PENYELESAIAN SENGKETA ONLINE MARKETPLACE ANTARA …digilib.unila.ac.id/54594/3/SKRIPSI TANPA BAB...

67
PENYELESAIAN SENGKETA ONLINE MARKETPLACE ANTARA PENJUAL DAN PEMBELI MELALUI ONLINE DISPUTE RESOLUTION Skripsi Oleh: JOSHUA PURBA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Transcript of PENYELESAIAN SENGKETA ONLINE MARKETPLACE ANTARA …digilib.unila.ac.id/54594/3/SKRIPSI TANPA BAB...

PENYELESAIAN SENGKETA ONLINE MARKETPLACE ANTARA

PENJUAL DAN PEMBELI MELALUI ONLINE DISPUTE RESOLUTION

Skripsi

Oleh:

JOSHUA PURBA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

ABSTRAK

PENYELESAIAN SENGKETA ONLINE MARKETPLACE ANTARA

PENJUAL DAN PEMBELI MELALUI ONLINE DISPUTE RESOLUTION

Oleh:

Joshua Purba

Perkembangan teknologi dalam bidang perdagangan yang memanfaatkan media

internet melalui sistem elektronik ini dikenal dengan istilah electronic commerce

(disingkat e-commerce). Berkat kemajuan teknologi, melakukan segala sesuatu

menjadi lebih mudah, termasuk berbelanja, cukup memesan barang secara online.

Bermunculanlah berbagai perusahaan yang menyediakan tempat berbelanja

dengan menggunakan sistem elektronik dan internet, dalam bentuk mall online

atau online marketplace. Akan tetapi tidak jarang juga masyarakat mengalami

kerugian dalam berbelanja dan melakukan transaksi secara online.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang

menyebabkan sengketa antara penjual dan pembeli dalam transaksi elektronik,

bagaimanakah proses penyelesaian sengketa online marketplace antara penjual

dan pembeli dalam sebuah transaksi elektronik melalui mekanisme online dispute

resolution dan bagaimana kekuatan hukum sebuah putusan yang dihasilkan

melalui online dispute resolution. Penelitian ini penelitian normatif dengan tipe

penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan pendekatan analisis

yuridis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Pengumpulan data studi pustaka dan wawancara serta pengolahan data melalui

pemeriksaan, penandaan, dan penyusunan/sistematika data. Analisis data

dilakukan secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang sering menyebabkan sengketa

antara penjual dan pembeli dalam transaksi elektronik, antara lain: 1) kualitas

barang yang tidak sesuai; 2) informasi yang diberikan sedikit, 3) barang tidak

sesuai, 4) penipuan. Penyelesaian yang dibutuhkan adalah penyelesaian sengketa

secara online dengan cara negosiasi, mediasi dan arbitrase. Persetujuan

perdamaian dari kesepakatan bersama disepakati menyelesaikan permasalahan

dan transaksi dianggap selesai.

Kata kunci: E-Commerce, Online Marketplace, Online Dispute Resolution

(ODR), Transaksi Elektronik.

PENYELESAIAN SENGKETAONLINE MARKETPLACE ANTARA

PENJUAL DAN PEMBELI MELALUI ONLINE DISPUTE RESOLUTION

Oleh

JOSHUA PURBA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Joshua Purba dilahirkan di Ketapang, Kalimantan Barat, pada

tanggal 16 April 1996. merupakan anak ketiga dari empat

bersaudara dari Bapak (alm) Jesden Purba dan Mama Renny

Silalahi. Menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di

TK Bruder Nusa Indah Pontianak tahun 2002, Sekolah Dasar

di SD Bruder Nusa Indah Pontianak tahun 2005 dan pindah ke SD Santa Agnes

Padang hingga tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama di SMP Xaverius 1 Teluk

Betung diselesaikan tahun 2011, dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di

SMA Fransiskus Bandar Lampung tahun 2014.

Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun

2014 lewat jalur SBMPTN tertulis. Selama menjadi mahasiswa, aktif di organisasi

kemahasiswaan pada Fakultas Hukum Universitas Lampung, yaitu Himpunan

Mahasiswa (HIMA) Perdata dan Forum Mahasiswa Hukum Kristen (Formahkris).

Penulis pernah mengikuti program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Buyut

Baru, Lampung Tengah selama 40 hari.

MOTO

The world won’t care about your self-esteem. The world will expect you to

accomplish something before you feel good about yourself.

(Bill Gates)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala atas segala berkat dan kasih

karuniaNya hingga saat ini.

Ku persembahkan skripsi ini kepada :

Bapakku (Alm.) Jesden Purba dan Mamaku Renny Silalahi

Yang telah memberikan kasih sayang, didikan, nasehat, motivasi dan doa.

Kepada saudara saudariku

Christian M. Purba, Regina Nova Purba dan Leslie Desnanda Purba

Yang menemaniku

Serta keluarga besar Pomparan Opung Chris dan Pomparan Opung Ria yang juga

mendukungku.

Almamaterku Fakultas Hukum Universitas Lampung

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat dan

kasish karuniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul Penyelesaian Sengketa Online Marketplace Antara Penjual dan Pembeli

Melalui Online Dispute Resolution. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan,

petunjuk dan saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

2. Bapak Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Ibu Rohaini, S.H., M.H., Ph.D., selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, saran serta masukkan

dalam penulisan skripsi ini;

4. Ibu Dewi Septiana, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukkan, bantuan dan saran

dalam penulisan skripsi ini;

5. Bapak Prof. Dr. I Gede AB Wiranata, S.H., M.H. selaku dosen pembahas I yang

telah memberikan kritik, saran dan masukkan yang membantu penulis dalam

memperbaiki skripsi ini;

6. Ibu Yulia Kusuma Wardani, S.H., L.LM, selaku dosen pembahas II yang telah

memberikan kritik, saran dan masukkan yang membantu penulis dalam

memperbaiki skripsi ini;

7. Ibu Rilda Murniati, S.H., M.Hum, selaku dosen pembimbing akademik yang

telah membimbing dan membantu penulis dalam proses perkuliahan;

8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang

memberikan dedikasi segenap ilmunya kepada penulis, serta bantuan teknis dan

administratif yang diberikan kepada penulis selama kuliah;

9. Forum Mahasiswa Hukum Kristen (Formahkris): Abram, Bangkit, Christoffer,

Frans, Cindy, Elsadday, Ruth, Wafer, Nita Verena, Melva, Maria, Yoan dan

teman, abang, kakak, adek yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah

membantu sejak awal menjadi mahasiswa baru hingga sekarang;

10. Pance Squad: Daniel Gibson M. Nababan, S.H., Dhanty Novenda Sitepu, Ega

Gamalia Sitompul, Hotdo Nauli Banjarnahor, S.H., Korin Suryani Sirait, Oren

Basta Anugerah, Nika Lova Surbakti, S.M., Ruth Thresia Mika Pratiwi, S.H.,

Vera Polina Ginting, S.H., Yosef Caroland Sembiring, S.H.;

11. Untuk Marina Simanungkalit terima kasih buat semangat, waktu dan doa dalam

penyelesaian skripsi ini;

12. ABBAS: Alfa, Alvin, Aldi, Anjas, Kristo, Darwin, Dolly, Firman, Gani, Ivan,

Jonathan, Oren, Rico, Sahat, Timbul, Yoshua, Yudistira;

13. Calon SH: Moza, Jody, Bima, Iam, Naim, Andey, Arif, Erick, Imam, Alan;

14. Teman-teman fakultas hukum angkatan 2014 dan Hima Perdata 2014, serta

anggota KKN Buyut Baru: Astri, Aziz, Bulan, Othi, Tata, Dini atas 40 hari

bersamanya;

15. Untuk segenap pembaca, terimakasih atas waktunya untuk membaca karya

ilmiah penulis;

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah membantu dalam

penyelesaian karya ilmiah ini, terimakasih.

Karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis dalam

mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, 25 Oktober 2018

Penulis,

Joshua Purba

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 10

C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 10

D. Kegunaan Penelitian .................................................................................. 11

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Pengaturan HukumTransaksi Elektronik .......................... 13

B. Pengertian dan Dasar Hukum E-Commerce .............................................. 15

C. Model-Model E-Commerce ....................................................................... 18

D. Hak dan Kewajiban dari Penjual dan Pembeli Dalam Transaksi

Elektronik .................................................................................................. 23

E. Penyelesaian Sengketa .............................................................................. 29

F. Online Dispute Resolution ........................................................................ 32

G. Kerangka Pikir…………………………………………………………....38

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Tipe Penelitian ........................................................................... 41

B. Pendekatan Masalah, Data dan Sumber Data ............................................ 42

C. Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 43

D. Metode Pengolahan Data .......................................................................... 44

E. Analisis Data ............................................................................................. 45

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor Penyebab Sengketa Dalam Transaksi Elektronik .............. 46

B. Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Online Dispute Resolution .......... 52

1. Tokopedia ............................................................................................... 54

2. Shopee .................................................................................................... 58

3. Bukalapak ............................................................................................... 63

4. Lazada .................................................................................................... 65

C. Kekuatan Hukum Sebuah Putusan Yang Dihasilkan Melalui Online

Dispute Resolution. ................................................................................... 69

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 74

B. Saran .......................................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Screenshot Pusat Resolusi Tokopedia dan penyelesaian Qlapa.com….... 9

2. Screenshot panduan Pusat Resolusi untuk pembeli …………………... 55

3. Screenshot proses penyelesaian masalah Shopee …………………….. 59

4. Screenshot form pengembalian Lazada ………………………………. 66

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdagangan dewasa ini sangat pesat kemajuannya, perkembangan tersebut tidak

hanya pada apa yang diperdagangkan tetapi juga pada tata cara dari perdagangan

itu sendiri. Pada awalnya perdagangan dilakukan secara barter antara dua belah

pihak yang langsung bertemu dan bertatap muka yang kemudian melakukan suatu

kesepakatan mengenai apa yang akan dipertukarkan tanpa ada suatu perjanjian.

Setelah ditemukannya alat pembayaran, lambat laun barter berubah menjadi

kegiatan jual-beli sehingga menimbulkan perkembangan tata cara perdagangan.1

Pengaruh arus globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan

teknologi komunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak arus transaksi

barang, baik dalam negeri sendiri maupun yang masuk dari luar negeri2.

Teknologi informasi berperan sebagai sarana transaksi dua elemen bisnis online,

yaitu dalam memberikan fasilitas media berupa internet. Web yang disediakan

sebagai tempat konsumen memilih barang-barang yang diinginkan.

1Reston Tamba, Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Jual Beli Melaui Internet

(Electronic Comerce) Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, Surabaya: Fakultas

Hukum Universitas Wijaya Putra, 2012, hlm. 2. 2Istiqomah, Informasi Produk Perdagangan Oleh Pelaku Usaha Ditinjau Dari Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Dan Maslahah Mursalah, Malang: Fakultas

Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2016, hlm. 1.

2

Hal-hal tersebut merupakan teknologi yang berperan dan berpengaruh dalam

perkembangan bisnis online. Kemudahan-kemudahan dan fasilitas yang

disediakan akibat peranan dan pengaruh teknologi informasi ini membuat bisnis

online lebih disukai karena lebih efisien, hemat dan lebih cepat yang dirasakan

baik oleh produsen dan konsumen.3 Melalui media elektronik masyarakat

memasuki dunia maya yang bersifat abstrak, universal, lepas dari keadaan, tempat

dan waktu. Hal itu tidak lepas juga suatu sarana komunikasi yang dapat

menghubungkan seseorang kepada yang lain dengan jarak yang jauh, yaitu

internet.

Internet telah membentuk masyarakat dengan kebudayaan baru, saat ini hubungan

masyarakat dalam dimensi global tidak lagi dibatasi oleh batas-batas teritorial

negara (borderless). Hadirnya internet dengan segala fasilitas dan program yang

menyertainya, seperti: e-mail, chatting video, video teleconference, dan situs

website (www), telah memungkinkan dilakukannya komunikasi global tanpa

mengenal batas.4

Kebiasaan yang sebelumnya dilakukan secara langsung dengan tatap muka

sekarang sudah berubah dengan menggunakan internet menjadi transaksi tanpa

tatap muka atau jarak jauh yaitu transaksi elektronik yang dilakukan

menggunakan media elektronik dan jaringan internet sehingga dalam keadaan

online.

3Setyaningsih Sri Utami, Pengaruh Teknologi Informasi Dalam Perkembangan Bisnis,

Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi, Vol. 8 No. 1, April, Surakarta: Fakultas

Ekonomi Universitas Slamet Riyadi, 2010, hlm. 62. 4Efa Laela Fakhriah, Bukti Elektronik Dalam Pembuktian Perdata, Bandung: PT Alumni,

2011, hlm. 4-5.

3

Internet sebagai suatu media informasi dan komunikasi elektronik telah banyak

dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, antara lain untuk menjelajah (browsing,

surfing), mencari data dan berita, saling mengirim pesan melalui e-mail, dan

perdagangan. Dengan perkembangan teknologi dalam bidang perdagangan yang

memanfaatkan media internet melalui sistem elektronik ini dikenal dengan istilah

electronic commerce (disingkat e-commerce)5 atau dapat dikatakan juga

perdagangan online. Mengingat pertumbuhan e-commerce yang pesat tersebut,

aturan terkait e-commerce telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7

Tahun 2014 tentang Perdagangan.6

Perkembangan internet yang semakin maju merupakan salah satu faktor

pendorong berkembangnya e-commerce di Indonesia. Perkembangan e-commerce

diatur di dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2008 junto Undang-Undang No. 19

Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (yang selanjutnya

disingkat UU ITE) dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (yang selanjutnya disingkat PP

PSTE). Berbeda dari proses jual-beli yang merupakan salah satu jenis perjanjian

yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya

disingkat KUH Perdata), bahwa e-commerce pada dasarnya merupakan model

transaksi jual beli modern yang mengimplikasikan inovasi.7

5Presley Prayogo, Tanggungjawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Dalam Jual-Beli

Melalui Internet (Kajian Terhadap Pemberlakuan Transaksi Elektronik dan Perlindungan

Hukum), Lex et Societatis, Vol. II/ No.4/ Mei, Manado: Fakultas Hukum Universitas Sam

Ratulangi, 2014, hlm. 79. 6http://www.pajak.go.id/content/e-commerce-di-indonesia-sudah-diatur-dalam-uu-

perdagangan diakses pada pukul 13.53 tanggal 3 April 2018. 7Setia Putra, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual-Beli

Melalui E-Commerce, Jurnal Ilmu Hukum Volume 4, No. 2, Februari-Juli, Riau: Fakultas Hukum

Universitas Riau, 2014, hlm. 290.

4

E-commerce adalah merupakan dampak dari perkembangan teknologi informasi

dan telekomunikasi, dan secara signifikan mengubah cara manusia melakukan

interaksi dengan lingkungannya, yang dalam hal ini terkait dengan mekanisme

dagang.8 Kehadiran e-commerce memberikan kemanjaan yang luar biasa kepada

konsumen, karena konsumen tidak perlu keluar rumah untuk berbelanja di

samping itu pilihan barang/jasa pun beragam dengan harga yang relatif lebih

murah. Konsumen memiliki kebebasan untuk menentukan jenis dan kualitas

barang/jasa sesuai dengan kebutuhannya.9

Obyek e-commerce adalah barang atau jasa yang diperjualbelikan oleh penjual

kepada setiap orang yang membeli barang dan jasa melalui e-commerce. Namun

tidak semua barang atau jasa dapat diperjualbelikan dalam e-commerce. Undang-

Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen (selanjutnya disingkat UUPK) tidak mengatur mengenai syarat-syarat

barang atau jasa yang diperbolehkan untuk diperjualbelikan dalam e-commerce.

UU ITE tidak mengatur mengenai kriteria barang yang boleh diperdagangkan

dalam transaksi e-commerce, namun Pasal 9 UU ITE mewajibkan penjual untuk

menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan produk yang

ditawarkan dan Pasal 28 Ayat (1) melarang penyebaran berita bohong dan

menyesatkan yang mengakibatkan kerugian pembeli dalam transaksi elektronik10

8Bagus Hanindyo Mantri, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi

E-Commerce, Semarang: Tesis Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2007, hlm. 25. 9Angga Riandra Siregar dan Guna Yanti Kemala Sari Siregar Pahu, Pengakuan Transaksi

Elektronik (E-commerce) Dalam Kerangka Hukum Perikatan Dan Kerangka Pembuktian,

Keadilan Progresif Volume 8, Nomor 2, September, Lampung: Universitas Bandar Lampung,

2017, hlm. 11. 10

Aditya Ayu Hakiki, dkk, Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Dalam Sengketa Jual Beli

Online, Justitia Jurnal Hukum, Volume 1, No. 1, April, Surabaya: FH Universitas

Muhammadiyah, 2017, hlm. 123.

5

serta Pasal 65 Ayat (1) dalam Undang-Undang Perdagangan mewajibkan pelaku

usaha untuk menyediakan data/atau informasi secara lengkap dan benar.

Transaksi e-commerce yang terjadi di dalam masyarakat merupakan kegiatan jual

beli yang dilakukan melewati batas-batas wilayah, masyarakat tidak perlu bertemu

secara langsung untuk berbelanja atau membeli suatu barang yang dibutuhkan

akan tetapi tidak jarang juga masyarakat mengalami kerugian dalam berbelanja

dan melakukan transaksi secara online.11

Transaksi secara online memang sangat

mempermudah memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam transaksi semacam itu,

pembeli dan penjual tidak bertemu secara langsung. Berkat kemajuan teknologi,

melakukan segala sesuatu menjadi lebih mudah, termasuk berbelanja. Kini tak

perlu lagi pergi ke toko fisik untuk membeli barang seperti baju atau makanan,

cukup memesan barang secara online, pembeli tinggal membaca persyaratan yang

sudah dibuat lebih dahulu si penjual12

.

Berdasarkan data yang dilansir Masyarakat Telematika Indonesia (2016)

menunjukkan potensi besar. Pengguna internet Indonesia berjumlah sekitar 88,1

juta orang (34% dari populasi), pengguna telepon seluler sekira 308,2 juta

pengguna (121% dari populasi) dan pengguna ponsel cerdas sekitar 63,4 juta

pengguna(24,7% dari populasi)13

.

Belanja online kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup, khususnya bagi

masyarakat Indonesia. Kebiasaan belanja online semakin meningkat setiap

11

Ibid., hlm. 119. 12

Iman Sjahputra, Konsumen Masih Dirugikan dalam Transaksi Elektronik,

http://www.hukumonline.com di akses pada tanggal 14 April 2016 pukul 13.52. 13

Fadhly Fauzi Rahman, Transaksi E-Commerce RP 250 T, Mendag: RI Punya Kekuatan

Perdagangan Digital Global, https://finance.detik.com diakses pada tanggal 23 Mei 2018 pukul

11.15.

6

tahunnya. Banyak faktor yang melatarbelakangi meningkatnya belanja online di

Indonesia, diantaranya adalah penetrasi yang semakin meningkat dan peningkatan

kebutuhan berbelanja itu sendiri. Sebanyak 50 juta orang di Indonesia senang

melakukan belanja online. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Perencanaan

Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro.14

Beberapa tahun terakhir perdagangan online semakin marak terjadi di Indonesia.

Ribuan situs e-commerce (perdagangan elektronik) pun muncul untuk menjawab

kebutuhan masyarakat dalam berbelanja online.15

Bermunculanlah berbagai

perusahaan yang menyediakan tempat berbelanja dengan menggunakan sistem

elektronik dan internet untuk melakukan online, yaitu dalam berbagai bentuk

jenis. Marketplace merupakan jasa penyedia jasa mall online namun yang

berjualan bukan penyedia website, melainkan anggota-anggota yang mendaftar

untuk berjualan di website yaitu penjual sebagai pelaku usaha dan pembeli sebagai

konsumen seperti, Tokopedia, Shopee, Lazada, Bukalapak. Iklan baris yang saat

ini dipindahkan ke dalam suatu forum berbentuk website seperti OLX. Juga

dengan cara ritel online yang dilakukan secara online melalui internet, seperti

Zalora, Berrybenzka. Bahkan online shop yang menggunakan facebook, atau

instagram dan media sosial lainnya sebagai alat pemasarannya. Pelaku usaha

berlomba untuk meraup keuntungan dan pendapatan yang lebih dengan

memanfaatkan teknologi informasi.

14

Dini Listiyani, Wow! 50 Juta Orang Indonesia Senang Belanja Online,

https://techno.okezone.com diakses pada tanggal 18 April 2018 pukul 13.04. 15

Andina Librianty, Ketimbang Sibuk Bersaing, Shopee Utamakan Layanan Konsumen,

http://tekno.liputan6.com diakses pada tanggal 5 Februari 2018 pukul 23.55.

7

Harus diperhitungkan karena tidak dilakukannya transaksi secara langsung dalam

berbelanja online seperti ketika barang yang dibeli oleh pembeli ternyata tidak

sesuai dengan yang diinginkan. Meningkatnya konsumen dan dengan

meningkatnya jumlah transaksi belanja maka resiko sengketa antara penjual dan

pembeli akan semakin tinggi juga, dalam banyak kasus sengketa antar pembeli

dan penjual tersebut dimana komunikasi tidak dapat menyelesaikan permasalahan.

Kekurangan seperti kualitas barang tidak sesuai dengan di website, tidak

mengetahui lokasi dan identitas penjual, rentan terjadi penipuan. Dalam praktik,

telah banyak terjadi kasus yang mengakibatkan kerugian bagi konsumen akibat

tidak terjadinya pertemuan secara langsung antara penjual dan pembeli dalam

sebuah transaksi elektronik. Pada kondisi di atas tersebut, kemungkinan terjadinya

sengketa menjadi sangat tinggi. Penyelesaian sengketa diselenggarakan untuk

mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau

mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak terulangnya lagi kerugian yang

diderita konsumen.16

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat pengaduan dari

konsumen terkait belanja "online" (online shop) merupakan yang paling banyak

diterima selama 2017. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mencatat

sepanjang 2017, lembaga tersebut menerima 642 pengaduan, yang 16 persen di

antaranya atau 101 pengaduan terkait transaksi belanja online.17

16

Ahmad Syafiq, Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Perdagangan Secara

Elektronik (E-Commerce), Semarang: Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro,

2003, hlm. 125. 17

M. Agus Yozami, Rujukan Aturan Perundang-Undangan Bagi Konsumen Yang

Dirugikan Online Shop Pemerintah Sudah Saatnya Mengesahkan Rancangan Peraturan

Pemerintah (RPP) Tentang Perdagangan Elecktronik Yang Menjadi Payung Teknis Untuk

8

Sengketa elektronik yang terjadi secara online di Internet seperti dalam belanja

online, diharapkan mampu diselesaikan secara online juga. Untuk itu, dicari

alternatif penyelesaian sengketa yang diharapkan memudahkan proses

penyelesaian sengketa dengan transaksi online. Salah satunya adalah melalui

alternatif penyelesaian sengketa melalui Online Dispute Resolution (selanjutnya

disingkat ODR).18

ODR muncul dari sebuah ide untuk penyelesaian sengketa

secara online. Ide ini didasarkan atas jumlah sengketa yang meningkat seiring

dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat yang ditandai

dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan secara online. 19

ODR adalah suatu cara penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui media

internet, dalam arti bahwa proses penyelesaiannya dilakukan oleh para pihak yang

berada dalam wilayah lintas batas negara (boderless) tanpa harus bertemu muka

(face to face). Pada dasar nya mekanisme penyelesaian sengketa melalui alternatif

penyelesaian sengketa online adalah mekanisme yang masih baru. ODR sama

seperti penyelesaian sengketa konvensional lainnya, perbedaannya terletak pada

medianya yang menggunakan media Internet (International Network).20

Dalam

hal terjadinya sengketa antara pembeli dan penjual dalam berbelanja online

terdapat kebijakan dari online marketplace itu sendiri dalam membantu

Operasional Belanja Online, www.hukumonline.com diakses pada tanggal 22 Mei 2018 pukul

10.03. 18

Meline Gerarita Sitompul, dkk, Online Dispute Resolution (ODR): Prospek

Penyelesaian Sengketa E-Commerce Di Indonesia, Jurnal Renaissance, Volume 1, No. 02,

Agustus, Palembang: Ilmu Hukum Universitas Sriwijaya, 2016, hlm. 76. 19

Adel Chandra, Penyelesaian Sengketa Transaksi Elektronik Melalui Online Dispute

Resolution (ODR) Kaitan Dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11 Tahun 2008,

Jurnal Ilmu Komputer, Volume 10, Nomor 2, September, Jakarta: Fakultas ilmu Komputer

Universitas Esa unggul, 2014, hlm. 82. 20

Widaningsih, Penyelesaian Sengketa E-Commerce Melalui ODR (Online Dispute

Resolution), Jurnal Panorama Hukum, Vol. 2, No. 2, Desember, Malang: Politeknik Negeri

Malang, 2017, hlm. 246.

9

menyelesaikan permasalahan yang terjadi, beberapa contoh yang penulis temukan

seperti berikut:

Gambar 1.1 Pusat Resolusi Tokopedia.

Gambar 1.2 Penyelesaian Qlapa.com

10

Berkaitan dengan hal di atas maka penyelesaian sengketa dari transaksi elektronik

dapat dilakukan secara online terutama pada e-commerce antara penjual dan

pembeli, maka penulis tertarik melakukan penelitian yang penulis tuangkan dalam

judul “Penyelesaian Sengketa Online Marketplace Antara Penjual dan

Pembeli Melalui Online Dispute Resolution.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan yang dibahas

dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan sengketa antara penjual dan

pembeli dalam transaksi elektronik?

2. Bagaimana proses penyelesaian sengketa online marketplace antara penjual

dan pembeli dalam sebuah transaksi elektronik melalui mekanisme online

dispute resolution?

3. Bagaimana kekuatan hukum sebuah putusan yang dihasilkan melalui online

dispute resolution?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dalam penelitan ini adalah:

1. Menganalisis dan memahami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan

sengketa antara penjual dan pembeli.

2. Menganalisis dan memahami proses penyelesaian sengketa online

marketplace antara penjual dan pembeli dalam sebuah transaksi elektronik

melalui mekanisme online dispute resolution.

11

3. Menganalisis dan memahami kekuatan hukum sebuah putusan yang

dihasilkan melalui online dispute resolution.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam pengetahuan

ilmu pengetahuan hukum, khususnya Hukum Telematika, Hukum Perdagangan,

Hukum Intelektual dan Teknologi Informasi, Hukum Penyelesaian Sengketa dan

Hukum Perlindungan Konsumen dalam kaitannya dengan transaksi elektronik

dalam berbelanja online, serta guna menambah literatur dan bahan-bahan

informasi ilmiah. Diharapkan hasil penulisan ini dapat memberikan kontribusi

akademis mengenai gambaran online dispute resolution (ODR) terhadap sengketa

yang terjadi khusunya penyelesaian sengketa transaksi elektronik.

2. Kegunaan Praktis

a. Mendorong pemerintah untuk mempercepat mengesahkan Rancangan

Peraturan Pemerintah tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem

Elektronik (RPP TPMSE).

b. Menambah pengetahuan masyarakat dalam penyelesaian sengketa online

dalam berbelanja dalam online marketplace sendiri sangat bagus dan

memiliki keunggulan dalam transaksi elektronik.

12

c. Sebagai pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum bagi penulis

khusunya mengenai online dispute resolution (ODR) dalam penyelesaian

sengketa transaksi elektronik.

d. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan bagi pihak-pihak yang

membutuhkan referensi yang dapat digunakan untuk penelitian lanjutan yang

berkaitan.

e. Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana Fakultas Hukum

Unversitas Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Pengaturan HukumTransaksi Elektronik

Dalam Undang-Undang ITE dan PP PSTE transaksi elektronik adalah perbuatan

hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer,

dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi sendiri menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia adalah persetujuan jual beli antara dua pihak. Pihak-pihak

dalam transaksi jual beli elektronik, sama saja dengan transaksi yang terjadi

seperti biasanya, dimana dalam berbelanja ini ada seorang penjual dengan

memberikan informasi yang lengkap dan benar berkaitan barang yang dijualnya

sesuai Pasal 9 Undang-Undang ITE.

Pasal 1457 KUH Perdata menyebutkan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu

kebendaan dan pihak yang satu lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Perjanjian yang dinyatakan sah adalah suatu perjanjian yang memenuhi empat

syarat yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:

1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak;

2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum;

3. Adanya objek tertentu, dan

4. Adanya sebab yang halal.

14

Asas-asas pokok yang berlaku dalam kontrak yaitu:22

1. Asas kebebasan berkontrak

2. Asas konsensualisme

3. Asas pacta sunt servanda

4. Asas iktikad baik

Kontrak elektronik dalam Pasal 47 Ayat (2) PP PSTE adalah:

1. Terdapat kesepakatan para pihak;

2. Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. Terdapat hal tertentu; dan

4. Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan, kesusilaan, dan ketertiban hukum.

Kontrak Elektronik itu sendiri menurut Pasal 48 Ayat (3) PP PSTE setidaknya

memuat:

1. data identitas para pihak;

2. objek dan spesifikasi;

3. persyaratan Transaksi Elektronik;

4. harga dan biaya;

5. prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;

6. ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat

mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat

cacat tersembunyi; dan

22

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak

Komersial, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 108.

15

7. pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik.

Penulis sependapat dengan penjelasan yang diberikan dalam UU ITE, PP PSTE

dan KUH Perdata tentang pengertian jual beli, transaksi elektronik sehingga

terciptanya suatu kontrak elektronik.

B. Pengertian dan Dasar Hukum E-Commerce

Perdagangan adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi barang

dan/atau jasa di dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan

pengalihan hak atas barang dan/atau jasa untuk memperoleh, imbalan atau

kompensasi sesuai dalam Undang-Undang Perdagangan Pasal 1 Ayat (1), pada

Ayat (24) menjelaskan perdagangan melalui sistem elektronik adalah perdagangan

yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur

elektronik.

Industri teknologi informasi melihat kegiatan e-commerce ini sebagai aplikasi dan

penerapan dari elektronik bisnis (e-business) yang berkaitan dengan transaksi

komersial, seperti: transfer dana secara elektronik, SCM (supply chain

management), pemasaran elektronik (e-marketing), atau pemasaran online (online

marketing), pemrosesan transaksi online (online transaction processing),

pertukaran data elektronik; electronic data interchange (EDI) dan lainnya.23

23

Didin Sumasyhari, Perlindungan Konsumen E-Commerce Pada Lazada.Co.Id Tinjauan

Hukum Ekonomi Islam Dan Hukum Positif, Surakarta: Institut Agama Islam Negeri (IAIN), 2016,

hlm. 40.

16

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, e-commerce adalah kegiatan bisnis yang

menyangkut konsumen, manufaktur, service providers, dan pedagang perantara

dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer yaitu internet.

Beberapa unsur dari e-commerce, yaitu:

1. Ada kontrak dagang.

2. Kontrak itu dilaksanakan dengan media elektronik.

3. Kehadiran fisik dari para pihak tidak diperlukan.

4. Kontrak itu terjadi dalam jaringan publik.

5. Sistemnya terbuka, yaitu dengan internet.

6. Kontrak itu terlepas dari batas yuridiksi nasional.24

E-commerce atau Perdagangan elektronik (bahasa Inggris: electronic commerce

atau e-commerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang

dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau

jaringan komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer dana

elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan

sistem pengumpulan data otomatis.25

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1

angka 24 UU Perdagangan, perdagangan melalui sistem elektronik adalah

perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian dan prosedur

elektronik.

24

Kevin Fedrick H. H, Perlindungan Konsumen Berkenan Dengan Ketidaksesuaian

Harga Dalam Promosi Diskon Secara Online, Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar

Lampung, 2017, hlm. 27. 25

Fauyhi Eko Nugroho, Perancangan Sistem Informasi Penjualan Online Studi Kasus

Tokoku, Jurnal Simetris Vol. 7 No 2 November, Tangerang: Universitas Muhammadiyah

Tangerang, 2016, hlm. 718.

17

E-commerce merupakan bidang yang multidisipliner (multidiciplinary) yang

mencakup bidang-bidang teknik seperti jaringan data telekomunikasi,

pengamanan, penyimpanan dan pengambilan data (retrieval) dari multi media,

bidang-bidang bisnis seperti pemasaran (marketing), pembelian dan penjualan

(procurement and purchasing), penagihan dan pembayaran (billing and paymen),

manajemen jaringan distribusi (supply chain management), dan aspek-aspek

hukum seperti information privacy, hak milik intelektual (intelectual property),

perpajakan (taxation), pembuatan perjanjian, dan penyelesaian hukum lainnya.

Jadi secara singkat dapat dideskripsikan, bahwa e-commerce adalah suatu bentuk

bisnis modern melalui sarana internet, karenanya e-commerce dapat dikatakan

sebagai perdagangan di internet.26

Kegiatan e-commerce dilakukan dengan orientasi-orientasi sebagaimana diuraikan

berikut ini:

1. Pembelian secara online (online transaction);

2. Komunikasi secara elektronik (digital commmunication);

3. Penyediaan jasa (service), yang menyediakan informasi tentang kualitas

produk dan informasi instant terkini;

4. Proses bisnis yang merupakan sistem dengan sasaran untuk meningkatkan

otomatisasi proses bisnis;

5. Market of one, yang memungkinkan proses customization produk dan jasa

untuk diadaptasikan pada kebutuhan bisnis.27

26

Apriyanti, Op. Cit., hlm. 36. 27

Efa Laela Fakhriah, Op. Cit., hlm. 67.

18

Penulis sependapat dengan pengertian perdagangan yang diperikan dalam UU

Perdagangan, tetapi lebih baik pengertian e-commerce diberikan pengertian juga

dalam suatu peraturan.

C. Model-model E-Commerce

E-commerce merupakan suatu kebutuhan untuk meningkatkan serta

memenangkan persaingan bisnis dan penjualan produk. Pada proses penggunaan

e-commerce kegiatan jual beli maupun pemasaran lebih efisien dimana

penggunaan e-commerce tersebut akan memperlihatkan adanya kemudahan

bertransaksi, pengurangan biaya dan mempercepat proses transaksi.28

.

Ruang lingkup pada e-commerce meliputi tiga sisi sebagai berikut:

A. Bisnis ke Bisnis (Business to Business)

Merupakan sistem komunikasi bisnis antar pelaku bisnis atau dengan kata lain

secara elektronik antar perusahaan yang dilakukan secara rutin dan dalam

kapasitas atau volume produk yang besar. Aktivitas e-commerce dalam ruang

lingkup ini ditujukan untuk menunjang kegiatan para pelaku bisnis itu sendiri.

B. Bisnis ke Konsumen (Business to Consumer)

Merupakan suatu transaksi bisnis secara elektronik yang dilakukan pelaku usaha

dan pihak konsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat

tertentu contohnya “internet mall”. Konsumen pada lingkup ini adalah konsumen

akhir yang merupakan pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan jasa

yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Permasalahan perlindungan konsumen

28

Shabur Miftah Maulana, dkk, Implementasi E-Commerce Sebagai Media Penjualan

Online (Studi Kasus Pada Toko Pastbrik Kota Malang), Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 29

No. 1 Desember, Malang: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, 2015, hlm. 2.

19

terdapat dalam lingkup ini, karena produk yang diperjualbelikan adalah produk

barang dan jasa baik dalam bentuk berwujud maupun dalam bentuk elektronik

atau digital yang telah siap untuk dikonsumsi. Perkembangan lingkup Bisnis ke

Konsumen ini membawa keuntungan tidak saja pada pelaku usaha namun juga

kepada pihak konsumen.

C. Konsumen ke Konsumen (Consumer to Consumer)

Merupakan transaksi bisnis secara elektronik yang dilakukan antar konsumen

untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu, lingkupnya

bersifat lebih mengkhusus karena transaksi dilakukan oleh pihak yang

memerlukan transaksi. Internet telah dijadikan sebagai sarana tukar menukar

informasi tentang produk baik mengenai harga, kualitas dan pelayanan. Selain itu

customer juga dapat membentuk komunitas pengguna atau penggemar produk

tersebut. 29

Model e-commerce yang ada:

1. Classified Ads/Iklan baris

Salah satu bentuk e-commerce yang tergolong sederhana, bisa dianggap sebagai

evolusi dari iklan baris yang biasanya ditemui di media cetak dipindah ke dalam

dunia online. Penjual yang menggunakan sosial media atau forum untuk beriklan,

dan pembeli harus berkomunikasi secara langsung untuk bertransaksi. Contoh

iklan baris: OLX.co.id (sebelumnya Tokobagus), Berniaga, dan FJB-Kaskus.

29

Didin Sumasyhari, Op., Cit., hlm. 41-43.

20

2. Retail/Ritel

Merupakan jenis e-commerce yang di mana semua proses jual-beli dilakukan

melalui sistem yang sudah diterapkan oleh situs retail (eceran) yang bersangkutan.

Contoh retail: Berrybenzka, dan Zalora.

3. Marketplace/Mall

Merupakan penyedia jasa mall online, namun yang berjualan bukan penyedia

website, melainkan anggota-anggota yang mendaftar untuk berjualan di website

marketplace yang bersangkutan. Marketplace umumnya menyediakan lapisan

keamanan tambahan, seperti sistem pembayaran escrow atau dikenal sebagai

rekening bersama.30

Tokopedia yang memiliki kepanjangan toko ensiklopedia berdiri sejak 17 Agustus

2009 selalu berkomitmen mengembangkan bakat dari sumber daya manusia untuk

mengakselerasi beragam inovasi dalam rangka mewujudkan misi pemerataan

ekonomi secara digital di Indonesia. Visi Tokopedia adalah membangun sebuah

ekosistem dimana siapa pun bisa memulai dan menemukan apa pun. Tokopedia

percaya bahwa marketplace adalah model bisnis paling indah di dunia karena

kesuksesan sebuah marketplace hanya dapat diraih dengan membuat orang lain

menjadi lebih sukses.31

Shopee merupakan perusahaan e-commerce terdepan di Asia Tenggara dan

Taiwan. Shopee merupakan wadah yang secara khusus disesuaikan untuk

kebutuhan pasar Asia Tenggara, yang menyediakan pengalaman belanja online

yang mudah, aman, dan fleksibel untuk para pelanggan melalui sistem

30

Didin Sumasyhari, Op. Cit., hlm. 43-44. 31

https://www.tokopedia.com/ diakses pada tanggal 25 Mei 2018 pukul 11.30.

21

pembayaran dan dukungan sistem logistik yang kuat. Shopee, bagian dari Sea

Company, pertama kali diperkenalkan di Singapura pada 2015, dan telah

memperluas jangkauannya ke Malaysia, Thailand, Taiwan, Indonesia, Vietnam,

dan Filipina. Sea merupakan pemimpin di industri hiburan digital, e-commerce,

dan keuangan digital di Greater Southeast Asia. Misi Sea adalah untuk membuat

kehidupan yang lebih baik bagi para konsumen dan juga usaha kecil melalui

teknologi.32

Bukalapak merupakan salah satu online marketplace terkemuka di Indonesia.

Seperti halnya situs layanan jual-beli menyediakan sarana jual-beli dari konsumen

ke konsumen. Siapa pun dapat membuka toko online di Bukalapak dan melayani

pembeli dari seluruh Indonesia untuk transaksi satuan maupun banyak. Bukalapak

memiliki slogan jual-beli online mudah dan terpercaya karena Bukalapak

memberikan jaminan 100% uang kembali kepada pembeli jika barang tidak

dikirimkan oleh pelapak. Visi Bukalapak: menjadi online marketplace nomor 1 di

Indonesia. Misi Bukalapak: memberdayakan UKM yang ada di seluruh penjuru

Indonesia.

Bukalapak telah membuat aplikasi jual beli online yang menghubungkan jutaan

pembeli dan pelapak di seluruh Indonesia. Bukalapak tidak menjual atau

menyediakan barang/produk, melainkan hanya sebagai perantara. Jika ingin

mengetahui detail barang yang dijual di Bukalapak, kamu dapat menanyakan

langsung ke pelapak melalui fitur kirim pesan. Silakan buka akun pelapak,

kemudian klik tombol tinggalkan pesan.33

32

https://shopee.co.id/ diakses pada tanggal 1 Juni pukul 21.57. 33

https://www.bukalapak.com/ diakses pada tanggal 2 Juni 2018 pada pukul 13.04.

22

Diluncurkan pada tahun 2012, Lazada merupakan destinasi belanja dan berjualan

online nomor satu di Asia Tenggara hadir di Indonesia, Malaysia, Filipina,

Singapura, Thailand dan Vietnam. Sebagai pelopor ekosistem e-commerce di Asia

Tenggara, melalui platform marketplace yang didukung oleh berbagai macam

layanan pemasaran yang unik, layanan data, dan layanan jasa lain, Lazada telah

membantu lebih dari 135.000 penjual lokal dan internasional, serta 3.000 brand

untuk melayani 560 juta konsumen di kawasan Asia Tenggara. Dengan lebih dari

300 juta SKU (stock keeping unit) yang tersedia, Lazada menawarkan variasi

produk dalam berbagai kategori mulai dari barang elektronik hingga barang

keperluan rumah tangga, mainan, fashion, perlengkapan olahraga dan kebutuhan

sehari-hari. Sebagai bentuk komitmen Lazada untuk mengedepankan pengalaman

berbelanja online yang menyenangkan bagi para konsumen, Lazada menghadirkan

berbagai metode pembayaran, termasuk cash-on-delivery (COD), pelayanan

konsumen yang menyeluruh, dan layanan pengembalian barang yang mudah

melalui jasa pengiriman first dan last mile milik Lazada, dan juga dengan lebih

dari 100 mitra logistiknya. Kepemilikan saham mayoritas Lazada group dimiliki

oleh Alibaba Group Holding Limited.34

Lazada adalah pusat belanja online yang menawarkan berbagai macam jenis

produk mulai dari: elektronik; fashion wanita; fashion pria; peralatan rumah

tangga; kesehatan & kecantikan; bayi & mainan anak; olahraga & travel;

groceries (Grosir); otomotif & media. Selain lewat alamat web lazada juga dapat

diakses melalui aplikasi mobile di smartphone seperti android dan IOS.

34

https://pages.lazada.co.id/ diakses pada tanggal 4 Juni 2018 pukul 17.28.

23

Sesuai dengan tagline "Effortless Shopping" yang diartikan "Belanja gak pake

ribet" Lazada Indonesia (lazada.co.id) menawarkan solusi untuk masyarakat

Indonesia agar dapat menikmati berbagai kemudahan dalam berbelanja online

dengan menyediakan website yang mudah digunakan dan sistem pembayaran

online yang lengkap. Lazada menjamin kenyamanan konsumen ketika konsumen

browsing produk yang sedang dicari dan juga menjamin opsi pembayaran yang

aman. Pilihan pembayaran Lazada termasuk kartu kredit, cash on delivery, Bank

transfer, Mobile banking dan bahkan melalui layanan pembayaran online seperti

halnya HelloPay. Dan jika konsumen ingin membawa keranjang belanja

kemanapun, Lazada App ada untuk membantu menelusuri Lazada, membeli

barang-barang dan tetap update dengan promo terbaru. Bahkan, pada aplikasinya

Lazada memiliki promo sendiri yang berbeda dari Lazada versi desktop.35

Dari pemaparan penjelasan tentang ruang lingkup dan model di atas bahwa

memang telah sesuai pengertian yang diberikan sehingga penulis sependapat

dengan penjelasan tersebut.

D. Hak dan Kewajiban Dari Penjual dan Pembeli Dalam Transaksi

Elektronik

Pihak-pihak yang terkait dalam proses transaksi adalah adanya seorang pembeli

dan penjual. Pembeli dalam hal ini disebut konsumen adalah setiap orang atau

badan yang membeli suatu barang tertentu. Dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dijelaskan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang

dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain, maupun makhuk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

35

https://www.lazada.co.id/ diakses pada tanggal 4 Juni 2018 pukul 17.41.

24

Sedangkan penjual dalam hal ini disebut pelaku usaha adalah setiap orang atau

badan usaha yang menjual barang/jasa. Dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dijelaskan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang

perseorangan/badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan

badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum negara Republik Indonesia. Transaksi termasuk dalam perbuatan

hukum yang menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban para pihak yang ada di

dalamnya selama proses transaksi, hak dan kewajiban itu harus dipenuhi oleh

masing masing pihak.

Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menjelaskan perlindungan konsumen adalah segala

upaya menjamin adanya kepasstian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen. Perlindungan konsumen dapat dilakukan melalui berbagai cara, salah

satu di antaranya adalah perlindungan oleh hukum (protection law). Perlindungan

hukum merupakan bentuk perlindungan yang utama karena berdasarkan

pemikiran bahwa hukum sebagai sarana yang dapat mengakomodasi kepentingan

dan hak konsumen secara komprehensif.36

Penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagai usaha bersama mempunyai lima

asas dasar, yang kelima asas tersebut relevan dalam pembangunan nasional,

yaitu:37

1. Asas manfaat,dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat

36

Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen,

Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2007, hlm 29. 37

Didin Sumasysari, Op. Cit. hlm 32.

25

sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara

keseluruhan.

2. Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan

secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku

usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara

adil.

3. Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil

ataupun spiritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk memberikan

jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum, dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan

perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, tujuan perlindungan

konsumen memiliki tujuan:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri;

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya

dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

informasi;

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

berusaha;

26

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan konsumen.

Sedangkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjelaskan

hak-hak konsumen sebagai berikut:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau

jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendirikan konsumen;

g. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya;

h. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada

Pasal 7 adalah:

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan dan pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

27

Pasal 8 UUPK melarang pelaku usaha untuk memperdagangkan barang/jasa yang

tidak sesuai janji yang dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau

promosi penjualan barang dan/atau jasa terbebut. Berdasarkan pasal ini

ketidaksesuaian spesifikasi barang yang diterima oleh pembeli dengan barang

yang tertera dalam iklan atau foto penawaran barang merupakan bentuk

pelanggaran bagi penjual dalam memperdagangkan barang

Sedangkan di dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2012 tentang PSTE

mengatur kewajiban pelaku usaha sebagai berikut:

a. Pelaku Usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik wajib

menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat

kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.

b. Pelaku Usaha wajib memberikan kejelasan informasi tentang penawaran

kontrak atau iklan.

c. Pelaku Usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen untuk

mengembalikan barang yang dikirim apabila tidak sesuai dengan perjanjian

atau terdapat cacat tersembunyi.

d. Pelaku Usaha wajib menyampaikan informasi mengenai barang yang telah

dikirim.

e. Pelaku Usaha tidak dapat membebani konsumen mengenai kewajiban

membayar barang yang dikirim tanpa dasar kontrak.

Berdasarkan substansi pada Pasal 19 Ayat 1 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha, meliputi:

1. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan;

2. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran;

3. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen.

Terjadinya kerugian bagi kreditur (pelaku usaha) karena terjadinya wanprestasi

dapat dihindari dengan menuntut salah satu dari lima kemungkinan, yaitu:

1. Pembatalan (pemutusan) perjanjian;

28

2. Pemenuhan perjanjian;

3. Pembayaran ganti kerugian;

4. Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian;

5. Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian.38

Juga ada beberapa hal yang diinginkan oleh konsumen pada saat hendak membeli

suatu produk, diantaranya:

1. Diperolehnya informasi yang jelas mengenai produk yang akan dibeli;

2. Keyakinan bahwa produk yang dibeli tidak berbahaya baik bagi kesehatan

maupun keamanan jiwanya;

3. Produk yang dibeli cocok sesuai dengan keinginannya, baik dari segi kualitas,

ukuran, harga, dan sebagainya;

4. Konsumen mengetahui cara penggunaanya;

5. Jaminan bahwa produk yang dibelinya dapat berguna dan berfungsi dengan

baik;

6. Jaminan bahwa apabila barang yang dibeli tidak sesuai atau tidak dapat

digunakan maka konsumen memperoleh penggantian baik berupa produk

maupun uang.39

Penulis sependapat dengan penjelasan Undang-Undang dan pustaka berkaitan

dengan hak dan kewajiban pembeli/konsumen dan pelaku usaha/penjual.

38

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 2010, hlm. 125 dalam skripsi Didin Sumasyhari berjudul Perlindungan

Konsumen E-Commerce Pada Lazada.co.id Tinjauan Hukum Ekonomi Islam Dan Hukum Positif,

Surakarta: Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta, 2016, hlm. 36. 39

Sukarmi, Perspektif Cyber Law Kontrak Elektronik Dalam Bayang-Bayang Pelaku

Usaha, Bandung: Pustaka Sutra, 2008, hlm 79.

29

E. Penyelesaian Sengketa

Sebuah konflik, yakni sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan

pada perbedaan kepentingan, tidak akan berkembang menjadi sebuah sengketa

apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau

keprihatinan. Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa

bilamana pihak yang measa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau

keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai

penyebab kerugian maupun kepada pihak lain.40

Sengketa terjadi karena aneka kepentingan yang berbeda dari masing-masing

anggota masyarakat, pertentangan kepentingan itulah yang menimbulkan

perselisihan/persengketaan41

sehingga dibutuhkan penyelesaian. Ada 3 faktor

utama yang mempengaruhi proses penyelesaian sengketa, yaitu:

1. Kepentingan (interest)

2. Hak-hak (rights)

3. Status kekuasaan (power)

Para pihak yang bersengketa menginginkan agar kepentingannya tercapai.42

Penyelesaian sengketa yang kita kenal saat ini terdiri dari penyelesaian secara

nonlitigasi dan penyelesaian secara litigasi. Masing-masing mempunyai

keunggulan dan kekurangannya.43

Litigasi adalah suatu cara menyelesaikan

40

Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm 5. 41

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Masalah Hukum Arbitrase Online, Jakarta:

Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2010, hlm. 3. 42

Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase Proses

Pelembagaan dan Aspek Hukum, Jakarta: Ghalia indonesia, 2004, hlm. 35. 43

Khotibul Umam, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Yogyakarta: Pustaka

Yustisia, 2010, hlm. 7.

30

masalah hukum di dalam pengadilan, sedangkan nonlitigasi adalah suatu cara

meyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan.

Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan sesuai Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999 yaitu Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Penyelesaian sengketa secara non litigasi meliputi bidang yang sangat luas bahkan

mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diselesaikan secara hukum.44

Melalui proses di luar pengadilan menghasilkan kesepakatan yang bersifat “win-

win solution”, dijamin kerahasiaan sengketa para pihak, dihindari kelambatan

yang di akibatkan karena hal prosedural dan administratif, serta menyelesaikan

masalah secara komprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan

baik. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan ini umunya dinamakan dengan45

Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)/Alternatif Dispute Resolution (ADR)

Arbitrase merupakan suatu tindakan hukum dimana ada pihak yang menyerahkan

sengketa atau selisih pendapat antara dua orang (atau lebih) maupun dua

kelompok (atau lebih) kepada seorang atau beberapa ahli yang disepakati bersama

dengan tujuan memperoleh satu keputusan final dan mengikat.46

Arbitrase adalah

cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan

pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.

Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausul arbitrase yang

tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul

44

Dewi Tuti dan B. Rini Heryanti, Pengaturan Dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa

Nonlitigasi Di Bidang Perdagangan, J. Dinamika Sosbud Volume 13, Nomor 1, Juni, Semarang:

Fakultas Hukum, 2011, hlm. 50. 45

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 2013, hlm. 5. 46

H. Priyatna Abdurrrasyid, Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Suatu

Pengantar, PT. Fikahati Aneska dan BANI, 2011, hlm. 61.

31

sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah

timbul sengketa.47

Alternatif penyelesaian sengketa sesungguhnya merupakan penyelesaian sengketa

di luar pengadilan yang dilakukan secara damai. Undang-undang nomor 30 Tahun

1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagai dasar

pelembagaan APS di Indonesia, disamping mengatur secara panjang lebar tentang

arbitrase, memperlihatkan pada kita bahwa sebenarnya undang-undang tersebut

menekankan kepada penyelesaian sengketa alternatif48

yang dilakukan melalui

musyawarah para pihak yang bersengketa melalui prosedur yang disepakati para

pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,

mediasi, konsiliasi dan penilaian ahli. Dengan demikian, sungguh pun Undang-

Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa kelihatannya lebih

menekankan kepada penyelesaian sengketa alternatif melalui kesepakatan para

pihak sendiri, mediasi, penggunaan tenaga ahli atau arbitrase, tetapi sebenarnya

dimaksudkan dengan alternatif penyelesaian sengketa tersebut termasuk semua

jenis penyelesaian sengketa di luar badan pengadilan.49

.

Dari penjelasan di atas tentang penyelesaian sengketa melalui litigasi dan non

litigasi penulis sependapat bahwa penyelesaian melalui jalur non litigasi memiliki

keunggulan karena praktis, menyelesaikan secara kebersamaan dan terjaganya

hubungan baik

47

Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa, Jakarta: Sinar Grafika, 2014, hlm. 314-315. 48

Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 8. 49

Munir Fuady, Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 4-5.

32

F. Online Dispute Resolution

Hukum selalu mengikuti perkembangan masyarakat, dinamika perkembangan

masyarakat membantu menghantarkan reformasi hukum modern (modern legal

reform) yang dalam hal ini segala sesuatunya selalu menggunakan teknologi.

Penggunaan teknologi ini juga merambah hingga pada pola alternatif penyelesaian

sengketa yang dalam hal ini mulai berkembang dengan baik.50

Online Dispute Resolution (ODR) adalah cabang penyelesaian sengketa yang

mana menggunakan fasilitas teknologi untuk memberikan penyelesaian terhadap

sengketa antara para pihak. Yang mana dalam hal ini menggunakan negosiasi,

mediasi atau arbitrase ataupun kombinasi diantara ketiganya. Dalam hal ini ODR

dikategorikan sebagai bagian dari Alternatif Dispute Resolution (ADR). Bahwa

ODR merubah pandangan tradisional dengan penggunaan teknik yang inovatif

dan teknologi online pada prosesnya.51

Dalam Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, mengatur pola-pola penyelesaian

sengketa di luar pengadilan, sesuai dengan perkembangan zaman yang mengalami

modernisasi. Jika dilihat dari praktik perdagangan bisnis sekarang ini, maka pola

pola penyelesaian sengketa di luar pengadilan tersebut dapat dikembangkan

sehingga memberikan peluang adanya alternatif penyelesaian sengketa secara

online.52

50

Gagah Satria Utama, Online Dispute Resolution: A Revolution In Modern Law Practice,

Pro Negotium Justitie Legem, Business Law Review, Volume Three, 2017, hlm. 1. 51

Ibid., hlm. 2. 52

Meline Gerarita Sitompul, dkk, Op. Cit., hlm. 78-79.

33

Diperlukan sebuah metode arbitrase yang dapat menjembatani berbagai

kepentingan hukum dengan sistem yang berbeda, berbiaya murah, efesien dan

efektif. Salah satu terobosannya dengan menggunakan model arbitrase online,

yang dikenal dengan istilah Online Dispute Resolution (ODR), sehingga pihak-

pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan dimana saja dia berada.

Online Dispute Resolution (ODR) biasa juga disebut sebagai Internet Dispute

Resolution (iDR), ataupun juga Electronic Dispute Resolution (eDR), Electronic

ADR (sADR) hingga Online ADR (oADR) adalah satu diantaranya. Namun, masih

banyak yang belum mengerti tentang mekanisme Online Dispute Resolution ini

termasuk orang-orang yang bekerja pada bidang hukum itu sendiri.

Terkait Penyelesaian Sengketa dalam Transaksi Perdagangan Melalui Sistem

Elektronik menyebutkan Pasal 79 Ayat (1) “Dalam hal terjadi sengketa dalam

transaksi perdagangan melalui sistem elektronik, para pihak dapat menyelesaikan

sengketa melalui pengadilan atau melalui mekanisme penyelesaian sengketa

lainnya.”

Pasal 79 Ayat (2) “Penyelesaian sengketa transaksi perdagangan melalui sistem

elektronik sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat diselenggarakan secara

elektronik (Online Dispute Resolution) sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.”

Perbedaan yang sangat mendasar antara ADR dengan ODR adalah jika dalam

ODR penyelesaian sengketa antara para pihak dapat dilakukan tanpa kehadirannya

secara fisik. Pada kenyataannya saat ini dalam beberapa peristiwa penyelesaian

sengketa melalui ODR terus meningkat. Karena ODR akan lebih mematuhi

34

standar minimum tertentu dalam memelihara mutu dan ketidakberpihakannya

(fairness).53

Bentuk ODR pada prinsipnya menggunakan juga proses atau teknik ADR. Proses

atau teknik tersebut adalah:

1. Facilitated negotiation

Facilitated negotiation adalah bentuk yang paling sederhana. Dalam proses ini

suatu ruang siber (online space) disediakan bagi para pihak untuk bernegosiasi

secara langsung.

2. Mediasi online

Mediasi online adalah penyelesaian sengketa melalui mediasi yang dilangsungkan

melalui e-mail atau dengan menggunakan sistem modem di dalam suatu website

yang aman dan dengan saluran IRC54

privat.

Terdapat 3 (tiga) jenis mediasi online, yaitu:55

a. Mediasi yang bersifat fasilitatif di mana mediator berfungsi sebagai fasilitator

dan tidak dapat memberikan opini atau merekomendasikan penyelesaian.

Dalam hal ini, mediator memberikan jalan agar para pihak menemukan

sendiri penyelesaian bagi sengketa yang dihadapinya.

b. Mediasi evaluatif, yakni mediasi melalui mediator yang memberikan

pandangan dari segi hukum, fakta dan bukti. Strategi mediasi ini yaitu

membuat suatu kesepakatan mealui mediator dengan memberikan solusi yang

53

Hutrin Kamil dan M. Ali Mansyur, Kajian Hukum Online Dispute Resolution (ODR) Di

Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, Jurnal Pembaharuan Hukum Vol

I No. 2 Mei-Agustus, Semarang: Fakultas Hukum UNISSULA, 2014, hlm. 112. 54

IRC atau Internet Relay Chat adalah suatu bentuk komunikasi yang memungkinkan

pemakai melakukan percakapakan dalam bentuk bahasa tertulis secara interaktif dengan cara

mengetik di keyboard. Ditujukan untuk komunikasi dalam bentuk individual maupun kelompok

untuk mendukung forum diskusi. 55

Widaningsih, Op. Cit., hlm. 248.

35

dapat diterima kedua belah pihak, dan mencoba membujuk para pihak untuk

menerimanya

c. Pendekatan yang menengahi situasi. Mediator mencoba mencampuri

permasalahan sejauh disetujui para pihak.Mediator hanya masuk jika para

pihak gagal melakukan negoasiasi di antara mereka sendiri, mediator dapat

mencampuri hanya sebatas mengajukan solusi, jika para pihak meminta

kepadanya. Tujuan awal dari prosedur ini yaitu membantu memfasilitasi

komunikasi antara para pihak dengan mediator dan antara para pihak sendiri.

3. Arbitrase online.

Arbitrase online adalah penyelesaian sengketa di mana para pihak hanya

menyerahkan dokumen atau dilangsungkan konferensi video atau dengan chat

rooms, posting boards atau web-based meetings.

4. Case appraisal.

Case appraisal adalah penyelesaian sengketa di mana pihak yang netral

mempertimbangkan suatu sengketa dan persidangan melalui juri atau oleh nasihat

juri.

5. Negotiation support

Negotiation support adalah proses ang diciptakan dengan memanfaatkan media

online. Sistem ini memungkinkan negosiasi oleh kedua pihak untuk membantu

mereka merencanakan dan melaksanakan negosiasi.56

Keuntungan bagi pembeli dan pelaku usaha dalam transaksi e-commerce dalam

penyelesaian sengketa melalui ODR, antara lain: Pertama, penghematan waktu

dan uang. Sesungguhnya hal ini sudah tampak dalam ADR secara tradisional

56

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Op., Cit, 2010, hlm. 78-79.

36

dibandingkan dengan penyelesaian melalui jalur litigasi, namun penyelesaian

sengketa secara online akan lebih hemat dibandingkan dengan alternatif

penyelesaian sengketa offline. Keuntungan ini karena para pihak tidak perlu

membayar biaya yang harus dikeluarkan untuk menghadiri persidangan dan biaya-

biaya yang berkaitan dengan hal itu. Kecepatan ODR adalah salah satu

keuntungan dasarnya. Pihak-pihak dan pihak netral tidak perlu melakukan

perjalanan untuk bertemu, mereka tidak perlu ada di waktu yang sama, jangka

waktu antara penyerahan dapat singkat, penyelesaian dapat berdasarkan dokumen

saja.

Kedua, biasanya biaya layanan penyelesaian sengketa perdata adalah gabungan

dari biaya institusi penyelesaian sengketa, fee dan biaya pihak netral (mediator

atau arbiter), dan biaya para pihak termasuk ongkos hukum. Dalam ODR,

beberapa biaya ini tidak ada atau berkurang signifikan. Bagi konsumen e-

commerce uang menghindari biaya besar dalam penyelesaian sengketa, tentu akan

lebih mudah menerima penyelesaian sengketa secara elektronik, karena mereka

dapat mengerjakannya sendiri dengan fasilitas komputer yang dimiliki.

Ketiga, pihak yang menggunakan akses internet lebih yakin dalam menghadapi

proses yang akan dijalaninya, sebab mereka dapat dengan mudah mengontrol dan

merespon apa yang terjadi dalam proses; Keempat, jika para pihak enggan

melakukan tatap muka, dapat menghindari pertemuan dengan pihak lawannya.

Para pihak dapat menghindarkan diri dari perasaan takut atau intimidasi selama

proses penyelesaian sengketa.57

Adapun metode komunikasi online yang dapat

57

Apriyanti, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce

Di Tinjau Dari Hukum Perikatan, Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014,

hlm. 68-69.

37

digunakan, antara lain : e-mail, instant messaging, chat, threaded discussion,

video/audio stream, teleconfrence, dan video conference.

Terdapat 4 tipe ODR:

1) Online Settlement, sistem otomatis canggih yang mampu menyelesaikan

masalah sengketa finansial.

2) Online Arbitration, penggunaan website sebagai media arbitrase dengan

dukungan dari arbitrator yang berkualifikasi.

3) Online Resolution of Consumer Complaints, menggunakan media e-mail

untuk menyelesaikan masalah komplain dari konsumen.

4) Online Mediation, penggunaan website sebagai tempat mediasi dengan

dukungan dari mediator yang berkualifikasi.

ODR dalam hal ini dilihat dari tipe-tipe penyelesaian sengketa, hanya berkutat

pada penyelesaian commercial law (perdagangan) yang itu harus dapat

diselesaikan secara damai.58

Penulis setuju bahwa memang benar online dispute resolution adalah cabang

penyelesain sengketa alternatif yang dibutuhkan dalam menyelesaian sengketa

maka dibutuhkan dalam sebuah peraturan perundang-undangan.

58

Gagah Satria Utama, Op. Cit., hlm. 4.

38

G. Kerangka Pikir

Keterangan:

Semakin majunya media elektronik dalam perkembangannya serta adanya internet

menjadikan tumbuh pesatnya perkembangan belanja secara online di Indonesia.

Maka bermunculanlah online shop yang menyediakan kebutuhan-kebutuhan

masyarakat, tidak terbatas hanya dalam suatu wilayah tertentu setiap orang yang

Penjual

Penyelesaian

sengketa secara

online

Online

Marketplace

Sengketa

Transaksi

elektronik

Pembeli

Penyelenggara

sistem elektronik

Pengguna

39

berhubungan dengan internet dapat mengakses online shop. Tidak hanya online

shop, bermunculan pula mal/online marketplace yaitu suatu tempat dimana para

penjual dan pembeli akan bertemu sama seperti mal secara fisik tetapi di online

marketplace ini pengguna yaitu penjual dan pembeli menggunakan media

elektronik dan internet.

Berbelanja online menjadi gaya hidup masyarakat, dikarenakan aktivitas

keseharian yang banyak maka berbelanja dengan cara online ini sangat diminati.

Tidak perlu mendatangi penjual sehingga menghemat waktu, pembayaran yang

mudah serta tidak perlu melakukan tatap muka secara langsung dan adanya

penawaran penawaran yang menarik. Tetapi ada juga resiko berbelanja secara

online, seperti ketidaksesuaian barang yang diterima setelah melakukan transaksi.

Hal seperti ini akan menyebabkan sengketa antara penjual dan pembeli. Karena

tidak bertemu secara langsung juga menyebabkan penipuan banyak terjadi.

Diperlukan suatu penyelesaian untuk melindungi konsumen dari kerugian. Dalam

online marketplace memiliki kebijakan yang harus dipatuhi oleh penjual dan

pembeli dalam terjadinya sengketa dimana pembeli dan penjual akan

dipertemukan dengan suatu proses penyelesaian sengketa. Hal ini diusahakan

dengan cara penyelesaian alternatif untuk mendapatkan kesepakatan bersama.

III. METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu maupun

teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian bertujuan untuk

mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten.52

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisa. Selain itu, juga

diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktta hukum tersebut untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul dalam

gejala yang bersangkutan.53

Penelitian hukum adalah kegiatan mengungkapkan kembali konsep hukum, bahan

hukum, fakta hukum, dan sistem hukum yang terlah pernah ada untuk

dikembangkan, atau dipebaiki, atau dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Selain itu, penelitian hukum juga berupaya menggali, mencari dan

menemukan nilai-nilai baru yang bermanfaat bagi kesejahteraan manusia akibat

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.54

52

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012, hlm 1 53

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung:PT Citra Aditya

Bakti, 2004, hlm 32. 54

Ibid., hlm 37.

41

A. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif, yaitu penelitian hukum yang

mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku

dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Norma hukum yang

berlaku itu berupa norma hukum tertulis bentukan lembaga perundang-undangan

(undang-undang dasar), kodifikasi, undang-undang, peraturan pemerintah, dan

seterusnya, dan norma hukum tertulis buatan pihak-pihak yang berkepentingan

(kontrak, dokumen hukum, laporan hukum, catatan hukum, dan rancangan

undang-undang)55

.

Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian library research atau

penelitian kepustakaan. Mengenai penelitian semacam ini lazimnya juga disebut

“legal Research” atau “Legal Research Instruction”. Peristiwa hukum yang

dimaksud yaitu penyelesaian sengketa melalui online dispute resolution.

Tipe penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah deskriptif.

Penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh

gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat

tertentu dan pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau

peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.56

Tipe penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi tentang penyelesaian sengketa melalui

online dispute resolution.

55

Ibid., hlm 52. 56

Ibid., hlm 115.

42

B. Pendekatan Masalah, Data dan Sumber Data

Sesuai dengan tipe penelitian yaitu penelitian deskriptif, maka pendekatan

masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis yuridis, yaitu

mengungkapkan secara komprehensif tidak hanya segi kelemahan, kekurangan,

kecerobohan, dan kerugian, akan tetapi juga keunggulan, kelebihan, keuntungan

atau manfaat, sekaligus menunjukkan solusi paling baik yang perlu dilakukan oleh

pembuat undang-undang atau diambil oleh decision maker57

. Substansi hukum

dalam hal ini substansi penyelesaian sengketa melalui online dispute resolution.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder

adalah data normatif terutama yang bersumber dari perundang-undangan. Data

normatif tersebut umumnya merupakan ketenutan-ketentuan undang-undang yang

menjadi tolak ukur terapan.58

Data sekunder dalam penelitian ini adalah bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang

menyelesaikan masalah melalui online dispute resolution, diantaranya:

a. Bahan Hukum Primer (bahan hukum yang mengikat), yaitu bahan hukum

yang mengikat seperti peraturan perundang-undangan yang berhubungan

dengan penelitian ini antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

57

Ibid., hlm 116. 58

Ibid., hlm 151.

43

4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 junto Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

6) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem

dan Transaksi Elektronik

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan

bahan hukum primer berupa, bahan pustaka, seperti dokumen resmi, buku,

jurnal, skripsi, tesis, dan makalah yang berkaitan dengan online dispute

resolution (ODR)

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang dapat menjelaskan baik

bahan hukum primer mapun bahan hukum sekunder, seperti : Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, website.

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan untuk memecahkan masalah yang

ada sehingga data-data tersebut harus benar-benar dapat dipercaya dan akurat.

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Studi Pustaka

Studi pustaka adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal

dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam

penelitian hukum normatif. Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data

sekunder dengan cara membaca, menelaah dan mengutip peraturan perundang-

44

undangan, buku-buku, dan literatur yang berkaitan dengan online dispute

resolution (ODR)

2. Wawancara

Teknik yang digunakan adalah teknik wawancara secara langsung, yaitu

wawancara yang dilakukan dengan pembeli dalam suatu online marketplace yang

pernah mengalami permasalahan dalam transaksi elektronik dan melakukan

proses online dispute resolution (ODR). Hal ini dilakukan sebagai data pendukung

dalam penelitian ini dan dalam hal ini sebagai pembeli adalah:

a) Emia Sri Kirana Sembayang sebagai Customer Care Tokopedia

b) Gustin Anggriani sebagai konsumen di Bukalapak.

c) Sarah Amanda sebagai konsumen di Bukalapak.

d) Hani Lis sebagai konsumen di Shopee.

e) Ibu Rohaini sebagai konsumen di Shopee.

f) Eva Esterina Purba konsumen di Lazada.

D. Metode Pengolahan Data

Tahap-tahap pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Data (editing)

Pengumpulan data melalui studi pustaka untuk mendapat informasi yang benar

dan jelas sehingga bermanfaat untuk penelitian.

2. Penandaan Data (coding)

Memberi tanda yang menyatakan jenis suatu sumber data yang ditentuan dalam

penelitian

45

3. Penyusunaan/Sistematika Data (constructing/systematizing)

Menyusun data-data yang diperoleh pada masing-masing bahasan secara teratur

berdasarkan masalah sehingga mempermudah pembahasan.

E. Analisis Data

Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif,

yaitu menganalisis data yang berupa bahan-bahan hukum dan bahan-bahan

pustaka. Analisis dilakukan dengan penafsiran terhadap data hasil penelitian.

Hasil analisis disajikan secara sederhana dan sistematis.

Analisis secara kualitatif juga menguraikan data secara bermutu dalam bentuk

kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif sehingga

memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis, kemudian ditarik

kesimpulan sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai jawaban dari

permasalahan yang dibahas59

yang kemudian ditarik kesimpulan-kesimpulan yang

dapat diajukan menjadi saran-saran yang terkait dengan pelaksanaan online

dispute resolution.

59

Ibid., hlm 127.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan yang di dapat

adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang menyebabkan sengketa dalam transaksi online yaitu antara

lain:

a. Kualitas barang yang tidak sesuai

Masalah saat membeli barang secara online adalah tak ada jaminan

kualitas produk. Ulasan yang tertera tak selalu bisa diandalkan, dan

semua info yang dicantumkan belum tentu meyakinkan. Karena bila

berbelanja di suatu toko dalam online marketplace mereka hanya

memberikan info barang berupa foto, pembeli tidak mengetahui

kualitas barang sampai dikirim oleh penjual dalam transaksi dan

sampai pada pembeli dan ternyata kualitas yang dikirimkan tidak

sesuai atau lebih buruk dari yang diinginkan.

b. Informasi yang diberikan sedikit

Ketidakjelasan informasi tentang produk yang ditawarkan dan/atau

tidak ada kepastian karena semuanya itu hanya info singkat yang

diberikan. Informasi barang yang diberikan seringkali juga tidak

75

jelas, diberikan seadanya, tidak ada jaminan kualitas produk semua

info yang dicantumkan belum tentu meyakinkan. Sehingga barang

yang diterima pembeli sering kali tidak sesuai setelah barang sampai

di tangan pembeli.

c. Barang yang tidak sesuai.

Biasanya kesalahan yang terjadi terkait warna yang salah dan ukuran

barang, pembeli tidak dapat mencoba produk sebelum membelinya,

tidak mendapatkan ukuran yang pas pembeli harus mengira-ngira

pas atau tidak dalam memilih ukuran. Juga dalam kerusakan barang

karena kelalaian tidak melakukan pengecekan atau memang tidak

melakukan pengecekan terlebih dahulu pada masing-masing barang

yang akan dikirimkan.

d. Penipuan

Tidak bertemunya pembeli dan penjual secara langsung, serta tidak

dilihatnya langsung barang yang akan dibeli membuat maraknya

penipuan yang membuat ruginya pembeli, atau penipu akan berusaha

mengambil akun pembeli sehingga penipu bisa memakai akun

seorang pembeli untuk kepentingannya.

2. Proses penyelesaian sengketa online marketplace antara penjual dan pembeli

dalam transaksi elektronik melalui online dispute resolution (ODR) adalah

mekanisme penyelesaian sengketa alternatif yang pada prinsipnya sama

dengan penyelesaian sengketa konvensional, tetapi yang membedakan

hanyalah tempat dan media penyelesaian sengketa yang digunakan. Online

marketplace telah menyediakan proses penyelesaian sengketa dalam terms

76

and condition dan mengimbau pengguna dalam menyelesaikam sengketa

yang ada melalui penyelesaian alternatif yang disediakan. Sengketa yang

terjadi secara online dibutuhkan juga penyelesaian sengketa yang cepat secara

online, dimana dalam online marketplace menyediakan proses penyelesaian

untuk para pihak sehingga dapat menyelesaikannya melalui jalur negosiasi,

mediasi bahkan arbitrase.

3. Kekuatan hukum putusan yang dihasilkan melalui online dispute resolution

dalam bentuk suatu perdamaian antara para pihak yang bersengketa mengikat

para pihak karena mereka mengakui perdamaian itu dan sepakat

menyelesaikan permasalahan sehingga berakhirlah permasalahan antara para

pihak.

B. Saran

Berdasarkan penulisan dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai

penyelesaian sengketa online marketplace antara penjual dan pembeli melalui

online dispute resolution maka yang menjadi saran penulis adalah:

1. Pemerintah perlu mengawasi kegiatan e-commerce khususnya dalam model

online marketplace karena kegiatan ini semakin meningkat, sehingga

pemerintah dapat menjamin terjadinya transaksi yang aman dalam sebuah

regulasi atau memperbarui regulasi yang telah ada dalam menjaga/mengatur

para pelaku usaha dalam sistem online marketplace, serta sebaiknya dengan

segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Transaksi

Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Perlunya pendataan yang dilakukan

77

pemerintah terhadap online shop, karena bila terjadi penipuan hal ini mudah

ditangani.

2. Penyelenggara sistem elektronik online marketplace sebaiknya melakukan

pendataan bagi online shop yang memiliki data buruk/persentase dan ulasan

pada toko yang buruk dalam suatu jangka waktu tertentu, untuk mengurangi

online shop dengan pelayanannya yang kurang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku/Literatur

Abdurrasyid, H. Priyatna. 2011. Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

(APS) Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Fikahati Aneska.

Badan Pembinaan Hukum Nasional. 2010. Masalah Hukum Arbitrase Online,

Jakarta: Kementrian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI.

Fakhriah, Efa Laela. 2011. Bukti Elektronik Dalam Pembuktian Perdata.

Bandung: PT Alumni.

Fuady, Munir. 2000. Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis.

Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Hernoko, Agus Yudha. 2010. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam

Kontrak Komersial. Jakarta: Kencana.

Hutagalung, Sophar Maru. 2014. Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif

Penyelesaian Sengket. Jakarta: Sinar Grafika.

Margono, Suyud. 2004. ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase Proses

Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung:PT Citra

Aditya Bakti.

Sasongko, Wahyu. 2007. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan

Konsumen. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2012. Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sukarmi. 2008. Perspektif Cyber Law Kontrak Elektronik Dalam Bayang-Bayang

Pelaku Usaha. Bandung: Pustaka Sutra.

Umam, Khotibul. 2010. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Yogyakarta:

Pustaka Yustisia.

Usman, Rachmadi. 2013. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan.

Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

2. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 junto Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan .

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan

Transaksi Elektronik.

3. Internet

http://www.pajak.go.id

http://www.hukumonline.com

https://techno.okezone.com

http://tekno.liputan6.com

https://www.tokopedia.com/

https://shopee.co.id/

https://www.bukalapak.com/

https://pages.lazada.co.id/

4. Jurnal

Chandra, Adel. 2014. Penyelesaian Sengketa Transaksi Elektronik Melalui Online

Dispute Resolution (ODR) Kaitan Dengan UU Informasi dan Transaksi

Elektronik No. 11 Tahun 2008. Jurnal Ilmu Komputer, Volume 10, Nomor

2, September. Jakarta: Fakultas ilmu Komputer Universitas Esa unggul.

Hakiki, Aditya Ayu dkk. 2017. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Dalam

Sengketa Jual Beli Online, Justitia Jurnal Hukum. Volume 1, No. 1, April.

Surabaya: FH Universitas Muhammadiyah.

Istiqomah. 2016. Informasi Produk Perdagangan Oleh Pelaku Usaha Ditinjau

Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Dan

Maslahah Mursalah. Malang: Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim.

Kamil, Hutrin dan M. Ali Mansyur. 2014. Kajian Hukum Online Dispute

Resolution (ODR) Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30

Tahun 1999. Jurnal Pembaharuan Hukum Vol I No. 2 Mei-Agustus.

Semarang: Fakultas Hukum UNISSULA.

Maulana, Shabur Miftah dkk. 2015. Implementasi E-Commerce Sebagai Media

Penjualan Online (Studi Kasus Pada Toko Pastbrik Kota Malang). Jurnal

Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 29 No. 1 Desember. Malang: Fakultas Ilmu

Administrasi Universitas Brawijaya.

Nugroho, Fauyhi Eko. 2016. Perancangan Sistem Informasi Penjualan Online

Studi Kasus Tokoku. Jurnal Simetris Vol. 7 No 2 November. Tangerang:

Universitas Muhammadiyah Tangerang.

Putra, Setia. 2014. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi

Jual-Beli Melalui E-Commerce. Jurnal Ilmu Hukum Volume 4, No. 2,

Februari-Juli. Riau: Fakultas Hukum Universitas Riau.

Prayogo, Presley. 2014. Tanggungjawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen

Dalam Jual-Beli Melalui Internet (Kajian Terhadap Pemberlakuan

Transaksi Elektronik dan Perlindungan Hukum). Lex et Societatis, Vol. II/

No.4/ Mei. Manado: Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi.

Siregar, Angga Riandra dan Guna Yanti Kemala Sari Siregar Pahu. 2017.

Pengakuan Transaksi Elektronik (E-commerce) Dalam Kerangka Hukum

Perikatan Dan Kerangka Pembuktian. Keadilan Progresif Volume 8,

Nomor 2, September. Lampung: Universitas Bandar Lampung.

Sitompul, Meline Gerarita dkk. 2016. Online Dispute Resolution (ODR): Prospek

Penyelesaian Sengketa E-Commerce Di Indonesia. Jurnal Renaissance,

Volume 1, No. 02, Agustus. Palembang: Ilmu Hukum Universitas

Sriwijaya.

Tuti, Dewi dan B. Rini Heryanti. 2011. Pengaturan Dan Mekanisme Penyelesaian

Sengketa Nonlitigasi Di Bidang Perdagangan. J. Dinamika Sosbud Volume

13, Nomor 1, Juni. Semarang: Fakultas Hukum.

Utama, Gagah Satria. 2017. Online Dispute Resolution: A Revolution In Modern

Law Practice. Pro Negotium Justitie Legem, Business Law Review,

Volume Three. Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Utami, Setyaningsih Sri. 2010 Pengaruh Teknologi Informasi Dalam

Perkembangan Bisnis, Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi.

Vol. 8 No. 1, April. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Slamet

Riyadi.

Widaningsih. 2017. Penyelesaian Sengketa E-Commerce Melalui ODR (Online

Dispute Resolution). Jurnal Panorama Hukum, Vol. 2, No. 2, Desember.

Malang: Politeknik Negeri Malang.

5. Skripsi dan Tesis

Apriyanti, 2014. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi E-

Commerce Di Tinjau Dari Hukum Perikatan. Jakarta: Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah.

H, Kevin Fedrick H. 2017. Perlindungan Konsumen Berkenan Dengan

Ketidaksesuaian Harga Dalam Promosi Diskon Secara Online. Fakultas

Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Sumasyhari, Didin. 2016. Perlindungan Konsumen E-Commerce Pada

Lazada.Co.Id Tinjauan Hukum Ekonomi Islam Dan Hukum Positif.

Surakarta: Institut Agama Islam Negeri (IAIN).

Tamba, Reston. 2012. Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Jual Beli Melaui

Internet (Electronic Comerce) Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008. Surabaya: Skripsi Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra.

Mantri, Bagus Hanindyo. 2007. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen

Dalam Transaksi E-Commerce. Semarang: Tesis Fakultas Hukum

Universitas Diponegoro.

Syafiq, Ahmad. 2003. Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Perdagangan

Secara Elektronik (E-Commerce). Semarang: Program Magister Ilmu

Hukum Universitas Diponegoro.