Persoalan Piagam Jakarta
-
Upload
anis-wahyu-fadhilah -
Category
Documents
-
view
163 -
download
3
description
Transcript of Persoalan Piagam Jakarta
MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
“ PANCASILA DAN PIAGAM JAKARTA”
Nama : Anis wahyu fadhilah 4311411023
Aris trisusanto
A.PENGERTIAN PANCASILA
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari
Sansekerta pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan
tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
B. BUTIR-BUTIR PANCASILA/EKA PRASETIA PANCA KARSA
Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan
kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi
pelaksanaan Pancasila.
BUTIR-BUTIR PANCASILA/EKA PRASETIA PANCA KARSA
1. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena
itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. SILA PERSATUAN INDONESIA
1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara
di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.
4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka
Tunggal Ika.
4. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN
DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
musyawarah.
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
8. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan
keadilan.
5. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Bersikap adil.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak-hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak bersifat boros.
8. Tidak bergaya hidup mewah.
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10.Suka bekerja keras.
11.Menghargai hasil karya orang lain.
12.Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila.
Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan
dalam keseharian warga Indonesia.
Sila pertama
Bintang.
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.
Sila kedua
Rantai.
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia,
tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10.Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ketiga
Pohon Beringin.
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat
Kepala Banteng
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi
dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai
kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama.
10.Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
Sila kelima
Padi Dan Kapas.
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10.Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
11.Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
PIAGAM JAKARTA
Persoalan Piagam Jakarta, sebenarnya adalah sebuah peristiwa politik yang secara formal
telah selesai 18 Agustus 1945 saat sejumlah pemimpin politik berlatar belakang Islam sepakat
untuk menghilangkan tujuh kata dari konsep pembukaan UUD 1945. Namun akibat
ketidakmatangan kenegarawanan lapisan para pemimpin politik baru di masa-masa
berikutnya, permasalahan ternyata tidaklah berakhir pada tanggal itu.
Tatkala Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
juga dikenal dengan nama Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai sampai kepada tahap sidang membi
carakan beginsel (dasar) “negara kita”, Ir Soekarno menjadi salah satu penyampai
gagasan, yakni melalui pidato 1 Juni 1945. Dalam menyampaikan konsep dasar negara yang
diusulkannya, Soekarno memulai dengan butir kebangsaan. Berikutnya berturut-turut ia
menyampaikan butir-butir internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi
dan kesejahteraan sosial, lalu yang terakhir Tuhan Yang Maha Esa atau Ketuhanan. Di antara
sekian penyampaian, yang mendapat sambutan paling antusias memang adalah pidato Ir
Soekarno. Tercatat ada 12 kali tepuk tangan menggema saat ia menyampaikan pidatonya itu
dengan gaya seorang orator ulung. Namun, menurut sejarawan Anhar Gonggong, setelah
pidato Ir Soekarno itu, “anggota BPUPKI tampak ‘terbelah’, dalam arti ada anggota yang
sepenuhnya menerima rumusan ‘calon dasar negara’ yang diajukan anggota Ir Soekarno itu,
tetapi di lain pihak terdapat sejumlah anggota yang tidak sepenuhnya menerima, dan
menghendaki perubahan rumusan walau tetap berdasar pada apa yang telah dikemukakan
anggota Ir Soekarno itu”.
Untuk mempertemukan dua kutub pendapat, yakni golongan nasionalis sekuler dan golongan
nasionalis Islami, Ketua BPUPKI Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat berinisiatif membentuk
Panitia Kecil yang seringkali juga disebut Panitia Sembilan karena memang anggotanya
terdiri dari sembilan orang. Panitia Kecil ini diketuai Ir Soekarno dengan wakil ketua Drs
Mohammad Hatta. Tujuh anggota lainnya adalah Ki Bagus Hadikusumo, KH Wahid Hasyim,
H. Agoes Salim, Abdul Kahar Muzakkir, Muhammad Yamin, AA Maramis, Abikusno
Tjokrosujoso dan Achmad Soebardjo. Dalam serangkaian rapat, dirumuskan suatu formula
yang memberi tempat bagi aspirasi golongan Islam, yaitu, “…. dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, terdiri dari tujuh kata. Selain itu,
Panitia Sembilan juga menempatkan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa pada urutan pertama,
yang oleh Soekarno tadinya ditempatkan di bagian belakang. Adalah Mohammad Yamin
yang memberi penamaan Piagam Jakarta bagi rumusan itu. Dalam piagam yang dipersiapkan
sebagai bagian pembukaan UUD ini, tidak digunakan penamaan Pancasila bagi lima butir
dasar negara yang di kemudian hari dinamakan Pancasila, meskipun rumusannya ditulis
lengkap. Begitu pula dalam Pembukaan UUD 1945 nanti.
Pengusul dari 7 kata di alinea terakhir draft konsep Pembukaan UUD itu adalah wakil
golongan Islam, dengan pengertian bahwa kewajiban itu hanya berlaku bagi para pemeluk
agama Islam dan tidak mewajibkan bagi yang lain di luar itu. Tapi secara teoritis
ketatanegaraan, ada anggapan bahwa bila negara mewajibkan sesuatu hanya untuk sebagian
warganegaranya, maka itu berarti diskriminatif. Negara tak boleh melakukan pengecualian,
tetapi harus mengatur semua warganegara secara keseluruihan. Terhadap rumusan Piagam
Jakarta, menurut Dr Midian Sirait, dalam bukunya Revitalisasi Pancasila (Kata Hasta
Pustaka, Jakarta 2008), muncul penolakan dari kelompok Indonesia Timur yang dipimpin
oleh Latuharhary. Kelompok ini datang menemui Mohammad Hatta, pada pagi hari tanggal
18 Agustus 1945. Mohammad Hatta menampung usulan untuk mencoret 7 kata itu, tapi tidak
mengambil putusan sendiri. Ia terlebih dahulu menanyakan pendapat KH Wahid Hasyim –
yang kelak menjadi Menteri Agama pertama Republik Indonesia, ayah dari KH Abdurrahman
Wahid– salah seorang ulama yang menjadi anggota Panitia Sembilan. KH Wahid Hasyim
mengatakan, tak apa bila 7 kata itu dicoret. H. Agoes Salim juga menyatakan bisa memahami
pencoretan itu.
Sebenarnya di Panitia Sembilan, ada Mr Maramis yang juga hadir tatkala Piagam Jakarta
dirumuskan. “Di kemudian hari, ketika ditanya, mengapa Mr Maramis menyetujui 7 kata,
beliau menjawab, dirinya sedang mengantuk tatkala hal itu dibahas”. Atau mungkin Mr
Maramis yang bukan muslim sebenarnya merasa ‘sungkan’ untuk menolak saat itu? “Namun
terlepas dari itu, kita bisa melihat betapa para pendiri bangsa kita itu berkemampuan
mengatasi itu semua dengan baik, terhindar dari sikap bersikeras, karena rasional dan betul-
betul menghayati filosofi negara. Mereka semua berpendidikan barat, tetapi tetap taat kepada
ajaran agama masing-masing, secara rasional”. Jadi tatkala mereka melihat secara filosofis
bahwa bila sesuatu memiliki akibat-akibat tertentu bagi warganegara, dan menimbulkan suatu
situasi diskriminatif, mereka bisa menentukan sikap secara tepat. Mereka memang para
negarawan.
PADA saat Presiden Soekarno menyampaikan Dekrit 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD
1945, permasalahan menyangkut Piagam Jakarta juga tampil kembali. “Setiap ada perumusan
pembukaan UUD 1945, persoalan itu pasti muncul kembali, yang terutama dilakukan oleh
para pemimpin generasi baru yang agaknya belum memiliki pemahaman filosofis seperti
yang dipahami KH Wahid Hasyim atau H. Agoes Salim”. Ketika persoalan itu muncul saat
Dekrit 5 Juli 1959, suatu solusi diberikan oleh Mohammad Yamin dan Roeslan Abdoelgani,
yaitu dengan menambahkan kalimat dalam dekrit bahwa langkah kembali ke UUD 1945 itu
dijiwai oleh Piagam Jakarta. Dengan rumusan seperti itu, Dekrit 5 Juli 1959 disetujui oleh
kelompok politik Islam.
Selain keinginan memberlakukan Piagam Jakarta, terdapat pula beberapa gerakan untuk
menjadikan Indonesia sebagai suatu negara berdasarkan agama. Gerakan yang paling
menonjol tentu saja adalah gerakan bersenjata SM Kartosoewirjo yang dengan DI/TII-nya
memproklamirkan Negara Islam Indonesia pada Agustus 1949 saat Republik Indonesia
sedang mengalami kesulitan dalam usianya yang baru 4 tahun. Gerakan DI/TII mendapat
pengikut di Aceh, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Tapi bila dicermati, gerakan
DI/TII di daerah-daerah itu bukanlah murni motif menegakkan Negara Islam, melainkan hasil
komplikasi kepentingan pribadi dari para pemimpinnya masing-masing.
SEJARAH PANCASILA
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan
pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
yaitu :
Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945.
Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan,
Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa
kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup
ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam
memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.[1]
Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato
spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno
mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme;
Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama
Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu,
katanya:
Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan,
dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya
namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah
Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan
negara Indonesia, kekal dan abadi.
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen
penetapannya ialah :
Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27
Desember 1949
Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15
Agustus 1950
Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk
Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan
pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
yaitu :
Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945.
Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan,
Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa
kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup
ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam
memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.[1]
Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato
spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno
mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme;
Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama
Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu,
katanya:
Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan,
dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya
namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah
Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan
negara Indonesia, kekal dan abadi.
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen
penetapannya ialah :
Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27
Desember 1949
Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15
Agustus 1950
Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk
Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
1. Pengertian Ideologi :
Ideologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata idea yang berarti ide /gagasan, konsep,
pengertian
dasar, cita-cita dan kata logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah ideologi berarti ilmu
tentang
pengertian dasar atau ide, cita-cita, pandangan, atau paham yang bersifat tetap yang harus
dicapai.
Pendapat para tokoh tentang ideologi antara lain :
a. Nicollo Machiavelli, ideologi adalah pengetahuan mengenai cara menyembunyikan
kepentingan, mendapatkan serta mempertahankan kekuasaan dengan memanfaatkan
konsepsi-konsepsi keagamaan dan tipu daya.
b. Antoine Destut de Tracy , ideologi adalah ilmu mengenai gagasan atau ilmu tentang ide -
ide, yaitu ide yang sehat adalah yang sesuai dengan realita dan sejalan dengan akal budi
bukan khayalan atau gagas an palsu.
c. Karl Marx, ideologi adalah kesadaran palsu, sebab ideologi merupakan hasil pemikiran
tertentu yang diciptakan oleh para pemikir sesuai kepentingannya.
d. Louis Althusser, ideologi adalah pedoman hidup, sebab setiap orang membutuhkan
pedoman hidup baik sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat.
e. A.S. Hornby, ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk landasan teori
ekonomi dan politik yang dipegang oleh seseorang atau sekelompok orang.
f. Gunawan Setiardja, ideologi adalah seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh
realitas yang dijadikan pedoman dan cita -cita hidup.
g. Laboratorium IKIP Malang , ideologi adalah seperangkat nilai, ide, dan cita -cita serta
pedoman dan metode melaksanakan / mewujudkannya.
h. Dr. Alfian, ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan
mendalam tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secara moral dianggap benar
dan adil mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan.
i. Encyclopedia Internastional , ideologi adalah sistem gagasan, keyakinan, dan sikap yang
mendasari cara hidup suatu kelompok, kelas, atau masyarakat tertentu.
2. Proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara :
Menjelang tahun 1945 Jepang mengalami kekalahan di Asia Timur Raya, banyak cara yang
digunakan
jepang untuk menarik simpati khususnya kepada bangsa Indonesia, salah satunya adalah janji
Jepang
untuk memberi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang diucapkan oleh Perdana Menteri
Kaiso
pada tanggal 7 September 1944.
Sebagai kelajutan dari janji tersebut, maka pada tanggal 29 April 1945, Jepang membentuk
Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI atau Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai), yang bertugas untuk menyelidiki segala sesuatu mengenai persiapa n
kemerdekaan
Indonesia. BPUPKI diketuai oleh DR. Rajiman Widiodiningrat, wakil ketua R. Panji Suroso
dan Tuan
Hachibangase dari Jepang dan beranggotakan 60 orang. Selama masa tugasnya BPUPKI
melakukan
dua kali sidang.
Sidang yang pertama mulai tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 untuk membahas rancangan dasar
Negara.
Tiga tokoh nasionalis yang menyampaikan ide pokok rancangan dasar Negara, yaitu :
1. Mr. Moh. Yamin, (29 Mei 1945), ide pokok yang disampaikan usul secara lisan :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan
secara tertulis:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijak -sanaan Dalam
Permusyawaratan /Perwakilan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
2. Mr. Soepomo, (31 Mei 1945), ide pokok yang disamapaikan :
1. Paham Negara Persatuan
2. Perhubungan Negara Dengan Agama
3. Sistem Badan Permusyawaratan
4. Sosialisasi Negara
5. Hubungan Antar Bangsa
3. Ir. Soekarno, (1 Juni 1945 ), ide pokok yang disampaikan :
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan Yang Berkebudayaan
Pada akhir pidatonya, Soekarno mengusulkan nama Pancasila atas
saran dari teman dekatnya yaitu MR. Moh. Yamin. Sejak itulah disebut sebagai lahirnya
istilah Pancasila, sehingga Bung Karno selalu dikaitkan sebagai pencetus lahirnya istilah
Pancasila.
4. Panitia Kecil, (22 Juni 1945), menyampaikan usulan dasar Negara, yang dikenal dengan
nama rumusan Piagam Jakarta (Jakarta Charter), sbb :
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi para
Pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksa -naan dalam
Permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dengan rumusan Piagam Jakarta tersebut, terjadi kontroversi mengenai bunyi sila
pertama antara pihak Islam dengan kelompok nasionalis. Sebab Sila pertama Piagam
Jakarta tidak merangkul semua pemeluk agama yang ada di Indonesia, hanya difokuskan
untuk penganut Agama Islam saja sedangkan di Indonesia terdapat berbagai macam
agama dan suku bangsa. Untuk mengatasi hal ini dibentuk secara mendesak panitia
Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945 untuk mecapai kesepakatan, sehingga Mohamad
Hatta mengusulkan demi persatuan dan kesatuan bangsa, maka sila pertama Piagam
Jakarta dirubah bunyinya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
5. Rumusan akhir ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 pada sidang PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) :
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksa -naan dalam
Permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan soaial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sidang BPUPKI yang ke dua berlangsung dari tanggal 10 sampai tanggal 16 Juli 1945
dengan agenda membahas rancangan hukum dasar, yang kemudian kita kenal dengan
nama Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung bentuk Negara kesatuan
Republik Indonesia, dan pada alinea ke empat terkandung rum usan dasar Negara
Pancasila.
Pengesahan Pancasila sebagai Dasar Negara
Setelah BPUPKI melaksanakan tugasnya, maka badan ini dibubarkan dan diganti oleh PPKI
(Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia/ Dokuritsu Zyunbi Iinkai). Badan ini bersidang pada
tanggal 18
Agustus 1945, dengan menghasilkan keputusan, sbb:
1. Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945
2. Memilih presiden dan wakil presiden (Sukarno dan Moh. Hatta)
3. Membentuk Komite Nasional Indonesia sebagai badan musyawarah darurat.
3. Fungsi Pokok Pancasila sebagai dasar Negara dan Ideologi Negara :
a. Pancasila sebagai dasar Negara :
1. Sebagai dasar Negara, pancasila berkedudukan sebagai norma dasar atau norma
fundamental (fundamental norm) Negara dengan demikian Pancasila menempati
norma hukum tertinggi dalam Negara ideologi Indonesia. Pancasila adalah cita
hukum ( staatside ) baik hukum tertulis dan tidak tertulis ( konvensi ).
2. Sebagai sumber dari segala sumber hukum, Pancasila merupaka n kaidah Negara
yang fundamental artinya kedudukannya paling tinggi, oleh karena itu Pancasila juga
sebagai landasan ideal penyususnan arturan – aturan di Indonesia. Oleh karena itu
semua peraturan perundangan baik yang dipusat maupun daerah tidak menyimpa ng
dari nilai Pancasila atau harus bersumber dari nilai -nilai Pancasila.
3. Sebagai Pandangan Hidup, yaitu nilai Pancasila merupakan pedoman dan pegangan
dalam pembangunan bangsa dan Negara agar tetap berdiri kokoh dan mengetahui
arah dalam memecahkan masalah ideologi, politik, ekonomi, soaial dan budaya serta
pertahanan dan keamanan.
4. Sebagai iiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, nilai pancasila itu mencerminkan
kepribadian bangsa sebab nilai dasarnya kristalisasi nilai budaya bangsa Indonesia
asli, bukan diambil dari bangsa lain.
5. Sebagai Perjanjian luhur bangsa Indonesia, pancasila lahir dari hasil musyawarah
para pendiri bangsa dan negara ( founding fathers) sebagi para wakil bangsa,
Pancasila yang dihasilkan itu dapat dipertanggungjawabkan secara moral, sisio
kulturil. Moral dalam arti tidak bertentangan dengan nilai agama yang berlaku di
Indonesia, sosio kultural berarti cerminan dari nilai budaya bangsa Indonesia, karena
itu Pancasila merangkul segenap lapisan masyarakat Indonesia yang majemuk ini.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pancasila sebagai dasar Negara merupakan
norma dasar dalam kehidupan bernegara yang menjadi sumber dasar, landasan norma,
serta memberi fungsi konstitutif dan regulative bagi penyusunan hukum –hukum
Negara.
b. Pancasila Sebagai Ideologi Negara :
Dalam kehidupan sehari-hari istilah ideologi umumnya digunakan sebagai pengertian
pedoman hidup baik dalam berpikir maupun bertindak. Dalam hal ini ideologi dapat
dibedakan mejadi dua pengertian yaitu ideologi dalam arti luas dan ideol ogi dalam arti
sempit. Dalam arti luas ideologi menunjuk pada pedoman dalam berpikir dan bertindak
atau sebagai pedoman hidup di semua segi kehidupan baik pribadi maupun umum.
Sedangkan dalam arti sempit, ideologi menunjuk pada pedoman baik dalam berpikir
maupun bertindak atau pedoman hidup dalam bidang tertentu misalnya sebagai ideologi
Negara.
Ideologi Negara adalah ideologi dalam pengertian sempit atau terbatas. Ideologi Negara
merupakan ideologi mayoritas waga Negara tentang nilai -nilai dasar Negara yang ingin
diwujudkan melalui kehidupan Negara itu. Ideologi Negara sering disebut sebagai
ideologi politik karena terkait dengan penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara yang tidak lain adalah kehidupan politik.
Pancasila adalah ideologi Negara yaitu gagasan fundamental mengenai bagaimana hidup
bernegara milik seluruh bangsa Indonesia bukan ideologi milik Negara atau rezim
tertentu.
Sebagai ideologi, yaitu selain kedudukannya sebagai dasar Negara kesatuan republik
Indonesia Pancasila berkeduduka n juga sebagai ideologi nasional Indonesia yang
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Sebagai ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila sebagai ikatan budaya ( cultural bond)
yang berkembangan secara alami dalam kehidupan masyarakat Indo nesia bukan secara
paksaan atau Pancasila adalah sesuatu yang sudah mendarah daging dalam kehidupan
sehari-hari bangsa Indonesia. Sebuah ideologi dapat bertahan atau pudar dalam
menghadapi perubahan masyarakat tergantung daya tahan dari ideologi itu. Alfian
mengatakan bahwa kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang dimiliki
oleh ideologi itu, yaitu dimensi realita, idealisme, dan fleksibelitas. Pancasila sebagai
sebuah ideologi memiliki tiga dimensi tersebut:
1. Dimensi realita, yaitu nilai-nilai dasar yang ada pada ideologi itu yang mencerminkan
realita atau kenyataan yang hidup dalam masyarakat dimana ideologi itu lahir atau
muncul untuk pertama kalinya paling tidak nilai dasar ideologi itu mencerminkan
realita masyarakat pada awal kelahira nnya.
2. Dimensi Iidalisme, adalah kadar atau kualitas ideologi yang terkandung dalam nilai
dasar itu mampu memberikan harapan kepada berbagai kelompok atau golongan
masyarakat tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik
kehidupan bersama sehari-hari.
3. Dimensi Fleksibelitas atau dimensi pengembangan, yaitu kemampuan ideologi dalam
mempengaruhi dan sekaligus menyesuaikan diri dengan perkembangan
masyarakatnya. Mempengaruhi artinya ikut wewarnai proses perkembangan zaman
tanpa menghilangkan jati diri ideologi itu sendiri yang tercermin dalam nilai dasarnya.
Mempengaruhi berarti pendukung ideologi itu berhasil menemukan tafsiran -tafsiran
terhadap nilai dasar dari ideologi itu yang sesuai dengan realita -realita baru yang
muncul di hadapan mereka sesuai perkembangan zaman.
Menurut Dr.Alfian Pancasila memenuhi ketiga dimensi ini sehingga pancasila dapat
dikatakan sebagai ideologi terbuka. Fungsi Pancasila sebagai ideologi Negara, yaitu :
1. Memperkokoh persatuan bangsa karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk.
2. Mengarahkan bangsa Indonesia menuju tujuannya dan menggerakkan serta membimbing
bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan.
3. Memelihara dan mengembangkan identitas bangsa dan sebagai dorongan dalam
pembentukan karakter bangs a berdasarkan Pancasila.
4. Menjadi standar nilai dalam melakukan kritik mengenai kedaan bangsa dan Negara.
4. Makna Pancasila sebagai Ideologi Terbuka :
Gagasan mengenai Pancasila sebagai ideologi terbuka berkembang sejak tahun 1985, karena
Pancasila berada di tengah-tengah berbagai ideologi bangsa di dunia, maka Pancasila harus
bersifat terbuka, luwes, fleksibel, dan tidak kaku sehingga tidak ketinggalan zaman.
Sebagai ideologi terbuka Pancasila harus mampu menyesuaikan diri dengan zaman. Hal ini
bukan berarti bahwa nilai dasar Pancasila dapat diganti dengan nlai dasar lain yang
meniadakan jati diri bangsa Indonesia.
Makna bahwa Pancasila sebagai ideologi terbuka bahwa nlai -nilai dasar Pancasila seperti
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadila n dapat dikembangkan sesuai
dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman secara
kreatif, dengan memperhatikan tingkat kebutuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia
sendiri, serta tidak keluar dari eksistensi dan jati diri ba ngsa Indonesia.
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila harus memberikan orientasi ke depan yang
mengharuskan bangsa Indonesia untuk selalu menyadari kehidupan yang sedang dan akan
dihadapinya, terutama menghadapi era globalisasi dan keterbukaan. Ideologi Panc asila
menghendaki agar bangsa Indonesia tetap bertahan dalam jiwa dan budaya bangsa
Indonesia dan dalam ikatan Negara kesatuan Republik Indonesia.
Faktor-faktor yang mendorong pemikiran Pancasila sebagai ideologi terbuka menurut
Moerdiono, adalah :
1. Perkembangan dinamika masyarakat Indonesia amat cepat, tidak semua persoalan hidup
dapat ditemukan jawabannya secara ideologis dalam pemikiran ideologi -ideologi
sebelumnya.
2. Runtuhnya ideologi tertutup seperti marxisme-Leninisme/Komunsme. Ideologi ini akan
bertahan dengan tradisi lama yang tertutup atau menjadi ideologi terbuka.
3. Pengalaman sejarah politik Indonesia dengan pengaruh komunisme. Pancasila terancam
menjadi dogma (dalil, ajaran) yang kaku.
4. Tekad bangsa Indonesia untuk menjadikan Pancasila satu -satunya azas dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai satu -satunya asas telah
dicabut oleh MPR pada tahun 1999.
Dengan memandang pengertian ideologi sebagai sebuah idea atau gagasan, maka Franz
Magnis Suseno, mengatakan bahwa ideologi sebagai sebuah pemikiran dapat dibedakan
menjadi ideologi terbuka dan tertutup :
a. Ideologi Tertutup adalah ideologi yang nilainya bersifat mutlak, pemikiran tertutup.
Ideologi ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Cita-cita sebuah kelompok bukan cita – cita yang hidup di masyarakat.
2. Dipaksakan kepada masyarakat.
3. Bersifat totaliter menguasai semua bidang kehidupan masyarakat.
4. Tidak ada keanekaragaman baik pandangan maupaun budaya,
5. Rakyat dituntut memiliki kesetiaan total pada idiologi tersebut.
6. Isi ideologi mutlak, kongkrit, nyata, keras dan total.
b. Ideologi Terbuka adalah ideologi yang nilainya tidak dimutlakkan, pemikiran terbuka. Ciri
-
cirinya, adalah :
1. Merupakan kekayaan rohani, budaya ,masyarakat.
2. Tidak diciptakan oleh negara, tapi digali dar i budaya masyarakat.
3. Isinya tidak instan atau operasional sehingga tiap generasi boleh menafsirkannya
sesuai zaman dan norma yang berlaku.
4. Menginspirasi masyarakat untuk bertanggung jawab.
5. Menghargai keanekaragaman atau pluralitas sehingga dapat diterima oleh berbagai
latar belakang agama atau budaya.
Pancasila memiliki watak terbuka:
Bertolak dari ciri-ciri di atas maka Pancasila memenuhi syarat sebagai ideologi terbuka, yaitu
:
1. Pancasila adalah pandangan hidup yang berakar pada kesadaran masyarakat Indon esia.
Nilai Pancasila bukan diambil dari bangsa di luar negeri, tapi dari kekayaan budaya
masyarakat Indonesia.
2. Isi Pancasila tidak langsung operasional, yaitu hanya berisi lima dasar yaitu Ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Karen a hanya berisi nilai dasar maka
perlu penafsiran bukan pematokan nilai seperti yang terjadi dimasa orde baru dengan
buti-butir Pancasila atau P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).
3. Pancasila menghargai kebebasan bukan memperkosa kebebasan hal i ni tercermin dalam
makna sila Kemanusiaan yang adil dan beradab yang tidak saja mengakui kebebasan dan
kesederajatan manusia Indonesia tetapi semua bangsa di dunia.
4. Pancasila bukan ideologi totaliter yang mengurus semua kehidupan
masyarakat,melainkan Panca sila adalah ideologi politik, pedoman hidup masyarakat,
bangsa dan Negara.
5. Pancasila menghargai pluralitas yang tercermin salah satunya dalam perumusan Pancasila
itu sendiri khususnya pada sila Ketuahan YME, sila ini mencerminkan semua agama yang
ada di Indonesia.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa Pancasila itu adalah ( an sich) ideologi terbuka, Pancasila
memiliki watak sebagai ideologi terbuka.