Pentingnya Monitoring Konservasi Penyu
-
Upload
jefri-t-susanto -
Category
Documents
-
view
185 -
download
9
description
Transcript of Pentingnya Monitoring Konservasi Penyu
ESSAY
PENTINGNYA MONITORING PADA PROGRAM
KONSERVASI PENYU
Disusun Oleh :
NAMA : Jefri Tri Susanto
NIM : 115080601111058
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari
17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dari luas laut sekitar 3,1
juta km2 atau 62% dari luas territorial. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia
terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman dan sumber daya alamnya baik
sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti perikanan, hutan mangrove dan
terumbu karang maupun sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seperti
minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan tambang lainnya. Luas cakupan
wilayah perairan dan garis pantai yang panjang dengan diapit oleh dua laut besar
yaitu samudera pasifik dan samudera atlantik menjadikan Indonesia sebagai
jantung perairan dunia dengan banyak sekali spesies ikan dan biota lainnya
termasuk Penyu. Di Indonesia diketahui terdapat 6 dari 7 spesies penyu dunia
yang hidup dan berkembang di perairan indonesia. Enam penyu tersebut yaitu
penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu
sisik (Eretmochelys imbricate), penyu pipih (Natator depressus), penyu tempayan
(Caretta caretta) dan penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea) (Prihanta, 2007).
Dalam kondisi sekarang ini penyu merupakan salah satu dari banyak
spesies yang masuk dalam kategori daftar merah atau dalam kategori terancam
dalam kepunahan sehingga perlu dilakukan perlindungan. Penyu masuk ke
dalam daftar merah (red list) di IUCN dan Appendix I CITES yang berarti bahwa
keberadaannya di alam telah terancam punah sehingga segala bentuk
pemanfaatan dan peredarannya harus mendapat perhatian secara serius.
Sejauh ini berbagai kebijakan terkait pengelolaan penyu sudah cukup banyak
dilakukan, baik oleh Departemen Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup,
maupun Departemen Kelautan dan Perikanan. Bahkan pemerintah secara terus-
menerus mengembangkan kebijakan-kebijakan yang sesuai dalam upaya
pengelolaan konservasi penyu dengan melakukan kerjasama regional seperti
IOSEA-CMP, SSME dan BSSE.
Kegiatan konservasi penyu pun banyak dilakukan di daerah-daerah yang
menjadi basis perkembangbiakannya. Dalam buku pedoman pengelolaan
konservasi penyu yang disusun oleh DKP (2009), Salah satu kegiatan konservasi
yang sering dilakukan yaitu dengan melakukan monitoring. Monitoring atau
pemantauan terhadap penyu merupakan salah satu langkah penting untuk
mengevaluasi tingkat keberhasilan upaya pengelolaan konservasi penyu.
Kegiatan monitoring yang dilakukan diantaranya dengan memantau jenis dan
jumlah penyu yang mendarat, jumlah penyu yang bertelur, jumlah telur setiap
penyu, dimensi telur penyu, panjang dan bobot (jika memungkinkan), dll. Dengan
dilakukan monitoring ini diharapkan dapat mengetahui hasil dari proses
konservasi yang telah dilakukan dengan cara pengawasan. Berdasarkan hal
tersebut, monitoring merupakan kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan
untuk menjamin keberhasilan dalam proses konservasi penyu.
I.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya monitoring terhadap upaya konservasi penyu:
untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan upaya pengelolaan konservasi
penyu
untuk mengamati perkembangan penyu
untuk program konsrvasi
untuk proses studi dan penelitian.
II. METODOLOGI
II.1. Metode Monitoring
Dalam panduan konservasi penyu DKP (2009), Kegiatan monitoing dapat
dilakukan berdasarkan waktu pelaksanaan. Ada yang dilakukan secara rutin di
stasiun penangkaran penyu; secara periodik misalkan setiap minggu atau setiap
bulan; dan insidental dilakukan jika terjadi kasus-kasus tertentu diluar kebiasaan,
misalkan adanya pencemaran, bencana alam atau kematian massal, tergantung
pada kondisi populasi penyu dan intensitas kehadiran penyu pada suatu
kawasan konservasi penyu. Kegiatan monitoring juga dapat dilakukan secara
langsung maupun dengan bantuan alat, seperti untuk memantau intensitas
peneluran dan pertumbuhan dengan bantuan metal tag, dan untuk memantau
pola migrasi penyu dengan bantuan tagging satelit. Aspek-aspek yang akan
dimonitor dalam pengelolaan konservasi penyu meliputi :
Monitoring telur dan sarang telur (pantai peneluran, dimensi sarang penyu
bertelur dan lubang telur, dimensi telur, jumlah telur, tingkat penetasan)
Monitoring terhadap tukik
Monitoring terhadap penyu yang bertelur
II.1.1. Persiapan melakukan Monitoring
Sebelum melakukan kegiatan monitoring, diperlukan alat dan bahan yang
menunjang proses monitoring. Alat dan bahan yang diperlukan tergantung dari
target atau tujuan pemantauan atau monitoring, cakupan wilayah pantai, situasi
keadaan medan pantai serta jumlah anggota tim monitoring. Alat dan bahan
yang diperlukan digunakan untuk melakukan pengambilan data pada sampel.
Secara umum alat dan bahan yang digunakan adalah kertas data, alat
menulis, gulungan dan pita meteran, jangka sorong, alat penimbang, tali untuk
mengikat, label dan botol penyimpan sampel, alat pengambil sampel jaringan,
larutan pengawet untuk mengawetkan sampel jaringan penyu, sarung
tangan,kapas dan tissue, penanda logam dan pemasangnya, dan temperatur
logger untuk mengukur suhu sarang telur penyu.
Selain alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan monitoring,
penentuan waktu dan personil pemantau juga harus dipersiapkan agar kegiatan
dapat berlangsung lancar. Monitoring dapat dilakukan kapan saja, namun
ancaman terbesar bagi penyu dan sarangnya sering terjadi pada malam hari.
Sedangkan jumlah personil pemonitor umumnya atau standarnya berjumlah 4-6
orang untuk pantai dengan panjang 1000-2000 m. Pemantauan secara intensif
idealnya dilakukan setiap hari sepanjang tahun, misalnya selama musim
peneluran puncak 3-4 bulan.
.
II.1.2. Survei pantai Peneluran
Survey pantai peneluran dilakukan untuk menduga ukuran dan jumlah
populasi yang bertelur suatu pantai. Survey dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
secara Ekstensif dan secara Intensif.
a) Secara Ekstensif
Survey ini biasanya menekankan pada lokasi pantai yang
berpotensi dan pernah ditemukan penyu bertelur untuk dilakukan
monitoring dengan cara survey langsung pada saat musim bertelur atau
jika terjadi halangan dan tak bisa dilakukan secara langsung, maka
silakukan dengan cara melakukan wawancara dengan warga lokal.
Survey ini juga biasanya didahului dengan melakukan citra satelit
atau foto udara atau dengan peta terkini baru kemudian dilanjutkan
secara lapang. Namun survey dengan cara ini memang kurang baik.
b) Secara Intensif
Dalam survey jenis ini dilakukan zonasi pada wilayah mencakup
minimal 20% dari keseluruhan wilayah pantai yang tercakup dalam index
yang kemudian akan dilakukan survey secara intensif. Hal-hal yang
diamati umumnya:
1. Jumlah track dan jumlah penyu yang naik ke pantai
2. Track baru dan lama
3. Penghitungan track baru
4. Estimasi proporsi memeti (false crawls)
Secara ringkas metode survey ini mencakup:
Survey ekstensif dahulu di seluruh area
Penentuan bebrapa pantai index yang mewakili kerapatan
telur, jenis penyu dan mencerminkan keseluruhan area
Pelaksanaan survey bisa dilakukan secra periodik secara
intensif.
II.1.3. Menduga Ukuran (Jumlah) Populasi Per Satu Satuan Waktu
Data jumlah track penyu dengan jumlah sarang yang ditemukan
merupakan data penting untuk mengetahui ukuran populasi penyu di suatu
lokasi.
Ukuran populasi bertelur= total sarang telur penyu per tahunrerata jumlah sarangtelur yangdihasilkan per induk permusim
Untuk mengenali induk yang pernah bertelur di lokasi yang sama
sebelumnya bisa dilihat dari penanda yang ada pada penyu tersebut. Jika belum
ada maka, perlu dilakukan tagging dengan benar pada penyu tersebut untuk
memudahkan proses monitoring. Tag yang sering digunakan yaitu metal tag
yang terbuat dari titanium. Tagging ini juga berguna untuk mengetahui frekuensi
bertelur, interval jarak bertelur, area migrasi dan perpindahan, pertumbuhan
penyu.
II.1.4. Teknik-teknik Esensial Monitoring Penyu di Pantai Peneluran
A. Pengukuran Morfometri Penyu
Pengukuran biasanya dilakukan pada panjang lengkung karapas
(PLK), berat badan penyu dan jika memungkinkan Lebar lengkung
karapas (LLK). Pengukuran ini untuk mengetahui perkembangan
penyu dari data yang dikumpulkan selama bertahun-tahun.
B. Pengambilan Sampel Jaringan
Pengambilan sampel jaringan tubuh penyu ini untuk pemeriksaan
genetik yang diperlukan untuk identifikasi stok atau populasi penyu.
Hasil dari pengambilan sampel jaringan tubuh tersebut dimasukkan ke
dalam notol yang berisi etanol 100% yang telah diberi label.
C. Identifikasi Jenis Penyu
Ada terdapat 7 spesies penyu yang masih ada di dunia. Dan 6 dari
7 spesies ini juga ada di Indonesia diantaranya penyu belimbing
(Dermochelys coriacea), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik
(Eretmochelys imbricate), penyu pipih (Natator depressus), penyu
tempayan (Caretta caretta) dan penyu abu-abu (Lepidochelys
olivacea), sedangkan penyu yang tidak terdapat di Indoneisa yaitu
Penyu Kempi (Lepidochelys kempii).
II.1.5. Pengelolaan Sarang Telur
Pengelolaan sarang telur dilakukan untuk mengamankan Sarang Telur
Penyu dengan cara memindahkannya ke tempat yang sesuai dan aman
dengan benar sehingga tidak merusak kondisi telur.
II.2. Indikator Keberhasilan Monitoring
Indikator keberhasilan pelaksanaan monitoring penyu yaitu:
1. Banyak ditemukannya penyu yang datang untuk bertelur
Semakin banyak penyu hasil konservasi yang telah dimonitoring akan dapat
diketahui dengan adanya penanda yang terpasang di tubuh penyu. Dengan
demikian penyu-penyu yang datang ke pantai untuk bertelur dapat diidentifikasi
apakah penyu tersebut penyu yang sama tiap bertelur atau penyu-penyu baru
yang telah tumbuh dan melakukan reproduksi. Sehingga ini bisa dijadikan
indikator keberhasilannya.
2. Banyaknya tukik yang menetas
Pengamanan telur dengan cara memindahkannya ke tempat yang lebih
aman akan menjauhkan telur tersebut dari ancaman yang berasal dari manusia
maupun dari predator. Sehingga intensitas penetasan telur juga akan meningkat.
3. Keseimbang jenis kelamin antara jantan dan betina
Selain untuk mengamankan telur dari banyak ancaman, pemindahan telur
juga dapat berdampak pada keseimbangan konsentrasi jenis kelamin jantan dan
betina. Karena munculnya jenis kelamin pada tukik yang menetas dipengaruhi
oleh temperatur dan kelembaban dari pasir tempat induk penyu meletakkan
telurnya. Jadi jika pemindahan telur dilakukan di tempat yang tepat, maka
konsentrasi jantan dan betina akan seimbang dan ini akan mempengaruhi tingkat
reproduksi penyu di masa depan.
4. Tukik yang tumbuh menjadi dewasa semakin banyak
Perawatan dan monitoring tukik yang baru menetas sebelum dilepas ke laut
bebas akan meningkatkan kesempatan hidup tukik untuk hidup dan berkembang
sehingga mengurangi tingkat kematian akibat besar gelombang laut maupun dari
predator.
5. Sering ditemukannya penyu berenang dilaut dan tumbuh besar
DAFTAR PUSTAKA
DKP. (2009). Buku Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu. Jakarta :
Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenderal
Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan
Perikanan RI
Prihanta, Wahyu, Drs. MKes. 2007. Problematika Kegiatan Konservasi Penyu Di
Taman Nasional Meru Betiri. Malang: Universitas Muhammadiyah
WWF. 2009. Panduan Melakukan Pemantauan Populasi Penyu di Pantai
Peneluran di Indonesia. Bali: WWF Indonesia