karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN...

26
TUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR” Tugas ini disusun guna memenuhi nilai tugas mata kuliah Semester VI Penyakit Tropik Dosen Pembimbing: dr. M. Sakundarno Adi, MSc Disusun Oleh Kelompok 5 : Hafidzoh Najwati 25010113120189 Evrilda Andani Putri 25010113120183 Rizka Inunggita 25010113140231 Hana Fitria Azizah 25010113120065 Nita Dwilestari 25010115183002 Arini 25010115183009 1

Transcript of karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN...

Page 1: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

TUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIKPEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK

“PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

Tugas ini disusun guna memenuhi nilai tugas mata kuliah Semester VI Penyakit Tropik

Dosen Pembimbing: dr. M. Sakundarno Adi, MSc

Disusun Oleh Kelompok 5 :

Hafidzoh Najwati 25010113120189

Evrilda Andani Putri 25010113120183

Rizka Inunggita 25010113140231

Hana Fitria Azizah 25010113120065

Nita Dwilestari 25010115183002

Arini 25010115183009

Khasanah Budi Rahayu 25010113130401

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG 2016

1

Page 2: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

Daftar Isi

Daftar Isi 2 Pengertian Patogenesis 3 Pengertian Patofisiologis 4 Pentingnya Mempelajari Patogenesis PTM dan PM 4 Pentingnya Mempelajari Patofisiologis PTM dan PM 8 Contoh Patogenesis PTM dan PM 9 Contoh Patofisiologis PTM dan PM 13 Daftar Pustaka 17

2

Page 3: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

Pengertian Patogenesis adalah proses dimana mekanisme infeksi dan mekanisme

perkembangan suatu penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang

memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit.

Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya. Dengan kriteria

ini, bakteri dikelompokan menjadi 3, yaitu agen penyebab penyakit, patogen oportunistik,

nonpatogen. 

1. Agen penyebab penyakit adalah bakteri patogen yang menyebabkan suatu

penyakit (contohnya Salmonella spp.).

2. Patogen oportunistik adalah bakteri yang berkemampuan sebagai patogen

ketika mekanisme pertahanan inang diperlemah (contoh E. coli menginfeksi

saluran urin ketika sistem pertahanan inang dikompromikan (diperlemah).

3. Nonpatogen adalah bakteri yang tidak pernah menjadi patogen. Namun

bakteri nonpatogen dapat menjadi patogen karena kemampuan adaptasi

terhadap efek mematikan terapi modern seperti kemoterapi, imunoterapi, dan

mekanisme resistensi.(contoh Serratia marcescens yang semula nonpatogen,

berubah menjadi patogen yang menyebabkan pneumonia, infeksi saluran urin,

dan bakteremia pada inang terkompromi).

Berdasarkan kamus kesehatan, Patogenesis penyakit diartikan sebagai mekanisme

penyebab penyakit. Istilah ini juga dapat digunakan untuk menggambarkan asal-usul

dan perkembangan penyakit, apakah akut, kronis atau berulang. Kata ini berasal dari bahasa

Yunani “pathos” (penyakit) dan “genesis” (penciptaan). KBBI juga mendefinisikan

Patogenesis sebagai proses berjangkitnya penyakit yang dimulai dari permulaan terjadinya

infeksi sampai dengan timbulnya reaksi akhir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

patogenesis adalah suatu mekanisme perjalanan penyakit dari mulai masuknya agent

hingga timbulnya gejala serta berdampak pada tubuh host/manusia.

3

1.Pengertian Patogenesis

Page 4: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

Patofisiologis merupakan salah satu ilmu kesehatan yang memiliki peran sangat

fundamental, karena seringkali diagnosis pasti suatu penyebab penyakit ditegakkan dengan

patologi (histopatologi). Patofisiologis berasal dari dua kata yaitu patologi dan fisiologi.

Patologi adalah ilmu kesehatan yang mempelajari dan mengamati sebab akibat terjadinya

sutau penyakit atau kelainan yang terjadi pada tubuh, sedangkan fisiologi merupakan disiplin

ilmu biologi yang menjelaskan proses atau mekanisme yang beroprasi dalam suatu

organisme. Patofisiologis merupakan ilmu yang mempelajari perubahan fisiologus yang

diakibatkan oleh proses patologi. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa pengertian dari

patofisiologis adalah reaksi fungsi tubuh terhadap suatu organisme atau zat yang

masuk kedalam tubuh sehingga menyebabkan terjadinya suatu penyakit.

3.1 Alasan pentingnya mempelajari patogenesis Penyakit Tidak Menular (PTM) :

Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyakit yang dianggap tidak dapat ditularkan

atau disebarkan dari seseorang kepada orang lain, sehingga bukan merupakan sebuah

ancaman bagi orang lain. PTM merupakan beban kesehatan utama di negara-negara

berkembang dan negara industri. Kebanyakan PTM merupakan bagian dari penyakit

degeneratif dan mempunyai prevalensi tinggi pada orang berusia lanjut.

Penyakit tidak menular terjadi akibat interaksi antara agent (Non living agent) dengan

host dalam hal ini manusia (faktor predisposisi, infeksi, dan lain-lain) dan lingkungan sekitar

(source and vehicle of agent). Epidemiologi berusaha untuk mempelajari distribusi dan

faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya PTM dalam masyarakat. Faktor penyebab dalam

PTM dipakai istilah Faktor Risiko (risk factor) untuk membedakan dengan istilah etiologi

pada penyakit menular atau diagnosis klinis. Perlu adanya penelitian atau penyelidikan

lebih lanjut mengenai faktro risiko karena :

- Untuk setiap penyakit, faktor risiko dapat berbeda-beda (merokok, hipertensi,

hiperkolesterolemia)

4

2.Pengertian Patofisiologis

3.Pentingnya Mempelajari Patogenesis Penyakit Tidak Menular dan Penyakit Menular

Page 5: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

- Satu faktor risiko dapat menyebabkan penyakit yang berbeda-beda

- Untuk kebanyakan penyakit, faktor-faktor risiko yang telah diketahui hanya dapat

menerangkan sebagian kecil kejadian penyakit, tetapi etiologinya secara pasti belum

diketahui

Adanya pergeseran/perubahan konsep epidemiologi dari penyakit menular

menjadi penyakit tidak menular menjadi salah satu dasar pentingnya mempelajari

patogenesis penyakit tidak menular. Sehingga sangat perlu memahami riwayat alamiah

penyakit atau patogenesis PTM. Beberapa alasan pentingnya memahami patogenesis

PTM melalui faktor risikonya :

1. Prediksi

Untuk meramalkan kejadian penyakit. Misalnya perokok berat mempunyai resiko

10 kali lebih besar terserang Ca Paru daripada bukan perokok.

2. Penyebab

Kejelasan dan beratnya suatu faktor risiko dapat ditetapkan sebagai penyebab

suatu penyakit dengan syarat telah menghapuskan faktor-faktor penggangu

(Confounding Factors).

3. Diagnosis

Dapat membantu dalam menegakan diagnosa.

4. Prevensi

Jika suatu faktor risiko merupakan penyabab suatu penyakit tertentu, maka dapat

diambil tindakan untuk pencegahan terjadinya penyakit tersebut.

Prinsip upaya pencegahan lebih baik dari sebatas pengobatan. Terdapat 4 tingkatan

pencegahan dalam Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, yaitu :

1. Pencegahan Primordial

Berupa upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan

penyakit tidak dapat berkembang karena tidak adanya peluang dan dukungan dari

kebiasaan, gaya hidup maupun kondisi lain yang merupakan faktor resiko untuk

munculnya statu penyakit. Misalnya : menciptakan prakondisi dimana masyarakat

merasa bahwa merokok itu merupakan statu kebiasaan yang tidak baik dan masyarakat

mampu bersikap positif untuk tidak merokok.

2. Pencegahan Tingkat Pertama

5

Page 6: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

a) Promosi Kesehatan Masyarakat : Kampanye kesadaran masyarakat, promosi

kesehatan pendidikan kesehatan masyarakat.

b) Pencegahan Khusus : Pencegahan keterpaparan, pemberian kemopreventif

3. Pencegahan Tingkat Kedua

a) Diagnosis Dini, misalnya dengan screening.

b) Pengobatan, misalnya dengan kemotherapi atau pembedahan

4. Pencegahan Tingkat Ketiga adalah dengan cara Rehabilitasi.

3.2 Alasan pentingnya mempelajari patogenesis Penyakit Menular (PM) :

Riwayat Alamiah Penyakit (Natural History of Disease) adalah perkembangan suatu

penyakit tanpa adanya campur tangan medis atau bentuk intervensi lainnya sehingga suatu

penyakit berlangsung secara natural. Pada umumnya secara umum RAP dibagi menjadi 3

tahap, yakni tahap patogenesis, pre-patogenesis (masa inkubasi, penyakit dini dan penyakit

lanjut), dan tahap pasca patogenesis (penyakit akhir).

- Konsep Tingkat Pencegahan Penyakit (Level of Prevention)

Konsep tingkat pencegahan penyakit ialah mengambil tindakan terlebih dahulu

sebelum kejadian dengan menggunakan langkah‐langkah yang didasarkan pada data/

keterangan bersumber hasil analisis/ pengamatan/ penelitian epidemiologi. Berikut

merupakan tingkatan pencegahan penyakit menular :

a)      Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) seperti promosi kesehatan dan

pencegahan khusus. Sasarannya ialah faktor penyebab, lingkungan & pejamu. Langkah

pencegahaan di faktor penyebab misalnya, menurunkan pengaruh serendah mungkin

(desinfeksi, pasteurisasi, strerilisasi, penyemprotan insektisida) agar memutus rantai

penularan. Langkah pencegahan di faktor lingkungan misalnya, perbaikan lingkungan fisik

agar air, sanitasi lingkungan & perumahan menjadi bersih. Langkah pencegahan di faktor

pejamu misalnya perbaikan status gizi, status kesehatan, pemberian imunisasi.

b)      Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) seperti diagnosis dini serta

pengobatan tepat. Sasarannya ialah pada penderita / seseorang yang dianggap menderita

6

Page 7: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

(suspect) & terancam menderita. Tujuannya adalah untuk diagnosis dini & pengobatan tepat

(mencegah meluasnya penyakit/ timbulnya wabah & proses penyakit lebih lanjut/ akibat

samping & komplikasi). Beberapa usaha pencegahannya ialah seperti pencarian penderita,

pemberian chemoprophylaxis (Prepatogenesis / patogenesis penyakit tertentu).

c)      Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) seperti pencegahan terhadap cacat

dan rehabilitasi. Sasarannya adalah penderita penyakit tertentu. Tujuannya ialah mencegah

jangan sampai mengalami cacat & bertambah parahnya penyakit juga kematian dan

rehabilitasi (pengembalian kondisi fisik/ medis, mental/ psikologis & sosial

- Manfaat mempelajari RAP (Riwayat Alamiah Penyakit) dalam epidemiologi. Studi

tentang RAP merupakan bagian dari studi epidemiologi, dikarenakan terdapat:

a) Studi etiologi — menemukan penyebab

b) Studi prognostik — mempelajari faktor risiko dan perkiraan akhir penyakit

c) Studi intervensi — mengetahui effectiveness , dan efficiency program pemberantasan dan

pencegahan penyakit.

Dengan mempelajari RAP dapat diperoleh beberapa informasi penting :

Masa inkubasi atau masa latent.

Kelengkapan keluhan (symptom) sebagai bahan informasi dama menegakkan

diagnosis

Lama dan beratnya keluhan yang dialami oleh penderita kejadian penyakit menurut

musim (season) kapan penyakit itu lebih frekuen kejadiannya

Kecenderungan lokasi geografis serangan penyakit sehingga dapat dengan mudah

dideteksi lokasi kejadian penyakit.

Untuk diagnostik: masa inkubasi dapat dipakai sebagai pedoman penentuan jenis

penyakit.

Sifat-sifat biologis kuman patogen sehingga menjadi bahan informasi untuk

pencegahan penyakit.

7

Page 8: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

Untuk pencegahan: dengan mengetahui kuman patogen penyebab dan rantai

perjalanan penyakit dapat dengan mudah ditemukan titik potong yang penting dalam

upaya pencegahan penyakit.

Untuk terapi: intervensi atau terapi hendaknya diarahkan pada fase paling awal. Lebih

awal terapi akan lebih baik hasil yang diharapkan. Keterlambatan diagnosis akan

berkaitan dengan keterlambatan terapi.

Dalam memperlajari epidemiologi penyakit, sangat penting untuk mempelajari

patogenesis penyakit/perjalanan suatu penyakit baik PTM(Penyakit Tidak Menular) maupun

PM(Penyakit Menular). Dengan mempelajari patogenensis suatu penyakit maka kita

dapat memahami bagaimana mekanisme dan tahap perkembangan penyakit tersebut

dalam tubuh sampai menimbulkan akibat. Pemahaman akan perjalanan dan

perkembangan penyakit (riwayat alamiah penyakit) tersebut dapat menjadi dasar untuk

melakukan intervensi baik untuk pencegahan maupun pengobatan terhadap suatu penyakit.

Munculnya berbagai macam penyakit disebabkan oleh banyak faktor. Studi RAP

yakni Riwayat Alamiah Penyakit mempelajari bagaimana suatu penyakit dapat timbul dan

tersebar. Studi ini diduga mempunyai manfaat dalam mengetahui bagaimana pencegahan

penyakit yang seharusnya dilakukan.

Jika ada sebab pastilah ada sumbernya. Telah diketahui bahwa perkembangan zaman

di bidang ilmu pengetahuan maupun teknologi membawa dampak yang besar terhadap

lingkungan, maka dari situlah penyakit yang pada umumnya bersifat biasa saja menjadi suatu

penyakit yang lebih bersifat patogen, dan adanya transisi epidemiologi merupakan salah satu

buktinya. Dengan mempelajari patogenesis penyakit, kita dapat menentukan pada

simpul mana kita bisa melakukan pencegahan.

Dengan mempelajari setiap tahap perkembangan, rantai kejadian yang menuju kepada

terjadinya pathogen, perubahan struktur dan fungsi setiap komponen yang terlibat di

dalamnya, seperti sel, jaringan, tubuh, organ stimulasi faktor-faktor eksternal seperti faktor

mikrobial, kimiawi dan fisis kita mengetahui faktor apa saja yang dapat menjadi penyebab,

pemicu, dan faktor yang memperberat penyakit sehingga dapat menghindari faktor – faktor

tersebut, dan dengan mengetahui organ apa saja yg terlibat dalam proses penyakit kita

8

4. Pentingnya Mempelajari Patofisiologis Penyakit Tidak Menular dan Penyakit Menular

Page 9: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

mengetahui derajat keparahan dan seberapa bahaya penyakit tersebut, sebagai landasan untuk

memberikan edukasi kepada masyarakat.

Contoh Patogenesis Penyakit Tidak Menular dan Penyakit Menular

1. Patogenesis Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk

heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat, jika telah berkembang

penuh secara klinis maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan

postprandial, aterosklerosis dan penyakit vaskular mikroangiopati.

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel

terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau berada dalam rentang normal.

Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II

dianggap sebagai non insulin dependent diabetes mellitus.

Diabetes mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh

kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan

fungsi insulin (resistensi insulin). Berikut patogenesis diabetes mellitus tipe II :

a. Resistensi Insulin

Penurunan kemampuan insulin untuk beraksi pada jaringan target perifer

(terutama otot dan hati) merupakan ciri yang menonjol pada diabetes mellitus tipe II

dan merupakan kombinasi dari kerentanan genetik dan obesitas. Resistensi insulin

mengganggu penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin dan

meningkatkan keluaran glukosa hepatik, keduanya menyebabkan hiperglikemia.

Pada prinsipnya resistensi insulin dapat terjadi di tingkat reseptor insulin atau

di salah satu jalur sinyal pascareseptor. Pada diabetes mellitus tipe II jarang terjadi

defek kualitatif dan kuantitatif pada reseptor insulin. Oleh karena itu, resistensi

insulin diperkirakan terutama berperan dalam pembentukan sinyal pascareseptor.

Asam lemak bebas juga memberikan kontribusi pada patogenesis diabetes

mellitus tipe II. Asam lemak bebas menurunkan ambilan glukosa pada adiposit dan

9

5.Contoh Patogenesis Penyakit Tidak Menular dan Penyakit Menular

Page 10: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

otot serta meningkatkan keluaran glukosa hepatik yang terkait dengan resistensi

insulin.

b. Gangguan Sekresi Insulin

Defek pada sekresi insulin bersifat samar dan secara kuantitatif kurang berarti

jika dibandingkan dengan yang terjadi pada DM tipe I. Pada awal perjalanan

penyakit DM tipe II, sekresi insulin tampaknya normal dan kadar insulin plasma

tidak berkurang. Namun pola sekresi insulin yang berdenyut dan osilatif lenyap, dan

fase pertama sekresi insulin (yang cepat) yang dipicu oleh glukosa menurun.

Secara kolektif hal ini dan pengamatan lain mengisyaratkan adanya gangguan

sekresi insulin yang tipe II, dan bukan defisiensi sintesa insulin. Namun pada

perjalanan penyakit berikutnya, terjadi defisiensi absolut yang ringan sampai

sedang, yang lebih ringan dibanding DM tipe I . Penyebab defisiensi insulin pada

DM tipe II masih belum sepenuhnya jelas. Berdasarkan data mengenai hewan

percobaan dengan DM tipe II, diperkirakan mula-mula resistensi insulin

menyebabkan peningkatan kompensatorik massa sel beta dan produksi insulinnya.

Pada mereka yang memiliki kerentanan genetik terhadap DM tipe II, kompensasi ini

gagal. Pada perjalanan penyakit selanjutnya terjadi kehilangan 20 - 50% sel beta,

tetapi jumlah ini belum dapat menyebabkan kegagalan dalam sekresi insulin yang

dirangsang oleh glukosa. Namun, tampaknya terjadi gangguan dalam pengenalan

glukosa oleh sel beta. Dasar molekuler gangguan sekresi insulin yang dirangsang

oleh glukosa ini masih belum dipahami.

Peningkatan asam lemak bebas (NEFA = non-esterified fatty acids) juga

mempengaruhi sel beta. Secara akut, NEFA menginduksi sekresi insulin setelah

makan, sedangkan pajanan kronik terhadap NEFA menyebabkan penurunan sekresi

insulin yang melibatkan lipotoksisitas yang menginduksi apoptosis sel islet dan atau

menginduksi uncoupling protein-2 (UCP-2) yang menurunkan membran potensial,

sintesa ATP dan sekresi insulin.

Mekanisme lain kegagalan sel beta pada DM tipe II dilaporkan berkaitan

dengan pengendapan amiloid di islet. Pada 90% pasien DM tipe II ditemukan

endapan amiloid pada autopsi. Amilin, komponen utama amiloid yang mengendap

ini, secara normal dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan bersama

dengan insulin sebagai respons terhadap pemberian glukosa. Hiperinsulinemia yang 10

Page 11: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

disebabkan resistensi insulin pada fase awal DM tipe II menyebabkan peningkatan

produksi amilin, yang kemudian mengendap sebagai amiloid di islet. Amiloid yang

mengelilingi sel beta mungkin menyebabkan sel beta refrakter dalam menerima

sinyal glukosa. Yang lebih penting, amiloid bersifat toksik bagi sel beta sehingga

berperan menyebabkan kerusakan sel beta yang ditemukan pada kasus DM tipe II

tahap lanjut.

2. Patogenesis Penyakit Malaria

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan

lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas

pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan

kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak senamding dengan

parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal

ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan

sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang

menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap

eritrosit.

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga

mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi

fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria

kronis terjadi hyperplasia dan retikulosit disertai peningkatan makrofag.

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit

kedalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami

perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit.

Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel,

sitoadherensi, sekuestasi dan resetting.

Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi

Plasmodium falciparum pada reseptor di bagian endothelium venule dan kapiler. Selain

itu, eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk

roset.

Resetting adalah suatu fenomena perlekapan antara sebuah eritrosit yang

mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non

11

Page 12: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi

terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A

dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.

Menurut pendapat ahli lain pathogenesis malaria adalah multifaktoria dan

berhubungan dengan hal – hal sebagai berikut :

1. Penghancuran eritrosit

Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga

terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia

dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi

hemoglobinuria (black white fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal.

2. Mediator endotoksin – makrofag

Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag

yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin

mungkin berasal dari saluran crna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan

faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupaka suatu monokin, ditemukan dalam

peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan

sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindom penyakit

pernapasan pada orang dewasa.

3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka

Eritrosit yang terinfeksi oleh plasmodium dapat membentuk tonjolan-

tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan

bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan avinitas eritrosit yang

mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni

berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada

endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor

dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan.

12

Page 13: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

6.1 Patofisiologi Malaria

Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan

hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama berhubungan

dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung

parasit pada endotelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap

hidup (survive). Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat

dalam patogenesis terjadinya demam dan peradangan. Skizogoni eksoeritrositik mungkin

dapat menyebabkan reaski leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit

danzgametositztidakzmenimbulkanzperubahanzpatofisiologik.

Patofisiologi malaria adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan

hal-halzsebagaizberikut:

a.      Penghancuran eritrosit.

Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung

parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak

mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan

hemolisis intra vaskular yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever)

dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.

b.      Mediator endotoksin-makrofag.

Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang

sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam

perubahan patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria,

mungkin berasal dari rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat

melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin , ditemukan

dalam darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin lain

yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom penyakit

pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress syndrome) dengan

sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan

plasmodium falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang

dihinggapi parasit pada endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak

13

6.Contoh Pafisiologis Penyakit Tidak Menular dan Penyakit Menular

Page 14: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas,

hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.

c.       Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi.

Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk

tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen

malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas

eritrosit yang mengandung plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah

dalam alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di

sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah

dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam alam-alat dalam.

Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi

permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang

cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum

ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam

protein untuk sitoaherens eritrosit yang terinfeksi plasmodium P. falciparum.

Tahap Perkembangan Penyakit Malaria,

1.      Tahap exoeriyhrocitic adalah tahap dimana terjadinya infeksi pada sistem hati

(liver) manusia yang disebabkan oleh parasit plasmodium,

2.      Tahap erithrocitic adalah tahap terjadinya infeksi pada sel darah merah (eritrosit).

Setelah masuk melalui darah dan sampai di sistem hati manusia, parasit ini

akan berkembang biak dengan cepat yang kemudian keluar dan menginfeksi sel darah

merah, yang mana proses inilah yang menimbulkan timbulnya demam pada penderita

malaria.

Parasit plasmodium akan terus berkembang biak dalam sel darah merah yang

kemudian keluar untuk menginfeksi sel darah merah lain yang masih sehat, hal inilah

yang menyebabkan terjadinya gejala panas atau demam naik turun pada

penderitazmalaria.

Walaupun sebenarnya sistem limpa manusia bisa menghancurkan sel darah merah

yang terinfeksi oleh parasit, tetapi parasit plasmodium jenis falciparum dapat

membuat sel darah merah menempel pada pembuluh darah kecil dengan cara

melepaskan protein adhesif, sehingga dengan begini sel darah merah yang terinfeksi

tidak dapat masuk kedalam sistem limpa untuk dihancurkan. Dengan kemampuan

14

Page 15: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

inilah plasmodium falciparum sering menjadi penyakit malaria akut, karena dengan

kemampuan menempelkan sel darah merah yang telah terinfeksi di dinding pembuluh

darah kecil secara simultan sehingga dapat menyumbat peredaran darah ke otak yang

sering mengakibatkan kondisi koma pada penderita penyakit malaria.

Lain halnya dengan sebagian parasit plasmodium jenis vivax atau ovale

tidak mempunyai kecenderungan yang mematikan seperti plasmdium falciparum

tetapi dengan kemampuan menghasilkan hipnosoites yang tetap aktif selama beberapa

bulan bahkan tahun, sehingga penderita penyakit malaria yang disebabkan

plasmodium ini sering mengalami malaria yang baru kambuh dan kambuh lagi selama

beberapa bulan bahkan tahun setelah terinfeksi pertama kali, dan sangat sulit dibasmi

secara tuntas dari dalam tubuh manusia terinfeksi.

6.2 Patofisiologi Diabetes

Tubuh manusia memerlukan bahan bakar berupa energi untuk menjalankan

berbagai fungsi sel dengan baik. Bahan bakar tersebut bersumber dari sumber zat gizi

karbohidrat, protein, lemak yang di dalam tubuh mengalami pemecahan menjadi zat yang

sederhana dan proses pengolahan lebih lanjut untuk menghasilkan energi. Proses

pembentukan energi terutama yang bersumber dari glukosa memerlukan proses

metabolisme yang rumit. Dalam proses metabolisme tersebut, insulin memegang peranan

yang sangat penting yang bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya

diubah menjadi energi (Syahbudin, 2004).

Pada keadaan normal, glukosa diatur sedemikian rupa oleh insulin yang diproduksi

oleh sel beta pankreas, sehingga kadarnya di dalam darah selalu dalam batas aman baik

pada keadaan puasa maupun sesudah makan. Kadar glukosa darah normal berkisar antara

70-140 mg/dl.

Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh beta pankreas pada

pulau Langerhans. Tiap pankreas mengandung 100.000 pulau langerhans dan tiap pulau

berisikan 100 sel beta (Syanbudin, 2004).

15

Page 16: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam pengaturan kadar glukosa

darah dan koordinasi penggunaan energi oleh jaringan. Insulin yang dihasilkan sel beta

pankreas dapat diibaratkan anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke

dalam sel agar dapat dimetabolisrne menjadi energi. Bila insulin tidak ada atau insulin tidak

dikenali oleh reseptor pada permukaan sel, maka glukosa tak dapat masuk ke dalam sel

dengan akibat glukosa akan tetap berada dalam darah sehingga kadarnya akan meningkat.

Tidak adanya glukosa yang dimetabolisme menyebabkan tidak ada energi yang dihasilkan

sehingga badan menjadi lemah.

Pada keadaan DM, tubuh relatif kekurangan insulin sehingga pengaturan glukosa

darah menjadi kacau (Waspadji, 1999). Walaupun kadar glukosa darah sudah tinggi,

pemecahan lemak dan protein menjadi glukosa melalui glukoneogenesis dihati tidak dapat

dihambat karena insulin yang kurang! resisten sehingga kadar glukosa darah terus

meningkat. Akibatnya terjadi gejala-gejaia khas DM seperti poliuri, polidipsi, polipagi,

lemas, berat badan menurun. Jika keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, berakibat terjadi

kegawatan Diabetes Mellitus yaitu ketoasidois yang sering menimbulkan kematian

Pada diabetes melitus tipe 1 sel beta dalam yang terdapat dalam pankreas tidak

dapat memproduksi insulin, sehingga glukosa yang berada di dalam darah tidak dapat

diserap oleh sel. Hal tersebut mengakibatkan naiknya kadar gula dalam darah. Sedangkan

pada diabetes tipe 2 sel beta dalam pankreas berfungsi baik dengan menghasilkan insulin

yang normal atau bahkan berlebih. Hanya saja jumlah reseptor dalam sel berkurang,

sehingga glukosa yang berhasil masuk ke dalam sel hanya sedikit. Akibatnya kadar glukosa

dalam darah menjadi naik. Diabetes Melitus tipe 2 juga dapat dikarenakan kurang

berkualitasnya insulin sehingga tidak mampu memasukan glukosa ke dalam darah.

16

Page 17: karyatulisilmiah.com · Web viewTUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK “PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR”

Daftar Pustaka

Adiputro, Didie. Malaria Masih Menghantui Indonesia, www.perspektif.net diakses tanggal

13 Maret 2015

Buku Pegangan Kuliah epidemiologi “Dasar-Dasar dan Penatalaksanaan Penyakit Tidak Menular (PTM)”. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Politeknik Kesehatan Surakarta, Jurusan Kebidanan, 2009.

Bustan mn. Pengantar epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Gerstman. Epidemiology Kept Simple. California: Willey Liss, 2003.

Imam Subekti pada Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu edisi kedua tahun 2009.

Bagian II

Juwono, Sugeng. Riwayat Alamiah, Spektrum, Rantai Infeksi dan Kejadian Epidemik Penyakit, 2011.

Lalusu, Yusnita Erni. Pengantar epidemiologi, 2011.

Marnaam, dkk. Makalah Malaria. Politeknik Kesehatan Semarang. Semarang, 2012.

 Murti, Bisma. Modul Perkuliahan Fakultas Kedoketran  UNS.

Detiklife. Pengertian Patofisiologi beserta contohnya.

http://detiklife.com/2014/10/03/pengertian-patofisiologi-beserta-contohnya/,

diakses pada 13 Maret.

http://wanenoor.blogspot.co.id/2011/06/pengertian-patogenesis.html di akses pada tanggal 11 Maret 2016

https://carapedia.com/patofisiologi_penyakit_info2312.html (diakses pada Sabtu, 12 Maret

2016)

http://dokumen.tips/documents/pengertian-patofisiologi-560d8499caa0f.html (diakses pada

Minggu, 13 Maret 2016)

http://id.scribd.com/doc/57173289/pengertian-patofisiologi#scribd (diakses pada Sabtu, 12

Maret 2016)

http://kamuskesehatan.com/arti/patogenesis/ diakses pada tanggal 12 Maret 2016.

http://kbbi.web.id/patogenesis diakses pada tanggal 12 Maret 2016.

17