PERAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) …
Transcript of PERAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) …
PERAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM)
PROVINSI JAMBI DALAM MENGATASI PEREDARAN KOSMETIK
YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA
( Perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam )
Skripsi
Oleh:
LIDIA WATI NIM: SHE. 151797
PEMBIMBING :
Fauzi Muhammad, M. Ag
Mustiah RH, S.Ag, M. Sy
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2019
v
MOTTO
ة ین ھ بت ر س ا ك م س ب ف ل ن ك
Artinya : “Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya”. (QS. Al-Mudatstsir : 38)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan Syukur Alhamdulillah, kupersembahkan karya kecil ini
kepada yang tersayang :
1. Kedua orang tuaku yang tercinta Ayahanda Marjanudin dan Ibunda Mardyanti,
yang telah membesarkan saya dengan penuh cinta dan kasih sayang, mendidik
serta memberikan dukungan baik berupa do’a, materil maupun moril, yang tidak
mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas.
2. Adik-adik tersayang Nuril Hasana dan M.Iqbal Madyan yang selalu
memberikan semangat dan motivasi kepada saya disaat saya mulai lelah dalam
mengerjakan skripsi ini.
3. Sahabat dan Teman-teman seperjuangan Hukum Ekonomi Syariah terima kasih
sudah memberikan semangat kepada saya hingga akhirnya sampai dipuncak
bahagia ini, semoga kita sukses selalu.
4. Almamaterku UIN STS Jambi yang telah memberikanku segudang ilmu,
terimakasih banyak, semoga ilmu-ilmu yang saya pelajari selama ini menjadi
berkah serta bermanfaat dikemudian hari.
vii
ABSTRAK
Lidia Wati ; SHE 151797 ; Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Jambi Dalam Mengatasi Peredaran Kosmetik Yang Mengandung Zat Berbahaya (Perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam)
Perlindungan konsumen merupakan keperluan bagi Manusia karena menjadi harapan semua orang begitu pentingya perlindungan konsumen di Indonesia maka dikeluarkan Undang-undang perlindungan konsumen dikenal dengan UUPK perlindungan konsumen dalam bidang kesehatan merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh konsumen dalam memperoleh produk kosmetik yang dapat terjamin untuk kesehatan, dimana produk kosmetik yang beredar diawasi oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan, untuk melakukan pengawasan Kosmetik, sehingga pelaku usaha yang beritikat baik dapat mengedarkan Kosmetik dan mendaptarkan produk kosmetik ke BPOM. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM ) Jambi dalam Mengatasi Kosmetik yang Mengandung Zat Berbahaya, bagaimana Persfektif UU Perlindungan Konsumen, dan bagaimana Presfektif Hukum Islam. Skripsi ini yang digunakan adalah tipe penelitian yuridis empiris, dengan metode kualitatif normatif yaitu dengan mengumpulkan data dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis memperoleh hasil dan kesimpulan sebagai berikut yang pertama Penulis berpendapat bahwa Peran BPOM dalam melakukan pengawasan terhadap kosmetik baik yang mengandung bahan berbahaya maupun yang tidak mengandung bahan yang berbahaya tetap dilakukannya pengawasan dalam rangka menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Kedua Perlidungan terhadap konsumen pada saat ini merupakan hal yang urgent yang harus diperhatikan, dengan adanya Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen diharapkan dapat menjawab persoalan yang ada, disamping maraknya pasar asing yang masuk di Indonesia serta penggunaan kosmetik secara merata menyebabkan pemantauan terhadap kosmetik khususnya dapat lebih ditekankan. Terlebih penggunaan bahasa di dalam penjelasan serta komposisi yang tidak dapat dipahami serta menggunakan bahan-bahan yang berbahaya dapat menjadi dasar kuat agar masalah ini dapat di jadikan pembahasan serius untuk di tanggulangi.
Kata Kunci : Peran BPOM, Hukum Perlindungan konsumen
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat
melaksanakan tugas kita sebagai makhluk yang diciptakan untuk sealalu berfikir
dan bersyukur atas segala hidup dan kehidupan yang diciptakan Allah. Sholawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad
SAW dan para sahabatnya, dan juga seluruh umat Islam yang senantiasa mengikuti
ajarannya, semoga kita mendapat syafaatnya diakhir kelak.
Adapun skripsi yang ditulis oleh penulis sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas
Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dengan judul
“Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jambi Dalam Mengatasi
Peredaran Kosmetik Yang Mengandung Zat Berbahaya (Perspektif UU
Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam)” ketertarikan Penulis terhadap judul
tersebut dikarenakakan Penulis ingin mengetahui bagaimana Peran Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Jambi dalam Mengatasi
Peredaran Kosmetik yang Mengandung Zat Berbahaya, bagaimana Peran Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Jambi dalam Mengatasi
Peredaran Kosmetik yang Mengandung Zat Berbahaya Persfektif UU Perlindungan
Konsumen, dan bagaimana Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Provinsi Jambi dalam Mengatasi Peredaran Kosmetik yang Mengandung Zat
Berbahaya presfektif Hukum Islam. Oleh karena itu hal yang pantas Penulis
ucapkan adalah kata terima kasih kepada pihak yang turut membantu
menyelesaikan skripsi ini, terutama sekali kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Bapak Dr. A.A. Miftah, M.Ag sekalu Dekan Fakultas Syariah Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak H. Hermanto Harun, Lc,M.HI.,Ph.D, Ibu Dr. Rahmi
Hidayati,S.Ag.,M.HI dan Ibu Dr. Yuliatin. S.Ag, M.HI selaku wakil Dekan
I,II,III di lingkungan Fakultsa Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
4. Ibu Dr. Maryani, S,Ag. M.HI dan Ibu Pidayan Sasnifa, SH.,M.Sy, selaku
Ketua dan Sekretaris Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Bapak Fauzi Muhammad. M. Ag dan Ibu Mustiah RH, S.Ag, M. Sy selaku
Pembimbing I dan Pembimbing II skripsi ini.
6. Seluruh Dosen fakultas Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, yang telah membuka wawasan, menambah
pengetahuan, dan membina sikap ilmiah selama penulis mengikuti
perkuliahan.
7. Seluruh Staf karyawan dan karyawati Tata Usaha Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yang telah banyak
membantu penulis dalam bidang keadministrasian.
8. Kepada Seluruh pegawai BPOM Provinsi Jambi yang telah memberi izin,
memberi informasi, serta membantu dalam penelitian skripsi ini.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................................... iv
MOTTO ............................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ................................................................................................ vi
ABSTRAK ........................................................................................................... v ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5 C. Batasan Masalah ............................................................................ 6 D. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6 E. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 7 F. Kerangka Teori .............................................................................. 8 G. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 23
BAB II METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 26 B. Pendekatan Penelitian .................................................................... 26 C. Jenis Dan Sumber Data ................................................................. 27 D. Instrumen Pengumpulan Data ....................................................... 28 E. Teknik Analisis Data ..................................................................... 29 F. Sistematika Penulisan .................................................................... 30 G. Jadwal Penelitian ........................................................................... 31
ix
BAB III GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Kantor BPOM Provinsi Jambi............................. 33 B. Visi dan MIsi BPOM Provinsi Jambi ............................................ 36 C. Kegiatan Utama dan Kegiatan Prioritas ........................................ 37 D. Budaya Kerja BPOM Provinsi Jambi ............................................ 38 E. Letak Geografis Kantor BPOM Provinsi Jambi ............................ 39 F. Struktur Organisasi BPOM Provinsi Jambi ................................... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM ) Provinsi Jambi dalam Mengatasi Kosmetik yang Mengandung Zat Berbahaya ...................................................................................... 43
B. Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM ) Provinsi Jambi dalam Mengatasi Kosmetik yang Mengandung Zat Berbahaya Persfektif UU Perlindungan Konsumen ...................... 49
C. Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM ) Provinsi Jambi dalam Mengatasi Kosmetik yang Mengandung Zat Berbahaya Persfektif Hukum Islam............................................... 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 57 B. Saran .............................................................................................. 59 C. Kata Penutup ................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Jadwal Penelitian ...................................................................... 32
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Struktur Organisasi BPOM Provinsi Jambi .............................. 42
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan perekonomian yang pesat, telah menghasilkan beragam
jenis dan variasi barang dan/atau jasa. Dengan dukungan teknologi dan informasi,
perluasan ruang, gerak dan arus transaksi barang dan/atau jasa telah melintasi
batas-batas wilayah negara, konsumen pada akhirnya dihadapkan pada berbagai
pilihan jenis barang dan/atau jasa yang ditawarkan secara variatif.
Islam mengatur jelas apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam
kegiatan bisnis, al-Qur’an menjelaskan hak dan batil tidak boleh dicampur, jika
ada suatu keraguan dalam menentukan suatu pilihan dianjurkan untuk
meninggalkan. Seperti halnya praktik bisnis yang diharamkan dalam Islam dalam
bentuk penipuan produk barang dan/ atau jasa. Pada hakikatnya Islam tidak
membiarkan suatu kegiatan distribusi dan produksi barang dan/atau jasa tidak
memberikan informasi tentang barang/atau jasa secara jujur dan transparan.1
Berdasarkan Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945 Amandemen ke-empat yang menyatakan bahwa “Setiap orang wajib
menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.” Bahwa pasal 1 Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945, Pasal 28 tersebut menjelaskan mengenai hak, misalnya hak untuk
mendapatkan kenyamanan, keamanaan, keselamatan, dalam mengkonsumsi suatu
1 Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2011),
hlm. 134.
2
barang. Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK) mengatur mengenai hak konsumen pada Pasal 4 yang
menyatakan bahwa :
Hak konsumen adalah :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan serta jaminan yang dijanjikan.2
Pasal tersebut menjelaskan bahwa konsumen memiliki hak atas
kenyamanan, keamananan, dan keselamataan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa. Sebaliknya pelaku usaha bertanggung jawab memenuhi
kewajibannya dengan memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenal
kondisi jaminan barang dan/atau jasa tersebut serta memberikan penjelasan
penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.3
Kosmetik merupakan salah satu bentuk kebutuhan sekunder dalam
kehidupan masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1176/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi
Kosmetika, yang dimaksud dengan “kosmetik adalah bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar. tubuh manusia (epidermis,
rambut ,kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut
terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau
2 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Cet 1, (Jakarta: Sinar
Grafika 2008), hlm.24.
3 Ibid
3
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi
baik.4
Produk-produk kosmetik tertentu disamping memiliki fungsi yang sangat
baik bagi kecantikan wanita, tetapi disisi lain dapat menimbulkan efek samping
yang dapat merugikan dan membahayakan konsumen yang menggunakannya. Hal
ini disebabkan bahwa kosmetik tersebut mengandung bahan berbahaya. Balai
Pengawas Obat dan Makanan di Jambi yang bertugas mengawasi peredaran obat,
obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetika dan makanan di wilayah provinsi
Jambi. Tugas, fungsi dan kewenangan Balai Pengawas Obat dan Makanan di
Jambi di atur dalam Peraturan Kepala Badan POM RI nomor 14 tahun 2014,
tanggal 17 Oktober 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.5
Balai Pengawas Obat dan Makanan di Jambi sebelumnya merupakan Unit
Pelaksana Teknis di lingkungan Kantor wilayah Kesehatan di provinsi Jambi.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Balai Pengawas Obat
dan Makanan di Jambi menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan;
b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya;
c. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk
secara mikrobiologi;
4 Elfina Rosa, Peran Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam Menanggulangi Peredaran Kosmetik Ilegal (Studi di BPOM Bandar Lampung), 2012, hlm 4
5 Ibid.
4
d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan
sarana produksi dan distribusi;
e. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum;
f. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang
ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan;
g. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen;
h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;
i. Pelaksanaan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan;
j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM RI sesuai
dengan bidang tugasnya.6
Berdasarkan hasil wawancara saya dengan salah satu pihak BPOM
Provinsi Jambi mengenai produk Kosmetik yang mengandung zat berbahaya ini,
Bahwa banyak sekali pihak BPOM ini menemukan kosmetik-kosmetik yang
mengandung zat berbahaya. Setelah dilakukannya observasi oleh pihak BPOM
masih saja ada masyarakat yang menggunakan kosmetik yang mengandung zat
berbahaya dan pada realitanya, tidak sedikit pelaku usaha yang menjual kosmetik
yang mengandung bahan berbahaya dengan tujuan untuk mencari keuntungan
sebesar-besarnya dan mencari penghasilan demi mencukupi kebutuhannya. Dalam
hal menjual pelaku usaha tidak memberikan informasi yang benar dan tidak
memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku mengenai kosmetik berbahaya
yang mereka perdagangkan. Sering kali kosmetik yang mereka jual menggandung
bahan-bahan yang takarannya melebihi ketentuan yang ada. Dalam perkembangan
6 Renstra Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Jambi Tentang Perlindungan Konsumen. 2015, hlm 3
5
sekarang, para kaum wanita lebih memilih untuk mengunakan produk yang siap
pakai, contohnya seperti whitening cream (krim pemutih) yang gunanya untuk
menghilangkan noda-noda hitam dan mencerahkan wajah tanpa memperhatikan
kandungan dalam krim pencerah tesebut. Berbagai macam merek krim pemutih
yang dijual oleh pelaku usaha dari yang termahal sampai yang termurah yang
tidak ada ijin dari BPOM.7 Banyak barang-barang yang dijual dipasaran, termasuk
didalamnya adalah krim pemutih yang tidak ada ijin dari BPOM dapat
menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan konsumen seperti kulit terasa
panas, memerah, gatal, perih dan apabila pemakaian krim tersebut dihentikan.
maka kulit akan terlihat lebih kusam dan hitam dari pada sebelumnya. Hal ini
dikarenakan, di dalam krim pemutih terdapat zat-zat berbahaya.
Dari latar belakang yang telah penulis buat di atas dapat dicari suatu
permasalahan yang dapat diangkat menjadi suatu judul skripsi “Peran Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jambi Dalam Mengatasi
Peredaran Kosmetik Yang Mengandung Zat Berbahaya (Perspektif UU
Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diperoleh pokok masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM ) Jambi
Dalam Mengatasi Kosmetik Yang Mengandung Zat Berbahaya?
7 Wawancara dengan Bapak Supriadi selaku pegawai BPOM Jambi Tentang Kosmetik
Yang Mengandung Zat Berbahaya, 25 Oktober 2018
6
2. Bagaimana Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jambi
Dalam Mengatasi Kosmetik Yang Mengandung Zat Berbahaya Persfektif UU
Perlindungan Konsumen?
3. Bagaimana Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jambi
Dalam Mengatasi Kosmetik Yang Mengandung Zat Berbahaya Presfektif
Hukum Islam?
C. Batasan Masalah
Agar pembahasan ini tepat pada sasaran dan tidak terlalu meluas serta
tidak menyalahi sistematika penulisan karya ilmiah sehingga membawa hasil yang
di harapkan, maka dalam penelitian ini penulis hanya membahas mengenai Peran
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jambi Dalam Mengatasi
Peredaran Kosmetik Yang Mengandung Zat Berbahaya (Perspektif UU
Perlindungan Konsumen Dan Hukuk Islam).
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Jambi Dalam Mengatasi Kosmetik Yang Mengandung Zat Berbahaya.
2. Untuk lebih mengetahui tentang Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) Jambi Dalam Mengatasi Kosmetik Yang Mengandung Zat
Berbahaya Persfektif UU Perlindungan Konsumen.
3. Untuk lebih mengetahui tentang Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) Jambi Dalam Mengatasi Kosmetik Yang Mengandung Zat
Berbahaya Presfektif Hukum Islam.
7
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan nilai, daya guna dan manfaat
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang bertalian
dengan pengembangan ilmu hukum ekonomi syariah. Manfaat teoritis dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan dibidang ilmu hukum ekonomi syariah.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literature, referensi, dan
bahan-bahan informasi ilmiah.Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
acuan terhadap penelitian-penelitian sejenisnya pada tahap selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang berkaitan
dengan pemecahan masalah. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai
berikiut:
a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan jawaban atas permasalahan yang
akan diteliti mengenai Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM )
Jambi Dalam Mengatasi Peredaran Kosmetik Yang Mengandung Zat
Berbahaya (Perspektif UU Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam).
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan sumbangan
pemikiran pada pihak-pihak yang terkait dengan masalah dalam Peran Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jambi Dalam Mengatasi Peredaran
8
Kosmetik Yang Mengandung Zat Berbahaya (Perspektif UU Perlindungan
Konsumen dan Hukum Islam).
F. Kerangka Teori
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM )
Berkaitan dengan pemakaian teknologi yang makin maju dan supaya
tujuan standarnisasi dan sertifikasi tercapai semaksimal mungkin, maka
pemerintah perlu aktif dalam membuat, menyesuaikan, dan mengawasi
pelaksanaan mengenai peraturan yang berlaku. Sesuai dengan prinsip
pembangunan yang antara lain menyatakan bahwa pembangunan dilaksanakan
bersama oleh masyarakat dengan pemerintah dan karena itu menjadi tanggung
jawab bersama pula, maka melalui pengaturan dan pengendalian oleh pemerintah,
tujuan pembangunan nasional dapat dicapai dengan baik. Pemerintah melindungi
konsumen dengan cara mengatur pengendalian mengawasi produksi, distribusi
dan pengedaran produk makanan sehingga konsumen tidak dirugikan baik
kesehatan maupun keuangannya. Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah
terhadap pihak produsen bertujuan untuk membina dan mengembangkan usaha di
bidang produksi dan distribusi serta menciptakan usaha perdagangan yang jujur.8
Setelah era reformasi berjalan, Badan POM ditetapkan menjadi Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND) yang mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar lebih terarah pengawasan
tersebut, maka tentunya akan dilakukan pemisahan antara fungsi dan
8 Dokumen Badan Pengawas Obat dan Makanan,Pelaksanaan Program dan Kegiatam
Reformasi Birokrasi Badan POM RI,37, 2015 hlm 22
9
kewenangannya sebagai LPND harus lebih jelas dan terfokus dan lebih untuk
ditekankan kepada kebijakan dalam pengawasan di bidang pemerintahan di
bidang obat dan makanan, maka Badan POM sebagai LPND mempunyai fungsi
dan kewenangan di dalam membentuk regulasi di bidang pengawasan obat dan
makanan baik yang berbentuk undang-undang maupun ketentuan yang secara
hirarkis berada di bawahnya untuk dapat efektif berlaku, jelas membutuhkan
sumber daya yang mampu menjalankan perintah dan melaksanakan penegakan
hukum atau ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut. Oleh karena itu
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan di bidang obat dan
makanan, dibentuk Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).9
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah lembaga pemerintah
yang bertugas melakukan regulas standarisasi, dan sertifikasi produk makanan dan
obat yang mencakup keseluruhan aspek pembuatan, penjualan, penggunaan, dan
keamanan makanan, obat-obatan, kosmetik, dan produk lainnya. Badan Pengawas
Obat dan Makanan atau disingkat BPOM adalah sebuah lembaga di Indonesia
yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia.
Badan Pengawas Obat Makanan adalah lembaga non departemen yang
bertanggung jawab langsung pada Presiden RI dalam menjalankan tugas dan
fungsinya. Dengan memakai atribut “Obat dan Makanan”, pengawasan yang di
fokuskan oleh BPOM ini adalah obat dan makanan. Badan Pengawas Obat
Makanan (BPOM) merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND),
yaitu sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001
9 Ibid.
10
merupakan lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas
pemerintah tertentu dari Presiden serta bertanggung jawab langsung kepada
Presiden.10
Fungsi dan Wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan Fungsi Badan
Pengawas Obat dan Makanan,yaitu:
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan
Makanan.
b. Pelaksanaan kebijakan tertentu dibidang Pengawasan Obat dan Makanan.
c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM.
d. Pemantauan, Pemberian dan pelayanan administrasi umum dibidang
perencanaan umum, ketatausahaan, orgamisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.11
Diatur pula dalam keputusan presiden nomor 103 tahum 2001 pasal 69
tentang wewenang Badan Pengawasn Obat dan Makanan, yaitu:
a. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.
b. Perumusan kebijakan di bidangnya.
c. Penetapan informasi di bidangnya.
d. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk
makanan dan penetapan pedoman pegawasan peredaran obat dan makanan.
10 Ibid hlm 23 11 Renstra Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Jambi Tentang
Perlindungan Konsumen. 2015, hlm 7
11
e. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan indusrtri
farmasi.
f. Penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan dan pengawasan
tanaman obat.
Khusus untuk standard keamanan, mutu dan gizi pangan, berdasarkan
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi
pangan pasal 41 ayat (4), yaitu menteri bertanggung awab di bidang pertanian,
perikanan, atau kepala badan berkoordinasi dengan kepala badan yang bertangung
jawab di bidang standarisasi nasional untuk mengupayakan saling pengakuan
pelaksanaan penilaian kesesuaian dalam memenuhi persyaratan Negara tujuan,
sedangkan dalam hal pengawasan oleh Badan Pengaws Obat dan Makanan dalam
pasl 42 peraturan pemerintah tentang keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap
pangam olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukan ke
dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum
diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran yang ditetapkan oleh
kepala badan, apabila suatu produk melakukan pelanggaran yakni tidak sesuai
dengan syarat standar mutu pangan atau terbukti mengandung bahan tambahan
berbahaya, badan pengawas obat dan makanan mempunyai kewenangan untuk
menarik secara langsung produk tersebut dari peredaran.12
12 Ibid hlm 8
12
2. UU Perlindungan Konsumen
a. Hukum perlindungan Konsumen
Hukum Perlindungan Konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-
kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah
penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunanya,
dalam kehidupan bermasyarakat. Tegasnya, hukum perlindungan konsumen
merupakan keseluruhan peraturan perundang-undangan, baik undang-undang
maupun maupun peraturan perundang-undangan lainnya serta putusan-putusan
hakim yang subtasinya mengatur mengenai kepentingan konsumen.13
Perlindungan Konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya
disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen/UUPK) menyebutkan “hukum
perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.14
Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-
wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan
perlindungan konsumen. Kesewenang-wenangan akan mengakibatkan
ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, agar segala upaya memberikan jaminan
akan kepastian hukum, ukurannya secara kualitatif ditentukan dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen dan undang-undang lainnya yang juga
13 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2013), hlm 23 14 Republik Indonesia, “Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen”. hlm. 2
13
dimaksudkan dan masih berlaku untuk memberikan perlindungan konsumen, baik
dalam bidang Hukum Privat maupun bidang Hukum Publik.15
b. Asas-Asas Hukum Perlindungan Konsumen
Asas-asas dalam Hukum Perlindungan Konsumen terdapat dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
Perlindungan Konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan,
dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.16 Penjelasan resmi dari Pasal
2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
menyatakan bahwa: Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha
bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional,
yaitu:
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materil dan
spiritual.
15 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Cet. IX; Jakarta:
PT. RajaGrapindo Persada, 2015), hlm. 2 16 Republik Indonesia, “Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. hlm. 4.
14
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.17
c. Tujuan Perlindungan Konsumen
Pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, menyebutkan bahwa perlindungan konsumen bertujuan:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan imformasi serta akses untuk mendapatkan
informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha.
17 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, hlm. 26.
15
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.18
3. Landasan Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Hukum Islam
Islam telah menawarkan norma dasar yang wajib dipenuhi dalam
transaksi, adalah sebagai berikut:
Al-Qur’an memerintahkan kita untuk senantiasa menepati janji, menunaikan
amanat serta melarang kita untuk memakan harta secara bathil.
Sebagaimana firman Allah SWT :
بینكم با لباطل الا أن تكون تجارة عن تراض منكم ولاتقتلوا أنفسكم إناالله یا یھاالذین امنوا لاتأكلوا اموالكم
كانبكم رحی
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu,
dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah maha
penyayang kepadamu”.19
Adapun Hadis tentang larangan mengicuh/menipu dalam jual beli yaitu:
علیھ وسلم مر على صبرة طعام فأدخل یده فیھا فنالت أصابعھ بللا صلى ا� ع ن أبي ھریرة أن رسول ا�
قال أفلا جعلتھ فوق الط عام كي یراه الناس فقال ما ھذا یا صاحب الطعام قال أصابتھ السماء یا رسول ا�
من غش فلیس مني
”Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya kedalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “apa ini wahai pemilik makanan?” sang pemiliknya menjawab, “makanan
18 Tim Redaksi BIP, “Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Jakarta : 2017). hlm 4. 19 Q.S An-Nisa (4) : 29
16
tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barang siapa menipu maka dia bukan dari golongan kami.” (HR.Muslim No.102).
Pemahaman hadis: Ketika Rasulullah melewati sebuah pasar, beliau mendapatkan
penjual makanan yang menumpuk bahan makanannya, bias jadi seperti tumpukan
biji-bijian, ada yang di atas ada yang di bawah. Bahan makanan yang di atas
Nampak bagus, tidak ada cacat/rusaknya. Namaun ketika memasukka jari jemari
beliau ke dalam tumpukan bahan makanan tersebut, beliau dapatkan ada yang
basah karena kehujanan (yang berarti bahan makanan itu ada yang cacat/rusak).
Penjualnya meletakkannya di bagian bawah agar hanya bagian yang bagus yang
dilihat pembeli. Rasulullah pun menegur perbuatan tersebut dan mengecam
demikian kerasnya. Karena hal ini berarti menipu pembeli, yang akan menyangka
bahwa seluruh bahan makanan itu bagus. Seharusnya seorang mukmin
menerangkan keadaan barang yang akan dijualnya, terlebih lagi apabila barang
tersebut memiliki cacat ataupun aib. Hadis di atas menunjukkan haramnya
menyembunyikan cacat dan wajibnya menerangkan cacat itu kepada pembeli.
Perkataan “maka dia bukan termasuk dari golongan kami” menunjukkan
haramnya menipu dan itu telah menjadi ijma’ ulama.20
Seluruh ajaran Islam yang terkait dengan perdagangan dan perekonomian
berorientasi pada perlindungan hak-hak pelaku usaha/produsen dan konsumen.
karena Islam menghendaki adanya unsur keadilan, kejujuran, dan transparansi
yang dilandasi nilai keimanan dalam praktik perdagangan dan peralihan hak.
20 Majdudin bin Taimiyyah, Nailul Authar (Jilid 4; Surabaya: Bina Ilmu, 2007), hlm. 1755.
17
Dalam hukum Islam ada enam hak konsumen yang membutuhkan perhatian
serius dari pelaku usaha seperti yang dikemukakan oleh Muhammad dan
Alimin sebagai berikut:
a. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jujur, adil, dan terhindar dari
pemalsuan
b. Hak untuk mendapatkan keamanan produk dan lingkungan sehat
c. Hak untuk mendapatkan advokasi dan penyelesaian sengketa
d. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari penyalahgunaan keadaan
e. Hak untuk mendapatkan ganti rugi akibat negative dari suatu produk
f. Hak untuk memilih dan memproleh nilai tukar yang wajar21
Terkait dengan hak-hak konsumen, Islam memberikan ruang bagi
konsumen dan produsen untuk mempertahankan hak-haknya dalam perdagangan
yang dikenal dengan istilah khiyar dengan beragam jenisnya, yaitu:
a. Khiyar Majlis Adalah hak untuk memilih melajutkan atau membatalkan
transaksi bisnis selama masih berada dalam satu tempat (majlis).
b. Khiyar Aib Adalah hak untuk membatalkan transaksi bisnis apabila objek
transaksi cacat sekalipun tidak ada perjanjian sebelumnya.
c. Khiyar Syarat Adalah hak untuk memilih melanjutkan atau membatalkan
transaksi bisnis sesuai dengan waktu yang disepakati atau syarat yang telah
ditetapkan bersama .
21 Muhammad dan Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam
(Yogyakarta: BPFE, 2004), h. 234.
18
d. Khiyar Ru’yah Yaitu hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau
batal jual beli yang dilakukan terhadap suatu objek yang belum diketahui
ketika akad berlangsung.22
4. Kosmetik
a. Istilah Kosmetik
Surat Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor: HK.00.05.4.1745 tentang
Kosmetik, yang dimaksud kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ
genital bagian luar) atau gigi atau mukosa mulut terutama membersihkan, mewangikan,
mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik. Defenisi kosmetik dalam Peraturan Menteri
KesehatanRI No. 220/MenKes/Per/X/1976 tanggal 6 september 1976 yang
menyatakan bahwa kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk
digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan pada,
dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia
dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau
mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat.
Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19,
pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga
untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai
secara besar-besaran pada abad ke-20. Kosmetik berasal dari kata “kosmetikos”
(Yunani) yang berarti ketrampilan menghias, mengatur. Definisi kosmetik dalam
22 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam: Fiqh Muamalah, Cet. II
(Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004), h. 139.
19
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sediaan
atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan
(epidermidis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan
rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah
penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau
badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu
penyakit.23
b. Penggolongan Kosmetika
Penggolongan kosmetik berdasarkan Keputusan Deputi Bidang
Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Nomor:
PO.01.04.42.4082 tentang Pedoman Tata Cara Pendaftaran dan Penilaian
Kosmetik, berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk penilaian, kosmetik
dibagi menjadi 2 (dua) golongan, yaitu:
Kosmetik golongan I, adalah:
1) Kosmetik yang digunakan untuk bayi;
2) Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa lainnya;
3) Kosmetika yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan;
4) Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum
diketahui keamanan dan kemanfaatannya.24
Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I
c. Kategori Kosmetik
Berdasarkan fungsi kosmetik terdiri dari 13 (tiga belas) kategori, yaitu:
23 Syarif M. Wasitaatmadja, Penunntun Ilmu Kosmetik Medik, ( Depok: UI Press, 1997 ) hlm. 27
24 Ibid, hlm 28
20
1) Sediaan bayi;
2) Sediaan mandi;
3) Sediaan kebersihan badan;
4) Sediaan cukur;
5) Sediaan wangi-wangian;
6) Sediaan rambut;
7) Sediaan pewarna rambut;
8) Sediaan rias mata;
9) Sediaan rias wajah;
10) Sedian perawatan kulit;
11) Sediaan mandi surya dan tabir surya;
12) Sediaan kuku;
13) Sediaan hygiene mulut.25
d. Penandaan Kosmetik
Penandaan kosmetik harus memenuhi persyaratan umum, yaitu etiket
wadah atau pembungkus harus mencantumkan penandaan berisi informasi yang
lengkap, objektif dan tidak menyesatkan, sesuai dengan data pendaftaran yang
telah disetujui, jelas dan mudah terbaca, menggunakan huruf latin dan angka arab;
dan tidak boleh mencantumkan penandaan seolah-olah sebagai obat, rekomendasi
dari dokter, apoteker, pakar di bidang kosmetik atau organisasi profesi.
25 Ibid.
21
Keteranganketerangan yang harus dicantumkan pada etiket wadah dan atau
pembungkus meliputi:26
1) Nama produk;
2) Nama dan alamat produsen atau importer/penyalur;
3) Ukuran, isi atau berat bersih;
4) Komposisi harus memuat semua bahan;
5) Nomor ijin edar;
6) Nomor bets/kode produksi;
7) Kegunaan dan cara penggunaan kecuali untuk produk yang sudah jelas
penggunaannya;
8) Bulan dan tahun kadaluwarsa bagi produk yang stabilitasnya kurang dari 30
bulan;
9) Penandaan yang berkaitan dengan keamanan atau mutu;
5. Zat Berbahaya
Bahan Berbahaya dan Beracun atau kerap disingkat B3 adalah zat atau
bahan-bahan lain yang dapat membahayakan kesehatan atau kelangsungan
hidup manusia, makhluk lain, dan atau lingkungan hidup pada umumnya. Karena
sifat-sifatnya itu, bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya memerlukan
penanganan yang khusus. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), pengertian Bahan
Berbahaya dan Beracun, dan jenis macam B3. Dalam kehidupan sehari-hari,
disadari atau tidak, kita sering bersinggungan dengan berbagai bahan berbahaya
dan beracun. Tanpa kita mengenal pengertian, jenis dan cara pengelolaannya
26 Ny. Lies Yul Achyar, Dasar-Dasar Kosmetikologi Kedokteran, Majalah Cermin Dunia Kedokteran, http;//www.scribd.com diakses tanggal 15 Mei 2019
22
dengan benar, akan memberikan dampak yang berkepanjangan dan beruntun
terhadap manusia dan lingkungan. Pengertian B3 atau Bahan Berbahaya dan
Beracun menurut OSHA (Occupational Safety and Health of the United State
Government) adalah bahan yang karena sifat kimia maupun kondisi fisiknya
berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, kerusakan properti
dan atau lingkungan. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, B3 didefinisikan
sebagai bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau
merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.27
Produk kecantikan palsu umumnya mengandung bahan berbahaya seperti
hidrokinon, merkuri, asam retinoat dan rhodamin B. Badan POM juga telah
melarang penggunanaannya pada produk kosmetik tersebut berdasarkan
Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011
Tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika. Produk kosmetik yang
mengandung bahan berbahaya tersebut perlu diwaspadai oleh masyarakat agar
terhindar dari bahayanya. Hidrokinon adalah senyawa kimia yang bila digunakan
pada produk kosmetik bersifat sebagai pemutih / pencerah kulit. Efek samping
yang umum terjadi setelah paparan hidrokinon pada kulit adalah iritasi, kulit
menjadi merah, dan rasa terbakar. Efek ini terjadi segera setelah pemakaian
hidrokinon konsentrasi tinggi yaitu diatas 4%. Sedangkan untuk pemakaian
27 Ahmad Muda AK.2003. Kamus Lengkap Kedokteran. Surabaya : Gita Media Press. hlm 54
23
hidrokinon dibawah 2% dalam jangka waktu lama secara terus menerus dapat
terjadi leukoderma kontak dan okronosis eksogen (diskolorasi warna kulit).28
Asam retinoat adalah turunan dari vitamin A yang sering disebut dengan
tretinoin yang digunakan dalam terapi jerawat. Bahaya penggunaan asam retinoat
adalah menimbulkan iritasi kulit, bersifat karsinogenik, dan teratogenik
(menyebabkan cacat janin). Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang dilarang
digunakan sebagai bahan tambahan kosmetik menurut Peraturan Kepala Badan
POM Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis
Bahan Kosmetika adalah Rhodamin B. Paparan jangka pendek penggunaan
rhodamin B pada kulit dapat menyebabkan iritasi pada kulit, Selain itu,
penggunaan rhodamin B pada kulit dapat juga mengakibatkan efek sistemik dan
bersifat mutagenik.29
G. Tinjauan Pustaka
Mendukung penyusunan yang lebih komprehensif, penyusun melakukan
penelaahan awal terhadap pustaka atau karya-karya terdahulu yang relevan
dengan topik yang akan diteliti. Masalah Peran Badan Pengawas Obat dan
Makana ( BPOM ) sebenarnya sudah banyak yang menyoroti dan mengkaji,
terutama kajian disajikan dalam bentuk buku.
Selain itu penyusun juga menemukan beberapa judul dalam skripsi
Suryani Wati Napitupulu mahasiswa angkatan 2014 Ilmu Hukum, Fakultas
Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta tentang “Peran Balai Pengawas Obat
dan Makanan dalam mewujudkan perlindungan hukum terhadap konsumen
28 Ibid 29 Ibid hlm 55
24
produk kosmetik yang berbahaya di Batam”. Penulis menganalisis tentang
perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen terhadap penggunaan dan
peredaran produk kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan dan dapat
merugikan konsumen serta pelaku usaha. Perbedaan antara skripsi diatas dengan
penelitian peneliti bahwa skripsi diatas fokus pada pembahasan mengenai
Perlindungan hukum konsumen terhadap penggunaan dan peredaran produk
kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan dan dapat merugikan konsumen serta
pelaku usaha, sedangan peneliti Lebih memfokuskan Peran Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM) Jambi Dalam Mengatasi Peredaran Kosmetik yang
Mengandung zat Berbahaya ( Persfektif UU Perlindungan Konsumen dan Hukum
Islam).30
Kemudia dalam Jurnal Elfina Roza Tahun 2012 dengan Judul “Peran Balai
POM dalam Menanggulangi Peredaran Kosmetik Ilegal (Studi di BPOM Bandar
Lampung)”. permasalahan dalam penelitian ini akan focus kepada peran Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan di Bandar Lampung dalam melindungi
masyarakat Kota Bandar Lampung khususnya dari produk kosmetik illegal.
Penelitian ini juga akan menganalisa hambatan yang dihadapi oleh BPOM di
Bandar Lampung dalam menjalankan fungsinya untuk melindungi masyarakat
dari bahaya kosmetik illegal, sedangkan peneliti Lebih memfokuskan Peran
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jambi Dalam Mengatasi
30 Suryani Wati Napitupulu, “Peran Balai Pengawas Obat dan Makanan dalam
mewujudkan perlindungan Hukum terhada konsumen produk kosmetik yang berbahaya di Batam” skripsi mahasiswa fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2014
25
Peredaran Kosmetik yang Mengandung zat Berbahaya ( Persfektif UU
Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam). 31
Dalam Skripsi Iqlimatul Annisa Mahasiswa angkatan Tahun 2014, Ilmu
Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan judul “ Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap
Peredaran produk Kosmetik Ilegal Yang Mengandung Zat Aditif ”. Penulis
Menganalisis Tentang Adanya Dampak terkait peredaran produk kosmetik Ilegal
dan Kurangnya perlindungan hukum bagi konsumen dari maraknya peredaran
kosmetik illegal, sedangkan peneliti Lebih memfokuskan Peran Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jambi Dalam Mengatasi Peredaran
Kosmetik yang Mengandung zat Berbahaya ( Persfektif UU Perlindungan
Konsumen dan Hukum Islam). 32
31 Elfina Rosa,, perang balai POM dalam menanggulangi peredaran kosmetik illegal (Studi
di BPOM Bandar Lampung), 2012, hlm 3 32 Iqlimatul Annisa, “ Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Peredaran produk
Kosmetik Ilegal Yang Mengandung Zat Aditif ” Skripsi Mahasiswa Fakultah Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2015, hlm 2
26
BAB II
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan strategi umum yang digunakan dalam
pengumpulan dan analisis data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. “Metode
diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian.
Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan
untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan
sistematis untuk mewujudkan kebenaran”.33
Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat peneliti melakukan penelitian berada di Kantor Badan
Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM ) Provinsi Jambi.
2. Waktu penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada 15 Februari - 15 Mei tahun 2019.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
Yuridis Empiris. Pentingnya jenis data karena diperolehnya temuan dilapangan
mengenai kaitan masalah yang diangkat dalam judul ini. Pendekatan ini dilakukan
dengan teknik pengumpulan data yang berdasarkan pada instrument pengumpulan
data. Penelitian ini juga bersifat normatif, metode ini adalah metode yang
33 Mardalis, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,1995), hlm. 24.
27
menggambarkan suatu data yang akan dibuat, baik oleh penulis maupun secara
kelompok. Ciri-ciri metode deskriptif adalah memusatkan diri pada masa sekarang
dan masalah-masalah yang aktual, dan kemudian data yang dikumpulkan disusun,
dijelaskan, dan dianalisis.34
Dalam penelitian ini, penyusun menggunakan jenis penyusunan pustaka
(library research), yaitu suatu penyusunan dengan cara menghimpun, menuliskan,
mengedit, dan mengklasifikasikan, mereduksi dan menjadikan data dan informasi
yang relevan dengan topik atau masalah yang akan diteliti. Data dan informasi
tersebut diperoleh dari berbagai sumber tertulis seperti buku-buku ilmiah, laporan
penyusunan, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan,
ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik
lainnya yang terkait dengan analisis penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 terhadap perlindungan konsumen. Penulis juga menggunakan pendekatan
yuridis. Pendekatan yurudis penulis gunakan untuk melihat objek hukum karena
berkaitan dengan produk perundang-undangan yaitu Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 tetang perlindungan konsumen.
C. Jenis dan Sumber Data
1) Data Primer
Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari
sumber pertamanya. Dalam penilitian ini sumber data diperoleh dari hasil
wawancara yang dilakukan peneliti di Kantor Badan Pengawasan Obat dan
Makanan ( BPOM ) Jambi. Data primer di sini merupakan data pokok yang
34 Sayuti Una, (ED.), Pedoman Penulis Skripsi (Edisi Revisi), (Jambi: Syariah Press, 2012), hlm. 251.
28
diperoleh melalui hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dilapangan. Data
yang termasuk dalam penelitian ini adalah peristiwa-peristiwa atau kejadian-
kejadian yang berkenaan dengan penerapan Peran Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) Jambi Mengatasi Peredaran Kosmetik Mengandung Zat
Berbahaya Perspektif UU Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang biasanya telah tersusun dalam bentuk
dokumen-dokumen. Sumber yang yang didapat dari referensi-referensi buku,
internet, dan hasil penelitian yang telah disusun menjadi dokumen.
D. Instrumen Pengumpulan Data
Seusai dengan permasalahan yang diangkat, peniliti menggunakan
penelitian sebagai berikut:
a. Penelitian kepustakaan (library research)
Adanya penelitian pustaka yang penulis maksud adalah mengumpulkan
data yang diambil dari buku-buku, jurnal, dan internet yang mendukung penelitian
ini.
b. Penelitian lapangan (field research)
Sementara penulis mengumpulkan data langsung ketempat objek
penelitian. Dalam hal ini menjadi objek penelitian ini adalah data yang diperoleh
dari seluruh pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Teknik itu dengan pengumpulan data adalah sebagai berikut:
29
1) Observasi
Metode dengan mendatangi tempat penelitian lapangan langsung guna
mendapatkan data yang valid bagi peneliti, dan penelitian ini observasinya
dilakukan secara langsung kepada petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan
( BPOM ) , dengan melihat dan mengamati sejauh mana Peran Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM) Jambi Mengatasi Peredaran Kosmetik Mengandung
Zat Berbahaya Perspektif UU Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam.
2) Wawancara
Metode dengan Tanya jawab langsung kepada pihak yang terlibat dalam
penelitian ini. Wawancara ini dilakukan dengan pihak guna mengetahui secara
langsung tentang penerapan Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) Jambi Mengatasi Peredaran Kosmetik Mengandung Zat Berbahaya
Perspektif UU Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam.
3) Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia
dalam bentuk-bentuk dokumen. Dokumen yang diperoleh dari Kantor Badan
Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) Jambi yang dikelola untuk melengkapi
penelitian-penelitian yang berupa dokumen.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan mereduksi data yang
diperoleh dari hasil wawancara. Data wawancara yang sudah direkam kemudian
ditranskripkan dengan tujuan peneliti memudahkan peneliti memilih data yang
sesuai untuk dianalisis. Data yang berhubungan dengan Peran Badan Pengawasan
30
Obat dan Makanan (BPOM) Jambi Mengatasi Peredaran Kosmetik Mengandung
Zat Berbahaya Perspektif UU Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam.
Langkah selanjutnya adalah membuat rangkuman ini dari setiap aspek yang
diteliti. Langkah terakhir adalah membuat kesimpulan sementara dari data-data
yang terkumpul, sehingga dapat diambil langkah-langkah awal untuk penelitian
lanjutan dan mengecek kembali hasil data-data asli yang telah diperoleh.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan pemahaman secara runtut, pembahasan dalam
penulisan skripsi mempunyai sistematika sebagai berikut:
Pembahasan diawali dengan Bab I, pendahuluan. Bab ini pada hakikatnya
menjadi pijakan bagi penulisan skripsi. Bab ini berisikan tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori, dan
tentang tinjauan pustaka.
Kemudian pada Bab II akan membahas tentang metode penelitian dalam
pembuatan skripsi. Dengan sub bab tempat dan waktu penelitian, pendekatan
penelitian, jenis dan sumber data, instrumen pengumpuln data, teknik analisis
data, sistematika penulisan dan jadwal penelitian.
Dalam Bab III berisi tentang gambaran umum Kantor Badan Pengawas
Obat dan Makanan ( BPOM ) Jambi. Dalam bab ini menjelaskan mengenai
biografi Kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) Jambi.
Selanjutnya dalam Bab IV berisi tentang pembahasan dan hasil penelitian.
Dengan sub bab tentang Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Jambi Mengatasi Peredaran Kosmetik Mengandung Zat Berbahaya Perspektif UU
31
Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam. Penelitian ini dilakukan di Kantor
Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) Provinsi Jambi.
Sementara Bab V yang merupakan penutup, berisikan mengenai
kesimpulan dari hasil penelitian skripsi dan berisikan tentang saran-saran serta
dilengkapi dengan daftar pustaka, lampiran, dan curiculum vitae.
G. Jadwal penelitian
Jadwal penelitian ini di susun untuk menjadi pedoman ketika penelitian di
laksanakan. Dengan adanya jadwal penelitian akan mudah mempesiapkan
langkah- langkah penelitian yang akan dilaksanakan nantinya. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel berikut:
32
Tabel 1 : Jadwal Penelitian
NO JENIS KEGIATAN
TAHUN 2018/2019
I APRIL
MEI
II OKTOBER
DESEMBER
III JANUARI
FEBRUARI
IV MARET APRIL
V MEI JUNI
VI JULI
1. Pembuatan Proposal Dan Pengajuan Judul
2. Pengajuan Proposal dan Penumjukan Dosen Pembimbing
3. Konsultasi Dan Perbaikan Proposal
4. Seminar Proposal dan Perbaikan Hasil Seminar
5. Pengesahan Judul dan Izin Riset
6. Pengumpulan Data dan Penyusunan Data
7. Analisis dan Penelitian Draf
8. Penyempurnaan dan Penggandaan
9. Ujian Skripsi
33
BAB III
GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Kantor Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Provinsi Jambi
Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun
secara periodik meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga untuk
jangka waktu 5 tahun, serta Rencana Pembangunan Tahunan yang selanjutnya
disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja
Kementerian/Lembaga (Renja K/L).35
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025
yang ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan
arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
Selanjutnya RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN 2015-2019
yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN 2005-2025. Sebagai
kelanjutan RPJMN tahap kedua, RPJMN tahap ketiga ditujukan untuk lebih
memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan
35 Dokumen Tahunan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Jambi
2015, hlm 15
34
menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang
berlandaskan keunggulan sumber daya alam, sumber daya manusia berkualitas
serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat.36
Sebagaimana amanat tersebut di atas dan dalam rangka mendukung
pencapaian program-program prioritas pemerintah, Balai Pengawas Obat dan
Makanan di Jambi sesuai kewenangan, tugas dan fungsinya menyusun Rencana
Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta
program dan kegiatan untuk periode tahun 2015-2019 dan berpedoman pada
RPJMN 2015-2019. Proses penyusunan Renstra Balai Pengawas Obat dan
Makanan di Jambi tahun 2015 - 2019 dilakukan sesuai dengan amanat peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun
2010-2014, serta melibatkan pemangku kepentingan yang menjadi mitra Balai
Pengawas Obat dan Makanan di Jambi. Selanjutnya Renstra Balai Pengawas
Obat dan Makanan di Jambi periode 2015-2019 diharapkan dapat meningkatkan
kinerja Balai Pengawas Obat dan Makanan di Jambi dibandingkan dengan
pencapaian dari periode sebelumnya sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan.37
Balai Pengawas Obat dan Makanan di Jambi yang bertugas mengawasi
peredaran obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetika dan makanan di
wilayah provinsi Jambi. Tugas, fungsi dan kewenangan Balai Pengawas Obat dan
Makanan di Jambi di atur dalam Peraturan Kepala Badan POM RI nomor 14
tahun 2014, tanggal 17 Oktober 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
36 Ibid 37 Ibid hlm 16
35
Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia. Balai Pengawas Obat dan Makanan di Jambi sebelumnya merupakan
Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kantor wilayah Kesehatan di provinsi
Jambi. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Balai Pengawas
Obat dan Makanan di Jambi menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan;
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya;
3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk
secara mikrobiologi;
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan
sarana produksi dan distribusi;
5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum;
6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang
ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan;
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen;
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;
9. Pelaksanaan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan;
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM RI sesuai
dengan bidang tugasnya.38
38 Dokumen Tahunan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Jambi
2016, hlm 8
36
Untuk mendukung tugas- tugas tersebut, Balai Pengawas Obat dan
Makanan di Jambi perlu diperkuat, baik dari sisi kelembagaan maupun kualitas
sumber daya manusia, serta sarana prasarana pendukung lainnya seperti
laboratorium, sistem teknologi dan informasi, dan lain sebagainya,
B. Visi dan Misi Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM ) Provinsi
Jambi
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Balai Pengawas Obat dan
Makanan di Jambi berpedoman pada visi dan misi Badan POM RI, sesuai dengan
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor :
HK.04.01.21.11.10.10509 tentang Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan
Makanan sebagai berikut :
1. Visi Badan POM RI :
Obat dan makanan aman meningkatkan kesehatan masyarakat dan daya saing
bangsa.
2. Misi Badan POM RI
a) Meningkatkan sistem pengawasan obat dan makanan bersaing risiko untuk
melindungi masyarakat.
b) Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan
obat dan makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku
kepentingan.
c) Meningkatkan kapasitas kelembagaan badan pengawasan obat dan makanan.39
39 Ibid
37
C. Kegiatan Utama dan Kegiatan Prioritas
1. Kegiatan Utama
Sesuai dengan Rancangan Strategis 2015-2019 maka Balai Pengawasan Obat dan
Makanan di Jambi menyusun kegiatan utama, sebagai berikut :
a. Meningkatkan efektifitas pengawasan obat dalam rangka melindungi
masyarakat.
b. Memnuhi kebutuhan sarana prasarana laboraturium dalam mendukung
pengawasan Obat dan Makanan.
c. Meningkatkan kompetensi dan jumlah SDM untuk mendukung kinerja
Pengawasan Obat dan Makanan.
d. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten.
2. Kegiatan Prioritas
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi, Balai POM di Jambi sebagai intitusi
pengawasan obat dan makanan telah menetapkan kegiatan prioritas, yaitu :
a. Peningkatan pengawasan sarana produksi, sarana distibusi dan sarana
pelayanan obat dan makanan untuk meningkatkan kualitas sarana produksi,
sarana distribusi dan sarana pelayanan obat dan makanan.
b. Peningkatan pengawasan narkotika, psikotropika, prekunsor dan zat adiktif.
c. Penguatan kemampuan pengujian meliputi sistem dan sumberdaya
laboraturium obat dan makanan.
d. Penyidikan terhadap pelanggaran obat dan makanan.
e. Peningkatan kerja sama lintas sektor, komunikasi, informasi dan edukasi
publik melalui kegiatan operasional mobil keliling, pameran, penyebaran
38
informasi baik langsung maupun media cetak ( media massa, leaflet dan
brosur ).40
D. Budaya Kerja Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM ) Provinsi
Jambi
Untuk membangun budaya kerja yang efektif dan efisien, Badan
Pengawasa Obat dan Makanan di Jambi dikembangkan dengan nilai-nilai dasar
budaya organisasi sebagai berikut :
1. PROFESIONAL
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektifitas, ketekunan dan
komitmen yang tinggi.
2. INTEGRITAS
Konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan, dalam menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur dan keyakinan.
3. KREDIBILITAS
Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.
4. KERJASAMA TIM
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.
5. INOVATIF
Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi, sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini.
6. RESPONSIF / CEPAT TANGGAP
Antisipatif dan responsifdalam mengatasi masalah.
40 Ibid hlm 9
39
E. Letak Geografis Kantor Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Provinsi Jambi
Balai pengawas obat dan makanan dijambi yang terletak di Jl. RM
Nuratmadibrata No. 11 Telanaipura jambi menempati lahan seluas 3.976 m2
termuat dalam surat Hak Pakai tanah milik pemda Provinsi Jambi sesuai dengan
surat perjanjian antara pemerintah provinsi jambi dengan balai pengawasan obat
dan makanan di jambi No.2969/SPP/Gub/BPKAD/2014 dan
No.PR.02.02.89.11.14.1995 Tanggal 30 OKTOBER 2014. Dan luas tanah untuk
untuk rumah dinas/mes 802 m2 yang terletak di Komplek RSU Jambi
(berdasarkan izin pemakaian dari pemda provinsi jambi sesuai SK. Gubernur
jambi No.3096/SPP/Gub/BPKAD/2014 dan No.02.02.89.11.14.1995 Tanggal 30
oktober 2014. Hal tersebut diatas sesuai SK. Gubernur Jambi No.
580/Kep.Gub/BPKAD/2014 Tangggal 18 November 2014).41
Balai Pengawas Obat dan Makanan di Jambi idealnya dapat menjalankan
tugasnya secara lebih proaktif, tidak reaktif, yang hanya bergerak ketika sudah ada
kasus-kasus yang dilaporkan. Luas wilayah Propinsi Jambi ± 53.435,00 km2-
terdiri dari luas daratan 50.160,05 km2 dan perairan 3.274,95 km2 dengan
wilayah pengawasan 11 (sebelas) Kabupaten/Kota, yaitu :
Kabupaten Kerinci : 3.355,27 km2
Kabupaten Bungo: 4.659 km2
Kabupaten Tebo : 6.461 km2
Kabupaten Merangin : 7.679 km2
41 Dokumentasi BPOM Provinsi Jambi periode 2015-2019, tanggal 25 april 2019. Hlm 13
40
Kabupaten Sarolangun : 6.184 km2
Kabupaten Batang Hari : 5.804 km2
Kabupaten Muaro Jambi : 5.326 km2
Kab.Tanjung Jabung Barat : 4.649,85 km2
Kab.Tanjung Jabung Timur :5.445km2
Kota Sungai Penuh : 391,5 km2
Kota Jambi : 205,43 km2
Umumnya wilayah Propinsi Jambi dapat ditempuh dengan transportasi
darat dan ada beberapa yang melalui air (sungai), seperti di Kabupaten Tanjung
Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur. Lama waktu perjalanan ke Ibukota
Kabupaten rata-rata 4 jam, untuk Ibu Kota Kabupaten yang terjauh membutuhkan
waktu tempuh 12 jam dan Ibu Kota Kabupaten yang terdekat hanya
membutuhkan waktu 30 menit, Untuk melaksanakan kegiatan pengawasan ke
sarana, waktu yang diperlukan di satu wilayah kerja rata-rata 2 hari. untuk
Kabupaten terjauh dibutuhkan waktu 5 hari kerja dan yang terdekat 1 hari kerja,
kondisi ini merupakan salah satu faktor yang sangat sulit bagi Balai Pengawas
Obat dan Makanan di Jambi dalam melakukan fungsi pengawasan secara
komprehensif. Namun hal ini tidak menjadi hambatan, bahkan justru menjadi
tantangan tersendiri bagi Balai Pengawas Obat dan Makanan di Jambi dalam
melakukan revitalisasi dan penguatan terhadap mandat dan kinerjanya mengawasi
41
keamanan mutu produk obat dan makanan, baik produk dalam negeri maupun
produk impor yang beredar di masyarakat. 42
Di sisi lain, tuntutan modernisasi suatu bangsa juga berpengaruh pada
pola hidup masyarakatnya. menjaga pola hidup sehat juga menjadi semakin sulit
untuk d ipenuhi oleh masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, terutama
pemenuhan standar kesehatan, dimana peredaran makanan yang tidak begitu baik
bagi kesehatan juga hampir-hampir tidak bisa dihindari.43
42 Ibid 43 Ibid hlm 14
42
F. Struktur Organisasi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Provinsi Jambi
Gambar 1: Struktur Organisas
Kepala
Drs. Antoni Asdi. M. Pharm
NIP. 196304181989031001
Kepala Subbag Tata Usaha
Dra. Evi Iriantina, Apt. MH
NIP. 196303061989032001
Kepala Seksi Pengujian Kimia
Armeiny Romita, S.SI, Apt
NIP. 196810141997032001
Kepala Seksi Penguji Mikrobiologi
Dra. Hj. Emli, Apt
NIP. 196608131996032001
Kepala Seksi Pemeriksaan
Dra. Lenggo Vivirianty, Apt
NIP. 196704011990032001
Kepala Seksi Penindakan
Rahmat Hidayat, M. Farm, SCI, Apt
NIP. 19658605072008121001
Kepala Seksi Informasi dan Komunikasi
Marhamah, SE
NIP. 196803111989022001
Kelompok Jabatan Fungsional
43
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM ) Provinsi Jambi
dalam Mengatasi Peredaran Kosmetik yang Mengandung Zat Berbahaya
Pengawasan Badan POM terhadap peredaran kosmetika di sarana
distribusi pada tahun 2015 menemukan 8.474 item (174.227 pcs) kosmetika tanpa
izin edar (TIE) dan 245 item (43.458 pcs) kosmetika mengandung bahan dilarang.
Sedangkan pada tahun 2017, ditemukan 4.665 item (84.485 pcs) kosmetika TIE,
219 item (38.757 pcs) kosmetika mengandung bahan dilarang dan 1.889 item
kosmetika yang mencantumkan penandaan yang tidak memenuhi syarat. Terhadap
temuan tersebut, dilakukan tindak lanjut yang sesuai dengan pelanggaran masing-
masing yaitu antara lain penarikan dan pemusnahan produk serta proses
pengadilan untuk tindak pidana bagi mereka yang melanggar ketentuan. Seperti
saat penulis melakukan wawancara dengan bapak Sarino selaku karyawan
fungsional tertentu BPOM provinsi Jambi :
“Peran BPOM dalam melakukan pengawasan terhadap kosmetik ini, baik yang mengandung bahan berbahaya maupun yang tidak mengandung bahan yang berbahaya tetap kita melakukan pengawasan. Salah satu contohnya dalam pengawasan untuk prodak kosmetik yang beredar kita melakukan sampeling, kita beli prodaknya kemudian kita uji dilaboraturium apakah kosmetik itu memenuhi persyaratan mutu, kualitas, keamanan, dan kemamfaatannya. Dalam rangka melakukan pengawasan terkait obat dan makanan khususnya terkait peredaran kosmetik illegal/berbahaya selalu berupa menyelaraskan program-program yang dimiliki oleh lintas sektor lain”.44
44 Wawancara Dengan bapak Sarino Selaku Funsional tertentu BPOM Provinsi Jambi, 30-
04-2019
44
Generasi milenial lebih sering terpapar dengan beragam informasi tentang
kosmetika melalui iklan online serta beauty blogger dan beauty vlogger yang
sekarang sedang marak. Mereka kurang meningkatkan kesadaran dan
pengetahuannya akan bahaya kosmetik yang mengandung zat berbahaya. Bahan
berbahaya adalah bahan-bahan aktif yang menimbulkan reaksi negatif dan
berbahaya bagi kesehatan kulit khususnya dan tubuh umumnya ketika
diaplikasikan, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Reaksi efek
samping kosmetik cukup parah akibat penambahan bahan aditif untuk
meningkatkan efek pemutih. Parahnya reaksi efek samping kosmetik ini salah
satunya disebabkan karena penambahan bahan aditif untuk meningkatkan efek
pemutih, disamping karena penggunaan jangka panjang pada area yang luas pada
tubuh, di iklim yang panas dan lembab yang kesemuanya meningkatkan absorpsi
melewati kulit. Reaksi negatif yang ditimbulkan oleh bahan berbahaya yang
terkandung dalam kosmetika beragam, mulai dari iritasi ringan hingga berat,
alergi, penyumbatan fisik di pori-pori, keracunan lokal atau sistemik. Seperti pada
saat penulis melakukan wawancara dengan Ibu Dra. Lenggo Vivirianty, Apt
Selaku Kepala seksi pemeriksaan BPOM Provinsi Jambi :
“Sebagai upaya untuk mengedukasi masyarakat agar mampu memilih dan menggunakan kosmetika yang aman, BPOM Provinsi Jambi menyelenggarakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), belajar dari kasus-kasus produksi dan distribusi kosmetik ilegal dan Berbahaya di Provinsi Jambi ini, BPOM tak hentinya mengimbau kepada para konsumen untuk bijak dalam memilih produk kosmetika dan tidak tergiur dengan iklan-iklan menyesatkan atau harga yang tidak wajar”.45
45 Wawancara Dengan ibu Lenggo Vivirianty Selaku Kepala seksi pemeriksaan BPOM Provinsi Jambi, 07-05-2019
45
Peredaran kosmetik Berbahaya ini merupakan suatu masalah yang sulit
untuk diselesaikan, karena melibatkan berbagai faktor dan kondisi yang tidak
dapat ditangani dengan satu tindakan saja. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
tentang kesehatan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yakni Undng-
Undang Nomor 8 tahun 1999 serta peraturan Kepala Badan POM RI dan juga
peraturan pemerintah secara jelas mengatur bahwa kosmetik yang baik adalah
kosmetik yang memenuhi persaratan dari Badan POM. Meskipun sudah diatur
sedemikian rupa ternyata yang terjadi dilapangan tidak sedikit penyimpangan
yang ditemukan terkait kosmetik yang berbahaya ini, Seperti pada saat penulis
wawancara dengan bapak Rahmat Hidayat, M. Farm, SCI, Apt Selaku kepala
seksi penindakan BPOM Provinsi Jambi :
“Berdasarkan daftar lampiran Public Warning No. HM tanggal 19 Desember 2014 oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, terdapat beberapa sediaan kosmetik yang diantaranya lipstik, krim malam, sabun wajah, eye shadow, blush on, dan bedak. Kosmetika tersebut mengandung bahan berbahaya seperti logam timbal, merkuri, pewarna merah K3, dan bahan berbahaya lainnya. Kosmetika yang termasuk ke dalam peringatan publik atau public warning mengandung bahan berbahaya tersebut terdiri dari 37 kosmetika yang tidak ternotifikasi dan 31 memiliki nomor notifikasi yang telah dibatalkan (BPOM RI, 2014)”.46 Pengetahuan masyarakat menjadi penting untuk bisa menanamkan
kesadaran dan pemahaman baru untuk bisa memperhatikan dan turut serta
mengawasi peredaran kosmetik Berbahaya di Kota Jambi sehingga kemudian
memberikan informasi kepada Balai POM untuk bisa ditangani lebih lanjut. Sebab
tanpa informasi serta data akurat dan terkini, maka akan sulit bagi Balai POM
46 Wawancara Dengan bapak Rahmat Hidayat Selaku Kepala seksi penindakan BPOM
Provinsi Jambi, 07-05-2019
46
menangani masalah kosmetik Berbahaya ini. Setelah dikonfirmasi kepada
konsumen kosmetik tentang produk kosmetik yang digunakan sebagian
menyatakan ketidaktahuan apakah produk kosmetik yang digunakan Berbahaya
atau tidak dan sebagian lagi menyatakan bahwa mereka mengetahuinya akan
tetapi tetap menggunakan karena dirasa tidak menimbulkan efek negatif, Seperti
pada saat penulis wawancara dengan Sri Yulidiana Selaku Konsumen.
“Kalo ngeliat dari public warning ada sih mbak, mulanya saya tergiur untuk menggunakan cream pemutih yang digunakan oleh teman saya. Awal mula pemakain saya merasa banyak terdapat perubahan dari pemakaian kosmetik ini seperti hilangnya jerawat, bintik -bintik pada wajah dan wajah saya juga terlihat lebih putih selama pemakaian kosmetik ini. Selain harganya murah kosmetik ini juga mudah didapatkan dipasaran dan hasilnya mudah terlihat. Namun setelah pemakaian 1 bulan, wajah saya terasa gatal dan memerah, awalnya saya mengira karena alergi terhadap makanan, saya pun tetap melanjutkan pemakaian produk kosmetik ini. Setelah seminggu pemakain selanjutnya muka saya mengalami gatal dan memerah lalu timbul bintik-bintik kecil, saya mengaku ternyata penyebab dari muka saya gatal dan memerah lalu timbul bintik-bintik adalah kosmetik yang selama ini saya gunakan”.47
Kosmetika tanpa izin edar, kemasannya sudah rusak dan tidak layak,
kosmetika yang diduga mengandung bahan berbahaya atau kosmetika yang sudah
memasuki masa kadaluarsa merupakan hal yang dilarang karena dapat
membahayakan kesehatan pengguna kosmetik meskipun harapan ketika
menggunakan produk tersebut adalah mendapatkan penampilan terbaik atau
mempercantik diri akan tetapi jika penggunaan nya dilakukan secara terus
menerus maka dapat membahayakan kesehatan penggunanya karena dapat
menyebabkan kanker kulit atau penyakit-penyakit lainnya yang juga berbahaya.
47 Wawancara Dengan Sri Yulidiana (25 tahun) Selaku Konsumen Kosmetik Cream
Pemutih, 18-05-2019
47
Oleh karena itu dalam hal ini Balai POM di Jambi harus menjadi instansi yang
tanggap menangani kasus ini dikarenakan Balai POM memiliki peranan yang
sangat penting untuk meminimalkan peredaran kosmetik Berbahaya dikalangan
masyarakat. Seperti pada saat penulis wawancara dengan Ariska Wati Selaku
Penjual kosmetik mengenai ketanggapan Balai POM Jambi tentang adanya
produk kosmetik Berbahaya :
“Saya tidak bisa jawab tanggap atau tidakknya karena saya belum melihat langsung bagaimana Balai POM itu bekerja, yang saya lihat hanya beberapa di media televisi saja ada beberapa kosmetik yang di razia dan sejauh ini yang saya tahu Balai POM yang di Jakarta bekerja sih tapi kalau yang di Jambi saya belum melihat nya”.48
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Nurhanida selaku konsumen kosmetik:
“Mungkin sudah tapi belum maksimal ya pengawasan nya karena kalau dilihat-lihat lagi masih sangat mudah ditemukan kosmetik yang nggak boleh di toko kosmetik. Di mall-mall juga ada”.49
Berdasarkan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa pelanggaran
dan penyimpangan yang terjadi memang kerap bersumber dari ketidakpatuhan
pelaku usaha pada peraturan perundang-undangan maupun peraturan kepala
Badan POM baik itu berupa produk kosmetika yang tidak memiliki izin edar dari
Badan POM, produk kosmetika yang mengandung bahan berbahaya dan telah
ditarik oleh Badan POM, produk kosmetika tidak memenuhi ketentuan sesuai
dengan persyaratan label/penandaan yang diatur oleh Badan POM, produk
48 Wawancara Dengan Ariska Wati (23 tahun) Selaku Penjual Kosmetik, 18-05-2019
49 Wawancara Dengan Nurhanida (26 tahun) Selaku Konsumen Kosmetik Cream Pemutih, 18-05-2019
48
kosmetika dengan kemasan yang sudah rusak dan juga produk kosmetik yang
telah melampaui masa kadaluarsa. Ditambah dengan minimnya pemeriksaan ke
lapangan oleh pihak Balai POM semakin membuat pelaku usaha merasa lebih
leluasa menjual atau menyediakan produk kosmetik Berbahaya.
Dalam mengatasi persoalan ini, Balai POM di Jambi meresponi dengan
memperlengkapi data jumlah sarana distribusi yang ada di Kota Jambi, agar bisa
memiliki data yang akurat terkait jumlah sarana distribusi kosmetik di Kota
Jambi. Namun sampai saat ini, respon tersebut dapat dikatakan lamban,
mengingat masih banyak keluhan konsumen terhadap peredaran kosmetik
illegal/Berbahaya pada sarana distribusi kosmetik khususnya pada toko kosmetik
mengingat tidak terealisasiya target pemeriksaan yang harus dilakukan setiap
tahunnya serta melakukan razia dengan cara membeli produk terkait yang
kemudian kurang memberikan efek jera bagi pelaku usaha distributor kosmetik
illegal/Berbahaya. Rentang waktu pengawasan sendiri belum dikatakan cukup
baik dikarenakan tidak adanya waktu-waktu yang ditetapkan untuk melakukan
pengawasan. Bahkan setelah diteliti ternyata realisasi pemeriksaan tidak
melampaui bahkan terus menurun dari target yang telah ditetapkan secara
bersama-sama oleh pihak Balai POM.
49
B. Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM ) Provinsi Jambi
dalam Mengatasi Peredaran Kosmetik yang Mengandung Zat Berbahaya
Persfektif UU Perlindungan Konsumen
Pemerintah Telah mengeluarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen yang mana di dalam Undang-Undang tersebut
terdapat beberapa aturan mengenai hak dan kewajiban konsumen serta hak dan
kewajiban pelaku usaha. Sebenarnya konsumen telah dilindungi dengan payung
hukum yaitu adanya UUPK Tahun 1999, Namun apakah aturan tersebut
dipergunakan atau tidak itu yang menjadi persoalan. Mengenai hak-hak konsumen
yang dilindungi terkait beberapa hal yaitu kepedulian pemerintah melalui instansi
terkait, kepedulian pelaku usaha akan kesadaran akan melindungi hak -hak
konsumen dan juga kepedulian konsumen itu sendiri memproteksi diri sendiri.50
Perlidungan terhadap konsumen pada saat ini merupakan hal yang urgent yang
harus diperhatikan, dengan adanya Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen diharapkan dapat menjawab persoalan yang ada,
disamping maraknya pasar asing yang masuk di Indonesia serta penggunaan
kosmetik secara merata menyebabkan pemantauan terhadap kosmetik khususnya
dapat lebih ditekankan. Terlebih penggunaan bahasa di dalam penjelasan serta
komposisi yang tidak dapat dipahami serta menggunakan bahan-bahan yang
berbahaya dapat menjadi dasar kuat agar masalah ini dapat di jadikan pembahasan
serius untuk di tanggulangi.
50 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.42.2995
tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetik. hlm 3.
50
Menurut Undang-Undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, beberapa peraturan yang dapat diterapkan untuk melindungi konsumen
terdapat pada Pasal 4, serta Pasal 8. Pasal 4 huruf a yang menyebutkan “ Hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa; ” Maksud dari pasal tersebut diartikan sebagai perlindungan dari segala hal
yang bisa menjadi hilangnya rasa aman, nyaman dari diri konsumen ini berarti
peredaran dari kosmetik berbahaya harus ditanggulangi dengan baik agar dalam
menggunakan produk kosmetik masyarakat bias tetap terlindungi hak nya.51
Pasal 4 huruf c yang menyebutkan “Hak atas informasi yang benar, jelas,
dan jujur, mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;” maksud dari pasal
tersebut bias diartikan keterbukaan informasi yang diberikan produsen atau pelaku
usaha kepada konsumen merupakan hak yang harus dimiliki konsumen. Sama
halnya dengan itu, maka produsen juga harus memenuhi kewajiban untuk
mengimplementasikan pasal 4 hurf c tersebut. Oleh karena itu pula penting bagi
konsumen untuk selalu membaca kemasan atau table informasi pada setiap produk
yang dibelinya, konsumen juga harus teliti mengenai informasi produk atau
barang yang tidak sesuai dengan informasi yang tertera pada produk. Sehingga
dari hal ini bisa dikatakan produsen masih belum memenuhi kewajibannya dalam
memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur pada konsumen barang
dan/atau jasa dalam hal ini khususnya produk kosmetik yang mengadung zat
berbaya.52
51 Tim Redaksi BIP, “Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. hlm 15 52 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, ( Surabaya, PT. Bina
Ilmu, 1987 ), hlm 29
51
Pasal 4 hurf d yang isinya “Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
atas barang dan/atau jasa yang digunakan;” setiap konsumen berhak atas jaminan
dari produk kosmetik yang digunakannya termasuk saat konsumen mengalami
keluhan dari produk tersebut pelaku usaha wajib menyediakan layanan konsumen
yang dapat menanggapi keluhan tersebut agar masyarakat tetap terpenuhi hak nya
atas setiap produk kosmetik yang ia gunakan, namun pada produk-produk
kosmetik yang illegal tadak akan tercantum kontak layanan konsumen dari
kosmetik tersebut maka hal tersebut suadah menunjukkan sebuah itikat tidak baik
dari sisi pelaku usaha yang tidak ingin bertanggung jawab jika adanya keluhan
dari konsumen atas produk yang mereka gunakan.53
Pasal 8 ayat 1 “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan atau jasa yang”;
1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang
tersebut;
3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
4. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagai
mana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;
53 Ibid
52
5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,
mode, atau penggunaan tertentu sebagai mana dinyatakan dalam label atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
6. Tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau
promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
7. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemamfaatan yang paling baik atas barang tersebut;
8. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
“halal” yang dicantumkan dalam label;
9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang menurut nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan
lain untuk penggunaan yang menurut ketentuanharus di pasang/dibuat;54
Pasal ini benar mengatur tentang larangan produksi bagi produk
khususnya kosmetik yang tidak mengikuti peraturan diatas namun pada
kenyataannya produk kosmetik impor illegal sudah pasti tidak akan memiliki izin
edar resmi yang berlaku di Indonesia, juga isi dan kandungan yang terdapat dalam
produk tersebut tidak bisa dipertanggung jawabkan karena tidak adanya kepastian
dari keaslian produk tersebut, tidak adanya label halal, serta tidak adanya
pencantuman label kadaluarsa menjadikan produk tersebut benar-benar telah
menyalahi aturan yang berlaku dalam peredaran kosmetik di Indonesia.55
54Tim Redaksi BIP, “Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. 55 Ibid, Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. hlm 30
53
Dalam rangka menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan kosmetik
perlu pengaturan izin produksi kosmetik, pemerintah mengeluarkan Peraturan
Menteri Republik Indonesia Nomor 1175/MENKES/PER/VII/2010 Tentang Izin
Produksi Kosmetika pasal 2 ayat (1) menyebutkan kosmetk yang beredar harus
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Pasal 4 ayat (1)
menyebutkan industri kosmetik yang akan membuat kosmetik harus memiliki izin
produksi. Izin produksi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
Industri kosmetik dalam membuat kosmetik wajib menerapkan Cara Pembuatan
Kosmetik yang Baik (CPKB). Industri yang memenuhi persyaratan CPKB
diberikan Sertifikat oleh Kepala Badan.
Dalam hukum perlindungan konsumen Undang-undang No.8 Tahun 1999
disebutkan bahwa faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen dalam
perdagangan adalah tingkat kesadaran konsumen masih amat rendah yang
selanjutnya diketahui terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.
mengacu pada hal tersebut, UUPK diharapkan menjadi landasan hukum yang kuat
bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk
melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan
konsumen. Sehingga diharapkan segala kepentingan konsumen secara integrative
dan komprensif dapat dilindungi.Agar tidak terjadi lagi kejadian-kejadian yang
merugikan konsumen, maka kita sebagai konsumen harus lebih teliti lagi dalam
memilih barang/jasa yang ditawarkan dan adapun hal-hal yang perlu diperhatikan
bagi konsumen, seperti:
1. Kritis terhadap iklan dan promosi dan jangan mudah terbujuk
54
2. Teliti sebelum membeli
3. Biasakan belanja sesuai rencana
4. Memilih barang yang bermutu dan berstandar yang memenuhi aspek
keamanan, keselamatan, kenyamanan dan kesehatan
5. Membeli sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
6. Perhatikan label, keterangn barang dan masa kadaluarsa
Pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang Kesehatan, dan untuk
petunjuk teknis dalam hal kosmetik dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Produksi
Kosmetika yang mana pada pasal 2 angka (1) menyebutkan kosmetika yang
beredar harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Dalam bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat khususnya konsumen
kosmetik yang mengandung zat berbahaya dan tidak terdaftar BPOM melalui 2
cara yaitu:
1. Perlindungan Hukum Dari Aspek Administratif
Bentuk perlindungan hukum yang dilakukan melalui Hukum
Administratif terhadap kosmetik yang mengandung zat berbahaya dan tidak
terdaftar BPOM dilakukan terhadap pelaku usaha yang melanggar tanggung
jawabnya untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan oleh
produk kosmetik yang diproduksi dan/atau diperdagangkan olehnya. Sanksi
administratif yang dijatuhkan bagi pelaku usaha diatur pada pasal 60 UUPK,
menyebutkan sanksi administratif dijatuhkan kepada pelaku usaha yang
melanggar pasal 19, pasal 20, pasal 25 dan pasal 26 UUPK tersebut berupa
55
penetapan ganti rugi paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Adanya bukti bahwa sanksi yang dimaksud bukan sanksi administratif tetapi
sanksi perdata bukan saja ditujukan oleh angka Rp.200.000.000 (dua ratus juta)
yang ditentukan di dalam pasal tersebut. Melainkan juga oleh adanya penunjukan
Pasal 19, pasal 20, pasal 25, dan pasal 26. Pasal-pasal tersebut adalah pasal yang
menuntut tanggung jawab pembayaran ganti kerugian dari pelaku usaha kepada
konsumen yang dirugikan akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang
diberikan atau diperdagangkan, tanggung jawab kerugian akibat iklan yang
menyesatkan. Tanggung jawab pembayaran ganti kerugian akibat tidak
menyediakan suku cadang atau fasilitas perbaikan pada pihak konsumen dan
tanggung jawab pembayaran ganti kerugian akibat pelaku usaha tidak m emenuhi
jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau dijanjikan.56
Berdasarkan pasal 60 ayat (2) diatas berarti, jika produsen lalai untuk
memenuhi tanggung jawabnya, maka pelaku usaha tersebut dapat dijatuhkan
sanksi yang jumlahnya maksimum Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Ganti
kerugian tersebut merupakan bentuk pertanggung gugatan terbatas, sehingga
secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa ganti kerugian yang dianut dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) menganut prinsip ganti
kerugian subjektif terbatas.57
2. Perlindungan Hukum bagi Aspek Pidana
Secara umum pelaku usaha seharusnya menjaga mutu barang sehingga
tetap sepadan dengan pengeluaran konsumen yang ingin mendapatkan produk
56 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen. hlm. 275. 57 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia,
(Surabaya: 2000), hlm. 102.
56
tersebut, ini berarti pengaturan dibidang perlindungan bisnis yang sehat dan
jujur.Terhadap pelaku usaha yang memproduksi kosmetik yang tidak terdaftar
BPOM, bentuk perlindungan hukum konsumen yang dilakukan melalui penentuan
pidana terhadap pelaku usaha sebagaimana diatur dalam pasal 61 UUPK yang
menyebutkan bahwa “penentuan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku
usahadan/atau pengaruhnya”. Ketentuan ini memperlihatkan suatu bentuk
pertanggung jawaban pidana yang tidak sengaja dapat dikenakan kepada pengurus
tetapi juga kepada perusahaan. Hal ini menurut Nurmatjo meruapakan upaya yang
bertujuan menciptakan sistem bagi perlindungan konsumen. ketetuan pasal ini
perusahaan dinyatakan sebagai subjek hukum pidana. 58
Pasal 62 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen juga menyebutkan:59
1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
8, pasal 9, pasal 10, pasal 3 ayat (2), pasal 15, pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf c, huruf e ayat (2) dan pasal 18 dipidanakan dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000
(Dua Milyar Rupiah).
2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
11, pasal 12, pasal 13 ayat (1), pasal 14, pasal 16, dan pasal 17 ayat (1) hurud
d dan huruf f dipidanakan dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau
pidana denda paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta).
58Nurmadjito, Kwsimpulan Perangkat Peraturan Perundang-undangan Tentang
Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Mandar Maja, 2000), hlm. 30. 59 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hlm.23.
57
3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap
atau kematin diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Ketentuan pasal 62 ini memberlakukan dan aturan hukum sesuai tingkat
pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pelanggaran yang dilakukan
oleh pelaku usaha, yaitu pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakitberat,
cacat tetap, atau kemudian diberlakukan hukum pidana sebagaimana diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP), sementara di luar dari tingkat
pelanggaran tersebut berlaku ketentuan pidana tersebut dalam Undang -Undang
Perlindungan Konsumen. Dalam penerapan sanksi pidana terhadap pelaku usaha
yang telah memproduksi atau mengedarkan kosmetika yang tidak terdaftar BPOM
memenuhi ketentuan pasal 63 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, dapat dijatuhkan hukuman tambahan berupa:60
a. Perampasan barang tertentu
b. Pengumuman keputusan hakim
c. Pembayaran ganti rugi
d. Perintah penghentian
e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran
f. Pencabutan izin
Untuk mengatasi agar tidak lagi terjadinya kerugian yang dialami
konsumen karena menggunakan kosmetik tidak terdaftar BPOM, perlindungan
terhadap konsumen pengguna kosmetik yang dilakukan BBPOM dengan cara
60 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hlm.24
58
terus melakukan pengawasan terhadap produk kosmetik yang mengandung zat
berbahaya. Selain dari BBPOM yang terus melakukan pengawasan, konsumen
juga berhak memberi laporan apabila konsumen merasa dirugikan akibat
menggunakan produk kosmetik yang mengandung zat berbahaya dan tidak
terdaftar BPOM. Setelah menerima laporan tersebut BPOM langsung memeriksa
kosmetik tersebut dan jika kosmetik tersebut positif menggunakan bahan
berbahaya maka dari BPOM langsung membuat peringatan tertulis untuk
melarang mengedarkan kosmetik tersebut. Konsumen yang dirugikan karena
memakai atau mengonsumsi kosmetik tersebut hanya akan mendapat penggantian
kerugian apabila mengajukan permintaan atau tuntutan atas hal tersebut.
Permintaan atau penuntutan penggantian kerugian ini mutlak dilakukan oleh
orang yang merasa berhak untuk mendapatkannya. Tidak akan ada penggantian
kerugian selain karena dimohonkan terlebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
Namun, selama ini pihak BPOM provinsi Jambi belum pernah mendapatkan
laporan terhadap kerugian yang dialami pengguna kosmetik yang mengandung zat
berbahaya.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa Peran Badan Pengawasan Obat dan
Makanan ( BPOM ) Provinsi Jambi dalam Mengatasi Peredaran Kosmetik yang
Mengandung Zat Berbahaya Persfektif UU Perlindungan Konsumen, bahwa tugas
dari BPOM telah diatur dalam Kepres no.166/2000, yaitu dalam pasal 73 yang
menyebutkan bahwa BPOM mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan
di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang - undangan yang berlaku. Mengenai tugas dan wewenang dari BPOM
59
yang lebih spesifik diatur dalam Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 264A/MENKES/SKB/VII/2003
dan Nomor 02/SKB/M.PAN/7/2003 tentang Tugas, Fungsi, dan Kewenangan di
Bidang Pengawasan Obat dan Makanan. Peranan yang diberikan oleh BPOM
dalam melakukan perlindungan terhadap konsumen ada 2 bagian pokok, yaitu :
1. Melakukan Tindakan Preventif yaitu Tindakan ini dilakukan dengan cara
rnembuat SISPOM dan membentuk BBPOM di propinsi yang tersebar di
Indonesia.
2. Melakukan Tindakan Represif yaitu Tindakan ini dilakukan dengan cara
membuat Pelaksana Tugas BPOM baik itu berupa Pengujian, Penyidikan,
Riset dan informasi obat dan makanan serta UPLK.
Melalui Pelaksana Tugas itu BPOM dapat mengambil tindakan tegas bila
ada pelanggaran terhadap kosmetik yang mengandung zat berbahaya. Tindakan
yang diambil dapat berupa pencabutan izin edar, penarikan produk yang beredar,
sampai melakukan penyelidikan bila ada indikasi pelanggaran yang terdapat unsur
pidananya.
60
C. Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM ) Provinsi Jambi
dalam Mengatasi Peredaran Kosmetik yang Mengandung Zat Berbahaya
Presfektif Hukum Islam
Islam mengharamkan penipuan dan kecurangan dalam semua aktifitas
manusia, termasuk dalam kegiatan bisnis dan jual beli. Memberikan penjelasan
dan informasi yang tidak benar, mencampur barang yang baik dengan yang buruk,
menunjukkan contoh barang yang baik dan menyembunyikan yang tidak baik.
Penipuan ini berakibat merugikan pihak pembeli. Maka dalam Islam sangat
mengecam penipuan dalam bentuk apapun dalam berbisnis. Lebih jauh lagi
barang yang hendak dijual harus dijelaskan kekurangan dan cacatnya. Jika
menyembunyikannya, maka itu adalah kezhaliman. Padahal, jika kejujuran dalam
bertransaksi di junjung tinggi dan dilaksanakan akan menciptakan kepercayaan
antara pembeli dan penjual, yang akhirnya menciptakan keharmonisan dalam
masyarakat.
Kejujuran dalam bertransaksi saat ini memang sulit ditemui. Banyak kita
menjumpai pedagang yang hanya mengatakan barang yang dijualnya adalah
barang yang sempurna, paling bagus, yang membuat konsumen tergiur, tetapi
tidak dikatakan atau dijelaskan cacat nya barang tersebut. berbuat curang dalam
jual beli berarti berbuat zalim kepada orang lain dalam urusan hartanya dan
memakan harta mereka dengan cara yang bathil. Walaupun hanya sedikit, harta
yang didapatkan dengan jalan berbohong, menyembunyikan kecacatan atau
mengurangi timbangan adalah harta yang haram. Sudah seharusnya kita
menjauhkan diri kita dari harta-harta semacam itu.
61
Sebagaimana firman Allah SWT :
قوم أوفوا ٱلمكیال وٱلمیزان بٱلقسط ولا تبخسوا ٱلناس أشیاءھم ولا تعثوا فى ٱلأ رض وی مفسدین
Artinya : “Dan wahai kaumku, penuhilah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak -hak mereka dan jangan kamu membuat kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan”.61
kosmetik memiliki fungsi memperindah penampilan manusia atau aroma
tubuh manusia. Perkara tersebut merupakan sesuatu yang sangat menyenangkan
bagi manusia yang melihatnya maupun merasakan aroma wewangian yang
dipancarkan. Keindahan akan menarik perhatian orang-orang sekaligus
memberikan kesan positif terhadap mereka. Disisi lain, Islam merupakan agama
yang menaruh perhatian pada persoalan kebersihan, kesucian serta keindahan
tersebut. Islam bahkan menganjurkan merawat dan memelihari diri. Terkait
dengan keindahan kesucian, Allah SWT berfirman :
رین ابین ویحب المتطھ إن ا� یحب التو
Artinya : “Sesunggungnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang menyucikan diri.”62
Dalam firman Allah SWT yang lain :
یابني آدم خذوا زینتكم عند كل مسجد وكلوا واشربوا ولا تسرفوا إنھ لا یحب المسرف ین
61 QS. Hud (11) : 85 62 QS. Al-Baqarah (2) : 222
62
Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”63
Dalam ayat diatas, Allah membolehkan segala hal yang bagus di dalam
kehidupan dan membolehkan bersenang-senang dengannya. Ayat tersebut
sekaligus mengandung pengertian bahwa bagi seorang muslimah diperbolehkan
menggunakan segala bentuk hiasan dan memanfaatkan segala yang bagus di
dalam kehidupan dunia ini. Begitu banyak nas-nas didalam al-Qur’an maupun
hadits yang memberikan motivasi agar seorang muslim maupun muslimah
memperhatikan keindahan. Bagi muslimah, bahkan dianjurkan untuk berhias diri
untuk keperluan-keperluan tertentu, seperti untuk menyenangkan suami dan
sebagainya. Seorang muslimah juga dianjurkan untuk memakai celak mata, dan
hinna’ (pacar pewarna kuku alami) serta bahan-bahan lain yang tidak
membahayakan tubuhnya, tidak berlebihan, dan tidak mengubah ciptaan Allah
SWT. Oleh karena itu, kosmetik yang akan digunakan harus sehat dan tidak
membahayakan kulit atau diri penggunanya. Kosmetik yang dipilih harus benar-
benar aman untuk digunakan serta bukan dari bahan yang dilarang oleh syari’at.
Bentuk Perlindungan Konsumen dalam Hukum Islam, pelaku
usaha/produsen harus bertanggung jawab atas perbuataanya yang merugikan
konsumen. Tanggung jawab jika dihubungkan dengan penyebab adanya ganti rugi
(dhaman) dapat dibedakan menjadi lima, yaitu; 64
63 QS. al-A’raf (7) : 31
64 Muhammad dan Alimin. Etika dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam. Yogyakarta: BPFE, 2004. hlm 235
63
1. Ganti rugi karena perusakan (Dhaman Itlaf)
2. Ganti rugi karena transaksi (Dhaman’Aqdin)
3. Ganti rugi karena perbuatan (Dhaman Wad’u Yadhin)
4. Ganti rugi karena penahanan (Dhaman al-Hailulah)
5. Ganti rugi karena tipu daya (Dhaman al-Magrur)
Dhaman Itlaf adalah ganti rugi akibat dari perusakan barang. Ganti rugi
Itlaf tidak hanya berhubungan dengan kerusakan harta benda saja tetapi juga
menyangkut jiwa dan anggota tubuh manusia. Dhaman’aqdin adalah terjadinya
suatu aqad atau transaksi sebagai penyebab adanya ganti rugi atau tanggung
jawab. Ganti rugi wadh’u yadhin adalah ganti rugi akibat kerusakan barang yang
masih berada di tangan penjual apabila barang belum diserahkan dalam sebuah
aqad yang sah dan ganti rugi karena perbuatan mengambil harta orang lain tanpa
izin. Dhaman al-hailulah adalah ganti rugi pada jasa penitipan barang (al-wadi)
jika terjadi kerusakan atau hilang, baik kerusakan atau hilangnya itu disebabkan
karena kelalaian atau kesengajaan orang yang dititipi. Dhaman al-magrur adalah
ganti rugi akibat tipu daya. Dhaman al-magrur sangat efektif diterapkan dalam
perlindungan konsumen, karena segala bentuk perbuatan yang dapat merugikan
orang lain pelakunya harus membayar ganti rugi sebagai akibat dari perbuataanya
itu.65
Balai Besar POM adalah lembaga yang sudah diberikan amanah oleh
pemerintah untuk melakukan pengawasan, Peran lembaga ini sangat penting
untuk mejamin tidak terjadinya penyimpangan dan kecurangan-kecurangan.
65 Ibid
64
Pengawasan yang dilakukan Balai Besar POM ini merupakan suatu sistem
pengawasan eksternal. Dalam Islam wewenang lembaga ini sama dengan tugas
lembaga Hisbah. hanya saja pokus pengawasan yang dilakuakan Balai Besar
POM lebih mengarahkan kepada pengawasan terhadap standar produk dan
praktek kecurangan pelaku usaha, sedangkan pokus pengawasan Hisbah
pengawasan yang tidak hanya sebatas itu, pengawasan yang dilakukan
mencangkup aspek keagamaan seperti menyangkut akidah, ibadah,
muamalah,akhlak, dan ketertiban umum inilah yang sedikit membedakan tugas
antra Balai Besar POM dengan tugas Hisbah.
Dalam Al-Quran Allah berfirman hendaklah manusia tidak menghianati
amanah yang telah dipercayakan kepada mereka:
ون م ل ع ت م ت ن أ و م ك ت ا ن ا م أ وا ون خ ت ول و س لر ا و وا ا� ون خ وا لا ت ن آم ین ذ ل ا ا ھ ی أ ا ی
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-
amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui”.66
Dari penjelasan ayat di atas dapat kita analisa bahwa seorang muslim
harus menyadari bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah fil ardhi (pemimpin
di bumi) yang harus mampu mengarahkan amal perbuatan manusia yang dapat
menciptakan kebaikan dan kemaslahatan di muka bumi ini. Sesungguhnya
merealisasikan kesejahteraan umat dan meningkatkan tingkat penghidupan umat
adalah tuntutan dalam syari’at dan sebagai amanah yang harus dilaksanakan oleh
pemerintah.
66 QS. Al-Anfaal (8) : 27
65
Balai Besar POM adalah lembaga yang menjalankan amanah dari
pemerintah dalam rangka memberikan perlindungan kepada konsumen dari
kosmetik yang mengandung zat berbahaya, Namun Balai Besar POM tidak bisa
menjalankan amanah ini dengan bekerja sendiri tanpa adanya kerjasama dari
berbagai pihak. Keberhasilan Balai Besar POM dalam melakukan pengawasan
kosmetik merupakan keberhasilan seluruh pemangku kepentingan instansi terkait,
pemerintah daerah, termasuk masyarakat/konsumen dari berbagai kelompok dan
lapisan, serta dunia usaha dan industri lain yang terkait. Oleh karena itu perlunya
kerjasama dari berbagai pihak dalam menciptakan kemaslahatan bersama.
Luasnya peredaran produk kosmetik di Jambi memerlukan suatu
pengawasan yang lebik efektif, karena jika tidak pemakaian kosmetik yang
mengandung zat berbahaya ini dapat mendatangkan mudharat bagi setiap
konsumen. tanggungjawab yang dipikul oleh pemerintah adalah melakukan
kontrol terhadap pergerakan ekonomi. Hal ini dilakukan agar kemerdekaan yang
diberikan oleh Allah untuk melakukan jual beli tidak disalah gunakan untuk
membahayakan atau menzalimi orang lain. Islam memberikan kebebasan
berkreasi dalam bingkai mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan umat
manusia. Seorang boleh menjadi penjual tetapi jangan menipu pembeli, karena
penipuan itu termasuk merugikan pihak lain.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa Peran Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) Provinsi Jambi dalam Mengatasi Peredaran Kosmetik yang
Mengandung Zat Berbahaya Persfektif Hukum Islam bahwa Balai Besar POM
telah melaksanakan perannya dalam hal melindungi setiap hak konsumen dengan
66
tujuan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan melakukan tugas
pemerintah di bidang pengawasan. Melalui beberapa upaya yang dilakukan
diantaranya baik dibidang penyebaran informasi produk kosmetik, menegaskan
peraturan tentang cara pembuatan kosmetik yang baik, memusnahkan produk
ilegal, menangani kasus-kasus penyelewengan, penipuan, pemalsuan produk,
penjualan produk kosmetik yanga mengandung zat berbahaya, memberikan
peningkatan pelayanan pengaduan konsumen, dan berbagai tindakan lainya.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dan analisis yang telah penulis paparkan pada bab-bab
sebelumnya mengenai Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Jambi Dalam Mengatasi Peredaran Kosmetik Yang Mengandung Zat Berbahaya
(Perspektif UU Perlindungan Konsumen Dan Hukuk Islam ) maka penulis
mengambil beberapa kesimpulan dari pembahasan atau hasil dari penelitian
tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jambi dalam
Mengatasi Kosmetik yang Mengandung Zat Berbahaya adalah pengawasan
terhadap kosmetik, baik yang mengandung bahan berbahaya maupun yang
tidak mengandung bahan yang berbahaya. Dengan membeli produknya
kemudian diuji di laboraturium apakah kosmetik itu memenuhi persyaratan
mutu, kualitas, keamanan, dan kemamfaatannya. Sebagai upaya untuk
mengedukasi masyarakat agar mampu memilih dan menggunakan kosmetik
yang aman, BPOM Provinsi Jambi menyelenggarakan kegiatan komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE), belajar dari kasus-kasus produksi dan distribusi
kosmetik ilegal dan Berbahaya di Provinsi Jambi ini, BPOM tak hentinya
mengimbau kepada para konsumen untuk bijak dalam memilih produk
kosmetika dan tidak tergiur dengan iklan-iklan menyesatkan atau harga yang
tidak wajar.
68
2. Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jambi dalam
Mengatasi Kosmetik yang Mengandung Zat Berbahaya perspektif UU
Perlidungan konsumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -
undangan yang berlaku. Mengenai tugas dan wewenang dari BPOM yang
lebih spesifik diatur dalam Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tentang Tugas, Fungsi, dan
Kewenangan di Bidang Pengawasan Obat dan Makanan. Peranan yang
diberikan oleh BPOM dalam melakukan perlindungan terhadap konsumen,
yaitu berupa pencabutan izin edar, penarikan produk yang beredar, sampai
melakukan penyelidikan bila ada indikasi pelanggaran yang terdapat unsur
pidananya.
3. Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jambi dalam
Mengatasi Kosmetik yang Mengandung Zat Berbahaya perspektif Hukum
Islam telah menjalankan tugasnya, yaitu menegakkan keadilan dan moralitas
pelaku pasar melalui wewenang pengawasan yang telah dilakukan. Tujuannya
adalah untuk melindungi hak-hak setiap individu agar tidak ada yang dizalimi,
mencegah praktek kecurangan, penipuan, serta penyelewengan lainnya.
69
B. Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian maka untuk meningkatkan Peranan Balai Besar
Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Provinsi Jambi dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, hendaknya perlu mempertahankan dan
meningkatkan peranannya sebagai Balai Besar Pengawasan Obat Dan
Makanan agar dapat mengurangi peredaran kosmetik yang mengandung zat
berbahaya dan tidak sesuai dengan standar BBPOM.
2. Pelaku usaha dalam menjalankan usahanya sebaiknya beriktihad baik dan
memberikan informasi yang jelas atas barang dan/atau jasa yang diedarkan
serta berupaya memperhatikan hak-hak konsumen dan kewajibannya sebagai
pelaku usaha yang telah dirumuskan dalam UUPK.
3. Bagi seorang muslimah diperbolehkan menggunakan segala bentuk hiasan dan
memanfaatkan segala yang bagus di dalam kehidupan dunia ini, namun harus
lah menjadi seorang muslimah yang cerdas dalam memilih suatu produk agar
terhindar dari produk yang mengandung zat berbahaya.
70
C. Kata Penutup
Syukur Alhamdulillah, segala Puji bagi Allah, yang telah senantiasa
melimpahkan nikmat, rahmat, dan karunia-Nya kepada penulis dan kita semua,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir karya ilmiah ini yang berbentuk
skripsi sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana starata satu
(S.I) pada prodi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, UIN STS Jambi.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, dan kita para pengikut sunnahnya sampai akhir zaman. Setelah
sekian lama penulis berusaha menyelesaikan skripsi ini dengan semaksimal
mungkin mengeluarkan tenaga dan pikiran yang dikemukakan dalam tugas akhir
ini. Meskipun demikian penulis menyadari dalam penulisan karya ilmiah ini
masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, karena penulis
menyadari masih kurangnya pengetahuan mengenai masalah ini serta keterbatasan
kadar dan kemampuan dan kelemahan penulis.
Maka dari itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya jika pada
penulisan, penjelasan, pemahaman, serta dalam analisis data yang diperoleh
penulis dan lain sebagainya terdapat kekeliruan dan kekhilafan yang tidak sesuai
dengan pembaca sekali lagi penulis mohon maaf. Untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik yang kontruktif atau membangun dari semua pihak, khususnya
para pembaca demi untuk penyempurnaan skripsi ini dimasa yang akan datang.
Akhir kata tidak lupa juga penulis mengucapkan ribuan terima kasih
kepada yang terhormat Bapak Fauzi Muhammad, M.Ag selaku dosen
pembimbing satu, dan Ibu Mustiah RH, S.Ag, M.Sy selaku dosen pembimbing
DAFTAR PUSTAKA
A. LITERATUR Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya Dapertemen Agama RI, ed. Ke-2
(Semarang : PT. Karya Toha Putra, 2002).
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Cet. IX; Jakarta: PT. RajaGrapindo Persada, 2015)
Ahmad Muda AK.2003. Kamus Lengkap Kedokteran. Surabaya : Gita Media Press
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, (Surabaya: 2000)
Celina Tri Siwi Kristiyanti.,Hukum Perlindungan Konsumen,Cet 1, (Jakarta: Sinar Grafika2008)
Dokumen Tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan,Pelaksanaan Program dan Kegiatam Reformasi Birokrasi Badan POM RI,37, 2015
Dokumen Tahunan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan jambi, 2016
Majdudin bin Taimiyyah, Nailul Authar (Jilid 4; Surabaya: Bina Ilmu, 2007) Muhammad dan Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi
Islam (Yogyakarta: BPFE, 2004) Mardalis, Metode Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995) M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam: Fiqh Muamalah (Cet.
II; Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004) Nurmadjito, Kwsimpulan Perangkat Peraturan Perundang-undangan Tentang
Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Mandar Maja, 2000) Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya :
PT. Bina Ilmu, 1987)
Renstra Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Jambi Tentang Perlindungan Konsumen. 2015
Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam (Jakarta: Salemba Empat, 2011)
Sayuti Una, (ED.), Pedoman Penulis Skripsi (Edisi Revisi), (Jambi: Syariah Press, 2012).
Syarif M. Wasitaatmadja, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, (Depok : UI Press, 1997)
Tim Redaksi BIP, “Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2013) B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
C. LAIN-LAIN Elfina Rosa, Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Dalam
managgulangi kosmetik Ilegal (studi di BPOM Bandar Lampung), 2012 Iqlimatul Annisa, “ Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Peredaran produk
Kosmetik Ilegal Yang Mengandung Zat Aditif ” Jakarta 2015 Ny. Lies Yul Achyar, Dasar-Dasar Kosmetikologi Kedokteran, Majalah Cermin
Dunia Kedokteran, http;//www.scribd.com, Rabu, 20:13 Suryani Wati Napitupulu, “Peran Balai Pengawas Obat dan Makanan dalam
mewujudkan perlindungan Hukum terhada konsumen produk kosmetik yang berbahaya di Batam” Yogyakarta, 2014
Wawan Cara dengan Bpak Sarino selaku Fungsional tertentu
Kosmetik yang mengandung zat berbahaya