Pengurangan Risiko Bencana_Full

9
Apakah Mitigasi Bencana itu? Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta. Dalam melakukan tindakan mitigasi bencana, langkah awal yang kita harus lakukan ialah melakukan kajian resiko bencana terhadap daerah tersebut. Dalam menghitung resiko bencana sebuah daerah kita harus mengetahui Bahaya(hazard), Kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity) suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik dan wilayahnya.. Bahaya (hazard) adalah suatu kejadian yang mempunyai potensi untuk menyebabkan terjadinya kecelakaan, cedera, hilangnya nyawa atau kehilangan harta benda. Bahaya ini bisa menimbulkan bencana maupun tidak. Bahaya dianggap sebuah bencana (disaster) apabila telah menimbulkan korban dan kerugian. Kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau tidak. Rangkaian kondisi, umumnya dapat berupa kondisi fisik, sosial dan sikap yang mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam melakukan pencegahan, mitigasi, persiapan dan tindak-tanggap terhadap dampak bahaya. Jenis-jenis kerentanan : 1. Kerentanan Fisik : Bangunan, Infrastruktur, Konstruksi yang lemah. 2. Kerentanan Sosial : Kemiskinan, Lingkungan, Konflik, tingkat pertumbuhan yang tinggi, anak- anak dan wanita, lansia. 3. Kerentanan Mental : ketidaktahuan, tidak menyadari, kurangnya percaya diri, dan lainnya. Kapasitas (capacity) adalah kemampuan untuk memberikan tanggapan terhadap situasi tertentu dengan sumber daya yang tersedia (fisik, manusia, keuangan dan lainnya). Kapasitas ini bisa merupakan kearifan lokal masyarakat yang diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Resiko bencana (Risk) adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. , akibat kombinasi dari bahaya, kerentanan, dan kapasitas dari daerah yang bersangkutan. Menghitung Resiko bencana di suatu wilayah berdasarkan pada penilaian bahaya, kerentanan dan kapasitas di wilayah tersebut. Menghitung resiko bencana menggunakan persamaan sebagai berikut : Risk (R) = H xV/ C Keterangan => R : Resiko Bencana H : Bahaya V : Kerentanan C : Kapasitas Setelah melakukan resiko bencana, yang harus kita lakukan ialah melakukan tindakan untuk mengurangi resiko bencana tersebut. Tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerentanan dan menambah kapasitas sebuah daerah. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk menguarangi resiko bencana antara lain : 1.Relokasi penduduk dari daerah rawan bencana, misal memindahkan penduduk yang berada dipinggir tebing yang mudah longsor 2.Pelatihan-pelatihan kesiapsiagaan bencana bagi penduduk di sebuah

Transcript of Pengurangan Risiko Bencana_Full

Page 1: Pengurangan Risiko Bencana_Full

Apakah Mitigasi Bencana itu?Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta. Dalam melakukan tindakan mitigasi bencana, langkah awal yang kita harus lakukan ialah melakukan kajian resiko bencana terhadap daerah tersebut. Dalam menghitung resiko bencana sebuah daerah kita harus mengetahui Bahaya(hazard), Kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity) suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik dan wilayahnya.. 

Bahaya (hazard) adalah suatu kejadian yang mempunyai potensi untuk menyebabkan terjadinya kecelakaan, cedera, hilangnya nyawa atau kehilangan harta benda. Bahaya ini bisa menimbulkan bencana maupun tidak. Bahaya dianggap sebuah bencana (disaster) apabila telah menimbulkan korban dan kerugian.

Kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau tidak. Rangkaian kondisi, umumnya dapat berupa kondisi fisik, sosial dan sikap yang mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam melakukan pencegahan, mitigasi, persiapan dan tindak-tanggap terhadap dampak bahaya.Jenis-jenis kerentanan :   1. Kerentanan Fisik              : Bangunan, Infrastruktur, Konstruksi yang lemah.   2. Kerentanan Sosial           : Kemiskinan, Lingkungan, Konflik, tingkat pertumbuhan yang tinggi, anak-anak dan wanita, lansia.   3. Kerentanan Mental          : ketidaktahuan, tidak menyadari, kurangnya percaya diri, dan lainnya.

Kapasitas (capacity) adalah kemampuan untuk memberikan tanggapan terhadap situasi tertentu dengan sumber daya yang tersedia (fisik, manusia, keuangan dan lainnya). Kapasitas ini bisa merupakan kearifan lokal masyarakat yang diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi. 

Resiko bencana (Risk) adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan  kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. , akibat kombinasi dari bahaya, kerentanan, dan kapasitas dari daerah yang bersangkutan.

Menghitung Resiko bencana di suatu wilayah berdasarkan pada penilaian bahaya, kerentanan dan kapasitas di wilayah tersebut. Menghitung resiko bencana menggunakan persamaan sebagai berikut :

           Risk (R) = H xV/ C

Keterangan =>   R  : Resiko Bencana                           H  : Bahaya                           V  : Kerentanan                           C  : Kapasitas 

Setelah melakukan resiko bencana, yang harus kita lakukan ialah melakukan tindakan untuk mengurangi resiko bencana tersebut. Tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerentanan dan menambah kapasitas sebuah daerah.

Kegiatan yang dapat dilakukan untuk menguarangi resiko bencana antara lain :1.Relokasi penduduk dari daerah rawan bencana, misal memindahkan penduduk yang berada dipinggir tebing yang mudah    longsor2.Pelatihan-pelatihan kesiapsiagaan bencana bagi penduduk di sebuah daerah.3.Pengkondisian rumah atau sarana umum yang tanggap bencana. 4.Bangunannya relatif lebih kuat jika dilanda gempa.5.Penciptaan dan penyebaran kearifan lokal tentang kebencanaan.6.Dan lain-lain

Persiapan bencana adalah satu set doktrin untuk menyiapkan masyarakat untuk menghadapi bencana alam atau buatan-manusia. Pertolongan bencana adalah sub-himpunan dari doktrin ini yang berpusat pada usaha pertolongan. Hal ini biasanya adalah kebijakan pemerintah diambil dari pertahanan sipil untuk menyiapkan masyarakat sipil persiapan sebelum bencana terjadi.

Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. (UU No 24 Tahun 2007, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 6)

Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. (UU No 24 Tahun 2007, Bab I Ketentuan Umum,

Page 2: Pengurangan Risiko Bencana_Full

Pasal 1 angka 16)(PP No 21 Tahun 2008, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 3)

Penanggulangan Bencana

Kata bencana (disaster) secara etimologis berasal dari dis yang berarti sesuatu yang tidak enak (unfavorable) dan astro yang berarti bintang. Disastro berarti peristiwa jatuhnya bintang-bintang ke bumi (an event precipitated by stars). Tidak mengherankan jika kebanyakan konsep peringatan dini didasarkan pada astrologi atau ilmu bintang. Terminologi tersebut adalah cerminan bahwa bencana sudah menjadi bagian dari sejarah umat manusia. Praktek mitigasi kekeringan di Mesir sudah berusia lebih dari 4.000 tahun. Konsep tentang sistem peringatan dini untuk kelaparan (famine) dan kesiapsiagaan dengan lumbung raksasa yang disiapkan selama tujuh tahun pertama kelimpahan dan digunakan selama tujuh tahun kekeringan sudah lahir pada tahun 2000 SM. Respon kemanusiaan dalam krisis kedaruratan juga sudah berusia lama. Walaupun catatan sejarah sangat sedikit, namun peristiwa Tsunami di Lisbon, Portugal pada tanggal 1 November 1755 mencatat adanya respon bantuan dari negara meskipun seadanya.

Pembahasan tentang bencana biasanya diawali dengan—disatu pihak—adanya suatu fenomena yang mempunyai potensi ancaman terhadap hidup dan kehidupan, kesejahteraan, dan aset-aset manusia (Smith, 1992; Carter, 1991). Beberapa ancaman mempunyai peluang lebih tinggi dari yang lainnya untuk benar-benar menjadi suatu peristiwa. Di pihak lain, masyarakat mempunyai kerentanan, yaitu keadaan dan ciri-ciri tertentu yang mempertinggi kemungkinan mereka untuk tercederai oleh ancaman-ancaman pada saat benar-benar menjadi suatu peristiwa yang merusak. Pertemuan dari ancaman dan kerentanan inilah yang disebut dengan peristiwa bencana. Sesungguhnya alam semesta dan isinya ini bersifat netral. Hanya pada saat tertentu ketika ancaman itu menjadi suatu peristiwa yang berdampak merugikan manusia, maka peristiwa itu disebut sebagai suatu bencana (Cuny, 1983).

Lyons (1999) mengklasifikasikan bencana menjadi dua jenis, yaitu bencana alam (natural disaster) yang disebabkan kejadian alam seperti gempa bumi dan gunung meletus dan bencana buatan manusia (man-made disaster) yaitu hasil dari tindakan secara langsung atau tidak langsung manusia seperti perang, konflik antar penduduk, teroris, dan kegagalan teknologi. Rice (1999) menambahkan satu kategori bencana lagi yaitu bencana teknologi. Carter (1991) membagi penyebab bencana menjadi dua. Ancaman pertama bersifat tradisional seperti gejala-gejala alami termasuk gempabumi, angin topan, letusan gunungapi, tsunami, kebakaran hutan, banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Sementara itu timbul pula ancaman baru, seperti: kekerasan sosial, serangan teror, kerusuhan sosial, dan sebagainya. Dalam kategori ini juga didapati ancaman dari penyimpanan, transportasi, pemrosesan dan pembuangan limbah bahan-bahan berbahaya (hazardous materials), ancaman nuklir baik dalam konteks penggunaan untuk tujuan damai maupun peperangan.

Pemahaman tentang kegiatan penanggulangan bencana secara lebih mudah disederhanakan dalam suatu siklus kegiatan. Siklus penanggulangan bencana digambarkan dalam berbagai cara dan juga peristilahan yang berlainan. Namun yang terpenting adalah bahwa format yang dimaksud menunjukkan bahwa penanggulangan bencana adalah suatu kontinum dari kegiatan yang saling berkaitan, dan bukannya suatu urutan kegiatan yang mempunyai awal dan akhir yang tegas.

Gambar 1. Siklus Penanggulangan Bencana

Pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian dan pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energi atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith, 1992). Cuny (1983) menyatakan bahwa pencegahan bencana pada masa lalu cenderung didorong oleh kepercayaan diri yang berlebihan

Page 3: Pengurangan Risiko Bencana_Full

pada ilmu dan teknologi pada tahun enampuluhan; dan oleh karenanya cenderung menuntut ketersediaan modal dan teknologi. Pendekatan ini semakin berkurang peminatnya dan kalaupun masih dilakukan, maka kegiatan pencegahan ini diserap pada kegiatan pembangunan pada arus utama.

Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian pada pengurangan dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian mengurangi kemungkinan dampak negatif kejadian bencana terhadap kehidupan dengan cara-cara alternatif yang lebih dapat diterima secara ekologi (Carter, 1991). Kegiatan-kegiatan mitigasi termasuk tindakan-tindakan non-rekayasa seperti upaya-upaya peraturan dan pengaturan, pemberian sanksi dan penghargaan untuk mendorong perilaku yang lebih tepat, dan upaya-upaya penyuluhan dan penyediaan informasi untuk memungkinkan orang mengambil keputusan yang berkesadaran. Upaya-upaya rekayasa termasuk pananaman modal untuk bangunan struktur tahan ancaman bencana dan/atau perbaikan struktur yang sudah ada supaya lebih tahan ancaman bencana (Smith, 1992).

Kesiapan respon kedaruratan bencana ialah perkiraan tentang kebutuhan yang akan timbul jika terjadi kedaruratan bencana dan pengenalpastian sumber-sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan demikian akan membawa penduduk di daerah rawan bencana ke tataran kesiapan yang relatif lebih baik untuk menghadapi bencana. Berdasar penerimaan bahwa kerusakan akibat peristiwa bencana memang tak terhindarkan, kegiatan kesiapan meletakkan pengaturan penanggulangan kedaruratan sedemikian rupa sehingga lebih efektif. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan penyusunan dan ujicoba rencana penanggulangan kedaruratan, pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini, pergudangan dan penyiapan barang-barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar, pelatihan dan gladi, penyiapan mekanisme alarm dan prosedur tetap (Flemming, 1957).

Penanggulangan kedaruratan ialah tindakan-tindakan yang dilakukan seketika sebelum dan/atau setelah terjadinya kejadian bencana. Tindakan-tindakan pada fase ini termasuk pengenalpastian lokasi terjadinya bencana, pengkajian cepat terhadap kerusakan dan sumberdaya yang tersedia untuk menentukan dengan cepat kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Bersamaan dengan itu juga dilakukan tindakan pencarian dan penyelamatan korban, pertolongan pertama pada kecelakaan, evakuasi, penyiapan penampungan masal beserta pelayanannya, pembagian bantuan darurat dan pelayanan medik, penggerakan sumberdaya dan pemulihan dengan segera sarana-sarana kunci seperti komunikasi, transportasi, listrik dan air, serta berbagai sarana publik lainnya.

Pemulihan ialah tindakan yang bertujuan untuk membantu masyarakat mendapatkan kembali apa yang hilang dan membangun kembali kehidupan mereka, serta mendapatkan kembali kesempatan mereka. Ini dicapai melalui kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memulihkan sarana-sarana untuk berfungsi kembali, pembangunan kembali atau perbaikan sarana prasarana, menyiapkan kembali kemampuan sosial ekonomi. Idealnya pada tataran yang sama atau lebih baik ketimbang sebelum terjadi bencana, sambil memperkuat daya tahan mereka untuk menghadapi ancaman bencana yang akan datang.

Regulasi Penanggulangan Bencana

Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007, bencana diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,

Page 4: Pengurangan Risiko Bencana_Full

perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

PustakaAbbott, P. L. (2004), Natural Disaster, London: McGraw Hill Higher EducationBryan, E. (2005), Natural Hazard, Cambridge: Cambridge University PressCarter, W. N. (1991), Disaster Management: A Disaster Manager’s Handbook, Manila: National Library of the PhillipineCuny, F. C. (1983), Disasters and Development, New York: Oxford University PressSmith, K. (1992), Environmental Hazards: Assessing Risk and Reducing Disaster, London: RoutledgeUU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Manajemen Risiko BENCANA(DISATER Risk Management) - DRM– Pencegahan (Prevention)– Mitigasi (Mitigation)– Kesiapsigaan (Preparedness)– Aksi Tanggap (Response)– Pemulihan (Recovery)

Pengurangan Risiko (DISATER RiskReduction) - DRR– Pencegahan (Prevention)– Mitigasi (Mitigation)– Kesiapsigaan (Preparedness)

DR merupakan:•Pre-disaster•Pre-emptive•Part of development

Pengurangan Risiko:Pencegahan/Mitigasi• Tindakan yang dilakukan untuk mengeliminasiatau mengurangi intensitas suatu kejadianbahaya.• Tindakan diarahkan pada kerentanan melalui

tindakan seperti aktivitas peringatan dini (earlywarning).– Meliputi aktivitas :• Implementasi atau penguatkuasaan standar bangunan.• Perlindungan linkungan• Pengelolaan sumberdaya.– Dilaksanakan untuk mengurangi kerentanan di masamendatang.Pengurangan Risiko: Kesiapsiagaan• Pada kondsisi masih sering terdapat elemenrisiko yang tidak dapat dikelola (ditingkatkanatau dikurangi) karena memerlukan biayatinggi atau secara teknik tidak dapatdilakukan.• Kesiapsiagaan merupakan komponen pentingdari DRR yang man berkaitan dengan risikoyang relatif sulit dikelola (residual andunmanaged risk).

PENILAIAN RISIKO BENCANAMateri KuliahManajemen Risiko BencanaMagister Ilmu PemerintahanUniversitasMuhammadiyah YogyakartaAgus Setyo Muntohar, Ph.D (Eng)13 November 2012

Manajemen Penanganan Bencana Berbasis MasyarakatBerdasarkan pengamatan selama ini, kita lebih banyak melakukan kegiatan pasca bencana (post

event) berupa emergency response dan recovery daripada kegiatan sebelum bencana berupa disaster

reduction/mitigation dan disaster preparedness. Padahal, apabila kita memiliki sedikit perhatian terhadap

Page 5: Pengurangan Risiko Bencana_Full

kegiatan-kegiatan sebelum bencana, kita dapat mereduksi potensi bahaya/ kerugian (damages) yang

mungkin timbul ketika bencana.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa pendidikan peningkatan

kesadaran bencana (disaster awareness), latihan penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan

teknologi tahan bencana (disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan

perumusan kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster management policies).

Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga kegiatan utama, yaitu:

1. Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,

serta peringatan dini;

2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk

meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR), bantuan darurat

dan pengungsian;

3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.

Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru kegiatan pada tahap

pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal

dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun

swasta memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan didalam

menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana.

Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk

menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda,

evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta

maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh

perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya

bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar

setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.

Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang terkena

bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini

yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus

memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga

perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen Bencana adalah pada tahapan

sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau

meminimalisasi dampak bencana yang terjadi.

Mitigasi Bencana

Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi bencana yang

merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi bencana

mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak

dari suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan

pengurangan resiko jangka panjang.

Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan

infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan

konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan

longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam

bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun

menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan

memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.

Mitigasi Bencana yang Efektif

Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan

persiapan.

Page 6: Pengurangan Risiko Bencana_Full

1. Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang

terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik

sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu.

Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua

unsur mitigasi lainnya;

2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana

yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar

akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi

sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan

kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan

mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.

3. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya

(penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang

kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui

kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.

Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada tahapan

ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana.

Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas

umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha

keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur akan

bencana (mitigasi struktur).

Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat

Penguatan kelembagaan, baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta merupakan faktor kunci

dalam upaya mitigasi bencana. Penguatan kelembagaan dalam bentuk dalam kesiapsiagaan, sistem

peringatan dini, tindakan gawat darurat, manajemen barak dan evakuasi bencana bertujuan mewujudkan

masyarakat yang berdaya sehingga dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.

Sementara itu upaya untuk memperkuat pemerintah daerah dalam kegiatan sebelum/pra bencana

dapat dilakukan melalui perkuatan unit/lembaga yang telah ada dan pelatihan kepada aparatnya serta

melakukan koordinasi dengan lembaga antar daerah maupun dengan tingkat nasional, mengingat

bencana tidak mengenal wilayah administrasi, sehingga setiap daerah memiliki rencana penanggulangan

bencana yang potensial di wilayahnya.

Hal yang perlu dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersama-sama oleh pemerintahan, swasta

maupun masyarakat dalam mitigasi bencana, antara lain:

1. Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau mendukung usaha preventif

kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah agar tidak membangun di lokasi yang rawan

bencana;

2. Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang kegiatannya mulai dari identifikasi

daerah rawan bencana, penghitungan perkiraan dampak yang ditimbulkan oleh bencana,

perencanaan penanggulangan bencana, hingga penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang sifatnya

preventif kebencanaan;

3. Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat yang sifatnya menangani

kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi kerja yang baik;

4. Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang merupakan pelaksanaan dari

kebijakan yang ada, yang bersifat preventif kebencanaan;

5. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam setempat yang memberikan

indikasi akan adanya ancaman bencana.

sumber:http://indonesiannursing.com, Diposkan oleh Tagana Banten Label: Disaster ManagementPeran Perawat Dalam Penanganan BencanaDiposkan oleh PPNI KABUPATEN PEKALONGANDefinisi Bencana

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia definisi bencana adalah peristiwa/kejadian

pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar.

Page 7: Pengurangan Risiko Bencana_Full

Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena.

Bencana adalah situasi dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tergantung pada cakupannya, bencana ini bisa merubah pola kehidupan dari kondisi kehidupan masyarakat yang normal menjadi rusak, menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur sosial masyarakat, serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar (BAKORNAS PBP).

Berdasarkan UU 24/2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Bencana merupakan suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.(ISDR, 2004).

Sedangkan fungsi dan tugas perawat dalam situasi bencana dapat dijabarkan menurut fase dan keadaan yang berlaku saat terjadi bencana seperti yang termaktub dibawah ini;Fase Pra-bencana :1. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam penanggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya. 2. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, paling merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat. 3. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut.

Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).

Pelatihan pertolongan pertama pada keluarga seperti menolong anggota keluarga yang lain.

Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa persediaan makanan dan penggunaan air yang aman.

Perawat juga dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit, dan ambulans.

Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan dan posko-posko bencana.

Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti pakaian seperlunya,

radio portable, senter beserta baterainya, dan lainnya.

Fase Bencana : Bertindak cepat Do not promise. Perawat seharusnya tidak

menjanjikan apapun dengan pasti, dengan maksud memberikan harapan yang besar pada para korban selamat.

Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan. Koordinasi danmenciptakan kepemimpinan. Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak

yang terkait dapat mendiskusikan dan merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama.

Fase Pasca bencana Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi

keadaaan fisik, sosial, dan psikologis korban. Stres psikologis yang terjadi dapat terus

berkembang hingga terjadi post-traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan tiga kriteria utama. Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacunya. Ketga, individu akan menunjukkan gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah, dan gangguan memori.

Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama dengan unsur lintas sektor menangani masalah kesehatan masyarakat pasca-gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan menuju keadaan sehat dan aman.