PENYEBAB PENYAKIT KANKER DAN LAYUbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/ikatan2018a.pdf ·...

66

Transcript of PENYEBAB PENYAKIT KANKER DAN LAYUbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/ikatan2018a.pdf ·...

  • Penanggung Jawab

    Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

    Banten

    Dewan Redaksi

    Resmayeti Purba

    ST. Rukmini

    Mayunar

    Redaksi Pelaksana

    Ulima Darmania Amanda

    Hijriah Mutmainah

    Asep Wahyu

    Desain Sampul

    Ahmad Muhtami Alfarizi

    Alamat Redaksi

    Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jl. Ciptayasa KM 01 Ciruas, Serang, Banten 42182

    Telp. (0254) 281055, Fax. (0254) 282507

    Email: [email protected]

    PENYEBAB PENYAKIT KANKER DAN LAYU

    PADA TANAMAN TOMAT

    Sri Kurniawati .................................................... 1

    STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN

    PRODUKSI PADI DI PROVINSI BANTEN

    MELALUI PENDEKATAN SISTEM DINAMIK

    Tian Mulyaqin, Dewi Haryani dan Eko Sri Mulyani

    ............................................................................. 9

    KERAGAAN HASIL VARIETAS JAGUNG

    KOMPOSIT BISMA DAN LAMURU PADA

    LAHAN KERING DI KABUPATEN SERANG,

    PROVINSI BANTEN

    Hijriah Mutmainah ............................................ 20

    PENINGKATAN PENGETAHUAN SISWA

    MAGANG MELALUI PEMBELAJARAN

    TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PADI

    Dewi Widiyastuti ................................................ 25

    STRATEGI PEMILIHAN MATERI, MEDIA,

    DAN METODE PENYULUHAN

    BERDASARKAN POSISI SITUASI PERILAKU

    PETANI

    Ahmad Fauzan dan Yusarman ........................... 33

    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

    PRODUKSI PADI SAWAH DI KABUPATEN

    LEBAK – PROVINSI BANTEN

    Viktor Siagian dan Muchamad Yusron .............. 43

    KERAGAAN HASIL JAGUNG DAN KEDELAI

    DENGAN SISTEM TUMPANGSARI DI

    KABUPATEN PANDEGLANG BANTEN

    Resmayeti Purba ................................................ 53

    BULETIN IKATAN (INFORMASI PENGKAJIAN DAN DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN)

    ISSN: 9772088-8929

    VOLUME 8, NOMOR 1, TAHUN 2018

    DAFTAR ISI

    Buletin IKATAN (Informasi Pengkajian dan Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian) menerima

    naskah hasil pengkajian dan diseminasi inovasi teknologi dari phak lain yang memenuhi kriteria

    sebagaimana tercantum dalam pedoman bagi penulis di halaman sampul majalah ini.

    mailto:[email protected]

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 1

    PATOGEN TERBAWA BENIH Clavibacter michiganensis subsp.

    michiganensis PENYEBAB PENYAKIT KANKER

    DAN LAYU PADA TANAMAN TOMAT

    Sri Kurniawati

    Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

    Jln. Raya Ciptayasa KM 01, Ciruas Serang-Banten

    Telp. 0254 281055; email: [email protected]

    ABSTRAK

    Clavibacter michiganensis subsp michiganensis (Cmm) penyebab penyakit

    kanker dan layu pada tomat dapat mengakibatkan kehilangan hasil 20-70%.

    Gejala penyakit berupa bercak kemudian muncul retakan berwarna putih dan ooze

    bakteri keluar membentuk kanker pada daun, batang dan buah tomat, layu pada

    daun dan tajuk tanaman. Penyebaran Cmm di Indonesia terdapat pada sentra

    produksi tomat di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat dan

    Sumatera Utara. Bakteri ini merupakan patogen yang terdeteksi terbawa benih.

    Oleh karena itu, perlu produksi benih yang sehat melalui budidaya yang baik dan

    benar dan mencegah penyebarannya melalui benih dengan penerapan aturan

    karantina yang ketat. Upaya pencegahan dan pengendalian lainnya adalah dengan

    penerapan budidaya tanaman tomat yang baik, pengendalian gulma juga

    telah dikembangkan berupa mikroba maupun senyawa biotik dari tanaman

    aromatik dan bahan lainnya.

    Kata Kunci: benih, Cmm, penyakit kanker, penyakit layu

    PENDAHULUAN

    Clavibacter michiganensis subsp michiganensis (Cmm) merupakan bakteri

    patogen dari kelompok aktinomiset yang menyebabkan penyakit layu dan kanker

    pada tomat. Kehilangan hasil yang ditimbulkan dari penyakit ini di Perancis

    mencapai 20-30%, sedangkan di Amerika Serikat mencapai 70% (Elphinstone dan

    O’Neill, 2010). Cmm pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun

    1910 dan pertengahan tahun 1950-an menyebar di berbagai negara melalui benih

    dan bibit yang terinfeksi. Di Inggris keberadaan penyakit ini dilaporkan sejak

    tahun 1957 (ElphinstonedanO’Neill, 2010).

    Sampai tahun 2002 Indonesia bebas dari Cmm, namun saat ini keberadaan

    Cmm telah menyebar di berbagai sentra produksi tomat di Indonesia seperti

    daerah Pejawanan dan Banjarnegara (Jawa Tengah), Pujon dan Malang (Jawa

    Timur), Baso, Banuhampu, Agam (Sumatera Barat), Peceran dan Berastagi

    (Sumatera Utara), Cipanas, Pacet, Cianjur (Jawa Barat) dengan berbagai macam

    mailto:[email protected]

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 2

    A B

    C D

    tingkat kejadian penyakit mulai dari yang tinggi sampai rendah. Adapun kultivar

    tomat yang terserang penyakit ini adalah Marta, Permata, Montera, dan Cosmonot

    (Zainal et al., 2008).

    Gejala Penyakit dan Sumber Inokulum

    Gejala penyakit yang disebabkan oleh Cmm (Gambar 1) berupa bercak pada

    daun dan batang, buah berwarna putih dan coklat, selanjutnya timbul retakan dan

    ooze bakteri keluar membentuk kanker. Gejala pada buah tomat dikenal dengan

    gejala “birds eye”. Gejala lainnya berupa layu pada daun dan tajuk, diawali

    dengan layunya daun pada posisi terbawah dari tanaman, kemudian daun menjadi

    berwarna coklat dan mengering namun tangkai daun tetap segar dan daun tidak

    gugur. Gejala penyakit yang berat menimbulkan kematian pada tanaman tomat

    (Jones et al., 1993 dan Agrios, 2005).

    Gambar 1. Gejala serangan Cmm pada tanaman tomat: gejala birds eye pada buah tomat (A),

    gejala pada daun (B), gejala pada batang (C), dan gejala layu pada tanaman (D)

    Sumber : (Elphinstone dan O’Neill, 2010)

    Sumber inokulum Cmm berasal dari permukaan benih tomat yang terinfeksi

    dan kemudian menyebar ke bagian kotiledon atau daun. Selain itu, sumber

    inokulum dapat berasal dari sisa tanaman. Penyebaran patogen dapat melalui air

    irigasi dan alat pertanian. Bakteri ini menginfeksi tanaman inang melalui luka dan

    lubang alami seperti stomata, kemudian menginvasi jaringan xylem. Pembuluh

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 3

    xylem yang terinfeksi mengandung deposit granular kental, tyloses dan massa

    bakteri yang menghasilkan glycopeptide yang bersifat racun.

    Deteksi Cmm pada Benih

    Deteksi Cmm sangat diperlukan untuk mengetahui keberadaan dan potensi

    penyebaran penyakit sehingga dapat digunakan untuk tindakan pengendalian.

    Metode konvensional dan molekuler telah dilakukan untuk mendeteksi Cmm.

    Anwar et al. (2004) telah melakukan evaluasi terhadap 22 lot benih tomat

    komersial yang tersebar di Indonesia dan terdapat 6 lot benih yang diduga

    membawa Cmm, evaluasi melalui metode Isolasi, uji patogenesitas terhadap bibit

    tomat, uji IF, ELISA dan PCR. Cmm pada biji tomat dapat dideteksi dengan

    metode PCR, yaitu menggunakan sepasang primer spesifik CMM5 (5’ –GCG

    AAT AAG CCC ATA TCA A-3’)danCMM6(5’–CGT CAG GAG GTC GCC

    TAA TA-3’).Program PCR yang digunakan yaitu denaturasi awal 95oC selama 3

    menit, 30 siklus amplifikasi pada 94oC selama 30 detik, 55

    oC selama 30 detik dan

    70 o

    C selama 1 menit. Hasil penelitian dengan metode BIO-PCR ini dapat

    meningkatkan sensifitas deteksi pada 4x102 cfu

    .ml

    -1 (Burokiene, 2006).

    Metode lainnya untuk deteksi Cmm adalah analisis urutan gen gyrB dan

    MALDI–TOF MS (Matrix –Assisted Lase Desorption Ionization-time of Flight

    Mass Spectrometry). Hasil dari kedua metode dapat membantu untuk

    membedakan setiap subspesies Clavibacter (Zaluga et al., 2011). Selain itu,

    metode TaqMan Probe (penanda) PCR merupakan dasar hibridisasi penanda

    oligonukleotida fluoresen dengan daerah target spesifik yang diamplifikasi primer

    dan probe yang didesain dengan menggunakan Primer Express 2.0 software yang

    merupakan dasar urutan gen ITS konservatif dengan panjang 270 bp. Primer

    tersebut adalah ITSYG-1: 5’ –CGCGTCAGGCGTCTGTT-3’ dan ITSYG-2:

    5’AGTGGACGCGAGCATC-3’. Penanda yait 5’-TGGCGGTGGCGCTCATGG-

    3’ dengan ujung 5’ dilabel dengan 6-carboxyfluorescein (FAM) dan ujung 3’

    dilabel dengan tetramethycarboxyrhodamine (TAMRA). Penggunaan probe ini

    dapat membedakan Cmm dari sub spesis lain dari Clavibacter michiganensis

    (Zhao et al., 2007).

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 4

    Pengendalian Penyakit

    Secara umum prinsip pengendalian penyakit pada tanaman meliputi: (1)

    Eksklusi yaitu mencegah suatu patogen masuk dan tersebar dari suatu tempat yang

    endemik terhadap suatu penyakit, (2) Avoidance, menghindarkan tanaman dari

    infeksi pathogen, (3) Eradikasi, yaitu memusnahkan sumber patogen (inokulum)

    yang akan menjadi sumber penularan dan penyebaran penyakit dari dan ke suatu

    daerah/wilayah/negara yang ada patogen tersebut, dan (4) Proteksi, dengan

    melindungi tanaman agar tidak terjadi kontak dengan inokulum patogen, atau

    setidaknya mencegah agar patogen tidak bisa berkembang pada jaringan tanaman

    diantaranya adalah dengan menginduksi ketahanan tanaman dari infeksi patogen.

    Pengendalian patogen terbawa benih lebih pada strategi eksklusi dengan

    legislasi, yaitu penerapan aturan karantina di berbagai negara termasuk Indonesia.

    Peraturan ini merupakan strategi yang efektif untuk mencegah masuknya patogen

    melalui benih maupun bahan perbanyakan lainnya ke suatu wilayah, baik antar

    negara maupun antar wilayah dalam satu negara. Selain itu, sertifikasi benih

    dengan menerapkan persyaratan kesehatan benih yang bebas patogen akan

    mengurangi penyebaran patogen melalui benih sumber maupun benih konsumsi.

    Untuk memenuhi persyaratan benih yang bebas patogen, tentunya harus

    didukung dengan produksi benih yang sehat diantaranya dengan memilih daerah

    produksi yang bebas dari patogen dan jauh dari daerah endemis Cmm. Produksi

    benih pada suatu area yang terisolir dengan kondisi iklim yang baik untuk

    pertumbuhan tanaman tetapi tidak mendukung terhadap perkembangan penyakit.

    Penyakit kanker dan layu yang disebabkan Cmm akan berkembang dengan baik

    pada daerah yang panas dengan kisaran suhu 26 – 28oC (Hayward dan Waterson,

    1964 dalam Anwar et al., 2004). Produksi benih di rumah kaca sangat

    memungkinkan untuk mengeliminasi patogen, karena kondisi lingkungan mikro

    dapat diatur seperti suhu, kelembaban, air irigasi, aksessibilitas peralatan maupun

    pekerja lapangan.

    Produksi benih sehat harus ditunjang dengan teknik budidaya yang baik,

    dimulai dari sanitasi lahan untuk menghilangkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi

    maupun gulma yang tumbuh di sekitar lahan yang merupakan inang alternatif dari

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 5

    Cmm. Selanjutnya dengan pengolahan dan penerapan solarisasi lahan dapat

    mengurangi sumber inokulum dalam tanah.

    Penggunaan benih sumber sebaiknya telah memiliki sertifikat bebas dari

    patogen. Perlakuan benih dengan menggunakan bahan kimia pestisida yang

    mengandung tembaga sulfat atau pestisida nabati dari berbagai macam ekstrak

    tumbuhan yang mengandung anti mikroba dapat digunakan untuk mengurangi

    infeksi dari patogen. Selain itu, penggunaan agen biokontrol untuk perlakuan

    benih cukup efektif dalam mengendalikan Cmm.

    Komponen budidaya lain seperti pemupukan berimbang, pengaturan jarak

    tanam, pengendalian hama dan gulma, proses pemanenan dan penanganan pasca

    panen yang tepat dapat mengurangi intensitas penyakit Cmm di lapangan.

    Pengendalian lainnya adalah menginduksi ketahanan tanaman dengan berbagai

    macam inducer berupa mikroba ataupun bahan kimia telah dilaporkan efektif

    mengendalikan Cmm. Berikut ini diuraikan beberapa contoh penelitian terkait

    dengan pengendalian Cmm yang telah dilakukan.

    1. Penggunaan minyak esensial oregano, thyme dan dictamnus dapat

    menghambat bakteri Cmm pada konsentrasi 100, 85 dan 100 µg/ml,

    sedangkan marjoram dan pennyroyal dapat menghambat 80% pertumbuhan

    pada konsentrasi 1000 µg/ml (Daferera et al., 2002).

    2. Penggunaan asam sitrat dan air limbah pabrik minyak zaitun dapat

    menghambat pertumbuhan bakteri Cmm pada konsentrasi 0,1 mol l-1

    (Ozdemir, 2009).

    3. Penggunaan tanaman aromatik di Maroko Selatan juga digunakan dalam

    mengendalikan Cmm. Tanaman dari genus Rubus, Anvillea dan Pistacia

    sangat efektif dengan nilai MIC (Microbe Inhibitor Concentration) yang

    rendah yaitu 3.125 mg ml-1

    . Tanaman lain seperti Lavandula coronopifolia,

    Lavandula stoechas, Rosa canina, Cistus monspliensis, dan Cistus crispus,

    memiliki MIC sama dengan 6,25 mg ml-1

    . Selain menghambat Cmm juga

    dapat memacu pertumbuhan kecambah. Persentase perkecambahan benih yang

    diperlakukan dengan tiga ekstrak tanaman lebih efisien secara signifikan dari

    benih yang tidak diberi perlakuan. Perlakuan benih dengan ekstrak L.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 6

    coronopifolia memberikan tingkat perkecambahan 98%, sedangkan Cistus

    monspeliensis dan Rubus ulmifolius berkisar 84-88% (Talibi et al., 2011).

    4. Perlakuan benih dengan asam nitrit, ekstrak kompos dan strain bakteri

    Bacillus spp. efektif mengurangi kejadian penyakit Cmm (Kasselaki et al.,

    2011).

    5. Senyawa benzothiadiazole derivatif, benzo (1,2,3) thiadiazole-7-carbothioic

    asam-S-metil ester (acibenzolar-S-metil, ASM atau BTH), telah

    dikembangkan sebagai aktivator SAR. Induksi resistensi pada biji tomat

    melalui ASM memperlihatkan adanya penurunan tingkat keparahan penyakit

    (Soylu et al., 2003).

    Hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian penyakit Cmm di

    lapangan adalah waktu pengendalian yang tepat untuk menghasilkan pengendalian

    yang efektif dan efisien. Waktu yang tepat untuk pengendalian adalah saat awal

    pembungaan (Mora, 2001).

    PENUTUP

    Bakteri Clavibacter michiganensis subsp michiganensis merupakan

    patogen penyebab penyakit kanker dan layu pada tanaman tomat telah terdeteksi

    di Indonesia sejak 2002. Patogen ini diketahui terbawa benih sehingga upaya

    pengendalian lebih diutamakan pada penerapan aturan distribusi oleh Karantina,

    sehingga penyebarluasan penyakit dapat dicegah. Benih yang dihasilkan harus

    berasal dari tanaman sehat dan perlakuan benih sebagai upaya meminimalisir

    perkembangan penyakit di lapangan. Selanjutnya penerapan pengendalian hama

    terpadu (PHT) penting dilakukan untuk menghasilkan produksi yang tinggi,

    usahatani yang menguntungkan dan berkelanjutan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. New York: Academic Press.

    Anwar A, Ilyas S, Sudarsono. 2004. Deteksi bakteri Clavibacter michiganensis

    subsp. michiganensis pada benih tomat komersial yang beredar di Indonesia.

    Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 10(2):74-86.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 7

    Burokiene D. 2006. Early Detection of Clavibacter michiganensis subsp.

    michiganensis in Tomato Seedlings. Agronomy Research 4:151-154.

    Daferera DJ, Ziogas BN, Polissiou. 2002. The Effectiveness of Plant Essential

    Oils on The Growth of Botrytis cinerea, Fusarium sp. and Clavibacter

    michiganensis subsp. michiganensis. Crop Protection 22:39-44.

    ElphinstoneJ,O’NeillT.2010.Bacterialwiltandcankeroftomato(Clavibacter

    michiganensis subsp. michiganensis. Food and Environment Research

    Agency (Fera).

    Jones JB, Jones JP, Stall RE, Zitter TA. 1993. Compedium of Tomato Diseases.

    APS Press.St Paul, Minnesota.

    Kasselaki AM, Goumas D, Tamm L, Fuchs J, Cooper J, Leifert C. 2011. Effect

    of alternative strategies for the disinfection of tomato seed infected with

    bacterial canker (Clavibacter michiganensis subsp. michiganensis). NJAS -

    Wageningen Journal of Life Sciences, 58 (3-4), pp. 145-157.

    MoraCMM,HausbeckMK,Fulbright.2001.Bird’sEyeLesionsofTomatoFruit

    Produced by Aerosol and Direct Application of Clavibacter michiganensis

    subsp. michiganensis. Plant Disease 85(1):88-91.

    Ozdemir Z. 2009. Growth Inhibition of Clavibacter michiganensis subsp.

    michiganensis and Pseudomonas syringae pv. Tomato by Olive Mill

    Wastewaters and Citric Acid. Journal of Plant Pathology 91(1):221-224.

    Soylu S, Baysal O, Soylu M. 2003. Induction of Disease Resistance by The Plant

    Activator, Acibenzolar-Smethyl (ASM), Against Bacterial Cancer

    (Clavibacter michiganensis subsp. michiganensis) in Tomato Seedlings.

    Plant Science 165:1069-1075.

    Talibi I, Amkraz N, Askarne L, Msanda F, Saadi B, Boudyach EH, Ait Ben

    Aoumar A. 2011. Antibacterial activity of moroccan plants extracts against

    Clavibacter michiganensis subsp. michiganensis, the causal agent of

    tomatoes’ bacterial cancer. Journal of Medicinal Plant Research

    5(17):4332-4338.

    Zainal A, Anwar A, Khairul U, Sudarsono. 2008. Distribution of Clavibacter

    michiganensis subsp. michiganensis in Various Tomato Production Centers

    in Sumatra and Java. Microbiology 2(2):63-68.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 8

    Zaluga J, Heylen K, Van Hoorde K, Hoste B, Van Vaerenbergh J, Maes M, De

    Vos P. 2011. GyrB Sequence analysis and MALDI-TOF MS as

    Identification Tools for Plant Pathogenic Clavibacter. Systematic and

    Applied Microbiology 34:400-407.

    Zhao WJ, Chen HY, Zhu SF, Xia MX, Tan TW. 2007. One Step Detection of

    Clavibacter michiganensis subsp. michiganensis in Symptomless Tomato

    Seeds using a Taqman Probe. Journal of Plant Pathology 89(3):349-351.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 9

    STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI

    DI PROVINSI BANTEN MELALUI PENDEKATAN SISTEM

    DINAMIK

    Tian Mulyaqin, Dewi Haryani, dan Eko Sri Mulyani

    Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

    Jln. Raya Ciptayasa KM 01, Ciruas Serang-Banten

    Telp. 0254 281055; email: [email protected]

    ABSTRAK

    Sistem penyediaan beras bersifat kompleks karena melibatkan berbagai sektor dan

    mencakup berbagai aspek. Untuk memecahkan permasalahan yang kompleks

    diperlukan pendekatan yang lebih konprehensif dan holistik. Kajian ini bertujuan

    menganalisis sistem penyediaan beras untuk pencapaian surplus produksi beras

    0,2 juta ton tahun2014diProvinsiBanten. Kajian menggunakan data sekunder

    serta data pendukung lainnya melalui desk study dan focus group discussion

    (FGD). Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan

    kuantitatif dengan sistem dinamik. Hasil kajian menunjukkan model sistem

    penyediaan dan konsumsi beras untuk pencapaian surplus produksi beras 0,2 juta

    ton tahun 2014 di Provinsi Banten yang paling sesuai adalah dengan

    menggabungkan berbagai kebijakan dalam mendukung tersedianya cadangan

    beras dengan meningkatkan produktivitas padi melalui peningkatan adopsi

    teknologi, menurunkan tingkat kehilangan hasil melalui mekanisasi pertanian dan

    penurunan tingkat konsumsi beras melalui program diversifikasi pangan secara

    masive.

    Kata Kunci: beras, produksi, konsumsi, model, surplus

    PENDAHULUAN

    Banten merupakan salah satu lumbung padi nasional. BPS (2013) mencatat

    produksi padi Banten mencapai 1,86 juta ton atau 2,7 persen dari produksi

    nasional. Persentase kontribusi terbesar secara berurutan berasal dari Kabupaten

    Pandeglang (30,91%), Kabupaten Lebak (24,30%), Kabupaten Serang (21,27%)

    dan Kabupaten Tangerang (18,24%). Namun, tantangan untuk memenuhi

    kebutuhan beras penduduk di Provinsi Banten semakin berat karena beberapa hal,

    diantaranya laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, laju konversi lahan sawah

    yang makin tidak terkendali, perubahan iklim, degradasi sumberdaya lahan dan

    air.

    Pasandaran (2006) menyatakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk,

    pendapatan, dan perkembangan industri dapat mengakibatkan permintaan beras

    terus meningkat baik untuk konsumsi secara langsung maupun untuk bahan baku

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 10

    industri. Penyediaan pangan saat ini dan dimasa yang akan datang akan

    menghadapi tantangan utama dalam ketersediaan sumber daya lahan yang makin

    langka (lack of resources), baik luas maupun kualitasnya serta konflik

    penggunaannya (conflict of interest) (Pasandaran, 2006). Faktor lain yang

    menentukan dalam sistem produksi padi nasional adalah cekaman iklim,

    produktivitas (varietas), penerapan teknologi, indeks pertanaman (IP), gangguan

    hama dan bencana alam seperti banjir atau kekeringan. Komponen ini sangat

    mungkin berinteraksi di dalam sub-sistemnya sendiri atau mungkin juga

    berinteraksi dengan komponen lain di luar sub-sistem (Somantri dan Thahir,

    2007).

    Faktor-faktor yang mempengaruhi cadangan beras di Banten dalam

    pendekatan model sistem dinamik dapat diidentifikasi dan dianalisis untuk

    menentukan cadangan beras aktual dan masa yang akan datang dengan

    memperhatikan subsistem-subsistem di dalamnya, seperti subsistem produksi dan

    subsistem konsumsi beras. Numalina (2008) menyatakan bahwa keberlanjutan

    sistem ketersediaan beras di wilayah Jawa dan Sumatera memiliki kategori status

    cukup berkelanjutan, sementara Kalimantan, Sulawesi, dan Wilayah lainnya

    memiliki kategori kurang berkelanjutan dalam penyediaan beras. Kajian ini

    bertujuan untuk menganalisis sistem penyediaanberasuntukpencapaian surplus

    produksi beras 0,2 juta ton 2014 di Provinsi Bantenmelalui pendekatan sistem

    dinamik.

    METODOLOGI

    Kajian ini dilaksanakan sejak April sampai dengan Desember 2013. Kajian

    ini bersifat makro pada agregasi provinsi Banten. Menurut Simatupang (2007),

    untuk tujuan analisis kebijakan, isu ketahanan pangan dapat dikaji pada tingkat

    agregasi: rumah tangga dan regional (kabupaten, provinsi, dan nasional).

    Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer

    diperoleh melalui FGD dengan stakeholder terkait, sementara data sekunder

    dikumpulkan secara desk study dari berbagai sumber, antara lain: BPS,

    Dinas/Instansi terkait, serta sumber literatur lainnya yang mendukung.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 11

    Penyusunan model dan strategi pencapaian surplus produksi beras 0.2 juta

    ton Tahu 2014 dilakukan dengan pendekatan sistem dinamik dibantu dengan

    software Powersim. Dalam menganalisis sistem penyediaan beras yang bersifat

    kompleks dapat didekati dengan pendekatan sistem. Pendekatan sistem adalah

    suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai

    titik tolak analisis (Marimin, 2004).

    Menurut Eriyatno (1998) karena pemikiran sistem selalu mencari

    keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu

    kerangka fikir baru yang dikenal sebagai pendekatan sistem (system approach).

    Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan

    dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan,

    sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif.

    Pendekatan sistem dapat memberi landasan untuk pengertian yang lebih luas

    mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan

    dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka

    sistem. Menurut Manetch dan Park (1977) dalam Hartrisari (2007), tahapan

    pendekatan sistem dimulai dari analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi

    sistem, pemodelan, verifikasi dan validasi serta implementasi sistem.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Analisis Dinamik Sistem Permodelan Pencapaian Surplus 0,2 Juta Ton Beras

    di Provinsi Banten

    Simulasi dan Asumsi

    Model sistem dinamik sistem permodelan perberasan di Banten dibuat dan

    disimulasikan dimana tahun 2006 merupakan titik awal simulasi (t=0). Skenario

    kebijakan hasil simulasi diterapkan mulai tahun 2013 sampai tahun 2014.

    Beberapa skenario kebijakan yang dicoba dalam simulasi ini diharapkan mampu

    memprediksi cadangan beras banten pada tahun 2014 surplus 0,2 juta ton beras.

    Asumsi yang diguanakan dalam melakukan simulasi model cadangan

    beras Banten pada tahun 2014 yaitu:

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 12

    1. Data historis luas sawah tahun tahun 2012 (Banten Dalam Angka, 2012)

    tahun 197.640 ha, terdiri dari 88.252 ha sawah tadah hujan dan 109.388 ha

    sawah irigasi.

    2. Data historis jumlah penduduk : Tahun 1961 (2.258.574 jiwa), Tahun 1971

    (3.045.154 jiwa), Tahun 1981 (4.015.837 jiwa), Tahun 1991 (5.967.907 jiwa),

    Tahun 2001 (8.096809 jiwa), Tahun 2011 (11.005.518 jiwa).

    3. Rata-rata pengurangan luas sawah dari tahun 2008-2012 : 100 ha

    4. Kemampuan rata-rata cetak sawah : 0 ha/th (Ditjen PSP, 2008 s.d 2012)

    5. Losses panen 14% (Dinas Pertanian, 2012)

    6. Produktivitas Beras dipengaruhi oleh pupuk, benih, pengendalian OPT,

    penyuluhan, dan Jajar Legowo.

    7. Rata-rata konsumsi beras 100,4 kg/kapita/th (BPS Banten, 2012)

    8. Produktivitas padi : 3,78 (BPS, 2012).

    9. Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2001 s.d tahun 2012: 2,44 %.

    10. Jumlah penduduk tahun 2012 : 1.063.117 jiwa, tahun 2011 : 1.038.087 jiwa,

    tahun 2010 : 1974.990 jiwa, tahun 2009 : 936.910 jiwa, tahun 2008 : 944.276

    jiwa.

    11. Luas sawah baku tahun 2013 : 197.640 ha (Dinas Pertanian, 2012)

    12. Intensitas penyuluhan : 20% (Hamdan, 2012)

    13. IP Padi eksisting rata-rata : 2,1 (BPS, 2012)

    14. Penggunaan pupuk sesuai dengan rekomendasi berdasarkan informasi

    penyuluh lapang Banten tahun 2012 sebesar 20 %

    15. Sistem tanam padi (BB padi.litbang.go.id):

    - Legowo 2:1 populasi meningkat 33,31% dibandingkan tegel

    - Legowo 4:1 populasinya meningkat 60 %

    - Legowo meningkatkan produktivitas padi 10 – 22 %

    Uji Validasi Model

    Hasil pengujian terhadap validitas kinerja sistem untuk elemen

    perkembangan produksi padi di Provinsi Banten menunjukkan nilai rata-rata

    bahwa atara model dengan data empirik terdapat kesesuaian dalam ambang batas

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 13

    yang diperbolehkan. Nilai rata-rata hasil uji validasi kinerja model tersebut

    menunjukkan nilai rata-rata MSE lebih kecil dari 5% (Tabel 1).

    Tabel 1. Produksi padi historis dibandingkan hasil simulasi tahun 2006-2014

    Hasil pengujian terhadap validitas kinerja untuk elemen produksi padi

    historis menunjukkan bahwa nilai rata-rata antara simulasi dengan data aktual

    terdapat kesesuaian dengan nilai rata-rata hasil uji validasi kinerja lebih kecil dari

    5 %.

    Tabel 2. Luas Panen Historis dibandingkan Luas Panen Padi Hasil Simulasi Tahun 2006-2014

    Demikian juga hasil pengujian terhadap validitas kinerja untuk elemen

    luas panen padi historis menunjukkan bahwa nilai rata-rata antara simulasi dengan

    data aktual terdapat kesesuaian dengan nilai rata-rata hasil uji validasi kinerja

    lebih kecil dari 5 % (Tabel 2).

    Uji Sensitivitas Model

    Pada analisis sensitivitas, dianalisis sensitivitas dari faktor-faktor yang

    akan mempengaruhi neraca beras di Provinsi Banten. Analisis sensitivitas yang

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 14

    dilakukan adalah dengan meningkatkan faktor-faktor tersebut sebesar 10% dari

    kondisi eksisting. Faktor tersebut dikatakan sensitif apabila setelah faktor tersebut

    ditambahkan 10%, dampaknya terhadap kinerja model dapat mencapai 5-14% (S),

    sangat sensitif apabila dampaknya terhadap kinerja model mencapai 15-34% (SS)

    dan sangat-sangat sensitif (SSS) apabila dampaknya terhadap kinerja model lebih

    besar dari 35% (Nurmalina, 2007).

    Tabel 3. Hasil analisis sensitivitas faktor-faktor perkembangan neraca beras tahun 2014

    Tabel 3, di atas menunjukkan tingkat konsumsi beras per-kapita memiliki

    dampak yang paling sensitif, sementara adopsi rekomendasi pupuk, penyuluhan

    dan penurunan looses panen juga memiliki dampak yang sangat sensitif terhadap

    model pencapaian surplus beras 0,2 juta ton di Provinsi Banten.

    Skenario Kebijakan dan Hasil Simulasi

    Pada pemodelan dinamika sistem ketersediaan beras, rancangan model,

    simulasi dan analisis dilakukan dengan mengacu pada tujuan dan skenario pada

    setiap model. Beberapa skenario kebijakan yang akan digunakan dalam analisis

    ketersediaan beras antara lain:

    1. Skenario tanpa perubahan kebijakan

    Model yang dirancang akan menggambarkan kondisi luas sawah padi

    selama periode tahun 2006-2014 dimana terjadi kecenderungan menurun dari

    197.640 ha pada tahun 2006 menjadi 196.840 ha pada tahun 2014 sebagai

    akibat besarnya tingkat alih fungsi lahan pertanian terutama sawah menjadi lahan

    non-pertanian seperti untuk pemukiman dan industri (Tabel 4).

    Time

    2.006

    2.007

    2.008

    2.009

    2.010

    2.011

    2.012

    2.013

    2.014

    Luas_sawah Luas_tanam Luas_panen_padi

    197.640,00 434.808,00 350.716,13

    197.540,00 434.588,00 363.011,36

    197.440,00 434.368,00 371.210,89

    197.340,00 434.148,00 376.015,58

    197.240,00 433.928,00 424.815,51

    197.140,00 433.708,00 414.321,25

    197.040,00 433.488,00 371.499,22

    196.940,00 433.268,00 371.310,68

    196.840,00 433.048,00 371.122,14

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 15

    Tabel 4. Penurunan luas sawah sebagai akibat alih fungsi lahan

    Gambar 1. Perkembangan neraca beras tanpa perubahan kebijakan

    Pada skenario tanpa perubahan kebijakan dapat dilihat pada grafik bahwa di

    tahun mendatang produksi beras dan persediaan beras memiliki kecenderungan

    menurun, sementara konsumsi beras terus meningkat dengan asumsi apabila

    beberapa parameter tidak mengalami perubahan (Gambar 1).

    2. Skenario dengan kebijakan

    Provinsi Banten dalam menyusun model pencapaian surplus beras 0,2 juta

    ton pada tahun 2014, kebijakan ekstensifikasi pertanian melalui cetak sawah tidak

    pernah dilakukan (Dirjen PSP, 2012) Oleh karena itu, kebijakan yang akan

    diterapkan dalam model ini merupakan kebijakan intensifikasi pertanian melalui

    peningkatan produktivitas melalui peningkatan adopsi teknologi usahatani padi

    secara optimal, penurunan tingkat kehilangan hasil pada saat panen dan pasca

    Neraca Beras Eksisting

    (ton/tahun)

    Neraca Beras (Simulasi+10%)

    (ton/tahun)

    Dampak Terhadap Model

    (%) Kategori

    Adopsi Rekomendasi Pupuk

    -128430,18 -106051,91 17,42 SS

    Rekomendasi Benih -128430,18 -120392,74 6,26 S

    Penyuluhan -128430,18 -107450,55 16,34 SS

    Pengendalian OPT -128430,18 -122964,23 4,26 S

    Penerapan Jarwo -128430,18 -114443,76 10,89 S

    Tingkat Konsumsi Beras

    -128430,18 -4733,37 96,31 SSS

    Alih Fungsi Lahan -128430,18 -128373,87 0,04 TS

    Looses Panen -128430,18 -110384,22 14,05 SS

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 16

    panen melalui mekanisasi pertanian, dan penurunan konsumsi beras per-kapita

    melalui diversifikasi pangan.Berikut beberapa skenario yang dapat mengupayakan

    Banten surplus 0,2 juta ton pada tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 5 dan

    Gambar 2.

    Tabel 5. Skenario model pencapaian surplus beras 0,2 juta ton di Provinsi Banten

    Uraian Sken-1 (Eksisting)

    Sken-2 Sken-3 Sken-4

    Adopsi Rekomendasi Pupuk

    20% 30% 30% 30%

    Rekomendasi Benih 51% 60% 60% 60%

    Jajar Legowo 20% 30% 30% 30%

    Penyuluhan 20% 30% 30% 30%

    Pengendalian OPT 30% 20% 20% 20%

    Tingkat Konsumsi Beras

    104 kg/tahun/per kapita

    104/tahun/per kapita

    104/tahun/per kapita

    100/tahun/per kapita

    Laju Konversi Lahan 100 ha/tahun 100 ha/tahun 100 ha/tahun 100 ha/tahun

    Looses panen 14% 14% 10% 10%

    Skenario 1 merupakan skenario tanpa kebijakan seperti dijelaskan

    sebelumnya, sementara skenario 2 berupaya meningkatkan produktivitas padi

    dengan meningkatkan 10 persen parameter yang mempengaruhi produktivitas

    padi. Sementara skenario 3 berupaya selain meningkatkan produktivitas,

    diterapkan teknologi mekanisasi pertanian yang dapat menekan tingkat kehilangan

    hasil 14% (eksisting) menjadi 10%. Skenario 4 selain penerapan mekanisasi

    pertanian juga dilakukan suatu kebijakan yang dapat menurukan konsumsi beras

    sebesar 104 kg per kapita per-tahun menjadi 96 kg per kapita per-tahun melalui

    diversifikasi pangan. Skenario 4 ini merupakan gabungan dari peningkatan

    produktivitas padi, penurunan tingkat kehilangan hasil, dan penurunan konsumsi

    beras per-kapita per-tahun.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 17

    Gambar 2. Proyeksi pencapaian surplus beras tahun 2006-2014

    Dari beberapa skenario yang disusun terlihat bahwa penggabungan

    berbagai kebijakan untuk pencapaian produksi beras di Provinsi Banten sangat

    mempengaruhi, dimana skenario 4 terlihat mempunyai pencapai surplus beras

    lebih besar dibandingkan skenario lain. Sementara skenario 1 paling rendah

    karena tidak mengabungkan dengan kebijakan lainnya hanya bergantung pada

    kebijakan peningkatan produktivitas padi saja. Peran mekanisasi pertanian dalam

    hal penurunan tingkat kehilangan hasil cukup signifikan mempengaruhi cadangan

    beras dikarenakan akan meningkatkan hasil produksi padi secara keseluruhan.

    Sementara pada penurunan konsumsi beras perkapita juga cukup signifikan karena

    akan menurunkan jumlah konsumsi beras secara keseluruhan. Disini sangat jelas

    peran pemerintah untuk terus mendorong petani untuk mengadopsi mekanisasi

    pertanian terutama pada saat panen dan pascapanen dan meningkatkan

    diversifikasi pangan non beras ke pada masyarakat.

    KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

    Kesimpulan

    1. Model pencapaian surplus beras 0,2 juta ton di Provinsi Banten dirumuskan

    dengan menggabungkan berbagai kebijakan. Sebagai suatu sistem, pencapaian

    surplus beras harus didukung oleh berbagai elemen yang merupakan bagian

    dari sistem perberasan di Provinsi Banten yaitu model sub sistem produksi, sub

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 18

    sistem konsumsi dan sub sistem distribusi. Optimalisasi pada masing-masing

    subsistem dapat mewujudkan terciptanya suatu model yang baik bagi

    pencapaian surplus beras di Provinsi Banten.

    2. Model sistem dinamis yang disusun telah dapat mendeskripsikan kondisi

    ketersediaan beras di Provinsi Banten dengan berbagai skenario kebijakan.

    Hasil simulasi terhadap model yang dikembangkan menunjukkan bahwa jika

    terjadi peningkatan produktivitas sebesar 10-16% per-tahun dengan penurunan

    tingkat konsumsi beras sebesar 5 persen per-tahun serta penurunan tingkat

    kehilangan hasil pada saat panen sebesar 5% per-tahun pencapaian suplus beras

    0,2 juta ton pada tahun 2014 dapat terwujud. Secara umum kebijakan yang

    paling efektif dalam mencapai ketersedian beras berkesinambungan adalah

    dengan menekan angka alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang terus

    meningkat sehingga dapat meningkatkan luas tanam dan luas panen.

    Implikasi Kebijakan

    1. Intensifikasi pertanian untuk meningkatkan produktivitas padi melalui

    peningkatan adopsi teknologi pada petani berupa penggunaan benih unggul,

    pemupukan sesuai rekomendasi, tanam jajar legowo, pengendalian hama

    penyakit secara massive dan didorong oleh kebijakan stake holder di masing-

    masing kabupaten/kota yang mendukung pencapaian surplus beras di Provinsi

    Banten.

    2. Penurunan konsumsi beras per kapita melalui kegiatan diversifikasi pangan

    perlu terus ditingkatkan lagi. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk 2,71

    persen per-tahun merupakan tantangan yang berat bagi Provinsi Banten dalam

    penyediaan beras sebagai makanan pokok yang sulit tergantikan.

    3. Kebijakan pemerintah dalam menegakkan UU Agraria mengenai lahan abadi

    pertanian perlu dengan serius dilaksanakan, mengingat tingkat konversi lahan

    dari tahun ke tahun semakin meningkat dan tidak dapat ditahan.

    4. Perlu rencana aksi bersama semua stake holder yang ada, untuk dapat

    mencapai surplus beras 0,2 juta ton di Provinsi Banten.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 19

    DAFTAR PUSTAKA

    BPS Banten, 2006-2013. Banten Dalam Angka Tahun 2006-2013. Serang.

    BPS Banten, 2013. Produksi Tanaman Padi dan Palawija Provinsi Banten Tahun

    2012. Serang.

    Eriyatno.1998. Ilmu Sistem, Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB

    Press, Bogor.

    Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri

    dan Lingkungan. SEAMEO BIOTROP. Bogor.

    Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.

    Grasindo. Jakarta.

    Nurmalina R. 2008. Analisis Indeks dan Status keberlanjutan Sistem Ketersediaan

    Beras di Beberapa Wilayah Indonesia. JAE 26(1): 47-79.

    Nurmalina R. 2007. Model Neraca Ketersediaan Beras yang Berkelanjutan untuk

    Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Disertasi. Sekolah Pascasarjana

    Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Pasandaran, E. 2006. Alternatif kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Sawah

    Beriirigasi di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25(4):123-129.

    Simatupang, P. 2007. Analisis Kritis Terhadap Paradigma dan Kerangka Dasar

    Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Forum Penelitian Agro Ekonomi.

    25(1): 1-18.

    Somantri, AS dan Thahir R, 2007. Analisis Sistem Dinamik Ketersediaan Beras di

    Merauke Dalam Rangka Menuju Lumbung Padi Bagi Kawasan Timur

    Indonesia. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian 3: 28-36.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 20

    KERAGAAN HASIL VARIETAS JAGUNG KOMPOSIT BISMA DAN

    LAMURU PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN SERANG,

    PROVINSI BANTEN

    Hijriah Mutmainah

    Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

    Jln. Ciptayasa KM. 01, Ciruas, Serang, Banten 42182

    Telp. (0254) 281055; Fax (0254) 282507

    email : [email protected]

    ABSTRAK

    Kebutuhan jagung sebagai pangan maupun untuk pakan ternak terus meningkat,

    namun produktivitas jagung di tingkat petani masih rendah. Peningkatan

    kebutuhan jagung perlu diimbangi dengan peningkatan produktivitas tanaman.

    Salah satu cara peningkatan produktivitas jagung yaitu menggunakan varietas

    unggul yang adaptif pada lingkungan lahan kering. Tujuan dari pengkajian ini

    adalah mengetahui keragaan komponen hasil jagung varietas Bisma dan Lamuru

    dilahan kering. Kegiatan dilakukan di Kecamatan Petir Kabupaten Serang, pada

    bulan April sampai Juli 2018. Parameter yang diamati adalah komponen hasil dan

    produktivitas jagung. Komponen hasil dan produktivitas pipilan kering jagung

    varietas Bisma dan Lamuru adalah: panjang tongkol 15,6-16,4 cm, diameter

    tongkol atas 13,8-14,0 cm; diameter tongkol bawah: 16,22-16,24 cm, jumlah baris

    14 dan 16, jumlah pipilan jagung 407-428 biji, bobot 100 biji 20,83-20.94;

    produktivitas jagung 4,9- 5,0 ton/ha. Hasil pengkajian menunjukan bahwa

    budidaya jagung di lahan kering dapat menggunakan jagung komposit, Bisma dan

    Lamuru.

    Kata Kunci: jagung, varietas, bisma, lamuru

    PENDAHULUAN

    Kebutuhan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah

    penduduk dan berkembangnya industri hilir. Dalam periode 2010-2050,

    permintaan keenam komoditas pangan terus meningkat dengan laju peningkatan

    konsumsi langsung tertinggi adalah gula (1,50%/tahun), selanjutnya kedelai

    (0,98%), daging (0,94%), beras (0,92%), jagung (0,68%), dan ubi kayu (0,67%).

    Peningkatan konsumsi tanpa diimbangi dengan peningkatan produksi akan

    mengancam ketahanan pangan sehingga menimbulkan kerawanan pangan. Upaya

    yang dilakukan pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan adalah

    meningkatkan produksi terutama padi, jagung dan kedelai. Khsusus untuk jagung

    produksi tahun 2017 sebanyak 4.325 ton dengan luas panen 1.232 ha (BPS, 2018).

    mailto:[email protected]

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 21

    Sebagai perbandingan luas panen 2016 adalah 724 ha dan produksi 2.279 ton,

    tahun 2015 seluas 287 ha dengan produksi 965,4 ton, dan tahun 2016 seluas 933

    ha dengan produksi 3.341 ton. Peningkatan produksi jagung harus didukung oleh

    inovasi teknologi budidaya, panen dan pasca panen yang tepat. Inovasi teknologi

    budidaya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas jagung.

    Provinsi Banten telah berhasil meningkatkan luas panen dan produksi

    jagung, namun produktivitasnya masih rendah yaitu dibawah 5 ton/ha (BPS,

    2018). Salah satu cara peningkatan produktivitas jagung yaitu menggunakan

    varietas unggul berdaya hasil tinggi dan adaptif dengan lingkungan setempat

    (Saenong et al, 2007). Varietas unggul baru yang beredar ditingkat petani adalah

    jagung hibrida dan komposit. Keunggulan jagung komposit dibandingkan jagung

    hibrida adalah harga benihnya jauh lebih murah dan hasilnya dapat digunakan

    sebagai benih kembali. Menurut Mustikawati (2011), jagung komposit memiliki

    keunggulan lain yaitu daya adaptasi yang baik pada berbagai kondisi lingkungan,

    sebagian berumur genjah, dapat dikembangkan dilahan marginal maupun lahan

    subur dan tahan kering, harganya relatif murah dan dapat digunakan sebagai benih

    sampai beberapa generasi. Namun kekurangannya memiliki produktivitas rendah

    yaitu 3-7 ton/ha. Varietas jagung komposit diantaranya Bisma dan Lamuru, yang

    masing-masing memiliki produktivitas 7,6 ton/ha dan 7,0-7,5 ton/ha pipilan

    kering (Balitseral, 2012).

    METODOLOGI

    Pengkajian dilakukan pada Bulan Maret – Juni 2018 di Kecamatan Petir

    Kabupaten Serang dengan pada lahan kering seluas 2 ha. Inovasi teknologi

    berasal dari Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, Sulawesi. Varietas yang

    digunakan Komposit Bisma dan Lamuru masing-masing seluas 1 ha. Pengolahan

    tanah dilakukan secara sempurna. Pupuk yang diaplikasikan adalah Urea 350 kg,

    100 kg SP-36, 50 kg KCl dan pupuk organik 2 ton/ha. Jarak tanam 70x20 cm

    dengan 2 biji/lubang. Pengendalian hama dilakukan dengan melihat kondisi di

    lapang. Parameter komponen hasil yang diamati meliputi panjang tongkol,

    diameter tongkol, jumlah baris, jumlah pipilan, bobot pipilan, bobot 100 biji dan

    produktivitas pipilan kering.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 22

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Keragaan komponen hasil jagung komposit varietas Bisma dan Lamuru

    yang diamati tertera pada Tabel 1. Komponen hasil antara varietas bisma dan

    lamuru tidak jauh berbeda, diantaranya panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah

    baris, jumlah pipilan jagung, bobot pipilan maupun bobot 100 biji dan

    produktivitas pipilan kering.

    Tabel 1. Keragaan komponen hasil jagung komposit

    Varietas Panjang tongkol

    (cm)

    Diameter tongkol

    atas (mm)

    Diameter tongkol bawah (mm)

    Jumlah baris

    Jumlah pipilan jagung (biji)

    Bobot pipilan

    (gr)

    Bobot 100 biji (g)

    Produktivitas pipilan

    kering(ton/ha)

    Bisma 15.6 13.8 16.22 14.8 407 170 20.83 4.9

    Lamuru 16.4 14 16.24 16 428 178 20.94 5.0

    Jagung varietas Bisma dan Lamuru memiliki produktivitas yang relatif

    sama, masing-masing sebesar 4,9 ton/ha dan 5,0 ton/ha. Berdasarkan deskripsi

    varietas (Balisereal, 2012), hasil yang diperoleh masih dibawah potensi yaitu 7,6

    ton/ha pipilan kering untuk varietas Lamuru dan 7,0-7,5 ton/ha varietas Bisma.

    Hal tersebut diduga pengaruh faktor lingkungan, diantaranya iklim. Kegiatan ini

    dilaksanakan di lahan kering dengan curah rendah, curah hujan wilayah

    pengkajian selama musim tanam April – Juni disajikan pada Gambar 1.

    Gambar 1. Curah hujan lokasi pengkajian selama musim tanam

    Sumber : BMKG. Stasiun Klimatologi Tangsel (Pondok Betung)

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    140

    160

    180

    Maret April Mei Juni

    Cu

    rah

    Hu

    jan

    (m

    m)

    Bulan

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 23

    Berdasarkan Gambar 1, pada awal pertanaman/bulan Maret curah hujan

    masih diatas 100 mm, memasuki bulan kedua sampai memasuki waktu panen

    curah hujan rendah yaitu

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 24

    DAFTAR PUSTAKA

    Aqil, M., C. Rapar, Zubachtirodin. 2012. Deskripsi Varietas Unggul Jagung.

    Maros. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Kementrian

    Pertanian.

    Aqil, M., I. U. Firmansyah, dan M. Akil. 2007. Pengelolaan Air Tanaman Jagung

    Jagung, Dalam buku : Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan

    Tanaman Pangan Departemen Pertanian. 219-230. Diakses

    (http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/dua

    tujuh.pdf) diakses 28 Agustus 2018.

    Balitsereal, 2012. Deskripsi varietas jagung komposit. Balai Penelitian Sereal,

    Maros. 10 halaman

    BPS. 2015. Serang Dalam Angka 2015. Badan Pusat Statistik Kabupaten

    Serang.

    BPS. 2018. Serang Dalam Angka 2018. Badan Pusat Statistik Kabupaten

    Serang.

    Mustikawati, D. R, dan Yulia, P. 2011. Introduksi Varietas Unggul Jagung di

    Lampung, Prosiding Seminar Nasional Serealia: 134 – 142

    Saenong, S., M. Azrai, Ramlah, Rahmawati. 2007. Pengelolaan Benih Jagung,

    dalam Buku : Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman

    Pangan Departemen Pertanian. 145-174. Diakses

    (http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/

    sebelas.pdf) diakses 28 Agustus 2018.

    Slamet, B.P dan Roy Efendi. 2015. Evaluasi Galur Jagung terhadap Cekaman

    Kekeringan. Prosiding Seminar Nasional Serealia:69-76.

    Sutoro, 2012. Kajian penyediaan varietas jagung di lahan sub optimal. Iptek

    Tanaman Pangan 7(2):108-112.

    Suwardi dan M. Azrai. 2013. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Hasil

    Genotype Jagung. Prosiding Seminar Nasional Serealia:139-147.

    http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/%20sebelas.pdfhttp://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/%20sebelas.pdf

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 25

    PENINGKATAN PENGETAHUAN SISWA MAGANG MELALUI

    PEMBELAJARAN TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PADI

    Dewi Widiyastuti

    Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten

    Jl. Ciptayasa Km 01. Ciruas Serang Banten. Telp. 0254-281055,

    e-mail: [email protected]

    ABSTRAK

    Benih merupakan salah satu input produksi yang berkontribusi signifikan terhadap

    peningkatan produktivitas dan kualitas hasil padi. Diseminasi teknologi produksi

    benih kepada siswa-siswi SMKN dilakukan untuk menambah pengetahuan

    tentang benih. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sebagai UPT

    Balitbangtan melakukan diseminasi inovasi ke siswa-siswi magang di bidang

    pertanian. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan

    siswa-siswi magang tentang Teknolgi Produksi Benih Padi melalui pembelajaran

    yang dilakukan pada tanggal 2 Februari 2018. Peserta siswa-siswi magang

    berasal dari sekolah SMKN 2 Rangkas Bitung dengan jumlah siswa 19 orang.

    Peningkatan pengetahuan dengan metode pembelajaran dilakukan menggunakan

    kuisioner pree test dan post test dengan jumlah soal 10 pertanyaan. Analisis data

    menggunakan aplikasi statistik program Microsort Excel. Data dianalisis secara

    deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel. Hasil pembelajaran menunjukkan

    bahwa karakteristik peserta magang terdiri dari perempuan sebesar 63,16% dan

    laki-laki sebesar 36,84%. Peserta magang jurusan Teknologi Pengolahan Hasil

    Pertanian persentase sebesar 73,68% dan jurusan Agribisnis Tanaman Pangan dan

    Hortikultura sebesar 26,32%. Setelah pembelajaran siswa bidang studi Agribisnis

    Tanaman Pangan dan Hortikultura terjadi peningkatan pengetahuan sebesar 32%.

    Sedangkan pada bidang studi Teknologi Pengolahan peningkatan pengetahuan

    sebesar 46,43%. Hasil uji t untuk materi pembelajaran tentang Teknologi

    Produksi Benih Padi pada peserta magang menunjukkan bahwa pengetahuan

    siswa magang sebelum dan sesudah pembelajaran berbeda. Hasil magang

    menunjukkan, bahwa kegiatan pembelajaran Teknologi Produksi Benih padi

    sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan terhadap siswa-siswi.

    Kata Kunci: Pembelajaran, produksi, benih, peningkatan, pengetahuan

    PENDAHULUAN

    Benih merupakan salah satu input produksi yang mempunyai kontribusi

    signifikan terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas hasil padi.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 26

    Ketersediaan benih dengan varietas berdaya hasil tinggi dan bermutu ( fisik,

    fisologis, genetik dan patologis) mutlak diperlukan di dalam suatu sistem produksi

    pertanian. Menurut Nugraha (2004) dan TeKrony (2006), dalam pertanian

    modern, benih berperan sebagai delivery mechanism yang menyalurkan

    keunggulan teknologi kepada petani dan konsumen lainnya. Baharsyah (2007)

    menambahkan bahwa benih adalah segala-galanya dan apabila petani bersedia

    menggunakan benih yang bukan dihasilkannya sendiri, hal itu didasarkan pada

    trust, atas kepercayaan bahwa benih yang diterimanya adalah benih yang betul-

    betul baik.

    Kementerian Pertanian sebagai bagian kabinet kerja (NAWACITA)

    memprioritaskan pembangunan pertanian kedepan untuk mewujudkan kedaulatan

    pangan, yaitu dapat mengatur dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara

    berdaulat. Salah satu program kedaulatan pangan adalah penyediaan pangan

    pokok yaitu padi. Program swasembada dan swasembada berkelanjutan padi dapat

    ditempuh dengan berbagai kegiatan yang salah satunya melalui penyediaan benih

    bermutu. Provinsi Banten ditargetkan menjadi sentra penghasil benih padi untuk

    mencukupi kebutuhan petani. Dalam sistem produksi pertanian, baik untuk

    konsumsi maupun komersial diperlukan ketersediaan benih bermutu.

    Kebutuhan benih padi di Provinsi Banten terus meningkat, tahun 2006

    sebesar 7.901 ton dan 2009 menjadi 9.139 ton (Purba et al., 2011). Peningkatan

    kebutuhan benih sejalan dengan meningkatnya luas panen dan luas tanam serta

    berbagai program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerinah daerah

    tentang penggunaan benih bermutu dan varietas unggul. Peningkatan ini perlu

    diimbangi produksi benih bermutu yang cukup dalam upaya penyediaan benih

    secara tepat.

    Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten sebagai UPT

    Balibangtan melakukan diseminasi inovasi produksi benih padi dengan sasaran

    petani, penyuluh dan lainnya. BPTP Banten juga melakukan pendampingan dan

    bimbingan siswa siswi SMK Pertanian. Hal ini merupakan perwujudan dari upaya

    regenerasi petani, dimana penurunan minat pemuda untuk bertani saat ini

    merupakan permasalahan yang dihadapi sektor pertanian.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 27

    Peningkatan pengetahuan siswa merupakan bagian yang penting dalam

    proses Penyebaran informasi inovasi teknologi melalui pembelajaran. Seperti

    yang dikemukakan oleh Sudarta (2005) bahwa pengetahuan individu mempunyai

    arti penting, karena pengetahuan dapat mempertinggi kemampuan dalam

    mengadopsi teknologi baru. Keberhasilan penyampaian informasi tentang

    Teknologi Produksi Benih Padi sangat didukung dengan metode yang tepat,

    sesuai dengan karakteristik siswa tersebut. Kegiatan Pembelajaran perlu

    dilakukan dengan tujuan untuk memberikan tambahan pengetahuan dan untuk

    mengetahui peningkatan pengetahuan tentang Teknologi Produksi Benih Padi dan

    juga diharapkan mampu meningkatkan minat siswa terhadap sektor pertanian,

    khususnya perbenihan.

    Keberhasilan penyebaran informasi suatu teknologi tidak terlepas dari

    peran petugas pertanian lainnya yang menjalankan fungsinya sebagai agen

    pembaharu. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan pengetahuan untuk

    mendorong, membimbing dan mengarahkan pengguna/pelajar melalui proses

    pembelajaran.

    PROSEDUR PELAKSANAAN

    Pembelajaran dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

    (BPTP) Banten pada tanggal 2 Februari 2018. Peserta pembelajaran berjumlah 19

    orang siswa magang kelas XI jurusan/bidang Agribisnis Tanaman Pangan dan

    Hortikultura dan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian dari SMKN 2 Rangkas

    Bitung, Kabupaten Lebak. Metode pelaksanaan pembelajaran menggunakan

    kuisioner pree test dan post test dengan jumlah soal 10 pertanyaan tentang

    teknologi produksi benih padi. Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan

    dalam bentuk tabel, sedangkan tingkat pengetahuan metode yang digunakan

    adalah persentase selisih hasil pree test dan post test peserta pembelajaran dengan

    menggunakan aplikasi statistik program Microsort Excel. Selanjutnya nilai selisih

    di uji T dengan program Microsoft Excel untuk mengetahui beda nyata peserta

    pembelajaran sebelum dan sesudah memperoleh materi teknologi produksi benih

    padi.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 28

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Karakteristik Responden

    Karakteristik siswa magang dapat mempengaruhi sikap, pemahaman dan

    penilaian terhadap materi yang disampaikan. Menurut Syafruddin, dkk (2006)

    setiap individu memiliki kemampuan berbeda untuk mengembangkan

    pengetahuan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaaan karakteristik

    individu tersebut. Karakteristik yang diamati meliputi jenis kelamin Laki-laki dan

    perempuan dan jurusan/bidang keahlian Agribisnis Tanaman Pangan dan

    Hortikultura dan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Peserta pembelajaran

    didominasi jenis kelamin perempuan yaitu 12 orang (63,16%) dan laki-laki 7

    orang (36,84%). Bidang studi peserta pembelajaran adalah Teknologi Pengolahan

    Hasil Pertanian sebanyak 14 orang (73,68%) dan bidang keahlian Agribisnis

    Tanaman Pangan dan Hortikultura hanya sebanyak 5 orang atau 26,32% (Tablel

    1).

    Tabel 1. Karakteristik siswa magang pada pembelajaran Teknologi Produksi

    Benih Padi

    No Karakteristik

    Siswa Magang Keterangan

    Jumlah

    Orang

    Persentase

    (%)

    1 Jenis kelamin Laki-laki 7 36.84

    Perempuan 12 63.16

    Jumlah 19 100

    2 Bidang studi Agribisnis Tanaman Pangan

    dan Hortikultura 5 26.32

    Teknologi Pengolahan Hasil

    Pertanian 14 73.68

    Jumlah 19 100

    Keterangan n = 19

    Peningkatan Pengetahuan

    Peningkatan pengetahuan siswa magang dilakukan melalui pembelajaran

    dengan memberikan sejumlah materi. Materi yang diterima sangat berpengaruh

    terhadap kemampuan siswa dan bidang studi sebagai dasar keilmuannya.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 29

    Peningkatan pengetahuan siswa pembelajaran tentang teknologi produksi benih

    padi, selanjutnya indikator pengukurannya dijabarkan dalam bentuk soal

    pertanyaan. Peningkatan pengetahuan hasil pembelajaran bekerja efektif apabila

    terjadi perubahan hasil nilai dari soal yang dirancang. Pengujian dilakukan

    sebelum dan sesudah pemberian materi. Untuk melihat perbedaan nilai hasil

    pengujian dianalisis menggunakan Uji t, jika dibandingkan t hitung lebih besar

    dari t table, maka hasil pembelajaran mengalami peningkatan.

    Nilai sebelum dan sesudah pembelajaran mengalami perubahan yang

    signifikan. Nilai sebelum pembelajaran siswa magang pada bidang studi

    Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura sebesar 12 dan setelah pembelajaran

    meningkat menjadi 28 point, terjadi peningkatan sebesar 32%. Sedangkan pada

    bidang keahlian Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian nilai sebelum

    pembelajaran mengalami kenaikan sebesar 46,43%, yaitu dari 36 menjadi 101.

    sehingga didapat peningkatan pengetahuan pada kedua bidang sebesar 78,43%

    menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan pengetahuan

    tentang Teknologi Produksi Benih Padi sangat efektif dilakukan untuk siswa

    magang. Dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Peningkatan Pengetahuan Siswa Magang tentang Teknologi Produksi

    Benih Padi berdasarkan bidang study

    No Bidang Keahlian Sebelum Sesudah Selisih Persentase

    (%)

    1 Agribisnis Tanaman

    Pangan dan Hortikultura 12 28 16 32

    2 Teknologi Pengolahan

    Hasil Pertanian 36 101 65 46,43

    Jumlah 78,43

    Dari hasil uji t yang dilakukan dengan Microsoft Excel untuk materi

    pembelajaran tentang Teknologi Produksi Benih Padi pada bidang studi siswa

    magang diperoleh hasil sebagai berikut:

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 30

    Tabel 3. Hasil Uji Pengetahuan pada bidang studi Agribisnis Tanaman Pangan

    dan Hortikultura Sebelum dan Setelah Pembelajaran

    t-Test: Paired Two Sample for Means

    Pree Test Post Test

    Mean 2.4 5.6

    Variance 1.3 10.8

    Observations 5 5

    Pearson Correlation -0.880704

    Hypothesized Mean Difference 0

    Df 4

    t Stat -1.654680

    P(T

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 31

    Df 13

    t Stat -9.315006

    P(T

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 32

    DAFTAR PUSTAKA

    Baharsyah,S. 2007. Tantangan dan Peluang Pengembangan Padi Hibrida Di

    Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

    Mendukung Hari Pangan Sedunia 2007. Buku I. Teknologi Padi dan

    Palawija. Kerjasama Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan

    Teknologi Pertanian, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan

    Prov.Lampung, Lembaga Penelitian Universitas Lampung dan

    Perhimpunan Penyuluh Pertanian Prov. Lampung.

    Nugraha US. 2004. Legislasi, kebijakan, dan kelembagaan pembangunan

    perbenihan. Perkembangan Teknologi PRO. 16 (1) : 61-73.

    Purba, R. et al. 2011. Pengkajian Pemetaan Kebutuhan Benih Padi, Jagung,

    Kedelai (VUB, Volume) dan Pengembangan Penangkar Benih yang

    Efisien (>10%) Di Provinsi Banten. Laporan akhir Program Insentif

    Peningkatan Kemampuan Peneliti Dan Perekayasa. 70 halaman

    Sudarta, W. 2005. Pengetahuan dan Sikap Petani Terhadap Pengendalian Hama

    Tanaman Terpadu (diakses 1 November 2013)

    Sadono, Dwi. 2008. Pemberdayaan Petani : Paradigma Baru Penyuluhan

    Pertanian di Indonesia. Jurnal Penyuluhan Maret 2008, Vol. 4 No.1.

    Syafruddin, dkk. 2006. Hubungan Sejumlah Karakteristik Petani Mete dengan

    Pengetahuan Mereka dalam Usahatani Mete di Kabupaten Bombana,

    Sulawesi Tenggara. Jurnal Penyuluhan Juni 2006, Vol. 2 No.2.

    TeKrony DM. 2006. Seeds: the delivery system for crop science. Crop Sci. 46:

    2263-2269.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 33

    STRATEGI PEMILIHAN MATERI, MEDIA, DAN METODE

    PENYULUHAN BERDASARKAN POSISI SITUASI PERILAKU PETANI

    (Kasus SL-Perbanyakan Benih Padi di Desa Kadugadung, Kecamatan

    Cipeucang, Kabupaten Pandeglang)

    Ahmad Fauzan dan Yusarman

    Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

    Jl. Ciptayasa KM.01 Ciruas Serang – Banten

    Telp. 0254-281055, e-mail : [email protected]

    ABSTRAK

    Materi, media, dan metode penyuluhan yang sesuai dengan posisi situasi perilaku

    petani serta berdasarkan prioritas masalah merupakan kunci utama dalam upaya

    meningkatkan efektivitas kegiatan penyuluhan yang dilakukan. Tujuan dari kajian

    ini adalah menentukan materi, media, dan metode penyuluhan yang sesuai posisi

    situasi perilaku berdasarkan identifikasi prioritas masalah pada SL Perbanyakan

    Benih di Desa Kadugadung, Kecamatan Cipeucang, Kabupaten Pandeglang.

    Responden pengkajian adalah petani dan penyuluh peserta SL- Perbanyakan

    Benih Padi padi tahun 2016 berjumlah 26 peserta. Pengumpulan data dilakukan

    melalui Focus Group Disscussion (FGD), sedangkan pendalaman penggalian

    informasi dilakukan melalui wawancara. Analisis data menggunakan analisis

    deskriptif untuk melihat keragaan karakteristik peserta belajar. Untuk menentukan

    materi, media, dan metode yang sesuai dengan posisi situasi pengetahuan, sikap,

    dan keterampilan serta prioritas masalah dilakukan analisis dengan menggunakan

    analisis SEC (Strategic Extention Campaign). Prioritas masalah dalam

    peningkatan produksi padi di Kecamatan Cipeucang adalah benih unggul bermutu

    dan bersertifikat. Tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani dalam

    penggunaan benih bermutu dan bersertifikat berada pada situasi IX yaitu Tinggi,

    Tinggi, dan Sedang, pendekatan yang dilakukan adalah pendidikan dan tindakan

    dengan tujuan prioritas demonstrasi dan mengajarkan rekomendasi teknologi

    yang dianjurkan. Posisi informasi ada pada kondisi “Bagaimana”. Materi

    penyuluhan cara penggunaan benih unggul bermutu dan bersertifikat, cara

    penanganan pertemuan rutin kelompoktani, dan cara pemasaran benih unggul

    bermutu yang baik. Metode penyuluhan yang dapat dilaksanakan adalah metode

    kelompok dan individu dengan pembagian bahan materi penyuluhan tercetak.

    Kata Kunci: strategi, metode penyuluhan, posisi situasi perilaku.

    PENDAHULUAN

    Materi, media, dan metode penyuluhan yang sesuai dengan posisi situasi

    perilaku petani serta berdasarkan prioritas masalah merupakan kunci utama dalam

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 34

    upaya meningkatkan efektivitas kegiatan penyuluhan yang dilakukan. Untuk

    mencapai hal tersebut diperlukan keterlibatan dan partisipasi aktif petani sebagai

    sasaran penyuluhan untuk ikut serta dalam perencanaan dan penyusunan materi

    dan media penyuluhan, sehingga materi, media, dan metode penyuluhan yang

    diproduksi mampu secara nyata membantu dan menjawab permasalahan petani

    dalam meningkatkan kompetensi dan kapasitas untuk meningkatkan taraf hidup

    dan kesejahteraannya.

    UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan,

    dan Kehutanan mengamanatkan petani sebagai pelaku utama dalam pembangunan

    pertanian. Hal ini berimplikasi pada pelibatan aktif petani dalam setiap tahapan

    pembangunan pertanian termasuk dalam penyelenggaraan penyuluhan. Partisipasi

    aktif petani hadir dalam pemikiran, harapan, ide, keinginan, karsa, pandangan,

    opini, dan motivasi.

    Salah satu cara pelibatan atau partisipasi aktif petani dalam kegiatan

    penyuluhan dapat dilakukan dalam proses penyusunan materi dan pemilihan

    media penyuluhan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode

    Strategic Extension Campaign (SEC) yaitu metode partisipatif dalam penyusunan

    materi dan media penyuluhan pertanian, sehingga diperoleh materi dan media

    yang efektif dan efisien sesuai dengan posisi situasi perilaku petani. Adapun

    tujuan dari kajian ini adalah memilih materi, media, dan metode penyuluhan

    berdasarkan identifikasi prioritas masalah pada Sekolah Lapang Perbanyakan

    Benih di Desa Kadugadung, Kecamatan Cipeucang, Kabupaten Pandeglang.

    METODOLOGI

    Pengkajian dilaksanakan di Kelompoktani Taruna Sakti 1 Desa

    Kadugadung Kecamatan Cipeucang Kabupaten Padeglang pada bulan Februari

    2016. Responden pengkajian adalah petani dan penyuluh peserta pembelajaran

    pada kegiatan SL- Perbanyakan Benih Padi padi tahun 2016 berjumlah 26 peserta.

    Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan data primer. Data

    sekunder diperoleh dari progama penyuluhan Kecamatan Cipeucang serta

    monografi wilayah. Data primer diperoleh melalui Focus Group Disscussion

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 35

    (FGD) untuk menggali dan mengidentifikasi masalah dan posisi situasi perilaku

    materi penyuluhan serta penentuan prioritas masalah. Pendalaman penggalian

    informasi dilakukan melalui wawancara menggunakan instrumen pertanyaan

    terkait prioritas masalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan sikap dan

    keterampilan yang dimiliki oleh petani. Pengambilan data dilaksanakan pada

    kegiatan Pemahaman Masalah dan Peluang sebelum kegiatan SL- Perbanyakan

    benih dilakukan.

    Analisis deskriptif digunakan untuk melihat keragaan karakteristik peserta

    belajar. Penentuan materi, media, dan metode yang sesuai dengan tingkat

    pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta posisi situasi perilaku petani dianalisis

    dengan menggunakan analisis SEC “Strategic Extention Campaign”. Tahapan

    analisis SEC adalah penentuan prioritas masalah, identifikasi dan analisis

    perilaku, penentuan perencanaan dan strategi komunikasi, dan pengembangan

    desain isi pesan (Adhikarya, 1994). Pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan

    keterampilan petani dilakukan dengan membagi jumlah jawaban benar dengan

    jumlah pertanyaan dalam bentuk persentase pada masing-masing aspek dengan

    menggunakan rumus :

    Tabel 1. Indikator Identifikasi dan Analisis Perilaku menurut Metode SEC

    Indikator Kriteria

    Pengetahuan dan Sikap

    ˃ 60%

    31% – 60%

    0% - 30%

    Tinggi

    Sedang

    Rendah

    Keterampilan

    ˃ 40%

    21% – 60%

    0% - 20%

    Tinggi

    Sedang

    Rendah

    Sumber : Adhikarya, 1994

    Tingkat Perilaku = Jumlah Jawaban Benar

    Jumlah Pertanyaan X 100 %

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 36

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kondisi Umum Lokasi

    Pengkajian dilakukan pada proses pembelajaran SL-Perbanyakan Benih

    padi di kelompok tani Taruna Sakti 1 Desa Kadugadung Kecamatan Cipeucang

    Kabupaten Pandeglang. Di Desa Kadugadung terdapat 6 kelompok tani, dengan

    mayoritas jenis usahatani padi. Luas baku lahan sawah di Desa Kadugadung

    mencapai 62 Ha, secara umum merupakan lahan sawah irigasi dengan dua atau

    tiga kali musim tanam. Anggota kelompok tani Taruna Sakti 1 berjumlah 71

    orang, terbentuk tahun 1997, dengan luas garapan 50 Ha, dimana saat ini telah

    menduduki kelas lanjut (Programa Kecamatan Cipeucang, 2015).

    Karakteristik Petani

    Peserta belajar SL-Perbanyakan Benih padi meliputi petani padi sawah

    yang merupakan pengurus kelompok tani dan penyuluh di Kecamatan Cipeucang

    Kabupaten Pandeglang berjumlah 26 orang. Karakteristik peserta cukup beragam

    mulai dari umur, pendidikan, dan pengalaman berusahatani. Karakteristik tersebut

    diduga turut mempengaruhi proses pembelajaran. Pembelajaran dengan

    menggunakan metode Sekolah Lapang (SL) merupakan proses komunikasi dalam

    penyebaran informasi inovasi teknologi. Menurut Soekartawi (1988), variabel

    yang mempengaruhi proses tersebut diantaranya: (a) umur, (b) tingkat pendidikan,

    dan (c) tingkat pengetahuan/pengalaman dan latar belakang sosial ekonominya.

    Karakteristik peserta belajar dalam kegiatan SL-Perbanyakan benih padi

    yang diamati meliputi: umur, pendidikan, dan pengalaman berusahatani. Peserta

    belajar diklasifikasikan menjadi tiga golongan,yaituberumurmuda(≤39tahun),

    sedang (40 – 57 tahun) dan tua (≥ 58 tahun). Jumlah peserta berumur muda

    sebanyak 9 orang, berumur sedang 11 orang, dan 6 orang berumur tua.

    Karakteristik peserta belajar pada SL Perbanyakan benih padi di Kelompoktani

    Taruna Sakti 1 dapat dilihat pada tabel Tabel 2.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 37

    Tabel 2. Karakteristik peserta belajar pada SL-Perbanyakan benih padi di

    Kelompoktani Taruna Sakti 1.

    No Karakteristik

    Peserta Belajar

    Skor Kategori Jumlah

    Frekuensi Persentase

    (%)

    1. Umur < 39

    40 – 57

    ˃ 58

    Muda

    Sedang

    Tua

    9

    11

    6

    34,61

    42,31

    23,07

    2. Pendidikan 1 – 6

    7 – 9

    10 – 12

    ˃ 13

    SD

    SMP

    SMA

    Sarjana

    10

    9

    2

    5

    38,46

    34,61

    7,69

    19,23

    3. Pengalaman

    Usahatani Padi

    < 11

    12 – 18

    ˃ 19

    Singkat

    Sedang

    Lama

    14

    4

    8

    53,84

    15,38

    30,77

    Keterangan n=26

    Secara alamiah umur akan mempengaruhi kemampuan fisik dan berfikir

    manusia. Umur dapat menggambarkan kemampuan indra seseorang dalam

    menerima atau merespon stimulus, sehingga turut mempengaruhi keragaman

    kemampuan seseorang dalam menerima dan memberikan reaksi terhadap pesan.

    Umur muda, seseorang biasanya memilki kemampuan indera yang baik, sehingga

    untuk menerima dan merespon informasi serta pesan lebih baik. Sebaliknya umur

    tua, fungsi panca indera akan semakin menurun dan akan mempengaruhi

    kemampuan menerima dan merespon pesan (Mardikanto, 1993). Umur peserta

    belajar didominasi oleh peserta dengan umur sedang (42,31%), selanjutnya umur

    muda (34,61%), dan umur tua (23,07%).

    Tingkat pendidikan peserta belajar SL-Perbanyakan benih padi sebagian

    besar SD (38,46%), dan SMP (34,61%), selebihnya SMA dan Sarjana. Tingkat

    pendidikan memberikan pengaruh terhadap logika berpikir dan cara pengambilan

    keputusan terhadap inovasi dan informasi baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan

    yang dimiliki seseorang, maka akan lebih mudah menerima inovasi atau informasi

    baru. Pengambilan keputusan seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi

    akan lebih komprehensif dan lebih banyak melibatkan alternatif-alternatif,

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 38

    sehingga keputusan yang diambil telah melalui beberapa pertimbangan.

    Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari pendidikan formal dan non formal yang

    pernah mereka tempuh.

    Pengalaman merupakan proses pembelajaran alamiah yang akan

    memberikan arti lebih mendalam dalam memori dan pikiran seseorang. Semakin

    banyak pengalaman seseorang, maka akan lebih siap menghadapi masalah dan

    kendala berdasarkan banyaknya referensi pengalaman yang dimilikinya. Sebagian

    besar peserta belajar memiliki pengalaman berusahatani padi yang singkat

    (53,84%), selebihnya lama (30,77%), dan sedang (15,38%).

    Penentuan Prioritas Masalah

    Penentuan prioritas masalah sangat penting untuk dilakukan sebagai

    bentuk sikap atau respon dari hasil evaluasi untuk menindaklanjuti permasalahan

    dan alternatif pemecahannya agar tidak menghambat tercapainya tujuan yang

    telah ditetapkan. Penentuan prioritas masalah bisa didasarkan pada program

    kebijakan dan programa yang telah ditetapkan. Metode yang dapat digunakan

    untuk penentuan prioritas masalah adalah mengukur tingkat kegawatannya, waktu

    penyelesaiannya, dan kecepatan penyebarannya, yang sering dikenal dengan

    metode GMP (Gawat, Mendesak, Penyebaran). Berdasarkan programa

    penyuluhan pertanian Kecamatan Cipeucang Tahun 2016 tujuan untuk komoditas

    padi sawah adalah peningkatan produktivitas dari 53,7 kw/ha menjadi 56,4 kw/ha.

    Sedangkan masalah yang menjadi pembatas adalah 60% Petani belum

    menggunakan benih unggul bermutu dan bersertifikat, 60% Petani belum

    menerapkan pemupukan hara spesifik lokasi yang tepat jenis, dosis, cara, dan

    waktu, 40% petani belum menerapkan penanaman dengan sistem jajar legowo,

    90% Petani belum menerapkan pengelolaan OPT secara terpadu.

    Penentuan prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan metode

    GMP melalui Focus Group Disscussion (FGD) dengan peserta 26 orang. Berikut

    hasil penentuan prioritas masalah menggunakan metode GMP melalui FGD.

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 39

    No Pernyataan Masalah Kriteria*) Jumlah

    Skor G M P

    1. 60% Petani belum menggunakan

    benih unggul bermutu dan

    bersertifikat.

    2 3 2 7

    2. 60% Petani belum menerapkan

    pemupukan hara spesifik lokasi

    yang tepat jenis, dosis, cara, dan

    waktu.

    2 3 1 6

    3. 40% petani belum menerapkan

    penanaman dengan sistem jajar

    legowo.

    2 2 2 6

    4. 90% Petani belum menerapkan

    pengelolaan OPT secara terpadu. 2 1 2 5

    Sumber : Data diolah, 11 Februari 2016

    Keterangan*) : 1 : Tidak Gawat, 2 : Gawat, 3 : Sangat Gawat

    1 : Tidak Mendesak, 2 : Mendesak, 3 : Sangat Mendesak

    1 : Tidak Menyebar, 2 : Menyebar, 3 : Sangat Menyebar

    Berdasarkan hasil analisis GMP, prioritas masalah dalam peningkatan

    produksi padi sawah di Kecamatan Cipeucang secara berurutan adalah benih

    unggul bermutu dan bersertifikat, pemupukan hara spesifik lokasi, penanaman

    dengan sistem jajar legowo, serta pengelolaan dan pengendalian OPT terpadu.

    Oleh karena itu, prioritas pertama yang materi penyuluhan yang akan disampaikan

    kepada petani adalah penggunaan benih bermutu dan bersertifikat.

    Identifikasi dan Analisis Perilaku

    Identifikasi dan analisis perilaku peserta dilakukan dengan teknik

    wawancara terhadap prioritas masalah yang telah ditetapkan dalam FGD.

    Intsrumen penggalian informasi berupa kuesioner dengan tipe pertanyaan terbuka

    yang mencakup ketiga aspek perilaku dalam penggunaan benih bermutu dan

    bersertifikat yaitu aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Penentuan kriteria

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 40

    berdasarkan panduan pengembangan strategi komunikasi (Adhikarya, 1994).

    Hasil wawancara dan analisis pengetahuan, sikap, dan keterampilan, disajikan

    dalam tabel 3 berikut ini.

    Tabel 3. Tabel Rekapitulasi Hasil Wawancara Tingkat Perilaku Petani dalam

    Penggunaan Benih Padi Unggul Bermutu dan Bersertifikat

    Kelompoktani Taruna Sakti 1.

    No Aspek

    Jumlah Jawaban Persentase

    Jawaban Benar

    (%)

    Kriteria Benar Salah

    1. Pengetahuan 55 23 70,51 Tinggi

    2. Sikap 47 31 60,25 Tinggi

    3. Keterampilan 20 58 25,64 Sedang

    Tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani dalam penggunaan

    benih bermutu dan bersertifikat berdasarkan kriteria pada Rujukan Penggunaan

    Hasil Identifikasi Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan untuk Perencanaan dan

    Pengembangan Strategi Komunikasi (Adhikarya, 1985 dalam Adhikarya, 1994)

    berada pada situasi IX yaitu Tinggi, Tinggi, dan Sedang.

    Menentukan Perencanaan dan Strategi Komunikasi

    Alternatif pemecahan masalah penggunaan benih padi unggul bermutu dan

    bersertifikat berdasarkan pada Rujukan Penggunaan Hasil Identifikasi

    Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan untuk Perencanaan dan Pengembangan

    Strategi Komunikasi pada situasi IX dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan

    keterampilan Tinggi, Tinggi, dan Sedang adalah dengan pendekatan pendidikan

    dan tindakan. Tujuan prioritas strategi umum demonstrasi dan mengajarkan

    rekomendasi teknologi yang dianjurkan. Posisi informasi ada pada kondisi

    “Bagaimana”.Materipenyuluhanyangdapatdisediakanadalahcarapenggunaan

    benih unggul bermutu dan bersertifikat, cara penanganan pertemuan rutin

    kelompoktani, dan cara pemasaran benih unggul bermutu yang baik. Metode

    penyuluhan yang dapat dilaksanakan berdasarkan jumlah sasaran adalah metode

    kelompok dan individu dapat pula mempertimbangkan pertemuan kelompok dan

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 41

    pembagian bahan materi penyuluhan tercetak seperti buklet, leaflet, atau folder

    (Bagan Pemilihan Media dalam Hamdani, 2004). Pertemuan kelompok didisain

    dalam bentuk latihan, karena lebih efektif dibanding metode lainnya. Pelatihan

    dapat mengkombinasikan beberapa metode penyuluhan yang lain. Pelatihan

    sendiri adalah suatu kegiatan alih pengetahuan dan keterampilan, baik berupa teori

    maupun praktek dari fasilitator ke peserta/penerima melalui metode partisipatif

    (Susilo Astuti, 2014).

    Pengembangan Disain Isi Pesan

    Penyajian materi penyuluhan pertanian akan sangat tergantung dari proses

    pengembangan desain isi pesan. Desain isi pesan dapat secara efektif mengubah

    sikap dan perilaku sasaran melalui stimulasi terhadap emosi, logika dan

    pembuktian-pembuktian. Desain isi pesan adalah pendekatan yang digunakan

    untuk menyampaikan pesan kepada sasaran mengenai hal-hal yang penting dalam

    proses perubahan sikap dan perilaku mereka. Pesan pokok yang disampaikan

    adalah pembuatan benih padi unggul bermutu dan bersertifikat (penangkaran),

    pengananan pertemuan kelompok, dan pemasaran benih. Disain isi pesan dapat

    berupa penampilan tokoh panutan atau tokoh yang telah berhasil dalam kegiatan

    penangkaran dan penjelasan ahli tentang pesan pokok yang disampaikan.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Karakteristik petani peserta belajar SL-Perbanyakan Benih padi di

    Kelompoktani Taruna Sakti 1, Desa Kadugadung, Kecamatan Cipeucang

    beragam. Mayoritas umur peserta pada kategori sedang, pendidikan mayoritas SD,

    dan pengalaman berusaha tani singkat. Prioritas masalah dalam peningkatan

    produksi padi di Kecamatan Cipeucang adalah benih unggul bermutu dan

    bersertifikat. Tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani dalam

    penggunaan benih bermutu dan bersertifikat berada pada situasi IX yaitu Tinggi,

    Tinggi, dan Sedang. Pendekatan yang direkomendasikan dilakukan adalah

    pendidikan dan tindakan. Tujuan prioritas demonstrasi dan mengajarkan

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 42

    rekomendasi teknologi yang dianjurkan. Posisi informasi ada pada kondisi

    “Bagaimana”.Materipenyuluhanyangmenjadiprioritasadalahcarapenggunaan

    benih unggul bermutu dan bersertifikat, cara penanganan pertemuan rutin

    kelompoktani, dan cara pemasaran benih unggul bermutu yang baik. Metode

    penyuluhan yang dapat dilaksanakan berdasarkan jumlah sasaran adalah metode

    kelompok dan individu dapat pula mempertimbangkan pertemuan kelompok dan

    pembagian bahan materi penyuluhan tercetak seperti buklet, leaflet, atau folder.

    Saran

    Proses perencanaan dalam penyusunan materi dan media telah

    dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan petani. Perlu dilakukan kajian

    lebih mendalam tentang efektivitas materi dan media yang telah dibuat dalam

    bentuk evaluasi dan pengembangan umpan balik.

    DAFTAR PUSTAKA

    Adhikarya, Ronny. 1994. Strategic Extension Campaign A Participatory Oriented

    Method Of Agricultural Extension. Food and Agriculture Organization of

    United Nation. Rome.

    BP3K Cipeucang. 2015. Programa Penyuluhan Pertanian Kecamatan Cipeucang.

    Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Pandeglang.

    Pandeglang.

    Hamdani, Chidmat. 2004. Pengembangan Strategi Komunikasi. Modul Pelatihan

    Alat Bantu Penyuluhan. Pusat Manajemen Pengembangan Sumberdaya

    Manusia Pertanian. BPPSDMP. Ciawi-Bogor.

    Mardikanto, Totok, 1993, Penyuluhan Pertanian. Sebelas Maret University

    Press Surakarta. Hal. 121

    Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: Penerbit

    Universitas Indonesia (UI-Press).

    Susilo Astuti, H. 2014. Penyelenggaran Pelatihan dalam Sistem LAKU [Internet].

    [diunduh Maret 2015]. Tersedia pada

    http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/penyelenggaran-pelatihan-dalam-

    sistem-laku. BPPSDMP Kementan.

    http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/penyelenggaran-pelatihan-dalam-sistem-lakuhttp://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/penyelenggaran-pelatihan-dalam-sistem-laku

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 43

    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI

    SAWAH DI KABUPATEN LEBAK – PROVINSI BANTEN

    Viktor Siagian dan Muchamad Yusron

    Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

    Jln. Ciptayasa Km 01 Ciruas- Kab. Serang, 42182.

    Telp. 0254 - 281055, Fax 0254- 282507

    ABSTRAK

    Kabupaten Lebak memiliki luas tanam padi tahun 2102 seluas 96.603 ha, dan

    produksi sebesar 510.387 ton gkp (meningkat 1,1% dibandingkan tahun 2011).

    Tujuan dari kajian ini adalah:1) Mengetahui perkembangan usahatani padi sawah

    di Kabupaten (Kab.) Lebak, 2) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

    produksi padi sawah di Kab. Lebak, 3) Mengetahui pendapatan rumah tangga

    petani. Metoda pengambilan contoh menggunakan simple random sampling

    dengan jumlah 30 responden. Metode analisis menggunakan analisis tabulasi

    deskriptif dan linier berganda. Hasil dari kajian adalah: 1) Pola tanam sebagian

    besar padi – padi – bera, sebagian lagi padi – bera. Usahatani padi sawah pada

    MH 2013/2014 memiliki nilai B/C rasio 1,8, produktivitas padi sawah sebesar

    3,573 ton gkp/ha pada MH 2013/2014 dan 3,551 ton gkp/ha pada MK-I 2013,

    varitas padi dominan adalah Ciherang (90 %), dan Cigeulis dan varietas lainnya

    (10,0%), 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah pada MH

    2013/2014 secara signifikan adalah: Jumlah penggunaan pupuk NPK, Jumlah

    penggunaan traktor sewa, Jumlah penggunaan tenaga kerja keluarga, dan Luas

    Lahan garapan. 3) Pendapatan rumah tangga petani rata-rata Rp 21.026.432/tahun.

    Untuk meningkatkan produksi diperlukan peningkatan produktivitas padi sawah

    melalui penggunaan pupuk optimal, penggunaan Varitas Unggul Baru,

    peningkatan luas tanam (IP) padi, dan penyediaan air irigasi.

    Kata kunci: analisis faktor, padi sawah, produksi, Kabupaten Lebak

    PENDAHULUAN

    Kabupaten (Kab.) Lebak mempunyai luas wilayah 304.472 ha (32% dari

    luas Provinsi Banten) yang terdiri dari 28 kecamatan dengan jumlah penduduk

    1.247.906, produksi tanaman padi pada tahun 2014 sebesar 567.961 ton dengan

    luas panen 104.062 ha atau produktivitas 5,5 ton/ha jiwa (Kabupaten Lebak dalam

    Angka 2014). Topografi pada umumnya datar sampai bergunung, dengan

    ketinggian 0 – 1000 m dpl. Sebagian besar lahan yang ada merupakan lahan

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 44

    kering (51,78%), lahan sawah (11,17%). Jenis tanah didominasi oleh Podsolik

    Merah Kuning dan Latosol, hanya sebagian kecil jenis Aluvial, Regosol, Litosol,

    Renzina.Curah hujan rata-rata 122 hari per-tahun yang umumnya diperoleh dan

    jatuh pada bulan Desember – Maret. Secara administratif Kabupaten Lebak

    berbatasan dengan: di sebelah utara dengan Kab. Serang dan Tangerang, di

    sebelah selatan dengan Samudera Hindia, di sebelah timur dengan Kab. Bogor

    dan Sukabumi, di sebelah barat dengan Kabupaten Pandeglang.

    SecarageografisKabupatenLebak terletakantara 105º25’ - 106º30’BT

    dan 6º18’– 7º00’LS (Anonim,RPJPDKabupatenLebakTahun2005 – 2025,

    2013). Luas lahan sawah di Kabupaten Lebak tahun 2012 seluas 46.168 ha,

    yang terdiri dari sawah irigasi seluas 22.463 ha dan sawah non irigasi (tadah

    hujan) seluas 23.705 ha. Terdapat juga lahan bukan pertanian seluas 175.619 ha.

    Berdasarkan status sawah irigasinya, terdiri dari sawah irigasi teknis seluas 12.150

    ha (54,1%), dan irigasi sederhana PU seluas 10.313 ha atau 45,9% (Anonim,

    RPJPD Kabupaten Lebak Tahun 2005 – 2025, 2013), .

    METODOLOGI

    Kajian ini dilaksanakan di Kabupaten Lebak. Lokasi dipilih secara

    sengaja (purposive) karena merupakan salah satu produsen padi di Provinsi

    Banten. Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak Dinas Pertanian Kabupaten

    Lebak, kecamatan (kec.) terpilih adalah Kec. Cibadak dan desa contoh adalah

    Desa Mekar Agung dan sekitarnya. Waktu kajian mulai berlangsung delapan

    bulan mulai bulan Januari – Oktober 2014. Berdasarkan jenisnya, data yang akan

    dikumpulkan dalam kajian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer di

    tingkat petani dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan quesioner

    terstruktur. Data sekunder adalah data yang mendukung informasi yang

    diperlukan pada kajian ini. Metode pengambilan contoh menggunakan

    penarikan secara acak sederhana (simple random sampling). Jumlah responden

    yang dipilih sebanyak 30 orang.

    Analisis data yang akan digunakan dalam kajian ini adalah analisis

    kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif menggunakan tabulasi yang

    diinterpretasikan secara deskriptif. Analisis kuantitatif menggunakan regresi linear

  • Buletin IKATAN Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 45

    berganda. Data yang ada dientry, divalidasi, dan ditabulasi menggunakan

    Program perangkat lunak Excell. Untuk analisis regresi berganda menggunakan

    program SAS 9.01 ETS.

    Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi

    digunakan persamaan linier berganda (Soekartawi, 2002; Singarimbun dan

    Efendy, 1989). Persamaan ini untuk melihat hubungan antara variabel

    independen atau explanatory variables (LGRP1, JBES1, JURE1) dengan variabel

    tidak bebas atau dependent variable PRDKT1 (Koutsoyiannis, A., 1978).

    Adapun persamaan produksinya adalah sebagai berikut:

    PRODKT1 = a0 + a1JBES1 + a2JBENS1 + a3JURE1 +a4JSP361 + a5JNPK1 +

    a6JKDG1 + a7JPESC1 + a8JPUDP1 + a9JPUDC1 + a10JPESC1 + a11JPESP1 +

    a12JTRSW1 + a13JTKDK1 + a14JTKSW1 + a15LGRP1 + e

    Dimana:

    PRODKT1 = Produksi kotor padi gabah kering panen (kg)

    JBES1 = Jumlah Benih Bersertifikat (kg)

    JURE1 = Jumlah Penggunaan Urea (kg)

    JSP361 = Jumlah Penggunaan Pupuk SP-36 (kg)

    JNPK1 = Jumlah Penggunaan Pupuk NPK (kg)

    JZA1 = Jumlah Penggunaan Pupuk ZA (kg)

    JKDG1 = Jumlah Penggunaan Pu