Peran Intelektual- Bab 1

11
JUDUL : PERAN INTELEKTUAL PENULIS : EDWARD W. SAID PENERBIT : YAYASAN PUSTAKA OBOR INDONESIA Pengantar Resensi Pertemuan dengan Bung Cip dari Gerakan Literasi Indonesia, yang pada saat itu turut menjadi pembicara dalam kegiatan sekolah pergerakan yang diselenggarakan oleh Rumah Buku Simpul Semarang (RBSS), seakan menjadi jawaban apa yang selama ini kami perdebatkan tentang bentuk dan orientasi Kalam Kopi 1 . Ketika itu, saya dan 2 orang santri Kalam Kopi lainya mencoba menjalin hubungan dan berdiskusi tentang majelis ilmu yang kami rencanakan. Sekaligus bercerita pula tentang kendala- kendala yang dihadapi. Hasil diskusi panjang lebar tersebut, coba dibawa dan dilaksanakan dengan persiapan yang lebih matang. Termasuk mempersiapkan serial diskusi dengan mengupas sebuah buku terlebih dahulu. List pertama buku yang akan dikupas, jatuh kepada buku Peran Intelektual yang ditulis oleh Edward Said. Buku ini diharapkan dapat menjadi bahan renungan, sekaligus refleksi tentang peran seorang Intelektual dan tanggung jawabnya di hadapan masyarakat. Hal ini sejalan dengan 1 Kalam Kopi merupakan sebuah kelompok belajar, kelompok membaca, kelompok menulis, dan juga kelompok diskusi yang dibentuk oleh beberapa mahasiswa Ilmu Sejarah, Universitas Negeri Semarang.

Transcript of Peran Intelektual- Bab 1

Page 1: Peran Intelektual- Bab 1

JUDUL : PERAN INTELEKTUAL

PENULIS : EDWARD W. SAID

PENERBIT : YAYASAN PUSTAKA OBOR INDONESIA

Pengantar Resensi

Pertemuan dengan Bung Cip dari Gerakan Literasi Indonesia, yang pada

saat itu turut menjadi pembicara dalam kegiatan sekolah pergerakan yang

diselenggarakan oleh Rumah Buku Simpul Semarang (RBSS), seakan menjadi

jawaban apa yang selama ini kami perdebatkan tentang bentuk dan orientasi

Kalam Kopi1. Ketika itu, saya dan 2 orang santri Kalam Kopi lainya mencoba

menjalin hubungan dan berdiskusi tentang majelis ilmu yang kami rencanakan.

Sekaligus bercerita pula tentang kendala-kendala yang dihadapi. Hasil diskusi

panjang lebar tersebut, coba dibawa dan dilaksanakan dengan persiapan yang

lebih matang. Termasuk mempersiapkan serial diskusi dengan mengupas sebuah

buku terlebih dahulu. List pertama buku yang akan dikupas, jatuh kepada buku

Peran Intelektual yang ditulis oleh Edward Said. Buku ini diharapkan dapat

menjadi bahan renungan, sekaligus refleksi tentang peran seorang Intelektual dan

tanggung jawabnya di hadapan masyarakat. Hal ini sejalan dengan status

mahasiswa yang kerap digambarkan sebagai kaum intelektual.

Membawa tema besar tentang “Intelektual” untuk di resensi dan di jadikan

bahan diskusi, sempat membuat nyali saya ciut. Kesepakatan teman-teman yang

lain untuk menunjuk saya sebagai penulis resensi pertama dan pematik diskusi

pertama, merupakan sebuah kekeliruan sekaligus sebuah tantangan. Sebagai

permulaan, saya harap resensi ini memiliki banyak sekali kesalahan. Agar pada

penulisan resensi selanjutnya, oleh teman-teman yang lain dapat dijadikan

pembelajaran untuk menulis resensi yang lebih baik. Karena sejatinya perubahan

berasal dari kesalahan dan pengalaman yang telah terjadi. Dengan segala

konsekuensi nya, saya berharap teks-teks yang terdapat dalam buku ini dapat

1 Kalam Kopi merupakan sebuah kelompok belajar, kelompok membaca, kelompok menulis, dan juga kelompok diskusi yang dibentuk oleh beberapa mahasiswa Ilmu Sejarah, Universitas Negeri Semarang.

Page 2: Peran Intelektual- Bab 1

menjadikan katalis gerakan teman-teman yang lain untuk berkontribusi sesuai

dengan trah nya sebagai seorang intelektual.

Orang intelektual adalah pencipta sebuah bahasa yang mengatakan yang

benar kepada yang berkuasa. Itu lah paham inti buku Erward Said, seperti yang

digambarkan oleh Franz Magnis Suseno dalam sebuah pengantar yang ia tulis

untuk buku tersebut. Erward Said tak tanggung-tanggung dalam mendefinisikan

Intelektual, ia begitu teliti dan tajam menyikapi peran seorang Intelektual.

Bab 1 : Peran Intelektual

Pada awal pembahasan, Edward Said coba mengambil contoh beberapa

pemikir terdahulu yang coba mengangkat tema besar tentang “Intelektual”. Hal itu

membawa pembaca, mengenal secara ringkas seorang Antonio Gramsci. Melalui

buku nya yang fenomenal Prison Notebooks, Antonio Gramsci yang juga seorang

Marxis kebangsaan Italia, mengatakan jika semua manusia merupakan Intelektual.

Namun menurut Gramsci, meski semua manusia merupakan intelektual, tidak

semua manusia memiliki fungsi intelektual dalam masyarakat.

Kemudian, mereka yang termasuk kedalam kategori Gramsci sebagai

manusia yang memiliki fungsi intelektual dalam masyarakat, dibagi menjadi dua

jenis. Yang pertama ialah intelektual tradisional. Mereka ialah para guru, ulama,

dan administrator yang melakukan hal yang sama secara terus menerus. Dalam hal

ini, apa yang dilakukan para intelektual tradisional merupakan manifestasi dari

apa yang Said katakan, bahwa tujuan mendasar intelektual adalah kebebasan dan

pengetahuan manusia. Para intelektual tradisional memainkan peran nya disini.

Mereka menyebarkan pengetahuan secara turun temurun dari masa ke masa secara

terus menerus.

Sedangkan kategorisasi Gramsci yang kedua ialah para intelektual

organik. Mereka merupakan manusia-manusia yang memiliki peran intelektual

dalam masyarakat, dan senantiasa berupaya mengubah pikiran dan memperluas

pasar. Dalam artian, mereka tak hanya sekedar melakoni pekerjaan serupa dari

Page 3: Peran Intelektual- Bab 1

tahun ke tahun seperti yang dilakukan para intelektual tradisional. Namun, para

intelektual organik harus selalu aktif bergerak dan berbuat. Bahkan, para

intelektual organik merupakan manusia yang memainkan peran nya lebih jauh

lagi. Ia tidak hanya sekedar menyebarkan pengetahuan, namun turut

memperjuangkan kebebasan.

Setelah memperkenalkan Antonio Gramsci, Edward Said memperkenalkan

Julien Benda yang turut memperkenalkan definisi Intelektualnya. Bagi Benda,

Intelektual ialah segelintir manusia sangat berbakat dan yang diberkahi moral

filsuf raja. Kemudian, dengan sangat tegas Benda berpendapat jika Intelektual

sejati, adalah mereka yang kegiatannya pada dasarnya bukan untuk mencapai

tujuan praktis, tetapi mereka yang menemukan kepuasan dalam mempraktekan

seni atau ilmu pengetahuan. Julien Benda memberi contoh seorang intelektual

sejati seperti Yesus, Socrates, Spinoza, Volteire, dan Ernest Renan. Lalu dengan

sangat menantang Julien Benda berpendapat, jika para intelektual sejati beresiko

dibakar ditiang, dikeluarkan dari komunitas, dan disalibkan. Pendapat Benda

tersebut merupakan gambaran kenyataan yang kerap diterima para Intelektual

sejati. Karena pada dasarnya, para intelektual hampir selalu menjadi garda depan

sebagai oposisi terhadap status quo. Hal ini lah yang kerap menjadi tantangan

para intelektual, apakah tetap menjadi oposisi, ataukah bergerak menjadi

seseorang yang akomodatif terhadap penguasa. Hal ini terkait dengan prinsip yang

seharusnya dipegang oleh para intelektual, yaitu prinsip kebenaran dan keadilan.

Meskipun Said berpendapat jika analisis yang ditawarkan Gramsci lebih

dekat kepada realitas, jika dibandingkan konsep yang ditawarkan Julien Benda.

Namun penjelasan dan maksud yang ingin dibangun oleh Benda, sangatlah

cemerlang. Sosok figur intelektual yang dimaksud Benda adalah seseorang yang

bisa berbicara tentang kebenaran kepada penguasa, yang tanpa tedeng aling-aling,

fasih, sangat berani, dan seorang individu pemberang. Bagi Benda, tak ada

kekuasaan yang terlalu besar untuk dikritik. Dan mengkritik merupakan tugas

para intelektual.

Memasuki abad ke 20, ditengah hingar dunia yang semakin kompleks,

muncul berbagai macam profesi baru. Profesi yang bermacam tersebut, seakan

Page 4: Peran Intelektual- Bab 1

membenarkan Analisis Gramsci tentang peran khusus tertentu yang diemban

intelektual ditengah masyarakat. Konsekuensi hal tersebut ialah bahwa sekarang,

setiap orang yang bekerja di segala bidang baik yang berkaitan dengan

pengetahuan produksi, atau distribusi pengetahuan adalah para intelektual,

menurut Gramsci. Bahkan seorang sosiolog Amerika Serikat Alvin Gouldner

berpendapat jika para intelektual telah menciptakan kelas baru. Hal itu

memunculkan wacana baru tentang Intelektual spesifik. Yang mana, mereka ialah

seseorang yang bekerja dalam sebuah bidang keilmuan tapi mampu menerapkan

keahlianya dengan bahasa yang mayoritas hanya dipahami oleh lingkup spesialis

nya saja. Atau dalam artian, abad ke 20 dengan segala macam moderenitas nya

telah menciptakan ruang bagi Intelektual spesifik, yang telah menggantikan posisi

Intelektual universal yang tidak terpaku pada satu bidang saja.

Berdasarkan realitas abad ke 20 tersebut, Edward Said menegaskan bahwa

intelektual merupakan individu dengan peran publik tertentu dalam masyarakat

yang tidak dapat direduksi begitu saja menjadi profesional nir wajah, dan tidak

hanya anggota kelas yang kompeten dalam bidang nya saja. Intelektual adalah

individu yang dikaruniai bakat untuk merepresentasikan, mengekspresikan, dan

mengartikulasikan pesan, pandangan, sikap, filosofi, dan pendapatnya kepada

publik. Intelektual haruslah menjadi seseorang yang tak mudah dikooptasi

pemerintah dan korporasi. Itulah penegasan Said terhadap wajah Intelektual abad

ke 20 yang bermacam-macam bidang. Kemudian Said memberikan alasan penting

nya hal tersebut adalah untuk mewakili semua orang dan isu yang secara rutin

dilupakan dan disembunyikan. Peran tersebut harus didasari dengan prinsip:

semua manusia berhak mengharapkan standar perilaku yang layak sehubungan

dengan kebebasan dan keadilan dari penguasa-penguasa dunia atau negara. Dan

pada akhirnya, segala macam bentuk kekerasan yang disengaja maupun tidak,

yang memiliki tujuan atau pun tidak, yang terbentur dengan standar-standar

tersebut, perlu ditentang dan diuji secara berani oleh kaum intelektual.

Melimpah nya berbagai macam kajian mengenai Intelektual, turut menjadi

sorotan Edward Said. Baginya, melimpah nya berbagai macam definisi

intelektual, tidak dibarengi dengan bahasan yang cukup tentang citra tanda tangan,

Page 5: Peran Intelektual- Bab 1

intervensi dan penampilan aktual, pernik-pernik yang turut membangun sosok

nyata setiap intelektual. Keterbatasan kajian tentang Intelektual yang

memunculkan representasi nyata sosok kaum Intelektual, terkesan menjadi

pendorong bagi Said untuk menjembatani hal tersebut. Pada bagian akhir bab

pertama, Said coba memberi contoh nyata hal tersebut dengan mengikutsertakan

beberapa novel guna memperlihatkan gambaran intelektual melalui media novel.

Ada tiga buah novel yang diperlihatkan oleh Edward Said. Yang pertama

ialah Father and Sons oleh Turganev, Sentimental Education oleh Flaubert, dan A

Potrait of the artis as aYoung Man oleh Joyce. Ketiga novel tersebut

menggambarkan representasi dari realitas sosial sangat dipengaruhi bahkan sangat

berubah karena kemunculan mendadak seorang aktor baru, Intelektual muda

modern. Pembahasan yang menarik terletak dalam novel karya Flaubert, dimana

ia memperlihatkan kegusaran sehubungan ketidakmampuan mereka

mempertahankan kedudukan sebagai intelektual. Dalam novel, nasib Moreau dan

Deslauriers digambarkan sebagai hasil dari kurangnya hasrat yang terfokus dari

mereka dan juga sebagai biaya yang dikenakan masyarakat modern, dengan

gangguan nya yang tak berkesudahan, pusaran kenangannya, dan di atas

segalanya, kebangkitan jurnalisme, iklan, perayaan yang instan, dan sebaran

sirkulasi yang konstan di mana semua ide dapat dipasarkan, semua nilai dapat

dipindah-silangkan, semua profesi direduksi menjadi pengejaran uang yang

gampangan, dan sukses yang cepat diraih. Meski Moreau tak habis-habisnya

mencoba menggapai hasrat cinta dan pencapaian intelektual, tetapi ia senantiasa

urung melakukannya.

Dari novel-novel tersebut, Said mencoba memperlihatkan kepada pembaca

intelektual yang beraksi, ditimpa oleh berbagai kesukaran dan cobaan, baik

mempertahankan maupun mengkhianati panggilannya bukan sebagai tugas tetap

yang cukup dipelajari sekali dan untuk semuanya dari manual ‘bagaiamana

melakukannya’. Tetapi sebagai pengalaman konkret yang konstan akan terancam

oleh kehidupan modern itu sendiri. Said menambahkan, jika peran intelektual tak

hanya mengenai artikulasi mereka ke masyarakat, baik soal penyebab atau ide,

tidaklah dimaksudkan terutama untuk membentengi ego atau merayakan status.

Page 6: Peran Intelektual- Bab 1

Juga bukan untuk melayani birokrat berkuasa penuh dan majikan dermawan.

Peran intelektual merupakan aktivitas itu sendiri,yang mana sangat tergantung

pada jenis kesadaran. Yakni skeptis, terlibat, dan terus menerus.

Pada pembahasan akhir bab pertema, Edward Said memperkenalkan

sosiolog Amerika C. Wright Mills. Ia merupakan seorang intelektual independen

yang memiliki kemampuan hebat untuk mengkomunikasikan ide nya dalam prosa

yang terus terang dan memaksa. C. Wright mills dipandang oleh Said sebagai

sosok yang paling tepat menjawab pertanyaan apa yang diperankan intelektual

saat ini? Poin utama yang ingin disampaikan C. Wright Mills adalah pertentangan

antara kelompok massa dengan individu. Wright berpendapat jika ada semacam

pertentangan alami anatara kekuasaan organisasi besar, dari pemerintahan sampai

perusahaan dengan kelompok yang lebih lemah yang tidak hanya merupakan

individu tetapi keseluruhan umat manusia. Kekuasaan yang besar, cenderung

berupaya menciptakan golongan minoritas. Atas dasar itu, Wright menegaskan

bahwa para intelektual harus menempatkan diri sejajar dengan kelompok yang

lemah dan tak terwakili.

Pada akhir bab pertama ini, Edward Said menutup dengan sebuah

argumentasi yang sangat menarik. Pada dasarnya, intelektual menurut Said, bukan

pencipta konsensus dan kedamaian tetapi mereka yang seluruh kehadirannya

ditandai oleh sikapnya yang kritis dan memiliki cita rasa untuk tidak dapat

menerima formula yang sederhana, atau pandangan klise, atau sesuatu yang

berjalan tanpa gejolak dan akomodatif pada kekuasaan dengan tidak melakukan

atau mengatakan sesuatu yang kurang berkenan bagi penguasa. Serta mereka tidak

cukup hanya bersikap pasif, tetapi secara aktif mengemukakan pandangan nya di

muka umum.

Pandangan Said tersebut, tidak hanya berkaitan dengan suara mengkritik

kebijaksanaan pemerintah, tetapi lebih dari itu, pekerjaan intelektual menurut Said

adalah mempertahankan negara dengan kewaspadaan: selalu sadar akan tugasnya

untuk tidak membiarkan kebenaran diselewengkan atau menerima satu ide yang

dapat menguasai seluruh kehidupan. Tugas intelektual yang sangat berat tersebut,

senantiasa menempatkan para intelektual dalam kesendirian dan pengasingan.

Page 7: Peran Intelektual- Bab 1

Bahkan, tugas seorang kaum intelektual seakan tak pernah berakhir, tak pernah

selesai, dan selalu kurang sempurna. Karena prinsip yang dipegang oleh kaum

intelektual adalah prinsip kebenaran dan keadilan.

-Bagas Yusuf Kausan