PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELESTARIAN NILAI …repository.umrah.ac.id/3221/1/BAYU SYAH...
Transcript of PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELESTARIAN NILAI …repository.umrah.ac.id/3221/1/BAYU SYAH...
1
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELESTARIAN
NILAI-NILAI LOKAL MASYARAKAT MELAYU KOTA
TANJUNGPINANG
JURNAL
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Pemerintahan (S.I.P)
BAYU SYAH PUTRA
NIM. 130565201075
PROGRAM STUDI ILMI PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2019
2
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELESTARIAN
NILAI-NILAI LOKAL MASYARAKAT MELAYU KOTA
TANJUNGPINANG
Bayu Syah Putra (130565201075)
Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui dan menggambarkan
peran pemerintah daerah dalam melestarikan nilai-nilai lokal di Kota
Tanjungpinang;(2) untuk mengetahui dan menggambarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam melestarikan nilai-nilai lokal di Kota Tanjungpinang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah Kota
Tanjungpinang memiliki peran dalam hal melestarikan nilai-nilai lokal khas Kota
Tanjungpinang. Adapun peran pemerintah daerah dalam melestarikan nilai-nilai
lokal di Kota Tanjungpinang adalah: (1) membentuk organisasi perangkat daerah;
(2) melaksanakan pembinaan kelompok kesenian; (3) menjadi fasilitator
sarana/prasarana kepada kelompok seni dalam kegiatan pertunjukan nilai-nilai
lokal; (4) menjadi mediator kepada masyarakat dalam mengembangkan potensi
wisata; (5) mengadakan acara rutin pagelaran kebudayaan. Faktor pendukung
pelaksanaan pelestarian nilai-nilai lokal di Kota Tanjungpinang adalah : (1)
pemerintah; (2) masyarakat; (3) media massa. Faktor penghambat dalam
pelaksanaan pelestarian nilai-nilai lokal adalah : (1) kurangnya minat masyarakat
mempelajari kebudayaan lokal; (2) perubahan sosial; (3) kurangnya sumber daya
manusia, kurang kreatif dan inovatif.
Kata Kunci: Peran, Pelestarian, Nilai-nilai Lokal
3
Abstract
The purpose of this research are : (1) To identify and describe the role of
local government in preserving local values in the city of Tanjungpinang; (2) to
identify and describe the factors that influence in preserving local values in the
city of Tanjungpinang
The result of this research indicate that the local government of the city of
Tanjungpinang has a role in maintaining local values typical of the city of
Tanjungpinang. As for the role the local government in preserving local values in
the city of Tanjungpinang are; (1) forming regional apparatus organizations; (2)
do the coaching art’s groups; (3) become a facilitator of facilities/infrastructure
for art groups in the performance of local values; (4) be a mediator to the society
in developing the tourism potential; (5) held the culture performance routinely.
The supporting factors for the preservation of local values in the city of
Tanjungpinang are: (1) government; (2) society; (3) social media. Inhibiting
factors in carrying out the preservation of local values are: (1) the lack of society
interested in learning local culture; (2) social change; (3) lack of creative and
innovative human resources.
Keyword: The Role, Preservation, Local Values
PENDAHULUAN
Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah hadir
memberikan kesempatan bagi setiap daerah untuk mengembangkan daerahnya
sendiri, sesuai dengan potensi masing-masing daerah. Pelaksanaan otonomi
daerah merupakan titik fokus yang penting dalam rangka memperbaiki
kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh
pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing.
Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal
yang mengandung kebijakan hidup; pandangan hidup (way of life) yang
4
mengakomodasi kebijakan dan kearifan hidup. Di Indonesia kearifan lokal itu
tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya tertentu atau etnik tertentu, tetapi
dapat dikatakan bersifat nasional. Sebagai contoh, hampir disetiap budaya lokal di
Nusantara dikenal kearifan lokal yang mengajarkan gotong royong, toleransi, etos
kerja dan seterusnya. Pada umumnya etika dan nilai moral yang terkandung dalam
kearifan lokal diajarkan turun-temurun, diwariskan dari generasi ke generasi
melalui satra lisan (antara lain dalam bentuk pepetah dan peribahasa), dan
manuskrip (Suyono Suyatno: 2014). Kearifan lokal yang diajarkan turun-temurun
tersebut merupakan kebudayaan yang patut dijaga, masing-masing wilayah,
kebudayaan sebagai ciri khasnya dan terdapat kearifan lokal yang terkandung
didalamnya.
Kearifan lokal merupakan tata aturan tak tertulis yang menjadi acuan
masyarakat yang meliputi seluruh aspek kehidupan, berupa : tata aturan yang
menyangkut hubungan antara sesama manusia misalnya dalam interaksi sosial
baik antar individu maupun kelompok yang berkaitan dengan hirarki dalam
kepemerintahan dan adat, aturan perkawinan, tata karma dalam kehidupan sehari-
hari. Tata aturan menyangkut hubungan manusia dengan alam, binatang, tumbuh-
tumbuhan yang lebih bertujuan pada upaya konversi alam. Tata aturan yang
menyangkut hubungan manusia dengan yang gaib, misalnya Tuhan dan roh-roh
gaib. Kearifan lokal dapat berupa adat istiadat, institusi, kata-kata bijak, pepatah.
Kearifan lokal mengandung nilai-nilai yang sarat dengan makna yang
mendalam dan sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat yang menganutnya. Nilai-
nilai tersebut erat kaitannya dengan nilai yang terkadung dalam Ideologi Bangsa
5
Indonesia yaitu Pancasila. Oleh sebab itu Indonesia juga dikenal dari budayanya
yang unik.
Setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas budaya masing-masing
yang patut untuk dikembangkan dan dijaga keberadaannya sebagai identitas
bangsa agar tetap dikenal oleh generasi muda. Koentjaraningrat (M. Munandar
Soelaeman (2007:62) mengatakan bahwa kebudayaan nasional Indonesia
berfungsi sebagai pemberi identitas kepada sebagian warga dari suatu nasion,
merupakan kontinyuitas sejarah dari zaman kejayaan bangsa Indonesia di masa
yang lampau sampai kebudayaan nasional masa kini.
Masyarakat memiliki peranan penting dalam pembentukan budaya agar
terus bertahan diperkembangan jaman, baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan memanfaatkan kemampuannya, sehingga manusia mampu
menguasai alam. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam buku Soerjono
Soekanto (2007: 151), merumuskan kebudayaan sebagai hasil karya, rasa, dan
cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan
kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh
manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat
diabdikan untuk keperluan masyarakat.
Tanjungpinang adalah ibukota dari provinsi Kepulauan Riau, Indonesia.
Kota ini terletak dengan koordinat 0º5' LU dan 104º27' BT. Kota tanjungpinang
dulunya adalah pusat pemerintahan Kesultanan Riau-Lingga. Suku melayu
merupakan penduduk asli dan kelompok suku bangsa terbesar di Tanjungpinang.
Disamping itu terdapat pula suku bugis, suku minang, suku orang laut dan
6
tionghoa yang sudah ratusan tahun berbaur dengan suku melayu. Tanjungpinang
merupakan kota diujung selatan Pulau Bintan dan bertetangga dengan Negara
Singapura dan Malaysia. Kondisi Geografisnya yang terdiri beberapa pulau
merupakan keistimewaan tersendiri bagi Kota Tanjungpinang. Kota
Tanjungpinang memiliki Misi salah satunya adalah Mewujudkan kehidupan yang
agamis dan berbudaya, demokratis serta berkesetaraan gender dalam bingkai
Pancasila. Kota Tanjungpinang memiliki beberapa nilai atau budaya lokal
diantaranya adalah Tepuk Tepung Tawar, Syariful Anam, Talam Dua Muka,
Berzanji, Cecah Inai, Basuh Lantai. Tanjung pinang juga memiliki WBTB
(Warisan Budaya Tak Benda) yaitu nilai yang berasas pendidikan budi pekerti
seperti Gurindam 12, Pantun, Syair, Bidal, Pepatah Petitih, Pantang Larang dan
Tunjuk Ajar Melayu.
Indonesia memiliki berbagai macam nilai-nilai lokal yang ada disetiap
daerah Indonesia, yang menjadi ciri dari setiap daerah yang ada di Indonesia,
namun kenyataannya nilai lokal yang ada mulai luntur akibat adanya globalisasi
dan perubahan sosial, saat ini tantangan terbesar Pemerintah Daerah dalam hal ini
adalah (1) Pengaruh budaya global yang dipicu oleh perkembangan teknologi
informasi (TI) yang dapat menyebabkan menurunnya adat istiadat Melayu, dan
perubahan sifat dan perilaku generasi muda. Hal ini menjadi tantangan bagi
Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat
terhadap pentingnya bahasa, adat, tradisi, nilai sejarah, dan kearifan lokal budaya
melayu, dan bagaimana untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
mengadobsi budaya global yang positif dan produktif. (2) Nilai-nilai luhur dalam
7
budaya melayu semakin tidak dikenal oleh masyarakat terutama generasi muda.
Hal menjadi tantangan Pemerintah Daerah untuk mendukung penerapan nilai-nilai
sejarah dan budaya Melayu pada masyarakat. (3) Kerjasama antara pelaku seni
budaya dan insan budaya dengan Pemerintah belum terpadu, sehingga upaya
pelestarian dan pemanfaatan seni budaya dalam diplomasi budaya. (4)
Terbatasnya dokumentasi, kajian sejarah lokal, kelengkapan data kebudayaan dan
tradisi baik yang bersifat warisan budaya, situs dan warisan budaya tak benda,
sehingga apresiasi budaya dalam masyarakat belum optimal.
Dalam hal ini kegiatan Pemerintah Daerah dalam mendukung pencapaian
pelestarian adalah penggadaan buku Gurindam 12, Pengkajian Naskah Kuno,
Penelitian Peninggalan Buku Sejarah, Penyusunan Masterplan Kampung Budaya,
Penanaman Nilai Budi Pekerti, Kemah Budaya, Pengadaan Bahan Ajar
Kebudayaan, Bengkel Sastra, Perhelatan Malam Puisi.
Pemerintah Daerah Kota Tanjungpinang telah mengeluarkan Peraturan
Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Daerah Kota Tanjungpinang dalam hal ini Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kota Tanjungpinang mempunyai tugas pokok melaksanakan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang pariwisata dan
kebudayaan. Pelestarian kebudayaan diatur dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan: Bahwa untuk memajukan
Kebudayaan Nasional Indonesia, diperlukan langkah strategis berupa upaya
Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan dan Pembinaan guna mewujudkan
8
masyarakat Indonesia yang berdaulat secara politik berdikari secara ekonomi, dan
berkepribadian dalam kebudayaan.
Pada perkembangan zaman sekarang ini, tidak menutup kemungkinan
bahwa nilai-nilai lokal akan terkikis seiring dengan perkembangan yang ada.
Selain itu, kecintaan terhadap nilai-nilai budaya lokal semakin berkurang, padahal
nilai-nilai lokal merupakan nilai yang mengandung makna yang tinggi bagi
seorang penganutnya. Oleh sebab itu, pelestarian budaya dipandang penting untuk
tetap menjaga ciri khas suatu daerah sebagai sebuah identitas.
BAHAN DAN METODE
Peranan pemerintah pun semakin luas sebagaimana terlihat dari pemberian
pelayanan umum oleh dinas-dinas pemerintah yaitu mengatur, mendorong,
mengoordinir, bahkan membiayai usaha pihak swasta maupun daerah-daerah.
Peranan pemerintah lebih sebagai pelayan masyarakat yang tidak bertujuan
memeroleh keuntungan atau profit, dimana lebih mementingkan terpenuhinya
kepuasan pelanggan dan bukan memenuhi apa yang mnejadi kemauan birokrasi
itu sendiri (Labolo, 2010:39).
Mengenai pelestarian budaya lokal, Jacobus Ranjabar (2006:114)
mengemukakan bahwa pelestarian norma-norma lama bangsa (budaya lokal)
adalah mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai tradisional dengan
mengembangkan perwujudan yang bersifat dinamis, serta menyesuikan dengan
situasi dan kondisi yang selalu beribah dan berkembang.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian Deksriptif
Kualitatif. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif,
9
sejalan dengan pendapat Sarwono (2006:193) mendefinisikan bahwa penelitian
kualitatif sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia. Tujuan
dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan
secara sistematis factual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat
berhubungan dengan fenomena yang diselidiki.
Fokus penelitian dilaksanakan di Kantor Dinas Kebudyaan dan Pariwisata
Kota Tanjungpinang, Badan Pelesetarian Nilai Budaya, LAM yang ada di Kota
Tanjungpinang dimana Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang
sebagai leading sektor dalam penanganan pelaksanaan dan pelestarian nilai-nilai
tradisional di Kota Tanjungpinang.
Penelitian ini dilakukan di Kota Tanjungpinang dengan fokus penelitian
pada Pemerintah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang. Dalam
proses pengumpulan data, penulis menetapkan sumber data yang sesuai dengan
data yang di butuhkan, yakni data primer dan data sekunder. Adapun Informan
dalam penelitian ini sebanyak 3 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nama Tanjungpinang, diambil dari posisinya yang menjorok ke laut yang
banyak ditumbuhi pohon pinang. Pohon yang berada di Tanjung tersebut
merupakan petunjuk bagi pelayar yang akan masuk ke sungai Bintan.
Tanjungpinang merupakan pintu masuk, dimana terdapat kerajaan Bentan yang
berpusat di Bukit Batu. Dengan posisi yang strategis di Pulau Bintan dan pusat
10
kebudayaan melayu serta lalu lintas perdagangan sehingga Tanjungpinang
menjadi sangat terkenal. Sejarah Tanjungpinang juga tidak terlepas dari Kerajaan
Melayu Johor-Riau.
Pada masa perang Riau pada tahun 1782-1784 antara Kerajaan Riau dan
Belanda, keberadaan Tanjungpinang semakin diperhitungkan yaitu pada masa
Pemerintahan Raja Haji Fisabilillah, peperangan selama 2 tahun mencapai puncak
pada tanggal 6 Januari 1784 dengan kemenangan pidak Kerajaan Melayu Riau
dan mendesak Belanda untuk mundur dari perairan Riau. Kemudian peristiwa
tersebut diabadikan sebagai hari jadi Tanjungpinang.
Kemerdekaan Indonesia Tahun 1945 mengakhiri penduduk Belanda atas
wilayah Kepulauan Riau. Tahun 1950 Belanda menyerahkan wilayah Kepulauan
Riau kepada Pemerintah Indonesia. Berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun
1957 dibentuklah Provinsi Riau dengan Tanjungpinang sebagai ibukota, namun
tahun 1959 ibukota dipindahkan ke Pekanbaru. Setalah lama menjadi ibukota
Kebupaten Kepulauan Riau, kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31
Tahun 1983 Tanjungpinang ditetapkan sebagai Kota Administratif.
A. Peran Pemerintah Daerah
Yang dilakukan Pemerintah Daerah adalah membentuk organisasi
perangkat daerah yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk perkembangan
kualitas kebudayaan dalam rangka pelestarian nilai-nilai lokal. Kebijakan
Pemerintah Daerah membentuk organisasi perangkat daerah ini termasuk dalam
kategori (1) Merawat, karena adanya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata artinya
Pemerintah Daerah telah mengurus serta menjaga kebudayaan tradisional agar
11
tetap ada dan berkembang. (2) Melindungi, karena kebijakan Pemerintah Daerah
membentuk organisasi perangkat daerah untuk menyelamatkan kebudayaan
tradisional dari kepunahan. (3) Mengembangkan, karena adanya organisasi daerah
kebudayaan tradisi tersebut lebih berkualitas dan bisa mempromosikan
kebudayaan tradisional khas Kota Tanjungpinang.
B. Bekerja sama dengan kelompok dan lembaga di Kota Tanjungpinang
Untuk melestarikan Nilai-nilai lokal pemerintah harus bekerjasama dengan
kelompok seni karena mereka adalah pelaku seni yang lebih mengetahui tentang
nilai-nilai lokal Kota Tanjungpinang. Kebijakan pemerintah bekerjasama dengan
kelompok masuk dalam kategori mengembangkan, karena dengan pemerintah
melakukan kerjasama dengan kelompok seni membuat nilai-nilai lokal bisa lebih
maju dan dikenal kepada masyarakat luas.
C. Pemerintah daerah menjadi fasilitator dalam pelestarian nilai-nilai
budaya
Pelestarian nilai-nilai lokal yang bagus sangat bergantung pada
sarana/prasarana yang ada, para pelaku seni membutuhkan sarana/prasarana agar
pelestarian nilai-nilai lokal tersebut bisa lebih baik dan sempurna. Peran
pemerintah daerah menjadi fasilitator berdasarkan bentuk pelestarian budaya lokal
masuk dalam kategori: (1) Merawat, karena dengan pemerintah daerah menjadi
fasilitator berarti pemerintah telah membantu kelompok seni untuk menunjang
pelestarian budaya lokal tersebut. (2) Melindungi, karena dengan pemerintah
menjadi fasilitator artinya pemerintah daerah memelihara dan menjaga budaya
lokal. (3) Mengembangkan, karena dengan pemerintah daerah memfasilitasi
12
artinya pemerintah menjadi budaya lokal tersebut menjadi lebih baik dan lebih
maju dan berdampak positif untuk budaya lokal itu sendiri.
D. Mengadakan acara rutin festival budaya lokal Kota Tanjungpinang
Acara pagelaran kebudayaan lokal yang dilaksanakan secara rutin akan
membuat kebudayaan lokal Kota Tanjungpinang bisa terus dikembangkan dan
tidak punah. Peran pemerintah membuat acara rutin berdasarkan bentuk
pelestarian masuk dalam kategori: (1) Melindungi, karena dengan diadakannya
acara rutin pagelaran kebudayaan lokal bisa menyelamatkan kebudayaan dari
kepunahaan karena masyarakat Kota Tanjungpinang dan luar Kota Tanjungpinang
bisa terus menyaksikan kebudayaan lokal. (2) Mengembangkan, karena acara
rutin pagelaran kebudayaan menjadikan lebih maju kebudayaan Kota
Tanjungpinang.
E. Faktor Pendukung
Dari hasil penelitian yang dilakukan dalam melaksanakan pelestarian nilai-
nilai lokal mempunyai beberapa faktor yang mendukung kegiatan pelestarian
nilai-nilai lokal diantaranya yaitu:
1. Pemerintah
Salah satu faktor pendukung yang sangat mempengaruhi pelestarian nilai-
nilai lokal adalah peran dari pemerintah pusat maupun daerah. Pemerintah
melibatkan dan menggandeng masyarakat setempat dalam upaya pelestarian nilai-
nilai lokal dan pengembangan wisata budaya. Pemerintah memberikan
kesempatan yang sama kepada masyarakat dan komuntas seni setempat untuk
berpartisipasi dalam pengelolaan dan pengembangan budaya. Sehingga
13
masyarakat tidak saja dapat meningkatkan kesejahteraannya namun secara tidak
langsung masyarakat juga dilibatkan dalam upaya pelestarian kebudayan lokal.
Salah satu bentuk dari dukungan dari pemerintah terhadap berbagai kelompok
seni dapat dilakukan dengan cara melibatkan mereka dalam pendataan,
inventarisasi, pendokumentasian, pengembangan seni. Indonesia sangat
berkepentingan menjaga dan melestarikan beragam kebudayaan agar terus dapat
dinikmati oleh generasi berikutnya.
2. Masyarakat
Manusia memiliki hubungan erat dengan kebudayaan, begitu juga untuk
melestarikan kebudayaan manusia sangat berperan penting. Sebab, manusia
menciptakan budaya, dan manusia juga yang harus menjaga, mempertahankan
dan melestarikan budaya tersebut. Bangsa Indonesia dianugerahi sejumlah besar
jenis kebudayaan namun sebanyak itu pula masalah yang dihadapi sehubungan
dengan warisan yang berharga itu. Salah satu ciri masyarakat maju adalah
kemampuannya dalam menyelamatkan dan melestarikan kebudayaan daerahnya.
Indonesia sebagai bangsa yang dianugerahi begitu banyak jenis kebudayaan
selayaknya sangat peduli dengan upaya penyelamatan dan pelestarian itu.
3. Media Massa
Dunia ini dengan segala isi dan peristiwanya tidak bisa melepaskan diri
dari kaitannya dengan media massa; sebaliknya, media massa tidak bisa
melepaskan diri dari dunia dengan segala isi dan peristiwanya. Hal ini disebabkan
karena hubungan antara keduanya sangatlah erat sehingga menjadi saling
bergantungan dan saling membutuhkan. Segala isi dan peristiwa yang ada di dunia
14
menjadi sumber informasi bagi media massa. Media massa mempunyai tugas dan
kewajiban selain menjadi sarana dan prasarana komunikasi untuk mengakomodasi
segala jenis isi dunia dan peristiwa-peristiwa di dunia ini melalui pemberitaan
atau publikasinya dalam aneka wujud (berita,artikel,laporan penelitian) dari yang
kurang menarik sampai yang sangat menarik, dari yang tidak menyenangkan
sampai yang sangat menyenangkan tanpa ada batasan kurun waktu.
Oleh karenanya, dalam komunikasi melalui media massa dan manusia
mempunyai hubungan saling ketergantungan dan saling membutuhkan karena
masing-masing saling mempunyai kepentingan, masing-masing saling
memerlukan. Media massa membutuhkan berita dan informasi untuk publikasnya
baik untuk kepentingan media itu sendiri maupun untuk kepentingan orang atau
institusi lainnya, dilain pihak, manusia membutuhkan adanya pemberitaan,
publikasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
Media massa berperan untuk tumbuh dan berkembang sebua budaya.
Karena media massa, sebuah budaya nasional dapat tetap bertahan. Media massa
memiliki kemampuan untuk mempopulerkan sebuah kebudayaan sehingga
diapresiasi, dicintai dan dipergunakan sebagai pegangan dan pedoman dalam
bertindak dan media massa berperan untuk tumbuh dan berkembang sebuah
budaya. Karena media massa sebuah budaya nasional (kesenian tradisional) dapat
tetap bertahan. Media massa memiliki kemampuan untuk mempopulerkan sebuah
kesenian sehingga diapresiasi,dicintai dan dipergunakan sebagai pegangan dan
pedoman dalam bertindak dan berperilaku, sebaliknya kebudayaan yang tidak
dipopulerkan media massa akan ditinggalkan dan kemudian punah.
15
KESIMPULAN
hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran pemerintah daerah dalam
pelestarian nilai-nilai lokal masyarakat melayu Kota Tanjungpinang, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Peran Pemerintah Daerah Dalam Melestarikan Nilai-nilai Budaya
1. Membentuk organisasi perangkat daerah yang memfokuskan dalam
masalah kebudayaan dan nilai-nilai lokal di Kota Tanjungpinang.
2. Bekerjasama dengan kelompok kesenian atau pelaku seni di Kota
Tanjungpinang.
3. Menjadi fasilitator (sarana/prasarana) dalam kegiatan kebudayaan
dalam rangka pelestarian budaya lokal di Kota Tanjungpinang.
4. Menjadi mediator untuk masyarakat mengembangkan dan
memanfaatkan potensi pariwisata melalui kebudayaan.
5. Membuat acara rutin berupa pegelaran kebudayaan lokal dalam rangka
pelestarian kebudayaan lokal Kota Tanjungpinang.
b. Faktor Yang Mempengaruhi Pelestarian Nilai-nilai Budaya
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara langsung dengan narasumber
yang terkait, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelestarian kebudayaan
lokal di Kota Tanjungpinang antara lain:
1. Faktor Pendukung
a. Pemerintah.
b. Masyarakat dan Parawisatawan dalam maupun luar negeri.
c. Media massa.
16
2. Faktor Penghambat
a. Kurangnya minat masyarakat mempelajari kebudayaan lokal.
b. Perubahan sosial.
c. Kurangnya sumber daya manusia atau pelaku seni, kurang kreatif
dan inovatif.
DAFTAR REFERENSI
Buku:
Alo,Liliweri. 2002. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta:
PT LKiS Pelangi Aksara.
Alwasilah,A.Chaedar. 2006. Pokoknya Sunda: Interprestasi Untuk Aksi. Bandung:
Kiblat.
Hanif,Nurcholis. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Jakarta: Grasindo.
Huda,Ni’Matul. 2009. Hukum Pemerintah Daerah. Bandung: Penerbit Nusa
Media.
Jirzanah. 2009. Sistem Pendidikan Nasional Berbasis Nilai-nilai Budaya
Indonesia. Yogyakarta: Kepel Press.
Juanda. 2008. Hukum Pemerintahan Daerah. Bandung: PT Alumni.
Kattsoff,Louis O. 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Koentjaranigrat. 2005. Pengantar Antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta.
17
Labolo,Muhadam. 2010. Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian, Teori,
Konsep dan Pengembangannya. Jakarta: Rajawali Pers.
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2006. Sosiologi. Jakarta: Esis.
Ndaraha,Talidzuhu. 2003. Kybernology 1 (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta: PT.
Asli Mahasatya.
Ranjabar,Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar.
Bandung: Alfabeta.
---------------------. 2013. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bandung: Ghalia
Indonesia.
Rasyid,Ryas. 2000. Otonomi Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Siswanto,Sunarno. 2005. Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabet.
------------. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabet.
Soekanto,Soerjono. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Tri,Widiarto. 2009. Psikologi Lintas Budaya Indonesia. Salatiga: Widya Sari
Press.
Wibowo Eddi. 2004. Kebijakan Publik dan Kebudayaan. Jogjakarta: YPAPI.
18
Jurnal :
Muhammad Maulana. 2015. Perubahan Perilaku Masyarakat Penyengat.
Tanjungpinang : UMRAH.
Santi Riana. 2015. Perubahan Sosial Di Dalam Kehidupan Masyarakat Di Kota
Tanjungapinang ( Studi kasus nilai-nilai budaya melayu). Tanjungpinang :
UMRAH.
Hafizhotil Mawaddah. 2015. Penyerapan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Gurindam
XII Dalam Kehidupan Masyarakat Di Tanjungpinang. Tanjungpinang : STAI.
Peran Dinas Pariwisata dan Kebuadayaan Kabupaten Bintan Dalam
Pelestarian Budaya Melayu. Tanjungpinang : UMRAH.
Perundang undangan :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan.
Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Dan Menteri Kebudayaan Dan
Pariwisata Nomor 42 Tahun 2009, Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Pedoman
Pelestarian Kebudayaan.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelestarian Tradisi.
19
Peraturan Daerah Provinsi Kepuluan Riau No 1 Tahun 2014 Tentang Lembaga
Adat Melayu.
Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Tanjungpinang.