinah. Dijelaskan bahwa dalam piagam tersebut antara lain

ditekankan bahwa, hubungan kelompok Islam dengan kelompok lain didasarkan

pada: hubungan tetangga yang baik; saling membantu dalam menghadapi musuh

bersama; membela mereka yang teraniaya; saling menasehati; dan menghormati

kebebasan beragama.22

Sejarah ini menempatkan kerukunan umat beragama sudah

sejak lama diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan

berlandaskan pada teologi kerukunan dalam ajaran Islam.

Peristiwa Fath Makkah, juga dapat menjadi rujukan kerukunan umat

beragama. Peristiwa ini menunjukkan, di mana penduduk Kristen Najran di

21

Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Indonesia, h. 33. 22

A.A. Yewangoe, Agama dan Kerukunan (Jakarta: Gunung Mulia, 2009), h. 46.

Page 75: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

67

Yaman membuat perjanjian dengan Rasulullah bahwa mereka akan menaati beliau

sebagai pemimpin politik-pemerintah.23

Di sisi lain Islam memberikan

perlindungan terhadap kehidupan mereka. Dengan demikian tercipta kerukunan

yang harmoni antar dua agama tersebut.

2. Dasar Teologi Kerukunan Dalam Katolik

Hubungan antara umat beriman dan beragama yang kemudian dalam hal ini

disebut sebagai teologi kerukuan, dipahami sebagai integritas terbuka dalam

Katolik. Pada awal sejarah perkembangan Katolik, hubungan antar umat

beragama belum diolah dengan begitu baik dalam Al Kitab (Perjanjian Baru).

Namun aspiranya dapat ditemukan dalam penyebutan Yesus tentang kerajaan

Allah, yaitu inspirasi untuk membangun dunia dan masyarakat sesuai dengan

kehendak Allah.24

Dengan demikian aspirasi tersebut sudah terdapat dalam Al

Kitab.

Hubungan Gereja Katolik dengan saudara-saudari beriman dan beragama

lainnya, dapat ditemukan dalam dokumen-dokumen pada konsili Vatikan II pada

1962-1965. Seperti dokumen, Lumen Gentium (konstitusi dogmatis mengenai

gereja), Ad Gentes (dekrit tentang kegiatan misioner Gereja), Dignitatis Humanae

(pernyataan tentang kebasan beragama), Nostra Aetate (pernyataan mengenai

hubungan Gereja dengan saudara-saudari bukan Kristiani) dan dalam Gaundium

et Spes (konstitusi pastoral mengenai gereja dalam dunia modern).25

Baik LG

maupun AG mengulangi dan menegaskan kemabali ajaran trasional tentang

23

Umi Sumbulah dan Wilda Al Aluf, Fluktuasi Relasi Islam-Kristen di Indonesia (Malang:

UIN Maliki Press, 2015), h. 62. 24

Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Indonesia, h. 98. 25

Dokumen-dokumen ini secara detail dijelaskan oleh E. Armada Riyanto CM, Diaolog

Interreligius: Historisitas, Tesis, Pergumulan, Wajah (Yogyakarta: Kanisius, 2010), h. 85-117.

Page 76: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

68

keselamatan di luar gereja. Secara gamblang dijelaskan dalam LG dan AG tentang

hubungan umat beriman. Dalam LG dijelaskan bahwa,

“Penyelenggaraan Ilahi tidak menarik kembali bantuan yang perlu

untuk keselamatan dari mereka yang bukan karena kesalahannya

sendiri belum sampai mengakui Allah secara ekspilisit dan berusaha

menempuh jalan yang benar dengan pertolongan rahmat Ilahi” (LG

16). Dan Dekrit AG menjelaskan bahwa, “rencana Allah untuk

menyelamatkan semua orang tidaklah dilaksanakan secara rahasia

dalam batin manusia, tidak perlu melulu dengan usaha-usaha –

termasuk usha-usaha religius – dimana mereka melalui bermacam-

macam cara mencari Allah dengan berusaha menyentuh dan

menemukan Dia, meski memang Dia tidak jauh dari kita masing-

masing” (AG).26

Sedangkan DH menegaskan bahwa manusia berhak atas kebebasan

beragama. hal ini berarti semua orang harus kebal dari paksaan dari orang-

perseorangan maupun kelompok-kelompok sosial kuasa manusiawi. Sehingga

dalam hal keagamaan tak seorang pun dipaksa bertindak melawan suara hati.

“Pribadi manusia berhak atas kebebasan beragama. kebebasan sendiri

itu berarti, bawa perorangan maupun kelompok-kelompok sosial dan

kuasa manusia manapun juga, sedemikian rupa, sehingga dalam hal

keagamaan tak seorang pun dipaksa untuk bertindak melawan suara

hatinya, atau dihalang-halangi untuk dalam batas-batas yang wajar

bertindak menurut suara hati, baik perorangan maupun di muka umum,

baik sendiri maupun bersma-sama dengan orang lain. Selain itu konsili

menyatakan bahwa hak atas kebebasan beragama sungguh didasarkan

pada martabat pribadi manusia, sebagaimana dikenal berkat sabda

Allah yang diwahyukan dan dengan akalbudi. Hak pribadi manusia

atas kebebasan beragama itu harus diakui dalam tata hukum

masyakarat sedemikian rupa sehingga menjadi hak sipil” (DH 2).27

Sejak adanya Konsili Vatikan II, di Indonesia kalangan Katolik semakin

memperbesar ruang untuk berdialog dengan saudara-saudari beriman dan

beragama di luar gereja. Dengan kata lain umat Katolik dituntut untuk terbuka dan

memandang positif hubungan antara umat beragama. Hal ini dapat dilihat dari

26

Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Indonesia, h. 99 27

Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Indonesia, h. 100.

Page 77: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

69

Surat Gembala (1997) yang disampaikan oleh Konferensi Waligereja Indonesia

(KWI). Berikut dari surat Gembala yang mutakhir:

Saudara-saudari terkasih,

Khusus dalam hubungan dengan umat beragama dan

kepercayaan lain, kita dituntut bersikap terbuka dan positif. Kalau

masih ada rasa takut dan saling curiga, mari kita atasi dengan

saling mendekati dan berbicara satu sama lain. Mari kita

denganarkan keprihatinan mereka dan kita ungkapkan keprihatinan

kita.Mari kita mencari dan mengusahakan kebaikan bersama.

Dengan umat Islam banyak sekali hal-hal yang menyangkut

kepercayaan dan moral yang mempersatukan kita. Sejak puluhan

tahun, di ribuan desa dan kota umat kita hidup berdampingan.

Secara rukun dan damai sampai hari ini. Konsili Vatikan II

menegaskan, gereja memamndang umat Islam dengan penuh

penghargaan. Permusuhan dan perselisihan yang pernah terjadi

pada masa lalu. Hendaknya kita lupakan dan marilah berikhtiyar

untuk saling mengerti. Mari kita bersama-sama berjuang untuk

menjamin dan memupuk nilai-nilai sosial, keadilan dan

kemasyarakatan (Nostra Aetate, no.3).

Kalaupun ada gangguan dalam hubungan, janganlah kita

lupakan bahwa jauh lebih banyak hubungan antara kita tetap baik

dan bahwa begitu banyak umat Islam dan tokoh-tokohnya

bersahabat kepada kita. Sekitar peristiwa Situbondo misalnya,

perlindungan dan pengamanan yang diberikan kepada orang

Katolik, pernyataan sejumlah tokoh Islam dan keikutsertaan

merreka untuk membangun kembali bangunan yang terbakar dan

rusak, sangatlah menyentuh hati.

Mari kita tetap waspada dan bijaksana untuk tidak

mempolitikkan agama kita dan jangan pernah membiarkannya

dipolitikkan oleh pihak manapun. Dan kiranya agama tidak

dijadikam alat politik oleh siapapun juga.

Bersama saudara-saudari umat Kristen Protestan, umat

Islam, umat Hindu, umat Buddha, dan kepercayaan lain, kita harus

dengan serius mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan

mengenai makna dan tujuan hidup, memperdalam penghayatan

religius, mencari kemerdekaan dari ketakutan dan keterbelengguan,

dengan cinta dan kepercayaan kepada Tuhan (Nostra Aetate, no.2).

Oleh karena itu, hendaknya kita tidak kenal lelah

mengusahakan dialog umat beragama di semua tingkat. Para tokoh

umat Katolik hendaknya berkenalan dengan tokoh-tokoh agama

Page 78: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

70

lain, di mana kita orang Katolik merupakan kelompok terbesar,

hendaknya umat semua agama lain dapat merasa aman dan

diterima sepenuhnya. Di mana kita merupakan kelompok kecil,

hendaknya kita terbuka, bahkan berprakarsa untuk bergaul dan

bekerja sama dengan umat dan tokoh-tokoh agama lain.

Perlu kita sadari bahwa hubungan baik antar umat

beragama dapat diprakarsai oleh pemerintah, tetapi realisasi

pengembangannya harus dijalankan oleh umat beragama sendiri,

sikap terbuka dan semangat berkeja sama itu bukanlah taktik untuk

aman. Sebagai warga negara kita meyakini itu sebagai tuntutan

untuk membentuk dan mengembangkan pesaudaraaan, dan sebagai

umat Katolik kita meyakininya sebagai tuntutan iman kristiani

(Keprihatinan dan Harapan: Surat Kembala Prapaskah 1997,

Konferensi Wali Gereja Indonesia, JL. Cut Muetia. 10, Jakarta

10340, Indonesia, hlm. 11-12).

Sedangkan teologi kerukunan umat beragama dapat dilihat dari Al Kitab

tentang posisi antar manusia dan juga sebagai pelayan kebersamaan. Dalam Al

Kitab dapat dilihat pada Lukas/6:27-31.

“(27) tetapi kepada kamu yang mendengarkan Aku, Aku berkata:

Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang

membencimu; (28) mintalah berkat bagi orang yang mengutuk

kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. (29) Barangsiapa

yang menampar pipimu yang satu, berikanlah kepadanya pipimu

yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga

ia mengambil bajumu. (30) berilah kepada setiap orang yang

meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang

yang mengambil kepunyaanmu. (31) Dan sebagaimana kamu

kehendaki supaya orang yang berbuat kepadamu, perbuat juga

demikian kepada mereka.”

Sebagian yang lain dalam Al Kitab, tentang kerukunan umat beragama

dapat didasari oleh rasa kasih sayang sesama manusia. Hal ini dapat ditemukan

dalam Matius/22: 36-40. Dalam bagian ini Al Kitab menjelasan bagaimana

hukum mengasihani selain Allah. Yakni mengasihani sesama manusia,

sebagaimana mengasihani diri sendiri.

Disebutkan, (36) “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum

Taurat?” (37) jawab Yesus padanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap

Page 79: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

71

hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah

Hukum yang terutama dan yang pertama, (39) dan hukum yang kedua, yang sama

dengan itu, ialah: kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri (juga terdapat

di Matius 19:19).

Selaras dengan dasar kemanusian dalam Al Kitab. Dan dapat dijadikan

penjelasan dan juga landasan tentang teologi kerukunan beragama dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Landasan kemanusiaan ini menjadi penting

untuk diwujudkan sebagai umat Katolik, sebab manusia menempati posisi yang

sama sakralnya dengan keagungan dan kesucian Tuhan. Perihal ini dijelaskan

dalam Matius/25: 40. (40) dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata

kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang

dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.

Page 80: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

72

BAB IV

KONDISI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DESA PABIAN

KABUPATEN SUMENEP MADURA

A. Asal Usul Madura

Madura merupakan sebuah pulau yang berada di pojok Timur Laut Pulau

Jawa. Pulau Madura memanjang dari ujung barat sampai ujung timur sepintas

seperti sebilah belati. Kedua ujungnya digantung oleh garis 113‟ dan 114‟ Bujur

Timur dan punggungnya tertusuk oleh garis 7‟ Lintang Selatan bumi. Panjang

pulau Madura sekitar 160 km dan lebarnya mencapai 40 km terhampar sejajar

dengan garis khatulistiwa.1

Secara administratif pulau Madura termasuk bagian dari Provinsi Jawa

Timur dengan tingkat perbedaan budaya yang mencolok antara budaya Jawa dan

Madura meskipun berdekatan. Dari daratan pulau Jawa, Madura dipisah oleh

sebuah selat. Dari daratan Surabaya, Madura kini „terhubung‟ dengan pulau Jawa

melalui Jembatan Suramadu.

Pulau Madura yang terletak di timur laut Pulau Jawa sampai saat ini belum

didapat literatur yang mampu menjelaskan secara jelas asal usul Madura; baik

sebagai sebuah nama dan suku. Namun ada beberapa pendapat yang selama ini

menjadi rujukan dalam menjelaskan asal usul nama dan suku Madura.

Pertama, Cerita Rakyat Madura, asal usul nama dan suku Madura berasal

dari keturunan Raden Sagoro anak dari Bendoro Gung, putri Raja Sanghyang

1 Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya seperti Dicitrakan Peribahasanya (Yogyakarta: Pilar Media, 2007), h.

23.

Page 81: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

73

Tunggal dari kerajaan (negara) Mendangkamulan.2 Dalam literatur yang lain,

kerajaan Mendangkamulan disebut dengan Medang Kamulan, kerajaan setengah

legenda. Kerajaan ini dipercaya berada di Jawa Tengah dan mendahului Kerajaan

Medang karena arti dari „kamulan‟ sendiri berarti „permulaan‟, sehingga „Medang

Kamulan‟ diartikan sebagai „pra Medang. Dalam cerita pewayangan Jawa,

Medang Kamulan dianggap sebagai tempat bertahtanya Batara Guru. Dalam

legenda Aji Saka, Medang Kamulan adalah negeri tempat berkuasanya Dewata

Cengkar.3

Cerita Rakyat Madura menyebutkan bahwa anak gadis dari Raja Sanghyang

Tunggal yang bernama Bendoro Gung hamil tanpa diketahui sebabnya, apalagi

belum memiliki suami. Raja Medang Kamulan, Sanghyang Tunggal, mengetahui

anak gadisnya hamil tanpa sebab kemudian menjadi sangat murka. Sang Raja

memerintahkan patihnya, Pranggulang untuk membunuh sang putri. Sang patih

kemudian membawa sang putri ke hutan. Namun patih Pranggulang tidak berhasil

menjalankan tugasnya karena saat hendak membunuh sang putri, setiap kali

pedang dihunuskan ke lehernya, pedang sang patih selalu terpental jatuh

meskipun diulang sampai tiga kali. Sang patih menyerah dan meyakinkan dirinya

bahwa hamilnya Bendoro Gung bukanlah hamil karena perbuatannya sendiri,

melainkan karena sebuah keajaiban.

Akhirnya, Pranggulang membiarkan sang putri dan bayi yang dikandungnya

tetap hidup dengan cara menghayutkannya ke laut mengunakan rangkaian kayu-

kayu (rakit: ghitek) dan kemudian sang putri terdampar di tepi gunung (sekarang

dinamakan Gunung Geger, Bangkalan). Dari gunung itu sang putri melihat

2 Abdurachman, Sedjarah Madura: Selajang Pandang (Sumenep: Authomatic the Sun

Smp, 1971), h. 1-4. 3 Samsul Ma‟arif, The History of Madura (Yogyakarta: Araska, 2015), h. 19.

Page 82: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

74

daratan yang lapang dan luas. Sedangkan posisi Gunung Geger berada di pojok.

Maka dinamakanlah tempat itu dengan nama „Madu Oro‟ yang mempunyai arti

pojok daratan luas atau pojok menuju ke arah yang luas. Dari kata „Madu Oro‟

inilah asal mula kata Madura. Kemudian sang putri melahirkan seorang putra

yang diberi nama Raden Sagoro (sagoro: laut) yang dipercaya menjadi penghuni

pertama di Pulau Madura.4

Kedua, berasal dari proses perpindahan bangsa-bangsa di Asia Tenggara

secara besar-besaran pada kurun waktu antara 4000-2000 SM. Peristiwa ini

dikarenakan bertambah majunya kerajaan-kerajaan China yang meluaskan

pengaruh kekuasaannya ke arah selatan. Kawasan yang terkena dampaknya

seperti Tibet (merupakan tanah leluhur bangsa Birma) dan Yunnan (yang semula

dihuni orang Thai dan Vietnam). Akibatnya bangsa-bangsa Birma, Thai dan

Vietnam terpaksa menyingkir lebih ke selatan. Perpidahan itu melahirkan cikal

bakal bangsa-bangsa Protomelayu yang pada saat itu bermukim di wilayah Birma,

Siam, dan Indocina. Perpindahan bangsa-bangsa tersebut berada dalam kelompok-

kelompok yang menyebar ke berbagai wilayah seperti ke daerah pantai,

pegunungan atau terus menuju ke arah selatan mengarungi laut ataupun melewati

Semenanjung Malaya, kemudian menyeberangi laut hingga mencapai pulau-pulau

di Nusantara.5

Salah satu dari kelompok bangsa yang berpindah dengan mengarungi laut

itu terdampar ke suatu pulau kecil yang terletak di utara, ujung timur pulau Jawa.

Para pendatang ini lalu menetap di sana dan menjadi nenek moyang dari suku

4 Samsul Ma‟arif, The History of Madura, h. 20., Abdurachman, Sedjarah Madura:

Selajang Pandang, h. 2. Lihat juga Ayu Sutarto, dkk., Mutiara Yang Tersisa: Kearifan Lokal

dalam Cerita Rakyat Madura (Jember: Kompyawisda). 5 Mien A. Rifai, Lintasan Sejarah Madura (Surabaya: Yayasan Lebbur Legga, 1993), h. 1.

Page 83: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

75

Madura. Pada mulanya mereka serumpun bangsa dan bahasanya, namun

kemudian akibat dari perbedaan geografis menyebabkan terjadinya perbedaan

yang semakin kentara. Pembauran dengan kelompok-kelompok berbeda (bangsa

Deuteromelayu) yang datang belakangan, semakin memperkuat adanya perbedaan

bahasa dan dialek. Seperti bangsa Piah, Campa dan Jai di Kocincina, berbeda

dengan bangsa-bangsa lain, bahasa mereka mengenal konsonan rangkap seperti

bassa, cacca, daddi, kerrong dan pennai.

Setelah ratusan tahun di Madura, para pendatang baru itu beranak-pinak dan

menyebar ke seluruh pulau. Bahkan ke pulau-pulau kecil di sekitar Madura seperti

pulau Sepudi, Kangean, Masalembu, Mandangil di selat Madura dan juga Bawean

di laut Jawa. Mereka bermukim dalam kelompok-kelompok yang besarnya

ditentukan oleh kesuburan tanah atau daya dukung ekologi setempat. Namun

antara kelompok yang terbentuk masih terikat satu sama lain oleh kesamaan

bahasa. Keragaman kelompok itu kemudian juga memunculkan dialek setempat

dari barat (Bangkalan, tengah (Sampang dan Pamekasan), timur (Sumenep) dan

ujung paling timur (Kangean). Peradaban mereka sebagai orang Madura purba

juga semakin maju dan berkembang dengan perkembangan yang dialami bangsa-

bangsa lain di Nusantara.6

Kendatipun demikian, belum ada catatan sejarah yang dapat memastikan

apakah para pendatang tersebut saat tiba di Pulau Madura menjumpai penduduk

asli Nusantara. Jika ada, maka penduduk asli itu akan dapat dikalahkan sebab

mereka masih berkebudayaan batu tua (paleolitik). Sedangkan para pendatang

baru dari utara itu telah berkebudayaan batu baru (neolitik). Mereka telah

6 Tim Penulis, Sejarah Sumenep (Sumenep: Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan

Olah Raga Kabupaten Sumenep, 2012), h. 22-25.

Page 84: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

76

berkemampuan mengasah batu menjadi beliung atau kapak persegi yang juga bisa

digunakan sebagai pacul.7

Ketiga, asal nama dan suku Madura diduga berasal dari para penganjur

agama (kaum Brahmana) dari India yang tiba di Nusantara pada abad-abad awal

milenium. Di antara mereka ada yang sampai ke pulau ujung timur pulau Jawa itu

dan mendapati sebuah pulau indah, sehingga dinamakanlah pulau tersebut dengan

bahasa Sansekerta yaitu Madura, sebuah nama yang persis sama dengan nama

geografi di India. Kata madura dalam bahasa Sansekerta berarti permai, indah,

molek, jelita, manis, ramah tamah, lemah lembut (Mardiwarsito 1978).8 Artinya,

Penamaan (Madura) ini mungkin diilhami dan diambilkan dari nama salah satu

daerah serupa di India Selatan yaitu „Mathurai‟ yang juga beriklim kering.9

B. Sumenep: Sejarah dan Masa Kini

Sumenep berasal dari kata Soengennep, nama asal pada masa kuno. Kata

Soengennep sudah ada dalam kitab tertua yang mencantumkan nama wilayah ini

yaitu buku Pararaton yang ditulis pada tahun 1475-1485. Perubahan nama

Soengennep menjadi Sumenep terjadi pada masa penjajahan Belanda pada awal

abad XVIII, tepatnya tahun 1705. Banyak buku-buku karangan atau terbitan

Belanda pada masa itu yang telah menggunakan sebutan kata Sumenep.10

Soengennep menurut arti asal usul katanya, yaitu: a) Song berarti relung,

geronggongan (bahasa Kawi), Ennep berarti mengendap (tenang). Jadi

Soengennep berarti lembah bekas endapan yang tenang. b) Song berarti sejuk

7 Mien A. Rifai, Lintasan Sejarah Madura, h. 2-3.

8 Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya seperti Dicitrakan Peribahasanya, h. 28-29. 9 Tim Penulis, Sejarah Sumenep, h. 28. Lihat juga Samsul Ma‟arif, The History of Madura,

h. 21. 10

Tim Penulis, Sejarah Sumenep, h. 32-33.

Page 85: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

77

rindang, payung, Ennep berarti mengendap (tenang). Jadi Soengennep berarti

lembah endapan yang sejuk dan rindang. c) Song berarti relung atau cekungan,

Ennep berarti tenang. Jadi Soengennep berarti lembah, cekungan yang tenang atau

sama dengan pelabuhan yang tenang.11

Sumenep ini berdiri pada tahun 1269 M didasarkan pada sejarah awal

pemerintahan atau penguasa pertama Sumenep pada zaman kerajaan, yaitu Arya

Wiraraja. Pada awalnya, Arya Wiraraja seorang penasehat kerajaan Singasari

bidang politik dan pemerintahan yang „disingkirkan‟ ke wilayah Sumenep oleh

Prabu Kertanegara. Kemudian, Arya Wiraraja diangkat menjadi Adipati pertama

kerajaan Sumenep pada tanggal 31 Oktober 1269. Dan kemudian dijadikan

sebagai hari jadi Kabupaten Sumenep.12

Sejak berdirinya sampai tahun 2018 Sumenep telah dipimpin oleh 36 Raja

15 Bupati dengan perincian sebagai berikut:13

Daftar Raja-raja Sumenep

No Nama Raja Tempat Keraton Periode

1 Arya Wiraraja (Aria Banyak Wedi) Batuputih 1269-1292

2 Wiraraja (Ario Bangah) Banasare 1292-1301

3 Lembu Sarenggono (Ario Danurwendo) Aeng Anyar 1301-1311

4 Ario Assrapati - 1311-1319

5 Panembahan Joharsari Bluto 1319-1331

6 Panembahan Mandaraga (R. Piturut) Keles 1331-1339

7 P. Bukabu Wotoprojo Bukabu 1339-1348

8 P. Baragung Notoningrat Baragung 1348-1358

9 R. Agung Rawit (Secodiningrat I) Banasare 1358-1366

10 Tumenggung Gajah Pramono

(Secondiningrat II)

Banasare 1366-1386

11 Panembahan Blongi (Aryo Pulang Jiwo) Bolingi/Poday 1386-1399

12 Pangeran Adipoday (Ario Baribin) Nyamplong/Poday 1399-1415

11

Tim Penulis, Sejarah Sumenep, h. 33-34. 12

Pemerintah Kabupaten Sumenep, Profil Potensi Investasi Kabupaten Sumenep

(Sumenep: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah , 2016), h. 9. Lihat juga Tim Penulis,

Sejarah Sumenep, h. 40 – 47. 13

Sumenep Dalam Angka 2013 (Sumenep: BPS Kabupaten Sumenep, 2013), h. vii-viii.

Page 86: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

78

13 Pangerang Jokotole (P. Secodiningrat

III)

Banasare 1415-1460

14 R. Wigonando (P. Secodiningrat IV) Gapura 1460-1502

15 R. Siding Purih (P. Secodiningrat V) Parsanga 1502-1559

16 RT. Kanduruwan Karang Sabu 1559-1562

17 P. Wetan dan P Lor - 1562-1567

18 R. Keduk (P. Keduk II) - 1567-1574

19 R. Rajasa (P. Lor II) - 1574-1589

20 R. Abdullah (P. Cokronegoro I) Karang Toroy 1589-1626

21 P. Anggadipa Karang Toroy 1626-1644

22 Tumenggung Jaingpatih Dari Sampang Karang Toroy 1644-1648

23 R. Bugan (Tumenggung Yudonegoro) Karang Toroy 1648-1672

24 P.T. Pulang Jiwo dan P. Sepuh Karang Toroy 1672-1678

25 P. Romo (P. Cokronegoro II) Karang Toroy 1678-1709

26 RT. Wiromenggolo (Purwonegoro) Karang Toroy 1709-1721

27 R. Ahmat alias P. Jimat (T. Aryo

Cokronegoro III)

Karang Toroy 1721-1744

28 R. Alza alias P. Lolos Karang Toroy 1744-1749

29 K. Lesap Karang Toroy 1749-1750

30 R. Ayu Tirtonegoro, R. Rasmana dan

Bindara Saod

Pajagalan 1750-1762

31 Penembahan Sumolo Asiru Pajagalan 1762-1811

32 Sri Sultan Abdurrahman

(Pakunataningrat I)

Pajagalan 1811-1854

33 Panembahan Moh. Saleh (Notokusumo

II)

Pajagalan 1854-1879

34 P. Mangkudiningrat (P. Pakunataningrat

II)

Pajagalan 1879-1901

35 P. Ario Prataningkusumo Pajagalan 1901-1926

36 RP. Ario Prabuwinoto Pajagalan 1926-1929

Daftar Nama Bupati Sumenep

No. Nama Periode

1 RP. Ario Samadikun (Prawoto Adikusumo) 1929-1947

2 RP. Amijoyo 1947-1949

3 RP. Moh. Alipratamingkusomo 1949-1954

4 R. Moh. Ruslan Wongsokusumo 1954-1956

5 RA. Ruslan Cakraningkrat 1956-1958

6 R. Surahmad Prawiro Widoyo 1958-1959

7 R. Ahyak Sosro Sugondo 1959-1960

8 K. Abdullah Mangunsiswo 1960-1963

9 Drs. Abdurrahman 1963-1974

10 RP. Mahmud Sosro 1974-1975

11 HR. Soemar‟oem 1975-1985

12 Soegondo 1985-1995

13 Kol. Art. H. Soekarno Marsaid 1995-2000

14 KH. Moh. Ramdlan Siradj, SE, MM 2000-2010

15 Drs. KH. A. Busyro Karim, M.Si 2010-2020

Page 87: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

79

Sumenep dengan Ibu Kotanya (juga dieja Ibukota) Kecamatan Sumenep

merupakan salah satu kawasan penting dalam sejarah Madura. Saat ini masih

banyak situs-situs bersejarah yang terus dijaga sebagai warisan penting dalam

sejarah kerajaan Sumenep dan Madura pada umumnya. Situs-situs bersejarah

yang populer seperti Keraton, Asta Tinggi (makan para raja-raja), dan Masjid

Jamik yang berada di jantung Kabupaten Sumenep.14

Sumenep merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Pulau Madura

selain tiga Kabupaten lainnya (Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan). Meskipun

berada dalam satu pulau, kalau dari segi pelafalan bahasa, empat kabupaten

tersebut memiliki perbedaan, di mana dialek Sumenep dianggap paling merdu,

halus dan jelas, karena setiap suku kata diucapkan secara penuh dan tegas.15

Ini

nantinya juga menjadi penegasan bahwa orang Sumenep khususnya, memiliki

sifat dan karakter yang ramah dan lembut selain dikenal ketegasannya sebagai

suku Madura.

Kabupaten Sumenep ini terletak di ujung timur Pulau Madura sekitar 153

km kearah timur Surabaya terletak diantara 113 32‟ 54‟ – 116 16‟ 48‟ BT dan 4

55‟ – 7 24‟ LS. Sedangkan batas-batas wilayahnya sebagai berikut : Utara : Laut

Jawa Selatan : Laut Jawa, Selat Madura Barat : Kabupaten Pamekasan Timur :

Laut Jawa, Laut Flores. Kabupaten Sumenep menjadi Kabupaten di Jawa Timur

yang memiliki pulau yang terbanyak yaitu 126 pulau, jumlah pulau berpenghuni

48 pulau, jumlah pulau tidak bepenghuni 78 pulau, jumlah pulau yang sudah

bernama 126 pulau. Untuk luas wilayah administrasi Kabupaten Sumenep adalah

2.093.457.573 Km² secara terdiri dari 27 kecamatan, 328 desa, dan 4 kelurahan,

14

Samsul Ma‟arif, The History of Madura, h. 29-30. 15

Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya, h. 53-55.

Page 88: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

80

1484 dusun, 5.928 RT, 2233 RW. Berdasarkan data dari BPS tahun 2015, jumlah

penduduk Kabupaten Sumenep sebanyak 1.067.202 jiwa dengan Komposisi

507.430 laki-laki (48,01%) dan 559.772 perempuan (51,99%).16

Sedangkan agama yang dianut oleh penduduk Kabupaten Sumenep,

menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam sensus penduduk tahun

2010, penganut Islam berjumlah 1.033.854 jiwa (98,11%), Kristen berjumlah 685

jiwa (0,33%), Katolik berjumlah 478 jiwa (0,27%), Buddha berjumlah 118 jiwa

(0,03%), Hindu berjumlah 8 jiwa (0,01), Kong Hu Cu 5 jiwa (0,002%).17

Perbedaan agama yang ada di Kabupaten Sumenep saat ini tidak bisa

dilepaskan dari perjalanan sejarah itu sendiri. Yakni diawali dengan kedatangan

orang-orang India dan kemudian China di abad-abad awal Masehi yang

melakukan kontak perdagangan melalui pelabuhan Kalianget, Sumenep. Orang-

orang India yang datang tidak hanya pedagang, namun ada juga penganjur

agama.18

Kemudian sejarah awal Sumenep (Madura Timur) dan Madura Barat

sebagai sebuah kerajaan-kerajaan (Arosbaya, Blega, Sampang, Pamekasan, dan

Sumenep) yang berada dibawah pengaruh atau kekuasaan kerajaan Hindu yang

ada di Jawa, seperti Kediri (1050-1222), Singasari (1222-1292), dan Majapahit

(1294-1572). Sebelum kerajaan Majapahit runtuh, namun sudah mulai mengalami

penurunan kendali dan kuasa atas kerajaan-kerajaan di Madura, Madura sudah

berkenalan dengan agama Islam melalui hubungan erat dengan Gresik dan

Surabaya sebagai tempat para pemimpin Islam, Sunan Giri dan Sunan Ampel

bermukim. Penyebaran Islam di Madura tumbuh bersamaan dengan petumbuhan

16

Pemerintah Kabupaten Sumenep, Profil Potensi Investasi Kabupaten Sumenep, h. 2-5 17

"Penduduk menurut wilayah agama yang dianut". Diakses dari www.bps.go.id pada

tanggal 07-02-2018. 18

Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya, h. 32 dan 42.

Page 89: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

81

perdagangan. Setelah Majapahit runtuh pada tahun 1572, kemudian muncul

Demak sebagai penguasa baru.19

Setelah satu abad keruntuhan Majapahit dan

sebelum kuatnya kesultanan Demak, di Madura sudah muncul kerajaan-kerajaan

Islam seperti Sumenep, Pamekasan, Blega, Palakaran, Jamburingin dan sempat

berjaya.20

Pada tahun 1624 seluruh kerajaan di Madura ditaklukkan oleh Mataram

melalui pertarungan yang sengit. Mulai tahun 1670, rakyat Madura, dipimpin oleh

Trunojoyo terus memberontak atas dominasi Mataram dan berhasil mematahkan

penindasan Jawa sampai mengganggu dan mengguncang kekuasaan pusat

Mataram. Pada akhirnya, penguasa Mataram meminta bantuan kepada VOC, yang

sebenarnya sangat dibenci dari awal, agar membantu meredam pemberontakan-

pemberontakan yang dimotori Trunojoyo. Dari sinilah pintu masuk kuasa VOC

atas kerajaan-kerajaan di Madura dan mulai memegang kendali dari 1705 sampai

zaman kolonialisme.21

Ini artinya, sebelum VOC muncul, kerajaan-kerajaan di Madura berada

dibawah supremasi kerajaan-kerajaan Hindu di Jawa Timur, negara-negara Islam

pesisir Demak dan Surabaya dan kerajaan Mataram di Jawa Tengah. Historitas ini

yang mendasari perbedaan agama yang ada di antara penduduk Kabupaten

Sumenep. Tentunya, Islam yang sangat besar pengaruhnya bagi masyarakat

Sumenep dan Madura pada umumnya. Islam yang masuk ke Sumenep dan

Madura melalui dunia perdagangan, di mana banyak pedagang-pedagang Islam

19

Huub de Jonge, Madura Dalam Empat Zaman : Pedagang, Perkembangan Ekonomi, dan

Islam (Jakarta: PT Gramedia, 1989), h. 44-51. 20

Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya, h. 33. 21

Huub de Jonge, Garam, Kekuasaan dan Aduan Sapi: Esai-esai tentang Orang Madura

dan Kebudayaan Madura (Yogyakarta: LkiS, 2012), h. 5-10.

Page 90: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

82

dari Gujarat atau pedagang-pedagang dari Asia Tenggara masuk melalui

pelabuhan pantai Madura, terutama di pelabuhan Kalianget, Sumenep. Intensitas

penyebaran Islam di Madura juga melalui peran salah seorang wali songo yang

bernama Sunan Giri, murid Sunan Ampel yang mula-mula bernama Raden

Paku.22

Dengan demikian, sejak zaman purba ketika animisme masih dianut oleh

penduduk secara umum, masyarakat Madura mengalami proses rasa keagamaan

yang berbeda-beda. Dimulai dari animisme, kemudian Agama Hindu dan Budha

masuk dan menyebar di Madura melalui para pedagang dan kerajaan-kerajaan

seperti Singasari, Majapahit dan Mataram. Selanjutnya Islam masuk melalui jalur

perdagangan, kerajaan dan peran waling songo. Islam ini yang membawa

pengaruh dan perubahan keagamaan masyarakat Madura secara signifikan

sehingga menjadi sebuah identitas.

Untuk penyebaran agama Katolik atau Kristen, dimungkinkan dimulai sejak

masuknya VOC dan kolonialisme ke Madura. Hal ini berdasarkan diterbitkannya

kitab Taurat dan Injil dalam bahasa dan aksara Madura sejak tahun 1884. Bahkan

Bibel berjudul Tjareta Saratos Empa’ berhuruf Latin telah disebarluaskan tahun

1929.23

Penulis akui sangat kesulitan untuk mendapatkan bukti tertulis yang dapat

dijadikan rujukan. Dan masih harus dilakukan penelitian lebih mendalam terkait

proses masuknya agama Katolik atau Kristen ke Madura. Namun dalam analisa

M. Ridwan Lubis, Guru Besar Fak. Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

22

Abdurachman, Sedjarah Madura: Selajang Pandang, h. 16. Bisa juga dilihat Afif

Amrullah, “Islam di Madura,” Jurnal Islamuna, Volume 2, Nomor 1 (Juni 2015): h. 58-65. 23

Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya, h. 49.

Page 91: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

83

dimungkinkan Agama Katolik lebih dahulu masuk ke Pulau Madura daripada

Kristen seiring lebih dulunya Katolik masuk ke Nusantara.24

Kabupaten Sumenep termasuk daerah beriklim tropis. Keadaan tanahnya

berada pada 0-500 meter di atas permukaan laut dengan kondisi tanah gundul dan

tanah hidrologis dengan beraneka jenis: Tanah Aluvial Hodromorff berada di Kec.

Saronggi dan Batang-batang. Tanah Aluvial kelabu kekuningan berada di Kec.

Sumenep dan Saronggi. Tanah Litosol berada di Kec. Guluk-guluk dan Lenteng.

Tanah Assosiasi Litosol dan Mediteran berada di Kec. Bluto, Saronggi dan

Talango. Tanah Regusol cokelat kekuningan berada di Kec. Gili genting dan

Gapura. Tanah Komplek Brows Forest Litosol dan Mediteran berada di Kec.

Pragaan, Ganding, Guluk-guluk, Saronggi, dan Ambunten. Tanah Grumosol

kelabu berada di Kec. Ganding dan Kalianget. Tanah Kompek Mediteran

Grumosol, Regusol dan Litosol berada di Kec. Batu Putih dan Gapura.25

Mata pencaharian penduduk Kabupaten Sumenep tentunya sangat

dipengaruhi oleh kondisi geografisnya: oleh keadaan iklimnya, keadaan tanahnya,

keadaan lautnya dan potensi-potensi lainnya menyesuaikan dengan perkembangan

tehnologi informasi dan komunikasi. Pada umumnya mata pencaharian

masyarakat Sumenep secara khusus atau Madura pada umumnya adalah bertani.

Mereka menanam padi, ubi kayu, jagung pada saat musim hujan. Pada saat musim

kemarau mereka menanam tembakau. Mereka juga berprofesi sebagai peternak.

Peternakan yang utama di Sumenep dan Madura pada umumnya adalah Sapi. Ada

juga yang berternak kambing dan ayam dan sejenisnya. Banyak juga yang

menjadi nelayan karena potensi laut Sumenep yang sangat baik. Tentu tidak

24

Hasil wawancara peribadi pada tanggal 27 April 2018. 25

Pemerintah Kabupaten Sumenep, Profil Potensi Investasi Kabupaten Sumenep, h. 3.

Page 92: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

84

sedikit yang berprofesi sebagai wirausahawan atau yang bekerja di lingkungan

pemerintahan sebagai PNS, guru dan dosen.26

Persoalan di Kabupaten Sumenep adalah persoalan bagaimana bisa

menggali Potensi-potensi besar seperti di dunia pertanian, laut, pariwisata, dan

religi. Dalam konteks perkembangan dunia tehnologi informasi dan komunikasi,

semua hal itu bisa menjadi ladang usaha yang sangat menjanjikan yang akhirnya

bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sarana dan prasarana di Kabupaten

Sumenep sudah sangat baik. Tidak hanya ada terminal antar kota/provinsi, namun

juga memiliki dermaga atau pelabuhan. Bahkan saat ini sudah memiliki bandara

yang sudah dioperasikan. Dalam hal pendidikan juga sudah banyak lembaga-

lembaga pendidikan dari jenjang terbawah sampai jenjang kampus. Ditambah

dengan banyaknya pesantren-pesantren besar dan kecil. Artinya, segala

ketertinggalan pengembangan potensi alam dan SDM di Sumenep sudah berada

pada arah yang baik menuju pada pengembangan dan peningkatan.

C. Desa Pabian: Letak Geografis dan Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

Desa Pabian berada di lingkungan Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep.

Konon cerita dinamai Desa Pabian karena asal nama desa tersebut adalah „pabean‟

yang artinya tempat pendistribusian pajak. Desa pabian dalam perjalanannya telah

melewati beberapa kepemimpinan yaitu: 1. Marinti 2. Moenali 3. H. Moh. Said 4.

Ahmad Kuswandi 5. Ibnu Rasul 6. Akhmad Madani.27

Desa Pabian ini terdiri dari 4 dusun yaitu Dusun Pasarkayu, Dusun

Karangpanasan, Dusun Pangligur, dan Dusun Satelit. Dinamakan Dusun

26

Segala potensi Kab. Sumenep bisa dilihat di Profil Potensi Investasi Kabupaten Sumenep

yang diterbitkan oleh BAPEDA Kabupaten Sumenep tahun 2016. 27

RPJM Desa Pabian Tahun 2015-2020, Pemerintahan Desa Pabian Kecamatan Kota

Kabupaten Sumenep Tahun 2015, h. 18.

Page 93: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

85

Pasarkayu karena sejak dulu wilayah tersebut adalah tempat orang menjual dan

membeli kayu untuk bahan pembuatan kapal laut dan perahu juga hingga

sekarang. Adapun dinamakan Dusun Karangpanasan karena dulu sejak zaman

Kerajaan Sumenep, para prajurit kerajaan berjalan menuju medan pertempuran

berhenti sejenak untuk berembuk, menyusun siasat perang, di lokasi tersebut.

Sedangkan dinamakan Dusun Pangligur karena lokasi tersebut terdapat makam

yang dikeramatkan oleh penduduk setempat bahkan sampai dikenal di daerah lain

yang bernama Bujuk Pesarean Pangligur. Orang Madura mengartikan Pangligur

sebagai „panglepor‟ yang artinya apabila ziarah ke makam tersebut disamping

mendoakan ahli kubur juga dipercaya akan tercapai hajatnya. Adapun dusun

Satelit adalah lokasi perumahan terbesar yang berada di Desa Pabian.28

Secara administratif Desa Pabian terletak sekitar 2,5 Km dari Kecamatan

Kota, kurang lebih 36 Km dari Kabupaten Sumenep, dengan dibatasi oleh wilayah

desa-desa tetangga diantaranya: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa

Kacongan, 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kolor, 3. Sebelah timur

berbatasan dengan Marengan Daya, 4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa

Pangarangan. Sedangkan untuk pembagian wilayah pemerintahan Desa Pabian

terdiri atas 4 Susun dengan 27 Rukun Tangga (RT) dan 7 Rukun Warga (RW)

yang meliputi: a. Dusun Pasarkayu terdiri atas 2 RW dan 8 RT, b. Dusun

Karangpanasan terdiri atas 2 RW dan 6 RT, c. Dusun Pangligur terdiri atas 2 RW

dan 6 RT, d. Dusun Satelit terdiri atas 1 RW dan 7 RT. Secara keseluruhan luas

Desa Pabian sebesar 257 Ha. Adapun jenis tanah pada umumnya termasuk jenis

aluvial di mana jenis tanah ini cukup sesuai untuk pertanian.29

28

RPJM Desa Pabian Tahun 2015-2020, h. 18-19. 29

RPJM Desa Pabian Tahun 2015-2020, h. 19.

Page 94: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

86

Berdasarkan data administrasi pemerintahan Desa Pabian tahun 2014,

jumlah penduduk yang tercatat total 5.338 jiwa. Dengan rincian penduduk

berjenis kelamin laki-laki berjumlah 2.615 jiwa, berjenis perempuan berjumlah

2.723 jiwa. Untuk pendidikan penduduk Desa Pabian, yang belum/tidak tamat

sekolah (162 orang), tidak tamat SD (389 orang), tamat SD (978 orang), tamat

SLTP (1285 orang), tamat SLTA (1419 orang), Diploma I/II/III (399 orang),

Strata I (452 orang), Strata II (254 orang). Sedangkan mata pencaharian warga

Desa Pabian dapat teridintifikasi ke dalam beberapa bidang seperti petani (415

orang), buruh tani (3 orang), PNS (303 orang), karyawan swasta (199 orang),

perdagangan (157 orang), pedagang (127 orang), pensiunan (9 orang), transportasi

(37 orang), konstruksi (30 orang), buruh harian lepas (29 orang), Guru (440

orang), perikanan (3 orang), Wiraswasta (149 orang).30

Dalam perspektif agama, masyarakat di Desa Pabian termasuk dalam

katagori masyarakat yang heterogen. Berdasarkan survey Desa Pabian tahun

2014, masyarakat yang beragama Islam berjumlah 5.118 orang, Katolik 53 orang,

Kristen 142 orang, Hindu 15 orang, Budha 10 orang. Secara kultural, pegangan

agama ini didapat dari hubungan kekeluargaan ataupun kekerabatan yang kental

di antara mereka. Selain itu perkembangan agama berkembang berdasarkan

turunan orang tua ke anak cucu. Hal inilah membuat Islam mendominasi agama di

Desa Pabian. Informasi yang diperoleh melalui wawancara mendalam dari tokoh-

tokoh tua, bahwa selama ini pola-pola hubungan antar masyarakat masih banyak

dipengaruhi oleh kultur organisasi Islam seperti Nahdatul Ulama (NU). Dan untuk

30

RPJM Desa Pabian Tahun 2015-2020, h. 22-23.

Page 95: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

87

fasilitas-fasilitas keagamaan di Desa Pabian ada Masjid 11 buah, Mushalla 26

buah, Gereja 2 buah, Klenteng 1 buah, Pemakaman 3 lokasi.31

Di Desa Pabian inilah, khususnya di Dusun Pasarkayu, terdapat tiga tempat

ibadah untuk umat Muslim, Katolik dan Tridharma yang berdekatan dengan

kondisi kehidupan umat beda agama berada dalam suasana harmonis dan penuh

kerjasama. Tiga tempat ibadah yang dimaksud yaitu Masjid Baitul Arham, Gereja

Katolik Paroki Maria Gunung Karmel, dan Klenteng Pao Xian Lin Kong yang

berada dalam satu RW di Dusun Pasarkayu. Jarak antara satu tempat ibadah ke

tempat ibadah lainnya sekitar 50 meter. Misalnya, posisi Masjid berada di RW

2/RT 4, Gereja dan Klenteng berada di RW 2/RT 1.

D. Karakteristik Masyarakat Pabian

Masyarakat Pabian sebagai bagian dari Sumenep dan Madura secara umum,

tentunya memiliki karakteristik yang secara umum bisa dikatakan sama. Namun

karakteristik yang seperti apa tidak banyak yang tahu dan paham tanpa adanya

interaksi. Anehnya, bagi kebanyakan orang mengetahui karakteristik masyarakat

Madura hanya diperoleh melalui bacaan-bacaan dari buku-buku zaman

kolonialisme, di mana memandang masyarakat terjajah lebih rendah dan belum

beradab.

Purbasangka kolonialisme menyebut masyarakat Madura tidak tahu tatak

rama, tidak punya sopan santun, suka kekerasan, kaku, kasar, pendendam, kurang

ajar32

yang berefek negatif pada relasi sosialnya. Parahnya lagi, purbasangka atau

stereotipe warisan masa kolonial ini dipercaya begitu saja oleh kebanyakan orang

31

RPJM Desa Pabian Tahun 2015-2020, h. 25 dan 29. 32

Huub de Jonge, Garam, Kekuasaan dan Aduan Sapi: Esai-esai tentang Orang Madura

dan Kebudayaan Madura, h. 63-76.

Page 96: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

88

sampai saat ini. Tidak pernah terbayang untuk dipertanyakan lagi dan dicari

kebenarannya dengan mengenal masyarakat Madura lebih dekat melalui sebuah

interaksi atau mendatangi langsung ke pulau Madura.

Namun, bagi orang luar yang pernah berinteraksi serta mengalami sendiri

hidup dan tinggal bersama orang Madura memiliki persepsi yang berbeda. Pada

umumnya mereka mengakui pada dasarnya orang Madura memang „keras‟,

namun sebagaimana sifat dan sikap orang-orang dari etnis lain. Bagi mereka,

orang Madura memiliki sikap dan perilaku sopan santun, menghargai dan

menghormati orang lain, dan memiliki rasa persaudaraaan yang sangat tinggi.33

Dalam analisa A. Latief Wiyata, yang muncul dari pikirin, sikap dan

tindakan orang Madura adalah „ketegasan‟ bukan „kekerasan‟. „Keras‟

menunjukkan sikap dan perilaku penuh emosi, mengabaikan akal budi dan etika

sopan santun. „Tegas‟ sebagai perilaku memegang prinsip yang diyakini sehingga

tidak dengan mudah terombang-ambing oleh kondisi dan situasi sekelilingnya.

Hal ini bisa dicontohkan: Pertama, melalui pemilihan warna hampir selalu warna

yang tegas misalnya mera (merah), celleng (hitam), koneng (kuning), bhiru

(hijau), hampir tidak pernah orang Madura menyukai warna jenis „lembut‟ atau

kurang tegas. Meskipun harus menyebut warna jenis yang „lembut‟ biasanya

hanya sebagai aksesoris tambahan, misal cukup menambah kata „ngoda‟ (Muda),

mera ngoda (merah muda), konneng ngoda (kuning muda), biru ngode (biru

muda.

Kedua, kesukaan orang Madura terhadap rasa makanan. Mereka hanya

lebih mengenal rasa accen (asin) dan manes (manis) dan sangat disukai.

33

Hal ini dirasakan sebagai pengalaman langsung dan kemudian dipaparkan dalam

bukunya oleh A. Latief Wiyata, Mencari Madura (Jakarta: Bidik-Phronesis Publishing, 2013), h.

6.

Page 97: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

89

Barangkali hanya di Madura dikenal lauk buja cabbhi (garam dan cabai),

campuran antara garam dan cabai yang ditumbuk setelah halus sebagai pelengkap

dan penyedap makanan pokok.

Ketiga, soal membangun rumah. Mereka sangat memperhatikan secara tegas

posisi dan letaknya, jangan sampai mesong (tidak mengarah pada arah mata angin

barat, timur, utara dan selatan).

Ketegasan ini juga terlihat dari perilaku spontanitas dan ekspresifitas dalam

merespon hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Ketika orang Madura tidak menyukai

sesuatu, ketidaksukaan itu akan dikemukan secara langsung penuh spontanitas

tanpa didahului pernyataan basi-basi. Begitu pun juga sebaliknya ketika menyukai

atau senang terhadap sesuatu. Jadi, apa pun yang diungkapkan itu, itulah adanya,

sesuai dengan apa yang ada di hati dan pikirannya, tanpa penuh kepura-puraan. Ini

yang oleh Emha Ainun Nadjib disebutnya, bahwa orang Madura lugu dan lugas

dalam berkata.34

Orang Madura yang spontanitas dan apa adanya ini sangat menjunjung

tinggi harga dirinya. Harga diri adalah yang paling penting dalam kehidupannya.

Orang Madura akan merasa malo atau terhina jika harga dirinya dilecehkan atau

sebagai akibat dari perbuatan orang lain. Pelecehan terhadap harga diri, berarti

pelecehan terhadap kapasitas diri mereka. Orang Madura akan menganggap

dirinya tidak berarti (tada’ ajhina). Dari rasa tada’ ajhina karena dilecehkan

kemudian timbul rasa malo (malu karena merasa dilecehkan) yang pada gilirannya

menimbulkan perlawanan yang cenderung keras sebagai upaya memulihkan harga

diri yang dilecehkan. Wujud resistensi tersebut seringkali berupa carok dan

34

Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya, h. 189 dan 209. Lihat juga A. Latief

Wiyata, Mencari Madura, h. 7-9.

Page 98: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

90

tergantung pada berat ringannya sebuah tindakan pelecehan itu sendiri. Indikasi

ini ditunjukkan dengan istilah Madura, ango’an poteya tolang etembhang poteya

mata (lebih banyak putih tulang daripada putih mata). Ungkapan ini mempertegas

bahwa lebih baik mati daripada menanggung rasa malo.35

Orang Madura akan

merasa tada’ ajhina dan malo ketika istrinya, tunangannya dan juga saudaranya

diganggu orang. Atau karena dipermalukan di depan orang banyak.

Dari konsep harga diri dan juga tentang carok ini tersirat makna mendalam

yang luput dari perhatian masyarakat luar Madura pada umumnya, yaitu sikap

andhap-asor, tatak rama yang baik dan penghormatan yang seharusnya saling

ditunjukkan dalam pergaulan sehari-hari, bukan perkataan atau perilaku yang

kemudian saling melecehkan yang berujung pada penggunaan kekerasan. Orang

Sumenep dan Madura pada umumnya sangat memegang teguh sikap andhap-asor,

bertutur kata yang baik dan rendah hati sebagai bentuk penghormatan terhadap

siapapun, hal ini tercermin dari tingkatan dalam bahasa Madura, yaitu, kasar,

enja’-iya, engghi-enten, enggi-bunten, dan bahasa kalangan

bangsawan/priayi/kiai.

Norma bertutur kata atau tatakarama berbicara bagi orang Sumenep dan

Madura pada umumnya ditentukan oleh hubungan serta situasi antara pembicara

dengan yang diajak bicara. Misalkan melihat tingkat keformalan hubungan antara

pembicara dengan diajak bicara; status sosial dalam masyarakat antara pembicara

dengan yang diajak bicara; akrab tidaknya hubungan antara pembicara dengan

yang diajak bicara; dan faktor lain seperti usia dan kekerabatan. Selain itu juga,

dalam hal bertegur sapa, istilah-istilah sapaan yang digunakan pun ada beberapa

35

A. Latief Wiyata, Mencari Madura, h. 16-18.

Page 99: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

91

macam tingkatan tergantung pada bentuk penghormatan akan status orang yang

berbeda-beda. Seperti ajunan dhalem, padha’na, panjhenengan, sampean, bakna,

dhika.36

Pada prinsipnya, siapun orangnya, mau miskin dan kaya atau dari etnis

manapun, tentunya selalu sama-sama ingin menghargai dan dihargai,

menghormati dan dihormati, bukan saling sakit-menyakit. Dalam hubungan

sosial, orang Sumenep dan Madura secara keseluruhan memegang prinsip jha’

nobi’ oreng mon aba’na e tobi’ sake’ (jangan menyakiti orang, jika dirinya

sendiri bila disakiti merasa sakit). Ini sebagai penegasan bahwa orang Sumenep

dan Madura sangat menghargai dan menghormati sesama manusia dan menjaga

untuk tidak menyakiti orang lain. Bagi mereka, kebaikan sama halnya dengan

sebuah penghormatan. Kebaikan orang lain biasanya akan selalu diingat dan akan

mengembalikan kebaikan siapa saja yang menolongnya. Mereka menyebutnya

mabali dada (mengembalikan atau membalas kebaikan). 37

Ungkapan lain atas kebaikan dan penghormatan orang lain, mereka akan

menganggapnya sebagai taretan (saudara) atau taretan thibi’ (saudara sendiri).

Hal ini tergambar dari ungkapan dalam budaya Madura, oreng dhaddhi taretan,

taretan dhaddhi oreng (orang lain menjadi/dianggap saudara sendiri, saudara

sendiri bisa menjadi/dianggap orang lain). Hal ini bagian dari rasa persahabatan

dan persaudaraan yang tinggi di kalangan masyarakat Sumenep dan Madura.38

36

Tim Penulis, Tatakrama Suku Bangsa Madura (Yogyakarta: Badan Pengembangan

Kebudayaan dan Pariwisata DIY, 2002), h. 31-42. 37

Soegianto, ed., Kepercayaan, Magi dan Tradisi Dalam Masyarakat Madura (Jember:

Tapal Kuda, 2003), h. 18 dan 11. 38

Taufiqurrahman, “Identitas Budaya Madura,” Jurnal Karsa, Vol. XI No. 1 (April 2007):

h. 6.

Page 100: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

92

Selain itu, orang Madura sangat dikenal akan ketaatan dan kepatuhannya

pada empat figur secara hirerarkikal. Dalam istilah Madura disebut dengan

Bhuppa‟-Bhabhu‟-Ghuru‟-Rato (ayah, ibu, guru/kiai, pemimpin pemerintahan).

Kepatuhan secara hierarki ini, bagi masyarakat Madura pada umumnya, sebagai

sebuah keniscayaan yang mengikat secara „normatif‟. Pengabaian atau

pelanggaran yang dilakukan secara sengaja bisa dikenakan sanksi sosial dan

kultural. Bagi mereka standart kepatuhan kepada empat figur utama ini tidak

hanya keharusan secara norma budaya, namun juga sebagai aktualisasi dari

keataatan kepada ajaran agama. Hal ini menjadi salah satu penegasan akan

religiusitas masyarakat Madura yang dikenal patuh dalam menjalankan ajaran

agama Islam, meskipun tidak semua orang Madura beragama Islam. Islam sudah

menjadi bagian dari identitas etnis Madura.39

Penegasan akan karakteristik masyarakat Sumenep dan Pabian secara

khusus diakui oleh Romo Gereja Katolik Paroki Maria Gunung Karmel yang ada

di Desa Pabian Kabupaten Sumenep. Diakuinya bahwa masyarakat Pabian dan

Sumenep secara umum sangat tidak betul kalau masih percaya dengan stigma

keras. Bagi Romo, masyarakat Sumenep dan Pabian secara khusus, begitu baik;

etika dan keramahannya sangat terasa. Memiliki tutur kata yang baik dan halus,

penuh sopan santun. Romo menyebut Sumenep sebagai „Solonya Madura‟ karena

tutur bahasanya yang halus dan suasana masyarakatnya yang sangat kelihatan

sejuknya. Bagi Romo, pengaruh keraton Sumenep sangat kental.40

Jadi,

Penerimaan akan keberadaan warga yang berbeda agama dari mayoritas Muslim

yang ada di Pabian sangat dirasakan oleh Romo dan Suster-suster di Gereja dan

39

Taufiqurrahman, “Identitas Budaya Madura,” h. 3-5. 40

Romo Harry, Gereja Katolik Paroki Gunung Karmel Sumenep, Wawancara tanggal 12

Maret 2018.

Page 101: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

93

Sekolah Dasar Katolik yang berada di lingkungan umat Muslim Desa Pabian.

Keberadaan mereka yang berbeda agama tidak dianggap sebagai orang lain,

namun dianggap sebagai taretan karena sudah terjalin komunikasi dan interaksi

yang baik, bahkan sudah lama terjalin hubungan yang penuh kerja sama, saling

menjaga, menguatkan dan memberdayakan.

Mien Ahmad Rifai dalam bukunya Manusia Madura dianggap telah berjasa

meluruskan kesalahpahaman orang luar dalam menilai karakter orang Madura.

Dalam bukunya itu, dijelaskan secara lengkap bagaimana karakteristik masyarakat

Madura secara umum menurut orang di luar Madura, atau dari dalam melihat ke

dalam, atau dari dalam melihat ke luar. Kendatipun demikian, harus diakui,

purbasangka zaman kolonial tentang citra masyarakat Madura, di era kekinian pun

terkadang masih ada. Masih banyak juga kekurangan-kekurangan yang ditemukan

pada orang Madura, terlepas dari hal-hal positif yang melekat pada identitas ke-

Madura-annya atau seperti yang sudah dijelaskan di atas. Semisal, orang Madura

yang berada di pulau Madura dikenal dengan sifat individualismenya, suka pamer,

mudah tersinggung dan hal lainnya, yang pada prinsipnya, secara manusiawi juga

bisa muncul dalam karakter-karakter masyarakat selain Madura sesuai keadaan

alam dan kondisi yang melatarbelakanginya.

Page 102: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

94

BAB V

PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN

A. Pemuka Agama dan Wacana Kerukunan

Agama, dalam konteks masyarakat Indonesia yang religius, dijadikan

sebagai sistem acuan nilai (siytem of refered values) dalam setiap sistem tindakan

yang mengarahkan dan menentukan sikap dan tindakan umat beragama.

Penggunaan agama sebagai sistem acuan nilai bagi keseluruhan tindakan, bisa

memunculkan wajah agama yang sejuk atau sebaliknya, dan sangat ditentukan

oleh pola pemahaman keagamaan pemeluknya. Sikap keagamaan yang inklusif

bisa melahirkan penerimaan akan keberadaan umat yang beda agama dan

keyakinan, serta dapat menumbuhkan rasa saling menghargai, menghormati dan

sikap toleransi antar umat beragama. Begitu juga sebaliknya, jika pemahaman

keagamaan eksklusif dan literal yang digunakan, maka agama bisa menjelma

sebagai pemicu konflik terbuka ketika dihadapkan para realitas keragaman.

Persoalannya kemudian, tidak semua pemeluk agama itu mampu memaknai

agama secara substantif yang bisa menerima perbedaan dalam kerangka

pluralisme. Sedangkan dalam keragaman itu sendiri meniscayakan adanya

kesadaran dan penerimaan bahwa selain agama yang dianut dengan klaim

kebenarannya, juga ada agama lain dengan penganutnya yang memiliki klaim

kebenaran absolutnya (absolute truth claims.1 Artinya, dalam pluralisme itu ada

aneka klaim dengan doktrin keselamatannya yang bertemu di permukaan.

1 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis (Jakarta: Perspektif, 2005), h.

1.

Page 103: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

95

Dengan demikian, agama dalam realitas keragaman bangsa Indonesia sangat

sensitif dan bisa menyulut bara konflik jika yang diutamakan pola pemahaman

keagamaan yang eksklusif (merasa paling benar dan selamat sendiri). Sikap

keberagamaan yang demikian hanya mendorong pada sifat dan prilaku yang

mudah menganggap keberadaan penganut agama yang lain salah dan sesat. Tidak

ada penerimaan akan keberadaan penganut agama yang lain. Yang ada hanyalah

curiga dan benci yang berujung pada sikap permusuhuan yang menggurita

menjadi penyakit epidemik dalam kejiwaan keberagamaan bangsa Indonesia.

Maka, apapun yang menjadi simbol dari keberadaan agama yang dianggap sesat,

akan mudah jadi sasaran kecurigaan dan kebencian yang bisa saja berimplikasi

pada perusakan atau kekerasan atas nama agama.

Pluralitas keagamaan dalam konteks keindonesiaan harus jadi kesadaran

bersama bahwa to be religious today is interreligious.2 Kesadaran ini

membutuhkan peranan penting para pemuka agama untuk dapat mengembangkan

teologi agamanya sendiri mengenai agama lain. Artinya, keterbukaan satu agama

terhadap agama yang lain penting bagi masa depan kerukunan. Kesadaran ini

harus mendorong pemuka agama untuk membangun teologi kerukunan yang

mencakup semua agama sebagai pijakan untuk dapat menumbuhkan sikap

keberagamaan yang inklusif bagi umat beragama.

Bangsa ini tentunya mengharapkan upaya penegakan kerukunan sebagai

bagian dari perintah dan ketaatan kepada Tuhan. Kerukunan bukan hanya atas

dasar kepentingan politik kebangsaan semata, melainkan sebagai sebuah

keharusan karena ketaatan kepada ajaran agama. Pada posisi ini, peran penting

2 Budhy Munawar-Rachman, ―Pluralisme Keagamaan, Sebuah Percobaan Membangun

Teologi Islam Mengenai Agama-agama,‖ dalam Sururin, ed., Nilai-nilai Pluralisme Dalam Islam:

Bingkai Gagasan Yang Bergerak (Bandung: Nuansa, 2005), h. 113.

Page 104: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

96

pemuka agama dibutuhkan untuk mengajak dan membimbing umat beragama

lebih menggali ajaran agama sendiri dan mengenal agama lain secara objektif

sebagai titik temu akan adanya kesamaan dan perbedaan ajaran agama yang bisa

dijadikan pijakan bersama untuk menumbuhkan kesadaran dan ketulusan dalam

membangun dan menjaga kerukunan antar umat beragama. Adanya perbedaan

dalam ajaran tiap agama harus disadari dan dipahami bahwa perbedaan adalah

konsekuensi logis dari keragaman yang tidak dapat dihilangkan, tetapi harus

diterima dengan sikap tulus saling menghargai dan menghormati dengan

memperioritaskan cinta kasih dan meniadakan kecurigaan, kebencian, dan

permusuhan.

Internalisasi dan aktualisasi teologi kerukunan menjadi tanggungjawab

pemuka agama, karena kerukunan, bagi entitas Indonesia yang plural, merupakan

kebutuhan bersama yang sangat urgen dan tak terelakan. Dengan paham

keagamaaan inklusif, perbedaan bukan penghalang untuk merajut kebersamaan

dan persaudaraan. Sebagaimana halnya analisa Bergson, manusia hidup bersama

bukan didasarkan kepada persamaan tetapi oleh karena perbedaan baik dari dalam

sifat, kedudukan dan lain sebagainya.3

Pemahaman keagamaan yang menggali pada nilai-nilai mulia atau esensi

dari ajaran agama masing-masing, diharap ampuh mengubah kebencian jadi cinta,

mengurai permusuhan jadi persahabatan, memecah konflik jadi kerukunan yang

dinamis. Kerukunan yang mempunyai nilai dan bebas tanpa hipokrisi. Yang

3 Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (Ciputat: PT. Ciputat Press,

2005), h. 23.

Page 105: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

97

demikian ini adalah kerukunan yang berpegang pada prinsip dan ajaran yang

digali dari masing-masing agama.4

Di sinilah, signifikansi peran pemuka agama mewujud sebagai harapan

bersama. Karena peran dalam analisa sosiolog, diartikan sebagai suatu prilaku

yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang yang menduduki status tertentu

(Bruce J Cohen, 1992:76). Apalagi pemuka agama memiliki kedekatan langsung

dengan umatnya. Jarak yang dekat ini menjadi modal berharga dalam memelihara

dan menguatkan kerukunan.

Membangun dan menjaga kehidupan umat beragama yang harmonis bukan

tugas mudah, penuh kompleksitas yang melibatkan aspek emosi umat beragama

yang seringkali lebih cenderung pada penggunaan klaim kebenarannya dari pada

mencari kebenaran dan konsisten berbuat yang baik bagi yang lain. Pemeliharaan

kerukunan umat beragama tentunya sebagai tanggung jawab kolektif di mana

setiap unsur masyarakat harus terlibat di dalamnya, khususnya peran pemuka

agama yang sungguh dibutuhkan dalam upaya menjaga kerukunan dari level

terbawah umat beragama.

Pemerintah sudah membuat kebijakan pemeliharaan kerukunan sebagai

tangungjawab bersama sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri

(PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 yang

tertera pada pasal 2. Melalui PBM ini, pemerintah berusaha mengakomodir peran

strategis pemuka agama dalam menginisiasi kerukunan dari lapisan masyarakat

melalui pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Pembentukan

FKUB ini atas inisiasi masyarakat dan difalisitasi oleh Pemerintah Daerah (pasal

4 Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, h. 4-5 dan 22.

Page 106: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

98

8 ayat 2) dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat

beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.5

Dalam analisa Ma’ruf Amin, pemuka agama yang memiliki kekuatan untuk

memperkuat kerukunan umat beragama dapat diklasifikasikan ke dalam tiga

kelompok, yaitu pertama, pemuka agama yang tergabung dalam FKUB, kedua,

pemuka agama yang berada di luar FKUB, tetapi memiliki afiliasi terhadap wadah

kerukunan umat beragama yang pembentukannya tidak difasilitasi pemerintah,

dan ketiga, pemuka agama yang bergerak secara individual dalam memperkuat

kerukunan umat beragama. Tiga kelompok inilah secara riil melakukan usaha-

usaha untuk memperkuat kerukunan umat beragama di tengah-tengah masyarakat,

terutama pada aspek pencegahan dan penghentian konflik antar umat beragama.6

Sedangkan untuk peran yang dilakukan pemuka agama dalam memelihara

kerukunan umat beragama salah satunya terkait beberapa hal sebagai berikut: a)

penyebarluaasan pemahaman keagamaan yang moderat, b) kerjasama antar umat

beragama dalam bidang kemanusiaan, c) melakukan dialog antar umat beragama

d) membangun sistem peringatan dini.7

Secara mendasar, salah satu utama peran pemuka agama dalam memberikan

pemahaman keagamaan yang terbuka dan toleran sehingga umat beragama tidak

terperangkap pada pola pemahaman ekstrem yang merusak harmoni antar umat

beragama. Dengan demikian, kerukunan akan mudah dibangun jika pemuka

agama dapat menginternalisasikan nilai-nilai humanis dan universal yang ada

pada agama ke dalam hati dan pikiran pemeluknya. Agama harus dijadikan

5 Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama

(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2008), edisi ke-10, h. 289-306. 6 Ma’ruf Amin, Empat Bingkai Kerukunan Nasional (Banten: Yayasan An-Nawawi, 2013),

h. 131-132. 7 Ma’ruf Amin, Empat Bingkai Kerukunan Nasional, h. 134.

Page 107: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

99

sumber etika kehidupan yang dapat membangkitkan kepedulian, kejujuran, dan

dapat menghindarkan perlakuan yang merusak harmoni umat beragama. Agama

sebagai cahaya penerang seluruh aktifitas keseharian umat beragama sehingga

yang muncul wujud agama yang menyejukkan hati pemeluknya.

B. Peran Pemuka Agama di Desa Pabian

Kemajemukan Agama dan kehidupan rukun antar umat beragama di Desa

Pabian tergambar pada keberadaan tiga bangunan rumah ibadah yang saling

berdekatan (Masjid Baitul Arham, Gereja Katolik Paroki Maria Gunung Karmel,

dan Klenteng Pao Xian Lin Kong). Di sisi lain, terciptanya kerukunan umat

beragama yang tertuang dalam hidup toleran dan harmonis, tidaklah muncul

dengan sendirinya. Keadaan tersebut lahir dari berbagai faktor yang

mendasarinya. Dengan kata lain, tidak pernah ada faktor tunggal yang benar-benar

dapat membentuk bangunan utuh kerukunan antara umat bergama.

Bangunan kerukunan antara umat beragama di Desa Pabian dapat dilihat

dari beberapa aspek seperti, sejarah dan kearifan lokal masyarakat setempat. Dari

segi historis, dapat dikatakan tiga bangunan rumah ibadah tiga agama sudah

berakar dalam kehidupan masyarakat yang memandang perbedaan sebagai suatu

keniscaan. Hal ini kemudian terus dipelihara dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa referensi menyebutkan terkait dengan kolonialisasi oleh bangsa asing.

Seperti diketahui orang-orang Belanda mulai menetap di Desa Marangen dan

Pabian dari abad 17-18.8 Sebagaimana disinggung di awal, hal itu terjadi ketika

imprealisasi bangsa lain terhadap bangsa Indonesia, dan berimplikasi pada

8Muhammad Suhaidi, ―Harmoni Masyarakat Satu Desa Tiga Agama di Desa Pabian,

Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Madura,‖ Jurnal Harmoni, Vol. 13, No. 2 (Mei-Agustus

2014): h. 15.

Page 108: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

100

terbentuknya sosio-kultural yang multikultur dan majemuk dalam koteks agama

seperti saat ini. Kerukunan yang terjalin selama sekian tahun tersebut kemudian

tetap dirawat dan diajarkan kepada generasi berikutnya, bahkan sampai abad 21

ini.

Kerukunan di atas juga dipersubur dengan sikap masyarakat Sumenep yang

terkenal santun dan bersahabat, tidak terkecuali dengan masyarakat di Desa

Pabian. Kearifan lokal yang hidup dalam kehidupan di masyarakat menunjukkan

adanya sikap inklusif dari daerah yang ada di sebelah timur pulau Madura ini.

Sehingga berdampak pada interaksi antar umat tiga agama yang harmonis. Hal ini

dapat dilihat dari sikap dan prinsip masyarakat setempat yang secara umum

masuk dalam konsep hubungan dan persaudaraan dalam konteks budaya Madura.

Selain dua faktor di atas, terdapat aspek peran pemuka agama yang tidak dapat

dilihat sebelah mata sebagai dasar dari bangunan utuh kerukunan umat beragama

di Desa Pabian. Dalam konteks peran pemuka agama yang dimaksud ialah, seperti

proses penanaman ajaran-ajaran agama yang mengarahkan untuk selalu hidup

rukun sesuai dengan ajaran agama masing-masing.

1. Internalisasi Teologi Kerukunan

Peran pemuka agama untuk menumbuhkan sikap yang rukun dalam

kehidupan masyakarat sangat penting dan strategis. Lebih-lebih pada keadaan

masyarakat yang di dalamnya terdapat banyak agama seperti di Desa Pabian.

Sebagaimana dikatakan oleh Akhmad Madani selaku Kepala Desa Pabian bahwa,

peran pemuka agama sangat kuat untuk menjaga hubungan baik dengan agama

lain. Bahkan ia menambahkan bahwa peranannya sebagai kepala desa dalam

merajut kerukunan masih dibawah pemuka agama itu sendiri. Lebih lanjut

Page 109: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

101

menurutnya, keadaan aman yang tercipta saat ini merupakan dampak positif dari

ajaran-ajaran agama yang ditanamkan oleh pemuka agama.9 Keadaan yang rukun

tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sangat patuh terhadap ajaran agama dan

juga himbauan dari pemuka agama masing-masing. Dua fungsi pemuka agama

secara garis besar yakni, pemeliharaan dan pengembangan keagamaan. Fungsi

yang pertama ialah dalam artian selalu mengajarkan pengikutnya untuk

melaksanakan ritual keagamaan secara benar serta berperilaku sesuai dengan

ajaran-ajaran agama. Kedua, pemuka agama selalu mengupayakan untuk

mengembangkan kualitas pemahaman keagamaan pemeluknya. Dan yang paling

penting, dengan fungsi tersebut, pemuka agama telah memberdayakan umat

beragama supaya dapat menangkal gerakan-gerakan yang menimbulkan

perpecahan.

Terlepas dari fungsi esensial tersebut, dalam kehidupan masyarakat

Madura dan tidak terkecuali Desa Pabian, pemuka agama tidak hanya berperan

sebagai pembimbing dalam hal keagamaan saja. Melainkan juga sebagai tempat

bertanya dan tukar pendapat dari berbagai aspek permasalahan sosial lainnya.

Dengan adanya kedekatan emosional tersebut, serta diperkuat dengan penguasaan

terhadap ilmu keagamaan di atas rata-rata masyarakat pada umumnya. Sehingga

kharisma yang dimiliki merupakan salah satu kekuatan yang dapat menciptakan

pengaruh dalam masyarakat,10

lebih-lebih dalam konteks terciptanya kerukunan.

Hal ini sejalan dengan pandangan Ma’ruf Amin yang mengatakan bahwa,

kepatuhan pemeluknya terhadap pemuka agama didasarkan pada jarak yang amat

9Akhmad Madani, Kepala Desa Pabian, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018.

10 Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai

Rezim Kembar di Madura (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004), h. 87.

Page 110: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

102

dekat antara tokoh agama dengan umat, sehingga menjadi modal berharga untuk

memelihara kerukunan umat beragama.11

Peran penting pemuka agama dalam konteks menumbuhkan kerukunan

antar umat beragama, yakni melalui penanaman ajaran-ajaran agama yang

berkaitan dengan keimanan. Sebab, ajaran akidah di dalamnya tidak semata-mata

hanya menjelaskan tentang pentingnya iman saja. Melainkan juga bermuara pada

kemajemukan yang merupakan kehendak Tuhan. Senada dengan hal ini, Ilham—

ustadz di Masjid Baitul Arham—memaparkan bahwa, hal penting dalam menjaga

kerukunan yang ada di Desa Pabian yang sedemikian baik ini, karena kerukunan

yang ada saat ini berdasarkan pada ajaran-ajaran mulia atau nilai-nilai dalam

setiap agama masing-masing. Walaupun di sisi lain pemuka agama tetap terus

menjaga akidah umat. Lebih lanjut Ustadz Ilham memaparkan bahwa dalam sisi

akidah umat harus kuat, serta menjaga umat untuk tidak ada yang pindah agama

karena didasarkan seperti faktor ekonomi. Sebab hal ini akan menjadi isu yang

besar dan mengganggu kerukunan yang sudah terjalin sejak lama ini.12

Paparan ini menunjukkan bahwa pentingnya peran pemuka agama untuk

menanamkan akidah yang kuat terhadap umatnya harus digali dalam ajaran-ajaran

agama masing-masing. Serta harus ditegaskan pada pemeluk agama masing-

maing tentang pemahaman akidah yang kuat dan tidak gampang goyah dengan

banyak faktor seperti, ekonomi dan lainnya. Hal ini penting untuk menjaga

keadaan rukun antar umat beragama di Desa Pabian. Dengan kata lain, pemuka

agama sangat berperan besar dalam kehidupan sosial. Beberapa pernyataan

narasumber di atas sejalan dengan pengertian tokoh agama sebagai orang yang

11

Ma’ruf Amin, Empat Bingkai Kerukunan Nasional, h.131. 12

Ustadz Ilham, Masjid Baitul Arham, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018.

Page 111: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

103

tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai pemimpin, namun karena ia

memiliki sejumlah kualitas unggul, dia mencapai kedudukan sebagai orang yang

mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau

masyarakat.13

Pembahasan tentang akidah juga ditegaskan oleh Harry –Romo Gereja

Katolik Paroki Gunung Karmel—yang menyampaikan bahwa, kerukunan umat

beragama dapat dibangun dengan menanamkan nilai-nilai agama bagi umat

Katolik sendiri. Sebab pada dasarnya agama sendiri mengajarkan kedamaian

kepada pemeluknya. Yakni jika menjadi orang Katolik hendaknya menjadi

Katolik yang benar-benar Katolik atau Katolik yang sebenarnya, serta jika

menjadi umat Islam menjadi umat Islam yang sebenarnya.14

Berdasarkan pada

pernyataan di atas menunjukkan bahwa, untuk merajut kerukunan antar umat

beragama terlebih dulu dan menjadi yang paling penting yakni memberikan

pemahaman kepada umat atau pemeluk agama masing-masing. Dengan kata lain

dari setiap agama yang ada dalam konteks di Desa Pabian, terdapat nilai-nilai

yang mengajarkan mencintai sesama. Dan hal itu merupakan sebagian dari

keimanan seorang dalam mengamalkan ajaran Katolik. Sebagaimana dijelaskan

dalam Matius, bahwa keimanan untuk mencintai sesama manusia terdapat pada

hukum kedua dalam Alkitab. Dalam konteks iman yakni tentang kasih Allah

dalam umat Katolik tergambar dalam Matius/2 : 36-40. Yakni menjelaskan bahwa

mengasihi sesama manusia adalah hukum kedua dari dua, selain mengasihi Allah.

Disebutkan, (36) ―Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum

Taurat?‖ (37) jawab Yesus padanya: ―Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan

13

Kartini Kartono, Pemimpin Dan Kepemimpinan: Apakah Pemimpin Abnormal Itu?

(Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 10-11. 14

Romo Harry, Gereja Katolik Paroki Gunung Karmel, Wawancara Tanggal 13 Februari

2018.

Page 112: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

104

segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap

akalbudimu. (38) Itulah Hukum yang terutama dan yang pertama, (39) dan

hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: kasihilah sesama manusia

seperti dirimu sendiri.

Untuk lebih memupuk sikap toleran antar umat beragama, juga diperlukan

penanaman ajaran-ajaran yang menyangkut pemahaman keagamaan yang tidak

ekstrem dan juga radikal, melainkan berada dalam posisi tengah atau moderat.

Penanaman keagamaan yang dimaksudkan ialah, bahwa perbedaan-perbedaan

yang ada merupakan kehendak Allah. Sehingga sudah sepatutnya hidup rukun di

dalam kehidupan masyarakat yang penuh dengan kemajemukan seperti perbedaan

agama di Desa Pabian ini. Pemahaman-pemahaman seperti ini harus benar-benar

tersampaikan kepada umat masing-masing agama, baik Islam maupun Katolik.

Hal ini dengan tegas dipaparkan oleh J. Birmyas Oybur Humas Geraja Katolik

yang mengatakan bahwa, selain kebersamaan yang terjalin dengan rukun sejak

lama ini, perlu juga pemahaman dari pemuka agama untuk menjaga umatnya

dengan cara memberikan pemahaman yang toleran terhadap masing-masing

umatnya.15

Paparan di atas menjelaskan bahwa sikap toleransi antar umat

beragama diajarkan dalam kegiatan keagamaan masing-masing agama yang ada di

Desa Pabian. Hal ini memerlukan peran pemuka agama untuk selalu memberikan

penjelasan terkait hidup rukun umatnya.

Di pihak lain juga menunjukkan bahwa sikap toleran tersebut selalu

dikumandangkan dalam berbagai pertemuan baik berupa khotbah Jumat dan

kuliah subuh, maupun dalam pertemuan-pertemuan majlis taklim. Yakni

menyampaikan untuk tidak saling menjelekkan satu sama lain, serta dalam

15

J. Birmyas Oybur, Humas Gereja Katolik Paroki Gunung Karmel, Wawancara Tanggal

15 Februari 2018.

Page 113: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

105

kehidupan sehari-hari harus saling membantu.16

Wadah ini sebagai tempat untuk

penanaman dalam segi pemahaman keagamaan yang moderat.

Menurut Romo Harry dalam pertemuan yang lain menjelaskan bahwa sikap

toleran tersebut sudah memang mengakar dan tertanam dalam kehidupan

masyarakat Desa Pabian. Toleransi umat agama sudah menjadi sikap sehari-hari

dan membumi.17

Hal ini dipertegas dengan penelitian sebelumnya yang

mengatakan bahwa setiap individu dari masyarakat Pabian yang ditemui,

semuanya memiliki argumen yang sama bahwa perbedaan agama yang terjadi di

Pabian sebagai suatu yang biasa dan telah berlangsung puluhan tahun dan bahkan

ratusan tahun lamanya, sehingga bagi masyarakat pabian keberadaan agama lain

yang hidup berdampingan sama sekali tidak dianggap sebagai suatu yang tidak

wajar.18

Dipertegas dengan pernyataan Dihya Suyuti sebagai Ketua Takmir

mengatakan bahwa, peran pemuka agama dalam kaitannya membangun

kerukunan, sudah sejak lama terjadi. Bahkan sejak dari kakeknya (K.H.

Mohammad Subair) sebagai pemuka agama sudah terbiasa menjalin hubungan

dan komunikasi dengan pemuka agama lain, hal ini ternyata berdampak positif

terhadap perasaan aman dalam penyelenggaraan ibadah. Sikap seperti ini,

menurutnya, terus dilanjutkan oleh generasi berikutnya seperti bapak Suyuti

(Raden H. Suyuti), hingga gererasi saya saat ini.19

Sehingga dengan demikian

peran pemuka agama dalam membangun keadaan yang rukun, juga dilakukan

16

Ustadz Ilham, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018. 17

Romo Harry, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018. 18

Muhammad Suhaidi, ―Harmoni Masyarakat Satu Desa Tiga Agama di Desa Pabian,

Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Madura,‖, h. 11. 19

Raden Dihyah Suyuti, Ketua Takmir Masjid Baitul Arham, Wawancara Tanggal 15

Februari 2018.

Page 114: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

106

dengan cara dialog yang sifatnya tidak formal antar kedua belah pihak. Karena

kadaan tersebut sudah berjalan lama, maka masyarakat menganggapnya sebagai

keadaan yang memang sudah terbangun dengan sendirinya.

2. Penyebaran Paham Keagamaan Yang Moderat

Untuk lebih menumbuhkan rasa saling menghargai dan menghormati atau

dengan kata lain hidup rukun antar umat beragama. Pemuka agama juga

mengupayakan untuk menyebarkan pemahaman keagamaan yang moderat dan

sikap toleran melalui media-media yang tersedia dan sesuai aturan yang ada.

Media yang dimaksud, jika memungkinkan, melalui media cetak maupun

elektronik. Penyebaran juga diintensifkan melalui khotbah jumat, kuliah subuh,

majlis taklim, ceramah-ceramah atau saluran-saluran lain yang seringkali

memakai loadspeaker, maupun komunikasi-komunikasi sehari-hari. Dengan

catatan isi penyebaran tersebut bermuatan hal-hal yang dapat menumbuhkan sikap

toleran.

Hal ini, tentunya bertujuan untuk menjaga kerukunan dan saling

menghormati antara pihak agama Katolik dan Islam. Isi khotbah baik yang

disampaikan ketika ibadah keagamaan seperti sholat jumat dan sholat subuh,

biasanya selalu menggunakan media pengeras suara. Hal ini berdampak baik bagi

kedua hubungan antar umat beragama. Di satu sisi, penyebaran yang keagamaan

yang dilakukan didengar banyak kalangan dari umat Islam sendiri. Sedang bagi

umat lain yang mendengarkan khotbah tersebut tidak merasa terusik

keberadaannya. Seperti yang disampaikan ustadz Ilham bahwa, Saya dan teman-

teman sepakat untuk selalu menegaskan prinsip Islam tentang perdamaian,

sebagaimana ajaran Rasulullah yang selalu menganjurkan perdamaian, meskipun

Page 115: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

107

ada isu-isu yang kita dengar di daerah lain, tetapi kita tetap mencoba untuk tidak

terkontaminasi dari isu tersebut. Rasulullah mengajarkan untuk melindungi non-

muslim, dengan catatan tidak mengganggu dan berusaha menghancurkan dari

dalam. Maka kita mengikuti sistem Rasulullah yang melindungi kaum yang tidak

seagama dengan kita tersebut, dan itulah peran kita di sini untuk memberikan

pencerahan kepada umat dan masyarakat dalam bentuk khotbah dalam sholat

jumat dan pengajian.20

Kesadaran dari para pemuka agama dalam konteks ini

menjadi sangat penting dan strategis, sebab mereka memiliki ikatan emosional

serta adanya kepemimpinan maupun kharisma yang terdapat dalam dirinya

mampu memberi rasa kepatuhan dari pemeluknya. Bagi umat lain (Katolik),

pernyataan-pernyataan di atas dapat membuat rasa aman dalam kehidupan di Desa

Pabian yang majemuk tersebut. Bahkan bagi masyarakat di sekitarnya yang

berbeda agama akan terbangun persepsi yang positif terhadap agama Islam

melalui penyebaran keagamaan yang toleran. Sehingga mereka terbangun

hubungan yang baik antar masyarakat berbeda agama.

Ulasan dan pernyataan di atas menunjukkan bahwa peran pemuka agama

dalam hal ini, tentang isi khotbah, menjadi media yang baik untuk merajut dan

memelihara kerukunan masyarakat Desa Pabian. Sebab peran pemuka agama

selain dapat menjalin dan mempersubur kerukunan, di lain sisi juga dapat

menyulut konflik di tengah-tengah masyarakat, sehingga kesadaran dari pemuka

agama menjadi faktor yang penting. Serta tergantung dengan bagaimana cara

menyampaikan dan juga isi khotbah itu sendiri. Keadaan ini dialami langsung

oleh warga di Desa Pabian yang mengatakan bahwa, selama ini tidak ada khotbah

20

Ustadz Ilham, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018.

Page 116: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

108

Jumat dan ceramah-ceramah pada hari besar Islam yang menyinggung agama

lain.21

Hal ini semakin menegaskan bahwa pemuka agama dalam menyampaikan

ceramahnya tidak mengusik keberadaan agama lain. Sebab tokoh agama adalah

aktor fungsional yang dapat memfilter berkembangnya isu yang dapat

memperkeruh terjadinya konflik.22

Sehingga keberadaan dan kesadaran para

pemuka agama menjadi faktor yagn segnifikan dalam menjaga keutuhan

masyarakat yang majemuk dalam konteks agama seperti di Desa Pabian ini.

Di lain pihak, yakni Romo Gereja Katolik Paroki Maria Gunung Karmel

juga memberikan penekanan dan menghimbau untuk hidup toleran kepada

umatnya. Sehingga dengan himbauan dalam beberapa khotbah atau ceramah

tersebut dapat dikatakan sebagai media efektif baik untuk menumbuhkan

kesalehan agama dan juga sosial. Romo menjelaskan bahwa himbauan atau ajakan

menggali ajaran Katolik, seperti cinta kasih dan cinta kepada sesama selalu

disampaikan. Bahkan menurutnya toleransi sesungguhnya secara umum sudah

menjadi sikap masyarakat Desa Pabian, sehingga saya menghimbau untuk tidak

mudah untuk terprovokasi dari isu-isu yang merusak, dengan tegas Romo

menegaskan kembali bahwa memang ada dorongan dari pemuka agama untuk

menjaga kerukunan di Desa Pabian dalam menjaga kerukunan seperti yang terjadi

hari ini.23

Selain beberapa hal di atas tentang peran pemuka agama yang selalu

memberikan penyadaran terhadap masing-masing penganutnya, juga terdapat

sikap yang dewasa dalam menghadapi hal yang mengancam kerukunan umat.

Sikap dari para pemuka agama yang dimaksud yakni selalu memberikan

21

Ahmad Junaidi, Warga Desa Pabian, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018. 22

Ma’ruf Amin, Empat Bingkai Kerukunan Nasional, h. 135. 23

Romo Harry, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018.

Page 117: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

109

kewenangan kepada pihak pemerintah dalam hal ini kepolisian untuk

menyelesaikan konflik maupun ketika terdapat isu yang menyinggung umat

agama lain. Serta sikap para pemuka agama yang tidak gampang menyulut atau

memprovokasi ketika ada isu maupun kejadian yang menyinggung agamanya

sendiri. Isu maupun peristiwa yang menyinggung keagamaan biasanya diserahkan

kepada Polres dan langsung dikawal, serta tidak ada yang memprovokasi,

andaikan ada yang main dengan tingkat pemahaman keagamaan masyarakat yang

menengah kebawah, maka akan gampang tersulut.24

Melihat dari dua peran pemuka agama yang signifikan tersebut, dapat

dikatakan berdampak positif bagi kerukunan antar umat beragama di Desa

Pabian. Selain seperti yang sudah dijelaskan dan disinggung dalam beberapa hal

di atas tentang peran besar pemuka agama. Dampak positif dari peran pemuka, di

sisi lain terlihat dan ditunjukkan dengan sikap masyarakat yang sangat positif

dalam melihat perbedaan di tempat tersebut. Sehingga kerukunan yang ada

dengan peranan pemuka agama, telah tertanam dalam pemahaman diri masyarakat

setempat tentang adanya kodrat kehidupan yang berbeda-beda antar umat

manusia. Dengan kata lain ketika terdapat banyak media maupun isu yang

sifatnya menyulut konflik, masyarakat tidak gampang terprovokasi. Hal ini

menandakan masyarakat setempat sudah memiliki kepercayaan antar satu sama

lain, juga menunjukkan adanya kedewasaan dan bisa membentengi diri (self

defence ) dalam merespon berbagai isu yang menimbulkan keretakan antar umat

beragama. Efek positif inilah yang kemudian terus dijaga dengan baik oleh para

pemuka agama maupun masyarakat itu sendiri. Hal Ini disampaikan oleh takmir

24

Ustadz Ilham, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018.

Page 118: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

110

Masjid Darul Arham bahwa, ketika ada upaya dari pihak-pihak tertentu untuk

melakukan provokasi terhadap warga setempat, mereka tidak terpengaruh sama

sekali.25

Dipihak lain membenarkan tentang masyarakat yang telah dewasa dalam

memberikan respon tentang isu-isu negatif dari kemajemukan agama.

Ditunjukkan oleh salah satu warga yang mengatakan bahwa ketika ada peristiwa

seperti yang disebutkan di atas. Masyarakat cenderung melihat aktor tersebut

sebagai orang yang tidak paham dengan lingkungannya. Bahkan ustadz yang

mengganggu kerukunan antar umat beragama, cenderung terpinggirkan dengan

sendiri dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dibenarkan oleh pengakuan salah

satu warga yang mangatakan, ustadz yang baru pulang dari pondok pernah

melakukan ceramah-ceramah di masjid, yang oleh warga dianggap mengganggu

kondusifitas, namun warga tidak menghiraukan dan ustadz tadi pindah keluar dari

lingkungan masjid.26

C. Bentuk-Bentuk Kerukunan

Kerukunan antar umat beragama tidak hanya karena nihilnya konflik atau

terciptanya kedamaian antar sesama maupun keadaan yang mencerminkan tidak

ada yang terusik antara satu dengan yang lainnya. Namun juga kerukunan yang

lebih dinamis dan fungsional. Kerukunan seperti ini menarik dijelaskan baik

secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menyebutkan angka-angka yang

sangat minim tentang konflik atau angka-angka tentang kerjasama yang terjadi di

antara umat beda agama. Sudah menjadi hal yang lumrah dalam menjelaskan

25

Raden Dihyah Suyuti, Ketua Takmir Masjid Baitul Arham, Wawancara Tanggal 15

Februari 2018. 26

Ahmad Junaidi, Warga Desa Pabian, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018.

Page 119: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

111

suasana damai sebagai barometer keadaan rukun di daerah yang bersangkutan.

Namun sekiranya perlu untuk mempertegas bentuk-bentuk kerukunan yang

terjalin secara konkret di tengah-tengah masyarakat tersebut. Tujuannya ialah

untuk mempermudah melihat bentuk kerukunan yang hidup di masyarakat, selain

seperti kerukunan dengan tidak adanya konflik dan keadaan damai seperti yang

disinggung di atas.

Dalam kehidupan masyarakat Desa Pabian, kerukunan antar umat beragama

terjalin dalam beberapa bentuk interaksi sosial. Interaksi-interaksi sosial tersebut

dapat menjelaskan bagaimana kerukunan antar umat beragama sudah terbentuk

dan berakar dalam keseharian masyarakat setempat. Sebut saja bentuk-bentuk

kerukunan yang dimaksud dapat diklasifikasikan pada sosial-keagamaan,

pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Keadaan yang harmonis dan toleran

masyarakat Desa Pabian yang dalam hal ini biasa disebut kehidupan yang rukun

antar umat beragama, tercermin dalam empat bentuk tersebut. Dan empat bentuk

tersebut dapat dengan mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat

Desa Pabian.

1. Sosial-Keagamaan

Aspek ini melihat jalinan komunikasi antar umat Katolik dan umat Islam

yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari warga Desa Pabian. Mengingat

masyarakat Madura secara umum dapat dikatakan sangat taat pada agamanya.

Pada konteks ini ialah agama Islam yang memang secara sosiologis menjadi

agama mayoritas masyarakat Madura. Masyarakat Madura tidak dapat dilepaskan

dengan nila-nilai yang terkandung dalam agama Islam. Sebagaimana dijelaskan

oleh A. Latief Wiyata yang mengatakan bahwa pandangan hidup orang Madura

Page 120: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

112

tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai agama Islam yang mereka anut.27

Fakta

sosiologis ini juga berlaku di Desa Pabian yang notabenenya masyarakat setempat

menganut agama Islam. Tetapi keberadaan umat agama lain di tempat tersebut

yang tergambar pada keberadaan bangunan tempat ibada tiga agama seperti yang

dijelaskan sebelumnya, dengan demikian menunjukkan adanya sikap yang terbuka

dan saling menghormati dalam kehidupan masyarakat Desa Pabian.

Salah satu kerukunan antar umat Islam dan Katolik di Desa Pabian terlihat

ketika berlangsungnya acara-acara keagamaan dari masing-masing agama tesebut.

Sebagaimana pengakuan warga setempat yang mengakatan bahwa ketika ada

perayaan hari-hari besar keagamaan (Idul Fitri dan Maulid Nabi Muhammad

Saw), Suster Gereja mengucapkan selamat dan juga memberikan bingkisan.28

Interaksi sosial ini menunjukkan bahwa antara umat Islam dan Katolik sudah

terjalin rasa saling menghargai satu sama lain. Sehingga mereka tidak canggung

lagi untuk sekedar berjabat tangan serta mengucapkan selamat ketika waktu

perayaan keagamaan seperti yang disebutkan tersebut.

Pernyataan warga ini senada dengan yang diungkapkan oleh Kepala Desa

Pabian. Ia memaparkan tidak terlalu berbeda, yang menunjukkan interaksi antara

umat Katolik dan umat Islam hidup rukun. Suster dari pihak Gereja Katolik

silaturrahim kepada penduduk sekitar Gereja, serta membawa bingkisan. Keadaan

seperti ini sudah menjadi tradisi yang berlangsung lama. Ia menyebutkan bahwa

pihak Gereja juga mengundang penduduk setempat ketika ada pesta Natalan, dan

termasuk saya sebagai kepala desa, saya datang.29

27

A. Latief Wiyata, Mencari Madura (Jakarta: Bidik-Phronesis Publishing, 2013), h. 3. 28

Ahmad Junaidi, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018. 29

Akhmad Madani, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018.

Page 121: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

113

Pernyataan ini menunjukkan bahwa mayoritas warga Desa Pabian sudah

sangat terbuka dengan perbedaan yang ada, apalagi ditunjukkan dengan

penerimaan warga Desa Pabian khususnya di sekitar Gereja seperti yang

dijelaskan oleh salah satu narasumber di atas, terhadap pihak umat Katolik.

Bahkan interaksi seperti itu sudah menjadi hal lumrah di tengah-tengah kehidupan

masyarakat Pabian. Bahkan juga ditegaskan oleh salah satu narasumber di mana

antara umat Islam dan Katolik di Desa Pabian interaksinya bagus, biasa saling

membantu dan tidak pernah saling mengganggu.30

Keberadaan pemuka agama di Desa Pabian benar-benar mendorong dan

memperkuat kaadaan rukun antar umat beragama Islam dan Katolik. Seperti yang

disampaikan salah satu Ustadz di Masjid Baitul Arham, bahwa ketika kami ada

Maulid Nabi atau Hari Raya (Idul Fitri dan Idul Adha), pihak Gereja

mengucapkan selamat kepada penduduk, serta melalui spanduk dan kami pun

menerima ucapan tersebut.31

Sebagai pemuka agama, sikap toleran yang

ditujukkan di atas sangat berpengaruh terhadap kehidupan rukun masyarakat.

Sebagaimana di singgung di awal bahwa dengan penguasaan ilmu keagamaan di

atas rata dan juga kharisma yang dimiliki pemuka agama dapat mempengaruhi

emosi umatnya. Sehingga dengan kata lain, pemeluk agama yang bersangkutan

seringkali mencontoh perilaku pemuka agama di lingkungannya.

Bahkan menurut ketua takmir Masjid Baitul Arham, kerjasama yang

dilakukan antara pihak Gereja dan takmir Masjid juga berupa sumbangan yang

berbentuk sembako dan lainnya. Seperti yang dipaparkan, yang tak kalah

pentingnya dari sekedar saling mengucapkan selamat, yakni non-muslim (Katolik)

30

Moh. Shodiq, Warga dan juga sebagai marbot Masjid Baitul Arham, Wawancara Tanggal

12 Maret 2018. 31

Ustadz Ilham, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018.

Page 122: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

114

menyumbangkan hal-hal lain ketika menjelang hari raya, mereka menyalurkan

beras bagi masyarakat Muslim yang benar-benar tidak mampu. Penyalurannya

tidak langsung memberikan sendiri, melainkan melalui takmir masjid. Bentuk

kerjasama seperti ini sudah terjalin sangat lama dan terakhir pada tahun 2017, ada

50 kuintal beras yang diberikan ke Masjid untuk disalurkan kepada masyarakat,

dan kami memilah dan memilih masyarakat yang benar-benar tidak mampu sesuai

dengan koridor keIslaman kita. Kerjasama ini muncul karena ada peranan pemuka

agama antar pimpinan yang dahulu, kemudian kami tetap rawat sampai

sekarang.32

Bantuan sembako atau bantuan dalam bentuk apapun dari pihak Gereja

terhadap masyarakat bisa jadi menimbulkan kecurigaan—bahkan juga dapat

penolakan—yang bisa mengganggu jalinan harmoni dalam sebuah kelompok

masyarakat. Namun, di dalam masyarakat Pabian, yang demikian tersebut

mendapat penerimaan yang sangat baik dengan tangan terbuka penuh

persaudaraan. Dikarenakan, menurut penuturan Romo, setiap bantuan yang

diberikan kepada masyarakat sekitar Gereja selalu melibatkan Masjid. Diakui

pula, bahwa pemberian dari Gereja tidak pernah memakai label Gereja dan tau

diri. Pihak Gereja menyadari segala bantuan itu harus dengan keikhlasan bukan

karena ada maksud lain.33

Yang tidak kalah penting lagi ketika melakukan kegiatan keagamaan seperti

maulid, tempat ibadah (Gereja) tidak pernah protes bahkan ketika kita menyiarkan

Islam lewat pengeras suara, bahkan halaman di depan Gereja diberikan sebagai

32

Raden Dihyah Suyuti, Wawancara Tanggal 15 Februari 2018. 33

Romo Harry, Wawancara tanggal 13 Maret 2018.

Page 123: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

115

tempat parkir pada saat proses keagamaan dilaksanakan.34

Karena antara Masjid

Baitul Arham dangan Gereja Katolik hanya dipisah oleh jalan raya.

Kesadaran tersebut selain lahir dari masyarakat sendiri memang diakui

didukung oleh pemuka agama di Desa Pabian. Seperti ditegaskan menurut ketua

takmir Masjid Baitul Arham yang mengatakan, jika diamati keduanya, artinya

memang ada kesadaran dari masyarakat, tetapi juga dimotivasi oleh pemuka-

pemuka agama yang sering menghimbau dan mengingatkan untuk tidak saling

membenci antar pemeluk agama lain dan membiarkan mereka melaksanakan

ibadah sesuai dengan keyakinannya.35

Sebagaimana dijelaskan di awal bahwa

pemuka agama bagi masyarakat Madura dan Desa Pabian khususnya, tidak hanya

sekedar menjadi pembimbing dalam keagamaan saja. Melainkan Ia menjadi

panutan baik dalam sopan-santun, serta menjadi rujukan sehari-hari masyarakat

dalam berbagai aspek. Sehingga kedudukan pemuka agama menjadi hal sangat

strategis dalam menciptakan dan menumbuhkan sikap toleran masyarakat. Hal ini

sejalan dengan standar refrensi yang harus dipatuhi dalam kehidupan orang

Madura pada umumnya. Sebut saja standar refrensi tersebut terdiri dari

Bhuppa’bhabhu ghuru rato. Bhuppa’bhabhu (bapak dan ibu), ghuru (guru, kyai

atau pemuka agama), rato (pemimpin birokrasi/pemerintah). Tiga figur ini artinya

menjadi standar refrensi kepatuhan terhadap figur-figur utama secara

hierarhikal.36

Beberapa temuan yang menunjukkan adanya keterbukaan dari pihak

mayoritas masyarakat Desa Pabian, dalam hal ini umat Islam. Memiliki implikasi

positif terhadap kelangsungan kehidupan yang rukun antara umat Katolik dan

34

Raden Dihyah Suyuti, Wawancara Tanggal 15 Februari 2018. 35

Raden Dihyah Suyuti, Wawancara Tanggal 15 Februari 2018. 36

A. Latief Wiyata, Mencari Madura, h. 30.

Page 124: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

116

Islam. Sehingga pemberian contoh yang dilakukan pemuka agama tersebut secara

tidak langsung berdampak pada keadaan damai masyarakatnya. Sebab tidak

jarang dalam banyak kasus yang menunjukkan bahwa penyulut maupun yang

memperkeruh konflik datang dari para tokoh agama setempat.

2. Pendidikan

Bentuk kerukunan dalam aspek pendidikan ini untuk melihat bagaimana

keterbukaan antar umat Islam dan umat Katolik menyikapi lembaga pendidikan

yang ada. Seperti yang disinggung di awal bahwa pada dasarnya umat Islam

merupakan pihak yang mayoritas. Dan di daerah Desa Pabian terdapat sekolah

Katolik. Sebagaimana diketahui bersama, sebagian umat Islam, dan tidak

memungkiri di tempat lain, bisa sangat tertutup pada keberadaan pendidikan yang

berafiliasi dengan pihak non-Islam. Bahkan yang muncul bisa mengarah kepada

sikap penuh kecurigaan pada sekolah yang dibangun oleh umat Katolik. Akan

tetapi fakta di lapangan berbicara lain, kerukunan umat Islam dan Katolik di Desa

Pabian menunjukkan pada arah yang positif bagi keberlangsungan kerukunan

antar umat beragama. Warga Desa Pabian yang mayoritas Islam tersebut tidak

menolak keberadaan sekolah yang didirikan oleh pihak Katolik. Hal ini

menandakan adanya keterbukaan dari kalangan mayoritas yang tidak alergi pada

keberadaan minoritas seperti pihak Katolik dalam konteks ini.

Bukti keterbukaan antar umat beragama dalam aspek pendidikan terlihat

dari pernyataan salah narasumber yang menjelaskan bahwa tidak ada larangan

terhadap warga untuk menyekolahkan anaknya pada sekolah yang memang

dimiliki umat Katolik. Seperti yang disebutkan oleh ustadz Ilham ketika ditemui

di rumahnya. Kita tidak pernah melarang anak sekolah ke SD Katolik, anak-anak

Page 125: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

117

Islam banyak yang sekolah di sana, bahkan ponakan istri saya juga sekolah di SD

Katolik. Juga sebaliknya, tidak melarang anak-anak Katolik untuk sekolah pada

SMP yang Islam, karena hari ini banyak anak-anak Katolik yang sekolah di SMP

Islam.37

Pengakuan ini mempertegas bahwa dalam aspek pendidikan yang dianggap

sangat dasar bagi penanaman akidah peserta didik pun tidak dipermasalahkan.

Bahkan dari kedua belah pihak antara umat Katolik dan Islam tidak keberatan.

Mereka dengan sendirinya memasukkan anak-anaknya pada sekolah tersebut.

Walapun dengan alasan-alasan yang berbeda seperti karena memang kualitasnya

yang baik, maupun karena dekat dengan tempat tinggalnya. Terlepas dari faktor

tersebut, warga Desa Pabian antara umat Katolik dan Islam tidak memberikan

batasan untuk memasukkan anak-anaknya di sekolah tertentu. Seperti khusus

umat Islam, dihimbau untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah Islam atau

sekolah negeri saja. Juga sebaliknya, umat Katolik dengan terbuka menerima

bahkan menempatkan anak-anaknya ke sekolah Islam.

Aspek pendidikan bagi warga Desa Pabian dan khusunya umat Islam dan

umat Katolik telah terbentuk kerjasama yang saling menguntungkan. Simbiosis

mutualisme ini dalam kaitannya dengan pendidikan diungkapkan oleh pihak

Humas Geraja Katolik. Dari sejak dulu sudah terbentuk kerjasama yang saling

menguntungkan, guru-guru di SD Katolik banyak dari Muslim, dan muridnya

banyak juga dari kalangan Muslim.38

Hal ini juga diakui oleh salah seorang warga

37

Ustadz Ilham, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018. 38

J. Birmyas Oybur, Wawancara Tanggal 15 Februari 2018.

Page 126: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

118

yang bernama Ahmad Junaidi—biasa dipanggil pak Aman—mengatakan bahwa

semua anak-anaknya sekolah ke SD Katolik.39

Sehingga dapat dikatakan dalam pikiran masyarakat sudah tidak

mempermasalahkan lagi keberadaan pendidikan yang berbeda. Bahkan warga

sudah menganggap sebagai hal yang menguntungkan dilihat dari beberapa aspek

seperti, adanya beasiswa, kualitas yang bagus dan dekatnya jarak ke tempat

tinggal.

Hal ini ditegaskan juga oleh ketua takmir Masjid Baitul Arham yang

mengatakan pilihan sekolah pada SDK tersebut karena terdapat keunggulan baik

fasilitas maupun kualitas pendidikannya. Setelah saya amati ternyata memang ada

beberapa fasilitas yang memberikan kenyamanan kepada umat Islam seperti buku,

dan juga fasilitas gratis SPP. Itu salah satu daya tarik yang sama bentuknya

dengan yang kita lakukan.40

Fasilitas dan kualitas pendidikan menjadi

pertimbangan warga untuk memasukkan anaknya kepada sekolah tersebut. Dan

hal ini juga disadari oleh pihak yang berkaitan bahwa kualitas dan fasilitas

pendidikan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi warga Desa Pabian.

3. Ekonomi

Kerukunan antar umat beragama yang lain yakni dalam bentuk ekonomi.

Bentuk ini juga menggambarkan bagaimana masyarakat setempat memang sudah

toleran dalam memandang perbedaan yang ada. Serta dari perbedaan tersebut

tidak pula dihubungkan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari seperti pada

aspek ekonomi, melainkan mereka (umat Katolik dan umat Islam) telah

menyadari.

39

Ahmad Junaidi, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018. 40

Raden Dihyah Suyuti, Wawancara Tanggal 15 Februari 2018.

Page 127: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

119

Kerukunan dalam bentuk ekonomi ini tergambar pada pernyataan Humas

Gereja yang mengatakan, toko-toko mempekerjakan banyak dari orang Muslim,

interaksi ini saling membutuhkan, saling mengisi untuk memperkuat hubungan.

Bahkan imbuhnya, pekerja-pekerja di klinik Katolik banyak yang Muslim juga.41

Pihak lain juga pempertegas keadaan kerjasama di Desa Pabian dalam aspek

ekonomi. Seperti yang disampaikan oleh Sekretaris Desa Pabian, bahwa toko-toko

milik orang Katolik karyawannya orang Islam, namun dalam hal ibadah kalau

dzuhur, ya sholat, tidak ada tekanan.42

Dengan demikian warga Desa Pabian

membangun hubungan kerjasama tanpa mempersoalkan perbedaan agama. Dalam

hal pekerjaan dilakukan secara profesional. Sedangkan dalam pelaksanakan

kewajiban ibadah yang lima waktu tidak menjadi halangan dan tidak pernah

dihalangi, sehingga hubungan baik ini terus berlanjut.

Salah seorang warga yang bernama Atmojo, pekerja di Klinik Sang Timur,

satu yayasan dengan Gereja Katolik Paroki Maria Gunung Karmel Desa Pabian,

menjelaskan bahwasanya pekerja di Klinik tersebut 80 persen Muslim. Mulai dari

dokter gigi, dokter umum, perawat, satpam dan sopir. Bahkan yang Katolik hanya

pimpinan klinik dan beberapa staf saja. Diakuinya, perbedaan agama tidak pernah

dipersoalkan, apalagi sampai menimbulkan konflik. Keberadaan klinik tersebut

justeru sangat memberikan manfaat besar bagi warga sekitar dan terhadap

siapapun yang berobat.43

Itu artinya interakrasi yang terjadi antara Gereja dan

warga sekitar yang Muslim adalah interaksi yang saling membutuhkan dan

memberdayakan warga sekitar. Keberadaan lembaga pendidikan dan klinik yang

41

J. Birmyas Oybur, Wawancara Tanggal 15 Februari 2018. 42

Moh. Masturah, Sekretaris Desa Pabian, Wawancara Tanggal 15 Februari 2018. 43

Atmojo, Pekerja di Klinik Sang Timur, Wawancara Tanggal 12 Maret 2018.

Page 128: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

120

berada dibawah naungan Yayasan Karya Sang Timur sangat memberikan arti

yang besar bagi masyarakat.

Pak Aman warga sekitar Masjid Baitul Arham yang juga menyekolahkan

semua anaknya ke SD Katolik tersebut menegaskan bahwa Guru di SDK dan

Klinik Sang Timur banyak yang Muslim. Sekaligus juga mengakui dan merasakan

kontribusi besar keberadaan instusi tersebut. Bahkan yang bekerja di Yayasan itu

juga ada uang pensiunnya.44

Adanya para pekerja dan guru yang beragama Islam di Klinik dan SDK

tersebut dapat menumbuhkan dan memperkuat hubungan yang rukun antar umat

Islam dan Katolik. Bahkan dalam analisa Nasikun, adanya keanggotaan (cross-

cutting affiliations ) dan loyalitas (cross cutting loyalities ) yang bersifat silang-

menyilang tersebut bisa menjadi landasan terciptanya kerukunan.45

4. Kesehatan

Bentuk-bentuk kerjasama yang terjalin dalam kehidupan sehari-hari di Desa

Pabian tidak hanya melalui seperti yang dijelaskan di atas. Sebut saja ucapan-

ucapan yang menandakan adanya saling menghormati ketika ada acara perayaan

keagamaan, sekolah yang terbuka pada semua umat beragama, dan yang terakhir

ekonomi. Namun juga tercipta dalam bentuk pengobatan atau dengan kata lain

kesehatan. Dalam beberapa wawancara dengan beberapa narasumber, pada aspek

kesehatan juga terjalin kerjasama yang baik. Ustadz Ilham menyebutkan bahwa

pengobatan gratis sudah lama terjadi dari pihak gereja Katolik kepada warga

44

Ahmad Junaidi, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018. 45

Dapat dilihat dalam buku J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks

Pengantar dan Terapan (Jakarta: Kencana, 2004), h. 205-206.

Page 129: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

121

sekitar.46

Bentuk penerimaan yang sangat baik dari warga sekitar yang mayoritas

Islam tersebut, menjadi penanda penting bahwa kerukunan antar umat beragama

di Desa Pabian berjalan seperti yang diinginkan dan menjadi harapan bersama.

Pihak Gereja, atau lebih tepatnya Humas dari Gereja Katolik juga

membenarkan pengobatan gratis kepada warga sekitar sudah sejak lama terjadi.

Pengobatan gratis sudah lama berjalan, serta kegiatan rutin lainnya seperti donor

darah dari warga sekitar. Serta banyak orang Muslim yang pergi ke klinik kami

ketika membutuhkan, ada juga dokter yang muslim yang kerja di sana.47

Hal

seperti ini menunjukkan adanya saling percaya antara pihak satu dengan yang

lainnya. Tanpa ada rasa takut maupun kecurigaan dari warga, dan murni karena

perihal kesehatan.

Kepala Desa Pabian juga membenarkan bentuk kerukunan yang selama ini

sudah berjalan sejak lama. Masyarakat setempat sering mendapatkan pengobatan

gratis dari Gereja Katolik.48

Kegiatan yang berlangsung sejak lama ini

memberikan penegasan bahwa masyarakat sudah nyaman tapa ada kecurigaan

ketika mendapatkan bantuan yang berupa pengobatan gratis dari Gereja. Dan ini

menandakan jalinan kepercayaan di antara umat berbeda agama tersebut sudah

tidak ada kendala yang berarti lagi.

D. Faktor-faktor Kerukunan di Desa Pabian

Kerukunan tercipta biasanya karena ada faktor yang melandasinya. Begitu

juga dengan potret kerukunan yang ada di Desa Pabian memiliki dasar yang kuat

dalam kehidupan masyarakatnya. Landasan tersebut sudah sejak lama

46

Ustadz Ilham, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018. 47

J. Birmyas Oybur, Wawancara Tanggal 15 Februari 2018. 48

Ahmad Junaidi, Warga Desa Pabian, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018.

Page 130: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

122

dipraktekkan dan dijaga dengan baik oleh pihak yang bersangkutan. Sehingga

sampai hari ini Desa Pabian disebut sebagai desa toleran oleh pihak luar. Label

tersebut tercermin dalam kehidupan masyarakatnya yang senantiasa hidup rukun

di tengah-tengah fakta tentang kemajemukan agama. Namun hal ini tidak cukup

menjelaskan tentang keadaan yang rukun tersebut. Dari sini perlu sekiranya

menjelaskan dari temuan di lapangan tentang ajaran-ajaran agama yang bersifat

toleran. Serta diperkuat dengan kearifan lokal yang memang sudah melekat

dengan orang Madura, dan warga Desa Pabian khususnya.

Pertama, Paham Keagamaan Inklusif. Kerukunan yang ada tentunya

didasari oleh pemahaman keagamaan yang terbuka terhadap perbedaan dari

masing-masing agama, baik agama Islam maupun Katolik. Internalisasi paham

tersebut berdampak baik terhadap penerimaan pada pihak di luar seagamanya.

Pemahaman keagamaan seperti itu dapat digali dalam ajaran-ajaran agama

masing-masing. Ajaran Inklusif dalam agama Islam bukan hal baru lagi. Hal ini

dapat ditemukan dalam Firman Allah yang terdapat dalam al-Quran. Begitu juga

Katolik melalui Al Kitab dengan ajaran-ajaran cinta kasihnya.

Seperti ditegaskan oleh Ustadz Ilham bahwa kerukunan yang tercipta dan

terpelihara dengan baik di lingkungan masyarakat Desa Pabian, terlebih karena

peran pemuka agama seperti penjelasan di atas, dikarenakan ajaran agama Islam

yang mengajarkan demikian. Diakuinya, setiap agama pasti mengajarkan yang

demikian itu (kerukunan).49

Sehingga hal demikian itu disadari dan dijalankan

sebagai sumber nilai dalam setiap perilaku masyarakat Pabian.

49

Ustadz Ilham, Wawancara Tanggal 12 Maret 2018.

Page 131: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

123

Hal ini pula dikuatkan oleh pernyataan Sekdes Pabian, di mana Ia

menjelaskan pemahaman masyarakat akan ajaran Islam yang mendalam dan

mencontoh dari apa yang sudah diajarkan Rasulullah Saw. Bahwasanya, setiap

manusia adalah khalifah (pemimpin) yang harus memberikan contoh pemahaman

kalau memang ada perbedaan, yang ditonjolkan adalah kedamaian. Perbedaan itu

boleh saja tapi kedamaian harus kita tonjolkan. Lebih jauh dijelaskan, di dalam

ajaran agama (Islam) bahwa kita diajarkan oleh Rasulullah Saw. untuk senantiasa

membuat kerukunan, membuat perdamaian di muka bumi.50

Berangkat dari ajaran agama yang dipahami dengan baik oleh setiap umat

beragama sesuai nilai-nilai kemanusiaan dan cinta kasih akan melahirkan sikap

toleran terhadap berbagai perbedaan, khsusunya perbedaan agama. Yang

demikian ini menjadi kunci terciptanya kerukunan. Romo Gereja Katolik yang

ada di Desa Pabian menjelaskan yang hal dekimian pula, disebutnya ajaran

Katolik menanamkan nilai cinta kasih kepada sesama.51

Dan diakuinya sebagai

faktor utama yang melandasi terwujudnya kerukunan dari perspektif ajaran

Katolik.

Ini kemudian terus dijaga dan dipupuk oleh para pemuka agama di Desa

Pabian setiap berbagai kesempatan melalui media-media khotbah, pengajian dan

perkumpulan lainnya. Ada pengakuan tentang materi yang disampaikan ketika

ceramah atau khotbah. Dalam kuliah subuh, senior mengisi kajian kitab, dan saya

menyampaikan materi-materi sosial, persatuan, serta terciptanya kesalehan sosial.

Keadaan rukun di sini karena Islam mengajarkan kedamaian dan keselamatan.

Bahkan di Katolik ada juga yang landasannya seperti itu, sama-sama

50

Moh. Masturah, Wawancara Tanggal 13 Maret 2018. 51

Romo Harry, Wawancara Tanggal 12 Maret 2018.

Page 132: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

124

menghormati. Bahkan arti Islam itu sendiri menyebarkan keselamatan. Saya dan

ustadz lainnya menegaskan kepada masyarakat arti penting menjaga kebersamaan

untuk saling menghargai, itu yang ditekankan oleh kami.52

Dengan demikian, selain memang terdapat ajaran yang menghargai

perbedaan dalam pemahaman keagamaan di dalam Islam. Juga terdapat peran

pemuka agama yang bertindak memberikan pemahaman kepada masyarakat

dengan sangat baik, yakni untuk menumbuhkan kesadaran yang toleran tesebut.

Sebab tanpa ada yang menyiarkan sikap toleran ataupun dalam bahasa lain

pemahaman keagamaan yang inklusif, tentu sulit untuk menciptakan kerukunan

antar umat beragama.

Menurut Ustadz Ilham, isi khotbah Jumat juga difilter untuk selalu

memberikan rasa aman bagi kalangan non-muslim. Seperti yang kita ketahui

bahwa Gereja Katolik dengan Masjid ada dalam kawasan yang sangat dekat,

yakni satu RW dan dipisah oleh jalan Raya. Sehingga isi khotbah tersebut sangat

mempengarui terhadap bangunan kerukunan yang sudah berjalan sekian lama.

Dalam Khotbah, selalu menegaskan prinsip-prinsip Islam yang sesuai dengan

ajaran Rasulullah Saw. yang menyebarkan kedamaian, tentang bagaimana

melindungi orang yang bukan seagama.53

Romo Gereja Katolik juga menyampaikan hal yang senada dalam

memaparkan ajara-ajaran yang sering disampaikan kepada pengikutnya. Sikap

toleran tesebut selalu dipupuk setiap kali berceramah di Gereja. Sebab

menurutnya toleransi di Desa Pabian sudah dimiliki, maka kami hanya

membentengi diri dengan himbauan-himbauan untuk tidak terprovokasi dari isu-

52

Ustadz Ilham, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018. 53

Ustadz Ilham, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018.

Page 133: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

125

isu yang merusak. Saya juga mengajak untuk menggali ajaran Katolik seperti

cinta kasih pada diri sendiri, pada Tuhan, dan pada sesama dalam arti yang luas.54

Pernyataan di atas memperkuat bahwa keadaan yang rukun di Desa Pabian

memang dilandasi oleh pemahaman keagamaan dari masing-masing ajarannya.

Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa peran pemuka agama untuk dalam hal ini

sangat dominan dan bahkan dapat dikatakan sangat besar.

Kedua, Modal Sosial Masyarakat Desa Pabian. Modal sosial yang

dimaksud pada konteks ini yakni karakteristik dari masyarakat Pabian yang sangat

memegang kuat konsep kekerabatan dan persaudaran. Yang demikian ini biasanya

dapat dilihat dalam jalinan antara warga masyarakat sehari-hari.

Jika sebelumnya memfokuskan pada ajaran-ajaran keagamaan yang inklusif,

maka peneliti ini juga mengamati dan memperdalam tentang kehidupan sehari-

hari masyarakat setempat dalam aspek persaudaraan dan kekerabatan. Ini untuk

memperluas faktor kerukunan yang dapat dilihat langsung. Sehingga faktor yang

menjadi landasan tersebut memang benar-benar digali dalam kehidupan sehari-

hari dari masyarkat Desa Pabian.

Pada tingkat kehidupan sosial sehari-hari, umat Katolik dan umat Islam

sangat harmonis. Bertegur sapa sudah menjadi hal wajar bagi masyarakat Pabian

yang Muslim dengan umat Katolik. Apalagi lingkungan Gereja, SDK dan Klinik

Sang Timur berada ditengah-tengah lingkungan masyarakat Muslim Pabian.

Interaksi bisa setiap hari dengan bertatap muka dan bertegur sapa. Apalagi umat

Katolik, melalui suster-suster dan para pengurus Gereja, SDK dan Klinik bersifat

inklusif.

54

Romo Harry, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018.

Page 134: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

126

Sesuai dengan apa yang dikatakan Romo Gereja Katolik Paroki Gunung

Karmel, menjadi keharusan bagi umat Katolik untuk berbaur dengan masyarakat

sekitar. Tidak boleh eksklusif.55

Ini artinya, mereka umat Katolik menyadari adat

istiadat dan tatakrama yang berlaku di kalangan masyarakat Pabian, khususnya

sebagai bagian dari masyarakat setempat untuk terus menjalin komunikasi dan

ikatan sebagai kebutuhan dasar setiap manusia yang hidup dalam sebuah

lingkungan yang berbeda agama.

Bahkan, mereka juga tidak ada rasa canggung untuk memasuki sekitar

halaman rumah ibadah masing-masing, dan juga tidak ada kecurigaan. Hal ini

dijelaskan oleh salah satu takmir Masjid Baitul Arham, bahwa jalinan sosial

masyarakat di Desa Pabian sudah sejak lama berlangsung, bahkan kami bertegur

sapa dengan Pastur atau Romo ketika bertemu.56

Hal ini menunjukkan bahwa

kerukunan antar umat beragama di tempat tersebut sudah baik. Dapat dikatakan

pula perihal tegur sapa tersebut menunjukkan hormat dan menghormati, serta

saling kenal antara satu dengan lainnya. Sehingga kerukunan masyarakat Desa

Pabian tercermin dalam tindakan kecil dalam kehidupan sehari-hari. Bertegur sapa

ini menjadi salah satu karakteristik dari masyarakat Pabian secara khusus dan

Sumenep pada umumnya.57

Ustadz Ilham memaparkan bahwa Suster sering berkunjung atau masuk ke

halaman Masjid. Kunjungan Suster tersebut menandakan hubungan masyarakat

sedemikian dekat, baik dengan sesama agama maupun beda agama. terkadang

Suster masuk ke sini (lingkungan masjid), berkunjung kepada muridnya yang

55

Romo Harry, Wawancara Tanggal 12 Maret 2018. 56

Ustadz Ilham, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018. 57

Tim Penulis, Tatakrama Suku Bangsa Madura (Yogyakarata: Badan Pengembangan

Kebudayaan dan Pariwisata DIY, 2002), h. 40.

Page 135: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

127

sekolah di Sekolah Dasar Katolik (SDK).58

Dengan demikian, hidup rukun antar

umat beragama berdasarkan keterangan di atas sudah mengakar dalam kehidupan

sehari-hari. Dengan ditandai tidak ada saling curiga antara umat beda agama ini.

Interaksi yang baik dari pihak umat Katolik menjadi salah satu faktor

penting yang melandasi hubungan umat Islam dan Katolik di Desa Pabian

semakin erat dan terawat. Hal ini sejalan dengan konsep kekerabatan dan

persaudaraan orang Madura, tidak terkecuali di Desa Pabian. Dalam kehidupan

masyarakat Madura dikenal dengan istilah taretan (saudara) atau taretan dhibi’

(saudara sendiri). Istilah taretan bagi masyarakat Madura menyoal relasi sosial

antar sesama yang cukup erat.

Konsep ini menempatkan orang lain di luar keluarga sendiri akan dianggap

sebagai saudara (taretan) jika interaksi dan komunikasi yang dilakukannya baik.

Pada prinsipnya, ada kehidupan yang saling menghargai dan menghormati satu

sama lain. Sebagai penghargaan atas kebaikan dan penghormatan orang lain

terhadap orang Madura, tak terkecuali Pabian, mereka akan menganggapnya

sebagai taretan thibi’ (saudara sendiri). Istilah taretan dhibi’dalam konteks

kebudayaan masyarakat Madura ini memiliki makna yang sangat mendalam,

karena taretan berkaitan dengan kerabat atau keluarga.

Unsur kekerabatan (taretan) orang Madura mengandung makna inklusifitas

sehingga memberi ruang bagi terwujudnya integrasi sosial dengan kelompok etnis

atau agama lain. Artinya, hubungan sosial yang akrab dapat dibangun oleh orang

Madura dengan orang lain di luar lingkungan kerabat tanpa memperhatikan asal

usul kelompok etnik tersebut. Jika kualitas hubungannya mencapai tingkatan yang

58

Ustadz Ilham, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018

Page 136: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

128

akrab, mereka akan dianggap dan diperlakukan sebagai kerabat (taretan). Bahkan,

ada kalanya anggota keluarga sendiri bisa dianggap dan diperlakukan sebagai

orang lain jika kualitas hubungannya rendah atau jelek. Hal ini, dalam ungkapan

budaya Madura disebut, oreng dhaddhi taretan, taretan dhaddhi oreng (orang lain

menjadi/dianggap saudara sendiri, saudara sendiri bisa menjadi/dianggap orang

lain).59

Ustadz Ilham menandaskan salah satu faktor kunci terjalinnya semangat

kebersamaan dalam relasi umat Katolik dan masyarakat setempat karena filosofi

orang Madura tentang taretan. Jadi, siapapun yang membangun kebersamaan,

menurut ustadz Ilham, dianggap sebagai taretan thibi’. Lebih jauh dijelaskan

olehnya, bahwa dalam konsep taretan itu ada sikap saling menghormati dan

menjaga antara umat yang satu dengan umat yang lainnya.60

Diakui pula oleh Sekdes Pabian yang mana mengungkapkan bahwa salah

satu karakteristik penting orang Sumenep dan Madura pada umumnya adalah

persaudaraan. Menurutnya, apapun agamanya, kalau di Sumenep, sangat kental

tentang taretan itu. Taretan tidak membedakan agama. Namun siapapun yang

tinggal dan lahir di Madura dikatakan sebagai taretan meskipun beda agama dan

keimanan.61

Dengan demikian, keberadaan umat Katolik dalam lingkungannya sudah

dianggap sebagai taretan. Perbedaan keyakinan dalam perihal ini sudah tidak

dianggap sebagai pembatas maupun halangan dalam melakukan interaksi di

tengah-tengah kehidupan yang majemuk tersebut. Dengan bersandar pada

59

A. Latief Wiyata, Mencari Madura (Jakarta: Bidik-Phronesis Publishing, 2013), h. 177. 60

Ustadz Ilham, Wawancara Tanggal 12 Maret 2018 61

Moh. Masturah, Wawancara Tanggal 13 Maret 2018.

Page 137: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

129

pernyataan di atas dan juga konsep tentang taretan dhibi’, kehidupan yang

harmonis dengan mudah terjalin sampai saat ini.

Page 138: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

130

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemahaman keagamaan yang ditanamkan oleh para pemuka agama

berimplikasi pada sikap toleran para penganutnya terhadap berbagai perbedaan.

Pemahaman keagamaan yang dimaksud dalam temuan kali ini ialah, pemahaman

keagamaan yang terbuka maupun moderat. Dimana masyarakat memahami

keragaman agama dan perbedaan keyakinan di Desa Pabian sebagai suatu

ketentuan dari Tuhan. Pemahaman keagamaan seperti inilah yang mempengaruhi

keadaan rukun dalam kehidupan masyarakat Desa Pabian.

Peran pemuka agama Islam dan Katolik di Desa Pabian Kabupaten

Sumenep dilakukan dengan dua hal:

Pertama, peran pemuka agama Islam dan Katolik di Desa Pabian melakukan

internalisasi teologi kerukunan, di mana masyarakat yang beragama Islam dan

Katolik diberikan pemahaman keagamaan dengan menggali nilai-nilai mulia atau

esensi dari ajaran agama masing-masing bahwa perbedaan-perbedaan yang ada

seperti perbedaan agama, suku, dan bahasa merupakan kehendak Tuhan. Dengan

demikian, saling mencintai antar sesama, atau cinta kasih dan menghormati

keberadaan umat beragama lain merupakan ajaran langsung dari Tuhan atau

sebagai bentuk ketaatan kepada Tuhan. Sikap keberagamaan yang inklusif ini

melahirkan penerimaan akan keberadaan umat yang beda agama dan keyakinan

sebagai modal utama merajut kerukunan dan kerjasama dalam perbedaan.

Kedua, penyebaran paham keagamaan yang moderat. Artinya, paham

keagamaan yang moderat oleh pemuka agama (Islam dan Katolik) disebarluaskan

Page 139: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

131

melalui berbagai media. Pemuka Agama Katolik mengintesifkan penyebaran

paham tersebut melalui khotbah-khotbah dalam setiap ibadah mingguan atau

ibadah lainnya. Dan juga melalui saluran radio yang notabene kepunyaan gereja

Katolik. Pemahaman moderat yang disiarkan atau disebarkan menekankan pada

ajaran cinta kasih sesama manusia seperti yang tertera dalam Matius/19: 19 dan

Matius/22: 36-40, di mana mengasihi sesama manusia meskipun berbeda agama

merupakan salah satu hukum yang terutama dalam ajaran Katolik.

Begitu juga dengan pemuka agama Islam dengan mengintensifkan melalui

saluran-saluran khotbah-khotbah jum’at, majlis taklim dan ceramah-ceramah yang

memakai pengeras suara. Salah satu fokus utama bagaimana mencontoh sifat dan

perilaku Nabi Muhammad Saw. dalam hal saling menjaga, membantu dan

menghormati antar sesama yang berbeda agama. Khususnya mengenai perintah

Allah SWT. yang tertera pada ayat-ayat di dalam Al Qur’an seperti dalam surat Al

Mumtahanah/60: 8-9, surat Yunus/10: 99, Surat Al Hujarat/49: 13.

Hal ini bertujuan untuk membangun persepsi umat Muslim dan Kristiani

dalam memandang ajaran-ajaran agama masing-masing yang toleran dan terbuka

terhadap perbedaan. Persepsi ini sangat penting untuk kemudian menumbuhkan

saling percaya dan tanpa kecurigaan antar sesama umat beragama.

Dari peranan pemuka agama inilah kemudian kerukunan antar umat Islam

dan Katolik di Desa Pabian terpelihara dengan baik, serta terbentuk dalam bidang

sosial-keagamaan, pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Yang demikian ini

tentunya bentuk kerukunan yang dinamis dan fungsional.

Kerukunan yang tercipta dan dijaga dengan baik seperti terpotret dalam

kerukunan di Desa Pabian disebabkan oleh beberapa faktor yang melandasinya

Page 140: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

132

salah satu utamanya yaitu; pemahaman keagamaan yang inklusif, serta modal

sosial berupa kekerabatan atau persaudaraan.

Potret keadaan rukun antar umat beragama di Desa Pabian dengan

penerimaan umat Islam sebagai mayoritas terhadap umat beda agama yang

minoritas dan ditandai dengan berbagai interaksi di dalamnya, sebagai penegasan

tentang orang Madura yang terbuka dan penuh kesopanan terhadap orang lain

(yang berbeda agama). Tentunya ini sebagai antitesa terhadap purbasangka atau

tuduhan-tuduhan orang luar yang masih saja mengatakan dan beranggapan bahwa

orang Madura keras, suka kekerasan, susah diatur atau hal negatif lainnya.

B. Saran-saran

Kerukunan yang telah terpelihara sedekian rupa di tengah-tengah

masyarakat harus terus diupayakan. Dengan ini memerlukan kesadaran dan juga

partispasi dari semua kalangan lapisan masyarakat. Masing-masing memiliki

peran yang harus dijalankan sesuai dengan kedudukan di dalam masyarakat.

Pemuka agama dan aparatur pemerintah (desa, kecamatan, kabupaten), dan juga

kepolisian memiliki peran sangat penting dan tidak tergantikan dalam upaya

menjaga kerukunan.

Pemuka agama sebagai panutan umat harus berperan aktif untuk terus

menanamkan nilai-nilai kebaikan dan kedamaian kepada masyarakat pada

umumnya dan pemeluk agama masing-masing pada khususnya. Kepolisian juga

berperan aktif untuk selalu menjaga kondusifitas lingkungan, dan juga sebisa

mungkin keberadaannya dapat menciptakan rasa aman dalam hubungannya

dengan kerukunan antar umat beragama dengan cepat mengantisipasi segala

pelanggaran sehingga tidak menimbulkan kerusuhan atau tindakan main hakim.

Page 141: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

133

Kerukunan harus menjadi prioritas bersama di kalangan masyarakat secara

luas untuk selalu berikhtiar menjaga keharmonisan secara bersama-sama sebagai

umat beragama. Masyarakat Desa Pabian secara khusus tentunya membutuhkan

segala daya dukung dari semua pihak untuk memberikan masukan dan juga

pengenalan pencegahan dan resolusi konflik yang dirasa masih harus terus

dioptimalkan, lebih-lebih kepada generasi muda.

Page 142: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman. Sedjarah Madura: Selajang Pandang. Sumenep: Authomatic the

Sun Smp, 1971.

Abubakar, Irfan dan Bamualim, Chaider S. Modul Resolusi Konflik Agama dan

Etnis di Indonesia. Ciputat: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2006.

Achmad, Nur, ed. Pluralitas Agama: Kerukunan Dalam Keragaman. Jakarta:

Buku Kompas, 2001.

Adiprasetya, Joas. Mencari Dasar Bersama: Etik Global Dalam Kajian

Postmodernisme dan Pluralisme Agama. Jakarta: PT BPK Gunung

Mulia, 2009.

Al Khanif, LL.M. Hukum dan Kebebasan Beragama di Indonesia. Yogyakarta:

LaksBang Mediatama, 2010.

Al Munawar, Said Agil Husin. Fikih Hubungan Antar Agama. Ciputat: PT.

Ciputat Press, 2005.

Amin, Ma’ruf. Empat Bingkai Kerukunan Nasional. Banten: Yayasan An-

Nawawi, 2013.

___________ . Harmoni Dalam Keberagaman: Dinamika Relasi Agama-Negara.

Jakarta: Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Antar Agama,

2011.

Aritonang, Jan S. Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia. Jakarta:

PT. BPK Gunung Mulya, 2004.

Askari, Hasan. Lintas Iman Dialog Spiritual. Yogyakarta: LkiS, 2003.

Bagir, Zainal Abidin. dkk. Pluralisme Kewargaan: Arah Baru Politik Keragaman

di Indonesia. Yogyakarta: Program Studi Agama dan Lintas Budaya

Sekolah Pasca Sarjana UGM dan Mizan, 2011.

Baidhawy, Zakiyudin. Ambivalensi Agama, Konflik dan Nirkekerasan.

Yogyakarta: LESFI, 2002.

Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama di Indonesia. Jakarta:

Departemen Agama RI, 1997.

Connolly, Peter, ed. Aneka Pendekatan Studi Agama. Yogyakarta: LkiS, 2012.

Page 143: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

De Jonge, Huub. Garam, Kekerasan dan Aduan Sapi: Esai-Esai Tentang Orang

Madura dan Kebudayaan. Yogyakarta: LkiS, 2012.

____________ . Madura Dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan

Ekonomi, dan Islam. Jakarta: PT Gramedia, 1989.

____________ . Agama, Kebudayaan, dan Ekonomi: studi-studi interdisipliner

tentang masyarakat Madura. Jakarta: Rajawali Pers, 1989.

Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Kebijakan Umat

Beragama (Edisi Ke-10). Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan,

2008.

Departemen Agama RI. Konflik Sosial Bernuansa Agama di Indonesia (Seri II).

Jakarta: Departemen Agama RI, 2003.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.

Jakarta: PT Gramedia, 2008.

Djunaedi, Wawan dan Ahdiah, Ida, edi. Pelangi Agama Di Ufuk Indonesia:

Faktor Dan Cerita Kerukunan Beragama. Jakarta: Pusat Kerukunan

Umat Beragama (PKUB), 2014.

Fromm, Erich. Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis atas Watak Manusia.

Yogyakarta: PUSATAKA PELAJAR, 2010.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Riset. Yogyakarta: Andi Offset, 1990.

Harahap, Syahrin. Teologi Kerukunan. Jakarta: Prenada Media Group, 2011.

HD, AP. Budiyono. Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama.

Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983.

Johnson, Doyle Paul. Teori Sosiologi: Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 1994.

Kahmad, Dadang. Metode Penelitian Agama: Perspektif Ilmu Perbandingan

Agama. Bandung: CV Pustaka Setia, 2000.

Kartono, Kartini. Pemimpin Dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan

Abnormal Itu?. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.

Kimball, Charles. Kala Agama Jadi Bencana (terj.). Bandung: Mizan Publika,

2013.

Knitter, Paul F. Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multi Agama dan

Tanggungjawab Global. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2010.

Page 144: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Kuntowijoyo. Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940.

Yogyakarta: IRCiSoD, 2017.

Lubis, M. Ridwan. Agama dalam Diskursus Intelektual dan Pergumulan

Kehidupan Beragama di Indonesia. Jakarta: Pusat Kerukunan Umat

Beragama Kementerian Agama RI, 2015.

_______________ . Agama dan Perdamain: Landasan, Tujuan, dan Realitas

Kehidupan Beragama di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2017.

Ma’arif, Samsul. The History of Madura. Yogyakarta: Araska, 2015.

Masyhuri, Aziz. Masalah Keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Ulama

Nadlatul Ulama Kesatu 1926 Sampai Dengan Kedua Puluh Sembilan

1994. Surabaya: Dinamika Press Group, 1977.

Muhammad, Afif. Agama dan Konflik Sosial: Studi Pengalaman di Indonesia.

Bandung: Marja, 2013.

Mukhtar. Bimbingan Skripsi, Tesis dan Artikel Ilmiah: Panduan Berbasis

Penelitian Kualitatif Lapangan dan Perpustakaan. Ciputat: Gaung

Persada Press, 2009.

Munajat. ed. Perlindungan Terhadap Umat Beragama: Toleransi Dalam

Masyarakat Majemuk. Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI,

2016.

Muthmainnah. Jembatan Suramadu: Respon Ulama Terhadap Industrialisasi.

Yogyakarta: LKPSM, 1998.

Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan.

Jakarta: Kencana, 2004.

Nasution, Harun. Teologi Islam. Jakarta: UI Press, 1986.

Panggabean, Rizal & Ali-Fauzi, Ihsan. Pemolisian Konflik Keagamaan di

Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Agama Dan Demokrasi, 2014.

Pemerintah Kabupaten Sumenep. Profil Potensi Investasi Kabupaten Sumenep.

Sumenep: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten

Sumenep, 2016.

Perwiranegara, Alamsjah Ratu. Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama.

Jakarta: Departemen Agama, 1982.

Purnomo, Aloys Budi. Membangun Teologi Inklusif-Pluralistik. Jakarta: Buku

Kompas, 2003.

Page 145: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Rifai, Mien Ahmad. Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja,

Penampilan, dan Pandangan Hidupnya seperti Dicitrakan

Peribahasanya. Yogyakarta: Pilar Media, 2007.

________________ . Lintasan Sejarah Madura. Surabaya: Yayasan Lebbur

Legga, 1993.

Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:

Kencana, 2004.

Riyanto CM, E. Armada. Diaolog Interreligius: Historisitas, Tesis, Pergumulan,

Wajah. Yogyakarta: Kanisius, 2010.

Rozaki, Abdur. Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura. Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004.

RPJM Desa Pabian Tahun 2015-2020. Pemerintahan Desa Pabian Kecamatan

Kota Kabupaten Sumenep Tahun 2015.

Rusdiana, A. Manajemen Konflik. Bandung: CV Pustaka Setia, 2015.

Sairin, Weinata, ed. Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan

Berbangsa; Butir- Butir Pemikiran. Jakarta: Gunung Mulia, 2006.

Santoso, Thomas. Kekerasan Agama Tanpa Agama. Jakarta: PT Pustaka Utan

Kayu, 2002.

Schuman, Olaf H. Menghadapi Tantangan, Memperjuangkan Kerukunan. Jakarta:

PT BPK Gunung Mulia, 2009.

Setiadi, Elly M. dan Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan

Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya.

Jakarta: Kencana, 2011.

Shuon, Fritzjof. Mencari Titik Temu Agama-agama. Jakarta: Pustaka Firdaus,

1987.

Soegianto, ed. Kepercayaan, Magi dan Tradisi Dalam Masyarakat Madura.

Jember: Tapal Kuda, 2003.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Solahudin, M. Nahkoda Nahdliyyin. Kediri: Nous Pustaka Utama, 2013.

Sumbulah, Umi, dan Al Aluf, Wilda. Fluktuasi Relasi Islam-Kristen di Indonesia:

Pendekatan Sosio-Historis. Malang: UIN Maliki Press, 2015.

Page 146: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Sumenep Dalam Angka 2013. Sumenep: BPS Kabupaten Sumenep, 2013.

Sururin, ed. Nilai-nilai Pluralisme Dalam Islam: Bingkai Gagasan Yang

Bergerak. Bandung: Nuansa, 2005.

Susan, Novri. Pengantar Sosiologi Konflik. Jakarta: Kencana, 2014.

Suseno, Franz Magnis. Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi Tentang

Kebijaksanaan Hidup. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1984.

Sutarto, Ayu. dkk. Mutiara Yang Tersisa: Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat

Madura. Jember: Kompyawisda.

Syahid, Achmad dan Daulay, Zainudin, ed. Riuh Diberanda Satu: Peta

Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Departemen Agama RI, 2002.

Syamsudin, Sahiron. Metodologi Penelitian Living Quran Hadist. Yogyakarta:

Teras, 2007.

Thoha, Anis Malik. Tren Pluralisme Agama: Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta:

Perspektif, 2005.

Thoha, Anis Malik. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis. Jakarta: Perspektif,

2005.

Tim Penulis, Sejarah Sumenep. Sumenep: Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda

dan Olah Raga Kabupaten Sumenep, 2012.

Tim Penulis, Tatakrama Suku Bangsa Madura. Yogyakarta: Badan

Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata DIY, 2002.

Wirutomo, Paulus. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: UI-Press, 2012.

Wiyata, A. Latief. Mencari Madura. Jakarta: Bidik-Phronesis Publishing, 2013.

Yewangoe, A.A. Agama dan Kerukunan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009.

Jurnal-jurnal

Amrullah, Afif. “Islam di Madura.” Jurnal Islamuna, Volume 2 Nomor 1 Juni

2015.

Hefni, Moh. “Bhuppa’-Bhabhu’-Ghuru-Rato: Studi Konstruktivisme-Strukturalis

tentang Hierarkhi Kepatuhan dalam Budaya Masyarakat Madura.” Jurnal

KARSA, Vol. XI No. 1 April 2007.

Page 147: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Jamilah dan Rahman, Taufik. “Kearifan Lokal Dalam Mewujudkan Kerukunan

Umat Beragama di Sumenep.” Jurnal Pelopor Pendidikan, Volume 6,

Nomor 2, Juni 2014.

Suhaidi, Muhammad. “Harmoni Masyarakat Satu Desa Tiga Agama di Desa

Pabian, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Madura.” Jurnal

Harmoni, Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2014.

Taufiqurrahman. “Identitas Budaya Madura.” Jurnal Karsa, Vol. XI No. 1 April

2007.

Wawancara-wawancara

Akhmad Madani, Kepala Desa Pabian, Wawancara Tanggal 13 Februari dan 12

Maret 2018.

Romo Harry, Gereja Katolik Paroki Gunung Karmel, Wawancara Tanggal 13

Februari dan 12 Maret 2018.

Ustadz Ilham, Masjid Baitul Arham, Wawancara Tanggal 13 Februari dan 12

Maret 2018.

Ahmad Junaidi, Warga Desa Pabian, Wawancara Tanggal 13 Februari 2018.

J. Birmyas Oybur, Humas Gereja Katolik Paroki Gunung Karmel, Wawancara

Tanggal 15 Februari 2018.

Moh. Masturah, Sekretaris Desa Pabian, Wawancara Tanggal 15 Februari dan 13

Maret 2018.

Raden Dihyah Suyuti, Ketua Takmir Masjid Baitul Arham, Wawancara Tanggal

15 Februari dan 14 Maret 2018.

Atmojo, Warga Sekaligus Satpam Klinik Sang Timur, Wawancara Tanggal 12

Maret 2018.

Moh. Shodiq, Warga Sekaligus Marbot Masjid Baitul Arham, Wawancara

Tanggal 12 dan 14 Maret 2018.

Page 148: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Pedoman Wawancara

Penelitian Tesis:

Peran Pemuka Agama Dalam Memelihara Kerukunan:

Studi Kasus Hubungan Islam dan Katolik Di Desa Pabian Kabupaten Sumenep

1. Di Desa Pabian ini mayoritas Muslim dan juga ada kalangan umat Katolik, bahkan ada

Gereja Katolik Paroki Gunung Karmel yang berdekatan dengan Masjid Baitul

Arham.

Bagaimana hubungan umat Muslim dan Katolik di Desa Pabian ini?

2. Jika Hubungannya baik dan rukun, biasanya hubungan atau kerja sama antara umat Islam

dan Katolik dalam bentuk apa?

3. Jika hubungannya pernah ada konflik, dalam bentuk apa konflik itu muncul dan apa

pemicu dan penyelesainnya?

4. Apakah ada Potensi atau indikasi konflik antara umat Muslim dan Katolik, khususnya

dalam hal penyiaran agama (misa/dakwah) kepada penganut agama lain?

5. Hubungan baik dan penuh kerjasama seperti yang sudah dijelaskan tadi, apa yang

melandasi hubungan baik dan kerjasama antara umat Muslim dan Katolik?

6. Bagaiman peran pemuka agama Islam dan Katolik dalam mewujudkan dan memelihara

kerukunan umat beda agama di Desa Pabian?

7. Dalam bentuk apa saja pemuka agama Islam-Katolik berperan dalam upaya menciptakan

dan memelihara kerukunan?

8. Apakah keberadaan dan peran pemuka agama menjadi salah satu faktor dalam

menciptakan atau memelihara kerukunan? Atau apa saja faktor-faktor terciptanya

kerukunan di Desa Pabian ini?

9. Jika ada konflik antar umat beragama, bagaimana peranan pemuka agama Islam/Katolik

dalam menyelesaikannya?

10. Apakah Ustadz atau Romo menjadi bagian dalam keanggotaan FKUB Kab. Sumenep?

Page 149: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Bersama Ahmad Junaidi, Warga Desa Pabian

Page 150: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Bersama Atmojo,

Satpam Klinik Sang Timur Foto Klinik Sang Timur

Page 151: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Bersama Gunawan, Sekretaris Pastural

Page 152: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Bersama Akhmad Madani, Kepala Desa Pabian

Page 153: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Bersama Raden Dihyah Suyuti, Ketua Takmir Masjid Baitul Arham

Page 154: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Bersama Moh. Shodiq, Warga dan Marbot Masjid Baitul Arham

Page 155: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Bersama Romo Harry, Gereja Katolik Paroki Maria Gunung Karmel

Page 156: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Bersama Moh. Masturah, Sekretaris Desa Pabian

Page 157: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Bersama Ustadz Ilham

Page 158: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Masjid Baitul Arham Desa Pabian

Page 159: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

Masjid Baitul Arham dan Gereja Katolik Paroki Maria Gunung Karmel

Page 160: PERAN PEMUKA AGAMA DALAM MEMELIHARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40292/2/WASIL... · seperti majlis taklim, pengajian dan mimbar masjid; khotbah jumat dan

J. Birmyas Oybur, Humas Gereja, Di Halaman Klinik Sang Timur

dan Foto Yayasan Karya Sang Timur