Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan...
Transcript of Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan...
ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN UMKM
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2013
i Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
RINGKASAN EXECUTIVE
Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih sering dikenal UMKM
dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika terjadi
krisis yang melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan menengah yang
relatif mampu bertahan dibandingkan perusahaan besar. Alasannya karena
mayoritas usaha berskala kecil tidak terlalu tergantung pada modal besar atau
pinjaman dari luar dalam kurs dollar. Sehingga, ketika ada fluktuasi nilai tukar,
perusahaan berskala besar yang secara umum selalu berurusan dengan mata
uang asing adalah yang paling berpotensi mengalami imbas krisis. Beberapa
penelitian terdahulu menyebutkan bahwa struktur modal UKM khususnya
diIndonesia, hampir sebagian besar berdasar pada investasi pribadi. Sangat
sedikit, mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan
dana. Jika mereka membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru pihak-
pihak penyedia dana selain bank, yang sangat berperan. Misal bank-bank
perkreditan rakyat atau malah rentenir. Seperti yang kita ketahui pula, bunga
yang dikenakan pada peminjam adalah sangat tinggi dan mencekik leher. Jelas,
kondisi seperti ini tidak akan terjadi untuk perusahaan berskala besar.
Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terbukti
merupakan penggerak utama sektor riil yang berpengaruh langsung terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMKM pada tahun 2011 sebanyak 55,2 juta
unit dengan terbagi sebagai berikut 54.559.969 unit Usaha Mikro, 602.195 unit
Usaha kecil dan 44.280 unit Usaha Menengah. Jumlah UMKM pada tahun 2011
adalah sekitar 99,99 persen dari jumlah total unit usaha yang ada,
Unit-unit tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak
97,24 persen. Namun demikian perkembangan UMKM umumnya masih
mengalami berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang
diharapkan, Masalah yang hingga kini masih menjadi kendala dalam
pengembangan usaha UMKM adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan
sulitnya UMKM mengakses sumber permodalan. Sebelum diberlakukannya
Undang-Undang tentang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia dalam
membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi, Bank Indonesia dapat
memberikan bantuan keuangan kepada UMKM, yang dikenal dengan Kredit
Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Namun setelah undang undang tersebut di atas
ii Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
diberlakukan peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha kecil menjadi
bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada bantuan teknis serta
pengembangan kelembagaan. Tugas pengelolaan kredit program telah dialihkan
kepada tiga BUMN yang ditunjuk Pemerintah, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia
(BRI), PT Bank Tabungan Negara (BTN), dan PT Permodalan Nasional Madani
(PNM). Dalam hal ini, PT BRI berfungsi sebagai koordinator penyaluran skim
KUT, KKop dan KKPA-TR, PT BTN sebagai koordinator penyaluran skim KPRS
dan KPRSS, sementara PT PNM sebagai koordinator penyaluran skim kredit
lainnya. Pengalihan tersebut mencakup pengelolaan Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum
jatuh tempo serta yang telah disetujui tetapi belum ditarik.
Dalam Perkembangannya peran lembaga pembiayaan dalam
pengembangan UMKM ini tentu ada yang berhasil maupun tidak, maka dilakukan
analisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM tersebut.
Berpijak pada konteks di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
yang akan diangkat dalam analisis ini, Bagaimana peran lembaga pembiayaan
dalam pengembangan UMKM dan Kebijakan apa yang dapat mendukung
pengembangan UMKM
ISU KEBIJAKAN
a. Kontribusi UMKM sebesar 57,48% terhadap PDB dan juga proporsi UMKM
sebesar 99,99% (Kemenkop, 2013) dari jumlah pelaku usaha menunjukkan
eksistensi UMKM dalam menunjang perekonomian negara Indonesia.
b. UMKM sektor perdagangan menempati urutan kedua setelah sektor
pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Berdasarkan kontribusi
yang diberikan, UMKM sektor perdagangan memberikan kontribusi terhadap
PDB paling besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Meskipun
demikian, dalam pengembangan usahanya, UMKM sektor perdagangan
menghadapi beberapa kendala terutama masalah permodalan.
c. Berbagai kebijakan pemerintah terkait dengan pembiayaan bagi UMKM telah
banyak digulirkan antara lain program kredit usaha rakyat (KUR) yang
merupakan manifestasi dari MOU berbagai instansi dan juga program BI
yaitu kewajiban bagi bank untuk menggulirkan kredit usaha kecil sebesar
20% dari total kredit pada tahun 2018.
d. Program-program pembiayaan yang telah dicanangkan oleh pemerintah
belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh seluruh UMKM yang ada.
iii Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Jumlah UMKM yang mendapat bantuan pembiayaan misalnya KUR baru
menyentuh 9.417.349 UMKM atau 16,66% dari total pelaku UMKM
(www.komite-kur.com). UMKM yang tidak menggunakan fasilitas kredit
tersebut menggunakan modal sendiri dalam struktur pemodalannya. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan akses dari UMKM dan sulitnya UMKM
memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
e. Bagi UMKM yang telah mendapatkan pembiayaan juga menghadapi masalah
baru dalam hal pengelolaan keuangan. Keterbatasan pengetahuan mengenai
pembukuan dan tidak adanya pemisahan antara keuangan pribadi dan
keuangan usaha membuat kredit yang diterima tidak dapat dimanfaatkan
secara optimal. Selain itu juga kurangnya inovasi dan kreatifitas membuat
UMKM sektor perdagangan kalah bersaing dengan pasar modern.
PERMASALAHAN: PERANAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM
PENGEMBANGAN UMKM
a. Kebijakan pemerintah baik melalui nota kesepahaman dengan berbagai
instansi yang kemudian dikenal dengan program KUR atau melalui peraturan
Bank Indonesia No.14/22/PBI/2012 telah menunjukkan perhatian pemerintah
untuk memberikan solusi kepada UMKM terkait dengan masalah permodalan
dengan menjalankan peran lembaga pembiayaan sebagai alternatif sumber
pembiayaan bagi UMKM
b. Namun kenyataannya, program inipun tidak mudah dilaksanakan baik oleh
UMKM maupun oleh lembaga pembiayaan. UMKM merasa kesulitan untuk
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga pembiayaan terutama
dalam hal pembukuan dan agunan. Demikian juga lembaga pembiayaan
menemukan kesulitan UMKM yang feasible dan bankable untuk dibiayai
untuk menghindari adanya kredit bermasalah.
c. Saat ini akses pembiayaan UMKM lebih banyak diperoleh dari bank umum
dibandingkan dengan lembaga pembiayaan seperti koperasi dan lembaga
pembiayaan non bank. Persaingan antar lembaga pembiayaan menjadikan
lembaga pembiayaan non bank yang kurang populer mengalami penurunan
jumlah debitur. Meskipun demikian pangsa UMKM bagi lembaga pembiayaan
masih besar.
d. Lembaga pembiayaan non bank menghadapi kendala untuk mendapatkan
informasi calon debitur. Hal ini berguna untuk menghindarkan pemberian
iv Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
kredit/pinjaman yang tumpang tindih yang akan menyebabkan terjadinya
kesulitan pembayaran.
e. Dalam hal pembayaran kredit/pinjaman, lembaga pembiayaan telah
melakukan inovasi sistem penagihan. Lembaga pembiayaan saat ini lebih
agresif mendekati UMKM. Sistem penagihan yang semula bulanan diubah
menjadi harian untuk sektor perdagangan. Sistem penagihan “jemput bola”
dalam arti mendatangi debitur one on one, saat ini dilakukan oleh lembaga
pembiayaan baik bank maupun non bank.
f. Sistem penagihan harian ini membantu UMKM menghemat waktu dan tenaga
serta juga menghindarkan UMKM dari potensi munculnya kredit bermasalah
atau bahkan kredit macet. Sistem ini juga memungkinkan lembaga
pembiayaan melakukan close monitoring usaha dan memberikan pembinaan
secara personal mengenai cara mengelola usaha dan keuangan.
g. Sistem penagihan harian juga membuat UMKM merasa cicilan dan bunga
atau sistem bagi hasil yang dikenakan oleh lembaga pembiayaan menjadi
lebih ringan sehingga UMKM tidak mengalami kesulitan dalam melakukan
pembayaran. Kondisi ini menyebabkan angka kredit bermasalah menjadi
kecil.
h. Lembaga pembiayaan juga berperan melakukan pembinaan terhadap UMKM
untuk mengembangkan usaha antara lain membantu promosi dalam bentuk
mengikutsertakan UMKM ke dalam pameran, memberikan konsultansi
mengenai pengembangan usaha dan menfasilitasi keberadaan tempat
usaha.
i. Pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seringkali mendapat
penolakan dari UMKM dengan alasan tidak ada waktu dan merepotkan.
Terutama pembinaan dalam hal keuangan, UMKM lebih menyukai untuk
membuat pembukuan secara mandiri meskipun seringkali terbengkalai.
j. UMKM yang mendapatkan pembiayaan ada yang mengalami perkembangan
yang pesat, yang dapat diukur dari adanya perluasan usaha, penambahan
aset baik usaha maupun pribadi dan gaya hidup. Tetapi ada juga UMKM
yang tidak mengalami perkembangan atau malah menurun.
k. Penurunan usaha UMKM disebabkan oleh dua hal akibat kesalahan
pengelolaan maupun kondisi ekonomi negara yang kurang kondusif.
Penurunan usaha yang disebabkan kesalahan pengelolaan yang banyak
terjadi adalah terpakainya modal untuk kebutuhan pribadi seperti naik haji,
membiayai anak sekolah atau membeli aset konsumtif.
v Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
l. Tiga kendala utama bagi lembaga pembiayaan untuk menjalankan
peranannya dalam pengembangan UMKM, yaitu (1) sulitnya menilai UMKM
yang feasible dan bankable yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam pemberian kredit; (2) Animo UMKM yang rendah terhadap upaya
pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan dan (3) Sebagian
besar UMKM belum melakukan pemisahan keuangan antara keuangan
pribadi dengan usaha.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
a. Melihat pentingnya peranan lembaga pembiayaan dalam pengembangan
UMKM terutama sektor perdagangan sebagai alternatif sumber pembiayaan
maka pemerintah perlu dilakukan sosialisasi kepada UMKM tentang
eksistensi lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank khususnya
koperasi. Selain itu, bagi lembaga pembiayan perbankan yang tidak memiliki
core usaha pada usaha mikro dapat menggunakan model pembiayaan
linkage dan channeling dengan lembaga pembiayaan lainnya.
b. Perlu adanya sistem informasi debitur terintegrasi antar lembaga pembiayaan
bank dan non bank untuk mencegah terjadinya pembiayaan berulang pada
UMKM yang sama yang dapat menimbulkan terjadi kesulitan pembayaran.
c. Diperlukan pembentukan kemitraan antara pemerintah pusat, daerah dan
lembaga pembiayaan dalam hal memberikan bantuan teknis kepada UMKM,
sehingga pembinaan yang dilakukan dapat lebih terintegrasi. Hal ini
dilakukan untuk mempersiapkan UMKM dalam menghadapi persaingan
usaha baik dari pasar modern maupun adanya Masyarakat Ekonomi Asean
pada tahun 2015
d. Perlunya kebijakan yang mewajibkan UMKM untuk mengikuti pembinaan dari
lembaga pembiayaan dan menyerahkan laporan keuangan usaha secara
periodik kepada lembaga pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
terjadi penyimpangan pemanfaatan kredit yang diberikan oleh lembaga
pembiayaan.
vi Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya, sehingga
laporan analisis “Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM”
dapat diselesaikan.
Analisis ini dilakukan berdasarkan Peran Usaha Mikro Kecil dan
Menengah atau lebih sering dikenal UMKM dalam pertumbuhan perekonomian
suatu negara sangat penting. Ketika terjadi krisis yang melanda pada tahun
1998, usaha berskala kecil dan menengah yang relatif mampu bertahan
dibandingkan perusahaan besar. Sangat sedikit, mereka yang berhubungan
dengan pihak ketiga untuk mendapatkan dana. Jika mereka membutuhkan
suntikan dana dari pihak luar, justru pihak-pihak penyedia dana selain bank, yang
sangat
Analisis ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan
Perdagangan Dalam Negeri . Disadari bahwa laporan ini masih terdapat
berbagai kekurangan baik ditinjau dari aspek substansi, analisa, maupun data-
data yang sifatnya pendukung, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun. Dalam kesempatan ini tim peneliti
mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang membantu
terselesaikannya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga penelitian ini dapat
menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan dibidang
sarana dan lembaga perdangangan.
Jakarta, November 2013
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri
vii Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
DAFTAR ISI
RINGKASAN EXECUTIVE .......................................... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ................................................................................................... vi
DAFTAR ISI..................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
1.2. Tujuan Penelitian........................................................................................ 2
1.3. Output Penelitian ........................................................................................ 2
1.4. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 3
1.5. Outcome Penelitian .................................................................................... 3
1.6. Sistematika Laporan .................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN LITERATUR .................................................................................... 5
2.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan ............................................................ 5
2.1.1. Berdasarkan Keppres No. 61 Tahun 1988 ............................................... 5
2.1.2. Berdasarkan Perpres 9 Tahun 2009 .......................................................... 6
2.2. Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM .................. 7
2.3. Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM ......................................... 8
2.4. Perkembangan UMKM di Indonesia ........................................................ 14
2.5. Permasalahan dalam Pembiayaan UMKM .............................................. 20
2.6. Kebijakan Pembiayaan UMKM ................................................................ 23
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................. 24
3.1. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 24
3.2. Pendekatan Penelitian ............................................................................. 25
3.3. Jenis Penelitian ........................................................................................ 26
3.4. Jenis Data dan Sumber Data ................................................................... 26
3.5. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 27
3.6. Populasi dan Sampel ............................................................................... 28
3.7. Teknik Analisis Data ................................................................................. 29
3.8. Operasionalisasi Konsep ......................................................................... 31
BAB IV ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM ............................... 33
PENGEMBANGAN UMKM ......................................................................................... 33
4.1. Program Pengembangan UMKM Melalui Lembaga Pembiayaan .......... 33
viii Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
4.1.1. Kebijakan Pemerintah Terkait Dengan Pengembangan UMKM
Melalui Lembaga Pembiayaan ............................................................................ 33
4.1.2. Kebijakan Pengembangan UMKM Sektor Perdagangan Melalui
Lembaga Pembiayaan Bank ............................................................................... 33
4.2. Perkembangan Pembiayaan UMKM ....................................................... 36
4.2.1. Lembaga Pembiayaan Bank .................................................................... 36
4.3. Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM di
Provinsi Jawa Barat dan Yogyakarta .................................................................. 45
4.3.1. Karakteristik Responden UMKM .............................................................. 46
4.3.2. Peran Lembaga Pembiayaan .................................................................. 49
4.3.3. Peran Lembaga Pembiayaan Sebagai Sumber Alternatif Pembiayaan . 49
4.3.4. Fasilitator dalam Pengembangan UMKM ................................................ 63
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................................... 77
5.1. Kesimpulan ............................................................................................... 77
5.2. Rekomendasi ........................................................................................... 78
ix Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional ………………. 9
Tabel 2.2 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR BPD ………………………….. 10
Tabel 2.3 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR ………………………………… 11
Tabel 2.4 Realisasi KUR Menurut Sektor Ekonomi ……………………………. 12
Tabel 2.5 Realisasi KUR Menurut Propinsi …………………………………….. 13
Tabel 2.6 Produk Domestko Bruto (PDB) UMKM dan UB Menurut Sektor
Ekonomi Tahun 2009 – 2011 …………………………………………
15
Tabel 2.7 Jumlah UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 –
2011 …………………………………………………………………….
17
Tabel 2.8 Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan UB Menurut Sektor
Ekonomi Tahun 2009 – 2011 …………………………………………
18
Tabel 2.9 Investasi UMKM dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009
– 2011 ( Juta rupiah) …………………………………………………..
19
Tabel 2.10 Kondisi Infrastruktur dan Kelembagaan Lembaga Pembiayaan
UMKM …………………………………………………………………...
21
Tabel 2.11 Potensi dan Permasalahan yang Dihadapi Lembaga Pembiayaan
UMKM …………………………………………………………………...
22
Tabel 3.1 Operasionalisasi Konsep ……………………………………………... 33
Tabel 4.1 Jenis Usaha Responden ……………………………………………… 48
Tabel 4.2 Membantu Pengurusan Izin Usaha ………………………………….. 66
Tabel 4.3 Membantu Pengurusan Kredit ……………………………………….. 67
Tabel 4.4 Pelatihan Pengelolaan SDM …………………………………………. 67
Tabel 4.5 Pelatihan Penggunaan IT …………………………………………….. 68
Tabel 4.6 Membuat Manajemen Usaha Lebih Bagus …………………………. 69
Tabel 4.7 Membantu Membuat Rencana Bisnis ……………………………….. 69
Tabel 4.8 Mencarikan Pelanggan Baru dan Mempromosikan Kepada Orang
Lain ……………………………………………………………………..
71
Tabel 4.9 Mengikutsertakan dalam pameran …………………………………... 72
Tabel 4.10 Menyediakan Tempat Usaha ………………………………………… 72
Tabel 4.11 Pendampingan Berinovasi ……………………………………………. 73
Tabel 4.12 Membantu Membuat Pembukuan dan Laporan Keuangan ………. 75
Tabel 4.13 Pelatihan dan Pendampingan ……………………………………….. 76
Tabel 4.14 Omzet Usaha Meningkat ……………………………………………… 77
x Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Kredit UMKM Berdasarkan Klasifikasi Usaha …………………. 39
Gambar 4.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan ……………….. 39
Gambar 4.3 Kredit UMKM Menurut Kelompok Bank ………………………... 40
Gambar 4.4 Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi …………………... 40
Gambar 4.5 Kredit UMKM Menurut Lokasi Proyek ………………………….. 41
Gambar 4.6 Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Klasifikasi Usaha ... 42
Gambar 4.7 Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan 42
Gambar 4.8 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Kelompok Bank ………. 43
Gambar 4.9 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi ………. 43
Gambar 4.10 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Lokasi Proyek ………… 44
Gambar 4.11 Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Klasifikasi Usaha .. 45
Gambar 4.12 Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Jenis Penggunaan 45
Gambar 4.13 Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Kelompok Bank ………. 46
Gambar 4.14 Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Sektor Ekonomi ………. 46
Gambar 4.15 Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Lokasi Proyek ………… 47
Gambar 4.16 Omzet Responden Per Bulan ………………………………….. 50
Gambar 4.17 Lama Usaha ……………………………………………………… 51
Gambar 4.18 Jumlah Modal Yang Dibutuhkan ……………………………….. 52
Gambar 4.19 Sumber Dana Usaha …………………………………………….. 53
Gambar 4.20 Lembaga Pembiayaan yang Digunakan ………………………. 54
Gambar 4.21 Alasan Pemilihan Sumber Pembiayaan ……………………….. 55
Gambar 4.22 Agunan ……………………………………………………………. 56
Gambar 4.23 Jaminan ……………………………………………………………. 57
Gambar 4.24 Tingkat Bunga atau Bagi hasil Per tahun ……………………… 58
Gambar 4.25 Keberatan akan Tingkat Bunga/Bagi Hasil ……………………. 58
Gambar 4.26 Tujuan Pinjaman …………………………………………………. 60
Gambar 4.27 Pembayaran Pinjaman ………………………………………….. 61
Gambar 4.28 Kesulitan Pembayaran …………………………………………… 62
Gambar 4.29 Sumber Informasi ………………………………………………… 62
Gambar 4.30 Kemudahan Informasi ……………………………………………. 63
1 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
BAB I
PENDAHULUAN
Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih sering dikenal UMKM
dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika terjadi
krisis yang melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan menengah yang
relatif mampu bertahan dibandingkan perusahaan besar. Alasannya karena
mayoritas usaha berskala kecil tidak terlalu tergantung pada modal besar atau
pinjaman darI luar dalam kurs dollar. Sehingga, ketika ada fluktuasi nilai tukar,
perusahaan berskala besar yang secara umum selalu berurusan dengan mata
uang asing adalah yang paling berpotensi mengalami imbas krisis. Beberapa
penelitian terdahulu menyebutkan bahwa struktur modal UKM khususnya di
Indonesia, hampir sebagian besar berdasar pada investasi pribadi. Sangat
sedikit, mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan
dana. Jika mereka membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru pihak-
pihak penyedia dana selain bank, yang sangat berperan. Misal bank-bank
perkreditan rakyat atau malah rentenir. Seperti yang kita ketahui pula, bunga
yang dikenakan pada peminjam adalah sangat-sangat tinggi dan mencekik leher.
Jelas, kondisi seperti ini tidak akan terjadi untuk perusahaan berskala besar.
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terbukti
merupakan penggerak utama sektor riil yang berpengaruh langsung terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMKM pada tahun 2011 sebanyak 55,2 juta
unit dengan terbagi sebagai berikut 54.559.969 unit Usaha Mikro, 602.195 unit
Usaha kecil dan 44.280 unit Usaha Menengah. Jumlah UMKM pada tahun 2011
adalah sekitar 99,99 persen dari jumlah total unit usaha yang ada,
Unit-unit tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak
97,24 persen. Namun demikian perkembangan UMKM umumnya masih
mengalami berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang
diharapkan, Masalah yang hingga kini masih menjadi kendala dalam
pengembangan usaha UMKM adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan
sulitnya UMKM mengakses sumber permodalan. Sebelum diberlakukannya
Undang-Undang tentang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah
2 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia dalam
membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi Bank Indonesia dapat
memberikan bantuan keuangan kepada UMKM, yang dikenal dengan Kredit
Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Namun setelah undang undang tersebut di atas
diberlakukan peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha kecil menjadi
bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada bantuan teknis serta
pengembangan kelembagaan. Tugas pengelolaan kredit program telah dialihkan
kepada tiga BUMN yang ditunjuk Pemerintah, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia
(BRI), PT Bank Tabungan Negara (BTN), dan PT Permodalan Nasional Madani
(PNM). Dalam hal ini, PT BRI berfungsi sebagai koordinator penyaluran skim
KUT, KKop dan KKPA-TR, PT BTN sebagai koordinator penyaluran skim KPRS
dan KPRSS, sementara PT PNM sebagai koordinator penyaluran skim kredit
lainnya. Pengalihan tersebut mencakup pengelolaan Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum
jatuh tempo serta yang telah disetujui tetapi belum ditarik.
Dalam Perkembangannya peran lembaga pembiayaan dalam
pengembangan UMKM ini tentu ada yang berhasil maupun tidak, maka dilakukan
analisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM tersebut
Berpijak pada konteks di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian yang akan diangkat dalam analisis ini, yaitu:
a. Bagaimana peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM
b. Kebijakan apa yang dapat mendukung pengembangan UMKM
1.2. Tujuan Penelitian
a. Menganalisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan
UMKM.
b. Memberikan rekomendasi program pengembangan UMKM
1.3. Output Penelitian
a. Informasi mengenai peran lembaga pembiayaan dalam
pengembangan UMKM
b. Rekomendasi kebijakan yang dapat mendukung pengembangan
UMKM
3 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM
dilakukan di 2 (dua) daerah penelitian, yaitu DI Yogyakarta dan Jawa Barat.
Pemilihan daerah didasarkan dengan pertimbangan bahwa lokasi kajian
merupakan daerah yang memiliki jumlah UMKM cukup banyak. Adapun ruang
lingkup penelitian meliputi:
a. Analisis kebijakan pembiayaan UMKM dari pemerintah pusat dan provinsi
b. Survei UMKM pada sektor perdagangan yang sedang memiliki pinjaman di
daerah penelitian
c. Wawancara mendalam lembaga pembiayaan dan pengelola pasar di daerah
penelitian
1.5. Outcome Penelitian
Melalui Analisis ini diharapkan akan terciptanya lembaga pembiayaan
yang dapat mendukung pengembangan UMKM di bidang perdagangan.
1.6. Sistematika Laporan
Sistematika laporan analisis ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang berisi:
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan dan Keluaran Kajian
1.3. Ruang Lingkup
1.4. Sistematika Laporan
BAB II : TINJAUAN LITERATUR
2.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan
2.2. Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM
2.3. Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM
BAB III : METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
3.2. Pendekatan Penelitian
3.3. Jenis Penelitian
3.4. Jenis Data dan Sumber Data
3.5. Teknik Pengumpulan Data
3.6. Populasi dan Sampel
3.7. Teknik Analisis Data
3.8. Operasionalisasi Konsep
4 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
BAB IV : ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN UMKM
4.1. Program Pengembangan UMKM Melalui Lembaga Pembiayaan
4.2. Perkembangan Pembiayaan UMKM 4.3. Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan
UMKM di Provinsi Jawa Barat dan DI Yogyakarta BAB V : SIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi
5 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan
2.1.1. Berdasarkan Keppres No. 61 Tahun 1988
Lembaga pembiayaan adalah : badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal
dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Sistem lembaga keuangan dibedakan menjadi tiga yaitu:
1) lembaga keuangan bank
sesuai UU No. 14 Tahun 1967, bank adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan di bidang keuangan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lain guna meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
2) lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan bukan bank
adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan
yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan
jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam
masyarakat guna membiayai investasi perusahaan.
Bidang usaha yang termasuk dalam lembaga keuangan bukan bank
antara lain adalah asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksa dana,
lembaga pembiayaan. lembaga pembiayaan termasuk dalam
Lembaga keuangan Bukan Bank (LKBB).
3) Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk
melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga
Pembiayaan;
Kegiatan lembaga pembiayaan meliputi antara lain bidang usaha:
1) sewa guna usaha;
2) modal ventura;
3) perdagangan surat berharga
4) anjak piutang;
5) usaha kartu kredit;
6) pembiayaan konsumen.
6 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Keenam kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh ketiga bentuk
lembaga pembiyaan di atas.
2.1.2. Berdasarkan Perpres 9 Tahun 2009
Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.
Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan
untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang,Pembiayaan
Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit.
Lembaga Pembiayaan meliputi:
1) Perusahaan Pembiayaan;
2) Perusahaan Modal Ventura; dan
3) Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur.
Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi:
1) Sewa Guna Usaha;
2) Anjak Piutang
3) Usaha Kartu Kredit; dan/atau
4) Pembiayaan Konsumen
Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan
mikro (microfinance) atau bisa disebut juga lembaga pembiayaan adalah
lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans),
pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money
transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil
(insurance to poor and low-income households and their
microenterprises). Sedangkan bentuk Lembaga pembiayaan UMKM
dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2)
lembaga semiformal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3)
sumber-sumber informal misalnya pelepas uang.
Lembaga Pembiayaan di Indonesia menurut Bank Indonesia
dibagi menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank serta non
bank. LKM yang berwujud bank adalah BRI Unit Desa, BPR dan BKD
(Badan Kredit Desa). Sedangkan yang bersifat non bank adalah koperasi
simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit
pedesaan (LDKP), baitul mal wattanwil (BMT), lembaga swadaya
7 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan
ASA, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan credit union. Meskipun
BRI Unit Desa dan BPR dikategorikan sebagai LKM, namun akibat
persyaratan peminjaman menggunakan metode bank konvensional,
pengusaha mikro kebanyakan masih kesulitan mengaksesnya.
2.2. Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM
Peran lembaga pembiayaan:
1) sebagai sumber alternatif pembiayaan,
2) menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat untuk
berperan aktif dalam pembangunan khususnya di bidang ekonomi.
Bantuan Teknis dari BI bagi Bank untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan
UMKM:
1) Penelitian
2) Pelatihan
3) Penyediaan informasi
4) Fasilitasi
Bank Umum wajib memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM. Jumlah
Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada ditetapkan paling
rendah 20% (dua puluh persen) yang dihitung berdasarkan rasio Kredit atau
Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan. Pencapaian rasio
pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dihitung pada setiap akhir tahun. Pencapaian rasio pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada dilakukan secara bertahap,
sebagai berikut:
1) Tahun 2013: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
atau Pembiayaan sesuai kemampuan Bank Umum yang dicantumkan
dalam Rencana Bisnis Bank;
2) Tahun 2014: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
atau Pembiayaan sesuai kemampuan Bank Umum yang dicantumkan
dalam Rencana Bisnis Bank;
3) Tahun 2015: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
atau Pembiayaan paling rendah 5% (lima persen);
8 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
4) Tahun 2016: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
atau Pembiayaan paling rendah 10% (sepuluh persen);
5) Tahun 2017: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
atau Pembiayaan paling rendah 15% (lima belas persen);
6) Tahun 2018 dan seterusnya: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM
terhadap total Kredit atau Pembiayaan paling rendah 20% (dua puluh
persen).
2.3. Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM
Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM terjadi seiring dengan
perkembangan UKM serta masih banyaknya hambatan UKM dalam mengakses
sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal. Selain itu
berkembangnya lembaga pembiayaan ini juga tidak terlepas dari karakterisitiknya
yang memberikan kemudahan kepada pelaku UKM dalam mengakses sumber-
sumber pembiayaan.
Walaupun biaya atas dana pinjaman dari lembaga pembiyaan lebih tinggi
sedikit dari tingkat bunga perbankan, lembaga pembiayaan memberikan
kelebihan misalnya berupa tiadanya jaminan/agunan seperti yang dipersyaratkan
oleh perbankan bahkan dalam beberapa jenis lembaga, pinjaman didasarkan
pada kepercayaan karena biasanya peminjam beserta aktivitasnya sudah dikenal
oleh LKM, kemudahan yang lain adalah pencairan dan pengembalian pinjaman
yang fleksibel yang juga sering disesuaikan dengan cash flow peminjam.
Jenis lembaga pembiayaan lebih banyak didominasi oleh Unit Simpan
Pinjam (USP), namun dari aspek besarnya perputaran pinjaman lebih didominasi
oleh perbankan yaitu BRI Unit dan BPR.
Hampir 80 persen pembiayaan UMKM dilakukan oleh perbankan
khususnya BRI lewat program KUR. Sampai bulan Agustus 2013 , bank nasional
yang menyalurkan KUR sebanyak 7 (tujuh) bank yaitu Bank Nasional Indonesia
(BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara
(BTN), Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Negara Indonesia
Syariah (BNI Syariah). Bank BRI adalah penyalur KUR terbesar dengan total
plafond mencapai Rp. 77,5 triliun. Selain sektor ritel BRI juga menyalurkan KUR
di sektor mikro yang masing-masing plafondnya sebesar Rp. 15,6 triliun dan Rp.
61,9 triliun, debiturnya 92.962 UMK dan 8.470.436 UMKM, rata-rata kredit Rp.
9 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
168,5 juta/debitur dan Rp. 7,3 juta/debitur, serta NPL penyaluran masing-masing
3,4% dan 1,9%.
Selain BRI , Bank BNI juga melakukan pembiayaan UMKM dengan total
plafond sebesar Rp. 14,08 triliun, debiturnya sebanyak 223.884 UMK, dengan
rata-rata kredit Rp. 62,89 juta/debitur serta nilai NPL sebesar 4,9%. Sedangkan
Bank Mandiri dengan total plafond sebesar Rp. 12,4 triliun, debiturnya sebanyak
244.993 UMK, dengan rata-rata kredit Rp. 50,9 juta/debitur serta nilai NPL
sebesar 4,5%. Selanjutnya berturut-turut yaitu BTN dengan plafond Rp. 4 triliun,
BSM dengan plafond Rp. 3,3 triliun, Bank Bukopin dengan plafond 1,74 triliun
dan BNI Syariah dengan plafond Rp. 129.849 miliar.
Secara keseluruhan, nilai Non Performing Loan (NPL) penyaluran KUR
oleh bank pelaksana ini masih dibawah 5% yaitu sebesar 3,7%. Bank BTN
merupakan Bank Pelaksana dengan nilai NPL terbesar dalam penyaluran KUR
yaitu sebesar 12,4% dan BRI Mikro dengan NPL terkecil yaitu 1,9%. Diharapkan
pada periode-periode berikutnya nilai NPL pada bank yang masih di atas 5% bisa
turun sehingga penyalurannya lebih tepat sasaran.
Tabel 2.1 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional
(31 Agustus 2013)
NO BANK
REALISASI PENYALURAN KUR
NPL (%)
Plafon Outstanding Debitur
Rata-rata Kredit
(Rp juta) (Rp juta) (Rp juta)
1 BNI 14,085,347 4,701,435 223,884 62.9 4.9
2 BRI (KUR Ritel) 15,661,184 6,458,669 92,962 168.5 3.4
3 BRI (KUR Mikro) 61,912,781 18,425,469 8,470,436 7.3 1.9
4 Bank Mandiri 12,481,392 5,904,132 244,993 50.9 4.5
5 BTN 4,001,870 2,140,826 22,483 178.0 12.4
6 Bukopin 1,748,494 696,731 11,719 149.2 4.1
7 Bank Syariah Mandiri 3,342,178 1,740,551 45,856 72.9 7.3
8 BNI Syariah 129,849 94,483 889 146.1 3.8
TOTAL 113,363,095 40,162,296 9,113,222 12.4 3.7
Dari tabel 2. Terlihat bahwa penyaluran KUR oleh BPD sampai bulan
Agustus 2013 ini telah mencapai Rp. 12 triliun dengan jumlah UMKMK sebesar
151.704. Rata-rata kredit yang diterima debitur sebesar Rp. 79,1 juta. Bank Jatim
dan Bank Jabar Banten merupakan BPD yang menyalurkan KUR terbesar sekitar
Rp 3,7 triliun dan Rp 2,73 triliun. Untuk di luar pulau Jawa, Bank Nagari dan Bank
10 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Kalbar merupakan Bank Pelaksana terbesar yang menyalurkan KUR masing-
masing sebesar Rp. 1,329 triliun dan Rp 332,740 miliar. Sampai bulan Agustus
2013 NPL yang terbentuk dari penyaluran KUR oleh BPD adalah sebesar 7,9%,
sehingga diperlukan konsolidasi internal untuk memperbaiki tingkat NPL yang
tinggi tersebut.
Tabel 2.2 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR BPD
(31 Agustus 2013)
NO BANK
REALISASI PENYALURAN KUR
NPL (%) Plafon Outstanding Debitur
Rata-rata Kredit
(Rp juta) (Rp juta) (Rp juta)
1 Bank Nagari 1,329,700 651,105 38,641 34.4 3.1
2 Bank DKI 313,460 223,017 2,212 141.7 4.2
3 Bank Jabar Banten 2,732,746 1,091,814 22,704 120.4 10.8
4 Bank Jateng 1,522,806 672,737 22,880 66.6 3.6
5 Bank DIY 79,490 28,959 819 97.1 7.2
6 Bank Jatim 3,706,010 1,407,830 35,355 104.8 16.9
7 Bank NTB 134,491 78,396 1,810 74.3 2.7
8 Bank Kalbar 332,740 213,714 2,175 153.0 1.4
9 Bank Kalteng 132,860 85,553 2,471 53.8 5.2
10 Bank Kalsel 308,965 213,835 3,432 90.0 1.7
11 Bank Sulut 53,095 33,675 1,948 27.3 10.5
12 Bank Maluku 173,428 83,448 4,137 41.9 6.9
13 Bank Papua 230,284 167,997 2,974 77.4 4.4
14 Bank Aceh 67,459 57,353 751 89.8 2.1
15 Bank Sumut 181,639 157,044 1,522 119.3 1.5
16 Bank Riau Kepri 34,800 28,306 328 106.1 1.1
17 Bank Jambi 36,483 30,546 396 92.1 0.6
18 Bank Sumsel Babel 73,499 61,210 835 88.0 0.0
19 Bank Bengkulu 23,717 19,700 231 102.7 0.0
20 Bank Lampung 125,899 106,431 1,431 88.0 0.0
21 Bank BPD Bali 85,433 61,774 904 94.5 0.0
22 Bank NTT 26,015 22,828 354 73.5 0.0
23 Bank Kaltim 239,673 171,673 2,779 86.2 2.5
24 Bank Sulteng 4,937 4,197 80 - -
25 Bank Sultra 37,702 27,195 391 96.4 0.0
26 Sulselbar 17,275 14,766 144 120.0 0.0
TOTAL 12,004,605 5,715,105 151,704 79.1 7.9
TOTAL BPD LAMA 11,050,074 4,952,081 141,558 78.1 8.9
TOTAL BPD BARU 954,531 763,024 10,146 94.1
Secara nasional, sampai bulan Agustus 2013, dari tabel 3. di bawah ini
terlihat bahwa dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 36 triliun KUR sudah
mencapai Rp. 27,716 triliun atau 77%. Diharapkan 5 bulan yang tersisa di tahun
11 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
2013 Bank pelaksana dapat mencapai target yang telah ditetapkan dengan NPL
masing-masing dibawah 5%. Penambahan Bank Pelaksana diharapkan dapat
mendorong percepatan penyaluran KUR kepada UMKMK yang visible namun
belum bankable.
Tabel 2.3 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR
(31 Agustus 2013)
NO BANK
REALISASI PENYALURAN KUR
NPL (%)
Plafon Outstanding Debitur
Rata-rata Kredit
(Rp juta) (Rp juta) (Rp juta)
1 BNI 14,085,347 4,701,435 223,884 62.9 4.9
2 BRI (KUR Ritel) 15,661,184 6,458,669 92,962 168.5 3.4
3 BRI (KUR Mikro) 61,912,781 18,425,469 8,470,436 7.3 1.9
4 BANK MANDIRI 12,481,392 5,904,132 244,993 50.9 4.5
5 BTN 4,001,870 2,140,826 22,483 178.0 12.4
6 BUKOPIN 1,748,494 696,731 11,719 149.2 4.1
7 BANK SYARIAH MANDIRI 3,342,178 1,740,551 45,856 72.9 7.3
8 BNI SYARIAH 129,849 94,483 889 146.1 3.8
9 BPD 12,004,605 5,715,105 151,704 79.1 7.9
TOTAL 125,367,700 45,877,402 9,264,926 13.5 4.2
Dilihat dari sisi sektor ekonomi, penyaluran KUR oleh Bank Pelaksana
masih didominasi oleh sektor perdagangan. Penyaluran disektor ini mencapai
Rp. 71,694 triliun dengan jumlah debitur UMKMK sebesar 6,171 juta debitur.
Sektor pertanian menjadi sektor kedua yang terbesar menyerap KUR dari bank
pelaksana yaitu sebesar Rp. 20,67 triliun dengan jumlah debitur mencapai 1,37
juta debitur. Sektor perdagangan menjadi sektor yang paling banyak
memanfaatkan dana KUR karena jumlah UMKM sektor perdagangan jumlahnya
cukup besar dan kemampuan untuk mengembalian pinjaman pada UMKM sektor
perdagangan inti juga sangat baik. Sektor pertanian juga menjadi sektor yang
cukup banyak mendapat dana KUR. Ini membuktikan bahwa kedua sektor
tersebut merupakan sektor ekonomi yang paling banyak digeluti oleh UMKM.
12 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Tabel 2.4 Realisasi KUR Menurut Sektor Ekonomi
(31 Agustus 2013)
NO SEKTOR EKONOMI
TOTAL
Plafon Outstanding Debitur
(Rp juta) (Rp juta)
1 Pertanian 20,675,438 8,704,395 1,375,369
2 Perikanan 768,053 226,337 7,268
3 Pertambangan 106,296 50,751 2,673
4 Industri pengolahan 3,466,891 1,610,621 173,905
5 Listrik, gas dan air 64,715 33,384 1,677
6 Konstruksi 1,965,360 670,109 9,949
7 Perdagangan 71,694,808 26,291,876 6,171,144
8 Penyediaan akomodasi 826,287 288,909 31,542
9 Transportasi 1,711,559 976,110 38,706
10 Perantara keuangan 924,458 363,957 6,300
11 usaha persewaan 5,193,460 2,567,399 254,701
12 Adm. Pemerintahan 9,086 1,433 37
13 Jasa pendidikan 70,140 30,655 410
14 Jasa kesehatan 337,879 107,537 3,558
15 Jasa kemasyarakatan 3,123,861 1,224,790 104,153
16 Jasa perorangan 90,024 43,068 879
17 Badan internasional 75 - 1
18 Lainnya 14,339,308 2,686,070 1,082,654
Total 125,367,700 45,877,402 9,264,926
Dari sebaran wilayahnya, penyerapan KUR masih terkonsentrasi di Pulau
Jawa. Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan plafond masing-masing
Rp. 19,4 triliun dan Rp. 18,9 triliun. Jawa Tengah masih merupakan provinsi
terbesar yang menyerap KUR dari Bank Pelaksana. Diharapkan dengan adanya
BPD dapat meningkatkan penyaluran KUR di luar pulau Jawa. Terkonsentrasinya
penyerapan KUR di pulau Jawa tidak dapat dipungkiri karena factor jumlah
penduduk yang cukup besar, juga dikarenakan banyak UMKM yang tumbuh dan
berkembang di Pulau Jawa. Iklim usaha yang kompetitif di Jawa membuat pelaku
usaha UMKM menjadi terdorong untujk mengembangkan usahanya.
13 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Tabel 2.5 Realisasi KUR Menurut Propinsi
(31 Agustus 2013)
NO PROVINSI
TOTAL
TOTAL Outstanding Debitur
(Rp juta) (Rp juta)
1 Nanggroe Aceh Darusalam 2,081,745 586,694 150,835
2 Sumatera Utara 6,327,140 2,490,227 380,389
3 Sumatera Barat 3,941,251 1,568,415 218,718
4 Riau 3,830,020 1,768,867 156,569
5 Jambi 2,226,226 907,752 129,556
6 Sumatera Selatan 4,463,741 1,761,048 171,743
7 Bengkulu 899,942 334,146 68,069
8 Lampung 2,716,215 989,084 215,504
9 Kepulauan Riau 906,819 354,212 30,794
10 Bangka Belitung 391,077 152,064 22,305
11 DKI Jakarta 5,737,216 2,317,045 222,155
12 Jawa Barat 16,016,509 5,501,041 1,309,104
13 Jawa Tengah 19,412,883 6,265,058 2,174,768
14 D.I. Yogyakarta 2,447,451 921,412 241,168
15 Jawa Timur 18,924,056 6,584,795 1,606,785
16 Banten 2,601,219 889,641 143,307
17 Bali 2,785,984 1,032,096 213,619
18 NTB 1,534,318 528,230 138,967
19 NTT 1,339,393 457,248 94,620
20 Kalimantan Barat 2,845,038 1,248,096 107,464
21 Kalimantan Tengah 1,900,006 899,630 86,721
22 Kalimantan Selatan 3,092,273 1,334,993 171,557
23 Kalimantan Timur 3,283,879 1,361,717 156,295
24 Sulawesi Utara 1,289,843 510,953 88,020
25 Sulawesi Tengah 1,519,952 611,866 117,506
26 Sulawesi Selatan 7,084,829 2,486,486 508,493
27 Sulawesi Tenggara 1,077,919 392,903 84,631
28 Gorontalo 621,647 174,656 58,211
29 Sulawesi Barat 668,853 206,872 47,150
30 Maluku 876,280 256,270 45,683
31 Maluku Utara 552,637 189,825 24,034
32 Papua Barat 671,636 276,869 22,026
33 Papua 1,299,705 517,195 58,160
TOTAL 125,367,700 45,877,402 9,264,926
Sementara itu, Lembaga penyaluran dana pinjaman yang dikelola oleh
Kantor Kementrian Koperasi dan UKM yang berada dibawah LPDB (Lembaga
Penyalur Dana Bergulir) – UMKM juga cukup banyak menyalurkan dana bergulir
kepada UMKM melalui koperasi-koperasi yang dibentuk oleh UMKM itu sendiri.
LPDB-UMKM merupakan satuan kerja Kementerian Koperasi dan UKM yang
telah menyalurkan dana bergulir pinjaman/pembiayaan kepada mitranya yakni
14 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
koperasi dan UKM sejak awal tahun 2008 hingga 24 Oktober 2013 sebesar Rp
3,9 triliun kepada 501.427 UMKM melalui 2.671 mitra di seluruh Indonesia.
Target penyaluran dana bergulir tahun 2013 sebesar Rp 1,9 triliun kepada
109.157 UMKM melalui 768 mitra dan sampai dengan tanggal 24 Oktober 2013
telah terealisasi sebesar Rp 1.2 triliun kepada 140.661 UMKM melalui 852 mitra,
sementara yang sedang dalam proses pencairan mencapai Rp 321 miliar.
Disisi lain, lembaga pembiayaan juga banyak dimanfaatkan oleh UMKM
untuk mengembangkan usahanya seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BMT,
Modal Ventura, dan lain sebagainya. Tapi pembiayaan yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga pembiayaan tersebut tidak terlalu besar. Pembiayaan UMKM
masih banyak dilakukan oleh Lembaga Keuangan Perbankan. Hampir 80 persen
pembiayaan UMKM dilakukan oleh lembaga keuangan perbankan. Dari hasil
pengamatan di lokasi penelitan terlihat bahwa perbankan seperti Bank BRI, Bank
Mandiri, Bank BNI, Bank Danaman dan bank-bank lainya bersaing dengan
lembaga pembiayaan non bank untuk menarik nasabah UMKM. Bahkan BPR
yang dulu banyak nasabah yang antri untuk meminjam dana untuk
pengembangan usahanya, sekarang ini harus “jemput bola” karena persaingan
untuk menarik nasabah UMKM semakin kompetitf.
2.4. Perkembangan UMKM di Indonesia
Perkembangan Produk Domestik Bruto dari UMKM selamat 3 tahun
terakhir menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data dari kantor Kementrian
Koperasi dan UMKM pada tahun 2011 kontribusi UMKM terhadap PDB sekitar
57,94 persen (tabel 2.6). Tahun 2009, kontribusi UMKM terhadap PDB sekitar
56,53 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa selama ini UMKM masih
menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dengan memberikan
kontribudi PDB lebih besar daripada usaha besar, bahkan dalam 3 tahun
terakhir menunjukkan peningkatan kontribusinya terhadap PDB jika dibandingkan
dengan usaha besar yang terus mengalami penurunan.
Berdasarkan kontribusi secara sektoral, tidak dapat dipungkiri bahwa
sektor pertanian dan perdagangan menjadi tulang punggung bagi UMKM dimana
kedua sektor tersebut memberikan kontribusi yang paling besar dalam
pembentukan PDB. Besarnya kontribusi kedua sektor tersebut cukup beralasan
karena jika dilihat dari karakteristik dan jumlah UMKM yang ada di Indonesia,
kedua sektor tersebut sangat dominan dalam jumlah UMKM nya. Sektor ekonomi
15 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
lainnya yang juga memberikan kontribusi yang cukup besar adalah sektor
industri. Berkembangnya sektor industri dipicu oleh berkembangnya sektor
pariwisata yang menyebabkan industri kecil dan menengah ikut berkembang.
Permintaan produk-produk kerajinan UMKM meningkat dipasaran baik untuk
pasar domestic maupun pasar internasional.
Satu hal yang harus menjadi perhatian adalah meskipun kontribusi sektor
pertanian dan turunannya masih cukup besar, tapi ada kecenderungan
kontribusinya menurun setiap tahunnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa
pergeseran peran sektor ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan
tersisier. Gejala ini menjadi hal yang biasa untuk sebuah negara yang sedang
berkembang yang tumbuh untuk menjadi negara yang maju.
Tabel 2.6
Produk Domestko Bruto (PDB) UMKM dan UB
Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011
(Trilyun rupiah)
Sektor Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan Pangsa (%)
2009 2010 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011
1. Pertanian UMKM 821.49 962.05 1,010.34 283.94 292.11 310.89 15.51 15.85 13.60
UB 36.77 41.97 48.77 11.99 12.29 16.92 0.69 0.69 0.66
2. Pertambangan UMKM 89.94 102.88 128.47 23.16 24.57 30.5 1.70 1.70 1.73
UB 501.6 564.26 708 157.01 161.86 219.07 9.47 9.30 9.53
3. Industri UMKM 490.94 567.2 786.3 179.72 186.45 191.55 9.27 9.35 10.59
UB 989.96 1,129.12 1,412.85 390.06 408.86 375.54 18.70 18.61 19.02
4.LGA UMKM 3.29 3.78 6.71 1.27 1.35 2.69 0.06 0.06 0.09
UB 43.53 47.62 40.91 15.86 16.7 28.98 0.82 0.78 0.55
5. Bangunan UMKM 203.34 227.25 279.85 52.2 54.55 62.67 3.84 3.74 3.77
UB 351.64 397.61 358.72 88.07 95.51 130.98 6.64 6.55 4.83
6. Perdagangan UMKM 723 845.41 1,147.60 354.15 384.57 361.71 13.65 13.93 15.45
UB 27.6 30.63 39.32 14.41 16.03 29.41 0.52 0.50 0.53
7. Pengangkutan UMKM 166.06 189.74 220.28 73.82 79.39 99.68 3.14 3.13 2.97
UB 186.34 208.93 254.88 117.8 138 127.5 3.52 3.44 3.43
8. Keuangan UMKM 250.67 288.03 329.6 132.66 139.98 161.44 4.73 4.75 4.44
UB 153.45 170.41 239.15 76.18 80.66 73.02 2.90 2.81 3.22
9. Jasa - Jasa UMKM 244.42 280.05 394.42 111.67 119.58 148.21 4.62 4.61 5.31
UB 10.82 11.8 20.93 5.08 5.45 6.37 0.20 0.19 0.28
PDB UMKM 2,993.15 3,466.39 4,303.57 1,212.60 1,282.57 1,369.33 56.53 57.12 57.94
PDB UB 2,301.71 2,602.37 3,123.51 876.46 935.37 1,007.78 43.47 42.88 42.06
PDB NASIONAL 5,294.86 6,068.76 7,427.09 2,089.06 2,217.95 2,377.11 100.0000 100.00 100.00
Sumber : Kantor Kementrian Koperasi dan UMKM 2012
16 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Kondisi seperti diatas bisa dilihat dari tabel 2.7 dibawah ini, bahwa jumlah
UMKM sektor pertanian paling banyak dibandingkan dengan UMKM sektor
lainnya. Hampir 50% UMKM yang ada merupakan UMKM sektor pertanian,
sedangkan sektor perdagangan sekitar 29 persen. Meskipun jumlah UMKM
sektor pertanian jauh labih banyak daripada sektor perdagangan, tapi dalam hal
poenciptaan PDB, UMKM sektor perdangan lebih banyak daripada sektor
pertanian. Kondisi ini menunjukkan bahwa UMKM sektor perdagangan mampu
menciptakan nilai tambah yang lebih besar daripada UMKM sektor pertanian.
Dari tabel 2.7 di bawah ini, hampir 99 persen usaha yang ada di
Indonesia merupakan UMKM, sedangkan hanya sekitar 1 persen merupakan
usaha besar. Tapi jika dilihat dari penciptaan PDB nya ternyata usaha besar
relatife lebih besar daipada UMKM. Ini bisa dilihat dengan hanya 1 persen, usaha
besar mampun menciptakan PDB sekitar 42 persen, sedangkan UMKM yang
jumlahnya hampir 99 persen hanya mampu memberikan kontribusi PDB sekitar
58 persen. Ini menunjukkkan bahwa sebenarnya UMKM sendiri masih
mempunyai peluang dan potensi yang cukup besar untuk meningkatkan
usahanya sehingga kontribusi terhadap PDB juga akan semakin besar.
17 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Tabel 2.7
Jumlah UMKM dan UB
Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 - 2011
Sektor Ekonomi Unit Persentase
2009 2010 2011 2009 2010 2011
1. Pertanian UMKM 26,369,299 26,685,710 26,967,963 49.971 49.575 48.845
UB 528 524 754 0.001 0.001 0.001
2. Pertambangan UMKM 271,929 276,861 294,448 0.515 0.514 0.533
UB 84 88 78 0.000 0.000 0.000
3. Industri UMKM 3,268,496 3,423,078 3,538,070 6.194 6.359 6.408
UB 1,178 1,223 928 0.002 0.002 0.002
4.LGA UMKM 11,720 12,852 13,903 0.022 0.024 0.025
UB 122 120 231 0.000 0.000 0.000
5. Bangunan UMKM 553,698 570,640 869,080 1.049 1.060 1.574
UB 256 268 417 0.000 0.000 0.001
6. Perdagangan UMKM 15,533,964 15,910,964 15,918,251 29.438 29.559 28.831
UB 1,303 1,351 1,195 0.002 0.003 0.002
7. Pengangkutan UMKM 3,408,343 3,487,691 3,799,460 6.459 6.479 6.882
UB 346 363 447 0.001 0.001 0.001
8. Keuangan UMKM 1,060,386 1,115,742 1,308,035 2.009 2.073 2.369
UB 644 673 794 0.001 0.001 0.001
9. Jasa - Jasa UMKM 2,286,768 2,340,194 2,497,235 4.334 4.347 4.523
UB 216 228 109 0.000 0.000 0.000
Jumlah UMKM 52,764,603 53,823,732 55,206,444 99.991 99.991 99.991
Jumlah UB 4,677 4,838 4,952 0.009 0.009 0.009
Total 52,769,280 53,828,569 55,211,396 100.000 100.000 100.000
Sumber : Kantor Kementrian Koperasi dan UMKM 2012
Jika dilihat dari penyerapan tenaga kerja, UMKM mampu menyerap
tenaga kerja jauh lebih besar daripada Usaha Besar. UMKM mampu menyerap
tenaga kerja sekitar 97 persen dari tenaga kerja Indonesia sedang usaha besar
hanya mamp;u menyerap tenaga kerja 3 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa
UMKM memberikan kontribusi yang cukup besar dalam mengatasi
pengangguran. Besarnya penyerapan tenaga kerja UMKM tersebut tidak terlepas
dari besarnya kontribusi UMKM sektor pertanian, perdagangan dan industri yang
merupakan tiga sektor utama dari UMKM di Indonesia. Sektor pertanian menjadi
sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja yaitu sekitar 41
18 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
persen pada tahun 2011, sedangkan sektor perdagangan menyerap tenaga kerja
sekitar 21 persen, dan sektor industri menyerap tenaga kerja sekitar 11,3 persen.
Berdasarkan penciptaan investasi, pada tahun 2011 UMKM mampu
menciptakan investasi lebih besar dari pada usaha besar meskipun tidak terlalu
besar perbedaannya. Ini menjadi hal yang membanggakan karena pada tahun
tahun sebelumya usaha besar mampu menciptakan investasi lebih besar dari
UMKM. Meski jika dianalisis lebih dalam, ternyata usaha besar dengan hanya
Tabel 2.8
Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan UB
Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 - 2011
Sektor Ekonomi Unit Persentase
2009 2010 2011 2009 2010 2011
1. Pertanian UMKM 42,560,349 85,129,370 43,081,018 43.040 42.804 41.181
UB
469,150 479,898 592,243 0.474 0.241 0.566
2. Pertambangan UMKM 1,046,418 2,185,727 1,343,488 1.058 1.099 1.284
UB 93,077 119,268 139,985 0.094 0.060 0.134
3. Industri UMKM 11,037,496 21,672,804 11,877,631 11.162 10.897 11.354
UB 1,577,944 1,656,837 1,471,635 1.596 0.833 1.407
4.LGA UMKM 140,149.000 241,805.000 169,324.000 0.142 0.122 0.162
UB 69,292 82,534 118,449 0.070 0.041 0.113
5. Bangunan UMKM 4,447,683 8,959,049 5,379,986 4.498 4.505 5.143
UB 163,012 162,959 184,852 0.165 0.082 0.177
6. Perdagangan UMKM 21,734,462 45,277,463 22,108,306 21.979 22.766 21.133
UB 102,306 110,317 139,985 0.103 0.055 0.134
7. Pengangkutan UMKM 5,867,732 12,160,549 7,067,798 5.934 6.114 6.756
UB 79,941 97,063 86,144 0.081 0.049 0.082
8. Keuangan UMKM 1,414,875 2,959,219 1,913,270 1.431 1.488 1.829
UB 69,723 74,892
111,270 0.071 0.038 0.106
9. Jasa - Jasa UMKM 7,962,167 17,457,712 8,781,638 8.052 8.778 8.394
UB 50,227 55,940.0 46,662 0.051 0.028 0.045
Jumlah UMKM 96,211,332 196,043,698 101,722,458 97.295 98.572 97.236
Jumlah UB 2,674,671 2,839,711 2,891,224 2.705 1.428 2.764
Total 98,886,003 198,883,409 104,613,681 100.000 100.000 100.000
19 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
sekitar 1 persen jumlah usahanya ternyata mampu menciptakan investasi sekitar
49 persen, sedangkan UMKM yang jumlahnya hampir 99 persen hanya mampu
menciptakan investasi sebesar 51 persen. Ini menunjukkan bahwa usaha besar
merupakan usaha yang cenderung padat modal, sedangkan UMKM merupakan
usaha yang cenderung padat karya.
Investasi pada usaha besar lebih banyak di sektor pertambangan,
industri, LGA, keuangan juga sektor pengankuktan dan jasa-jasa. Untuk UMKM,
investasi lebih banyak di sektor pertanian, perdaganganm pengangkutan,
keuangan dan jasa-jasa.
Tabel 2.9 Investasi UMKM dan Besar Menurut Sektor Ekonomi
Tahun 2009 – 2011 ( Juta rupiah)
Sektor Ekonomi 2009 2010 2011
1. Pertanian UMKM 31.291.773 35.220.766 36.220.476
UB 16.364.962 19.084.277 19.130.346
2. Pertambangan UMKM 2.015.532 2.421.623 2.474.554
UB 43.028.540 52.624.512 28.095.307
3. Industri UMKM 82.276.924 90.154.286 131.256.593
UB 134.546.938 157.586.561 157.829.395
4.LGA UMKM 5.058.514 6.513.398 6.807.290
UB 131.166.289 151.497.733 153.321.959
5. Bangunan UMKM 11.516.987 14.144.619 14.660.874
UB 11.295.063 13.878.150 14.477.825
6. Perdagangan UMKM 164.964.536 13.878.150 209.682.786
UB 45.897.778 202.317.470 59.252.877
7. Pengangkutan UMKM 224.436.884 274.393.393 282.355.256
UB 199.956.484 239.813.789 243.330.259
8. Keuangan UMKM 125.658.367 155.248.420 158.388.009
UB 143.662.008 183.394.173 190.950.013
9. Jasa - Jasa UMKM 134.137.436 146.703.481 150.359.365
UB 81.227.818 121.325.445 124.128.063
Jumlah UKM 781.356.953 927.117.456 992.205.203
Jumlah UB 807.145.880 996.319.743 990.516.043
Jumlah 1.588.502.833 1.923.437.199 1.982.721.246
20 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
2.5. Permasalahan dalam Pembiayaan UMKM
Selain berbagai peluang pembiayaan seperti dijelaskan diatas, pada
kenyataannya perkembangan LKM masih dihadapkan pada berbagai kendala
baik hambatan internal LKM maupun kondisi eksternal LKM yang kurang
kondusif. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh LKM adalah aspek kelembagaan,
yang antara lain mengakibatkan bentuk LKM beraneka ragam. BRI dan BPR
sebagai bagian dari lembaga pembiayaan secara kelembagaan lebih jelas
karena mengacu pada ketentuan perbankan dengan pembinaan dari bank
Indonesia, sehingga lembaga pembiayaan UKMK jenis ini lebih terarah bahkan
terjamin kepercayaannya karena merupakan bagian dari kerangka Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) dan berhak mendapat fasiliotas dari Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS)
Sedangkan pada lembaga pembiayaan yang berbentuk koperasi simpan
pinjam atau unit simpan pinjam, segala ketentuan operasional dan arah
pengembangannya mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Bahkan, bagi lembaga lainnya yang
berbentuk Bank Kredit Desa, LDKP, credit union maupun lembaga non
pemerintah lainnya tidak jelas kelembagaan dan pembinaannya. Padahal, fungsi
lembaga pembiayaan UMKM tidak berbeda dengan lembaga perbankan formal
dalam hal sebagai lembaga intermediasi keuangan, yang didalamnya juga
mengemban kepercayaan dari nasabah atau anggota yang menempatkan
dananya. Kondisi kelembagaan yang beragam dan tidak jelas tersebut, akan
dapat mempersulit pengembangan lembaga pembiayaan UMKM di masa
mendatang. Padahal secara fakta lembaga ini mempunyai peranan yang
signifikan dalam mendukung perkembangan UKM. Kondisi infrastruktur dan
kelembagaan lembaga pembiayaan UMKM secara ringkas terlihat dalam Tabel
dibawah ini
21 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Tabel 2.10 Kondisi Infrastruktur dan Kelembagaan Lembaga Pembiayaan
UMKM
Kondisi Infrastruktur
dan Kelembagaan
Lembaga Pembiayaan
UMKM
Bank Koperasi
Lembaga
Pembiayaan
UMKM Lainnya
Regulasi UU tentang
Perbankan
UU tentang
Koperasi Tidak ada
Regulator Bank Indonesia Menteri Koperasi
& UKM Tidak ada
Pembinaan Bank Indonesia Menteri Koperasi
& UKM Tidak ada
Penjaminan Pemerintah Tidak ada Tidak ada
Likuiditas Bank Indonesia Tidak ada Tidak ada
Rating
Bank Indonesia –
Tingkat
Kesehatan
Menteri Koperasi
& UKM Tidak ada
Asosiasi Perbarindo –
Asbisindo
Induk Koperasi –
Pusat Koperasi
PINBUK/Credit
Union
Sumber : Didin Wahyudin, Key Succes Factors In MicroFinancing, paper pada Diskusi Panel Microfinance Revolution: “Future Perspective for Indonesian Market”, Jakarta, 7 Desember 2004
Selain masalah eksternal di atas, LKM juga dihadapkan masalah internal
yang menyangkut aspek operasional dan pemberdayaan usaha. Masalah
pertama menyangkut kemampuan LKM dalam menghimpun dana, sebagian
besar LKM masih terbatas kemampuannya karena masih bergantung sedikit
banyaknya anggota atau besaran modal sendiri. Kemampuan SDM LKM dalam
mengelola usaha sebagian besar masih terbatas, sehingga dalam jangka
panjang akan mempengaruhi perkembangan usaha LKM bahkan dapat
menghambat. Ringkasan permasalahan LKM disajikan pada tabel 2.11 di bawah
ini.
22 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Tabel 2.11 Potensi dan Permasalahan yang Dihadapi Lembaga Pembiayaan
UMKM
Potensi dan
Permasalahan yang
Dihadapi Lembaga
Keuangan Mikro
Aspek
Bank Koperasi
Lembaga
Pembiayaan
Lainnya
Kemampuan
menghimpun dana
Mengandalkan
tingkat suku bunga
> rata-rata bank
umum
Mengandalkan
jumlah anggota
Mengandalkan
modal sendiri dan
anggota
Kemampuan
menyalurkan dana
Rasio Loan to
Deposit (LDR),
namun kualitasnya
perlu diperhatikan
Terbatas karena
kemampuan SDM
dan pengalaman
usaha
Terbatas karena
kemampuan SDM
dan pengalaman
usaha
Kemampuan
manajemen
operasional
Tergantung pada
beberapa SDM
kunci
Tergantung pada
pengurus
Tergantung pada
pengurus
Kemampuan
menghasilkan laba
Relatif lebih baik
dibandingkan bank
umum (ROE dan
ROA)
Tergantung dari
kemampuan dan
komitmen anggota
Tergantung dari
kemampuan dan
komitmen anggota
Kemampuan jaringan
dan akses pasar
Fokus pada usaha
perdagangan Masih terbatas Masih terbatas
Kemampuan
perencanaan dan
pelaporan
Masih beragam,
khususnya BPR
yang mempunyai
modal terbatas
dan yang
beroperasi di luar
Jawa dan Bali
Masih kurang Masih kurang
Sumber : Didin Wahyudin, Key Succes Factors In MicroFinancing, paper pada Diskusi Panel Microfinance Revolution: “Future Perspective for Indonesian Market”, Jakarta, 7 Desember 2004
23 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
2.6. Kebijakan Pembiayaan UMKM
Untuk mendorong perkembangan UMKM supaya bisa tumbuh dan
berkembang dan menjadi pendorong utama perekonomian Indonesia,
pemerintah Indonesia sudah banyak mengambil kebijakan baik melalui sektor
perbankan ataupun melalui instansi terkait. Selain berbagai peluang diatas,
perkembangan LKM masih dihadapkan pada berbagai kendala baik hambatan
internal LKM maupun kondisi eksternal LKM yang kurang kondusif. Kondisi
eksternal yang dihadapi oleh LKM adalah aspek kelembagaan, yang antara lain
mengakibatkan bentuk LKM beraneka ragam. BRI dan BPR sebagai bagian dari
lembaga pembiayaan secara kelembagaan lebih jelas karena mengacu pada
ketentuan perbankan dengan pembinaan dari bank Indonesia, sehingga lembaga
pembiayaan UKMK jenis ini lebih terarah bahkan terjamin kepercayaannya
karena merupakan bagian dari kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
dan berhak mendapat fasiliotas dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Sedangkan pada lembaga pembiayaan yang berbentuk koperasi simpan
pinjam atau unit simpan pinjam, segala ketentuan operasional dan arah
pengembangannya mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Bahkan, bagi lembaga lainnya yang
berbentuk Bank Kredit Desa, LDKP, credit union maupun lembaga non
pemerintah lainnya tidak jelas kelembagaan dan pembinaannya. Padahal, fungsi
lembaga pembiayaan UMKM tidak berbeda dengan lembaga perbankan formal
dalam hal sebagai lembaga intermediasi keuangan, yang didalamnya juga
mengemban kepercayaan dari nasabah atau anggota yang menempatkan
dananya. Kondisi kelembagaan yang beragam dan tidak jelas tersebut, akan
dapat mempersulit pengembangan lembaga pembiayaan UMKM di masa
mendatang. Padahal secara fakta lembaga ini mempunyai peranan yang
signifikan dalam mendukung perkembangan UKM.
24 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Modal merupakan salah satu kunci penting dalam melakukan kegiatan
bisnis, tanpa adanya modal yang cukup, maka bisnis tidak dapat berjalan dengan
baik. Bahkan terkadang kecukupan modal merupakan syarat mutlak bagi sebuah
bisnis – baik bisnis besar maupun kecil – agar dapat memperoleh hasil seperti
yang diinginkan. Demikian halnya dengan usaha kecil, menengah dan mikro
(UMKM), untuk dapat membangun, menjalankan dan mengembangkan
usahanya, UMKM memerlukan modal tertentu. Masalah permodalan memang
merupakan masalah klasik bagi UMKM, tetapi masalah ini kerapkali muncul
bahkan menjadi salah satu penyebab kegagalan usaha yang dilakukan.
Untuk mencukupi modal yang dibutuhkan, pemerintah melalui program
kerjanya berupaya membantu dengan menetapkan berbagai kebijakan yang
berpihak pada UMKM. Kebijakan tersebut dibuat dengan tujuan memberi
kesempatan kepada UMKM untuk dapat bertahan dan mengembangkan
usahanya. Pemberian modal melalui pemerintah diberikan dalam bentuk
pinjaman lunak (soft loan) bagi UMKM. Pemerintah bekerja sama dengan seluruh
instansi keuangan seperti lembaga keuangan bank, lembaga keuangan non
bank, perusahaan BUMN, lembaga swadaya masyarakat dan koperasi,
membuka kesempatan bagi UMKM untuk meminjam dengan bunga yang rendah.
Wujud dari keseriusan pemerintah menangani permasalahan ini adalah dengan
mewajibkan setiap bank umum untuk memberikan kredit modal kerja pada
UMKM minimal sebesar 20% dari total pembiayaan bank tersebut. Program ini
akan dijalan secara bertahap hingga tahun 2018. Demikian halnya dengan
perusahaan BUMN yang wajib menganggarkan program pembinaan lingkungan
minimal 2% dari laba bersih.
Program untuk membantu UMKM dalam hal permodalan tidak hanya
dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh lembaga swadaya masyarakat seperti
koperasi simpan pinjam, LSM microfinance, dan sebagainya. Banyaknya
lembaga yang memberikan pembiayaan kepada UMKM seharusnya dapat
menyelesaikan atau meminimalisir permasalahan UMKM seputar permodalan
atau pembiayaan. Tetapi, pembiayaan yang diperoleh dari lembaga pembiayan
tersebut, belum tentu dapat dipergunakan secara optimal oleh UMKM untuk
25 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
menjalankan dan mengembangkan usahanya. Untuk itu tetap diperlukan peranan
lembaga pembiayaan selain sebagai sarana penyedia dana, juga sebagai
fasilitator usaha misalnya dalam bidang manajemen, pasar dan pemasaran serta
keuangan. Peranan sebagai sarana penyedia dana, akan lebih mudah dijalankan
bila dibandingkan dengan peran sebagai fasilitator bagi UMKM. Untuk itu
kegiatan ini akan melihat bagaimana peran lembaga pembiayaan dalam
mengembangkan UMKM.
3.2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan merupakan seperangkat asumsi, keyakinan, modal dan teknik
yang terintegrasi dalam rangka pengumpulan dan analisis data. Pendekatan
penelitian merupakan cara peneliti melihat dan mempelajari suatu gejala atau
realitas yang didasarkan pada asumsi dasar dari ilmu sosial (Neuman, 2000).
Kegiatan analisis ini menggunakan pendekatan metode gabungan (mixed
method). Mixed method merupakan metode yang menggabungkan pendekatan
kuantitatif dan kualitatif di dalam penelitian. Penggunaan pendekatan ini untuk
melihat peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UKM secara
keseluruhan, yang tidak mungkin didapat jika hanya menggunakan pendekatan
kuantitatif murni atau pendekatan kualitatif murni. Mixed method dapat
mengurangi bias yang terdapat pada satu pendekatan dengan menggunakan
pendekatan lainnya (Cresswell, 2003:15). Hasil yang didapat dengan
menggunakan satu pendekatan dapat membantu untuk mengembangkan atau
memberikan informasi tambahan pada pendekatan lainnya, dengan demikian
diharapkan hasil yang didapatkan mendekati kondisi yang sebenarnya.
Prosedur yang digunakan dalam pendekatan ini adalah concurrent
procedures (prosedur bersamaan). Peneliti menggabungkan data kualitatif dan
kuantitatif untuk mendapatkan analisis secara komprehensif. Dalam hal ini
peneliti melakukan pengumpulan data secara bersamaan dan menyatukan
informasi yang didapat dalam suatu intepretasi secara holistik (Cresswell,
2003:16). Penelitian kuantitatif untuk menjelaskan peran lembaga pembiayaan
dalam pengembangan usaha yang dimilikinya berdasarkan sudut pandang
UMKM. Sehingga diharapkan bagaimana peran lembaga pembiayaan saat ini
dan peran lembaga pembiayaan yang diharapkan oleh UMKM.
Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi peran lembaga
pembiayaan dalam pengembangan UMKM dari sudut pandang pemerintah
daerah, lembaga pembiayaan dan pengelola tempat perdagangan di daerah.
26 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Kedua pendekatan ini diharapkan dapat memberikan informasi secara
komprehensif mengenai peran lembaga pembiayaan yang diharapkan dapat
mengoptimalkan peran itu sendiri.
3.3. Jenis Penelitian
Neuman (2000) mengatakan jenis penelitian dapat dilihat dari tiga aspek
yaitu aspek tujuan, manfaat, dimensi waktu. Jika dilihat dari aspek tujuan,
penelitian ini dapat dikategorikan dalam penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
menyajikan gambaran yang detil dari suatu situasi, fenomena sosial atau
hubungan. Hasil yang diharapkan dalam penelitian deskriptif adalah gambaran
yang detil dari unit analisis.
Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai peran
lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM. Selain itu, penelitian ini
akan menguraikan permasalahan yang timbul baik dari UMKM, lembaga
pembiayaan dan pemerintah (dinas dan pengelola tempat perdagangan) terkait
dengan optimalisasi peran lembaga pembiayaan.
Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian terapan
karena mencoba menyelesaikan masalah tertentu secara spesifik. Penelitian
terapan bertujuan untuk dapat memecahkan masalah dan menghasilkan
rekomendasi bagi masalah-masalah tertentu (Neuman, 2000).
Berdasarkan dimensi waktu, penelitian yang dilakukan merupakan cross
sectional research, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu waktu tertentu dan
hanya mengambil satu bagian dari fenomena (gejala) sosial pada satu waktu
tertentu (Neuman, 2000). Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2013 yang
mengambil lokasi di Bandung dan Yogyakarta. Peneliti tidak melakukan
penelitian lain di waktu yang berbeda di tempat yang berbeda untuk
diperbandingkan.
3.4. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data dibedakan menjadi dua yaitu berdasarkan sumber dan sifat.
Berdasarkan sumber, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder dan data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
sumbernya. Sumber data primer adalah:
a. UMKM di bidang perdagangan
27 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
b. Pemerintah Daerah yang meliputi:
1) Dinas Perindagkop & UMKM Provinsi dan Kota
2) Pengelola Pasar
c. Lembaga Pembiayaan
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung
dan data telah diolah dari berbagai sumber (Sekaran, 2000). Sumber data
sekunder adalah:
a. Jurnal dan laporan penelitian
b. Peraturan perundang-undangan
c. Kota Dalam Angka 2011
d. Laporan Kredit UMKM BI 2012 – triwulan I 2013,
e. Laporan kegiatan PKBL Kementerian BUMN, dan lain-lain.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai peran lembaga
pembiayaan dalam pengembangan UMKM, pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan dua cara, yaitu:
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang
dibutuhkan dalam penelitian ini. Pengumpulan data sekunder ini
dilakukan melalui buku-buku, jurnal, terbitan berkala, situs internet,
peraturan perundang-undangan dan lainya. Peneliti akan melakukan reviu
terhadap data sekunder yang diperoleh kemudian diolah sehingga
memberikan informasi yang menyeluruh terkait peran yang seharusnya
dilakukan, belum dilakukan, telah dilakukan dan akan dilakukan oleh
lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM.
b. Studi Lapangan
Studi lapangan digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan
cara:
1) Survei
Survei dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan
informasi dari para UMKM yang telah mendapatkan bantuan
pembiayaan dari lembaga pembiayaan. Survei ini dilakukan
dengan menyebarkan kuesioner kepada para UMKM di lokasi
penelitian. Kuesioner yang diberikan merupakan kuesioner tipe
28 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
self-administered questionnaires. Tipe kuesioner ini meminta
responden untuk menjawab sendiri kuesioner yang diberikan oleh
peneliti. Kuesioner terdiri dari empat bagian yang terdiri empat
bagian. Pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner merupakan
urutan pertanyaan yang berasal dari operasionalisasi konsep.
Pertanyaan yang diberikan adalah pertanyaan tertutup (close-
ended question) dan pertanyaan terbuka (open-ended question).
2) Wawancara Mendalam
Pengumpulan data primer juga dilakukan dengan menggunakan
wawancara mendalam. Teknik ini digunakan untuk
mengeksplorasi informasi yang terkait dengan peran lembaga
pembiayaan dalam pengembangan UMKM. Wawancara
mendalam dilakukan pada pemangku kepentingan dari instansi
terkait. Informan yang akan diwawancara adalah :
a) UMKM di bidang perdagangan yang telah menerima
bantuan pembiayaan
b) Pemerintah Daerah (Dinas dan Unit yang terkait dengan
bidang perdagangan)
c) Lembaga pembiayaan
3.6. Populasi dan Sampel
Unit analisis dari penelitian ini adalah UMKM dan Lembaga pembiayaan
yang berada di lokasi penelitian. Populasi merupakan keseluruhan kelompok
orang, peristiwa atau hal-hal menarik yang ingin diteliti dan dibuat kesimpulan
oleh peneliti (Sekaran, 2011). Populasi penelitian ini adalah UMKM dan lembaga
pembiayaan di lokasi penelitian. Dengan memperhitungkan keterbatasan yang
dimiliki dalam penelitian ini terkait dengan waktu, pendanaan dan tenaga, maka
dianggap perlu untuk mengambil sampel yang merupakan representasi dari
populasi. Sampel adalah sebagian subset dari populasi. Sampel terdiri atas
sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Dengan mempelajari sampel,
peneliti dapat menarik kesimpulan yang akan digeneralisasikan untuk populasi
yang diminati (Sekaran, 2011). Untuk unit analisis UMKM, Penelitian ini akan
mengambil 30 UMKM dari setiap lokasi penelitian yang terdiri dari 30% dari
jumlah sampel adalah pedagang grosir dan 70% dari jumlah sampel adalah
pedagang ritel.
29 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Oleh karena tidak adanya kerangka sampel dalam penelitian ini, maka
pemilihan responden UMKM menggunakan convenience sampling (Cooper,
2011). Teknik ini merupakan teknik yang paling mudah dan murah digunakan
oleh para peneliti untuk melakukan penelitian. Peneliti bebas menentukan
responden yang akan diminta untuk mengisi kuesioner.
Untuk unit analisis lembaga pembiayaan, penelitian akan mengambil
sampel 1 lembaga dari setiap jenis lembaga pembiayaan yang terdapat di lokasi
penelitian. Pengambilan 1 sampel ini dianggap merepresentasikan populasi
lembaga pembiayaan yang terdapat pada lokasi penelitian.
3.7. Teknik Analisis Data
Data primer dan sekunder yang sudah terkumpul, secara simultan akan
dianalisis sebagai berikut:
a. Salah satu instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Analisis data kuesioner dilakukan dengan:
1) Analisis statistik deskriptif
Analisis ini dilakukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan data
yang telah terkumpul. Analisis data awal dilakukan dengan
menggolongkan, mengurutkan dan menyederhanakan data sehingga
muda dibaca dan diinterpretasikan. Bentuk intepretasi tersebut
biasanya dapat berupa tabel frekuensi, grafik dan teks. Dalam
penelitian ini, analisis statistik deskriptif akan memberikan uraian
mengenai identitas responden dan bagaimana penilaian responden
terhadap peran lembaga pembiayaan sebagai sarana penyedia dana
dan fasilitator. Hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) rangkuman statistik yang
menunjukkan identitas atau karakteristik responden dan (2)
rangkuman yang menunjukkan ukuran pemusatan yang merupakan
penilaian responden terhadap pertanyaan yang diajukan.
2) Uji validitas dan realibilitas
Data primer yang diperoleh melalui kuesioner perlu dilakukan
pengujian (pre-test), karena seringkali data tersebut tidak sesuai
dengan yang diinginkan. Dari pengujian data ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas data yang hendak diolah dan dianalisis.
Pengujian yang dilakukan adalah uji validitas dan uji reliabilitas.
Melalui hasil pengujian tersebut, dapat diketahui indikator-indikator
30 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
mana saja yang tidak signifikan, dan kemudian akan dihilangkan dari
pertanyaan dalam kuesioner. Uji validitas pada penelitian ini
menggunakan uji korelasi pearson dengan menggunakan nilai r min
0,500.
Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi suatu indikator, sedangkan
validitas berkaitan dengan ketepatan penggunaan indikator untuk
menjelaskan arti variabel yang sedang diteliti. Suatu perangkat ukur
dapat konsisten, namun tidak tepat. Tatapi, agar sebuah perangkat
ukur dapat dianggap tepat, ia selalu harus konsisten. Kaitan antara
validitas dan reliabilitas adalah: (1) perangkat ukur yang reliabel
belum tentu valid, (2) perangkat ukur yang valid sudah tentu reliabel,
dan (3) perangkat ukur yang tidak reliabel sudah tentu tidak valid
(Neuman, 2000). Uji realibilitas dalam penelitian ini menggunakan
pengukuran alpha cronbach dengan nilai minimum sebesar 0,600.
b. Sedangkan untuk wawancara mendalam, akan dilakukan analisis data
sebagai berikut:
1) Analisis transkrip wawancara dan catatan lapangan yang kemudian
dikategorisasikan dalam rangka penyederhanaan informasi yang
didapat. Kemudian dilakukan penyimpulan sementara yang akan
digabungkan dengan informasi lainnya. Analisis ini digunakan
sebagai informasi tambahan yang melengkapi informasi yang
diperoleh dari kuesioner.
2) Untuk menguji validitas dari data yang didapatkan, digunakan teknik
triangulasi. Teknik triangulasi dilakukan untuk memeriksa keabsahan
data dengan melakukan pemeriksaan kembali antara satu sumber
dengan sumber lainnya.
c. Reviu kebijakan dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif yaitu
analisis uang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang
diperoleh dan disusun sistematis kemudian ditarik kesimpulan. Penarikan
kesimpulan dilakukan dengan menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu
cara berpikir yang mendasarkan pada hal-hal yang bersifat umum
kemudian ditarik kesimpulan secara khusus.
31 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
d. Hasil dari analisis kuesioner, wawancara mendalam dan reviu kebijakan
kemudian diintegrasikan menjadi suatu informasi yang komprehensif yang
menggambarkan peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan
UMKM. Berdasarkan hasil ini kemudian disusun rekomendasi yang
bertujuam untuk mengoptimalkan peran lembaga pembiayaan yang ada.
3.8. Operasionalisasi Konsep
Konsep dalam penelitian ini adalah peran lembaga pembiayaan dalam
pengembangan UMKM. Konsep ini kemudian diturunkan menjadi empat variabel
yang akan diukur dan diobservasi dalam penelitian ini yaitu sarana penyedia
dana, fasilitator manajemen, fasilitator pasar dan pemasaran dan fasilitator
keuangan. Operasionalisasi dari konsep dapat dilihat pada tabel 3.1. berikut.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Konsep
Variabel Pengertian No Indikator Skala
Sarana
Penyediaan
Dana
Sarana
penyediaan dana
adalah sumber-
sumber yang
dapat diakses
oleh UMKM untuk
mendapatkan
pembiayaan bagi
pengembangan
usahanya
1 Jumlah Modal Yang Dibutuhkan Nominal
2 Sumber Modal Nominal
3 Sumber-sumber Pembiayaan Nominal
4 Faktor yang mempengaruhi
pemilihan sumber pembiayaan Nominal
5 Agunan Nominal
6 Jangka Waktu Pinjaman Nominal
7 Suku bunga Pinjaman Nominal
8 Penggunaan Pinjaman Nominal
9 Pembayaran Pinjaman Nominal
10 Kesulitan dalam Pengembalian
Pinjaman Ordinal
11 Akses informasi Ordinal
Fasilitator Fasilitator
Manajemen 1 Pengurusan Izin Usaha Interval
32 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Variabel Pengertian No Indikator Skala
Manajemen adalah Lembaga
pembiayaan
mendampingi dan
membantu UKM
dalam hal
manajemen
2 Pengurusan Kredit/Pinjaman Interval
3 Pelatihan pengelolaan SDM Interval
4 Pelatihan penggunaan IT Interval
5 Manajemen Usaha lebih bagus Inteval
6 Pembuatan Rencana Bisnis Interval
Fasilitator
Pasar dan
Pemasaran
Fasilitator Pasar
dan Pemasaran
adalah Lembaga
pembiayaan
mendampingi dan
membantu
UMKM
memperluas
pasar dan
pemasaran
Produknya
1 Pencarian Pelanggan Interval
2 Penyertaan dalam pameran Interval
3 Promosi pada pihak lain Interval
4 Penyediaan tempat usaha Interval
5 Pendampingan Inovasi Produk Interval
Fasilitator
Keuangan
Fasilitator
Keuangan adalah
Lembaga
pembiayaan
membantu
UMKM dalam
mengelola
keuangan lebih
efektif
1 Pembuatan Pembukuan Interval
2 Pembuatan Laporan Keuangan Interval
3 Pelatihan Perpajakan Interval
4 Pendampingan pengelolaan Dana
pinjaman Interval
33 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
BAB IV
ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM
PENGEMBANGAN UMKM
4.1. Program Pengembangan UMKM Melalui Lembaga Pembiayaan
4.1.1. Kebijakan Pemerintah Terkait Dengan Pengembangan UMKM Melalui
Lembaga Pembiayaan
Pemerintah baik pusat maupun daerah berupaya selalu memberikan
dukungan kepada UMKM untuk mewujudkan UMKM yang mandiri dan tangguh.
Pemerintah mengharapkan UMKM yang mandiri dan tangguh dapat berkembang
dan mendorong perekonomian regional dan nasional. Dukungan terhadap UMKM
ini tidak hanya dilakukan oleh satu atau dua lembaga Kementerian saja,
melainkan berbagai lembaga, seperti Kementerian Koperasi dan UKM,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Bappenas. Tidak
terbatas hanya pada lembaga kementerian, dukungan kepada UMKM juga
diberikan oleh lembaga non kementerian seperti Bank Indonesia, BUMN dan
lembaga keuangan non bank. Berbagai wujud dukungan diberikan kepada
UMKM seperti pembinaan, pendampingan dan pemberian pembiayaan.
Terkait dengan dukungan pembiayaan, pemerintah selalu berusaha
menfasilitasi UMKM untuk mendapatkan akses pembiayaan dari instansi atau
lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Fasilitasi ini meliputi subsidi
bunga kredit perbankan, penjaminan lembaga non bank, modal ventura,
pembiayaan dari penyisihan laba BUMN, hibah dan lainnya.
4.1.2. Kebijakan Pengembangan UMKM Sektor Perdagangan Melalui
Lembaga Pembiayaan Bank
Seperti yang telah dikemukakan di atas, pemerintah bersama dengan
instansi terkait - dalam hal ini perbankan - melakukan koordinasi untuk
memberikan solusi atas permasalahan UMKM di bidang permodalan. Adapun
kebijakan pembiayaan melalui lembaga pembiayaan bank, antara lain:
a. Kredit Usaha Rakyat
Pada tahun 2007, pemerintah menggulirkan program Kredit Usaha
Rakyat (KUR) yang bertujuan untuk mendorong peningkatan akses UMKM dan
koperasi kepada pembiayaan dari perbankan melalui peningkatan kapasitas
34 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
perusahaan penjamin. KUR adalah skema pembiayaan yang diperuntukkan
khusus bagi UMKM dan koperasi yang usahanya layak namun tidak mempunyai
agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan
(www.depkop.go.id , 2013). Melalui KUR ini diharapkan permasalahan agunan
yang menghambar UMKM mendapatkan pinjaman dari perbankan dapat teratasi.
Program KUR merupakan tindaklanjut dari penandatanganan MOU pada
tanggal 9 Oktober 2008 tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM
dan Koperasi antara Pemerintah (Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri
Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan
Perikanan, Menteri Perindustrian, Perusahaan Penjamin - perum Sarana
Pengembangan Usaha dan PT. Asuransi Kredit Indonesia) dan Perbankan (Bank
BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Bukopin, dan Bank Syariah
Mandiri). KUR ini didukung oleh Kementerian Negara BUMN, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian serta Bank Indonesia (www.depkop.go.id,
2013). Kementerian tersebut di atas sekaligus menjadi instansi pembina, bank
pelaksana dan perusahaan penjamin program KUR. Pada perkembangannya,
bank pelaksana KUR ditambah 13 BPD yaitu Bank DKI, Bank Nagari, Bank
Jabar Banten, Bank Jateng, BPD DIY, Bank Jatim, Bank NTB, Bank Kalbar, BPD
Kalsel, Bank Kalteng, Bank Sulut, Bank Maluku dan Bank Papua.
KUR memiliki skema kredit dengan maksimal Rp. 500 juta per debitur
dengan bunga maksimal 16% per tahun (efektif). Peran pemerintah dalam KUR
adalah sebagai penyedia dana subsidi bunga kredit perbankan, sedangkan dana
penyaluran pembiayaan 100% dari bank pelaksana. Untuk risiko kredit macet
yang akan dihadapi oleh perbankan, terjadi pembagian risiko antara bank
pelaksana dengan perusahaan penjaminan. Perusahaan penjaminan
menanggung 70% dan bank pelaksana 30%. Meskipun terdapat perusahaan
penjaminan, UMKM dan koperasi tidak dikenakan imbal jasa penjaminan (IJP).
KUR diberikan kepada UMKM atau Koperasi yang tidak sedang
menerima pembiayaan dari Perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima
Kredit Program dari Pemerintah, pada saat permohonan Kredit/Pembiayaan
diajukan, yang dibuktikan dengan hasil sistem informasi debitur dikecualikan
untuk jenis KPR, KKB, Kartu Kredit dan Kredit Konsumtif lainnya ( www.bi.go.id ).
Program KUR terbagi dua yaitu KUR mikro dan KUR ritel. KUR Mikro pada
awalnya memiliki plafon maksimal Rp. 5 juta dengan bunga 22% per tahun
(efektif), sejak Oktober 2013 KUR mikro memiliki plafon maksimal 20 juta dengan
bunga yang sama dengan sebelumnya. Sedangkan KUR Retail memiliki plafon
35 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
maksimal Rp. 500 juta dengan suku bunga 14% per tahun (efektif). Program ini
memiliki target realisasi penyaluran dana Rp. 20 trilyun per tahun.
Program ini memiliki permasalahan baik dari sisi UMKM maupun dari sisi
perbankan. Permasalahan tersebut antara lain (www.bi.go.id, 2013) : 1. Bagi
UMKM: Sosialisasi kepada masyarakat masih kurang, suku bunga KUR masih
dirasakan cukup tinggi; 2. Bagi Perbankan: keterlambatan pembayaran klaim dari
lembaga penjamin, kesulitan mencari debitur yang sesuai dengan kriteria dan
persyaratan dan terdapat dispute terhadap beberapa ketentuan KUR.
b. Kebijakan Bank Indonesia
Seperti yang telah dikemukakan pada bab II, bahwa pemberlakukan UU
No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan
UU Nomor 3 Tahun 2004 menjadikan peranan Bank Indonesia dalam
pengambangan UMKM menjadi tidak langsung. Pendekatan pengembangan
UMKM yang dilakukan oleh Bank Indonesia tidak lagi menggunakan pendekatan
memberikan subsidi kredit dan bunga murah, melainkan lebih menitikberatkan
pada kegiatan pelatihan kepada petugas bank, penelitian dan penyediaan
informasi. Untuk itu kebijakan Bank Indonesia lebih difokuskan pada penguatan
lembaga pendamping UMKM melalui capacity building dalam bentuk pelatihan
dan kegiatan penelitian yang menunjang pemberian kredit kepada UMKM.
Selain itu, berbagai kebijakan dikeluarkan oleh Bank Indoesia untuk
mendorong pemberian kredit bagi UMKM. Kebijakan tersebut antara lain:
a. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/2/PBI/2001 tentang pemberian
Kredit Usaha Kecil.
Kebijakan ini menganjurkan bank menyalurkan sebagian kreditnya
kepada usaha kecil
b. PBI No. 6/25/PBI/2004 sebagaimana telah diubah oleh PBI No.
12/21/PBI/2010 perihal rencana bisnis bank umum dalam penyaluran
kredit UMKM
Setiap bank umum baik konvensional maupun syariah wajib mencantukan
realisasi kredit usaha mikro, kecil dan menengah dalam rencana
bisnisnya. Hal ini untuk mengetahui komitmen bank dalam merealisasikan
kredit untuk UMKM.
c. PBI No. 14/22/PBI/2012 tentang pemberian kredit atau pembiayaan oleh
bank umum dan bantuan teknis dalam rangka pengembangan usaha
mikro, kecil dan menengah
36 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Kebijakan ini mewajibkan Bank Umum untuk memberikan Kredit atau
pembiayaan kepada UMKM. Jumlah pembiayaan ditetapkan paling
rendah 20% dari total kredit yang disalurkan oleh bank tersebut yang
dilakukan secara bertahap dari tahun 2013 hingga 2018. Pemberiaan
kredit tersebut dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Apabila target ini tidak terpenuhi pada akhir tahun, maka bank umum
wajib menyelenggarakan pelatihan kepada UMKM yang tidak sedang
dan/atau belum pernah mendapatkan pembiayaan UMKM dengan jumlah
paling besar Rp. 10 milyar atau berdasarkan persentase tertentu dari
selisih antara rasio pembiayaan UMKM yang wajib dipenuhi. Untuk
memperlancar akses pemberian kredit kepada UMKM, Bank Indonesia
dapat memberikan bantuan teknis berupa penelitian, pelatihan,
penyediaan informasi dan fasilitasi
4.2. Perkembangan Pembiayaan UMKM
4.2.1. Lembaga Pembiayaan Bank
a. Profile Pembiayaan UMKM di Indonesia
Berdasarkan Laporan Perkembangan Kredit UMKM Bank Indonesia
Triwulan I tahun 2013, pada triwulan I 2103 net ekspansi kredit UMKM
mencapai Rp. 3,4 triliun atau 2,35% dari Rencana Bisnis Bank (RBB)
yang sebesar Rp 145 triliun. Realisasi RBB kredit UMKM tersebut lebih
rendah bila dibandingkan dengan realisasi total kredit perbankan yang
telah mencapai 63,8 triliun. Untuk baki debet kredit UMKM mencapai
Rp. 555,6 triliun, tumbuh 15,5% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih
tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 15,1% (yoy).
Pertumbuhan kredit UMKM terutama terjadi di sektor jasa perorangan
yang melayani rumah tangga dan pertanian, perburuan dan kehutanan
masing-masing sebesar 43,4% (yoy) dan 43,1% (yoy).
Menurut klasifikasi usaha, sebagian besar kredit UMKM disalurkan
pada kredit usaha menengah yaitu 49,2% dan selebihnya kepada
kredit usaha kecil 23,9% dan kredit usaha mikro sebesar 20,9%
Gambar 4.1
37 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Kredit UMKM Berdasarkan Klasifikasi Usaha
Sumber : BI (2013)
Menurut jenis penggunaan, kredit UMKM terutama
disalurkan untuk membiayai kredit modal kerja sebesar 77,4%
sedangkan untuk kredit investasi tercatat 22,6%
Gambar 4.2
Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber : BI (2013)
Menurut kelompok bank, kredit UMKM sebagian besar
disalurkan oleh kelompok Bank Persero sebanyak Rp 254,3 triliun
38 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
(45,8%), diikuti kelompok Bank Swata Nasional Devisa Rp 196,7
triliun (35,4%) BPD Rp. 53,1 triliun (7,8%), BPR 26,2 triliun.
Gambar 4.3 Kredit UMKM Menurut Kelompok Bank
Sumber : BI (2013)
Menurut sektor ekonomi, penyaluran kredit kepada usah
mikro, kecil dan menengah masih didominasi oleh sektor
perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, dan sektor
pertanian, perburuan dan kehutanan masing-masing sebesar
49,0%, 10,5% dan 8,5%
Gambar 4.4 Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber : BI (2013)
39 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Menurut lokasi proyek, provinsi DKI Jakarta masih
merupakan provinsi dengan pemberian kredit UMKM terbesar
(16,3%), diikuti Jawa Barat (13,0%) dan Jawa Timur (13,0%)
Gambar 4.5
Kredit UMKM Menurut Lokasi Proyek
Sumber : BI (2013)
b. Profile Pembiayaan UMKM di Jawa Barat
Berdasarkan Data Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah
bulan Oktober tahun 2013 Posisi kredit mikro, kecil dan menengah
yang diberikan bank umum di Jawa barat pada bulan Oktober 2013
adalah sebesar Rp. 75,6 triliun. Menurut klasifikasi usaha, sebagian
besar kredit UMKM disalurkan pada kredit usaha kecil yaitu 48%
dan selebihnya kepada kredit usaha menengah 33% dan kredit
usaha mikro sebesar 19%
40 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Gambar 4.6 Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Klasifikasi Usaha
Sumber : BI (Oktober 2013)
Menurut jenis penggunaan, kredit UMKM terutama
disalurkan untuk membiayai kredit modal kerja sebesar 76%
sedangkan untuk kredit investasi tercatat 24%.
Gambar 4.7 Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber : BI (2013)
Menurut kelompok bank, kredit UMKM sebagian besar
disalurkan oleh kelompok Bank Pemerintah dan BPD sebanyak Rp
41,6 triliun (55%), diikuti kelompok Bank Swata Nasional Rp 32,8
triliun (45%), Bank Asing dan Bank Campuran Rp 1,1 triliun (2%)
41 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Gambar 4.8 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Kelompok Bank
Sumber : BI (2013)
Menurut sektor ekonomi, penyaluran kredit kepada usaha
mikro, kecil dan menengah masih didominasi oleh sektor
perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, dan sektor
jasa-jasa masing-masing sebesar 56%, 16% dan 8%
Gambar 4.9 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi
Sumber : BI (2013)
42 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Menurut lokasi proyek, Kota Bandung masih merupakan
wilayah dengan pemberian kredit UMKM terbesar (18%), diikuti
Kabupaten Bekasi (12%) dan Kota Bandung (13,0%)
Gambar 4.10 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Lokasi Proyek
Sumber : BI (2013)
c. Profile Pembiayaan UMKM di Yogyakarta
Berdasarkan Data Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah
bulan Oktober tahun 2013 Posisi kredit mikro, kecil dan menengah
yang diberikan bank umum di Yogyakarta pada bulan Oktober 2013
adalah sebesar Rp. 8,1 triliun. Menurut klasifikasi usaha, sebagian
besar kredit UMKM disalurkan pada kredit usaha menengah yaitu
47% dan selebihnya kepada kredit usaha kecil 33% dan kredit
usaha mikro sebesar 20%
43 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Gambar 4.11 Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Klasifikasi Usaha
Sumber : BI (Oktober 2013)
Menurut jenis penggunaan, kredit UMKM terutama
disalurkan untuk membiayai kredit modal kerja sebesar 68%
sedangkan untuk kredit investasi tercatat 32%
Gambar 4.12 Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber : BI (2013)
Menurut kelompok bank, kredit UMKM sebagian besar
disalurkan oleh kelompok Bank Pemerintah dan BPD sebanyak Rp
5,6 triliun (69,3%), diikuti kelompok Bank Swata Nasional Rp 2,5
44 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
triliun (30,43%), Bank Asing dan Bank Campuran Rp 24,3 miliar
(0,3%)
Gambar 4.13 Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Kelompok Bank
Sumber : BI (2013)
Menurut sektor ekonomi, penyaluran kredit kepada usaha
mikro, kecil dan menengah masih didominasi oleh sektor
perdagangan besar dan eceran, jasa-jasa, dan sektor Keuangan,
Real Estate dan Jasa Perusahaan masing-masing sebesar 63%,
10% dan 8%
Gambar 4.14
Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Sektor Ekonomi
Sumber : BI (2013)
45 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Menurut lokasi proyek, Kota Yogyakarta dan Kabupaten
Sleman merupakan wilayah dengan pemberian kredit UMKM
terbesar masing-masing 32%, diikuti Kabupaten Bantul (19%),
Kabupaten Gunung Kidul 10% dan Kabupaten Kulon Progo 7%.
Gambar 4.15 Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Lokasi Proyek
Sumber : BI (2013)
4.3. Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM di
Provinsi Jawa Barat dan Yogyakarta
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM
dilakukan di 2 (dua) daerah penelitian, yaitu Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa
Barat. Pemilihan daerah didasarkan dengan pertimbangan bahwa lokasi kajian
merupakan daerah yang memiliki jumlah UMKM cukup banyak. Populasi dalam
penelitian ini adalah UMKM pada sektor perdagangan dan lembaga pembiayaan.
Untuk populasi UMKM, penelitian ini mengambil sampel sebanyak 60 responden
yang dibagi rata pada kedua propinsi. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah convinience sampling dengan alasan tidak ada adanya
kerangka sampel dalam penelitian ini.
Teknik pengumpulan data lapangan yang digunakan terbagi menjadi dua
yaitu survei dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam. Survei
digunakan pada populasi UMKM dengan asumsi bahwa jumlah responden yang
46 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
lebih banyak. Sedangkan teknik wawancara mendalam digunakan bagi populasi
lembaga pembiayaan.
Pengumpulan data dilakukan pada minggu pertama Bulan Oktober 2013
selama lima hari dari tanggal 8 Oktober – 13 Oktober 2013. Pengumpulan data
dilakukan di Kota Bandung yang mewakili provinsi Jawa Barat dan Kota
Yogyakarta yang mewakili provinsi Yogyakarta. Bagian selanjutnya pada analisis
ini membahas mengenai peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan
UMKM dari sudut UMKM sebagai pelaku usaha.
4.3.1. Karakteristik Responden UMKM
Setelah melakukan pengumpulan data selama lima hari di Bandung dan
Yogyakarta, maka didapat hasil sebagai berikut. Sebagian besar responden
merupakan UMKM yang memiliki jenis usaha di bidang makanan yaitu sebesar
41,7% dari total responden seluruhnya, 13,3% merupakan pedagang sembako,
10% responden menjual kelontong dan peralatan rumah tangga, dan 8,3%
menjual pakaian jadi, sedangkan sisanya merupakan jenis usaha lainnya. Secara
rinci, jenis usaha yang dilakukan oleh responden dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 4.1
Jenis Usaha Responden
Jenis Usaha Frekuensi Persentase Kumulatif
Persentase
Angkringan 1 1,7 1,7
ATK 1 1,7 3,3
Beras 1 1,7 5,0
Dagang 1 1,7 6,7
Futsal 1 1,7 8,3
Kelontong 3 5,0 13,3
Kue 1 1,7 15,0
Kuliner 6 10,0 25,0
Laundry 2 3,3 28,3
Makanan Beku 1 1,7 30,0
Makanan Kering 2 3,3 33,3
Makanan Ringan 2 3,3 36,7
Masakan Padang 1 1,7 38,3
47 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Jenis Usaha Frekuensi Persentase Kumulatif
Persentase
Minuman 1 1,7 40,0
Pakaian Jadi 5 8,3 48,3
Perakitan Komputer 1 1,7 50,0
Peralatan Rumah
Tangga 3 5,0 55,0
Peternakan 1 1,7 56,7
Plastik 1 1,7 58,3
Plastik & Bahan Kue 1 1,7 60,0
Rental Playstation 1 1,7 61,7
Salon 1 1,7 63,3
Sembako 7 11,7 75,0
Sepatu, Sendal dan
Tas 1 1,7 76,7
Sewa Alat Outdoor 1 1,7 78,3
Telor 2 3,3 81,7
Telor & Ikan Pindang 1 1,7 83,3
Warung Makan 10 16,7 100,0
Total 60 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Banyaknya UMKM yang berjualan makanan dikarenakan jenis usaha ini
adalah usaha yang prospek dan paling cepat menghasilkan keuntungan,
meskipun para pedagang juga harus siap menghadapi kerugian apabila
makanan yang dijual tidak laku. Selain itu pedagang makanan tidak
membutuhkan modal yang besar seperti halnya jenis usaha lainnya misalnya
jenis usaha kelontong.
Sebagian besar responden (55% responden) memiliki omzet di atas 5
juta per bulan. Omzet ini 8,3% dimiliki oleh responden yang memiliki jenis
usaha menjual sembako. Rata-rata omzet yang bisa didapatkan oleh
responden dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
48 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Gambar 4.16 Omzet Responden Per Bulan
Sumber: Data Olahan, 2013
Tidak hanya memiliki omzet yang lebih dari 10 juta rupiah per bulan, 68%
responden sudah berusaha lebih dari 6 tahun dan hanya 7% responden yang
baru memulai usahanya. Meskipun sebagian besar responden sudah
menjalankan usahanya lebih dari 6 tahun, bukan berarti responden memulai
usaha dari awal. Beberapa responden menjelaskan usaha yang dimilikinya
sekarang adalah usaha lanjutan dari orang tuanya. Selain usaha lanjutan,
usaha yang dijalankan dapat juga merupakan pengembangan dari usaha
sebelumnya atau orang tua. Rincian lama usaha responden dapat dilihat pada
gambar di bawah.
Meskipun sudah memiliki usaha lebih dari 6 tahun, hampir 90% lebih
responden tidak memiliki pegawai dalam melakukan usahanya. Sebagian besar
responden memilih untuk menggunakan keluarga dalam menjalankan usaha.
Selain lebih efisien, penggunaan anggota keluarga juga menimbulkan rasa
aman ketika responden meninggalkan usahanya untuk keperluan lain.
Sedangkan 10% responden memiliki karyawan kurang dari 10 orang. Jenis
usaha ini memang tidak memungkinkan responden tidak memiliki karyawan,
seperti penyewaan playstation, penyewaan futsal, penyewaan alat-alat outdoor.
49 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Gambar 4.17 Lama Usaha
Sumber: Data Olahan, 2013
4.3.2. Peran Lembaga Pembiayaan
Pada bagian ini akan dibahas peran lembaga pembiayaan dalam
pengembangan UMKM. Peran lembaga pembuayaan dalam pengembangan
UMKM pada analisis ini terbagi menjadi dua bagian. Peran pertama yaitu
sebagai lembaga pembiayaan sebagai sumber alternatif pembiayaan.
Sedangkan peran kedua yaitu lembaga pembiayaan menampung dan
menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat untuk berperan aktif dalam
pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Peran kedua yang dijalankan oleh
lembaga pembiayaan diterjemahkan menjadi pemberian bantuan teknis kepada
UMKM untuk mengembangkan usahanya. Bantuan teknis yang diberikan dalam
aspek manajemen, pemasaran dan pengelolaan keuangan.
4.3.3. Peran Lembaga Pembiayaan Sebagai Sumber Alternatif Pembiayaan
Dalam menjalankan usahanya, modal merupakan modal awal bahkan
dapat dikatakan sebagai penentu bagi UMKM dalam memilih jenis usaha dan
menjalankan usaha yang sudah dipilihnya. Jumlah modal yang dibutuhkan oleh
50 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
UMKM bervariasi tergantung dari jenis usahanya. Makin besar dan kompleks
usahanya, maka semakin besar modal yang dibutuhkan.
a. Gambaran Umum Pembiayaan UMKM
Bagian ini menggambarkan pembiayaan yang selama ini digunakan oleh
UMKM untuk mencukupi modal yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil penelitian,
sebagian besar UMKM yang menjadi responden membutuhkan dana kurang dari
50 juta. Bahkan, 46% responden membutuhkan modal kurang dari Rp. 10 juta.
Jumlah kebutuhan modal dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.18 Jumlah Modal Yang Dibutuhkan
Sumber: Data Olahan, 2013
Sumber dana untuk memenuhi kebutuhan tersebut bervariasi. Ada
UMKM yang 100% menggunakan modal sendiri. Ada juga yang menggunakan
modal sendiri sebagian dan sebagian lagi menggunakan pinjaman. Terdapat
berbagai sumber pinjaman, antara lain keluarga/kerabat, teman dan lembaga
pembiayaan. Biasanya, pada saat memulai usaha, UMKM menggunakan modal
sendiri dan pinjaman dari orang terdekat (keluarga/kerabat atau teman).
Setelah usahanya mulai berkembang dan akan dikembangkan, UMKM
kemudian akan mencari pinjaman ke lembaga pembiayaan dengan harapan
mendapatkan pinjaman yang lebih besar.
Berdasarkan gambar di bawah, dapat dilihat bahwa UMKM yang
menjadi responden cenderung menggunakan modal sendiri dan pinjaman dari
lembaga pembiayaan. Responden yang menggunakan modal sendiri sebanyak
68% dan menggunakan pinjaman dari lembaga pembiayaan 93%. Modal
51 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
pinjaman merupakan kombinasi dari modal sendiri dan lembaga pembiayaan
atau pinjaman dari keluarga dan lembaga pembiayaan. Pada hasil penelitian
ini, hanya ada satu responden yang 100% menggunakan modal sendiri.
Gambar 4.19
Sumber Dana Usaha
Sumber Dana Usaha; Sumber: Data Olahan, 2013
Jika meminjam dari lembaga pembiayaan, UMKM cenderung
meminjam pada bank umum baik bank umum nasional. Hal ini disebabkan
antara lain karena adanya promosi yang gencar dari lembaga pembiayaan bank
untuk menggulirkan dana yang dimiliki dalam bentuk kredit. Selain itu juga
strategi bank yang mendekati tempat-tempat usaha seperti mall, pasar, sekolah
dan sebagainya. Pada gambar di bawah, dapat dilihat bahwa 79% responden
memilih lembaga pembiayaan bank sebagai sumber alternatif pembiayaannya.
Selain lembaga pembiayaan bank, UMKM (18%) memilih koperasi
sebagai sumber alternatif pembiayaan apabila UMKM tidak dapat memenuhi
persyaratan yang dituntut oleh bank. Untuk mendapatkan pinjaman dari
koperasi, UMKM terlebih dahulu harus menjadi anggota koperasi setempat,
baru UMKM bisa mengajukan pinjaman kepada koperasi. Saat ini, koperasi
telah dikelola lebih profesional sehingga anggotanya dapat menikmati berbagai
fasilitas yang terkait dengan pendanaan dari koperasi.
52 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Gambar 4.20
Lembaga Pembiayaan yang Digunakan
Sumber: Data Olahan, 2013
Sebagaimana dapat dilihat pada gambar di atas, lembaga pembiayaan
non bank juga menjadi alternatif sumber pembiayaan. Responden memilih BMT
sebagai sumber pembiayaan. Sistem syariah yang diterapkan oleh BMT
menjadi daya tarik bagi UMKM untuk mendapatkan sumber pembiayaan dari
lembaga ini dibandingkan dengan sistem konvensional.
Selain itu, lembaga pembiayaan yang resmi, sumber alternatif
pembiayaan UMKM juga berasal dari perseorangan. Sumber pembiayaan
perseorangan biasa disebut juga dengan “bank keliling” yang ada di pasar-
pasar. Sumber pembiayaan ini pernah populer karena kemudahan pencairan
dana yang ditawarkan. Selain itu sumber pembiayaan ini tidak memerlukan
agunan pada saat meminjam.
Pada saat melakukan pemilihan lembaga pembiayaan, terdapat
beberapa hal yang menjadi pertimbangan antara lain akses pinjaman, agunan,
prosedur, suku bunga/sistem bagi hasil, informasi, kepercayaan dan lainnya.
Gambar di bawah menunjukkan alasan pemilihan lembaga pembiayaan
sebagai alternatif sumber pembiayaan.
53 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Gambar 4.21
Alasan Pemilihan Sumber Pembiayaan
Sumber: Data Olahan, 2013
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa kemudahan akses
pinjaman menjadi prioritas UMKM dalam memilih lembaga pembiayaan.
Karakteristik UMKM yang berada pada sektor perdagangan berbeda dari
karakteristik UMKM pada sektor lainnya. Para pedagang memiliki penghasilan
secara harian, sehingga jika pedagang meninggalkan tempat usahanya terlalu
lama atau sering maka akan mengalami kerugian. Oleh sebab itu, bagi UMKM
sektor perdagangan, kemudahan akses pinjaman menjadi hal yang utama.
Alasan kedua adalah suku bunga yang rendah. Meskipun akses
pinjaman mudah tetapi suku bunga tinggi membuat UMKM tidak memilih
lembaga pembiayaan tersebut. Tetapi ada juga UMKM yang tidak terlalu
memikirkan suku bunga yang tinggi karena yakin dapat membayar bunga
tersebut.
Alasan ketiga adalah prosedur yang tidak berbelit-belit. Hampir sama
dengan alasan pertama, bagi para pedagang waktu adalah uang. Prosedur
yang berbelit-belit dan lama menyebabkan UMKM kehilangan kesempatan
dalam mendapatkan keuntungan.
Meskipun hanya 12% yang memilih alasan ini, tetapi kadang kala alasan
ini yang menjadi penghambat UMKM tidak memperoleh pembiayaan dari
lembaga pembiayaan. Alasan keempat adalah agunan. Hampir seluruh
lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya agunan. Apabila UMKM baru
mulai berusaha dan tidak memiliki agunan, maka alasan ini menjadi alasan
54 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
nomor satu bagi UMKM dalam memilih lembaga pembiayaan. Agunan pada
dasarnya menjadi penjamin bagi lembaga pembiayaan sekaligus bagi UMKM
untuk melakukan kegiatan usahanya dengan benar. Adanya agunan membuat
UMKM berusaha agar usahanya tetap hidup sehingga dapat membayar cicilan
berikut bunganya (bila ada) dan pada akhirnya mendapatkan agunannya
kembali.
Jika tidak terdapat agunan, seringkali rasa tanggung jawab dari UMKM
dalam menjalankan usahanya kurang karena tidak memiliki tanggung jawab
materiil. Hal ini menyebabkan banyak terjadi kredit macet karena UMKM tidak
bisa membayar atau bahkan menolak untuk membayar.
Berdasarkan yang diperoleh, sebagian besar (68%) UMKM
mengemukakan bahwa terdapat agunan yang harus diserahkan kepada
lembaga pembiayaan. Responden yang menyerahkan agunan adalah
responden yang meminjam kepada lembaga pembiayaan bank dan non bank.
Sedangkan yang tidak ada agunan, responden yang meminjam kepada
koperasi, LSM, lembaga pembiayaan non bank dan perseorangan.
Gambar 4.22 Agunan
Sumber: Data Olahan, 2013
Bentuk agunan bermacam-macam tergantung dari jumlah pembiayaan
yang diperlukan. Semakin besar jumlah pembiayaannya, maka semakin besar
bentuk agunan yang diberikan. Agunan dapat berupa sertifikat tanah, sertifikat
rumah, sertifikat kios atau STPB (Surat Tanda Pemilikan Bangunan) bila berada
55 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
di pasar, BPKB mobil/motor dan lainnya yang dianggap perlu. Gambar berikut
ini menunjukkan bentuk agunan yang diberikan pada saat meminjam.
Gambar 4.23 Bentuk Agunan Sebagai Jaminan
Sumber: Data Olahan, 2013
Alasan pemilihan yang lainnya adalah informasi yang diberikan oleh
lembaga pembiayaan banyak, adanya hubungan kekerabatan sehingga tercipta
rasa percaya, lembaga pembiayaan dapat dipercaya, sistem pembayaran dapat
dilakukan harian, dapat menerima pensiunan, lembaga pembiayaan
memberikan plafon pinjaman besar.
Lembaga pembiayaan ada yang mengenakan bunga (untuk yang
konvensional) atau sistem bagi hasil (untuk sistem syariah) dalam pemberian
pinjaman, ada juga yang tidak mengenakan bunga atau sistem bagi hasil.
Sebagian besar responden (87%) menyatakan membayar bunga, sebagian lagi
menyatakan membayar bagi hasil. Membayar bunga kepada lembaga
pembiayaan atau berbagi hasil dengan lembaga pembiayaan bukan merupakan
masalah bagi UMKM. Permasalahan terjadi ketika bunga yang dibayarkan
terlalu tinggi atau terlalu besar sehingga memberatkan UMKM.
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat bunga atau sistem bagi hasil yang
dikenakan oleh lembaga pembiayaan 54% responden di atas 15% per tahun
efektif. Tingkat bunga ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan program Kredit
56 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga 8,5% efektif per tahun. Terdapat 23%
responden yang menyatakan bahwa membayar bunga kurang dari 10% per
tahun. Hal ini menunjukkan terdapat variasi tingkat bunga yang ditawarkan dan
diberikan kepada UMKM, tergantung dari lembaga pembiayaan. Tingkat bunga
secara lengkap dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.24 Tingkat Bunga atau Bagi hasil Per tahun
Sumber: Data Olahan, 2013
Meskipun demikian, pengenaan tingkat bunga dan sistem bagi hasil
yang terdapat pada gambar di atas, setengah lebih responden (56%)
menganggap tingkat bunga yang dikenakan ringan dan tidak memberatkan.
Walaupun ada juga responden yang beranggapan bahwa tingkat bunga yang
dikenakan agak memberatkan atau bahkan sangat memberatkan. Hal ini dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.25 Keberatan akan Tingkat Bunga/Bagi Hasil
Sumber : Data Olahan, 2013
57 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Berat atau tidaknya UMKM dalam membayar bunga tergantung dari
kemampuan membayar dari masing-masing UMKM dan bukan dari tingkat
bunga. Hal ini ditunjukkan bahwa responden yang merespon bahwa tingkat
bunga sangat memberatkan adalah responden yang dikenakan tingkat bunga
>5-10% efektif per tahun dan >20-25% per tahun. Tetapi dengan tingkat bunga
yang sama, responden lainnya menyatakan bahwa bunga yang dikenakan agak
memberatkan atau ringan. Hal ini menunjukkan terdapat variasi kemampuan
membayar dari masing-masing UMKM atau juga kemampuan dalam
pengelolaan usaha sehingga mampu membayar pengembalian beserta
bunganya.
Apabila diasumsikan UMKM menggunakan seluruh dana pinjamannya
untuk kepentingan usaha, dan UMKM menjalankan usaha dengan baik, maka
UMKM tidak akan mengalami masalah dalam melakukan pembayaran. Sebab
pada dasarnya, UMKM meminjam dana untuk memulai, menjalankan dan
mengembangkan usahanya. Tetapi pada kenyataannya tidak, sebab ada juga
UMKM yang meminjam dana dari lembaga pembiayaan tidak hanya digunakan
untuk usahanya tetapi juga untuk kebutuhan pribadi.
Tujuan pinjaman UMKM kepada lembaga pembiayaan adalah untuk
memperluas usaha, mengembangkan produk yang sudah dimiliki, mencukupi
biaya produksi, menggaji karyarwan. Hal ini semua berhubungan dengan usaha
yang dilakukan. Selain tujuan yang berhubungan dengan usaha, terdapat juga
tujuan lainnya seperti mencukupi kebutuhan sehari-hari dan lainnya seperti
untuk membayar biaya sekolah, konsumsi lebaran, membeli rumah, membuat
rumah, dan menutup pinjaman.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pinjaman yang diberikan oleh
lembaga pembiayaan untuk usaha, kadang kala sebagian atau bahkan
seluruhnya digunakan untuk kegiatan konsumtif dan bukan produktif. Kondisi ini
yang seringkali menyebabkan UMKM tidak dapat mengembalikan dana yang
dipinjam berikut bunganya (bila ada), seperti yang dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
58 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Gambar 4.26
Tujuan Pinjaman
Sumber: Data Olahan, 2013
Penggunaan dana pinjaman untuk kebutuhan konsumtif kadang kala
digunakan sebagai “insentif” bagi UMKM terhadap dirinya sendiri. Insentif ini
digunakan untuk memotivasi diri sendiri agar menjalankan usahanya lebih
tekun lagi. Tetapi ada juga UMKM yang memang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Tujuan inilah yang sering kali menimbulkan masalah di
kemudian hari.
Untuk mengatasi hal ini, maka diperlukan peranan lembaga
pembiayaan untuk memberikan dampingan kepada UMKM dengan tujuan dana
digunakan untuk kebutuhan produktif dan bukan konsumtif. Pendampingan
kepada UMKM dapat berupa pendampingan formal maupun pendampingan
informal. Pendampingan formal dapat berupa pemanggilan dan pemberian
konsultasi secara berkala pada UMKM. Sedangkan pendampingan informal
dilakukan melalui coaching atau pendekatan dari tenaga collector kepada
UMKM pada saat UMKM melakukan pembayaran.
Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah, sebagian besar
UMKM (78%) melakukan pembayaran pinjaman secara bulanan kepada
lembaga pembiayaan. Tetapi untuk mengurangi adanya kredit macet, saat ini
lembaga pembiayaan memiliki program pick up harian. Program ini biasanya
berada di pasar-pasar yang banyak pedagang dan merupakan market dari
lembaga pembiayaan. Pick up harian sebenarnya merupakan program
tabungan harian dimana lembaga pembiayaan dalam hal ini bank dan koperasi
59 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
meminta para nasabah menabung harian dengan tujuan pada saat akhir bulan,
nasabah tersebut memiliki dana untuk membayar pinjaman.
Gambar 4.27
Pembayaran Pinjaman
Sumber: Data Olahan, 2013
Program ini sangat membantu UMKM di sektor perdagangan. Dengan
adanya program ini, UMKM tidak perlu meninggalkan tempat usahanya hanya
untuk membayar pinjaman sehingga tidak ada waktu yang terbuang. Selain itu
dengan adanya sistem pick up harian, meringankan UMKM dalam melakukan
pembayaran. Seperti yang telah dijelaskan di atas, penghasilan UMKM sektor
perdagangan diperoleh secara harian, dengan adanya pembayaran harian,
maka beban yang ditanggung oleh UMKM menjadi lebih kecil dibandingkan jika
dibayar pada akhir bulan. Keuntungan lainnya adalah dapat terjalin komunikasi
yang baik antara lembaga pembiayaan dengan UMKM, sehingga apabila
UMKM menemukan kendala dalam usaha yang menyebabkan tidak dapat
melakukan pembayaran, dapat diatasi dengan segera.
Dalam melakukan pembayaran, sebagian besar UMKM tidak pernah
mengalami kesulitan membayar. Hal ini salah satunya disebabkan karena
adanya sistem pick up harian. Tetapi ada juga UMKM yang kadang-kadang
mengalami kesulitan pembayaran, yang disebabkan karena pendapatan yang
naik turun serta kondisi yang tidak menentu. Ada juga UMKM yang selalu
60 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
mengalami kesulitan pembayaran, kondisi ini terjadi karena bunga yang
dikenakan terlalu tinggi sekitar 25-30% per tahun dan kredit yang digunakan
juga bukan kredit untuk produktif tetapi KTA (Kredit Tanpa Agunan) sehingga
pembayarannya memberatkan. Gambaran kesulitan pembayaran dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.28 Kesulitan Pembayaran
Sumber: Data Olahan, 2013
Informasi mengenai lembaga pembiayaan lebih banyak diperoleh oleh
UMKM : Pertama dari sales lembaga pembiayaan itu sendiri. Kedua, informasi
diperoleh dari teman/keluarga yang sudah terlebih dahulu memanfaatkan jasa
dari lembaga pembiayaan itu sendiri. Ketiga dari media cetak yang memberikan
informasi adanya fasilitas pinjaman bagi UMKM. Informasi lainnya diperoleh
dari media online, dinas maupun karena kedekatan tempat usaha dengan
kantor lembaga pembiayaan tersebut. Sumber informasi mengenai lembaga
pembiayaan dapat dilihat pada gambar di bawah berikut.
61 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Gambar 4.29 Sumber Informasi
Sumber: Data Olahan, 2013
Karena banyaknya sumber informasi yang dapat memberikan
penjelasan mengenai pinjaman yang dapat diperoleh UMKM, maka 96%
responden menganggap informasi tentang pinjaman mudah untuk ditemukan.
Meskipun demikian ada juga responden yang merasa informasi tersebut sulit
didapat atau terbatas terutama informasi lembaga pembiayaan yang dapat
memberikan pinjaman tanpa agunan dan dengan bunga yang rendah. Respon
kemudahan informasi diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.30
Kemudahan Informasi
Sumber: Data Olahan, 2013
62 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
b. Peran Lembaga Pembiayaan Sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan
Berdasarkan gambaran pembiayaan UMKM yang telah dijelaskan pada
bagian A, maka peranan lembaga pembiayaan sebagai alternatif sumber
pembiayaan sangat besar. Peranan ini telah dijalankan oleh sebagian besar
lembaga pembiayaan terutama lembaga pembiayaan bank. Bukan hanya bank,
tetapi koperasi juga mulai melakukan pembenahan manajemen guna
memenuhi kebutuhan ini.
Adapun peran lembaga pembiayaan sebagai alternatif sumber pembiayaan
dapat dilihat pada:
1). Sumber modal yang dimiliki UMKM, pada umumnya terdiri dari dua
sumber yaitu modal sendiri dan pinjaman.
Lembaga pembiayaan mampu mencukupi kekurangan modal yang
diperlukan oleh UMKM dalam menjalankan usahanya. Lembaga
pembiayaan dapat memberikan batas (plafon) pinjaman yang besar
dengan tetap memperhatikan prinsip 5C. Bahkan untuk kasus tertentu,
lembaga pembiayaan hanya memperhatikan prinsip 3C yaitu Character,
Capability dan Collateral.
2). Kemudahan akses dan prosedur yang tidak berbelit-belit.
Slogan waktu adalah uang sangat kental pada UMKM di sektor
perdagangan yang penghasilannya berasal dari penjualan harian.
Kemudahan akses yang ditawarkan dengan prosedur yang jelas telah
membantu UMKM untuk mendapatkan tambahan modal yang
diperlukan. Untuk beberapa kasus, UMKM tidak perlu mendatangi
kantor lembaga pembiayaan karena terdapat sales yang menangani hal
ini. Sedangkan untuk waktu pengurusan, beberapa lembaga
pembiayaan menetapkan maksimal 3 hari kerja dari berkas lengkap
dana sudah dapat dicairkan.
3) Suku Bunga atau Sistem Bagi Hasil kompetitif
Suku bunga atau sistem bagi hasil yang tinggi merupakan hal yang
ditakutkan oleh UMKM untuk mendapatkan pembiayaan. Beberapa
lembaga pembiayaan menawarkan suku bunga atau sistem bagi hasil
yang kompetitif. Suku bunga atau sistem bagi hasil ini diharapkan tidak
memberatkan UMKM dalam melakukan pembayaran. Untuk UMKM
yang baru memulai usaha, tersedia kredit usaha rakyat yang
menawarkan suku bunga yang rendah. Tetapi karena plafon pinjaman
63 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
yang rendah, UMKM banyak yang tidak menggunakannya dan lebih
memilih produk kredit usaha lainnya.
4) Sistem Pembayaran Fleksibel
Inovasi sistem pembayaran juga merupakan peran lembaga
pembiayaan dalam pengembangan UMKM. Sistem pick up harian yang
diterapkan bagi pedagang di pasar membawa keuntungan bagi kedua
pihak. Bagi lembaga pembiayaan, sistem ini dapat menekan angka Non
Performing Loan karena menjamin ketersediaan dana untuk membayar
cicilan pada akhir bulan. Bagi UMKM, sistem penarikan harian
meringankan cicilan pembayaran dan menghemat waktu dan tenaga
untuk melakukan pembayaran.
5) Informasi Mudah Didapat
UMKM mudah mendapatkan informasi mengenai produk pinjaman yang
ditawarkan oleh lembaga pembiayaan bank ataupun lembaga
pembiayaan non bank. Informasi yang paling banyak adalah dari sales
dan teman/keluarga. Kemudahan akses informasi dan fasilitasi untuk
mendapatkan pinjaman menunjukkan peran lembaga pembiayaan telah
dijalankan sebagai alternatif sumber pembiayaan.
Meskipun peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM
telah dijalankan, tetapi terdapat kendala bagi sebagian UMKM untuk
mendapatkan akses tersebut. Kendala yang utama adalah persyaratan
agunan. Memang untuk beberapa program dari pemerintah, agunan tidak
dipersyaratkan, tetapi plafon yang diberikan juga tidak terlalu besar. Jika UMKM
menginginkan mendapatkan dana yang besar, maka UMKM harus
menyediakan agunan sebagai jaminan pembayaran pinjaman. Jika UMKM
membutuhkan dana yang besar tetapi tidak memiliki agunan, maka UMKM
terpaksa mengambil produk kredit tanpa agunan atau meminjam kepada bank
keliling. Hal ini menimbulkan konsekuensi UMKM harus membayar bunga yang
lebih tinggi, yang akan menjadi masalah di kemudian hari.
4.3.4. Fasilitator dalam Pengembangan UMKM
Peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM kedua
adalah sebagai fasilitator dalam pengembangan UMKM. Peran ini menuntut
lembaga pembiayaan berperan aktif untuk menampung dan memberikan
pendampingan kepada UMKM dalam menjalankan dan mengembangkan
64 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
usahanya. Analisis terhadap peran ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu peran
lembaga pembiayaan sebagai fasilitator manajemen, fasilitator pemasaran dan
fasilitator pengelolaan keuangan.
Lembaga pembiayaan diharapkan tidak hanya menggulirkan dana saja
tetapi juga memberikan bantuan teknis kepada UMKM pada tiga aspek di atas.
Dengan adanya bantuan teknis yang diberikan kepada UMKM, diharapkan usaha
UMKM dapat berjalan dan berkembang lebih baik.
a. Fasilitator Manajemen
Peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator di bidang manajemen
mengukur sejauh mana lembaga pembiayaan memberikan bantuan teknis dalam
bidang manajemen seperti pengurusan ijin usaha, pengurusan kredit,
pengelolaan SDM, pelatihan penggunaan IT, membuat manajemen usaha lebih
baik dan membantu membuat rencana bisnis. Berdasarkan hasil penelitian,
89,9% responden menjawab bahwa lembaga pembiayaan memiliki
kecenderungan tidak pernah membantu pengurusan ijin usaha. Peran lembaga
pembiayaan dalam hal membantu pengurusan ijin usaha dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 4.2
Membantu Pengurusan Izin Usaha
Peran Lembaga
Pembiayaan
Kondisi Saat Ini
(%)
Kondisi Diharapkan
(%)
Tidak Pernah 78,0 43,9
Sangat Jarang 5,1 8,8
Jarang 6,8 10,5
Sering 5,1 22,8
Sangat Sering 5,1 14,0
Total 100,0 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Jika melihat harapan UMKM terhadap peran ini, maka 36,8% UMKM
mengharapkan lembaga pembiayaan dapat membantu melakukan pengurusan
izin usaha. Pengurusan izin usaha yang dimaksud adalah pengurusan izin
usaha dalam rangka pengembangan misalnya ijin BPOM dan sertifikat halal
untuk makanan. Meskipun demikian 63,4% responden merasa tidak
65 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
memerlukan bantuan ini karena pengurusan izin usaha merupakan kepentingan
masing-masing UMKM. Selain itu juga terdapat UMKM yang senang mengurus
izin usahanya sendiri dibandingkan diurusi oleh pihak lain.
Hal yang sama juga terjadi pada peran lembaga pembiayaan dalam
membantu pengurusan kredit atau pinjaman. 66,1% responden menyatakan
bahwa lembaga pembiayaan cenderung tidak membantu dalam pengurusan
kredit usaha. Sedangkan 33,9% lainnya menyatakan lembaga pembiayaan
cukup membantu pengurusan kredit melalui sales atau sejenisnya.
Tabel 4.3
Membantu Pengurusan Kredit
Peran Lembaga
Pembiayaan Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan
(%)
Tidak Pernah 57,6 29,8
Sangat Jarang 5,1 15,8
Jarang 3,4 7,0
Sering 25,4 17,5
Sangat Sering 8,5 29,8
Total 100,0 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Berdasarkan tabel di atas, 47,4% UMKM mengharapkan lembaga
pembiayaan membantu dalam pengurusan kredit. Bantuan pengurusan kredit
yang dibutuhkan oleh UMKM terutama terkait dengan data kemampuan
keuangan yang harus diberikan oleh UMKM kepada lembaga pembiayaan.
Selain bantuan pengurusan surat-surat di atas, lembaga pembiayaan
diharapkan juga memberikan bantuan teknis di bidang manajemen berupa
pelatihan. Pelatihan yang diberikan di bidang manajemen terkait dengan
pengelolaan SDM dan penggunaan IT yang saat ini dibutuhkan oleh UMKM
dalam rangka perluasan pasar.
Berdasarkan tabel di bawah, terlihat bahwa UMKM yang menjadi
responden sebagian besar 98,3% tidak mendapatkan pelatihan pengelolaan
SDM. Hasil ini sesuai dengan karakteristik responden di atas yang menyatakan
bahwa sebagian besar UMKM tidak memiliki karyawan sehingga pelatihan ini
dianggap tidak terlalu penting bagi UMKM.
66 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Tabel 4.4 Pelatihan Pengelolaan SDM
Peran Lembaga
Pembiayaan Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan
(%)
Tidak Pernah 78,0 46,6
Sangat Jarang 13,6 10,3
Jarang 6,8 12,1
Sering 1,7 22,4
Sangat Sering 0 8,6
Total 100,0 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Meskipun demikian, 31% UMKM mengharapkan lembaga pembiayaan
memberikann pelatihan ini di masa yang akan datang. Sebagian lainnya tetap
menganggap bahwa pelatihan ini belum terlalu dibutuhkan karena belum
memiliki pegawai dalam jumlah yang banyak.
Tabel 4.5 Pelatihan Penggunaan IT
Peran Lembaga
Pembiayaan Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan
(%)
Tidak Pernah 84,7 46,6
Sangat Jarang 11,9 8,6
Jarang 0 10,3
Sering 3,4 27,6
Sangat Sering 0 6,9
Total 100,0 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Demikian juga halnya dengan pelatihan penggunaan IT. Sebagian besar
responden (96,6%) merasa tidak memerlukan IT dalam usahanya. Hal ini
disebabkan sifat usaha yang dilakukan masih tradisional dan belum melalui
daring (online). Meskipun demikian terdapat harapan dari para UMKM (34,5%)
untuk mengembangkan usahanya dengan memanfaatkan teknologi informasi
yang ada seperti yang terlihat pada tabel di atas.
Selain bantuan teknis berupa pelatihan, lembaga pembiayaan juga
diharapkan dapat membuat manajemen usaha lebih bagus dengan membantu
membuat rencana bisnis bagi pengembangan selanjutnya. Para responden
menjawab bahwa lembaga pembiayaan cenderung jarang membantu membuat
67 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
manajemen usaha lebih baik. Peran ini sebenarnya dapat dilakukan dengan
memberikan saran penataan barang dagangan, rasa makanan, penataan
tempat usaha dan lain-lain.
Tabel 4.6 Membuat Manajemen Usaha Lebih Bagus
Peran Lembaga
Pembiayaan Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan
(%)
Tidak Pernah 69,5 34,5
Sangat Jarang 11,9 12,1
Jarang 1,7 10.3
Sering 13,6 24,1
Sangat Sering 3,4 19,0
Total 100,0 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Seiring dengan perkembangan usaha, para UMKM juga mengharapkan
lembaga pembiayaan memberikan pendampingan agar manajemen usaha
yang dilakukan menjadi lebih baik lagi. Hal ini dapat dilihat adanya perubahan
pada tabel di atas untuk kolom kondisi yang diharapkan.
Tabel 4.7 Membantu Membuat Rencana Bisnis
Peran Lembaga
Pembiayaan Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan
(%)
Tidak Pernah 72,4 42,1
Sangat Jarang 13,8 7,0
Jarang 3,4 10,5
Sering 1,7 24,6
Sangat Sering 8,6 15,8
Total 100,0 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Setiap kali UMKM mengajukan permohonan untuk mendapatkan
pinjaman dari lembaga pembiayaan, UMKM harus menyertakan rencana bisnis
yang memuat rencana pengembangan usaha dan penggunaan dana yang
diterima. Untuk itu bantuan teknis membuat rencana bisnis sangat dibutuhkan
oleh para UMKM dalam mengembangkan usahanya. Tabel di atas
memperlihatkan bahwa saat ini lembaga pembiayaan hampir tidak pernah
68 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
(89,6%) membantu membuat rencana bisnis. Ke depannya, diharapkan
lembaga pembiayaan dapat membantu UMKM membuat rencana bisnis.
Dengan menggunakan olahan SPSS, maka Peran lembaga
pembiayaan sebagai fasilitator manajemen terbagi menjadi dua bagian besar
yaitu:
a) Legalitas
Peran lembaga pembiayaan dalam hal membantu pengurusan
legalitas usaha merupakan peran yang diharapkan oleh UMKM dalam
menjalankan usahanya. Pengurusan legalitas secara kolektif, selain
mempermudah juga dapat meminimalkan biaya dan waktu yang
dikeluarkan.
b) Pengelolaan dan Pengembangan Usaha
Peran lembaga pembiayaan dalam hal pengelolaan dan
pengembangan usaha juga merupakan peran yang diharapkan.
Meskipun saat ini tidak dibutuhkan oleh UMKM, tetapi dalam jangka
panjang, UMKM mengharapkan usahanya dapat dikelola lebih
profesional dan meningkat dalam hal manajemen.
b. Fasilitator Pemasaran
Peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator pada aspek pemasaran
sangat merupakan peran yang dianggap penting oleh UMKM. Jaringan
lembaga pembiayaan yang luas serta variasi nasabah yang banyak
memungkinkan lembaga pembiayaan untuk menjadi fasilitator dalam aspek
pemasaran. Berikut hal-hal yang ditanyakan terkait dengan aspek pemasaran.
Aspek pemasaran pertama adalah lembaga pembiayaan mencarikan
pelanggan yang baru. Untuk pertanyaan ini 100% responden menjawab tidak
pernah. Terdapat responden yang menganggap bahwa hal ini bukan
merupakan inti dari lembaga pembiayaan, atau tidak ada hubungannya dengan
lembaga pembiayaan. Sehingga kondisi ini dimaklumi oleh para UMKM jika
tidak terdapat pelanggan baru yang direkomendasikan oleh lembaga
pembiayaan, seperti yang terdapat pada tabel di bawah.
69 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Tabel 4.8 Mencarikan Pelanggan Baru dan Mempromosikan Kepada Orang Lain
Pernyataan Peran Lembaga
Pembiayaan Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan
(%)
Mencarikan Pelanggan
Baru
Tidak Pernah 96,6 45,6
Sangat Jarang 3,4 1,8
Jarang 0 14,0
Sering 0 29,8
Sangat Sering 0 8,8
Total 100,0 100,0
Mempromosikan Kepada
Orang Lain
Tidak Pernah 91,5 40,4
Sangat Jarang 5,1 0,0
Jarang 0,0 17,5
Sering 3,4 26,3
Sangat Sering 0,0 15,8
Total 100,0 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Meskipun demikian, UMKM tetap mengharapkan peran lembaga
pembiayaan untuk mencarikan pelanggan baru dalam usahanya (jika
memungkinkan). Tetapi sebagian lainnya tetap beranggapan bahwa hal ini
bukan kewajiban yang harus dipenuhi oleh lembaga pembiayaan sehingga
45,6% menyatakan tidak pernah (memerlukan) lembaga pembiayaan
mencarikan pelanggan baru.
Pengikutsertaan UMKM dalam pameran juga merupakan wujud peran
lembaga pembiayaan sebagai fasilitator aspek pemasaran. Merujuk pada tabel
di bawah, hanya 1,7% yang sering diikutsertakan dalam pameran, sedangkan
sisanya menyatakan tidak pernah diikutsertakan. Seringkali UMKM senang
untuk diikutsertakan dalam pameran, tetapi tidak terlalu sering karena alasan
repot dan tidak ada karyawan.
Meskipun demikian berdasarkan hasil penelitian, maka 31,6% UMKM
berharap sering diikutksertakan dalam pameran. Hal ini disebabkan karena
pameran dapat dijadikan sebagai sarana memperkenalkan usaha dan produk
kepada konsumen. Selain itu penghasilan yang diperoleh pada saat pameran
kadang kala lebih besar. Tabel berikut di bawah menunjukkan kondisi saat ini
dan harapan untuk peran tersebut.
70 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Tabel 4.9 Mengikutsertakan dalam pameran
Peran Lembaga
Pembiayaan Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan
(%)
Tidak Pernah 95,0 54,4
Sangat Jarang 1,7 1,8
Jarang 0,0 12,8
Sering 1,7 19,3
Sangat Sering 0,0 12,3
Total 100,0 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Selain mengikutsertakan dalam pameran, lembaga pembiayaan juga
dapat menjadi fasilitator dalam hal penyediaan tempat usaha. Hal ini
dimungkinkan dengan adanya menggunakan dana CSR dari lembaga
pembiayaan atau kerjasama antara lembaga pembiayaan dengan pengelola
pasar atau kios. Tabel di bawah menunjukkan peranan lembaga pembiayaan
sebagai fasilitator penyediaan tempat usaha untuk kondisi saat ini dan yang
diharapkan.
Tabel 4.10 Menyediakan Tempat Usaha
Peran Lembaga
Pembiayaan Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan
(%)
Tidak Pernah 98,3 50,9
Sangat Jarang 1,7 0,0
Jarang 0,0 14,0
Sering 0,0 24,6
Sangat Sering 0,0 10,5
Total 100,0 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Kondisi saat memperlihatkan bahwa lembaga pembiayaan belum
berperan sebagai fasilitator dalam hal penyediaan tempat usaha. Para UMKM
mengharapkan ke depannya, lembaga pembiayaan dapat memfasilitasi UMKM
untuk mendapatkan tempat usaha yang lebih baik lagi.
Selain itu, dalam melakukan usahanya, UMKM kerapkali dituntut untuk
selalu melakukan inovasi-inovasi agar tidak tertinggal dan ditinggalkan oleh
konsumen. Dalam hal ini, lembaga pembiayaan dapat melakukan
71 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
pendampingan bagi UMKM untuk melakukan inovasi dalam usaha. Kondisi saat
ini menunjukkan bahwa lembaga pembiayaan saat ini belum melakukan
pendampingan UMKM untuk melakukan inovasi usaha. Meskipun demikian ada
juga lembaga pembiayaan yang menjalankan peran ini. Para UMKM
mengharapkan adanya pendampingan untuk melakukan inovasi, seperti yang
diperlihatkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.11
Pendampingan Berinovasi
Peran Lembaga
Pembiayaan Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan
(%)
Tidak Pernah 91,5 33,3
Sangat Jarang 6,8 7,0
Jarang 0,0 17,5
Sering 1,7 24,6
Sangat Sering 0,0 17,5
Total 100,0 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Peran lembaga pembiayaan dalam aspek pemasaran secara signifikan
dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu:
a. Mengikutsertakan dalam ajang promosi seperti pameran
Pelanggan merupakan hal yang penting bagi setiap usaha apapun
jenisnya. Untuk itu lembaga pembiayaan dapat menfasilitasi UMKM
untuk mendapatkan pelanggan baru. Fasilitasi ini dapat berupa
mengikutsertakan dalam ajang promosi yang diselenggarakan seperti
pameran.
b. Fasilitasi tempat usaha
Tempat usaha yang baik juga menjadi prioritas bagi UMKM di sektor
perdagangan. Letak yang strategis dan banyak pengunjungnya selalu
menjadi idola setiap pedagang. Dalam hal ini, lembaga pembiayaan
diharapkan dapat memfasilitasi pendirian atau penyediaan tempat
usaha bagi UMKM.
c. Pendampingan Inovasi Usaha
Change or die merupakan slogan bagi siapapun untuk tetap melakukan
perubahan. Hal yang sama berlaku untuk UMKM di sektor
perdagangan. Inovasi harus tetap dilakukan agar usaha yang
dijalankan tetap diminati oleh pelanggan. Dalam upaya melakukan
72 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
inovasi ini, peran lembaga pembiayaan untuk melakukan
pendampingan inovasi usaha dibutuhkan oleh para UMKM. Jaringan
yang luas memungkinkan lembaga pembiayaan untuk memberikan
saran bagi para UMKM dengan memberikan contoh dari best practice
yang sudah ada.
c. Fasilitator Pengelolaan Keuangan
Lembaga pembiayaan juga berperan untuk memberikan bantuan teknis
dalam hal pengelolaan keuangan. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa UMKM
memiliki kelemahan dalam pengelolaan keuangan. Seringkali tidak ada
pemisahan antara rekening pribadi dengan rekening usaha, sehingga dana
yang seharusnya digunakan untuk usaha akhirnya digunakan untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari. Dalam hal pengelolaan keuangan, lembaga pembiayaan
berperan sebagai fasilitator dalam pengelolaan keuangan. Bentuk fasilitasi ini
dapat dalam bentuk membuat pembukuan dan laporan keuangan, pelatihan
dan pendampingan misalnya pelatihan perpajakan dan pendampingan
pemanfaatan dana. Semua peran ini dilakukan dalam rangka meningkatkan
usaha sehingga penghasilan UMKM misalnya dalam bentuk omzet juga
meningkat.
Terkait dengan peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator dalam
pembuatan pembukuan dan laporan keuangan, 100% UMKM merespon bahwa
lembaga pembiayaan saat ini belum melakukan hal ini. Pembuatan pembukuan
dan laporan keuangan penting bagi UMKM. Dengan adanya pembukuan dan
laporan keuangan, UMKM dapat melihat perkembangan usaha yang
dimilikinya. Apabila usaha sedang naik, maka UMKM dapat melakukan rencana
pengembangan. Sebaliknya, jika dilihat perkembangannya mengalami
penurunan, maka dengan cepat UMKM dapat melakukan tindakan pencegahan
agar usahanya tidak terus mengalami penurunan.
Pentingnya pembukuan dan laporan keuangan ini juga dirasakan UMKM
pada saat akan mengajukan pinjaman kepada lembaga pembiayaan. Hampir
semua lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya data keuangan usaha.
Untuk itu UMKM mengharapkan lembaga pembiayaan membantu UMKM
membuat pembukuan dan laporan keuangan. Meskipun ada juga yang tidak
mengharapkan bantuan ini dengan alasan lebih senang mengerjakannya
sendiri.
73 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Tabel 4.12 Membantu Membuat Pembukuan dan Laporan Keuangan
Pernyataan Peran Lembaga
Pembiayaan Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan
(%)
Membantu Membuat
Pembukuan
Tidak Pernah 93,1 39,7
Sangat Jarang 1,7 8,6
Jarang 5,2 20,7
Sering 0,0 17,2
Sangat Sering 0,0 13,8
Total 100,0 100,0
Membantu Membuat
Laporan Keuangan
Tidak Pernah 96,6 41,4
Sangat Jarang 1,7 8,6
Jarang 1,7 19,0
Sering 0,0 20,7
Sangat Sering 0,0 10,3
Total 100,0 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Selain fasilitasi pembuatan pembukuan dan laporan keuangan,
lembaga pembiayaan juga berperan dalam melakukan fasilitasi pelatihan dan
pendampingan bagi UMKM. Pelatihan yang terkait dengan keuangan misalnya
pelatihan perpajakan. Seperti yang telah diketahui, bahwa saat ini pemerintah
berencana untuk mengenakan pajak kepada UMKM. Sebagian besar UMKM
telah memiliki NPWP, oleh sebab itu, UMKM juga berwajiban untuk melaporkan
pajak penghasilan dari usahanya. Agar tidak salah dalam pembayaran dan
pengisian pajak, lembaga pembiayaan dapat menfasilitasi di bidang perpajakan
dengan mengadakan pelatihan perpajakan bagi UMKM.
Walaupun penting, saat ini lembaga pembiayaan tidak atau sangat
jarang mengadakan pelatihan perpajakan. UMKM (28,8%) mengharapkan
adanya pelatihan perpajakan bagi UMKM.
Selain pelatihan, lembaga pembiayaan juga melakukan pendampingan
bagi UMKM untuk mengawasi pemanfaatan dana yang dipinjam.
Pendampingan yang dilakukan dapat dalam bentuk formal melalui
pemeriksaan secara berkala. Selain itu pendampingan juga dapat dilakukan
dalam bentuk informal yang diistilahkan dengan coachinng atau mantri untuk
lembaga pembiayaan tertentu.
74 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah, bahwa 81% responden
mengatakan bahwa lembaga pembiayaan tidak pernah melakukan
pendampingan pemanfaaatan dana yang dipinjam. Hal ini menjadi suatu risiko
baik bagi UMKM maupun bagi lembaga pembiayaan tersebut. Bagi UMKM,
risiko yang dihadapi adalah kemungkinan dana digunakan untuk konsumtif dan
bukan untuk produktif. Bagi lembaga pembiayaan, risiko yang dihadapi adalah
adanya kemungkinan kredit macet. Hanya 10,3% lembaga pembiayaan yang
telah melakukan pendampingan pemanfaatan dana.
Harapan UMKM (32,70%) akan peranan lembaga pembiayaan, selain
memberikan dana pinjaman, lembaga pembiayaan juga melakukan
pendampingan pemanfaatan dana secara berkala. Sebagian lainnya 22,4%
UMKM mengharapkan lembaga pembiayaan melakukan pendampingan
pemanfaatan dana minimal setahun sekali. Sedangkan sisanya beranggapan
tidak memerlukan adanya pendampingan penggunaan dana.
Tabel 4.13 Pelatihan dan Pendampingan
Pernyataan Peran Lembaga
Pembiayaan Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan
(%)
Pelatihan Perpajakan Tidak Pernah 98,3 58,6
Sangat Jarang 1,7 1,7
Jarang 0,0 13,8
Sering 0,0 15,5
Sangat Sering 0,0 10,3
Total 100,0 100,0
Pendampingan
Pemanfaatan Dana
Tidak Pernah 81,0 43,1
Sangat Jarang 0,0 1,7
Jarang 8,6 22,4
Sering 8,6 17,2
Sangat Sering 1,7 15,5
Total 100,0 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Peningkatan omzet usaha merupakan tujuan bagi setiap UMKM. Untuk
mencapai hal ini, maka UMKM berusaha memperluas usaha, menambah
barang dagangan, melakukan pengembangan usaha. Alasan ini juga yang
mendasari UMKM membutuhkan dana dari lembaga pembiayaan, dengan
harapan setelah meminjam, omzet yang dimiliki dapat meningkat.
75 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
Tabel di bawah menunjukkan saat ini sebagian UMKM (55,18%) yang
meminjam pada lembaga pembiayaan mengalami peningkatan omzet usaha.
Hal ini disebabkan karena peranan lembaga pembiayaan selain memberikan
dana yang dibutuhkan juga dilakukan proses pendampingan.
Harapan sebagian UMKM (87,8%), usahanya terus mengalami
peningkatan. Sedangkan sisanya bukannya tidak menginginkan adanya
peningkatan omzet, tetapi karena adanya kendala-kendala yang dihadapi,
UMKM ini cukup bersyukur dengan omzet yang tidak menurun. Sebagai contoh
UMKM yang berdagang di sekitar kampus, maka omzetnya tergantung dari
kehidupan kampus. Jika kampus libur, maka omzet akan mengalami
penurunan. Dengan demikian, UMKM berharap minimal omzet yang dimilikinya
tidak mengalami penurunan meskipun tidak mengalami peningkatan juga.
Tabel 4.14 Omzet Usaha Meningkat
Peran Lembaga
Pembiayaan Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan
(%)
Tidak Meningkat 39,66 12,1
Kurang Meningkat 5,17 0,0
Agak Meningkat 18,97 8,6
Meningkat 27,59 24,1
Sangat Meningkat 8,62 55,2
Total 100,0 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator pengelolaan keuangan
dapat dibagi menjadi dua bagian besar:
a. Pembuatan pembukuan dan laporan keuangan
Pembuatan pembukuan merupakan langkah awal bagi UMKM
memisahkan dana yang akan digunakan untuk pribadi dengan dana
yang digunakan untuk usaha. Untuk itu lembaga pembiayaan,
hendaknya membantu dan mendorong UMKM untuk tertib dan disiplin
dalam membuat pembukuan dan laporan keuangan usaha. Dengan
demikian UMKM memiliki rekam jejak usaha secara komprehensif.
b. Pelatihan dan Pendampingan Penggunaan Dana
Meskipun sebagian besar UMKM menyadari bahwa dana yang dipinjam
harus dipergunakan untuk usaha, tetapi pada prakteknya seringkali
76 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
terjadi penyimpangan. Untuk mengurangi penyimpangan tersebut, maka
peran lembaga pembiayaan untuk melakukan pendampingan
pemanfaatan dana harus dilakukan.
77 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis, maka dapat disimpulkan peran lembaga
pembiayaan dalam pengembangan UMKM sebagai berikut:
a. Saat ini akses pembiayaan UMKM lebih banyak diperoleh dari bank umum
dibandingkan dengan lembaga pembiayaan seperti koperasi dan lembaga
pembiayaan non bank. Persaingan antar lembaga pembiayaan menjadikan
lembaga pembiayaan non bank yang kurang populer mengalami penurunan
jumlah debitur. Meskipun demikian pangsa UMKM bagi lembaga pembiayaan
masih besar.
b. Lembaga pembiayaan non bank menghadapi kendala untuk mendapatkan
informasi calon debitur. Hal ini berguna untuk menghindarkan pemberian
kredit/pinjaman yang tumpang tindih yang akan menyebabkan terjadinya
kesulitan pembayaran.
c. Dalam hal pembayaran kredit/pinjaman, lembaga pembiayaan telah
melakukan inovasi sistem penagihan. Lembaga pembiayaan saat ini lebih
agresif mendekati UMKM. Sistem penagihan yang semula bulanan diubah
menjadi harian untuk sektor perdagangan. Sistem penagihan “jemput bola”
dalam arti mendatangi debitur one on one, saat ini dilakukan oleh lembaga
pembiayaan baik bank maupun non bank.
d. Sistem penagihan harian ini membantu UMKM menghemat waktu dan tenaga
serta juga menghindarkan UMKM dari potensi munculnya kredit bermasalah
atau bahkan kredit macet. Sistem ini juga memungkinkan lembaga
pembiayaan melakukan close monitoring usaha dan memberikan pembinaan
secara personal mengenai cara mengelola usaha dan keuangan.
e. Sistem penagihan harian juga membuat UMKM merasa cicilan dan bunga
atau sistem bagi hasil yang dikenakan oleh lembaga pembiayaan menjadi
lebih ringan sehingga UMKM tidak mengalami kesulitan dalam melakukan
pembayaran. Kondisi ini menyebabkan angka kredit bermasalah menjadi
kecil.
f. Lembaga pembiayaan juga berperan melakukan pembinaan terhadap UMKM
untuk mengembangkan usaha antara lain membantu promosi dalam bentuk
mengikutsertakan UMKM ke dalam pameran, memberikan konsultansi
78 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
mengenai pengembangan usaha dan menfasilitasi keberadaan tempat
usaha.
g. Pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seringkali mendapat
penolakan dari UMKM dengan alasan tidak ada waktu dan merepotkan.
Terutama pembinaan dalam hal keuangan, UMKM lebih menyukai untuk
membuat pembukuan secara mandiri meskipun seringkali terbengkalai.
h. UMKM yang mendapatkan pembiayaan ada yang mengalami perkembangan
yang pesat, yang dapat diukur dari adanya perluasan usaha, penambahan
aset baik usaha maupun pribadi dan gaya hidup. Tetapi ada juga UMKM
yang tidak mengalami perkembangan atau malah menurun.
i. Penurunan usaha UMKM disebabkan oleh dua hal akibat kesalahan
pengelolaan maupun kondisi ekonomi negara yang kurang kondusif.
Penurunan usaha yang disebabkan kesalahan pengelolaan yang banyak
terjadi adalah terpakainya modal untuk kebutuhan pribadi seperti naik haji,
membiayai anak sekolah atau membeli aset konsumtif.
j. Tiga kendala utama bagi lembaga pembiayaan untuk menjalankan
peranannya dalam pengembangan UMKM, yaitu (1) sulitnya menilai UMKM
yang feasible dan bankable yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam pemberian kredit; (2) Animo UMKM yang rendah terhadap upaya
pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan dan (3) Sebagian
besar UMKM belum melakukan pemisahan keuangan antara keuangan
pribadi dengan usaha.
5.2. Rekomendasi
Dalam rangka pengembangan UMKM melalui lembaga pembiayaan, maka
berikut rekomendasi yang dapat dilakukan sebagai berikut
k. Melihat pentingnya peranan lembaga pembiayaan dalam pengembangan
UMKM terutama sektor perdagangan sebagai alternatif sumber pembiayaan
maka pemerintah perlu dilakukan sosialisasi kepada UMKM tentang
eksistensi lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank khususnya
koperasi. Selain itu, bagi lembaga pembiayan perbankan yang tidak memiliki
core usaha pada usaha mikro dapat menggunakan model pembiayaan
linkage dan channeling dengan lembaga pembiayaan lainnya.
l. Perlu adanya sistem informasi debitur terintegrasi antar lembaga pembiayaan
bank dan non bank untuk mencegah terjadinya pembiayaan berulang pada
UMKM yang sama yang dapat menimbulkan terjadi kesulitan pembayaran.
79 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
m. Diperlukan pembentukan kemitraan antara pemerintah pusat, daerah dan
lembaga pembiayaan dalam hal memberikan bantuan teknis kepada UMKM,
sehingga pembinaan yang dilakukan dapat lebih terintegrasi. Hal ini
dilakukan untuk mempersiapkan UMKM dalam menghadapi persaingan
usaha baik dari pasar modern maupun adanya Masyarakat Ekonomi Asean
pada tahun 2015
n. Perlunya kebijakan yang mewajibkan UMKM untuk mengikuti pembinaan dari
lembaga pembiayaan dan menyerahkan laporan keuangan usaha secara
periodik kepada lembaga pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
terjadi penyimpangan pemanfaatan kredit yang diberikan oleh lembaga
pembiayaan.