pengukuran nilai gas darah arteri.docx

download pengukuran nilai gas darah arteri.docx

of 47

description

paper pengukuran nilai gas darah arteri

Transcript of pengukuran nilai gas darah arteri.docx

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    1/47

    1

    Pengukuran Nilai Gas Darah Arteri

    Robin Gross dan William Peruzzi

    Metode elektrokimia dasar untuk menganalisa gas-gas darah, pertama kali

    diuraikan pada tahun 1980-an.1 Pengukuran gas-gas darah arteri (arterial blood

    gases = ABGs) dapat diaplikasikan secara klinis pada tahun 1950-an melalui

    penemuan elektrode tekanan oksigen arterial (PaO2) oleh Clark2, serta elektroda

    tekanan karbon dioksida arterial (PaCO2) oleh Stow dan Severinghaus.3 Pada

    tahun 1960-an, para dokter mempertimbangkan ABGs sebagai pemeriksaan

    laboratorium yang paling berharga yang dapat dilakukan.4 Saat ini, ABGs

    merupakan pemeriksaan yang paling banyak diminta di unit perawatan intensif

    (ICU),5 sehingga penting bagi para pemberi layanan intensif untuk menguasai

    interpretasi ABG secara menyeluruh. Bab ini mendiskusikan mengenai

    pengukuran ABGs untuk mendukung ventilasi, oksigenasi, dan keseimbangan

    asam-basa pada pasien-pasien yang dalam kondisi kritis.

    PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN TEKNIS

    Suatu clinical analyzer (alat penganalisa klinis) memerlukan pengambilan

    cairan atau jaringan tubuh untuk dapat melakukan suatu jenis pengukuran, dimana

    satu alat tunggal dapat digunakan untuk banyak pasien.6 Sejumlah standarisasi

    telah dikembangkan mengenai pengambilan7 dan pengolahan8 sampel-sampel

    ABGs. Pengujian kelayakan alat penganalisa ABG dilakukan secara berkala pada

    masing-masing laboratorium.9Tindakan kalibrasi rutin sudah jarang diperlukan,

    oleh karena alat penganalisa modern saat ini telah dilengkapi dengan prosesor

    mikro untuk melakukan kalbirasi secara otomatis sebelum menganalisa setiap

    sampel. Kelemahan klinis utama dari alat penganalisa ABGs adalah bahwa (1)

    hanya dapat memberikan data sementara, (2) seringkali terjadi penundaan dalam

    memperoleh hasil pemeriksaan, oleh karena waktu yang dibutuhkan untuk proses

    transpor sampel dan transmisi hasil, serta (3) frekuensi pengukuran harus dibatasi,

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    2/47

    2

    oleh karena adanya kejadian kehilangan darah permanen yang dihubungkan

    dengan pemeriksaan.10 Instrumen ini dapat berfungsi dengan baik dan saat ini

    tersedia secara rutin di ICU, sehingga mengeliminasi jeda waktu antara

    pengambilan sampel dan pengambilan hasil dari laboratorium sentral.

    SPESIMEN-SPESIMEN GAS DARAH ARTERI

    Pemeriksaan sampel rentan terhadap kesalahan-kesalahan pre-analitik,11

    yang meliputi variabilitas intra-subyek12 (khususnya dalam kondisi

    hiperventilasi13

    ) dan metode-metode yang inkonsisten dalam proses aspirasi14,15

    dan transportasi16 sampel. Perlakuan terhadap sampel merupakan hal penting oleh

    karena temperatur penyimpanan yang tinggi dapat menyebabkan berbagai

    perubahan nilai (PaCO2 yang lebih tinggi, pH dan PaO2 yang lebih rendah),16

    khususnya apabila dengan hitung leukosit yang tinggi.17 Sekalipun ABGs juga

    dapat dengan cepat memberikan hasil terkait elektrolit (potasium, kalsium) dan

    hemoglobin, namun dapat terjadi sejumlah kesalahan, khususnya terkait

    potasium.18 Maka dari itu direkomendasikan untuk melakukan verifikasi hasil

    melalui laboratorium sentral.

    Oleh karena proses transportasi karbon dioksida (CO2) dan oksigen (O2)

    melibatkan gas-gas terlarut yang dipengaruhi oleh berbagai derajat temperatur,

    maka suatu sampel darah yang mengandung O2 dan CO2 akan memanifestasikan

    tekanan gas yang berbeda-beda ketika dianalisa dalam berbagai derajat

    temperatur. Elektroda-elektroda alat analisis ABGs untuk pH, PCO2, dan PO2,

    berada dalam suhu lingkungan 370 C secara konstan, yang sama dengan suhu

    ruangan dimana sampel darah terpapar. Terpisah dari temperatur pasien, pH,

    PCO2, dan PO2 dianalisa dalam suatu sistem tertutup dengan temperatur 370C.

    Koreksi temperatur menerapkan penyesuaian matematis dalam menetapkan nilai

    temperatur 370C, untuk mendapatkan refleksi tekanan gas in vivo yang lebih

    tepat.19Penyesuaian ini tidak diperlukan secara rutin20-22oleh karena variasi pH

    dan tingkat konsumsi oksigen dapat diprediksikan. Sekalipun pengukuran pH dan

    PaO2 pada temperatur 370C dapat merefleksikan keseimbangan asam-basa dan

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    3/47

    3

    status oksigenasi in vivo dengan akurat, namun koreksi temperatur dapat

    membantu pada pasien dengan deviasi temperatur yang cukup besar.

    Permasalahan lain menyangkut pengambilan sampel ABG meliputi

    komplikasi-komplikasi tindakan aspirasi ABGs, seperti nyeri,24vasospasme,13dan

    kerusakan jaringan. Pengambilan sampel ABG secara berkala mungkin

    memerlukan pemasangan jalur arteri, yang juga memungkinkan dilakukannya

    pengawasan tekanan darah secara berkelanjutan. Alat ini bukan tanpa komplikasi,

    oleh karena dapat menyebabkan trombosis25sehingga membutuhkan pengambilan

    sampel darah yang lebih sering lagi (dan sebenarnya dapat dihindari).5

    Oleh karena teknologi baku emas ini memberikan beberapa kesulitan dalam

    mengumpulkan informasi vital, maka dokter harus memutuskan kapan ABG

    diperlukan, dan kapan penggunaan data alternatif sudah mencukupi. Pasien

    normotensif dengan eksaserbasi asma dapat diawasi dengan menggunakan

    oksimeter pulsus, sementara pasien hipotensif dengan perfusi yang kurang baik

    serta ganggguan metabolisme lainnya akan memerlukan pengukuran ABG. Pasien

    asma dengan kegagalan respirasi akut akan memerlukan sejumlah pengukuran

    ABG untuk menilai kebutuhan intubasi dan penyesuaian ventilator. Namun

    demikian, pengukuran ABG harian terhadap seorang pasien dengan pemakaian

    ventilator statik dan kondisi medis yang stabil, hanya akan memberikan sedikit

    tambahan informasi klinis yang berguna. Pertama-tama dokter harus menentukan

    apakah pengukuran ABG benar-benar diperlukan, dengan menganalisa apakah

    informasi yang akan diperoleh dari pengukuran tersebut akan mengubah rencana

    terapi.

    HOMEOSTASIS RESPIRASI

    Respirasi merupakan proses difusi molekul-molekul O2 dan CO2 melalui

    membran yang semipermeabel. Homeostasis respirasi mencakup semua

    mekanisme fisiologis yang bekerja untuk menyeimbangkan pertukaran O2 dan

    CO2 pada tingkat paru-paru dan seluler. Pasien-pasien yang dalam kondisi kritis

    seringkali memerlukan intervensi terapeutik dan suportif untuk dapat

    mempertahankan homeostatis respirasinya. Pengambilan keputusan-keputusan

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    4/47

    4

    klinis demikian sangat bergantung kepada ketersediaan alat pengukur, dan

    interpretasi nilai-nilai ABG. Nilai gas darah arteri ayng normal berkisar antara pH

    7.35 hingga 7.45, PaCO2 35 hingga 45 mmHg, PaO2 75 hingga 100 mmHg,

    HCO3-22 hingga 26 mmol/L, standard base excess (BE) 0 +/- 3 mmol/L, dan

    saturasi O2 95% hingga 100%.

    PENILAIAN VENTILASI FISIOLOGIS

    Ventilasi merupakan pergerakan gas masuk dan keluar dari sistem

    pulmoner, yang harus segera diukur pada pasien-pasien kritis, dimana volume gasekshalasi selama 1 menit (disebut sebagai ventilasi menit = minute ventilation=

    VE), dirumuskan sebagai:

    VE = f x VT

    dimana f merupakan frekuensi pernapasan dan VT merupakan volume tidal

    (volume udara dalam satu kali pernapasan). Bagian dari VE yang menghasilkan

    pertukaran gas (pelepasan CO2 dari darah, dan transfer O2 ke dalam darah)

    disebut sebagai ventilasi alveolar (alveolar ventilation = VA); bagian dari VE

    yang tidak menghasilkan pertukaran gas disebut sebagai ventilasi ruang rugi

    (deadspace ventilation= VD).

    Tekanan Karbon Dioksida Arterial Merefleksikan Ventilasi

    AlveolarKeseimbangan asam-basa sistem respirasi bergantung kepada kemampuan

    sistem homeostatik untuk mempertahankan keseimbangan antara produksi CO2

    (VCO2), yang dipengaruhi oleh laju matabolisme, dengan ekskresi CO2, yang

    dipengaruhi oleh fungsi kardiopulmoner. Hubungan ini dirumuskan sebagai:

    VA = K . VCO2/PACO2

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    5/47

    5

    dimana K = 0.683 (unit faktor konversi) dan PACO2 merupakan tekanan parsial

    CO2 alveolar, determinan utama dari fungsi ekskresi CO2; nilai ini bervariasi di

    antara jutaan alveolus individu. PCO2 arterial (PaCO2) biasanya merfleksikan

    nilai rata-rata PaCO2 oleh karena difusibilitas26 CO2 yang tinggi, melalui

    permukaan alveolar-endotel. Apabila tidak terdapat ketidaksesuaian ventilasi-

    perfusi (V/Q) yang signifikan, maka PaCO2 dapat disubstitusi dengan PACO2

    dalam ekuasi di atas.

    Sangat penting untuk mengidentifikasi adanya produksi CO2 yang abnormal

    ketika menginterpretasikan PaCO2, oleh karena laju produksi CO2 berdampak

    pada PCO2 intraseluler, yang mempengaruhi laju difusi CO2 ke dalam darah

    vena. Kondisi-kondisi yang umum ditemukan pada produksi CO2 yang abnormal

    meliputi deviasi temperatur (yang mengubah produksi CO2 hingga 10% untuk

    tiap perubahan satu derajat Celcius), aktifitas muskler yang berlebihan misalnya,

    rigor), respon stres fisiologis, sindrom respon inflamasi sistemik, dan muatan

    karbohidrat yang berlebihan.28

    Penyimpanan CO2 mempengaruhi PaCO2. Hal ini jarang menjadi masalah

    dalam hal penyimpanan oksigen di jaringan,29 yang dikonsumsi dengan segera,

    atau pada nitrogen, yang berada dalam keseimbangan. Perubahan PaCO2 akan

    dengan segera mengubah penyimpanan CO2 sentral, namun tidak demikian

    halnya dengan penyimpanan perifer. Hal ini disebabkan karena CO2 diproduksi di

    dalam sel, dan pnyimpanannya di perifer di dalam tulang dan lemak mengalami

    perubahan dalam waktu yang lambat, hingga berhari-hari. Penyimpanannya di

    dalam otot skeletal dan jaringan organ dapat mengalami perubahan dalm hitungan

    jam (jaringan otot) maupun menit (jaringan organ). Pemnyimpanan perifer dapat

    mengalami peningkatan sebagai mekanisme kompensasi terhadap retensi CO2,

    yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis respirasi. Penyimpanan

    perifer juga dapat berkurang apabila ekskresi CO2 melebihi produksinya dalam

    periode waktu yang signifikan, seperti yang terjadi pada pasien-pasien dengan

    hiperventilasi akibat cedera sistem saraf pusat yang berat. Deplesi penyimpanan

    CO2 di otot skeletal akan terjadi dalam beberapa jam,30sementara deplesi pada

    tulang membutuhkan waktu beberapa hari.31 Untuk alasan-alasan ini, maka

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    6/47

    6

    perubahan-perubahan dalam ventilasi menit mungkin tidak akan segera

    terfleksikan melalui PaCO2, sehingga disarankan untuk menunda pengambilan

    sampel ABG hingga setelah terjadi perubahan VE; tenggang waktu ini dapat

    diperpanjang pada pasien-pasien yang diketahuin mengalami peningkatan

    penyimpanan CO2 di perifer.

    Ventilasi Ruang Rugi (Deadspace Venti lation)

    Ventilasi merupakan jumlah total dari komponen-kompnen alveolus dan

    ruang rugi (deadspace):

    VE = VA + VD

    Peningkatan VD akan memerlukan peningkatan VE untuk mempertahankan nilai

    VA yang konsisten. Ruang rugi anatomik dan alveolar membentuk ruang rugi

    fisiologis, yang dihitung menggunakan persamaan Bohr:

    VD/VT = [PACO2PECO2]/PACO2

    dimana PECO2 merupakan CO2 yang diekspirasikan. Volume ruang rugi

    mengalami pertambahan pada kondisi-kondisi yang menghambat transfer gas

    melalui permukaan alveolus-kapiler, atau pada kondisi yang meningkatkan jarak

    tempuh udara untuk melakukan pertukaran gas pada permukaan alveolus-kapiler.

    Kondisi-kondisi tersebut meliputi penyakit-penyakit yang mengurangi laju

    perfusi, seperti penurunan curah jantung akut atau emboli pulmoner. Pemberian

    ventilasi tekanan-positif dapat membantu proses redistribusi ventilasi menuju

    bagian paru yang kurang mendapat perfusi,32,33 dapat menyebabkan kompresi

    vaskuler akibat distensi alveolus yang berlebihan, dan dapat menambah volume

    ruang rugi anatomis (biasanya pada saluran napas atas) akibat penggunaan pipa

    endotrakeal.

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    7/47

    7

    Ventilasi MenitDisparitas Tekanan Karbon Dioksida Arterial

    Pada manusia dengan aktifitas yang normal, VE akan meningkat sesuai lajumetabolisme dan curah jantung34; sedangkan PaCO2 tidak mengalami perubahan,

    atau hanya sedikit menurun.35 Sebaliknya, seseorang normal yang mendapatkan

    ventilasi tekanan-positif akan memerlukan VE yang lebih besar dari normal untuk

    mempertahankan PaCO2 yang normal, suatu efek yang secara umum disebabkan

    oleh peningkatan VD.36,37 Apabila hasil observasi klinis menemukan bahwaVE

    mengalami peningkatan tanpa adanya penurunan PaCO2, maka kemungkinan

    telah terjadi peningkatan VD. Tabel 14-1 mengambil contoh produksi CO2 sebilai

    200 mL/menit, dan memperlihatkan hubungan yang ideal antara VE, VA, dan

    PaCO2, dalam kondisi apabila VE digandakan dua kali lipat, empat kali, atau

    dikurangi setengahnya. Secara umum:

    1.Ketika nilai VE dipengaruhi oleh PaCO2 yang jauh lebih besar dari yang

    diprediksikan, dimana tidak terdapat peningkatan produksi CO2 yang dapat

    menjadi penyebabnya, maka adanya peningkatan VD merupakan penjelasan

    yang paling masuk akal.

    2.Ketika nilai VE dipengaruhi oleh PaCO2 yang jauh lebih kecil dari yang

    diprediksikan, maka harus dicurigai adanya penurunan produksi CO2 atau

    deplesi penyimpanan CO2.

    Tabel 14.1 Hubungan ideal antara Nilai Ventilasi Menit (VE), Ventilasi

    Alveolus (VA), dan Tekanan Karbon Dioksida Arterial (PaCO2)

    VE (L) VA (L) PaCO2(mmHg)3 2 80

    6 4 49

    12 8 30

    24 16 20

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    8/47

    8

    EVALUASI ABNORMALITAS ASAM BASA

    Sebelum mencoba untuk menilai status asam-basa (Gambar 14-1), dokterharus melakukan verifikasi konsistensi data yang ada. Nilai PaCO2 dari ABG dan

    HCO3-dari panel metabolisme harus digunakan untuk memprediksi konsentrasi

    ion hidrogen ([H+]) dari sampel ABG, dengan menggunakan modifikasi

    persamaan Henderson-Hasselbalch (Tabel 14-2)38:

    [H+] = 24 . ([PaCO2]/[HCO3-]

    dimana nilai 24 merupakan sebuah konstanta yang mengkombinasikan koefisien

    solubilitas pK dan CO2. Nilai pH hasil kalkulasi yang sangat berbeda dengan

    nilai pH yang terukur mengindikasikan pengambilan sampel dan reanalisa ABG

    dan penanda metabolisme lainnya.

    Tabel 14.2 Perkiraan nilai pH berdasarkan Konsentrasi Ion Hidrogen

    [H+] (nmol/L) pH (unit)

    60 7.2050 7.30

    40 7.40

    30 7.50

    20 7.60

    Keseimbangan Asam-Basa Respirasi

    Tabel 14-3 menampilkan nomenklatur istilah-istilah asam-basa dan ventilasi

    yang digunakan dalam bab ini, disertai kriteria-kriteria penggunaan masing-

    masing istilah. Pengalaman dalam bidang perawatan kritis telah mengungkapkan

    bahwa penilaian-penilaian klinis jarang akan terpengaruh oleh adanya perubahan

    minor dari nilai rentang normal pengukuran CO2 atau pH arterial. Terdapat

    rentang nilai pH dan PCO2 arterial yang dapat diterima secara klinis. Tabel 14-

    4 menampilkan kriteria untuk menetapkan nomenklatur tradisional dari asidosis

    respiratori dan alkalosis respiartori.39,40

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    9/47

    9

    Tabel 14.3 Nomenklatur dan Kriteria untuk Interpretasi Klinis Nilai Gas

    Darah

    Terminologi Klinis KriteriaKegagalan ventilasi

    (asidosis respiratori)

    PaCO2 >45 mmHg

    Hipoventilasi alveolar

    (asidosis respiratori)

    PaCO2 >35 mmHg

    Kegagalan ventilasi akut

    (asidosis respiratori)

    PaCO2 >45 mmHg

    Kegagalan ventilasi kronis

    (asidosis respiratori)

    PaCO2 >45 mmHg

    Hiperventilasi alveolar akut

    (alkalosis respiratori)

    PaCO2 5 mmol/L

    BD = base deficit; BE = base excess

    Tabel 14-4. Nomenklatur Asam-Basa Respiratori

    Nomenklatur pH PCO2 [HCO3-] BE

    Asidosis respiratori

    Tidak terkompensasi

    (akut)

    Terkompensasi sebagian

    (subakut)

    Terkompensasi sempurna

    (kronis)

    N

    N

    N

    Alkalosis respiratoriTidak terkompensasi

    (akut)

    Terkompensasi sebagian

    (subakut)

    Terkompensasi sempurna

    (kronis)

    N

    N

    N

    Tanda panah mengindikasikan penurunan () atau peningkatan () kadar

    BE = base excess; N = normal

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    10/47

    10

    Asidosis Respiratori

    Dalam kondisi peningkatan PaCO2 secara akut, maka konsentrasi asam

    karbonat plasma akan turut meningkat, menyebabkan terjadinya peningkatan

    konsentrasi ion hidrogen bebas (penurunan pH) dalam plasma (Gambar 14-2):

    CO2 + H2O H2CO3 H++ HCO3

    Hubungan tersebut bersifat linear,41dimana perkiraan perubahan-perubahan dari

    nilai normal dirumuskan:

    pH = -0.008 . (PaCO2)

    Gambar 14-1 Algoritma interpretasi nilai gas darah arterial

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    11/47

    11

    Mekanisme kompensasi inisial berada dalam tahap seluler, utamanya terjadi

    pada eritrosit. Respon ginjal terhadap peningkatan konsentrasi ion hidrogena,

    berupa ekskresi lebih banyak ion hidrogen dan peningkatan reabsorbsi ion-ion

    bikarbonat ke dalam darah, yang biasanya berlangsung selama 3 hingga 5 hari

    fase akut. Mekanisme ginjal ini dapat mengoreksi pH hingga hapir normal.

    Hubungan keterkaitan antara respon paru dan ginjal terhadap ketidakseimbangan

    asam-basa dapat diprediksikan , misalnya untuk kondisi asidos respiratori kronis,

    maka perubahan-perubahan berupa:

    pH = -0.003 . (PaCO2)

    Hasil pengukuran pH yang berada di bawah nilai hasil kalkulasi dengan

    persamaan di atas, mengindikasikan telah terjadinya kombinasi asidosis respiratori

    akut dan kronis.

    Kegagalan Ventilasi (Asidosis Respiratori Akut)

    Pandangan fisiologis mengenai keperluan untuk mengekskresikan CO2

    terkait keseimbangan asam-basa respirasi, menyimpulkan bahwa efek biologis

    dari akumulasi CO2 adalah berupa akumulasi kimiawi dari ion-ion hidrogen

    bebas. Mekanisme ventilasi utamanya dikendalikan oleh medula, sebagai respon

    terhadap perubahan-perubahan pH yang dideteksi oleh badan karotid.42,43Nilai pH

    cairan serebrospinal yang bersifat asam akan memicu sistem neuronal dan

    menstimulasi resptor-reseptor perifer di paru-paru dan otot-otot pernapasan, untuk

    meningkatkan ventilasi. Mekanisme sistem ini mengalami disfungi pada

    kegagalan ventilasi, suatu diagnosis yang ditegakkan berdasarkan analisa ABG.

    Kondisi tersebut diperlihatkan melalui nilai PaCO2 yang melebihi normal dalam

    situasi penurunan pH yang akut. Etiologi dari kegagalan ventilasi dapat bersifat

    sentral (overdosis narkotik, cedera neurologi), pulmoner (sindrom distres

    pernapasan akut), penumoni, atau penyakit interstisial), perifer (penyakit

    neuromuskuler, disfungsi mitokondria), atau kerja pernapasan (work of breathing

    = WBO) yang merugikan akibat kebutuhan cadangan kardiopulmoner yang

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    12/47

    12

    berlebihan (kegagalan kompensasi asidosis metabolik). Selain itu, dari sudut

    pandang klinis, akumulasi CO2 menunjukkan kegagalan sistem respirasi untuk

    mengekskresi produk sisa metabolisme secara adekuat, sehingga terapi ditujukan

    untuk menurunkan WOB untuk membantu eliminasi CO2.

    Tanda-tanda dan gejala fungsi pernapasan memiliki efek merugikan antara

    lain dispneu, takipneu, takikardi, hipertensi, retraksi interkosta, penggunaan otot

    pernapasan tambahan, diaforesis, dan perubahan status mental. Seorang pasien

    yang mengalami tiga tanda dan gejala, namun dengan PaCO2 yang normal,

    didiagnosis klinis sebagai ancaman kegagalan napas (impending ventilatory

    failure). Asisdosis metabolik atau hipoksemia merupakan hal yang umum terjadi

    pada pasien-pasien tersebut, dan dapat dipulihkan dengan cepat melalui

    pemberian bantuan ventilasi dan dukungan hemodinamik. Adanya perburukan

    tanda dan gejala klinis tersebut merupakan hal yang penting dalam mendiagnosis

    WOB yang merugikan, oleh karena mengindikasikan terjadinya kelelahan

    cadangan fungsi kardiopulmoner dan keletihan otot-otot pernapasan, seringkali

    merupakan tahap akhir kegagalan respirasi.44 Ketika terjadi kegagalan ventilasi

    akut yang berat, maka harus segera dipertimbangkan faktor-faktor berikut:

    kebutuhan bantuan ventilasi yang adekuat, hipoksia jaringan, dan asidosis

    metabolik akut akibat suplai O2 atau penggunaan O2, atau keduanya, yang tidak

    adekuat.

    Asidosis Respiratori Kronis

    Hiperkapneu kronis (PaCO2 > 45 mmHg; pH >7.35) dapat ditemukan pada

    pasien-pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis, faktor resiko obesitas

    (sindrom pickwickian), kelainan sistem saraf pusat yang jarang, dan yang lebih

    sering didapatkan, penyakit paru restriktif kronis. Peningkatan penyimpanan CO2

    di perifer memungkinkan pemeliharaan homeostasis CO2 (ekskresi paru

    sebanding dengan produksi seluler), selagi mempertahankan peningkatan PaCO2.

    Oleh karena gas yang dihirup pada dasarnya tidak mengandung CO2, maka dalam

    kondisi yang stabil, diperlukan VE yang lebih kecil untuk dapat mempertahankan

    peningkatan PACO2 untuk menjaga PACO2 yang normal.

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    13/47

    13

    Gambar 14-2 Algoritma untuk asidosis respiratori

    Hiperkapneu kronis (kegagalan ventilasi kronis) melibatkan adaptasi

    intraseluler terhadap suatu peningkatan PCO2 seluler, sekalipun dengan adanya

    asidosis intraseluler dan penurunan hantaran oksigen yang signifikan.

    Keseimbangan asam-basa ekstraseluler dipertahankan dengan cara

    mengakumulasikan suatu peningkatan konsentrasi ion bikarbonat, dengan

    defisiensi ion klorida. Pasien-apsien ini seringkali memiliki pH ekstraseluler yang

    agak lebih tinggi dibandingkan individu-individu normal.45 Hal ini bukan

    disebabkan oleh penggunaan diuretik, namun utamanya merupakan akibat dari

    pergeseran ion klorida dan air antara ruang intraseluler dan ekstraseluler.45,46

    Pasien-pasien dengan hiperkapneu kronis memiliki keterbatasan untuk

    meningkatkan kerja kardiopulmoner dalam respon terhadap stres. Sekalipun

    kebanyakan pasien tidak akan mengalami hipoventilasi, namun beberapa di

    antaranya menjadi lebih hiperkapneu sebagai respon terhadap pemberian oksigen

    yang berlebihan.47

    Hal ini diyakini merupakan akibat dari hilangnya vasokontriksi

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    14/47

    14

    hipoksik sehingga menimbulkan ketidaksesuaian V/Q,48,49 yang disertai

    penambahan ruang rugi alveolar.50

    Hiperkapneu Kronis dan Kegagalan Ventilasi Akut

    Pada kondisi hiperkapnea kronis yang disertai kegagalan ventilasi akut,

    maka temuan yang tipikal adalah pH kurang dari 7.35, PCO2 lebih besar dari 60

    mmHg, dan PO2 kurang dari 45 mmHg. Tingkat keparahan dari kondisi ini harus

    dinilai berdasarkan derajat asidosis akut. Tanpa memandang kadar PCO2, suatu

    nilai pH yang lebih besar dari 7.30 biasanya menyatakan suatu perubahan yang

    masih dapat ditoleransi. Apabila nilai pH menurun hingga kurang dari 7.20, maka

    wajib dilakukan evaluasi untuk keperluan bantuan ventilasi. Ahli perawatan

    intensif harus selalu mempertimbangkan pemberian ventilasi tekanan positif

    dengan cara non-invasif untuk menurunkan WOB.51 Asidosis laktat umum

    ditemukan pada pasien-pasien ini, dimana pemberian sodium bikarbonat

    merupakan kontraindikasi relatif sebelum diberikan bantuan ventilasi.

    Hiperkapneu Kronis dan H iperventil asi Akut

    Pada kondisi hiperkapneu kronis yang disertai hiperventilasi akut, maka

    temuan yang tipikal adalah pH yang lebih besar dari 7.45, PCO2 yang lebih besar

    dari 40 mmHg, dan PO2 yang kurang dari 50 mmHg. Nilai-nilai gas darah

    tersebut harus diinterpretasikan sebagai bagian dari alkalosis metabolik

    terkompensasi, dengan hipoksemi yang signifikan; namun demikian, penyakit-

    penyakit yang menyebabkan alkalemi metabolik jarang menimbulkan hipoksemi

    yang signifikan. Ketika menemukan nilai-nilai gas darah seperti demikian, maka

    dokter harus mempertimbangkan adanya kemungkinan bahwa seorang pasien

    dengan hiperkapneu kronis, dapat merespon sementara terhadap stres akut dengan

    cara hiperventilasi, sehingga mengungkapkan kelebihan nilai normal yang telah

    ada sebelumnya.

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    15/47

    15

    Hiperkapneu Permisif (Permissive Hypercapnia)

    Konsep strategi hiperkapneu permisif didasarkan pada asumsi bahwa nilaiVT yang rendah dan upaya ventilasi protektif paru dapat mencegah terjadinya

    overdistensi dan cedera paru iatrogeniik, yang disebut volutrauma.52-55 Ketika

    upaya-upaya proteksi paru dapat menghasilkan peningkatan PaCO2, maka kondisi

    hiperkapneu tersebut dapat diterima; kebanyakan penulis menyetujui bahwa nilai

    pH arterial yang sama dengan atau lebih besar dari 7.25 biasanya dapat ditolernasi

    dengan baik oleh pasien-pasien tanpa riwayat penyakit jantung. Kontraindikasi

    relatif adalah cedera intraserebral oleh karena hiperkapneu menyebabkan

    vasodilatasi dan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menimbulkan

    kejang. Dalam kehamilan, CO2 dapat melintasi plasenta dan menyebabkan

    asidosis pada fetus dan pergeseran ke kanan pada kurva disosiasi oksigen,

    menghasilkan pelepasan oksigen hemoglobin.56Penggunaan strategi hiperkapneu

    permisif dapat menyebabkan vasokontriksi pulmoner atau peningkatan pirau,

    sekalipun PaO2 biasanya tidak mengalami perubahan.57

    Asidosis yang ditimbulkan oleh hiperkapneu permisif dapat dikoreksi

    dengan pemberian bikarbonat.55 Namun demikian, beberapa bukti klinis

    menunjukkan bahwa kondisi asidosis ini mungki bersifat protektif dengan

    mengerahkan efek-efek anti-inflamasi.58 Temuan ini masih kontroversial,59 dan

    masih dilangsungkan penelitian mengenai hal tersebut.

    Alkalosis Respiratori

    Alkalosis Respiratori Akut

    Alkalosis respiratori akut (PaCO2 7.50) menunjukkan

    terjadinya hiperventilasi alveolar akutdan biasanya mengindikasikan peningkatan

    WOB (Gambar 14-3). Tiga penyebab hiperventilasi alveolar akut yang paling

    sering terjadi pada pasien-pasien dalam kondisi kritis adalah (1) merupakan

    respon homeostasis terhadap hipoksemi arterial, (2) respon homeostasis terhadap

    asdosis metabolik, dan (3) respon terhadap disfungsi atau cedera sistem saraf

    pusat (otak). Dua yang disebut terakhir jarang bersamaan terjadi dengan

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    16/47

    16

    hipoksemi arterial; alkalosis respiratori akut tanpa hipoksemia paling sering

    disebabkan oleh kondisi patologi intrakranial, anxietas, atau nyeri. Namun

    demikian, anemia berat, keracunan karbon monoksida, dan metheglobinemi harus

    dieksklusi sebagai faktor-faktor yang mungkin berperan. Perkiraan perubahan

    ABG adalah:

    pH = -0.008 . (PaCO2)

    Alkalosis Respiratori Akut dengan H ipoksemi

    Alkalosis respiratori akut dengan hipoksemi merupakan suatu kelainan gas

    darah yang hampir selalu berkaitan dengan kondisi patologi kardiopulmoner.

    Kondisi hipokapneu akut dapat menumpulkan respon ventilasi terhadap

    hipoksemi, sementara respon tersebut ditingkatkan dalam kondisi hiperkapneu

    akut.60Ketika hipoksemi disebabkan oleh suatu proses pulmoner yang responsif

    terhadap terapi oksigen (ketidaksesuaian V/Q), maka pemberian oksigen akan

    meningkatkan muatan dan hantaran oksigen, menurunkan WOB, serta

    menormalkan PaCO2 dan tanda-tanda vital. Apabila hipoksemi disebabkan oleh

    suatu prose pulmoner yang refrakter terhadap terapi oksigen (pirau), maka nilai-

    nilai ABG dan WOB tidak mengalami perubahan signifikan dengan pemberian

    oksigen, oleh karena hanya sedikit atau tidak terjadi peningkatan muatan dan

    hantaran oksigen.

    Alkalosis Respiratori Kronis

    Alkalosis respiratori kronis sering terjadi dalam kondisi penyakit hati,

    khususnya dengan hipertensi portopulmoner61; kehamilan; cedera otak, dan

    hiperventilasi idiopatik (jarang terjadi di ICU). Perkiraan perubahan ABG adalah:

    pH = -0.017 . (PaCO2)

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    17/47

    17

    Gambar 14-3 Algoritma untuk alkalosis respiratori

    Hiperventilasi Iatrogenik

    Sebagian besar analisa ABG berfokus pada pH, bukan PaCO2. Satu

    pengecualian terjadi dalam kondisi hipertensi intrakranial. Nilai PaCO2 menjadi

    penting pada kondisi demikian oleh karena hiperventilasi dapat menurunkan CO2

    intraserebral, menyebabkan vasokontriksi dan penurunan tekanan intrakranial.

    Intervensi terapeutik tersebut hanya efektif selama 24 jam, dimana nilai PaCO2yang sangat rendah atau hiperventilasi berkepanjangan akan menyebabkan iskemi

    serebral.62

    Kondisi lain dimana hiperventilasi dapat membahayakan, adalah henti

    jantung.63 Kondisi alkalosis berat dihubungkan dengan peningkatan morbiditas

    dan mortalitas.64 Hiperventilasi pada pasien-pasien dengan penyakit paru

    obstruktif kronis dapat merugikan melalui dua mekanisme. Nilai VE yang tinggi

    dapat meningkatkan tekanan ekspirasi-akhir positif (positive end-expiratory

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    18/47

    18

    pressure = PEEP) intrinsik, menyebabkan penurunan aliran balik vena serta

    instabilitas hemodinamik,65 dimana hiperventilasi dalam kondisi penimbunan

    CO2 kronis dapat menyebabkan alkalosis dan ekskresi bikarbonat melalui renal.

    Hilangnya kapasitas penyangga ini dapat menyulitkan upaya untuk melepaskan

    pasien dengan retensi CO2 dari penggunaan ventilator.

    Kompensasi Respiratori Terhadap Gangguan Metabolisme

    Dalam kondisi asidosis metabolik, terjadi mekanisme kompensasi berupa

    hiperventilasi. Perkiraan nilai PaCO2 dapat dihitung dengan rumus Winter:66

    PaCO2 = 1.5 [HCO3--] + 8 2

    Suatu gangguan respirasi terjadi apabila hasil kalkulasi nilai PaCO2 tidak

    sesuai dengan nilai PaCO2 yang terukur. Untuk alkalosis metabolik, terjadi

    hipoventilasi (penurunan VE); perkiraan PaCO2 adalah:

    PaCO2 = 0.9[HCO3-] 15

    METODE PENGGANTI PENGUKURAN TEKANAN KARBON

    DIOKSIDA ARTERIAL

    Tekanan Tidal-Akhir Karbon Dioksida (end-tidal carbon dioxide)

    Pengawasan tekanan tidal-akhir karbon dioksida (PETCO2) dilakukan

    secara rutin untuk menjamin pemasangan pipa endotrakeal yang adekuat. Secaraumum, nilai PETCO2 beberapa milimeter merkuri lebih rendah dari nilai PaCO2.

    Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 14-4, dua faktor utama yang mengubah

    gradien ini adalah (1) penyakit paru dan (2) perubahan-perubahan curah jantung.

    Oleh karena gradien P(A-ET)CO2 merupakan suatu fungsi VD, maka apabila

    tidak terdapat penyakit paru yang berat, suatu perubahan gradien P(a-ET)CO2

    akut tanpa disertai konfirmasi kapnografik, mengindikasikan suatu penurunan

    curah jantung.

    67

    PETCO2 dapat menurun secara tiba-tiba, dan meningkat dengan

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    19/47

    19

    pemberian terapi.68 PETCO2 juga dapat membantu penilaian upaya resusitasi

    yang adekuat, oleh karena kesuksesan resusitasi kardiopulmoner (CPR) akan

    meningkatkan PETCO2.69 Oleh karena pengukuran gas yang dihembus

    merefleksikan PaCO2 in-vivo (dengan koreksi temperatur), maka harus dilakukan

    koreksi temperatur terhadap PaCO2 ABG untuk memastikan bahwa dua nilai

    yang dibandingkan berada pada temperatur yang sama.70

    Karbon Dioksida Transkutaneus

    Alat pengukurtekanan parsial CO2 transkutaneus (PtCO2) telah dapatdilakukan selamabertahun-tahun, namun tidak secara rutin digunakan di ICU. Alat

    ini merupakan elektroda kulit yang harus dihangatkan. Hasil pengukuran

    berkorelasi dengan nilai PaCO2, namun bergantung kepada sejumlah faktor

    seperti afinitas hemoglobin dan perfusi kulit.71Terdapat kemungkinan jeda waktu

    antara perubahan PaCO2 dan sensor PtcCO2, yang dapat menyulitkan pada

    pasien-pasien dengan kondisi ventilasi yang berubah-ubah dengan sangat cepat.

    Selain itu, hasil pengukuran mungkin kurang dapat dipercaya apabila terdapat

    peningkatan PaCO2. Peningkatan ketebalan kulit pada orang dewasa dapat

    mengubah hasil pembacaan transkutaneus, namun dapat digunakan pada bayi.72

    Metode Pengukuran Karbon Dioksida Lainnya

    Nilai PCO2 mukosa gaster adalah hasil pengukuran terhadap hipoksia

    jaringan, oleh karena kadar PCO2 lokal meningkat dalam kondisi hipoperfusi,73

    khususnya pada mukosa usus. Gap PCO2 merupakan perbedaan antara PCO2

    tonometrik (yang terukur oleh gastric baloon) dan PaCO2, yang dapat digunakan

    untuk memprediksi mortalitas.74Nilai pH mukosa sudah tidak digunakan lagi.75

    Oleh karena pertimbangan-pertimbangan biaya dan teknologi terkait alat ini, maka

    tonometri tidak digunakan secara rutin.

    Alat kapnometri sublingual meiliki sebuah optodeyang dilengkapi dengan

    sensor fiberoptik yang secara tidak langsung menilai PCO2 (slCO2) melalui

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    20/47

    20

    pengukuran pH. Gap PslCO2-PaCO2 dapat digunakan untuk memprediksi tingkat

    harapan hidup,76,77dimana hal tersebut masih dalam penelitian.

    Gradien PCO2 vena-arteri, atau P(v-a)CO2, serupa dengan indeks yang

    disebutkan sebelumnya, merefleksikan tingkat penggunaan oksigen. Nilai gradien

    tersebut mengalmi peningkatan dengan adanya penurunan curah jantung78 dan

    pertambahan ruang rugi79. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan jaringan

    untuk melepask CO2 dan ketidakmampuan paru-paru untuk mengeliminasi CO2.

    Nilai P(v-a)CO2 mengalami penurunan seiring adanya perbaikan curah jantung.

    Gambar 14-4 Ventilasi total (VE) terdiri dari ventilasi alveolar (VA) dan ventilasi ruang rugi

    (VD). Nilai PaCO2 dianggap sebagai gambaran terbaik untuk ventilasi alveolar. Nilai PaCO2

    tidal-akhir merupakan nilai PCO2 (PECO2) yang diekspirasikan pada akhir fase plateau. Suatu

    peningkatan nilai VE akan bermanifestasi sebagai peningkatan gradien PETCO2. Dua penyebab

    peningkatan VD yang paling umum adalah penurunan curah jantung (CO) dan penyakit paru.

    Penurunan perfusi paru (kurva putus-putus) menyebabkan lebih banya alveolus yang mengalami

    penurunan PCO2; hasilnya adalah penurunan PCO2 ekspirasi, namun tanpa perubahan terhadap

    pola pengosongan paru. Penyakit paru dapat mengubah pola pengosongan paru dan perubahan

    bentuk kurva.

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    21/47

    21

    KETIDAKSEIMBANGAN ASAM-BASA METABOLISME

    Aplikasi klinis dari persamaan Henderson-Hasselbalch memungkinkan

    dilakukannya kalkulasi konsentrasi bikarbonat (HCO3-) plasma, apabila nilai pH

    dan CO2 diketahui (pK [konstanta disosiasi] adalah 6.1 dan s [koefisien

    solubilitas] adalah 0.0301):

    pH = pK + log [HCO3-]

    (s)(PCO2)

    Tabel 14-5. Nomenklatur Asam-Basa Metabolisme

    Nomenklatur pH PCO2 [HCO3-] BE

    Asidosis metabolikTidak terkompensasi

    (akut)

    Terkompensasi sebagian

    (subakut)

    Terkompensasi sempurna

    (kronis)

    N

    N

    (-)

    (-)

    (-)

    Alkalosis metabolikTidak terkompensasi

    (akut)

    Terkompensasi sebagian

    (subakut)

    Terkompensasi sempurna

    (kronis)

    N

    N

    (+)

    (+)

    (+)

    Tanda panah mengindikasikan penurunan () atau peningkatan () kadar

    BE = base excess; N = normal

    Istilah asidosis dan alkalosis menunjukkan kondisi abnormalitas

    keseimbangan asam-basa, dimana terjadi kelebihan suasana asam atau basa,

    namun nilai pH tidak selalu terganggu. Pada intinya, asidosis dan alkalosis

    metabolik ditentukan berdasarkan kalkulasi konsentrasi HCO3-. Sebaliknya,

    pengukuran pH darah dapat menentukan apakah terjadi asidimeia atau alkalemia

    suatu kondisi kelebihan atau defisit aktifitas ion hidrogen [H+] bebas. Tabel 14-5

    menampilkan nomenklatur tradisional terkait ketidakseimbangan asam-basa

    metabolik.

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    22/47

    22

    EVALUASI ABNORMALITAS ASAM-BASA METABOLISME

    Dalam kondisi dimana tidak dapat dilakukan pengukuran pH dan gas darah,maka ketidakseimbangan asam-basa metabolisme dapat dieteksi dan diperkirakan

    (hingga derajat tertentu) dari pemeriksaan kimia rutin. Terdapat tiga indikator

    keseimbangan asam-basa non-respiratori yang umum diterima: (1) anion gap, (2)

    kelebihan basa, dan (3) perbedaan ion yang besar. Pemilihan proses yang tepat

    telah menjadi perdebatan dan kontroversi selama beberapa dekade,81namun tidak

    boleh mengacaukan interpretasi nilai-nilai ABG secara tepat.82Ketiga indikator

    tersebut dapat digunakan dan dapat memberikan hasil dengan akurasi yang dapat

    diterima secara klinis.83

    Celah/Kesenjangan Anion (Anion Gap)

    Hukum netralitas elektrokimia menyatakan bahwa tidak boleh terdapat

    perbedaan yang signifkan antara konsentrasi kation dan anion plasma. Anion gap

    (Gambar 14-5) merupakan suatu disparitas artifisial antara kation-kation dan

    anion-anion yang plasma utama yang rutin diperiksa Na+

    , Cl-

    , dan HCO3-

    .Kation-kation plasma minor meliputi kalsium (Ca++) dan magnesium (Mg++),

    sementara anion-anion minor plasma meliputi fosfat (PO4=) dan sulfat (SO4=),

    dan anion-anion organik seperti protein. Potasium (K+), suatu kation minor,

    kadang-kadang digunakan dalam persamaan tersebut. Anion gapdihitung dengan

    mengurangi jumlah kation-kation mayor dengan total anion-anion mayor, seperti

    berikut:

    Anion gap= [Na++ (K+)]([Cl-] + [HCO3-])

    Nilai anion gapyang normal adalah 8 hingga 16 mmol/L apabila potasium

    tidak disertakan dalam kalkulasi, dan 12 hingga 20 mmol/L apabila potasium

    disertakan sebagai kation mayor. Anion-anion mayor, seperti fosfat dan albumin,

    juga dapat mempengaruhi nilai anion gap. Nilai albumin plasma normalnya

    sekitar 11 mmol/L dari anion gap84; penurunan anion gapumumnya disebabkan

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    23/47

    23

    oleh hipoalbuminemi atau hemodilusi berat. Koreksi yang direkomendasikan

    untuk nilai albumin yang rendah (g/L) adalah85:

    Adjusted anion gap= observed anion gap+ 2.5 x ([nilai albumin normal]

    - [nilai albumin yang terukur])

    Lebih jarang terjadi, penurunan anion gap merupakan akibat peningkatan

    kation-kation minor, seperti yang dapat ditemui pada kondisi toksisitas litium,

    hiperkalsemi,86hipermagnesemi, dan toksisitas bromida.

    Gambar 14-5 Algoritma untuk asidosis metabolik.

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    24/47

    24

    Anion Gap Asidosis

    Semua proses yang meningkatkan jumlah anion-anion minor akanmenghasilkan anion gap dan asidosis metabolik, seperti yang terlihat pada

    asidosis laktat, ketoasidosis, gagal ginjal (peningkatan sulfat dan fosfat),

    pemberian elktrolit yang berlebihan (misalnya sodium klorida, sodium asetat,

    karbenisilin, penisilin dosis tinggi), dan dehidrasi. Ingesti salisilat, metanol, etilen

    glikol, dan zat-zat sejenis lainnya dapat menimbulkan akumulasi asam organik

    non-volatil, termasuk asam laktat. Lebih jarang terjadi, anion gap dapat

    disebabkan oleh penurunan konsentrasi kation minor (misalnya kalsium dan

    magnesium), yang meningkatkan konsentrasi sodium.

    Non-Anion Gap Asidosis

    Suatu kondisi asidosis metabolik tanpa disertai peningkatan anion gap,

    biasanya diasosiasikan dengan peningkatan Cl-plasma yang menggantikan deplesi

    HCO3- plasma. Kondisi asidosis hiperkloremik demikian paling sering

    diakibatkan oleh kehilangan ion HCO3-

    melalui traktus gastrointestinal (diare),melalui drain ureter, buangan HCO3- renal (asidosis tubular renal),87 atau

    pemberian klorida yang berlebihan,88,89 seringkali disebabkan oleh pemberian

    resusitasi dalam volume besar.

    Asidosis Laktat

    Walaupun biasanya dapat diasumsikan bahwa tidak terjadi hiperlaktatemi

    pada kondisi asidosis metabolik tanpa anion-gap,84,90

    namun terdapat lebih darisetengah jumlah pasien-pasien kritis dengan hiperlaktatemi ringan hingga sedang,

    memperlihatkan asidosis metabolik tanpa anion-gap.91,92 Hal ini kemungkinan

    besar disebabkan oleh kondisi hipoalbuminemi, hiperkloremi, dan gangguan

    asam-basa yang telah ada sebelumnya.93-96

    Oleh karena laktat merupakan produk akhir dari metabolisme glukosa

    anaerobik (Gambar 14-6), maka hiperlaktatemi merupakan indikator klinis yang

    dapat dipercaya untuk terjadinya hipoksia jaringan. Namun demikian, produksi

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    25/47

    25

    asam laktat seluler tidak terefleksikan pada hasil pengukuran darah arteri atau

    vena sentral, oleh karena adanya variasi pada perfusi sistem organ yang spesifik

    dan fungsi hepar. Metabolisme anaerobik dapat terjadi sekalipun dengan kadar

    asam laktat yang normal; sebaliknya, suatu gangguan ringan terhadap oksigenasi

    jaringan yang disertai dengan cedera hepar berat akan menghasilkan kadar laktat

    yang sangat tinggi.

    Gambar 14-6 Diagram skematik mengenai hubungan antara metabolisme anaerobik dan

    aerobik. Reaksi yang terjadi tidak seimbang secara stoikiometrikal, namun menggambarikan poin-

    poin kunci dari produksi energi (adenosin trifosfat [ATP], produksi CO2, dan konsumsi O2).

    Akumulasi laktat terjadi ketika transpor elektron terhambat oleh agen-agen seperti nitrit oksida

    (NO) atau sianida (CN). Laktat juga terakumulasi dalam kondisi dimana O2 tidak dapat berperan

    sebagai akseptor elektron akhir.

    Akumulasi laktat juga ditemukan dalam kondisi-kondisi dimana terjadi

    keracunan keracunan metabolik. Hal ini terjadi ketika transpor elektron

    mengalami hambatan, seperti pada keracunan sianida dan peningkatan kadar nitrit

    oksida akibat sindrom respon inflamasi sistemik.97-100 Telah ditetapkan dengan

    baik mengenai korelasi antara hiperlaktatemi dengan angka mortalitas pada

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    26/47

    26

    pasien-pasien yang kritis.101-104 Kadar laktat harus diperiksa apabila terdapat

    kecurigaan klinis terjadinya asidosis laktat, dan khususnya direkomendasikan

    dalam terapi dini bagi pasien-pasien sepsis.105

    Kelebihan Basa (base excess)

    Darah normalnya memiliki kapasitas penyangga yang sangat besar,

    sehingga dapat menoleransi perubahan-perubahan kandungan asam dengan sedikit

    perubahan pada konsentrasi ion H+ bebas (pH). Konsep kelebihan basa (BE)

    maupun defisit basa ditemukan dengan alasan bahwa derajat penyimpangan dari

    nilai normal kapasitas penyangga dapat dikalkulasikan secara independen dari

    perubahan-perubahan PCO2 kompensasi.106 Nilai BE yang negatif dianggap

    sebagai defisit basa. BE maupun defisit basa merupakan jumlah penyangga yang

    diperlukan untuk mengembalikan nilai pH menjadi 7.40 apabila PaCO2 40

    mmHg. Kebanyakan alat penganalisa ABG melaporkan BE atau kelebihan basa

    standar (standard base excess = SBE) (dengan asumsi nilai hemoglobin = 50

    g/dL):107,108

    BE = ([HCO3-])24.4 + (2.3 nilai hemoglobin + 7.7)

    (pH7.4)] (1 0.023 nilai hemoglobin)

    SBE = 0.93 ([HCO3-] + 14.84 (pH7.4)24.4)

    Metode lainnya untuk mengkalkulasikan BE adalah dengan menggunakan

    prediksi hubungan antara PaCO2 dan pH. Dalam kondisi normal, suatu pergeseran

    senilai 10 mmol/L dari nilai normal penyangga, merepresentasikan perubahan pH

    senilai kurang lebih 0.15 unit. Apabila titik desimal pada nilai pH digeser dua

    posisi ke kanan, maka terbentuk hubungan dua per tiga (10 : 15). Hal ini dapat

    digunakan untuk mengestimasi nilai BE atau defisit basa seperti yang ditampilkan

    pada Kotak 14-1.

    Suatu nilai pH yang abnormal dengan BE atau defisit basa senilai 3

    mmol/L menunjukkan status asam-basa metabolik yang normal. BE atau defisit

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    27/47

    27

    basa senilai 5 mmol/L menunjukkan status asam-basa metabolik klinis yang

    relatif seimbang. Suatu nilai pH yang abnormal dengan BE atau defisit basa 10

    mmol/L menunjukkan adanya ketidakseimbangan asam-basa metabolik yang

    signifkan secara klinis, serta dapat mengancam nyawa.

    Kotak 14-1

    Langkah-langkah menentukan Kelebihan (excess) atau Defisit (deficit)

    Basa

    1. Tentukan Varian PCO2Kalkulasikan selisih antara nilai PCO2 yang terukur dengan 40Pindahkan titik desimal dua langkah ke kiri

    2. Tentukan perkiraan nilai pHApabila nilai PCO2 >40, maka selisih nilai PCO2 dengan 7.40, harus

    dikurangi setengahnya

    Apabila nilai PCO2

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    28/47

    28

    variabel independen utama: perbedaan ion kuat (strong ion difference = SID),

    PCO2, dan total konsentrasi asam lemah (A-).110

    Berbagai jenis ion kuat yang mempengaruhi keseimbangan asam-basa

    utamanya adalah Na+, K+, Mg++, dan Ca++ yang bersifat kationik, serta Cl- dan

    laktat-yang bersifat anionik, yang dirumuskan110:

    SID (mEq/L) = [Na+] +[K+] + [Ca++] + [Mg++][Cl-] [laktat-]

    Ion-ion kuat ini mengalami disosiasi sempurna dalam larutan, dimana

    konsentrasinya (aktifitas ion) menentukan keseimbangan posisi H+ terhadap air

    (H2O H+ + OH-) dan bikarbonat (H2CO3 H+ + HCO3-). Dalam kondisi

    asidosis hiperkloremik akibat esusitasi intraoperatif menggunakan larutan NaCl

    0.9% (salin),88 hasil kalkulasi konsentrasi HCO3- serum dengan menggunakan

    persamaan Henderson-Hasselbalch ataupun metode SID, memberikan hasil yang

    ekuivalen. Dalam situasi seperti ini, lebih baik menggunakan kalkulasi SID

    dibandingkan anion gap, oleh karena nilai SID dari kristaloid adalah nol (Na + dan

    Cl- yang seimbang),111 sementara dilusi albumin89 pada resusitasi dengan salin

    dapat menurunkan anion gap yang tidak bisa diprediksi sebelumnya.Jika

    dibandingkan dengan oleh karena peningkatan klorida, maka penurunan SID lebih

    dapat menjelaskan terjadinya asidosis hiperkloremik ini.112

    Faktor-faktor yang menurunkan SID (misalnya, hiperkloremi atau

    hiponatremi) akan menimbulkan asidosis metabolik, sementara faktor-faktor yang

    meningkatkan SID (misalnya, hipokloremi atau hiponatremi) akan menimbulkan

    alkalosis metabolik. Seperti yang telah diperkirakan, faktor-faktor yang

    meningkatkan A- (utamanya albumin dan fosfat) akan menimbulkan asidosis

    metabolik, sementara faktor-faktor yang menurunkan A- akan menimbulkan

    alkalosis metabolik.

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    29/47

    29

    Alkalosis Metabolik

    Alkalosis metabolik (Gambar 14-7) paling sering ditemukan pada pasienICU dengan alkalosis akibat dehidrasi berat, penggunaan diuretik, atau sebagai

    kompensasi terhadap asidosis metabolik. Kondisi ini digolongkan menjadi

    responsif-klorida dan non-responsif-klorida, yang didiskuksikan lebih lanjut pada

    Bab 58.

    Gambar 14-7 Algoritma untuk alkalosis metabolik.

    Campuran Abnormalitas Asam-Basa (Mixed acid-base

    abnormalities)

    Istilah mixed acid-base abnormality merujuk pada suatu kondisi dimana

    terjadi ketidakseimbangan fungsi respirasi dan metabolisme, atau terdapat dua

    gangguan metabolisme secara bersamaan. Contoh-contoh meliputi sepsis

    (penurunan produksi CO2, peningkatan ventilasi menit113dengan produksi asam

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    30/47

    30

    laktat) atau keadaan toksisitas salisilat (stimulasi pusat respirasi melalui proses

    fosforilasi oksidatif), dimana pada keduanya terjadi asidosis anion gap dan

    alkalosis respiratori. Pasien-pasien sirosis dapat mengalami asidosis laktat akibat

    penurunan bersihan laktat, yang dikombinasikan dengan alkalosis respiratori

    (kemungkinan disebabkan oleh ketidakseimbangan V/Q atau hormon).114pasien-

    pasien dengan diabetes atau ketoasidosis alkoholik biasanya mengalami campuran

    asidosis anion gap dan alkalosis metabolik kontraksi. Terapi dengan larutan salin

    normal dapat menimbulkan asidosis non-anion gap. Oleh karena permasalahan

    yang timbul bersamaan, maka campuran gangguan asam-basa yang berat dapat

    dengan mudah terabaikan. Satu cara yang mudah untuk menentukan apakah

    seorang pasien dengan asidosis anion gapjuga mengalami gangguan metabolisme

    terkait, adalah dengan menghitung delta gap:

    gap= anion gapanion gap normal

    Hasil perhitungan tersebut, ditambahkan terhadap nilai bikarbonat yang

    terukur melalui sampel kimia, seharusnya bernilai 24. Penyimpangan dari nilai 24

    menandakan adanya suatu asidosis non-uniongap (24).

    KOMPENSASI METABOLIK TERHADAP GANGGUAN-

    GANGGUAN RESPIRASI

    Untuk keadaan asidosis dan alkalosis respiratori akut, mekanisme

    penyangga pertama kali terjadi pada tingkat seluler lalu kemudian melalui

    mekanisme renal.115

    Asidosis Respiratori

    Untuk asidosis respiratori akut, prediksi perubahan ion bikarbonat dirumuskan:

    [HCO3-] = PaCO2

    10

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    31/47

    31

    Untuk hiperkapneu kronis, perubahan-perubahan ion bikarbonat aalah sebagai

    berikut:

    [HCO3-] = 3.5 PaCO2

    10

    Alkalosis Respiratori

    Untuk alkalosis respiratori akut:

    [HCO3-] = 2 PaCO2

    10

    Untuk alkalosis respiratori kronis:

    [HCO3-] = 5 PaCO2

    10

    Kadar ion bikarbonat yang berbeda dari hasil perhitungan, mengindikasikan

    adanya campuran kelainan respirasi dan metabolisme.

    PEMBERIAN LARUTAN PENYANGGA

    Sodium Bikarbonat

    Pemberian larutan sodium bikarbonat (NaHCO3) intravena merupakanintervensi yang tepat untuk memulihkan kondisi asidemia metabolik, asalkan

    dengan fungsi paru dan jantung yang adekuat. Larutan NaHCO3 akan menambah

    ion HCO3- ke dalam darah hanya setelah kandungan CO2 di dalam larutan

    NaHCO3 telah dieliminasi oleh paru-paru. Ketika larutan NaHCO3 diberikan

    kepada seorang pasien dengan kegagalan ventilasi akut (asidosis respiratori),

    maka PaCO2 biasanya meningkat, dan nilai pH menurun oleh karena muatan CO2

    tidak dapat dieliminasi. Seperti yang digambarkan pada Gambar 14-8, curah

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    32/47

    32

    jantung yang rendah dapat menjadi faktor penghambat ekskresi CO2. Ketika

    larutan NaHCO3 diberikan kepada seorang pasien dengan curah jantung yang

    sangat rendah, maka pemeriksaan darah vena akan memperlihatkan kondisi

    asidosis respiratori paradoksikal.

    Gambar 14-8 Ilustrasi skematik mengenai waktu sirkulasi yang memperlihatkan efek

    pemberian sodium bikarbonat (NaHCO3) intravena, dalam keadaan terdapat asidemia metabolik

    akibat curah jantung yang rendah (hipoperfusi dan asidemia laktat). Penurunan curah jantungdiperlihatkan oleh garis sirkulasi yang terputus-putus. Alur skema dimulai pada sistem arterial

    sistemik (tulisan START). Kotak Amenunjukkan nilai orisinial darah arteri, pH 7.30, PCO2 40

    mmHg, dan HCO3- 19 mmol/L. Kotak B memperlihatkan nilai darah vena sistemik, pH 7.22,

    PCO2 55 mmHg, dan HCO3- 21 mmol/L, sebelum pemberian NaHCO3 intravena. Kotak C

    memperlihatkan injeksi NaHCO3 intravena, yang menambahkan asam karbonat ke dalam darah

    (pada dasarnya merupakan ion hidrogen [H+] dan ion bikarbonat [HCO3

    -]).Kotak Dmenunjukkan

    nilai darah vena, pH 7.15, PCO2 64 mmHg, dan HCO3-23 mmol/L, setelah pemberian NaHCO

    intravena. Kotak E memperlihatkan tingkat ekskresi CO2 alveolar untuk penurunan aliran darah

    per satuan waktu. Kotak Fmemperlihatkan hasil nilai darah arteri, pH 7.32, PCO2 40 mmHg, dan

    HCO3-20 mmol/L. Perhatikan adanya nilai-nilai yang relatif tidak mengalami perubahan antara A

    dan F, sementara darah vena signifikan hiperkapnik dan asidemik akibat pemberian NaHCO3.EVF = extracellular fluid= cairan ekstraseluler.

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    33/47

    33

    Ketika NaHCO3 diberikan secara intravena untuk mengoreksi asidemia

    metabolik berat, penting untuk mengukur abnormalitas sebagai panduan terapi.

    Cara mudah untuk mengkalkulasi jumlah bikarbonat yang perlu diberikan adalah:

    Mmol HCO3-= defisit basa (mmol/L) x berat badan ideal (kg) x 0.25 (L/kg)

    dimana nilai 0.25 merepresentasikan volume distribusi bikarbonat. Secara umum

    dapat diberikan terlebih dahulu setengah hingga sepertiga dari total defisit yang

    dikalkulasikan, kemudian melakukan pemeriksaan sampel ABG lainnyadalam 5

    menit, lalu mengulangi evaluasi.

    Larutan Penyangga Lainnya

    Larutan penyangga lainnya meliputi tris (hidroksimetil)-aminometan

    (trometamin [THAM]), yang mengikat proton secara langsung, serta Carbicarb,

    yang mengandung NaHCO3 dan sodium karbonat (Na2CO3) dalam jumlah

    seimbang; kedua larutan penyangga tersebut tidak memproduksi CO2 dalam

    prosesnya.116-118 Larutan tribonat merupakan kombinasi THAM, sodium

    bikarbonat, asetat, dan fosfat. Larutan tersebut dilaporkan tidak menimbulkan

    banyak efek samping (hipoglikemi, perubahan sodium, hipokalemi) seperti yang

    ditemukan pada larutan penyangga lainnya.119 Agen-agen tersebut tidak

    digunakan secara rutin dalam praktik klinis.

    METODE PENGUKURAN GAS DARAH ARTERI LAINNYAUNTUK MENDETEKSI ABNORMALITAS METABOLISME

    Pengukuran gas darah vena sentral biasanya merefleksikan nilai pH dan

    PCO2 ABG120,121 dan dapat mengidentifikasi terjadinya asidemia lebih dulu

    dibanding ABG122 pada pasien-pasien syok. Nilai-nilai gas darah vena perifer

    berkorelasi dengan ABG123; biasanya dengan pH yang sedikit lebih rendah serta

    PCO2 yang sedikit lebih tinggi. Hubungan ini dapat dikalkulasikan.124

    Pengukuran gas darah vena bersifat kurang invasif dan dapat membantu

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    34/47

    34

    mengarahkan terapi, dalam kondisi dimana nilai ABG tidak dapat diperoleh,

    misalnya pada keadaan ketoasidosis diabetik.125

    PENILAIAN OKSIGENASI

    Status oksigenasi jaringan adalah sebuah konsep global yang tidak dapat

    diukur secara langsung, dan seringkali memerlukan pengukuran nilai ABG.

    Kandungan dan Hantaran Oksigen

    Oleh karena sifat alosterik dari hemoglobin,126

    maka sebagian besar oksigendi dalam darah berada dalam bentuk ikatan kimia bersama hemoglobin, dimana

    kurang dari 5% yang larut dalam plasma. Jumlah oksigen yang bergerak masuk,

    ataupun keluar, dari darah bergantung kepada tiga faktor: (1) jumlah oksigen

    terlarut (PO2); (2) jumlah oksigen yang berikatan dengan hemoglobin (%

    HgbO2); dan (3) kekuatan ikatan antara oksigen dan hemoglobin (afinitas

    hemoglobin-O2). Volume oksigen (milimeter) yang terkandung di dalam 100 mL

    (1 dL) darah, didefinisikan sebagai kandungan oksigen arteri (arterial oxygen

    content= CaO2), yang dihitung dengan rumus:

    CaO2 (mL/dL) = 1.34 nilai hemoglobin (g/dL) saturasi O2 (%) +

    [PaO2 (mmHg) 0.003]

    dimana 1.34 (hingga 1.39) merupakan jumlah oksigen yang terikat pada tiap gram

    hemoglobin; PaO2 dikalikan 0.003 merupakan jumlah hemoglobin terlarut dalam

    darah. Untuk menilai CaO2 pada tekanan atmosfer lingkungan yang normal, maka

    jumlah oksigen terlarut sangatlah kecil dan seringkali diabaikan dalam

    perhitungan. Namun demikian, dalam kondisi hiperbarik tertentu (misalnya, terapi

    untuk keracunan karbon monoksida), maka jumlah oksigen terlarut dapat

    signifikan,dan untuk periode waktu yang singkat dapat mengubah tingkat

    kebutuhan hemoglobin. Hantaran oksigen (oxygen delivery = DO2) merupakan

    volume oksigen yang dibawa ke jaringan dalam 1 menit, dirumuskan sebagai:

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    35/47

    35

    DO2 (mL/menit/M2) = CaO2 (mL/dL) CO (L/menit)

    dimana CO merupakan curah jantung (cardiac ouput).

    Beberapa faktor yang memperngaruhi afinitas hemoglobin terhadap oksigen

    akibat efek Bohr (Gambar 14-9),127meliputi status asam-basa, PCO2, temperatur,

    dan kadar 2,3-difosfogliserat. Penurunan afinitas hemoglobin-O2 akan

    menyebabkan berkurangnya kandungan oksigen sehingga membatasi hantaran

    oksigen, sekalipun terjadi peningkatan pelepasan oksigen ke jaringan; sementara

    suatu peningkatan afinitas hemoglobin-O2 akan meningkatkan kandungan

    oksigen, namun menghambat pelepasan oksigen ke jaringan.

    Gambar 14-9 Kurva saturasi oksihemoglobin dan faktor-faktor yang mengubah afinitas

    hemoglobin terhadap oksigen. Garis lurus mewakili kurva yang normal. Garis putus-putus

    mewakili perubahan-perubahan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, sementara faktor-faktor

    yang tercantum di samping garis, mewakili penyebab perubahan afinitas yang bersangkutan.

    Pergeseran ke arah kiri mengindikasikan adanya peningkatan afinitas hemoglobin terhadap

    oksigen, sementara pergeseran ke arah kanan menunjukkan penurunan afinitas hemoglobin

    terhadap oksigen.

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    36/47

    36

    Ikatan oksigen-hemoglobin juga dipengaruhi oleh struktur gugus

    hemoglobin yang abnormal, seperti methemoglobin, yang tidak dapat mengikat

    oksigen oleh karena besi (Fe3+) yang berkurang. Karboksihemoglobin memiliki

    afinitas terhadap oksigen yang 300x lebih tinggi, dimana kurva mengalami

    pergeseran ke kiri, menurunkan pelepasan oksigen ke jaringan.128

    Konsumsi oksigen (oxygen consumption = VO2) didefinisikan sebagai

    volume oksigen yang dikonsumsi dalam 1 menit, dan dapat dihitung dengan

    menggunakan prinsip Fick:

    VO2 (mL O2/menit) = CO (L/menit) [CaO2 Cvo2 (mL O2/100mL)]

    Dimana CvO2 adalah kandungan oksigen dari campuran darah vena, serta

    CaO2CvO2, yang juga diekspresikan sebagai C(a-v)O2, merupakan perbedaan

    oksigen arteri-vena (arteriovenous oxygen difference . Secara umum

    disetujui bahwa ketika nilai DO2 adalah tiga hingga empat kali lebih besar dari

    nilai VO2, maka kebutuhan oksigen jaringan diyakini terpenuhi pada pasien-

    pasien yang tidak disertai proses inflamasi sistemik.129

    Tingkat Ekstraksi Oksigen

    Tingkat ekstraksi oksigen merepresentasikan jumlah oksigen yang

    dipindahkan ke jaringan oleh 100 mL (atau 1 dL) darah. Rasio ekstraksi oksigen

    (oxygen extraction ratio= OER) dirumuskan sebagai:

    OER = C(a-v)O2/CaO2

    Apabila nilai VO2 bersifat konstan, maka nilai C(a-v)O2 akan bervariasi

    sesuai dengan curah jantung. Tabel 14-6 memperlihatkan perubahan-perubahan

    pada C(a-v)O2, sesuai dengan cadangan fungsi jantung yang meningkat secara tidak

    adekuat sebagai respon terhadap stres.130

    Hubungan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen juga dapat

    direfleksikan melalui saturasi oksigen vena (SVO2), ketika kandungan

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    37/47

    37

    hemoglobin lebih besar dari 10 g/dL.131 Nilai SVO2 merepresentasikan saturasi

    oksigen dalam darah yang kembali ke jantung. Direkomendasikan untuk

    melakukan secara berkelanjutan terhadap nilai SVO2, atau CVO2105 yang sedikit

    lebih tinggi. Respon hiperdinamik terhadap sepsis meliputi penurunan ekstraksi

    oksigen [C(a-VO2)], yang kemungkinan besar disebabkan oleh penurunan

    metabolisme oksidatif113,132, serta penggunaan intraseluler yang abnormal, yang

    kemungkinan dimediasi oleh interferensi nitrit oksida dengan transpor elektron

    (lihat Gambar 14-6). Hasilnya berupa peningkatan nilai SVO2, dan status

    oksigenasi arterial yang terlihat membaik.

    Defisit Oksigenasi

    Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14-10, pengoreksian hipoksia

    arterial sangat bergantung kepada derajat pengaruh dari masing-masing fungsi

    penting yang berkontribusi terhadap hipoksemi: (1) transfer oksigen melalui paru-

    paru, (2) curah jantung, dan (3) tingkat konsumsi oksigen.

    Hipoksemi Arterial

    Definisi H ipoksemi

    Defisiensi kandungan oksigen arterial yang membutuhkan peningkatan kerja

    jantung untuk dapat menjamin DO2 yang adekuat, dianggap sebagai defisit

    oksigenasi arterial yang signifikan (Gambar 14-11). Tidak terdapat batasan dalam

    mendefinisikan hipoksemi arterial, oleh karena suatu nilai PaO2 yang dianggap

    adekuat bersifat relatif terhadap kebutuhan metabolik. Sebagian besar penulis

    menyetujui bahwa hipoksemia menjadi signifikan secara klinis apabila nilai PaO2

    60 mmHg atau kurang, yang disertai dengan nilai HgbO2 yang kurang dari 90%

    (lihat gambar 14-9). Apabila nilai PaO2 lebih besar dari 60 mmHg (>90%

    HgbO2), maka kandungan oksigen darah sudah hampir mendekati nilai maksimal,

    dengan kandungan hemoglobin tersebut, dimana nilai DO2 utamanya bergantung

    kepada curah jantung dan perfusi kapiler; meningkatkan PaO2 lebih jauh hanya

    akan memberikan sedikit tambahan keuntungan. Nilai PaO2 sebesar 50 hingga 60

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    38/47

    38

    mmHg dapat mengancam oksigenasi jaringan dan menyebabkan kerusakan organ

    target apabila curah jantung atau kadar hemoglobin total tidak mencukupi untuk

    mengkompensasi penurunan kandungan oksigen. Nilai PO2 arterial yang kurang

    dari 40 mmHg (paling sering terjadi pada kondisi nilai HbgO2

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    39/47

    39

    Gambar 14-11 Penilaian oksigenasi.

    Penyebab-penyebab H ipoksemi

    Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan hipoksemia timbul secara

    tiba-tiba pada pasien-pasien dalam kondisi kritis. Apabila terdapat peningkatan

    nilai PaCO2, maka perbedaan oksigenasi alveolus-arteri (AaDO2) dapat (1)

    membentu menentukan apakah hipoventilasi merupakan penyebab tunggal

    hipoksemi, dan (2) memberikan indikasi derajat permasalahan oksigenasi:

    AaDO2 = PAO2PaO2

    PAO2 = FIO2 (PBPH2O)PaCO2/R

    dimana PB merupakan tekanan barometer, PH2O merupakan tekanan atmosfer

    dari air (biasanya 47 mmHg), dan R merupakan rasio perubahan fungsi respirasi;

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    40/47

    40

    yang bertambah pada kondisi-kondisi yang meningkatkan produksi CO2: R =

    VCO2/VO2.

    Ketika nilai AaDO2 lebih besar dari normal (3 hingga 16 mm, dengan

    peningkatan sesuai usia),133 maka hipoventilasi134 (atau fraksi oksigen inspirasi

    [FIO2] yang rendah) jarang menjadi penyebab hipoksemi, sehingga harus dicari

    kemungkinan penyebab lainnya. Gangguan difusi dapat menimbulkan hipoksemi,

    sekalipun jarang. Penyebab hipoksemi yang paling sering adalah ketidaksesuaian

    V/Q (Gambar 14-12).135 Penyakit-penyakit yang dapat menurunkan perfusi

    (misalnya, karena menambah volume ruang rugi) akan memiliki rasio V/Q yang

    tingi; obstruksi vaskuler komplit menghasilkan unit dengan rasio V/Q yang tidak

    terhingga, sementara hipertensi pulmoner menimbulkan rasio V/Q yang tinggi.

    Penyakit paru obstruktif atau kondisi pengisian alveolus yang tidak sempurna

    akibat pneuomoni atau edema paru akan menghasilkan unit kapiler alveolus

    dengan rasio V/Q yang rendah. Ketidaksesuaian V/Q biasanya akan berespon

    terhadap pemberian oksigen. Suatu proses pengisian alveolus yang sempurna,

    seperti sindrom distres pernapasan akut, akan menghasilkan pirau intrapulmoner

    (rasio V/Q nol). Pirau intrakardiak terjadi ketika darah mengalir dari jantung

    kanan ke jantung kiri tanpa ada kontak dengan udara alveolus; hipoksemi terjadi

    apabila volume darah pirau cukup signifikan (biasanya >10%). Derajat hipoksemi

    yang terjadi dipengaruhi oleh jumlah (volume) darah pirau, serta saturasi

    oksihemoglobin dari darah pirau dan non-pirau. Hipoksemi arterial terjadi oleh

    karena jumlah oksigen yang terlarut dalam plasma darah dengan saturasi yang

    baik (non-pirau), tidak mencukupi untuk men-saturasi hemoglobin dari darah

    pirau. Hal ini menghasilkan nilai saturasi hemoglobin total yang di bawah normal,

    dan menyebabkan PaO2 rendah, seperti yang diperlihatkan pada kurva disosiasi

    oksi-hemoglobin (lihat gambar 14-9). Hal ini semakin nyata pada kondisi

    penyakit dengan lebih dari satu komponen, seperti pada sindrom distres

    pernapasan akut, dimana pirau dan ketidaksesuaian V/Q terjadi bersama-sama.136

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    41/47

    41

    Gambar 14-12 Hubungan ventilasi-perfusi. Pada sindrom distres pernapasan akut, suatu pirau

    (V/Q = 0) akan menghasilkan darah yang tidak teroksigenasi, dan refrakter terhadap peningkatan

    FIO2. Suatu emboli paru yang besar akan membentuk ruang rugi (V/Q = tidak terhingga). Diantara keduanya terdapat berbagai derajat ketidaksesuaian V/Q.

    SISTEM NOMENKLATUR PADA PIRAU INTRAPULMONER

    Sistem nomenklatur pirau intrapulmoner merupakan hal yang kontroversial

    dan sering berubah-ubah. Jumlah pirau anatomik dan kapiler, paling sering

    menggunakan istilah zero V/Q (V/Q kosong), atau true shunt (pirau sejati),

    seringkali cukup disebut dengan shunt (pirau). Venous admixture sering juga

    disebut sebagai low V/Q (V/Q yang rendah), V/Q inequity (inekuitas V/Q), atau

    shunt effect (efek pirau). Sistem nomenklatur pirau dijelaskan lebih jauh pada

    Tabel 14-7. Nilai pirau total dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut131:

    Qsp/Qt = CcO2CaO2

    CcO2CVO2

    CcO2 adalah nilai kandungan akhir oksigen kapiler paru yang ideal, yang

    dihitung dengan menggunakan persamaan udara alveolus yang ideal, untuk

    menentukan nilai PO2 yang ideal. Persamaan pirau dapat mengkalkulasikan porsi

    curah jantung dari jantung kanan ke jantung kiri, tanpa peningkatan kandungan

    oksigen.

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    42/47

    42

    Tabel 14-7 Nomenklatur pirau

    Pirau Klasik: Qs/Qt Pirau fisiologis: Qsp/Qt Campuran vena: Qva/Qt

    Kalkulasi pirau intrapulmoner

    saat menghirup udara dengan

    konsentrasi 100%. Umum

    disebut sebagai pirau

    oleh karena awalnya diyakini

    hanya menggambarkanzero

    V/Q, dan bukan campuran

    vena.

    Kalkulasi pirau intrapulmoner

    pada konsentrasi oksigen

    inspirasi

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    43/47

    43

    Seperti yang diperlihatkan pada Tabel 14-8, nilai perkiraan pirau jauh lebih

    tinggi dengan menggunakan indeks berdasarkan tekanan oksigen, dalam

    menggambarkan perubahan-perubahan Qsp/Qt.140

    Tabel 14-8 Perbandingan indeks pertukaran gas

    Variabel

    Rentang

    Mean( SD) Minimal-

    Maksimal

    Nilai R

    Qsp/Qt 22.3 (11.2) 3-53 -

    Perkiraan pirau 27.6 (11.3) 2.7-62.3 +0.94

    RI* 3.1 (2.6) 0.3-14 +0.74PAO2PaO2 0.3 (0.2) 0.06-0.77 -0.72

    PAO2/FIO2 1.8 (0.9) 0.1-4.3 -0.71

    P(A-a)O2 222.8 (141.7) 32-611 +0.62

    *Respiratory index, P(A-a)O2/PaO2

    HIPOKSEMI, TERAPI OKSIGEN, DAN PENEMPATAN WAKTU

    PENGUKURAN GAS DARAH ARTERI

    Nilai PO2 yang dihasilkan dari keseimbangan dinamis antara molekul-

    molekul oksigen yang dihantarkan ke alveolus (ventilasi dan FIO2), dengan

    molekul-molekul oksigen yang berdifusi ke dalam darah kapiler paru. Faktor-

    faktor lainnya tetap bersifat konstan, dimana peningkatan FIO2 maka akan

    meningkatkan hantaran molekul-molekul oksigen ke alveolus dan meningkatan

    PaO2. Apakah hipoksemi arterial akan bersifat responsif atau refrakter terhadap

    peningkatan pemberian oksigen, bergantung kepada derajat ketidaksesuaian V/Q.

    Seperti yang telah disebutkan, tidak terdapat penyimpanan O2 yang

    mempengaruhi nilai PaO2. Sekalipun penyesuaian nilai PEEP memerlukan waktu,

    namun perubahan-perubahan nilai FIO2 dapat direfleksikan dengan relatif cepat

    (dalam hitungan menit) oleh nilai PaO2.141,142 Terdapat bukti pada hewan

    percobaan143bahwa penenmpatan waktu pengambilan sampel ABG dalam siklus

    respirasi memiliki efek yang signifikan terhadap nilai paO2, oleh karena profil

    tidal (atelektasis pada ekspirasi, dan ekspansi alveolus pada inhalasi)

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    44/47

    44

    menimbulkan variasi nilai fraksi pirau; ini menghasilkan PaO2 yang tinggi selama

    inspirasi, dan PaO2 yang rendah pada saat ekspirasi.143

    Hipoksemi Permisif

    Pasien-pasien dengan penyakit paru berat seringkali menimbulkan dilema

    dalam menetukan derajat hipoksemi yang masih dapat ditolerir. Kebanyakan ahli

    sependapat bahwa nilai PO2 arteri sebesar 60 mmHg masih adekuat untuk

    oksigenasi pada sebagian besar pasien, sementara beberapa ahli menolak nilai

    PaO2 sebesar 50-an untuk menghindari nilai FIO2 atau PEEP yang merugikan,

    apabila fungsi akrdiovaskuler dan kadar hemoglobin cukup adekuat. Hipoksemi

    permisif merupakan keseimbangan antara resiko dan keuntungan dari efek-efek

    yang merugikan dari terapi lanjut, dan efek-efek merugikan dari hipoksia.

    Metode Pengukuran Lain untuk Tekanan Oksigen Arterial

    Pulsus oksimetri mengukur saturasi hemoglobin arterial (SpO2) dengan

    memindai cahaya merah dan infra-redyang dipancarkan melalui oksihemoglobin

    dan hemoglobin tereduksi. Kondisi perfusi yang jelek144 dapat menyulitkan

    pengukuran dengan cara ini. Dapat pula terjadi penundaan kemampuan alat untuk

    mendeteksi desaturasi pada jari-jari pasien yang mengalami hipotermi.145Dalam

    keadaan ini, sensor dahi dapat bekerja dengan lebih efektif. Apabila terdapat

    struktur gugus hemoglobin yang abnormal, maka karboksihemoglobin akan

    terdeteksi sebagai oksihemoglobin, dimana methemoglobin akan mengubah hasil

    pembacaan SpO2 secara signifikan. Alat pulsus oksimetrik yang baru memiliki

    kemampuan untuk mendeteksi lebih dari dua panjang gelombang, dan

    kemungkinan dapat mendeteksi substansi-substansi tersebut146; saat ini diperlukan

    analisa ABG dengan co-oximeter.

    Oksigen Transkutaneus

    Serupa dengan PtcCO2, nilai PtCO2 juga bervariasi147berdasarkan afinitas

    oksigen hemoglobin, serta konsentrasi, ketebalan kulit, dan perfusi.71Selain itu,

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    45/47

    45

    alat monitor harus dipindah-posisi secara berkala untuk menghindari cedera kulit.

    Dalam kondisi syok, nilai PtCO2 dianggap dapat merefleksikan hantaran oksigen,

    khususnya karena vasokonstriksi pada kulit terjadi sebelum organ-organ lainnya.

    Dalam kondisi ini, nilai PtCO2 yang merespon baik terhadap pemberian FIO2

    dapat memprediksi keberhasilan hidup.148

    NILAI GAS DARAH ARTERIAL DAN KESEIMBANGAN ASAM-

    BASA SELAMA PROSES RESUSITASI KARDIOPULMONER

    Fungsi paru yang normal dapat menentukan tingkat ekskresi CO2 danmempertahankan gradien PCO2 vena-arteri sebesar kurang lebih 8 mmHg.

    Namun demikian, aliran darah pulmoner menjadi faktor penghambat dalam

    menentukan ekskresi CO2 dalam proses CPR, dimana P(v-a)CO2 dapat

    meningkat 3 hingga 10 kali lipat.149Secara umum, hiperkapneu vena terjadi dalam

    hubungannya dengan hipokapneu arteri.150

    Perfusi jaringan yang tidak adekuat pasti akan menghasilkan metabolisme

    anaerobik dan produksi asam laktat. Deplesi bikarbonat plasma akibat akumulasi

    asam laktat jarang terjadi dalam 10-15 menit pertama CPR,151 mungkin oleh

    karena hati memiliki cadangan oksigenasi dan mengubah laktat menjadi CO2,

    sehingga akan menambah hiperkapneu vena.

    Nilai FIO2 selama proses CPR umumnya mendekati 1.0, sehingga

    hipoksemi arteri yang terjadi dihubungan dengan mekanismezero V/Qpada paru.

    Nilai Qsp/Qt yang lebih besar dari 25%, dihubungkan dengan kejadian hipoksemi

    selama CPR sekalipun dengan FIO2 yang tinggi. Seiring dengan peningkatan nilai

    P(v-a)CO2 selama CPR, maka darah yang berpindah dari jantung kanan ke

    jantung kiri tanpa melakukan pertukaran dengan gas alveolus (true shuntatauzero

    V/Q), memiliki nilai PCO2 yang lebih tinggi secara signifikan sekalipun dengan

    nilai VE yang adekuat.

    Nilai pH darah vena selalu lebih rendah dari nilai pH arteri. Selama proses

    CPR, nilai pH arteri yang lebih kecil dari 7.2 menggambarkan adanya asidosis

    jaringan yang berat, dan merupakan tanda prognosis yang jelek.152Nilai pH arteri

    yang bersifat alkali selama CPR hampir selalu disebabkan oleh PaCO2 yang

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    46/47

    46

    rendah, dan tidak menggambarkan keadaan asam-basa jaringan. Defisiensi

    bikarbonat (asidosis metabolik) tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan

    antara darah arteri dan vena, sekalipun dengan nilai PCO2 yang berbeda. Derajat

    asidosis metabolik dalam darah arteri dapat dianggap sebagai gambaran keadaaan

    asidosis metabolik pada seluruh tubuh.

    ALAT MONITOR NILAI GAS DARAH ARTERIAL

    Monitor ABG merupakan suatu alat bagi pasien yang dapat mengukur nilai

    pH, PCO2, dan PO2 dengan menggunakan sensor-sensor miniatur, atau

    optoda,154,155 yang mendeteksi perubahan-perubahan dalam fluoresensi. Untuk

    menghindari permasalahan yang dapat timbul dengan pemsangan optoda intra-

    arteri,157,158 maka dikembangkanlah sistem pemantauan ABG ekstra-arterial.

    Sekalipun alat ini memberikan nilai-nilai ABG yang hanya bersifat sementara,

    namun pengukuran dapat dilakukan setiap 3 menit dan dapat melayani

    pengukuran ABG yang rutin atau yang urgen di tempat tidur pasien.158 Alat

    monitor ABG ini tidak memerlukan pengambilan sampel darah pasien, sehingga

    menjaga kondisi pasien-pasien yang kritis,159-162 memiliki resiko infeksi yang

    lebih rendah oleh karena tidak invasif, dan mengurangi resiko paparan darah

    terhadap petugas kesehatan. Namun demikian, permasalahan akurasi terkait

    artifak163 dan wall effect (pembacaan nilai gabungan PO2 darah dan

    endovaskuler), membatasi penggunaan alat ini.164

    Terdapat pendapat bahwa mengkombinasikan penggunaan alat monitor

    ABG dengan kapnografi dan pengukuran oksigen transkutaneus, dapat

    menimbulkan perubahan-perubahan curah jantung dan pirau intrapulmoner.155

    Sekalipun menarik untuk menggunakan teknik terbaru yang kurang invasif untuk

    menilai status hemodinamik dan oksigenasi, namun pemeriksaan darah arteri

    pulmoner dan sampel ABG tetap merupakan baku emas.

  • 5/28/2018 pengukuran nilai gas darah arteri.docx

    47/47

    47

    POIN KUNCI

    Beberapa kondisi yang umum menimbulkan penambahan ruang rugi, antara

    lain penurunan curah jantung yang akut, emboli pulmoner akut, hipetrensi

    pulmoner akut, cedera paru akut yang berat, dan pemberian ventilasi tekanan-

    positif.

    Suatu perubahan gradien P(a-ET)CO2 yang akut, tanpa disertai perubahan

    konfigurasi kapnografik secara simultan, mengindikaikan adanya perubahan

    curah jantung.

    Penting untuk memverifikasi konsistensi internal dari data-data nilai ABG dankimia darah, sebelum melakukan interpretasi nilai ABG.

    Penurunan anion gapumum disebabkan oleh hipoalbuminemi atau hemodilusi

    berat.

    Asidosis laktat dapat terjadi sekalipun dengan nilai anion gap yang normal.

    Faktor-faktor yang menurunkan nilai SID (misalnya, hiperkloremi atau

    hiponatremi), akan menimbulkan asidosis metabolik, dimana faktor-faktor

    yang meningkatkan nilai SID akan menyebabkan alkalosis metabolik. Secara umum disepakatai bahwa ketika nilai DO2 adalah tiga hingga empat

    kali lebih besar dari VO2, maka kebutuhan oksigen jaringan terpenuhi pada

    pasien-pasien tanpa proses inflamasi sistemik.

    Hubungan antara suplai dan permintaan oksigen juga dapat direfleksikan dalam

    nilai SVO2, apabila kandungan hemoglobin lebih besar dari 10 g/dL.

    Hipoksemi yang disebabkan oleh pirau intrapulmoner sejati (zero V/Q) relatif

    bersifat refrakter terhadap peningkatan FIO2, oleh karena darah non-pirau yangteroksigenasi dengan baik, sehingga upaya meningkatkan nilai PAO2 akan

    menambah jumlah oksigen ke darah kapiler pulmoner. Hipoksemia akibat

    mekanisme V/Q yang rendah, terjadi oleh karena penurunan nilai PO2;

    hipoksemi arterial ini bersifat responsif terhadap peningkatan nilai FIO2.