Penyakit Raynaud

8
“PENYAKIT RAYNAUD” SEMESTER ANTARA CARDIOVASCULER Nama : Fani Yustia Nim : 1102100017 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

description

penyakit raynaud

Transcript of Penyakit Raynaud

“PENYAKIT RAYNAUD”

SEMESTER ANTARA CARDIOVASCULER

Nama : Fani Yustia

Nim : 1102100017

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2014

A. Patofisiologi

Penyakit Raynaud adalah penyakit vaskular primer yang ditandai dengan

spasme temporer arteri kecil dan arteriol, biasanya di jari tangan atau, yang lebih

jarang, jari kaki. Spasme pembuluh darah menyebabkan hipoksia jaringan, yang

ditandai dengan kepucatan (putih) atau sianosis (kebiruan) pada jari, diikuti

dengan kemerahan (rubor) sewaktu mekanisme vasodilatasi lokal mengambil alih.

Biasanya, setelah satu episode spasme tidak terjadi kerusakan permanen. Akan

tetapi, apabila spasmenya hebat atau sangat sering, dapat terjadi kematian jaringan

dan pembentukan jaringan parut. Penyebab penyakit Raynaud tidak diketahui,

tetapi biasanya dijumpai pada wanita muda sebagai respons terhadap pajanan

dingin.

Penyakit raynaud sering terjadi pada kebanyakan wanita muda, berumur

kurang dari 30 tahun yang hidup di udara dingin. Penyakit raynaud juga ditandai

oleh perubahan fisik dari warna kulit yang dicetuskan oleh  ransangan dingin atau

emosi. Ketika tangan atau kaki terangsang dingin atau terjadi fase pucat.

a. Fase Pucat

Fase pucat disebabkan vasokonstriksi. Vasokonstriksi ini terjadi karena spasme

pada pembuluh darah. Akibat dari spasme pembuluh darah maka kaki atau tangan

tidak dapat menerima aliran darah yang cukup dan bahkan tidak cukup untuk

menjaga nutrisi yang cukup.

Pada kasus yang parah, maka pembuluh darah itu terus menerus menyempit

selama bertahun-tahun, sehingga nutrisi sangat tidak tercukupi atau berkurang

yang kemungkinan besar akan menyebabkan iskemik pada jaringan dan jari-jari

tangan atau kaki dapat menyebabkan ganggren. Tapi pada kasus yang lebih jinak,

hanya terjadi sumbatan sementara pada pembuluh darah pada sebagian jaringan.

Pembuluh-pembuluh darah juga tidak dapat mengalir mengalir ke tangan atau

kaki, begitupun nutrisinya juga sangat tidak mencukupi. Di sini juga akan terjadi

iskemik pada jaringan, tetapi iskemik tersebut hanya berlangsung beberapa menit

dan akan terjadi Hyperemia Re-aktif. Setelah Hyperemia Re-aktif akan terjadi

Fase Sianotik.

b. Fase Sianotik

Dimana fase ini terjadi mobilitas bahan-bahan metabolik abnormal yang

mampu memperberat atau menambah rasa sakit, dimana rasa sakit tadi semakin

lama akan terus bertambah sakit. Setelah Fase Sianotik terjadi Fase Rubor.

c. Fase Rubor

ini terjadi akibat dilatasi pembuluh darah pada tangan atau kaki dan mungkin

juga diakibatkan Hyperemia Re-aktif yang mampu menimbulkan warna merah

yang sangat pada tangan atau kaki. Kadang-kadang juga mampu menimbulkan

perasaan baal atau kesukaran dalam pergerakan motorik halus dan suatu sensasi

dingin.

B. Anamnesis

1. Perubahan warna kulit jari apabila terpajan dingin.

2. Rasa baal pada  jari, kemudian kesemutan dan nyeri setelah serangan

berakhir.

3. perubahan yang terjadi bilateral

4. tinggal di daerah dingin

5. ada riwayat penyakit keluarga

6. riwayat konsumsi obat – obatan

7.  pekerjaan yang menggunakan alat-alat yang bergetar

8. merokok

9. keadaan stres

C. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik banyak tergantung pada data-data relatif tentang derajat

penyakit arteria, sehingga data-data yang diperoleh harus bersifat subjektif.

1. Dilakukan perabaan denyut pada berbagai tempat disatu sisi tubuh dengan

dibandingkan secara relatif terhadap sisi kontralateral, untuk mengetahui

kekuatan kekuatan dan kesamaan. Cara: Denyut nadi dapat dibandingkan

sebelum dan sesudah berolahraga. Secara khas pada bagian distal dari suatu

lesi obstruksi akan menghilang setelah berolahraga.

Sistem skor : 

Derajat kekuatan denyut nadi merupakan ukuran yang subjektif. 

Skor-skor : 

0 = tidak ada denyut

1 = ada denyut, tapi kekuatannya sangat kurang 

2 = ada denyut, tapi kekuatannya berkurang sedang

3 = ada denyut, tapi kekuatannya sedikit berkurang

4 = ada denyut yang normal.

2. Tes menggantung dan mengangkat ekstremitas sangat berguna untuk

mengevaluasi penyakit oklusif, oleh karena aliran yang melintasi lesi obstruktif

bersifat bergantung pada tekanan dan sangat peka terhadap pengaruh gravitasi.

Perkiraan derajat oklusi bergantung pada waktu yang diperlukan untuk

menimbulkan pucat setelah pengangkatan dan rubor karena menggantung.

Pada keadaan normal, tidak ada warna pucat yang diamati dalam 60 detik

setelah ekstremitas diangkat dan warna akan kembali seperti semula dalam 10

detik.

3. Evaluasi pada tes sensasi, kekuatan otot dan temperatur kulit.

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan titer ANA (antinuclear antibody) dilakukan untuk

mengidentifikasi penyakit autoimun sebagai penyebab yang mendasari

fenomena Raynaud; tes selanjutnya harus dikerjakan jika pemeriksaan titer

ANA memberi hasil positif

2. Arteriografi dapat menyingkirkan kemungkinan penyakit arteri olkusif.

3. Ultrasonografi Doppler dapat memperlihatkan penurunan darah jika gejala

terjadi karena penyakit arteri oklusif.

E. Terapi

1. Pemakaian sarung tangan atau kaos kaki (gloves atau mittens), ditujukan untuk

melindungi tangan atau kaki dari udara dingin.

2. Pasien sebisa mungkin berhenti merokok.

3. Terapi obat-obatan antara lain: 

a. Alpha-Receptor (memblok faktor pembawa)

b. Nitroglycerin ointment (berupa salep)

c. Nifedipine (memblok saluran kalsium sehinggga mampu mengurangi

spasme)

4. Tindakan Simpatektomi

Dalam tindakan ini dilakukan pemblokan reflek simpatik. Tindakan ini

dilakukan dengan cara memotong serabut-serabut preganglionik dalam rantai

simpatik setinggi thoracal 2 dan thoracal 3 yang menyela impuls saraf simpatik

yang berasal dari medulla spinalis dari tangan atau kaki tersebut terutama berasal

dari gangguan stellatum namun pada tindakan ini gangguan stellatumnya tidak

dibuang, sebab dengan pembuangan serabut simpatik post ganglionik tadi akan

menyebabkan pembuluh-pembuluh darah menjadi sangat sensitif terhadap

noreepinefrin dan epinefrin darah sirkulasi. Bila sampai terjadi hal ini maka pada

tangan tetap timbul Raynaud’s Disease setiap kali terjadi rangsangan pada

kelenjar adrenal.

F. Prognosis

Tergantung pada penyebab dan tingkat keparahan. Penyakit raynaud bervariasi,

beberapa mengalami perbaikan lambat, memburuk dengan cepat sedangkan yang

lain memperlihatkan perubahan. Meskipun jarang dijumpai gangren atau ulserasi,

namun penyakit kronis ini menyebabkan atrofi otot dan kulit.

Daftar Pustaka

1. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

2. Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, Jakarta :

EGC

3. Mark H. Swartz. 2005. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC

4. Heather Hansen-Dispenza. 2013. Raynaud. (online),

(http://emedicine.medscape.com/article/331197-overview, diakses 2014

Januari 20)