PERAN DAN FUNGSI PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319545-S-Malik...
Transcript of PERAN DAN FUNGSI PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319545-S-Malik...
UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN DAN FUNGSI PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS
TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DALAM
MENANGGULANGI PENDANAAN TERORISME SEBAGAI
BENTUK KONTROL SOSIAL FORMAL
SKRIPSI
MALIK WICAKSANA
0606095576
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN KRIMINOLOGI
DEPOK
JUNI 2012
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN DAN FUNGSI PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS
TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DALAM
MENANGGULANGI PENDANAAN TERORISME SEBAGAI
BENTUK KONTROL SOSIAL FORMAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu Kriminologi
MALIK WICAKSANA
0606095576
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN KRIMINOLOGI
PROGRAM SARJANA REGULER KRIMINOLOGI
DEPOK
JUNI 2012
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
ii
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
iii
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
iv
KATA PENGANTAR
Terorisme masih menjadi permasalahan yang cukup mengkhawatirkan di
Indonesia. Belum ditemukannya penyelesaian akhir untuk memberantas terorisme
di Indonesia menjadi masalah bagi seluruh elemen masyarakat. Sehingga
terorisme harus ditanggulangi agar tidak semakin mengguncang kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Terorisme juga telah mengakibatkan keprihatinan
masyarakat dalam negeri, tetapi juga dunia internasional. Keprihatinan tersebut
muncul karena terorisme mengakibatkan kehancuran pada seluruh aspek
kehidupan manusia dari segi ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
Salah satu aspek utama untuk melaksanakan kegiatan teror adalah
dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Setelah serangan 11 September, beberapa
negara di dunia (G7) membuat FATF yang kemudian mengeluarkan rekomendasi
untuk mempersempit ruang gerak para teroris untuk mendapatkan dana yang akan
digunakan untuk melakukan aksi teror dan juga kejahatan yang terkait dengan
pencucian uang. Setelah adanya rekomendasi tersebut pemerintah Indonesia
membuat PPATK sebagai sebuah Financial Intelligence Unit yang mengawasi
sistem keuangan di Indonesia. Peran dan fungsi PPATK menjadi penting dalam
menanggulangi pendanaan terorisme di Indonesia. Selain itu juga PPATK menjadi
sesuatu kontrol sosial formal terhadap kejahatan pendanaan terorisme. Walaupun
demikian PPATK masih mengalami banyak kendala dalam melakukan
pemberantasan pendanaan teror.
Akhir kata, Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik terhadap skripsi ini sangat diperlukan
agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Depok, Juni 2012
Peneliti
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. Penulisan
skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Sosial Departemen Kriminologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Indonesia. Banyak pihak yang turut membantu hingga
terselesaikannya skripsi ini, oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Kisnu Widagso, S.Sos., M.T.I. sebagai pembimbing skripsi serta Prof.
Adrianus Eliasta Meliala, Ph. D. selaku pembimbing akademik maupun
Mas Iqrak, Bang Olii, Mas Arif, dan dosen-dosen serta karyawan
Departemen Kriminologi lainnya yang telah menyediakan waktu, tenaga,
dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;
2. Pihak PPATK, khususnya Ibu Listawati dan Ibu Afra Azzahra, yang telah
membantu dalam memperoleh data yang diperlukan bagi skripsi ini;
3. Mayjend. TNI. Agus Surya Bhakti selaku Penguji Ahli dan Drs. Eko
Haryanto, M.Si selaku Ketua Sidang serta Yogo Tri Hendiarto, S.Sos.,
M.Si selaku Sekertaris Sidang atas saran dan kritik yang diberikan
terhadap skripsi ini;
4. Basjraruddin dan Sutji Hayati selaku kedua orang tua, serta Bachjati
Adlina sebagai kakak dari Peneliti yang selalu memberikan dukungan baik
material dan moral dalam terciptanya skripsi ini;
5. Hanna Arfiani Perdana atas waktu, tenaga, pikiran, serta dukungannya
selama proses pembuatan skripsi ini. Gusti Made Bobby atas bantuannya
dan telah menemani saat-saat akhir penyelesaian skripsi ini. Adi Trisatryo
atas bantuan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan semester
terakhirnya;
6. Teman-teman seperjuangan G12S Shayu, Dita, Putro, Ghali, Rahmat,
Aloisius, Afif, Farid “chimenx”, Eldy dan yang lainnya atas saling
mendukung dan membantu selama ini;
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
vi
7. Tak lupa juga Tio, Imre, Battani, Hani, Yudha, Dira, Tika, Cipto, Aneth,
Veto, Leebarty, Noorleila, I’ah, Iqbal, Farid maupun teman-teman Biasa
06 lainnya. Popy, Lilis, Siti, serta teman-teman Kriminologi lainnya dari
angkatan atas hingga bawah. Begitu juga dengan teman-teman dari
PALAK, dan CBC. Maupun teman-teman dari luar Kriminologi ataupun
Universitas Indonesia yang kerap memberikan dukungan dalam
penyelesaian skripsi ini;
8. Ocha, Yolan, Gita, Nova “konsumsi”, Taher, Anindya, Dita “ramones”,
Rista, Amkieltiela, Dita, Aini, Wafi, Nova, Ilham serta keluarga
Perkumpulan Hockey Universitas Indonesia (PHUI) lainnya atas dukungan
dan kebersamaan yang terjalin selama ini;
9. Liana Efriani yang selalu menemani dan memberikan semangat kepada
Peneliti hingga terselesaikannya skripsi ini, smurf you;
10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat Peneliti sebutkan satu persatu.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT. berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Depok, Juni 2012
Peneliti
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
vii
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
viii
ABSTRAK
Nama : Malik Wicaksana
Program Studi : Kriminologi
Judul : Peran dan Fungsi Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) dalam Menanggulangi Pendanaan
Terorisme Sebagai Bentuk Kontrol Sosial Formal
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana peran dan fungsi PPATK
dalam menanggulangi pendanan teror. Terorisme bukan merupakan hal baru di
dunia ini. Sebelum terjadinya aksi teror di Amerika yang menggemparkan seluruh
dunia pada 11 September 2001, aksi teror telah dilakukan pada abad 1 yaitu teror
yang dilakukan oleh kelompok Yahudi dalam rangka berkampanye. Aksi teror
terus berlanjut di beberapa belahan dunia, Indonesia tidak luput dari serangan
teror. Sejumlah peristiwa seperti bom Bali1 dan 2 serta bom Marriot merupakan
aksi teror yang menelan banyak korban jiwa dan juga kerugian materil. Untuk
dapat melakukan aksi teror, para pelaku membutuhkan banyak uang untuk
mendanai seluruh kegiatannya. Uang yang dibutuhkan para pelaku teror tidaklah
sedikit, untuk itu mereka melakukan usaha-usaha untuk mendapatkan dana yang
dapat dilakukan secara legal maupun ilegal.
Maraknya kegiatan pelaku teror dalam mencari sumber-sumber pendanaan
menjadi permasalahan tersendiri. Adanya FATF yang mengeluarkan 40+9
rekomendasi sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kejahatan ini sudah
berjalan pada beberapa negara di dunia, salah satunya Indonesia. Meratifikasi
rekomendasi 40+9 tersebut Indonesia membuat financial unit yang disebut dengan
PPATK sebagai bentuk upaya penanggulangan pendanaan teror dan money
laundering. PPATK memiliki peran dan fungsi yang sebagai sebuah financial
intelligence unit yaitu untuk mendeteksi adanya aliran dana mencurigakan yang
mungkin merupakan aliran dana untuk pendanaan teror. Selain itu PPATK juga
merupakan sebuah bentuk kontrol sosial yang berlandaskan undang-undang
sehingga PPATK memiliki dasar hukum yang jelas untuk menjalankan tugasnya.
Dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif, peneliti memberikan
gambaran tentang hal apa saja yang dilakukan PPATK untuk menjalankan peran
dan fungsinya untuk menanggulangi pendanaan teror. Melakukan wawancara
dengan dua orang narasumber dari internal PPATK dan juga melakukan observasi
pada saat magang pada lembaga tersebut, membuat peneliti memiliki gambaran
tentang kegiatan PPATK terkait penanggulangan pendanaan teror.
PPATK dalam melaksanakan peran dan fungsi mengalami berbagai
kendala. Akan tetapi dengan banyaknya kendala atau keterbatasan, PPATK tetap
dapat melakukan fungsi dan peran yang harus dijalankanya.
Kata Kunci: PPATK, Pendanaan Terorisme, Kontrol Sosial Formal
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
ix
ABSTRACT
Name : Malik Wicaksana
Study Program : Criminology
Title : Role and Function Indonesian Financial Transaction Reports
and Analysis Centre (INTRAC) in Preventing the Financing of
Terrorism As a form of Formal Social Control
This research discusses the role and function of PPATK in preventing the
financing of terrorism. Terrorism isn't a new thing in this world. Prior to the
occurrence of terrorist acts in the United States that shocked the entire world on
September 11th 2001, acts of terror have been carried out since the first century
by the Jewish groups for campaigns. Terror acts continues in other parts of the
world, Indonesia didn't escape from these such acts. A number of events such as
bomb Bali1 and 2 and the Marriott bombing was an act of terror which claimed
many lives and material losses. To be able to perform acts of terror, the terrorists
need a lot of money to fund its activities. The money that is required for these
terrorists aren't a just a few, therefore they made efforts to obtain funds legally or
even illegally.
The rise of terrorist activity in the search for financing resources has been
a problem in itself. The existence of the FATF which released 40 +9
recommendations are one of their efforts to address this crime is already running
in several countries in the world, including Indonesia. In ratifying the 40 +9
recommendations, Indonesia made a financial unit called PPATK as an effort to
control terror financing and money laundering. PPATK has a role and function as
a financial intelligence unit to detect any suspicious financial flows that may be a
flow of funds for financing terrorism. In addition, PPATK is also a form of social
control that is based by the law so that PPATK has a clear legal basis to carry out
their duties.
By using a qualitative-descriptive method, it gives the researcher an idea
of what is being done by the PPATK to carry out their roles and functions in
preventing terror financing. Conducting interviews with two PPATK officials and
also an observation during an internship at the agency, making the researcher have
a depiction of the PPATK activities which is related to preventing the terror
financing.
PPATK in conducting the role and function experience various obstacles.
However, with the number of constraints or limitations, PPATK can still perform
these roles and functions that has to be done.
Keywords: INTRAC, Terrorism Financing, Formal Social Control
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................... vii
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
I.2 Permasalahan .......................................................................................... 8
I.3 Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 9
I.4 Tujuan Penelitian..................................................................................... 9
I.5 Signifikansi Penelitian ............................................................................. 10
I.5.1 Signifikansi Akademis........................................................................ 10
I.5.2 Signifikansi Praktis ............................................................................ 10
BAB II KAJIAN LITERATUR & KERANGKA PEMIKIRAN
II.1 Tinjauan Pustaka .................................................................................... 11
II.2 Pemolisian oleh Lembaga Non-Polisi ..................................................... 20
II.3 Definisi Konseptual ................................................................................ 23
II.3.1 Peran ................................................................................................. 23
II.3.2 Fungsi ............................................................................................... 24
II.3.3 Financial Intelligence Unit ................................................................ 24
II.3.4 Terorisme .......................................................................................... 26
II.3.5 Pendanaan Terorisme ........................................................................ 29
II.3.6 Pencucian Uang ................................................................................ 30
II.3.7 Kontrol Sosial ................................................................................... 34
II.4 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN
III.1 Pendekatan Penelitian ........................................................................... 39
III.2 Tipe Penelitian ...................................................................................... 41
III.3 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 41
III.4 Lokasi Penelitian .................................................................................. 42
III.5 Profil Informan ..................................................................................... 43
III.6 Alasan Pemilihan Informan ................................................................... 44
III.7 Proses Pengumpulan Data ..................................................................... 44
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
xi
III.8 Hambatan Penelitian ............................................................................. 47
III.9 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 47
III.10 Teknik Analisis Data ........................................................................... 47
III.11 Sistematika Penelitian ......................................................................... 49
BAB IV TEMUAN DATA LAPANGAN
IV.1 Gambaran Umum PPATK .................................................................... 50
IV.2 Peran dan Fungsi PPATK ..................................................................... 58
IV.3 Komite TPPU dan Strategi Nasional ..................................................... 65
IV.4 RUU Pendanaan Terorisme................................................................... 70
IV.5 Kendala yang Dihadapi ......................................................................... 74
BAB V KASUS PENDANAAN TERORISME ............................................ 79
BAB VI PEMBAHASAN
VI.1 PPATK Sebagai Bentuk Kontrol Sosial Formal .................................... 92
VI.1.1 Peran ............................................................................................... 92
VI.1.2 Fungsi ............................................................................................. 94
VI.2 PPATK Sebagai Pemolisian .................................................................. 97
VI.2.1 Peran ............................................................................................... 98
VI.2.2 Fungsi ............................................................................................. 96
VI.3 PPATK Sebagai Lembaga Kontrol Sosial dalam Menanggulangi
Pendanaan Teroris ................................................................................. 101
BAB VII PENUTUP
VII.1 Kesimpulan ......................................................................................... 105
VII.2 Saran ................................................................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kasus Terorisme di Indonesia ..........................................................2
Tabel 1.2 Biaya Operasional Serangan Teror ...................................................3
Tabel 2.1 Klasifikasi Motivasi Terorisme ........................................................28
Tabel 4.1 Susunan Keanggotaan Komite TPPU ...............................................66
Tabel 4.2 Susunan Tim Pelaksana Komite TPPU ............................................68
Tabel 5.1 Hasil Analisis PPATK terkait Terorisme / Pendanaan terorisme ......90
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
xiii
DAFTAR GAMBAR
Bagan 2.1 Alur Pemikiran ..............................................................................36
Gambar 4.1 Logo PPATK.................................................................................53
Bagan 4.1 Struktur Organisasi PPATK ...........................................................56
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara
Lampiran 2 Verbatim Informan Melalui Surat Elektronik
DAFTAR SINGKATAN
CBCC : Cross Border Cash Carrier
DJBC : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
PPATK : Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
FATF : Financial Action Task Force
FIU : Financial Intelligence Unit
IMF : International Monetary Fund
KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
LHA : Laporan Hasil Analisis
LTKM : Laporan Transakasi Keuangan Mencurigakan
MLA : Mutual Legal Assistence
NCCT : Non-Cooperative Countries and Territories
PBJ : Penyedia Barang dan/atau Jasa
PJK : Penyedia Jasa Keuangan
TKM : Transaksi Keuangan Mencurigakan
TKT : Transaksi Keuangan Tunai
TPPU : Tindak Pidana Pencucian Uang
UKIP : Unit Kerja Investigasi Perbankan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Terorisme sudah terjadi jauh sebelum peristiwa 11 September 2001 lalu,
yang terjadi di Amerika. Organisasi teror yang pertama kali diketahui adalah
Zealots of Judea, sebuah kelompok Yahudi yang membunuh musuh-musuh
mereka dalam rangka memenangkan kampanye pemerintahan pada abad I. Selain
itu ada kelompok teror yang bernama Hashhashin, yaitu sebuah sekte Islam
terselubung yang aktif di Iran dan Syria sejak abad ke-11 dan ke-13, kelompok ini
membunuh pemimpin musuh-musuh mereka. Kemudian, terorisme berkembang
menjadi sebuah bentuk perjuangan rakyat (revolusi) terhadap penguasa negara
yang menindas (meneror) rakyat. Hal tersebut terjadi saat peristiwa Revolusi
Perancis pada tahun 1789 (“Early History”, n.d.; Zalman, 2010; Roberts, BBC,
2002).
Pada abad ke-19, bentuk teror yang dilakukan oleh kelompok teroris tidak
berbeda jauh dengan bentuk teror sebelumnya. Teror yang dilakukan meliputi
pembunuhan pemimpin-pemimpin negara, seperti pembunuhan pimpinan negara
Rusia, Perancis, Spanyol, Italia, dan Amerika Serikat. Sekitar tahun 1950-an dan
1960-an terjadi perubahan bentuk terorisme. Di Asia Tenggara, Timur Tengah,
dan Amerika Latin, kelompok teror melakukan pembunuhan terhadap petugas
kepolisian dan pemerintahan, penyanderaan, pembajakan pesawat terbang,
sabotase fasilitas publik, dan peledakan bom di gedung-gedung publik. Bahkan
warga sipil turut menjadi target penyerangan para teroris. Pada beberapa kasus,
pemerintah juga terlibat dalam terorisme. Penyebab mereka melakukan hal
tersebut tidak hanya sebatas revolusi atau nasionalisme bangsa, namun juga
dipengaruhi oleh doktrin agama (Roberts, BBC, 2002; CNN, 2009).
Terorisme mulai menarik perhatian dunia internasional kembali ketika
terjadi serangan terhadap menara kembar World Trade Center (WTC) di Amerika
pada 11 September 2001 yang menewaskan kurang lebih 3.000 jiwa warga yang
tidak bersalah (BBC, 2011). Selain serangan terhadap amerika, negara-negara di
dunia juga mengalami serangan dari para teroris termasuk juga Indonesia.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
2
Universitas Indonesia
Indonesia sebagai negara yang multikultural cukup rentan menjadi serangan
teroris. Sebagai contoh adalah serangan Bom Bali I dan II, Bom Kedubes
Australia, Bom Marriot I dan II, serta pengeboman di beberapa gereja.
Tabel 1.1
Kasus Terorisme di Indonesia
No. Waktu Peristiwa Korban Sumber
1 24 Desember 2000 Bom Malam Natal
Tewas : 16 orang
Luka : 96 orang Kompasiana
2 12 oktober 2002 Bom Bali I
Tewas : 200 orang
Luka : 200 orang Detiknews
3 Agustus 2003
Bom Hotel JW
Marriot Tewas : 9 orang Liputan6
4 9 September 2004
Bom Kedubes
Australia
Tewas : 5 orang
Luka : ratusan Detiknews
5 1 Oktober 2005 Bom Bali II
Tewas : 23 orang
Luka : 196 orang Vivanews
6
2009
Bom Hotel JW
Marriot dan Ritz-
Carlton
Tewas : 9 orang
Luka : 53 orang Kompas
Peristiwa Bom Bali I membuat Indonesia, pada tahun 2003, mengeluarkan
Peraturan Umum yang langsung disahkan menjadi Undang-Undang sehingga
Indonesia mempunyai Undang-Undang Anti Terorisme (Sulistyo, 2002, h. 70).
Teroris selalu menyerang objek-objek vital maupun pusat keramaian dalam
melakukan aksinya untuk menarik perhatian dan menyebarkan ancaman di
masyarakat (Metronews.fajar.co.id, 2010). Dalam setiap serangan membutuhkan
dana yang tidak sedikit, dana itu dipergunakan untuk membuat bom maupun
mempersiapkan sarana-sarana pendukung serangan lainnya. Biaya untuk
melakukan serangan seperti yang terlihat pada tabel berikut ini:
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
3
Universitas Indonesia
Tabel 1.2
Biaya Operasional Serangan Teror
Sumber: Jean-Charles Brisard. Terrorism Financing: Roots and trends of Saudi
terrorism financing. New-York: 19 Desember 2002. h. 6.
Sebagai contoh, kelompok Al-Qaeda adalah kelompok teroris yang diyakini
sebagai dalang serangan 9/11 di Amerika, serangan tersebut ditujukan untuk
memporak porandakan kebijakan luar negeri Amerika Serikat serta hegemoninya
(Gunaratna, 2005, h. 42). Al-Qaeda mempunyai pendanaan yang diperoleh dari
sumbangan dari para anggotanya, baik itu berupa zakat maupun sumbangan-
sumbangan lainnya. Sumbangan-sumbangan tersebut bisa bersifat perorangan
maupun kelompok atau korporat. Disamping sumbangan atau zakat, pendanaan
mereka juga berasal dari tindak kejahatan lain seperti perampokan, peredaran
narkotika, peredaran senjata, dan kegiatan melanggar hukum lainnya. Disamping
itu kelompok teror ini juga merambah bisnis-bisnis legal untuk membiayai
kegiatannya (Brisard dan Dasquié, 2002, h. 7).
Di Indonesia sendiri mulai tampak pencarian dana untuk menunjang
kelompok teroris dengan cara-cara yang melanggar hukum. Beberapa kasus yang
mengindikasikan pendanaan terorisme, antara lain kasus perampokan toko emas
di Solo dan Surabaya pada tahun 2008 (Kompas, 2008). Peristiwa ini merupakan
peristiwa yang mendapat sorotan dan mengancam rasa aman publik. Kriminolog
dari Universitas Indonesia, Prof. Adrianus Meliala, Ph. D mengatakan, “Peristiwa
kriminalitas, yang meskipun terkesan jalanan, tetap harus dicurigai terkait tindak
kriminal lain yang lebih kompleks, semacam misalnya, terorisme, walaupun juga
belum tentu pasti.”(Kompas, 2008).
Kasus perampokan lain yang terjadi dan belakangan terbukti berkaitan
dengan kelompok teroris Al-Jamaah Al-Islamiyah adalah perampokan 2,5
kilogram emas di Toko Emas Elita Indah, Serang, Banten pada 22 Agustus 2002.
Serangan Teroris Tahun Biaya Operasional (kurang
lebih dalam Dolar)
Pengeboman Kedutaan Afrika 1998 >$30.000
Pengeboman Kapal USS Cole 2000 $5.000 - $10.000
Serangan 11 September 2001 >$500.000
Pengeboman Masjid Djerba 2002 $20.000
Pengeboman Limburg 2002 $127.000
Bom Bali 2002 $74.000
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
4
Universitas Indonesia
Perampokan lain adalah perampokan 3 kilogram emas di Toko Emas Agung di
Jalan Mongonsidi, Palu, pada Februari 2006. Perampokan di Serang berkaitan
dengan peledakan Bom Bali I, dan perampokan di Palu berkaitan dengan
terorisme di Poso. Selain dua di atas, peristiwa lain yaitu perampokan nasabah
money changer di Dumai, Pekanbaru pada tahun 2002, perampokan Bank Lippo,
Medan pada Mei 2003, dan perampokan gerai telepon seluler di Pekalongan, pada
April 2006 (Kompas, 2008).
Kelompok teror biasanya mempergunakan sistem keuangan dalam hal ini
Bank untuk memudahkan mereka bertransaksi dalam membiayai kegiatan
terornya (FATF, 2005). Hal ini dilakukan untuk memudahkan organisasi tersebut
dalam mengalirkan uang dari satu negara kenegara lain yang akan dipergunakan
untuk kegiatan teror. Selain untuk memudahkan transaksi, penggunanan sistem
keuangan juga bertujuan untuk menyulitkan pelacakan atas asal dan tujuan uang
yang dipergunakan untuk mendanai terorisme.
Sumber uang untuk membiayai kegiatan terorisme tidaklah selalu berasal
dari tempat yang sama dengan tindak pidana terorisme terjadi, sebagai contoh
adalah kawasan bulan sabit emas (golden crescent), teroris memanfaatkan uang
hasil perdagangan opium di daerah tersebut untuk kegiatan teror sehingga muncul
istilah narco-terrorism (Björnehed, 2004). Contoh lain pendanaan terorisme
berasal dari bisnis legal, pendanaan berasal dari perusahaan-perusahaan minyak
yang beroperasi di daerah timur tengah. Sumber pendanaan terorisme yang berasal
dari luar negeri tersebut akan lebih mudah dipergunakan jika dikirimkan melalui
sistem keuangan.
Selain itu pada umumnya dana-dana yang dikirimkan untuk pelaku teroris
tidak langsung berasal dari sumber utamanya, tetapi dikirimkan melalui pihak
ketiga atau penghubung yang dipercaya dan memegang kerahasiaan. Sehingga
akan sulit untuk menemukan siapa pemberi dana utama. Akan tetapi kemungkinan
untuk menelusuri dan mendapatkan siapa pemberi dana tersebut dapat dilakukan
(Mudzakkir, 2008, h. 4).
Pada Oktober tahun 2001, tepat sebulan setelah serangan 11 September,
FATF menambah ke-40 rekomendasinya dengan 9 (sembilan) rekomendasi
khusus yang berhubungan dengan terorisme. Kesembilan rekomendasi tersebut
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
5
Universitas Indonesia
mengutamakan pencegahan dan memberantas pembiayaan kepada terorisme. Ke-
40 rekomendasi dan 9 rekomendasi khusus tersebut, dikenal dengan sebutan 40+9.
Rekomendasi tersebut juga telah diakui oleh badan internasional seperti IMF dan
Bank Dunia (Husein, 2007)
FATF atau Financial Action task Force on Money Laundering adalah
organisasi yang dibentuk oleh negara-negara yang tergabung dalam kelompok G71
pada tahun 1989 akan tetapi organisasi tersebut tidak berada di bawah kelompok
G7 itu sendiri. Tujuan utama organisasi ini sendiri adalah memerangi dan
menghilangkan kejahatan pencucian uang di dunia. Pada tahun 1990, FATF
mengeluarkan 40 (empat puluh) rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh
negara-negara di dunia (Husein, 2007, h. 17). Sedangkan untuk pendanaan
terorisme lebih banyak dituang dalam 9 Special Recommendations yang telah
dikeluarkan oleh FATF. Didalam 9 rekomendasi tersebut dibahas mengenai
pembuatan peraturan tentang pendanaan terorisme, mengkriminalisasi pendanaan
terorisme, pembekuan aset teroris, pelaporan terhadap transaksi pendanaan
terorisme, kerjasama internasional, serta pengawasan terhadap celah-celah yang
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pendanaan terorisme (FATF, 2010)
Dalam 40 (empat puluh) rekomendasi yang dikeluarkan FATF
mengharuskan suatu negara memiliki undang-undang mengenai kejahatan
pencucian uang serta memiliki sebuah unit khusus yang menangani kejahatan
tersebut. Selain itu juga diperlukan undang-undang yang mengkriminalisasi
kejahatan tersebut. Jika suatu negara tidak mengikuti rekomendasi yang
dikeluarkan oleh FATF, maka negara yang bersangkutan akan dimasukkan
kedalam daftar NCCT (Non Cooperative Countries and Territories). FATF
menganggap negara tersebut tidak kooperatif dalam mengatasi kejahatan
pencucian uang.
Indonesia pernah menjadi salah satu negara yang dimasukkan ke dalam
daftar tersebut oleh FATF. Indonesia dimasukkan karena belum memiliki undang-
undang tentang pemberantasan pencucian uang, serta unit khusus yang menangani
kejahatan pencucian uang (Husein, 2007, hal.52). Akan tetapi dengan masuknya
Indonesia dalam daftar NCCT justru membuat Indonesia mengeluarkan Undang-
1 Negara tersebut antara lain Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, Amerika Serikat, serta
Kanada.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
6
Universitas Indonesia
undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang namun
menurut FATF, upaya tersebut belum memuaskan, sehingga Indonesia masih
berada di dalam daftar NCCT. Kemudian, pemerintah Indonesia mengeluarkan
undang-undang Nomor 25 tahun 2003 yang merupakan penyempurnaan dari
undang-undang nomor 15 tahun 2002. Indonesia dengan undang-undang Nomor
25 tersebut juga mendirikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
atau PPATK (Sjahputra, 2006, h. iv).
Dengan bertambahnya rekomendasi dari FATF pada tahun 2001, membuat
tugas PPATK juga bertambah tidak hanya mengawasi sistem keuangan dari tindak
pidana pencucian uang tetapi juga dari pendanaan terorisme. Dua hal tersebut
sebenarnya hampir serupa, pencucian uang merupakan tindak pidana lanjutan atau
follow up crime, yaitu suatu tindak pidana yang terjadi setelah adanya kejahatan
asal atau yang biasa disebut dengan predicate crime (Supandji, 2009, hal.3).
Begitu juga dengan pendanaan terorisme, pendanaan terorisme dapat
menjadi kejahatan lanjutan ketika uang yang diperoleh berasal dari perdagangan
narkoba, dengan begitu pendanaan terorisme adalah kejahatan lanjutan. Disatu sisi
dapat saja uang yang didapat berasal dari sumbangan maupun usaha yang legal
tetapi cara yang dipergunakan dalam mengalirkan uangnya serupa dengan
pencucian uang. Seperti yang dikemukakan oleh R. G. Gidadhubli and Rama
Sampath Kumar (1999), mereka berpendapat bahwa pencucian uang dapat
mendukung adanya kejahatan terorisme, yaitu dengan adanya pembiayaan dari
kejahatan pencucian uang.
PPATK selama menjalani tugas mendapatkan sebanyak 150 laporan
transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) yang terkait dengan pendanaan
terorisme dan sebanyak 22 laporan diterima selama Januari 2011 hingga Juli 2011
(Vibiznews, 2011). Sebagian besar dana yang terkait pendanaan terorisme tersebut
terindikasi atau ditemukan berada pada bank-bank besar (Detik, 2010). Sebagian
besar rekening yang dilaporkan tersebut merupakan nasabah lokal.
Seperti halnya dengan pencucian uang, pendanaan terorisme juga memiliki
dampak yang negatif dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Pencucian uang
akan menimbulkan berbagai kerugian. Kerugian akan paling dirasa oleh negara
yang dijadikan sarana pencucian uang. Dampak yang ditimbulkan oleh pencucian
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
7
Universitas Indonesia
uang adalah terganggunya stabilitas perekonomian dan kehidupan sosial suatu
negara, bahkan dapat merusak tatanan ekonomi dunia (Stessen, 2003). Dengan
adanya integrasi antar sistem keuangan suatu negara dengan sistem keuangan
global, maka tidak menutup kemungkinan masuknya uang ilegal yang berasal dari
pencucian uang. Pencucian uang yang terjadi di suatu negara, secara makro, akan
mempersulit pengendalian moneter dan mengurangi pendapatan negara.
Sedangkan, secara mikro, pencucian uang dapat menimbulkan high cost economy
dan menganggu sistem persaingan usaha yang sehat (PPATK, 2007).
Menurut Alldridge (2003), dampak pencucian uang, secara mikro, dapat
menimbulkan permasalahan di bidang sosial-politik sehubungan dengan
banyaknya uang ilegal yang digunakan dalam interaksi sosial dan politik (h. 34).
Kongah (2005), juga mengatakan, jika pencucian uang telah memasuki sistem
keuangan yang dimiliki lembaga perbankan, maka seluruh sistem tersebut akan
rusak. Kerusakan ditandai dengan maraknya kejahatan perbankan dan tindak
korupsi. Selain itu juga, pencucian uang juga mengakibatkan tidak berjalannya
sistem hukum dengan baik, sehingga kepastian hukum tidak sepenuhnya dapat
ditegakkan (Atmasasmita, 2008).
Pendanaan terorisme kurang lebih memiliki dampak yang sama dengan
pencucian uang. Hal itu disebabkan karena keduanya mempergunakan sistem
keuangan dalam praktek melakukannya. Disamping itu pendanaan terorisme
memiliki dampak yang lebih besar bila dibandingkan dengan pencucian uang
sebab adanya pendanaan teror tentunya akan menyebabkan kejahatan lanjutan
yaitu tindak pidana terorisme lebih mudah dilakukan dan teror menyebabkan
kecemasan di masyarakat. Kerugian yang timbul dapat berupa kerugian materil
maupun imateril yang akan ditanggung oleh masyarakat maupun negara.
Mengingat fungsi dan wewenang PPATK dalam mengawasi sistem
keuangan di Indonesia, dengan cara-cara yang dilakukan untuk
menanggulanginya, menjadikan PPATK yang merupakan sebuah Financial
Investigatif Unit (FIU) sebagai ujung tombak dalam menanggulangi pendanaan
terorisme di Indonesia. Selain itu juga PPATK menjadi sebuah kontrol sosial yang
mengawasi kejahatan khususnya kejahatan pendanaan terorisme dan juga sebagai
suatu bentuk kontrol sosial formal yang ada di Indonesia.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
8
Universitas Indonesia
Hal ini dikuatkan dengan telah di revisinya undang-undang No. 25 tahun
2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang menjadi undang-undang No. 8 tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
pada tanggal 22 Oktober tahun 2010 lalu (Surabayapost, 2011). Sehingga fungsi
dan wewenangnya bertambah maupun lebih kuat dalam menanggulangi pencucian
uang. Sebagaimana diketahui, undang-undang adalah hukum karena berisi kaedah
hukum untuk melindungi kepentingan manusia (Mertokusumo, 2003, h. 88).
Sehingga dengan adanya undang-undang baru tersebut dapat melindungi
kepentingan masyarakat khususnya yang mengenai pencucian uang dan
pendanaan terorisme.
Perubahan tersebut, sebagaimana yang disebutkan pada bagian menimbang
UU No. 8 Tahun 2010 dilakukan dengan pertimbangan bahwa pencucian uang
merupakan kejahatan yang tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan
integritas sistem keuangan tetapi juga membahayakan sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan UUD 1945. Selain itu,
pemberantasan tindak pidana pencucian uang juga membutuhkan landasan hukum
yang kuat. Perubahan ini juga dilakukan untuk penyesuaian terhadap kebutuhan
penegakan hukum, praktik, dan standar internasional (PPATK, 2011).
Oleh karena itu pendanaan terorisme yang merupakan permasalahan yang
cukup besar harus ditanggulangi. Dalam hal ini, PPATK sebagai FIU yang
beroperasi di Indonesia tentunya memiliki peran dan fungsi untuk menanggulangi
pendanaan terror yang sesuai dengan UU No. 8 tahun 2010 atau peraturan-
peraturan lainnya.
1.2. Permasalahan
PPATK mempunyai fungsi untuk mengawasi sistem keuangan di Indonesia.
Pengawasan tersebut didukung dengan kewajiban dari setiap Penyedia Jasa
Keuangan untuk melaporkan semua transaksi yang mencurigakan. Selain itu
PPATK mempunyai tugas melakukan pembuatan database tentang pencucian
uang baik dalam hal karakteristik pelaku maupun jumlah uang yang dicuci.
PPATK juga mempunyai fungsi mensosialisasikan kejahatan pencucian uang
maupun pendanaan terorisme di Indonesia.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
9
Universitas Indonesia
Pendanaan terorisme dan pencucian uang adalah kejahatan yang hampir
serupa, keserupaan itu terletak pada penggunaan sistem keuangan untuk
mengaburkan asal usul uang yang dipergunakan. Selain itu juga dampak-dampak
yang ditimbulkan juga hampir serupa, pencucian uang menyebabkan kejahatan-
kejahatan asal seperti korupsi dan lainnya menjadi subur, sedangkan pendanaan
terorisme menyuburkan tindak pidana terorisme. Semakin suburnya terorisme
berarti semakin banyak serangan-serangan teror yang akan terjadi. Di Indonesia
pendanaan terorisme telah mulai terlihat, baik itu mulai dari pendanaan asalnya
seperti perampokan yang bertujuan untuk membiayai serangan teror, tapi juga
penggunanan rekening dalam membiayai terorisme. Rekening-rekening tersebut
banyak diketemukan ada dalam Bank-Bank besar yang ada di Indonesia.
Permasalahan yang ingin dibahas oleh peneliti adalah untuk melihat
bagaimana peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme
sebagai bentuk kontrol sosial formal dengan menggunakan prinsip pemolisian.
Apakah peran dan fungsi PPATK dengan prinsip pemolisian sebagai bentuk
kontrol sosial formal tersebut sudah terlaksana dengan tepat sebab mengingat
tindak pidana terorisme selalu hilang timbul dan mengkhawatirkan di Indonesia.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Dari permasalahan yang telah dijabarkan tersebut, maka pertanyaan
penelitian peneliti adalah: bagaimana peran dan fungsi PPATK dalam
menanggulangi pendanaan terorisme sesuai dengan bentuknya sebagai
bentuk kontrol sosial formal?
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat peran dan fungsi PPATK dalam
menanggulangi pendanaan terorisme sesuai dengan bentuknya sebagai bentuk
kontrol sosial formal.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
10
Universitas Indonesia
1.5. Signifikansi Penelitian
Signifikansi Akademis, memberikan gambaran mengenai peran dan
fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme sesuai
dengan bentuknya sebagai bentuk kontrol sosial formal. Dan, sebagai
acuan dalam penelitian lebih lanjut bagi mahasiswa kriminologi lainnya
yang ingin membahas topik yang sama dengan Peneliti.
Signifikansi Praktis, mengetahui peran dan fungsi PPATK dalam
menanggulangi pendanaan terorisme sesuai dengan bentuknya sebagai
bentuk kontrol sosial formal.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
11 Universitas Indonesia
BAB II
KAJIAN LITERATUR & KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
Pencucian uang dapat dilakukan pada sebuah media, khususnya media
keuangan seperti asuransi. Sebagaimana penjelasan pada salah satu Guidance Paper
yang dikeluarkan oleh International Association of Insurance Supervision (2004, h.
3) bahwa money laundering dilakukan melalui media asuransi. Dalam paper tersebut
diceritakan bagaimana proses pencucian uang yang terjadi melalui proses
membayarkan premi asuransi kemudian „uang kotor‟ tersebut menjadi legal akibat
adanya proses legalisasi yang terjadi melalui asuransi (2004, h. 7).
Dalam The Board of Governors of the Federal Reserve System (2002, h. 7)
yang dikutip oleh Reuter dan Truman (2004, h. 23), kegiatan pencucian uang
diungkapkan secara lebih rinci meliputi tiga hal yaitu:
“The first stage in the process is placement. The placement stage involves
the physical movement of currency or other funds derived from illegal
activities to a place or into a form that is less suspicious to law
enforcement authorities and more convenient to the criminal. The
proceeds are introduced into traditional or nontraditional financial
institutions or into the retail economy. The second stage is layering. The
layering stage involves the separation of proceeds from their illegal source
by using multiple complex financial transactions (e.g., wire transfers,
monetary instruments) to obsecure the audit trail and hide the proceeds.
The third stage in the money laundering process is integration. During the
integration stage, illegal proceeds are converted into apparently
legitimate business earnings through normal financial or commercial
operations.”
(Terjemahan bebas: Tahap pertama dalam proses ini adalah placement.
Tahap placement melibatkan gerakan fisik mata uang atau dana lain yang
berasal dari kegiatan ilegal untuk ditempatkan atau dirubah ke dalam
bentuk yang kurang dicurigai oleh pihak penegak hukum dan lebih mudah
dilakukan oleh pelaku kriminal. Prosesnya dapat berupa memasukkan
kedalam institusi perbankan baik itu tradisional maupun non-tradisional
maupun ritel. Tahap yang kedua adalah layering. Tahap layering
melibatkan pemisahan uang hasil kegiatan ilegal mereka dengan
menggunakan beberapa transaksi keuangan yang kompleks (contoh:
tranfers online, dan transaksi lainnya) untuk menyamarkan jejak audit dan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
12
Universitas Indonesia
menyembunyikan asal usulnya. Tahap ketiga dari pencucian uang adalah
integration. Selama tahap integration, uang hasil kegiatan ilegal diubah
menjadi laba usaha yang tampak sah melalui operasi keuangan atau
kegiatan ekonomi normal.)
Grosse juga mengungkapkan hal serupa, bahwa kegiatan pencucian uang
meliputi, fase placement yaitu menempatkan uang tunai hasil kejahatan ke dalam
sistem keuangan melalui mekanisme dan instrumen Penyedia Jasa Keuangan (PJK).
Setelah memasuki sistem keuangan, maka fase berikutnya adalah layering. Kegiatan
ini cukup rumit karena didasarkan pada upaya untuk memecah uang ilegal melalui
berbagai macam transaksi keuangan terkait frekuensi, volume dan kompleksitas.
Langkah yang terakhir adalah menyatukan kembali seluruh uang yang telah terpecah
ke berbagai transaksi keuangan pada fase layering ke dalam bisnis legal. Kegiatan
tersebut disebut juga sebagai integration (2001, h. 3-4).
Paper on Anti-money laundering yang dikeluarkan International Federation of
Accountants (IFAC) menjelaskan kegiatan pencucian uang sebagai kegiatan untuk
menyamarkan uang atau aset yang berasal dari kegiatan ilegal ke lembaga keuangan
sah atau bisnis tertentu yang memungkinkan hasil dari kegiatan penyamaran tersebut
dapat diakses baik dari dalam maupun luar negeri tanpa adanya batasan tertentu
(2004, h. 4). Sebagaimana penjelasan Grosse pada paragraf sebelumnya, paper ini
juga menjelaskan 3 tahapan dasar dalam pencucian uang (2004, h. 4) yaitu:
1. Placement is the process of transferring the proceeds from illegal activities
into the financial system in a way that financial institutions and
government authorities are not able to detect
2. Layering is the process of generating a series or layers of transactions to
distance the proceeds from their illegal source and to obscure the audit
trail. Common layering techniques include outbound electronic funds
transfers, usually directly or subsequently into a “bank secrecy haven” or
a jurisdiction with lax record-keeping and reporting requirements, and
withdrawals of already placed deposits in the form of highly liquid
monetary instruments, such as money orders or travelers checks.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
13
Universitas Indonesia
3. Integration the final money-laundering stage, is the unnoticed reinsertion
of successfully laundered, untraceable funds into an economy. This is
accomplished by spending, investing and lending, along with cross-border,
legitimate-appearing transactions.
Penjelasan: placement merupakan tahap awal dimana uang hasil kegiatan ilegal akan
ditempatkan kedalam institusi keuangan yang sah sehingga pemerintah atau peraturan
yang berlaku tidak mampu mendeteksi adanya aliran dana ilegal tersebut. Setelah
uang tersebut ditempatkan pada sebuah institusi keuangan, maka layering pun
dilakukan.
Teknik layering yang biasa dilakukan menurut paper ini adalah dengan
melakukan transfer melalui instrumen keuangan yang cair atau mudah dicairkan
sehingga dapat dilakukan dalam beberapa kali transaksi. Selain itu juga diperhatikan
bahwa institusi keuangan tersebut tidak memiliki cacatan yang jelas terhadap
transaksi keuangan yang dilakukan. Hal ini penting untuk proses penyamaran dari
mana uang tersebut berasal.
Tahapan yang terakhir adalah integration, yaitu memasukan uang yang telah
disamarkan dan tidak terlacak lagi asal mulanya ke dalam perekonomian. Uang hasil
pencucian uang ini kebanyakan dijadikan modal untuk bisnis sehingga sering kali
tidak disadari bahwa uang ilegal tersebut sudah masuk dalam sistem perekonomian
legal.
Beberapa jurnal membahas tentang money laundering dan pendanaan teror
adalah sebagai berikut:
Jurnal Keterangan
Agarwal, M. (2005).
Suppressing the
financing of terrorism.
Finance India, 19(3),
1062-1065
Upaya menekan praktek pendanaan terorisme sudah dimulai
sejak lama dan puncaknya adalah terjadinya serangan teror di
Amerika Serikat pada tahun 2001. Sejak saat itu pemberantasan
pendanaan terorisme menjadi salah satu instrumen pembahasan yang
dilakukan secara international. Salah satu hasil konvensi yang
merupakan hasil inisiatif dari Perancis untuk mendukung Group of
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
14
Universitas Indonesia
Eight pada Mei 1998 adalah terdapat tiga kewajiban yang harus
dipatuhi oleh para negara anggotanya. Pertama, negara peserta harus
melakukan perlawanan terhadap pendanaan terorisme melalui hukum
di negaranya sendiri. Kedua, menjalin hubungan secara berkelanjutan
dengan sesama anggota konvensi dan bersedia mengatasi
permasalahan yang terjadi di negara peserta konvensi. Ketiga, negara
peserta harus menetapkan bahwa lembaga keuangan memiliki
kewajiban untuk mendeteksi dan melaporkan bukti kegiatan
pendanaan teror (Agarwal, 2005, h.1063)
Lebih lanjut Agarwal (2005) menjelaskan bahwa banyak
negara sudah mengadopsi FATF dalam peraturan hukumnya sejak
peristiwa yang menimpa Amerika Serikat pada 2001 terjadi. Sebagai
contoh Kanada, Inggris dan Amerika Serikat telah mengadopsi secara
utuh peraturan untuk mendeteksi, mencegah dan memberantas
terorisme. Selain isu tentang pendanaan terorisme yang menjadi salah
satu rekomendasi dalam FATF, isu kemanusiaan telah menggerakkan
negara tersebut untuk mengadopsi secara utuh hasil konvensi tersebut
(2005, h. 1064). Hal ini mungkin tidak terlihat berdampak langsung
pada penghentian aliran dana untuk menunjang kegiatan teror. Akan
tetapi, dengan mengimplementasikan peraturan secara pasti dan kerja
sama dengan seluruh elemen penegakan hukum maka dapat
memutuskan aliran dana untuk kegiatan terorisme.
Dengan demikian diharapkan kegiatan teror akan kehilangan
sumber utama dan teror akan terhenti. Pemutusan rantai financing
terorism tidak dapat dilakukan secara sendiri-sendiri. Diperlukan
kerja sama dengan banyak pihak dan juga melibatkan negara lain
(2005, h. 1065). Kerjasama itu bisa juga berasal dari sistem
perekonomian.
Childs, D. (2005).
Combating terrorist
financing: A key aspect
of the war on terrorism.
The Officer, 81(9), 45-
48
Semakin mudahnya melakukan penyamaran uang dengan
adanya kegiatan pencucian uang pada faktanya memberikan peluang
kepada pelaku tindak kejahatan lainnya, seperti terorisme. Kegiatan
teror yang dilakukan oleh sebuah organisasi, tentunya membutuhkan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
15
Universitas Indonesia
dana yang tidak sedikit. Dengan demikian, pendanaan menjadi sangat
krusial untuk mewujudkan teror (Childs, 2005, h. 45). Lebih lanjut
Childs menceritakan bahwa internet memberikan kemudahan bagi
pelaku teror untuk memindahkan uang dari satu lokasi ke lokasi lain
dan hal ini tentunya menyulitkan pemerintah untuk melacak dari
mana biaya kegiatan teror sebuah organisasi.
Pemerintah mengalami kesulitan untuk mendeteksi dari mana
asal uang yang digunakan untuk melakukan pembiayaan aksi teror.
Hal ini disebabkan, uang yang terdeteksi terlihat legal dan tidak
jarang memang berasal dari hasil yang legal. Selain itu, adanya
internet mempermudah kegiatan perpindahan uang yang dilakukan
oleh organisasi tersebut. Transaksi keuangan bisa dilakukan via
online dengan aplikasi internet banking, belum lagi adanya negara
seperti Bahama atau Cayman Island yang melakukan pembatasan
terhadap pemeriksa keuangan untuk mendapatkan keterangan tentang
sumber dana yang berada dalam bank mereka dan kemana dana
tersebut dialirkan (Childs, 2005, h. 45).
Salah satu pendanaan kegiatan teror dapat berbentuk zakat,
yang merupakan salah satu kewajiban umat muslim juga menjadi
salah satu sumber pendanaan kegiatan teror (Childs, 2005, h. 45). Di
negara Islam juga dikenal sebuah sistem transfer uang dengan dasar
kepercayaan sehingga fisik uang tidak secara fakta berpindah dari
satu rekening ke rekening lain namun pihak yang dituju tetap bisa
mendapatkan uang tersebut, atau yang disebut dengan Hawala.
Hawala membutuhkan kepercayaan yang menjadi dasar individu
untuk melakukan perpindahan uang. Dengan adanya sistem ini, tentu
sulit untuk melacak asal mula dan tujuan dari aliran sebuah dana
karena akan ada mata rantai yang terputus dari aliran dana tersebut
sebab pihak pentransfer dan rekananannya hanya saling mengirimkan
kabar kemudian terjadi perpindahan uang yang tidak melalui dua
rekening yang berbeda. (Childs, 2005, h. 46).
Dalam literatur ini, Childs menceritakan kesulitan pemerintah
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
16
Universitas Indonesia
untuk mendeteksi adanya pendanaan teror dari hasil money
laundering karena belum adanya regulasi yang jelas mengatur
tentang permasalahan ini. Selain itu, sumber pendanaan dari zakat
atau kegiatan amal lainnya tentu jauh dari pengawasan. Akan tetapi
pasca kejadian 9/11, memberikan dampak signifikan pada Amerika
Serikat untuk melakukan pemberantasan pendanaan terorisme. Pilar
utama Amerika Serikat dalam melakukan pemberantasan pendanaan
teror adalah mendeteksi, membongkar dan mencegah jaringan
pendanaan teror (Childs, 2005, h. 47).
Hardouin, P. (2009).
Banks governance and
public-private
partnership in
preventing and
confronting organized
crime, corruption and
terrorism financing.
Journal of Financial
Crime, 16(3), 199-209
Kunci penting dari pendanaan teror adalah menghasilkan uang,
memindahkan, menyimpan dan menggunakan dana tersebut. Saat ini
bentuk dari pendanaan sendiri bukan hanya bagaimana memberikan
uang tersebut untuk melakukan tindakan teror tetapi juga mendukung
pendanaan tersebut. Negara termasuk pihak yang terkadang
mendukung adanya praktek teror (2008, h. 206). Selain itu untuk
menghasilkan uang untuk kegiatan teror, bisnis legal maupun tidak
legal menjadi ladang mencari uang. Kegiatan yang bersifat legal tentu
terlepas dari peraturan negara. Padahal bisnis legal sering kali
menjadi „persembunyian‟ uang ilegal untuk akhirnya digunakan
sebagai pendanaan teror.
Jayasuriya, Dayanath.
Money laundering and
terrorism financing:
The role of capital
market regulators
Journal of Financial
Crime; Jul 2002; 10,
pg. 30
Pasar modal juga dapat berperan sebagai pembuat kebijakan untuk
menanggulangi pendanaan terorisme dan pencucian uang.
Lebih jauh dijelaskan bahwa pencucian uang tidak hanya sekedar permasalahan
uang tunai atau instrumen keuangan lainnya dan juga bukan sekedar masalah
pengendapan uang pada institusi yang tidak terjamah, tetapi lebih jauh lagi pencucian
uang memiliki banyak diversifikasi kegiatan dalam sektor keuangan. Diversifikasi
tersebut terbagi pada kegiatan dengan core financial activities maupun non-core
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
17
Universitas Indonesia
financial activities services businesses (2004, h. 5). Walaupun begitu, negara
merupakan pihak yang paling berperan dalam menanggulangi pendanaan terorisme
maupun pencucian uang (Ping, 2008, h. 321).
Hardouin (2008) menjelaskan dalam paper-nya bahwa selain pemerintah, pihak
swasta terutama yang berada dalam sektor keuangan diperlukan untuk memberantas
kejahatan yang berhubungan dengan keuangan seperti korupsi dan pendanaan
terorisme (h. 199). Pembahasan dalam jurnal ini menitikberatkan pada kerja sama
seluruh pihak dalam sebuah negara untuk menerapkan kebijakan pemberantasan
kejahatan yang berkaitan dengan keuangan. Seperti adanya sistem Hawala dalam
perbankan Islam, tentu tidak bisa disamakan dengan perbankan di barat yang tidak
mengenal sistem Hawala. Dengan mengakomodir agar pihak berwenang bisa
mendeteksi aliran dana walaupun menggunakan sistem Hawala, tentu akan
mempermudah memutuskan rantai pendanaan teror (Hardouin, 2008, h. 201).
Bank pemerintah merupakan institusi yang berperan penting dalam melakukan
pendataan terhadap nasabahnya. Dengan adanya prinsip Know Your Costumer, bank
harus selalu melakukan update pendataan agar data dan transaksi dari nasabah dapat
selalu dideteksi apabila nantinya ada hal-hal yang mencurigakan (Hardouin, 2008, h.
202). Menurutnya, upaya untuk memberantas pencucian uang terkait dengan
pemberantasan teror bukan dimulai sejak peristiwa 9/11 akan tetapi peristiwa tersebut
membuat semakin kuat upaya untuk menghentikan aksi teror dengan menghambat
aliran dana untuk segala macam kegiatan teror. Hal ini disebabkan, uang adalah hal
yang krusial dalam melakukan aksi teror. Sebagaimana yang tertulis dalam penjelasan
Hardouin dibawah ini (2008, h. 203):
“Meanwhile the 9/11 opened a new area, with considerable anti-terrorist
financing action and dramatic reinforcement of the counter money
laundering fight. Financial institutions began even more deeply concerned
by countering money laundering and terrorism financing.
There are no terrorist activities without terrorist money. It is why a well-
orchestrated financial “battle” is of key importance in the overall fight
against terrorism. Some critics may argue that the actual amount of assets
we may be able to freeze worldwide under various anti-terrorism
provisions is rather small. Yet, the disruption of the money flow is of great
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
18
Universitas Indonesia
importance. And the success cannot be assessed by a simple addition of
the amount of money frozen: there is something else behind that.”
(Terjemahan bebas: Sementara itu kejadian 9/11 membuka sebuah area
baru, yang mempertimbangkan tindakan anti-pembiayaan teroris
merupakan penguatan dari perlawanan terhadap pencucian uang. Lembaga
keuangan mulai lebih bersungguh-sungguh dalam memberantas pencucian
uang dan pendanaan terorisme.
Tidak ada kegiatan teroris tanpa uang teroris. Itu sebabnya mengapa
sebuah “perang” keuangan yang teratur adalah kunci penting dalam perang
melawan terorisme secara keseluruhan. Beberapa kritikus mungkin
berpendapat bahwa jumlah aktual dari aset yang mungkin dapat kita
bekukan di seluruh dunia yang berkaitan dengan ketentuan anti-terorisme
masih kecil. Namun, gangguan pada aliran uang tersebut adalah penting.
Dan keberhasilan tidak dapat dinilai oleh hanya bertambahnya jumlah
uang yang dibekukan: ada sesuatu hal lainnya di balik itu.)
Selain itu peranan pihak swasta juga mutlak diperlukan dalam masalah ini.
Sebagaimana yang disampaikan dalam keterangan dibawah ini (2008, h. 203):
“The financial community is aware of its importance for fighting
terrorism. Finance people understand that this is not simply about having
to endure regulations and restrictions, to support direct costs and to lose
opportunities. The financial community has also to know and to share the
concerns of the public authorities, to receive valuable information and to
be able to cooperate. In return, it has to get the opportunity to make its
own problems and concerns known. If it is a two-way street, the
cooperation might be effective.”
(Terjemahan bebas: Komunitas keuangan menyadari pentingnya untuk
memerangi terorisme. Orang keuangan memahami bahwa ini bukan hanya
sekedar tentang memiliki untuk mempertahankan peraturan dan
pembatasan, tapi juga untuk mendukung langsung dan penghilangan
kesempatan. Komunitas keuangan juga harus mengetahui dan berbagi
perhatian mengenai otoritas publik, untuk menerima informasi yang
berharga dan untuk dapat bekerja sama. Sebagai imbalannya, ia harus
mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan
kekhawatiran diketahui. Jika itu adalah jalan dua arah, kerja sama mungkin
efektif.)
Pada intinya adalah diperlukan kerja sama baik antara sesama institusi keuangan
swasta maupun bank pemerintah. Hal ini dikarenakan regulasi dan pembatasan
informasi tentang keuangan tidak cukup bila hanya dilakukan oleh satu pihak saja.
Kerja sama penting untuk memberantas pendanaan teror dan terorisme itu sendiri.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
19
Universitas Indonesia
Dengan semakin maraknya terorisme yang terjadi saat ini, fungsi dari kontrol
sosial formal di masyarakat dipertanyakan. Fungsi polisi sebagai lembaga kontrol
sosial formal yang harus menciptakan rasa aman dan tertib di masyarakat. Sebagai
sebuah bentuk kontrol sosial di masyarakat tetapi kontrol sosial bukanlah monopoli
polisi semata, masih banyak lembaga lain dalam masyarakat yang juga melakukan
kontrol sosial (Rahardjo, 2002, h. 90). Kontrol sosial informal bisa dilakukan dan
lazimnya terjadi pada masyarakat dengan tingkat kompleksitas yang cenderung
rendah. Sebagai contoh pada masyarakat pedesaan, yang masih memegang teguh
norma-norma, kontrol sosial terjadi tanpa perlu adanya paksaan atau pembentukan
institusi tertentu, sebab antara masyarakat sendiri sudah memiliki keinginan untuk
melakukan kontrol terhadap perilaku anggotanya (Rahardjo, 2002, h. 91).
Berbeda dengan masyarakat modern dengan tingkat kompleksitas yang tinggi,
ditandai dengan harus terdapat sistem pengaturan yang besar, terperinci dan kompleks
serta dijalankan oleh sebuah badan khusus (Rahardjo, 2002, h. 91). Hal ini membuat
adanya jarak antara masyarakat, hukum dan pelaksanaan hukum tersebut. Dengan
demikian, pembentukan badan khusus sebagai pelaksana kontrol sosial mutlak
diperlukan sebagai bentuk tuntutan dari perkembangan hukum dan masyarakat
modern (Rahardjo, 2002, h. 92).
Dengan demikian, pembentukan lembaga atau badan khusus sebagai bentuk
perkembangan dari kebutuhan masyarakat atas hukum memang diperlukan. Hal ini
merupakan bagian dari kontrol sosial untuk menjaga stabilitas keamanan, dalam hal
ini polisi memang memegang peranan penting. Akan tetapi, kontrol sosial formal
juga bisa dilakukan oleh badan khusus lainnya yang diberikan wewenang untuk
melakukan membantu menjaga stabilitas keamanan.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
20
Universitas Indonesia
2.2. Pemolisian oleh Lembaga Non-Polisi
Pemolisian menjelaskan secara luas tentang praktek regulasi yang bertujuan
untuk mengawasi perilaku sosial dan memastikan kepatuhan dengan hukum dan
norma yang ada. Pemolisian dapat juga terorganisir secara informal maupun formal
dan termasuk juga sebagian pelaku sosial dan institusi (O‟Brien dan Yar, 2008, h.
122).
Terdapat empat strategi pemolisian yang diungkapkan oleh More dan
Trojanowics (Etter & Palmer, 1986, h. 56):
Reactive Policing adalah pemolisian yang dilakukan setelah terjadinya
suatu tindak kejahatan. Misalnya dengan mengumpulkan bukti dari
kejahatan dan melakukan investigasi.
Proactive Policing adalah perluasan dari reactive policing, dimana polisi
sudah mulai memanfaatkan informasi dari masyarakat tentang kejahatan
yang akan atau telah terjadi dengan menekankan pada kontrol kejahatan
melalui deteksi dan pemantauan terhadap pelaku kejahatan.
Problem Solving Policing adalah strategi yang menggerakkan masyarakat
dan petugas resmi yang ditentukan oleh undang-undang untuk secara
bersama-sama mengatasi masalah kejahatan dengan cara-cara negosiasi
atau usaha untuk memecahkan masalah sebelum membesar.
Community Policing adalah strategi yang menekankan untuk bekerjasama
secara efektif dan efisien dengan semua potensi masyarakat, guna
menghindarkan atau menghilangkan sedini mungkin semua bentuk
kejahatan, dimana kesuksesannya tergantung dari kemampuan dan peran
serta masyarakat.
Strategi pemolisian yang telah dijelaskan diatas dilakukan oleh polisi untuk
mewujudkan keamanan dan ketertiban di masyarakat. Selain itu untuk menjalankan
tugasnya sehari-hari polisi juga melakukan strategi tersebut diatas. Lembaga selain
polisi memungkinkan untuk melakukan strategi tersebut. Sebagai contoh, PPATK
melakukan reactive policing. Sebagai contoh, reactive policing yang dilakukan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
21
Universitas Indonesia
PPATK terjadi bila lembaga lain, misalnya polisi, membutuhkan data yang terkait
dengan kasus yang sedang ditangani.
Dalam melakukan fungsi penegakan hukum, polisi bukanlah satu-satunya pihak
yang menjalankan fungsi tersebut. Hal ini disebabkan banyaknya hal yang harus
dijalankan oleh polisi sehingga fungsi pemolisian juga banyak yang dikerjakan atau
dilakukan juga oleh lembaga atau individu di luar polisi. PPATK juga melakukan
kegiatan pemolisian yang reaktif dan proaktif, walaupun PPATK tidak termasuk
lembaga kepolisian. Cara-cara yang dilakukan oleh PPATK juga merujuk pada
pemolisian, sekaligus juga membantu kepolisian dalam mengungkap atau
menanggulangi kejahatan.
Untuk melakukan pencegahan kejahatan secara serius, tidak dapat dipungkiri
bahwa keterlibatan lembaga non-kepolisian dan individu sangatlah besar. Sebagai
contoh adalah individu yang mendedikasikan diri sebagai jurnalis investigasi yang
menguak terlebih dahulu hal-hal yang dianggap menimbulkan masalah sehingga
kemudian polisi dapat menindaklanjuti laporan tersebut (Waddington, 1999, h.11).
Dengan demikian, fungsi lembaga lain di luar kepolisian memang sangat mungkin
untuk dapat melakukan fungsi yang dijalankan oleh polisi seperti mendeteksi dan
mencegah terjadinya kejahatan. Hal inilah seperti yang dilakukan oleh PPATK di
Indonesia, sebagai Financial Intellegence Unit (FIU), PPATK dalam keseharian
melakukan deteksi terhadap adanya aliran dana yang mencurigakan untuk
menciptakan sistem keuangan Indonesia yang bersih. Lebih jauh dikatakan untuk
menjalakan penegakan hukum, terutama fungsi mendeteksi dan pencegahan terhadap
kejahatan.
Terorisme merupakan tindakan yang mengancam ketertiban dan keamanan
masyarakat. Profesor Mardjono Reksodiputro pada makalah Program Kajian Ilmu
Kepolisan (1997) mengatakan peranan utama dari polisi adalah sebagai penegak
hukum pidana, di samping itu sebagai peranan tambahan adalah juga penjaga
ketertiban (Suparlan, 2004, h. 67). Dikatakan lagi bahwa dengan semakin
kompleksnya masyarakat maka tugas polisi pun bertambah, misalnya tugas
administratif. Dengan demikian, menurut Mardjono (Suparlan, 2004, h. 67) tugas
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
22
Universitas Indonesia
polisi adalah sebagai penjaga keamanan, pemberantas kejahatan, serta penegak
hukum.
Pandangan lain tentang definisi konsep polisi dikemukakan oleh Parsudi
Suparlan dengan mengacu pada sejarah kepolisian di Amerika Serikat. Konsep polisi
adalah departemen pemerintahan yang memiliki tugas untuk memelihara keteraturan
serta ketertiban dalam masyarakat, menegakkan hukum dan mendeteksi kejahatan
serta mencegah terjadinya kejahatan (Suparlan, 2004, h. 68). Walaupun demikian,
tugas menjaga ketertiban dan keteraturan masyarakat bukanlah tugas dari polisi
semata, dibutuhkan keikutsertaan pihak terkait dan juga masyarakat untuk
menciptakan kondisi yang kondusif.
Dalam penegakan hukum, polisi berada pada tahapan pertama dari proses
penuntutan terhadap kejahatan yaitu dengan menjadi pihak yang memperoleh
pengakuan dari tersangka, mengumpulkan bukti dan melakukan penangkapan serta
penahanan untuk mengajukan tersangka ke pengadilan (Suparlan, 204, hal 69).
Dengan tertangkapnya pelaku, pada kasus kejahatan biasa, maka masyarakat akan
kembali mendapatkan rasa aman dan kondisi yang tertib. Hal ini berbeda dengan
terorisme. Dengan tingkat kompleksitas yang tinggi, untuk memberantas terorisme,
polisi tidak cukup dengan menunggu pelaporan atau menunggu pengakuan dari
tersangka.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa aksi teror dapat
terwujud karena organisasi teror tersebut mendapat aliran dana untuk membiayai
kegiatan terornya. Dengan demikian, untuk memutus rantai kegiatan teror perlu
dilakukan pemberantasan pendanaan teror. Untuk pemberantasan teror, definisi tugas
polisi akan lebih fokus menggunakan definisi intellegence-led policing. Dengan
menggunakan definisi ini, tugas polisi untuk memberantas teror menjadi lebih
terarah.
Intellegence-led policing lebih mengedepankan fungsi intelejen untuk dalam
mengumpulkan data (Clarke dan Newman, 2007, h. 11). Sebagai ilustrasi adalah
intellegence-led policing yang dilakukan di Amerika Serikat pasca 9/11. Walaupun
Amerika terkesan berlebihan dalam mengumpulkan bukti akan tetapi proses
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
23
Universitas Indonesia
pengumpulan bukti tersebut lebih tajam dan mendalam. Untuk mendeteksi adanya
upaya teror, intellegence-led policing juga dilakukan sebagai tindakan pencegahan
agar aksi teror tidak terjadi. Salah satu kelemahan dari sistem yang dilakukan polisi
ini adalah proses pengumpulan bukti tergantung kepada informasi yang diberikan
oleh para agen (Clarke dan Newman, 2007, h. 12).
Walaupun demikian tipe pemolisian seperti ini sesuai bagi instansi yang
melakukan intelijensi dalam menanggulangi kejahatan. Seperti halnya FIU yang
merupakan instansi intelijen yang tugas utamanya mengumpulkan informasi untuk
diteruskan ke penegak hukum.
2.3. Definisi Konseptual
2.3.1. Peran
Peran merupakan aspek dinamis kedudukan atau status, keduanya tidak dapat
dipisahkan karena saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Peran akan
menentukan apa yang diperbuat untuk masyarakat dan juga kesempatan-kesempatan
apa yang akan diberikan oleh masyarakat kepadanya. Peran berfungsi untuk mengatur
perilaku seseorang, oleh karenanya seseorang dapat meramalkan perbuatan-perbuatan
orang lain pada batas-batas tertentu (Soekanto, 1990, h. 268-269).
Role is behavior expected of some-one who holds a particular status. A
person holds a status and perform a role. (Macionis, 2008, h. 143).
(terjemahan bebas: peran adalah perilaku yang diharapakan kepada
seseorang yang berpegang pada status tertentu. Seseorang memegang status
dan menjalankan peran.)
Jadi peran merupakan sebuah harapan terhadap seseseorang yang memiliki
sebuah status. Sehingga orang tersebut menjalankan apa yang diharapkan kepada
dia. PPATK sebagai FIU memiliki peran untuk dapat menciptakan sistem
keuangan Indonesia yang bersih dari pendanaan terorisme.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
24
Universitas Indonesia
2.3.2. Fungsi
Fungsi adalah peran dan tanggung jawab yang diharapkan dapat dilakukan oleh
suatu lembaga sosial. Dengan demikian peran lembaga tersebut merupakan gambaran
dari harapan masyarakat.
The consequences of any social pattern for the operation of society as a
whole. (Macionis, 2008, h. 14)
(Terjemahan bebas: konsekuensi dari adanya pola sosial untuk menjalankan
masyarakat secara keseluruhan.)
Sehingga fungsi merupakan sebuah posisi yang dimiliki suatu lembaga diantara
lembaga-lembaga lain yang memiliki tujuan utama yang sama. PPATK mempunyai
fungsi melakukan intelijensi di sistem keuangan Indonesia yang bertujuan untuk
membebaskan Indonesia dari terorisme. PPATK menjadi sebuah pelaku intelijen
diantara lembaga-lembaga lain yang memiliki tujuan untuk menghilankan terorisme
dan pendanaannya.
2.3.3. Financial Intelligence Unit
Sesuai dengan sebutannya yaitu financial intelligence unit (FIU), sebuah
lembaga milik negara ini ditugasi untuk melakukan intelijensi keuangan terhadap
aliran dana mencurigakan. FIU adalah lembaga permanen yang khusus menangani
masalah pencucian uang, lembaga ini adalah infrastruktur terpenting dalam upaya
untuk pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang di setiap negara
(Suranta, 2010, h. 14). Di Indonesia fungsi lembaga tersebut berada di PPATK.
Dalam Financial Intelligence Unit: An Overview (2004, h. ix) dijelaskan :
“FIU is a central national agency responsible for receiving, analyzing, and
transmitting disclosures on suspicious transactions to the competent
authorities.“
(Terjemahan bebas: FIU adalah institusi negara yang bertanggung jawab
untuk menerima, menganalisa dan melanjutkan laporan transaksi keuangan
mencurigakan kepada pihak yang berwenang.)
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
25
Universitas Indonesia
Tugas utama dari FIU pada dasarnya terkait dengan upaya melawan tindak
pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme melalui sistem yang terintegrasi.
Untuk dapat menjalankan fungsi ini dengan baik maka diperlukan dukungan dari
sistem penegakan hukum dan sistem keuangan yang baik pula. Penerapan sistem
know your customer pada institusi keuangan dapat membantu FIU dalam
menjalankan tugasnya.
“Combating the crimes of money laundering and financing terrorism is
essential to the integrity of financial systems but, if these efforts are to be
successful, traditional law-enforcement methods need to be supported by
the contribution of the financial system itself, in particular by
implementing know-your-customer principles and reporting suspicious
transactions to an FIU.”
(Terjemahan bebas: "Pemberantasan kejahatan pencucian uang dan
pendanaan terorisme sangat penting untuk dalam sistem keuangan
terintegrasi tetapi, upaya ini akan lebih berhasil apabila didukung oleh
sistem penegakan hukum yang mendukung sistem keuangan itu sendiri.
khususnya dengan menerapkan prinsip know-your-customer dan
melaporkan transaksi mencurigakan ke FIU.")
Secara singkat diceritakan FIU pertama kali didirikan pada awal 1990an yang
memiliki fokus pada menerima, menganalisa dan memeriksa informasi keuangan
dalam rangka memberantas money laundering (2004, h. 1). Akan tetapi saat ini
kebutuhan dan jumlah FIU sendiri semakin meningkat seiring dengan semakin
luasnya cakupan dari tindak pidana pencucian uang, seperti munculnya pendanaan
terorisme yang berawal dengan adanya praktek pencucian uang (2004, h. 2).
FIU hampir serupa dengan penyidik atau investigator, di dalam Financial
Crime Investigator and Control (2002) disebutkan bahwa tugas dari investigator
cukup luas karena terkait dengan masa depan dan reputasi dari orang yang terlibat
dalam financial crime (2002, h. 139-140). Seseorang bisa ditahan akibat adanya
pelaporan dari seorang investigator dan kehilangan kebebasannya. Cakupan kerja
seorang investigator bukan hanya terkait dengan barang bukti atau dokumen yang
harus diperiksa lebih lanjut melainkan juga memastikan bahwa hak dari pekerja yang
dicurigai sebagai pelaku dipahami dengan jelas olehnya (2002, h. 141). Proses
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
26
Universitas Indonesia
pemeriksaan dokumen dan orang yang dicurigai juga termasuk dalam lingkup kerja
seorang investigator.
Secara garis besar objektif dari tugas investigator adalah mengumpulkan,
memeriksa dan melakukan penilaian terhadap barang bukti dan pihak yang diduga
melakukan kejahatan, mengamankan barang bukti dan tersangka serta memastikan
bahwa proses pemeriksaan berjalan sesuai dengan prosedur dan nama baik tersangka
tetap terjaga sampai terbukti bahwa tersangka memang melakukan tindak kejahatan
tersebut (2002, h. 141-148).
Perbedaan antar penyidik, atau investigator, dengan FIU adalah hasil akhir yang
didapatkan setelah menerima laporan. Penyidik berkewajiban untuk mendapatkan
bukti-bukti maupun tersangka untuk diajukan ke pengadilan. Sedangkan FIU hanya
mengumpulkan informasi-informasi yang terkait dengan kejahatan keuangan dan
selanjutnya diserahkan ke penyidik untuk dilakukan penyidikan. Tugas penyidik
untuk membuktikan ada atau tidaknya kejahatan keuangan dari laporan yang
diberikan oleh FIU.
2.3.4. Terorisme
Terorisme telah mengalami beberapa pergeseran makna, semula hanya sebagai
perlawanan terhadap penguasa hingga yang sekarang memaksakan idelogi mereka
(Eschborn, 2005, h. 1). Menurut Hafid Abbad, adalah penggunaan kekuatan atau
kekerasan yang tidak sah untuk melawan orang atau properti dengan tujuan
mengintimidasi atau menekan suatu pemerintahan, masyarakat sipil atau bagian-
bagiannya, untuk memaksakan tujuan sosial atau politik (Ed. Sulistyo, 2002, h. 3).
Terorisme juga memiliki arti sebagai berikut:
Terrorism is a resort to violence or a threat of violence on the part of a
group seeking to accomplish a purpose against the opposition of constituted
authority, Crucial in the terrorists’ scheme is the exploitation of the media
to attract attention to their cause (Adler, Mueller, Laufer, 1991, h. 245).
(terjemahan bebas: Terorisme adalah pemaksaan kekerasan atau tindak
penggunaan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu. Teroris menentang otoritas yang sedang
berlangsung. Tujuan penting terorisme adalah menarik perhatian guna
eksploitasi media yang memberitakan tindakan dan akibat tindakan mereka)
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
27
Universitas Indonesia
Terorisme memiliki tujuan menghancurkan stabilitas sistem politik, konstitusi,
ekonomi atau struktur sosial dari suatu negara atau organisasi internasional (Heere,
2003, h. 120-121). Teroris menginginkan tindakannya disaksikan oleh orang banyak,
bukan pada banyaknya korban yang berjatuhan (Deutch, 1997, h. 10-22).
Menurut Undang-undang No. 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
Pasal 6, bahwa:
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara
meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara
merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain,
atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital
yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas
internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun.”
Marighela (1969) menyebutkan bahwa teroris biasanya melakukan tindak kekerasan
dengan menempatkan bom atau bahan peledak lain yang dapat menyebabkan
kerusakan yang besar (ed. Gutteridge, 1986, h. 5).
Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa terorisme adalah penggunaan kekerasan
terhadap manusia lain dan berakibat kerusakan yang cukup besar dalam hal materil
maupun imateril dengan tujuan menarik perhatian maupun melawan pemerintahan.
Terorisme terbagi menjadi tiga tipe, yaitu (Deutch, 1997, h.13-14):
(1) Disponsori oleh negara (state-sponsored terrorism)
(2) Dilakukan oleh suatu kelompok yang mencoba menggulingkan
pemerintahan untuk memperoleh kemerdekaan (separatism),
(3) Mengatasnamakan agama Islam atau kelompok Islam tertentu, biasanya
berada di bagian Timur Tengah, oleh Hamas dan Palestine Islamic Jihad
(PIJ)
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
28
Universitas Indonesia
Hoffman (2008) juga mengklasifikasikan terorisme menurut motivasi pelaku,
antara lain (Golose, 2009, h. 7):
Tabel 2.1.
Klasifikasi Motivasi Terorisme
No. Motivasi Pelaku (Agents to Violence) Aktivitas
1. Nasional separatis Separatis dan gerakan
otonomi daerah, etnik
merupakan dasar kekuatan
Anti terhadap pemerintahan,
kekerasan intercommunal,
melakukan penyerangan
terhadap daerah yang aman
2. Religius Ekstrim fundamentalis
(Kelompok Islam garis keras
seperti Al-Jama‟ah Al-
Islamiyah/Jemaah Islamiah
(JI), Hindur garis keras,
seperti Sikh di India, dan
Macan Tamil di Srilanka
Melakukan serangan terhadap
masyarakat sipil, serangan
tersebut dapat berupa serangan
bom bunuh diri
3. Ideologi (kepercayaan
pada politik tertentu)
Kelompok politik sayap
kanan dan sayap kiri seperti
gerakan fasis di Jerman dan
Itali
Menyebarkan propaganda
kebencian anti terhadap
imigran dan melakukan
aksi pengeboman
4. Isu utama (single issue) Permasalahan terhadap
kelangsungan lingkungan
dan makhluk hidup
Sabotase dan menyebarkan
ancaman pengeboman
terhadap objek-objek vital
5. Negara sponsor Penekanan oleh sebuah
rezim pemerintahan
Sabotase dan penggunaan
senjata kimia
6. Penderita sakit jiwa
(mental
disorders)
Individu Pengeboman dan perampokan
Sumber: Bruce Hoffman. Countering Terrorist Use of The Web as a Weapon, United States of America:
CTC Sentinel. 29 Januari 2009 dalam Petrus Reinhard Golose. Deradikalisasi Terorisme: Humanis, Soul
Approach, dan Menyentuh Akar Rumput. Jakarta: CV Aksara Simpati. 2009. h. 5-6.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
29
Universitas Indonesia
2.3.5. Pendanaan Terorisme
Uang adalah suatu hal yang sangat tidak ternilai harganya bagi para teroris,
uang membantu mereka untuk merekrut anggota, menyediakan kebutuhan dan
pasport, dan pemeliharaan rumah perlindungan disamping itu juga untuk
mengembangkan organisasi (Byman, 2005, h. 60). Pendanaan terorisme menjadi
sangat vital karena merupakan urat nadi dalam tindakan terorisme. Sebagaimana yang
telah disebutkan sebelumnya, terorisme memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk
menjalankan aksi terornya. Dana tersebut diperlukan untuk membiayai mulai dari
kegiatan pelatihan hingga serangan serta membeli peralatan penunjang untuk kegiatan
teror. Karena itu pendanaan terorisme adalah salah satu unsur yang sangat vital dalam
hal tindak pidana terorisme.
Pendanaan terorisme memiliki beberapa istilah yang sering dipergunakan,
seperti Financing of Terrorism dan Terrorist Financing. Kedua istilah itu tidak sama
dalam pemahamannya tetapi memiliki tujuan yang sama yaitu membiayai kegiatan
yang akan meneror masyarakat. Financing of Terrorism memiliki arti pendanaan atau
pembiayaan terorisme, sedangkan terroris financing adalah pendanaan atau
pembiayaan kepada teroris. Perbedaan antara kedua istilah tersebut adalah pendanaan
terorisme ditujukan kepada pendanaan aksi teror atau kegiatan terorisme. Sedangkan
pendanaan kepada teroris berarti untuk keperluan latihan sehari-hari dan kebutuhan
para teroris selama di dalam kamp pelatihan, dengan kata lain lebih ditujukan kepada
pelaku tindak pidana terorisme (Sjahdeni, 2007, h. 287)
Konteks penelitian ini sendiri adalah kepada financing of terrorism karena
wewenang yang diberikan kepada PPATK berupa pencegahan dan penanggulangan
pendanaan terorisme. Selain itu, visi dan misi yang dimiliki oleh PPATK juga
mencakup mengenai pembiayaan terorisme,
FATF dalam special recomendation mengatakan bahwa istilah financing of
terrorism merujuk kepada kegiatan-kegiatan yang disebut dalam Pasal 2 Konvensi
Internasional Pendanaan Terorisme dan paragraf 1b Resolusi Dewan Keamanan PBB
No. 1373 (2001). Resolusi itu berbunyi:
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
30
Universitas Indonesia
Criminilize the wilful provision or collection, by any means, directly or
indirectly, of funds by their nationals or in their territories with the intention
that the funds should be used, or in the knowledge that they are to be used,
in order to carry terrorist act.
(terjemahan bebas: mengkriminalisasi tindakan yang dengan sengaja
menyediakan atau mengumpulkan, dengan cara apapun, langsung maupun
tidak langsung, sebuah dana yang berasal dari suatu negara atau yang berada
dalam batas teritorialnya dengan tujuan akan digunakan, atau diketahui akan
digunakan, untuk melaksanakan tindakan terorisme.)
Di Indonesia pengkriminalisasian pendanaan terorisme ada dalam pasal 4 UU
No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang. Pasal tersebut berbunyi:
”Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber,
lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya
atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana
karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).”
Harta kekayaan yang dipergunakan secara langsung maupun tidak langsung untuk
kegiatan terorisme dipersamakan sebagai hasil tindak pidana yang diperoleh dari
tindak pidana terorisme. Sehingga pendanaan terorisme adalah tindakan membiayai,
baik secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan terorisme di suatu daerah.
2.3.6. Pencucian Uang
Pada tahun 1920-an di Chicago, Amerika Serikat, ada seorang pelaku organized
crime yang menjalankan bisnis ilegal seperti pemerasan, perdagangan minuman
beralkohol1, maupun perjudian, orang tersebut bernama Alphonse ”Scarface” Capone
(Abandinsky, 2000). Al Capone menginvestasikan uang hasil kejahatannya kedalam
bisnis pencucian pakaian atau binatu (laundery). Tujuan jelas untuk menyamarkan
asal usul uang hasil kejahatan. Dari situ muncul istilah money Laundering atau
1 Pada tahun-tahun tersebut, perdagangan minuman beralkohol dilarang di Amerika Serikat.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
31
Universitas Indonesia
pencucian uang, karena baik secara makna yaitu ”mencuci” uang hasil kejahatan agar
tampak ”bersih” juga secara harfiah mendirikan usaha laundery atau binatu (Irman,
2006).
Pencucian uang adalah bentuk tindak pidana lanjutan setelah adanya kejahatan
asal atau predicate crime. Tb. Irman dalam bukunya yang berjudul ”Praktik
Pencucian Uang” (2006, h. 8) mengatakan, pencucian uang adalah suatu perbuatan
membuat uang kotor menjadi terlihat bersih. Uang kotor disini adalah uang yang
dihasilkan dari suatu tindak pidana. Tindak pidana tersebut akan dijabarkan pada sub-
bab ini. Ada definisi lain yang dikemukaan oleh N.H.T. Siahaan (2008, h. 8), beliau
mengatakan pencucian uang adalah perbuatan yang bertujuan mengubah suatu
perolehan dana secara tidak sah supaya terlihat diperoleh dari dana atau modal yang
sah.
Frank Hagan (1989) juga menjelaskan, pencucian uang adalah pencucian
terhadap uang “kotor” menjadi uang yang terlihat bersih atau legal. Hagan dalam
bukunya menyebutkan beberapa negara yang mendukung pencucian uang yaitu
negara yang bersifat tax haven atau bebas pajak seperti Bahama, Switzerland,
Panama, dan lain-lain. Bank di Negara-Negara tersebut melindungi para nasabah
yang menanamkan modalnya di Bank tersebut. Asal usul nasabah tidak diperiksa oleh
Bank di Negara-Negara tersebut. Uang yang ditanamkan oleh para nasabah akan
aman untuk dipergunakan dalam bentuk investasi yang lain sehingga pada akhirnya
uang tersebut akan menjadi legal. (Frank Hagan, 1989, h. 129-130)
Dalam penelitian yang berjudul Money laundering and Its Regulation oleh
Michael Levi (2002), disebutkan bahwa yang dinamakan dengan pencucian uang
adalah sebuah bentuk kejahatan yang terlihat seperti terorganisir, dimana bentuk
kejahatan pencucian uang dapat menggambarkan kejahatan multinasional menjadi
terlihat bersih. Michael Levi menyimpulkan bahwa pada intinya, pencucian uang
meliputi menyembunyikan apapun hasil perdagangan obat, maupun kejahatan berat
lainnya, di luar negeri dengan cara menempatkannya, bagaikan menyembunyikannya
di salah satu wilayah domestik dengan aman. Dengan kata lain pencucian uang adalah
suatu perbuatan yang dilakukan seseorang yang telah melakukan tindak kejahatan,
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
32
Universitas Indonesia
dan uang hasil dari tindak kejahatan itu akan disamarkan asal usulnya bahwa uang itu
merupakan hasil dari suatu tindak kejahatan.
Adapun kejahatan asal atau predicate crime itu ada beberapa macam
sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 8 tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, merupakan tindak
pidana yang telah diatur dalam undang-undang contohnya yang tercantum dalam
KUHP, tindak pidana itu seperti :
a. korupsi;
b. penyuapan;
c. narkotika;
d. psikotropika;
e. penyelundupan tenaga kerja;
f. penyelundupan migran
g. di bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i. di bidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;
l. perdagangan orang;
m. perdagangan senjata gelap;
n. terorisme
o. penculikan;
p. pencurian;
q. penggelapan;
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
t. perjudian;
u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
x. di bidang lingkungan hidup;
y. di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun
atau lebih
Seluruh kejahatan tersebut diatas adalah kejahatan yang dilakukan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum
Indonesia. Tindak pidana yang disebutkan diatas diberi istilah predicate crime atau
kejahatan awal. Kejahatan pencucian uang tidak dapat berdiri sendiri jika tidak
adanya kejahatan awal atau predicate crime seperti yang telah dijabarkan
sebelumnya. Hal ini disebabkan karena tujuan dari kegiatan pencucian uang adalah
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
33
Universitas Indonesia
menyamarkan asal usul uang yang berasal dari kejahatan yang disebut predicate
crime, karena itulah kejahatan pencucian uang tidak dapat berdiri sendiri.
Pencucian uang itu sendiri ada beberapa tahapan atau cara utama yang bisa
menjabarkan mengenai pencucian uang. PPATK yang mengadopsi FATF
mengkarakteristikan sekaligus menjelaskan tahapan mengenai pencucian uang
sebagai berikut (PPATK, 2006) :
Placement : Memasukkan ke dalam sistem keuangan yang sah.
Layering : Aktifitas transaksi yang sah dalam sistem keuangan untuk
mengaburkan hasil tindak pidana, seperti memindahkan dalam beberapa
rekening/instrumen yang berbeda ataupun memindahkan pada Negara-Negara
yang berbeda/territory/yurisdiksi.
Integration : Dimanfaatkan bagi kepentingan usaha atau obyek transaksi
yang sah.
Tahapan disini tidak harus berurutan dari pertama hingga yang terakhir, walaupun
pada kenyataannya ada kasus yang berurutan dari tahap placement lalu layering dan
terakhir adalah integration.
Dalam kegiatan pencucian uang, teknik ataupun metode yang digunakan sangat
beragam akan tetapi beberapa tanda hasil observasi di bawah ini dapat mempermudah
untuk menandakan apakah transaksi tersebut adalah transaksi pencucian uang.
Kegiatan tersebut sebagaimana yang dikutip dalam Paper on Anti-Money Laundering
(2004, h. 7) adalah sebagai berikut:
Transaksi besar terlihat tidak biasa namun berasal dari akun atau bisnis
dengan aktifitas biasa. Adanya penyimpangan nominal dari catatan
transaksi yang telah ada selama ini (catatan keuangan menjadi tidak seperti
biasanya)
Terdapat situasi dimana identitas pribadi sulit dilacak
Catatan keuangan tidak dapat dilacak dan terkesan ditutup-tutupi. Terdapat
struktur/layer dalam transaksi keuangan tersebut
Transaksi pertukaran mata uang dengan jumlah yang tidak biasa, biasanya
pada saat pembelian mata uang
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
34
Universitas Indonesia
Dalam bisnis, transaksi dilakukan dengan mediator tanpa alasan yang jelas
Terdapat klien dari luar negeri yang berasal dari negara yang memiliki
catatan pelegalan konsumsi dan pembuatan drugs atau pelegalan
pembatasan pelaporan transaksi keuangan
Dengan demikian, Bank merupakan institusi yang rentan terhadap terjadinya
transaksi keuangan namun bukan hanya Bank saja. Institusi selain Bank yang sering
kali dijadikan tempat placement uang ilegal antara lain seperti perusahaan asuransi,
agen perjalanan, perusahaan investasi atau pialang saham, institusi pembiayaan dan
perusahaan atau individu yang bergerak di industri properti (2004, h. 9-10):
2.3.7. Kontrol Sosial
Kontrol sosial adalah suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial
serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai
norma dan nilai yang ada. Pengendalian sosial bertujuan demi tercapainya keserasian
antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Dengan kata lain
pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai ketertiban sosial dengan cara melalui
keserasian dengan keadilan (Soekanto, 1990. h. 226-230).
Untuk melakukan kontrol sosial, terdapat dua mekanisme yang ada di dalam
masyarakat. Black (1976) mengatakan bahwa kontrol sosial formal berhubungan
dengan kegiatan kegiatan kontrol yang didasarkan pada hukum sehingga kontrol
terhadap masyarakat yang tidak berlandaskan hukum disebut sebagai kontrol sosial
informal (Innes, 2003, h. 6). Mekanisme kontrol sosial formal dilakukan oleh
perangkan sistem peradilan pidana, yaitu Polisi, Jaksa, Hakim, Pengacara yang
tugasnya telah diatur seperangkat sistem hukum tertulis termasuk sanksi hukumnya.
Kontrol sosial formal ini lebih kepada lembaga resmi yang dibuat oleh penguasa dari
kelompok tersebut. Dengan kata lain perpanjangan tangan dari penguasa untuk
mengatur anggota kelompoknya untuk tetap mematuhi dan menjalankan nilai-nilai
kelompoknya.
Untuk memahami lebih mudah tentang kontrol sosial memiliki sifat reactive
dan proactive (Innes, 2003, h. 7). Reactive dalam hal ini memiliki ciri sebagai kontrol
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
35
Universitas Indonesia
sosial yang dilakukan bila telah ada peristiwa yang terjadi sehingga kontrol sosial
dalam hal ini dimaksudkan untuk menindaklanjuti penanganan kejahatan. Sedangkan
untuk proactive lebih dimaksudkan untuk mencegah, memprediksi dan
mengantisipasi kejahatan yang sudah diprediksikan akan terjadi. Cohen (1985)
mengatakan kontrol sosial juga dapat dijelaskan dengan konsep hard edge dan soft
edge (Innes, 2003, h. 7). Konsep hard edge merupakan bentuk kontrol sosial dengan
bentuk “paksaan” yang nyata dan bukti-bukti yang mendukung langsung
ditindaklanjuti untuk melakukan kontrol. Sebaliknya soft edge, menitikberatkan
konsep kontrol pada tindakan persuasif atau langsung menyentuh sisi psikologis dari
pelaku penyimpangan. Dari gabungan konsep tersebut dapat terlihat bahwa kontrol
sosial formal menekankan pada pengawasan terhadap masyarakat berdasarkan pada
hukum formal. Penekanannya pada paksaan yang berasal dari hukum yang berlaku
dan paksaan tersebut diwujudkan dalam tindakan penanganan terhadap kejahatan
tersebut. Sementara itu untuk kontrol sosial informal menekankan pada upaya
pencegahan terhadap tindak kejahatan dan melakukan cara-cara persuasif dalam
penanganannya.
Dengan demikian ada dua bentuk kontrol sosial yang ada dimasyarakat, yaitu
kontrol sosial informal dan kontrol sosial formal. Keduanya memiliki ciri yang
berbeda namun memiliki tujuan yang sama, yaitu tetap menjaga kelompok sesuai
dengan nilai-nilai yang dipegangnya. PPATK termasuk dalam mekanisme kontrol
sosial formal karena memiliki dasar dan sanksi hukum tersendiri. Pada dasarnya
pembentukan sebuah kontrol sosial formal adalah dengan adanya sebuah reaksi dari
masyarakat atas sebuah kejahatan. Kontrol sosial formal memiliki landasan hukum
yang jelas sehingga dalam melakukan pekerjaannya, hukum formal menjadi hal yang
penting sebagai landasan bertindak. Landasan hukum tersebut adalah sistem peradilan
pidana.
Salah satu contoh cara untuk melihat efektifitas kontrol sosial formal di
masyarakat adalah dengan melihat apakah efek dari penggentarjeraan dari tindakan
penangkapan dan pembatasan gerak terhadap calon pelaku cukup besar (Sampson,
1986, h. 282).
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
36
Universitas Indonesia
“Increasing the risk of detention and incarceration may have a greater
deterrent effect on crime than does a simple increase in arrest and
incapacitation, especially for the offender population.”
(Terjemahan bebas: meningkatkan resiko penghukuman dan penahanan
dapat memberikan efek jera yang besar terhadap kejahatan dibandingkan
meningkatkan penangkapan dan pembatasan ruang gerak, terutama kepada
pelaku penyerangan di masyarakat.)
Dengan menurunnya angka kejahatan di masyarakat menunjukan bahwa polisi
melakukan tindakan yang seharusnya untuk menertibkan dan mengamankan
masyarakat. Selain itu menurut Wilson dan Boland (n.d), tingkat penangkapan oleh
polisi setiap tahunnya juga dapat dijadikan indikator untuk melihat keberhasilan
kontrol sosial formal. Penangkapan yang dilakukan oleh polisi memperlihatkan
bahwa polisi melakukan fungsinya sebagai sebuah institusi yang berlandaskan hukum
(Sampson, 1986, h. 281). Dalam hal ini, polisi memerlukan kerja sama dengan pihak
lain di luar institusi tersebut.
2.4. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini memiliki kerangka berpikir yang sesuai dengan permasalahan
yang diangkat sebagai berikut:
Bagan 2.1
Alur Pemikiran
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
37
Universitas Indonesia
Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini menekankan pada
peran dan fungsi PPATK dalam penanggulangan pendanaan terorisme. Peran dan
fungsi PPATK sendiri adalah sebagai mekanisme kontrol sosial formal yang terdapat
di suatu negara. Peran dan fungsi ini mengacu kepada tuntutan global tentang isu
terorisme yang telah memasuki fase mengkhawatirkan. Dengan adanya tuntutan
tersebut, Indonesia berusaha untuk membuat kebijakan khusus mengenai
penanggulangan pendanaan terorisme.
Terorisme membutuhkan dana untuk melancarkan serangannya demi
mendapatkan tujuannya. Dana tersebut dapat berasal dari mana saja baik itu dana
yang sah maupun tidak sah. Dana yang diperoleh untuk menjalankan serangannya
dimasukkan kedalam sistem keuangan untuk memudahkan penggunaan uang maupun
menyamarkan asal usul uang tersebut. Sistem keuangan itu dibagi menjadi menjadi 2
(dua) tipe yaitu Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan Penyedia Barang dan/atau Jasa
(PBJ). Pembabakan ini sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Keduanya
disebut sebgai pihak pelapor, pihak yang harus melakukan pelaporan adanya transaksi
keuangan mencurigakan terkait pendanaan terorisme kepada PPATK.
Lalu pihak pelapor melaporkan adanya transaksi keuangan mencurigakan
yang terkait dengan pendanaan terorisme ke PPATK. PPATK sebagai FIU
melakukan analisis terhadap laporan tersebut dan meneruskannya ke penyidik.
Penyidik disini dapat berupa Polisi, Kejaksaan, atau instansi lain yang berada di
dalam sistem peradilan pidana. Sehingga PPATK memiliki peran dan fungsi dalam
menanggulangi pendanaan terorisme.
Selain itu juga penyidik dapat meminta atau melaporkan adanya terorisme
yang pendanaannya terjadi di Pihak Pelapor. Sehingga PPATK dapat meminta
kepada pihak pelapor data-data transaksi yang terkait dengan apa yang dilaporkan
oleh penyidik. Hal itu disebut juga dengan fungsi aktif karena PPATK mencari data-
data yang mencurigakan kepada pihak pelapor. Sedangkan fungsi aktifnya adalah
PPATK menerima laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dai pihak pelapor.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
38
Universitas Indonesia
PPATK juga melakukan pengawasan dalam hal pencucian uang juga
mengawasi aliran dana yang dipergunakan oleh teroris. Lalu yang menjadi
permasalahan adalah bagaimana PPATK menanggulangi aliran dana yang
dipergunakan untuk terorisme. Hal tersebut berkaitan dengan peran, fungsi, maupun
wewenang PPATK, selain itu juga hubungan antar penegak hukum dengan PPATK.
Ketika PPATK berhasil menanggulangi pendanaan terorisme tersebut maka
berpengaruh besar dalam upaya untuk mencegah terjadinya tindak pidana terorisme.
Dengan demikian terlihat bagaimana peran dan fungsi PPATK sebagai kontrol sosial
formal dan pemolisian yang mengawasi sistem keuangan.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
39 Universitas Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan Penelitian yang digunakan oleh Peneliti adalah kualitatif.
Metode kualitatif mengedepankan penafsiran terhadap makna dari gejala sosial
yang terjadi. Dengan menggunakan metode kualitatif, obyek Penelitian
kriminologi yang merupakan sebuah gejala sosial dapat didefinisikan melalui hasil
pemaknaan atau interpretasi (Cresswell, 1994).
Kualitatif secara tajam memperhatikan responden, dengan sensitif mengatur
keterlibatan mereka, secara sistematis melakukan pencatatan dan mengajukan
pertanyaan dengan strategi tertentu (Bachman dan Schutt, n.d). Metode ini juga
menekankan pada perilaku sehari-hari dari objek Penelitian yang dipilih. Kegiatan
seperti mendengar, mencatat dan mengamati secara langsung kegiatan yang
dilakukan oleh PPATK dalam kesehariannya merupakan hal yang dilakukan oleh
Peneliti.
Sering kali ditemui dalam melakukan Penelitian, untuk mendapatkan
informasi yang akurat dan dapat dipercaya, Peneliti tidak bisa mengandalkan satu
teknik saja seperti yang biasa dilakukan dalam studi kuantitatif. Studi kualitatif
bertujuan untuk menggali lebih dalam dan memperoleh informasi sampai keakar
permasalahannya (Maulana, 2009). Untuk dapat memperoleh informasi yang
demikian dalam dan tajam diperlukan keahlian khusus dan juga teknik yang
terangkum dalam metode kualitatif. Keakuratan yang bisa didapatkan dari metode
ini, Peneliti akan mendapatkan informasi yang menyeluruh sehingga akan
memudahkan dalam menjelaskan permasalahan yang diangkat. Dengan demikian
Peneliti berharap akan mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang
apa dan bagaimana PPATK bekerja mengawasi aliran dana yang mencurigakan.
Peneliti memang tidak ikut serta (observation no participatory) dalam
kegiatan PPATK sehari-hari, namun dari keterangan yang diperoleh langsung dari
informan PPATK yang menangani aliran dana mencurigakan khususnya yang
mengarah kepada pendanaan terorisme, Peneliti merasa yakin bahwa data yang
didapat akan lebih akurat. Selain itu, kelebihan dari metode kualitatif adalah perlu
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
40
Universitas Indonesia
dilakukannya triangulasi data. Triangulasi data adalah ketika Peneliti melakukan
cek dan kroscek terhadap temuan data lapangan. Triangulasi ini dilakukan dengan
menggabungkan keseluruhan data yang diperoleh Peneliti.
Peneliti memilih untuk menggunakan metode ini karena dengan
digunakannya metode ini, Peneliti mampu melihat objek Penelitian dalam kondisi
alaminya (natural setting) dan hasilnya dapat berupa makna dari generalisasi
(Sugiyono, 2005). Selain itu dalam tahap pengumpulan datanya, metode kualitatif
tidak berdasarkan pada teori namun pada fakta yang ditemukan di lapangan baru
kemudian mengkonstruksikannya menjadi sebuah hipotesis. Menggunakan
metode ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran dengan jelas mengenai
gejala sosial yang terjadi di masyarakat (Furchan, 1992).
Untuk dapat melihat fungsi PPATK sebagai sebuah institusi yang
mengawasi secara langsung kegiatan transaksi keuangan yang mencurigakan,
maka teknik yang dilakukan melalui metode kualitatif dirasakan cocok untuk
digunakan agar bisa mengungkap secara lebih mendalam tentang bagaimana
peranan dan fungsi dari PPATK tersebut. Sebagai institusi yang terbentuk dari
adanya reaksi sosial masyarakat, maka harus dapat dipahami secara mendalam
dan lebih jelas oleh seluruh pihak terkait dengan apa saja fungsi dan peranan
PPATK dalam mengawasi adanya aliran dana mencurigakan yang diduga sebagai
bentuk Pencucian Uang yang diperuntukan bagi pendanaan kegiatan terorisme di
Indonesia.
Lingkup kajian kriminologi tidak hanya sebatas membahas perilaku pelaku,
reaksi korban namun juga reaksi masyarakat baik formal (berasal dari penegak
hukum) maupun non formal (berasal dari masyarakat). Objek Penelitian tersebut
kemudian dikaji dalam lingkup bahasan sosiologis. Menurut M. Mustofa (2005)
objek Penelitian tersebut dipelajari sebagai sebuah gejala sosial. Dengan
mempelajari peranan dan fungsi PPATK secara komprehensif akan dapat terlihat
pihak mana saja yang terlibat dalam pengawasan tersebut dan bagaimana
seharusnya PPATK sebagai institusi yang diberikan wewenang oleh negara
bekerja.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
41
Universitas Indonesia
3.2. Tipe Penelitian
Peneliti penggunakan tipe Penelitian deskriptif. Tipe Penelitian desktiptif ini
akan mampu menjelesakan gambaran secara menyeluruh tentang institusi seperti
apakah PPATK tersebut dan juga apa tujuan institusi tersebut dibentuk. Lebih
fokus lagi, Peneliti akan menjelaskan temuan data lapangan secara lengkap
tentang bagaimana peran dan fungsi PPATK sebagai institusi yang mengawasi
aliran dana mencurigakan yang terpantau dalam beragam transaksi keuangan.
Peneliti berusaha menggambarkan bagaimana peranan PPATK dalam
mengawasi aliran dana dari sumber yang legal maupun tidak yang berindikasi
dipergunakan untuk tujuan pendanaan kegiatan teroris di Indonesia. Dengan
demikian Peneliti berharap dapat secara utuh menggambarkan peran dan fungsi
yang dimiliki PPATK dengan pelaksanaan teknis di lapangan dan fungsi yang
berjalan.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
1. Studi Kepustakaan
Dengan menggunakaan teknik studi kepustakaan, Peneliti melihat
permasalahan dengan mempelajari dokumen yang berkaitan dengan permasalahan
yang akan dibahas. Dalam hal ini dokumen yang dimaksud adalah artikel dari
media massa, kebijakan, peraturan, skripsi, tesis, buku serta jurnal.
Literatur yang dipelajari bukan hanya yang terkait dengan kajian
kriminologi seperti permasalahan tentang terorisme, tentang pendanan terorisme.
Peneliti juga mengumpulkan literatur yang berkaitan dengan kebijakan
pemerintah dalam menanggulangi terorisme dan juga ragam pembahasan tentang
PPATK. Selain itu Peneliti juga mempelajari dokumen PPATK terkait dengan
aliran dana mencurigakan yang diduga sebagai aliran dana yang membiayai
terorisme di Indonesia.
Hal ini dilakukan agar Peneliti dapat melihat benang merah dari adanya
upaya pendanaan terorisme dalam bentuk Pencucian Uang dan peran serta fungsi
dari PPATK sebagai institusi yang mengawasi adanya aliran dana mencurigakan.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
42
Universitas Indonesia
2. Wawancara
Informan utama dalam Penelitian ini yaitu pihak PPATK. Dari PPATK,
Peneliti mendapatkan data utama yang dipergunakan dalam menjelaskan peran
dan fungsi PPATK. Hasil wawancara yang diperoleh oleh Peneliti akan menjadi
sumber data primer yang diperoleh melalui pihak internal PPATK yang
merupakan informan Peneliti yang utama. Peneliti melakukan wawancara kepada
seorang informan, yaitu pegawai PPATK yang memiliki data mengenai peran dan
fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme. Wawancara ini
bertujuan untuk mengetahui informasi-informasi mengenai peran dan fungsi
PPATK tersebut dalam menanggulangi pendanaan terorisme, serta memperoleh
data primer dari informan. Proses perizinan yang dilakukan oleh Peneliti adalah
dengan mengirimkan surat permohonan wawancara kepada Kepala PPATK dan
akan didisposisikan kepada bagian yang dapat memberikan data. Tipe wawancara
yang Peneliti gunakan adalah wawancara terstruktur di mana Peneliti membuat
suatu daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada informan.
3. Observasi
Observasi yang dilakukan Peneliti lebih menitikberatkan pada
memperhatikan dan mencatat kegiatan apa saja yang PPATK lakukan ketika
menemukan aliran dana mencurigakan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan
gambaran alur kerja dari PPATK saat menghadapi permasalahan semacam ini.
Aliran dana yang berkaitan dengan terorisme tentu tidak hanya melibatkan satu
pihak saja, maka dari itu pencatatan saat observasi digunakan Peneliti untuk
mendapatkan gambaran awal tentang bagaimana penanganan saat adanya aliran
dana mencurigakan terjadi. Obeservasi dilakukan oleh Peneliti ketika melakukan
kegiatan magang di instansi tersebut pada bulan Juni tahun 2009.
3.4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK). Informan utama Penelitian ini adalah pegawai PPATK dari
Direktorat Hukum dan Regulasi dan mempunyai pengetahuan mengenai peran dan
fungsi PPATK khususnya mengenai pendanaan terorisme. Pemilihan PPATK
dilakukan karena PPATK berperan besar dalam mengawasi sistem keuangan di
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
43
Universitas Indonesia
Indonesia. Hal itu berkaitan dengan kerap kali dipergunakannya sistem keuangan
untuk melancarkan kegiatan pendanaan terorisme.
3.5. Profil Informan
Informan Penelitian ini ada dua orang, L dan AA, keduanya berasal dari
Direktorat Hukum dan Regulasi PPATK (DHR). DHR tidak hanya memiliki tugas
untuk merumuskan Undang-Undang seperti RUU pendanaan terorisme tapi juga
melakukan atau memberikan legal opinion/pendapat hukum, dokumentasi hukum,
sosialisasi dan pelatihan rezim anti pencucian uang kepada pemangku
kepentingan, pemberian keterangan ahli, monitoring persidangan perkara tindak
pidanan pencucian uang, dan lain sebagainya.
Informan L telah bekerja di PPATK sejak November 2007 hingga sekarang
telah terhitung kurang lebih 5 tahun bekerja di PPATK. Tahun pertama, beliau
bekerja sebagai analis hukum yang bidang tugasnya membuat analisa hukum.
Namun untuk menjadi ahli di persidangan beliau belum pernah karena untuk
menjadi seorang saksi ahli di suatu persidangan haruslah orang yang sudah
memiliki pengalaman dan masa kerja yang cukup agar bisa menjadi ahli di
persidangan. Pada tahun kedua sampai sekarang, beliau bekerja sebagai perancang
peraturan perundang-undangan yang bidang kerjanya membuat seluruh peraturan
baik internal maupun eksternal, baik itu Undang-Undang Tindak Pidana
Pencucian Uang maupun RUU Pendanaan Terorisme. Sehingga L memahami
mengenai permasalahan yang dibahas di dalam Penelitian ini.
AA sudah bekerja di PPATK selama 7 tahun, beliau bekerja sebagai asisten
perencanaan hukum yang berada di DHR. Beliau juga belum pernah menjadi saksi
ahli di persidangan, akan tetapi beliau pernah terlibat dalam audit kepatuhan.
Audit kepatuhan adalah wewenang PPATK untuk mengetahui apakah PJK yang
bersangkutan sudah menegakkan prinsip-prinsip keuangan yang bebas dari adanya
praktek pencucian uang atau belum, termasuk kepatuhan dalam melaporkan
adanya transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) kepada PPATK. Selain itu AA
cukup sering mengikuti baik itu pelatihan mengenai pencucian uang termasuk hal-
hal lainnya. Baik yang dilakukan oleh PPATK sendiri maupun kerjasama antara
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
44
Universitas Indonesia
PPATK dengan FIU negara lain bahkan oleh kementerian yang ada di Indonesia.
Dengan demikian AA menjadi informan yang sesuai dengan Penelitian ini.
Kedua informan tidak pernah melakukan analisis transaksi keuangan karena
itu memang bukan pekerjaan dari DHR. DHR hanya melakukan analisis atau
memberikan pendapat hukum. Sedangkan untuk menganalisa dan menghasilkan
Laporan Hasil Analisis merupakan perkerjaan dari Direktorat Riset dan Analisis
(DRA). Sudah dapat dipastikan DRA merupakan direktorat yang paling ketat
dalam hal menjaga kerahasiaan mengenai kasus-kasus pencucian uang maupun
pendanaan terorisme yang ditangani oleh PPATK.
3.6. Alasan Pemilihan Informan
Data utama dari Peneliti adalah hasil wawancara dengan informan yang
berkaitan dengan pertanyaan Penelitian ini. Kedua informan ini memahami seluk
beluk fungsi dan peran PPATK dalam mengawasi sistem keuangan di Indonesia.
Direktorat Hukum dan Regulasi sendiri berwenang menangani perihal hukum dan
legalitas dari PPATK, serta melakukan sosialisasi program kerja PPATK.
Sehingga informan tersebut sangat cocok untuk diwawancara perihal pertanyaan
Penelitian dari Penelitian ini
3.7. Proses Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dari PPATK sebenarnya Peneliti sedikit
memperoleh kemudahan. Kemudahan itu didapatkan karena pada bulan Juni 2009,
Peneliti menjalani program magang dari Departemen Kriminologi di PPATK.
Kegiatan magang tersebut berjalan selama 30 hari kerja atau kurang lebih sebulan.
Pada saat itu, Peneliti di tempatkan di Direktorat Hukum dan Regulasi (DHR).
Untuk itu, Peneliti sudah mengenal beberapa Pelaksana Harian PPATK
khsususnya di bagian DHR. Selama proses magang itu Peneliti mendapatkan
semacam kuliah mengenai seluk beluk PPATK maupun tugas dan fungsinya.
Disamping kegiatan bekerja membantu melaksanakan acara yang sedang dibuat
oleh DHR. Sudah pasti ketika magang tersebut Peneliti banyak mendapatkan
pemahaman terkait pencucian uang dan fungsi-fungsi PPATK. Dari situ Peneliti
tertarik untuk meneliti mengenai pencucian uang maupun PPATK itu sendiri.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
45
Universitas Indonesia
Pada akhir bulan Maret tahun 2011, penulis mencoba untuk menghubungi
lokasi Penelitian (PPATK) untuk menanyakan prosedur Penelitian yang harus
penulis lewati. Pada saat itu Peneliti menghubungi salah satu kenalan yang berasal
dari DHR, tempat penliti melaksanakan kegiatan magang. Setelah itu Peneliti
disarankan untuk menghubungi Bapak Muhammad Novian yang lebih memahami
bahasan Penelitian Peneliti pada waktu itu. Kemudian Bapak Novian meminta
agar Peneliti menyerahkan surat permohonan melakukan Penelitian ke Kepala
PPATK di Jl. Ir. H. Djuanda No. 35.
Pada tanggal 5 April 2011 Peneliti mengurus surat permohonan Penelitian
ke Departemen Kriminologi, FISIP UI. Setelah menunggu beberapa hari akhirnya
surat permohonan Penelitian tersebut bisa diserahkan ke PPATK. Dan pada
tanggal 20 April 2011 Peneliti berkesempatan melakukan wawancara dengan
Bapak Novian di Kantor PPATK. Pada saat itu Peneliti banyak memperoleh data-
data mengenai pencucian uang dan fungsi PPATK, akan tetapi karena satu dan
lain hal Peneliti terpaksa merubah tema Penelitian. Walaupun demikian tidak
semua data yang diperoleh tidak dapat di pergunakan, bahkan dari wawancara
terserbut Peneliti mendapatkan tema baru yang masih berhubungan dengan
PPATK.
Merujuk pada pengalaman sebelumnya tersebut Peneliti kembali menjalin
hubungan dengan pihak PPATK. Pada tanggal 19 Maret 2012 Peneliti kembali
membuat surat permohonan melakukan Penelitian ke Departemen Kriminologi.
Baru pada tanggal 2 April 2012 Peneliti mengantarkan surat tersebut ke kantor
PPATK dan diminta agar menghubungi kembali dalam 2 hari kedepan terkait
dengan pendisposisian surat tersebut. Setelah dua hari tepatnya tanggal 4 April
2012 Peneliti menghubungi PPATK kembali pada pagi hari. Ketika itu Peneliti
diminta menghubungi kembali pada siang hari dikarenakan sedang tidak
ditempatnya informan Peneliti atau surat tersebut didisposisikan. Pada siang hari
kembali Peneliti diminta untuk menghubungi setelah istirahat makan karena
kembali tidak ada ditempatnya informan peneliti. Barulah pada pukul 14.00 WIB
Peneliti menghubungi kembali dan berhasil berbicara dengan informan.
Setelah berhasil Peneliti kemudian mengatur jadwal bertemu untuk
melakukan wawancara. Ketika itu informan menanyakan kesiapan Peneliti untuk
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
46
Universitas Indonesia
bertemu pada hari apa, lalu Peneliti menyarankan agar bertemu keesokan harinya
yaitu tanggal 5 April 2012. Informan menyatakan kesiapannya untuk bertemu
esok hari, akan tetapi dikarenakan ada rapat informan meminta untuk bertemu
pada pagi hari pukul 08.00 WIB di kantor PPATK. Peneliti menyanggupi hal
tersebut untuk bertemu dengan informan keesokan harinya. Informan juga
meminta Peneliti untuk mempersiapkan pedoman wawancara dan hal-hal lainnya
yang terkait dengan Penelitian Peneliti agar ketika wawancara keesokan harinya
memperoleh hasil yang sesuai dan terfokus.
Keesokan harinya Peneliti sampai di Kantor PPATK pada pukul 08.10
WIB, setelah menyerahkan kartu identitas dan mendapatkan kartu pengujung
Peneliti langsung bertemu dengan front office. Disana Peneliti mengisi formulit
untuk bertemu dengan informan, formulir tersebut berisi identitas Peneliti dan
ingin bertemu dengan siapa. Formulir tersebut nantinya akan dikembalikan
kepada front office setelah ditandatangani oleh informan Peneliti sebagai bukti
menerima kunjungan tamu bagi informan. Setelah itu Peneliti diantar menuju
ruang tamu dan menunggu kehadiran informan.
Tidak lama setelah Peneliti mempersiapkan segala sesuatu untuk
melakukan wawancara, informan Peneliti masuk keruangan. Dimulailah
wawancara dengan informan yang kurang lebih menghabiskan waktu 1 jam
lamanya. Setelah mengembalikan formulir yang tadi diberikan Peneliti
meninggalkan kantor PPATK. Selama wawancara tersebut ada beberapa hal yang
masih dirasa kurang dan kekurangan itu Peneliti minta melalui surat elektronik,
sehinga setelah melakukan wawancara Peneliti masih berhubungan dengan
informan melalui surat elektronik. Selain itu juga surat elektronik menjadi
alternatif untuk mendapatkan data ketika kesulitan untuk melakukan pertemuan
kembali untuk melengkapi data yang kurang. Sehingga data-data yang masih
kurang dalam Penelitian ini dapat terpenuhi semua demi terciptanya Penelitian
yang valid dan reliable.
Pada tanggal 11 April 2012, peneliti mengirimkan surat elektronik kepada
informan untuk menanyakan hal-hal yang kurang selama proses wawancara. Surat
elektronik peneliti dibalas pada tanggal yang sama disertai beberapa file
penunjang di dalam surat elektronik tersebut. Keesokan harinya informan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
47
Universitas Indonesia
mengirim surat elektronik kembali untuk melengkapi. Tanggal 27 April dan 2 Mei
2012 peneliti kembali mengirimkan surat elektronik kepada informan, dan surat
elektronik itu dibalas pada tanggal 3 Mei.
3.8. Hambatan Penelitian
Hambatan yang Peneliti alami selama menyusun Penelitian ini ada beberapa
hal, yaitu:
1. Lamanya waktu pendisposisian surat permohonan Penelitian yang sedikit
lama, mengingat waktu yang Peneliti milik dalam menyususn Penelitian
ini.
2. Kesibukan dari informan Peneliti yang menyebabkan sulitnya
berkoordinasi untuk melakukan wawancara dengan informan.
3. Adanya kerahasiaan dari PPATK yang menyebabkan pemeriksaan dan
pertanyaan yang cukup ketat untuk melakukan Penelitian.
3.9. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya membataskan pada PPATK, Penelitian ini melihat dari
sudut pandang PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme. Bisa saja
untuk melihat dari sudut pandang Penegak Hukum mengenai peran dan fungsi
PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme, tetapi karena Penelitian ini
hanya memfokuskan bagaimana PPATK menjalankan peran dan fungsinya sesuai
dengan Undang-Undang maka tidak terlalu diperlukan sudut pandang penegak
hukum. Selain itu keterbatasan yang lain adalah kesulitan mendapatkan beberapa
data, hal ini terkait dengan kerahasiaan yang harus dijalankan oleh PPATK.
3.10. Teknik Analisis Data
Penelitian yang dilakukan tentang bagaimana peran dan fungsi PPATK
dalam menanggulangi pendanaan terorisme sebagai bentuk kontrol sosial formal
ini bersifat deskriptif sehingga dalam melakukan analisa, peneliti memberikan
gambaran mengenai bagaimana peran dan fungsi PPATK dalam menangulangi
pendanaan terorisme dari undang-undang yang ada. Data primer yaitu hasil
wawancara dengan informan yang telah dijelaskan sebelumnya dianalisis bersama
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
48
Universitas Indonesia
dengan data sekunder berupa pembahasan peraturan, perundangan dan dokumen
yang ada. Dengan demikian diharapkan, gambaran tentang peran dan fungsi
PPATK menjadi lebih komperehensif.
Pertama-tama data dari PPATK merupakan data pertama yang dianalisis
oleh peneliti sebab data tersebut lebih valid. Sebelum melakukan analisa dengan
data dari luar, peneliti melakukan analisa terhadap gambaran umum PPATK
terlebih dahulu.
Penjabaran mengenai PPATK dilakukan agar mendapatkan gambaran
tentang peran dan fungsinya dalam menanggulangi pendanaan terorisme.
Berikutnya peneliti melakukan analisa terhadap data yang diperoleh dari studi
kepustakaan. Selain itu, pada tahap ini peneliti juga memasukan indikator untuk
melihat hal apa saja yang dilakukan PPATK untuk menanggulangi pendanaan
terorisme. Peneliti ingin menggambarkan bagaimana PPATK menjalankan peran
dan fungsinya dalam menanggulangi pendanaan terorisme.
Setelah menjabarkan mengenai gambaran umum peran dan fungsi PPATK,
peneliti melakukan analisa dengan mengacu pada ciri-ciri bentuk kontrol sosial
formal. Hal ini dilakukan untuk mejelaskan bahwa PPATK merupakan bentuk
dari kontrol sosial formal yang ada di Indonesia. Hal-hal apa saja yang membuat
PPATK menjadi sebuah kontrol sosial formal dijelaskan berdasarkan temuan data
lapangan.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pendanaan terorisme menjadi hal
yang cukup mengkhawatirkan dan juga ada perbedaan yang mendasar antara
pendanaan terorisme dengan pencucian uang. Berbekal hal tersebut, peneliti juga
melakukan analisa terhadap hal-hal apa saja yang terjadi ketika adanya pendanaan
terorisme ataupun perbedaan dengan pencucian uang.
Dengan demikian dalam melakukan analisa, peneliti berharap dapat
memberikan gambaran bagaimana peran dan fungsi PPATK dalam
menanggulangi pendanaan terorisme sesuai dengan bentuknya kontrol sosial
formal. Kemudian peneliti dapat memperlihatkankan hal-hal yang dilakukan oleh
PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
49
Universitas Indonesia
3.11. Sistematika Penelitian
Penyusunan skripsi yang memiliki 7 bab ini dilakukan dengan sistematika
sebagai berikut:
Bab I, Pendahuluan, merupakan bab yang menguraikan kondisi-
kondisi dan keadaan di masyarakat yang melatarbelakangi
dilakukannya Penelitian. Bagian-bagian pokok dari bab ini adalah latar
belakang masalah, permasalahan, pertanyaan Penelitian, tujuan
Penelitian, signifikansi Penelitian
Bab II, Kajian Literatur, merupakan bab yang berisikan kerangka
pemikiran dari Penelitian ini. Bagian-bagian pokok dari bab ini adalah
Definisi Konseptual, Kajian pustaka dan Kerangka pemikiran.
Bab III, Metode Penelitian, merupakan bab yang berisikan metode,
dan langkah-langkah yang dilakukan oleh Peneliti dalam melakukan
Penelitian ini. Bagian-bagian pokok dari bab ini adalah Pendekatan
Penelitian, Tipe Penelitian, Proses Penelitian dan Sistematika Penulisan
Bab IV, Temuan Data Lapangan, merupakan bab yang berisikan
olahan dari semua data yang telah Peneliti kumpulkan selama turun
lapangan ke PPATK. Bagian-bagian pokok dari bab ini adalah
gambaran umum mengenai PPATK, Peran dan Fungsi PPATK, dan
lain sebagainya.
Bab V, Kasus Pendanaan Terorisme, bab ini berisi mengenai uraian
mengenai kasus yang berkaitan dengan pendanaan terorisme di
Indonesia.
Bab VI, Pembahasan, bab ini berisikan uraian mengenai peran dan
fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme.
Bab VII, Penutup, bab ini merupakan bagian penutup dari Penelitian
ini yang akan memberikan kesimpulan dan saran dari Penelitian yang
telah dilakukan.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
50 Universitas Indonesia
BAB IV
TEMUAN DATA LAPANGAN
4.1. Gambaran Umum PPATK
Sejarah berdirinya lembaga independen yang mengurus transaksi keuangan, yang
saat ini dikenal dengan PPATK pada awalnya adalah salah satu unit di Bank
Indonesia. Unit tersebut dikenal sebagai Unit Kerja Investigasi Perbankan (UKIP).
Hal tersebut diperjelas melalui keterangan yang disampaikan oleh informan L.
Yaitu:
”Nah, adapun yang menjadi latar belakangnya PPATK itu berdiri,
sebetulnya dulu itu sejarah awalnya PPATK ada di dalam unit di BI, salah
satu unit kerja di BI. Tapi dulu namanya bukan PPATK tapi UKIP”
(wawancara dengan L, 5 April 2012)
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan
sebuah lembaga intelijen keuangan atau Financial Inteligence Unit (FIU) di
Indonesia. PPATK didirikan karena adanya tuntutan dari dunia internasional yang
sedang giat melakukan pemberantasan pencucian uang. Hal ini dituturkan oleh
informan seperti dibawah ini :
“disamping sebagai sebuah focal point dalam mengantisipasi pencucian
uang yang sedang berjalan saat ini. PPATK juga ditunjuk sebagai focal point
untuk menanggulangi pendanaan terorisme. Hal ini telah diputuskan menimbang
pada kesepakatan internasional bahwa FIU juga menanggulangi pencucian uang
dan pendanaan terorisme.” (Wawancara dalam email dengan AA, 11 April 2012)
Hal itu terlihat dengan adanya Konvensi Wina pada tahun 1988, konvensi
ini membahas mengenai peredaran narkotika dan zat psikotropika di dunia. Pada
konvensi ini peredaran narkotika dianggap sebagai predicate crime dalam
kejahatan pencucian uang. Setelah itu, konvensi yang kedua dilaksanakan, dikenal
sebagai Konvensi Palermo. Pada tahun 2002, konvensi ini membahas mengenai
kejahatan-kejahatan lintas negara atau transnational crimes. Dalam konvensi ini
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
51
Universitas Indonesia
juga dilakukan pembahasan mengenai kejahatan serius atau serious crime seperti
terorisme dan kejahatan yang merugikan orang banyak lainnya.
Pada tahun 1989 dibentuklah Finacial Action Task Force (FATF) oleh
negara-negara yang tergabung dalam G7. FATF mengeluarkan 40 poin
rekomendasi mengenai cara-cara penanganan kejahatan pencucian uang (money
laundering). Setelah adanya Konvensi Palermo dan terjadinya serangan 9/11, poin
rekomendasi tersebut ditambah dengan 9 poin rekomendasi khusus mengenai
pemberantasan pembiayaan terorisme. Setelah didirikannya FATF dengan 40+9
rekomendasi, dimulailah Rezim Anti Pencucian Uang (AML). Dengan adanya
rezim AML ini setiap negara harus memiliki undang-undang anti pencucian uang
dan memiliki sebuah unit intelijen keuangan. Selain itu setiap PJK harus dapat
mengidentifikasi dan melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan.
“iya dulunya PPATK disitu (bagian dari Bank Indonesia), lalu pada tahun
2002 dengan undang-undang baru PPATK pecah dan menjadi lembaga
independen terbentuklah PPATK. Adapun latar belakangnya kenapa
PPATK berdiri, itu sebenarnya tidak ada kewajiban setiap negara itu untuk
membentuk PPATK, sebenarnya hanya ada rekomendasi. Rekomendasi dari
FATF. Pernah dengar lah ya FATF.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Pada saat dikeluarkan rekomendasi dan peraturan tersebut Indonesia belum
memiliki apa yang diwajibkan oleh FATF. Akibatnya Indonesia dimasukkan
kedalam daftar Non Cooperative Countries and Territories (NCCT’s List). Daftar
ini berisi negara-negara yang tidak memiliki undang-undang dan menjadi surga
bagi para pelaku pencucian uang.
“iya beberapa alasan Indonesia bisa masuk kedalam NCCT list karena
dianggap belum ada regulasi tentang pencucian uang, kemudian belum ada
suatu unit yang menerima laporan kemudian menganalisis dan kasih
informasinya ke penegak hukum, unit intelijen keuangan belum ada
perangkat hukum belum ada. Kemudian sektor penyedia jasa keuangan
masih rentan, kaya begitu, contoh-contohnya.” (wawancara dengan AA, 5
April 2012)
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
52
Universitas Indonesia
Dengan masuknya Indonesia kedalam daftar tersebut menyebabkan para
investor takut untuk menanamkan modal di Indonesia. Ketakutan ini terjadi akibat
dampak yang ditimbulkan oleh pencucian uang bagi suatu negara, dan investor
takut untuk menjalankan usahanya di Indonesia.
Dampak pencucian uang bagi negara cukup beragam. Sebagaimana yang
disampaikan oleh John Mc. Dowel dan Gary Novis bahwa dampak pencucian
uang adalah sebagai berikut (Dowel dan Novis, May 2001, hal. 3-4):
1. Melemahkan keberadaan sektor swasta yang sah
2. Melemahkan integritas pasar keuangan
3. Mengakibatkan hilangnya kendali kebijakan ekonomi pemerintah
4. Mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi dan ketidakstabilan
ekonomi
5. Mengurangi pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak
6. Membahayakan upaya-upaya privatisasi perusahaan-perusahaan negara
yang dilakukan oleh pemerintah
7. Mengakibatkan rusaknya reputasi negara
8. Menimbulkan biaya sosial yang tinggi
Maka dari itu, saat Indonesia masuk kedalam NCCT’s List, banyak investor yang
ragu untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Dengan adanya catatan tersebut, Indonesia lalu berusaha agar keluar dari
daftar NCCT’s List dengan membuat Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan undang-undang tersebut
Indonesia lalu mendirikan PPATK yang merupakan syarat dari FATF.
“Pokoknya keluarnya tahun 2005, Indonesia pernah masuk negara-negara
yang di blacklist. karena dianggap sebagai surga pencucian uang, karena
saat itu Indonesia belum mempunyai PPATK.” (wawancara dengan L, 5
April 2012)
Walaupun Indonesia telah mengeluarkan undang-undang tersebut dan membuat
unit intelijen keuangan berupa PPATK, Indonesia masih termasuk dalam daftar
tersebut. Hal ini karena undang-undang yang dibuat oleh Indonesia terbentur
dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kerahasiaan Bank yang
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
53
Universitas Indonesia
mewajibkan menjaga rahasia nasabah. Selanjutnya Indonesia membuat undang-
undang baru untuk memperbaiki UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang, Indonesia kemudian membuat Undang-Undang Nomor 25 tahun
2003 yang mengubah Undang-Undang sebelumnya.
“Indonesia tidak memenuhi itu semua akhirnya kita masuk kedalam NCCT
list. Namun tahun 2005 kita keluar dari NCCT list dengan adanya dua
undang-undang, undang-undang nomor 15 dan nomor 25 itu. Dianggap
kita sudah ada beberapa poin yang kita sudah tutup pelan-pelan, meskipun
untuk pendanaannya belum.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Setelah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut maka Indonesia dikeluarkan dari NCCT’s
List yang dibuat oleh FATF.
PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan memiliki logo dengan beberapa
elemen penting yang syarat makna. Pertama adalah lingkaran, bola dunia, Elang
dan Indonesia serta tulisan PPATK. Logonya sebagai berikut:
Gambar 4.1
Logo PPATK
Sumber: Website PPATK
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
54
Universitas Indonesia
Logo ini memiliki makna pada setiap elemen yang ada didalamnya.
Lingkaran memiliki makna kebulatan tekad dalam melaksanakan tugasnya serta
konsisten dalam menjalankan tugasnya. Bola dunia melambangkan, PPATK
dalam melaksanakan tugasnya berpedoman pada standar nasional dan
internasional dan menjujung tinggi profesionalitas. Burung Elang merupakan
simbol dari kekuatan, kecepatan dan ketepatan serta burung Elang juga sangat
gigih dalam menjaga anaknya dari segala macam gangguan. Selain itu burung
Elang yang menghadap kearah gugusan pulau Indonesia melambangkan bahwa
PPATK dalam melaksanakan tugasnya mengedepankan nilai-nilai Indonesia
sebagai dasar tanggung jawabnya. Logo dibuat dalam tiga warna yaitu biru
bermakna ketenangan, merah melambangkan keberanian dan hitam
menunjukkan ketegasan dalam bertindak.
Hal ini sejalan dengan misi PPATK yaitu berupaya menjaga sistem
keuangan dari timbulnya distorsi atau gangguan yang dapat mengancam stabilitas
dan integritasnya, melalui pemberantasan dan pencegahan pencucian uang.
Tulisan PPATK dibuat dengan huruf tegak, melambangkan kekokohan, keteguhan
dan konsistensi lembaga dalam menjalankan visi dan misinya (hasil observasi
magang, Juni 2009). Adapun visi dan misi PPATK adalah sebagai berikut :
Visi
Menjadi Lembaga Independen di Bidang Informasi Intelijen
Keuangan yang Berperan Aktif dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
Misi
o Meningkatkan Kualitas Pengaturan dan Kepatuhan Pihak Pelapor.
o Meningkatkan Efektivitas Pengelolaan Informasi dan Kualitas Hasil
Analisis yang Berbasis Teknologi Informasi.
o Meningkatkan Efektivitas Penyampaian dan Pemantauan Tindak
Lanjut Laporan Hasil Analisis, Pemberian Nasihat dan Bantuan
Hukum, serta Pemberian Rekomendasi kepada Pemerintah.
o Meningkatkan Kerjasama Dalam dan Luar Negeri di Bidang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
55
Universitas Indonesia
o Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Internal untuk
Mewujudkan Good Governance dengan Memanfaatkan Teknologi
Informasi secara Efektif dan Efisien.
Selain Visi dan Misi utama PPATK diatas, juga ada 5 nilai dasar yang harus
dipegang oleh seluruh karyawan PPATK. Kelima nilai tersebut adalah:
Integritas;
Tanggung Jawab;
Profesionalisme;
Kerahasiaan
Kemandirian
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memiliki
sembilan direktorat yang saling terintegrasi dalam menjalankan tugasnya.
Kesembilan direktorat tersebut membawahi empat wakil kepala yang juga
langsung berada dibawah kepala PPATK. Wakil kepala yang pertama adalah
Wakil Kepala Bidang Riset, Analisis dan Kerjasama Lembaga yang dibawahnya
langsung terdapat Direktorat Riset dan Analisis serta Direktorat Kerjasama Antar
Lembaga. Wakil kepala yang kedua adalah Wakil Kepala Bidang Hukum dan
Kepatuhan yang dibawahnya terdapat Direktorat Hukum dan Regulasi serta
Direktorat Pengawasan Kepatuhan. Wakil Kepala Bidang Teknologi Informasi
dibawahnya ada Direktorat Pengembangan Aplikasi Sistem dan Direktorat
Operasi Sistem. Wakil Kepala yang terakhir adalah Wakil Kepala Bidang
Administrasi yang dibawahnya terdapat Direktorat Keuangan, Direktorat Sumber
Daya Manusia, dan Direktorat Umum (hasil observasi magang, Juni 2009).
Masing-masing direktorat didalam PPATK memiliki unit-unit kerja sendiri
yang mendukung masing-masing direktorat menjalankan tugasnya. Selain itu
PPATK juga memiliki tenaga ahli untuk mendukung melaksanakan tugas dan
wewenangnya. PPATK memiliki Auditor Internal untuk menjalankan kegiatan
oversight terhadap lembaga PPATK, sehingga PPATK tetap berjalan sebagaimana
seharusnya serta tetap teraudit (hasil observasi magang, Juni 2009).
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
56
Universitas Indonesia
Gambar susunan organisasi PPATK adalah seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini:
Bagan 4.1
Struktur Organisasi PPATK
Sumber: Website PPATK
Berdasarkan tugas dan wewenang PPATK, maka PPATK harus memiliki
personil yang bersatu, bertanggung jawab, profesional, menjaga rahasia, dan
mandiri dalam menjalankan tugas dan wewenang tersebut. Oleh karenanya
PPATK merekrut personil dari beberapa instansi agar mendapatkan personil yang
dibutuhkan dalam memerangi kejahatan pencucian uang. Personel-personel itu
direkrut dari instansi seperti penegak hukum maupun pemerintahan (hasil
observasi magang, Juni 2009).
Instansi-instansi tersebut adalah:
1. Bank Indonesia
2. Departemen Keuangan
3. POLRI
4. BPK
5. Departemen Hukum dan HAM
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
57
Universitas Indonesia
6. Kejaksaan
7. Badan Kepegawaian Negara
8. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
9. Staf Ahli dan Pegawai Kontrak
Kesemua personil PPATK tersebut harus memegang teguh prinsip Anti
Tipping-Off, Anti Tiping-Off adalah prinsip dasar yang mengharuskan setiap
pejabat atau pegawai PPATK, serta penyelidik/penyidik dilarang memberitahukan
laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada pengguna jasa keuangan yang
telah dilaporkan kepada PPATK atau penyidik secara langsung atau tidak
langsung dengan cara apapun. Jika melanggar akan diancam dengan hukuman
pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling besar Rp.500.000.000,-
(pasal 15 UU No. 8 tahun 2010) (hasil observasi magang, Juni 2009).
Selain itu organisasi PPATK juga melakukan kerjasama dengan beberapa
lembaga atau instansi maupun dengan pemerintah. Kerjasama tersebut berupa
kerjasama domestik maupun kerjasama internasional. Kerjasama domestik
dilakukan dengan instansi, akademisi, dan penegak hukum yang terkait dengan
penanggulangan pencucian uang. Kerjasama internasional dapat dilakukan dengan
unit intelijen finansial dari negara lain. Kerjasama dilakukan berupa Mutual Legal
Assistance (MLA) dan kerjasama lainnya yang dilakukan antara pemerintah ke
pemerintah maupun instansi ke instansi. Semua kerjasama tersebut dilakukan
sebagai upaya untuk memerangi kejahatan pencucian uang dan pendanaan
terorisme.
“PPATK melakukan kerjasama nih, ini diluar komite TPPU, kita lakukan
kerjasama baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kerjasama itu bisa
via MoU, bisa juga kaya asas resiprositas begitu mas disebutnya
kerjasama timbal balik saling menguntungkan tanpa perlu MoU segala
macam. Karena ada negara misalnya yang harus MoU ada juga yang
tidak harus, instansi kita dalam negeri pun ada yang harus MoU ada yang
tidak harus MoU, seperti itu.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
58
Universitas Indonesia
4.2. Peran dan Fungsi PPATK
PPATK merupakan sebuah financial intelligence unit (FIU) yang memiliki
fungsi utama melakukan analisa terhadap sistem perbankan di Indonesia. Fungsi
utamanya adalah menerima laporan, menganalisis dan meneruskan hasil analisis
ke penegak hukum.
“PPATK itu fungsinya administratif FIU pada dasarnya, core business-nya
itu. Dimana dia menerima laporan dari pihak pelapor, sekarang tidak
hanya PJK, kemudian PPATK analisis kemudian dan sekarang ditambah
periksa kemudian di deliver ke penegak hukum. Itu benar-benar basicnya,
core kita, terima kemudian analisis kemudian deliver ke penegak hukum, itu
yang disebut FIU administrative.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Dengan adanya Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang fungsi PPATK tidak hanya
sebatas menerima, menganalisis dan kemudian memberikan hasil analisa kepada
penegak hukum. Saat ini PPATK memiliki fungsi yang memungkinkan PPATK
meminta perkembangan penyidikan kasus dan juga apabila pihak penegak hukum
merasa kesulitan dan membutuhkan data tambahan, penegak hukum bisa meminta
PPATK untuk menghubungi pelapor dan melengkapi data. Fungsi ini disebut
fungsi proaktif dan reaktif.
“fungsi kita disebutnya analisis proaktif sama reaktif. Yang proaktif kita
yang bottom up, kita dari pihak pelapor kita analisis terus kita mengasih.
Atau tidak yang satu lagi top down, jadi penyidik sudah menemukan tindak
pidana report ke kita, eh minta data ke kita lalu kita minta lagi data ke
pihak pelapor. kita berdasarkan undang-udang baru kita dapat tambahan-
tambahan, sebagai contoh kita bisa mengawasi pihak pelapor tertentu,
misalnya PJK atau enggak PBJ kita bisa melakukan audit, padahal kalau
yang administratif rata-rata tidak begitu benar-benar cuma terima laporan,
analisis, deliver. Ini enggak, kita bisa bersentuhan langsung dengan pihak
pelapornya. Kemudian kita juga, ee apa namanya, dengan penegak hukum
bisa minta perkembangan informasi dan penegak hukum bisa informasi ke
PPATK. Jadi yang harusnya kita bergeraknya searah, PPATK dapat info
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
59
Universitas Indonesia
dari pihak pelapor kemudian kasih ke penegak hukum, ini penegak hukum
bisa balik minta ke PPATK, PPATK minta lagi ke pihak pelapor.”
(wawancara dengan AA, 5 April 2012)
PPATK memiliki tugas utama yaitu, mencegah dan memberantas tindak
pidana pencucian uang sesuai yang tertuang dalam pasal 39 UU No. 8 tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Berdasarkan tugasnya tersebut PPATK memiliki beberapa fungsi sebagai berikut
(pasal 40) :
a. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
“sekarang ini yang a, pencegahan dan pemberantasan, ini termasuk
pendanaan terorisme kita masuk misalnya bisa kasih masuk koordinasi
pencegahann TPPU dengan instansi terkait, terus rekomendasi ke
pemerintah, bisa koordinasi bisa rekomendasi termasuk dengan komite
TPPU ini kaitanya.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
b. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;
c. pengawasan terhadap pihak pelapor; dan
rata-rata FIU yang administratif ya cuma terima analisis aksi-terima
analisis aksi. Kalau ini kita melakukan pengawasan, bisa melakukan audit
kepatuhan audit khusus seperti itu. (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
d. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan
yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana
lain sebagai mana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)
“itu dari segi benar-benar core business PPATK, ya kan, yang benar-
benar FIU administrative murninya termasuk yang tambahan tadi dimana
penegak hukum bisa minta. Nah sekarang coba lihat mas pasal 40 berapa
itu, sekarang terkait, kita pasal 40, iya pasal 40. PPATK bukan cuma, tadi
pasal 40 dekatnya lebih ke 40 huruf d ya, yang benar-benar fungsi FIU
administrative atau tidak bagian b dan c, b dan c pun sebagian, karena kita
kelola data informasi yang didapat, kemudian kita ini pengawasan
sebenarnya kaya tambahan bukan administratif.” (wawancara dengan AA,
5 April 2012)
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
60
Universitas Indonesia
Dalam menjalankan fungsi-fungsi diatas, PPATK diberikan wewenang
yang dapat memudahkan dalam menjalankan fungsinya. Wewenang pertama
sebagai pencegah dan pemberantas tindak pidana pencucian uang (pasal 41 ayat
(1)), PPATK dapat :
a. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah
dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data
dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga
swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu;
b. menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan;
c. mengkoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang
dengan instansi terkait;
d. memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya
pencegahan tindak pidana pencucian uang;
e. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum
internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang;
f. menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti-pencucian
uang; dan
g. menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang.
Adapun dalam menjalankan fungsinya sebagai pengelolaan data dan
informasi, PPATK memiliki wewenang untuk menyelenggarakan sistem
informasi (pasal 42). Menyelenggarakan sistem informasi disini maksudnya
adalah PPATK harus :
a. Membangun, mengembangkan, dan memelihara sistem aplikasi;
b. membangun, mengembangkan, dan memelihara infrastruktur jaringan
komputer dan basis data;
c. mengumpulkan, mengevaluasi data dan informasi yang diterima oleh
PPATK secara manual dan elektronik;
d. menyimpan, memelihara data dan informasi ke dalam basis data;
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
61
Universitas Indonesia
e. menyajikan informasi untuk kebutuhan analisis;
f. memfasilitasi pertukaran informasi dengan instansi terkait baik dalam
negeri maupun luar negeri; dan
g. melakukan sosialisasi penggunaan sistem aplikasi kepada pihak
pelapor.
Sedangkan dalam menjalani fungsinya sebagai pengawas kepatuhan pihak
pelapor, PPATK dibekali pasal 43 yang menjabarkan wewenang PPATK untuk :
a. Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi pihak
pelapor;
b. menetapkan kategori pengguna jasa yang berpotensi melakukan tindak
pidana pencucian uang;
c. melakukan audit kepatuhan atau audit khusus;
d. menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang
berwenang melakukan pengawasan terhadap pihak pelapor;
e. memberikan peringatan kepada pihak pelapor yang melanggar
kewajiban pelaporan;
f. merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin
usaha pihak pelapor; dan
g. menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali pengguna jasa
bagi pihak pelapor yang tidak memiliki lembaga pengawas dan
Pengatur.
PPATK dalam menjalani fungsinya yang terakhir, yaitu analisis atau
pemeriksaan laporan dan informasi, berdasarkan pasal 44, PPATK dapat:
a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari pihak pelapor;
b. meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait;
c. meminta informasi kepada pihak pelapor berdasarkan pengembangan
hasil analisis PPATK;
d. meminta informasi kepada pihak pelapor berdasarkan permintaan dari
instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri;
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
62
Universitas Indonesia
e. meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta,
baik di dalam maupun di luar negeri;
f. menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya
dugaan tindak pidana pencucian uang;
g. meminta keterangan kepada pihak pelapor dan pihak lain yang terkait
dengan dugaan tindak pidana pencucian uang;
h. merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai
pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan
perUndang-Undangan;
i. meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara
seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai
merupakan hasil tindak pidana;
j. meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang
dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan tindak pidana Pencucian
Uang;
k. mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan
tanggung jawab sesuai dengan ketentuan undang-undang ini; dan
l. meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik.
PPATK cara analisis itu berdasarkan laporan dari pihak pelapor
kemudian dia disebutkan tambahan added value. Ada tambahan nilai
terhadap hasil analisis itu dan sekarang ada lakukan pemeriksaan juga,
itu dilakukan dengan cara minta data. Misalnya minta data ke instansi
lain, misalnya minta data ke BIN atau red notice Polri begitu. Sudah
begitu kalau diluar negeri juga, kalau misalnya pelakunya di Singapura
atau dimana dia minta datanya ke FIU, jangan Singapura deh karena di
Singapura tidak ada teroris ya haha. Malaysia atau tidak di daerah sana
ya, ke FIU-nya Malaysia, seperti itu bisa. Jadi kerjasama dalam negeri
dan luar negeri, disini sudah ada catatan lengkapnya dari mana saja
informasi. Termasuk juga CBCC, pembawaan uang tunai lintas batas itu,
berarti ke Bea Cukai informasinya. (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
63
Universitas Indonesia
Sebagai lembaga independen PPATK juga memiliki kekuatan hukum dalam
menjalankan tugasnya. Menurut pasal 37 ayat 3 dan 4, PPATK tidak boleh
dicampurtangani oleh pihak manapun dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya serta kepala dan wakil kepala PPATK wajib menolak segala
campur tangan. Selain itu dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, terhadap PPATK tidak berlaku
ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengatur
kerahasiaan.
Dengan undang-undang itu pula PPATK diperkuat wewenangnya.
Wewenang PPATK tersebut mewajibkan setiap PJK melaporkan semua transaksi
yang mencurigakan serta menerapkan prinsip Know Your Costumer (KYC) pada
lembaga yang terkait. PJK sendiri harus melakukan analisa terlebih dahulu kepada
nasabahnya sebelum akhirnya melaporkan transaksi yang mereka curigai ke
PPATK.
“Jadi PJK melakukan analisis sendiri, apa ya disebutnya, seperti
mengecek nasabahnya itu. Seperti Know Your Costumer, terkait profile
terkait pola transaksi segala macam kaya begitu-begitu. Atau tidak
dibagian terkait patut diduganya terkait tindak pidana, misalnya PJKnya
dapat informasi dari koran atau media, oh ini atas nama ini alias, alias,
alias. Dia akan sering mengecek, oh ini nasabahnya, atau tidak dia dari
list yang dibuat oleh pemerintah atau yang dibuat oleh PBB misalnya ada
link-link yang dibuat terkait terorisme. Dengan itu checklist-checklist-nya,
jadi hampir sepenuhnya PJK yang punya disebutnya red flag apa sih yang
disebutnya, punya alert system. Oh ini orang ini nih, kalau sistemnya
sudah semakin baik jadi caranya seperti itu, sudah laporkan ke PPATK”
(wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Hal-hal tersebut juga berlaku untuk pendanaan terorisme, mengingat pendanaan
terorisme dan pencucian uang hampir sama karena mempergunakan sistem
keuangan untuk menyamarkan asal usul uang.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
64
Universitas Indonesia
“kita amat sangat banyak membantu justru dari level yang kedua yang
balik arah, dimana penegak hukum minta ke PPATK dan disebutnya
bukan, kitakan disebutnya hasil analisis yang PPATK ke penegak hukum,
ini disebutnya hasil informasi atau inquiry IHA, Informasi Hasil Analisis
disebutnya begitu dikenalnya. Nah itu, dilakukan penyidik biasanya sudah
punyakan tahu jaringan-jaringan si pelaku narkotiknya, mereka intelnya
lebih jago punya jaringan segala macam, di infolah ke kita dan kita minta
data ke bank itu yang banyak kita bantu justru. Dari situ, karena penyidik
sudah tahu duluan dengan segala kewenangan yang ada di penyidik,
mereka lebih bisa” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
PPATK merupakan sebuah FIU yang peran dan fungsinya berbeda dengan
penyidik. PPATK tidak harus membuktikan bahwa laporan transaksi keuangan
yang mencurigakan tersebut terbukti terjadi pelanggaran atau tindak pidana.
PPATK hanya meneruskan ke penyidik, dalam hal ini aparat penegak hukum, agar
hasil analisis yang dibuat oleh PPATK dibuktikan dengan mendapatkan pelaku
serta barang bukti untuk dibawa ke pengadilan.
“tidak harus informasi yang disampaikan PPATK ke penyidik ke
pengadilan. Jadi misal HA PPATK itu ada 10, belum tentu semuanya ke
pengadilan, karena PPATK itu bukan penyidik yang harus membuktikan.
Tapi PPATK itu menduga ada tindak pidana, jadi nanti penyidik akan
mengolah lagi. Misalnya penyidik nanti “aduh ini tidak ketemu
orangnya”, bisa saja seperti itu, berarti tidak bisa kepenyidikan karena
orangnya tidak ketemu. Seperti itu, meskipun ada dugaan tindak pidana.
Atau bisa KTP-nya palsu, kita sudah analisis tapi KTP palsu jadi tidak
ketemu orangnya jadi tidak bisa. Jadi belum tentu ke pengadilan, tapi kita
punya report.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Sehingga secara umum peran dan fungsi PPATK ada menerima laporan,
menganalisis lalu meneruskan ke penegak hukum untuk di lakukan penyidikan.
Selain itu PPATK juga menerima permintaan khususnya dari penegak hukum
untuk menganalisa suatu transaksi kejahatan yang diperlukan untuk proses
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
65
Universitas Indonesia
penyidikan. PPATK juga mempunyai sebuah database transaksi-transaksi
keuangan yang mencurigakan yang dapat dipergunakan untuk analisa dikemudian
hari. Sehingga database tersebut selalu terbaharui dan dapat dipergunakan
sewaktu-waktu untuk menunjang analisis transaksi mencurigakan.
4.3. Komite TPPU dan Strategi Nasional
Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang atau yang dikenal sebagai Komite TPPU adalah sebuah komite
yang dibentuk dan diatur serta bertanggung jawab kepada presiden dengan
Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2012. Perpres tersebut keluar didasarkan pada
untuk pelaksanaan ketentuan pasal 92 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Komite Koordinasi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak pidana Pencucian Uang. Komite ini
terbentuk untuk meningkatkan koordinasi antar-lembaga terkait dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana yang
ditulis di pasal 92 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010.
“komite TPPU yang fungsinya itu terkait dengan kebijakan pencegahan dan
pemberantasan TPPU tapi dia juga punya program-program kerja tertentu bukan
hanya terkait dengan pencucian uang tapi juga dengan pendanaan terorisme.”
(wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Dalam menjalankan tugasnya tersebut, Komite TPPU memiliki fungsi
antara lain (pasal 4 Perpres 6/2012) :
1. merumuskan arah, kebijakan, dan strategi pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
2. mengkoordinasikan pelaksanaan program dan kegiatan sesuai arah,
kebijakan, dan strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang;
3. mengkoordinasikan langkah-langkah yang diperlukan dalam
penanganan hal lain yang berkaitan dengan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang termasuk pendanaan
terorisme; dan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
66
Universitas Indonesia
4. memantau dan mengevaluasi atas penanganan serta pelaksanaan
program dan kegiatan sesuai arah, kebijakan dan strategi pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
“PPATK berkait disitu karena PPATK menjadi sekretaris. Itu level
ministerial, kemudian level Dirjen atau level eselon 1, kepala PPATK
menjadi ketua. Jadi misalnya begini, untuk ministerial pertemuan setahun
sekali kalau untuk yang level ini kalau tidak salah 6 bulan sekali atau 3
bulan sekali nanti dicek kembali ya. Kaya begitu, ini benar-benar program
kerjanya lebih teknis sifatnya, yang kebijakannya level ministerial.”
(wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Komite ini sekurang-kurangnya melakukan pertemuan satu kali setiap tahun
untuk membahas pogram kerjanya. Kedudukan PPATK di dalam Komite TPPU
merupakan sebagai Sekretaris merangkap Anggota. Adapun susunan anggota
Komite TPPU adalah sebagai berikut (pasal 5 Perpres 6/2012) :
Tabel 4.1
Susunan Keanggotaan Komite TPPU
Sumber : Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2012
Ketua : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan
Wakil Ketua : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Sekretaris merangkap
Anggota
: Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan
Anggota : 1. Gubernur Bank Indonesia
2. Menteri Keuangan
3. Menteri Luar Negeri
4. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
5. Menteri Dalam Negeri
6. Jaksa Agung
7. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
8. Kepala Badan Intelijen Negara
9. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
10. Kepala Badan Narkotika Nasional
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
67
Universitas Indonesia
Komite nasional ini bukan sebuah lembaga baru tetapi sebuah wadah untuk
bekerja sama dalam menanggulangi permasalahan yang berkaitan dengan
pencucian uang maupun pendanaan terorisme. Kerja sama tersebut dilakukan
dengan berbagai pihak mulai dari tingkat dirjen hingga satuan tugas yang lainnya.
“Kaya lingkup kerjasama, tapi kerjasamanya banyak instansi, lebih dari
10 instansi. Kaya misalnya begini, sekarang core kita dengan penyedia
jasa keuangan atau tidak dengan pihak pelapor dimana kita berhubungan
dengan BI, Bappepam regulatornya. Atau Kementrian Keuangan untuk
asuransi atau LK, Lembaga Keuangan. Kemudian untuk balai lelang
segala macam karena mereka punya regulator di Kementrian Keuangan.
Kemudian kita berhubungan dengan penegak hukum paling polisi, maksud
saya 6 penyidik, jaksa kemudian hakim kaya begitu. Nah ini di komite
kordinasi lingkupnya lebih luas, contoh single identity kita berhubungan
dengan siapa? Kementrian Dalam Negeri. Kemudian terkait perampasan
aset, ada RUU Perampasan Aset, dengan kejaksaan dengan kepolisian
dengan BIN misalnya kaya begitu. Atau pendanaan terorisme contoh
dengan BIN dengan Densus 88. Jadi lingkupnya lebih luas, Kementrian
Dalam Negeri, Kementrian Hukum dan HAM, BI, regulator masuk,
penegak hukum masuk, kecuali hakim ya tidak masuk. Tapi instansi lain
yang kayanya tidak terlalu berkaitan dengan PPATK tapi banyak mereka
tupoksinya yang berkaitan dengan strategi nasional. Nah itu ada
penjelasannya tentang strategi nasional, kaya apa latar belakangnya,
kemudian strateginya apa saja, apa saja yang perlu dilakukan program
kerjanya termasuk siapa instansi yang terlibat, core instansinya siapa itu
ada di strategi nasional.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Sedangkan dalam tataran Tim Pelaksana PPATK berada pada posisi sebagai
Ketua, Tim Pelaksana ini dibentuk untuk membantu Komite TPPU menjalankan
tugas dan fungsinya. PPATK diwakili oleh Deputi V Keamanan Nasional pada
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, tim ini juga
memiliki 18 anggota. Susunan keanggotaan dari Tim Pelaksana antara lain
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
68
Universitas Indonesia
sebagai berikut (pasal 8 Perpres 6 No. 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang) :
Tabel 4.2
Susunan Tim Pelaksana Komite TPPU
Ketua : Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Wakil Ketua : Deputi V Keamanan Nasional pada Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
Anggota : 1. Deputi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Bidang Kerjasama Ekonomi Internasional;
2. Deputi Gubernur Bank Indonesia
3. Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem
Pembayaran
4. Direktur Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan
5. Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan
6. Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan, Kementerian Keuangan
7. Direktur Jenderal Multilateral, Kementerian Luar
Negeri
8. Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional,
Kementerian Luar Negeri
9. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
10. Direktur Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia
11. Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik,
Kementerian Dalam Negeri
12. Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan dan
Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri
13. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum
14. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus
15. Kepala Badan Reserse Kriminal, Kepolisian Negara
Republik Indonesia
16. Deputi Kepala Badan Intelijen Negara Bidang Kontra
Intelijen
17. Deputi Penindakan dan Pembinaan kemampuan Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme
18. Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Sumber : Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2012
Komite TPPU mempunyai Strategi Nasional yang harus dilaksanakan setiap
anggota Komite TPPU yang dimana pelaksanaannya dibantu oleh Tim Pelaksana.
Strategi nasional ini berlaku selama kurang lebih 4 tahun dan sekarang yang
sedang berjalan adalah periode 2012-2016 menggantikan Strategi Nasional
periode 2007-2011. Strategi Nasional 2012- 2016 memiliki 12 (dua belas)
strategi, yaitu:
1. penerapan dan pengawasan penggunaan Nomor Induk Kependudukan
(NIK).
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
69
Universitas Indonesia
2. implementasi Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (UU PP TPPU) dengan percepatan
penyelesaian peraturan pelaksananya.
3. pengelolaan database secara elektronis dan ketersambungan
(connectivity) database yang dimiliki oleh beberapa instansi terkait.
4. peningkatan pengawasan kepatuhan Penyedia Jasa Keuangan (PJK).
5. percepatan penyusunan peraturan pelaksana dan persiapan
implementasi kewajiban pelaporan bagi PJK.
6. pengefektifan penerapan penyitaan aset (asset forfeiture) dan
pengembalian aset (asset recovery).
7. pengungkapan kasus-kasus terkait dengan TPPU dan kejahatan
terorganisir.
8. peningkatan peran serta masyarakat melalui kampanye publik.
9. peningkatan kerjasama internasional.
10. percepatan penyelesaian RUU Pendanaan Terorisme dan penyusunan
peraturan pelaksanaannya.
11. penanganan sektor remitansi secara komprehensif (implementasi UU
Transfer Dana).
12. penanganan sektor non profit organization secara komprehensif.
“ada strategi nasionalnya, program kerjanya termasuk single identity
number, itu banyak juga kaitan sama terorisme. teroris itu banyak yang
mempergunakan nama alias-alias, KTP-nya bisa lebih dari sepuluh itu
kenapa kebutuhan kita single identity number. Kemudian ini pendanaan
terorisme, RUU, masuk juga kedalam strategi nasional itu. Kemudian
pengawas NPO sektor, Non-Profit Organization, karena banyak
dipergunakan.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Strategi-strategi tersebut dalam pelaksanaan teknisnya akan dilakukan oleh
Tim Pelaksana dengan melakukan kerjasama antar lembaga-lembaga yang
tergabung di dalam Tim Pelaksana Komite TPPU. Strategi-strategi tersebut dibuat
untuk menguatkan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme yang
sedang berjalan di Indonesia.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
70
Universitas Indonesia
4.4. RUU Pendanaan Terorisme
Terorisme merupakan kejahatan internasional yang menimbulkan bahaya
terhadap keamanan dan perdamaian dunia serta merupakan pelanggaran berat
terhadap hak asasi manusia terutama hak untuk hidup. Di Indonesia terorisme
sudah ada sejak tahun 90an. Upaya untuk memberantas tindak pidana terorisme
telah dilakukan pemerintah, usaha itu hanya berfokus pada upaya menangkap
pelaku (follow the suspect), unsur pendanaan yang merupakan faktor utama dalam
setiap aksi terorisme belum tersentuh.
Upaya pemberantasan tersebut merupakan cara konvensional yakni hanya
dengan menghukum para pelaku tapi hal itu masih kurang maksimal. Upaya lain
yang perlu dilakukan untuk mencegah dan memberantas terorisme adalah dengan
menggunakan sistem dan mekanisme follow the money yang melibatkan penyedia
jasa keuangan, aparat penegak hukum, dan kerja sama internasional untuk
mendeteksi adanya suatu aliran dana yang digunakan atau diduga digunakan
untuk pendanaan kegiatan terorisme, karena suatu kegiatan terorisme tidak
mungkin dapat dilakukan tanpa adanya pelaku teror yang berperan sebagai
penyandang dana untuk kegiatan terorisme tersebut.
Ada beberapa ketentuan yang berkaitan dengan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana terorisme, diantaranya:
1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Tindak Pidana Pencucian Uang.
Upaya memasukan tindak pidana terorisme sebagai salah satu tindak pidana
asal (predicate crime) dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ternyata masih
belum dapat diimplementasikan secara efektif dalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme. Bahkan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
71
Universitas Indonesia
Terorisme menjadi Undang-Undang yang telah mengkriminalisasi pendanaan
terorisme sebagai tindak pidana ternyata masih banyak kelemahannya sehingga
pengaturannya belum menjamin kepastian hukum dan ketertiban hukum dalam
masyarakat.
“di dalam undang-undang pencucian uang kita menganggap ee
pendanaan terorisme itu menjadi salah satu tindak pidana asal, untuk
pencucian uang yang bisa disidik juga seperti itu.” (wawancara dengan L,
5 April 2012)
Sehingga indonesia berusaha memperbaiki perundangan mengenai
pendanaan terorisme dengan meratifikasi International Convention for the
Suppression of the Financing of Terrorism (Konvensi Internasional
Pemberantasan Pendanaan Terorisme) pada tahun 1999 menjadi Undang-Undang
No. 6 Tahun 2006’ tentang Pengesahan International Convention For The
Supression Of The Financing Of Terrorism.
“Indonesia sudah meratifikasi undang-undang 6 tahun 2006 tentang
pendanaan terorisme. Jadi ada konvensi PBB yang sudah diratifikasi oleh
Indonesia.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Selain itu juga untuk menjalankan 9 (sembilan) special recommendation
yang dikeluarkan oleh The Financial Action Task Force (FATF). Kesembilan
Rekomendasi tersebut merupakan standar internasional yang bertujuan untuk
menghalangi akses bagi para teroris dan pendukungnya untuk masuk ke dalam
sistem keuangan. Maka Indonesia membuat Rancangan Undang-Undang (RUU)
yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Walapun dalam
perkembangannya rekomendasi yang dikeluarkan FATF telah mengalami
perubahan tidak lagi 40+9 rekomendasi melainkan hanya 40 rekomendasi yang
mencakup semua aspek.
“Dan didalam RUU ini kita sudah berusaha untuk, sebelumnya belum ada
FATF yang baru itu, rekomendasi yang baru. Sebelumnya belum ada pada
saat penyusunan ini masih menggunakan yang lama, yang 40+9 itu. Nah
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
72
Universitas Indonesia
didalam RUU ini kita berusaha untuk mencapture semua yang diminta
oleh ee 9 rekomendasi itu.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Dalam RUU ini mengatur secara komprehensif mengenai kriminalisasi
tindak pidana pendanaan terorisme dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan
tindak pidana pendanaan terorisme, penerapan prinsip mengenali pengguna jasa,
pelaporan dan pengawasan kepatuhan, pengawasan kegiatan pengiriman uang
melalui sistem transfer atau pengiriman uang lainnya, dan juga semua pihak yang
melaksanakan pengiriman uang haruslah terdaftar di Bank Indonesia.
“di pasal berapa ya saya juga agak-agak lupa. Pasal 20an yah. Itu wajib,
pertama mereka itu wajib terdaftar, mewajibkan mereka untuk terregister
semuanya. …. Ee pengawasan terhadap pengiriman uang melalui sistem
transfer atau melalui pengiriman uang melalui sistem lainnya. Itu mereka
mempunyai kewajiban untuk terdaftar, terregister, terregisternya di BI
ya.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Pengawasan kegiatan pengumpulan dan penerimaan sumbangan,
pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar
daerah pabean Indonesia,
“iya atau pembawaan uang tunai lintas negara itu, cross border. Biasanya
itu yang mereka pergunakan, mereka jarang menggunakan bank-bank
konvensional seperti sekarang, mereka jarang mempergunakannya. Nah
didalam RUU kita sudah mengcapture kesana.” (wawancara dengan L, 5
April 2012)
Mekanisme penundaan transaksi dan pemblokiran, penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, serta kerjasama baik nasional
maupun internasional dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pendanaan terorisme.
“disini juga kita ada sistem serta merta ee apa namanya fra? Serta merta,
jadi begini, ee polisi itu mengeluarkan daftar teroris atau orang terduga
teroris dan dia mengajukan kepada pengadilan negeri. Untuk menetapkan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
73
Universitas Indonesia
mereka-mereka itu sebagai teroris atau daftar organisasi teroris, untuk
ditetapkan dengan pengadilan. Kemudian mekanismenya ya, dari
pengadilan mengeluarkan penetapan, setelah dikeluarkan penetapan si
kepolisian ini akan mengirimkan kepada seluruh LPP, Lembaga
Pengawas Pengatur. Untuk diumumkan juga kepada PJK, Penyedia Jasa
Keuangan. Pada saat PJK menerima nama itu, misalnya namanya si
Abdul Kadir, si Abdul Kadir ini ternyata sudah masuk dalam daftar teroris
atau mungkin dia punya organisasi yang masuk dalam organisasi teroris.
Itu begitu bank menerima, tanpa bank berpikir panjang dia harus
langsung memblokir, pemblokiran serta merta. Jadi tidak harus lagi, aduh
ini benar tidak ya, tidak! Begitu ada list dari LPP yang awalnya
disampaikan oleh polisi, mereka punya kewenangan untuk itu. disitu kita
upaya untuk uang itu berhenti tidak bergerak, seperti itu”. (wawancara
dengan L, 5 April 2012)
Pada dasarnya RUU ini dimaksudkan untuk membentuk suatu aturan hukum
yang komprehensif tentang Tindak Pidana Pendanaan Terorisme sebagai salah
satu cara untuk mewujudkan tujuan nasional, terciptanya penegakan hukum dan
ketertiban yang konsisten dan berkesinambungan.
“Apabila RUU ini disahkan ya, itu semua harus terregister. Semua setiap
yang melakukan pengiriman uang harus tahu siapa yang melakukan
pengiriman uang, kemudian identitas yang akan dikirimkan uang, asal
usul uangnya darimana. Itu semua seperti bank konvensional, jadi ada
penerapan KYC sederhana didalamnya. Kalau yang sekarang tidak,
sistemnya hanya kepercayaan seperti itu dan itu banyak sekali
dipergunakan oleh pelaku-pelaku pendanaan terorisme.” (wawancara
dengan L, 5 April 2012)
Sehingga dengan disahkannya RUU tersebut peran dan fungsi PPATK
dalam menanggulangi pendanaan terorisme akan semakin kuat. RUU ini juga
mengatur mengenai pemblokiran, hal itu akan mempersempit ruang gerak bagi
para teroris untuk memperoleh uang untuk mendanai kegiatannya. Disamping itu
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
74
Universitas Indonesia
dengan adanya RUU ini maka pengadilan dapat mengeluarkan nama-nama baik
itu perorangan maupun organisasi yang berkaitan dengan terorisme. Dengan
demikian siapa saja yang termasuk di dalam daftar itu otomatis akan terblokir
dana yang berada di sistem keuangan. Hal-hal tersebut pasti akan mempersempit
ruang gerak bagi para pelaku kejahatan terorisme.
4.5. Kendala yang dihadapi
Dalam menanggulangi pendanaan terorisme PPATK mengalami beberapa
kendala yang cukup berarti. Kendala yang pertama adalah sulitnya PPATK untuk
mendeteksi aliran dana yang dipergunakan untuk mendanai terorisme. Hal
tersebut dikarenakan dana yang ada atau dipergunakan untuk mendanai terorisme
tergolong kecil-kecil tidak seperti pencucian uang yang dananya bisa ratusan juta
maupun milyaran. Sehingga PPATK sulit untuk membedakan aliran dana yang
berlatar belakang untuk mendanai terorisme dengan transaksi yang bersih.
“karena uangnya kecil-kecil dan menggunakan transaksi tunai membuat
kita agak susah mendeteksi. Bagaimana pihak pelapor mungkin masih
sulit untuk mencurigai iya atau tidaknya terkait pendanaan terorisme
karena itu sesuai profile nasabah segala macam, agak bingung
menentukan red flag kaya seperti itu, itu ada beberapa kendala terkait.”
(wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Kesulitan tersebut memang menjadi kendala utama PPATK dalam
menanggulangi pendanaan terorisme. Bahkan biasanya PPATK baru mengetahui
aliran dana yang terkait dengan pendanaan terorisme setelah terjadinya serangan
teroris seperti bom bali. Hal itu juga menyulitkan PJK dalam menetukan
nasabahnya yang terkait dengan pendanaan terorisme. Biasanya awal mula
PPATK menemukan adanya aliran dana pendanaan terorisme berdasarkan laporan
dari pihak penegak hukum yang mengetahui jaringan teroris yang akan beraksi.
Oleh karena itu sulit sekali untuk mencegah aliran dana pendanaan terorisme.
“untuk saat ini memang agak sulit ya untuk pencegahan pendanaan
terorisme itu agak sulit. Karena biasanya kita PPATK itu tahu ada
transaksi-transaksi mencurigakan terkait pendanaan terorisme itu
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
75
Universitas Indonesia
misalnya pada saat bali bombing itu. Jadi pada saat setelah terjadinya
teroris atau setelah mencuat ke permukaan, baru PPATK melacak
biasanya seperti itu. Permintaan dari penegak hukum, Karena memang
kemampuan dari PJK untuk menganalisis yang mencurigakan terkait
teroris atau organisasi teroris atau tidak itu masih rendah. Masih sulit
sekali, jadi kita biasanya yang seperti yang dibilang itu pancingannya
justru dari penegak hukum. Ketika mereka melihat ada jaringan teroris
mereka baru info ke kita, barulah kita lihat transaksi keuangan terkait
jaringan ini dia kemana saja uangnya. Jadi biasanya sudah terjadi atau
pun sedang mencuat baru PPATK, untuk pencegahannya masih cukup
sulit.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Kendala lainnya yang dialami PPATK adalah tidak adanya nomor identitas
yang satu bagi setiap warga negara, biasanya pelaku memasukkan dan mengambil
dana pada hari yang sama, pelaku mempergunakan rekening pihak ketiga, prinsip
KYC tentang pendanaan terorisme yang masih lemah, sedikitnya sumber daya
untuk pengembangan pemberantasan pendanaan terorisme, dan belum adanya
kerjasama antar negara. Selain melalui jalur perbankan pendanaan terorisme juga
kerap melalui pembawaan uang tunai lintas negara atau cross border cash carrier
(CBCC). Hal itu juga menyulitkan bea cukai untuk mendeteksi apakah terkait
pendanaan terorisme atau tidak.
“CBCC pun rata-rata Bea Cukai tidak bisa mendeteksi karena uangnya
kecil-kecil, kalau dia cuma bawa, maksimal 100 juta tapi kalau dia bawa
50 juta. Jadi memang sedikit kesulitan juga, kecuali Bea Cukainya,
mereka punya pertemanan dengan Bea Cukai seluruh dunia atau tidak
berhubungan dengan Polri berhubungan dengan BIN disebutnya ada
informasi intelijen. Jadi DJBC pun dapat informasi dari mereka itu, “oh
ini targetnya orang ini” baru mereka beraksi. Seperti itu, jadi pada
dasarnya mereka juga, seperti PJK juga, sedikit kesulitan kalau dia harus
sendiri bahwa ini terkait terorisme. Mereka harus punya list ini, punya list
penumpang punya informasi dari ini, baru dia punya target.” (wawancara
dengan AA, 5 April 2012)
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
76
Universitas Indonesia
Belum lagi dari kegiatan-kegiatan yang melibatkan Non-Profit Organization
(NPO). Sulit sekali mendeteksi NPO yang ada di Indonesia terkait dengan
jaringan terorisme atau tidak. Biasanya jaringan terorisme mempergunakan NPO
untuk menghimpun dana dalam rangka untuk melakukan kegiatannya. Di
Indonesia perizinan untuk mendirikan NPO bisa dari kementerian apa saja
sehingga menyulitkan untuk dilakukannya pengawasan dan audit terhadap NPO
yang ada di Indonesia.
“kalau di kita itu banyak perizinan NPO. Kira-kira ada di 10 instansi, ada
di Departemen Agama, ada Departemen Sosial, ada Departemen
KumHAM, Departemen Luar Negeri ada juga Departemen Dalam Negeri.
Itu banyak sekali, sehingga sebenarnya administrasi negara kita masih
berantakan sekali. Kalau di Amerika itu sudah terpusat dan si instansi,
instansi apa ya aku lupa, si instansi itu berwenang untuk memeriksa
laporan keuangan dari masing-masing NPO. Jadi disitu dia akan terlihat,
ini sebenarnya dana yang diambil dari charity dari masyarakat-
masayarakat itu sebenarnya memang benar-benar digunakan untuk
kemanusiaan atau untuk kegiatan lain seperti untuk mendanai terorisme.
Itu lebih tersistematis, kalau di Indonesia itu masih berantakan sekali.
Sehingga untuk tahu, ya aku memberikan zakat ke salah satu NPO seperti
itu aku tidak tahu uangnya dikemanakan, kita hanya modal percaya saja.
Dan tidak ada yang mengawasi mereka, yang mengawasi banyak sekali
sehingga membingungkan, siapa yang harus mereport ke PPATK itu
membingungkan seperti itu.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Sangat sulit memang untuk mendeteksi pendanaan terorisme, tidak seperti
pencucian uang yang cukup jelas terlihat indikasi-indikasinya. Pendanaan
terorisme memang harus personal dalam mengindikasi terkait dengan pendanaan
terorisme atau tidak. Sulit jika hanya melihat dari aliran dana ataupun jumlah dana
yang ada. Sehingga memang sangat diperlukan hal-hal pendukung dalam
mendeteksi pelaku dari pendanaan terorisme. RUU Pendanaan Terorisme ini
memang sangat diperlukan untuk mendeteksi pendanaan terorisme secara dini.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
77
Universitas Indonesia
“memang terorisme itu, ee terlihat itu memang dari orangnya, kalau
dilihat dari dananya itu akan susah. Beda dengan pencucian uang, kalau
pencucian uang itu dilihat dari dananya itu mudah sekali ya. Dilihat dari
dananya, pokonya diluar profile pasti ini dicurigai. Tapi kalau teroris
tidak, akan sulit jika melihat dari dananya itu karena kecil-kecil. Tapi kita
melihat dari orangnya, oh ini sudah diduga sudah ada penetapan dari,
kalau RUU ini jadi, pengadilan. Sudah tanpa ba bi bu langsung blokir-
blokir-blokir, yang akan dilakukan oleh PJK nantinya kedepan.”
(wawancara dengan L, 5 April 2012)
Sudah pasti dengan disahkannya RUU ini peran dan fungsi PPATK akan
menjadi lebih kuat. Akan tetapi kendala-kendala diatas tidak hanya dari PPATK,
PJK juga memiliki kendala dalam memahami pendanaan terorisme.
“Yang pasti dengan ada ini, memperkuat, undang-undang ini akan
memperkuat pelaksanaan tugas dan fungsi PPATK. Tapi kendala pun
bukan hanya dari PPATK saja, tapi dari pihak PJKnya juga begitu.”
(wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Belum lagi didalam RUU tersebut banyak hal-hal yang dapat PPATK dan
pihak-pihak terkait lakukan untuk menanggulangi pendanaan terorisme. sebagai
contoh adalah semakin jelasnya KYC yang khusus tentang pelaku pendanaan
terorisme serta adanya daftar pelaku teroris yang dikeluarkan. Hal tersebut
memudahkan PJK dalam melihat atau memblokir rekening orang yang terdaftar
dalam daftar teroris tersebut.
“apalagi nanti kalau RUU ini jadi lebih itu pasti lebih optimal lagi
PPATK kerjanya. Seperti itu, karena memang sekarang seperti yang saya
bilang tadi, kalau PJK menilai transaksi orang itu mencurigakan atau
tidak yang bukan terkait teroris itu sudah cerdas, sudah pintar mereka.
Mereka indikasinya banyak sekali, KYC-nya sudah lengkap, tapi untuk
yang teroris mereka masih. Karena memang uangnya kecil teroris, karena
membuat bom itu tidak mahal loh, hanya jutaan itu sudah bisa membuat
bom. Berbeda dengan kasus-kasus pencucian uang, dimana kita red flag-
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
78
Universitas Indonesia
nya sudah jelas, kok dia PNS kenapa gajinya besar atau tidak oh ini tiba-
tiba gajinya besar seperti itu. Itu terlihat ya, kalau ini tidak, karena rata-
rata profilenya uangnya memang kecil-kecil. Sistemnya pass by, jadi
misalnya uang masuk lalu tarik-tarik kecil-kecil, sama apa bedanya
dengan saya. Uang masuk, saya PNS kecil uangnya dikit, masuk-masuk-
masuk tapi apa iya saya teroris. Tapi ketika tiba masuk uang 300 juta baru
red flag atau warrant, tapi ternyata pelaku teroris tidak begitu, mereka itu
uangnya kecil-kecil sekali jadi memang agak sulit untuk ditangani, beda
dengan pencucian uang yang murni.” (wawancara dengan L, 5 April
2012)
RUU tersebut sangatlah komperehensif, walaupun didalam UU No. 8 Tahun
2010 sudah cukup tetapi tuntutan dunia internasional mengharuskan adanya
undang-undang khusus. Selain itu RUU ini sangatlah mendetail dalam mengatur
pengiriman uang maupun perusahaan yang terlibat dalam jasa pengiriman uang.
“ini memang sangat komperehensif, lebih komperehensif. Karena kita
berusaha mengcapture semua yang direkomendasikan oleh FATF.
Berbeda dengan undang-undang nomor 8, tapi sebenarnya dengan
menggunakan undang-undang 8 pun sudah bisa. Cuma memang tidak
detail sampai mengatur tentang pengiriman uang yang wajib terregister,
tidak sampai seperti itu.” (wawancara dengan L, 5 April 2012).
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
79 Universitas Indonesia
BAB V
KASUS PENDANAAN TERORISME
Tindak pidana pencucian uang memiliki perbedaan dengan pendanaan
terorisme walaupun dalam prosesnya terdapat beberapa persamaan. Pencucian
uang dilakukan karena pelaku ingin menikmati hasil kejahatannya namun orang
lain tidak mengetahui dari mana asal uang tersebut. Sedangkan pendanaan
terorisme tidak demikian sebab uang yang digunakan untuk mendanai kegiatan
teror tidak jarang yang berasal dari usaha yang sah.
“kalau pencucian uang itu dijamin harta hasil, itu uangnya itu, atau harta
kekayaan itu adalah hasil kejahatan, itu sudah pasti. Misalnya dari
korupsi atau illegal logging ada illegal fishing.” (wawancara dengan L, 5
April 2012)
Untuk pencucian uang, kejahatan-kejahatan asal sudah jelas tercantum
pada UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang. Kejahatan tersebut antara lain: korupsi, pencurian,
perdagangan narkoba, maupun perdagangan senjata. Berbeda dengan pendanaan
terorisme, walaupun terorisme dimasukkan juga sebagai kejahatan yang bisa
berasal dari tindak pidana pencucian uang tetapi pendanaan terorisme bukanlah
pencucian uang. Uang yang dipergunakan untuk kegiatan teror bisa berasal dari
hasil pencucian uang namun bisa juga berasal dari kegiatan usaha yang legal
kemudian uang tersebut dipergunakan untuk melakukan kegiatan teror di
masyarakat.
“di pasal 2 itu disebutkan jenis-jenis tindak pidananya. Tetapi kalau
pendanaan terorisme belum tentu, bisa jadi dia hartanya sah, misalnya
uang saya gaji saya tapi saya pakai buat kamu untuk melakukan teror.
Uang ku sah loh dari gaji aku kasih ke kamu. Tapi kalau pencucian uang,
murni uangnya itu hasil kejahatan dan dia mau menikmati hasil kejahatan
itu. Tetapi untuk pendanaan terorisme tidak, motivasi dia untuk menikmati
itu sebenarnya tidak ada ee bisa dibilang tidak ada. Tapi motivasi dia
terkait untuk melakukan tindak pidana terorisme, itu perbedaannya antara
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
80
Universitas Indonesia
pencucian uang dengan pendanaan terorisme.” (wawancara dengan L, 5
April 2012)
Jadi dapat dikatakan bahwa hal yang paling membedakan antara pencucian
uang dan pendanaan teror terletak pada motivasi pelaku dalam mengelola uang.
Motivasi pelaku money laundering adalah untuk menikmati hasil setelah uang
tersebut diputar dan terkesan legal, sementara itu motivasi pendanaan teror adalah
untuk membiayai seluruh kegiatan teror. Bila pelaku teror melakukan pencucian
uang kemudian hasil dari pencucian uang tersebut digunakan untuk membiayai
kegiatan terornya, maka dapat dikatakan bahwa ia melakukan pendanaan teror.
Dari penjelasan ini dapat terlihat bahwa dalam pendanaan teror, uang yang
digunakan untuk membiayai teror tidak selalu uang "kotor" sebab uang legal
seperti uang hasil usaha atau gaji dari para pelaku bisa menjadi sumber pendanaan
teror. Jadi sumber pendanaan teror bukan hanya hasil pencucian uang saja.
PPATK, dalam menjalankan fungsinya, melakukan analisa terhadap data
yang ditemukan oleh PJK. Laporan dari PJK tersebut adalah laporan tentang
transaksi yang mana pelakunya langsung membawa uang tunai atau transfer via
Bank yang terkait pendanaan terorisme. Dikemudian hari PPATK juga akan
mendapatkan laporan dari PJK yang berhubungan dengan transfer dana yang
berhubungan dengan kegiatan teror. Hal ini baru dapat dilakukan setelah
disahkannya RUU pendanaan terorisme.
“Nah sekarang fungsi PPATK yang secara umum itu dengan core business
apa terkait dengan pendanaan terorisme. Berarti yang pertama, yang dari
sisi pertama yang PJK temukan, itu terkait pendanaan terorisme berarti
tetap dengan transaksi yang ada dua laporan, kalau dulu, dan sekarang
ditambah dengan transfer dana ada dipasal 23 ayat 1 yang dia
sebenarnya terima TKM, TKT yang 500 juta. Kemudian satu lagi transfer
dana, transfer dana itu baru berlaku nanti. Sekarang kita fokus pada dua
TKM dan juga TKT 500 juta, TKT tahukan tunai. Nah sekarang
problemnya nanti mas baca, mba Lista sudah sediakan slide, itu rata-rata
pendanaan terorisme uangnya kecil-kecil.” (wawancara dengan AA, 5
April 2012)
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
81
Universitas Indonesia
Sebagaimana yang diceritakan oleh narasumber dari PPATK bahwa
kebanyakan transaksi pendanaan terorisme yang ditemukan tidaklah sebesar
pencucian uang. Hal ini cukup menyulitkan untuk mendapatkan laporan dari PJK,
karena PJK hanya bisa melaporkan transaksi-transaki yang tidak tunai.
“Nah transaksinya ini rata-rata kecil kemungkinan kecil dia pakai TKT,
alhasil yang harus dilakukan pihak pelapor dalam hal ini PJK itu
pakainya TKM kebanyakan,” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Laporan PJK yang kebanyakan dalam bentuk TKM menyulitkan PPATK
untuk mendeteksi transaksi yang berkaitan dengan pendanaan terorisme. Pada
umumnya pendanaan teror yang dilakukan secara tunai, menggunakan jasa kurir
dalam transaksinya. Hal inilah yang menyulitkan PPATK untuk mendeteksi dan
juga mencegah terjadinya pendanaan teror. Selain itu, sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya, transaksi pendanaan teror pada umumnya dilakukan dalam
skala kecil.
“Jadi rata-rata karena jumlahnya kecil-kecil jarang TKT, maksudnya TKT
yang ketahuan kalau misalnya mereka tunai mereka via kurir banyak, jadi
banyak kendalanya kita. Nanti disana ada pendanaan terorisme dimana,
apa namanya, kendalanya karena kalau mereka transaksi tunai via kurir.
Jarang via bank, dan kalau via bank itu yang ketahuannya kecil-kecil,
dimana mereka sistemnya misalnya ada uang masuk 10 juta dia tarik 500-
500, atau 1 juta-1 juta, atau tidak 100 juta lalu ditarik 5 juta-5 juta seperti
itu. Biasanya kaya begitu, kalau tidak penipuan biasanya itu pendanaan
terorisme, itu yang kesulitannya. Kemudian mereka report ke kita ya kan,
kemudian kita kasih ke penegak hukum. Itu sangat kecil kalau mas liat di
statistik terkait kita report, apa namanya, pendanaan terorisme.”
(wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Dengan demikian kendala yang PPATK alami untuk menanggulangi
pendanaan teror ada 2 poin yaitu: (1) transaksi lebih banyak dilakukan secara
tunai. Hal ini menyulitkan pelacakan karena batas transaksi berada dibawah batas
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
82
Universitas Indonesia
minimum yang harus dilaporkan ke PPATK; (2) pada umumnya transaksi
penarikan via bank dilakukan dalam jumlah kecil sehingga tidak terlihat
mencurigakan. Kendala-kendala tersebut menyebabkan PPATK membutuhkan
data yang lebih menyeluruh dan komprehensif dalam rangka penanggulangan aksi
teror.
Ada beberapa kasus pendanaan terorisme di Indonesia yang dianalisis oleh
PPATK, seperti kasus Abu Dujana dan Zarkasi. Sejak awal tahun 2003 baru dua
kasus tersebut yang telah memiliki putusan di pengadilan.
“kalau untuk kasus yang sudah inkrah sih, sebenarnya itu juga masih
mempergunakan undang-undang teroris ya, itu ada dua kasus ya Abu
Dujana dan Zarkasih yang menggunakan pendanaan terorisme.
Sebenarnya unsurnya unsur pendanaan terorisme tapi mempergunakan
undang-undang teroris, undang-undang 15 tahun 2003 itu ada dua kasus,
setahu saya baru dua kasus yang sudah inkrah. Tapi terkait dengan
PPATK apa ya, LHA nya ya mungkin, yang sudah disampaikan ke
penyidik. Kira-kira ada 40an untuk pendanaan teroris. Bisa dilihat ke
statistik itu” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Khusus untuk PPATK sendiri yang hanya berfungsi sebagai penganalisis
hanya melihat dari segi hasil analisis mereka yang terkait dengan pendanaan
terorisme. Hingga sekarang sudah ada sekitar 40 laporan yang diberikan kepada
penegak hukum untuk dilakukan penyidikan. Kedua pelaku ini terbukti
melakukan atau membantu dalam penggalangan dana, baik itu dana dicari sendiri
maupun yang diberikan oleh jaringan teroris luar negeri.
Kedua kasus tersebut berhubungan dengan kelompok teroris Al Jamaah Al
Islamiyah (JI). Pada tahun 2008 lalu Abu Dujana alias Ainul Bahri divonis
bersalah karena melakukan pendanaan terorisme. Ainul Bahri terbukti melakukan
kejahatan terorisme dan termasuk didalamnya melakukan pendanaan kegiatan
teror. Dia disebut sebagai pejabat penting dalam JI dan melakukan pengumpulan
dana bagi kegiatan-kegiatan JI. Pengadilan juga mengatakan dengan tegas bahwa
JI dinyatakan sebagai oraganisasi teroris dan tidak diperkenankan menjalankan
kegiatannya lagi dalam bentuk apapun. Walau demikian sampai saat ini, JI masih
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
83
Universitas Indonesia
berdiri dan tetap berjalan.
Hal ini seperti diutarakan dalam komunikasi peneliti dengan informan di
bawah ini :
“bahwa Ainul Bahri alias Yusron Mahmudi dinyatakan bersalah karena
secara sah dan meyakinkan mengkontrol, menjalankan, menyembunyikan senjata
api, amunisi dan bahan-bahan peledak lainnya untuk melakukan kejahatan;
dengan sengaja menyediakan bantuan dan fasilitas kepada teroris dalam bentuk
pendanaan; dengan sengaja menyediakan bantuan dan fasilitas kepada teroris
dengan menyembunyikan pelaku teroris dan informasi mengenai tindak pidana
terorisme.” (komunikasi email dengan AA, 12 April 2012)
Kasus ini ditegaskan kembali oleh informan lainnya :
“iya JI, Jamaah Islamiyah. Dan itu si Abu Dujana dkk itu, alias-alias
juga namanya, JI itu dianggap sebagai organisasi terlarang tapi tidak
tahu sampai sekarang masih berdiri. Nah dengan RUU ini jadi, akan bisa
memblokir dan segala macam.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Untuk kedua kasus tersebut murni dikenakan pasal yang berhubungan dengan
pendanaan terorisme. Mereka dikenakan pasal 11, 12, dan 13 undang-undang
terorisme.
“iya untuk kasus yang terkait pendanaan terorisme itu baru dua setahu
saya. Yang tidak dikaitkan dengan pencucian uang sama sekali, dia
dianggap sebagai pelaku teroris juga meskipun dia menggunakan pasal
yang pendanaannya ya, yang pasal 11, 12 ,13.” (wawancara dengan L, 5
April 2012)
Bunyi pasal 11 Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang terorisme adalah :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun, setiap orang yang dengan sengaja
menyediakan atau mengumpulkan dana dengan tujuan akan digunakan
atau patut diketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk
melakukan tindak pidana terorisme.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
84
Universitas Indonesia
Sedangkan pasal 12 berbunyi :
Dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun, setiap orang yang dengan sengaja menyediakan atau
mengumpulkan harta kekayaan dengan tujuan akan digunakan atau patut
diketahui akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk melakukan :
a. tindakan secara melawan hukum menerima, memiliki, menggunakan,
menyerahkan, mengubah, membuang bahan nuklir, senjata kimia,
senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau
komponennya yang mengakibatkan kematian atau luka berat atau
menmbulkan kerusakan harta benda;
b. mencuri atau merampas bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis,
radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya;
c. penggelapan atau memperoleh secara tidak sah bahan nuklir, senjata
kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau
komponennya;
d. meminta bahan nuklir, senjata kima, senjata biologis, radiologi,
mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya secara paksa atau
mengancam kekerasan atau dengan segala bentuk intimidasi;
e. mengancam :
1) menggunakan bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis,
radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya untuk
menimbulkan kematian atau luka berat atau kerusakan harta
benda; atau
2) melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf b
dengan tujuan untuk memaksa orang lain, organisasi
internasional, atau negara lain untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu.
f. mencoba melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, atau huruf c; dan
g. ikut serta dalam melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam huruf a sampai dengan huruf f.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
85
Universitas Indonesia
Dan pasal 13 Undang-Undang terorisme berbunyi sebagai berikut :
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan
terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan :
a. memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta
kekayaan lainnya kepada pelaku tindak pidana terorisme;
b. menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme; atau
c. menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun
ketiga pasal tersebut membahas mengenai pemberian pidana terhadap orang yang
melakukan dukungan terhadap tindak pidana terorisme, termasuk didalamnya
pendanaan terorisme. Pasal 11 mengenai pendanaan terorisme, sedangkan pasal
12 juga mengenai pendanaan terorisme disertai dengan penjelasan tindakan
terorismenya. Lalu pada pasal 13 menyebutkan bantuan-bantuan lain yang
termasuk dalam memberikan dukungan terhadap tindak pidana terorisme.
Pengadilan akhirnya memvonis Ainul Bahri dengan kurungan penjara
selama 15 tahun karena terbukti melakukan 3 hal yaitu (PPATK, 2012) :
1. Menyembunyikan dan mengatur senjata, amunisi, dan bahan peledak yang
akan dipergunakan untuk kejahatan
2. Dengan sengaja membantu dan memfasilitasi kegiatan teror terutama melalui
pendanaan
3. Menyembunyikan informasi mengenai kegiatan teroris dengan sengaja.
Dalam melakukan usaha mendanai teror, para teroris memiliki beberapa
modus yang lazim dilakukan di Indonesia. Cara-cara yang biasanya dilakukan
adalah (PPATK, 2012) :
Pembawaan uang secara tunai
Transfer pelaku akan memindahkan uang tersebut ke rekening lain
untuk dipergunakan
Perampokan uang hasil permpokan tersebut akan dipergunakan
untuk mendanai kegiatan teror
Organisasi non-profi yang dipergunakan untuk menggalang dana
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
86
Universitas Indonesia
Sumbangan yang diarahkan untuk kegiatan teror penggalangan dana
berkedok sumbangan yang sebenarnya uang tersebut akan dipergunakan
untuk kegiatan terorisme
Sistem pengiriman uang alternatif contohnya hawala, karena tidak
terdaftarnya jasa tersebut dan tidak menggunakan sistem keuangan
biasa, menyebabkan kesulitan untuk diawasi
Modus-modus inilah yang umum dilakukan di Indonesia, kemungkinan besar
dana-dana yang masuk tersebut berasal dari Al-Qaeda atau organisasi teroris
lainnya.
“Misalnya dana dari luar negeri masuk ke Indonesia padahal itu dari Al-
Qaeda dari organisasi apa. Atau tidak di Indonesia sendiri, mas misalnya
diminta seumbangan 10ribu-10ribu, kita kalau atas nama keagaman biasa
pasti mengasih walaupun cuma kecil-kecil. Itu bisa digunakan untuk
kegiatan itu, dan kita tidak tahu kalau mereka, maksudnya kita tahu untuk
ibadah tapi ternyata mereka ibadah dengan sistem garis keras dimana
justru dipakai buat yang segala macam itu kita tidak tahu. Dan itu non-
profit organization itu seperti organisasi massa, yayasan segala macam
yang mengumpulkan dana tapi mereka tidak memberikan laporan
keuangan segala macam ke pemerintah, akuntabilitasnya tidak jelas.
Banyak tipologi kaya begitu, itu makanya mungkin kalau menurut saya
komite TPPU perlu dimasukkan strategi nasionalnya, banyak yang terkait
dengan pendanaan terorisme.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Pendanaan teror dan pencucian uang bisa dikatakan serupa tapi tak sama,
hal ini bisa dilihat pada tahapan-tahapan pencucian uang yang juga bisa dilakukan
dalam pendanaan terorisme. Tahapan placement, layering, maupun intergration
dapat dilakukan juga dalam pendanaan terorisme.
“berarti dia bisa saja dipecah-pecah bisa juga langsung integration bisa
juga placement di tempatkan. Nah sekarang begini, setahu saya tidak
pernah ada kajian mengenai itu tapi itu pertanyaan yang bisa dijawab.
Maksud saya begini, ketika dia menempatkan uangnya ke penyedia jasa
keuangan dengan profile yang oke. Jadi agak susah karena uangnya kecil-
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
87
Universitas Indonesia
kecil, cuma ketika aneh ketika dia ditarik sedikit-sedikit via ATM segala
macam. Itu berarti dia placement, tahap dimana dia placement, kemudian
dia tarik kecil-kecil, tarik-tarik kecil itu disebutnya nanti jadi integration
karena dia langsung pakai. Atau tidak dia bisa, kalau layering dia apa ya,
rata-rata hampir tidak pernah ada kasus dimana dia dipindah-pindah.
Justru saya melihat kebanyakan mereka placement, misalnya tadi contoh
kasus yang mba Lista bilang tentang hawala, dimana dia menempatkan
uang ke dalam suatu bisnis yang sah. Itu sebenarnya bisa integration juga,
jadi diintegration pun dia bisa. Maksud saya begini, kalau placement dia
menaruh ke penyedia jasa keuangan. Kalau dia integration berarti dia
menaruh ke kaya bisnis hawala, entah dia bikin bisnis hawalanya atau
tidak dia memasukan sebagian hartanya ke bisnis hawala. Begitu bisa,
bahkan sepertinya yang kedua bisa deh, yang layering itu. Dia membuat
usaha hawala itu, menutup-nutupi seolah itu usaha sah, karena layering
itu untuk menutupi jejak aset. Jadi bisa semua, intinya sih semua tindak
pidana yang dimaksud di pasal 2 pasti modusnya rata-rata begitu,
maksudnya 3 itu. Tapi dengan banyak perkembangan, tipologinya ada
seperti dipecah-pecah atau segala macam, tapi ini mungkin karena khusus
pendanaan terorisme tapi intinya bisa tiga-tiganya bisa masuk.”
(wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Jadi placement dalam pendanaan terorisme menempatkan uang yang akan
dipergunakan untuk mendanai kegiatan terorisme disuatu tempat baik itu Bank
maupun dijadikan modal usaha yang keuntungannya akan dipergunakan untuk
mendanai kegiatan terorisme. Di tahap layering uang yang sudah ditempatkan di
dalam bank misalnya, akan dipindah-pindahkan dengan cara ditransfer beberapa
kali. Hal itu bertujuan untuk mengaburkan asal mula uang itu pada rekening yang
pertama kali. Sedangkan integration uang yang sudah disamarkan akan disatukan
kembali dan dipergunakan untuk mendanai kegiatan terorisme.
Ada pula sistem hawala yang bisa dan sering dilakukan untuk pendanaan
terorisme. Sistem hawala itu merupakan sistem transfer uang yang dilakukan oleh
pihak bukan bank, pada umumnya antar individu atau organisasi dengan individu.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
88
Universitas Indonesia
Dalam menggunakan hawala dibutuhkan rasa saling percaya yang tinggi.
“dia bukan bank, sistemnya, mekanismenya seperti persaudaraan atau
kepercayaan. Hawala itu dari India kalau tidak salah namanya, ada hundi
juga Pakistan begitu-begitu. Jadi sistemnya begini, biasanya hawala itu
dipakai kalau yang sekarang itu untuk para TKI-TKI, TKI-TKI
mengirimkan uang ke keluarganya. Jadi sistem hawala itu biasa begini,
misalnya Afra itu TKI di Malaysia aku punya jasa itu, punya jasa
pengiriman uang. Afra memberikan uangnya ke aku tapi aku tidak transfer
begitu, aku punya saudara di Indonesia. Aku tinggal by phone saja, ini
dikirimkan ke Garut nomor segini-segini-segini. Nah dari situ langsung
dikirimkan, langsung kerumahnya si Afra di Garut sana.” (wawancara
dengan L, 5 April 2012)
Didalam sistem hawala ini tidak ada uang yang berpindah atau bergerak
dari satu tempat ketempat lain. Berbeda halnya dengan sistem keuangan atau
transfer Bank yang terjadi perpindahan uang hanya antar Bank. Selain masalah
pendanaan terorisme sistem hawala juga dapat dilakukan untuk pencucian uang.
“jadi tidak ada sistem uang bertransfer, hanya ada komunikasi-
komunikasi. Dan itu bisa apa ya mba? Apa namanya? Bisa dua hal
terjadi, pertama misalnya uang yang dikirim oleh si orang Indonesia ke
Garut itu bukan uang murni uang Afra. Tapi uang hasil narkoba, pelaku
narkoba bisa masuk ke sistem itu dengan dua jalur. Pertama dia benar-
benar, dia narkoba tapi dia melakukan, “saya usaha hawala”. Jadi
narkobanya terkaburkan dengan usaha sah, jadi dia benar-benar
melakukan kesannya usaha sah. Tapi hal kedua adalah misalnya si pelaku
narkoba itu punya temen mas, mas ini membuka usaha itu. Kemudian dia
bilang, “eh saya punya uang nih, kita join yuk”, “saya pemodal deh”.
Tanpa mas tahu kalau saya sebenarnya pelaku narkoba, jadi digabung ke
usaha sah sehingga seolah-olah sah. Jadi bisa si orang hawala itu tidak
tahu apa-apa dia sangka itu pemodal, bisa juga benar-benar memang
pelakunya melakukan itu, seperti itu mekanismenya.” (wawancara dengan
AA, 5 April 2012)
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
89
Universitas Indonesia
Untuk kasus pendanaan terorisme yang berasal dari kejahatan, PPATK
pernah membantu dalam mengusut kasus perampokan Bank CIMB di Medan
beberapa tahun yang lalu. Kasus perampokan tersebut memiliki hubungan dengan
usaha mendanai kegiatan terorisme.
“oh, contoh kasus itu tahu tidak mas, perampokan. Kalau yang PPATK
bantu ya, contoh kasus bank Niaga yang kaya mba Lista bilang.
Perampokan bank Niaga yang di medan kalau tidak salah. Patut dicatat
bahwa PPATK yang informasi hasil analisis, yang permintaan penegak
hukum, yang penegak hukum temukan. Itu penegak hukum temukan dan
PPATK bantu, jadi baru ketahuan belakangan kalau di Indonesia,
terorisme itu. “Ooh ternyata ini hasil perampokan yang merampok bank
Niaga”, seperti itu. Kemudian, kalau narkotika justru aku tidak terlalu
tahu ya, tapi kalau NPO di Indonesia mungkin itu contoh kasus Abu
Dujana. Dia kasih dana untuk kegiatan-kegiatan terorisme, untuk kasus
itu. Kemudian ada lagi contoh dimana kalau di internasional diluar negeri
banyak itu yang Non-Profit Organization, Jamaah Islamiyah itu bisa
dianggap NPO. Jamaah Islamiyah itu dianggap Non-Profit Organization
dimana dia digunakan sebagai sarana atau apa untuk lakukan terorisme,
pendanaan terorisme seperti itu. Perampokan terus apalagi ya? setahu
saya itu saja sih.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Di Indonesia belum terlihat adanya penurunan atau peningkatan kasus
pendanaan terorisme. Hal tersebut dikarenakan belum adanya pengkajian lebih
jauh mengenai keadaan pendanaan terorisme di Indonesia.
“setahu saya sejauh ini trend yang meningkat itu seperti penggunaan, apa
ya, dokumen palsu atau tidak penipuan yang semakin meningkat. Ada
trend yang meningkat, trend yang cenderung tetap setiap tahun, itu
terorisme tidak masuk. Apa ya? Saya masih kurang paham apakah ini
masih belum menjadi prioritas, maksudnya bukan jadi prioritas ya, belum
dikaji lebih mendalam begitu. Tapi itu belum termasuk dalam trend-trend
yang meningkat atau trend yang apa, apa namanya, analisa strategis
mengenai itunya kita belum ketahui. Tapi kalau dilihat dari statistiknya,
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
90
Universitas Indonesia
informasi dari PPATK tidak terlalu signifikan, maksudnya tidak sebanyak
penipuan atau korupsi yang jelas kaya trend meningkat begitu.”
(wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Hasil analisis PPATK yang termasuk dalam pendanaan terorisme adalah
sebagai berikut :
Tabel 5.1
Hasil Analisis PPATK terkait Terorisme / Pendanaan terorisme
Sumber: PPATK
Hingga bulan maret tahun 2012 ini PPATK telah menghasilkan analisis
sebanyak 47 buah yang terkait dengan pendanaan terorisme. Pada tahun 2012 ini,
PPATK mendapatkan Sebanyak 9 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan
(LTKM) terkait pendanaan terorisme dan telah menghasilkan 3 hasil analisis
terkait pendanaan terorisme pada awal tahun 2012 ini. Dan PPATK sudah
menerima total sebanyak 166 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan
(LTKM) yang terindikasikan pendanaan terorisme. Walaupun dari statistik diatas
Tahun Jumlah
2003 3
2004 5
2005 0
2006 4
2007 5
2008 11
2009 8
2010 5
2011 3
Jumlah 44
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
91
Universitas Indonesia
pendanaan terorisme terlihat masih kecil jumlahnya jika dibandingkan dengan
pencucian uang akan tetapi hal tersebut cukup mengkhawatirkan mengingat
banyaknya jumlah serangan teroris di Indonesia. Sehingga dapat terlihat
pendanaan terorisme di Indonesia cukup berperan dalam keberlangsungannya
organisasi teror maupun tindak pidana terorisme di Indonesia.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
92 Universitas Indonesia
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. PPATK Sebagai Bentuk Kontrol Sosial Formal
6.1.1. Peran
Melihat serangan teroris di Indonesia yang sudah memakan banyak korban
jiwa maupun kerugian materil, bisa disimpulkan pendanaan terorisme di Indonesia
cukup kuat. Bom Bali I dan II, Bom Marriot, Bom Ritz-Calrton, dan Kedubes
Australia adalah beberapa contoh serangan teroris yang terjadi di Indonesia.
Dengan melihat kasus-kasus tersebut dipastikan bahwa pendanaan terhadap teroris
pelaku serangan-serangan tersebut cukup kuat.
Pendanaan terorisme dapat saja melalui 3 tahapan yaitu placement, layering,
maupun integration seperti halnya pencucian uang. Placement adalah melakukan
penempatan uang kedalam suatu sistem keuangan seperti Bank. Kemudian
layering adalah usaha untuk menyamarkan uang tersebut dengan cara melakukan
beberapa transaksi sehingga asal uang itu darimana sulit diketahui. Terakhir
integration, adalah usaha untuk menyatukan kembali uang yang dipecah-pecah
dalam beberapa transaksi uantuk dinikmati atau dipergunakan. Ketiga hal itu
merupakan dasar dari pencucian uang, akan tetapi ternyata ketiga hal tersebut juga
dapat terjadi di dalam pendanaan terorisme. Dengan demikian pencucian uang dan
pendanaan terorisme sangatlah serupa hanya saja tujuan dilakukannya yang
berbeda.
Menurut AA contoh terjadinya placement adalah ketika pelaku pendanaan
terorisme memasukkan uang untuk mendanai kegiatan terorisme ke dalam suatu
bank. Untuk yang layering terjadi ketika pelaku mencoba untuk menutupi jejak
dana aset yang akan dipergunakan untuk mendanai terorisme. Terakhir integration
dapat berupa menyatukan uang untuk mendanai terorisme kedalam usaha, dan
keuntungan dari usaha tersebut diambil untuk mendanai kegiatan terorisme. dalam
perkembangannya tipologinya ada seperti dipecah-pecah atau segala macam, tapi
ini mungkin karena khusus pendanaan terorisme tapi pada intinya bisa terjadi tiga
tahapan tersebut.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
93
Universitas Indonesia
Pendanaan terorisme menjadi sangat berbahaya bila tidak ada lembaga atau
instansi yang menanggulanginya. Dampak bila tidak adanya yang menanggulangi
adalah semakin bebasnya terorisme untuk melancarkan aksinya, disamping
dampak yang serupa dengan pencucian uang seperti membuat sistem keuangan
menjadi tidak sehat. Akan tetapi dampak utama tetap pada kemudahan terorisme
dalam menggalan dana sehingga tindakan terorisme dapat berjalan.
Pada Bab IV disebutkan bahwa PPATK adalah sebuah Financial
Intelligence Unit (FIU) yang dibuat untuk memenuhi tuntutan dari dunia
internasional yang sedang giat memberantas pencucian uang. Ada beberapa
konvensi internasional yang mendasari setiap negara harus memiliki FIU agar
negara tersebut bebas dari pencucian uang dan pendanaan terorisme.
FIU itu sendiri ada beberapa macam, PPATK adalah FIU administratif yang
memiliki wewenang yang sedikit banyak dibanding dengan FIU administratif di
negara lain. FIU itu sendiri pada dasarnya hanya menerima laporan adanya
transaksi keuangan mencurigakan lalu melakukan analisis terhadap laporan
tersebut. Setelah dilakukan analisis, hasil dari analisis tersebut dilanjutkan ke
penyidik untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut. FIU berbeda dengan penyidik
dari tugas dan wewenang yang harus dijalaninya. Secara garis besar objektif dari
tugas investigator adalah mengumpulkan, memeriksa dan melakukan penilaian
terhadap barang bukti dan pihak yang diduga melakukan kejahatan sedangkan
FIU tidak seperti itu. FIU hanya melakukan analisis terhadap laporan keuangan
yang mencurigakan baru setelah itu dilakukan penyidikan.
PPATK melakukan hal itu, itu terlihat dari tugas-tugas yang harus
dijalankan sesuai asas legalitasnya yaitu UU No. 8 Tahum 2010. Walaupun
PPATK adalah FIU administratif tetapi di dalam undang-undang tersebut
memberikan wewenang yang lebih dibandingkan FIU administratif pada
umumnya. Sehingga PPATK sebagai FIU di Indonesia diharapkan menanggulangi
permasalahan pendanaan terorisme tersebut. Hal itu dikarenakan juga PPATK
adalah ujung tombak dalam penanggulangan permasalahan sistem keuangan yang
ada di Indonesia. Peran PPATK merupakan penjaga sistem keuangan Indonesia
yang bebas dari pendanaan terorisme.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
94
Universitas Indonesia
Sejak berdiri tahun 2003 PPATK mempunyai banyak karyawan yang
kompeten dalam bidangnya. Ini menyebabkan PPATK tidak terlalu kesulitan
dalam hal menganalisis maupun meminta informasi kepada penyedia jasa
keuangan. SDM yang ada di PPATK pada umumnya berasal dari penegak hukum
maupun instansi keuangan seperti, Bank Indonesia, Departemen Keuangan,
POLRI, BPK, Departemen Hukum dan HAM, Kejaksaan, Badan Kepegawaian
Negara, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, serta Staf Ahli dan
Pegawai Kontrak. Semua pegawai PPATK diatur dalam Undang-Undang yang
mengatur PPATK juga.
Selain didukung oleh pegawai yang kompeten PPATK juga dibantu
instansi-instansi lainnya dalam menanggulangi pendanaan terorisme. Instansi
tersebut seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kepolisian, dan
lainya. Kesemuanya tergabung di dalam Komite TPPU yang saling bekerjasama
dan bertukar informasi untuk menanggulangi kejahatan tersebut. Komite itu juga
memiliki Strategi Nasional sehingga peran dan fungsi masing-masing anggota
Komite jelas dan terukur.
Dengan demikian PPATK adalah salah satu bentuk reaksi sosial formal, hal
itu karena PPATK adalah sebuah organisasi khusus yang memiliki aturan hukum
dan sanksi hukum tersendiri. PPATK juga terbentuk akibat adanya rekomendasi
dari dunia internasional untuk menangani kasus pendanaan terorisme dan
pencucian uang sehingga dapat dikatakan PPATK adalah suatu bentuk reaksi
sosial terhadap kejahatan, khususnya dua tindak pidana tersebut.
6.1.2. Fungsi
Selain perannya, PPATK juga memiliki fungsi yang harus dijalankan
olehnya. Fungsi PPATK sebagai kontrol sosial formal adalah melakukan
pencegahan dan pemberantasan, pengelolaan data, pengawasan terhadap pihak
pelapor, dan melakukan analisis transaksi keuangan yang terindikasi tindak pidana
kejahatan. Fungsi-fungsi tersebut didukung oleh Undang-Undang Nomor 8 tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sehingga PPATK dapat melakukan kontrol sosial terhadap kejahatan, khususnya
kejahatan pendanaan terorisme.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
95
Universitas Indonesia
Fungsi PPATK menjadi sebuah pendeteksi adanya aliran dana untuk
kegiatan terorisme. PPATK berada dalam komite TPPU sbuah komite atau
gabungan dari beberapa instansi yang memiliki tujuan mencegah dan
memberantas pencucian uang dan pendanaan terorisme. dengan kata lain komite
ini juga ingin menghilangkan terorisme dari dalam negara Indonesia. keinginan itu
didasari karena dampak yang dapat ditimbulkan jika tetap membniarkan
kejahatan-kejahatan itu terjadi.
Pendanaan terorisme dan pencucian uang memiliki dampak yang hampir
sama. Dampak dari pencucian uang adalah terganggunya sistem keuangan di
negara yang menjadi tempat untuk melakukan pencucian uang. Sistem
perekonomian dapat saja runtuh karena uang yang ada di dalam sistem
perekonomian adalah uang hasil kejahatan yang bisa saja di ambil oleh pelaku
kapan saja. Hal tersebut akan menyebabkan keruntuhan bagi sistem ekonomi
karena tidak adanya cadangan uang di Bank. Selain itu pencucian uang juga
berdampak pada aspek sosiologis yaitu semakin mudahnya pelaku kejahatan
untuk menikmati hasil kejahatannya. Hal tersebut menyebabkan dorongan bagi
setiap orang untuk berbuat kejahatan karena mudahnya menikmati uang hasil
kejahatan.
Dampak-dampak tersebut juga berhubungan dengan pendanaan terorisme
hanya saja ada beberapa perbedaan. Sebagaimana yang kita ketahui terorisme itu
membutuhkan dana untuk melaksanakan kegiatannya, baik itu yang berhubungan
dengan aksi teror maupun kegiatan kesehariannya. Perbedaan antara pencucian
uang dan pendanaan terorisme terletak pada kegunaan uang yang disamarkan
tersebut.
Para pelaku pencucian uang menginginkan pemanfaatan uang hasil
kejahatan (uang kotor) tersebut untuk kepentingannya atau bahkan menjadi modal
untuk melakukan kejahatan selanjutnya, sehingga muncul istilah money
laundering is the blood of the crime. Sedangkan untuk pendanaan terorisme belum
tentu uang yang digunakan untuk kegiatan teror berasal dari kejahatan (dirty
money). Uang yang digunakan untuk pendanaan teror sangat mungkin berasal dari
bisnis legal atau diperoleh dengan cara yang sah.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
96
Universitas Indonesia
Kedua tindak pidana tersebut memanfaatkan sistem keuangan untuk
melakukan penyamaran asal usul uangnya. Maka penanganan yang dilakukan
untuk menanggulangi pendanaan terorisme memiliki beberapa persamaan.
Sehingga PPATK yang bertugas mengawasi sistem keuangan tersebut agar tidak
dipergunakan sebagai sarana untuk melakukan hal tersebut.
Dengan dampak dan adanya tindakan terorisme di Indonesia maka PPATK
harus menjalankan fungsi-fungsinya tersebut. Dalam menjalankan fungsinya ada
beberapa hal yang dilakukan oleh PPATK, yaitu:
1. Membuat pedoman know-your-costumer (KYC),
sebuah pedoman untuk mengetahui latar belakang nasabah dari penyedia
jasa keuangan agar dapat diketahui berpotensi menjadi pelaku pendanaan
terorisme atau tidak. Sehingga dapat dideteksi secara dini apakah akan
terjadi pendanaan terorisme atau tidak. PPATK juga bertugas mengawasi
Penyedia Jasa Keuangan mematuhi pedoman ini atau tidak.
2. Melakukan uji kepatuhan dari para penyedia jasa keuangan.
Hal ini dimaksudkan agar para penyedia jasa keungan telah mematuhi
aturan-aturan yang dibuat oleh PPATK dan juga disiplin dalam
melaporkan transaksi-transaksi yang mencurigakan. Sehingga para
penyedia jasa keuangan tetap melakukan tindakan untuk mencegah
terjadinya pendanaan terorisme.
3. Membantu penegak hukum lainnya untuk melakukan analisis terhadap
transaksi keuangan yang berkaitan dengan kasus yang ditangani. Hal
tersebut dinamakan analisis reaktif, sedangkan yang berdasarkan laporan
dari penyedia jasa keuangan adalah proaktif. Keduanya sangat penting
dalam mengusut kasus pendanaan terorisme, walaupun pada kenyatan di
lapangan, analisis reaktif lebih banyak terjadi dalam hal pendanaan
terorisme di Indonesia.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
97
Universitas Indonesia
6.2. PPATK Sebagai Pemolisian
6.2.1. Peran
Salah satu reaksi sosial yang dilakukan untuk melakukan kontrol sosial di
masyarakat adalah pemolisian. Dalam hal ini konsep pemolisian digunakan untuk
menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakatnya. Pemolisian dilakukan atas
dasar kebutuhan, kewenangan serta kepentingan dari beberapa pihak yang ada di
masyarakat. Pemolisian itu sendiri memiliki beberapa tipe atau jenis yang bisa
dilakukan. Ada pemolisian reaktif, pemolisian proaktif, pemolisian komunitas,
dan lainnya. Kesemua jenis itu tetaplah memiliki tujuan menciptakan keamanan
dan ketertiban di masyarakat.
Dalam prakteknya, pemolisian bukan hanya dilakukan oleh polisi tetapi juga
dilakukan pula oleh lembaga non-kepolisian. Ada lembaga-lembaga atau instansi
lain yang juga melakukan pemolisian, sebagai contoh, KPK, Bea Cukai, bahkan
PLN juga melakukan pemolisian. Hal itu disebabkan fungsi utama dari pemolisian
yaitu mendeteksi dan mencegah terjadinya kejahatan. Jika polisi memiliki tugas
Lembaga atau instansi tersebut melakukan pendeteksian pelanggaran di masing-
masing bidangnya dan melakukan tindakan agar pelanggaran tersebut tidak
terulang kembali.
Walaupun menjalankan pemolisian tetapi ada beberapa hal atau wewenang
polisi yang tidak dapat dilaksanakan oleh instansi-instansi tersebut. Polisi
berwenang untuk melakukan penangkapan, mengumpulkan, bukti, melakukan
penyidikan, dan lainnya. Hal tersebut berkaitan dengan polisi adalah awal dari
sebuah sistem peradilan pidana. Instansi yang juga melakukan pemolisian belum
tentu dibekali wewenang yang sama dengan kepolisian. Hal tersebut merujuk pada
tujuan dan fungsi dari instansi tersebut. Instansi-instansi tersebut hanyalah
melakukan sebagian kecil fungsi pemolisian tidak seperti polisi.
PPATK sebagai sebuah FIU turut menjalankan pemolisian yaitu mendeteksi
adanya kejahatan pendanaan terorisme. Tujuannya untuk mencegah terjadinya
aliran dana yang dipergunakan untuk membiayai kegiatan terorisme. Dalam
kesehariannya, PPATK mendeteksi apakah ada aliran dana yang mencurigakan.
Aliran dana yang mencurigakan itu membuat sistem keuangan Indonesia tidak
bersih. Jika sistem keuangan tidak bersih dapat menimbulkan dampak-dampak
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
98
Universitas Indonesia
buruk bagi keberlangsungannya kehidupan bernegara. Lebih jauh dikatakan
bahwa PPATK melakukan fungsi pemolisian terutama fungsi mendeteksi dan
pencegahan terhadap kejahatan.
FIU itu sendiri memiliki tugas untuk menganalisis laporan keuangan yang
dianggap mencurigakan dari pihak pelapor atau PJK. Diluar negeri ada beberapa
jenis FIU yang memiliki peran dan fungsi yang berbeda jenis dan wewenangnya.
Dari yang mulai hanya menerima laporan hingga yang bisa melakukan penututan
di pengadilan. Akan tetapi dasarnya tetap menerima laporan dan melakukan
analisis ada atau tidaknya kejahatan pendanaan terorisme maupun pencucian
uang.
PPATK juga menjalankan fungsi FIU yaitu melakukan analisis transaksi
keuangan yang mencurigakan termasuk yang berkaitan dengan pendanaan
terorisme. Hal itu dikarenakan Terorisme adalah tindakan yang mengancam
ketertiban dan keamanan masyarakat. Akan tetapi terorisme sangat membutuhkan
uang dalam menjalankan aktifitasnya, sehingga PPATK yang bertugas untuk
menghalangi atau melakukan penanggulangan terhadap adanya aliran dana yang
bertujuan mendanai kegiatan terorisme.
Salah satu pemolisian yang cocok dan dapat dijalankan oleh PPATK
sebagai sebuah FIU adalah intellegence-led policing. Pemolisian itu lebih
mengedepankan fungsi intelejen untuk dalam mengumpulkan data, dalam hal ini
data transaksi keuangan yang mencurigakan yang terkait pendanaan terorisme.
Pemolisian tersebut telah dilakukan di beberapa negara maju yang rentan menjadi
sasaran kejahatan terorisme. Dengan demikian tipe pemolisian seperti ini sesuai
bagi instansi yang melakukan intelijensi dalam menanggulangi kejahatan. Seperti
halnya FIU yang merupakan instansi intelijen yang tugas utamanya
mengumpulkan informasi untuk diteruskan ke penegak hukum.
6.2.2. Fungsi
PPATK memiliki peran yang cukup penting dalam menciptakan sistem
keuangan Indonesia yang bersih dari penggunaan sebagai sarana dilakukannya
kejahatan perbankan. PPATK berperan sebagai lembaga independen di bidang
informasi intelijen keuangan yang berperan aktif dalam pencegahan dan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
99
Universitas Indonesia
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sebagai
lembaga intelijen keuangan, PPATK membantu penegak hukum dalam
menanggulangi pendanaan terorisme.
Untuk melakukan penanggulangan pendanaan terorisme, PPATK bisa
melakukan kerjasama baik di dalam komite TPPU maupun di luar. Kerjasama itu
biasanya berupa MLA maupun kerjsama lainnya, seperti yang dijabarkan di bab
temuan data lapangan. PPATK bisa bekerjasama mulai dari akademisi hingga
penegak hukum yang terkait dengan upaya menanggulangi kejahatan terorisme,
khususnya pada bagian pendanaannya.
PPATK sebagai sebuah FIU memiliki cara-cara dalam menanggulangi
pendanaan terorisme, cara ini hampir serupa dengan pemolisian yang dilakukan
oleh polisi. Pemolisian reaktif dan pemolisian proaktif kerap dilakukan oleh
PPATK untuk melakukan intelijensi terhadap transaksi yang dicurigai terdapat
unsur pendanaan terorisme. Pemolisian reaktif memiliki output analisis reaktif
yaitu PPATK bergerak setelah menerima laporan. Dalam hal ini polisi atau
penegak hukum lainnya, untuk mencari aliran dana yang tekait dengan pendanaan
terorisme. Sedangkan pemolisian proaktif dapat berupa analisis proaktif, dimana
PPATK selalu meminta laporan-laporan yang mencurigakan kepada para pihak
pelapor.
Bentuk Pemolisian yang lain adalah Inteligence-led Policing, karena
PPATK adalah sebuah Financial Intelligence Unit, maka pemolisian tersebut
cocok untuk lembaga ini. PPATK mengedepankan saling berbagi informasi
kepada semua pihak yang terkait dalam penanggulangan pendanaan terorisme.
Oleh Karena itu PPATK dapat dikatakan sebagai sebuah lembaga yang dibentuk
akibat adanya reaksi sosial dan bersifat formal non Kepolisian. Dalam
melaksanakan fungsinya tersebut PPATK mempergunakan cara-cara yang
dilakukan penegak hukum misalnya polisi untuk dapat mempermudah pekerjaan
mereka. Pada intinya, PPATK menggunakan prinsip pemolisian yang sama
dengan penegak hukum seperti Polisi untuk melakukan pemberantasan pendanaan
teror.
PPATK hanya melakukan analisis terhadap laporan dari pihak pelapor yang
dicurigai terjadi pendanaan terorisme. PPATK melakukan pencegahan dengan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
100
Universitas Indonesia
membuat kebijakan-kebijakan yang terkait dalam pencegahan pendanaan
terorisme. Sedangkan untuk menanggulangi atau pemberantasan PPATK sangat
berkaitan dengan aparat penegak hukum. Hal itu dikarenakan PPATK hanya
sebagai Financial Intelligence Unit atau disingkat dengan FIU adalah sebuah unit
yang bekerja untuk memantau dan mengawasi sistem keuangan yang diberlakukan
di sebuah Negara. FIU sendiri memiliki beberapa tipe, yaitu: FIU administratif,
penegakan hukum, penuntutan, dan campuran.
Untuk FIU Administratif hanya bersifat administratif saja yaitu menerima
laporan lalu menganalisis laporan tersebut kemudian meneruskan ke penegak
hukum untuk dilakukan penyidikan dan dibawa ke pengadilan. FIU Penegak
Hukum adalah FIU yang turut serta dalam melakukan penegakan hukum seperti
melakukan penangkapan. Disamping itu juga ada FIU yang sama dengan penuntut
umum, FIU ini juga melakukan penyelidikan dan membawa pelaku ke pengadilan
untuk diadili. Terakhir ada juga yang fungsinya adalah gabungan dari beberapa
jenis FIU yang telah disebutkan sebelumnya. Walau demikian tetap saja tugas
utama FIU adalah melakukan analisa terhadap laporan adanya dugaan pencucian
uang maupun pendanaan terorisme dalam sistem keuangan di suatu negara.
Selain menganalisis FIU juga melakukan pembuatan pedoman dalam hal
pemberantasan maupun pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Pedoman tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait dalam sistem
keuangan baik itu Bank, Jasa Asuransi, maupun Pasar Modal. Mereka harus
melaksanakan pedoman tersebut dan pelaksanaannya selalu diawasi oleh FIU itu
sendiri.
Dalam praktek pengawasan dan analisa, FIU membuat database mengenai
kasus atau statistik menegenai pencucian maupun pendanaan terorisme di dalam
suatu negara. Database tersebut nantinya akan dipergunakan untuk analisis
selanjutnya atau dapat menjadi data untuk saling tukar informasi dengan FIU dari
Negara lain. Pertukaran informasi tersebut merupakan sebuah keharusan dalam
rangka memberantas dan mencegah pencucian uang maupun pendanaan terorisme.
PPATK adalah FIU administratif yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan
FIU administratif pada umumnya. PPATK melakukan semua hal yang dilakukan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
101
Universitas Indonesia
oleh FIU administratif tetapi ada beberapa tambahan dibeberapa aspek seperti
dapat melakukan audit kepatuhan kepada pihak pelapor.
6.3. PPATK Sebagai Lembaga Kontrol Sosial dalam Menanggulangi
Pendanaan Teroris
Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme merupakan
jawaban dari keresahan dunia akan kejahatan luar biasa yang terjadi di seluruh
dunia. Indonesia menjadi salah satu negara yang meratifikasi konvensi tersebut
pada tahun 1999 dan melahirkan Undang-Undang Undang-Undang No. 6 Tahun
2006 tentang Pengesahan International Convention For The Supression Of The
Financing Of Terrorism. Indonesia berkepentingan meratifikasi konvensi tersebut
karena Indonesia masuk ke dalam daftar negara-negara Non Cooperative
Countries and Territories (NCCT’s List).
Sejak meratifikasi dan melahirkan undang-undang mengenai pendanaan
terorisme, Indonesia secara simultan melahirkan kebijakan-kebijakan yang terkait
dengan terorisme. Salah satu kebijakan tersebut adalah pembentukan lembaga
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). PPATK merupakan
institusi negara yang bertanggung jawab untuk menerima, menganalisa dan
melanjutkan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada pihak yang
berwenang.
Pendanaan terorisme menjadi salah satu isu yang masuk yang tertuang
dalam visi dan misi PPATK. Hal ini sehubungan dengan peran dan fungsi PPATK
sebagai salah satu bentuk kontrol sosial formal yang ada di suatu negara. Kontrol
sosial formal dimaksudkan untuk menjaga stabilitas ketertiban sosial yang ada di
masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, PPATK menjalanjan peran
kontrol sosial formal untuk menanggulangi pencucian uang yang dapat dilakukan
oleh suatu kelompok teroris.
Seperti dijelaskan diawal bahwa PPATK, melakukan tindakannya sebagai
FUI, berdasarkan adanya permintaan (baik laporan dari masyarakat, maupun
permintaan khusus dari penyidik). Tindakan yang dilakukan oleh PPATK tersebut
merupakan bagian dari kontrol sosial sebagai sebuah bentuk untuk mencegah
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
102
Universitas Indonesia
penyimpangan sosial serta diharapkan dapat mengajak dan mengarahkan
masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang ada.
Dalam konteks, pendanaan terorisme, dapat dipastikan bahwa terorisme
merupakan dan pendanaan terhadap tindakan terorisme tersebut merupakan suatu
penyimpangan yang melanggar hukum dan berdampak negatif terhadap
keseimbangan masyarakat. Dengan adanya tindakan yang dilakukan PPATK
seperti pengawasan dan pengumpulan data terkait permintaan. Pelaporan dari
PPATK, merupakan salah satu acuan bagi penyidik dan masyarakat untuk
mengetahui adanya usaha dari lembaga negara untuk mencegah terjadinya
terorisme.
Untuk melakukan kontrol sosial, terdapat dua bentuk yang ada di dalam
masyarakat. Black (1976) mengatakan bahwa kontrol sosial formal berhubungan
dengan kegiatan kegiatan kontrol yang didasarkan pada hukum sehingga kontrol
terhadap masyarakat yang tidak berlandaskan hukum disebut sebagai kontrol
sosial informal (Innes, 2003, h. 6). Bentuk kontrol sosial formal dilakukan oleh
perangkan sistem peradilan pidana, yaitu Polisi, Jaksa, Hakim, Pengacara yang
tugasnya telah diatur seperangkat sistem hukum tertulis termasuk sanksi
hukumnya. Kontrol sosial formal ini lebih kepada lembaga resmi yang dibuat oleh
penguasa dari kelompok tersebut. Dengan kata lain perpanjangan tangan dari
penguasa untuk mengatur anggota kelompoknya untuk tetap mematuhi dan
menjalankan nilai-nilai kelompoknya. Hal ini lah yang telah dilakukan oleh
PPATK sebagai representasi negara untuk melakukan pengawasan dan
menganalisa data indikasi “permainan” dan “pemanfaatan” uang untuk
kepentingan tindakan teror.
Untuk memahami lebih mudah tentang kontrol sosial yang dilakukan
PPATK, sesuai dengan yang diutarakan oleh Innes bahwa kontrol sosial memiliki
sifat reactive dan proactive (Innes, 2003, h. 7). Reactive dalam hal ini memiliki
ciri sebagai kontrol sosial yang dilakukan bila telah ada peristiwa yang terjadi
sehingga kontrol sosial dalam hal ini dimaksudkan untuk menindaklanjuti
penanganan kejahatan. PPATK melakukan penindaklanjutan laporan penanganan
kejahatan melalui permintaan penyidik terkait kasus aliran dana,salah satunya
pendanaan terorisme. Sedangkan untuk proactive lebih dimaksudkan untuk
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
103
Universitas Indonesia
mencegah, memprediksi dan mengantisipasi kejahatan yang sudah diprediksikan
akan terjadi. PPATK melakukan tindakan proactive, dengan melakukan
pengawasan dan penganalisaan data terhadap indikasi adanya penggunaan aliran
dana yang tidak sesuai dengan kaidah hukum, dan dapat memberikan dampak
negatuf bagi masyarakat.
Cohen (1985) mengatakan kontrol sosial juga dapat dijelaskan dengan
konsep hard edge dan soft edge (Innes, 2003, h. 7). Konsep hard edge merupakan
bentuk kontrol sosial dengan bentuk “paksaan” yang nyata dan bukti-bukti yang
mendukung langsung ditindaklanjuti untuk melakukan kontrol. Sebaliknya soft
edge, menitikberatkan konsep kontrol pada tindakan persuasif atau langsung
menyentuh sisi psikologis dari pelaku penyimpangan. Dari gabungan konsep
tersebut dapat terlihat bahwa kontrol sosial formal menekankan pada pengawasan
terhadap masyarakat berdasarkan pada hukum formal. Jika melihat apa yang
disimpulkan oleh Cohen diatas, terlihat bahwa PPATK memiliki aspek kontrol
sosial formal sebagai lembaga resmi negara yang bertanggungjawab terhadap
wewenang yang berkaitan dengan transaksi aliran dana, yang menekankan pada
pengawasan/kontrol di masyarakat yang berlandaskan pada undang-undang.
Undang-undang tersebut adalah UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pecegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dengan demikian ada dua bentuk kontrol sosial yang ada dimasyarakat,
yaitu kontrol sosial informal dan kontrol sosial formal. Keduanya memiliki ciri
yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama, yaitu tetap menjaga kelompok
sesuai dengan nilai-nilai yang dipegangnya. PPATK termasuk dalam bentuk
kontrol sosial formal karena memiliki dasar dan sanksi hukum tersendiri. Pada
dasarnya pembentukan sebuah kontrol sosial formal adalah dengan adanya sebuah
reaksi dari masyarakat atas sebuah kejahatan. Kontrol sosial formal memiliki
landasan hukum yang jelas sehingga dalam melakukan pekerjaannya, hukum
formal menjadi hal yang penting sebagai landasan bertindak. Landasan hukum
tersebut adalah sistem peradilan pidana.
Salah satu cara untuk melihat efektifitas kontrol sosial formal di
masyarakat adalah dengan melihat apakah efek dari penggentarjeraan dari
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
104
Universitas Indonesia
tindakan penangkapan dan pembatasan gerak terhadap calon pelaku cukup besar
(Sampson, 1986, h. 282).
“Increasing the risk of detention and incarceration may have a greater deterrent
effect on crime than does a simple increase in arrest and incapacitation,
especially for the offender population.”
(Terjemahan bebas: meningkatkan resiko penghukuman dan penahan dapat
memberikan efek jera yang besar terhadap kejahatan dibandingkan meningkatkan
penangkapan dan pembatasan ruang gerak, terutama kepada pelaku penyerangan
di masyarakat.)
Dengan menurunnya angka kejahatan di masyarakat menunjukan bahwa
polisi melakukan tindakan yang seharusnya untuk menertibkan dan mengamankan
masyarakat. Selain itu menurut Wilson dan Boland (n.d), tingkat penangkapan
oleh polisi setiap tahunnya juga dapat dijadikan indikator untuk melihat
keberhasilan kontrol sosial formal. Penangkapan yang dilakukan oleh polisi
memperlihatkan bahwa polisi melakukan fungsinya sebagai sebuah institusi yang
berlandaskan hukum (Sampson, 1986, h. 281). Dalam hal ini, polisi memerlukan
kerja sama dengan pihak lain di luar institusi tersebut.
Keberadaan PPATK tidak hanya semata sebagai lembaga negara yang
berfungsi dalam pengawasan, namun juga sebagai pendukung dari penegak
hukum lainnya dalam hal pengungkapan kasus, berdasarkan permintaan yang
berkaitan dengan aliran dana. Dengan kemampuan yang dimiliki PPATK maka
kontrol sosial serta upaya untuk mencegah dan mengungkap kasus dalam hal ini
pendanaan terorisme (yang nantinya dapat mencegah atau mengungkap kasus
terorisme) dapat dilaksanakan.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
105 Universitas Indonesia
BAB VII
KESIMPULAN
7.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah peran dan fungsi PPATK dalam
menanggulangi pendanaan terorisme menurut undang-undang yang mereka miliki
sudah terlaksana walaupun masih banyak kendala yang dihadapi. Selain itu juga
PPATK sebagai sebuah lembaga reaksi sosial formal yang menjalankan cara-cara
pemolisian untuk menangulangi pendanaan terorisme juga sudah cukup baik.
Walaupun ada beberapa poin yang masih kurang seperti pemblokiran, daftar
pelaku teror, dan lainnya belum tercakup dalam undang-undang yang sekarang.
Oleh karena itu diperlukan Undang-undang pendanaan terorisme yang sekarang
ini masih dalam tahap penggodokan di DPR. Dengan adanya UU tersebut maka
kinerja PPATK akan semakin mudah dan kuat dalam hal mencegah pendanaan
terorisme. Dengan demikian tindak pidana terorisme akan semakin sulit
mendapatkan dana dan tidak dapat melakukan kegiatan terornya kembali.
7.2. Saran
Percepatan pembuatan UU pendanaan terorisme sangat diperlukan bagi
keberlangsungan peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan
terorisme. Hal itu penting karena di dalam undang-undang yang baru tersebut
peran dan fungsi PPATK akan semakin kuat dalam hal mencegah terjadinya
pendanaan terorisme. Selain itu PPATK harus semakin meperluas kerja sama agar
kinerja PPATK dapat semakin maksimal mengingat sulitnya untuk mendeteksi
pendanaan terorisme. Dengan demikian tindak pidana terorisme tidak akan ada di
Indonesia.
Melakukan sinergi dengan pihak di luar PPATK untuk mengatasi kendala
yang masih dialami PPATK saat ini dalam menanggulangi pendanaan terorisme di
Indonesia.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abadinsky, Howard. Organized Crime (6th
ed.). USA: Wadsworth. 2000.
Abbas, Hafid. Beyond Terrorism : Perspektif Indonesia. Ed. Hermawan Sulistyo,
Rochman Achwan, Bambang Ryadi Soetrisno. Beyond Terrorism: Dampak
dan Strategi pada Masa Depan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2002.
Adler, Freda, Gerhard O.W. Mueller, William S. Laufer. Criminology. USA:
McGraw-Hill. Inc..1991.
Alldridge, Peter. Money Laundering Law: Forfeiture, Confiscation, Civil
Recovery. Criminal Laundering and Taxation of the Proceeds of Crime.
Oxford: Hart Publishing. 2003.
Bachman, Ronet dan Schutt, Russell K. The Practice of Research in Criminology
and Criminal Justice. London: Pine Forge Press.
Brisard, Jean-Charles & Dasquié, Guillaume. Forbidden Truth: U.S.-Taliban
Secret Oil Diplomacy and the Failed Hunt for Bin Laden. New York:
Thunder Mouth Press/Nation Books. 2002.
Byman, Daniel. Deadly Connections States that Sponsor Terrorism. New York:
Cambridge University Press. 2005.
Creswell, John W. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches.
California: Sage Publications, Inc. 1994.
Golose, Petrus Reinhard. Deradikalisasi Terorisme : Humanis, Soul Approach,
dan Menyentuh Akar Rumput. Jakarta: CV Aksara Simpati. 2009.
Gutteridge, William, ed., Contemporary Terrorism. NY: Facts on File
Publications, 1986.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
Gunaratna, Rohan. Al Qaeda in Europe: Today’s Battlefield. Ed. Karen J.
Greenberg. Al Qaeda now: Understanding Today’s Terrorist. USA:
Cambridge University Press. 2005.
Eschborn, Norbert (ed.). Democratization and the issue of terrorism in Indonesia.
Jakarta: Konkrad Adenauer Stiftung. 2005.
Etter, Barbara & Palmer, Mick. Police Leadership in Australia. Australia:
federation Press. 1986.
Furchan, Arief. Pengantar Metoda Penelitian Kualilitatif: Suatu Pendekatan
Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial / Arief Furchan. Surabaya:
Usaha Nasional. 1992.
Grosse, Robert E. Drugs and Money: Laundering Latin America's Cocaine
Dollars. Westport: Greenwood Publishing Group. 2001.
Hagan, Frank. E. Introduction to Criminology Theories, Methods, and Criminal
Behavior. Illinois: Nelson-Hall Inc,. Publishers. 1989.
Heere, Wybo P.. Terrorism and The Military: International Legal Implications.
Netherlands: TMC Asser Press The Hague. 2003.
Husein, Yunus. Bunga Rampai Anti Pencucian Uang. Jakarta: Books Terrace &
Library. 2007.
Innes, Martin. Understanding Social: Deviance, Crime, and Social Order.
London: Open University Press. 2003.
Irman, T.B. Praktik Pencucian Uang. Jakarta: MQS Publishing. 2006.
Macionis, John J.. Sociology 12th
edition. USA: Prentice Hall. 2008.
Maulana, Amalia E.. Consumer Insight via Ethnography. Jakarta: Erlangga. 2009.
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar) edisi ke-5.
Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. 2003.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
Mudzakkir. Pengkajian Hukum tentang Perlindungan Hukum Bagi Koban
terorisme. Jakarta: Bidang Pembinaan Hukum Nasioanl DepKumHAM.
2008.
Mustofa, Muhammad. Metode Penelitian Kriminologi. Jakarta: FISIP UI Press.
2005.
O’Brien, Martin dan Yar, Majid. Criminology: The Key Concepts. New York:
Routlehde. 2008
Pickett, K.H. Spencer dan Pickett, Jennifer. Financial Crime Investigation and
Control. New York: John Wiley & Sons, Inc.. 2002.
Rahardjo, Satjipto. Membangun Polisi Sipil: Perspektif Hukum, Sosial, dan
Kemasyarakatan. Jakarta: Buku Kompas. 2002.
Reuter, Peter & Truman, Edwin M. Chasing Dirty Money: The Fight Against
Money Laundering. New York: Institute for International Economics. 2004.
Siahaan, N.H.T.. Money Laundering & Kejahatan Perbankan (edisi ke-3).
Jakarta: Jala Permata. 2008.
Sjahdeini, Sutan Remy. Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pembiayaan Terorisme (Cet. II Editor Safrizr). Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti. 2007.
Sjahputra, Iman. Money Laundering (Suatu Pengantar). Jakarta: Harvindo. 2006.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
1990.
Stessen, Guy. Money Laundering: A New International Law Enforcement Model.
Cambridge: Cambridge University Press. 2003.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA. 2005.
Sulistyo, Hermawan. Bom Bali : buku putih tidak resmi investigasi teror bom
Bali. Jakarta: Pensil-324. 2002.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
Suparlan, Parsudi (ed). Bunga Rampai Ilmu Kepolisian Indonesia. Jakarta:
Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian. 2004
Suranta, Ferry Aries. Peranan PPATK dalam Mencegah Terjadinya Praktik
Money Laundering. Jakarta: Gramata Publishing. 2010.
Waddington, P.A.J.. Policing Citizen. London: UCL Press. 1999.
Jurnal:
Agarwal, M. (2005). Suppressing the financing of terrorism. Finance India, 19(3),
1062-1065. Diakses dari:
http://search.proquest.com/docview/224365780?accountid=17242 pada
Senin 19 Maret 2012, pukul 08.06.
Björnehed, Emma (2004). Narco-Terrorism: The Merger of the War on Drugs and
the War on Terror. Global Crime Vol. 6, No. 3 & 4, August-November 2004,
pp. 305-324. Diakses dari:
http://www.silkroadstudies.org/new/docs/publications/2005/Emma_Narcote
rror.pdf pada Rabu 21 Desember 2011, pukul 16.03
Childs, D. (2005). Combating terrorist financing: A key aspect of the war on
terrorism. The Officer, 81(9), 45-48. Diakses dari:
http://search.proquest.com/docview/214102753?accountid=17242 pada
Senin 19 Maret 2012, pukul 08.23.
Clarke, Ronald V. dan Newman, Graeme R. (2007). Police and the Prevention of
Terrorism. Policing, Volume 1, Number 1, pp. 9–20. Diakses dari:
http://policing.oxfordjournals.org/ pada Selasa 15 Mei 2012, pukul 08.10.
Deutch, John. “Terrorism”. Foreign Policy. No. 108 (Autumn, 1997). hal. 10 –
22. Diakses dari: http://www.jstor.org/stable/1149086 pada Selasa 17
November 2009, pukul 14.33.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
Hardouin, P. (2009). Banks governance and public-private partnership in
preventing and confronting organized crime, corruption and terrorism
financing. Journal of Financial Crime, 16(3), 199-209. Diakses dari:
http://search.proquest.com/docview/235999538?accountid=17242 pada
Senin 19 Maret 2012, pukul 08.29.
Jayasuriya, Dayanath. Money laundering and terrorism financing: The role of
capital market regulators Journal of Financial Crime; Jul 2002; 10, pg. 30.
Diakses dari:
http://search.proquest.com/docview/235990358?accountid=17242 pada
Senin 19 Maret 2012, pukul 08.18.
Levi, Michael. (2002). Money Laundering and Its Regulation, Source: Annals of
the American Academy of Political and Social Science, Vol.582,
Crossnational Drug Policy (Jul.,2002), pp.181-194. [PDF], diakses dari:
http://www.jstor.org/stable/1049742 pada 23 Oktober 2009, pukul 01:57.
Gidadhubli, R.G., Rama Sampath Kumar. (1999). Causes and Consequences of
Money Laundering in Russia, Source:Economic and Political Weekly,
Vol.34, No.48 (Nov.27-Dec. 3, 1999), pp.3395-3399 [PDF], diakses dari:
http://www.jstor.org/stable/4408663 pada 31 Oktober 2009, pada pukul
17:17.
Ping, H.E.. The measures on combatingmoney laundering and terrorism financing
in the PRC From the perspective of financial action task force Journal of
Money Laundering Control Vol. 11 No. 4, 2008 pp. 320-330. Diakses dari:
http://search.proquest.com/docview/235882888?accountid=17242 pada
Senin 19 Maret 2012, pukul 08.24.
Sampson, Robert J.. Crime in Cities: The Effects of Formal and Informal Social
Source: Crime and Justice, Vol. 8, Communities and Crime (1986), pp. 271-
311. Diakses dari: http://www.jstor.org/stable/1147430 pada 7 Juli 2012
pukul 19.20
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
Dokumen:
Financial Action Task Force. Report on Money Laundering Typologies 2003-
2004. Paris: FATF. 2005.
Financial Action Task Force. FATF IX Special Recommendation. Paris: FATF.
2010.
International Association of Insurance Supervisor. Guidance Paper on Anti-
Money Laundering and Combating The Financing of Terrorism. Amman:
IAIS. 2004.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Laporan Tahunan 2006.
Jakarta: PPATK. 2007.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Laporan Tahunan 2010.
Jakarta: PPATK. 2011.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang. Jakarta: PPATK. 2011.
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Terorisme. Bandung: Fokusmedia. 2012.
Makalah:
Atmasasmita, Romli. (2008, June 25). Efektivitas Penerapan Undang-undang
Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Illegal Logging. Makalah
disampaikan pada Seminar Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan dan
Penerapan UU Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta.
Jean-Charles Brisard. New-York: 19 Desember 2002. Terrorism Financing: Roots
and trends of Saudi terrorism financing. Makalah disampaikan kepada
Presiden Dewan Keamanan Amerika Serikat. Diakses pada 28 Nopember
2011, pukul 14.26.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
http://www.investigativeproject.org/documents/testimony/22.pdf
Kongah, M. Natsir. (2005, August 31-September 1). Citra Perbankan dan
Pencucian Uang. Makalah disampaikan dalam Forkamas Gathering 2005,
Denpasar.
Supandji, Hendarman. (2009, Juni). Pengungkapan dan Pembuktian Perkara
Pidana Melalui Penelusuran Hasil Kejahatan. Makalah disampaikan dalam
kegiatan workshop dengan tema “Pengungkapan dan Pembuktian Perkara
Pidana Melalui Penelusuran Hasil Kejahatan” pada tanggal 9 Juni 2009 di
Menara Bidakara, Jakarta Selatan, yang dilaksanakan oleh PPATK
bekerjasama dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Artikel:
AS Mengheningkan Cipta Memperingati Serangan. 11 September 2011. Diakses
pada 19 Desember 2011, pukul 14.41.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/09/110911_911silence.shtml
Ayuningtyas, Rita. Inilah Data Korban Bom Marriott dan Ritz-Carlton. Sabtu, 18
Juli 2009. Diakses pada 30 April 2012.
http://nasional.kompas.com/read/2009/07/18/21572416/inilah.data.korban.b
om.marriott.dan.ritz-carlton
Early History of Terrorism. n.d.. Diakses pada 25 Juni 2010, pukul 10.24.
http://www.terrorism-research.com/history/early.php
Febriane, Sarie. Pendanaan Jaringan Teroris Saat Ini Masih Gelap. Senin, 5 Mei
2008. Diakses pada 28 September 2011, pukul 17.18.
http://www.kompas.com/lipsus112009/kpkread/2008/05/05/22413246/Pend
anaan.Jaringan.Teroris.Saat.Ini.Masih.Gelap.
Febrida, Melly. Apuy, Penumbuk Bahan Bom Kedubes Australia Divonis 10
Tahun. Kamis, 22 September 2005. Diakses pada 21 Desember 2011, pukul
13.35.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
http://www.detiknews.com/read/2005/09/22/163032/446860/10/apuy-
penumbuk-bahan-bom-kedubes-australia-divonis-10-tahun?nd992203605
Kristanti, Elin Yunita. Peringati Bom Bali 2, Warga Australia Kumpul. Jum'at, 1
Oktober 2010. Diakses pada 21 Desember 2011, pukul 13.35.
http://nasional.vivanews.com/news/read/180588-hari-ini-lima-tahun-
peringatan-bom-bali-2
Pellokila, Abbah Jappy. Satu Dasawarsa Bom Natal Tahun 2000. 24 December
2010. Diakses pada 30 April 2012.
http://hankam.kompasiana.com/2010/12/24/satu-dasawarsa-bom-natal-
tahun-2000/
PPATK Temukan 22 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Terkait
Pendanaan Terorisme. 4 agustus 2011. Diakses pada 5 desember 2011,
pukul 15.59.
http://www.vibiznews.com/news/banking_insurance/2011/08/04/ppatk-
temukan-22-laporan-transaksi-keuangan-mencurigakan-terkait-pendanaan-
terorisme
Purnomo, Herdaru. PPATK Temukan 97 Transaksi Pendanaan Teroris di Bank
Besar. 2010. Diakses pada 5 Desember 2011, pukul 15.59.
http://finance.detik.com/read/2010/03/19/134516/1321187/5/ppatk-
temukan-97-transaksi-pendanaan-teroris-di-bank-besar?browse=frommobile
REI Jatim Keberatan UU Pencucian Uang. Sabtu, 01 Oktober 2011. Diakses pada
5 Desember 2011, pukul 15.59.
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=02829d02c5aec
fe2bac73a3162a6e428&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5
Rise in Retaliation. 2009. Diakses pada Jumat, 25 Juni 2010, pukul 10.35.
http://edition.cnn.com/2003/WORLD/meast/08/19/sprj.irq.main/index.html
Roberts, Adam. The Changing Faces of Terrorism. Selasa, 27 Agustus 2002.
Diakses pada Jumat, 25 Juni 2010, pukul 10.23.
http://www.bbc.co.uk/history/recent/sept_11/changing_faces_01.shtml
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
Suardana, Gede. Kronologi Bom Bali-Eksekusi Mati Amrozi Cs. Minggu, 9
Nopember 2008. Diakses pada 21 Desember 2011, pukul 13.35.
http://www.detiknews.com/read/2008/11/09/015608/1033710/10/kronologi-
bom-bali-eksekusi-mati-amrozi-cs
Tholut Incar Bandara dan Rumah Pejabat. Senin, 27 September 2010. Diakses
pada 21 Desember, pukul 13.35.
http://metronews.fajar.co.id/read/105927/10/index.php
Zalman, Amy. The History of Terrorism. n.d.. Diakses pada Jumat, 25 Juni 2010,
pukul 10.23. http://terrorism.about.com/od/whatisterroris1/p/Terrorism.htm
Internet:
Website PPATK: www.ppatk.go.id
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara
Kamis, 5 April 2012
Kantor PPATK 08.00-10.30
No. Isu Masalah Hasil Wawancara
1. Gambaran Umum
PPATK
Bagaimana sejarah berdirinya
PPATK?
Latar belakangnya PPATK itu berdiri, sebetulnya dulu itu sejarah
awalnya PPATK ada di dalam unit di BI, salah satu unit kerja di
BI. Tapi dulu namanya bukan PPATK tapi UKIP atau Unit Kerja
Investigasi Perbankan. Dulunya PPATK disitu, lalu pada tahun
2002 dengan undang-undang baru PPATK pecah dan menjadi
lembaga independen terbentuklah PPATK. Adapun latar
belakangnya kenapa PPATK berdiri, itu sebenarnya tidak ada
kewajiban setiap negara itu untuk membentuk PPATK, sebenarnya
hanya ada rekomendasi. Rekomendasi dari FATF. Pernah dengar
lah ya FATF (Financial Action Task Force).
Apakah tujuan didirikannya
PPATK?
Pada tahun 2005 itu, eh tahun berapa ya Indonesia masuk NCCT
list? Pokonya keluarnya tahun 2005, Indonesia pernah masuk
negara-negara yang di blacklist. Karena dianggap sebagai surga
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
pencucian uang, karena saat itu Indonesia belum mempunyai
PPATK.
Beberapa alasan Indonesia bisa masuk kedalam NCCT list karena
dianggap belum ada regulasi tentang pencucian uang, kemudian
belum ada suatu unit yang menerima laporan kemudian
menganalisis dan kasih informasinya ke penegak hukum, unit
intelijen keuangan belum ada perangkat hukum belum ada.
Kemudian sektor penyedia jasa keuangan masih rentan, kaya
begitu, contoh-contohnya. Sebenarnya banyakkan referensinya
mas udah tahu.
Dasar hukum didirikannya PPATK? Indonesia tidak memenuhi rekomendasinya FATF akhirnya kita
masuk kedalam NCCT list. Namun tahun 2005 kita keluar dari
NCCT list dengan adanya dua undang-undang, undang-undang
nomor 15 dan nomor 25 itu. Dianggap kita sudah ada beberapa
poin yang kita sudah tutup pelan-pelan, meskipun untuk
pendanaannya belum. Karena pada saat itu, kita tahun 2003 punya
ya undang-undang tentang teroris, sebelumnya pake Perpu, Perpu
1 tahun 2002 pada saat bom bali itu. Kemudian tahun 2003 ada
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
undang-undang nomor 15 tahun 2003. Itu sebenarnya sudah meng-
capture terkait pendanaan terorisme sudah ada di pasal 11, 12, dan
13. Tapi dia bilang tidak komperehensif, dan di undang-undang
money laundering yang 25, sebelum yang baru ini, 25 tahun 2003
itu juga sebenarnya sudah memasukkan pendanaan terorisme
sebagai salah satu jenis tindak pidana asal. Tetapi menurut
penilaian internasional tetap tidak efektif, jadi FATF itu ada 40+9
rekomendasi, 9 itu khusus tentang terorisme. Salah 9 itu kita
banyak sekali yang non-comply, karena kita belum punya regulasi
khusus yang mengkriminalisasi pendanaan terorisme.
Apa saja fungsi, wewenang,
kewajiban, mau peran PPATK?
Khususnya dalam pendanaan
terorisme?
Jadi begini, nanti Lista tambahin ya, seperti yang kita
informasikan kemana-mana sebenarnya PPATK itu fungsinya
administratif FIU pada dasarnya, core business-nya itu. Dimana
dia menerima laporan dari pihak pelapor, sekarang tidak hanya
PJK, kemudian PPATK analisis kemudian dan sekarang ditambah
periksa kemudian di deliver ke penegak hukum. Itu benar-benar
basicnya, core kita, terima kemudian analisis kemudian deliver ke
penegak hukum, itu yang disebut FIU administrative. Tapi kita
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
berdasarkan undang-udang baru kita dapat tambahan-tambahan,
sebagai contoh kita bisa mengawasi pihak pelapor tertentu,
misalnya PJK atau enggak PBJ kita bisa melakukan audit, padahal
kalau yang administratif rata-rata tidak begitu benar-benar cuma
terima laporan, analisis, deliver. Ini enggak, kita bisa bersentuhan
langsung dengan pihak pelapornya. Kemudian kita juga, ee apa
namanya, dengan penegak hukum bisa minta perkembangan
informasi dan penegak hukum bisa informasi ke PPATK. Jadi
yang harusnya kita bergeraknya searah, PPATK dapat info dari
pihak pelapor kemudian kasih ke penegak hukum, ini penegak
hukum bisa balik minta ke PPATK, PPATK minta lagi ke pihak
pelapor. Jadi berbalik begitu bisa, karena itu fungsi kita disebutnya
analisis proaktif sama reaktif. Yang proaktif kita yang bottom up,
kita dari pihak pelapor kita analisi terus kita mengasih. Atau tidak
yang satu lagi top down, jadi penyidik sudah menemukan tindak
pidana report ke kita, eh minta data ke kita lalu kita minta lagi
data ke pihak pelapor. Nah sekarang fungsi PPATK yang secara
umum itu dengan core business apa terkait dengan pendanaan
terorisme. Berarti yang pertama, yang dari sisi pertama yang PJK
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
temukan, itu terkait pendanaan terorisme berarti tetap dengan
transaksi yang ada dua laporan, kalau dulu, dan sekarang ditambah
dengan transfer dana ada dipasal 23 ayat 1 yang dia sebenarnya
terima TKM, TKT yang 500 juta. Kemudian satu lagi transfer
dana, transfer dana itu baru berlaku nanti. Sekarang kita fokus
pada dua TKM dan juga TKT 500 juta, TKT tahukan tunai. Nah
sekarang problemnya nanti mas baca, mba Lista sudah sediakan
slide, itu rata-rata pendanaan terorisme uangnya kecil-kecil
Nah transaksinya ini rata-rata kecil kemungkinan kecil dia pakai
TKT, alhasil yang harus dilakukan pihak pelapor dalam hal ini
PJK itu pakainya TKM kebanyakan, Transaksi Keuangan
Mencurigakan. Jadi PJK melakukan analisis sendiri, apa ya
disebutnya, seperti mengecek nasabahnya itu. Seperti Know Your
Costumer, terkait profile terkait pola transaksi segala macam kaya
begitu-begitu. Atau tidak dibagian terkait patut diduganya terkait
tindak pidana, misalnya pjknya dapat informasi dari koran atau
media, oh ini atas nama ini alias, alias, alias. Dia akan sering
mengecek, oh ini nasabahnya, atau tidak dia dari list yang dibuat
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
oleh pemerintah atau yang dibuat oleh PBB misalnya ada link-link
yang dibuat terkait terorisme. Dengan itu checklist-checklist-nya,
jadi hampir sepenuhnya PJK yang punya disebutnya red flag apa
sih yang disebutnya, punya alert system. Oh ini orang ini nih,
kalau sistemnya sudah semakin baik jadi caranya seperti itu, sudah
laporkan ke PPATK. Jadi rata-rata karena jumlahnya kecil-kecil
jarang TKT, maksudnya TKT yang ketahuan kalau misalnya
mereka tunai mereka via kurir banyak, jadi banyak kendalanya
kita. Nanti disana ada pendanaan terorisme dimana, apa namanya,
kendalanya karena kalau mereka transaksi tunai via kurir. Jarang
via bank, dan kalau via bank itu yang ketahuannya kecil-kecil,
dimana mereka sistemnya misalnya ada uang masuk 10 juta dia
tarik 500-500, atau 1 juta-1 juta, atau tidak 100 juta lalu ditarik 5
juta-5 juta seperti itu. Biasanya kaya begitu, kalau tidak penipuan
biasanya itu pendanaan terorisme, itu yang kesulitannya.
Kemudian mereka report ke kita ya kan, kemudian kita kasih ke
penegak hukum. Itu sangat kecil kalau mas liat di statistik terkait
kita report, apa namanya, pendanaan terorisme. Sekarang begini
kita amat sangat banyak membantu justru dari level yang kedua
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
yang balik arah, dimana penegak hukum minta ke PPATK dan
disebutnya bukan, kitakan disebutnya hasil analisis yang PPATK
ke penegak hukum, ini disebutnya hasil informasi atau inquiry
IHA, Informasi Hasil Analisis disebutnya begitu dikenalnya. Nah
itu, dilakukan penyidik biasanya sudah punyakan tahu jaringan-
jaringan si pelaku narkotiknya, mereka intelnya lebih jago punya
jaringan segala macam, di infolah ke kita dan kita minta data ke
bank itu yang banyak kita bantu justru. Dari situ, karena penyidik
sudah tahu duluan dengan segala kewenangan yang ada di
penyidik, mereka lebih bisa, kita sekarang hanya bisa menyentuh
pihak pelapor tapi mereka bisa menyentuh orang-perorangan
benar-benar ke manusia ke pelaku. Dapat informasi banyak
mereka lebih, jadinya seperti itu, kita banyak membantu disitu itu
di statistik juga ada informasi kaya begitu. Kemudian apalagi, itu
dari segi benar-benar core business PPATK, ya kan, yang benar-
benar FIU administrative murninya termasuk yang tambahan tadi
dimana penegak hukum bisa minta. Nah sekarang coba lihat mas
pasal 40 berapa itu, sekarang terkait, kita pasal 40, iya pasal 40.
PPATK bukan cuma, tadi pasal 40 dekatnya lebih ke 40 huruf d
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
ya, yang benar-benar fungsi FIU administrative atau tidak bagian
b dan c, b dan c pun sebagian, karena kita kelola data informasi
yang didapat, kemudian kita ini pengawasan sebenarnya kaya
tambahan bukan administratif. Karena rata-rata FIU yang
administratif ya cuma terima analisis aksi-terima analisis aksi.
Kalau ini kita melakukan pengawasan, bisa melakukan audit
kepatuhan audit khusus seperti itu. Nah sekarang ini yang a,
pencegahan dan pemberantasan, ini termasuk pendanaan terorisme
kita masuk misalnya bisa kasih masuk koordinasi pencegahann
TPPU dengan instansi terkait, terus rekomendasi ke pemerintah,
bisa koordinasi bisa rekomendasi termasuk dengan komite TPPU
ini kaitanya. Di komite TPPU tahukan mas, komite TPPU yang
fungsinya itu terkait dengan kebijakan pencegahan dan
pemberantasan TPPU tapi dia juga punya program-program kerja
tertentu bukan hanya terkait dengan pencucian uang tapi juga
dengan pendanaan terorisme. Sudah masuk belum itu kedalam
skripsi mas?
Apakah PPATK sebagai FIU
memiliki tugas yang sama secara
FIU itu banyak tipe, kita yang dulunya administratif murni,
sekarang ada tambahan-tambahan kewenangan itu yang
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
International? melakukan pengawasan, melakukan pemeriksaan segala macam.
Nah kalau FIU luar negeri itu ada banyak, mungkin ada sekitar 4
contohnya, 4 tipe. Ada tipe administratif seperti kita, ada contoh-
contohnya berapa negaranya aduh apa ya? Contohnya BNM kali
ya? Ee Malaysia kalau tidak salah, Malaysia itu dibawah BI-nya
dan melakukan administratif saja, kalau tidak salah. Singapura
juga seperti itu, dia hanya seperti kantor pos saja, jadi hanya
menerima saja. Terus ada contoh yang, dia melakukan penyidikan,
apa disebutnya judicial eh bukan judicial. Ada tipe hybrid
administratif FIU, adminstrative model kemudian ada juga tipe
yang dia lakukan penyidikan juga contohnya AMLO-nya
Thailand. Dia investigasinya sampai ke hutan-hutan mencari
penjahatnya, kemudian membongkar-bongkar rumah melakukan
penggeledahan seperti itu. Ada yang dia termasuk penuntutannya
juga, jaksanya juga didaerah mana begitu, nanti mas ingatkan saja
untuk minta datanya bisa dibantu. Terus ada juga yang disebutnya
tipe hybrid, tipe semuanya tapi tidak sampai ke pengadilan sih.
Tipe-tipe tertentu dan di bawahnya pun, ada yang dibawah
presiden seperti kita ada yang dibawah bank sentral seperti di
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Malaysia. Kemudian ada yang dibawah kejaksaan contohnya
adalah AUSTRAC, Australia. Kemudian fincent itu dibawah
kementrian keuangan kalau tidak salah. Pokonya tipenya banyak,
ada yang dibawah kepolisan kejaksaan, ada yang dibawah
eksekutif kaya presiden, kemudian ada yang dibawah bank sentral.
Cuma pada prinsipnya semua FIU itu mekanismenya seperti itu,
menerima-menganalisis-memberikan, itu core-nya. Cuma ada
variant-variant kewenangan, kaya misalnya tadi aku bilang, di
Singapura. Kenapa sih selama ini kerjasama kita sama Singapura
itu lemah sekali? Sebenarnya alasan mereka seperti itu, FIU-nya
Singapura itu tidak bisa seperti PPATK yang bisa mengaudit
kedalam menyentuh pihak pelapor, tidak bisa. Jadi kita cuma base
on database saja, jadi kalau yang diminta PPATK ada didalam
database, sok dikasih. Tapi kalau tidak ada ya sudah kita cuma
bilang tidak ada, sedangkan PPATK Indonesia tidak, kita bisa
minta ke PJK kita bisa periksa langsung turun ke lapangan ke PJK,
pihak pelapor kalau sekarang. Kita bisa minta informasi dari
instansi lainnya yang terkait. Jadi variant-variantnya berbeda, tapi
intinya menerima-menganalisis-mendelivery itu intinya seperti itu
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
core businessnya, pada dasarnya semua FIU sama cuma ada
variant-variantnya seperti itu.
Untuk referensi mas bisa baca mengenai FIU fungsi-fungsi itu ada
ee “FIU an overview” kalau tidak salah, itu yang mengeluarkan
adalah IMF dan World Bank itu ada soft filenya. Kayanya aku
dulu pernah memberikan deh ke mas, eh bukan ternyata angkatan
dibawah mas. Itu ada di web, cari saja ada di google, “FIU an
overview” begitu-begitu nanti langsung keluar ada soft filenya
terkait FIU, benar-benar FIU model FIU dan tugasnya. Jadi kalau
PPATK ini yang sekarang di Indonesia memang tidak murni
administratif tapi juga kita bukan penyidik jadi agak-agak aja
bentuknya menyelidiki.
Bagaimana hubungan dengan
penegak hukum yang lain?
Ada satuan tim, komite TPPU itu. Bukan satgas sih, tapi lebih ke
tim kali ya. Suatu tim, itu dia tim yang dimana kepala PPATK
sekretaris di level ministerial-nya, di level kementrian dia
sekretaris kepala PPATK. Itu benar-benar level kebijakan dari kita
mengeluarkan strategi nasional sekitar ada 9, sebenarnya tadinya 8
ditambah ada NPO sektor. Karena kita melihat dari tipologi dan
segala macam NPO banyak digunakan terkait pendanaan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
terorisme.
Terkait pendanaan terorisme, mungkin nanti bisa dilihat ada
strategi nasional pencegahan dan pemberantasan. Nah itu harusnya
masuk ke skripsi mas, karena PPATK berkait disitu karena
PPATK menjadi sekretaris. Itu level ministerial, kemudian level
Dirjen atau level eselon 1, kepala PPATK menjadi ketua. Jadi
misalnya begini, untuk ministerial pertemuan setahun sekali kalau
untuk yang level ini kalau tidak salah 6 bulan sekali atau 3 bulan
sekali nanti dicek kembali ya. Kaya begitu, ini benar-benar
program kerjanya lebih teknis sifatnya, yang kebijakannya level
ministerial. Ee itu ada strategi nasionalnya, program kerjanya
termasuk single identity number, itu banyak juga kaitan sama
terorisme. Teroris itu banyak yang mempergunakan nama alias-
alias, KTP-nya bisa lebih dari sepuluh itu kenapa kebutuhan kita
single identity number. Kemudian ini pendanaan terorisme, RUU,
masuk juga kedalam strategi nasional itu. Kemudian pengawas
NPO sektor, Non-Profit Organization, karena banyak
dipergunakan. Misalnya dana dari luar negeri masuk ke Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
padahal itu dari Al-Qaeda dari organisasi apa. Atau tidak di
Indonesia sendiri, mas misalnya diminta seumbangan 10ribu-
10ribu, kita kalau atas nama keagaman biasa pasti mengasih
walaupun cuma kecil-kecil. Itu bisa digunakan untuk kegiatan itu,
dan kita tidak tahu kalau mereka, maksudnya kita tahu untuk
ibadah tapi ternyata mereka ibadah dengan sistem garis keras
dimana justru dipakai buat yang segala macam itu kita tidak tahu.
Dan itu non-profit organization itu seperti organisasi massa,
yayasan segala macam yang mengumpulkan dana tapi mereka
tidak memberikan laporan keuangan segala macam ke pemerintah,
akuntabilitasnya tidak jelas. Banyak tipologi kaya begitu, itu
makanya mungkin kalau menurut saya komite TPPU perlu
dimasukkan strategi nasionalnya, banyak yang terkait dengan
pendanaan terorisme.
PPATK ini fungsi koordinasi deh pasal 92, untuk meningkatkan
koordinasi antar lembaga terkait dalam pencegahan dan
pemberantasan TPPU, dibentuk komite kordinasi nasional. Jadi
bukan lembaga baru, kerjasama, cuma untuk meningkatkan
kerjasama. Kaya lingkup kerjasama, tapi kerjasamanya banyak
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
instansi, lebih dari 10 instansi. Kaya misalnya begini, sekarang
core kita dengan penyedia jasa keuangan atau tidak dengan pihak
pelapor dimana kita berhubungan dengan BI, Bappepam
regulatornya. Atau kementrian keuangan untuk asuransi atau LK,
Lembaga Keuangan. Kemudian untuk balai lelang segala macam
karena mereka punya regulator di kementrian keuangan.
Kemudian kita berhubungan dengan penegak hukum paling polisi,
maksud saya 6 penyidik, jaksa kemudian hakim kaya begitu. Nah
ini di komite kordinasi lingkupnya lebih luas, contoh single
identity kita berhubungan dengan siapa? Kementrian dalam negeri.
Kemudian terkait perampasan aset, ada RUU perampasan aset,
dengan kejaksaan dengan kepolisian dengan BIN misalnya kaya
begitu. Atau pendanaan terorisme contoh dengan BIN dengan
Densus 88. Jadi lingkupnya lebih luas, kementrian dalam negeri,
kementrian hukum dan HAM, BI, regulator masuk, penegak
hukum masuk, kecuali hakim ya tidak masuk. Tapi instansi lain
yang kayanya tidak terlalu berkaitan dengan PPATK tapi banyak
mereka tupoksinya yang berkaitan dengan strategi nasional. Nah
itu ada penjelasannya tentang strategi nasional, kaya apa latar
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
belakangnya, kemudian strateginya apa saja, apa saja yang perlu
dilakukan program kerjanya termasuk siapa instansi yang terlibat,
core instansinya siapa itu ada di strategi nasional. Perpresnya nanti
mas cek saja untuk komite kordinasi nasional itu perpres 6 tahun
2012.
Ada tambahan lagi selain komite TPPU. PPATK melakukan
kerjasama nih, ini diluar komite TPPU, kita lakukan kerjasama
baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kerjasama itu bisa via
MoU, bisa juga kaya asas resiprositas begitu mas disebutnya
kerjasama timbal balik saling menguntungkan tanpa perlu MoU
segala macam. Karena ada negara misalnya yang harus MoU ada
juga yang tidak harus, instansi kita dalam negeri pun ada yang
harus MoU ada yang tidak harus MoU, seperti itu. Misalnya
PPATK yang didalam core businessnya itu, maksudnya
bagaimana PPATK cara analisisnya ya, PPATK cara analisis itu
berdasarkan laporan dari pihak pelapor kemudian dia dsebutkan
tambahan added value. Ada tambahan nilai terhadap hasil analisis
itu dan sekarang ada lakukan pemeriksaan juga, itu dilakukan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
dengan cara minta data. Misalnya minta data ke instansi lain,
misalnya minta data ke BIN atau red notice Polri begitu. Sudah
begitu kalau diluar negeri juga, kalau misalnya pelakunya di
Singapura atau dimana dia minta datanya ke FIU, jangan
Singapura deh karena di Singapura tidak ada teroris ya haha.
Malaysia atau tidak di daerah sana ya, ke FIU-nya Malaysia,
seperti itu bisa. Jadi kerjasama dalam negeri dan luar negeri, disini
sudah ada catatan lengkapnya dari mana saja informasi. Termasuk
juga CBCC, pembawaan uang tunai lintas batas itu, berarti ke Bea
Cukai informasinya.
BNPT ada di dalam komite TPPU, termasuk salah satu BNPT
Densus 88 termasuk di dalamnya. Nanti mas lihat di strategi-
strateginya, ada yang core institusinya siapa, termasuk BNPT ada
di beberapa itu termasuk di RUU pendanaan teroris.
2. Gambaran Umum
Pendanaan
Terorisme
Apa itu pendanaan terorisme?
Pendanaan teror itu yang kegiatan pembiayaan kegiatan teror,
bentuknya bisa beragam. Tetapi untuk pendanaan terorisme
berbeda dengan pencucian uang, beda dimotivasi dia untuk
menikmati itu sebenarnya tidak ada ee bisa dibilang tidak ada.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Seperti apakah hubungan pendanaan
terorisme dengan pencucian uang?
Apa saja yang dilakukan untuk
mendanai terorisme?
Tapi motivasi dia terkait untuk melakukan tindak pidana
terorisme, itu perbedaannya antara pencucian uang dengan
pendanaan terorisme. Tapi ee tetap di dalam undang-undang
pencucian uang kita menganggap ee pendanaan terorisme itu
menjadi salah satu tindak pidana asal, untuk pencucian uang yang
bisa disidik juga seperti itu.
Jadi begini, aku juga mau masuk sedikit perbedaan antara
pencucian uang dengan pendanaan terorisme. Kenapa sih bisa
masuk kesini? Sebenarnya begini, kalau pencucian uang itu
dijamin harta hasil, itu uangnya itu, atau harta kekayaan itu adalah
hasil kejahatan, itu sudah pasti. Misalnya dari korupsi atau illegal
logging ada illegal fishing.
Nah seperti itu ya, di pasal 2 itu disebutkan jenis-jenis tindak
pidananya. Tetapi kalau pendanaan terorisme belum tentu, bisa
jadi dia hartanya sah, misalnya uang saya gaji saya tapi saya mau
pakai buat kamu untuk melakukan teror. Uang ku sah loh dari gaji
aku kasih ke kamu. Tapi kalau pencucian uang, murni uangnya itu
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
hasil kejahatan dan dia mau menikmati hasil kejahatan itu.
Indonesia sudah meratifikasi undang-undang 6 tahun 2006 tentang
pendanaan terorisme. Jadi ada konvensi pbb yang sudah
diratifikasi oleh indonesia. Jadi kita itu sudah meratifikasi mas,
sejak tahun 2006. Karena kita sudah meratifikasi, biasanya kalau
sudah diratifikasi akan dibuat dalam undang-undang kembali tapi
dalam undang-undang nasional ya sesuai sistem hukum masing-
masing negara, karena itu kita membuat undang-undang ini
*menunjukkan draft ruu pendanaan terorisme*, undang-undang
ruu ini. Dan didalam ruu ini kita sudah berusaha untuk,
sebelumnya belum ada fatf yang baru itu, rekomendasi yang baru.
Sebelumnya belum ada pada saat penyusunan ini masih
menggunakan yang lama, yang 40+9 itu. Nah didalam ruu ini kita
berusaha untuk mencapture semua yang diminta oleh ee 9
rekomendasi itu. Didalamnya itu ada pengaturan terkait, jadi
begini seperti yang mba afra bilang biasanya pelaku pencucian
uang itu dia tidak mau menaruh uangnya dalam sistem keuangan,
tidak tahu kalau mereka sudah pintar atau seperti apa ya. Biasanya
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
mereka itu sistemnya by cash atau melalui jasa pengiriman uang
yang tidak terregister.
Iya CBCC atau pembawaan uang tunai lintas negara itu, cross
border. Biasanya itu yang mereka pergunakan, mereka jarang
menggunakan bank-bank konvensional seperti sekarang, mereka
jarang mempergunakannya. Nah didalam ruu kita sudah
mengcapture kesana. Oh iya, di pasal berapa ya saya juga agak-
agak lupa. Pasal 20an yah. Itu wajib, pertama mereka itu wajib
terdaftar, mewajibkan mereka untuk terregister semuanya. Agak-
agak lupa pasal berapa, *mencari pasal didalam draft ruu
pendanaan terorisme* nah ini dia pasal 18. Ee pengawasan
terhadap pengiriman uang melalui sistem transfer atau malalui
pengiriman uang melalui sistem lainnya. Itu mereka mempunyai
kewajiban untuk terdaftar, terregister, terregisternya di bi ya. Jadi
kalau sekarang masih banyak yang sistem seperti hawala itu ya,
itu tidak terregister mereka.
Pernah denger hawala kan? Ngerti hawala? Dia bukan bank,
sistemnya, mekenismenya seperti persaudaraan atau kepercayaan.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Hawala itu dari india kalau tidak salah namanya, ada hundi juga
pakistan begitu-begitu. Jadi sistemnya begini, biasanya hawala itu
dipakai kalau yang sekarang itu untuk para tki-tki, tki-tki
mengirimkan uang ke keluarganya. Jadi sistem hawala itu biasa
begini, misalnya afra itu tki di malaysia aku punya jasa itu, punya
jasa pengiriman uang. Afra memberikan uangnya ke aku tapi aku
tidak transfer begitu, aku punya saudara di indonesia. Aku tinggal
by phone saja, ini dikirimkan ke garut nomor segini-segini-segini.
Nah dari situ langsung dikirimkan, langsung kerumahnya si afra di
garut sana.
Jadi tidak ada sistem uang bertransfer, hanya ada komunikasi-
komunikasi. Dan itu bisa apa ya mba? Apa namanya? Bisa dua hal
terjadi, pertama misalnya uang yang dikirim oleh si orang
indonesia ke garut itu bukan uang murni uang afra. Tapi uang hasil
narkoba, pelaku narkoba bisa masuk ke sistem itu dengan dua
jalur. Pertama dia benar-benar, dia narkoba tapi dia melakukan,
“saya usaha hawala”. Jadi narkobanya terkaburkan dengan usaha
sah, jadi dia benar-benar melakukan kesannya usaha sah. Tapi hal
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
kedua adalah misalnya si pelaku narkoba itu punya temen mas,
mas ini membuka usaha itu. Kemudian dia bilang, “eh saya punya
uang nih, kita join yuk”, “saya pemodal deh”. Tanpa mas tahu
kalau saya sebenarnya pelaku narkoba, jadi digabung ke usaha sah
sehingga seolah-olah sah. Jadi bisa si orang hawala itu tidak tahu
apa-apa dia sangka itu pemodal, bisa juga benar-benar memang
pelakunya melakukan itu, seperti itu mekanismenya.
3. Penanganan
pendanaan teror
di Indonesia
Bagaimana skema pelaporan
transaksi keuangan yang
mencurigakan terkait pendanaan
teror?
Polisi itu mengeluarkan daftar teroris atau orang terduga teroris
dan dia mengajukan kepada pengadilan negeri. Untuk menetapkan
mereka-mereka itu sebagai teroris atau daftar organisasi teroris,
untuk ditetapkan dengan pengadilan. Kemudian mekanismenya ya,
dari pengadilan mengeluarkan penetapan, setelah dikeluarkan
penetapan si kepolisian ini akan mengirimkan kepada seluruh LPP,
Lembaga Pengawas Pengatur. Untuk diumumkan juga kepada
PJK, Penyedia Jasa Keuangan. Pada saat PJK menerima nama itu,
misalnya namanya si Abdul Kadir, si Abdul Kadir ini ternyata
sudah masuk dalam daftar teroris atau mungkin dia punya
organisasi yang masuk dalam organisasi teroris. Itu begitu bank
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Apakah modus pendanaan teror
sama dengan pencucian uang?
menerima, tanpa bank berpikir panjang dia harus langsung
memblokir, pemblokiran serta merta. Jadi tidak harus lagi, aduh
ini benar tidak ya, tidak! Begitu ada list dari LPP yang awalnya
disampaikan oleh polisi, mereka punya kewenangan untuk itu.
disitu kita upaya untuk uang itu berhenti tidak bergerak, seperti
itu. Laporan, harus laporan ke PPATK intinya itu. Laporan terkait
terorisme. Setelah itu mereka akan melaporkan ke PPATK si PJK
itu. Sebenarnya di UU TPPU sudah ditangkap sih, maksudnya
sudah ada aturannya, cuma ini sebenarnya agak rempong
internasional karena mintanya. Padahal di undang-undang kita
sudah, dan kita sudah menjelaskan di pasal 2 bisa itu tapi mereka
bilang harus diatur lagi
Sepertinya mirip-mirip saja, itu seperti apa ya mas, ee begini, itu
placement, layering, integration itu mas itu tahu harus kumulatif,
berarti dia bisa saja dipecah-pecah bisa juga langsung integration
bisa juga placement di tempatkan. Nah sekarang begini, setahu
saya tidak pernah ada kajian mengenai itu tapi itu pertanyaan yang
bisa dijawab. Maksud saya begini, ketika dia menempatkan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
uangnya ke penyedia jasa keuangan dengan profile yang oke. Jadi
agak susah karena uangnya kecil-kecil, cuma ketika aneh ketika
dia ditarik sedikit-sedikit via ATM segala macam. Itu berarti dia
placement, tahap dimana dia placement, kemudian dia tarik kecil-
kecil, tarik-tarik kecil itu disebutnya nanti jadi integration karena
dia langsung pakai. Atau tidak dia bisa, kalau layering dia apa ya,
rata-rata hampir tidak pernah ada kasus dimana dia dipindah-
pindah. Justru saya melihat kebanyakan mereka placement,
misalnya tadi contoh kasus yang mba Lista bilang tentang hawala,
dimana dia menempatkan uang ke dalam suatu bisnis yang sah. Itu
sebenarnya bisa integration juga, jadi diintegration pun dia bisa.
Maksud saya begini, kalau placement dia menaruh ke penyedia
jasa keuangan. Kalau dia integration berarti dia menaruh ke kaya
bisnis hawala, entah dia bikin bisnis hawalanya atau tidak dia
memasukan sebagian hartanya ke bisnis hawala. Begitu bisa,
bahkan sepertinya yang kedua bisa deh, yang layering itu. Dia
membuat usaha hawala itu, menutup-nutupi seolah itu usaha sah,
karena layering itu untuk menutupi jejak aset. Jadi bisa semua,
intinya sih semua tindak pidana yang dimaksud di pasal 2 pasti
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Apakah PPATK hanya bertugas saat
ada laporan dari PJK saja?
modusnya rata-rata begitu, maksudnya 3 itu. Tapi dengan banyak
perkembangan, tipologinya ada seperti dipecah-pecah atau segala
macam, tapi ini mungkin karena khusus pendanaan terorisme tapi
intinya bisa tiga-tiganya bisa masuk.
Jadi iya, mirip dengan pencucian uang, amat sangat mirip.
Jadi sebenarnya PPATK itu tidak hanya pasif menerima laporan
tetapi juga aktif mencari sendiri begitu. Ketika proses analisis dia
mencari sendiri atau dia pun satu sisi dapat informasi dari
penyidik. Jadi selama ini deh ada yang bilang, “wah kalau PJK
tidak melapor PPATK tidak kerja apa-apa dong”. Ya tidak, PJK-
nya diam PPATK bisa minta informasi dari penyidik kemudian
PPATK analisis minta data. Minta data ke pihak pelapor, minta
data kepihak terkait, seperti itu. Disini sudah ada sih mas
bagaimana sekilas mengenai itu, termasuk kalau mas mau
berbicara mengenai kendala.
4.
Upaya yang
dilakukan
PPATK dalam
menanggulangi
Upaya-upaya apa saja yang
dilakukan oleh PPATK dalam
menanggulangi pendanaan terorisme
sesuai dengan peran, fungsi, dan
Pokok permasalahannya ini ingin melihat perannya PPATK dalam
menanggulangi pendanaan terorisme, karena nanti ujung-ujungnya
akan menjadi sebagai bentuk pencegahan terjadinya tindak pidana
terorisme, maksudnya begitu. PPATK sebagian besar justru
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
pendanaan
terorisme
wewenangnya? berbicara di aspek pencegahan, ya mungkin fifty-fifty sih. Tapi kita
sejauh ini banyak level kebijakan ya, level kebijakan itu
pencegahan ya tapi pemberantasan itu kita justru banyak
membantu penegak hukum. Kita ada juga hasil analisis, tapi
kebanyakan penegakan penegak hukum yang dapat sendiri infonya
kemudian minta info ke kita itu yang informasi hasil analisis
Hambatan apa saja yang dialami
PPATK dalam menjalankan upaya-
upaya tersebut? Apakah itu dari
undang-undang atau lainnya?
kendalanya termasuk itu tadi karena uangnya kecil-kecil dan
menggunakan transaksi tunai membuat kita agak susah
mendeteksi. Bagaimana pihak pelapor mungkin masih sulit untuk
mencurigai iya atau tidaknya terkait pendanaan terorisme karena
itu sesuai profile nasabah segala macam, agak bingung
menentukan red flag kaya seperti itu, itu ada beberapa kendala
terkait. Disini ada perkembangan penanganan perkara, kemudian
tipologi, penulusuran aset ada semua *menunjukkan slide RUU
pendanaan terorisme*. Sebenarnya tadi, mba aku ada yang lupa
untuk ditanyakan, begitu datang kita lupa menanyakan ke mas itu
mengenai latar belakang skripsinya dan juga pokok
permasalahannya apa, takutnya yang kita jelaskan tidak match
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
dengan keinginannya.
5. Perkembangan
Pendanaan
Terorisme di
Indonesia
Bagaimana perkembangan
pendanaan terorisme di Indonesia
sejak di bentuknya PPATK?
Kalau untuk kasus yang sudah inkrah sih, sebenarnya itu juga
masih mempergunakan undang-undang teroris ya, itu ada dua
kasus ya Abu Dujana dan Zarkasih yang menggunakan pendanaan
terorisme. Sebenarnya unsurnya unsur pendanaan terorisme tapi
mempergunakan undang-undang teroris, undang-undang 15 tahun
2003 itu ada dua kasus, setahu saya baru dua kasus yang sudah
inkrah. Tapi terkait dengan PPATK apa ya, LHA nya ya mngkin,
yang sudah disampaikan ke penyidik. Kira-kira ada 40an untuk
pendanaan teroris. Bisa dilihat ke statistik itu. Semuanya sampai
ke tahap penyidikan.
Hal ini yang mungkin harus mas tahu, apa ya disebutnya, PPATK
itu tidak harus informasi yang disampaikan PPATK ke penyidik ke
pengadilan. Jadi misal HA PPATK itu ada 10, belum tentu
semuanya ke pengadilan, karena PPATK itu bukan penyidik yang
harus membuktikan. Tapi PPATK itu menduga ada tindak pidana,
jadi nanti penyidik akan mengolah lagi. Misalnya penyidik nanti
“aduh ini tidak ketemu orangnya”, bisa saja seperti itu, berarti
tidak bisa kepenyidikan karena orangnya tidak ketemu. Seperti itu,
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Kasus teror di Indonesia yang terkait
dengan pendanaan teror?
Apakah ada contoh kasus yang
dicurigai sebagai salah satu bentuk
pendanaan teror?
meskipun ada dugaan tindak pidana. Atau bisa KTP-nya palsu,
kita sudah analisis tapi KTP palsu jadi tidak ketemu orangnya jadi
tidak bisa. Jadi belum tentu ke pengadilan, tapi kita punya report.
Tapi versi bahasa inggris tidak apa-apa mas nanti diterjemahkan
sendiri yang ada misalnya terkait kasus itu yang mba Lista bilang.
Iya untuk kasus yang terkait pendanaan terorisme itu baru dua
setahu saya. Yang tidak dikaitkan dengan pencucian uang sama
sekali, dia dianggap sebagai pelaku teroris juga meskipun dia
menggunakan pasal yang pendanaannya ya, yang pasal 11, 12 ,13.
Nah ini ada kaitannya dengan jaringan international emang,
dengan JI, Jamaah Islamiyah. Dan itu si Abu Dujana dkk itu, alias-
alias juga namanya, JI itu dianggap sebagai organisasi terlarang
tapi tidak tahu sampai sekarang masih berdiri. Nah dengan RUU
ini jadi, akan bisa memblokir dan segala macam
oh, contoh kasus itu tahu tidak mas, perampokan. Kalau yang
PPATK bantu ya, contoh kasus bank Niaga yang kaya mba Lista
bilang. Perampokan bank Niaga yang di medan kalau tidak salah.
Patut dicatat bahwa PPATK yang informasi hasil analisis, yang
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Bagaimana perkembangan trend
pendanaan teror di Indonesia?
permintaan penegak hukum, yang penegak hukum temukan. Itu
penegak hukum temukan dan PPATK bantu, jadi baru ketahuan
belakangan kalau di Indonesia, terorisme itu. “Ooh ternyata ini
hasil perampokan yang merampok bank Niaga”, seperti itu.
Kemudian, kalau narkotika justru aku tidak terlalu tahu ya, tapi
kalau NPO di Indonesia mungkin itu contoh kasus Abu Dujana.
Dia kasih dana untuk kegiatan-kegiatan terorisme, untuk kasus itu.
Kemudian ada lagi contoh dimana kalau di internasional diluar
negeri banyak itu yang Non-Profit Organization, Jamaah
Islamiyah itu bisa dianggap NPO. Jamaah Islamiyah itu dianggap
Non-Profit Organization dimana dia digunakan sebagai sarana
atau apa untuk lakukan terorisme, pendanaan terorisme seperti itu.
Perampokan terus apalagi ya? setahu saya itu saja sih.
Setahu saya sejauh ini trend yang meningkat itu seperti
penggunaan, apa ya, dokumen palsu atau tidak penipuan yang
semakin meningkat. Ada trend yang meningkat, trend yang
cenderung tetap setiap tahun, itu terorisme tidak masuk. Apa ya?
Saya masih kurang paham apakah ini masih belum menjadi
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
prioritas, maksudnya bukan jadi prioritas ya, belum dikaji lebih
mendalam begitu. Tapi itu belum termasuk dalam trend-trend
yang meningkat atau trend yang apa, apa namanya, analisa
strategis mengenai itunya kita belum ketahui. Tapi kalau dilihat
dari statistiknya, informasi dari PPATK tidak terlalu signifikan,
maksudnya tidak sebanyak penipuan atau korupsi yang jelas kaya
trend meningkat begitu.
Cuma ya itu, apasih namanya, ee untuk saat ini memang agak sulit
ya untuk pencegahan pendanaan terorisme itu agak sulit. Karena
biasanya kita PPATK itu tahu ada transaksi-transaksi
mencurigakan terkait pendanaan terorisme itu misalnya pada saat
bali bombing itu. Jadi pada saat setelah terjadinya teroris atau
setelah mencuat ke permukaan, baru PPATK melacak biasanya
seperti itu. Permintaan dari penegak hukum, Karena memang
kemampuan dari PJK untuk menganalisis yang mencurigakan
terkait teroris atau organisasi teroris atau tidak itu masih rendah.
Masih sulit sekali, jadi kita biasanya yang seperti mba Afra bilang
itu pancingannya justru dari penegak hukum. Ketika mereka
melihat ada jaringan teroris mereka baru info ke kita, barulah kita
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
lihat transaksi keuangan terkait jaringan ini dia kemana saja
uangnya. Jadi biasanya sudah terjadi atau pun sedang mencuat
baru PPATK, untuk pencegahannya masih cukup sulit.
6. Kesimpulan/Solu
si
Faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan pendanaan terorisme
ada?
Jadi faktor pendanaan terorisme di Indonesia lemahnya
pengawasan NPO-NPO bisa jadi salah satu faktor including
termasuk, tapi bukan alasan kuat bahwa ada terorisme. Bisa salah
satu alasan tapi bukan alasan kuat. Sepertinya kalau terorisme, apa
ya, itu harus baca banyak ya. kalau baca-baca referensi dimana
alasannya buka motif ekonomi segala macam jadi agak sulit dan
bukan kewenangan PPATK. Hal itu bisa dijadikan sarana untuk
dilakukannya pendanaan terorisme, tapi bukan cuma itu, yang aku
bilang tadi melalui hawala mereka, banyak sarananya melalui
CBCC juga. CBCC pun rata-rata Bea Cukai tidak bisa mendeteksi
karena uangnya kecil-kecil, kalau dia cuma bawa, maksimal 100
juta tapi kalau dia bawa 50 juta. Jadi memang sedikit kesulitan
juga, kecuali Bea Cukainya, mereka punya pertemanan dengan
Bea Cukai seluruh dunia atau tidak berhubungan dengan Polri
berhubungan dengan BIN disebutnya ada informasi intelijen. Jadi
DJBC pun dapat informasi dari mereka itu, “oh ini targetnya orang
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Hal apa saja yang harus dipersiapkan
agar pendanaan terorisme bisa
diminimalisir kegiatannya di
Indonesia?
ini” baru mereka beraksi. Seperti itu, jadi pada dasarnya mereka
juga, seperti PJK juga, sedikit kesulitan kalau dia harus sendiri
bahwa ini terkait terorisme. Mereka harus punya list ini, punya list
penumpang punya informasi dari ini, baru dia punya target.
Karena memang terorisme itu, ee terlihat itu memang dari
orangnya, kalau dilihat dari dananya itu akan susah. Beda dengan
pencucian uang, kalau pencucian uang itu dilihat dari dananya itu
mudah sekali ya. Dilihat dari dananya, pokonya diluar profile pasti
ini dicurigai. Tapi kalau teroris tidak, akan sulit jika melihat dari
dananya itu karena kecil-kecil. Tapi kita melihat dari orangnya, oh
ini sudah diduga sudah ada penetapan dari, kalau RUU ini jadi,
pengadilan. Sudah tanpa ba bi bu langsung blokir-blokir-blokir,
yang akan dilakukan oleh PJK nantinya kedepan.
benchmark kita pasti Australia, kita agak mirip. Meskipun
Australia dibawah kejaksaan sedangkan kalau kita dibawah
presiden. Tapi kita banyak dapat technical assisten atau bantuan
teknis segalam macam dari Australia. Itu tidak terlalu berkait sih,
tapi poinnya adalah kita banyak kemiripan dengan Australia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Perlukah penambahan wewenang
seperti KPK? Atau undang-undang
khusus menangani pendanaan
terorisme?
termasuk teknis pelaporan, mereka banyak bantu kita, teknis
pelaporan pihak pelapor, terus bagaimana berhubungan dengan
penegak hukum, bagaimana kordinasi dengan penegak hukum,
kaya begitu. Tipe FIU-nya juga agak mirip, admininistratif.
Sebenarnya kewenangan yang diberikan di undang-undang 8 tahun
2010 itu sudah sangat kuat buat PPATK. PPATK disana wah
sudah bisa segala macam, minta informasi terkait pencucian uang,
bukan langsung tapi baru terkait kemana-mana sudah bisa, bahkan
ke pajak sekarang pun sudah bisa. Sudah jauh dengan undang-
undang sebelumnya, kewenangannya sudah jauh sekali, sudah
sangat gemuk sekarang. Kalau menurut saya sih sistem hukumnya
yang harus diperbaiki, RUU ini harus segera disahkan. Supaya
bergeraknya itu bisa lebih sistematis, dari PJK juga mengetahui
langkah-langkah ketika nanti ada daftar list teroris atau organisasi
teroris mereka harus berbuat apa, itu bisa lebih cepat untuk
penangannan pendanaan terorisme. Unsur pencegahannya bisa
didapat tidak hanya pemberantasan tapi pencegahannya juga bisa.
iya undang-undang lama maksud saya bukan undang-undang 8,
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
yang lama itu undang-undang 25. Undang-undang 25 itu kita cuma
biasa audit yang biasa coba, audit yang biasa itu seperti apa sih.
Cuma audit, “kamu punya pengaturan tentang prinsip pengenalan
KYC tidak?” oh punya, coba dilihat. Cuma begitu saja, kita tidak
bisa melakukan audit khusus, kita tidak bisa melakukan
pemeriksaan, di undang-undang ini kita punya. Disana kita cuma
pasif, apabila hasil analisisnya itu sudah mentok sampai disitu kita
tidak bisa melakukan apa-apa, kalau sekarang kita bisa turun ke
lapangan. Bisa langsung minta data di on the spot itu bisa.
Ada juga slide mengenai itu, atau tidak lihat saja di undang-
undang barunya mas. Mana undang-undang barunya biasanya di
pasal penjelasannya ada apa yang ditambah. Nih *menunjukkan
bagian penjeleasan UU No. 8 tahun 2010*, disusun undang-
undang sebagai pengganti yang diubah materi muatan, redefinisi,
penyempurnaan, pengaturan mengenai penjatuhan, perluasan
pihak pelapor, penetapan jenis pelaporan oleh penyedia barang dan
jasa, perluasan kewenangan bea cukai yang tadinya cuma uang
tunai sekarang jadi bisa cek travel segala macam. Kewenangan
untuk tunda transaksi untuk pihak pelapor, ini banyak yang bisa
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
dilihat, penataan kembali kelembagaan PPATK, perluasan
insititusi yang berhak menerima hasil analisis yaitu yang tadinya
hanya dua menjadi enam. Terus hukum acara pemeriksaan, terus
penyitaan, kewenangan penghentian sementara PPATK ini ada
disini. Semua ada disitu. Kalau di undang-undang yang lama yang
berhak menyidik pencucian uang itu hanya kepolisian dan
kejaksaan ya sesuai UU TPPUnya ya.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
VERBATIM INFORMAN MELALUI SURAT ELEKTRONIK
Dari Peneliti:
Subjek :
Dari : Malik Wicaksana ([email protected])
Dikirim : Rabu, 11 April 2012 08.14
Kepada : [email protected]; [email protected]
selamat pagi,
maaf ganggu mba, mau minta tolong data-data nih mba hehe, boleh minta data:
-rekomendasi terbaru FATF
-strategi nasional komite TPPU
-report kasus pendanaan terorisme yang sudah di vonis
-kendala-kendala PPATK menanggulangi pendanaan terorisme
-tipe-tipe FIU
-soft copy RUU pendanaan terorisme
maaf banyak banget minta datanya mba hehe, terima kasih banyak mba atas
bantuannya.
salam,
malik wicaksana
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Dari Informan:
subjek :
dari : Afra Azzahra ([email protected])
dikirim : Rabu, 11 April 2012 18.25
kepada : [email protected]; 'listawati hutauruk' ([email protected])
On 16 July 2010, the Government of Indonesia has been upgrading the status of Coordination
Desk for Countering Terrorism (DKPT) to be a Coordination Agency for Countering Terrorism
(BKPT) by issuing Presidential Regulation No. 46 Year 2010.
BKPT has a duty to assist President in arranging policy, strategy and national program on
countering terrorism, coordinating relevant government institutions in conducting and
implementing policy on countering terrorism, and implementing policy on countering terrorism
by establishing Task Forces which is consist of relevant government institutions as in line with
their duty, function and authority respectively.
The countering terrorism itself covers prevention, protection, de-radicalization, enforcement,
and preparation of national alert.
In conducting its duty, BKPT has function as follows:
- Arrangement of policy, strategy and national program on countering terrorism;
- Conduct monitoring, analysis and evaluation on the field of countering terrorism;
- Coordination on prevention and implementation of activity against radical ideology
propaganda in the field of countering terrorism;
- Coordination on implementation of de-radicalization;
- Coordination on implementation of protection for potential objects to be targeted by terrorist
attack;
- Coordination on implementation of measurement/enforcement, ability maintaining, and
national alert;
- Implementation on international cooperation in the filed of countering terrorism;
- Planning, maintaining, and controlling on programs, administration, resources and inter-
cooperation institutions;
- Conduct Operation of Task Forces in order to prevention, protection, de-radicalization,
measurement/enforcement and preparation of national alert in the field of countering terrorism.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
For ensuring effective implementation of CFT measures in Indonesia, PPATK as AML/CFT regime’s
focal point, has been appointed to be a lead sector to handling CFT by the significant decisions
came out on the National Coordination Committee (NCC) meeting on 25 March 2009.
Therefore, some matters related to the handling of CFT have been decided, as follow:
a. The scope of NCC duties was extended to be anti-money laundering and anti-terrorist financing.
Hence, now the handling of CFT has had coordinating “media”.
b. Aside being as a focal point of the handling of anti-money laundering that has been going on up
to this moment, INTRAC was also appointed as the focal point to handle counter-financing
terrorism. This was decided by considering that in international best practice the scope of
Financial Intelligence Unit (FIU) are including anti-money laundering and counter-financing
terrorism.
c. Considering that there are several strategies related to anti-financing terrorism, so the title of
National Strategy was changed to be “the National Strategy of Preventing and Eradicating the
Crime of Money Laundering and Financing Terrorism”
PPATK as part of government institution on handling CFT policy will be coordinate with Special
Detachment of 88/Anti-Terror under this BKPT to carry out CFT measures across Indonesia by
formulate soft instruments of countering terrorism comprehensively. These soft instruments will
be considered to be a national strategy on preventing and countering terrorism as mandated in
United Nations General Assembly Resolution (UN Global Counter Terrorism Strategy), including
the CFT itself within.
Indonesia has initially drafted new Law on Counter Financing of Terrorism, which covered all
provisions recommended in MER and ICRG targeted review report.
The Bill on Counter Financing of Terrorism has been included in the National Legislation
Program Year 2010-2014 which was approved by Parliament on December 1, 2009. It is expected
that the Bill on anti financing of terrorism will be one of the priority Bills to be discussed and
enacted in the 2011 [National Legislation Program No. 223].
A Bill on Counter Financing of Terrorism was initiated by PPATK. As initiator, PPATK held
meetings among departments to discuss the Bill in November 2009, which involved
representatives from related institutions such as the Indonesian National Police, including Special
Detachment 88/Anti Terror, the Attorney General's Office, Counter Terrorism Coordination Desk
of the Coordinating Ministry of Politics, Legal, and Security Affairs, the Ministry of Foreign Affairs,
the Ministry of Law and Human Rights, the Central Bank of Indonesia, the Indonesian Capital
Market and Financial Institution Supervisory Agency.
As competent authority for legislation, the Ministry of Law and Human Rights has been setting
up formal Inter-governmental Agency Team responsible for the Bill on Counter Financing of
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Terrorism, which is led by Head of PPATK, by issuing Decree Letter of Minister of Law and Human
Rights Number PPE.86.PP.01.02 Year 2010 dated on 25 January 2010.
The first meeting was conducted on 21 July 2010 at Ministry of Law and Human Rights for
discussing general idea of terrorist financing to be in line with international standard. On
December 1, 2010, Ministry of Law and Human Right invited inter-government agencies started
to discuss the CFT Bill. The last meeting was held on December 16 until December 17, 2010.
Any remain recommended actions commented by RRG will be accommodated as considerable
agendas for formal inter-governmental agency Team to be discussed in the next meeting for
improvement of the Bill.
Implementation of CFT related report handling:
As FIU, PPATK received STRs related to CFT, analysed them and disseminated the results of
analysis to the Police. The following figure is showing the statistical data:
Analysis Report of PPATK related to
Terrorist/Terrorist Financing Crime
As of December 2010
Year Proactive Reactive Total
2003 3 - 3
2004 2 - 2
2005 0 - 0
2006 1 - 1
2007 0 5 5
2008 0 11 11
2009 1 7 8
2010 1 4 5
Total 8 27 35
Annual Trend of STRs Related to
Terrorist/Terrorist Financing Crime
As of December 2010
Year STR
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
2004 10
2005 13
2006 6
2007 10
2008 17
2009 22
2010 50
Total 128
Based on STRs related to CFT filed to PPATK, it can be described a simple model of terrorism
case and its financing happened in Indonesia as follows:
MM suspected involve in terrorist financing. During 2001 to 2004 account number 1234 was
received cash deposit from US$ 1.000 to US$ 27.000. A short time later, MM did cash withdrawal.
MM also had two accounts, namely number 5678 and 91011 in the same bank. This accounts
were used for receiving fund from others bank. The fund was moved to third party and
withdrawn by third party in small amount.
This case was an inquiry from law enforcement known as Special Detachment of 88/Anti-Terror
to PPATK. The information obtained was useful to conduct analysis on the above-mentioned case
and carried out further preliminary investigation, as such:
- Given clear information on crime scene, that was financial transaction in this concern.
- Given wide-ranging information on the suspect’s identity like document ID number (ID card,
driving license, passport), domicile, relevant third party accounts
- Given related information on his/her families and other parties involved.
Mas, mohon sesuaikan untuk statistk ya…
Kemudian untuk kasus JI sbg organisais terlarang abu dujana dst itu bis abuka di mutual
evaluation Indonesia tahun 2008.
Pake google aja..
Nanti keluat di FATF web or APG,,, nanti pake find… terroris financing case or sumthin like that…
Call us later klo gak ketemu data tsb..
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Thank u
Afra Azzahra
Law and Regulation Directorate
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK
Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre/INTRAC
Jl. Ir. H. Juanda No. 35, Jakarta - 10120 Indonesia
Tel: +6221 3850455 - 3853922
Fax: +6221 3856809 - 3856826
Mobile: +62812 8183 3663
Website: www.ppatk.go.id
Please don't print this email unless you really need to.
"Seluruh informasi yang terdapat pada email ini (beserta lampirannya) harus
diperlakukan secara khusus/rahasia dan hanya ditujukan untuk kepentingan pihak
penerima, tidak dapat diteruskan atau digandakan dengan cara apapun serta tidak
dapat digunakan sebagai alat bukti untuk kepentingan penegakan hukum maupun
keperluan lainnya tanpa persetujuan dari PPATK"
"All information enclosed in this email (and any attachment) are legally privileged
and/or confidential and intended only for the use of the addressee(s), can not be
forwarded, printed, copied or reproduced in any manner that would allow it to be
viewed by any individual not originally listed as a recepient and also they can not be
used as an evidence for legal purpose and any other purpose without PPATK approval"
DISCLAIMER
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Subjek : tes
Dari : Afra Azzahra ([email protected])
Dikirim: Rabu, 11 April 2012 13.36
Kepada: [email protected]; [email protected]
TIPE FIU cari di google: FIU, an Overview, keluaran Worldbank IMF,, ato ketik aja langsubng dgn
keyword tipe FIU
strategi nasional komite TPPU: lihat di web PPATK, saat ini ada 9, termausk NPO sector
dan RUU pendanaan terorisme
Komite TPPU dgn Perpres baru, mohon di lihat di web PPATK bagian peraturan presiden
Afra Azzahra Law and Regulation Directorate
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK
Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre/INTRAC
Jl. Ir. H. Juanda No. 35, Jakarta - 10120 Indonesia
Tel: +6221 3850455 - 3853922
Fax: +6221 3856809 - 3856826
Mobile: +62812 8183 3663
Website: www.ppatk.go.id
Please don't print this email unless you really need to.
"Seluruh informasi yang terdapat pada email ini (beserta lampirannya) harus
diperlakukan secara khusus/rahasia dan hanya ditujukan untuk kepentingan pihak
penerima, tidak dapat diteruskan atau digandakan dengan cara apapun serta tidak
dapat digunakan sebagai alat bukti untuk kepentingan penegakan hukum maupun
keperluan lainnya tanpa persetujuan dari PPATK"
"All information enclosed in this email (and any attachment) are legally privileged
and/or confidential and intended only for the use of the addressee(s), can not be
forwarded, printed, copied or reproduced in any manner that would allow it to be
viewed by any individual not originally listed as a recepient and also they can not be
used as an evidence for legal purpose and any other purpose without PPATK approval"
purpose without PPATK approval"
DISCLAIMER
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Subjek : hsl rpt soepomo.rtf, pen hsl soepomo.rtf
Dari : Afra Azzahra ([email protected])
Dikirim: Kamis, 12 April 2012 10.09
Kepada: [email protected]
Cc : [email protected]
Hal 18 sd 19 Mutual Evaluation on Indonesia
Sources and methods of terrorist funds
63. Assessments and typologies work by Indonesian authorities and
international bodies indicate
a range of techniques being used to finance terrorism in and beyond
Indonesia. POLRI and
other sources indicate the following vulnerabilities for TF in Indonesia:
. Cash couriers - identified as the primary risk;
. Wire transfer (cases of Al Qaeda wiring money to JI members);
. Robbery (cases of a bank, gold shop and a mobile phone shop);
. NPOs being abused to collect and move funds;
. Charitable giving being misdirected away from intended recipients to fund
terrorist
groups; and
. Alternative remittance systems.
Hal 46 (pendanaan teroris tmsk JI sbg orgasanisasi terlarang)
219. Since the onsite visit a number of defendants have been charged with
terrorist financing
offences and a number of convictions have been recorded. While each of the
three
convictions achieved in early 2008 were against natural persons, in the
matter of AINUL
BAHRI (adjudicated on 16 April 2008) the court found him guilty of a number
of terrorism
offences, but the courts findings raised a number of issues regarding the
operation of
corporate criminal liability under the Anti-Terrorism Law.
220. The case against AINUL BAHRI demonstrated his liability for various
terrorist acts,
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
including terrorist financing. The court established that he was an office
holder of Al Jamaah
Al Islamiyah (JI). As part of its adjudication in the case, the court made
findings against both
AINUL BAHRI and the corporate entity, JI. In should be noted that JI was not
charged with
any terrorist offence, but the judgement appears to apportion criminal
liability to JI and applies
sanctions against legal person JI.
JUDGMENT
CRIMINAL NUMBER: 2189/Pid.B/2007/PN.Jkt.Sel.
South Jakarta District Court, 16 April 2008
Considering articles of laws mentioned:
TO ADJUDICATE
I. To announce that a defendant of AINUL BAHRI als. YUSRON MAHMUDI als. etc
concerned is
proved guilty legally and assures that a defendant has been guilty to commit
a crime:
1. illegally in controlling, maintaining, hiding firearms, ammunition,
explosive materials mentioned to
commit a crime;
2. intentionally to provide assistance and facilities to terrorists in term
of financing;
3. intentionally to provide assistance and facilities against terrorists by
hiding terrorists concerned and
information on the criminal act of terrorism.
II. To announce that Al Jamaah Al Islamiyah as a corporation whose one of
managers is a defendant is
proved guilty legally and assures that it has been guilty to commit a
criminal act of terrorism;
III. To punish a defendant with 15 (fifteen) years of imprisonment;
IV. To determine period of arrest that has been served by a defendant minus
whole sentencing imposed;
V. To determine that a defendant shall remain in custody;
VI. To punish Al Jamaah Al Islamiyah as a corporation whose one of managers
is a defendant with a
fine of Rp. 10,000,000 (ten million rupiah);
VII. To determine Al Jamaah Al Islamiyah as a corporation whose one of
managers is a
defendant is prohibited corporation;
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
terlampir muytual evaluation report-nya ya sbg referensi..
banyak bahan lain yg bisa diambil dr sana terkait TF..
mhn maaf tidka ada versi bahasa.
Thank u & regards,,
Law and Regulation Directorate
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK
Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre/INTRAC
Jl. Ir. H. Juanda No. 35, Jakarta - 10120 Indonesia
Tel: +6221 3850455 - 3853922
Fax: +6221 3856809 - 3856826
Mobile: +62812 8183 3663
Website: www.ppatk.go.id
P Please don't print this email unless you really need to.
DISCLAIMER
"Seluruh informasi yang terdapat pada email ini (beserta lampirannya) harus
diperlakukan secara khusus/rahasia dan hanya ditujukan untuk kepentingan
pihak penerima, tidak dapat diteruskan atau digandakan dengan cara apapun
serta tidak dapat digunakan sebagai alat bukti untuk kepentingan penegakan
hukum maupun keperluan lainnya tanpa persetujuan dari PPATK"
"All information enclosed in this email (and any attachment) are legally
privileged and/or confidential and intended only for the use of the
addressee(s), can not be forwarded, printed, copied or reproduced in any
manner that would allow it to be viewed by any individual not originally
listed as a recepient and also they can not be used as an evidence for legal
purpose and any other purpose without PPATK approval"
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Dari Peneliti:
Subjek :
Dari : Malik Wicaksana ([email protected])
Dikirim: Jumat, 27 April 2012 08.15
Kepada: listawati hutauruk ([email protected]); afra azzahra
mba boleh minta cv sama profile singkat mba di PPATK tidak? buat di bagian
profile narasumber soalnya. terima kasih banyak ya mba
Subjek : maaf menganggu mba
Dari : Malik Wicaksana ([email protected])
Dikirim: Rabu, 2 Mei 2012 10.07
Kepada: listawati hutauruk ([email protected])
mba lista maaf ganggu.. saya mau nanya mba bekerja di ppatk itu udh berapa lama
ya mba? pernah jadi saksi ahli atau semacamnya gitu tidak mba? ato membantu
dalam proses analisis begitu mungkin?
terima kasih banyak mba atas bantuannya..
subjek : RE: profile
dari : Malik Wicaksana ([email protected])
dikirim: Rabu, 2 Mei 2012 10.05
kepada: afra azzahra ([email protected])
oiya mba mau nanya.. mba di ppatk itu udh berapa lama ya mba? pernah jadi saksi
ahli atau semacamnya gitu tidak mba? ato membantu dalam proses analisis begitu
mungkin?
sama ini mba DHR itu tugas utamanya itu seperti apa ya mba? hanya merumuskan
undang-undang kaya RUU pendanaan terorisme atau ada yg lain ya mba?
terima kasih banyak ya mba afra..
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Dikirim Informan:
Subjek : maaf menganggu mba
Dari : Listawati ([email protected])
Dikirim: Kamis, 3 Mei 2012 07.17
Kepada: [email protected]
Iya mailk, saya bekerja di PPATK sejak November 2007
Tahun pertama saya bekerja sbg analis hukum yang bidang tugasnya membuat analisa
hukum. namun untuk menjadi ahli di persidangan saya blm pernah karena hrs orang
yang sudah memiliki pengalaman dan masa kerja yang cukup utk dapat ditunjuk sbg ahli
di persidangan.
Tahun kedua sampai skg saya sebagai perancang peraturan perundang-undangan yang
bidang kerjanya membuat seluruh peraturan baik internal maupun ekternal (termasuk
UU TPPU dan RUU Pendanaan Terorisme).
Demikian semoga bermanfaat.
Regards,
LISTAWATI
Direktorat Hukum dan Regulasi (DHR)
Pusat Pelaporan & Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Jl. Ir. H. Juanda No. 35 Jakarta 10120 - Indonesia
Phone : +621-3850455, +621-3853922 Ext. 3034
Email : [email protected]
Please don't print this email unless you really need to.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
"Seluruh informasi yang terdapat pada email ini (beserta lampirannya) harus
diperlakukan secara khusus/rahasia dan hanya ditujukan untuk kepentingan pihak
penerima, tidak dapat diteruskan atau digandakan dengan cara apapun serta tidak
dapat digunakan sebagai alat bukti untuk kepentingan penegakan hukum maupun
keperluan lainnya tanpa persetujuan dari PPATK"
"All information enclosed in this email (and any attachment) are legally privileged
and/or confidential and intended only for the use of the addressee(s), can not be
forwarded, printed, copied or reproduced in any manner that would allow it to be
viewed by any individual not originally listed as a recepient and also they can not be
used as an evidence for legal purpose and any other purpose without PPATK approval"
Subjek : profile
Dari : Afra Azzahra ([email protected])
Dikirim: kamis, 3 Mei 2012 08.14
Kepada: [email protected]
Hampir 7 tahun.
Tdk pernah jd ahli dan tidak pernah lakukan analisis.
Klo analisis/pendapat hukum itu pekerjaan kami. Bukan analisis transkasi keuangan.
Sy pernah juga dilibatkan untuk audit kepatuhan.
DHR bukan hny RUU atayu peraturan tapi juga kegiatan legal opinoion/pendapat hukum,
dokumentasi hukum, sosialisasi dan pelatihan rezim anti pencucian uang kepada pemangku
kepentingan, pemberian keterangan ahli, monitoring persidangan perkara tppu, dst
Hormat kami,
Afra Azzahra
Law and Regulation Directorate
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK
Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre/INTRAC
Jl. Ir. H. Juanda No. 35, Jakarta - 10120 Indonesia
Tel: +6221 3850455 - 3853922
Fax: +6221 3856809 - 3856826
DISCLAIMER
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Mobile: +62812 8183 3663
Website: www.ppatk.go.id
Please don't print this email unless you really need to.
"Seluruh informasi yang terdapat pada email ini (beserta lampirannya) harus
diperlakukan secara khusus/rahasia dan hanya ditujukan untuk kepentingan pihak
penerima, tidak dapat diteruskan atau digandakan dengan cara apapun serta tidak
dapat digunakan sebagai alat bukti untuk kepentingan penegakan hukum maupun
keperluan lainnya tanpa persetujuan dari PPATK"
"All information enclosed in this email (and any attachment) are legally privileged
and/or confidential and intended only for the use of the addressee(s), can not be
forwarded, printed, copied or reproduced in any manner that would allow it to be
viewed by any individual not originally listed as a recepient and also they can not be
used as an evidence for legal purpose and any other purpose without PPATK approval"
DISCLAIMER
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012