PENYEBAB PENYAKIT KANKER DAN LAYUbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/ikatan2018a.pdf ·...
Transcript of PENYEBAB PENYAKIT KANKER DAN LAYUbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/ikatan2018a.pdf ·...
-
Penanggung Jawab
Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Banten
Dewan Redaksi
Resmayeti Purba
ST. Rukmini
Mayunar
Redaksi Pelaksana
Ulima Darmania Amanda
Hijriah Mutmainah
Asep Wahyu
Desain Sampul
Ahmad Muhtami Alfarizi
Alamat Redaksi
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jl. Ciptayasa KM 01 Ciruas, Serang, Banten 42182
Telp. (0254) 281055, Fax. (0254) 282507
Email: [email protected]
PENYEBAB PENYAKIT KANKER DAN LAYU
PADA TANAMAN TOMAT
Sri Kurniawati .................................................... 1
STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN
PRODUKSI PADI DI PROVINSI BANTEN
MELALUI PENDEKATAN SISTEM DINAMIK
Tian Mulyaqin, Dewi Haryani dan Eko Sri Mulyani
............................................................................. 9
KERAGAAN HASIL VARIETAS JAGUNG
KOMPOSIT BISMA DAN LAMURU PADA
LAHAN KERING DI KABUPATEN SERANG,
PROVINSI BANTEN
Hijriah Mutmainah ............................................ 20
PENINGKATAN PENGETAHUAN SISWA
MAGANG MELALUI PEMBELAJARAN
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PADI
Dewi Widiyastuti ................................................ 25
STRATEGI PEMILIHAN MATERI, MEDIA,
DAN METODE PENYULUHAN
BERDASARKAN POSISI SITUASI PERILAKU
PETANI
Ahmad Fauzan dan Yusarman ........................... 33
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRODUKSI PADI SAWAH DI KABUPATEN
LEBAK – PROVINSI BANTEN
Viktor Siagian dan Muchamad Yusron .............. 43
KERAGAAN HASIL JAGUNG DAN KEDELAI
DENGAN SISTEM TUMPANGSARI DI
KABUPATEN PANDEGLANG BANTEN
Resmayeti Purba ................................................ 53
BULETIN IKATAN (INFORMASI PENGKAJIAN DAN DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN)
ISSN: 9772088-8929
VOLUME 8, NOMOR 1, TAHUN 2018
DAFTAR ISI
Buletin IKATAN (Informasi Pengkajian dan Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian) menerima
naskah hasil pengkajian dan diseminasi inovasi teknologi dari phak lain yang memenuhi kriteria
sebagaimana tercantum dalam pedoman bagi penulis di halaman sampul majalah ini.
mailto:[email protected]
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 1
PATOGEN TERBAWA BENIH Clavibacter michiganensis subsp.
michiganensis PENYEBAB PENYAKIT KANKER
DAN LAYU PADA TANAMAN TOMAT
Sri Kurniawati
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Jln. Raya Ciptayasa KM 01, Ciruas Serang-Banten
Telp. 0254 281055; email: [email protected]
ABSTRAK
Clavibacter michiganensis subsp michiganensis (Cmm) penyebab penyakit
kanker dan layu pada tomat dapat mengakibatkan kehilangan hasil 20-70%.
Gejala penyakit berupa bercak kemudian muncul retakan berwarna putih dan ooze
bakteri keluar membentuk kanker pada daun, batang dan buah tomat, layu pada
daun dan tajuk tanaman. Penyebaran Cmm di Indonesia terdapat pada sentra
produksi tomat di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat dan
Sumatera Utara. Bakteri ini merupakan patogen yang terdeteksi terbawa benih.
Oleh karena itu, perlu produksi benih yang sehat melalui budidaya yang baik dan
benar dan mencegah penyebarannya melalui benih dengan penerapan aturan
karantina yang ketat. Upaya pencegahan dan pengendalian lainnya adalah dengan
penerapan budidaya tanaman tomat yang baik, pengendalian gulma juga
telah dikembangkan berupa mikroba maupun senyawa biotik dari tanaman
aromatik dan bahan lainnya.
Kata Kunci: benih, Cmm, penyakit kanker, penyakit layu
PENDAHULUAN
Clavibacter michiganensis subsp michiganensis (Cmm) merupakan bakteri
patogen dari kelompok aktinomiset yang menyebabkan penyakit layu dan kanker
pada tomat. Kehilangan hasil yang ditimbulkan dari penyakit ini di Perancis
mencapai 20-30%, sedangkan di Amerika Serikat mencapai 70% (Elphinstone dan
O’Neill, 2010). Cmm pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun
1910 dan pertengahan tahun 1950-an menyebar di berbagai negara melalui benih
dan bibit yang terinfeksi. Di Inggris keberadaan penyakit ini dilaporkan sejak
tahun 1957 (ElphinstonedanO’Neill, 2010).
Sampai tahun 2002 Indonesia bebas dari Cmm, namun saat ini keberadaan
Cmm telah menyebar di berbagai sentra produksi tomat di Indonesia seperti
daerah Pejawanan dan Banjarnegara (Jawa Tengah), Pujon dan Malang (Jawa
Timur), Baso, Banuhampu, Agam (Sumatera Barat), Peceran dan Berastagi
(Sumatera Utara), Cipanas, Pacet, Cianjur (Jawa Barat) dengan berbagai macam
mailto:[email protected]
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 2
A B
C D
tingkat kejadian penyakit mulai dari yang tinggi sampai rendah. Adapun kultivar
tomat yang terserang penyakit ini adalah Marta, Permata, Montera, dan Cosmonot
(Zainal et al., 2008).
Gejala Penyakit dan Sumber Inokulum
Gejala penyakit yang disebabkan oleh Cmm (Gambar 1) berupa bercak pada
daun dan batang, buah berwarna putih dan coklat, selanjutnya timbul retakan dan
ooze bakteri keluar membentuk kanker. Gejala pada buah tomat dikenal dengan
gejala “birds eye”. Gejala lainnya berupa layu pada daun dan tajuk, diawali
dengan layunya daun pada posisi terbawah dari tanaman, kemudian daun menjadi
berwarna coklat dan mengering namun tangkai daun tetap segar dan daun tidak
gugur. Gejala penyakit yang berat menimbulkan kematian pada tanaman tomat
(Jones et al., 1993 dan Agrios, 2005).
Gambar 1. Gejala serangan Cmm pada tanaman tomat: gejala birds eye pada buah tomat (A),
gejala pada daun (B), gejala pada batang (C), dan gejala layu pada tanaman (D)
Sumber : (Elphinstone dan O’Neill, 2010)
Sumber inokulum Cmm berasal dari permukaan benih tomat yang terinfeksi
dan kemudian menyebar ke bagian kotiledon atau daun. Selain itu, sumber
inokulum dapat berasal dari sisa tanaman. Penyebaran patogen dapat melalui air
irigasi dan alat pertanian. Bakteri ini menginfeksi tanaman inang melalui luka dan
lubang alami seperti stomata, kemudian menginvasi jaringan xylem. Pembuluh
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 3
xylem yang terinfeksi mengandung deposit granular kental, tyloses dan massa
bakteri yang menghasilkan glycopeptide yang bersifat racun.
Deteksi Cmm pada Benih
Deteksi Cmm sangat diperlukan untuk mengetahui keberadaan dan potensi
penyebaran penyakit sehingga dapat digunakan untuk tindakan pengendalian.
Metode konvensional dan molekuler telah dilakukan untuk mendeteksi Cmm.
Anwar et al. (2004) telah melakukan evaluasi terhadap 22 lot benih tomat
komersial yang tersebar di Indonesia dan terdapat 6 lot benih yang diduga
membawa Cmm, evaluasi melalui metode Isolasi, uji patogenesitas terhadap bibit
tomat, uji IF, ELISA dan PCR. Cmm pada biji tomat dapat dideteksi dengan
metode PCR, yaitu menggunakan sepasang primer spesifik CMM5 (5’ –GCG
AAT AAG CCC ATA TCA A-3’)danCMM6(5’–CGT CAG GAG GTC GCC
TAA TA-3’).Program PCR yang digunakan yaitu denaturasi awal 95oC selama 3
menit, 30 siklus amplifikasi pada 94oC selama 30 detik, 55
oC selama 30 detik dan
70 o
C selama 1 menit. Hasil penelitian dengan metode BIO-PCR ini dapat
meningkatkan sensifitas deteksi pada 4x102 cfu
.ml
-1 (Burokiene, 2006).
Metode lainnya untuk deteksi Cmm adalah analisis urutan gen gyrB dan
MALDI–TOF MS (Matrix –Assisted Lase Desorption Ionization-time of Flight
Mass Spectrometry). Hasil dari kedua metode dapat membantu untuk
membedakan setiap subspesies Clavibacter (Zaluga et al., 2011). Selain itu,
metode TaqMan Probe (penanda) PCR merupakan dasar hibridisasi penanda
oligonukleotida fluoresen dengan daerah target spesifik yang diamplifikasi primer
dan probe yang didesain dengan menggunakan Primer Express 2.0 software yang
merupakan dasar urutan gen ITS konservatif dengan panjang 270 bp. Primer
tersebut adalah ITSYG-1: 5’ –CGCGTCAGGCGTCTGTT-3’ dan ITSYG-2:
5’AGTGGACGCGAGCATC-3’. Penanda yait 5’-TGGCGGTGGCGCTCATGG-
3’ dengan ujung 5’ dilabel dengan 6-carboxyfluorescein (FAM) dan ujung 3’
dilabel dengan tetramethycarboxyrhodamine (TAMRA). Penggunaan probe ini
dapat membedakan Cmm dari sub spesis lain dari Clavibacter michiganensis
(Zhao et al., 2007).
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 4
Pengendalian Penyakit
Secara umum prinsip pengendalian penyakit pada tanaman meliputi: (1)
Eksklusi yaitu mencegah suatu patogen masuk dan tersebar dari suatu tempat yang
endemik terhadap suatu penyakit, (2) Avoidance, menghindarkan tanaman dari
infeksi pathogen, (3) Eradikasi, yaitu memusnahkan sumber patogen (inokulum)
yang akan menjadi sumber penularan dan penyebaran penyakit dari dan ke suatu
daerah/wilayah/negara yang ada patogen tersebut, dan (4) Proteksi, dengan
melindungi tanaman agar tidak terjadi kontak dengan inokulum patogen, atau
setidaknya mencegah agar patogen tidak bisa berkembang pada jaringan tanaman
diantaranya adalah dengan menginduksi ketahanan tanaman dari infeksi patogen.
Pengendalian patogen terbawa benih lebih pada strategi eksklusi dengan
legislasi, yaitu penerapan aturan karantina di berbagai negara termasuk Indonesia.
Peraturan ini merupakan strategi yang efektif untuk mencegah masuknya patogen
melalui benih maupun bahan perbanyakan lainnya ke suatu wilayah, baik antar
negara maupun antar wilayah dalam satu negara. Selain itu, sertifikasi benih
dengan menerapkan persyaratan kesehatan benih yang bebas patogen akan
mengurangi penyebaran patogen melalui benih sumber maupun benih konsumsi.
Untuk memenuhi persyaratan benih yang bebas patogen, tentunya harus
didukung dengan produksi benih yang sehat diantaranya dengan memilih daerah
produksi yang bebas dari patogen dan jauh dari daerah endemis Cmm. Produksi
benih pada suatu area yang terisolir dengan kondisi iklim yang baik untuk
pertumbuhan tanaman tetapi tidak mendukung terhadap perkembangan penyakit.
Penyakit kanker dan layu yang disebabkan Cmm akan berkembang dengan baik
pada daerah yang panas dengan kisaran suhu 26 – 28oC (Hayward dan Waterson,
1964 dalam Anwar et al., 2004). Produksi benih di rumah kaca sangat
memungkinkan untuk mengeliminasi patogen, karena kondisi lingkungan mikro
dapat diatur seperti suhu, kelembaban, air irigasi, aksessibilitas peralatan maupun
pekerja lapangan.
Produksi benih sehat harus ditunjang dengan teknik budidaya yang baik,
dimulai dari sanitasi lahan untuk menghilangkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi
maupun gulma yang tumbuh di sekitar lahan yang merupakan inang alternatif dari
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 5
Cmm. Selanjutnya dengan pengolahan dan penerapan solarisasi lahan dapat
mengurangi sumber inokulum dalam tanah.
Penggunaan benih sumber sebaiknya telah memiliki sertifikat bebas dari
patogen. Perlakuan benih dengan menggunakan bahan kimia pestisida yang
mengandung tembaga sulfat atau pestisida nabati dari berbagai macam ekstrak
tumbuhan yang mengandung anti mikroba dapat digunakan untuk mengurangi
infeksi dari patogen. Selain itu, penggunaan agen biokontrol untuk perlakuan
benih cukup efektif dalam mengendalikan Cmm.
Komponen budidaya lain seperti pemupukan berimbang, pengaturan jarak
tanam, pengendalian hama dan gulma, proses pemanenan dan penanganan pasca
panen yang tepat dapat mengurangi intensitas penyakit Cmm di lapangan.
Pengendalian lainnya adalah menginduksi ketahanan tanaman dengan berbagai
macam inducer berupa mikroba ataupun bahan kimia telah dilaporkan efektif
mengendalikan Cmm. Berikut ini diuraikan beberapa contoh penelitian terkait
dengan pengendalian Cmm yang telah dilakukan.
1. Penggunaan minyak esensial oregano, thyme dan dictamnus dapat
menghambat bakteri Cmm pada konsentrasi 100, 85 dan 100 µg/ml,
sedangkan marjoram dan pennyroyal dapat menghambat 80% pertumbuhan
pada konsentrasi 1000 µg/ml (Daferera et al., 2002).
2. Penggunaan asam sitrat dan air limbah pabrik minyak zaitun dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Cmm pada konsentrasi 0,1 mol l-1
(Ozdemir, 2009).
3. Penggunaan tanaman aromatik di Maroko Selatan juga digunakan dalam
mengendalikan Cmm. Tanaman dari genus Rubus, Anvillea dan Pistacia
sangat efektif dengan nilai MIC (Microbe Inhibitor Concentration) yang
rendah yaitu 3.125 mg ml-1
. Tanaman lain seperti Lavandula coronopifolia,
Lavandula stoechas, Rosa canina, Cistus monspliensis, dan Cistus crispus,
memiliki MIC sama dengan 6,25 mg ml-1
. Selain menghambat Cmm juga
dapat memacu pertumbuhan kecambah. Persentase perkecambahan benih yang
diperlakukan dengan tiga ekstrak tanaman lebih efisien secara signifikan dari
benih yang tidak diberi perlakuan. Perlakuan benih dengan ekstrak L.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 6
coronopifolia memberikan tingkat perkecambahan 98%, sedangkan Cistus
monspeliensis dan Rubus ulmifolius berkisar 84-88% (Talibi et al., 2011).
4. Perlakuan benih dengan asam nitrit, ekstrak kompos dan strain bakteri
Bacillus spp. efektif mengurangi kejadian penyakit Cmm (Kasselaki et al.,
2011).
5. Senyawa benzothiadiazole derivatif, benzo (1,2,3) thiadiazole-7-carbothioic
asam-S-metil ester (acibenzolar-S-metil, ASM atau BTH), telah
dikembangkan sebagai aktivator SAR. Induksi resistensi pada biji tomat
melalui ASM memperlihatkan adanya penurunan tingkat keparahan penyakit
(Soylu et al., 2003).
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian penyakit Cmm di
lapangan adalah waktu pengendalian yang tepat untuk menghasilkan pengendalian
yang efektif dan efisien. Waktu yang tepat untuk pengendalian adalah saat awal
pembungaan (Mora, 2001).
PENUTUP
Bakteri Clavibacter michiganensis subsp michiganensis merupakan
patogen penyebab penyakit kanker dan layu pada tanaman tomat telah terdeteksi
di Indonesia sejak 2002. Patogen ini diketahui terbawa benih sehingga upaya
pengendalian lebih diutamakan pada penerapan aturan distribusi oleh Karantina,
sehingga penyebarluasan penyakit dapat dicegah. Benih yang dihasilkan harus
berasal dari tanaman sehat dan perlakuan benih sebagai upaya meminimalisir
perkembangan penyakit di lapangan. Selanjutnya penerapan pengendalian hama
terpadu (PHT) penting dilakukan untuk menghasilkan produksi yang tinggi,
usahatani yang menguntungkan dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. New York: Academic Press.
Anwar A, Ilyas S, Sudarsono. 2004. Deteksi bakteri Clavibacter michiganensis
subsp. michiganensis pada benih tomat komersial yang beredar di Indonesia.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 10(2):74-86.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 7
Burokiene D. 2006. Early Detection of Clavibacter michiganensis subsp.
michiganensis in Tomato Seedlings. Agronomy Research 4:151-154.
Daferera DJ, Ziogas BN, Polissiou. 2002. The Effectiveness of Plant Essential
Oils on The Growth of Botrytis cinerea, Fusarium sp. and Clavibacter
michiganensis subsp. michiganensis. Crop Protection 22:39-44.
ElphinstoneJ,O’NeillT.2010.Bacterialwiltandcankeroftomato(Clavibacter
michiganensis subsp. michiganensis. Food and Environment Research
Agency (Fera).
Jones JB, Jones JP, Stall RE, Zitter TA. 1993. Compedium of Tomato Diseases.
APS Press.St Paul, Minnesota.
Kasselaki AM, Goumas D, Tamm L, Fuchs J, Cooper J, Leifert C. 2011. Effect
of alternative strategies for the disinfection of tomato seed infected with
bacterial canker (Clavibacter michiganensis subsp. michiganensis). NJAS -
Wageningen Journal of Life Sciences, 58 (3-4), pp. 145-157.
MoraCMM,HausbeckMK,Fulbright.2001.Bird’sEyeLesionsofTomatoFruit
Produced by Aerosol and Direct Application of Clavibacter michiganensis
subsp. michiganensis. Plant Disease 85(1):88-91.
Ozdemir Z. 2009. Growth Inhibition of Clavibacter michiganensis subsp.
michiganensis and Pseudomonas syringae pv. Tomato by Olive Mill
Wastewaters and Citric Acid. Journal of Plant Pathology 91(1):221-224.
Soylu S, Baysal O, Soylu M. 2003. Induction of Disease Resistance by The Plant
Activator, Acibenzolar-Smethyl (ASM), Against Bacterial Cancer
(Clavibacter michiganensis subsp. michiganensis) in Tomato Seedlings.
Plant Science 165:1069-1075.
Talibi I, Amkraz N, Askarne L, Msanda F, Saadi B, Boudyach EH, Ait Ben
Aoumar A. 2011. Antibacterial activity of moroccan plants extracts against
Clavibacter michiganensis subsp. michiganensis, the causal agent of
tomatoes’ bacterial cancer. Journal of Medicinal Plant Research
5(17):4332-4338.
Zainal A, Anwar A, Khairul U, Sudarsono. 2008. Distribution of Clavibacter
michiganensis subsp. michiganensis in Various Tomato Production Centers
in Sumatra and Java. Microbiology 2(2):63-68.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 8
Zaluga J, Heylen K, Van Hoorde K, Hoste B, Van Vaerenbergh J, Maes M, De
Vos P. 2011. GyrB Sequence analysis and MALDI-TOF MS as
Identification Tools for Plant Pathogenic Clavibacter. Systematic and
Applied Microbiology 34:400-407.
Zhao WJ, Chen HY, Zhu SF, Xia MX, Tan TW. 2007. One Step Detection of
Clavibacter michiganensis subsp. michiganensis in Symptomless Tomato
Seeds using a Taqman Probe. Journal of Plant Pathology 89(3):349-351.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 9
STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI
DI PROVINSI BANTEN MELALUI PENDEKATAN SISTEM
DINAMIK
Tian Mulyaqin, Dewi Haryani, dan Eko Sri Mulyani
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Jln. Raya Ciptayasa KM 01, Ciruas Serang-Banten
Telp. 0254 281055; email: [email protected]
ABSTRAK
Sistem penyediaan beras bersifat kompleks karena melibatkan berbagai sektor dan
mencakup berbagai aspek. Untuk memecahkan permasalahan yang kompleks
diperlukan pendekatan yang lebih konprehensif dan holistik. Kajian ini bertujuan
menganalisis sistem penyediaan beras untuk pencapaian surplus produksi beras
0,2 juta ton tahun2014diProvinsiBanten. Kajian menggunakan data sekunder
serta data pendukung lainnya melalui desk study dan focus group discussion
(FGD). Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan
kuantitatif dengan sistem dinamik. Hasil kajian menunjukkan model sistem
penyediaan dan konsumsi beras untuk pencapaian surplus produksi beras 0,2 juta
ton tahun 2014 di Provinsi Banten yang paling sesuai adalah dengan
menggabungkan berbagai kebijakan dalam mendukung tersedianya cadangan
beras dengan meningkatkan produktivitas padi melalui peningkatan adopsi
teknologi, menurunkan tingkat kehilangan hasil melalui mekanisasi pertanian dan
penurunan tingkat konsumsi beras melalui program diversifikasi pangan secara
masive.
Kata Kunci: beras, produksi, konsumsi, model, surplus
PENDAHULUAN
Banten merupakan salah satu lumbung padi nasional. BPS (2013) mencatat
produksi padi Banten mencapai 1,86 juta ton atau 2,7 persen dari produksi
nasional. Persentase kontribusi terbesar secara berurutan berasal dari Kabupaten
Pandeglang (30,91%), Kabupaten Lebak (24,30%), Kabupaten Serang (21,27%)
dan Kabupaten Tangerang (18,24%). Namun, tantangan untuk memenuhi
kebutuhan beras penduduk di Provinsi Banten semakin berat karena beberapa hal,
diantaranya laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, laju konversi lahan sawah
yang makin tidak terkendali, perubahan iklim, degradasi sumberdaya lahan dan
air.
Pasandaran (2006) menyatakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk,
pendapatan, dan perkembangan industri dapat mengakibatkan permintaan beras
terus meningkat baik untuk konsumsi secara langsung maupun untuk bahan baku
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 10
industri. Penyediaan pangan saat ini dan dimasa yang akan datang akan
menghadapi tantangan utama dalam ketersediaan sumber daya lahan yang makin
langka (lack of resources), baik luas maupun kualitasnya serta konflik
penggunaannya (conflict of interest) (Pasandaran, 2006). Faktor lain yang
menentukan dalam sistem produksi padi nasional adalah cekaman iklim,
produktivitas (varietas), penerapan teknologi, indeks pertanaman (IP), gangguan
hama dan bencana alam seperti banjir atau kekeringan. Komponen ini sangat
mungkin berinteraksi di dalam sub-sistemnya sendiri atau mungkin juga
berinteraksi dengan komponen lain di luar sub-sistem (Somantri dan Thahir,
2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi cadangan beras di Banten dalam
pendekatan model sistem dinamik dapat diidentifikasi dan dianalisis untuk
menentukan cadangan beras aktual dan masa yang akan datang dengan
memperhatikan subsistem-subsistem di dalamnya, seperti subsistem produksi dan
subsistem konsumsi beras. Numalina (2008) menyatakan bahwa keberlanjutan
sistem ketersediaan beras di wilayah Jawa dan Sumatera memiliki kategori status
cukup berkelanjutan, sementara Kalimantan, Sulawesi, dan Wilayah lainnya
memiliki kategori kurang berkelanjutan dalam penyediaan beras. Kajian ini
bertujuan untuk menganalisis sistem penyediaanberasuntukpencapaian surplus
produksi beras 0,2 juta ton 2014 di Provinsi Bantenmelalui pendekatan sistem
dinamik.
METODOLOGI
Kajian ini dilaksanakan sejak April sampai dengan Desember 2013. Kajian
ini bersifat makro pada agregasi provinsi Banten. Menurut Simatupang (2007),
untuk tujuan analisis kebijakan, isu ketahanan pangan dapat dikaji pada tingkat
agregasi: rumah tangga dan regional (kabupaten, provinsi, dan nasional).
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh melalui FGD dengan stakeholder terkait, sementara data sekunder
dikumpulkan secara desk study dari berbagai sumber, antara lain: BPS,
Dinas/Instansi terkait, serta sumber literatur lainnya yang mendukung.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 11
Penyusunan model dan strategi pencapaian surplus produksi beras 0.2 juta
ton Tahu 2014 dilakukan dengan pendekatan sistem dinamik dibantu dengan
software Powersim. Dalam menganalisis sistem penyediaan beras yang bersifat
kompleks dapat didekati dengan pendekatan sistem. Pendekatan sistem adalah
suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai
titik tolak analisis (Marimin, 2004).
Menurut Eriyatno (1998) karena pemikiran sistem selalu mencari
keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu
kerangka fikir baru yang dikenal sebagai pendekatan sistem (system approach).
Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan
dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan,
sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif.
Pendekatan sistem dapat memberi landasan untuk pengertian yang lebih luas
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan
dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka
sistem. Menurut Manetch dan Park (1977) dalam Hartrisari (2007), tahapan
pendekatan sistem dimulai dari analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi
sistem, pemodelan, verifikasi dan validasi serta implementasi sistem.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Dinamik Sistem Permodelan Pencapaian Surplus 0,2 Juta Ton Beras
di Provinsi Banten
Simulasi dan Asumsi
Model sistem dinamik sistem permodelan perberasan di Banten dibuat dan
disimulasikan dimana tahun 2006 merupakan titik awal simulasi (t=0). Skenario
kebijakan hasil simulasi diterapkan mulai tahun 2013 sampai tahun 2014.
Beberapa skenario kebijakan yang dicoba dalam simulasi ini diharapkan mampu
memprediksi cadangan beras banten pada tahun 2014 surplus 0,2 juta ton beras.
Asumsi yang diguanakan dalam melakukan simulasi model cadangan
beras Banten pada tahun 2014 yaitu:
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 12
1. Data historis luas sawah tahun tahun 2012 (Banten Dalam Angka, 2012)
tahun 197.640 ha, terdiri dari 88.252 ha sawah tadah hujan dan 109.388 ha
sawah irigasi.
2. Data historis jumlah penduduk : Tahun 1961 (2.258.574 jiwa), Tahun 1971
(3.045.154 jiwa), Tahun 1981 (4.015.837 jiwa), Tahun 1991 (5.967.907 jiwa),
Tahun 2001 (8.096809 jiwa), Tahun 2011 (11.005.518 jiwa).
3. Rata-rata pengurangan luas sawah dari tahun 2008-2012 : 100 ha
4. Kemampuan rata-rata cetak sawah : 0 ha/th (Ditjen PSP, 2008 s.d 2012)
5. Losses panen 14% (Dinas Pertanian, 2012)
6. Produktivitas Beras dipengaruhi oleh pupuk, benih, pengendalian OPT,
penyuluhan, dan Jajar Legowo.
7. Rata-rata konsumsi beras 100,4 kg/kapita/th (BPS Banten, 2012)
8. Produktivitas padi : 3,78 (BPS, 2012).
9. Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2001 s.d tahun 2012: 2,44 %.
10. Jumlah penduduk tahun 2012 : 1.063.117 jiwa, tahun 2011 : 1.038.087 jiwa,
tahun 2010 : 1974.990 jiwa, tahun 2009 : 936.910 jiwa, tahun 2008 : 944.276
jiwa.
11. Luas sawah baku tahun 2013 : 197.640 ha (Dinas Pertanian, 2012)
12. Intensitas penyuluhan : 20% (Hamdan, 2012)
13. IP Padi eksisting rata-rata : 2,1 (BPS, 2012)
14. Penggunaan pupuk sesuai dengan rekomendasi berdasarkan informasi
penyuluh lapang Banten tahun 2012 sebesar 20 %
15. Sistem tanam padi (BB padi.litbang.go.id):
- Legowo 2:1 populasi meningkat 33,31% dibandingkan tegel
- Legowo 4:1 populasinya meningkat 60 %
- Legowo meningkatkan produktivitas padi 10 – 22 %
Uji Validasi Model
Hasil pengujian terhadap validitas kinerja sistem untuk elemen
perkembangan produksi padi di Provinsi Banten menunjukkan nilai rata-rata
bahwa atara model dengan data empirik terdapat kesesuaian dalam ambang batas
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 13
yang diperbolehkan. Nilai rata-rata hasil uji validasi kinerja model tersebut
menunjukkan nilai rata-rata MSE lebih kecil dari 5% (Tabel 1).
Tabel 1. Produksi padi historis dibandingkan hasil simulasi tahun 2006-2014
Hasil pengujian terhadap validitas kinerja untuk elemen produksi padi
historis menunjukkan bahwa nilai rata-rata antara simulasi dengan data aktual
terdapat kesesuaian dengan nilai rata-rata hasil uji validasi kinerja lebih kecil dari
5 %.
Tabel 2. Luas Panen Historis dibandingkan Luas Panen Padi Hasil Simulasi Tahun 2006-2014
Demikian juga hasil pengujian terhadap validitas kinerja untuk elemen
luas panen padi historis menunjukkan bahwa nilai rata-rata antara simulasi dengan
data aktual terdapat kesesuaian dengan nilai rata-rata hasil uji validasi kinerja
lebih kecil dari 5 % (Tabel 2).
Uji Sensitivitas Model
Pada analisis sensitivitas, dianalisis sensitivitas dari faktor-faktor yang
akan mempengaruhi neraca beras di Provinsi Banten. Analisis sensitivitas yang
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 14
dilakukan adalah dengan meningkatkan faktor-faktor tersebut sebesar 10% dari
kondisi eksisting. Faktor tersebut dikatakan sensitif apabila setelah faktor tersebut
ditambahkan 10%, dampaknya terhadap kinerja model dapat mencapai 5-14% (S),
sangat sensitif apabila dampaknya terhadap kinerja model mencapai 15-34% (SS)
dan sangat-sangat sensitif (SSS) apabila dampaknya terhadap kinerja model lebih
besar dari 35% (Nurmalina, 2007).
Tabel 3. Hasil analisis sensitivitas faktor-faktor perkembangan neraca beras tahun 2014
Tabel 3, di atas menunjukkan tingkat konsumsi beras per-kapita memiliki
dampak yang paling sensitif, sementara adopsi rekomendasi pupuk, penyuluhan
dan penurunan looses panen juga memiliki dampak yang sangat sensitif terhadap
model pencapaian surplus beras 0,2 juta ton di Provinsi Banten.
Skenario Kebijakan dan Hasil Simulasi
Pada pemodelan dinamika sistem ketersediaan beras, rancangan model,
simulasi dan analisis dilakukan dengan mengacu pada tujuan dan skenario pada
setiap model. Beberapa skenario kebijakan yang akan digunakan dalam analisis
ketersediaan beras antara lain:
1. Skenario tanpa perubahan kebijakan
Model yang dirancang akan menggambarkan kondisi luas sawah padi
selama periode tahun 2006-2014 dimana terjadi kecenderungan menurun dari
197.640 ha pada tahun 2006 menjadi 196.840 ha pada tahun 2014 sebagai
akibat besarnya tingkat alih fungsi lahan pertanian terutama sawah menjadi lahan
non-pertanian seperti untuk pemukiman dan industri (Tabel 4).
Time
2.006
2.007
2.008
2.009
2.010
2.011
2.012
2.013
2.014
Luas_sawah Luas_tanam Luas_panen_padi
197.640,00 434.808,00 350.716,13
197.540,00 434.588,00 363.011,36
197.440,00 434.368,00 371.210,89
197.340,00 434.148,00 376.015,58
197.240,00 433.928,00 424.815,51
197.140,00 433.708,00 414.321,25
197.040,00 433.488,00 371.499,22
196.940,00 433.268,00 371.310,68
196.840,00 433.048,00 371.122,14
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 15
Tabel 4. Penurunan luas sawah sebagai akibat alih fungsi lahan
Gambar 1. Perkembangan neraca beras tanpa perubahan kebijakan
Pada skenario tanpa perubahan kebijakan dapat dilihat pada grafik bahwa di
tahun mendatang produksi beras dan persediaan beras memiliki kecenderungan
menurun, sementara konsumsi beras terus meningkat dengan asumsi apabila
beberapa parameter tidak mengalami perubahan (Gambar 1).
2. Skenario dengan kebijakan
Provinsi Banten dalam menyusun model pencapaian surplus beras 0,2 juta
ton pada tahun 2014, kebijakan ekstensifikasi pertanian melalui cetak sawah tidak
pernah dilakukan (Dirjen PSP, 2012) Oleh karena itu, kebijakan yang akan
diterapkan dalam model ini merupakan kebijakan intensifikasi pertanian melalui
peningkatan produktivitas melalui peningkatan adopsi teknologi usahatani padi
secara optimal, penurunan tingkat kehilangan hasil pada saat panen dan pasca
Neraca Beras Eksisting
(ton/tahun)
Neraca Beras (Simulasi+10%)
(ton/tahun)
Dampak Terhadap Model
(%) Kategori
Adopsi Rekomendasi Pupuk
-128430,18 -106051,91 17,42 SS
Rekomendasi Benih -128430,18 -120392,74 6,26 S
Penyuluhan -128430,18 -107450,55 16,34 SS
Pengendalian OPT -128430,18 -122964,23 4,26 S
Penerapan Jarwo -128430,18 -114443,76 10,89 S
Tingkat Konsumsi Beras
-128430,18 -4733,37 96,31 SSS
Alih Fungsi Lahan -128430,18 -128373,87 0,04 TS
Looses Panen -128430,18 -110384,22 14,05 SS
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 16
panen melalui mekanisasi pertanian, dan penurunan konsumsi beras per-kapita
melalui diversifikasi pangan.Berikut beberapa skenario yang dapat mengupayakan
Banten surplus 0,2 juta ton pada tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 5 dan
Gambar 2.
Tabel 5. Skenario model pencapaian surplus beras 0,2 juta ton di Provinsi Banten
Uraian Sken-1 (Eksisting)
Sken-2 Sken-3 Sken-4
Adopsi Rekomendasi Pupuk
20% 30% 30% 30%
Rekomendasi Benih 51% 60% 60% 60%
Jajar Legowo 20% 30% 30% 30%
Penyuluhan 20% 30% 30% 30%
Pengendalian OPT 30% 20% 20% 20%
Tingkat Konsumsi Beras
104 kg/tahun/per kapita
104/tahun/per kapita
104/tahun/per kapita
100/tahun/per kapita
Laju Konversi Lahan 100 ha/tahun 100 ha/tahun 100 ha/tahun 100 ha/tahun
Looses panen 14% 14% 10% 10%
Skenario 1 merupakan skenario tanpa kebijakan seperti dijelaskan
sebelumnya, sementara skenario 2 berupaya meningkatkan produktivitas padi
dengan meningkatkan 10 persen parameter yang mempengaruhi produktivitas
padi. Sementara skenario 3 berupaya selain meningkatkan produktivitas,
diterapkan teknologi mekanisasi pertanian yang dapat menekan tingkat kehilangan
hasil 14% (eksisting) menjadi 10%. Skenario 4 selain penerapan mekanisasi
pertanian juga dilakukan suatu kebijakan yang dapat menurukan konsumsi beras
sebesar 104 kg per kapita per-tahun menjadi 96 kg per kapita per-tahun melalui
diversifikasi pangan. Skenario 4 ini merupakan gabungan dari peningkatan
produktivitas padi, penurunan tingkat kehilangan hasil, dan penurunan konsumsi
beras per-kapita per-tahun.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 17
Gambar 2. Proyeksi pencapaian surplus beras tahun 2006-2014
Dari beberapa skenario yang disusun terlihat bahwa penggabungan
berbagai kebijakan untuk pencapaian produksi beras di Provinsi Banten sangat
mempengaruhi, dimana skenario 4 terlihat mempunyai pencapai surplus beras
lebih besar dibandingkan skenario lain. Sementara skenario 1 paling rendah
karena tidak mengabungkan dengan kebijakan lainnya hanya bergantung pada
kebijakan peningkatan produktivitas padi saja. Peran mekanisasi pertanian dalam
hal penurunan tingkat kehilangan hasil cukup signifikan mempengaruhi cadangan
beras dikarenakan akan meningkatkan hasil produksi padi secara keseluruhan.
Sementara pada penurunan konsumsi beras perkapita juga cukup signifikan karena
akan menurunkan jumlah konsumsi beras secara keseluruhan. Disini sangat jelas
peran pemerintah untuk terus mendorong petani untuk mengadopsi mekanisasi
pertanian terutama pada saat panen dan pascapanen dan meningkatkan
diversifikasi pangan non beras ke pada masyarakat.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Kesimpulan
1. Model pencapaian surplus beras 0,2 juta ton di Provinsi Banten dirumuskan
dengan menggabungkan berbagai kebijakan. Sebagai suatu sistem, pencapaian
surplus beras harus didukung oleh berbagai elemen yang merupakan bagian
dari sistem perberasan di Provinsi Banten yaitu model sub sistem produksi, sub
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 18
sistem konsumsi dan sub sistem distribusi. Optimalisasi pada masing-masing
subsistem dapat mewujudkan terciptanya suatu model yang baik bagi
pencapaian surplus beras di Provinsi Banten.
2. Model sistem dinamis yang disusun telah dapat mendeskripsikan kondisi
ketersediaan beras di Provinsi Banten dengan berbagai skenario kebijakan.
Hasil simulasi terhadap model yang dikembangkan menunjukkan bahwa jika
terjadi peningkatan produktivitas sebesar 10-16% per-tahun dengan penurunan
tingkat konsumsi beras sebesar 5 persen per-tahun serta penurunan tingkat
kehilangan hasil pada saat panen sebesar 5% per-tahun pencapaian suplus beras
0,2 juta ton pada tahun 2014 dapat terwujud. Secara umum kebijakan yang
paling efektif dalam mencapai ketersedian beras berkesinambungan adalah
dengan menekan angka alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang terus
meningkat sehingga dapat meningkatkan luas tanam dan luas panen.
Implikasi Kebijakan
1. Intensifikasi pertanian untuk meningkatkan produktivitas padi melalui
peningkatan adopsi teknologi pada petani berupa penggunaan benih unggul,
pemupukan sesuai rekomendasi, tanam jajar legowo, pengendalian hama
penyakit secara massive dan didorong oleh kebijakan stake holder di masing-
masing kabupaten/kota yang mendukung pencapaian surplus beras di Provinsi
Banten.
2. Penurunan konsumsi beras per kapita melalui kegiatan diversifikasi pangan
perlu terus ditingkatkan lagi. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk 2,71
persen per-tahun merupakan tantangan yang berat bagi Provinsi Banten dalam
penyediaan beras sebagai makanan pokok yang sulit tergantikan.
3. Kebijakan pemerintah dalam menegakkan UU Agraria mengenai lahan abadi
pertanian perlu dengan serius dilaksanakan, mengingat tingkat konversi lahan
dari tahun ke tahun semakin meningkat dan tidak dapat ditahan.
4. Perlu rencana aksi bersama semua stake holder yang ada, untuk dapat
mencapai surplus beras 0,2 juta ton di Provinsi Banten.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 19
DAFTAR PUSTAKA
BPS Banten, 2006-2013. Banten Dalam Angka Tahun 2006-2013. Serang.
BPS Banten, 2013. Produksi Tanaman Padi dan Palawija Provinsi Banten Tahun
2012. Serang.
Eriyatno.1998. Ilmu Sistem, Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB
Press, Bogor.
Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri
dan Lingkungan. SEAMEO BIOTROP. Bogor.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Grasindo. Jakarta.
Nurmalina R. 2008. Analisis Indeks dan Status keberlanjutan Sistem Ketersediaan
Beras di Beberapa Wilayah Indonesia. JAE 26(1): 47-79.
Nurmalina R. 2007. Model Neraca Ketersediaan Beras yang Berkelanjutan untuk
Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Disertasi. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pasandaran, E. 2006. Alternatif kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Sawah
Beriirigasi di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25(4):123-129.
Simatupang, P. 2007. Analisis Kritis Terhadap Paradigma dan Kerangka Dasar
Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Forum Penelitian Agro Ekonomi.
25(1): 1-18.
Somantri, AS dan Thahir R, 2007. Analisis Sistem Dinamik Ketersediaan Beras di
Merauke Dalam Rangka Menuju Lumbung Padi Bagi Kawasan Timur
Indonesia. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian 3: 28-36.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 20
KERAGAAN HASIL VARIETAS JAGUNG KOMPOSIT BISMA DAN
LAMURU PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN SERANG,
PROVINSI BANTEN
Hijriah Mutmainah
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Jln. Ciptayasa KM. 01, Ciruas, Serang, Banten 42182
Telp. (0254) 281055; Fax (0254) 282507
email : [email protected]
ABSTRAK
Kebutuhan jagung sebagai pangan maupun untuk pakan ternak terus meningkat,
namun produktivitas jagung di tingkat petani masih rendah. Peningkatan
kebutuhan jagung perlu diimbangi dengan peningkatan produktivitas tanaman.
Salah satu cara peningkatan produktivitas jagung yaitu menggunakan varietas
unggul yang adaptif pada lingkungan lahan kering. Tujuan dari pengkajian ini
adalah mengetahui keragaan komponen hasil jagung varietas Bisma dan Lamuru
dilahan kering. Kegiatan dilakukan di Kecamatan Petir Kabupaten Serang, pada
bulan April sampai Juli 2018. Parameter yang diamati adalah komponen hasil dan
produktivitas jagung. Komponen hasil dan produktivitas pipilan kering jagung
varietas Bisma dan Lamuru adalah: panjang tongkol 15,6-16,4 cm, diameter
tongkol atas 13,8-14,0 cm; diameter tongkol bawah: 16,22-16,24 cm, jumlah baris
14 dan 16, jumlah pipilan jagung 407-428 biji, bobot 100 biji 20,83-20.94;
produktivitas jagung 4,9- 5,0 ton/ha. Hasil pengkajian menunjukan bahwa
budidaya jagung di lahan kering dapat menggunakan jagung komposit, Bisma dan
Lamuru.
Kata Kunci: jagung, varietas, bisma, lamuru
PENDAHULUAN
Kebutuhan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah
penduduk dan berkembangnya industri hilir. Dalam periode 2010-2050,
permintaan keenam komoditas pangan terus meningkat dengan laju peningkatan
konsumsi langsung tertinggi adalah gula (1,50%/tahun), selanjutnya kedelai
(0,98%), daging (0,94%), beras (0,92%), jagung (0,68%), dan ubi kayu (0,67%).
Peningkatan konsumsi tanpa diimbangi dengan peningkatan produksi akan
mengancam ketahanan pangan sehingga menimbulkan kerawanan pangan. Upaya
yang dilakukan pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan adalah
meningkatkan produksi terutama padi, jagung dan kedelai. Khsusus untuk jagung
produksi tahun 2017 sebanyak 4.325 ton dengan luas panen 1.232 ha (BPS, 2018).
mailto:[email protected]
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 21
Sebagai perbandingan luas panen 2016 adalah 724 ha dan produksi 2.279 ton,
tahun 2015 seluas 287 ha dengan produksi 965,4 ton, dan tahun 2016 seluas 933
ha dengan produksi 3.341 ton. Peningkatan produksi jagung harus didukung oleh
inovasi teknologi budidaya, panen dan pasca panen yang tepat. Inovasi teknologi
budidaya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas jagung.
Provinsi Banten telah berhasil meningkatkan luas panen dan produksi
jagung, namun produktivitasnya masih rendah yaitu dibawah 5 ton/ha (BPS,
2018). Salah satu cara peningkatan produktivitas jagung yaitu menggunakan
varietas unggul berdaya hasil tinggi dan adaptif dengan lingkungan setempat
(Saenong et al, 2007). Varietas unggul baru yang beredar ditingkat petani adalah
jagung hibrida dan komposit. Keunggulan jagung komposit dibandingkan jagung
hibrida adalah harga benihnya jauh lebih murah dan hasilnya dapat digunakan
sebagai benih kembali. Menurut Mustikawati (2011), jagung komposit memiliki
keunggulan lain yaitu daya adaptasi yang baik pada berbagai kondisi lingkungan,
sebagian berumur genjah, dapat dikembangkan dilahan marginal maupun lahan
subur dan tahan kering, harganya relatif murah dan dapat digunakan sebagai benih
sampai beberapa generasi. Namun kekurangannya memiliki produktivitas rendah
yaitu 3-7 ton/ha. Varietas jagung komposit diantaranya Bisma dan Lamuru, yang
masing-masing memiliki produktivitas 7,6 ton/ha dan 7,0-7,5 ton/ha pipilan
kering (Balitseral, 2012).
METODOLOGI
Pengkajian dilakukan pada Bulan Maret – Juni 2018 di Kecamatan Petir
Kabupaten Serang dengan pada lahan kering seluas 2 ha. Inovasi teknologi
berasal dari Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, Sulawesi. Varietas yang
digunakan Komposit Bisma dan Lamuru masing-masing seluas 1 ha. Pengolahan
tanah dilakukan secara sempurna. Pupuk yang diaplikasikan adalah Urea 350 kg,
100 kg SP-36, 50 kg KCl dan pupuk organik 2 ton/ha. Jarak tanam 70x20 cm
dengan 2 biji/lubang. Pengendalian hama dilakukan dengan melihat kondisi di
lapang. Parameter komponen hasil yang diamati meliputi panjang tongkol,
diameter tongkol, jumlah baris, jumlah pipilan, bobot pipilan, bobot 100 biji dan
produktivitas pipilan kering.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan komponen hasil jagung komposit varietas Bisma dan Lamuru
yang diamati tertera pada Tabel 1. Komponen hasil antara varietas bisma dan
lamuru tidak jauh berbeda, diantaranya panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah
baris, jumlah pipilan jagung, bobot pipilan maupun bobot 100 biji dan
produktivitas pipilan kering.
Tabel 1. Keragaan komponen hasil jagung komposit
Varietas Panjang tongkol
(cm)
Diameter tongkol
atas (mm)
Diameter tongkol bawah (mm)
Jumlah baris
Jumlah pipilan jagung (biji)
Bobot pipilan
(gr)
Bobot 100 biji (g)
Produktivitas pipilan
kering(ton/ha)
Bisma 15.6 13.8 16.22 14.8 407 170 20.83 4.9
Lamuru 16.4 14 16.24 16 428 178 20.94 5.0
Jagung varietas Bisma dan Lamuru memiliki produktivitas yang relatif
sama, masing-masing sebesar 4,9 ton/ha dan 5,0 ton/ha. Berdasarkan deskripsi
varietas (Balisereal, 2012), hasil yang diperoleh masih dibawah potensi yaitu 7,6
ton/ha pipilan kering untuk varietas Lamuru dan 7,0-7,5 ton/ha varietas Bisma.
Hal tersebut diduga pengaruh faktor lingkungan, diantaranya iklim. Kegiatan ini
dilaksanakan di lahan kering dengan curah rendah, curah hujan wilayah
pengkajian selama musim tanam April – Juni disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Curah hujan lokasi pengkajian selama musim tanam
Sumber : BMKG. Stasiun Klimatologi Tangsel (Pondok Betung)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Maret April Mei Juni
Cu
rah
Hu
jan
(m
m)
Bulan
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 23
Berdasarkan Gambar 1, pada awal pertanaman/bulan Maret curah hujan
masih diatas 100 mm, memasuki bulan kedua sampai memasuki waktu panen
curah hujan rendah yaitu
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 24
DAFTAR PUSTAKA
Aqil, M., C. Rapar, Zubachtirodin. 2012. Deskripsi Varietas Unggul Jagung.
Maros. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Kementrian
Pertanian.
Aqil, M., I. U. Firmansyah, dan M. Akil. 2007. Pengelolaan Air Tanaman Jagung
Jagung, Dalam buku : Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan Departemen Pertanian. 219-230. Diakses
(http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/dua
tujuh.pdf) diakses 28 Agustus 2018.
Balitsereal, 2012. Deskripsi varietas jagung komposit. Balai Penelitian Sereal,
Maros. 10 halaman
BPS. 2015. Serang Dalam Angka 2015. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Serang.
BPS. 2018. Serang Dalam Angka 2018. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Serang.
Mustikawati, D. R, dan Yulia, P. 2011. Introduksi Varietas Unggul Jagung di
Lampung, Prosiding Seminar Nasional Serealia: 134 – 142
Saenong, S., M. Azrai, Ramlah, Rahmawati. 2007. Pengelolaan Benih Jagung,
dalam Buku : Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan Departemen Pertanian. 145-174. Diakses
(http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/
sebelas.pdf) diakses 28 Agustus 2018.
Slamet, B.P dan Roy Efendi. 2015. Evaluasi Galur Jagung terhadap Cekaman
Kekeringan. Prosiding Seminar Nasional Serealia:69-76.
Sutoro, 2012. Kajian penyediaan varietas jagung di lahan sub optimal. Iptek
Tanaman Pangan 7(2):108-112.
Suwardi dan M. Azrai. 2013. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Hasil
Genotype Jagung. Prosiding Seminar Nasional Serealia:139-147.
http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/%20sebelas.pdfhttp://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/%20sebelas.pdf
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 25
PENINGKATAN PENGETAHUAN SISWA MAGANG MELALUI
PEMBELAJARAN TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PADI
Dewi Widiyastuti
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten
Jl. Ciptayasa Km 01. Ciruas Serang Banten. Telp. 0254-281055,
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Benih merupakan salah satu input produksi yang berkontribusi signifikan terhadap
peningkatan produktivitas dan kualitas hasil padi. Diseminasi teknologi produksi
benih kepada siswa-siswi SMKN dilakukan untuk menambah pengetahuan
tentang benih. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sebagai UPT
Balitbangtan melakukan diseminasi inovasi ke siswa-siswi magang di bidang
pertanian. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan
siswa-siswi magang tentang Teknolgi Produksi Benih Padi melalui pembelajaran
yang dilakukan pada tanggal 2 Februari 2018. Peserta siswa-siswi magang
berasal dari sekolah SMKN 2 Rangkas Bitung dengan jumlah siswa 19 orang.
Peningkatan pengetahuan dengan metode pembelajaran dilakukan menggunakan
kuisioner pree test dan post test dengan jumlah soal 10 pertanyaan. Analisis data
menggunakan aplikasi statistik program Microsort Excel. Data dianalisis secara
deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel. Hasil pembelajaran menunjukkan
bahwa karakteristik peserta magang terdiri dari perempuan sebesar 63,16% dan
laki-laki sebesar 36,84%. Peserta magang jurusan Teknologi Pengolahan Hasil
Pertanian persentase sebesar 73,68% dan jurusan Agribisnis Tanaman Pangan dan
Hortikultura sebesar 26,32%. Setelah pembelajaran siswa bidang studi Agribisnis
Tanaman Pangan dan Hortikultura terjadi peningkatan pengetahuan sebesar 32%.
Sedangkan pada bidang studi Teknologi Pengolahan peningkatan pengetahuan
sebesar 46,43%. Hasil uji t untuk materi pembelajaran tentang Teknologi
Produksi Benih Padi pada peserta magang menunjukkan bahwa pengetahuan
siswa magang sebelum dan sesudah pembelajaran berbeda. Hasil magang
menunjukkan, bahwa kegiatan pembelajaran Teknologi Produksi Benih padi
sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan terhadap siswa-siswi.
Kata Kunci: Pembelajaran, produksi, benih, peningkatan, pengetahuan
PENDAHULUAN
Benih merupakan salah satu input produksi yang mempunyai kontribusi
signifikan terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas hasil padi.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 26
Ketersediaan benih dengan varietas berdaya hasil tinggi dan bermutu ( fisik,
fisologis, genetik dan patologis) mutlak diperlukan di dalam suatu sistem produksi
pertanian. Menurut Nugraha (2004) dan TeKrony (2006), dalam pertanian
modern, benih berperan sebagai delivery mechanism yang menyalurkan
keunggulan teknologi kepada petani dan konsumen lainnya. Baharsyah (2007)
menambahkan bahwa benih adalah segala-galanya dan apabila petani bersedia
menggunakan benih yang bukan dihasilkannya sendiri, hal itu didasarkan pada
trust, atas kepercayaan bahwa benih yang diterimanya adalah benih yang betul-
betul baik.
Kementerian Pertanian sebagai bagian kabinet kerja (NAWACITA)
memprioritaskan pembangunan pertanian kedepan untuk mewujudkan kedaulatan
pangan, yaitu dapat mengatur dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara
berdaulat. Salah satu program kedaulatan pangan adalah penyediaan pangan
pokok yaitu padi. Program swasembada dan swasembada berkelanjutan padi dapat
ditempuh dengan berbagai kegiatan yang salah satunya melalui penyediaan benih
bermutu. Provinsi Banten ditargetkan menjadi sentra penghasil benih padi untuk
mencukupi kebutuhan petani. Dalam sistem produksi pertanian, baik untuk
konsumsi maupun komersial diperlukan ketersediaan benih bermutu.
Kebutuhan benih padi di Provinsi Banten terus meningkat, tahun 2006
sebesar 7.901 ton dan 2009 menjadi 9.139 ton (Purba et al., 2011). Peningkatan
kebutuhan benih sejalan dengan meningkatnya luas panen dan luas tanam serta
berbagai program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerinah daerah
tentang penggunaan benih bermutu dan varietas unggul. Peningkatan ini perlu
diimbangi produksi benih bermutu yang cukup dalam upaya penyediaan benih
secara tepat.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten sebagai UPT
Balibangtan melakukan diseminasi inovasi produksi benih padi dengan sasaran
petani, penyuluh dan lainnya. BPTP Banten juga melakukan pendampingan dan
bimbingan siswa siswi SMK Pertanian. Hal ini merupakan perwujudan dari upaya
regenerasi petani, dimana penurunan minat pemuda untuk bertani saat ini
merupakan permasalahan yang dihadapi sektor pertanian.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 27
Peningkatan pengetahuan siswa merupakan bagian yang penting dalam
proses Penyebaran informasi inovasi teknologi melalui pembelajaran. Seperti
yang dikemukakan oleh Sudarta (2005) bahwa pengetahuan individu mempunyai
arti penting, karena pengetahuan dapat mempertinggi kemampuan dalam
mengadopsi teknologi baru. Keberhasilan penyampaian informasi tentang
Teknologi Produksi Benih Padi sangat didukung dengan metode yang tepat,
sesuai dengan karakteristik siswa tersebut. Kegiatan Pembelajaran perlu
dilakukan dengan tujuan untuk memberikan tambahan pengetahuan dan untuk
mengetahui peningkatan pengetahuan tentang Teknologi Produksi Benih Padi dan
juga diharapkan mampu meningkatkan minat siswa terhadap sektor pertanian,
khususnya perbenihan.
Keberhasilan penyebaran informasi suatu teknologi tidak terlepas dari
peran petugas pertanian lainnya yang menjalankan fungsinya sebagai agen
pembaharu. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan pengetahuan untuk
mendorong, membimbing dan mengarahkan pengguna/pelajar melalui proses
pembelajaran.
PROSEDUR PELAKSANAAN
Pembelajaran dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Banten pada tanggal 2 Februari 2018. Peserta pembelajaran berjumlah 19
orang siswa magang kelas XI jurusan/bidang Agribisnis Tanaman Pangan dan
Hortikultura dan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian dari SMKN 2 Rangkas
Bitung, Kabupaten Lebak. Metode pelaksanaan pembelajaran menggunakan
kuisioner pree test dan post test dengan jumlah soal 10 pertanyaan tentang
teknologi produksi benih padi. Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan
dalam bentuk tabel, sedangkan tingkat pengetahuan metode yang digunakan
adalah persentase selisih hasil pree test dan post test peserta pembelajaran dengan
menggunakan aplikasi statistik program Microsort Excel. Selanjutnya nilai selisih
di uji T dengan program Microsoft Excel untuk mengetahui beda nyata peserta
pembelajaran sebelum dan sesudah memperoleh materi teknologi produksi benih
padi.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 28
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Karakteristik siswa magang dapat mempengaruhi sikap, pemahaman dan
penilaian terhadap materi yang disampaikan. Menurut Syafruddin, dkk (2006)
setiap individu memiliki kemampuan berbeda untuk mengembangkan
pengetahuan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaaan karakteristik
individu tersebut. Karakteristik yang diamati meliputi jenis kelamin Laki-laki dan
perempuan dan jurusan/bidang keahlian Agribisnis Tanaman Pangan dan
Hortikultura dan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Peserta pembelajaran
didominasi jenis kelamin perempuan yaitu 12 orang (63,16%) dan laki-laki 7
orang (36,84%). Bidang studi peserta pembelajaran adalah Teknologi Pengolahan
Hasil Pertanian sebanyak 14 orang (73,68%) dan bidang keahlian Agribisnis
Tanaman Pangan dan Hortikultura hanya sebanyak 5 orang atau 26,32% (Tablel
1).
Tabel 1. Karakteristik siswa magang pada pembelajaran Teknologi Produksi
Benih Padi
No Karakteristik
Siswa Magang Keterangan
Jumlah
Orang
Persentase
(%)
1 Jenis kelamin Laki-laki 7 36.84
Perempuan 12 63.16
Jumlah 19 100
2 Bidang studi Agribisnis Tanaman Pangan
dan Hortikultura 5 26.32
Teknologi Pengolahan Hasil
Pertanian 14 73.68
Jumlah 19 100
Keterangan n = 19
Peningkatan Pengetahuan
Peningkatan pengetahuan siswa magang dilakukan melalui pembelajaran
dengan memberikan sejumlah materi. Materi yang diterima sangat berpengaruh
terhadap kemampuan siswa dan bidang studi sebagai dasar keilmuannya.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 29
Peningkatan pengetahuan siswa pembelajaran tentang teknologi produksi benih
padi, selanjutnya indikator pengukurannya dijabarkan dalam bentuk soal
pertanyaan. Peningkatan pengetahuan hasil pembelajaran bekerja efektif apabila
terjadi perubahan hasil nilai dari soal yang dirancang. Pengujian dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian materi. Untuk melihat perbedaan nilai hasil
pengujian dianalisis menggunakan Uji t, jika dibandingkan t hitung lebih besar
dari t table, maka hasil pembelajaran mengalami peningkatan.
Nilai sebelum dan sesudah pembelajaran mengalami perubahan yang
signifikan. Nilai sebelum pembelajaran siswa magang pada bidang studi
Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura sebesar 12 dan setelah pembelajaran
meningkat menjadi 28 point, terjadi peningkatan sebesar 32%. Sedangkan pada
bidang keahlian Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian nilai sebelum
pembelajaran mengalami kenaikan sebesar 46,43%, yaitu dari 36 menjadi 101.
sehingga didapat peningkatan pengetahuan pada kedua bidang sebesar 78,43%
menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan pengetahuan
tentang Teknologi Produksi Benih Padi sangat efektif dilakukan untuk siswa
magang. Dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Peningkatan Pengetahuan Siswa Magang tentang Teknologi Produksi
Benih Padi berdasarkan bidang study
No Bidang Keahlian Sebelum Sesudah Selisih Persentase
(%)
1 Agribisnis Tanaman
Pangan dan Hortikultura 12 28 16 32
2 Teknologi Pengolahan
Hasil Pertanian 36 101 65 46,43
Jumlah 78,43
Dari hasil uji t yang dilakukan dengan Microsoft Excel untuk materi
pembelajaran tentang Teknologi Produksi Benih Padi pada bidang studi siswa
magang diperoleh hasil sebagai berikut:
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 30
Tabel 3. Hasil Uji Pengetahuan pada bidang studi Agribisnis Tanaman Pangan
dan Hortikultura Sebelum dan Setelah Pembelajaran
t-Test: Paired Two Sample for Means
Pree Test Post Test
Mean 2.4 5.6
Variance 1.3 10.8
Observations 5 5
Pearson Correlation -0.880704
Hypothesized Mean Difference 0
Df 4
t Stat -1.654680
P(T
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 31
Df 13
t Stat -9.315006
P(T
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 32
DAFTAR PUSTAKA
Baharsyah,S. 2007. Tantangan dan Peluang Pengembangan Padi Hibrida Di
Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Mendukung Hari Pangan Sedunia 2007. Buku I. Teknologi Padi dan
Palawija. Kerjasama Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
Prov.Lampung, Lembaga Penelitian Universitas Lampung dan
Perhimpunan Penyuluh Pertanian Prov. Lampung.
Nugraha US. 2004. Legislasi, kebijakan, dan kelembagaan pembangunan
perbenihan. Perkembangan Teknologi PRO. 16 (1) : 61-73.
Purba, R. et al. 2011. Pengkajian Pemetaan Kebutuhan Benih Padi, Jagung,
Kedelai (VUB, Volume) dan Pengembangan Penangkar Benih yang
Efisien (>10%) Di Provinsi Banten. Laporan akhir Program Insentif
Peningkatan Kemampuan Peneliti Dan Perekayasa. 70 halaman
Sudarta, W. 2005. Pengetahuan dan Sikap Petani Terhadap Pengendalian Hama
Tanaman Terpadu (diakses 1 November 2013)
Sadono, Dwi. 2008. Pemberdayaan Petani : Paradigma Baru Penyuluhan
Pertanian di Indonesia. Jurnal Penyuluhan Maret 2008, Vol. 4 No.1.
Syafruddin, dkk. 2006. Hubungan Sejumlah Karakteristik Petani Mete dengan
Pengetahuan Mereka dalam Usahatani Mete di Kabupaten Bombana,
Sulawesi Tenggara. Jurnal Penyuluhan Juni 2006, Vol. 2 No.2.
TeKrony DM. 2006. Seeds: the delivery system for crop science. Crop Sci. 46:
2263-2269.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 33
STRATEGI PEMILIHAN MATERI, MEDIA, DAN METODE
PENYULUHAN BERDASARKAN POSISI SITUASI PERILAKU PETANI
(Kasus SL-Perbanyakan Benih Padi di Desa Kadugadung, Kecamatan
Cipeucang, Kabupaten Pandeglang)
Ahmad Fauzan dan Yusarman
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Jl. Ciptayasa KM.01 Ciruas Serang – Banten
Telp. 0254-281055, e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Materi, media, dan metode penyuluhan yang sesuai dengan posisi situasi perilaku
petani serta berdasarkan prioritas masalah merupakan kunci utama dalam upaya
meningkatkan efektivitas kegiatan penyuluhan yang dilakukan. Tujuan dari kajian
ini adalah menentukan materi, media, dan metode penyuluhan yang sesuai posisi
situasi perilaku berdasarkan identifikasi prioritas masalah pada SL Perbanyakan
Benih di Desa Kadugadung, Kecamatan Cipeucang, Kabupaten Pandeglang.
Responden pengkajian adalah petani dan penyuluh peserta SL- Perbanyakan
Benih Padi padi tahun 2016 berjumlah 26 peserta. Pengumpulan data dilakukan
melalui Focus Group Disscussion (FGD), sedangkan pendalaman penggalian
informasi dilakukan melalui wawancara. Analisis data menggunakan analisis
deskriptif untuk melihat keragaan karakteristik peserta belajar. Untuk menentukan
materi, media, dan metode yang sesuai dengan posisi situasi pengetahuan, sikap,
dan keterampilan serta prioritas masalah dilakukan analisis dengan menggunakan
analisis SEC (Strategic Extention Campaign). Prioritas masalah dalam
peningkatan produksi padi di Kecamatan Cipeucang adalah benih unggul bermutu
dan bersertifikat. Tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani dalam
penggunaan benih bermutu dan bersertifikat berada pada situasi IX yaitu Tinggi,
Tinggi, dan Sedang, pendekatan yang dilakukan adalah pendidikan dan tindakan
dengan tujuan prioritas demonstrasi dan mengajarkan rekomendasi teknologi
yang dianjurkan. Posisi informasi ada pada kondisi “Bagaimana”. Materi
penyuluhan cara penggunaan benih unggul bermutu dan bersertifikat, cara
penanganan pertemuan rutin kelompoktani, dan cara pemasaran benih unggul
bermutu yang baik. Metode penyuluhan yang dapat dilaksanakan adalah metode
kelompok dan individu dengan pembagian bahan materi penyuluhan tercetak.
Kata Kunci: strategi, metode penyuluhan, posisi situasi perilaku.
PENDAHULUAN
Materi, media, dan metode penyuluhan yang sesuai dengan posisi situasi
perilaku petani serta berdasarkan prioritas masalah merupakan kunci utama dalam
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 34
upaya meningkatkan efektivitas kegiatan penyuluhan yang dilakukan. Untuk
mencapai hal tersebut diperlukan keterlibatan dan partisipasi aktif petani sebagai
sasaran penyuluhan untuk ikut serta dalam perencanaan dan penyusunan materi
dan media penyuluhan, sehingga materi, media, dan metode penyuluhan yang
diproduksi mampu secara nyata membantu dan menjawab permasalahan petani
dalam meningkatkan kompetensi dan kapasitas untuk meningkatkan taraf hidup
dan kesejahteraannya.
UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan,
dan Kehutanan mengamanatkan petani sebagai pelaku utama dalam pembangunan
pertanian. Hal ini berimplikasi pada pelibatan aktif petani dalam setiap tahapan
pembangunan pertanian termasuk dalam penyelenggaraan penyuluhan. Partisipasi
aktif petani hadir dalam pemikiran, harapan, ide, keinginan, karsa, pandangan,
opini, dan motivasi.
Salah satu cara pelibatan atau partisipasi aktif petani dalam kegiatan
penyuluhan dapat dilakukan dalam proses penyusunan materi dan pemilihan
media penyuluhan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode
Strategic Extension Campaign (SEC) yaitu metode partisipatif dalam penyusunan
materi dan media penyuluhan pertanian, sehingga diperoleh materi dan media
yang efektif dan efisien sesuai dengan posisi situasi perilaku petani. Adapun
tujuan dari kajian ini adalah memilih materi, media, dan metode penyuluhan
berdasarkan identifikasi prioritas masalah pada Sekolah Lapang Perbanyakan
Benih di Desa Kadugadung, Kecamatan Cipeucang, Kabupaten Pandeglang.
METODOLOGI
Pengkajian dilaksanakan di Kelompoktani Taruna Sakti 1 Desa
Kadugadung Kecamatan Cipeucang Kabupaten Padeglang pada bulan Februari
2016. Responden pengkajian adalah petani dan penyuluh peserta pembelajaran
pada kegiatan SL- Perbanyakan Benih Padi padi tahun 2016 berjumlah 26 peserta.
Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan data primer. Data
sekunder diperoleh dari progama penyuluhan Kecamatan Cipeucang serta
monografi wilayah. Data primer diperoleh melalui Focus Group Disscussion
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 35
(FGD) untuk menggali dan mengidentifikasi masalah dan posisi situasi perilaku
materi penyuluhan serta penentuan prioritas masalah. Pendalaman penggalian
informasi dilakukan melalui wawancara menggunakan instrumen pertanyaan
terkait prioritas masalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan sikap dan
keterampilan yang dimiliki oleh petani. Pengambilan data dilaksanakan pada
kegiatan Pemahaman Masalah dan Peluang sebelum kegiatan SL- Perbanyakan
benih dilakukan.
Analisis deskriptif digunakan untuk melihat keragaan karakteristik peserta
belajar. Penentuan materi, media, dan metode yang sesuai dengan tingkat
pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta posisi situasi perilaku petani dianalisis
dengan menggunakan analisis SEC “Strategic Extention Campaign”. Tahapan
analisis SEC adalah penentuan prioritas masalah, identifikasi dan analisis
perilaku, penentuan perencanaan dan strategi komunikasi, dan pengembangan
desain isi pesan (Adhikarya, 1994). Pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan
keterampilan petani dilakukan dengan membagi jumlah jawaban benar dengan
jumlah pertanyaan dalam bentuk persentase pada masing-masing aspek dengan
menggunakan rumus :
Tabel 1. Indikator Identifikasi dan Analisis Perilaku menurut Metode SEC
Indikator Kriteria
Pengetahuan dan Sikap
˃ 60%
31% – 60%
0% - 30%
Tinggi
Sedang
Rendah
Keterampilan
˃ 40%
21% – 60%
0% - 20%
Tinggi
Sedang
Rendah
Sumber : Adhikarya, 1994
Tingkat Perilaku = Jumlah Jawaban Benar
Jumlah Pertanyaan X 100 %
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 36
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi
Pengkajian dilakukan pada proses pembelajaran SL-Perbanyakan Benih
padi di kelompok tani Taruna Sakti 1 Desa Kadugadung Kecamatan Cipeucang
Kabupaten Pandeglang. Di Desa Kadugadung terdapat 6 kelompok tani, dengan
mayoritas jenis usahatani padi. Luas baku lahan sawah di Desa Kadugadung
mencapai 62 Ha, secara umum merupakan lahan sawah irigasi dengan dua atau
tiga kali musim tanam. Anggota kelompok tani Taruna Sakti 1 berjumlah 71
orang, terbentuk tahun 1997, dengan luas garapan 50 Ha, dimana saat ini telah
menduduki kelas lanjut (Programa Kecamatan Cipeucang, 2015).
Karakteristik Petani
Peserta belajar SL-Perbanyakan Benih padi meliputi petani padi sawah
yang merupakan pengurus kelompok tani dan penyuluh di Kecamatan Cipeucang
Kabupaten Pandeglang berjumlah 26 orang. Karakteristik peserta cukup beragam
mulai dari umur, pendidikan, dan pengalaman berusahatani. Karakteristik tersebut
diduga turut mempengaruhi proses pembelajaran. Pembelajaran dengan
menggunakan metode Sekolah Lapang (SL) merupakan proses komunikasi dalam
penyebaran informasi inovasi teknologi. Menurut Soekartawi (1988), variabel
yang mempengaruhi proses tersebut diantaranya: (a) umur, (b) tingkat pendidikan,
dan (c) tingkat pengetahuan/pengalaman dan latar belakang sosial ekonominya.
Karakteristik peserta belajar dalam kegiatan SL-Perbanyakan benih padi
yang diamati meliputi: umur, pendidikan, dan pengalaman berusahatani. Peserta
belajar diklasifikasikan menjadi tiga golongan,yaituberumurmuda(≤39tahun),
sedang (40 – 57 tahun) dan tua (≥ 58 tahun). Jumlah peserta berumur muda
sebanyak 9 orang, berumur sedang 11 orang, dan 6 orang berumur tua.
Karakteristik peserta belajar pada SL Perbanyakan benih padi di Kelompoktani
Taruna Sakti 1 dapat dilihat pada tabel Tabel 2.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 37
Tabel 2. Karakteristik peserta belajar pada SL-Perbanyakan benih padi di
Kelompoktani Taruna Sakti 1.
No Karakteristik
Peserta Belajar
Skor Kategori Jumlah
Frekuensi Persentase
(%)
1. Umur < 39
40 – 57
˃ 58
Muda
Sedang
Tua
9
11
6
34,61
42,31
23,07
2. Pendidikan 1 – 6
7 – 9
10 – 12
˃ 13
SD
SMP
SMA
Sarjana
10
9
2
5
38,46
34,61
7,69
19,23
3. Pengalaman
Usahatani Padi
< 11
12 – 18
˃ 19
Singkat
Sedang
Lama
14
4
8
53,84
15,38
30,77
Keterangan n=26
Secara alamiah umur akan mempengaruhi kemampuan fisik dan berfikir
manusia. Umur dapat menggambarkan kemampuan indra seseorang dalam
menerima atau merespon stimulus, sehingga turut mempengaruhi keragaman
kemampuan seseorang dalam menerima dan memberikan reaksi terhadap pesan.
Umur muda, seseorang biasanya memilki kemampuan indera yang baik, sehingga
untuk menerima dan merespon informasi serta pesan lebih baik. Sebaliknya umur
tua, fungsi panca indera akan semakin menurun dan akan mempengaruhi
kemampuan menerima dan merespon pesan (Mardikanto, 1993). Umur peserta
belajar didominasi oleh peserta dengan umur sedang (42,31%), selanjutnya umur
muda (34,61%), dan umur tua (23,07%).
Tingkat pendidikan peserta belajar SL-Perbanyakan benih padi sebagian
besar SD (38,46%), dan SMP (34,61%), selebihnya SMA dan Sarjana. Tingkat
pendidikan memberikan pengaruh terhadap logika berpikir dan cara pengambilan
keputusan terhadap inovasi dan informasi baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan
yang dimiliki seseorang, maka akan lebih mudah menerima inovasi atau informasi
baru. Pengambilan keputusan seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi
akan lebih komprehensif dan lebih banyak melibatkan alternatif-alternatif,
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 38
sehingga keputusan yang diambil telah melalui beberapa pertimbangan.
Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari pendidikan formal dan non formal yang
pernah mereka tempuh.
Pengalaman merupakan proses pembelajaran alamiah yang akan
memberikan arti lebih mendalam dalam memori dan pikiran seseorang. Semakin
banyak pengalaman seseorang, maka akan lebih siap menghadapi masalah dan
kendala berdasarkan banyaknya referensi pengalaman yang dimilikinya. Sebagian
besar peserta belajar memiliki pengalaman berusahatani padi yang singkat
(53,84%), selebihnya lama (30,77%), dan sedang (15,38%).
Penentuan Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah sangat penting untuk dilakukan sebagai
bentuk sikap atau respon dari hasil evaluasi untuk menindaklanjuti permasalahan
dan alternatif pemecahannya agar tidak menghambat tercapainya tujuan yang
telah ditetapkan. Penentuan prioritas masalah bisa didasarkan pada program
kebijakan dan programa yang telah ditetapkan. Metode yang dapat digunakan
untuk penentuan prioritas masalah adalah mengukur tingkat kegawatannya, waktu
penyelesaiannya, dan kecepatan penyebarannya, yang sering dikenal dengan
metode GMP (Gawat, Mendesak, Penyebaran). Berdasarkan programa
penyuluhan pertanian Kecamatan Cipeucang Tahun 2016 tujuan untuk komoditas
padi sawah adalah peningkatan produktivitas dari 53,7 kw/ha menjadi 56,4 kw/ha.
Sedangkan masalah yang menjadi pembatas adalah 60% Petani belum
menggunakan benih unggul bermutu dan bersertifikat, 60% Petani belum
menerapkan pemupukan hara spesifik lokasi yang tepat jenis, dosis, cara, dan
waktu, 40% petani belum menerapkan penanaman dengan sistem jajar legowo,
90% Petani belum menerapkan pengelolaan OPT secara terpadu.
Penentuan prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan metode
GMP melalui Focus Group Disscussion (FGD) dengan peserta 26 orang. Berikut
hasil penentuan prioritas masalah menggunakan metode GMP melalui FGD.
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 39
No Pernyataan Masalah Kriteria*) Jumlah
Skor G M P
1. 60% Petani belum menggunakan
benih unggul bermutu dan
bersertifikat.
2 3 2 7
2. 60% Petani belum menerapkan
pemupukan hara spesifik lokasi
yang tepat jenis, dosis, cara, dan
waktu.
2 3 1 6
3. 40% petani belum menerapkan
penanaman dengan sistem jajar
legowo.
2 2 2 6
4. 90% Petani belum menerapkan
pengelolaan OPT secara terpadu. 2 1 2 5
Sumber : Data diolah, 11 Februari 2016
Keterangan*) : 1 : Tidak Gawat, 2 : Gawat, 3 : Sangat Gawat
1 : Tidak Mendesak, 2 : Mendesak, 3 : Sangat Mendesak
1 : Tidak Menyebar, 2 : Menyebar, 3 : Sangat Menyebar
Berdasarkan hasil analisis GMP, prioritas masalah dalam peningkatan
produksi padi sawah di Kecamatan Cipeucang secara berurutan adalah benih
unggul bermutu dan bersertifikat, pemupukan hara spesifik lokasi, penanaman
dengan sistem jajar legowo, serta pengelolaan dan pengendalian OPT terpadu.
Oleh karena itu, prioritas pertama yang materi penyuluhan yang akan disampaikan
kepada petani adalah penggunaan benih bermutu dan bersertifikat.
Identifikasi dan Analisis Perilaku
Identifikasi dan analisis perilaku peserta dilakukan dengan teknik
wawancara terhadap prioritas masalah yang telah ditetapkan dalam FGD.
Intsrumen penggalian informasi berupa kuesioner dengan tipe pertanyaan terbuka
yang mencakup ketiga aspek perilaku dalam penggunaan benih bermutu dan
bersertifikat yaitu aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Penentuan kriteria
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 40
berdasarkan panduan pengembangan strategi komunikasi (Adhikarya, 1994).
Hasil wawancara dan analisis pengetahuan, sikap, dan keterampilan, disajikan
dalam tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Tabel Rekapitulasi Hasil Wawancara Tingkat Perilaku Petani dalam
Penggunaan Benih Padi Unggul Bermutu dan Bersertifikat
Kelompoktani Taruna Sakti 1.
No Aspek
Jumlah Jawaban Persentase
Jawaban Benar
(%)
Kriteria Benar Salah
1. Pengetahuan 55 23 70,51 Tinggi
2. Sikap 47 31 60,25 Tinggi
3. Keterampilan 20 58 25,64 Sedang
Tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani dalam penggunaan
benih bermutu dan bersertifikat berdasarkan kriteria pada Rujukan Penggunaan
Hasil Identifikasi Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan untuk Perencanaan dan
Pengembangan Strategi Komunikasi (Adhikarya, 1985 dalam Adhikarya, 1994)
berada pada situasi IX yaitu Tinggi, Tinggi, dan Sedang.
Menentukan Perencanaan dan Strategi Komunikasi
Alternatif pemecahan masalah penggunaan benih padi unggul bermutu dan
bersertifikat berdasarkan pada Rujukan Penggunaan Hasil Identifikasi
Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan untuk Perencanaan dan Pengembangan
Strategi Komunikasi pada situasi IX dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan
keterampilan Tinggi, Tinggi, dan Sedang adalah dengan pendekatan pendidikan
dan tindakan. Tujuan prioritas strategi umum demonstrasi dan mengajarkan
rekomendasi teknologi yang dianjurkan. Posisi informasi ada pada kondisi
“Bagaimana”.Materipenyuluhanyangdapatdisediakanadalahcarapenggunaan
benih unggul bermutu dan bersertifikat, cara penanganan pertemuan rutin
kelompoktani, dan cara pemasaran benih unggul bermutu yang baik. Metode
penyuluhan yang dapat dilaksanakan berdasarkan jumlah sasaran adalah metode
kelompok dan individu dapat pula mempertimbangkan pertemuan kelompok dan
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 41
pembagian bahan materi penyuluhan tercetak seperti buklet, leaflet, atau folder
(Bagan Pemilihan Media dalam Hamdani, 2004). Pertemuan kelompok didisain
dalam bentuk latihan, karena lebih efektif dibanding metode lainnya. Pelatihan
dapat mengkombinasikan beberapa metode penyuluhan yang lain. Pelatihan
sendiri adalah suatu kegiatan alih pengetahuan dan keterampilan, baik berupa teori
maupun praktek dari fasilitator ke peserta/penerima melalui metode partisipatif
(Susilo Astuti, 2014).
Pengembangan Disain Isi Pesan
Penyajian materi penyuluhan pertanian akan sangat tergantung dari proses
pengembangan desain isi pesan. Desain isi pesan dapat secara efektif mengubah
sikap dan perilaku sasaran melalui stimulasi terhadap emosi, logika dan
pembuktian-pembuktian. Desain isi pesan adalah pendekatan yang digunakan
untuk menyampaikan pesan kepada sasaran mengenai hal-hal yang penting dalam
proses perubahan sikap dan perilaku mereka. Pesan pokok yang disampaikan
adalah pembuatan benih padi unggul bermutu dan bersertifikat (penangkaran),
pengananan pertemuan kelompok, dan pemasaran benih. Disain isi pesan dapat
berupa penampilan tokoh panutan atau tokoh yang telah berhasil dalam kegiatan
penangkaran dan penjelasan ahli tentang pesan pokok yang disampaikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Karakteristik petani peserta belajar SL-Perbanyakan Benih padi di
Kelompoktani Taruna Sakti 1, Desa Kadugadung, Kecamatan Cipeucang
beragam. Mayoritas umur peserta pada kategori sedang, pendidikan mayoritas SD,
dan pengalaman berusaha tani singkat. Prioritas masalah dalam peningkatan
produksi padi di Kecamatan Cipeucang adalah benih unggul bermutu dan
bersertifikat. Tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani dalam
penggunaan benih bermutu dan bersertifikat berada pada situasi IX yaitu Tinggi,
Tinggi, dan Sedang. Pendekatan yang direkomendasikan dilakukan adalah
pendidikan dan tindakan. Tujuan prioritas demonstrasi dan mengajarkan
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 42
rekomendasi teknologi yang dianjurkan. Posisi informasi ada pada kondisi
“Bagaimana”.Materipenyuluhanyangmenjadiprioritasadalahcarapenggunaan
benih unggul bermutu dan bersertifikat, cara penanganan pertemuan rutin
kelompoktani, dan cara pemasaran benih unggul bermutu yang baik. Metode
penyuluhan yang dapat dilaksanakan berdasarkan jumlah sasaran adalah metode
kelompok dan individu dapat pula mempertimbangkan pertemuan kelompok dan
pembagian bahan materi penyuluhan tercetak seperti buklet, leaflet, atau folder.
Saran
Proses perencanaan dalam penyusunan materi dan media telah
dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan petani. Perlu dilakukan kajian
lebih mendalam tentang efektivitas materi dan media yang telah dibuat dalam
bentuk evaluasi dan pengembangan umpan balik.
DAFTAR PUSTAKA
Adhikarya, Ronny. 1994. Strategic Extension Campaign A Participatory Oriented
Method Of Agricultural Extension. Food and Agriculture Organization of
United Nation. Rome.
BP3K Cipeucang. 2015. Programa Penyuluhan Pertanian Kecamatan Cipeucang.
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Pandeglang.
Pandeglang.
Hamdani, Chidmat. 2004. Pengembangan Strategi Komunikasi. Modul Pelatihan
Alat Bantu Penyuluhan. Pusat Manajemen Pengembangan Sumberdaya
Manusia Pertanian. BPPSDMP. Ciawi-Bogor.
Mardikanto, Totok, 1993, Penyuluhan Pertanian. Sebelas Maret University
Press Surakarta. Hal. 121
Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press).
Susilo Astuti, H. 2014. Penyelenggaran Pelatihan dalam Sistem LAKU [Internet].
[diunduh Maret 2015]. Tersedia pada
http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/penyelenggaran-pelatihan-dalam-
sistem-laku. BPPSDMP Kementan.
http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/penyelenggaran-pelatihan-dalam-sistem-lakuhttp://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/penyelenggaran-pelatihan-dalam-sistem-laku
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 43
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI
SAWAH DI KABUPATEN LEBAK – PROVINSI BANTEN
Viktor Siagian dan Muchamad Yusron
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Jln. Ciptayasa Km 01 Ciruas- Kab. Serang, 42182.
Telp. 0254 - 281055, Fax 0254- 282507
ABSTRAK
Kabupaten Lebak memiliki luas tanam padi tahun 2102 seluas 96.603 ha, dan
produksi sebesar 510.387 ton gkp (meningkat 1,1% dibandingkan tahun 2011).
Tujuan dari kajian ini adalah:1) Mengetahui perkembangan usahatani padi sawah
di Kabupaten (Kab.) Lebak, 2) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi padi sawah di Kab. Lebak, 3) Mengetahui pendapatan rumah tangga
petani. Metoda pengambilan contoh menggunakan simple random sampling
dengan jumlah 30 responden. Metode analisis menggunakan analisis tabulasi
deskriptif dan linier berganda. Hasil dari kajian adalah: 1) Pola tanam sebagian
besar padi – padi – bera, sebagian lagi padi – bera. Usahatani padi sawah pada
MH 2013/2014 memiliki nilai B/C rasio 1,8, produktivitas padi sawah sebesar
3,573 ton gkp/ha pada MH 2013/2014 dan 3,551 ton gkp/ha pada MK-I 2013,
varitas padi dominan adalah Ciherang (90 %), dan Cigeulis dan varietas lainnya
(10,0%), 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah pada MH
2013/2014 secara signifikan adalah: Jumlah penggunaan pupuk NPK, Jumlah
penggunaan traktor sewa, Jumlah penggunaan tenaga kerja keluarga, dan Luas
Lahan garapan. 3) Pendapatan rumah tangga petani rata-rata Rp 21.026.432/tahun.
Untuk meningkatkan produksi diperlukan peningkatan produktivitas padi sawah
melalui penggunaan pupuk optimal, penggunaan Varitas Unggul Baru,
peningkatan luas tanam (IP) padi, dan penyediaan air irigasi.
Kata kunci: analisis faktor, padi sawah, produksi, Kabupaten Lebak
PENDAHULUAN
Kabupaten (Kab.) Lebak mempunyai luas wilayah 304.472 ha (32% dari
luas Provinsi Banten) yang terdiri dari 28 kecamatan dengan jumlah penduduk
1.247.906, produksi tanaman padi pada tahun 2014 sebesar 567.961 ton dengan
luas panen 104.062 ha atau produktivitas 5,5 ton/ha jiwa (Kabupaten Lebak dalam
Angka 2014). Topografi pada umumnya datar sampai bergunung, dengan
ketinggian 0 – 1000 m dpl. Sebagian besar lahan yang ada merupakan lahan
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 44
kering (51,78%), lahan sawah (11,17%). Jenis tanah didominasi oleh Podsolik
Merah Kuning dan Latosol, hanya sebagian kecil jenis Aluvial, Regosol, Litosol,
Renzina.Curah hujan rata-rata 122 hari per-tahun yang umumnya diperoleh dan
jatuh pada bulan Desember – Maret. Secara administratif Kabupaten Lebak
berbatasan dengan: di sebelah utara dengan Kab. Serang dan Tangerang, di
sebelah selatan dengan Samudera Hindia, di sebelah timur dengan Kab. Bogor
dan Sukabumi, di sebelah barat dengan Kabupaten Pandeglang.
SecarageografisKabupatenLebak terletakantara 105º25’ - 106º30’BT
dan 6º18’– 7º00’LS (Anonim,RPJPDKabupatenLebakTahun2005 – 2025,
2013). Luas lahan sawah di Kabupaten Lebak tahun 2012 seluas 46.168 ha,
yang terdiri dari sawah irigasi seluas 22.463 ha dan sawah non irigasi (tadah
hujan) seluas 23.705 ha. Terdapat juga lahan bukan pertanian seluas 175.619 ha.
Berdasarkan status sawah irigasinya, terdiri dari sawah irigasi teknis seluas 12.150
ha (54,1%), dan irigasi sederhana PU seluas 10.313 ha atau 45,9% (Anonim,
RPJPD Kabupaten Lebak Tahun 2005 – 2025, 2013), .
METODOLOGI
Kajian ini dilaksanakan di Kabupaten Lebak. Lokasi dipilih secara
sengaja (purposive) karena merupakan salah satu produsen padi di Provinsi
Banten. Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak Dinas Pertanian Kabupaten
Lebak, kecamatan (kec.) terpilih adalah Kec. Cibadak dan desa contoh adalah
Desa Mekar Agung dan sekitarnya. Waktu kajian mulai berlangsung delapan
bulan mulai bulan Januari – Oktober 2014. Berdasarkan jenisnya, data yang akan
dikumpulkan dalam kajian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer di
tingkat petani dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan quesioner
terstruktur. Data sekunder adalah data yang mendukung informasi yang
diperlukan pada kajian ini. Metode pengambilan contoh menggunakan
penarikan secara acak sederhana (simple random sampling). Jumlah responden
yang dipilih sebanyak 30 orang.
Analisis data yang akan digunakan dalam kajian ini adalah analisis
kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif menggunakan tabulasi yang
diinterpretasikan secara deskriptif. Analisis kuantitatif menggunakan regresi linear
-
Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 45
berganda. Data yang ada dientry, divalidasi, dan ditabulasi menggunakan
Program perangkat lunak Excell. Untuk analisis regresi berganda menggunakan
program SAS 9.01 ETS.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi
digunakan persamaan linier berganda (Soekartawi, 2002; Singarimbun dan
Efendy, 1989). Persamaan ini untuk melihat hubungan antara variabel
independen atau explanatory variables (LGRP1, JBES1, JURE1) dengan variabel
tidak bebas atau dependent variable PRDKT1 (Koutsoyiannis, A., 1978).
Adapun persamaan produksinya adalah sebagai berikut:
PRODKT1 = a0 + a1JBES1 + a2JBENS1 + a3JURE1 +a4JSP361 + a5JNPK1 +
a6JKDG1 + a7JPESC1 + a8JPUDP1 + a9JPUDC1 + a10JPESC1 + a11JPESP1 +
a12JTRSW1 + a13JTKDK1 + a14JTKSW1 + a15LGRP1 + e
Dimana:
PRODKT1 = Produksi kotor padi gabah kering panen (kg)
JBES1 = Jumlah Benih Bersertifikat (kg)
JURE1 = Jumlah Penggunaan Urea (kg)
JSP361 = Jumlah Penggunaan Pupuk SP-36 (kg)
JNPK1 = Jumlah Penggunaan Pupuk NPK (kg)
JZA1 = Jumlah Penggunaan Pupuk ZA (kg)
JKDG1 = Jumlah Penggunaan Pu