Peningkatan Mutu Dan Keamanan Produk Susu Bubuk
-
Upload
kurnia-rimadhanti-ningtyas -
Category
Documents
-
view
360 -
download
24
description
Transcript of Peningkatan Mutu Dan Keamanan Produk Susu Bubuk
STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK
SUSU BUBUK DI PT MIROTA KSM YOGYAKARTA
(PROPOSAL)
OLEH
KURNIA RIMADHANTI NINGTYAS
(11/321737/PTP/01127)
PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2012
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Saat ini, banyak sekali produk sejenis yang ada dipasaran. Hal ini menuntut perusahaan
untuk terlibat dalam pesaingan yang kompetitif. Situasi ini juga didukung oleh adanya
dinamika dan tuntutan konsumen akan pentingnya mutu dari suatu produk. Dengan
demikian produk-produk hasil proses produksi harus ada dalam keadaan baik, tanpa
adanya cacat. Untuk menghadapi hal tersebut, perusahaan perlu memperhatikan efisiensi
dari biaya produksi yang dikeluarkan, yaitu dengan cara membatasi pemborosan sumber
daya secara menyeluruh, menghentikan kerusakan alat produksi dan selalu menjamin mutu
produk berada dalam karakteristik yang telah ditentukan.
Era globalisasi mengakibatkan perubahan yang cukup besar di dalam dunia usaha
termasuk industri manufaktur serta perdagangan barang dan jasa. Era pasar bebas yang
pada prinsipnya tidak ada pembatasan di dalam perdagangan antar negara, menyebabkan
setiap produk yang berupa barang dan jasa dari berbagai negara dapat masuk ke Indonesia
secara bebas, demikian pula sebaliknya. Hal ini menimbulkan ketatnya persaingan di
tingkat produsen (perusahaan) di dalam menawarkan produknya ke konsumen. Persaingan
yang terjadi bukan hanya dilihat dari seberapa tinggi tingkat produktivitas perusahaan,
namun lebih cenderung ke arah seberapa rendah tingkat harga yang ditawarkan produsen
ke konsumen dengan mutu yang lebih baik.
Untuk menjaga konsistensi mutu produk dan jasa yang dihasilkan dan sesuai dengan
tuntutan kebutuhan pasar, perlu dilakukan pengendalian mutu (quality control) atas
aktivitas proses yang dijalani. Dari pengendalian mutu yang berdasarkan inspeksi dengan
penerimaan produk yang memenuhi syarat dan penolakan yang tidak memenuhi syarat
sehingga banyak bahan, tenaga, dan waktu yang terbuang, muncul pemikiran untuk
menciptakan sistem yang dapat mencegah timbulnya masalah mengenai mutu agar
kesalahan yang pernah terjadi tidak terulang lagi (Ariani, 1999).
Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, salah satu industri yang cukup
berkembang pesat adalah industri pengolahan susu. Industri pengolahan susu merupakan
jenis usaha yang cukup banyak dilakukan dan jumlahnya semakin bertambah. Hal ini
disebabkan karena permintaan konsumen terhadap produksi susu relatif meningkat dan
masyarakat semakin mengerti pentingnya kebutuhan akan gizi, sehingga keberadaannya
sangat penting. Salah satu industri yang bergerak di bidang pengolahan susu di
Yogyakarta adalah PT. Mirota KSM.
Salah satu usaha untuk menjamin mutu dan keamanan pangan adalah dengan
pengembangan dan penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
pada industri pangan. Sistem HACCP ini sudah dikenalkan oleh Codex Alimentarius
Commission (CAC) ke negara-negara anggota sejak tanggal 28 Juni 1993 (WHO 1993),
dan telah ditetapkan oleh organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization
(WTO) sebagai sistem standar penjamin keamanan pangan pada perdagangan pangan
internasional (Hathaway 1999; Orris 1999).
Penerapan sistem HACCP pada industri pangan dinilai cukup efektif untuk mencegah dan
meminimisasi resiko bahaya keracunan pangan, sehingga dinilai cukup baik untuk
memberi jaminan keamanan pangan (Bauman 1990; Marriott 1997) karena :
a. Penerapan sistem HACCP dapat mengurangi tingkat resiko terhadap mortalitas yang
dikaitkan dengan konsumsi pangan yang tidak aman (Antle 1999).
b. Penerapan sistem HACCP sebagai bagian dari sistem manajemen mutu menyeluruh
(Total Quality Management) bila diimplementasikan secara tepat dapat memberi
keuntungan sebagai berikut : perbaikan dalam efisiensi operasional, mengurangi biaya
transaksi dan menciptakan keuntungan yang lebih kompetitif (Cashwell et al. 1998;
Bredahl et al. 2001; Farina dan Reardon 2000).
Selain itu, penerapan sistem HACCP tidak berdiri sendiri, tetapi dapat diterapkan dan
diintegrasikan bersama dengan sistem lain misalnya Good Manufacturing Practices
(GMP) dan ISO 9000 (Sunarya 1999). Produksi bahan baku atau ingredien yang
digunakan oleh PT Mirota KSM untuk bahan pangan haruslah dilakukan sesuai dengan
sistem manajemen mutu dan keamanan pangan yang baik agar produk yang dihasilkan
aman untuk dikonsumsi. Melalui penerapan sistem manajemen keamanan pangan
berdasarkan HACCP, diharapkan perusahaan industri pangan PT Mirota KSM bisa
menghasilkan produk pangan dengan kualitas yang baik dan konsisten, serta yang paling
penting adalah aman untuk dikonsumsi, yang pada akhirnya akan meningkatkan
kepercayaan konsumen terhadap produk perusahaan dan meningkatkan penjualan produk
perusahaan.
Suatu perusahaan harus mampu memetakan kekuatan dan kelemahannya dalam persaingan
agar mampu memanfaatkan peluang yang ada dan meminimalkan resiko dari ancaman
persaingan. Strategi yang dijalankan perusahaan merupakan reaksi atas perubahan-
perubahan lingkungan yang terjadi (Jamaran et al. 2003). Oleh karena itu, industri markisa
olahan juga memerlukan suatu strategi untuk meningkatkan dayasaingnya.
Persaingan yang terjadi dalam industri susu formula dapat dimenangkan jika industri yang
bersangkutan memiliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif tersebut dapat
dicapai dengan adanya strategi yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan suatu
usaha, baik internal maupun lingkungan eksternal dari industri susu formula. Strategi yang
diperlukan adalah strategi yang sesuai dengan posisi industri saat ini. Strategi tersebut juga
harus disesuaikan dengan kemampuan penerapan pada industri susu formula sehingga
dapat lebih efektif untuk pengembangan industri tersebut di masa yang akan datang.
b. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat suatu strategi peningkatan mutu produk susu
bubuk berdasarkan sistem manajemen mutu (SMM) dan sistem manajemen keamanan
pangan (SMKP), yang diharapkan dapat meningkatkan dan menjamin mutu produk susu
formula yang aman dan sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen.
c. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT Mirota KSM di kota Yogyakarta yang merupakan
industri pengolahan susu formula. Ruang lingkup dari penelitian ini adalah berfokus pada
proses pengolahan susu formula yang dilakukan pada industri, dengan menganalisa
faktor-faktor mutu susu yang diinginkan oleh konsumen serta menentukan faktor-faktor
internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap peningkatan mutu susu formula.
d. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam peningkatan
mutu, pengendalian mutu dan kebijakan perusahaan mengenai Sistem Manajemen Mutu
(SMM), Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP), dan strategi peningkatan mutu
bagi produk susu bubuk di PT Mirota KSM.
II. TINJAUAN PUSTAKA
a. Konsep Mutu
Persaingan antar perusahaan yang satu dengan yang lain telah mendorong perusahaan
untuk menciptakan produk yang bermutu, sehingga mutu menjadi perhatian lebih dari
perusahaan untuk bisa memenangkan persaingan. Mutu mengandung arti bahwa produk
yang diciptakan sesuai dengan keinginan konsumen. Untuk menciptakan sebuah produk
yang bermutu diperlukan usaha perbaikan secara terus-menerus dan berkesinambungan
yang tidak hanya dilakukan oleh departemen pengawasan mutu saja, melainkan harus
dilakukan oleh semua pihak dalam perusahaan.
Mutu tidak hanya selalu diidentikan dengan produk akhir saja, melainkan mutu juga
berhubungan dengan reputasi perusahaan, peningkatan pangsa pasar, serta penurunan
biaya karena berkurangnya produk gagal. Menciptakan produk yang bermutu tidak selalu
berkorelasi dengan penggunaan biaya yang tinggi. Untuk menghasilkan produk yang
bermutu memang membutuhkan biaya, tetapi hal tersebut akan tertutupi oleh manfaat
yang akan diperoleh perusahaan melalui penciptaan produk yang bermutu.
Banyak ahli yang mendefiniskan mutu yang secara garis besar orientasinya adalah
kepuasan pelanggan yang merupakan tujuan perusahaan atau organisasi. Gilmore dalam
Ariani (1999), mendefinisikan mutu sebagai suatu kondisi dimana produk sesuai dengan
desain atau spesifikasi tertentu. Menurut Winchell et al. dalam Ariani (1999), mutu adalah
keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang berkaitan dengan kemampuannya
memenuhi kebutuhan atau kepuasan. Juran dalam Ariani (1999), mendefiniskan mutu
adalah sesuai untuk digunakan. Menurut Russel dalam Ariani (1999), mutu mempunyai
dua perspektif yaitu dari perspektif produsen dan dari perspektif konsumen. Jika kedua
persepktif tersebut digabungkan maka akan dapat tercapai kesesuaian antara kedua sisi
tersebut yang dikenal sebagai kesesuaian untuk digunakan oleh konsumen. Dua perspektif
mutu bisa dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Dua perspektif mutu
Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, namun dari
tiap definisi tersebut memiliki beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai
berikut (Nasution dalam Silvana, 2004):
Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.
Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalkan apa yang diaggap
merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkua litas pada masa
mendatang).
b. Deskripsi HACCP
Codex Alimentarius Commission 1 menjabarkan sistem Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) sebagai berikut:
a. Suatu sistem yang memiliki landasan ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi
potensi-potensi bahaya tertentu serta cara-cara pengendaliannya untuk menjamin keamanan
pangan.
b. Sebuah alat untuk memperkirakan potensi bahaya dan menentukan system pengendalian
yang berfokus pada pencegahan terjadinya bahaya dan bukannya sistem yang semata-mata
bergantung pada pengujian produk akhir.
c. Sebuah sistem yang mampu mengakomodasi perubahan-perubahan seperti perkembangan
dalam rancangan alat, cara pengolahan atau perkembangan teknologi.
d. Sebuah konsep yang dapat diterapkan pada seluruh rantai makanan dari produksi primer
hingga konsumsi akhir, dimana penerapannya dipandu oleh bukti-bukti ilmiah tentang resiko
terhadap kesehatan manusia. 1 Annex to CAC/RCP 1-1969, Rev. 3 (1997).
Dalam penerapan HACCP, Codex Alimentarius Commission (2003) menyebutkan sebagai
berikut :
a. Penerapan HACCP yang berhasil memerlukan komitmen yang utuh dan keterlibatan
manajemen serta kerja keras.
b. Hal tersebut memerlukan pendekatan multidisipliner, termasuk keahlian yang sesuai di
bidang agronomi, kesehatan veteriner, produksi, mikrobiologi, obatobatan, kesehatan
masyarkat, teknologi pangan, kesehatan lingkungan, kimia dan rekayasa.
c. Penerapan sistem HACCP sesuai dengan penerapan sistem manajemen mutu seperti seri
ISO 9000 dan merupakan sistem pilihan diantara sistem-sistem pengelolaan keamanan pangan
(FAO/WHO 1997).
Tujuan HACCP
Definisi istilah yang digunakan dalam penerapan HACCP terdapat pada ANNEX 1. Dalam
definisi diatas beberapa konsep kunci harus ditegaskan, antara lain: potensi bahaya terhadap
keamanan pangan (food safety hazard), analisis potensi bahaya (hazard analysis),
pengendalian yang sangat diperlukan untuk mencegah atau mengurangi resiko potensi
bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya hingga batas yang dapat diterima
dan bagian-bagian dari rantai makanan. Arti dari istilah-istilah tersebut beserta dampaknya
(dalam hal kerja tim HACCP) harus dibahas dengan hati-hati dan dipahami sebelum
merencanakan suatu sistem HACCP dalam suatu usaha di bidang pangan. Hal-hal tersebut
juga harus dijadikan pegangan utama pada seluruh tahapan pengembangan sistem HACCP
hingga seluruh penerapan dan verifikasinya. Pemahaman yang lebih baik terhadap konsep-
konsep tersebut oleh para anggota tim HACCP akan membantu proses penerimaan dengan
akurasi yang lebih baik tentang hal-hal yang harus menjadi peranan utama dalam system
HACCP dalam usaha pengolahan pangan.
• Tujuan dasar sistem HACCP adalah untuk menunjukkan letak potensi bahaya yang berasal
dari makanan yang berhubungan dengan jenis bahan pangan yang diolah oleh perusahaan
pengolah makanan dengan tujuan untuk melindungi kesehatan konsumen.
• HACCP harus menjadi dasar analisis potensi bahaya dan ditujukan untuk pencegahan,
penghilangan atau pengurangan potensi bahaya keamanan pangan hingga ke tingkat yang
dapat diterima.
Prinsip-Prinsip sistem HACCP
Sistem HACCP didasarkan pada tujuh prinsip sebagai berikut (FAO 1994):
1. Melakukan suatu analisis potensi bahaya.
2. Menentukan Titik-titik Pengendalian Kritis atau Critical Control Points (CCPs).
3. Menyusun batas-batas kritis.
4. Menyusun suatu sistem untuk mengawasi pengendalian CCP.
5. Menyusun tindakan-tindakan perbaikan yang harus diambil ketika pengawasan
menunjukkan bahwa suatu titik pengendalian kritis (CCP) berada diluar kendali.
6. Menyusun prosedur pengecekan ulang untuk memastikan bahwa system HACCP dapat
bekerja dengan efektif.
7. Menyusun dokumentasi yang berhubungan dengan semua prosedur dan catatan-catatan
yang sesuai untuk prinsip-prinsip ini beserta aplikasinya.
Dewanti (2000) menambahkan HACCP adalah suatu sistem manajemen untuk menjamin mutu
dan keamanan pangan berdasarkan konsep pendekatan yang rasional, sistematis, dan
komprehensif dalam mengidentifikasi dan memonitor bahaya yang beresiko tinggi terhadap
mutu dan keamanan pangan. Inti dari sistem manajemen HACCP adalah sebagai berikut :
a. Pengukuran pencegahan (Preventive Measure), yaitu berbagai prosedur, monitor, tindakan
pencegahan dan juga pencatatan data yang bertujuan untuk mencegah secara dini terjadinya
masalah yang mungkin timbul guna memperoleh mutu yang prima, aman, konsisten, sehingga
memberi jaminan yang lebih baik pada konsumen.
b. Pengawasan sewaktu proses (In Process Inspection), yaitu pengawasan yang dilakukan
untuk mencegah semua bahaya selama proses produksi mulai dari tahap awal sampai produk
siap dikonsumsi. Secara teknis, pengawasan dilakukan terhadap titik kendali kritis selama
proses produksi. Cara ini lebih cermat daripada sekedar uji laboratorium.
c. Pengawasan dan pengendalian produk akhir, yaitu merupakan bagian dari keseluruhan
sistem yang dilakukan pengawasan pada tempat dan waktu yang tepat sesuai keperluan.
d. Peranan perusahaan atau industri pengolah pangan, artinya dalam sistem ini peranan
produsen sangat besar karena bertanggungjawab atas seluruh sistem, sedangkan pemerintah
hanya melakukan verifikasi atas sistem yang diterapkan.
c. Konsep Total Quality Management (TQM)
Menurut Feigenbaum (1986), Total Quality Management (TQM) atau manejemen mutu
terpadu merupakan suatu sistem yang efektif untuk memadukan pengembangan,
pemeliharaan dan usaha-usaha perbaikan mutu dari berbagai kelompok suatu organisasi.
Tujuan penerapan manajemen mutu terpadu adalah memberikan peluang kepada produksi
dan jasa sehingga berada pada tingkat paling ekonomis yang memungkinkan kepuasan
konsumen penuh.
Goetsch dan Davis dalam Silvana (2004), mendefinisikan TQM sebagai suatu pendekatan
dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi
melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.
Pendekatan TQM hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik TQM berikut:
Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas.
Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah.
Memiliki komitmen jangka panjang.
Membutuhkan kerjasama tim.
Memperbaiki proses secara berkesinambungan.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
Memberikan kebebasan yang terkendali.
Memiliki kesatuan tujuan
Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.
TQM digunakan sebagai konsep manajemen organisasi yang memperhatikan dan
mengutamakan suara pelanggan. QFD merupakan alat untuk menerapkan TQM
menggunakan manajemen dan tim lintas fungsi yang terintegrasi secara horisontal
sehingga semua departemen dapat bekerja bersam-asama untuk mencapai sasaran yaitu
kepuasan pelanggan. (Ariani, 1999).
d. Quality Function Deployment (QFD)
Untuk tetap dapat bertahan dalam persaingan yang semakin ketat, perusahaan harus
mampu memproduksi atau menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.
Menciptakan sebua h produk yang sesuai dengan keinginan konsumen bukan merupakan
persoalan yang mudah, dibutuhkan sebuah riset yang sangat tepat sehingga produk yang
dihasilkan merupakan sebuah produk yang memang dibutuhkan oleh konsumen.
Banyaknya perusahaan yang saling berkompetisi, menuntut sebuah riset untuk penciptaan
produk baru yang bisa mempercepat time-to-market sebuah produk baru tersebut. Salah
satu metode yang biasa digunakan untuk pengorganisasian pengembangan produk adalah
metode Quality Function Deployment (QFD). QFD merupakan sebuah penerjemahan yang
sistematis dari produk yang diinginkan oleh konsumen (voice of the customer) menjadi
sebuah produk yang nyata yang diciptakan oleh perusahaan.
Menurut Benner et al. (2002), Quality Function Deployment (QFD) adalah sebuah
adaptasi dari beberapa perangkat yang digunakan dalam Total Quality Management
(TQM). QFD adalah sebuah metode untuk mendorong anggota tim pengembangan produk
untuk dapat berkomunikasi secara lebih efektif dengan anggota yang lain dengan
menggunakan seperangkat data yang kompleks. QFD dapat menurunkan waktu desain
produk sampai dengan 40 persen dan menurunkan biaya desain produk sampai dengan 60
persen. Hal ini dapat terwujud karena QFD dapat meningkatkan komunikasi lebih awal
diantara tim yang terlibat dalam proses pengembangan.
Menurut Benner et al. (2002), beberapa keuntungan menggunakan QFD yaitu:
1. Membantu perusahaan membuat kunci pertukaran (trade-off) antara apa yang
diinginkan konsumen dan bagaimana perusahaan dapat menciptakan produk tersebut.
2. Meningkatkan komunikasi yang efektif antar divisi dalam perusahaan dan
meningkatkan team work.
3. Meningkatkan kepuasan konsumen dengan mengikutsertakan keinginan konsumen
dalam proses pengembangan produk.
4. Menghadirkan semua data yang dibutuhkan untuk pengembangan produk yang baik
dan tim pengembangan dapat membaca secara cepat ketika dibutuhkan tambahan data
saat proses pengembangan berlangsung.
5. Memperpendek time-to-market suatu produk baru. Organisasi atau perusahaan yang
menggunakan filosofi Total Quality Management (TQM) pasti akan selalu
mengutamakan kepuasan pelanggan.
Komponen kunci dalam TQM adalah mengadopsi alat-alat untuk membantu dalam
pemikiran kreatif dan penyelesaian masalah. Alat yang dimaksud bukanlah peralatan fisik
seperti komputer dengan berbagai software-nya, melainkan lebih dari itu, alat yang
dimaksud adalah metode yang menghubungkan data satu dengan yang lain dan mendorong
komunikasi lebih efektif antar anggota tim (Ariani, 1999).
Quality Function Deployment adalah suatu metode yang digunakan dalam mendukung dan
melaksanakan filosofi TQM. QFD digunakan dalam berbagai perencanaan, dimana semua
anggota tim dapat mengambil keputusan secara sistematik untuk memprioritaskan
berbagai tanggapan yang mungkin terhadap sekelompok tujuan tertentu. QFD digunakan
untuk memperbaiki proses perencanaan, mengatasi permasalahan dalam suatu tim, serta
membantu dalam mengadakan perbaikan terhadap budaya perusahaan atau organisasi.
Kebijakan pemasaran yang efektif juga harus mendasarkan pada prinsip TQM dan
berfokus pada pelanggan, sehingga secara terus-menerus dapat memenuhi kebutuhan dan
harapan pelanggan. QFD merupakan alat atau kendaraan bagi penerapan TQM dan
program perbaikan mutu (Ariani, 1999).
Menurut Cohen dalam Widodo (2004), metode QFD memiliki beberapa tahap
perencanaan dan pengembangan melalui matriks, yaitu:
a. Matriks Perencanaan Produk (House of Quality): HOQ lebih dikenal dengan rumah
(R1) yang menjelaskan tentang customer needs, technical requirements, co-
relationship, relationship, customer competitive evaluation, competitive technical
assesment, dan target.
b. Matriks Perencanaan Desain (Design Deployment): lebih dikenal dengan sebutan
rumah kedua (R2) adalah matriks untuk mengidentifikasi desain yang kritis terhadap
pengembangan produk.
c. Matriks Perencanaan Proses (Process Planning): lebih dikenal dengan rumah ketiga
(R3) yang merupakan matriks untuk mengidentifikasi pengembangan proses
pembuatan suatu produk.
d. Matriks Perencanaan Produksi (Production Planning): lebih dikenal dengan rumah
keempat (R4) yang memaparkan tindakan yang perlu diambil didalam perbaikan
produksi suatu produk.
Cohen dalam Benner et al. (2002), menggambarkan keempat tahap dalam analisis
penyusunan matriks QFD seperti tampak pada Gambar 2.
Gambar 2. Model empat tahap QFD
Unsur yang paling penting dalam QFD adalah informasi dari pelanggan. Informasi dari
pelanggan dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu umpan balik dan masukan.
Umpan balik biasanya diperoleh setelah fakta terjadi. Hal ini berarti bahwa setelah suatu
produk dikembangkan, diproduksi dan ditentukan harganya. Sedangkan masukan
diperoleh sebelum fakta terjadi, dalam lingkungan pemanufakturan hal ini berarti selama
pengembangan produk (Goetcsh dan Davis dalam Silvana, 2004).
III.METODE PENELITIAN
a. Kerangka Pemikiran
Persaingan produk yang semakin terbuka merupakan tantangan bagi industri pertanian,
khususnya pangan, untuk memenuhi harapan dan tuntutan konsumen akan produk pangan
yang tidak hanya bermutu namun aman untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, setiap
perusahaan melakukan berbagai upaya agar produk yang dihasilkan diterima oleh
konsumen dan juga dapat mengungguli produk yang dihasilkan oleh perusahaan lain.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor-faktor mutu menurut
konsumen dengan cara mengetahui keinginan dan persepsi konsumen terhadap produk
yang bermutu. Upaya lain yang dilakukan adalah mengimplementasikan sistem mutu dan
keamanan produk yang tersertifikasi seperti ISO 9001:2000 dan HACCP.
Tuntutan jaminan keamanan pangan tersebut terus berkembang sesuai dengan persyaratan
konsumen yang terus meningkat. Oleh karena itu, perlu ada suatu sistem jaminan mutu
dengan basis keamanan pangan yang menjadi acuan bagi industri pangan seperti HACCP.
HACCP adalah suatu sistem keamanan pangan yang biasa digunakan pada industri pangan
untuk menjamin keamanan pangan yang diproduksi. Sistem HACCP bukan merupakan
sistem jaminan keamanan pangan yang zero risk atau tanpa resiko, tetapi sistem ini
dirancang untuk meminimalkan resiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP
dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan
pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologi, kimia dan
fisik.
Sebuah perusahaan memiliki daya saing yang kuat jika perusahaan tersebut memiliki
kualitas produk yang baik dan sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen. Menurut
Subagyo (2000), QFD merupakan suatu cara untuk meningkatkan kualitas barang dan jasa
dengan memahami kebutuhan konsumen, lalu menghubungkannya dengan aktivitas proses
atau ketentuan teknis untuk menghasilkan barang atau jasa di tiap tahap pembuatan barang
atau jasa yang dihasilkan.
Mulai
PT Mirota KSM
Indentifikasi factor mutu susu bubuk Lactona
Penilaian faktor-faktor lingkungan
Penentuan factor-faktor internal dan eksternal
Penentuan posisi perusahaan
Perumusan alternative strategi
Rekomendasi straregi
selesai
QFD (Quality Function Deployment)
Matriks IFE Matriks EFE
Analisis SWOT Matriks TOWS
Perusahaan yang mampu memenuhi keinginan dan harapan konsumen akan memperoleh
pasar yang lebih luas sehingga dapat meningkatkan kemampuan bersaingnya. Berdasarkan
keinginan dan harapan konsumen, perusahaan dapat mengkaji dengan jelas bahwa
lingkungan internal perusahaan dapat menjadi suatu kekuatan untuk memenuhi keinginan
tersebut, tapi dapat juga menjadi suatu kelemahan. Selain itu lingkungan eksternal
perusahaan juga dapat menjadi suatu peluang atau ancaman yang akan mempengaruhi
kegiatan perusahaan dalam memenuhi keinginan konsumennya. Diagram alir penelitian
dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini:
Gambar 3. Diagram alir penelitian
b. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data primer, yaitu dengan melakukan wawancara dengan responden
konsumen dan para pakar yang memiliki pengetahuan tentang industri susu bubuk dan
melakukan pengamatan langsung di lapangan pada perusahaan.
2. Pengumpulan data sekunder, yaitu dengan penelusuran buku-buku, hasil-hasil
penelitian, majalah, jurnal dan sumber-sumber lain yang berhubungan.
c. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan
langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya, seperti dijelaskan di bawah ini :
Metode Quality Function Deployment (QFD)
Total Quality Management (TQM) merupakan sistem manajemen yang mengikutsertakan
seluruh anggota organisasi dalam menerapkan konsep dan teknik kendali mutu untuk
mendapatkan kepuasaan pelanggan serta orang yang mengerjakannya (Marimin 2004).
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk pelaksanaan TQM adalah Quality Function
Deployment (QFD). Nasution (2001) mendefinisikan QFD sebagai suatu proses atau
mekanisme terstruktur untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan menerjemahkannya ke
dalam kebutuhan teknis yang relevan dimana masing-masing area fungsional dan tingkat
organisasi dapat mengerti dan bertindak. Sementara itu, menurut Subagyo (2000) QFD
adalah suatu cara untuk meningkatkan mutu barang atau jasa dengan memahami
kebutuhan konsumen lalu menghubungkannya dengan ketentuan teknis untuk
menghasilkan barang atau jasa pada setiap tahap pembuatan barang atau jasa yang
dihasilkan.
Menurut Gasperz (2001), QFD didefinisikan sebagai suatu proses atau mekanisme
terstruktur untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan menerjemahkan kebutuhan-
kebutuhan itu kedalam kebutuhan teknis yang relevan, dimana masing-masing area
fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak. Menurut Kolarik (1995), ciri
khas QFD adalah target kualitas, analisis kompetitor dan karakteristik penjualan, alternatif
proses produksi dan identifikasi bottleneck. Manfaat utama yang dapat diperoleh
perusahaan dengan menggunakan metode QFD adalah sebagai berikut (Ariani 1999) :
1. Mengurangi Biaya
Hal ini dapat terjadi karena produk yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan
dan harapan konsumen sehingga tidak ada pengulangan pekerjaan atau pembuangan bahan
baku yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh konsumen.
Pengurangan biaya dapat dicapai dengan pengurangan biaya pembelian bahan baku, biaya
overhead atau pengurangan upah dan penyederhanaan proses produksi.
2. Meningkatkan Pendapatan
Hal ini dapat dilakukan dengan adanya pengurangan biaya agar hasil yang didapatkan
menjadi meningkat.
3. Mengurangi Waktu Produksi
QFD akan membuat tim pengembangan produk atau jasa untuk memfokuskan pada
program pengembangan kebutuhan dan harapan konsumen. Proses dalam QFD
dilaksanakan dengan menyusun sebuah matriks yang disebut rumah mutu atau The House
of Quality (HOQ).
Matriks House of Quality
QFD adalah House of Quality (HOQ). HOQ menerjemahkan suara pelanggan (voice of
customer) kedalam persyaratan desain yang memenuhi nilai tujuan spesifik dan
mencocokannya dengan bagaimana perusahaan akan memenuhi persyaratan tersebut.
Menurut Goetch dan Davis dalam Silvana (2004) analogi untuk menggambarkan struktur
QFD adalah suatu matriks yang berbentuk rumah. Istilah yang sering digunakan adalah
House of Quality (HOQ). Tembok rumah sebelah kiri adalah kebutuhan konsumen. Pada
langkah ini perusahaan berusaha menentukan segala persyaratan yang dikehendaki
pelanggan yang berhubungan dengan produk. Agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen,
perusahaan mengusahakan kebutuhan teknis untuk menciptakan produk yang sesuai
dengan kebutuhan konsumen tersebut.
Tembok rumah sebelah kanan merupakan penilaian kompetitif dan pengembangan
prioritas kebutuhan konsumen. Penilaian kompetitif terdiri dari penilaian kompetitif
kebutuhan konsumen dan penilaian kompetitif kebutuhan teknis. Pengembangan prioritas
kebutuhan konsumen terdiri dari tingkat kepentingan bagi pelanggan, nilai sasaran, faktor
skala kenaikan, poin penjualan dan bobot absolut kebutuhan konsumen.
Dibagian tengah rumah, perusahaan harus mencari hubungan antara kebutuhan konsumen
dan kebutuhan teknis. Sedangkan pada bagian atap, langkah yang dilakukan adalah
identifikasi trade-off dengan cara mengembangkan matriks hubungan antar kebutuhan
teknis. Pada bagian bawah rumah, perusahaan harus membuat prioritas kebutuhan teknis
agar bisa menghasilkan produk yang sesuai dengan prioritas kebutuhan konsumen.
Pengembangan prioritas teknik terdiri dari derajat kesulitan, nilai sasaran, bobot absolut
dan bobot relatif kebutuhan teknis. Analogi matriks House of Quality dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4. House of quality
1. Matriks Design/Part Deployment
Menurut Cohen dalam Benner et al. (2002), setelah tahap penyusunan matriks HOQ tahap
selanjutnya adalah penyusunan matriks design deployment atau part deployment. Pada
matriks design deployment, tembok rumah sebelah kiri adalah spesifikasi part. Pada
langkah ini, spesifikasi part diperoleh dari persyaratan teknik pada matriks HOQ
sebelumnya yang sudah diprioritaskan oleh pihak perusahaan berdasarkan bobot relatif
yang bernilai besar. Kolom yang menempati atap rumah merupakan part kritis dari bagian
desain. Produk secara keseluruhan diuraikan menjadi bagian-bagian desain yang
menyusun produk. Selanjutnya bagian-bagian desain yang penting dibuat kedalam daftar
part kritis.
Tembok rumah sebelah kanan merupakan nilai kepentingan. Nilai kepentingan ini berguna
untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan persyaratan pelanggan. Dibagian tengah
rumah, perusahaan harus mencari hubungan antara spesifikasi part dengan part kritis.
Pada hubungan ini akan diperoleh suatu hubungan berupa hubungan kuat, sedang, lemah
dan tidak ada hubungan yang terjadi. Sedangkan pada bagian bawah rumah ditempati oleh
bobot kepentingan. Matriks design deployment dapat dilihat pada Gambar 5.
.
Gambar 5. Matriks Desain Deployment
2. Matriks Process Planning
Setelah penyusunan matriks design deployment, dilanjutkan dengan penyusunan matriks
process planning atau matriks perencanaan proses. Pada matriks process planning, tembok
sebelah kiri merupakan part kritis terpilih yang sudah diprioritaskan berdasarkan bobot
kepentingan desain oleh pihak perusahaan. Tembok sebelah kanan merupakan nilai
kepentingan. Nilai kepentingan ini digunakan untuk usaha prioritas dan membuat
keputusan tradeoff. Nilai kepentingan menggambarkan kepentingan setiap part kritis
terpilih bagi perusahaan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan persyaratan
pelanggan.
Dibagian tengah rumah, perusahaan harus mencari hubungan antara part kritis terpilih
dengan rencana proses. Hasil dari hubungan ini akan berupa hubungan kuat, medium,
lemah dan tidak ada hubungan yang terjadi. Sedangkan pada bagian atap rumah, langkah
yang dilakukan adalah menentukan rencana proses. Rencana proses ini merupakan analisis
terhadap alur-alur proses pembuatan produk yang kritis. Dibagian bawah rumah, ditempati
oleh bobot kepentingan. Nilai bobot kepentingan ini diperoleh dengan cara mengalikan
antara nilai bobot relatif part kritis dengan hubungan antara part kritis dengan rencana
proses. Matriks process planning dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Matriks Process Planning
3. Matriks Production Planning
Tahap terakhir dari pembuatan matriks QFD adalah penyusunan matriks production
planning atau matriks perencanaan proses produksi. Menurut Widodo (2004), tahap
perencanaan produksi merupakan tahap terakhir untuk mengetahui tindakan yang perlu
diambil untuk perbaikan performa perancangan produk. Sama dengan matriks-matriks
sebelumnya, matriks production planning juga adalah suatu matriks yang berbentuk
rumah. Tembok sebelak kiri adalah rencana proses terpilih. Tembok sebelah kanan
merupakan nilai kepentingan. Nilai kepentingan ini digunakan untuk usaha prioritas dan
membuat keputusan trade-off. Nilai kepentingan menggambarkan kepentingan setiap
proses terpilih bagi perusahaan untuk menghasilkan produk yang bermutu.
Dibagian tengah rumah, perusahaan harus mencari hubungan antara proses terpilih dengan
rencana produksi. Hasil dari hubungan ini akan berupa hubungan kuat, medium, lemah
dan tidak ada hubungan yang terjadi. Sedangkan pada bagian atap rumah, langkah yang
dilakukan adalah menentukan rencana produksi. Dibagian bawah rumah, ditempati oleh
bobot kepentingan. Matriks production planning dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Matriks Production Planning