Pengukuran Dosis Ekuivalen pada Berbagai Organ Kritis ...
Transcript of Pengukuran Dosis Ekuivalen pada Berbagai Organ Kritis ...
Pengukuran Dosis Ekuivalen pada Berbagai Organ Kritis Pekerja Radiasi
Kedokteran Nuklir
Risma Laura Sibarani
Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok,
Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia
Abstrak Dalam penelitian ini, telah dilakukan pengukuran dosis ekuivalen di titik organ tiroid, sumsum tulang belakang,
gonad dan jari tangan pada dua pekerja Instalasi Kedokteran Nuklir MRCCC Siloam serta pada dua pekerja RSPP,
selain itu dilakukan juga mengetahui laju dosis serta aktivitas radiasi pengion untuk setiap kegiatan dari pekerja di
Instalasi Kedokteran Nuklir MRCCC Siloam dan RSPP. Evaluasi dosis ekuivalen kumulatif selama 3 bulan pada
setiap organ 4 pekerja memiliki range dosis 0.05 mSv hingga 0.11 mSv pada tiroid, 0.1 mSv hingga 0.19 mSv pada
sumsum tulang belakang, 0.08 mSv hingga 0.14 mSv pada gonad dan 0.05 mSv hingga 0.24 mSv pada jari tangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dosis ekuivalen yang diterima pekerja di Instalasi Kedokteran Nuklir
MRCCC Siloam dan RSPP tidak melewati nilai batasan dosis (NBD) yang telah ditetapkan oleh IAEA dan
BAPETEN untuk pekerja radiasi yaitu 20 mSv/tahun. Pengukuran laju dosis sesaat radiasi pengion terbesar dari
setiap kegiatan pekerja yaitu ketika menginjeksi radiofarmaka kepada pasien sebesar (25.03±26.57) µGy/hr.
Kata Kunci : Dosis Ekuivalen, Nilai Batas Dosis (NBD), Kedokteran Nuklir, Radiasi Pengion;
Dose Equivalent Measurement at Various Critical Organs of Radiation Staff
of Nuclear Medicine Facility
Abstract Within this research, measurement of equivalent doses have been conducted on the thyroid points, bone marrow,
gonads and fingers for two employees at Nuclear Installation of MRCCC Siloam and two employees at RSPP, in
addition to determine the dose rate of ionizing radiation in all of the activities every day of employees in Nuclear
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
Installation of MRCCC Siloam and RSPP. The evaluation for cumulative equivalent dose of employees for 3
months on organ at risk of 4 employees have range dose 0.05 mSv to 0.11 mSv on thyroid, 0.1 mSv to 0.19 mSv on
bone marrow, 0.08 mSv to 0.14 mSv on gonads dan 0.05 mSv to 0.24 mSv on fingers. This results show that
radiation dose evaluation for the radiation employees in Nuclear Installation of MRCCC Siloam and RSPP has been
below of the dose limit value (NBD) as determined by IAEA and BAPETEN for the radiation employee that is 20
mSv/ year. Measurement of highest dose rate in all of the employee activities is on the employee injection of
radiopharmaceutical to patient that is (25.03±26.57) µGy/hr.
Key Words : Equivalent Dose, Dose Limit Value (NBD), Nuclear Medicine, Ionizing Radiation;
Pendahuluan
Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang memanfaatkan sumber radiasi
terbuka yang bermanfaat dalam pendeteksian serta penyembuhan kepada penderita. Pemanfaatan
ini belum dapat digantikan dengan modalitas non pengion sehingga masih digunakan dan
dikembangkan di Kedokteran Nuklir. Oleh karena itu dalam penggunaan zat radioaktif harus
digunakan seoptimal mungkin, dengan cara mengurangi dosis radiasi yang mengenai tubuh atau
menghilangkan efek negatif yang mungkin timbul. Pekerja radiasi sangat berpotensi terkena
dampak dari bahaya sumber radioaktif, di mana pekerja radiasi memiliki peran dan tanggung
jawab yang diawali selama preparasi radiofarmaka hingga pemeriksaan berlangsung dan ada
kemungkinan kontaminasi dapat terjadi selama proses pemeriksaan berlangsung di setiap hari.
Resiko pekerja radiasi di Instalasi Kedokteran Nuklir memiliki resiko lebih besar bila
dibandingkan dengan Instalasi Radioterapi maupun Diagnostik. Dalam hal ini dibutuhkan suatu
alat ukur yang dapat mendeteksi besarnya energi, dosis dan laju dosis paparan sumber radiasi
yang dipancarkan kepada pekerja radiasi. Alat ini sangat pentingnya bagi pekerja radiasi
sehingga perhitungan besar dosis radiasi yang diterima seorang pekerja dapat dimonitor terus
sehingga jumlah radiasi yang diterima pekerja tidak melebihi dari NBD yang telah ditentukan
oleh BAPETEN dan dapat mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi
(Powsner & Edward, 2006).
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
METODOLOGI PENELITIAN
1. Alat dan Lokasi
Penelitian dilakukan di 2 Rumah Sakit Instalasi Kedokteran Nuklir yaitu RS MRCCC
Siloam yang dilengkapi dengan pesawat siklotron, PET serta SPECT dan RS Pusat Pertamina
(RSPP) yang dilengkapi dengan pesawat SPECT. Dilakukan pemantauan paparan radiasi di
daerah kerja menggunakan TLD LiF: Mg, Cu, P dengan TLD reader Harshaw model 3500
sebagai pembaca hasil tanggapan dari TLD, serta GM counter digunakan sebagai detektor
pemantauan kondisi area kerja radiasi.
2. Cara Kerja
Sebelum TLD digunakan maka harus diannealing terlebih dahulu dengan cara diberikan
dua perlakuan suhu yang berbeda yaitu 100o C selama 2 menit lalu dilanjutkan 240o C selama 10
menit. Setelah proses annealing dilakukan, maka selanjutnya adalah proses pendinginan TLD.
Dikarenakan tanggapan setiap TLD berbeda-beda, maka perlu dilakukan pengelompokan
dengan cara meradiasi TLD dengan gamma Cs-137 yang dilakukan di SSDL PTKMR, BATAN.
TLD disinari di udara dengan jarak dari sumber Cs-137 terhadap dosimeter sebesar 100 cm
selama 19 menit 14 detik. Penentuan dosis yang diberikan sebesar 2 mGy. Dari hasil tanggapan
penyinaran gamma Cs-137 maka langkah selanjutnya adalah mengelompokkan menjadi 4
kelompok berdasarkan hasil bacaan TLD tersebut.
Dari setiap kelompok dikalibrasi dengan menyinari TLD menggunakan sinar-x pada jarak
200 cm dari target dengan dosis 2 mGy. TLD diletakkan pada permukaan fantom dengan jarak
20 cm dan disinari dengan sinar-x HVL 1,13 Cu yang diperoleh dari kondisi eksposi tegangan
tabung 100 kV, arus 20 mA selama 6 menit 36 detik serta diberikan filter tambahan 5,053 mm
Cu agara sesuai dengan energi rata-rata 83 keV.
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
Berdasarkan hasil kalibrasi setiap kelompok, maka akan diperoleh nilai faktor konversi
(FK), yang dirumuskan sebagai berikut :
!" = !"#$# !"#$%&"'$ (!"#)
!"#$% !"#$$"%"# !"# (!")
Pengukuran pertama dilakukan di RS MRCCC Siloam pada saat memproduksi
radioisotop dan radiofarmaka dengan siklotron. Ketika berlangsungnya pembuatan radioisotop
dilakukan pengukuran dosis dan laju dosis sesaat yang dilakukan dengan GM counter Unfors.
Untuk pengukuran dosis dan laju dosis sesaat dilakukan pada 11 titik pengukuran di sekitar
pesawat siklotron seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2. Terdapat 6 titik
pengukuran di sekitar siklotron.
Gambar 1. Titik pengukuran pada area siklotron RS MRCCC Siloam
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
Gambar 2. Titik pengukuran di area Instalasi Kedokteran Nuklir RS MRCCC Siloam
Gambar 3. Denah ruang Instalasi Kedokteran Nuklir RSPP
Selain menggunakan GM counter Unfors untuk pengukuran lingkungan kerja Instalasi
Kedokteran Nuklir, digunakan pula TLD di tuang injeksi, ruang kontrol SPECT dan PET serta
ruang RIA khusus di RSPP. TLD ditempelkan di setiap ruang tersebut selama tiga bulan, yang
mana dilakukan pembacaan TLD setiap bulan.
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
Gambar 4. Titik TLD pada bagian tubuh pekerja radiasi Instalasi Kedokteran Nuklir
Pengukuran menggunakan GM counter Unfors juga dilakukan untuk pengukuran dosis
dan laju dosis pada setiap kegiatan pekerja di Instalasi Kedokteran Nuklir. Pada saat pekerja
radiasi mengerjakan elusi, preparasi radiofarmaka, penginjeksi radiofarmakan kepada pasien dan
scanning SPECT atau PET khusus untuk pekerja di Instalasi Kedokteran Nuklir RS MRCCC
Siloam. Pengukuran ini dilakukan selama 60 detik setiap kegiatan pekerja radiasi.
Pengukuran dosis ekuivalen pada keempat pekerja radiasi di Instalasi Kedokteran Nuklir
dilakukan dengan menempelkan 3 chip TLD pada permukaan tubuh yang dapat
mempresentasikan organ tiroid, sumsum tulang belakang, gonad dan jari tangan. Pengambilan
data dilakukan secara kontinyu terhadap empat orang pekerja radiasi dari dua RS selama tiga
bulan. Dua pekerja radiasi dari masing-masing RS, yang mana diberikan kode A dan B pada
pekerja RS MRCCC Siloam serta C dan D untuk pekerja RSPP.
HASIL DAN DISKUSI
Dari pengukuran respon bacaan TLD terhadap radiasi gamma CS-137 dengan dosis 2
mGy diperoleh nilai rerata (268 ± 3.93) nC dengan rentang nilai tanggapan 220 nC sampai
Tiroid SumsumTulang Belakang
Gonad
Jari Tangan
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
dengan 304 nC, seperti yang terlihat pada Gambar 5. Respon TLD dengan simpangan lebih dari
3% dari hasil tanggapan rerata merupakan hasil tanggapan yang menyimpang.
Dari 4 kelompok tersebut terdapat tiga TLD di setiap kelompok, yang digunakan untuk
mendapatkan nilai FK. Nilai FK untuk empat kelompok tersebut dalam rentang 5.0E-3 mGy/nC
hingga 5.8E-3 mGy/nC. Dengan variasi nilai FK ini menunjukkan bahwa respon TLD terhadap
foton memiliki daya sensitivitas yang berbeda-beda. Nilai FK 5.0E-3 mGy/nC merupakan FK
terkecil, artinya bahwa FK ini memiliki daya sensitivitas yang paling besar dibandingkan
kelompok lainnya, sebaliknya nilai FK 5.8E-3 mGy/nC yang memiliki daya sensitifitas paling
kecil untuk menerima foton.
Gambar 5. Grafik distribusi respon TLD 100H terhadap Cs-137 dengan dosis 2 mGy
150
200
250
300
350
400
-‐5 5 15 25 35 45 55 65 75 85 95 105 115 125
Hasil Tan
ggap
an (n
C)
ID TLD
Respon TLD
-‐ Batas atas -‐ Batas bawah -‐ Rerata respon
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
Tabel 1. Kelompok TLD berdasarkan responnya terhadap radiasi gamma Cs-137
No. Kelompok Paparan (nC)
I 193.8 hingga 227.4
II 228 hingga 237.9
III 239.1 hingga 271.2
IV 272 hingga 349.3
Hasil pengukuran dosis dan laju dosis siklotron di RS MRCCC Siloam terdapat pada
Tabel 2. Berdasarkan hasil pengukuran pada Tabel 2 dapat dikategorikan menjadi 3 bagian dosis
yaitu dosis rendah (< 10 µGy), dosis sedang (10 µGy – 100 µGy) dan dosis tinggi (> 100 µGy).
Berdasarkan kategori dosis rendah (< 10 µGy) diperoleh dari pengukuran ruang kontrol siklotron
dan sebagian besar titik di ruang tunggu pasien PET. Untuk dosis terkecil terletak pada ruang 1
yaitu sebesar 2E-3 µGy dan untuk laju dosis terkecil pada ruang 8 yaitu sebesar 22E-3 µGy/jam.
Hal ini mengindikasikan bahwa pekerja radiasi yang berada pada ruang kontrol siklotron relatif
aman dari resiko bahaya radiasi, meskipun pesawat sedang beroperasi. Begitu juga dengan ruang
tunggu pasien PET di Instalasi Kedokteran Nuklir yang hanya memperoleh dosis yang rendah,
mengindikasikan tidak adanya kontaminasi atau kebocoran radiasi di ruang-ruang lain sehingga
aman dari resiko bahaya radiasi bila pekerja radiasi berada di ruang tersebut.
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
Tabel 2. Hasil Pengukuran dosis dan laju dosis lingkungan
Ruang Peranan Ruang Ukur Dosis
( x 10-3 µGy)
Laju Dosis
(µGy/jam)
1
Mengontrol proses pembuatan F-18 di alat
siklotron serta memantau kondisi alat
siklotron
1.5 ± 1.6 0.31 ± 0.57
2 Memantau kondisi power supply siklotron 29.25 ± 53.58 0.77 ± 0.63
3 Pintu masuk ke alat siklotron 10.88 ± 10.93 0.71 ± 0.71
4
Tempat penyimpanan peralatan untuk
pembuatan radiofarmaka FDG serta
sparepart siklotron
14.88 ± 12.84 1.27 ± 1.04
5 Ruang tunggu pasien PET 4 .13 ± 6.31 0.34 ± 0.56
6 Ruang tunggu pasien PET 24.25 ± 59.09 0.25 ± 0.32
7 Ruang tunggu pasien PET 5.50 ± 7.46 0.36 ± 0.51
8 Ruang tunggu pasien PET 3.63 ± 6.76 0.22 ± 0.36
9 Ruang tunggu pasien PET 3.00 ± 6.21 0.32 ± 0.49
10 Mentransfer F-18 dari alat siklotron menuju
hotlab FDG 142.50 ± 36.61 50.59 ± 17.13
11 Mensintesis serta mendispensing F-18
menjadi radiofarmaka 11.25 ± 15.92 0.22 ± 0.54
Rentang dosis sedang (10 µGy – 100 µGy) diperoleh pada ruang menuju pintu masuk siklotron,
power supply siklotron, penyimpanan peralatan FDG dan siklotron beserta ruang tunggu pasien
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
PET di Instalasi Kedokteran Nuklir. Beberapa ruangan ini lebih rentan dari paparan radiasi
karena lebih berdekatan ataupun bersentuhan langsung dengan sumber radiasi kecuali salah satu
titik di ruang tunggu pasien PET. Hasil yang berbeda dengan titik pada ruang tunggu pasien PET
lainnya dapat dikarenakan titik tersebut berada tepat di lantai atas pada bagian center pesawat
siklotron. Sedangkan dosis tertinggi (> 100 µGy) diperoleh dari ruang transfer F-18 menuju
hotlab FDG dan sintesis F-18 menjadi FDG. Dosis dan laju dosis tertinggi berada pada ruang 10
yaitu sebesar 143 µGy dan 50.59 µGy/ jam. Oleh karena itu, ruang 10 harus disterilisasi dari
pekerja radiasi yang tidak berkepentingan pada saat transfer F-18, dikarenakan pada ruangan ini
sangat berpotensi mendapatkan paparan radiasi yang tinggi.
Pengukuran dosis lingkungan ini memberikan gambaran bahwa RS MRCCC Siloam baik
dalam tata kelola instalasi dengan bahan radioaktifnya, serta aman untuk keselamatan pekerja
dan pasiennya.
Hasil pengukuran background seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 dan 7
menjelaskan bahwa pada ruang hotlab di Instalasi Kedokteran Nuklir RS MRCCC Siloam dan
RSPP mendapatkan dosis tertinggi dibandingkan ruangan lain di Instalasi Kedokteran Nuklir dan
diinformasikan pula bahwa kondisi dosis background lebih besar pada Instalasi Kedokteran
Nuklir RSPP yang memiliki range dosis sebesar 2.93 mSv hingga 23.31 mSv bila dibandingkan
dengan RS MRCCC Siloam yang memiliki range dosis 0.40 mSv hingga 4.14 mSv. Hal ini dapat
disebabkan oleh banyaknya barang-barang yang terkontaminasi oleh senyawa radioaktif yang
terjadi di hotlab RSPP.
Gambar 6. Grafik hasil tanggapan background ruang di Instalasi Kedokteran Nuklir RS MRCCC Siloam
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
1 2 3
Dosis (mGy
)
Bulan ke-‐
Ruang Kontrol
Hotlab
Ruang Injeksi
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
Gambar 7. Grafik hasil tanggapan background ruang di Instalasi Kedokteran Nuklir RSPP
Hasil pengukuran dosis dan laju dosis yang terukur menggunakan GM counter Unfors
berdasarkan spesifikasi kerja pekerja di Instalasi Kedokteran Nuklir di RS MRCCC Siloam dan
RSPP ditunjukkan pada Gambar 8 dan 9. Terlihat dari grafik bahwa pekerja mendapatkan dosis
dan laju dosis sesaat tertinggi ketika pekerja menginjeksi radiofarmaka kepada pasien yaitu
sebesar 1.46 µGy dan 19.32 µGy/jam di RS MRCCC Siloam dan 0.07 µGy dan 7.31 µGy/jam di
RSPP. Hal ini dapat dipengaruhi oleh jarak yang dekat antara sumber dengan pekerja dan waktu
yang lama untuk proses penginjeksian yaitu sekitar 1 hingga 9 menit untuk pekerja RS MRCCC
Siloam sedangkan untuk pekerja RSPP sekitar 1 hingga 8 menit serta aktivitas yang tinggi pada
radiofarmaka ketika pekerja menginjeksikannya kepada pasien.
Gambar 8. Grafik pengukuran dosis berdasarkan kegiatan pekerja RS MRCCC Siloam dan RSPP
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
1 2 3
Dosis (mGy
)
Bulan ke-‐
Ruang Kontrol
Hotlab
Ruang Injeksi
RIA
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
Injeksi Scanning PET Scanning SPECT Preparasi&Elusi
Dosis (μG
y)
Kegiatan
RS MRCCC Siloam
RSPP
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
Gambar 9. Grafik pengukuran laju dosis maksimum berdasarkan kegiatan pekerja RS MRCCC Siloam dan RSPP
Untuk hasil pengukuran dosis ekuivalen akumulasi selama tiga bulan yang diterima oleh
setiap bagian organ kritis pada 4 pekerja di Instalasi Kedokteran Nuklir RS MRCCC Siloan dan
RSPP selama tiga bulan diperlihatkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Dosis akumulasi selama 3 bulan pada pekerja Instalasi Kedokteran Nuklir MRCCC Siloam dan
RSPP
Rumah Sakit Kode
Pekerja
Dosis Organ Kritis (mSv)
Tiroid Sumsum Tulang
Belakang Gonad
Jari
Tangan
MRCCC
Siloam
A 0.07 0.14 0.11 0.16
B 0.05 0.10 0.08 0.05
RSPP C 0.11 0.14 0.11 0.24
D 0.07 0.19 0.14 0.07
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00 24.00 27.00
Injeksi Scanning PET Scanning SPECT Preparasi&Elusi
Laju Dosis (μ
Gy/jam
)
Kegiatan
RS MRCCC Siloam
RSPP
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
Dosis ekuivalen yang didapat pada setiap pekerja berbeda-beda setiap bulan. Hal ini
dikarenakan jumlah pasien setiap bulan berbeda-beda dan jumlah jam kerja setiap bulan pada
pekerjapun berbeda-beda. Dosis akumulasi selama 3 bulan penelitian pada tiroid, sumsum tulang
belakang, gonad dan jari tangan pada pekerja A yaitu sebesar 0.07 mSv, 0.14 mSv, 0.11 mSv dan
0.16 mSv, pada pekerja B yaitu sebesar 0.05 mSv, 0.10 mSv, 0.08 mSv dan 0.05 mSv, pekerja C
yaitu sebesar 0.11 mSv, 0.14 mSv, 0.11 mSv dan 0.24 mSv serta pekerja D yaitu sebesar 0.07
mSv, 0.19 mSv, 0.14 mSv dan 0.07 mSv. Dari hasil dosis ekuivalen akumulasi selama 3 bulan
masa penelitian didapatkan dosis terbesar pekerja C yaitu pada jari tangan sebesar 0.24 mSv. Hal
ini disebabkan karena jari tangan merupakan organ yang paling dekat dengan sumber radioaktif
ketika berinteraksi dengan sumber radioaktif. Berdasarkan hasil perhitungan, dosis ekuivalen
untuk setiap organ dikategorikan aman karena masih dibawah nilai batas dosis (NBD)
berdasarkan ICRP No.60 yaitu 5 mSv per 3 bulan dan untuk dosis pada jari tangan atau kulit
sebesar 125 mSv per 3 bulan untuk NBD pekerja radiasi
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya sebagai
berikut :
1. Dosis radiasi pengion terbesar pada ruangan Instalasi Kedokteran Nuklir selama 3 bulan
terdapat pada hotlab dengan range dosis MRCCC Siloam 0.4 mGy hingga 4.14 mGy,
sedangkan untuk RSPP range 2.93 mGy hingga 23.31 mGy.
2. Laju dosis sesaat terbesar pada kegiatan pekerja RS di Instalasi Kedokteran Nuklir MRCCC
Siloam dan RSPP yaitu ketika menginjeksi radiofarmaka ke pasien. Pada MRCCC Siloam
laju dosis sebesar (25.03 ± 26.57)µGy/jam dengan dosis (0.4 ± 0.43)µGy, sedangkan RSPP
sebesar (7.48 ± 5.15)µGy/jam serta dosis yang terukur sebesar (0.07 ± 0.06) µGy.
3. Dosis akumulatif selama 3 bulan pada setiap organ 4 pekerja memiliki range dosis 0.05 mSv
hingga 0.11 mSv pada tiroid, 0.1 mSv hingga 0.19 mSv pada sumsum tulang belakang, 0.08
mSv hingga 0.14 mSv pada gonad dan 0.05 mSv hingga 0.24 mSv pada jari tangan.
4. Dosis ekuivalen pada pekerja berada di bawah NBD yaitu 20 mSv/tahun dan 500 mSv/tahun
pada jari tangan.
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
SARAN
Di ruangan Hotlab di Instalasi Kedokteran Nuklir RSPP terdapat kontaminan yang cukup tinggi
yang disebabkan oleh human error dari pekerja RS, sehingga perlu diperhatikan prosedur kerja
ketika bekerja menggunakan sumber radioaktif seperti pemantauan paparan radiasi dan/ atau
kontaminasi radioaktif di daerah kerja. Selain itu, untuk pekerja Instalasi Kedokteran Nuklir
yang dilengkapi dengan PET harus dilakukan penelitian lebih lanjut karena ada kemungkinan
menerima dosis yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Bryan, J. C. (2009). Introduction Nuclear Science. New York: CRS Press.
F.Knoll, G. (1979). Radiation Detection and Measurement. Canada: Jogn Wiley & Sons,Inc.
Forshier, S. (2002). Essentials of Radiation Biology and Protection. Albany,NY: Thomson
Learning.
Freirea, L., Caladoa, ,. A., Cardosoa, V., & Santosa, M. (2008). Comparison of LiF (TLD-100
and TLD-100H) Detectors for Extremity Monitoring. ScienceDirect .
Furetta, C. (2003). Handbook of Thermoluminescence. London: World Scientific Publishing.
Gray, J. M. (2005). The Radiation Hazards I-125 and I-131. University RPA.
Hani, A. R., & Riwidikdo, H. (2009). Fisika Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press.
Hasnel Sofyan, M., Akhadi, M., Prasetio, H., Budiantari, T., & Nuraeni, N. (2012). Laporan
Akhir Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Rekayasa. Uji Karakteristik
Dosimeter LiF: Mg,Cu,P dan Dosimeter OSL dan Pengembangan Metode Audit
Dosimeter Fasilitas Radiologi untuk Peningkatan Layanan dan Keselamatan Pasien
Anak , 8-10.
Hasnel, S. (2012). Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VIII. Keunggulan
dan Kelemahan Dosimeter Luminesensi sebagai Dosimetri Personal dalam Pemantauan
Dosis Radiasi Eksternal , 40-55.
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
IAEA. (2005). Safety Reports Series No. 40. Applying Radiation Safety Standards in Nuclear
Medicine , 18-21.
IAEA. (n.d.). Safety Reports Series No.16. Calibration of Radiation Protection Monitoring
Instruments .
Kopec, R., Budzanowski, M., Budzynska, A., Czepczynski, R., Dziuk, M., & Sowinski, J.
(2011). Radiation Measurements. On the Relationship between Whole Body, Extremity
and Eye Lens Doses for Medical Staff in the Preparation and Application of
Radiopharmaceuticals in Nuclear Medicine .
Lusiyanti, Y., Alatas, Z., Purnami, S., Ramadhani, D., S, V. A., & Lubis, M. (2012). Seminar
Nasional Keselamatan dan Lingkungan VIII. Efek Sitogenetik pada Pekerja Radiasi , 96-
106.
No.106, I. (2007). Annals of the ICRP. Radiation Dose to Patients from Radiopharmaceuticals ,
25-27.
Panular, D. B., Nur, M., & Setiawati, E. (2004). Berkala Fisika. Kajian Pemanfaatan
Radiofarmaka Technetium-99m DTPA pada Indikasi Kelainan Ginjal dengan
Menggunakan Kamera Gamma , 97-102.
Powsner, R. A., & Edward, R. P. (2006). Essential Nuclear Medicine Physics. Chennai, India:
Blackwell Publishing.
Savva, A. (n.d.). Personnel TLD Monitors, Their Calibration and Response .
Shinde, S., Dhabekar, B., & Bhatt, B. (2002). Indigenously Developed LiF : Mg, Cu, P
Thermoluminescent Phospor for Radiation Dosimetric Application. BARC Newsletter .
Sofyan, H. (2012). Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVI HFI Jateng & DIY. Dosimeter
ThermoLuminesensu sebagai Dosimetri Personal dalam Pemantauan Dosis Radiasi
Eksternal , 130-132.
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014
Susilowati, P., Sri, P., & Susilo, D. (2011). Pengukuran Laju Dosis Paparan Radiasi Sekunder
Sinar X di Ruangan dan Lingkungan Sekitar Instalasi Radiologi (Studi Kasus : Ruang
Radiologi Poliklinik Fakultas Kedokteran). Fisika Mulawarman , 3.
Widyaningsih, D., & Sutanto, H. (2013). Berkala Fisika. Penentuan Dosis Radiasi Eksternal
pada Pekerja Radiasi di Ruang Penyinaran Unit Radioterapi Rumah Sakit dr. Kariadi
Semarang , 57-62.
Wiryosimin, S. (1995). Mengenal Asas Proteksi Radiasi. Bandung: ITB.
Wrixon, A. (2008). Journal of Radiological Protection. New ICRP Recommendations , 161-168.
Pengukuran dosis…, Risma Laura Sibarani, FMIPA UI, 2014