Pengobatan Tuberkulosis

8
Pengobatan Tuberkulosis Em Sutrisna Tujuan dari pengobatan Tb adalah menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutus rantai penularan dan mencegah munculnya resistensi (DepKes, 2006). Obat antituberkulosis (OAT) yang digunakan sesuai pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis adalah isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), etambutol (E) dan streptomisin (S). Pengobatan Tb dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Prinsip pengobatan Tb di Indonesia dilakukan sebagai berikut: a. Obat antituberkulosis (OAT) harus diberikan dalam kombinasi (KDT/kombinasi dosis tetap), dosis tepat dan jumlah cukup sesuai kategori. b. Pengobatan Tb dilakukan dalam 2 tahap yaitu: tahap intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif pasien mendapat obat setiap hari, berlangsung 2 bulan (56 hari), sedang pada tahap lanjutan pasien mendapat KDT 3 x seminggu dan berlangsung lebih lama (4 bulan). Panduan OAT yang digunakan adalah: kategori I: 2(HRZE)/4(HR)3, kategori II: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 dan kategori anak: 2HRZ/4HR. Kategori I diberikan pada pasien baru Tb paru BTA positif, Tb paru BTA negatif, foto thoraks positif dan Tb ekstra paru. Dosis OAT KDT untuk kategori I adalah sebagai berikut: Tabel.1 Dosis KDT untuk kategori I Tb

description

pengobatan TBC

Transcript of Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan TuberkulosisEm SutrisnaTujuan dari pengobatan Tb adalah menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutus rantai penularan dan mencegah munculnya resistensi (DepKes, 2006). Obat antituberkulosis (OAT) yang digunakan sesuai pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis adalah isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), etambutol (E) dan streptomisin (S). Pengobatan Tb dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Prinsip pengobatan Tb di Indonesia dilakukan sebagai berikut:a. Obat antituberkulosis (OAT) harus diberikan dalam kombinasi (KDT/kombinasi dosis tetap), dosis tepat dan jumlah cukup sesuai kategori.b. Pengobatan Tb dilakukan dalam 2 tahap yaitu: tahap intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif pasien mendapat obat setiap hari, berlangsung 2 bulan (56 hari), sedang pada tahap lanjutan pasien mendapat KDT 3 x seminggu dan berlangsung lebih lama (4 bulan).Panduan OAT yang digunakan adalah: kategori I: 2(HRZE)/4(HR)3, kategori II: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 dan kategori anak: 2HRZ/4HR. Kategori I diberikan pada pasien baru Tb paru BTA positif, Tb paru BTA negatif, foto thoraks positif dan Tb ekstra paru. Dosis OAT KDT untuk kategori I adalah sebagai berikut:Tabel.1 Dosis KDT untuk kategori I TbBerat badan (kg)Tahap intensif (56 hari)RHZE (150/75/400/275)Tahap lanjutan (3x Seminggu selama 16 minggu). RH(150/150)

30-372 tablet 4KDT2 tablet 2KDT

38-543 tablet 4KDT3 tablet 2KDT

55-704 tablet 4KDT4 tablet 2KDT

715 tablet 4KDT5 tablet 2KDT

Sumber: DepKes, 2006Kategori II diberikan kepada: pasien kambuh, pasien gagal dan pasien dengan pengobatan setelah default. Dosis OAT KDT untuk kategori II adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Dosis KDT untuk kategori II TbBerat badan(kg)Tahap intensif tiap haritahap lanjutan 3 x seminggu

RH(150/150)+E(275)

selama 56 hariselama 28 hariselama 20 minggu

30-372tab 4KDT+inj.streptomisin 500mg2 tab 4KDT2 tab 2KDT+2 tab etambutol

38-543tab 4KDT+inj.streptomisin 750mg3 tab 4KDT3 tab 2KDT+3 tab etambutol

55-704tab 4KDT+inj.streptomisin 1000mg4 tab 4KDT4 tab 2KDT+4 tab etambutol

715tab 4KDT+inj.streptomisin 1000mg5 tab 4KDT5 tab 2KDT+5 tab etambutol

Sumber: DepKes, 20061. Hasil pengobatan Hasil pengobatan tuberkulosis dinyatakan sebagai berikut:a. Sembuh: Pasien yang menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pada pemeriksaan ulang sputum (follow up) hasilnya negatif (BTA-) dan pada satu follow up sebelumnyab. Pengobatan lengkap: Pasien yang menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh/gagalc. Meninggal: pasien yang meninggal dalam masa pengobatan dengan sebab apapund. Pindah: Pasien yang pindah ke unit dengan register Tb03 lain dan hasilnya tidak diketahui e. Default (putus obat): Pasien yang tidak berobat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih selama masa pengobatannyaf. Gagal: pasien yang hasil pemeriksaan sputumnya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama masa pengobatan (DepKes, 2006). 2. Pemantauan dan hasil pengobatan TbPemantauan hasil pengobatan Tb pada orang dewasa dilakukan dengan pemeriksaan sputum sebanyak 2 x (sewaktu pagi (SP)). Pemeriksaan laju endap darah (LED) tidak dilakukan karena tidak spesifik untuk Tb. Jika hasil pemeriksaan sputum satu positif atau keduanya positif, maka hasil pemeriksaan ulang sputum dinyatakan positif. Tahapan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang sputum tercantum dalam tabel 3 di bawah ini.Tabel 3. Tahapan pengobatan & tindak lanjut pengobatan TbTipe pasienTahap pengobatanHasil pemeriksaan dahakTindak lanjut

akhir tahap intensifnegatiftahap lanjutan dimulai

Pasien baru BTA+& BTA -, Ro +, dengan pengobatan kategori Ipositifdiberi OAT sisipan 1bulan jika setelah sisipan tetap positif, tahap lanjutan tetap dimulai

1 bl sebelum akhir pengobatannegatifpengobatan dilanjutkan

positifdiganti OAT kategori II mulai awal

akhir pengobatannegatifpengobatan diselesaikan

positifdiganti OAT kategori II mulai awal

akhir tahap intensifnegatiftahap lanjutan dimulai

Pasien BTA + dengan pengobatan ulang kategori IIpositifSisipan 1 bulan. Jika tetap positif , tahap lanjutan tetap dimulai

1 bl sebelum akhir pengobatannegatifpengobatan dilanjutkan

positifpengobatan dihentikan, dirujuk ke spesialistik

akhir pengobatannegatifpengobatan diselesaikan

positifdirujuk ke spesialistik

Sumber: DepKes, 2006A. RifampisinRifampisin merupakan derivat semisintetik rifamisin B. Zat ini dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei. Obat ini bersifat bakterisid baik pada intrasel maupun pada ekstrasel. Mekanisme kerja rifampisin dalam penghambatan terhadap M tuberculosis adalah dengan cara menghambat polymerase RNA M. tuberculosis maupun bakteri lain dengan membentuk komplek obat-enzim yang relatif stabil. Pembentukan ikatan ini akan menyebabkan penghambatan pembentukan rantai sintesis RNA (Gilman, 2001; Petri, 2006; Istiantoro & Setyabudi, 2007). Setelah di absorbsi di usus obat ini akan mengalami siklus interohepatik. Obat ini akan mengalami deasetilasi sehingga dalam waktu 6 jam semua obat sudah menjadi metabolitnya (deasetyl rifampisin) (Gilman, 2001). Pemberian rifampisin peroral menghasilkan kadar puncak rifampisin dalam plasma setelah 2-4 jam. Dosis 450 mg rifampisin akan menghasilkan kadar rifampisin 6-16 g/mL setelah 2 jam (1-4jam) (Petri, 2006). Dosis tunggal rifampisin 600mg menghasilkan kadar sekitar 7g/mL. MIC (minimal inhibitory concentration) rifampisin terhadap kuman M. tuberculosis berkisar 0,005-0,2 g/mL (Istiantoro & Setyabudi, 2007). Rifampisin merupakan substrat pada PGP 170, sehingga bioavailabilitas dan kadarnya sangat dipengaruhi oleh PGP tersebut (Hong et al., 2006; Pechandova et al., 2006; Prakash et al, 2003; Greiner et al., 1999). Pemberian rifampisin bersama dengan verapamil (yang dikenal sebagai blok PGP) menyebabkan peningkatan kadar dan AUC0-4 dari rifampisin tersebut. Terjadi peningkatan AUC0-4 84% dari 13,372,15 menjadi 24,634,93 (Prakhas et al, 2003). Disamping merupakan substrat PGP, rifampisin sekaligus induktor PGP. Pemberian rifampisin bersama digoksin maupun talinolol (yang merupakan substrat PGP) menyebabkan penurunan konsentrasi kedua obat tersebut (Greiner et al., 1999). Metabolisme rifampisin oleh CYP3A4, karena rifampisin merupakan substrat CYP3A4. Disamping substrat CYP3A4, rifampisin juga merupakan induktor kuat CYP3A4 (Prakhas et al., 2003). Hal ini mengakibatkan pada pemakaian berulang, rifampisin akan menyebabkan induksi CYP3A4 (autoinduksi/menginduksi dirinya sendiri) yang akan menyebabkan pemendekan t. Pemberian rifampisin berulang selama 14 hari akan menyebabkan pemendekan waktu waruh 40% (Gilman, 2001). Autoinduksi CYP3A4 oleh rifampisin maksimum tercapai setelah pemakaian 21 hari (Prakhas et al., 2003). Sebagian besar rifampisin terikat protein plasma (75%). Obat ini dapat berdifusi secara baik ke berbagai jaringan. Hal ini dapat dilihat dari warna merah pada urin, tinja, sputum, air mata dan keringat penderita Tb yang diobati dengan rifampisin. Ekskresi rifampisin melalui urin hanya 30%, dimana separuhnya merupakan rifampisin dalam bentuk utuh sehingga pada penderita Tb yang juga mengalami gangguan fungsi ginjal tidak perlu penyesuaian dosis. Rifampisin merupakan induktor CYP3A4 sehingga pemberian bersama obat-obat yang merupakan substrat CYP3A4 akan menurunkan waktu paruh obat tersebut. Golongan obat yang merupakan substrat CYP3A4 tersebut antara lain: digoksin, digitoksin, kuinidin, ketokonazol, metoprolol, propranolol, metadon, verapamil, steroid, teofilin, sulfonylurea dan flukonazol (Rahajoe, et al., 2005; Petri, 2006). Rifampisin jarang menimbulkan efek samping yang serius. Pada dosis lazim, hanya kurang dari 4% penderita yang mengalami efek toksik. Efek samping yang sering muncul antara lain: demam, mual muntah, ruam kulit. Pada pemberian dosis besar tapi berselang sering menimbulkan flu like syndrome, nefritis interstitial, nekrosis tubuler akut dan trombositopenia (Gilman, 2001). Penelitian lama yang melibatkan 49 pasien yang diberi rifampisin 600mg dikombinasi dengan INH 300 mg dan injeksi streptomisin 750 mg IM selama 6 hari/minggu selama 3 bulan dan dilanjutkan dengan rifampisin 1200 mg 2x/seminggu+INH 900mg+pyridoxin 10 mg selama 15 bulan menunjukkan hasil sebagai berikut: 22% pasien tidak dapat dilanjutkan pemberian rifampisin karena efek samping yang cukup mengganggu. Efek samping ini berupa: demam (16%) dan trombostitopenia (6%) dan satu pasien menderita demam sekaligus trombositopenia (Poole et al., 1971).