PROPOSAL DISEMINASI PENGELOLAAN LAHAN KERING MASAM...

30
MAK:1800.006.016 PROPOSAL DISEMINASI PENGELOLAAN LAHAN KERING MASAM BERKELANJUTAN BERBASIS AGROEDUWISATA DI KP. TAMAN BOGO Muchtar, SP., MP Satker: 648680 BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015

Transcript of PROPOSAL DISEMINASI PENGELOLAAN LAHAN KERING MASAM...

MAK:1800.006.016

PROPOSAL DISEMINASI

PENGELOLAAN LAHAN KERING MASAM BERKELANJUTAN BERBASIS AGROEDUWISATA

DI KP. TAMAN BOGO

Muchtar, SP., MP

Satker: 648680

BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN 2015

ii

LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul RDHP

: Pengelolaan Lahan Kering Masam Berkelanjutan

Berbasis Agroeduwisata di KP. Taman Bogo 2. Unit Kerja : Balai Penelitian Tanah 3. Alamat Unit Kerja : Jl. Tentara Pelajar No. 12 Cimanggu, Bogor 4. Sumber Dana : DIPA/RKA-KL Satker: Balai Penelitian Tanah, TA. 2015 5. Status Penelitian Baru dan Lanjutan 6. Penanggung Jawab

a. N a m a b. Pangkat/Golongan c. Jabatan c1. Fungsional c2. Struktural

: : : : : :

Muchtar, SP., MP. Penata /IIIc - Ka. KP. Taman Bogo Lampung Timur

7. Lokasi : Kebun Percobaan Taman Bogo, Lampung Timur 8. Agroekosistem : Lahan Kering 9. Tahun Mulai : 2015 10. Tahun Selesai : 2019 11. Output Tahunan : Satu paket “show window“ dan sarana diskusi

pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan bagi peneliti, penyuluh, dan pengambil kebijakan di KP Taman Bogo

12. Output Akhir Peningkatan produktivitas lahan kering masam, pendapatan petani, dan kelestarian sumberdaya lahan secara berkelanjutan.

13. Biaya : Rp. 227.303.000 (Dua ratus dua puluh tujuh juta tiga ratus tiga ribu rupiah)

Koordinator Program Penanggungjawab RDHP

Dr. Neneng L. Nurida Muchtar, SP., MP. NIP. 19631229 199003 2 001

NIP. 19791116 200801 1 008

Mengetahui Mengetahui

Plh. Kepala Balai Besar Litbang Kepala Balai Penelitian Tanah Sumber Daya Lahan Pertanian

Dr. Drs. Edi Husen, M.Sc Dr. Ir. Ali Jamil, MP NIP. 19600910 198303 1 003 NIP. 19650830 199803 1 001

iii

RINGKASAN USULAN PENELITIAN 1. Judul RDHP : Pengelolaan Lahan Kering Masam Berkelanjutan

di KP. Taman Bogo 2. Nama dan Alamat Unit Kerja : Balai Penelitian Tanah Jl. Tentara Pelajar No. 12 Cimanggu, Bogor 3. Sifat Usulan Penelitian : Baru dan Lanjutan

4. Penanggung Jawab : Muchtar, SP., MP. 5 Jastifikasi

: Lahan kering masam di Indonesia sekitar

102,8 juta hektar yang tersebar di Kalimantan (39,24 juta ha), Sumatera (29,34 juta ha), Papua dan Maluku (20.8 juta ha), Jawa (3.81 juta ha), Sulawesi (9,52 juta ha) serta Bali dan NTT (0,1 juta ha). Lahan kering masam umumnya dicirikan oleh reaksi tanah masam (pH rendah < 5,5), kadar Aluminium tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan basa-basa dapat tukar dan KTK rendah, kandungan besi dan mangan yang mendekati batas meracuni, peka erosi dan miskin elemen biotik.

Lahan kering masam di Kebun Percobaan (KP) Taman Bogo, Lampung Timur mempunyai

klasifikasi tanah masam Ultisol yang serupa

dengan umumnya tanah masam Ultisol di

Indonesia sehingga KP Taman Bogo dapat menjadi pewakil bagi tanah masam di Indonesia untuk pengelolaan lahan jangka panjang. Teknologi dan produk hasil penelitian Badan Litbang Pertanian di lahan masam perlu didesiminasikan dan disosialisasikan. Keberadaan plot/petak peragaan pengelolaan lahan kering masam selain sebagai verifikasi dan reevaluasi teknologi sekaligus sebagai obyek/tempat kunjungan lapang, visitors plot, show windows serta merupakan sarana dan prasarana dalam diskusi dan konsultasi antara peneliti, penyuluh, petani dan pengambil kebijakan daerah dalam meningkatkan peranan lahan kering masam untuk mendukung ketahanan pangan.

6. Tujuan Jangka Pendek dan Jangka Panjang a. Jangka Pendek :

- Menyediakan Show window teknologi pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan berbasis agroeduwisata

-

iv

b. Jangka panjang : - Menjadikan KP Taman Bogo sebagai field

laboratory dan sarana diseminasi teknologi pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan terlengkap dan terdepan lingkup Badan Litbang Pertanian

- Mempercepat proses adopsi teknologi pengelolaan lahan kering masam

- Basis data pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan

7. Keluaran yang Diharapkan a. Jangka Pendek :

- Satu paket ”show window” sebagai sarana diseminasi teknologi pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan berbasis agroeduwisata

b. Jangka panjang :

- KP. Taman Bogo sebagai “show window“ dan field laboratory teknologi pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan terlengkap dan

terdepan lingkup Badan Litbang Pertanian 8. Out Come :

- Peningkatan produktivitas lahan kering masam, pendapatan petani, dan kelestarian sumberdaya lahan secara berkelanjutan.

9. Lokasi Penelitian : KP. Taman Bogo, Lampung Timur 10. Jangka Waktu : Januari 2015 sampai Desember 2015 11. Sumber Dana : DIPA/RKA-KL Satker: Balai Penelitian Tanah, TA.

2015

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lahan kering masam di Indonesia sekitar Lahan kering masam di Indonesia sekitar

102,8 juta hektar yang tersebar di Kalimantan (39,24 juta ha), Sumatera (29,34 juta ha),

Papua dan Maluku (20.8 juta ha), Jawa (3.81 juta ha), Sulawesi (9,52 juta ha) serta Bali

dan NTT (0,1 juta ha) (Mulyani, et al., 2004; Puslitbangtanak, 2000). Lahan kering

masam umumnya dicirikan oleh sifat reaksi tanah masam (pH rendah < 5,5) yang

berkaitan dengan kadar Aluminium tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan basa-basa dapat

tukar dan KTK rendah, kandungan besi dan mangan yang mendekati batas meracuni,

peka erosi dan miskin elemen biotik.

Lahan kering masam tersebut diusahakan untuk tanaman padi, palawija, tanaman

pangan lainnya, hortikultura, perkebunan dan kayu-kayuan. Oleh karena itu,

pengembangan berbagai komoditas pertanian perlu didorong dan ditingkatkan, karena

merupakan salah satu pilihan strategis dalam menghadapi tantangan terutama untuk

peningkatan produksi pertanian dan mendukung program ketahanan pangan nasional.

Dierolf et al., (2001) mengemukakan bahwa lahan kering masam yang dapat digunakan

untuk pertanian di Indonesia mencapai 67,5 % dari luas total lahan pertanian yang

sebagian besar tersebar di luar Jawa.

Lahan kering masam tersebut mempunyai potensi dan peluang untuk

pengembangan pertanian walaupun memiliki kendala sifat fisika, kimia dan biologi tanah

yang kompleks (Kang, 1989) dalam arti bahwa ketiga sifat-sifat tanah tersebut saling

berkaitan satu dengan yang lainnya, dipengaruhi juga oleh faktor eksternal seperti iklim,

dan pengelolaan lahan. Kendala peningkatan produktivitas lahan tersebut dapat dikurangi

atau dihilangkan dengan mengaplikasikan teknologi pengelolaan lahan yang dapat

mempertahankan/meningkatkan produktivitas tanah dalam jangka panjang.

Lahan kering masam di Kebun Percobaan (KP) Taman Bogo, Lampung Timur

mempunyai klasifikasi tanah masam Ultisol yang serupa dengan umumnya tanah masam

Ultisol di Indonesia sehingga KP Taman Bogo dapat menjadi pewakil bagi tanah masam

di Indonesia. Berdasarkan sifat dan karakteristik tanah kering masam yang telah

mengalami defisiensi unsur hara serta penurunan sifat fisika, kimia dan biologi tanah

maka hasil-hasil penelitian yang telah didapatkan oleh balai penelitian lingkup Badan

Litbang Pertanian di lahan masam perlu didemontrasikan dan disosialisasikan.

2

Keberadaan plot/petak peragaan pengembangan pengelolaan lahan kering masam

berkelanjutan selain sebagai verifikasi dan reevaluasi teknologi sekaligus sebagai

obyek/tempat kunjungan lapang, visitors plot, show windows serta merupakan sarana

dan prasarana dalam diskusi dan konsultasi antara peneliti, penyuluh, petani dan

pengambil kebijakan daerah dalam meningkatkan peranan lahan kering masam untuk

mendukung ketahanan pangan.

1.2. Dasar Pertimbangan

Luas lahan kering masam di Indonesia sekitar 102,8 juta ha dan yang sesuai

untuk usaha pertanian baik tanaman pangan, perkebunan/tahunan sekitar 55,8 juta ha

(Mulyani, 2006). Ciri-ciri umum dari tanah ini adalah pH tanah masam; kandungan bahan

organik tanah (BOT) rendah, ketersediaan P dan kapasitas tukar kation (KTK) tanah

rendah, kandungan unsur Mn2+ dan aluminium reaktif (Al3+) tinggi yang dapat meracuni

tanaman dan menghambat pembentukan bintil akar tanaman legum.

Karakteristik lahan masam yang telah mengalami degradasi sifat fisika, kimia dan

biologi tanah tersebut, maka KP Taman Bogo sebagai pewakil tanah kering masam di

Indonesia diarahkan sebagai show window/tempat peragaan inovasi teknologi hasil

penelitian unggulan tentang pengelolaan lahan masam di Indonesia dalam mendukung

peningkatan sumberdaya lahan, produktivitas pangan, hortikultura, tanaman buah-

buahan dan ternak pada lahan masam. Penelitian jangka panjang dan basis data

pengelolaan lahan kering masam masih sangat sedikit, sehingga KP. Taman Bogo

diarahkan sebagai tempat penelitian dalam rangka pengelolaan lahan kering masam

jangka panjang, display teknologi, pelatihan dan sebagainya.

Display/show window teknologi pengelolaan lahan kering masam dilaksanakan

untuk mempercepat proses alih teknologi unggulan berupa teknologi pemupukan dan

penggunaan bahan organik, konservasi, reklamasi dan rehabilitasi lahan serta varietas

unggul di lahan kering masam. Show window dan visitor plot pengembangan teknologi

pengelolaan lahan kering masam di KP. Taman Bogo merupakan sarana dalam

penyuluhan dan diseminasi teknologi serta merupakan obyek kunjungan, tempat diskusi

dan komunikasi antara peneliti, penyuluh, petani dan pengambil kebijakan daerah.

Proses diseminasi pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan berbasis

agroeduwisata yang dilakukan diharapkan akan menambah wawasan dan pengetahuan

petani mengenai pengelolaan lahan masam yang diintegrasikan dengan usahatani ternak

dan adopsi teknologi. Teknologi yang sudah diadopsi oleh petani/pengguna diharapkan

3

berkembang secara berkelanjutan melalui usaha-usaha swadaya masyarakat. Dengan

adanya petak peragaan pengelolaan lahan kering masam, diharapkan proses adopsi

teknologi dapat lebih cepat, produktivitas tanah, hasil tanaman dan ternak serta

pendapatan petani dapat ditingkatkan secara berkelanjutan.

1.3. Tujuan

Jangka Pendek :

- Menyediakan Show window teknologi pengelolaan lahan kering masam

berkelanjutan berbasis agroeduwisata

Jangka panjang :

- Menjadikan KP Taman Bogo sebagai field laboratory dan sarana diseminasi

teknologi pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan terlengkap dan

terdepan lingkup Badan Litbang Pertanian

- Mempercepat proses adopsi teknologi pengelolaan lahan kering masam

- Basis data pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan

1.4. Keluaran yang Diharapkan

Jangka Pendek :

- Terbangunnya Satu paket ”show window” sebagai sarana diseminasi teknologi

pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan berbasis agroeduwisata

Jangka panjang :

- KP. Taman Bogo sebagai “show window“ dan field laboratory teknologi

pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan terlengkap dan terdepan

lingkup Badan Litbang Pertanian

1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak dari Kegiatan yang Dirancang

Hasil penelitian di lahan kering masam KP Taman Bogo tentang pemupukan,

pengelolaan bahan organik dan mikrobiologi tanah yang diintegrasikan dengan usahatani

ternak dapat memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah, meningkatkan hasil tanaman dan

ternak serta pendapatan petani.

Pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan berbasis agroeduwisata dirancang

secara sederhana dan bersifat komplementer (saling menguntungkan) sesuai dengan

4

kondisi wilayah dan kebiasaan petani dengan mengintegrasikan tanaman pangan,

tanaman sayuran, tanaman buah, tanaman sumber pakan ternak dan tanaman

leguminosa sumber bahan organik. Kunjungan lapangan dan peragaan teknologi yang

ditampilkan diharapkan dapat digunakan sebagai sarana dalam proses penyuluhan dan

diseminasi teknologi penelitian Balai Penelitian Tanah kepada pengguna. Kebun

percobaan juga sebagai obyek kunjungan, tempat diskusi dan komunikasi antara peneliti,

penyuluh, petani dan pengambil kebijakan daerah. Melalui petak peraga, diharapkan

proses adopsi pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan dapat tersebar luas di

kawasan Lampung Timur dan lahan kering masam di Indonesia.

5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Sifat Fisika, Kimia dan Biologi Tanah

Secara umum, lahan kering dapat didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan

yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam

setahun. Lahan kering masam adalah lahan yang mempunyai sifat-sifat seperti pH

rendah, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB) dan C-organik rendah,

kandungan aluminium (kejenuhan Al) tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan besi dan mangan

mendekati batas meracuni tanaman, peka erosi, dan miskin unsur biotik (Adiningsih dan

Sudjadi, 1993; Soepardi, 2001). Tingginya curah hujan di sebagian wilayah Indonesia

menyebabkan tingkat pencucian hara tergolong tinggi terutama basa-basa, sehingga

basa-basa dalam tanah meninggalkan lingkungan tanah dan menyisakan ion H dan Al

dalam kompleks adsorpsi liat dan humus. Akibatnya tanah menjadi bereaksi masam

dengan kejenuhan basa rendah, dan menunjukkan kejenuhan aluminium yang tinggi

(Subagyo et al., 2000). Selain itu, tanah-tanah yang terbentuk umumnya merupakan

tanah berpenampang dalam, berwarna merah-kuning, dan mempunyai kesuburan alami

yang rendah.

Kang (1989) mengemukakan bahwa kegiatan pertanian di lahan masam

mempunyai kendala sifat fisika dan kimia tanah yang sangat membatasi produksi. Faktor

pembatas sifat fisika tanah di lahan kering masam antara lain adalah kapasitas menahan

air rendah, bahaya erosi tinggi, mudah mengalami penggenangan dan kekeringan, peka

terhadap proses pemadatan serta terbentuknya laterit (Sanchez dan Salinas, 1981 dalam

Agus et al., 1999). Arya et al. (1992) mengemukakan bahwa berat isi (BD) tanah Ultisols

yang diolah dengan cangkul/bajak atau yang tidak diolah berkisar antara 0,95 - 1,15

g/cm3.

Sifat fisika tanah lainnya yang merupakan pembatas pertumbuhan tanaman

adalah ruang pori tanah. Ruang pori total tanah merupakan pori yang akan terisi

udara/oksigen pada saat tanah berada pada kapasitas lapang. Ruang pori tanah

ukurannya sangat bervariasi dari ukuran yang sangat kecil (pada fraksi liat) sampai

ukuran yang terbesar (pada fraksi pasir dan batu). Tanah pasir dapat menahan air

sebanyak 5,7 % volume pada potensial 33 kPa, sedangkan tanah liat/clay sebanyak 47,0

% (Unger, 1975). Hanya pada ukuran pori dengan diameter antara 100-300 µm yang

6

dapat terisi dengan udara (Webster dan Becket, 1972). Sedangkan air tersedia yang

termasuk katagori rendah diduga karena kandungan pasir pada tanah masam di KP

Taman Bogo relatif tinggi yang tercermin dari BD tanah masih mencapai 1.37 g/cc. Air

tersedia merupakan kondisi kandungan air tanah yang berada diantara kapasitas lapang

dan titik layu permanen.

Sifat kimia tanah yang menjadi penghambat utama peningkatan produktivitas

lahan kering masam adalah kandungan unsur hara makro (N, P dan K) rendah, pH

masam sampai sangat masam dan kandungan C-organik tanah rendah.

Soepardi (2001) mengemukakan bahwa sebagian besar lahan kering masam saat

ini sudah berada pada keadaan marginal karena kesalahan pengelolaan pada masa lalu.

Tanah tersebut telah mengalami degradasi sehingga menjadi marginal dan ditumbuhi

oleh alang-alang dan semak belukar. Selain disebabkan karena tidak dilakukan

pembenahan tanah dan pemupukan berimbang, proses marginalisasi lahan kering masam

disebabkan pula karena sisa tanaman tidak dikembalikan ke dalam tanah (Dierolf et al.,

2001). Selain berfungsi untuk melepaskan ikatan P di dalam tanah, pengunaan bahan

organik di lahan kering masam dapat meningkatkan kandungan C-organik tanah yang

berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Hsieh dan Hsieh, 1990).

Produktivitas tanah Ultisol dapat ditingkatkan melalui ameliorasi, pemupukan,

pemberian bahan organik, dan penggunaan varietas toleran atau adaptif pada lahan

masam.pemupukan, pemberian bahan organik, dan penggunaan varietas toleran atau

adaptif pada lahan masam. Ameliorasi lahan masam dengan pengapuran bertujuan untuk

meningkatkan pH dan menurunkan Al-dd tanah (Sumarno 2005). Namun pengapuran

yang berlebih dapat menyebabkan defisiensi beberapa unsur mikro sebagai akibat

naiknya pH. Pengapuran sebaiknya hanya dilakukan bila pH tanah di bawah 5. Pada pH

di atas 5,50, pemberian kapur menyebabkan tanggap Al rendah karena sudah

mengendap menjadi Al (OH)3 (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Cara lain untuk

mengatasi keracunan Al bagi tanaman adalah dengan pemberian bahan organik ke tanah,

karena adanya bahan organik dapat larut, terutama asam-asam fulvik yang biasanya

terdapat pada bahan organik dapat mengurangi keracunan Al (Hairiah et al, 2000). Cara

tersebut efektif bila cekaman lahan masam hanya terjadi pada lapisan olah. Bila cekaman

lahan masam terjadi hingga ke lapisan subsoil, maka penggunaan varietas toleran atau

adaptif lahan masam dapat mengatasi masalah tersebut.

7

Kandungan bahan organik tanah merupakan indikator penting dalam

mengevaluasi kesuburan tanah karena dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara serta

menurunkan keracunan Al dan Fe, memperbaiki struktur tanah, kemampuan tanah

menahan air, dapat menyediakan energi yang diperlukan oleh mikribiologi tanah.

Kandungan C-organik di dalam tanah mempunyai hubungan dengan ketersediaan

P bagi tanaman. Untuk mengatasi fiksasi P di dalam tanah dapat dilakukan dengan

memanfaatkan gugus aktif anion organik yang membentuk ikatan chelate (kelasi) dengan

aluminium. Semakin banyak gugus karboksil atau fenolik yang terkandung dalam bahan

organik akan semakin besar kemampuan bahan organik untuk melepaskan ikatan AlHPO4,

sehingga unsur P lebih tersedia bagi tanaman (Mengel dan Kirkby, 1987).

Bagian serat dari bahan organik dapat memperbaiki granulasi tanah/pembentukan

agregat tanah yang berperan penting dalam memperbaiki permeabilitas dan peredaran

udara (aerasi) tanah. Sebagai fungsi kimia, bahan organik dapat meningkatkan kapasitas

tukar kation (KTK) tanah yang penting untuk memegang pupuk anorganik yang diberikan

dan daya sangga (buffer) tanah sehingga tanaman dapat terhindar dari tekanan

kemasaman tanah. Selain itu, pengunaan bahan organik dapat menambah ketersediaan

beberapa unsur hara dan meningkatkan efisiensi penyerapan P oleh tanaman karena

dalam proses dekomposisi bahan organik dapat dihasilkan asam humat dan asam fulfat

yang bersifat polielektrolit dalam mengikat Al dan Fe.

2.1.2. Pengelolaan Bahan Organik

Berbagai alternatif pengelolaan bahan organik sudah banyak dilaporkan dalam

laporan hasil penelitian, akan tetapi penerapannya di lapangan masih terbatas. Teknik

yang telah banyak dipromosikan adalah sistem pertanaman lorong (alley cropping), rotasi

tanaman dengan tanaman penutup tanah, penggunaan pupuk kandang, kompos serta

pupuk hijau (Van Noordwijk et al., 1998 dan Wigena et al., 1988 dalam Agus et al.,

1999).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pertanaman lorong (alley

cropping), rotasi tanaman dengan tanaman penutup tanah sangat efektif mengendalikan

erosi. Di Filipina, Alley cropping dapat menurunkan erosi sebanyak 69%, yang terdiri atas

48% disebabkan oleh pengaruh penutupan tanah oleh mulsa, 8% disebabkan oleh

perubahan profil tanah dan 4% oleh penanaman secara kontour (Hawkins et al., 1990

Dalam Haryati, 2002). Di Indonesia sistem ini sudah diyakini efektif mengendalikan erosi

dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman serta dapat diadopsi oleh petani di

8

lahan kering. Namun demikian, petani hanya mengenal pemberian bahan organik dalam

bentuk pupuk kandang yang ketersediaannya (in situ) sangat terbatas. Berdasarkan

kepada kenyataan tersebut, diperlukan perubahan strategi penambahan pupuk kandang

ke lahan kering, yaitu pemberian secara bertahap disesuaikan dengan ketersediannya

secara in situ serta mengintegrasikan ternak ruminansia sebagai penghasil pupuk

kandang dalam pengelolaan lahan kering masam (crop-livestock systems).

Sumber bahan organik in situ yang tersedia di lahan kering masam adalah

sisa/residu panen, namun petani belum menyadari pentingnya keberadaan bahan organik

di dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Dengan meningkatnya

kandungan bahan organik di dalam tanah, total N, mineralisasi N, P terlarut, K dapat

tukar, serapan N oleh tanaman dan kandungan air tanah meningkat (Stanford et al.,

1973).

Pengaruh penggunaan bahan organik pada tanah kering masam telah banyak

diteliti dan memberikan efek positif terhadap ketersediaan unsur hara bagi tanaman.

Tetapi perbaikan kandungan bahan organik tanah memerlukan waktu relatif lama jika

hanya bertumpu pada residu/sisa panen, oleh karena itu, di perlukan penambahan

sumber bahan organik yang berasal dari pupuk kandang/ternak, kompos, dan biomas

tanaman lainnya yng tersedia in situ secara berkelanjutan.

Bahan organik dapat disediakan di kebun melalui teknik pertanaman lorong, yaitu

menanami sebagian lahan dengan tanaman leguminosa perdu dalam barisan atau pagar.

Secara periodik, tanaman tersebut dipotong atau dipangkas dan pangkasannya digunakan

sebagai mulsa atau pupuk hijau. Lahan di antara tanaman pagar dapat ditanami tanaman

pangan. Pertanaman lorong dengan tanaman pagar dapat meningkatkan produktivitas

lahan karena: (1) menghasilkan mulsa, (2) mendaur hara dari lapisan bawah ke lapisan

atas, (3) menekan pertumbuhan gulma, 4) mencegah erosi, dan (5) menurunkan aliran

permukaan. Tanaman pagar Flemingia congesta yang ditanam dengan per bandingan

lahan 1:10 terhadap tanaman pangan dapat memenuhi kebutuhan pupuk hijau untuk

tanaman pangan. Penggunaan bahan hijauan Gliricidia sepium atau F. congesta 2 ton

berat kering atau 10-15 ton berat basah per hektar dapat menyumbang 50 kg N , 4 kg P,

dan 30 kg K/ha. Bila tanaman membutuhkan N 50 kg, P 20 kg, dan K 60 kg/ha maka

pupuk hijau tersebut dapat memenuhi sebagian dari hara yang dibutuhkan tanaman.

Pemanfaatan bahan hijauan sebagai mulsa dari tanaman legum yang dipangkas 2-3 bulan

9

sekali dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah, serta memperbaiki sifat fisik,

kimia, dan biologi tanah (Hartatik, 2007).

Kandungan bahan organik tanah mempunyai korelasi positif dengan kemampuan

tanah menahan air. Semakin besar kandungan bahan organik tanah (>2 %) akan

semakin besar pula kandungan air di dalam lapisan olah tanah sehingga tanaman tidak

mengalami stress air.

2.2. Hasil Penelitian

Profil tanah di KP Taman Bogo mempunyai horizon permukaan (epipedon) ochric

dan horizon penciri (bawah permukaan) kandik sehingga tanahnya digolongkan Typic

Kanhapludults. Tabel 1 menunjukkan bahwa setiap parameter sifat fisika tanah

mengalami perbaikan jika dilakukan penambahan pupuk kandang dan sisa tanaman

dikembalikan ke dalam tanah.

Perlakuan pupuk kandang sebanyak 15 t/ha, pemupukan fosfat alam atau SP-36

selama 3 tahun (2004-2006) di KP Taman Bogo sifat fisik tanah cenderung mengalami

perbaikan walaupun relatif kecil (Tabel 1 dan Gambar 1).

Tabel 1. Perbaikan sifat fisika tanah kering masam pada Demplot Pengelolaan Lahan Kering Masam di KP Taman Bogo, Lampung Timur

Sifat Fisika Tanah Kedalaman 0-20 cm

2003 (Awal) *) 2004**) 2005***) 2006****)

BD (g/cc) 1,5 1,35 1,43 1,37

Ruang pori total (% vol) 40,7 48,43 45,94 43,55

Kadar air (% vol)

pF1 31,8 - 31,67 39,6

pF2 25,9 - 26,39 33,16

pF2,54 21,2 18,3 21,46 20,08

pF4,2 13,6 13,03 15,37 14,49

Pori drainase (% vol)

Cepat 14,8 - 19,33 10,4

Lambat 4,7 - 4,94 5,07

Air tersedia (% vol) 7,6 5,3 6,03 6,43

Permeabilitas (cm/jam) 5,7 9,58 5,88 9,63

Tekstur

Pasir 59,7 - - -

Debu 15,7 - - -

Liat 24,6 - - -

Keterangan : BD = bulk density; - = data tidak tersedia

10

Sumber : *) Soelaeman et al. (2003), **) Djunaedi dan Soelaeman (2004), ***) Soelaeman (2005), ****) Soelaeman et al. (2006)/sebelum tanam pada MH 2005/2006.

Gambar 1. Perbaikan beberapa sifat fisika tanah kering masam di KP Taman Bogo, Lampung Timur (Soelaeman et al., 2006)

Berdasarkan nilai beberapa parameter sifat fisika tanah di KP Taman Bogo pada

saat awal (tahun 2003) yang kurang mendukung untuk pertumbuhan tanaman,

pemberian bahan organik dalam bentuk pupuk kandang, sisa tanaman dan/atau bahan

hijauan/biomass lainnya yang berada di sekitar lokasi menjadi sangat penting.

Hasil analisis tanah pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pH tanah termasuk ke dalam

kategori sangat masam (4,2-4,6) karena curah hujan relatif tinggi (>2.000 mm/tahun)

sehingga basa-basa tanah seperti Ca, Mg, K dan Na dibebaskan dan tercuci dengan cepat

ke luar lingkungan tanah. Hasil evaluasi perbaikan kesuburan tanah (Tabel 2)

menunjukan bahwa kandungan unsur hara N dan K2O pada tanah Ultisols di KP Taman

Bogo masing-masing antara 0,075-0,2 % dan 3,5-4,3 mg/100 g yang termasuk ke dalam

katagori sangat rendah sedangkan kandungan P2O5 (Bray) antara 28,70-66,23 ppm yang

termasuk ke dalam kategori sangat tinggi (Tabel 2).

11

Tabel 2. Perbaikan sifat kimia tanah kering masam dari tahun 2003 (awal) sampai tahun 2006 di KP Taman Bogo, Lampung Timur

Sifat Kimia Tanah Kedalaman 0-20 cm

2003 (Awal) *) 2004**) 2005***) 2006****)

pH H2O 4,20 4,50 3,83 4,60

Bahan Organik

C (%) 0,86 0,87 0,82 0,87

N (%) 0,08 0,08 0,11 0,12

C/N 10,00 10,90 7,50 9,50

P2O5 Olsen (mg/100 g) 16,50 - 36,25 38,34

K2O HCl 25 % (mg/100g) 3,50 24,50 4,00 4,30

P2O5 Bray1 (ppm) 28,70 33,60 64,10 70,88

Nilai Tukar Kation/NH4-Ace-

tat 1N, pH 7 (cmol+/kg)

Ca 0,47 - 0,74 0,74

Mg 0,08 - 0,19 0,19

Na 0,11 - 0,07 0,06

KTK (me/100 g) 4,00 - 2,31 4,30

Keterangan : Sumber : *) Soelaeman et al. (2003), **) Djunaedi et al. (2004), ***) Soelaeman (2005), ****) Soelaeman et al. (2006)/MH 2006, - : data tidak tersedia.

Kandungan P2O5 Bray 1 pada akhir panen masih termasuk ke dalam kategori

sangat tinggi. Keadaan ini menunjukkan bahwa kondisi lahan mengalami perbaikan yang

disebabkan karena penggunaan pupuk kandang dan residu fosfat alam.

Hasil evaluasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada tahun 2007

sangat dipengaruhi oleh tingkat pengelolaan lahan. Pada kondisi sifat físika dan kimia

tanah ultisols yang telah mengalami kemunduran, pengunaan pupuk kandang untuk

memperbaiki sifat fisika tanah serta penggunaan bakteri biophos (campuran mikroba

efektif pelarut fosfat, pseudomonas spp. Grt 2, Micrococcus spp. Grt 3, Aspergillus niger

NHJ2, dan mikoriza) dan fosfat alam/SP-36 untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara

fosfat di dalam tanah merupakan faktor yang menentukan keberhasilan produksi.

Penggunaan pupuk kandang lebih mempengaruhi tinggi tanaman jagung dibandingkan

terhadap tinggi tanaman padi gogo. Keadaan ini menunjukkan bahwa tanaman jagung

lebih sensitif terhadap pengaruh buruk dari sifat fisika tanah khususnya kandungan C-

organik di dalam tanah. Namun demikian, tinggi tanaman padi dan jagung pada saat

panen lebih tinggi pada perlakuan pupuk kandang.

Penggunaan bakteri biophos di lahan kering dapat meningkatkan tinggi tanaman

padi gogo maupun jagung masing-masing 10 dan 12 % dari perlakuan tanpa pemberian

12

biophos. Sedangkan pengaruh residu fosfat alam pada tanaman padi relatif sama

pengaruhnya dengan pemberian pupuk SP-36 pada dosis 75 kg/ha. Pengaruh residu

fosfat alam terhadap tinggi tanaman jagung pada saat panen lebih baik dibandingkan

dengan penggunaan pupuk SP-36 pada dosis 75 kg/ha. Penggunaan pupuk kandang dan

biophos dapat memperbaiki tinggi tanaman pada saat panen dengan penampilan

tanaman secara kualitatif lebih baik. Sedangkan residu fosfat alam berpengaruh relatif

sama dengan pemupukan SP-36 terhadap tinggi tanaman padi gogo tetapi terhadap

tinggi tanaman jagung lebih baik dibandingkan dengan penggunaan SP-36 (Soelaeman,

2008).

Berat biomas padi gogo dan jagung pada MH 2007 menunjukan peningkatan pada

plot yang diberi pupuk kandang, biophos maupun penggunaan pupuk P. Rata-rata berat

biomas padi gogo pada penggunaan pupuk kandang sebanyak 15 t/ha meningkat sebesar

27 % dari perlakuan yang tidak diberi pupuk kandang tetapi peningkatan berat biomas

jagung hanya mencapai 11 %. Keadaan ini menunjukkan bahwa terdapat konsistensi

perbaikan produksi tanaman pada tanah ultisol yang rendah kandungan bahan organik

tanahnya. Penggunaan pupuk kandang tidak hanya memperbaiki C-organik tanahnya

tetapi akan memperbaiki beberapa parameter sifat fisika tanah lainnya seperti BD,

porositas, permeabilitas tanah dll serta meningkatkan kemampuan tanah dalam

mempertahankan kelembaban untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman dengan baik.

Penggunaan biophos juga meningkatkan biomas padi gogo sebesar 3 % dan

jagung sebesar 58 % dari berat biomas tanpa penggunaan biophos. Perbedaan

peningkatan biomas pada kedua jenis tanaman tersebut disebabkan adanya perbedaan

tingkat toleransi tanaman terhadap kekurangan unsur P. Tanaman jagung lebih sensitif

terhadap kekurangan unsur P dibandingkan dengan tanaman padi gogo. Sedangkan

residu P yang berasal dari penggunaan fosfat alam musim sebelumnya memberikan berat

biomas padi gogo yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan pupuk SP-36

pada dosis 75 kg/ha. Tetapi berat biomas jagung pada perlakuan residu fosfat alam lebih

tinggi dibandingkan dengan pengggunaan 75 kg/ha SP-36.

2.3. Diseminasi Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Masam Berkelanjutan

Pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan ditampikan dalam bentuk

sederhana karena merupakan salah satu cara yang efektif dalam menginformasikan dan

mendesiminasikan hasil penelitian kepada petani.

13

Wiraatmaja (1987) mengemukakan bahwa peningkatan peniruan oleh petani

merupakan salah satu cara dalam mempercepat proses difusi teknologi tetapi

memerlukan keterkaitan antara penelitian (peneliti) dan pengembangan (penyuluh)

dengan proses adopsi teknologi. Proses adopsi teknologi oleh petani lain yang enggan

menanggung risiko kegagalan diharapkan dapat berlangsung melalui proses difusi setelah

melihat dan mengunjungi obyek penelitian ini.

Melalui kunjungan lapang petani dan penyuluh/Pemda yang akan dilakukan

menjelang panen musim I (bulan Maret - April 2015) akan menyebabkan tingkat

keingintahuan petani terhadap teknologi pengelolaan lahan kering masam meningkat

14

III. METODOLOGI

3.1. Pendekatan/Kerangka Pemikiran

Teknologi kesuburan tanah, konservasi tanah, rehabilitasi dan reklamasi lahan

yang telah dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanah perlu ditampilkan dalam bentuk yang

mudah diterima oleh pengguna/petani.

Pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan di KP. Taman Bogo akan dilakukan

secara bertahap disesuaikan dengan kemajuan teknologi hasil penelitian. Sasaran akhir

dari kegiatan ini adalah untuk mempercepat adopsi teknologi pengelolaan lahan kering

masam dan terbangunnya lokasi show windows dan sarana komunikasi, evaluasi dan

diskusi antara petani, penyuluh, peneliti dan pengambil kebijakan melalui kegiatan

kunjungan lapang. Respons dari setiap stake holders merupakan feed back yang akan

digunakan untuk menyempurnakan teknologi sehingga secara teknis dapat dilakukan,

secara ekonomis menguntungkan dan secara sosial dapat diterima oleh pengguna serta

tidak membahayakan lingkungan.

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan yang dijadikan bahan diskusi pada temu lapang antara

peneliti, penyuluh dan petani adalah :

A. Pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan yang meliputi :

1) Teknologi sistem pertanaman lorong/alley croping,

2) Teknologi sistem penggunaan pupuk kandang,

3) Teknologi sistem penggunaan pembenah tanah, dan

4) Teknologi Sistem Pengelolaan Kesuburan Tanah

B. KP. Taman Bogo sebagai lokasi Agroeduwisata yang meliputi :

1) Penataan/pemeliharaan show windows Sistem Surjan Jeruk

2) Penataan/pemeliharaan show windows Sistem Surjan Kelengkeng

3) Penataan/pemeliharaan Display Tekknologi Varietas Baru Padi Sawah, Padi Gogo,

Jagung dan Kedelai di Lahan Masam

4) Penataan/pemeliharaan Tanaman Buah-buahan

5) Penataan/pemeliharaan Rumah Pangan Lestari

6) Penataan/pemeliharaan Embung/kolam

7) Penataan/pemeliharaan Tanaman Leguminosa Semak/Perdu, cover crops dan

rumput

15

3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan

3.3.1. Bahan

Bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah benih padi, jagung, ubi

kayu, kedelai, sayuran, buah-buahan, legum dan tanaman rumputpupuk urea, SP-36, KCl,

pupuk kandang, pestisida, fungisida, herbisida, bambu, tali rapia, manila karton, spidol,

kantong kertas, karung goni, ember plastik, bahan kimia untuk analisis kimia di

laboratorium, dan lain-lain. Peralatan yang diperlukan adalah bor tanah, meteran 50

m, mistar, counter, pompa air, ring sample, mangkok aluminium, oven, kompor,

timbangan, arit, cangkul, alat tulis kantor dan lain-lain.

3.3.2. Pelaksanaan Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan berbasis

agroeduwisata dilakukan di KP Taman Bogo, Lampung Timur pada T.A. 2015 meliputi:

A. Pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan

1. Teknologi Sistem Pertanaman Lorong/Alley croping (lanjutan)

Lahan yang digunakan seluas + 6.000 m2. Tanaman pagar yang digunakan

adalah a). Flemingia congesta, b). Leucaena glauca/Lamtoro, c). Gliricidia sepium dan

d). Strip rumput Setaria splendida dan Panicum maximum. Tanaman pagar ditanam

pada tahun 2007 dan 2008. Kegiatan pada tahun 2015 meliputi pemeliharaan dan

pemangkasan tanaman pagar dan penanaman tanaman lorong berupa tanaman

palawija.

Tanaman legum F. congesta ditanam dengan jarak tanam 400 cm x 30 cm

sedangkan L. glauca/Lamtoro dan Glirisidia sepium dengan jarak tanam 700 cm x 30

cm. Strip rumput ditanam dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm sebanyak 2-3

baris/strip dan jarak antar strip antara 7-10 m. Legum dan rumput dipangkas pada

MT I (musim hujan) dengan interval 1-2 bulan sekali dan pada MT II (musim

kemarau) dengan interval 2-3 bulan sekali disesuaikan dengan pertumbuhan

tanaman.

Di antara barisan/alley ditanami padi gogo varietas Situ Patenggang/Inpago

(MT I) dan tanaman Jagung hibrida P-27 (MT II). Tanaman padi gogo dipupuk

dengan dosis masing-masing 250 kg urea/ha, 200 kg SP-36/ha, 75 kg KCl/ha,

pemupukan jagung menggunakan dosis masing-masing 300 kg urea/ha, 175 kg SP-

36/ha, 100 kg KCl/ha. Ubi kayu varietas Thailand disisipkan di antara tanaman

16

jagung dengan jarak tanam 75 cm x 50 cm pada saat jagung berumur 15 HST.

Pengamatan dilakukan terhadap parameter sifat kimia tanah (N total, P tersedia, K

potensial, C-organik, pH, KTK, KB, kejenuhan Al serta K, Na, Ca dan Mg dapat

ditukar) dan sifat fisika tanah (BD, RPT, pori drainase, Air tersedia, Permeabilitas)

sesudah panen, tinggi tanaman padi, jagung, ubi kayu pada umur 30 HST, 60 HST

dan saat panen, jumlah anakan produktif padi, berat 100 butir padi dan jagung, berat

biomass/jerami padi dan jagung, hasil gabah kering panen pada kandungan air 14 %,

hasil pipilan kering jagung dan berat ubi kayu segar. Analisis data dilakukan secara

tabulatif dan dilakukan pengumpulan data usahatani untuk menghitung analisa

finansial.

2. Teknologi Penggunaan Pupuk Kandang (lanjutan)

Lahan yang digunakan seluas + 900 m2 dengan perlakuan a). Pupuk kandang

dengan dosis 10 t/ha, dan b). Tanpa pupuk kandang. Tanaman indikator

menggunakan padi gogo varietas Situ Patenggang/Inpago dengan jarak tanam 25 cm

x 25 cm, jagung varietas hibrida P-27 dengan jarak tanam 75 cm x 25 cm, dengan 1

tanaman/lubang. Ubi kayu varietas Thailand disisipkan di antara tanaman jagung

dengan jarak tanam 75 cm x 50 cm ketika jagung berumur 15 HST.

Tanaman padi gogo dipupuk dengan dosis masing-masing 250 kg urea/ha,

200 kg SP-36/ha, 75 kg KCl/ha, jagung dipupuk dengan dosis masing-masing 300 kg

urea/ha, 175 kg SP-36/ha, 100 kg KCl/ha. Pengamatan dilakukan terhadap

parameter sifat kimia tanah (N total, P tersedia, K potensial, C-organik, pH, KTK, KB,

kejenuhan Al serta K, Na, Ca dan Mg dapat ditukar) dan sifat fisika tanah (BD, RPT,

pori drainase, Air tersedia, Permeabilitas) sesudah panen, analisis pupuk kandang,

tinggi tanaman padi, jagung, ubi kayu pada umur 30 HST, 60 HST dan saat panen,

jumlah anakan produktif padi, berat 100 butir padi dan jagung, berat biomass/jerami

padi dan jagung, hasil gabah kering panen pada kandungan air 14 %, hasil pipilan

kering jagung dan berat ubi kayu segar. Analisis data dilakukan secara tabulatif dan

dilakukan pengumpulan data usahatani untuk menghitung analisa finansial.

3. Teknologi Sistem Penggunaan Pembenah Tanah (lanjutan)

Lahan yang digunakan seluas ± 900 m2 dengan 5 perlakuan a) Praktek

petani, b). NPK Rekomendasi PUTK, c). Residu Biochar sekam padi 15 ton/ha + NPK

Reki PUTK , d). Residu Biochar klobot jagung 15 ton/ha + NPK Reki PUTK, dan e).

Residu Biochar batang ubi kayu 15 ton/ha + NPK Reki PUTK. Tanaman indikator

17

menggunakan padi gogo varietas Situ Patenggang/Inpago (MT I) dengan jarak tanam

25 cm x 25 cm dan jagung varietas hibrida P-27 (MT II) dengan jarak tanam 75 cm x

25 cm, dengan 1 tanaman/lubang.

Dosis petani yang diberikan pada tanaman padi gogo, yaitu 200 kg urea/ha

dan 200 kg Phonska/ha, untuk dosis rekomendasi PUTK masing-masing 250 kg

urea/ha, 200 kg SP-36/ha, 75 kg KCl/ha. Sementara untuk dosis petani pada tanaman

jagung yaitu 300 kg urea/ha, 200 kg Phonska/ha dan untuk dosis rekomendasi PUTK

yaitu, 300 kg urea/ha, 175 kg SP-36/ha, 100 kg KCl/ha.

Pengamatan dilakukan terhadap parameter sifat kimia tanah (N total, P

tersedia, K potensial, C-organik, pH, KTK, KB, kejenuhan Al serta K, Na, Ca dan Mg

dapat ditukar) dan sifat fisika tanah (BD, RPT, pori drainase, Air tersedia,

Permeabilitas ) sesudah panen, tinggi tanaman padi, jagung pada umur 30 HST, 60

HST dan saat panen, jumlah anakan produktif padi, berat 100 butir padi dan jagung,

berat biomass/jerami padi dan jagung, hasil gabah kering panen dan pada kandungan

air 14 %, hasil pipilan kering jagung. Analisis data dilakukan secara tabulatif dan

dilakukan pengumpulan data usahatani untuk menghitung analisa finansial.

4. Teknologi Sistem Pengelolaan Kesuburan Tanah (lanjutan)

Pengelolaan kesuburan tanah terdiri dari a). Pemupukan, b). Pengapuran dan

c). Pemberian Bahan Organik. Lahan yang digunakan seluas ± 1.300 m2 dengan 8

perlakuan a). Praktek petani, b). NPK Rekomendasi PUTK, c). NPK Rek PUTK +

Kapur 2 ton/ha, d). NPK Rek PUTK + Pupuk kandang 2 ton/ha , e). NPK Rek PUTK

+ Sludge padat 2 ton/ha, f). NPK Rek PUTK + Pupuk kandang 2 ton/ha + kapur 2

ton/ha, g). NPK Rek PUTK + Sludge padat 2 ton/ha + kapur 2 ton/ha. Tanaman

indikator yang digunakan adalah padi gogo varietas Situ Patenggang (MT I) dengan

jarak tanam 25 cm x 25 cm, jagung varietas hibrida P-27 (MT II) dengan jarak

tanam 75 cm x 25 cm, dengan 1 tanaman/lubang.

Dosis petani yang diberikan pada tanaman padi gogo, yaitu 200 kg urea/ha

dan 200 kg Phonska/ha. Dosis rekomendasi PUTK yang diberikan masing-masing 250

kg urea/ha, 200 kg SP-36/ha, 75 kg KCl/ha. Dosis petani pada tanaman jagung yaitu

300 kg urea/ha, 200 kg Phonska/ha dan untuk dosis rekomendasi PUTK yaitu, 300 kg

urea/ha, 175 kg SP-36/ha, 100 kg KCl/ha. . Pengamatan dilakukan terhadap

parameter sifat kimia tanah (N total, P tersedia, K potensial, C-organik, pH, KTK, KB,

18

kejenuhan Al serta K, Na, Ca dan Mg dapat ditukar) dan sifat fisika tanah (BD, RPT,

pori drainase, Air tersedia, Permeabilitas) sesudah panen, tinggi tanaman padi dan

jagung pada umur 30 HST, 60 HST dan saat panen, jumlah anakan produktif padi,

berat 100 butir padi dan jagung, berat biomass/jerami padi dan jagung, hasil gabah

kering panen pada kandungan air 14 %, hasil pipilan kering jagung. Analisis data

dilakukan secara tabulatif dan dilakukan pengumpulan data usahatani untuk

menghitung analisa finansial.

B. KP. Taman Bogo sebagai lokasi Agroeduwisata yang meliputi :

1. Penataan/pemeliharaan show windows Sistem Surjan Jeruk

Sistem surjan jeruk menggunakan lahan seluas ± 4.275 m2 dengan tanaman

jeruk BW sebanyak 198 Batang. Pemupukan tanaman jeruk 2 kali setahun yakni

pada awal musim hujan dan menjelang musim kemarau dengan dosis pupuk

urea 1.500 g/pohon, phonska 2.000 g/pohon. Cara pemupukan dilakukan dengan

jalan membenamkan pupuk tersebut dalam tanah di sekitar tanaman, dengan jarak

dari batang pokok selebar lingkar luar dari tajuk daun (proyeksi lingkar luar tajuk

daun).

2. Penataan/pemeliharaan show windows Sistem Surjan Kelengkeng

Sistem surjan kelengkeng menggunakan lahan seluas ± 1.100 m2 dengan

tanaman kelengkeng sebanyak 48 Batang. Pemupukan tanaman jeruk 2 kali

setahun yakni pada awal musim hujan dan menjelang musim kemarau dengan

dosis pupuk urea 1.500 g/pohon, phonska 2.000 g/pohon. Cara pemupukan

dilakukan dengan jalan membenamkan pupuk tersebut dalam tanah di sekitar

tanaman, dengan jarak dari batang pokok selebar lingkar luar dari tajuk daun

(proyeksi lingkar luar tajuk daun).

3. Penataan/pemeliharaan display Tekknologi Varietas Baru Padi Sawah, Padi

Gogo, Jagung dan Kacang-kacangan di Lahan Masam

- Display varietas padi sawah unggul menggunakan lahan seluas ± 1.600 m2

dengan menggunakan beberapa (± 10 varietas) padi sawah unggul Badan

Litbang Pertanian. Pemupukan tanaman padi menggunakan pupuk masing-

masing 250 kg urea/ha, 100 SP-36/ha, 100 kg KCl/ha (rekomendasi PUTS).

- Display varietas padi gogo unggul menggunakan lahan seluas ± 1.000 m2

dengan menggunakan beberapa (± 10 varietas) padi gogo unggul Badan Litbang

Pertanian. Pemupukan tanaman padi menggunakan pupuk masing-masing 250

19

kg urea/ha, 200 kg SP-36/ha, 75 kg KCl/ha (rekomendasi PUTK) dan 5 ton/ha

pupuk kandang.

- Display varietas jagung unggul menggunakan lahan seluas ± 1.000 m2 dengan

menggunakan beberapa (± 10 varietas) jagung unggul Badan Litbang Pertanian.

Pemupukan tanaman padi menggunakan pupuk masing-masing 300 kg urea/ha,

175 kg SP-36/ha, 100 kg KCl/ha (rekomendasi PUTK) dan 5 ton/ha pupuk

kandang.

- Display varietas kacang-kacangan (kacang tunggak, kacang tanah, kacang hijau

dan kedelai) unggul menggunakan lahan seluas ± 1.500 m2 dengan

menggunakan beberapa (± 10 varietas) kacang-kacangan unggul Badan Litbang

Pertanian. Pemupukan tanaman kacang-kacangan menggunakan pupuk masing-

masing 50 kg urea/ha, 200 kg SP-36/ha, 150 kg KCl/ha (rekomendasi PUTK) dan

5 ton/ha pupuk kandang.

4. Penataan/pemeliharaan Tanaman Buah-buahan

Tanaman buah ditata dengan arah Timur-Barat dengan luas ± 10.000 m2,

menggunakan beberapa jenis tanaman buah/keras, yaitu 1. Mangga, 2. klengkeng,

3. Melinjo, 4. Nangka, 5. Alpokat dan 6. Sawo, serta 7. Kemiri.

5. Penataan/pemeliharaan Rumah Pangan Lestari

Pelaksanaan kegiatan rumah pangan lestari merupakan kegiatan lanjutan dari

kegiatan rumah pangan lestari tahun sebelumnya (2011). \

6. Penataan/pemeliharaan Embung/kolam

7. Penataan/pemeliharaan Tanaman Leguminosa Semak/Perdu, cover crops

dan rumput

Penataan tanaman legum semak/perdu ditujukan sebagai sumber benih,

pembatas kebun dan pagar keliling kebun serta mengisi areal yang tidak digunakan

untuk penelitian. Jenis legum semak/perdu yang digunakan terdiri dari Glirisidia

sepium, Flemingia congesta, Caliandra, Crotalaria dan Theprosia. Sedangkan jenis

legum penutup tanah terdiri dari Mucuna, Arachis pintoii dan velvet bean. Tanaman

legum semak/perdu dipangkas secara periodik dan biomass hasil pangkasan

digunakan sebagai mulsa untuk memperbaiki produktivitas tanah. Pengamatan

dilakukan terhadap berat biomass hasil pangkasan dan benih.

20

IV. ANALISIS RISIKO

4. 1. Daftar risiko

No Risiko Penyebab Dampak

1 Pengolahan tanah yang

tidak sesuai dengan

waktu yang sudah

dijadwalkan

- Kesiapan dan ketersediaan

alat pengolahan tanah dan

bahan yang akan digunakan

- Kurang tersedianya tenaga

kerja

- Iklim (cuaca yang tidak

menentu)

- Waktu tanam tidak sesuai

dengan jadwal yang telah

ditentukan

2 Daya Tumbuh bibit yang

rendah dan

pertumbuhan tanaman

yang tidak normal

- Waktu tanam bibit yang

melebihi batas waktu yang

berlaku di label

- Curah hujan yang tinggi,

menggenangi lahan saat

waktu tanam

- Iklim/ kurangnya air pada

untuk tanaman

- Kandungan Al yang tinggi

pada salah satu bagian lahan

- Residu kapur dan bahan

organik pada salah satu

bagian lahan

- Tidak seragam tumbuhnya

tanaman pada masa

vegetatif dan generatif

- Produksi tidak sesuai yang

diharapkan

3 Penurunan hasil - Persaingan antara tanaman

dan gulma

- Serangan hama dan penyakit:

Lalat bibit,tikus, semut,

penggerek batang, ulat,

burung, hawar daun, neck

blast, dan penyakit karat

- Pertumbuhan vegetatif

tidak sesuai yang

diharapkan

4 Produksi panen rusak - Tanaman yang di panen

prematur atau di panen

sebelum/sesudah waktunya,

karna faktor iklim

- Iklim/ cuaca yang tak

menentu pada saat prosesing

- Hama gudang, tikus

- Produksi menurun

- Produksi gabah

berkecambah

- Kualitas produksi menurun

5 Harga jual yang rendah - Adanya panen raya

- Kualitas dan kuantitas hasil

panen yang menurun

- Hasil pendapatan

berkurang

21

4. 2. Daftar penanganan risiko

No Risiko Penyebab Penanganan

1 Pengolahan tanah yang

tidak sesuai dengan

waktu yang sudah

dijadwalkan

- Kesiapan dan ketersediaan

alat pengolahan tanah dan

bahan yang akan digunakan

- Kurang tersedianya tenaga

kerja

- Iklim (cuaca yang tidak

menentu

- Menyiapkan dan mengecek

alat dan bahan sebelum

jadwal pengolahan lahan

- Sewa alat (traktor)

- Penyiraman dan

pembuatan saluran

drainase

2 Daya Tumbuh bibit yang

rendah dan

pertumbuhan tanaman

yang tidak normal

- Waktu tanam bibit yang

melebihi batas waktu yang

berlaku di label

- Curah hujan yang tinggi,

menggenangi lahan saat

waktu tanam

- Iklim/ kurangnya air pada

untuk tanaman

- Kandungan Al yang tinggi

pada salah satu bagian lahan

- Residu kapur dan bahan

organik pada salah satu

bagian lahan

- Pengecekan secara teliti

pada saat pembelian

benih.

- Pada musim kering

dilakukan penyiraman

secara manual

- Pada musim hujan

dilakukan dengan

pembuatan drainase

- Record data analisis fisika,

kimia dan biologi tanah

3 Penurunan hasil - Persaingan antara tanaman

dan gulma

- Serangan hama dan penyakit:

Lalat bibit,tikus, semut,

penggerek batang, ulat,

burung, hawar daun, neck

blast, dan penyakit karat

- Penjadwalan secara

teratur untuk penyiangan

dan penyemprotan gulma,

hama dan penyakit.

4 Produksi panen rusak - Tanaman yang di panen

prematur atau di panen

sebelum/sesudah waktunya,

karna faktor iklim

- Iklim/ cuaca yang tak

menentu pada saat prosesing

- Hama gudang, tikus

- Pada musim kering

dilakukan penyiraman

secara manual

- Pada musim hujan

dilakukan pembuatan

drainase

- Pengoptimalan fungsi

rumah kaca (penjemuran

di rumah kaca)

- Pembersihan gudang

secara teratur

- Pengkondisian

Penyimpanan produksi

secara baik

5 Harga jual yang rendah - Adanya panen raya

- Kualitas dan kuantitas hasil

panen yang menurun

- Tidak menjual produksi

pada saat panen raya

22

V. TENAGA DAN ORGANISASI DAN PELAKSANA

5.1. Tenaga yang Terlibat dan Personalia

Nama Lengkap Gelar dan NIP Jabatan Kedudukan

dalam RDHP Volume (OB) Fungssional Struktural

Muhtar, SP., MP. NIP. 19791116 200801 1 008 - Subardi Nip. 19690308 200604 1 011 Suyono NIP. 19670207 200701 1 001 Edy Sutanto NIP. 19640804 199903 1 001 Fredi Riyanto NIP. 19760318 200710 1 001

- - - - - -

Ka. KP. Taman Bogo

- - - - -

Penanggung jawab RDHP

Anggota

Teknisi

Teknisi

Teknisi

Teknisi

5.2. Jangka Waktu Kegiatan

Kegiatan Demplot Bulan

J F M A M J J A S O N D

Persiapan lapang

Pengambilan contoh tanah

Tanam

Pemeliharaan

Pengamatan

Panen

Temu Lapang

Analisis tanah

Analisis data

Pelaporan

23

5.3. Pembiayaan A. Pengelolaan lahan kering masam berkelanjutan

No. Sub Pengeluaran Triwulan (Rp.) Total

(Rp.) I II III IV

1. Belanja Bahan

(521211)

44.000.000

2. Honor Output

Kegiatan (521213)

27.000.000

3. Belanja Perjalanan Lainnya (524119)

38.000.000

Jumlah 109.000.000

B. KP. Taman Bogo sebagai lokasi Agroeduwisata

No. Sub Pengeluaran Triwulan (Rp.) Total

(Rp.) I II III IV

1. Belanja Bahan

(521211)

54.303.000

2. Honor Output Kegiatan (521213)

56.000.000

3. Belanja Perjalanan

biasa (524111)

8.000.000

Jumlah 118.303.000

24

VI. DAFTAR PUSTAKA

Agus, F, A.Rachman dan A. Dariah. 1999. Pengaruh pengolahan tanah minimum dan pemberian mulsa terhadap sifat tanah dan produksi tanaman. Dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Tanah, Iklim dan Pupuk. Lido-Bogor, 6-8 Desember 1999. Buku II. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Arya. L.M., T.S. Dierolf, B. Rusman, A. Sofyan, and I.P.G. Widjaja Adhi 1992. Soil structure effects on hydrologic processes and crop water availability in Ultisols and Oxisols of Sitiung, Indonesia. Tropsoils Bulletin No. 92-03 NCSU, Raleigh, NC.

Dierolf, T., T. Fairhutst and E. Mutert. 2001. Soil Fertility Kit. A Toolkit for Acid Upland soil Fertility Management in Southeast Asia. Handbook Series. GT2 GmbH, Food and Agriculture Organization, P.T. Jasa Katon and Potash & Phosphate Institute (PPI), Potash & Phosphate Institute of Canada (PPIC). First Edition. Printed by Oxford Graphic Printers.

Djunaedi dan Y. Soelaeman. 2004. Laporan Akhir Demplot Pengelolaan Lahan Kering Masam.Tahun Anggaran 2004. Satker 648680, Balai Penelitian Tanah, Pusat Peneltian Dan Pengembangan Tanah Dan Agroklimat, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2004. (Tidak dipublikasi).

Hairiah, K, Widianto, S. R. Utami, D. Suprayogo, Sunaryo, S. M. Sitompul, B. Lusiana, R. Mulia, M. V. Noordwijk dan G. Cadisch. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi ; Refleksi Pengalaman dari Lampung Utara. SMT Grafika Desa Putera, Jakarta. 187 hal.

Hartatik, W. 2007. Tithonia diversifolia Sumber Pupuk Hijau. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 29. No. 5.

Haryati, U. 2002. Keunggulan dan Kelemahan Sistem Alley Cropping Serta Peluang dan Kendala Adopsinya Di Lahan Kering Das Bagian Hulu. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana . Institut Pertanian Bogor

Kang, B.T. 1989. Nutrient management for sustained crop production in the humid and sub humid. In Vander Heide (ed). Proc. Int.Symp. Nutrient Management for Food Crop Production in Tropical Farming Systems, IB-DLO and Unibraw.

Mengel, K., and E.A. Kirkby. 1987. Principle of Plat Nutrition. Inter. Potash Ins. Bern, Switzerland, 687 p.

Mulyani, A., Hikmatullah, dan H. Subagyo. 2004. Karakteristik dan potensi tanah masam lahan kering di Indonesia. hlm. 1-32 dalam Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Mulyani, A., 2006. Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam. http://pustaka.litbang. deptan.go.id/inovasi/kl060517.pdf (diakses tanggal 18 Februari 2012)

25

Prasetyo, B. H. dan D.A. Suriadikarta. 2006, Krakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 25(2):39-46.

Puslitbangtanak. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah Explorasi Indonesia. Skala 1:1.000.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan tanah dan Agroklimat, Bogor.

Soelaeman, Y. 2008. Laporan Akhir Demplot Pengelolaan Lahan Kering Masam.Tahun Anggaran 2008. Satker 648680, Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan pertanian, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2008. (Tidak dipublikasi).

Soelaeman, Y. 2006. Laporan Akhir Demplot Pengelolaan Lahan Kering Masam.Tahun Anggaran 2005. Satker 648680, Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan pertanian, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005. (Tidak dipublikasi).

Soelaeman, Y. 2005. Laporan Akhir Demplot Pengelolaan Lahan Kering Masam.Tahun Anggaran 2005. Satker 648680, Balai Penelitian Tanah, Pusat Peneltian Dan Pengembangan Tanah Dan Agroklimat, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005. (Tidak dipublikasi).

Soelaeman, Y., Kasno, A., H.T.Sidik, U. Haryati, Nurjaya, D. Setyorini, F. Agus. 2003. Laporan Akhir Peningkatan Produktivitas Tanah Kering Masam. Tahun Anggaran 2003. Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Lahan Masam Taman Bogo dan Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (The Participatory Development of Agricultural Technology Project). Balai Penelitian Tanah, Pusat Peneltian Dan Pengembangan Tanah Dan Agroklimat, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2003. (Tidak dipublikasi).

Soepardi. G.H. 2001. Strategi Usahatani Agribisnis Berbasis Sumberdaya Lahan. Paper disampaikan dalam Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Cisarua, Bogor, 30-31 Oktober 2001. Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian, Deptan, 13 p.

Stanford, G., O.L. Bennett and J.F. Power. 1973. Conservation tillage practices and nutrient availability. In. Conservation Tillage Pic. National Conservation Tillage Conference, Des Moines, Iowa. Soil Cons. Soc. Of Am., Ankey, IA.

Subagyo, H., N.Suharta dan A.B. Siswanto. 2000. Tanah Pertanian di Indonesia, hal : 21-66. Dalam Sumberdaya Lahan di Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat , Bogor.

Sumarno. 2005. Strategi pengembangan kedelai di lahan masam. Hal. 37-46. Dalam A.K Makarim (Eds) Prosiding Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Suboptimal. Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Suryana A., 2005. Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Simposium Nasional Ketahanan dan Keamanan Pangan pada Era Otonomi dan Globalisasi, Faperta, IPB, Bogor.

26

Unger, P.W. 1975. Relationships Between Water Retention, Texture, Density and Organic Matter Content of West and South Central Texas Soils. Texas Agric.Exp.Stn Misc.Pub. MP-1192C.

Webster, R. and P.H.T.Becket. 1972. Suctions to which Soils in South Central England Drain. J. Agric. Sci. Camb. 78.