PERAN DAN UPAYA KPU PROVINSI DKI JAKARTA DALAM...
Transcript of PERAN DAN UPAYA KPU PROVINSI DKI JAKARTA DALAM...
PERAN DAN UPAYA KPU PROVINSI DKI JAKARTA
DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI POLITIK
PENYANDANG DISABILITAS PADA
PILKADA JAKARTA 2017
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Amalia Stefani
1113112000014
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1439 H
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisa tentang “Peran dan Upaya KPU DKI Jakarta dalammeningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas pada pilkada Jakarta 2017”.Dalam pelaksanaan pilkada Jakarta 2017 tentunya mutlak dibutuhkan partisipasipolitik dari semua kalangan masyarakat Jakarta termasuk dari para penyandangdisabilitas. Meski penyandang disabilitas merupakan kelompok minoritas akan tetapipara penyandang disabilitas pun memiliki hak politik yang sama seperti masyarakatnon-disabilitas lainnya. Mengacu pada pilkada Jakarta sebelumnya, banyak sekalipersoalan-persoalan yang dapat menghambat partisipasi penuh dari para penyandangdisabilitas, sehingga hal tersebut dapat berdampak pada rendahnya tingkat partisipasipolitik penyandang disabilitas di pilkada Jakarta sebelumnya. Belajar dari pilkadaJakarta sebelumnya, maka dibutuhkanlah perhatian dan peranan khusus dari pihakpenyelenggara pilkada Jakarta utamanya KPU Provinsi DKI Jakarta untuk terusmeningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas di pilkada Jakarta 2017.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran KPU Provinsi DKI Jakartadan relevansinya dengan tingkat partisipasi pemilih disabilitas di pilkada Jakarta2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitiankualitatif, kemudian teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen danliteratur yang relevan dengan penelitian ini serta dengan melakukan wawancara.Selanjutnya pada teknik analisis data, peneliti menggunakan model analisistaksonomi. Teori yang digunakan adalah teori peran dan partisipasi politik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran KPU DKI Jakarta berpengaruhsignifikan terhadap tingkat partisipasi penyandang disabilitas. Menurut parapenyandang disabilitas dan LSM penyandang disabilitas (PPUA Penca) bahwasanyaperan KPU sudah bagus, dan upaya-upaya yang dilakukan oleh KPU untukmeningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas pun sudah ada. Meskimemang masih harus disempurnakan akan tetapi peran dan upaya KPU Provinsi DKIJakarta tersebut sudah jauh lebih baik dibandingkan pilkada sebelumnya. Sehinggatak heran jika partisipasi politik penyandang disabilitas meningkat cukup tajam dipilkada Jakarta 2017 ini di bandingkan dengan pilkada-pilkada Jakarta sebelumnya.
Kata Kunci: Partisipasi Politik, Penyandang Disabilitas, Pilkada Jakarta, KPUDKI Jakarta.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan judul “Peran dan Upaya KPU Provinsi DKI Jakarta dalam
Meningkatkan Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas Pada Pilkada Jakarta
2017”. Untaian shalawat serta salam penulis curahkan kepada Baginda Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa perubahan besar bagi umat manusia.
Adapun dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mengalami banyak sekali
tantangan dan hambatan. Namun dengan adanya bimbingan, bantuan, dorongan serta
do’a yang tiada henti dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih
yang sebesar-besarnya terutama kepada Prof. Dr. Zulkifli selaku Dekan FISIP UIN
Jakarta; Dr. Inding Rosyidin, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP
UIN Jakarta; Suryani, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN
Jakarta; Dra. Gefarina Djohan, M.A. selaku dosen pembimbing penulis yang dengan
sabar telah membimbing penulis sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Tanpa adanya bimbingan, bantuan dan dorongan dari beliau
penulis tentunya tidak akan bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik; dan
untuk seluruh dosen FISIP UIN Jakarta, penulis berterimakasih atas semua ilmu yang
telah diberikan kepada penulis.
Kemudian penulis juga sampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
untuk kedua orang tua penulis, yang selalu mendo’akan, memotivasi dan membiayai
penulis, sehingga penulis bisa memperoleh gelar sarjana seperti saat ini. Teruntuk
Komisioner Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin, M.Si. yang telah membimbing
penulis dan telah memberikan banyak sekali literatur untuk penulisan skripsi ini,
penulis ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya. Selanjutnya untuk Septiyana,
terimakasih sudah dengan sepenuh hati mendo’akan,
vii
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah .......................................................... 1B. Pertanyaan Penelitian ....................................................... 8C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 8D. Tinjauan Pustaka .............................................................. 9E. Metode Penelitian ............................................................. 12F. Sistematika Penulisan ....................................................... 14
BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEPTUAL
A. Teori Peran ....................................................................... 161. Pengertian Peran ......................................................... 162. Jenis-jenis Peran ......................................................... 173. Peran Sosialisasi KPU Provinsi DKI Jakarta
terhadap Penyandang Disabilitas ................................ 18B. Teori Partisipasi Politik .................................................... 20
1. Pengertian Partisipasi Politik .................................... 202. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik .............................. 243. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Partisipasi Politik ....................................................... 27C. Konsep Pilkada ................................................................. 30
1. Pengertian Pilkada ..................................................... 302. Fungsi dan Tujuan Pilkada ........................................ 323. Pelaksanaan Pilkada .................................................. 34
ix
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DANPENYANDANG DISABILITAS SERTA PELAKSANAANPILKADA JAKARTA 2017
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................ 371. KPU Provinsi DKI Jakarta ........................................ 372. PPUA Penca .............................................................. 41
B. Pengertian tentang Penyandang Disabilitas ..................... 45C. Keikutsertaan Penyandang Disabilitas
di Pilkada Jakarta 2017 ..................................................... 50
BAB IV PERAN DAN UPAYA KPU PROVINSI DKI JAKARTA SERTARELEVANSINYA DENGAN PENINGKATAN PARTISIPASIPOLITIK PENYANDANG DISABILITAS PADA PILKADAJAKARTA 2017
A. Peran KPU Provinsi DKI Jakarta dalamMeningkatkan Partisipasi Penyandang Disabilitasdi Pilkada Jakarta 2017...................................................... 54
B. Upaya KPU Provinsi DKI Jakarta dalamMeningkatkan Partisipasi Penyandang Disabilitasdi Pilkada Jakarta 2017 ..................................................... 61
C. Keberhasilan Peranan dan Upaya KPU Provinsi DKI JakartaDalam Meningkatkan Partisipasi PenyandangDisabilitas di Pilkada Jakarta 2017 .................................. 68
D. Tantangan dan Kendala KPU Provinsi DKI Jakartadalam Meningkatkan Partisipasi PolitikPenyandang Disabilitas di Pilkada Jakarta 2017 .............. 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 75B. Saran ................................................................................. 76
Daftar Pustaka ................................................................................................. xv
Lampiran ......................................................................................................... xviii
x
DAFTAR TABEL
Tabel III.B.1 Susunan Penasihat dan Dewan PengurusPPUA Penca .......................................................................... 43
Tabel III.C.1 Data Pemilih Disabilitas Pada Pilkada Jakarta 2017Putaran Pertama ..................................................................... 51
Tabel III.C.1 Data Pemilih Disabilitas Pada Pilkada Jakarta 2017Putaran Kedua ....................................................................... 51
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.A.1 Struktur OrganisasiKPU Provinsi DKI Jakarta ................................................ 38
Gambar III.C.1 Tingkat Partisipasi Politik Penyandang Disabilitasdi Pilkada Jakarta 2017 ..................................................... 52
Gambar IV.A.1 Bahan Sosialisasi Pilkada Jakarta ..................................... 58
Gambar IV.B.1 Aksesibilitas Lokasi TPS .................................................. 65
Gambar IV.B.2 Alat Bantu Coblos(Braille Template) ............................................................. 65
Gambar IV.B.3 Form C3 untukPendampingan Pemilih ...................................................... 68
Gambar IV.C.1 Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Jakartadi Pilkada Jakarta 2012 dan 2017 ...................................... 69
Gambar IV.C.2 Tingkat Partisipasi Politik Penyandang Disabilitasdi Pilkada Jakarta 2017 ..................................................... 70
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Bahan Sosialisasi Pilkada Jakarta 2017 .............................. xviii
Lampiran 2 Contoh TPS Akses untukPenyandang Disabilitas ...................................................... xx
Lampiran 3 Wawancara dengan Betty Epsilon Idroos,(Komisioner KPU DKI Jakarta) ......................................... xxi
Lampiran 4 Wawancara dengan Ariani Soekanwo,(Ketua Umum PPUA Penca) .............................................. xxvii
Lampiran 5 Wawancara dengan April Syar,(Pemilih Disabilitas Netra) .................................................. xxx
Lampiran 6 Wawancara dengan Elih,(Pemilih Disabilitas Daksa)................................................. xxxiv
xiii
DAFTAR SINGKATAN
ASEAN Association of South East Asian Nation
Bawaslu Badan Pengawas Pemilihan Umum
CETRO Central for Electoral Reform
CRPD Convention on the Right of Persons with Disabilities
DKI Daerah Khusus Istimewa
DPD Dewan Perwakilan Daerah
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
FKPCTI Federasi Kesejahteraan Penyandang Cacat Tubuh Indonesia
Gerkatin Gerakan Tuna Netra Indonesia
HAM Hak Asasi Manusia
HIPENCA Hari Internasional Penyandang Cacat
HWPCI Himpunan Wanita Penyandang Cacat Indonesia
JPPR Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat
KPPS Kelompok Penyelenggara Pemilihan Umum
KPU Komisi Pemilihan Umum
KPUD Komisi Pemilihan Umum Daerah
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
Pemilu Pemilihan Umum
Pertuni Persatuan Tuna Netra Indonesia
Pileg Pemilihan Legislatif
xiv
Pilkada Pemilihan Kepala Daerah
Pilpres Pemilihan Presiden
PKPU Peraturan Komisi Pemilihan Umum
PPCI Persatuan Penyandang Cacat Indonesia
PPK Panitia Pemilihan Kecamatan
PPS Petugas Pemungutan Suara
PPUA Penca Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat
RI Republik Indonesia
SAW Shallallahu ‘Alaihi Wasalam
SLB Sekolah Luar Biasa
SWT Subhanahu Wa Ta’ala
TPS Tempat Pemungutan Suara
UN United Nation
UU Undang-Undang
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Pilkada merupakan sebuah ajang pesta demokrasi untuk masyarakat daerah
di mana dalam pesta demokrasi tersebut masyarakat daerah memiliki kekuasaan
penuh dalam rangka mencari, memilih, serta menentukan pemimpin kepala daerah
yang mereka kehendaki. Penyelenggaraan pilkada dapat diyakini sebagai praktik
politik yang dapat menjadi instrumen kontrol masyarakat terhadap pemimpin
kepala daerah. Sejatinya pelaksanaan pilkada ini menjadi wadah atau sarana untuk
masyarakat daerah dalam mengartikulasikan kepentingannya.
Setelah sukses menggelar pilkada serentak pada 2015 lalu, Indonesia
kembali menggelar pilkada serentak pada 15 Februari 2017. Hal ini tentunya
menjadi momentum bersejarah bagi demokrasi di Indonesia. DKI Jakarta menjadi
bagian dari salah satu daerah yang menggelar perhelatan akbar (pilkada) untuk
memilih Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.
Meskipun penyelenggaraan pesta demokrasi ini digelar secara serentak, namun
tentunya implementasi demokrasi dari tiap-tiap daerah yang
menyelenggarakannya pasti berbeda-beda. Untuk menilai sebuah sistem politik
demokratis atau tidak, ada sejumlah kriteria yang bisa digunakan untuk
menilainya.
Kriteria demokrasi menurut Robert Alan Dahl terbagi menjadi lima, yang di
antaranya yaitu: (1) Persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif
yang mengikat; (2) Partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua
2
warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif; (3) Pembeberan
kekuasaan, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan
penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan; (4) Kontrol terakhir
terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi masyarakat untuk
menentukan agenda yang harus dan tidak harus diputuskan melalui pemerintahan;
dan (5) Terliputnya masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.1
Sedangkan menurut M. Amien Rais kriteria demokrasi terbagi menjadi
sepuluh, di antaranya adalah: (1) Adanya partisipasi masyarakat dalam pembuatan
keputusan; (2) Persamaan di depan hukum; (3) distribusi pendapatan secara adil;
(4) Kesempatan pendidikan yang sama; (5) Pengakuan dan penghargaan terhadap
empat macam kebebasan (kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan media
massa, kebebasan berkumpul, dan kebebasan beragama); (6) Ketersediaan dan
keterbukaan informasi; (7) Mengindahkan fatsoen (sopan santun); (8) Kebebasan
individu; (9) Semangat kerjasama; dan (10) Hak untuk protes.2
Dari beberapa kriteria demokrasi di atas, dapat dilihat bahwasanya kedua
tokoh tersebut memiliki kriteria yang sama mengenai partisipasi masyarakat dan
menjadikan partisipasi masyarakat sebagai tolak ukur dari sistem demokrasi.
Partisipasi politik masyarakat adalah sebuah pilar yang membangun keberhasilan
sistem demokrasi itu sendiri. Partisipasi masyarakat dalam pilkada merupakan hak
asasi yang harus dijunjung tinggi dan negara wajib melindungi hak-hak tersebut.
1 R. Siti Zuhro, dkk., Demokrasi Lokal: Perubahan dan Kesinambungan Nilai-NilaiBudaya Politik Lokal di Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Bali, (Yogyakarta:Ombak, 2009), 18.
2 Ayi Haryani dan Enung Huripah, “Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas Netra dalamPemilihan Umum Tahun 2014 di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung”, JurnalAgregasi, Vol.2, No.1, (2014): 89-90.
3
Pada pelaksanaan pilkada DKI Jakarta tentu diakui adanya hak pilih secara
universal, tanpa terkecuali bagi para penyandang disabilitas. Sebab mereka juga
memiliki hak dan kesempatan yang sama di dalam pilkada, tanpa ada pembedaan
maupun hambatan atas haknya dikarenakan disabilitasnya. Para penyandang
disabilitas berhak terlibat aktif dalam berkehidupan politik sama seperti
masyarakat non-disabilitas lainnya.
Namun pada praktik demokrasi di Indonesia, hingga saat ini para
penyandang disabilitas masih seringkali menghadapi berbagai hambatan saat
menggunakan hak politiknya. Meski hak mereka sepenuhnya telah dilindungi oleh
berbagai instrumen hukum internasional seperti CRPD, The Bill of Electoral
Rights for Citizens with Disabilities, The UN Guideline Promoting the Electoral
Rights of Person with Disabilities; dalam hukum regional dilindungi oleh The Bali
Declaration on the Enhancement of the Role and Participation of Person with
Disabilities in the ASEAN Community, The Jakarta Declaration on Southeast
Asian Electoral Community; dan dalam hukum nasional dilindungi oleh Undang-
Undang. Akan tetapi pada realitanya semua instrumen hukum tersebut tidak cukup
untuk melindungi hak politik para penyandang disabilitas. Oleh sebab itu, maka
masih diperlukan beberapa perbaikan agar dapat memastikan hak politik para
penyandang disabilitas tersebut dapat terjamin dan terpenuhi.3
Di Indonesia, hak untuk memilih dan dipilih bagi para penyandang
disabilitas telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas. Pada Pasal 13 Undang-Undang tersebut terdapat hak
3 M. Afifuddin, “Memastikan Hak Penyandang Disabilitas di Pilkada DKI Jakarta,” JurnalBawaslu DKI Jakarta (November 2016): 86.
4
politik penyandang disabilitas, yang di antaranya yaitu: (1). Memilih dan dipilih
dalam jabatan publik; (2) Menyalurkan aspirasi politik baik tertulis maupun lisan;
(3) Memilih partai politik dan/atau individu yang menjadi peserta dalam
pemilihan umum; (4) Membentuk, menjadi anggota, dan/atau pengurus organisasi
masyarakat dan/atau partai politik; (5) Membentuk dan bergabung dalam
organisasi penyandang disabilitas dan untuk mewakili penyandang disabilitas
pada tingkat lokal, (6) Nasional dan internasional; (7) Berperan serta secara aktif
dalam sistem pemilihan umum pada semua tahap dan/atau bagian
penyelenggaranya; (8) Memperoleh aksesibilitas pada sarana dan prasarana
penyelenggaraan pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan
pemilihan kepala desa atau nama lain; dan (9) Memperoleh pendidikan politik.4
Dalam sistem demokrasi, diakui adanya konsep “satu orang, satu suara”.
Konsep tersebut menjadi salah satu konsep paling mendasar dalam demokrasi.
Hak memilih dan hak dipilih menyediakan kesempatan bagi semua orang untuk
mempengaruhi keputusan-keputusan dan mempengaruhi hak dasar untuk hidup
mereka. Akan tetapi, orang-orang dengan disabilitas sering kali didiskriminasi
dalam hal ini. Padahal diskriminasi terhadap suatu kelompok adalah cacat
demokrasi.
Diskriminasi terhadap hak politik penyandang disabilitas merupakan suatu
tindakan atau sikap yang secara langsung ataupun tidak langsung, telah
mengganggu hak-hak politik para penyandang disabilitas dalam pelaksanaan
pemilihan umum, seperti: hak atas akses ke TPS, hak untuk didaftar sebagai
4 Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
5
pemilih, hak atas pemberian suara yang rahasia, hak untuk dipilih menjadi
anggota legislatif, hak atas informasi mengenai pemilihan umum, hak untuk
menjadi bagian dan penyelenggara pemilihan umum, dan lain-lain.5
Sebagai bagian dari warga negara, pemilih disabilitas juga menjadi bagian
penting dalam mengukur sukses tidaknya pelaksanaan pilkada serentak tahun
2017. Sebab, pilkada sebagai pesta demokrasi idealnya dapat dinikmati dan diikuti
oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Penyandang disabilitas merupakan salah
satu kelompok minoritas yang paling rentan, yang masih belum dapat
memberikan hak politiknya secara optimal. Hak suara mereka seringkali
diabaikan dan hak untuk mendapatkan aksesibilitas sarana dan prasarana pada saat
pemilihan pun kerap kali tidak terpenuhi. Hal ini menjadi penghambat bagi
penyandang disabilitas untuk berpartisipasi penuh dalam setiap kegiataan
pemilihan umum.
KPU Provinsi DKI Jakarta sebagai penyelenggara pilkada di Jakarta,
tentunya harus menjamin hak pilih seluruh masyarakat Jakarta untuk dapat
memilih calon kepala daerah yang mereka kehendaki secara langsung. Oleh
karenanya, maka diharapkan seluruh tahapan pelaksanaan pilkada sebaiknya akses
bagi semua masyarakat Jakarta, terutama untuk kelompok rentan seperti para
penyandang disabilitas. Dengan diterapkannya aksesibilitas tersebut, maka hal itu
merupakan bagian dari penerapan nilai-nilai demokrasi.
Tantangan bagi pemilih penyandang disabilitas pada saat pelaksanaan
pilkada, tidak hanya sebatas pada aksesibilitas TPS saja, akan tetapi pada tahapan-
5 Muladi, Hak Asasi Manusia: Hakekat, Konsep dan Implkasinya Dalam Perspektif Hukumdan Masyarakat (Bandung: Refika Aditama, 2005), 261.
6
tahapan sebelumnya juga banyak sekali tantangan yang dihadapi. Di antara
kendala yang dihadapi penyandang disabilitas dalam pilkada adalah: tidak terdata
sebagai pemilih, sosialisasi yang kurang akses sehingga mereka tidak bisa
mendapatkan informasi yang cukup tentang pilkada, tidak adanya alat bantu
coblos (braille template) bagi penyandang disabilitas netra, petugas KPPS yang
tidak mengerti bagaimana membantu pemilih disabilitas, dan lain-lain. Tantangan
dan kendala tersebut menghambat partisipasi penuh dari para penyandang
disabilitas. Oleh karenanya, masalah-masalah ini tidak hanya mempengaruhi hak-
hak penyandang disabilitas sebagai pemilih, tetapi juga sebagai warga negara.6
Dalam setiap tahapan pelaksanaan pilkada, penyandang disabilitas
membutuhkan aksesibilitas tertentu berdasarkan jenis disabilitasnya. Aksesibilitas
dalam setiap tahapan pilkada harus benar-benar diperhatikan oleh KPU Provinsi
DKI Jakarta, agar para pemilih penyandang disabilitas tidak kehilangan hak
pilihnya. Sebab apabila mereka kehilangan hak pilihnya maka hal ini
menunjukkan bahwa kinerja KPU Provinsi DKI Jakarta sebagai pihak
penyelenggara pilkada belum optimal. Dalam penyelenggaraan pilkada ini,
tentunya KPU Provinsi DKI Jakarta merupakan pihak yang paling bertanggung
jawab jika terdapat ketidakberesan pada saat menyelenggarakan pilkada.
Pada saat gelaran pilkada tahun 2012 lalu, KPU Provinsi DKI Jakarta
mendapatkan catatan negatif, baik itu dari pemilih disabilitas ataupun dari
organisasi-organisasi penyandang disabilitas. Hal ini dikarenakan peranan KPU
Provinsi DKI Jakarta yang kurang optimal dalam memenuhi hak politik para
6 M. Afifuddin, “Memastikan Hak Penyandang Disabilitas di Pilkada DKI Jakarta,” 83.
7
pemilih disabilitas pada saat pelaksanaan pilkada. Seperti yang ditegaskan oleh
Koordinator Nasional JPPR, Mochammad Afifuddin, yang sekarang menjabat
sebagai Komisioner Bawaslu RI. Pada saat pilkada Jakarta 2012 silam, menurut
Mochammad Afifuddin:
Indonesia masih belum ramah terhadap penyandang disabilitas. Padapilkada DKI Jakarta tahun 2012, fasilitas bagi penyandang disabilitasbelum maksimal. KPU Provinsi DKI Jakarta sama sekali tidakmenyediakan kertas suara huruf braille bagi tunanetra. Setelah ditegurdan diberikan bimbingan, KPU Provinsi DKI Jakarta akhirnyamenyediakan kertas suara huruf braille pada putaran kedua.7
Pernyataan ini disampaikan oleh Afifuddin saat berada di dalam forum diskusi, di
Hotel Kempinski Jakarta, pada 30 Juli 2013.
Oleh sebab itu, belajar dari pengalaman pilkada Jakarta 2012 lalu, maka
penulis menganggap perlu diteliti lebih jauh bagaimana penyelenggaraan pilkada
Jakarta 2017 terkait dengan pemenuhan hak-hak politik para penyandang
disabilitas. Walau bagaimanapun jumlah pemilih disabilitas di DKI Jakarta
tentunya tidak sedikit. Adapun jumlah pemilih disabilitas pada pilkada Jakarta
2017 di putaran pertama sebanyak 7.740 pemilih disabilitas. Lalu pada putaran
kedua sebanyak 7.568 pemilih disabilitas.8 Meski jumlah mereka hanya beberapa
persennya saja dari masyarakat non-disabilitas lainnya, akan tetapi
memperjuangkan hak pilih para penyandang disabilitas dalam setiap pemilihan
umum sangatlah penting. Mengingat hak pilih merupakan salah satu hak dasar
bagi setiap warga negara Indonesia yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih.
7 Sabrina Asril, “Hak Politik Penyandang Disabilitas yang Dibungkam”, Kompas.com,Selasa 30 Juli 2013 [berita on-line]; tersedia di https://www.kompas.com/; Internet; diakses pada28 Februari 2017.
8 Amir A Gofur dan Nurul Agustina, ed., Data dan Infografik Pilkada DKI Jakarta 2017,(Jakarta: KPU Provinsi DKI Jakarta, 2017), 23.
8
Berdasarkan pada uraian di atas, penulis terinsipirasi dan berminat untuk
membahas “Peran dan upaya KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan
partisipasi politik penyandang disabilitas pada pilkada Jakarta 2017” sebagai judul
dari penelitian yang akan penulis teliti.
B. Pertanyaan Penelitian
Pada pemaparan pernyataan masalah di atas, maka penulis merumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peran KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan
partisipasi politik penyandang disabilitas pada pelaksanaan pilkada Jakarta
2017?
2. Apa saja upaya yang dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dalam
meningkatkan partisipasi pemilih disabilitas?
3. Apa saja tantangan dan kendala KPU Provinsi DKI Jakarta dalam
meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas, pada pelaksanaan
pilkada Jakarta 2017?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini di antaranya yaitu:
1. Untuk mendeskripsikan peran KPU Provinsi DKI Jakarta dalam
meningkatkan partisipasi politik pemilih disabilitas pada Pilkada DKI
Jakarta 2017.
2. Untuk menjelaskan upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan KPU
Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan partisipasi politik penyandang
disabilitas; dan
9
3. Untuk menjelaskan apa saja tantangan dan kendala yang dihadapi KPU
Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan partisipasi politik pemilih
disabilitas pada pelaksanaan pilkada Jakarta 2017.
Adapun manfaat dari penelitian ini di antaranya yaitu:
1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan
memperluas khazanah ilmu pengetahuan sosial khususnya studi ilmu
politik yang memfokuskan kajian terhadap penyelenggara pemilihan
umum dan partisipasi penyandang disabilitas, dengan menjadikan KPU
sebagai objek penelitian.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan masukan baik untuk pemerintah, KPU dan penyelenggara pemilihan
umum lainnya dalam memaksimalkan peranan mereka untuk terus
meningkatkan partisipasi politik para penyandang disabilitas serta
memenuhi hak-hak politik para penyandang disabilitas pada pelaksanaan
pemilu.
D. Tinjauan Pustaka
Terkait dengan penelitian ini, penulis meninjau literatur penelitian terdahulu
yang cukup relevan dengan penelitian ini. Peninjauan ini penting dilakukan, agar
dapat memberikan keragaman perspektif yang dapat dijadikan perbandingan
dalam melakukan penelitian ini. Penelitian pertama mengenai penyandang
disabilitas diteliti oleh Nissa Nurul Fathia yang berjudul “Partisipasi Politik
Penyandang Disabilitas dalam Pemilihan Kepala Daerah Kota Bandar Lampung
Tahun 2015” dari Universitas Bandar Lampung. Penelitian yang dilakukan oleh
10
Nissa secara garis besar membahas tentang partisipasi politik penyandang
disabilitas pada pelaksanaan pilkada Kota Bandar Lampung. Penelitian Nissa
melihat bahwasanya dalam pemilihan umum sebelumnya para penyandang
disabilitas yang merupakan kelompok minoritas kurang diperhatikan
keberadaannya. Selain itu, para penyandang disabilitas juga kurang aktif dalam
berpartisipasi di setiap kegiatan pemilu yang dilaksanakan di Kota Bandar
Lampung, mulai dari bergabung dalam kelompok kepentingan, mengikuti
kegiatan kampanye sampai dengan pemberian hak suara. Tujuan dari penelitian
Nissa yaitu untuk mengetahui partisipasi politik penyandang disabilitas dalam
pilkada Kota Bandar Lampung pada tahun 2015. Metode penelitian Nissa
menggunakan metode kualitatif dan teori yang digunakan yaitu teori bentuk
partisipasi politik konvensional yang diperkenalkan oleh Abramsom dan
Haerckwik.
Hasil penelitian Nissa menunjukkan bahwa partisipasi politik penyandang
disabilitas dalam pilkada Kota Bandar Lampung tahun 2015, tergolog ke dalam
partisipasi “terbatas”, yaitu hanya sebatas memberikan hak pilih pada saat
pemungutan suara saja. Hal ini dibuktikan dengan:
a. Minimnya intensitas dari partisipasi politik penyandang disabilitas dalam
bergabung ke tim sukses para calon kepala daerah Kota Bandar Lampung.
Walaupun beberapa dari mereka masih ada yang ingin masuk dan
bergabung dalam kegiatan tersebut tetapi sebagaian besar dari mereka
enggan untuk melakukan hal tersebut.
11
b. Minimnya partisipasi politik penyandang disabilitas dalam mengikuti
kegiatan kampanye yang dilaksanakan oleh para calon kepala daerah Kota
Bandar Lampung tahun 2015.
c. Penyandang disabilitas lebih cenderung memilih memberikan suaranya
dan menggunakan hak pilihnya pada saat pilkada Kota Bandar Lampung
tahun 2015. Dari 20 kecamatan yang tersebar di Kota Bandar Lampung
keseluruhan jumlah penyandang disabilitas yang terdaftar dalam DPT
sebanyak 141 orang dan hanya 123 orang dari mereka yang ikut
berpartisipasi dalam pilkada tahun 2015 di Kota Bandar Lampung dengan
keseluruhan persentase sebanyak 87%.
Perbedaan penelitian Nissa dengan yang penelitian penulis terletak pada
obyek penelitiannya. Obyek penelitian Nissa adalah penyandang disabilitas,
sedangkan obyek penelitian penulis adalah KPU Provinsi DKI Jakarta. Di mana
penelitian Nissa hanya meneliti tentang tingkat partisipasi politik dari para
penyandang disabilitas dalam pilkada Kota Bandar Lampung. Sedangkan penulis
meneliti tentang peranan KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan
partisipasi politik pemilih disabilitas, yang di dalamnya meliputi upaya-upaya apa
saja yang telah dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan
partisipasi politik penyandang disabilitas, serta tantangan dan kendala apa saja
yang dihadapi oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan partisipasi
politik penyandang disabilitas pada pelaksanaan pilkada DKI Jakarta tahun 2017.
Informan dari penelitian Nissa adalah para penyandang disabilitas yang
sudah terdaftar sebagai pemilih tetap. Sedangkan informan penulis yaitu
12
Komisioner KPU Provinsi DKI Jakarta, ketua umum PPUA Penca serta
penyandang disabilitas yang telah menggunakan hak pilihnya pada gelaran
pilkada Jakarta 2017.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metodologi yang digunakan adalah metode penelitian
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif merupakan salah satu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan
dan perilaku orang-orang yang diamati. Kemudian, penelitian kualitatif ini
diharapkan mampu menghasilkan uraian mendalam tentang ucapan, tulisan atau
perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, ataupun
organisasi tertentu dalam suatu keadaan tertentu yang dikaji dari sudut pandang
yang utuh, dan menyeluruh. Tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk
memahami fenomena atau gejala sosial dengan cara memberikan pemaparan
berupa penggambaran yang jelas tentang fenomena atau gejala sosial tersebut
dalam bentuk rangkaian kata yang pada akhirnya akan menghasilkan sebuah
teori.9
1. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua teknik pengumpulan data,
di antaranya yaitu:
a. Studi dokumen dan literatur
Studi dokumen dan literatur merupakan salah satu metode pengumpulan
data kualitatif. Sebagian besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang
9 V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka baru press, 2014), 6.
13
berbentuk dokumentasi dan literatur.10 Penulis melakukan teknik studi dokumen
dan literatur ini dengan mengumpulkan fakta dan data yang berasal dari buku,
jurnal, arsip foto, berita online, internet dan lain sebagainya yang relevan dengan
penelitian ini.
b. Wawancara
Wawancara merupakan sebuah proses memperoleh penjelasan untuk
mengumpulkan informasi dengan menggunakan cara tanya jawab, cara ini bisa
dilakukan dengan bertatap muka langsung ataupun tanpa tatap muka yaitu hanya
melalui media komunikasi antara pewawancara dengan orang yang
diwawancarai.11
Adapun narasumber wawancara dalam penelitian ini diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu narasumber utama dan narasumber pendukung. Sebagai
narasumber utama dalam penelitian ini yaitu: Komisioner KPU Provinsi DKI
Jakarta, Betty Epsilon Idroos. Sedangkan narasumber pendukung dalam penelitian
ini antara lain yaitu: Ariani Soekanwo (Ketua Umum PPUA Penca), April Syar
(pemilih disabilitas netra), dan Elih (pemilih disabilitas daksa).
2. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, dan mengkategorikannya sehingga diperoleh suatu temuan
berdasarkan fokus atau masalah yang ingin di jawab. Melalui beberapa kegiatan
tersebut, data kualitatif dapat disederhanakan dan dipahami dengan mudah.
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian. Dalam
10 V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, 33.11 Ibid, 31.
14
penelitian ini, analisis data berlangsung secara bersamaan dengan proses
pengumpulan data dengan alur tahapan reduksi data, penyajian data, penyimpulan
dan verifikasi, serta kesimpulan akhir. Model analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu model analisis taksonomi, di mana dalam model ini penulis
berupaya memahami ranah-ranah tertentu yang sesuai dengan fokus masalah atau
sasaran penelitian. Masing-masing ranah ini dipahami dan dibagi lagi menjadi
beberapa sub, dan kemudian dari sub-sub ini dibagi lagi menjadi beberapa bagian
yang paling khusus hingga tidak ada yang tersisa.12
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dan memperoleh gambaran yang utuh serta
menyeluruh dalam skripsi ini, penulis menyusun penelitian ini dalam lima bab
yang terdiri dari beberapa sub-sub tersendiri. Bab-bab tesebut secara keseluruhan
akan saling berkaitan dengan satu dan yang lainnya. Adapun sistematika penulisan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I. Merupakan bab pendahuluan, pada bab ini penulis akan memaparkan
pernyataan masalah mengenai peran KPU Provinsi DKI Jakarta dalam
meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas pada pilkada Jakarta
2017, yang dapat dirumuskan dengan beberapa pertanyaan. Penelitian ini pun
memiliki beberapa tujuan dan manfaat, lalu ada juga tinjauan pustaka agar dapat
membedakan masalah yang penulis angkat sama atau tidak dengan masalah yang
sudah diteleti oleh penulis lain sebelumnya, serta dalam penelitian ini penulis
12 Ibid, 34-37.
15
menggunakan metode kualitatif dan menggunakan sistematika penulisan agar
lebih spesifik dalam menguraikan pembahasan dalam skripsi ini.
Bab II. Pada bab ini penulis akan memaparkan kerangka teori ataupun
konsep yang dipergunakan dalam pendeketan yang menjelaskan pokok
permasalahan penelitian ini, yang meliputi teori peran, partisipasi politik dan
konsep pilkada.
Bab III. Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang gambaran umum
lokasi penelitian yang terdiri dari KPU Provinsi DKI Jakarta dan PPUA Penca,
serta penulis akan menjelaskan pengertian tentang penyandang disabilitas dan
keikutsertaan penyandang disabilitas pada pilkada Jakarta 2017.
Bab IV. Pada bab ini penulis akan menguraikan hasil temuan dan hasil
wawancara mengenai peran KPU Provinsi DKI Jakarta dan relevansinya dalam
peningkatan partisipasi politik pemilih disabilitas pada pelaksanaan pilkada
Jakarta 2017.
Bab V. Merupakan Bab terakhir atau bab penutup, pada bab ini penulis akan
menyimpulkan pembahasan mengenai skripsi ini sekaligus menjadi penutup pada
pokok permasalahan mengenai Peran KPU Provinsi DKI Jakarta dalam
meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas pada pilkada Jakarta 2017.
16
BAB II
KERANGKA TEORI DAN KONSEP
Landasan teori merupakan salah satu unsur terpenting dalam suatu
penelitian. Landasan teori juga menjadi suatu ciri bahwa suatu penelitian
dilakukan dengan cara ilmiah untuk mendapatkan data. Menurut Neumen, seperti
yang dikutip dalam buku Sugiyono, disebutkan bahwa teori dapat dipahami
sebagai serangkaian konsep, definisi dan proporsi yang digunakan untuk melihat
suatu kejadian secara terorganisir, melalui proses hubungan antar variabel, yang
nantinya dapat digunakan untuk memaparkan dan meramalkan fenomena.13
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori dan konsep sebagai berikut:
A. Teori Peran
1. Pengertian Peran
Peran merupakan aspek dinamis dari kedudukan artinya, ketika seseorang
telah melaksanakan atau menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan suatu
peran. Peran sangat penting karena dapat mengatur perilaku seseorang, di samping
itu peran menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada
batas-batas tertentu. Sehingga seseorang dapat menyesuaikan perilakunya sendiri
dengan perilaku orang-orang sekelompoknya.14
Menurut Soerjono Soekanto, bahwasanya peran dapat diartikan sebagai
suatu aspek dinamis yang dapat berbentuk tindakan atau perilaku yang dilakukan
13 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:CV. Alfa Beta, 2010), 52.
14 Suyanto Bagong & Dwi Narwoko, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:Kencana, 2004), 158-159.
17
oleh seseorang yang menempati atau memangku suatu jabatan dan melaksanakan
hak-hak serta kewajibannya sesuai dengan kedudukannya tersebut.15 Sementara
itu, pengertian peran menurut The Liang Gie adalah dinamisasi dari status atau
penggunaan hak-hak dan kewajiban, atau bisa juga disebut status subjektif.16
Dalam penelitian ini peran yang dimaksud adalah peran KPU Provinsi DKI
Jakarta dalam melaksanakan tugas, wewenang, hak dan kewajibannya sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum, Peraturan KPU serta surat edaran KPU. Adapun peran KPU Provinsi DKI
Jakarta yang di maksud dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 serta
dalam PKPU dan surat edaran KPU, yang berhubungan dengan penelitian ini
yaitu: (1) Melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan pemilihan gubernur dan/atau
yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
(2) Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan
dan diserahkan oleh pemerintah dengan memperhatikan data pemilu dan/atau
pemilihan kepala daerah terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih.
2. Jenis-jenis Peran
Menurut Soerjono Soekanto peran terbagi menjadi tiga 3 jenis, di antaranya
yaitu:
a. Peranan Normatif
Peranan normatif adalah jenis peran yang dapat dilakukan oleh seseorang
ataupun lembaga yang di dasarkan pada seperangkat norma yang berlaku
dalam kehidupan masyarakat.
15 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 2002), 242.16 Hessel Nogi S. Tangkilisan, Manajemen Publik, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2005), 43.
18
b. Peranan Ideal
Peranan Ideal adalah jenis peran yang dilakukan oleh seseorang atau
lembaga yang di dasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya
dilakukan sesuai dengan kedudukannya di dalam suatu sistem.
c. Peranan Faktual
Peranan faktual adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau
lembaga yang di dasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau
kehidupan sosial yang terjadi secara nyata.17
Dalam penelitian ini jenis peran yang dijalankan oleh KPU Provinsi DKI
Jakarta adalah jenis peranan normatif, yang mana KPU DKI Jakarta sebagai
lembaga penyelenggara pilkada menjalankan peranannya di dasarkan pada
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
3. Peran Sosialisasi KPU Provinsi DKI Jakarta terhadap Penyandang
Disabilitas
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwasanya dalam Undang-
Undang Nomor 15 tahun 2011 terdapat serangkaian tugas dan wewenang KPU
Provinsi DKI Jakarta yang berkaitan dengan perannannya sebagai penyelenggara
pemilihan umum yang salah satunya yaitu melakukan sosialisasi kepada para
penyandang disabilitas. Pelaksanaan sosialisasi tentang pemilihan kepala daerah
ini pun diatur pula dalam PKPU Nomor 5 Tahun 2015 tentang Sosialisasi dan
Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah beserta Wakil Kepala
Daerah.
17 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, 243.
19
Sosialisasi politik yang dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta terhadap
para penyandang disabilitas, dapat dikatakan sebagai suatu proses atau kegiatan
untuk mengenalkan sebuah sistem politik yang dapat berisikan pendidikan, pesan
ataupun informasi politik kepada para penyandang disabilitas, dan bagaimana
penyandang disabilitas tersebut nantinya bisa mengenali sistem politik yang telah
dikenalkan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta kepadanya. Sehingga kemudian
penyandang disabilitas tersebut akan menentukan reaksinya terhadap peristiwa-
peristiwa politik yang sedang terjadi.
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai sosialisasi
politik, berikut ini ada beberapa definisi sosialisasi politik menurut beberapa ahli
terkemuka. Menurut Michael Rush dan Phillip Althof, sosialisasi politik adalah
sebagai suatu proses di mana individu atau kelompok bisa mengenali sistem
politik yang kemudian individu atau kelompok tersebut akan menentukan
tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap keadaan-keadaan politik yang sedang
terjadi. Sistem politik tersebut bisa saja berbentuk input politik, proses politik,
output politik, ataupun orang-orang yang menjalankan sistem pemerintahan.18
Sementara itu, menurut Efriza sosialisasi politik adalah suatu bagian dari
proses sosial. Sosialisasi merupakan sebuah media pendidikan yang dilakukan
oleh seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain yang dapat terjadi secara
alamiah. Dengan demikian, pengajaran dan pembelajaran tersebut berkaitan
dengan nilai-nilai politik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwasanya nilai-
18 Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Prenada MediaGroup, 2015), 167-170.
20
nilai politik yang ada pada setiap individu itu berbeda-beda dan hal tersebut dapat
dilihat salah satunya dari partisipasi politik.19
Sosialisasi politik dapat dijalankan oleh berbagai macam agen. Agen
sosialisasi politik menjadi sarana untuk menyampaikan pesan dan informasi
politik kepada masyarakat. Rush dan Althoff menyebutkan beberapa agen
sosialisasi politik tersebut, di antaranya yaitu: keluarga; sekolah; kelompok
pergaulan; media massa; pemerintah dan partai politik.20 Adapun menurut Efriza,
agen sosialisasi politik terbagi ke dalam enam bagian, di antaranya: keluarga;
sekolah; kelompok teman sebaya; media massa; situs jejaring sosial dan kontak-
kontak politik langsung.21
Dalam penelitian ini agen sosialisasi yang dimaksud adalah pemerintah atau
kontak politik langsung yaitu KPU DKI Jakarta. KPU DKI Jakarta menjadi agen
sosialisasi politik yang penting untuk para penyandang disabilitas, sebab sebagai
penyelenggara pilkada, KPU Provinsi DKI Jakarta mempunyai tugas dan
wewenang untuk melakukan sosialiasasi politik terhadap masyarakat Jakarta
termasuk kepada para penyandang disabilitas. Tugas dan wewenang dalam
melakukan sosialisasi tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan peran KPU
Provinsi DKI Jakarta.
B. Teori Partisipasi Politik
1. Pengertian Partisipasi Politik
Dalam khazanah ilmu sosial dan ilmu politik, terma partisipasi politik
menjadi salah satu terma yang cukup ramai didiskusikan oleh para ahli. Secara
19 Efriza, Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik, (Bandung: Alphabeta, 2012), 17.20 Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Politik, 180.21 Efriza, Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik, 58.
21
umum, terma partisipasi politik sering dipakai untuk melihat aktivitas warga
negara, baik sebagai perseorangan maupun yang tergabung dalam suatu kelompok
untuk ikut serta dalam bidang politik.
Definisi mengenai partisipasi politik banyak dikemukakan oleh para ahli
terkemuka, seperti Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, Norman H. Nie
dan Sidney Verba, Herbert McClosky dan beberapa nama lainnya. Menurut
Huntington dan Nelson, partisipasi politik merupakan sikap politik yang
mencakup segala kegiatan atau aktivitas yang mempunyai relevansi politik
ataupun hanya memengaruhi pejabat-pejabat pemerintah dalam pengambilan
keputusan pemerintah.22
Selanjutnya Nie dan Verba, mendefinisikan partisipasi politik sebagai suatu
aktivitas masyarakat yang legal, dan bertujuan untuk memengaruhi pemilihan
pejabat-pejabat negara atau langkah-langkah yang digunakan oleh mereka, dan
yang dilihat terutama adalah langkah-langkah yang bertujuan untuk memengaruhi
kebijakan-kebijakan pemerintah, yang dapat mempengaruhi alokasi nilai secara
otoritatif untuk masyarakat.23
McClosky memaknai istilah partisipasi politik sebagai kegiatan-kegiatan
yang dilakukan secara sukarela oleh warga masyarakat, di mana mereka
mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung
maupun tidak, masyarakat terlibat dalam proses pembentukan kebijakan umum.24
22 Muslim Mufti dan Ahmad Syamsir, Pembangunan Politik, (Bandung: CV Pustaka Setia,2016), 15.
23 Yoyoh Rohaniah dan Efriza, Sistem Politik Indonesia, (Malang: Intrans Publishing,2017), 273.
24 Gun Gun Heryanto, Media Komunikasi Politik: Relasi Kuasa Media di Panggung Politik,(Yogyakarta: IRCiSoD, 2018), 127-128.
22
Ramlan Surbakti, berpendapat bahwa partisipasi politik merupakan suatu bentuk
keikutsertaan warga negara dalam memilih pemimpin-pemimpinnya. Selain itu
dalam partisipaasi politik masyarakat juga dapat menentukan segala pelaksanaan
kebijakan umum, yang berkaitan serta mempengaruhi hidupnya. Partisipasi politik
masyarakat yang dilakukan melalui pengawasan terhadap proses perumusan,
pelaksanaan dan penilaian suatu kebijakan pemerintah tentu akan berpengaruh
positif dalam suatu pembangunan. Partisipasi politik masayarakat ini dapat terjadi
baik di tingkat nasional, daerah maupun tingkat desa.25
Miriam Budiardjo mendefinisikan partisipasi politik sebagai suatu bentuk
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, untuk ikut secara
aktif dalam kegiatan politik, yaitu dengan cara memilih pemimpin negara. Dengan
demikian kegiatan ini secara langsung ataupun tidak akan berpengaruh terhadap
kebijakan pemerintah. Kegiatan ini meliputi pemberian hak pilih dalam pemilu,
mengikuti rapat umum, menjadi bagian dari suatu partai politik, menjadi bagian
dari kelompok kepentingan, berhubungan dengan penguasa atau anggota
parlemen.26
Dalam kenyataan kehidupan masyarakat yang ada di lingkungan kita,
bahwasanya tidak semua anggota masyarakat berkehendak untuk berpartisipasi
dalam kegiatan politik. Hanya segelintir orang yang secara sukarela berpartisipasi
aktif dalam kegiatan politik. Sementara itu, jumlah orang yang tidak mau
berpartisipasi dalam kegiatan politik pun cukup besar. Bahkan adapula orang-
25 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia,1999), 137.
26 Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1998), 3.
23
orang yang menghindari diri dari segala kegiatan partisipasi politik, atau hanya
ikut berpartisipasi dalam tingkatan yang paling rendah.27
Dari beberapa uraian di atas, dapat diketahui bahwasanya partisipasi politik
merupakan suatu tindakan sukarela, penuh kesadaran dan tanpa adanya paksaan
atau tekanan dari siapapun. Partisipasi politik dalam hal ini juga merupakan suatu
bentuk kegiatan, yang tentunya tidak sulit untuk dilakukan oleh setiap orang.
Bahkan partisipasi politik adalah kegiatan yang sangat sederhana dan mudah
untuk dilakukan oleh siapapun. Inti dari partisipasi politik ini adalah memberikan
suara dalam penyelenggaraan pemilu, mengikuti kegiatan kampanye, menjadi
bagian dari partai politik atau kelompok kepentingan, berhubungan dengan
penguasa atau anggota parlemen dan lain sebagainya.
Partisipasi politik merupakan salah satu indikator terpenting dari sebuah
sistem demokrasi, di mana seluruh anggota masyarakat berhak terlibat untuk
berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan pemilu ataupun pilkada.
Partisipasi politik yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah partisipasi
politik para penyandang disabilitas pada pelaksanaan pilkada Jakarta 2017.
Partisipasi politik para penyandang disabilitas di pilkada Jakarta 2017 patut
diperhitungkan, sebab para penyandang disabilitas pun sama-sama memiliki peran
yang sangat penting seperti masyarakat non disabilitas lainnya, dalam mengukur
sukses atau tidaknya demokratisasi di pilkada DKI Jakarta 2017. Tanpa adanya
partisipasi politik yang aktif dari para penyandang disabilitas maka demokratisiasi
di pilkada DKI Jakarta 2017 dapat dikatakan belum berhasil.
27 Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), 156.
24
2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik
Bentuk-bentuk partisipasi politik masyarakat dapat diteropong melalui
aktivitas-aktivitas politiknya. Para ahli tentunya telah merumuskan berbagai
macam bentuk partisipasi politik. Dari berbagai pandangan ahli yang ada,
tentunya mereka memiliki perbedaan mendasar dalam membagi bentuk-bentuk
partisipasi politik.
Ramlan Surbakti membagi partisipasi politik menjadi dua bagian, yaitu:
a. Partisipasi aktif
Bentuk kegiatan partisipasi aktif di antaranya adalah mengusulkan suatu
kebijakan umum, mengusulkan alternatif kebijakan umum yang berbeda
dengan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah, mengkritik dan
mengusulkan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak,
dan memilih calon pemimpin. Dengan kata lain, partisipasi aktif berarti
kegiatan yang berdasarkan pada input, proses dan output politik.
b. Partisipasi pasif
Partisipasi pasif merupakan kebalikan dari partisipasi aktif. Partisipasi
pasif berbentuk kegiatan yang menaati pemerintah, menerima, dan
melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah. Partisipasi pasif di sini
merupakan kegiatan yang berorientasi pada proses output.28
Selanjutnya Gabriel Almond membagi bentuk partisipasi politik menjadi
dua, yaitu:
a. Partisipasi politik konvensional
28 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 142-143.
25
Yang dimaksud dengan partisipasi politik konvensional yaitu suatu
bentuk partisipasi politik yang “normal” dalam demokrasi modern.
Partisipasi politik konvensional ini meliputi kegiatan pemberian hak pilih
(voting), mengadakan diskusi politik, mengikuti kampanye, membentuk
dan bergabung dalam kelompok kepentingan, serta melakukan
komunikasi dengan pejabat pemerintah dan administratif.
b. Partisipasi politik non konvensional
Bentuk partisipasi politik ini merupakan bentuk yang tidak biasa
dilakukan dalam kondisi normal, sebab partisipasi ini dapat berupa
kegiatan illegal, penuh dengan kekerasan dan revolusioner. Kegiatan
yang termasuk ke dalam ranah ini di antaranya yaitu: mengajukan
permohonan resmi kepada pemerintah, berdemonstrasi, melakukan aksi
pemogokan, melakukan tindakan kekerasan politik terhadap benda dan
manusia, serta melakukan perang gerilya dan revolusi.29
Huntington dan Nelson membagi dua bentuk partisipasi politik pada
masyarakat daerah, yaitu:
a. Partisipasi yang berbentuk otonom (bersifat mandiri)
Bentuk partisipasi politik yang otonom adalah ketika seseorang
berpartisipasi karena keinginannya sendiri atau secara suka rela. Hal
tersebut dilakukan karena adanya rasa tanggung jawab terhadap kegiatan
politik.
b. Partisipasi yang dimobilisasi (bersifat kelompok).
29 Yoyoh Rohaniah dan Efriza, Sistem Politik Indonesia, 290.
26
Bentuk partisipasi yang dimobilisasi adalah ketika seorang individu ikut
berpartisipasi dalam kegiatan politik, namun tidak berdasarkan atas
keinginannya sendiri (tidak suka rela), tetapi karena ada permintaan dari
kelompoknya atau digerakkan oleh oknum politik langsung seperti
partai politik, para kandidat calon pemimpin, tim sukses, pejabat
pemerintah, kelompok kepentingan dan lain-lain. Oleh karenanya bentuk
partisipasi politik seperti ini disebut sebagai partisipasi yang
dimobilisasi.30
Dari berbagai macam bentuk partisipasi politik ini, dapat dilihat
bahwasanya kegiatan dalam partisipasi politik sangatlah beragam. Dari bentuk
kegiatan yang paling sederhana sampai yang kompleks, dari bentuk kegiatan yang
cenderung aktif sampai ke yang pasif, dari bentuk-bentuk yang mengutamakan
perdamaian sampai bentuk-bentuk yang melakukan tindakan kekerasan, serta dari
bentuk-bentuk yang bertindak secara sukarela sampai yang dimobilisasi. Namun
walau bagaimanapun, segala bentuk kegiatan ini termasuk dalam kategori
partisipasi politik. Setiap kegiatan yang berkaitan dengan proses kebijakan, dan
partisipan terlihat untuk mempengaruhi jalannya proses tersebut agar dapat sesuai
dengan kepentingan dan aspirasinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan
bentuk partisipasi politik Samuel Huntington dan Joan M. Nelson. Partisipasi
politik penyandang disabilitas pada pilkada Jakarta 2017 tentunya ada yang
30 Anwar Arifin, Komunikasi Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 213.
27
berbentuk otonom (bersifat mandiri atau secara sukarela) dan ada pula yang
dimobilisasi atau dipengaruhi oleh kelompok lain.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik
Partisipasi politik pada dasarnya merupakan hak setiap warga negara. Di
negara-negara yang menganut sistem demokrasi, jika semakin tinggi angka
partisipasi politik masyarakat maka hal ini dianggap sangat baik. Dalam hal ini
tingginya partisipasi masyarakat maka menunjukkan bahwa masyarakat mengikuti
dan memahami segala persoalan politik yang ada, dan ingin terjun langsung dalam
kegiatan-kegiatan tersebut. Namun sebaliknya, jika angka partisipasi politik
masyarakat cenderung rendah, maka hal ini dapat dikatakan kurang baik, sebab
menunjukkan rendahnya perhatian masyarakat terhadap masalah politik. Meski
demikian, persentase partisipasi politik masyarakat di tiap-tiap wilayah tentunya
berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh kadar partisipasi politik yang juga
bervariasi.
Partisipasi politik sebagai bentuk dari suatu kegiatan, tentu didasari oleh
beberapa faktor. Faktor tersebut bisa berasal dari faktor internal maupun eksternal
dari dalam diri seseorang, bahkan ada pula yang menggabungkan keduanya.
Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat
menurut para ahli.
Menurut Weimar, ada lima faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
partisipasi politik, yakni:
28
a. Modernisasi
Modernisasi yang terjadi di berbagai aspek, berkaitan pada
komersialisasi pertanian, industrialisasi, meningkatnya laju urbanisasi,
peningkatan kualitas pendidikan, meluasnya peran media massa dan
komunikasi. Kemajuan tersebut berdampak pada peningkatan partisipasi
masyarakat, terutama yang berada di daerah perkotaan, untuk
berpartisipasi dalam kegiatan politik.
b. Terjadinya perubahan struktur kelas esensial
Yang dimaksud di sini adalah lahirnya kelas menengah dan pekerja baru
yang semakin meluas dalam masa industrialisasi. Kemunculan mereka
tenju saja bersamaan dengan adanya tuntutan-tuntutan baru yang pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah.
c. Pengaruh kelompok intelektual dan meningkatnya komunikasi massa.
Gagasan-gagasan mengenai nasionalisme, liberalisme, dan egalitarisme
memunculkan tuntutan-tuntutan untuk berpartisipasi dalam proses
penentuan kebijakan. Komunikasi yang semakin meluas mempermudah
masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.
d. Terjadinya konflik antar pemimpin politik.
Para pemimpin politik yang saling meperebutkan kekuasaan, seringkali
memperoleh kemenangan dengan cara mencari dukungan massa. Dalam
hal ini, seringkali terjadi partisipasi yang dimobilisasi.
e. Adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam segi sosial,
ekonomi dan kebudayaan.
29
Meluasnya ruang gerak pemerintah seringkali menimbulkan tuntutan
yang terorganisasi untuk turut serta dalam mempengaruhi pengambilan
kebijakan politik. Hal seperti itu merupakan dampak dari aktivitas
pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan. 31
Ramlan Surbakti, membagi dua macam faktor-faktor yang diperkirakan
mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang, yaitu:
a. Kesadaran politik
Kesadaran politik adalah kesadaran seseorang terhadap hak dan
kewajibannya sebagai warga negara. Oleh karenanya, kesadaran politik
sangat berkaitan erat dengan pengetahuan, keinginan dan perhatian
seseorang tentang lingkungan masyarakat dan keadaan politik yang
sedang terjadi.
b. Kepercayaan terhadap pemerintah (sistem politik)
Kepercayaan terhadap pemerintah dapat diartikan sebagai penilaian
seseorang terhadap pemerintah yang sedang berkuasa. Apakah pemeritah
itu dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak.32
Selanjutnya menurut Nimmo, keterlibatan seseorang dalam partisipasi
politik dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:
1. Peluang resmi, artinya ada kesempatan seseorang terlibat dalam partisipasi
karena didukung kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
2. Sumber daya sosial, artinya partisipasi ditentukan oleh kelas sosial dan
peredaan geografis. Dalam kenyataannya tidak semua orang memiliki
31 Yoyoh Rohaniah dan Efriza, Sistem Politik Indonesia, 323.32 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 144.
30
peluang yang sama berkenaan dengan sumberdaya sosial dan sumberdaya
ekenomi untuk terlibat dalam partisipasi politik. berkaitan dengan
perbedaaan demografis, terdapat juga perbedaan partisipasi seperti usia,
jenis kelamin, suku, tempat tinggal, agama dan lain-lain.
3. Motivasi personal, artinya motif yang mendasari kegiatan berpolitik sangat
bervariasi. Motif ini bisa sengaja atau tidak disengaja, rasional atau tidak
emosional, dipahami psikologis atau sosial, diarahkan dari dalam diri
sendiri atau dari luar, dan dipikirkan atau tidak dipikirkan.33
Menurut Sherry R. Arnstein faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
partisipasi politik masyarakat terbagi menjadi empat yang di antaranya adalah:
komunikasi politik; kesadaran politik; pengetahuan masyarakat terhadap proses
pengambilan keputusan; dan kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik.34
Dari beberapa faktor yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, banyak
sekali yang dapat mempengaruhi seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan
politik. Akan tetapi dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan teori Sherry
R. Arnstein dalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
politik penyandang disabilitas.
C. Konsep Pilkada
1. Pengertian Pilkada
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepada daerah adalah pelaksanaan
kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih kepala
daerah beserta wakilnya secara langsung dan demokratis. Hal tersebut termaktub
33 Yalvema Miaz, Partisipasi Politik: Pola Perilaku Pemilih Pemilu Masa Orde Baru danReformasi, (Padang:UNP Press, 2012), 24.
34 Yoyoh Rohaniah dan Efriza, Sistem Politik Indonesia, 317.
31
dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Kepal Daerah, Nomor 8 Tahun 2015,
Pasal 1 ayat 1.35 Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008
tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Nomor 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan Pengangakatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah dijelaskan bahwa pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang selanjutnya disebut pemilihan adalah sarana pelaksana kedaulatan
rakyat di wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih
kepala daerah dan wakil kepala daerah.36
Menurut Cakra Arbas, pilkada merupakan kegiatan yang dilakukan di
Indonesia untuk memilih pemimpin daerah dan wakilnya secara langsung oleh
penduduk daerah setempat yang telah memenuhi syarat.37 Sedangkan menurut
Siswanto Sunarno, pilkada merupakan pesta rakyat untuk memilih kepala daerah
beserta wakilnya dari usulan partai politik tertentu, gabungan partai politik atau
secara independen dan yang telah memenuhi persyaratan.38
Berdasarkan dari uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan
bahwasanya pilkada adalah sebuah mekanisme politik, untuk merotasi
kepemimpinan di daerah dan untuk mengartikulasikan aspirasi serta kepentingan
masyarakat daerah, dengan cara menyelenggarakan pemilihan umum kepala
35 Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati danWalikota.
36 Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, PengesahanPengangakatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
37 Cakra Arbas, Jalan Terjal Calon Independen Pada Pemilukada di Provinsi Aceh,(Jakarta: Sofmedia, 2012), 31.
38 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,2006), 131.
32
daerah. Masyarakat berhak dan berkewajiban untuk memilih satu pasangan calon
kepala daerah beserta wakilnya, secara langsung dan demokratis. Adapun kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud di sini adalah gubernur beserta
wakilnya untuk memimpin di daerah provinsi, bupati beserta wakilnya untuk
memimpin di daerah kabupaten, dan walikota beserta wakilnya untuk memimpin
di daerah kota.
Dalam penelitian ini, penulis memilih untuk meneliti pilkada DKI Jakarta
tahun 2017. Di mana pilkada yang digelar adalah untuk memilih calon gubernur
dan wakil gubernur yang akan memimpin DKI Jakarta dalam kurun waktu lima
tahun ke depan.
2. Fungsi dan Tujuan Pilkada
Fungsi dan tujuan pilkada dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,
terbagi menjadi tiga poin utama, yaitu:
a. Memilih pemimpin daerah yang sesuai dengan keinginan masyarakat,
sehingga kepala daerah yang terpilih nantinya, diharapkan dapat
memenuhi dan mewujudkan keinginan masyarakat daerah tersebut.
b. Melalui penyelenggaraan pemilihan kepala daerah ini diharapkan
masyarakat daerah memilih pemimpin dengan didasarkan pada misi, visi,
program serta kualitas dan integritas calon kepala daerah. Sebab dengan
dilaksanakannya pemilihan tersebut akan menentukan sejauh mana
keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
33
c. Pemilihan kepala daerah menjadi sebuah sarana pertanggungjawaban yang
sekaligus menjadi sebuah sarana untuk mengevaluasi dan mengontrol
seorang kepala daerah dan kekuatan politik yang menopangnya.39
Melalui penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, masyarakat diharapkan
dapat memutuskan apakah akan memperpanjang atau menghentikan mandat
seorang kepala daerah, dan juga apakah organisasi politik penopang masih dapat
dipercaya atau tidak. Oleh karena itu, sebagai bagian dari pemilihan umum, maka
pemilihan kepala daerah harus diselenggarakan secara demokratis sehingga betul-
betul dapat memenuhi peran dan fungsi tersebut. Pelanggaran dan kelemahan
yang dapat menyesatkan nilai-nilai demokrasi dalam penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah harus diperbaiki dan dicegah semaksimal mungkin.40
Tujuan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah tentunya adalah agar
masyarakat daerah dapat memilih pemimpin kepala daerah secara langsung dan
demokratis. Penyelenggaraan pemilihan tersebut secara otomatis membuka ruang
untuk masyarakat agar ikut serta dalam berbagai aktivitas politik di tingkat
daerah. Oleh karenanya, pelaksanaan pilkada adalah rangka untuk memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk melaksanakan hak dan kewajibannya.
Selain itu tujuan lain dari penyelenggaraan pilkada adalah untuk merotasi
kepemimpinan yang lama dan digantikan dengan kepemimpinan yang baru
sebagai produk dari pelaksanaan pilkada itu sendiri. Pemimpin yang telah dipilih
secara langsung oleh masyarakat diharapkan lebih akuntabel dan lebih
berorientasi pada kepentingan rakyat. Sehingga mereka dapat memenuhi hak-hak
39 Janedri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu, (Jakarta: Kontpress, 2012), 85.40 Janedri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu, 85.
34
masyarakat dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat. Kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah daerah akan dapat diawasi secara langsung dan dapat dipertanggung
jawabkan kepada masyarakat, karena masyarakat terlibat secara langsung dalam
penyelenggaraan pemerintah melalui proses pemilihan kepala daerah.
3. Pelaksanaan Pilkada
Pada prakteknya, proses pelaksanaan pilkada dilaksanakan oleh KPUD,
berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dasar hukum
pelaksanaan pemilihan kepala daerah ini telah diatur dalam Undang-Undang
tentang Pemerintahan Daerah, Nomor 32 Tahun 2004, Pasal 57 ayat 1 yang
menyebutkan bahwa pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggung jawab kepada DPRD; lalu pada
ayat 2 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, KPUD menyampaikan
laporan penyelenggaraan pilkada kepada DPRD; dan pada ayat 3 disebutkan
bahwasanya dalam mengawasi penyelenggaraan pilkada, dibentuk panitia
pengawas pilkada yang keanggotaannya terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan,
perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat.41
Selain Pasal 57 yang telah diuraikan di atas, dasar hukum penyelenggaraan
pilkada pun terdapat pada pasal 65 ayat 1 yang menyebutkan bahwasanya pilkada
diselenggarakan melalui masa persiapan dan tahap pelaksanaan; lalu pada ayat 2
disebutkan bahwa dalam masa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi: a. Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai berakhirnya
masa jabatan; b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya
41 Lihat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
35
masa jabatan kepala daerah; c. Perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan
tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah; d.
Pembentukan Panitia Pengawas, PKK, PPS dan KPPS; e. Pemberitahuan dan
pendaftaran pemantau; dalam ayat 3 dijelaskan bahwa tahap pelaksanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Penetapan daftar pemilih; b.
Pendaftaran dan Penetapan calon kepala daerah/wakil kepala daerah; c.
Kampanye; d. Pemungutan suara; e. Penghitungan suara; dan f. Penetapan
pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih, pengesahan dan
pelantikan; dan pada ayat 4 dijelaskan pula tentang tata cara pelaksanaan masa
persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tahap pelaksanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur KPUD dengan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah.42
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pemilu juga mengatur
tentang penyelenggaraan pemilihan umum di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Dalam Pasal 1 ayat 7 disebutkan bahwa Komisi Pemilihan Umum Provinsi,
selanjutnya disebut KPU Provinsi adalah penyelenggara pemilu yang bertugas
melaksanakan pemilu di provinsi. Selanjutnya pada ayat 8 dijelaskan bahwa
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut KPU
Kabupaten/Kota, adalah penyelenggara pemilu yang bertugas melaksanakan
pemilu di kabupaten/kota. Berdasarkan pada peraturan dalam Undang-Undang
tersebut sangat jelas bahwasanya praktek pilkada provinsi (gubernur dan wakil
gubernur) yang notabene-nya dilaksanakan di provinsi merupakan tugas yang
42 Lihat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
36
diselenggarakan oleh KPU Provinsi. Sedangkan pilkada kabupaten/kota
diselenggarakan oleh KPU Kabupaten/Kota.43
Selain Undang-Undang, pelaksanaan pilkada pun telah di atur dalam
Peraturan KPU dan surat edaran KPU. Jadi dalam proses pelaksanaan pilkada,
pelaksanaannya tergantung pada Undang-Undang dan Peraturan yang telah dibuat
oleh KPU.
43 Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
37
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PENYANDANG
DISABILITAS SERTA PENYELENGGARAAN PILKADA DKI
JAKARTA TAHUN 2017
A. Gambaran Umum tentang KPU DKI Jakarta dan PPUA Penca
1. KPU DKI Jakarta
Komisi Pemilihan Umum adalah nama lembaga negara yang
menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang
tentang Penyelenggara Pemilu, Nomor 15 Tahun 2011, Pasal 1 ayat 6 dijelaskan
bahwasanya Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU adalah
lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri yang
bertugas melaksanakan pemilu.44
Dalam penelitian ini, KPU yang dimaksud adalah KPU Provinsi DKI
Jakarta. KPU Provinsi bertugas melaksanakan pemilu di wilayah provinsi. KPU
Provinsi dibentuk berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011
pasal 3 tentang wilayah kerja KPU, pasal 4 ayat 2 tentang kedudukan KPU
Provinsi serta pasal 6 tentang jumlah anggota KPU Provinsi dan tidak mengubah
pembagian tugas, fungsi, wewenang dan melaksanakan tahap-tahap, jadwal dan
mekanisme pemilu DPR, DPD, DPRD, presiden dan wakil presiden, serta kepala
daerah dan wakil kepala daerah. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU berpedoman
pada asas mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib penyelenggara pemilu,
44 Lihat Undnag-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
38
kepentingan umum, dan keterbukaan.45 Beranjak dari keputusan No 16 Tahun
1999 dan dengan diundangkannya Undang-Undang penyelenggara pemilihan
umum, maka terbentuklah Komisi Pemilihan Umum Provinsi yang di dalamnya
meliputi KPU Provinsi DKI Jakarta. Adapun struktur organisasi KPU Provinsi
DKI Jakarta, dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar III.A.1Struktur Organisasi KPU Provinsi DKI Jakarta
Sumber: KPU Provinsi DKI Jakarta
45 Lihat Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Nomor 15 Tahun 2011.
Sub Bagian SDM
Sandi Sutra Raharja
Sub BagianProgram dan DataAndi Setyo Pranata
Ketua
Sumarno
AngggotaKomisionerMoch. Sidik
AngggotaKomisioner
Betty Epsilon Idroos
AngggotaKomisioner
Dahliah Umar
AngggotaKomisionerM. Fadillah
Sekretaris
Martin Nurhusin
Bagian Program, DataOrganisasi dan SDM
Suharyono
Bagian Keuangan, Umumdan Logistik
Saono
Bagian Hukum, Teknisdan HupmasBinsar Siagian
Sub BagianKeuangan
Farida
Sub Bagian Umumdan Logistik
Rivan
Sub Bagian Teknisdan HupmasM. Douglas A.
Ondang
Sub BagianHukum
Hangga Pramaditya
39
a. Visi dan misi KPU Provinsi DKI Jakarta yakni:
1) Visi
Terwujudnya Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilihan
Umum yang memiliki integritas, profesional, mandiri, transparan dan akuntabel,
demi tercapainya demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) Misi
a) Membangun lembaga penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki
kompetensi, kredibilitas dan kapabilitas dalam menyelenggarakan
Pemilihan Umum.
b) Menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk memilih Anggota DPR, DPD,
DPRD, presiden dan wakil presiden serta kepala daerah dan wakil kepala
daerah secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, akuntabel,
edukatif dan beradab.
c) Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilihan Umum yang bersih,
efisien dan efektif.
d) Melayani dan memperlakukan setiap peserta Pemilihan Umum secara adil
dan setara serta menegakkan peraturan Pemilihan Umum secara konsisten
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e) Meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam
Pemilihan Umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang
demokratis.46
46 Diakses dari website KPU Jakarta pada 20 Mei 2017, tersedia di http://kpujakarta.go.id/
40
b. Tugas dan Wewenang KPU Provinsi DKI Jakarta
Dalam Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 9
ayat 3, dijelaskan bahwa tugas dan kewenangan KPU Provinsi dalam
penyelenggaraan pemilihan gubernur di antaranya adalah merencanakan program,
anggaran dan jadwal pemilihan gubernur; menyusun dan menetapkan tata kerja
KPU serta pedoman teknis penyelenggaraan pemilihan gubernur; menerima daftar
pemilih dari KPU Kabupaten/Kota; memutakhirkan data pemilih; menetapkan
calon gubernur; mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara; membuat
berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
menetapkan dan mengumumkan hasil pemilihan gubernur; mengumumkan calon
gubernur terpilih dan membuat berita acaranya; menindaklanjuti rekomendasi
Bawaslu provinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran pemilihan;
melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat; melakukan evaluasi dan membuat
laporan penyelenggaraan pemilihan gubernur serta menyampaikan laporan
tersebut kepada DPR, Presiden, Gubernur dan DPRD Provinsi; dan melaksanakan
tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/ atau peraturan
perundang-undangan.47
c. Jumlah Keanggotaan KPU
Jumlah keanggotaan KPU Provinsi DKI Jakarta di atur dalam Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Pasal 6
ayat 1-7. Pada ayat 1 disebutkan jumlah anggota KPU Provinsi sebanyak lima
orang; selanjutnya pada ayat 2 disebutkan bahwa keanggotaan KPU Provinsi
47 Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
41
terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota; pada ayat 3 disebutkan
bahwa ketua KPU Provinsi dipilih dari dan oleh anggota; pada ayat 4 dijelaskan
bahwasanya setiap anggota KPU Provinsi mempunyai hak suara yang sama; lalu
pada ayat 5 disebutkan pula komposisi keanggotaan KPU Provinsi
memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%; pada ayat 6
dijelaskan tentang masa keanggotaan KPU Provinsi yaitu selama lima tahun
terhitung sejak pengucapan janji; dan pada ayat 7 disebutkan bahwa sebelum
berakhirnya masa keanggotaan KPU Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat 6,
calon anggota KPU Provinsi yang baru harus sudah diajukan dengan
memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang ini.48
2. PPUA Penca
a. Profil PPUA Penca
Terbentuknya PPUA Penca 2004 didorong oleh rasa keprihatinan atas
kurangnya kesetaraan dalam menemukan hak berpolitik bagi kelompok pemilih
penyandang disabilitas. Keprihatinan tersebut dilandasi fakta riil bawha pemilu
yang telah berlangsung selama ini tidak adil dan diskriminasi khususnya bagi
kelompok pemilih penyandang disabilitas. Hal ini terlihat dalam berbagai kasus
sebagai contoh: untuk pemilih penyandang disabilitas netra mereka didampingi
oleh panitia pemilihan umum, bukan orang yang ditentukan oleh penyandang
disabilitas itu sendiri, dan tidak adanya sangsi hukum bagi tidak terlaksananya
azaz rahasia, di samping semakin memperbesar peluang untuk merekayasa dan
memanipulasi suara oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Bagi kelompok
48 Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
42
penyandang disabilitas pengguna kursi roda, kelompok ini dalam pemilu 2004
sama sekali tidak dapat secara langsung mempergunakan hak suaranya karena
tidak tersedianya bilik suara yang akses bagi pemilih berkursi roda.
Kondisi tersebut adalah sebagian dari perlakuan diskriminasi dan kondisi ini
diperburuk lagi dengan kebijakan dan produk undang-udnang yang berkaitan
dengan pemenuhan hak berpolitik yang membatasi hak-hak penyandang
disabilitas untuk dipilih. Hal-hal ini mengemuka secara tajam dalam seminar
demokratisasi politik melalui sistem pemilu yang diselenggarakan oleh Panitia
HIPENCA pada 3 desember 2001 yang bekerjasama dengan CETRO yang
bertempat di Hotel Sahid Jaya Jakarta.
Seminar ini ditindak lanjuti dengan pertemuan-pertemuan organisasi
penyandang cacat tingkat nasional yakni PPCI, HWPCI, Pertuni, FKPCTI, dan
Gerkatin untuk membicarakan kemungkinan dibentuknya suatu lembaga advokasi
pemilu akses. Selanjutnya dari seminar ini kemudian disepakati dan dibentuklah
organisasi “PPUA penca” pada 22 April 2002. Organisasi ini dibentuk dengan
tujuan untuk mengadvokasi hak-hak politik penyandang cacat dalam pemilu 2004
khususnya bagi penyediaan sarana dan prasarana yang aksesibel bagi pemilih
penyandang disabilitas. 49 Adapun susunan penasihat dan dewan pengurus PPUA
Penca dapat dilihat pada gambar berikut ini:
49 Diakses dari website PPUA Penca pada 20 Mei 2017, tersedia di http://ppuapenca.org/.
43
Gambar III.B.1Susunan Penasihat dan Dewan Pengurus PPUA Penca
Jabatan Nama Organisasi
Penasihat
H. Siswadi, MBA Persatuan Penyandang CacatIndonesia
Otje Soedioto, SH -
Hadar NafisGumay
Centre for Electoral Reform
J. Kristiadi CSIS
DR. SaharudinDaming
Komisioner HAM
DewanPengurus:
Ketua Umum Dra. H. Ariani Pusat Pemilihan Umum AksesPenyandang Cacat
Ketua I Heppy Sebayang,SH
Persatuan Penyandang CacatIndonesia
Ketua II Drs. Harpalis Alwi Pusat Pemilihan Umum AksesPenyandang Cacat
SekretarisUmum
Made AdiGunawan, S.IP.
M.Si.
Persatuan Penyandang CacatIndonesia
Sekretaris I Kasih Ani, SH Persatuan Tuna Netra IndonesiaSekretaris II Ridwan Sumantri Federasi Kesejahteraan Penyandang
Cacat Tubuh IndonesiaBendahara
UmumMaulani A.
Rotinsulu, BAFederasi Kesejahteraan Penyandang
Cacat Tubuh Indonesia
WakilBendahara
Umum
Rina Prasarani Himpunan Wanita PenyandangCacat Indonesia
KetuaDepartemen
Advokasi
Nahroni Affandy Persatuan Tuna Netra Indonesia
SekretarisDepartemen
Advokasi
Mahretta Maha, SH Persatuan Penyandang CacatIndonesia
44
KetuaDepartemenKomunikasi
Maisi A.W Persatuan Tuna Netra Indonesia
SekertarisDepartemenKomunikasi
EndangPurwaningsih
Ikatan Sindrom Down
KetuaDepartemen
PengembanganOragnisasi
Welly Ferdinandus Himpunan Wanita PenyandangCacat Indonesia
SekertarisDepartemen
PengembalanganOrganisasi
Syamsuddin Sar Persatuan Penyandang CacatIndonesia
KetuaDepartemenPendidikan
Politik
Mahmud Fasa Federasi Kesejahteraan PenyandangCacat Tubuh Indonesia
SekertarisDepartemenPendidikan
Politik
Drg. Juniati Effendi Gerakan Kesejahteraan Tuna RunguIndonesia.
Sumber: PPUA Penca
b. Visi, Misi dan Tujuan PPUA Penca
Adapun visi, misi dan tujuan dari PPUA Penca yaitu:
1) Visi
Terselenggaranya pemilihan umum yang aksesibel dan non diskriminatif
sehingga menjamin penyandang cacat dapat secara langsung, bebas, rahasia dan
mandiri menyalurkan aspirasi politiknya.
2) Misi
a) Adanya kesamaan hak dan kesetaraan perlakuan bagi penyandang cacat
dalam menyampaikan hak bepolitik untuk memilih dan dipilih.
45
b) Tercapainya kesadaran dan pemahaman serta realisasi pengambil
kebijakan akan pentingnya perlindungan dan pemenuhan HAM bagi
penyandang cacat.
c) Terwujudnya produk undang-undang dan kebijakan lain bidang politik dan
hukum yang memberikan peluang bagi terpenuhinya kesamaan hak antara
penyandang cacat dan non penyandang cacat.
d) Terwujudnya pemilu yang akses untuk penyandang cacat.
3) Tujuan
Mewujudkan aspirasi hak-hak politik peyandang cacat dalam pemilu agar
lebih terjamin dan terlindungi, atas dasar kesetaraan dan kesamaan hak dalam
menyalurkan hak untuk dipilih dan hak untuk memilih secara mandiri, langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, adil, aksesibel dan non diskriminasi.50
B. Pengertian tentang Penyandang Disabilitas
Setiap penyandang disabilitas pada hakikatnya membutuhkan kondisi sosial,
kultural, dan politik di mana mereka dapat berpartisipasi dalam kehidupan dan
kegiatan sehari-hari. Di masa lalu, penyandang disabilitas dipandang sebagai
pasien yang memiliki kebutuhan medis, atau sebagai penerima amal dan layanan
sosial. Namun, pergerakan hak-hak penyandang disabilitas internasional telah
mengubah pemahaman atas disabilitas, dengan mengedepankan pendekatan
berdasarkan hak azasi manusia, yang bertujuan untuk memberdayakan para
penyandang disabilitas. Istilah disabilitas saat ini mengacu kepada orang yang
memiliki disabilitas fisik, psikososial, intelektual, atau panca indera jangka
50 Diakses dari website PPUA Penca pada 20 Mei 2017, tersedia di http://ppuapenca.org/.
46
panjang yang menghadapi tantangan terkait lingkungan dan sikap sehingga
menghambat partisipasi mereka secara penuh dan efektif di masyarakat dalam
basis yang setara dengan orang tanpa disabilitas.51
Secara umum, masyarakat Indonesia menyebut penyandang disabilitas
sebagai “penyandang cacat”, kemudian secara resmi diganti menjadi “penyandang
disabilitas” setelah Indonesia meratifikasi CRPD PBB melalui UU No 19 tahun
2011. Istilah baru “penyandang disabilitas” tidak memiliki makna yang sama
dengan istilah Bahasa Inggris “persons with disabilities”, karena istilah
“penyandang disabilitas” secara eksplisit berfokus pada disabilitas seseorang alih-
alih kemampuan yang mereka miliki. Komunitas disabilitas di Indonesia sering
menggunakan istilah “difabel” yang artinya adalah orang-orang yang memiliki
kemampuan berbeda ata “differently able” untuk mendorong hak setara
penyandang disabilitas dalam kerangka pembangunan.52
Pengertian penyandang disabilitas berbeda-beda dari satu negara ke negara
lainnya. Adapun pengertian disabilitas berdasarkan pada pasal 1 Konvensi PBB
tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas dalam CRPD yaitu penyandang
disabilitas mencakupi mereka yang memiliki penderitaan fisik, mental, intelektual,
atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana interaksi dengan berbagai
hambatan dapat menyulitkan partisipasi penuh dan efektif dalam masyarakat
berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.53
51 AGENDA, Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas di Indonesia, (Jakarta: AGENDA,2015), 25-30.
52 AGENDA, Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas di Indonesia, 30.53 Lihat Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
47
Selanjutnya pengertian penyandang disabilitas berdasarkan Undang-
Undang tentang Penyandang Disabilitas, Nomor 8 Tahun 2016, Pasal 1,
menyebutkan bahwa setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, mental,
intelektual dan/ atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi
dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi
secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan
hak.54
Adapun definisi lain tentang disabilitas yang dikemukakan oleh para ahli, di
antaranya yaitu Vans dan Wright, yang juga dikutip oleh Ayi Haryani dan Enung
Huripah. Menurut Vans kata disabilitas mengarah pada adanya kekurangan secara
fisiologis, anatomis ataupun psikologis yang disebabkan karena luka, kecelekaan
maupun cacat sejak lahir dan cenderung menetap. Sedangkan menurut Wright
disabilitas merupakan kondisi yang tidak lengkap, baik secara fisik maupun
mental.55
1. Jenis-jenis Penyandang Disabilitas
Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, Pasal 4 ayat 1
disebutkan bahwa “Ragam penyandang disabilitas meliputi penyandang
disabilitas fisik; penyandang disabilitas intelektual; penyandang disabilitas
mental, dan/atau penyandang disabilitas sensorik”. Selanjutnya pada ayat 2
dijelaskan bahwa “Ragam penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dapat dialami secara tunggal, ganda, atau multi dalam jangka waktu lama
54 Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.55 Ayi Haryani dan Enung Huripah, “Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas Netra dalam
Pemilihan Umum Tahun 2014 di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung”, 94.
48
yang ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”.
Adapun penjelasan mengenai ragam penyandang disabilitas tersebut yakni:
a. Disabilitas Fisik
Disabilitas fisik merupakan gangguan pada tubuh yang membatasi fungsi
salah satu anggota badan bahkan lebih atau membatasi kemampuan
motorik seseorang. Jenis disabilitas ini meliputi empat macam, yaitu:
1) Tuna daksa (kelainan tubuh) yaitu seseorang yang memiliki gangguan
gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur
tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan
organ tubuh), polio dan lumpuh.
2) Tuna netra (kelainan indera penglihatan) yaitu seseorang yang
memiliki hambatan dalam penglihatan. Tuna netra dapat
diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan
low vision.
3) Tuna rungu (kelainan pendengaran) yaitu di mana seseorang memiliki
hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen,
karena memiliki hambatan dalam pendengaran seseorang yang
menderita tuna rungu memiliki hambatan juga dalam berbicara.
4) Tuna wicara (kelainan bicara) yaitu suatu kondisi di mana seseorang
yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui
bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh
orang lain. Tuna wicara ini dapat bersifat fungsional di mana
49
kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan. dan organik yang
memang disebabkan karena danya ketidakmampuan organ bicara
maupun adanya gangguan pada organ motoric yang berkaitan dengan
bicara.56
b. Disabilitas Intelektual
Disabilitas intelektual merupakan suatu pengertian yang sangat luas
mencakup berbagai kekurangan intelektual yang juga dapat meliputi
disabilitas mental. Sebagai contohnya yaitu ketika seseorang mengalami
ketidakmampuan dalam belajar. Jenis disabilitas seperti ini bisa muncul
pada seseorang dengan usia berapapun.57
c. Disabilitas Mental
Yaitu kelainan mental dan atau tingkah laku baik bawaan maupun akibat
dari suatu penyakit. Jenis disabilitas mental ini terbagi dalam empat
macam yang meliputi: 1). retardasi mental, 2) gangguan psikiatrik
fungsional, 3). alkoholisme, 4). gangguan mental organik dan epilepsi.58
d. Disabilitas Sensorik
Disabilitas sensorik merupakan gangguan yang terjadi pada salah satu
indera. Istilah ini biasanya digunakan terutama pada penyandang
56 Nur Kholis Raefani, Panduan Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Imperium,2013), 17.
57 Nissa Nurul Fathia, “Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas dalam Pemilihan KepalaDaerah Kota Bandar Lampung Tahun 2015”, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,(Universitas Bandar Lampung, 2016) 28.
58 Argyo Demartoto, Menyibak Sensitivitas Gender dalam Keluarga Difabel, (Surakarta:Sebelas Maret University Press.,2005), 11.
50
disabilitas yang mengacu pada gangguan pendengaran, penglihatan dan
indera lainnya yang juga bisa terganggu.59
Berdasarkan pada pemaparan di atas tentang jenis-jenis penyandang
disabilitas yang meliputi disabilitas fisik, mental, intelektual dan sensorik, maka
dalam penelitian ini untuk lebih spesifiknya penyandang disabilitas yang
dimaksud oleh penulis adalah penyandang disabilitas dengan jenis disabilitas fisik
seperti tuna daksa, tuna netra, tuna rungu, serta tuna wicara.
C. Keikutsertaan Penyandang Disabilitas Pada Pilkada Jakarta 2017
Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi bagian dari 101 gelaran pilkada serentak
di berbagai wilayah di Indonesia. Euforia pilkada Jakarta kali ini dapat dirasakan
oleh seluruh elemen masyarakat Jakarta termasuk para penyandang disabilitas.
Para penyandang disabilitas sangat antusias mengikuti pelaksanaan pilkada untuk
memilih Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta. Antusiasme pemilih disabilitas
pada pelaksanaan pilkada kali ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah penyandang
disabilitas yang telah menggunakan hak pilihnya pada saat hari pemungutan suara
berlangsung. Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah pemilih disabilitas yang
telah terdaftar dalam dalam pemilih tetap dan yang telah menggunakan hak
pilihnya pada gelaran pilkada DKI Jakarta putaran pertama dan kedua.
59 Nissa Nurul Fathia, “Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas dalam Pemilihan KepalaDaerah Kota Bandar Lampung Tahun 2015”, 28.
51
Tabel III.C.1.Data Pemilih Disabilitas Pada Pilkada Jakarta 2017 Putaran Pertama
No. Kota Jumlah PemilihDisabilitas
Jumlah Pemilih Disabilitasyang Menggunakan Hak
Pilih1 Jakarta Pusat 993 9242 Jakarta Utara 956 9053 Kabupaten
Kepulauan Seribu42 38
4 Jakarta Timur 1.568 1.5225 Jakarta Selatan 1.322 1.0926 Jakarta Barat 2.859 970
Jumlah 7.740 5.451Sumber: KPU DKI Jakarta
Tabel III.C.2.Data Pemilih Disabilitas Pada Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua
No. Kota Jumlah PemilihDisabilitas
Jumlah Pemilih Disabilitasyang Menggunakan Hak
Pilih1 Jakarta Pusat 1.008 9452 Jakarta Utara 1.084 1.0413 Kabupaten
Kepulauan Seribu70 63
4 Jakarta Timur 1.484 1.4165 Jakarta Selatan 1.338 1.2886 Jakarta Barat 2.584 1.138
Jumlah 7.568 5.891Sumber: KPU DKI Jakarta
Dari kedua tabel di atas, dapat diketahui bahwasanya pada pilkada DKI
putaran pertama ada 7.740 pemilih disabilitas yang telah terdaftar sebagai pemilih
tetap, namun yang menggunakan hak pilihnya hanya 5.451 pemilih disabilitas.
Masih ada 2.289 pemilih disabilitas yang tidak menggunakan hak pilihnya.
Sedangkan pada pilkada DKI putaran kedua, data pemilih disabilitas mengalami
perubahan dari 7.740 pemilih disabilitas, menjadi 7.568 dan yang menggunakan
hak pilihnya ada 5.891 pemilih disabilitas. Pada putaran kedua masih ada 1.677
pemilih disabilitas yang tidak menggunakan hak pilihnya. Tingkat partisipasi
52
politik pemilih disabilitas pada pilkada putaran pertama mencapai 70,43%.
Sedangkan pada pilkada putaran kedua angka partisipasinya naik menjadi
77,84%.60
Adapun tingkat tinggi rendahnya partisipasi politik penyandang disabilitas
di berbagai kota di daerah Jakarta dapat dilihat dari gambar berikut ini:
Gambar III.C.1Tingkat Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas di Pilkada Jakarta 2017
Sumber: KPU DKI Jakarta
Berdasarkan gambar tersebut, kita dapat melihat seberapa besar tingkat
partisipasi para penyandang disabilitas dari berbagai kota di Jakarta. Tingkat
partisipasi tersebut cendurung meningkat pada saat pilkada putaran kedua.
Penyandang disabilitas yang memberikan hak pilihnya pada saat pilkada tentu
didasari oleh tingkat kesadaran politik yang sangat tinggi. Meski mereka
seringkali menghadapi berbagai hambatan dan tantangan serta sering kali
didiskriminasi saat memberikan hak pilihnya, akan tetapi mereka tetap antusias
untuk memberikan hak pilihnya pada saat pilkada 2017 kali ini. Memberikan hak
60 Amir A Gofur dan Nurul Agustina, ed., Data dan Infografik Pilkada DKI Jakarta 2017,23.
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Jakarta BaratJakarta Pusat JakartaSelatan
JakartaTimur
Jakarta Utara KepulauanSeribu
Pilkada Putaran Pertama Pilkada Putaran Kedua
53
pilih pada saat pemilihan umum merupakan hak dan kewajiban seluruh warga
negara Indonesia. Penyandang disabilitas yang menggunakan hak pilihnya pada
saat pelaksanaan pilkada Jakarta tentunya terdorong oleh keyakinan bahwa
melalui pilkada ini, para penyandang disabilitas dapat menyalurkan aspirasi
mereka atau sekurang-kurangnya mereka bisa lebih diperhatikan oleh pemerintah
dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dibuat nantinya akan lebih berpihak
kepada mereka.
54
BAB IV
PERAN DAN UPAYA KPU PROVINSI DKI JAKARTA SERTA
RELEVANSI DENGAN PENINGKATAN PARTISIPASI POLITIK
PENYANDANG DISABILITAS PADA PILKADA JAKARTA 2017
A. Peran KPU Provinsi DKI Jakarta dalam Meningkatkan Partisipasi
Pemilih Disabilitas Pada Pilkada Jakarta 2017
Pemilihan kepala daerah sejatinya menjadi sebuah sarana atau wadah untuk
menampung aspirasi dan kepentingan masyarakat melalui penyeleksian calon
kepala daerah. Sejak pemerintah membuat kebijakan untuk menyelenggarakan
pilkada secara langsung, maka hal ini menjadi kesempatan politik yang baik untuk
seluruh masyarakat daerah sebagai sebuah sarana menuju demokratisasi. Dengan
diberlakukannya pilkada secara langsung, maka dalam gelaran pilkada Jakarta
2017 ini, seluruh elemen masyarakat berkesempatan untuk ikut telibat dalam
setiap tahap pelaksanaan pilkada, tak terkecuali untuk para penyandang
disabilitas, sebab mereka pun mempunyai hak politik yang sama seperti masyakat
non disabilitas lainnya. Mengingat hak politik merupakan hak seluruh warga
negara Indonesia, maka tak pantas jika ada pihak lain yang mengesampingkan
hak-hak politik para penyandang disabilitas. Sebab hak politik para penyandang
disabilitas pun telah dilindungi oleh berbagai regulasi baik dari dalam maupun
luar negeri.
Di pilkada Jakarta sebelumnya, hak politik para penyandang disabilitas
masih terabaikan, maka dari itu perlu adanya peran dan upaya dari pihak
penyelenggara pilkada utamanya KPU Provinsi DKI Jakarta untuk memastikan
55
hak politik para penyandang disabilitas ini, terpenuhi di pilkada Jakarta 2017.
Selain hak politik yang harus dipenuhi, aksesibilitas para penyandang disabilitas
di pilkada pun harus turut diperhatikan, sebab hal ini akan berpengaruh pada
tingkat partisipasi politik para penyandang disabilitas itu sendiri. KPU Provinsi
DKI Jakarta mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan
partisipasi politik para penyandang disabilitas, karena partisipasi politik
merupakan salah satu indikator untuk menilai sukses atau tidaknya demokratisasi
di pilkada Jakarta.
Menurut Soerjono Soekanto, bahwasanya peran dapat diartikan sebagai
suatu aspek dinamis yang dapat berbentuk tindakan atau perilaku yang dilakukan
oleh seseorang yang menempati atau memangku suatu jabatan dan melaksanakan
hak-hak serta kewajibannya sesuai dengan kedudukannya tersebut.61
Sebagaimana penjelasan Soekanto di atas, maka dalam hal ini peran KPU Provinsi
DKI Jakarta yang meliputi pelaksanaan tugas, wewenang, hak dan kewajibannya
dalam penyelenggaraan pilkada Jakarta 2017 adalah menjalankan apa yang telah
diamanatkan oleh Undang-Undang. Hal ini sejalan dengan perkataan Komisioner
KPU Provinsi DKI Jakarta, Betty Epsilon Idross, menurutnya:
Oh ya tentu saja peran kami sebagai penyelenggara perhelatan pemilutermasuk juga pilkada, tentu saja mengeksekusi di lapangan apa yangtelah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011tentang Penyelenggaraan Pemilu dan peraturan yang mengaturdibawahnya yaitu PKPU dan surat edaran KPU.62
61 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 2002), 242.62 Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKI
Jakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.
56
Adapun terkait dengan pemarapan Komisioner KPU Jakarta di atas, maka
peran KPU Provinsi DKI Jakarta yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu di antaranya yaitu:
1. Mengadakan sosialisasi pilkada Jakarta 2017 kepada para penyandang
disabilitas
Sosialisasi menjadi salah satu bentuk dari peran yang dilakukan oleh KPU
Provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas pada
pilkada Jakarta 2017. Menurut Michael Rush dan Phillip Althoff bahwasanya
sosialisasi politik sebagai suatu proses di mana individu atau kelompok bisa
mengenali sistem politik yang kemudian individu atau kelompok tersebut akan
menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap keadaan-keadaan politik
yang sedang terjadi.63 Melalui proses sosialisasi politik yang dilakukan oleh KPU
DKI Jakarta kepada para penyandang disabilitas ternyata penyandang disabilitas
menunjukkan reaksi yang sangat positif terhadap keadaan politik yang ada.
Keadaan politik dalam hal ini dimaknai dengan pelaksanaan pilkada Jakarta 2017.
Dalam melakukan sosialisasi kepada para penyandang disabilitas, KPU
Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan PPUA Penca dan relawan demokrasi
khusus penyandang disabilitas untuk sama-sama memberikan pendidikan politik
kepada para penyandang disabilitas agar para penyandang disabilitas
mendapatkan pemahaman yang lebih mengenai pentingnya mengikuti pilkada
Jakarta 2017. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Ketua Umum PPUA
Penca, Ariani Soekanwo:
63 Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Politik, 167.
57
KPU Jakarta itu bekerjasama dengan PPUA Penca dan relawandemokrasi dalam melakukan sosialisasi ke para penyandangdisabilitas. Setiap mengadakan sosialiasasi, KPU mengundang PPUAPenca atau relawan demokrasi untuk membantu KPU memberikanpendidikan politik kepada para pemilih disabilitas. Sosialisasi yangdiadakan KPU tidak hanya melibatkan para penyandang disabilitassecara perorangan, tetapi juga melibatkan komunitas-komunitasdisabilitas yang sudah ada seperti Pertuni, Gerkatin, FKPCTI, danjuga SLB-SLB yang ada di Jakarta. Dengan mengundang komunitas-komunitas ini maka akan lebih memudahkan KPU untuk menjangkaupemilih disabilitas, dan massa yang datang untuk mengikuti sosialisasipun juga lebih banyak. Oleh karena itu langkah KPU ini patutdiapresiasi. Jadi tidak salah, jika penyandang disabilitas akhirnyasangat antusias untuk bisa menyalurkan hak pilihnya sehinggapartisipasi penyandang disabilitas meningkat di pilkada kali ini.64
Dalam hal ini KPU DKI Jakarta menjadi salah satu agen sosialisasi dari
lembaga pemerintah yang dapat kita lihat juga sebagai komunikator dalam proses
sosialisasi untuk memberikan informasi, pengetahuan, dan sistem-sistem politik
yang ada. Sehingga KPU DKI Jakarta dalam proses sosialisasi turut melakukan
komunikasi politik dengan menstransmisikan perihal pilkada kepada para
penyandang disabilitas di Jakarta.
Bila dikorelasikan dengan teori Sherry R. Arnstein mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat partisipasi politik seseorang yang salah satunya
adalah komunikasi politik, maka dalam penelitian ini jelas terlihat bagaimana
komunikasi yang dilakukan oleh KPU DKI Jakarta melalui sosialisasi politik
menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tingkat partisipasi politik
penyandang disabilitas di pilkada Jakarta 2017. Sebab seperti yang kita ketahui
bahwa proses sosialisasi politik dan partisipasi politik itu bergantung pada
komunikasi politiknya. Semakin bagus komunikasi politik yang dilakukan oleh
64 Wawancara langsung dengan Ariani Soekanwo (Ketua Umum PPUA Penca) Jakarta, 14September 2017.
58
KPU DKI Jakarta kepada para penyandang disabilitas pada saat melakukan
sosialisasi, maka akan semakin bagus pula tingkat partisipasi politik penyandang
disabilitas di pilkada Jakarta.
Sosialisasi yang dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta terhadap
penyandang disabilitas tentunya sekaligus memberikan pendidikan politik untuk
para pemilih disabilitas sehingga sosialisasi yang dilakukan tentunya
meningkatkan kesadaran politik para penyandang disabilitas. Kesadaran politik
para penyandang disabilitas akan mempengaruhi tingkat partisipasi politik
mereka. Seperti teori Sherry R. Arnstein bahwasanya faktor yang mempengaruhi
tingkat partisipasi seseorang selain komunikasi politik adalah kesadaran politik.
Dalam rangka upaya meningkatkan partisipasi pemilih disabilitas, selain
mengadakan sosialisasi secara langsung, KPU DKI Jakarta pun telah melakukan
sosialisasi melalui poster, spanduk, baliho, dan iklan di media elektronik juga
media cetak. Adapun bahan-bahan sosialisasi KPU DKI Jakarta tersebut dapat
dilihat pada pada gambar berikut ini:
Gambar IV.A.1Bahan Sosialisasi Pilkada Jakarta
Sumber: KPU Provinsi DKI Jakarta
Adapun bahan sosialiasi pilkada Jakarta yang lain dapat dilihat pada lampiran 1.
59
Sosialisasi politik yang dilakukan secara intensif kepada para penyandang
disabilitas, mampu meningkatkan partisipasi para penyandang disabilitas di
bandingkan dengan pilkada Jakarta 2012 lalu. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Komisioner KPU DKI Jakarta, yang mengatakan “Partisipasi
masyarakat Jakarta di pilkada 2017, itu tertinggi sepanjang sejarah paska
reformasi. Jadi tentu saja berimbas kepada pemilih termasuk pemilih disabilitas”.
Lalu lanjut Komisioner KPU DKI Jakarta, faktor signifikan yang mempengaruhi
tingkat partisipasi politik penyandang disabilitas di pilkada Jakarta adalah:
Pertama karena kami sosialisasi itu sampai menyeluruh, jadi pastiakan menjaring disabilitas, itu pasti. Yang kedua ketika kamimelakukan kegiatan sosialiasasi tentu kami harus menyiapkan bahanuntuk sosialisasinya. Misalnya kami bawa bahan sosialiasasi tentangvisi misi pasangan calon yang template braille, kami bagikan untukmereka yang bisa baca braille. Kalau tidak kami visualisasikanmelalui audio, dibicarakan kepada mereka bahwa ada calon ini gitu,silahkan bapak dan ibu kenali mereka. Atau kalau bapak ibu tidakterdaftar dalam daftar pemilih, apa yang bapak ibu harus lakukan,kami selalu sosialisasikan seperti itu. Jadi bentuk-bentuk kerjasama itujuga tadi melibatkan relawan demokrasi. Relawan demokrasi kami ituada dari kelompok disabilitas, untuk apa? Sebagai corongnya kamiuntuk mudah masuk ke mereka, bicara untuk menggunakan hakpilihnya di pilkada.65
2. Melakukan Pemutakhiran Data Pemilih Disabilitas
Sebagaimana diketahui bahwa pada pilkada Jakarta 2012 lalu, tidak ada data
mengenai tingkat partisipasi penyandang disabilitas, dikarenakan KPU Provinsi
DKI Jakarta tidak melakukan pendataan pemilih disabilitas berdasarkan jenis
disabilitasnya. Hal ini terbukti dari perkataan Komisioner KPU DKI Jakarta, Betty
Epsilon Idroos, yang mengatakan “Di pilkada tahun 2012 itu tidak ada data
65 Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKIJakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.
60
disabilitas, data disabilitas itu ada sejak pileg dan pilpres tahun 2014. Jadi, di
pilkada 2012 tidak ada pembagian pemilih berdasarkan jenis disabilitas”.66
Permasalahan-permasalahan yang terjadi di pilkada Jakarta 2012 rupanya
menjadi pembelajaran penting untuk KPU Provinsi DKI Jakarta untuk terus
meningkatkan peranan KPU Provinsi DKI Jakarta. Di pilkada Jakarta kali ini
KPU Provinsi DKI Jakarta lebih memusatkan perhatian mereka kepada para
penyandang disabilitas, sehingga mereka melakukan pendataan pemilih disabilitas
dengan menyediakan kolom khusus untuk pemilih disabilitas. Hal ini dilakukan
agar pemilih disabilitas dapat terlayani dengan baik oleh petugas KPPS. Hal ini
selaras dengan pernyataan Komisioner KPU DKI Jakarta, Betty Epsilon, yang
mengatakan:
Sejak kami melakukan pendataan pemilih, kami itu punya form diujung kolom paling kanan, apakah yang bersangkutan itu disabilitasatau tidak, disabilitasnya jenis apa? tuna netra, tuna rungu, tunawicara, tuna mental atau tuna apa itu ada jenis-jenisnya. Kalau kitapunya data kan enak. Misal yang tuna netra, berapa orang nih yangtuna netra? nah kenapa harus ada data? karena kan harus disediakantemplate surat suaranya atau nanti kami harus membimtek petugaskpps kami, untuk bagaimana melayani yang tuna netra, bagaimanamelayani yang tuna rungu, bagaimana melayani yang tuna wicara,bagaimana melayani yang tuna daksa. Makanya kita butuh datanyauntuk bisa melayani mereka semua.67
66 Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKIJakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.
67 Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKIJakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.
61
B. Upaya KPU Provinsi DKI Jakarta dalam Meningkatkan Partisipasi
Politik Penyandang Disabilitas Pada Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017
Penyandang disabilitas tentunya mempunyai andil yang cukup besar dalam
mengukur sukses atau tidaknya pelaksanaan pilkada Jakarta 2017. Mengingat
bahwa hak politik para penyandang disabilitas di pilkada Jakarta 2012 lalu masih
dikesampingkan, maka tak heran jika para lembaga penyelenggara pilkada
utamanya KPU Provinsi DKI Jakarta terus berupaya untuk meningkatkan kualitas
pelayanan mereka untuk memenuhi hak-hak para penyandang disabilitas. Hal ini
dilakukan agar para penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara penuh pada
pelaksanaan pilkada kali ini. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh KPU DKI
Jakarta dalam meningkatkan partisipasi para penyandang disabilitas pada pilkada
Jakarta 2017 di antaranya yaitu:
1. Menyediakan aksesibilitas untuk para pemilih disabilitas
Aksesibilitas di sini dapat diartikan sebagai layanan atau kemudahan yang
disediakan untuk memfasilitasi para penyandang disabilitas. Medapatkan
aksesibilitas dalam pilkada merupakan bagian hak politik dari para penyandang
disabilitas. Pemenuhan aksesibilitas terhadap penyandang disabilitas dimaksudkan
untuk menjamin hak pilih mereka dapat terpenuhi pada setiap tahapan pemilihan.
Sebab penyandang disabilitas seringkali mendapatkan hambatan dalam
menyalurkan aspirasinya dikarenakan kurang aksesnya sarana dan prasarana pada
saat hari pemungutan suara berlangsung. Untuk mewujudkan pilkada Jakarta 2017
yang aksesibel untuk para penyandang disabilitas, maka dibutuhkan peran dan
upaya dari pihak penyelenggara untuk memberikan aksesibilitas tersebut. Selain
62
itu, dibutuhkan pula regulasi yang mengatur mengenai pilkada akses yang
memenuhi prinsip-prinsip aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas.
Ada beberapa hal yang dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dalam
menyediakan aksesibilitas untuk para penyandang disabilitas di pilkada Jakarta
2017. Hal-hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pilkada Jakarta 2017 ramah
untuk para pemilih disabilitas sehingga tidak menghilangkan hak-hak para
penyandang disabilitas untuk berpartisipasi penuh dalam gelaran pilkada Jakarta
2017. Adapun hal-hal yang dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta tersebut
antara lain adalah:
a. Menyediakan braille template (alat bantu coblos) untuk penyandang
disabilitas netra. Di pilkada Jakarta sebelumnya alat bantu coblos ini
tidak disediakan di pilkada putaran pertama, dan disediakan di pilkada
putaran kedua setelah KPU Provinsi DKI Jakarta mendapatkan teguran
dari berbagai organisasi penyandang disabilitas.
b. KPU Provinsi DKI Jakarta membuat regulasi mengenai TPS akses yang
harus dibuat oleh para petugas TPS pada hari pemungutan suara. Jika di
pilkada sebelumnya lokasi TPS kurang akses untuk para penyandang
disabilitas, maka lain halnya pada pelaksanaan pilkada kali ini. Di
pilkada 2017 ini lokasi TPS untuk penyandang disabilitas sudah jauh
lebih akses untuk para penyandang disabilitas di bandingkan dengan
pilkada sebelumnya.
63
c. KPU Provinsi DKI Jakarta mengatur mengenai pendampingan untuk
para penyandang disabilitas pada saat menggunakan hak suaranya, agar
hak suara mereka tetap terjamin kerahasiaannya.
d. KPU Provinsi DKI Jakarta juga menyediakan interpreter (penerjemah
bahasa isyarat) pada saat debat kampanye cagub dan cawagub DKI
Jakarta 2017 yang ditayangkan di TV. Adanya interpreter di debat
pilkada ini tidak lain adalah untuk memfasilitasi para penyandang
disabilitas rungu untuk mendapatkan informasi mengenai visi dan misi
cagub dan cawagub DKI Jakarta 2017.
Segala upaya yang dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dalam
memberikan aksesibilitas tersebut tidak lain untuk memudahkan para penyandang
disabilitas menggunakan hak suaranya pada pilkada Jakarta 2017 ini. Menurut
Elih, salah seorang pemilih disabilitas yang turut memberikan hak suaranya pada
saat pilkada Jakarta 2017, bahwasanya:
Di pilkada kemarin ini sudah jauh lebih baik sih ya, kalau kemarinkebetulan kan kita di satu tempat, kebetulan saya di panti bina daksa,dan itu sudah difasilitasi dengan lumayan ramah, kalau di tempat lainsaya kurang tau ya kalau untuk perorangan, karena itu kan sudah dikolektif ya, semua pengguna kursi roda dan penduduk sekitar di satuspot itu, jadi sudah lumayan akses untuk pengguna kursi roda.Sekarang bilik suaranya juga sudah disejajarin sama pengguna kursiroda, terus kotak suaranya juga sudah pendek ya, jadi memudahkanpengguna kursi roda untuk memasukkan surat suara ke kotak suaraitu, beda banget sama pilkada yang sebelumnya, jadi pas kita maumasukin surat suara, kotak suaranya harus di miringin dulu samapetugas KPPSnya.68
68 Wawancara langsung dengan Elih (pemilih disabilitas), Jakarta, 04 April 2018.
64
Hal senada juga disampaikan oleh April Syar salah seorang penyandang
disabilitas. Berikut ini penuturannya mengenai aksesibilitas di pilkada Jakarta
2017:
Masih berproses kalau sempurna sih belum, tapi kalau mendekatiaksesibel yang semakin sempurna iya, karena kalau dibandingkandengan tahun-tahun atau periode-periode sebelumnya itu memangaksesibilitas untuk penyandang disabilitas itu memang belum seberapasignifikan, tapi mulai 2017 kemarin pilkada akses (TPS akses) itusudah mulai disuarakan baik di KPU RI, KPU Provinsi DKI Jakarta,ataupun di KPU Kota itu sudah sampai ke PPK, termasuk ke tingkatTPS-TPS itu sudah memperhatikan aksesibilitas untuk penyandangdisabilitas dalam memilih. Walaupun ada beberapa yang belum,karena disebabkan oleh beberapa situasi dan kondisi yang memangterkadang berubah, seperti cuaca, lingkungan, termasuk juga kualitasatau keberadaan SDMnya juga yang mempengaruhi aksesibilitas diTPS-TPS itu. Di lokasi saya milih juga sudah akses, sudah lumayanya. Pengalaman tahun kemaren memang beragam informasi tentangsituasi TPS itu memang tidak sama, ada yang memang bagus bangetada yang tidak bagus dan tidak akses sama sekali.69
Dari pernyataan Elih dan April Syar di atas dapat kita ketahui bahwasanya
ada kemajuan dari peran dan upaya KPU DKI Jakarta, dalam menyelenggarakan
pilkada akses untuk para penyandang disabilitas. Jika dibandingkan dengan
pilkada tahun sebelumnya, maka di pilkada kali ini terlihat sangat jelas bagaimana
KPU DKI Jakarta benar-benar melakukan peranannya dengan baik dalam
menyediakan aksesibilitas untuk para penyandang disabilitas. Contoh aksesibilitas
lokasi TPS dan alat bantu coblos (braille template) yang dimaksud di atas dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
69 Wawancara langsung dengan April Syar, (pemilih disabilitas yang sekaligus menjadirelawan demokrasi), Jakarta, 04 April 2018.
65
Gambar IV.B.1Aksesibilitas Lokasi TPS
Sumber: PPUA Penca
Gambar IV.B.2Alat Bantu Coblos (Braille Template)
Sumber: PPUA Penca
Adapun contoh aksesibilitas lokasi TPS lainnya dapat di lihat pada lampiran 2.
2. Melakukan rekrutmen relawan demokrasi untuk para penyandang
disabilitas
Pembentukkan relawan demokrasi bertujuan untuk meningkatkan partisipasi
dan kualitas pemilih disabilitas dalam menggunakan hak pilihnya. Pembentukkan
relawan demokrasi ini melibatkan peran serta dari para penyandang disabilitas
66
yang aktif terkait isu-isu disabilitas di mana mereka nantinya akan memberikan
pendidikan politik bagi komunitasnya. Relawan demokrasi di sini menjadi rekan
KPU DKI Jakarta dalam melakukan sosialiasasi dan pendidikan pemilih untuk
para penyandang disabilitas.
Pembentukkan relawan demokrasi sebenarnya didasari oleh partisipasi
pemilih disabilitas yang cenderung rendah. Oleh sebab itu dalam upaya
meningkatkan partisipasi politik pemilih disabilitas, KPU DKI Jakarta
mengadakan pengrekrutan untuk relawan demokrasi. Selain sebagai mitra untuk
meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas, relawan demokrasi pun
menjadi jembatan penghubung untuk para penyandang disabilitas yang tidak
mampu dijangkau secara keseluruhan oleh KPU DKI Jakarta. Seperti yang telah
dipaparkan oleh Betty sebelumnya mengenai relawan demokrasi, bahwasanya
relawan demokrasi sebagai corong dari KPU DKI Jakarta untuk mudahkan KPU
DKI Jakarta berkomunikasi dengan para penyandang disabilitas agar mereka mau
untuk menggunakan hak pilihnya di pilkada Jakarta.70 April Syar yang juga turut
menjadi relawan demokrasi di pilkada Jakarta 2017, mengatakan:
Di pilkada 2017 kemarin saya terlibat di relawan demokrasi untukDKI Jakarta, waktu itu yang melantik KPU DKI Jakarta. Jadi saya disamping sebagai pemilih juga sebagai relawan demokrasi yangmemberikan pendidikan politik untuk pemilih disabilitas, dan sayajuga ikut mensosialisasikan hak-hak disabilitas dalam memilih. Waktuitu saya ga sendiri banget sih, tapi ditemani sama relawan-relawanpenyandang disabilitas yang lain, dan kami juga waktu itu difasilitasisama KPU DKI.71
70 Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKIJakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.
71 Wawancara langsung dengan April Syar (pemilih disabilitas yang sekaligus menjadirelawan demokrasi), Jakarta, 04 April 2018.
67
Merujuk pada pemaparan Komisioner KPU DKI sebelumnya, dan yang
kemudian dipertegas pula oleh pernyataan April Syar di atas, bahwasanya dengan
adanya pembentukkan relawan demokrasi maka diharapkan mereka dapat
menggerakkan dan meningkatkan kesadaran politik para penyandang disabilitas
terhadap pentingnya memberikan suara di pelaksanaan pilkada. Sehingga
partisipasi pemilih disabilitas di pilkada Jakarta 2017 dapat meningkat
dibandingkan dengan pilkada tahun-tahun sebelumnya.
Pemaparan penulis di atas mengenai upaya-upaya yang telah dilakukan oleh
KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan partisipasi politik penyandang
disabilitas dipertegas pula oleh pemaparan Komisioner KPU DKI Jakarta secara
langsung, mengenai upaya-upaya yang telah dilakukan oleh KPU DKI Jakarta
dalam meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas di pilkada Jakarta
2017:
Pertama dari semua kegiatan sosialisasi yang kami lakukan, kamiselalu mengutamakan kelompok disabilitas se DKI Jakarta, jadi kamikerjasama dengan panti sosial, kami bekerjasama dengan kelompok-kelompok komunitas disabilitas, dan itu sosialiasasi untuk mengajakmereka mau menggunakan hak pilihnya di hari H. lalu yang keduakami juga melakukan rekrutmen relawan demokrasi juga untukkelompok disabilitas itu se kota di DKI Jakarta punya perwakilan.Dan yang ketiga tentu ketika kami melayani mereka di hari H itu kanada standard operasional prosedurnya, bagaimana kami melayanipemilih yang tuna netra, sekalipun tuna netra tidak semua tuna netraitu bisa membaca huruf braille, sekalipun dia bisa baca dia kan harusdidampingi, katakan ketika dia butuh pendampingan kamimenyiapkan form C3. C3 itu adalah surat pendampingan termasukbagi disabilitas yang ingin didampingi ketika menggunakan hakpilihnya. Lalu yang ke empat kami juga mengukur pintu masuk keTPS minimum 1 m, untuk apa ? untuk memudahkan mereka yangmenggunakan kursi roda. Atau tinggi meja untuk naro kotak suratsuara, itu tidak boleh di atas 80 cm, untuk apa ? supaya mereka yang
68
menggunakan kursi roda dapat memasukkan surat suara mereka secaramandiri. Itu semua ada SOP nya.72
Adapun form C3 untuk pendampingan pemilih disabilitas yang dimaksud
oleh Komisioner KPU DKI Jakarta di atas, dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar IV.B.3Form C3 untuk Pendampingan Pemilih
Sumber: KPU Provinsi DKI Jakarta
C. Keberhasilan Peranan dan Upaya KPU Provinsi DKI Jakarta dalam
Meningkatkan Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas di Pilkada
Jakarta 2017
Meriahnya pesta rakyat Jakarta pada pelaksanaan pilkada kali ini, tentunya
tidak bisa dilepaskan dari peran KPU DKI Jakarta sebagai lembaga penyelenggara
pilkada di Jakarta, yang terus bekerja keras untuk mensukseskan penyelenggaraan
72 Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKIJakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.
69
pilkada Jakarta 2017. Tanpa adanya peran dan upaya yang signifikan dari KPU
Jakarta, tentunya pelaksanaan pilkada di Jakarta tidak akan dapat diselenggarakan
dengan sukses dan lancar. KPU Provinsi DKI Jakarta tidak hanya sukses dan
berhasil dalam menyelenggarakan pilkada Jakarta 2017 saja. Akan tetapi, KPU
Provinsi DKI Jakarta juga mampu meningkatkan partisipasi politik masyarakat
Jakarta secara keseluruhan yang tentunya berimbas pula pada partisipasi politik
penyandang disabilitas. Hal ini didukung dengan adanya data pembanding antara
tingkat partisipasi politik masyarakat Jakarta di pilkada Jakarta sebelumnya yakni
di tahun 2012 lalu dengan tingkat partisipasi politik masyarakat Jakarta di pilkada
Jakarta 2017. Tingkat partisipasi politik masyarakat Jakarta tersebut dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
Gambar IV.C.1.Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Jakarta
Pada Pilkada Jakarta tahun 2012 dan 2017
Sumber: KPU DKI Jakarta
Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwasanya tingkat partisipasi politik
masyarakat Jakarta di pilkada Jakarta 2012 lalu mencapai angka 65% pada
putaran pertama dan 68% pada putaran kedua. Lalu pada pilkada Jakarta 2017
angka partisipasi meningkat menjadi 75,75% pada putaran pertama dan 77,08%
55%
60%
65%
70%
75%
80%
Pilkada Tahun 2012 Pilada Tahun 2017
Putaran Pertama
Putaran Kedua
70
pada putaran kedua.73 Sedangkan untuk tingkat partisipasi politik penyandang
disabilitas di pilkada Jakarta 2017 dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar IV.C.2.Tingkat Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas Di Pilkada Jakarta 2017
Sumber: KPU DKI Jakarta
Dari gambar di atas dapat dilihat, bahwasanya tingkat partisipasi politik
penyandang disabilitas cukup tinggi di pilkada Jakarta 2017. Bahkan di pilkada
putaran kedua tingkat partisipasi penyandang disabilitas melonjak cukup tajam.
Berdasarkan kedua gambar di atas, jelas terlihat bagaimana kenaikan tingkat
partisipasi politik masyarakat Jakarta jika dibandingkan dengan pilkada tahun
sebelumnya. Namun amat disayangkan tidak ada data untuk tingkat partisipasi
pemilih disabilitas di pilkada Jakarta 2012 lalu. Hal ini disebabkan karena KPU
Provinsi DKI Jakarta tidak melakukan pendataan pemilih disabilitas di pilkada
Jakarta sebelumnya. Hal ini pun di pertegas dengan pernyataan Komisioner KPU
DKI Jakarta, Betty Epsilon, “Di pilkada tahun 2012 itu tidak ada data disabilitas,
data disabilitas itu ada sejak pileg dan pilpres tahun 2014. Jadi, di pilkada 2012
tidak ada pembagian pemilih berdasarkan jenis disabilitas”.74
73 Amir A Gofur dan Nurul Agustina, ed., Data dan Infografik Pilkada DKI Jakarta 2017,24.
74 Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKIJakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.
65%
70%
75%
80%
Putaran Pertama Putaran Kedua
71
Keberhasilan peran dan upaya KPU Provinsi DKI Jakarta dibuktikan pula
dengan adanya beberapa pemaparan yang dipaparkan oleh beberapa narasumber
disabilitas, pertama ada pemaparan dari Ketua Umum PPUA Penca, Ariani
Soekanwo, menurutnya:
Peran KPU sudah berhasil sih ya, tapi untuk aksesibilitas TPSnyabelum berhasil sepenuhnya. Sedangkan untuk yang lain-lain sepertimeningkatkan partisipasi penyandang disabilitas itu sudah bagus.Peraturan dari KPU juga sudah akses untuk penyandang disabilitasakan tetapi implementasi memang menjadi suatu persoalan tersendiri.Tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan. Jadi upaya-upaya dariKPU dalam memenuhi hak-hak politik penyandang disabilitas itusudah ada, namun implementasi mengenai TPS akses itu masih belumsepenuhnya terealisasi.75
Lalu menurut April Syar:
Kalau dibilang berhasil itu kan ada tingkatannya, jadi kalau berhasilitu kan sudah sempurna ya, tapi perannya itu sudah mendekatiberhasil. Jadi kalau dipresentasikan secara nilai itu kan cukup bagus,bagus, sangat bagus, kalau sangat bagus sih belum, kalau cukup baguskayanya masih kebangetan karena memang pilkada DKI 2017 inisudah mulai akses. Jadi peran KPUnya itu bagus lah. Walaupunmemang masih banyak lagi yang harus disempurnakan.76
Selanjutnya menurut Elih “Peran KPU belum sepenuhnya berhasil sih ya, tapi
saya rasa di pilkada kemarin ini sudah jauh lebih baik ya dibandingkan yang
sebelumnya”.77
Dari ketiga pernyataan di atas jelas telihat bahwasanya peranan dan upaya
yang telah dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta pada pilkada Jakarta 2017
sudah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan pilkada 2012 lalu.
75 Wawancara langsung dengan Ariani Soekanwo (Ketua Umum PPUA Penca), Jakarta, 14September 2017.
76 Wawancara langsung dengan April Syar (pemilih disabilitas yang sekaligus menjadirelawan demokrasi), Jakarta, 04 April 2018.
77 Wawancara langsung dengan Elih (pemilih disabilitas), Jakarta, 04 April 2018.
72
D. Tantangan dan Kendala KPU Provinsi DKI Jakarta dalam Meningkatkan
Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas
Meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas tentunya tidaklah mudah.
untuk KPU DKI Jakarta. Ada banyak persoalan yang harus dihadapi dan ditangani
oleh KPU DKI Jakarta untuk dapat meningkatkan partisipasi penyandang
disabilitas. Berikut ini adalah tantangan dan kendala KPU DKI Jakarta dalam
meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas:
1. Sulitnya menjangkau keberadaan para pemilih disabilitas
Penyandang disabilitas termasuk dalam kategori pemilih rentan, yang
seringkali keberadaannya sulit di jangkau oleh KPU Provinsi DKI Jakarta. Hal ini
disebabkan lantaran keberadaan para penyandang disabilitas yang seringkali
masih disembunyikan oleh pihak keluarga mereka. Komisioner KPU DKI Jakarta
mengatakan:
Dalam meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas kitaterkendala di lapangan, karena banyak sekali warga itu yang tidak maumenyatakan bahwa ada anggota keluarganya yang disabilitas, karenamungkin merasa malu atau karena mungkin apa, padahal kebutuhankami adalah melayani para penyandang disabilitas itu berdasarkandata yang kami miliki. Jadi sekali lagi dalam meningkatkan partisipasipenyandang disabilitas itu ada faktor-faktor yang tidak dapat kitatutup mata ya. Tidak semua keluarga berani menyatakan bahwa adaanggota keluarganya yang disabilitas, dan kita kan ga bisa maksaketika kita coklit gitu, ketika kita turun ke lapangan, ditanya ada gakeluarga ibu yang disabilitas? jawabannya oh ga ada, padahalsebetulnya ada, dan kami sih berupaya sepenuh yang kami bisa.Ketika kami membimtek petugas kami di tingkat bawah, kami ituselalu mengimbau dan mengingatkan petugas kami untuk melayanipemilih disabilitas dengan baik. Jadi usaha-usaha itu selalu kamilakukan termasuk menggandeng PPUA Penca.78
78 Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKIJakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.
73
2. Faktor cuaca dan lingkungan
Lokasi TPS dalam pelaksanaan pilkada seharusnya didesain seakses
mungkin untuk memudahkan para penyandang disabilitas menyalurkan hak
politiknya dengan baik. Meski KPU Provinsi DKI Jakarta telah menginstruksikan
untuk membagun TPS yang ramah (aksesibel) untuk para penyandang disabilitas,
namun ternyata masih terdapat beberapa lokasi TPS yang tidak akses bagi para
penyandang disabilitas. Menurut April Syar, lokasi TPS yang tidak akses
disebabkan karena:
Sebetulnya lokasi TPS yang tidak akses bukan karena sepenuhnyakesalahan KPU. Bukan juga karena petugas TPS kurang memahamimengenai TPS akses, tapi ada faktor-faktor alam yang mempengaruhiseperti cuaca. Contohnya TPS itu kan harus di bangun di tempat ataudi lapangan, yang pertama pintu masuknya tidak berundak-berundak,yang kedua tidak berbatu-batu, yang ketiga ukuran pintu TPS minimal1 m kecilnya, dengan ketinggian kotak suara 80 cm. Bukan hanya darisekedar si pembuat TPS, tapi memang dari kondisi cuaca, lingkungan,itu mempengaruhi. Sehingga dari situ timbullah ragam permasalahankeberadaaan TPS. Ada yang memang seharusnya TPS dibangun dilapangan tapi karena kondisinya sedang hujan deras dan lapangannyajadi becek jadi lokasi TPS nya dipindahkan ke gedung-gedungsekolahan yang bertangg-tangga, atau yang memang seharusnya dibangun di lapangan karena di tempat itu tidak ada lapangan jadiTPSnya di bangun di jalan raya sempit, atau bisa juga karena memanglingkungannya padat penduduk, sehingga lokasi TPSnya kanankirinya got. Jadi hal-hal seperti itu seringkali terjadi karena memangada faktor yang tidak bisa di hindari, dan seandainya pun terpaksa dihindari yang akan berbicara nantinya anggaran, dan kita tidakmenyalahkan itu. Oke kita bangun secara profesional di tempat yangsangat signifikan tapi nanti yang bicaranya dana, uang tendanya mana,uang ini nya mana, uang itunya mana, gitu kan nanti pastinya. Okekita akan meratakan tanah buat lokasi TPS yang akses, lalu nanti biayanya mana? Apalagi ini kan hari pemungutan suara itu cuman sehari.79
79 Wawancara langsung dengan April Syar (pemilih disabilitas yang sekaligus menjadirelawan demokrasi), Jakarta, 04 April 2018.
74
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, dapat dilihat bahwasanya dari
kendala pertama mengenai kesalahan pihak keluarga saat para petugas melakukan
pendataan, maka hal itu akan menimbulkan masalah baru terhadap aksesibilitas
para penyandang disabilitas pada saat hari pemungutan suara berlangsung.
Pendataan yang tidak akurat akan mempengaruhi pelayanan untuk para
penyandang disabilitas. Seperti contoh kurangnya ketersediaan Braille Template
untuk penyandang disabilitas netra.
Selanjutnya mengenai kendala yang kedua, kita tidak bisa menyalahkan
KPU secara serta merta karena tidak aksesnya lokasi TPS untuk para penyandang
disabilitas, sebab memang kendala yang kedua ini dikarenakan beberapa faktor
yang sama sekali tidak bisa dihindari oleh siapapun. Lokasi TPS yang tidak akses
ini akan berdampak pada tingkat partisipasi pemilih disabilitas. Jika lokasi
TPSnya tidak akses, pemilih disbailitas tentunya tidak mau memberikan hak
suaranya pada hari H. Sebab mereka menganggap tidak ada yang mengakomodir
kepentingan mereka, dan tidak ada yang memperhatikan mereka.
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan partisipasi politik
penyandang disabilitas adalah melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan
tertib seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang di antaranya yakni: (1) Melakukan
sosialisasi politik kepada para penyandang disabilitas; dan (2) memutakhirkan
data pemilih disabilitas.
Upaya yang dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan
partisipasi politik penyandang disabilitas di antaranya yaitu: (1) Menyediakan
aksesibilitas untuk para penyandang disabilitas yang meliputi penyediaan alat
bantu coblos (braille template) untuk penyandang disabilitas netra; membuat
regulasi mengenai TPS akses untuk penyandang disabilitas; mengatur
pendampingan untuk para penyandang disabilitas pada saat menggunakan hak
suaranya; menyediakan interpreter (penerjemah bahasa isyarat) pada saat debat
kampanye cagub dan cawagub DKI Jakarta 2017 yang ditayangkan di TV; dan (2)
Mengadakan rekrutmen relawan demokrasi yang bertujuan untuk membantu KPU
DKI Jakarta dalam meningkatkan kesadaran politik para penyandang disabilitas.
Adapun tantangan dan kendala yang dihadapi oleh KPU Provinsi DKI
Jakarta dalam meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas di
antaranya yaitu: (1) Masih banyaknya warga masyarakat yang menyembunyikan
anggota keluarganya yang disabilitas, sehingga berakibat pada pendataan yang
76
salah dan pelayanan yang kurang maksimal untuk para peyandang disabilitas; dan
(2) faktor cuaca dan lingkungan yang menjadi hambatan tidak aksesnya lokasi
TPS untuk para penyandang disabilitas.
Merujuk pada pernyataan beberapa narasumber pemilih disabilitas, dan
Ketua Umum PPUA Penca bahwasanya peran dan upaya yang dilakukan oleh
KPU Provinsi DKI Jakarta dalam rangka meningkatkan partisipasi politik
penyandang disabilitas di pilkada Jakarta 2017 sudah jauh lebih baik
dibandingkan dengan pilkada-pilkada sebelumnya. Sehingga partisipasi politik
penyandang disabilitas meningkat cukup tajam pada pelaksanaan pilkada Jakarta
2017. Dengan demikian, maka peran KPU DKI Jakarta berpengaruh terhadap
meningkatnya partisipasi politik penyandang disabilitas di pilkada Jakarta 2017.
B. Saran
Untuk KPU Provinsi DKI Jakarta, agar partisipasi politik para penyandang
disabilitas di pilkada-pilkada selanjutnya lebih meningkat, maka KPU sebagai
pihak penyelenggara harus terus melakukan evaluasi hasil pilkada sebelumnya.
Dengan demikian KPU akan mengetahui kekurangan apa saja yang harus di
perbaiki di pilkada selanjutnya. Selain itu KPU pun harus terus melakukan
koordinasi dengan LSM-LSM disabilitas, agar dapat mengetahui apa saja yang
dibutuhkan oleh para penyandang disabilitas, yang belum terpenuhi di pilkada
Jakarta 2017 ini. Melalui hal ini KPU akan mengetahui hal apa yang harus
dilakukan untuk penyelenggaraan pilkada selanjutnya.
Selain itu, KPU juga harus lebih serius dalam melakukan pendataan
terhadap para penyandang disabilitas, agar data yang diperoleh dapat menujukkan
77
jumlah penyandang disabilitas yang akurat sehingga nantinya para penyandang
disabilitas dapat dilayani dengan baik oleh para petugas di TPS. KPU juga harus
membimtek para petugas KPPS dengan benar agar mereka paham bagaimana cara
melayani para penyandang disabilitas saat hari pemungutan suara berlangsung.
Hal yang terpenting untuk KPU adalah bagaimana KPU terus memberikan
pendidikan politik untuk para pemilih disabilitas dengan cara melakukan
sosialisasi politik, sebab jika kesadaran pemilih itu tinggi maka partisipasi mereka
juga akan tinggi.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Buku
AGENDA. Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas di Indonesia. Jakarta:AGENDA, 2015.
Arbas, Cakra. Jalan Terjal Calon Independen Pada Pemilukada di Provinsi Aceh.Jakarta: Sofmedia, 2012.
Arifin, Anwar. Komunikasi Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Bagong, Suyanto. dan Dwi Narwoko, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.Jakarta: Kencana, 2004.
Budiardjo, Miriam. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan OborIndonesia, 1998.
Demartoto, Argyo. Menyibak Sensitivitas Gender dalam Keluarga Difabel.Surakarta: Sebelas Maret University Press, 2005.
Efriza. Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik. Bandung: Alphabeta. 2012.
Gaffar, Janedri M. Politik Hukum Pemilu. Jakarta: Kontpress, 2012.
Gofur, Amir A dan Nurul Agustina, ed. Data dan Infografik Pilkada DKI Jakarta2017. Jakarta: KPU Provinsi DKI Jakarta, 2017.
Heryanto, Gun Gun. Media Komunikasi Politik:Relasi Kuasa Media di PanggungPolitik. Yogyakarta: IRCiSoD, 2018.
Maran, Rafael Raga. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT. Rineka Cipta,2007.
Miaz, Yalvema. Partisipasi Politik: Pola Perilaku Pemilih Pemilu Masa OrdeBaru dan Reformasi. Padang: UNP Press, 2012.
Mufti, dan Ahmad Syamsir. Pembangunan Politik. Bandung: CV Pustaka Setia,2016.
Muladi. Hak Asasi Manusia: Hakekat, Konsep dan Implkasinya Dalam PerspektifHukum dan Masyarakat. Bandung: Refika Aditama, 2005.
Nogi S. Tangkilisan, Hessel. Manajemen Publik. Jakarta: PT GramediaWidiasarana Indonesia, 2005.
xvi
Prihatmoko, Joko J. Mendemokratiskan Pemilu: Dari Sistem Sampai ElemenTeknis. Yogyakarta: Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan PengabdianMasyarakat Universitas Wahid Hasyim Semarang, 2008.
Raefani, Nur Kholis. Panduan Anak Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta:Imperium, 2013.
Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta:Prenadamedia Group, 2015.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press, 2002.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.Bandung: CV. Alfa Beta, 2010.
Sujarweni, V. Wiratna. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustakabarupress,2014.
Sunarno, Siswanto. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: SinarGrafika, 2006.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia WidiasaranaIndonesia. 1999.
Zuhro, R. Siti, dkk. Demokrasi Lokal: Perubahan dan Kesinambungan Nilai-NilaiBudaya Politik Lokal di Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan danBali. Yogyakarta: Ombak, 2009.
Jurnal
Afifuddin, M. “Memastikan Hak Penyandang Disabilitas di Pilkada DKI Jakarta.”Jurnal Bawaslu DKI Jakarta (November 2016): 83-96.
Haryani, Ayi dan Enung Huripah. “Partisipasi Politik Penyandang DisabilitasNetra dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 di Panti Sosial Bina NetraWyata Guna Bandung.” Jurnal Agregasi, Vol.2, No.1, (2014):89-104.
Skripsi
Fathia, Nissa Nurul. “Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas dalam PemilihanKepala Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2015.” Skripsi S1 FakultasIlmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Bandar Lampung, 2016.
xvii
Produk Hukum
Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2008 tentang
Pemilihan, Pengesahan Pengangakatan, dan Pemberhentian Kepala Daerahdan Wakil Kepala Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati danWalikota.
Wawancara
Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU ProvinsiDKI Jakarta) Jakarta, 22 Maret 2018.
Wawancara langsung dengan Ariani Soekanwo (Ketua Umum PPUA Penca),Jakarta, 14 September 2017.
Wawancara langsung dengan Elih (Pemilih Disabilitas), Jakarta, 04 April 2018.
Wawancara langsung dengan April Syar (Pemilih Disabilitas yang juga menjadiRelawan Demokrasi), Jakarta, 04 April 2018.
Internet
.. “Visi Misi PPUA Penca.” tersedia di http://ppuapenca.org/profil/visi-misi/; Internet; di akses pada Kamis, 20 Mei 2017.
Asril, Sabrina. “Hak Politik Penyandang Disabilitas yang Dibungkam.”Kompas.com, Selasa 30 Juli 2013 [berita on-line]; tersedia dihttps://www.kompas.com/; Internet; diakses pada 28 Februari 2017.
KPU Provinsi DKI Jakarta, “Visi Misi KPU Provinsi DKI Jakarta.” tersedia dihttp://www.kpujakarta.go.id/visimisi/; Internet; diakses pada 20 Mei 2017
PPUA Penca. “Profil PPUA Penca.” tersedia di http://ppuapenca.org/profil/;Internet; di akses pada Kamis, 20 Mei 2017.
LAMPIRAN
xviii
Lampiran 1 Bahan Sosialisasi Pilkada Jakarta 2017
Sumber: KPU Provinsi DKI Jakarta
xix
Sumber: KPU Provinsi DKI Jakarta
xx
Lampiran 2 Contoh Lokasi TPS Akses untuk Penyandang Disabilitas
Sumber: PPUA Penca
21
Lampiran 3
Wawancara dengan Betty Epsilon
Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKI
Jakarta).
Penulis: Sebagai pihak penyelenggara pemilihan umum, tentunya KPU DKIJakarta harus berperan aktif dalam penyelenggaraan pilkada Jakarta 2017, laluperan seperti apa yang telah dilakukan KPU DKI Jakarta pada pilkada kali ini?
Narasumber: Oh ya tentu saja peran kami sebagai penyelenggara perhelatanpemilu termasuk juga pilkada, tentu saja mengeksekusi di lapangan apa yang telahdiamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentangPenyelenggaraan Pemilu dan peraturan yang mengatur dibawahnya yaitu PKPUdan surat edaran KPU.
Penulis: KPU DKI Jakarta harus memastikan hak politik masyarakat Jakartaterpenuhi pada saat pelaksanaan pilkada Jakarta 2017, termasuk juga hak-hak parapenyandang disabilitas yang memang membutuhkan perhatian khusus dari KPUDKI Jakarta, peranan seperti apa yang diemban KPU DKI Jakarta dalammenjamin hak politik pemilih disabilitas terpenuhi pada pilkada Jakarta 2017?
Narasumber: Jadi hak politik itu kan ditandai dengan 1. Pemilih itu terdaftardalam daftar pemilih, 2. Pemilih itu dapat menggunakan hak pilih. Sesuai denganketentuan yang berlaku di negara kita. Nah definisi pemilih itu di UU jelas, usia17 tahun ke atas dan atau sudah menikah, nah tidak ada urusan bahwa dia itudisabilitas atau tidak, kecuali dalam UU disebutkan lagi sepanjang dia dapatmenggunakan hak pilihnya artinya dia tidak kehilangan hak politiknya karenadicabut oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, lalu sepanjang yangbersangkutan tidak terganggu mentalnya atau sepanjang dokter tidak mengatakanbahwa dia itu tidak bisa menggunakan hak pilihnya, maka dia bisa menggunakanhak pilihnya. Katakan misalnya di panti sosial di Jakarta itu banyak disabilitasyang secara mental terganggu atau gila, tapi ternyata sepanjang mereka sadar
22
ketika pencoblosan suara maka mereka dapat menggunakan hak pilihnya. Danmereka harus terdaftar dalam DPT. Jika tidak terdaftar maka ada lagi yang disebutdalam DPTB. Jadi kami selaku peyelenggara tentu tidak membedakan seseorangitu dapat menggunakan hak pilihnya karena dia itu disabilitas atau tidak,sepanjang memenuhi persyaratan.
Penulis: KPU Provinsi DKI Jakarta sebagai pihak penyelenggara pilkada,seberapa ramah memfasilitasi para penyandang disabilitas di pilkada Jakarta2017?
Narasumber: Sejak kami melakukan pendataan pemilih, kami itu punya form diujung kolom paling kanan, apakah yang bersangkutan itu disabilitas atau tidak,disabilitasnya jenis apa? tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna mental atau tunaapa itu ada jenis-jenisnya. Kalau kita punya data kan enak. Misal yang tuna netra,berapa orang nih yang tuna netra? nah kenapa harus ada data? karena kan harusdisediakan template surat suaranya atau nanti kami harus membimtek petugasKPPS kami, untuk bagaimana melayani yang tuna netra, bagaimana melayaniyang tuna rungu, bagaimana melayani yang tuna wicara, bagaimana melayaniyang tuna daksa. Makanya kita butuh datanya untuk bisa melayani mereka semua.
Penulis: Partisipasi politik penyandang disabilitas di pilkada Jakarta 2017,meningkat cukup tajam dibandingkan dengan pilkada tahun 2012 lalu, apakahangka partisipasi politik penyandang disabilitas ini sudah memenuhi target KPU?Dapatkah digambarkan kenaikan yang dimaksud? Lalu, adakah data pembandingyang dimaksud?
Narasumber: Kalau dikatakan tingkat partisipasi, partisipasi di pilkada 2017 itutertinggi sepanjang sejarah paska reformasi, jadi tentu saja berimbas kepadapemilih termasuk pemilih disabilitas. Kalau dikatakan puas tidak puas tentuselaku penyelenggara kan menilai partisipasi di atas 60% itu kan tinggi, namunkepuasan itu tidak dapat diukur dari hanya sekedar angka, tapi kepuasan itu jugaharus di ukur dari bagaimana kualitas demokrasi itu terselenggara. Dari sisipenyelenggara tentu kami tergantung juga dari bagaimana kualitas kami melayanimereka sebagai pemilih, sebagai peserta pemilu, itu kan juga tidak dapatdikatakan ada linkert sistem itu puas atau tidak puas. Pilkada 2012 itu tidak adadata disabilitas, data disabilitas itu ada sejak pileg dan pilpres 2014. Jadi tidak adapembagian pemilih berdasarkan jenis disabilitas.
Penulis: Upaya apa saja yang telah dilakukan oleh KPU DKI Jakarta dalammeningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas?
23
Narasumber: Pertama dari semua kegiatan sosialisasi yang kami lakukan, kamiselalu mengutamakan kelompok disabilitas se DKI Jakarta, jadi kami kerjasamadengan panti sosial, kami bekerjasama dengan kelompok-kelompok komunitasdisabilitas, dan itu sosialiasasi untuk mengajak mereka mau menggunakan hakpilihnya di hari H. lalu yang kedua kami juga melakukan rekrutmen relawandemokrasi juga untuk kelompok disabilitas itu se kota di DKI Jakarta punyaperwakilan. Dan yang ketiga tentu ketika kami melayani mereka di hari H itu kanada standard operasional prosedurnya, bagaimana kami melayani pemilih yangtuna netra, sekalipun tuna netra tidak semua tuna netra itu bisa membaca hurufbraille, sekalipun dia bisa baca dia kan harus didampingi, katakan ketika diabutuh pendampingan kami menyiapkan form C3. C3 itu adalah suratpendampingan termasuk bagi disabilitas yang ingin didampingi ketikamenggunakan hak pilihnya. Lalu yang ke empat kami juga mengukur pintu masukke TPS minimum 1 m, untuk apa? untuk memudahkan mereka yangmenggunakan kursi roda. Atau tinggi meja untuk naro kotak surat suara, itu tidakboleh di atas 80 cm, untuk apa ? supaya mereka yang menggunakan kursi rodadapat memasukkan surat suara mereka secara mandiri. Itu semua ada SOP nya.
Penulis: Tantangan dan kendala apa saja yang menghambat upaya KPU dalammeningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas?
Narasumber: Dalam meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas kita ituterkendala di lapangan, karena banyak sekali warga itu yang tidak maumenyatakan bahwa ada anggota keluarganya yang disabilitas, karena mungkinmerasa malu atau karena mungkin apa, padahal kebutuhan kami adalah melayanipara penyandang disabilitas itu berdasarkan data yang kami miliki. Jadi sekali lagidalam meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas itu ada faktor-faktor yangtidak dapat kita tutup mata ya. Tidak semua keluarga berani menyatakan bahwaada anggota keluarganya yang disabilitas, dan kita kan ga bisa maksa ketika kitacoklit gitu, ketika kita turun ke lapangan, ditanya ada ga keluarga ibu yangdisabilitas? jawabannya oh ga ada, padahal sebetulnya ada, dan kami sih berupayasepenuh yang kami bisa. Ketika kami membimtek petugas kami di tingkat bawah,kami itu selalu mengimbau dan mengingatkan petugas kami untuk melayanipemilih disabilitas dengan baik. Jadi usaha-usaha itu selalu kami lakukantermasuk menggandeng PPUA Penca.
Penulis: Faktor signifikan apa saja yang mempengaruhi tingkat partisipasi politikpenyandang disabilitas itu meningkat di pilkada Jakarta 2017?
Narasumber: Pertama karena kami sosialisasi itu sampai menyeluruh, jadi pastiakan menjaring disabilitas, itu pasti. Yang kedua ketika kami melakukan kegiatan
24
sosialiasasi tentu kami harus menyiapkan bahan untuk sosialisasinya. Misalnyakami bawa bahan sosialiasasi tentang visi misi pasangan calon yang templatebraille, kami bagikan untuk mereka yang bisa baca braille. Kalau tidak kamivisualisasikan melalui audio, dibicarakan kepada mereka bahwa ada calon ini gitu,silahkan bapak dan ibu kenali mereka. Atau kalau bapak ibu tidak terdaftar dalamdaftar pemilih, apa yang bapak ibu harus lakukan, kami selalu sosialisasikanseperti itu. Jadi bentuk-bentuk kerjasama itu juga tadi melibatkan relawandemokrasi. Relawan demokrasi kami itu ada dari kelompok disabilitas, untuk apa?Sebagai corongnya kami untuk mudah masuk ke mereka, bicara untukmenggunakan hak pilihnya di pilkada. Di debat-debat KPU juga kamimenyediakan interpreteur atau penerjemah untuk bahasa isyarat. Untuk apa?Untuk membantu disabilitas rungu mendapatkan informasi.
Penulis: Pada putaran pertama ada 7.740 pemilih disabilitas yang telah terdaftardalam daftar pemilih tetap. Namun pada putaran kedua angka pemilih disabilitasmengalami perubahan menjadi 7.568 pemilih. Berarti jumlahnya berkurangsebanyak 172 pemilih, mengapa terjadi penurunan demikian?
Narasumber: Kalaupun menurun kita kan tidak tau ya, karena gini mbamenggunakan hak pilih itu kan hak seseorang, tidak kewajiban di Indonesia inikan. Kalau di Australi tidak menggunakan hak pilih anda dapat denda sekitar 250dolar. Kalau kita kan engga siapapun yang menggunakan hak pilihnya itu kantergantung dia, tergatung kesadarannya mau ga datang ke TPS, jadi menurut sayakenapa angka pemilih itu berubah kami belum punya riset, jadi saya ga mau klaimkarena ini, karena ini, engga.
Penulis: Menurut ibu, bagaimana pola partisipasi politik pemilih disabilitas dipilkada kali ini? Apakah bersifat otonom (suka rela) atau karena dimobilisasi(digerakkan)?
Narasumber: Sebenarnya tidak terbatas kepada kelompok disabilitas atau tidak ya,karena kesadaran politik itu kan dibangun oleh dirinya sendiri. Kenapa dia harusmenggunakan hak pilih, siapa yang harus saya pilih, kenapa saya harus memilihdia, itu kan semua termasuk pendidikan politik yang tidak hanya dapat dilakukanoleh KPU tapi juga oleh pasangan calon, oleh partai politik, sebagai pesertapemilu. Termasuk kepada mereka, ketersediaan informasi itu kan tidak mudah,mereka yang tuna netra tentu harus dengan audio dan dapat mengerti siapa dankenapa mereka mau menggunakan hak pilihnya. Ketika di debat salah satu temadebat kami juga tentang bagaimana calon gubernur dan wakil gubernur itu punyakepedulian lebih kepada masyarakat kita yang disabilitas, dan ketika menentukantema, itu kan kita yang menentukan dan salah satu panelis yang membuat soal itudari kelompok disabilitas. Jadi ketika pilgub, itu kami kemas sebaik mungkin
25
sehingga mereka merasa ada yangmenyuarakan apa yang mereka inginkansebagai warga negara disabilitas yangtinggal di Jakarta.
Lampiran 4
Wawancara dengan Ariani Soekanwo (Ketua Umum PPUA Penca)
26
Penulis: Bagaimana tanggapan ibu mengenai pilkada DKI Jakarta 2017? Apakahpilkada DKI Jakarta 2017 ini sudah akses untuk penyandang disabilitas?
Narasumber: pelaksanaan pilkada DKI Jakarta pada hari H belum aksessepenuhnya, tapi sudah menuju ke akses. Pelibatan penyandang disabilitas dalampenyelenggaraan pilkada DKI Jakarta sudah bagus. akan tetapi TPS nya masihbanyak yang belum akses.
Penulis: Apakah regulasi yang dibuat oleh KPU sudah akses untuk penyandangdisabilitas?
Narasumber: Regulasi yang dibuat KPU sudah akses, akan tetapi implementasinyabelum akses, karena TPS masih sering dibuat di lapangan yang banyak tonggak-tonggaknya.
Penulis: Menurut ibu apakah pada pilkada DKI Jakarta 2017, KPU Jakarta telahberhasil melakukan peranannya dalam memenuhi hak-hak politik penyandangdisabilitas?
Narasumber: Peran KPU sudah berhasil sih ya, tapi untuk aksesibilitas TPSnyabelum berhasil sepenuhnya. Sedangkan untuk yang lain-lain seperti meningkatkanpartisipasi penyandang disabilitas itu sudah bagus. Peraturan dari KPU juga sudahakses untuk penyandang disabilitas akan tetapi implementasi memang menjadisuatu persoalan tersendiri. Tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan. Jadiupaya-upaya dari KPU dalam memenuhi hak-hak politik penyandang disabilitasitu sudah ada, namun implementasi mengenai TPS akses itu masih belumsepenuhnya terealisasi.
Penulis: Menurut pengamatan PPUA PENCA apakah partisipasi politikpenyandang disabilitas pada pilkada DKI Jakarta 2017 ini sudah cukup tinggi?
Narasumber: Partisipasi penyandang disabilitas meningkat di pilkada kali ini
Penulis: Apakah dalam melakukan sosialisasi politik terhadap penyandangdisabilitas, KPU bekerjasama dengan PPUA Penca?
Narasumber: KPU Jakarta itu bekerjasama dengan PPUA Penca dan relawandemokrasi dalam melakukan sosialisasi ke para penyandang disabilitas. Setiapmengadakan sosialiasasi, KPU mengundang PPUA Penca atau relawan demokrasiuntuk membantu KPU memberikan pendidikan politik kepada para pemilihdisabilitas. Sosialisasi yang diadakan KPU tidak hanya melibatkan parapenyandang disabilitas secara perorangan, tetapi juga melibatkan komunitas-
27
komunitas disabilitas yang sudah ada seperti Pertuni, Gerkatin, FKPCTI, dan jugaSLB-SLB yang ada di Jakarta. Dengan mengundang komunitas-komunitas inimaka akan lebih memudahkan KPU untuk menjangkau pemilih disabilitas, danmassa yang datang untuk mengikuti sosialisasi pun juga lebih banyak. Olehkarena itu langkah KPU ini patut diapresiasi. Jadi tidak salah, jika penyandangdisabilitas akhirnya sangat antusias untuk bisa menyalurkan hak pilihnya sehinggapartisipasi penyandang disabilitas meningkat di pilkada kali ini.
Penulis: Apa saja upaya-upaya yang dilakukan oleh PPUA PENCA untuk terusmendorong KPU Provinsi DKI Jakarta untuk terus melakuan perbaikan dalammemberikan aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas?
Narasumber: Kita melakukan advokasi, membuat desain alat bantu coblos untuktuna netra, membantu membuat regulasi untuk uji coba pemenuhan hakdisabilitas. jika KPU DKI membutuhkan massa untuk melakukan sosialiasasi atausimulasi pilkada, kita carikan massa disabilitas, kita juga menjadi narasumber, danmengusulkan menggunakan bahasa isyarat atau interpreter dalam kampanye.
Penulis: Hal apa saja yang dilakukan oleh PPUA Penca untuk terus mendorongpara penyandang disabilitas agar mau menggunakan hak pilihnya?
Narasumber: Kita mengajak mereka untuk ikut simulasi pilkada, ikut kampanye,lalu kita juga memobilisisasi massa disabilitas melalui berbagai organisasi.
28
Lampiran 5
Wawancara dengan April Syar (Pemilih Disabilitas Netra)
Penulis: Apa yang mendasari bapak menggunakan hak suara di pilkada Jakarta2017?
Narasumber: Yang pertama saya warga Jakarta, terus yang kedua saya sebagaimanusia yang mempunyai hak asasi, yang ketiga saya termasuk pemilih aktif dantermasuk yang memperjuangkan kelompok disabilitas khususnya di Kota Jakarta.
Penulis: Apakah bapak ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik yang lain padasaat menjelang pilkada? Seperti ikut pendidikan politik, ikut mensosialisasikanpilkada kepada penyandang disabilitas yang lain atau kepada masyarakat non-disabilitas, lalu ikut bergabung dengan kelompok kepentingan seperti partaipolitik atau hanya memberikan hak suara saja pada saat pilkada?
Narasumber: Saya pribadi ikut terlibat di pemerhati pemilu itu dari tahun 2004,terus 2007 (pilgub), terus 2009 saya juga sudah aktif, kalau memilih saya sudah
29
memilih dari tahun 1992 sejak usia saya 20 tahun, tapi saya terlibat sebagaipemerhati pemilu yang ikut memperjuangkan hak disabilitas dalam memilih itusejak 2009. 2009 saya ikut dalam memperjuangkan hak pemilih disabilitas,bagaimana pemilih disabilitas bisa ikut memilih bukan hanya tuna netra tapi jugatuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, supaya mereka bisa ikut memilih danmendapatkan haknya sebagai pemilih. Kemudian 2013 saya direkrut dan dilantiksecara nasional sebagai relawan demokrasi, waktu itu memang peruntukkannyauntuk DKI Jakarta tapi waktu itu yang melatih KPU RI, lalu pada tahun 2017kemarin saya juga terlibat di relawan demokrasi untuk DKI Jakarta yang melantikKPU DKI Jakarta dan sampai sekarang saya terlibat di PPUA Penca, sebenarnyasecara tidak langsung saya sudah lama terlibat di PPUA Penca tapi secaralangsungnya saya baru terlibat di PPUA Penca baru bulan September kemarinsampai sekarang. Jadi saya disamping sebagai pemilih juga sebagai relawandemokrasi yang ikut mensosialisasikan hak-hak disabilitas dalam memilih jugakalau sekarang kita sedang berproses bagaimana disabilitas itu bukan hanya yangdipenuhi itu hak memilih tetapi juga hak dipilih termasuk juga hak terlibat sebagaipenyelenggara pemilu, seprti PPK, KPPS.
Penulis: Menurut bapak, apakah pilkada DKI Jakarta tahun 2017 ini sudah aksesuntuk penyandang disabilitas? Dan adakah perubahan yang cukup signifikan daripilkada sebelumnya?
Narasumber: Masih berproses kalau sempurna sih belum, tapi kalau mendekatiaksesibel yang semakin sempurna iyah, karena kalau dibandingkan dengan tahun-tahun atau periode-periode sebelumnya itu memang aksesibilitas untukpenyandang disabilitas itu memang belum seberapa signifikan, tapi mulai 2017kemarin pilkada akses (TPS akses) itu sudah mulai disuarakan baik di KPU RI,KPU Provinsi DKI Jakarta, ataupun di KPU Kota itu sudah sampai ke PPK,termasuk ke tingkat TPS-TPS itu sudah memperhatikan aksesibilitas untukpenyandang disabilitas dalam memilih. Walaupun ada beberapa yang belum,karena disebabkan oleh beberapa situasi dan kondisi yang memang terkadangberubah, seperti cuaca, lingkungan, termasuk juga kualitas atau keberadaanSDMnya juga yang mempengaruhi aksesibilitas di TPS-TPS itu. Di lokasi sayamilih juga sudah akses, sudah lumayan ya. Pengalaman tahun kemaren memangberagam informasi tentang situasi TPS itu memang tidak sama, ada yang memangbagus banget ada yang tidak bagus dan tidak akses sama sekali.
Penulis: Kenapa pak ko bisa terjadi seperti demikian? Apa karena petugas KPPSnya yang memang kurang memahami mengenai TPS akses?
30
Narasumber: Sebetulnya lokasi TPS yang tidak akses bukan karena sepenuhnyakesalahan KPU. Bukan juga karena petugas TPS kurang memahami mengenaiTPS akses, tapi ada faktor-faktor alam yang mempengaruhi seperti cuaca.Contohnya TPS itu kan harus di bangun di tempat atau di lapangan, yang pertamapintu masuknya tidak berundak-berundak, yang kedua tidak berbatu-batu, yangketiga ukuran pintu TPS minimal 1 m kecilnya, dengan ketinggian kotak suara 80cm. Bukan hanya dari sekedar si pembuat TPS, tapi memang dari kondisi cuaca,lingkungan, itu mempengaruhi. Sehingga dari situ timbullah ragam permasalahankeberadaaan TPS. Ada yang memang seharusnya TPS dibangun di lapangan tapikarena kondisinya sedang hujan deras dan lapangannya jadi becek jadi lokasi TPSnya dipindahkan ke gedung-gedung sekolahan yang bertangg-tangga, atau yangmemang seharusnya di bangun di lapangan karena di tempat itu tidak adalapangan jadi TPSnya di bangun di jalan raya sempit, atau bisa juga karenamemang lingkungannya padat penduduk, sehingga lokasi TPSnya kanan kirinyagot. Jadi hal-hal seperti itu seringkali terjadi karena memang ada faktor yang tidakbisa di hindari, dan seandainya pun terpaksa di hindari yang akan berbicaranantinya anggaran, dan kita tidak menyalahkan itu. Oke kita bangun secaraprofesional di tempat yang sangat signifikan tapi nanti yang bicaranya dana, uangtendanya mana, uang ini nya mana, uang itunya mana, gitu kan nanti pastinya.Oke kita akan meratakan tanah buat lokasi TPS yang akses, lalu nanti biaya nyamana? Apalagi ini kan hari pemungutan suara itu cuman sehari.
Penulis: Kalau boleh tau bapak waktu itu milih di mana ya?
Narasumber: Saya waktu itu memilih di TPS 6 Muara Kasih, Tanjung Priok.
Penulis: Apa lokasi TPSnya sudah akses?
Narasumber: Sudah akses, sudah lumayan ya, dan kebetulan saya juga di tahun2017 terlibat sebagai panitia pemantau pemilu juga secara independent gitu bukandi KPU, kalau di KPU kan saya sebagai relawan demokrasi. Jadi ya ada semacamkomplikasi jadi sebagai pemantau pemilu tapi sebagai relawan juga, kan kalaurelawan sebagai penyelenggara, tapi saya kemarin untuk meyakinkan akomodasiterhadap penyandang disabilitas dalam memilih terutama untuk akses TPS, sayaterlibat di pemantauaan.
Penulis: Menurut Bapak, apakah KPU DKI Jakarta telah berhasil melakukanperanannya sebagai lembaga penyelenggara pilkada dalam memenuhi hak politikpara penyandang disabilitas?
Narasumber: Kalau dibilang berhasil itu kan ada tingkatannya, jadi kalau berhasilitu kan sudah sempurna ya, tapi perannya itu sudah mendekati berhasil. Jadi kalau
31
dipresentasikan secara nilai itu kan cukup bagus, bagus, sangat bagus, kalausangat bagus sih belum, kalau cukup bagus kayanya masih kebangetan karenamemang pilkada DKI 2017 ini sudah mulai akses. Jadi peran KPUnya itu baguslah. Walaupun memang masih banyak lagi yang harus disempurnakan.
Penulis: Jadi ada peningkatan ya pak dibandingkan pilkada 2012 lalu?
Narasumber: Iya betul ada peningkatan dipilkada 2012 lalu, ya mudah-mudahandi pilpres tahun 2019 akan semakin baik lagi.
Penulis: Kalau bapak sendiri waktu nyoblos pakai braille template ya pak ?
Narasumber: Pakai braille template saya, saya tidak didampingi, saya mandiri.Saya memberikan suara secara mandiri, tanpa pendampingan, ya didampingipaling-paling menuju pintu area TPS.
Penulis: Apakah partisipasi penyandang disabilitas di pilkada kali ini mengalamipeningkatan ?
Narasumber: Iya mengalami peningkatan, karena memang adanya layanansosialisasi itu, belum signifikan sih karena memang banyak sekali faktor yangmempengaruhi tinggi rendahnya tingkat partisipasi dari disabilitas itu. Jadidisabilitas itu kan ada yang memang fakum, ada yang aktif, ada yang punyapemikiran positif mengenai pilkada ini, ada juga yang memang acuh tak acuh, jadiyah pinter-pinternya kita mengarahkan mereka. Karena kita menyampaikanmereka gini, jadi bukan hanya sekedar wajib memilih dan dipilih, tapi kita harusmenanamkan ke mereka itu bahwa ini kan sedang terjadi proses pemilihan, kalaukita tidak memilih kemungkinan kita mempersilahkan orang yang tidak kitasenangi untuk menjadi pemimpin.
Penulis: Apakah bapak juga memberikan pendidikan pemilih kepada penyandangdisabilitas yang lain?
Narasumber: Iya termasuk itu, terus terang saya tidak melakukannya sendiribanget sih, tapi saya di fasilitasi oleh KPU, karena saya waktu itu kan terlibat jadirelawan demokrasi.
32
Lampiran 6
Wawancara dengan Elih (Pemilih
Disabilitas Daksa)
Penulis: Apa yang mendasari ibu menggunakan hak suara di pilkada DKI Jakarta?Apakah karena keinginan sendiri (sukarela) atau karena didorong oleh orang lain(dimobilisasi)?
Narasumber: saya memilih karena sukarela ya
Penulis: Apakah ibu ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik yang lain pada saatmenjelang pilkada? Seperti ikut pendidikan politik, ikut mensosialisasikan pilkadakepada penyandang disabilitas yang lain atau kepada masyarakat non-disabilitas,lalu ikut bergabung dengan kelompok kepentingan seperti partai politik atauhanya memberikan hak suara saja pada saat pilkada?
Narasumber: tidak, saya hanya ikut mencoblos waktu hari H saja
Penulis: Menurut ibu, apakah pilkada DKI Jakarta tahun 2017 ini sudah aksesuntuk penyandang disabilitas? Dan adakah perubahan yang cukup signifikan daripilkada sebelumnya?
Narasumber: Di pilkada kemarin ini sudah jauh lebih baik sih ya
Penulis: KPU sebagai penyelenggara pilkada seberapa ramah memfasilitasi parapenyandang disabilitas di pilkada kali ini?
33
Narasumber: Kalau kemarin kebetulan kan kita di satu tempat, kebetulan saya dipanti bina daksa, dan itu sudah difasilitasi dengan lumayan ramah, kalau di tempatlain saya kurang tau ya kalau untuk perorangan, karena itu kan sudah di kolektifya, semua pengguna kursi roda dan penduduk sekitar di satu spot itu, jadi sudahlumayan akses untuk pengguna kursi roda.
Penulis: Menurut ibu, apakah KPU DKI Jakarta telah berhasil melakukanperanannya sebagai lembaga penyelenggara pilkada dalam memenuhi hak politikpara penyandang disabilitas?
Narasumber: Belum sepenuhnya berhasil sih ya, tapi saya rasa di pilkadakemarin ini sudah jauh lebih baik ya dibandingkan yang sebelumnya.
Penulis: Apakah lokasi TPS saat ibu memberikan suara sudah akses?
Narasumber: Sekarang bilik suaranya juga sudah disejajarin sama pengguna kursiroda, terus kotak suaranya juga sudah pendek ya, jadi memudahkan penggunakursi roda untuk memasukkan surat suara ke kotak suara itu, beda banget samapilkada yang sebelumnya, jadi pas kita mau masukin surat suara, kotak suaranyaharus di miringin dulu sama petugas KPPSnya.