PERAGAAN TEKNIK BUDIDAYA ADAPTIF UNTUK LAHAN KERING...
Transcript of PERAGAAN TEKNIK BUDIDAYA ADAPTIF UNTUK LAHAN KERING...
MAK:1800.204.007.061
PROPOSAL DISEMINASI
PERAGAAN TEKNIK BUDIDAYA ADAPTIF UNTUK LAHAN KERING MASAM
DI KEBUN PERCOBAANTAMAN BOGO
Septiyana, SP
BALAI PENELITIAN TANAH
BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN 2018
LEMBAR PENGESAHAN 1. JudulRDHP
: Peragaan Teknik Budidaya Adaptif untuk Lahan Kering
Masam di Kebun Percobaan Taman Bogo 2. Unit Kerja : Balai Penelitian Tanah 3. Alamat Unit Kerja : Jl. Tentara Pelajar No. 12 Cimanggu, Bogor 4. Sumber Dana : DIPA/RKA-KL Satker: Balai Penelitian Tanah, TA. 2018 5. Status Penelitian Lanjutan 6. Penanggung Jawab
a. N a m a b. Pangkat/Golongan c. Jabatan c1. Fungsional c2. Struktural
: : : : : :
Septiyana, SP Penata Muda Tingkat I/IIIb Peneliti Pertama Ka. KP. Taman Bogo Lampung Timur
7. Lokasi : Kebun Percobaan Taman Bogo, Lampung Timur 8. Agroekosistem : Lahan Kering 9. Tahun Mulai : 2015 10. Tahun Selesai : 2019 11. Output Tahunan : Tersedianyasatu paket petak peragaansebagai
sarana diseminasi teknologi pengelolaan lahan kering masam yang adaptif/produktif dan
berkelanjutan 12. Output Akhir : Kebun Percobaan Taman Bogo sebagaifield laboratory
teknologi pengelolaan lahan kering masam yang adaptif/produktif dan berkelanjutanterlengkap dan terdepan, lingkup Badan Litbang Pertanian
13. Biaya : Rp.70.000.000 (Tujuh Puluh Juta Rupiah)
Koordinator Program
Dr.Neneng L. Nurida NIP. 196312291990032001
Penanggung Jawab RDHP
Septiyana, SP NIP. 198209282009122004
Mengetahui,
Kepala Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian
Prof. Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr. NIP. 19640623 198903 1 002
Kepala Balai Penelitian Tanah
Dr. Husnain, MP., M.Sc NIP. 19730910 2001 122 001
ii
RINGKASAN USULAN PENELITIAN 1. Judul RDHP : Peragaan Teknik Budidaya Adaptif untuk
LahanKering Masam di Kebun Percobaan Taman Bogo
2. Nama dan Alamat Unit Kerja
: Balai Penelitian Tanah Jl. Tentara Pelajar No. 12 Cimanggu, Bogor
3. Sifat Usulan Penelitian : Lanjutan 4. Penanggung Jawab : Septiyana, SP 5. Justifikasi : Luas KP. Taman Bogo sekitar 20,14 ha dengan
karakteristik lahan yang telah terdegradasi yang dicirikan dengan tanah tergolong masam (pH H20 4,17), kadar C-organik tergolong sangat rendah. Kandungan unsur hara N total, P tersedia, dan K total, KTK tanah tergolong sangat rendah, dan kandungan Al tinggi. Sementara itu, sifat fisik tanah dicirikan dengan BD tanah cukup tinggi, dengan ruang pori total (RPT) dan pori air tersedia (PAT) tergolong rendah yang mengindikasikan bahwa ketersediaan air menjadi kendala untuk pertumbuhan tanaman.Sebagai pewakil lahan kering masam di Indonesia, KP. Taman Bogo diarahkan sebagai tempat/lokasi sho window/tempat peragaan inovasi teknologi hasil penelitian unggulan tentang pengelolaan lahan masam di Indonesia dalam mendukung peningkatan sumberdaya lahan, produktivitas pangan, hortikultura, tanaman buah-buahan dan ternak pada lahan masam. Display/show window teknologi pengelolaan lahan kering masam dilaksanakan untuk mempercepat proses alih teknologi unggulan berupa teknologi pemupukan dan penggunaan bahan organik, konservasi, reklamasi dan rehabilitasi lahan serta varietas unggul di lahan kering masam. Show window dan visitor plot pengembangan teknologi pengelolaan lahan kering masam di KP. Taman Bogo merupakan sarana diskusi dan komunikasi antara peneliti, penyuluh, petani dan pengambil kebijakan daerah.Jenis tanah lahan kering masam di Kebun Percobaan (KP) Taman Bogo, Lampung Timur termasuk dalam klasifikasi tanah masam Ultisol yang sifatnya serupa dengan umumnya tanah masam Ultisol di Indonesia yang dapat dijadikan pewakil bagi tanah masam di Indonesia yang umumnya dicirikan oleh reaksi tanah masam (pH rendah < 5,5), kadar Aluminium tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan basa-basa dapat tukar dan KTK rendah, kandungan besi dan mangan yang mendekati batas meracuni, peka erosi dan miskin elemen biotik
iii
6. Tujuan Jangka Pendek dan Jangka Panjang
:
a. Jangka Pendek : Tersedianya paket Peragaanteknologipengelolaan lahan kering masam yang adaptif/produktif dan berkelanjutan
b. Jangka panjang : Menjadikan KP Taman Bogo sebagai field laboratory dan teknologi pengelolaan lahan kering masam yang adaptif/produktif dan berkelanjutan
7. Keluaran yang
Diharapkan :
a. Jangka Pendek : Tersedianyapaket peragaan teknologi pengelolaan lahan kering masam yang adaptif/produktif dan berkelanjutan
b. Jangka panjang : KP. Taman Bogo sebagai field laboratory teknologi pengelolaan lahan kering masam yang adaptif/produktif dan berkelanjutan
8 Out Come : Peningkatan produktivitas lahan kering masam, pendapatan petani, dan kelestarian sumberdaya lahan secara berkelanjutan.
Lokasi Penelitian : KP. Taman Bogo, Lampung Timur Jangka Waktu : Januari 2018 sampai Desember 2018 Sumber Dana : DIPA/RKA-KL Satker: Balai Penelitian Tanah,
TA. 2018
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Luas KP Taman Bogo sekitar 20,14 ha terletak pada ketinggian 30 m dpl., pada
koordinat 50o LS dan 105o BT, termasuk wilayah administrasi Kecamatan Purbolinggo,
Kabupaten Lampung Timur dengan tipe iklim termasuk C2.Penggunaan lahan di KP.
Taman Bogo adalah 4,6 ha lahan sawah irigasi setengah teknis, 9 ha lahan kering
masam dan +6,5 ha lahan yang digunakan untuk penggunaan lainnya (rumah kaca,
lantai jemur, bangunan perkantoran dan gudang, Aula, dan lain-lain). KP Taman Bogo
telah dilengkapi dengan stasiun iklim/AWS dan memiliki penampungan air (embung
kolam) seluas 0,99 ha yang perlu lebih didayagunakan sebagai sumber air irigasi dan
untuk optimalisasi lahan.
Profil tanah di KP Taman Bogo Lampung Timur mempunyai horizon permukaan
(epipedon) ochric dan horizon penciri (bawah permukaan) kandik sehingga tanahnya
digolongkan ke dalam Typic Kanhapludultsyang merupakan lahan kering yang telah
terdegradasi, dengan sifat tanahnya antara lain: tanah masam (pH H2O 4,17), kadar C-
organik sangat rendah, kandungan unsur hara N total, P tersedia dan K total, KTK
tanah sangat rendah, dan kandungan Al tinggi. Sementara untuk sifat fisik tanah
dicirikan dengan BD tanah tinggi, dengan ruang pori total (RPT) dan pori air tersedia
(PAT) rendah yang mengindikasikan bahwa ketersediaan air menjadi kendala untuk
pertumbuhan tanaman. Lahan di KP Taman Bogo memiliki sifat yang serupa/mirip
dengan umumnya tanah masam Ultisol di Indonesia sehingga dapat menjadi pewakil
bagi tanah masam di Indonesia.
Lahan kering masam tersebut diusahakan untuk tanaman padi, palawija,
tanaman pangan lainnya, hortikultura, perkebunan dan kayu-kayuan. Oleh karena itu,
pengembangan berbagai komoditas pertanian perlu didorong dan ditingkatkan, karena
merupakan salah satu pilihan strategis dalam menghadapi tantangan terutama untuk
peningkatan produksi pertanian dan mendukung program ketahanan pangan nasional.
Dierolf et al. (2001) mengemukakan bahwa lahan kering masam yang dapat digunakan
untuk pertanian di Indonesia mencapai 67,5% dari luas total lahan pertanian yang
sebagian besar tersebar di luar Jawa.
Lahan kering masam tersebut mempunyai potensi dan peluang untuk
pengembangan pertanian walaupun memiliki kendala sifat fisika, kimia dan biologi
tanah yang kompleks (Kang, 1989) dalam arti bahwa ketiga sifat-sifat tanah tersebut
saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
2
Berdasarkan sifat dan karakteristik tanah kering masam yang telah mengalami
defisiensi unsur hara serta penurunan sifat fisika, kimia dan biologi tanah tersebut,
maka hasil-hasil penelitian yang telah didapatkan oleh balai penelitian lingkup Badan
Litbang Pertanian di lahan masam perlu didemontrasikan dan disosialisasikan.
Keberadaan plot/petak peragaan pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan selain
sebagai verifikasi dan reevaluasi teknologi sekaligus sebagai obyek/tempat kunjungan
lapang, visitors plot, show window serta merupakan sarana dan prasarana dalam
diskusi dan konsultasi antara peneliti, penyuluh, petani dan pengambil kebijakan
daerah dalam meningkatkan peranan lahan kering masam untuk mendukung
ketahanan pangan.
1.2. Dasar Pertimbangan
Luas lahan kering masam di Indonesia sekitar 108,8 juta ha dan yang sesuai
untuk usaha pertanian baik tanaman pangan, perkebunan/tahunan sekitar62,64 juta
ha (MulyanidanSyarwani, 2013). Ciri-ciri umum lahan kering masam ini adalah pH
tanah masam; kandungan bahan organik tanah (BOT) rendah, ketersediaan P dan
kapasitas tukar kation (KTK) tanah rendah, kandungan unsur Mn2+ dan aluminium
reaktif (Al3+) tinggi yang dapat meracuni tanaman dan menghambat pembentukan
bintil akar tanaman legum. Distribusi perakarantanamanrelativdangkal,
sehinggatanaman kurang tahanterhadap kekeringan dan
banyakterjadipencucianharakelapisan bawah(Hairiah, et al., 2005).
Kebun Percobaan (KP) Taman Bogo sebagai pewakil tanah kering masam di
Indonesia diarahkan sebagai show window/tempat peragaan inovasi teknologi hasil
penelitian unggulan tentang pengelolaan lahan masam di Indonesia dalam mendukung
peningkatan sumberdaya lahan, produktivitas pangan, hortikultura, tanaman buah-
buahan dan ternak pada lahan masam. Penelitian jangka panjang dan basis data
pengelolaan lahan kering masam masih sangat sedikit, sehingga KP. Taman Bogo
diarahkan sebagai tempat penelitian dalam rangka pengelolaan lahan kering masam
jangka panjang, display teknologi, pelatihan dan sebagainya.
Display/show window teknologi pengelolaan lahan kering masam dilaksanakan
untuk mempercepat proses alih teknologi unggulan berupa teknologi pemupukan dan
penggunaan bahan organik, konservasi, reklamasi dan rehabilitasi lahan serta varietas
unggul di lahan kering masam. Show window dan visitor plot pengembangan
teknologi pengelolaan lahan kering masam di KP.Taman Bogo merupakan sarana
dalam penyuluhan dan diseminasi teknologi serta merupakan obyek kunjungan, tempat
3
diskusi dan komunikasi antara peneliti, penyuluh, petani dan pengambil kebijakan
daerah.
Proses diseminasi pengelolaan lahan kering masam berkelanjutanyang
dilakukan diharapkan akan menambah wawasan dan pengetahuan petani mengenai
pengelolaan lahan masam yang diintegrasikan dengan usahatani ternak dan adopsi
teknologi. Teknologi yang sudah diadopsi oleh petani/pengguna diharapkan
berkembang secara berkelanjutan melalui usaha-usaha swadaya masyarakat. Dengan
adanya petak peragaan pengelolaan lahan kering masam, diharapkan proses adopsi
teknologi dapat lebih cepat, produktivitas tanah, hasil tanaman dan ternak serta
pendapatan petani dapat ditingkatkan secara berkelanjutan.
1.3. Tujuan
Jangka Pendek :
- Menyediakan paket peragaanteknologipengelolaan lahan kering masam yang
adaptif/produktif dan berkelanjutan
Jangka panjang :
- Menjadikan KP Taman Bogo sebagai field laboratory dan teknologi
pengelolaan lahan kering masam yang adaptif/produktif dan berkelanjutan.
1.4. Keluaran yang Diharapkan
Jangka Pendek :
- Tersedianya satu paket peragaansebagai sarana diseminasi teknologi
pengelolaan lahan kering masam yang adaptif/produktif dan berkelanjutan
Jangka panjang :
- KP. Taman Bogo sebagai field laboratory teknologi pengelolaan lahan kering
masam yang adaptif/produktif dan berkelanjutan.
1.5.Perkiraan Manfaat dan Dampak dari Kegiatan yang Dirancang
Hasil penelitian di lahan kering masam KP Taman Bogo tentang pemupukan,
pengelolaan bahan organik dan mikrobiologi tanah yang diintegrasikan dengan
usahatani ternakdapat memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah, meningkatkan
hasil tanaman dan ternak serta pendapatan petani.
Pengelolaan lahan kering masam berkelanjutandi KP. Taman Bogo dirancang
secara sederhana dan bersifat komplementer (saling menguntungkan) sesuai dengan
4
kondisi wilayah dan kebiasaan petani dengan mengintegrasikan tanaman pangan,
tanaman sayuran, tanaman buah, tanaman sumber pakan ternak dan tanaman
leguminosa sumber bahan organik.Kunjungan lapangan dan peragaan teknologi yang
ditampilkan diharapkan dapat digunakan sebagai sarana dalam proses penyuluhan dan
diseminasi teknologi penelitian Balai Penelitian Tanah kepada pengguna. Kebun
percobaan juga sebagai obyek kunjungan, tempat diskusi dan komunikasi antara
peneliti, penyuluh, petani dan pengambil kebijakan daerah. Melalui petak peraga,
diharapkan proses adopsi pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan dapat
tersebar luas di kawasan Lampung Timur khususnya dan lahan kering masam di
Indonesia umumnya.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis
2.1.1. Karakteristik dan Penyebaran Lahan Kering Masam
Secara umum, lahan kering dapat didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan
yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam
setahun. Lahan kering masam adalah lahan kering yang mempunyai reaksi tanah
masam dengan pH<5. Menurut Adiningsih dan Sudjadi (1993) ; Soepardi (2001),
menyatakan bahwa lahan kering masam adalah lahan yang mempunyai sifat-sifat
seperti pH rendah, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB) dan C-organik
rendah, kandungan aluminium (kejenuhan Al) tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan besi
dan mangan mendekati batas meracuni tanaman, peka erosi, dan miskin unsur biotik.
Selain itu, tanah-tanah yang terbentuk umumnya merupakan tanah berpenampang
dalam, berwarna merah-kuning, dan mempunyai kesuburan alami yang rendah.
Ordo tanah yang ditemukan di Indonesia ada 10 yaituHistosols, Entisols,
Inceptisols, Alfisols, Mollisols, Vertisols, Ultisols, Oxisols,
Andisols,danSpodosols.SemuaordoHistosol (gambut)danordo tanah lainnya yang
mempunyai rezimkelembaban aquik dikelompokkan menjadi lahan basah, dan sisanya
menjadi lahan kering.Lahan kering dipilah lebih lanjutmenjadi lahan kering masam dan
non-masam (Puslitbangnak, 2000).Dalam klasifikasi tanah skala 1:1.000.000, lahan
kering masam ini dijumpai pada ordo tanah yang telah mengalami perkembangan
tanah lanjut atau tanah muda atau baru berkembang atau tanah dari bahan induk
sedimen dan volkan tua, dan atau tanah lainnya dengan kejenuhan basa rendah <
50% (dystrik) danregim kelembaban tanah udik atau curah hujan >2.000 mm per
tahun. Curah hujan berkorelasi dengan kemasaman tanah, makin tinggi curah hujan
makin tinggi tingkat pelapukan tanah. Tanah yang terbentukdi daerah iklim tropika
basah (humid), proses hancuran iklim (pelapukan) dan pencucian hara (basa-
basa)sangat intensif, akibatnya tanah menjadi masam dengan kejenuhanbasa rendah
dan kejenuhan aluminium tinggi (Subagyo et al. 2000). Tanah di lahan kering yang
beriklim basah umumnya termasuk pada tanah Podsolik Merah Kuningatau termasuk
pada Ultisols, Oxsisols, dan Inceptisols (Soil Survey Staff, 2003).
Ultisolmerupakansalahsatujenis tanahdiIndonesiayangmempunyai sebaranluas
dari total lahan kering masam,yakni mencapai45.794.000haatau
sekitar25%daritotalluasdaratanIndonesia(Subagyoetal.,2000).Sebaranterluasterdapatdi
Kalimantan(21.938.000ha),diikutidiSumatera(9.469.000ha),
6
MalukudanPapua(8.859.000ha),Sulawesi(4.303.000ha),Jawa(1.172.000ha),
danNusaTenggara(53.000ha).Tanahini dapatdijumpaipadaberbagairelief,mulai
daridatarhinggabergunung.Ultisol dapat berkembang dari berbagai bahan induk, dari
yang bersifatmasam hingga basa, namun sebagian
besarbahaninduktanahiniadalahbatuansedimenmasam.
TanahUltisolumumnyamempunyainilai kejenuhan basa < 35%, karena batas ini
merupakan salah satu syarat untuk klasifikasi tanah Ultisolmenurut Soil
Taxonomy.Beberapa jenis tanah Ultisol mempunyai kapasitas tukar kation < 16
cmol/kgliat,yaituUltisolyangmempunyai horizonkandik.ReaksitanahUltisolpadaumumnya
masamhinggasangatmasam(pH5-3,10), kecuali tanah Ultisol dari batu gamping
yangmempunyaireaksinetralhinggaagak masam (pH 6,80- 6,50).Kapasitastukar kation
pada tanah Ultisoldari granit, sedimen, dan tufa tergolong rendah masing-
masingberkisarantara2,90 - 7,50 cmol/Kg,6,11 - 13,68cmol/Kg,dan6,10 - 6,80 cmol/Kg,
sedangkan yang dari bahan volkan andesitik dan batu gamping tergolong tinggi
(>17 cmol/Kg). Hasil penelitianmenunjukkanbahwabeberapa tanah Ultisoldari bahan
volkan, tufa berkapur, dan batu gamping mempunyai kapasitas tukar kation yang
tinggi(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Nilai kejenuhan Al yang tinggi terdapat pada tanah Ultisoldari bahan
sedimendangranit(>60%),dannilaiyang rendah pada tanah Ultisoldari bahan volkan
andesitik dan gamping (0%). Ultisoldari bahan tufa mempunyai kejenuhan Al yang
rendah pada lapisan atas (5 - 8%), tetapi tinggi pada lapisan bawah(37 -
78%).Tampaknyakejenuhan Al pada tanah Ultisolberhubungan erat denganpHtanah.
Menurut Subandi (2007) Tanah Ultisol umumnya mempunyai pH rendah yang
menyebabkan kandunganAl, Fe, danMn terlarut tinggi sehingga dapat meracuni
tanaman.Jenis tanah ini biasanya miskin unsur hara esensial makro seperti N, P, K, Ca,
dan Mg; unsur hara mikro Zn, Mo, Cu, dan B, serta bahan organik.Meskipun secara
umum tanah Ultisol atau Podsolik Merah Kuning banyak mengandung Al dapat ditukar
(Al-dd) (20-70%), namun hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa contoh tanah
tersebut mengandung Al-dd relatif rendah (<20%).Tanah di KP. Kayu Agung,
Indralaya, dan Prabumulih Sumatera Selatan, misalnya, mempunyai kejenuhan Al-dd
berturut-turut 11,08%, 10,1%, dan 17,26%, di Jawa Barat 13,40%, dan 11 dari 28
contoh tanah lapisan atas yang berasal dari Lampung Tengah juga memiliki
kejenuhanAl-dd yang rendah.
Tekstur tanah Ultisol bervariasi, berkisar dari pasiran (sandy) sampai dengan
lempungan (clay).Fraksi lempung tanah ini umumnya didominasi oleh mineral silikat
7
tipe 1:1 serta oksida dan hidroksida Fe dan Al, sehingga fraksi lempung tergolong
beraktivitas rendah dan daya memegang lengas juga rendah.Karena umumnya
memiliki kandungan bahan organik rendah dan fraksi lempungnya beraktivitas rendah
maka kapasitas tukar kation tanah (KTK) tanah Podsolik juga rendah, sehingga relatif
kurang kuatmemegang hara tanaman dan karenanya unsur haramudah tercuci. Tanah
Podsolik atau Ultisoltermasuk tanah bermuatan terubahkan (variable charge), sehingga
nilai KTK dapat berubah bergantung nilai pH-nya, peningkatan pH akan diikuti oleh
peningkatan KTK ,lebih mampu mengikat hara K dan tidak mudah tercuci(Prasetyo dan
Suriadikarta, 2006).
2.1.2. Pengelolaan Lahan Kering Masam
Ditinjau dari luasnya, lahan kering masam mempunyai potensi yang tinggi
untuk pengembangan pertanian, namun pemanfaatan tanah ini menghadapi kendala
karakteristik tanah yang dapat menghambatpertumbuhan tanaman terutama
tanaman pangan bila tidak dikelola dengan baik.
Produktivitas tanah Ultisol dapat ditingkatkan melalui ameliorasi, pemupukan,
pemberian bahan organik, dan penggunaan varietas toleran atau adaptif pada lahan
masam. Ameliorasi lahan masam dengan pengapuran bertujuan untuk meningkatkan
pH dan menurunkan Al-dd tanah (Sumarno, 2005). Pengapuran yang berlebih dapat
menyebabkan defisiensi beberapa unsur mikro sebagai akibat naiknya pH. Pengapuran
sebaiknya hanya dilakukan bila pH tanah di bawah 5. Pada pH di atas 5,50, pemberian
kapur menyebabkan tanggap Al rendah karena sudah mengendap menjadi Al (OH)3
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Cara lain untuk mengatasi keracunan Al bagi
tanaman adalah dengan pemberian bahan organik ke tanah, karena adanya bahan
organik dapat larut, terutama asam-asam fulvik yang biasanya terdapat pada bahan
organik dapat mengurangi keracunan Al (Hairiah et al., 2000). Cara tersebut efektif
bila cekaman lahan masam hanya terjadi pada lapisan olah. Bila cekaman lahan
masam terjadi hingga ke lapisan subsoil, maka penggunaan varietas toleran atau
adaptif lahan masam dapat mengatasi masalah tersebut.
Gabungan penggunaan varietas tahan dan pengapuran merupakan strategi
yang efektif untuk peningkatan produksi di lahan masam.Untuk mengoptimalkan lahan
kering sebagai penghasil tanaman, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
(Balitbangtan) telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi budidaya, termasuk
untuk kondisi lahan kering masam.Teknologi tersebut di antaranya adalah berbagai
varietas unggul toleran kemasaman, perbaikan kondisi lahan (penurunan derajat
8
kemasaman lahan) dan komponen teknologi budidaya lainnya. Penelitian yang
dilakukan oleh Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) pada
tahun 2010 berhasil mengidentifikasi dua belas galur kacang tanah adaptatif pada
lahan kering masam dengan kejenuhan Al tinggi (30%). Galur tersebut telah diuji
toleransinya pada lahan kering masam, dan uji adaptasi pada 8 lokasi lahan kering
masam di Lampung selama tahun 2011-2012 (Anonim, 2013). Selain itu Badan
Penelitan dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) juga telah menghasilkan
beragam varietas unggul kedelai yang toleran pada kondisi lahan kering masam.
Beberapa varietas tersebut adalah sebagai berikut: Tanggamus, Slamet, Ratai,
Seulawah dan lain sebagainya.
Pada lahan kering
masam,kehilangannitrogendiperkirakandapatmencapai150 — 250kg
N/hapertahun pada lahan bukaanbaru. Melihatdata inimasukanN sangat
diperlukan untuk menggantikanNyang hilang.MasukanNdapatberasal dari
berbagaisumberseperti pupukkimia,pupukhijau, pupuk kandang, penggunaan
mikroba penambat N2dan sumberN lainnya.Pada
lahanmasamdisampingNkekahatanfosfor merupakanhal yang umum
ditemukan.Umumnya kekahatan P padalahan demikian diatasi
denganpemberian pupuk kimia fosfor. Kelemahanutamacara ini adalah harga
pupukkimia dari tahunketahunterusmeningkat,selain itupada
tanahmasam,fosfor (P) dari pupukkimia yanglarutairakan sangat cepat menurun
efektivitasnya, terutama apabila sebelumnya tidak dikapur. Untuk mengatasi
adanya kekahatan P pada lahan masam selain menggunakan mikroba
pelarut P, juga bisa menggunakan Fosfat alam. Fosfat alam
mempunyaiprospekyangbaik untuk
menggantikanpupukkimia,karenaharganya
lebihmurah,mempunyaiefektivitasrelatif sama ataubahkanlebih baik dari TSPdan
menghematenergiserta ramahterhadaplingkungankarenatidak perlumelalui
proses industriuntuk mengubah FA menjadi TSP. Selainitu FA jugadapat
memperbaikisifatfisikdan kimia tanahterutamakarenamengandungCadan
Mgserta beberapaunsurmikrosepertiFe,Cu,dan Znyang relativelebih
tinggidaripadapupukP kimia (Haryanto et al., 2008).
Kandungan bahan organik tanah merupakan indikator penting dalam
mengevaluasi kesuburan tanah karena dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara
serta menurunkan keracunan Al dan Fe, memperbaiki struktur tanah, kemampuan
9
tanah menahan air, dapat menyediakan energi yang diperlukan oleh mikribiologi
tanah.Kandungan C-organik di dalam tanah mempunyai hubungan dengan
ketersediaan P bagi tanaman. Untuk mengatasi fiksasi P di dalam tanah dapat
dilakukan dengan memanfaatkan gugus aktif anion organik yang membentuk ikatan
chelate (kelasi) dengan aluminium. Semakin banyak gugus karboksil atau fenolik yang
terkandung dalam bahan organik akan semakin besar kemampuan bahan organik
untuk melepaskan ikatan AlHPO4, sehingga unsur P lebih tersedia bagi tanaman
(Mengel dan Kirkby, 1987).
Bagian serat dari bahan organik dan senyawa-senyawa yang dihasilkan mikroba
tanah dapat memperbaiki granulasi tanah/pembentukan agregat tanah yang berperan
penting dalam memperbaiki permeabilitas dan peredaran udara (aerasi) tanah.
Sebagai fungsi kimia, bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK)
tanah yang penting untuk memegang pupuk anorganik yang diberikan dan daya
sangga (buffer) tanah sehingga tanaman dapat terhindar dari tekanan kemasaman
tanah. Selain itu, pengunaan bahan organik dapat menambah ketersediaan beberapa
unsur hara dan meningkatkan efisiensi penyerapan P oleh tanaman karena dalam
proses dekomposisi bahan organik dapat dihasilkan asam humat dan asam fulfat yang
bersifat polielektrolit dalam mengikat Al dan Fe.
Berbagai alternatif pengelolaan bahan organik sudah banyak dilaporkan dalam
laporan hasil penelitian, akan tetapi penerapannya di lapangan masih terbatas. Teknik
yang telah banyak dipromosikan adalah sistem pertanaman lorong (alley cropping),
rotasi tanaman dengan tanaman penutup tanah, penggunaan pupuk kandang, kompos
serta pupuk hijau (Agus et al., 1999).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pertanaman lorong (alley
cropping), rotasi tanaman dengan tanaman penutup tanah sangat efektif
mengendalikan erosi. Di Filipina, Alley cropping dapat menurunkan erosi sebanyak
69%, yang terdiri atas 48% disebabkan oleh pengaruh penutupan tanah oleh mulsa,
8% disebabkan oleh perubahan profil tanah dan 4% oleh penanaman secara
kontour(Haryati, 2002). Sistem ini di Indonesia sudah diyakini efektif mengendalikan
erosi dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman serta dapat diadopsi oleh
petani di lahan kering. Namun petani hanya mengenal pemberian bahan organik dalam
bentuk pupuk kandang yang ketersediaannya (in situ) sangat terbatas. Berdasarkan
kepada kenyataan tersebut, diperlukan perubahan strategi penambahan pupuk
kandang ke lahan kering, yaitu pemberian secara bertahap disesuaikan dengan
ketersediannya secara in situ serta mengintegrasikan ternak ruminansia sebagai
10
penghasil pupuk kandang dalam pengelolaan lahan kering masam (crop-livestock
systems).
Sumber bahan organik in situ yang tersedia di lahan kering masam adalah
sisa/residu panen, namun petani belum menyadari pentingnya keberadaan bahan
organik di dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Dengan
meningkatnya kandungan bahan organik di dalam tanah, total N, mineralisasi N, P
terlarut, K dapat tukar, serapan N oleh tanaman dan kandungan air tanah meningkat
(Stanford et al., 1973).
Pengaruh penggunaan bahan organik pada tanah kering masam telah banyak
diteliti dan memberikan efek positif terhadap ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
Tetapi perbaikan kandungan bahan organik tanah memerlukan waktu relatif lama jika
hanya bertumpu pada residu/sisa panen, oleh karena itu, di perlukan penambahan
sumber bahan organik yang berasal dari pupuk kandang/ternak, kompos, dan biomas
tanaman lainnya yang tersedia in situ secara berkelanjutan.
Bahan organik dapat disediakan di kebun melalui teknik pertanaman lorong,
yaitu menanami sebagian lahan dengan tanaman leguminosa perdu dalam barisan
atau pagar. Secara periodik, tanaman tersebut dipotong atau dipangkas dan
pangkasannya digunakan sebagai mulsa atau pupuk hijau. Lahan di antara tanaman
pagar dapat ditanami tanaman pangan. Pertanaman lorong dengan tanaman pagar
dapat meningkatkan produktivitas lahan karena: (1) menghasilkan mulsa, (2) mendaur
hara dari lapisan bawah ke lapisan atas, (3) menekan pertumbuhan gulma, 4)
mencegah erosi, dan (5) menurunkan aliran permukaan. Tanaman pagar Flemingia
congesta yang ditanam dengan per bandingan lahan 1:10 terhadap tanaman pangan
dapat memenuhi kebutuhan pupuk hijau untuk tanaman pangan. Penggunaan bahan
hijauan Gliricidia sepium atau F. congesta 2 ton berat kering atau 10-15 ton berat
basah per hektar dapat menyumbang 50 kg N/ha , 4 kg P/ha, dan 30 kg K/ha. Bila
tanaman membutuhkan N 50 kg/ha, P 20 kg/ha, dan K 60 kg/ha maka pupuk hijau
tersebut dapat memenuhi sebagian dari hara yang dibutuhkan tanaman. Pemanfaatan
bahan hijauan sebagai mulsa dari tanaman legum yang dipangkas 2-3 bulan sekali
dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah, serta memperbaiki sifat fisik, kimia,
dan biologi tanah (Hartatik, 2007).
2.2. Hasil Penelitian Terdahulu
Profil tanah di KP Taman Bogo mempunyai horizon permukaan (epipedon) ochric
dan horizon penciri (bawah permukaan) kandik sehingga tanahnya digolongkan Typic
11
Kanhapludults. Tabel 1 menunjukkan bahwa setiap parameter sifat fisika tanah
mengalami perbaikan jika dilakukan penambahan pupuk kandang dan sisa tanaman
dikembalikan ke dalam tanah.
Perlakuan pupuk kandang sebanyak 10 ton/ha selama 4 tahun (2011-2014)
di KP Taman Bogo memperlihatkan sifat fisika tanah cenderung mengalami perbaikan
walaupun relatif kecil (Tabel 1).
Tabel 1. Perbaikan sifat fisika tanahkering masam pada Demplot Pengelolaan
Lahan Kering Masam di KP Taman Bogo, Lampung Timur
Sifat Fisika Tanah Kedalaman 0 – 20 cm
2003(awal)*) 2011**) 2012***) 2013****) 2014*****)
Bulk Density/BD (g/cc) 1,50 1,43 1,39 1,30 1,09
Ruang pori total(% vol) 40,7 39,4 37,7 37,0 49,4
Kandungan air(% vol)
pF1 31,8 35,8 33,8 32,6 45,9
pF2 25,9 28,9 32,3 26,3 25,3
pF2,54 21,2 24,5 27,8 22,3 18,4
pF4,2 13,6 12,4 12,0 10,1 11,6
Pori drainase (% vol)
Cepat 14,8 10,5 5,4 10,7 24,1
Lambat 4,7 4,4 4,5 4,0 6,9
Air tersedia (% vol) 7,6 12,0 15,7 12,2 6,8
Permeabilitas (cm/jam) 5,7 4,9 1,87 2,38 14,61
Sumber : *) Soelaeman et al. (2003), **)Muchtar (2011), ***)Muchtar (2012),****)Muchtar (2013),
dan *****)Muchtar (2014),
Berdasarkan nilai beberapa parameter sifat fisika tanah di KP Taman Bogo pada
saat awal (tahun 2003) yang kurang mendukung untuk pertumbuhan tanaman,
pemberian bahan organik dalam bentuk pupuk kandang, sisa tanaman dan/atau bahan
hijauan/biomass lainnya yang berada di sekitar lokasi menjadi sangat penting.
Hasil analisis tanah pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pH tanah termasuk ke
dalam kategori sangat masam (4,2-4,8) karena curah hujan relatif tinggi (>2.000
mm/tahun) sehingga basa-basa tanah seperti Ca, Mg, K dan Na dibebaskan dan tercuci
dengan cepat ke luar lingkungan tanah. Hasil evaluasi perbaikan kesuburan tanah
(Tabel 2) menunjukan bahwa kandungan unsur hara N dan K2O pada tanah Ultisols di
KP. Taman Bogo masing-masing antara 0,075-0,2 % dan 3,5-4,3 mg/100 g yang
termasuk ke dalam katagori sangat rendah sedangkan kandungan P2O5 (Bray) antara
28,70-66,23 ppm yang termasuk ke dalam kategori sangat tinggi (Tabel 2).
12
Tabel 2. Perbaikan sifat kimia tanahkering masam dari tahun 2003 (awal) sampai tahun 2016 di KP Taman Bogo, Lampung Timur
Sifat Kimia Tanah Kedalaman 0-20 cm
2003 (awal)*) 2011**) 2012***) 2013****) 2014*****)
pH H2O 4,20 4,32 4,05 4,28 4,80
Bahan Organik C (%) 0,86 0,83 0,69 0,70 0,76
N (%) 0,08 0,06 0,03 0,02 0,06 C/N 10 15 20 23 12
P2O5 Eks. HCl 25% (mg/Kg) 165,0 189,7 174,1 217,48 240
K2O Eks. HCl 25% (mg/Kg) 35,0 27,7 10,8 12,27 51,9
P2O5 Bray1 (ppm P) 28,70 22,01 21,82 49,15 68
Ekstrak Amonium Asetat (CH3COONH4) 1 M pH 7
K (cmol(+)/Kg) - 0,07 0,04 0,06 0,20 Ca (cmol(+)/Kg) 0,47 0,49 0,58 1,14 2
Mg (cmol(+)/Kg) 0,08 0,15 0,18 0,25 0,61 Na (cmol(+)/Kg) 0,11 0,02 0,01 0,03 0,07
Jumlah (cmol(+)/Kg) - 0,73 0,82 1,48 2,88
KTK (cmol(+)/Kg) 4,00 2,77 3,86 4,46 2,87 KB (%) - 26 21 33 100
Ekstrak KCl 1 M - 1,10 0,83 0,42 0,30
Al (cmol(+)/Kg) - 0,28 0,14 0,11 0,07
Keterangan :- = data tidak tersedia Sumber : *) Soelaeman et al. (2003), **)Muchtar (2011), ***)Muchtar (2012),****)Muchtar (2013),
dan *****)Muchtar (2014),
Kandungan P2O5 Bray 1 pada akhir panen masih termasuk ke dalam kategori
sangat tinggi. Keadaan ini menunjukkan bahwa kondisi lahan mengalami perbaikan
yang disebabkan karena penggunaan pupuk kandang dan residu fosfat alam.
Hasil evaluasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada tahun 2014
sangat dipengaruhi oleh tingkat pengelolaan lahan. Pada kondisi sifat físika dan kimia
tanah Ultisols yang telah mengalami kemunduran, pengunaan pupuk kandang untuk
memperbaiki sifat fisika tanah untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam
tanah merupakan faktor yang menentukan keberhasilan produksi. Penggunaan pupuk
kandang lebih mempengaruhi tinggi tanaman jagung dibandingkan terhadap tinggi
tanaman padi gogo. Keadaan ini menunjukkan bahwa tanaman jagung lebih sensitif
13
terhadap pengaruh buruk dari sifat kimia tanah khususnya kandungan C-organik di
dalam tanah.
Berat biomas padi gogo dan jagung pada MT 2014 menunjukan peningkatan
pada perlakuan yang diberi pupuk kandang. Rata-rata berat biomas padi gogo pada
penggunaan pupuk kandang sebanyak 10 ton/ha meningkat sebesar 40% dari
perlakuan yang tidak diberi pupuk kandang dan peningkatan berat biomas jagung pada
penggunaan pupuk kandang mencapai 47 %dari perlakuan yang tidak diberi pupuk
kandang. Keadaan ini menunjukkan bahwa terdapat konsistensi perbaikan produksi
tanaman pada tanah Ultisol yang rendah kandungan bahan organik tanahnya.
Penggunaan pupuk kandang tidak hanya memperbaiki C-organik tanahnya tetapi akan
memperbaiki beberapa parameter sifat fisika tanah lainnya seperti BD, porositas, dan
permeabilitas tanah serta meningkatkan kemampuan tanah dalam mempertahankan
kelembaban untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman dengan baik.
14
III. METODOLOGI PERAGAAN
3.1. Pendekatan/Kerangka Pemikiran
Teknologi kesuburan tanah, konservasi tanah, rehabilitasi dan reklamasi lahan
yang telah dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanah perlu ditampilkan dalam bentuk yang
mudah diterima oleh pengguna/petani.Pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan
di KP. Taman Bogo akan dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan kemajuan
teknologi hasil penelitian. Sasaran akhir dari kegiatan ini adalah untuk mempercepat
adopsi teknologi pengelolaan lahan kering masam dan terbangunnya lokasi show
windows dan sarana komunikasi, evaluasi dan diskusi antara petani, penyuluh, peneliti
dan pengambil kebijakan melalui kegiatan kunjungan lapang. Respons dari setiap
stake holders merupakan feed back yang akan digunakan untuk menyempurnakan
teknologi sehingga secara teknis dapat dilakukan, secara ekonomis menguntungkan
dan secara sosial dapat diterima oleh pengguna serta tidak membahayakan
lingkungan.
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan merupakan teknologi sistem
usaha tani terapan yang dikemas/disajikan dengan teknik budidaya adaptif di lahan
kering masam. Pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan yang didemontrasikan
merupakan teknologi unggulan yang ditampilkan dalam bentuk sederhana, oleh karena
itu, lokasinya diletakkan pada tempat strategis yang mudah dilihat dan dikunjungi oleh
petani. Lokasi tersebut merupakan tempat diskusi dan konsultasi antara peneliti
dengan penyuluh, penyuluh dengan petani, antar peneliti, penyuluh, petani dan para
pengambil kebijakan daerah yang terkait dalam program pengembangan pertanian.
Melaluipetak peragaan pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan diharapkan
proses adopsi teknologi pengelolaan lahan kering masam di lahan petani dapat
berlangsung secara difusi melalui proses pencontohan.
Ruang lingkup kegiatanyang dijadikan petak peragaan pengelolaan lahan kering
masam berkelanjutanadalah : 1) Sistem pertanaman lorong/alley croping,2)Sistem
penggunaan pembenah tanah, 3) Sistem Pengelolaan kapur dan bahan organik, 4)
Sistem penggunaan kompos dan pupuk hayati,5) Peragaan/display teknologi varietas
baru padi gogo di lahan masam.
15
3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan
3.3.1. Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah benih padi, jagung,
dan ubi kayu,pupuk Urea, SP-36, KCl, pupuk kandang, sludge padat, pestisida,
fungisida, herbisida, bambu, tali rapia, manila karton, spidol, kantong kertas, karung
plastik, ember plastik, bahan kimia untuk analisis kimia di laboratorium, dan lain-lain.
Peralatan yang diperlukan adalah bor tanah, meteran 50 m, tali, mistar, timbangan,
arit, cangkul, alat tulis kantor dan peralatan lainnya.
3.3.2. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan di KP
Taman Bogo, Lampung Timur pada T.A. 2018, yaitu :
Sistem Pertanaman Lorong/Alley croping
Lahan yang digunakan seluas + 6.000 m2. Tanaman pagar yang digunakan
adalah a). Flemingia congesta, b). Leucaena glauca/Lamtoro, c). Gliricidia sepium dan
d). Strip rumput Setaria splendida dan Panicum maximum. Tanaman pagar ditanam
pada tahun 2007 dan 2008. Kegiatan pada tahun 2016 meliputi pemeliharaan dan
pemangkasan tanaman pagardan penanaman tanaman lorong berupa tanaman
palawija.
Tanaman legum F. congesta ditanam dengan jarak tanam 400 cm x 30 cm
sedangkan L. glauca/Lamtoro dan Glirisidia sepium dengan jarak tanam 700 cm x 30
cm. Strip rumput ditanam dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm sebanyak 2-3 baris/strip
dan jarak antar strip antara 7-10 m. Legum dan rumput dipangkas pada MT I (musim
hujan) dengan interval 1-2 bulan sekali dan pada MT II (musim kemarau) dengan
interval 2-3 bulan sekali disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman. Hasil pangkasan
legum dikembalikan ke tanah sebagai pupuk hijau sedangkan pangkasan rumput
diberikan ke ternak.
Di antara barisan/alley ditanami jagung varietas Bisi-18 (MT I) dan tanaman
jagung Bisi-18+ubi kayu (MT II). Pemupukan jagung menggunakan dosis masing-
masing 300 kg urea/ha, 175 kg SP-36/ha,100 kg KCl/ha. Ubi kayu varietas Thailand
disisipkan di antara tanaman jagung dengan jarak tanam 75 cm x 50 cm pada saat
jagung berumur 15 HST. Pengamatan dilakukan terhadap parameter sifat kimia tanah
(N total, P tersedia, K potensial, C-organik, pH, KTK, KB, kejenuhan Al serta K, Na, Ca
dan Mg dapat ditukar) dan sifat fisika tanah (BD, RPT, pori drainase, air tersedia,
16
permeabilitas) sesudah panen, tinggi tanaman jagung pada umur 30 HST, 60 HSTdan
saat panen,berat pipilan kering 10 sample dan berat pipilan kering ubinan tanaman
jagung, berat biomas jagung dan berat biomas ubi kayu, serta berat umbi segar.
Analisis data dilakukan secara tabulatif yaitu proses menempatkan data dalam bentuk
tabel dengan cara membuat tabel yang berisikan data sesuai dengan kebutuhan
pengamatan dan analisis.
17
IV. ANALISIS RISIKO
4. 1. Daftar risiko
No Risiko Penyebab Dampak
1 Pengolahan tanah
yang tidak sesuai
dengan waktu yang
sudah dijadwalkan
- Kesiapan dan ketersediaan
alat pengolahan tanah dan
bahan yang akan digunakan
- Kurang tersedianya tenaga
kerja
- Iklim (cuaca yang tidak
menentu)
- Waktu tanam
tidak sesuai
dengan jadwal
yang telah
ditentukan
2 Daya tumbuh bibit
yang rendah dan
pertumbuhan
tanaman yang tidak
normal
- Waktu tanam bibit yang
melebihi batas waktu yang
berlaku di label
- Curah hujan yang
tinggi,menggenangi lahan
saat waktu tanam
- Iklim/ kurangnya air untuk
tanaman
- Kandungan Al yang tinggi
pada salah satu bagian lahan
- Residu kapur dan bahan
organik pada salah satu
bagian lahan
- Tidak seragam
tumbuhnya
tanaman pada
masa vegetatif
dan generatif
- Produksi tidak
sesuai yang
diharapkan
3 Penurunan hasil
akibat serangan OPT
- Persaingan antara tanaman
dan gulma
- Serangan hama dan
penyakit: lalat bibit, tikus,
semut, penggerek batang,
ulat, burung, hawar daun,
neck blast, dan penyakit
karat
- Pertumbuhan
vegetatif dan
generatif tidak
sesuai yang
diharapkan
4 Produksi panen rusak - Tanaman yang di panen
prematur atau di panen
sebelum waktunya, karna
faktor iklim
- Iklim/ cuaca yang tak
menentu padasaat prosesing
- Hama gudang, tikus
(penyimpanan)
- Produksi
menurun
- Gabah
berkecambah
- Kualitas
produkmenurun
18
4. 2. Daftar penanganan risiko
No Risiko Penyebab Penanganan
1 Pengolahan
tanah yang tidak
sesuai dengan
waktu yang
sudah
dijadwalkan
- Kesiapan dan
ketersediaan alat
pengolahan tanah dan
bahan yang akan
digunakan
- Kurang tersedianya
tenaga kerja
- Iklim (cuaca yang tidak
menentu
- Menyiapkan dan
mengecek alat dan bahan
sebelum jadwal
pengolahan lahan
- Menyiapkan alat
pengolahan tanah
- Penyiraman dan
pembuatan saluran
drainase
2 Daya Tumbuh
bibit yang
rendah dan
pertumbuhan
tanaman yang
tidak normal
- Waktu tanam bibit yang
melebihi batas waktu
yang berlaku di label
- Curah hujan yang
tinggi,menggenangi
lahan saat waktu tanam
- Iklim/ kurangnya air
pada waktutanaman
- Pengecekan secara teliti
pada saat pembelian
benih (uji daya
kecambah)
- Pada musim kering
dilakukan penyiraman
secara manual
- Pada musim hujan
dilakukan dengan
pembuatan drainase
3 Penurunan hasil
akibat serangan
OPT
- Persaingan antara
tanaman dan gulma
- Serangan hama dan
penyakit: tikus,
penggerek batang,
wereng, burung, hawar
daun, neck blast, dan
penyakit karat
- Penjadwalan secara
teratur untuk penyiangan
dan penyemprotan
gulma, hama dan
penyakit.
- Menyiapkan tenaga kerja
untuk menjaga tanaman,
terutama tan padi dari
burung
4 Produksi panen
rusak
- Tanaman yang di panen
prematur atau di panen
sebelum/sesudah
waktunya, karena faktor
iklim
- Iklim/cuaca yang tak
menentu padasaat
prosesing
- Hama gudang, tikus
- Pada musim kering
dilakukan penyiraman
secara manual
- Pada musim hujan
dilakukan pembuatan
drainase
- Pengoptimalan fungsi
rumah kaca (penjemuran
di rumah kaca)
- Pembersihan gudang
secara teratur
19
V. TENAGA DAN ORGANISASI DAN PELAKSANA
5.1. Tenaga yang Terlibat dan Personalia
Nama Lengkap Gelar dan NIP Jabatan Kedudukan
dalam RDHP
Volume
(OB) Fungsional Struktural
Septiyana, SP
NIP. 198209 282009 12 2 004
Subardi NIP. 19690308 200604 1 011
Fredi Riyanto NIP. 19760318 200710 1 001
M. Histari
NIP. 19720218 200701 1 001
Setyo Jatmoko
NIP. 19720114 200710 1 001
Achmad Samsun, SP NIP. 19820511 200812 1 002
Rudi Thomas C., S. Kom NIP. 19700606 200604 1 013
Peneliti
-
-
-
-
-
-
Ka. KP. Taman
Bogo
-
-
-
-
-
-
Penanggungja
wab RDHP
Anggota
Teknisi Litkayasa
Teknisi Litkayasa
Teknisi
Litkayasa
Teknisi
Litkayasa
Teknisi Litkayasa
Administrrasi
4
2
2
2
2
2
6
5.2. Jangka Waktu Kegiatan
Kegiatan
TA. 2018
Bulan
J F M A M J J A S O N D Persiapan lapang
Pengambilan contoh tanah
Tanam
Pemeliharaan
Pengamatan
Panen
Temu Lapang
Analisis tanah
Analisis data
Pelaporan
20
5.3. Pembiayaan 1 kegiatan
KODE URAIAN VOLUME HARGA SATUAN
JUMLAH
061 Peragaan Teknik Budidaya Adaptif untuk Lahan Kering Masam di Kebun Percobaan Taman Bogo
0
- 70.000.000
521211 Belanja Bahan 0
- 2.000.000
- Fotocopy, penggandaan, penjilidan 1 PAKET 2.000.000 2.000.000
521213 Honor Output Kegiatan
0
- 22.500.000
- Upah pekerja lapang 250 OH 80.000 20.000.000
- Upah analisis 50 OJ 50.000 2.500.000
521811 Belanja Barang Untuk Persediaan Barang Konsumsi
0
- 15.500.000
- ATK dan komputer supplier 1 PAKET 2.500.000 2.500.000
- Bahan penunjang lapang 1 PAKET 4.000.000 4.000.000
- Bahan kimia 1 PAKET 4.000.000 4.000.000
- Bahan saprotan (pupuk.benih/bibit,pestisida) 1 PAKET 5.000.000 5.000.000
524111 Belanja perjalanan biasa 0
- 30.000.000
- Perjalanan dinas dalam rangka kegiatan diseminasi
12 OP 2.500.000 30.000.000
21
VI. DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, J. dan M. Sudjadi. 1993. Peranan sistem bertanam lorong (Alley cropping) dalam meningkatkan kesuburan tanah pada lahan kering masam. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor (Tidak dipublikasikan).
Agus, F, A.Rachman dan A. Dariah. 1999. Pengaruh pengolahan tanah minimum dan pemberian mulsa terhadap sifat tanah dan produksi tanaman. Dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Tanah, Iklim dan Pupuk. Lido-Bogor, 6-8 Desember 1999. Buku II. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Anonim, 2013. Galur Kacang Tanah Adaptif Lahan Kering Masam. http://pangan.litbang.pertanian.go.id/berita-30-galur-kacang-tanah-adaptif-lahan-kering-masam.html (dikutip Desember 2015)
Dierolf, T., T. Fairhutst and E. Mutert. 2001. Soil Fertility Kit. A Toolkit for Acid Upland soil Fertility Management in Southeast Asia.Handbook Series. GT2 GmbH, Food and Agriculture Organization, P.T. Jasa Katon and Potash & Phosphate Institute (PPI), Potash & Phosphate Institute of Canada (PPIC). First Edition.Printed by Oxford Graphic Printers.
Hairiah, K, Widianto, S. R. Utami, D. Suprayogo, Sunaryo, S. M. Sitompul, B. Lusiana, R. Mulia, M. V. Noordwijk dan G. Cadisch. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi ; Refleksi Pengalaman dari Lampung Utara. SMT Grafika Desa Putera, Jakarta. 187 hal.
Hairiah, K., Widianto, dan D. suprayogo. 2005. Dapatkah pengembangan budidaya tanaman pangan pada tanah masam selaras dengan konsep pertanian sehat?. Prosiding Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Sub-optimal. Puslitbangtan Bogor, 2005; 87-116 hlm.
Hartatik, W. 2007. Tithonia diversifolia Sumber Pupuk Hijau. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 29. No. 5.
Haryanto,KomaruddinI., RafliI.Kdan ElsjeL.S. 2008. PengaruhPupuk Fosfat
Alampada Tanah Masam Terhadap Pertumbuhan Jagung Serta Serapan N-Za
dan N-Urea. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. Vol. 4 No. 2.
Haryati, U. 2002. Keunggulan dan Kelemahan Sistem Alley Cropping Serta Peluang dan Kendala Adopsinya Di Lahan Kering Das Bagian Hulu. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor
Kang, B.T. 1989. Nutrient management for sustained crop production in the humid and sub humid.In Vander Heide (ed). Proc. Int.Symp. Nutrient Management for Food Crop Production in Tropical Farming Systems, IB-DLO and Unibraw.
Mengel, K., and E.A. Kirkby. 1987. Principle of Plat Nutrition. Inter. Potash Ins. Bern, Switzerland, 687 p.
Muchtar, 2011. Pengembangan Inovasi Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Masam Untuk Meningkatkan Produktivitas > 20% dan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Tahun Anggaran 2011. Satker 648680, Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2011. (Tidak dipublikasi).
22
Muchtar, 2012. Laporan Akhir Pengembangan Inovasi Teknologi Sistem Integrasi Tanaman-Ternak dan Rumah Pangan Lestari di KP. Taman Bogo. Tahun Anggaran 2012. Satker 648680, Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2012. (Tidak dipublikasi).
Muchtar, 2013. Laporan Akhir Pengelolaan Lahan Kering Masam Berkelanjutan dan RPL di KP. Taman Bogo. Tahun Anggaran 2013. Satker 648680, Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2013. (Tidak dipublikasi).
Muchtar, 2014. Laporan Akhir Pengelolaan Lahan Kering Masam Berkelanjutan dan RPL di KP. Taman Bogo. Tahun Anggaran 2014. Satker 648680, Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2014. (Tidak dipublikasi).
MulyaniA,SyarwaniM.2013. Karakteristikdan PotensiLahanSubOptimal untukPengembangan Pertanian diIndonesia. Prosiding Seminar Nasional LahanSub-optimal “Intensifikasi Pengelolaan Lahan Sub-optimaldalamRangka Mendukung KemandirianPangan Nasional”, Palembang 20-21 September 2013
Prasetyo, B. H. dan D.A. Suriadikarta. 2006, Krakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 25(2):39-46.
Puslitbangnak. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah Explorasi Indonesia. Skala 1:1.000.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Soelaeman, Y., Kasno, A., H.T.Sidik, U. Haryati, Nurjaya, D. Setyorini, F. Agus. 2003. Laporan Akhir Peningkatan Produktivitas Tanah Kering Masam. Tahun Anggaran 2003. Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Lahan Masam Taman Bogo dan Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (The Participatory Development of Agricultural Technology Project). Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanah Dan Agroklimat, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2003. (Tidak dipublikasi).
Soepardi. G.H. 2001. Strategi Usahatani Agribisnis Berbasis Sumberdaya Lahan. Paper disampaikan dalam Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Cisarua, Bogor, 30-31 Oktober 2001. Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian, Deptan, 13 p.
SoilSurveyStaff.2003.KeystoSoilTaxonomy.USDA, Natural Research ConservationService.NinthEdition.WashingtonD.C.
Stanford, G., O.L. Bennett and J.F. Power. 1973. Conservation tillage practices and nutrient availability. In.Conservation Tillage Pic.National Conservation Tillage Conference, Des Moines, Iowa. Soil Cons. Soc. Of Am., Ankey, IA.
Subagyo, H., N.Suharta dan A.B. Siswanto. 2000. Tanah Pertanian di Indonesia, hal : 21-66. Dalam Sumberdaya Lahan di Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat , Bogor.
Subandi.2007. Teknologi Produksi dan Strategi Pengembangan. Iptek Tanaman Pangan 2(1) :12 -25.
Sumarno. 2005. Strategi pengembangan kedelai di lahan masam. Hal. 37-46. DalamA.K Makarim (Eds) Prosiding Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan
23
Suboptimal. Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.