Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

37
GANGGUAN REFRAKSI MATA A. PENGERTIAN 1. Kelainan refraksi adalah pembiasan sinar oleh media penglihatan yang terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kara atau panjang bola mata, sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di biaskan di daerah macula lutea tanpa bantuan akomodasi , keadaan ini disebut Ametropia ( masjoer, A :1999 : 72 ) 2. Kelainan refraksi adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara miring dari suatau medium ke medium lain yang berbeda densitasnya. Penyimpangan tersebut terjadi pada permukaan pembatas kedua medium tersebut yang dikenal sebagai permukaan refraksi ( Dorland, 1996; 1591 ). 3. Gangguan refraksi adalah suatau keadaan dimana penglihatan terganggu karena terlalu pendek atau terlalu panjang bola mata sehingga mencegah cahaya terfokus dengan jelas pada retina ( Timby, Scherer dan Smith, 2000 ) B. KLASIFIKASI Klasifikasi kelianan refleks menurut ilyas, S. ( 1998 ), Tinaby, Scherer dan Smith, E. ( 2000 ). Ada 2 yaitu :

Transcript of Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

Page 1: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

GANGGUAN REFRAKSI MATA

A. PENGERTIAN

1. Kelainan refraksi adalah pembiasan sinar oleh media penglihatan yang

terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kara atau panjang bola mata,

sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di biaskan di daerah

macula lutea tanpa bantuan akomodasi , keadaan ini disebut Ametropia

( masjoer, A :1999 : 72 )

2. Kelainan refraksi adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara miring

dari suatau medium ke medium lain yang berbeda densitasnya.

Penyimpangan tersebut terjadi pada permukaan pembatas kedua medium

tersebut yang dikenal sebagai permukaan refraksi ( Dorland, 1996; 1591 ).

3. Gangguan refraksi adalah suatau keadaan dimana penglihatan terganggu

karena terlalu pendek atau terlalu panjang bola mata sehingga mencegah

cahaya terfokus dengan jelas pada retina ( Timby, Scherer dan Smith,

2000 )

B. KLASIFIKASI

Klasifikasi kelianan refleks menurut ilyas, S. ( 1998 ), Tinaby, Scherer dan

Smith, E. ( 2000 ). Ada 2 yaitu :

1. Ametropia.

Ametropoa dibedakan menjadi 4 yaitu:

a. Ametropi oksial: Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata

lebih panjang atau pendek.

b. Ametropia refraktif: Ametropia akibat kelainan system pembiasan

sinar di dalam mata.

c. Ametropia kurvatur: Ametropia akibat kelengkungan kornea atau lensa

yang tidak normal.

d. Ametropia indeks: Ametropia karena indeks bias abnormal di dalam

mata.

Page 2: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

Ametropia dapat ditemukan empat bentuk kelainan yaitu :

a. Myopia

Myopia adalah mata denga daya lensa positif yang lebih kuat sehingga

sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga di fokuskan di depan

retina. Myopia dibedakan berdasarkan:

1) Menurut bentuknya myopia dibedakan menjadi 2 yaitu:

a) Myopia refraktif

Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang

terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih

cembung sehingga pembiasan lebih kuat.

b) Myopia aksial

Myopia akibat panjanganya sumbu bola mata, dengan

kelengkungan lenssa mata dan kornea yang normal.

2) Menurut derajat beratnya myopia dibedakan dalam:

a) Myopia ringan dimana myopia kecil dari pada 1 – 3 dioptri.

b) Myopia sedang dimana myopia lebih dari antara 3 – 6 dioptri.

c) Myopia berat atau tinggi dimana myopia lebih besar dari 6

dioptri.

3) Menurut perjalanan myopia dikenal bentuk:

a) Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa.

b) Myopia progresif, myopia yang bertambah terus menerus pada

usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata.

c) Myopia maligna atau degeneratif, myopia yang dapat

mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan

myopia pernisiosa ditemukan pada semua umur dan terjadi

sejak lahir.

b. Hipermetropi

Merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar

sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titim fokusnya terletak

dibelakang retina, hipermetropi dikenal dalam bentuk :

Page 3: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

1) Hipermetropi manifestasi

Ialah hipermetropi yang dapat dikoreksi dengan kaca mata positif

maksimal yang memberikan tajam penglihatan yang normal.

2) Hipermetropi laten

Ialah dimana kelainan hipermetropi tanpa sikloplegia ( atau dengan

obat yang melemahkan akomodasi ) diimbangi seluruhnya dengan

akomodasi.

3) Hipermetropi total

Hipermetropi yang ukuranya didapatkan sesudah diberikan

sikloplegia ( obat tetes mata, biasanya diberikan pada anak,

pemberian diberikan selama 3 hari untuk mengetahui kelainan

refraksi ).

c. Afakia

Adalah suatau keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa

sehingga mata tersebut menjadi hipermetropi tinggi.

d. Astigmatisme

Adalah kelainan kelengkungan kornea mata. Astigmatisme dikenal

dalam bentuk:

1) Astigmatisme reguler

Adalah Astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan pembiasan

bertambah atau berkurang perlahan – lahan secara terataur dari

satau meredian ke meredian berikutnya.

2) Astigmatisme irreguler

Adalah astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2 meredian

yang tegak lurus.

2. Presbiopi.

Adalah gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dpat terjadi akibat

kelemahan otot akomodasi, lensa meta tidak kenyal atau berkurang

elastisitasnya akibat sclerosis lensa.

Page 4: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

C. ETIOLOGI

Penyebab kelainan refraksi menurut Ilyas, S. ( 1998 ). Timby, Scherer dan

smith. ( 2000 ) yaitu :

1. Myopia

a. Sumbu optik bola mata lebih panjang.

b. Pembiasan media penglihatan kornea lensa yang terlalu kuat.

2. Hipermetropi

a. Bola mata pendek atau sumbu anteropasterior yang pendek.

b. Kelengkungan kornea atau lensa kurang.

c. Indeks bias kurang pada sistem optik mata.

3. Afakia

Tidak adanya lensa mata.

4. Astigmatisme

a. Kelainan kelengkungan permukaan kornea.

b. Kelainan pembiasan pada miridian lensa yang berbeda.

c. Infeksi kornea.

d. Truma distrofi.

5. Presbiopi

a. Kelemahan otot akomodasi.

b. Lensa mata tidak kenyal atau berkurangnya elastisitas akibat sklerosis

lensa.

D. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi menurut Ilyas ( 1998 ).

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang

terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca dan panjangnya bola mata.

Pada orangn normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan

panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan mata dibiaskan

tepat di macula lutea. Mata normal disebut emetropia mata dengan kelainan

refraksi mengakibatkan sinar normal tidak dapat terfokus pada macula. Hal ini

disebabkan oleh kornea yang terlalu mendatar atau mencembung, bola mata

lebih panjang atau pendek lensa berubah kecembungannyaatau tidak ada lensa

Page 5: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

mengakibatkan Ametropi dan bila di akibatkan oleh elastisitas lensa yang

kurang atau kelemahan otot akomodasi mengakibatkan presbiopi.

Pada Ametropi apabila bola mata lebih panjang pembiasan kornea

berlebihan atau lensa yang terlalu kuat mengakibatkan pembiasan terlalu kuat

sehingga fokus terletak didepan retina dan penderita mengalami rabun jauh

( myopia )sebaliknya bila bola mata terlalu pendek, indeks bias kurangatau

kelengkungan kornea atau lensa kurang maka pembiasan tidak cukup

sehingga fokus dibelakang retina dan mengakibatkan rabun dekat

( hipermetropi ). Hipermetropi tinggi terjadi akibat mata tidak memiliki lensa

( Afakia ) apabila terjadi kelainan kelengkungan kornea, infeksi kornea,

distrofi atau pembiasan lensa berbeda maka akan mengakibatkan bayangan

ireguler ( Astigmatisme ).

Pada presbiopi elastisitas lensa yang berkurang atau kelemahan otot

akomodasi mengakibatkan daya akomodasi berkurang, sehingga lensa kurang

mencembung dan pembiasan kurang kuat. Untuk melihat mata berakomodasi

terus menerus sehingga terjadi ketegangan otot siliar yang mengakibatkan

mata lelah, dan mata berair jika menekan kelenjar air mata.

Pada ametropi akomodasi juga dilakukan terus menerus agar mata dapat

melihat. Hal ini mengakibatkan mata lelah atau sakit, mata esotropia atau

mata juling ke dalam dan strabismus karena bola mata bersama – sama

konvergensi, serta glaucoma sekunder karena hipertrofi otot siliar pada badan

siliar mempersempit sudut bilik mata.

Rabun jauh atau myopia yang berjalan progresif akan mengakibatkan

kebutaan dan hiperplasi pigmen epitei dan perdarahan, kebutaan dapat terjadi

karena digenari macula dan retina perifer mengakibatkan atrofi lapis sensori

retina dan degennerasi saraf optik. Hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan

terjadi karena neovaskularisasi sub retina akibat ruptur membran bruch.

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Myopiaa

a. Melihat jelas bila dekat dan melihat jauh kabur ( rabun jauh ).

b. Sakit kepala sering disertai juling.

c. Celah kelopak yang sempit.

Page 6: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

d. Astemopia konvergensi.

e. Myopik kresen yaitu: gambaran bulan sabit yang terlihat pada polos

posterior fundus matamyopia yang terdapat pada daerah pupil saraf

optik akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid.

f. Degenerasi macula dan retina bagian perifer.

Page 7: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

PATOFISIOLOGI

Kornea mendatar/ cembung

Bola mata ( lebih panjang/pendek)

Lensa( berubah kecembunganya)

Elastisitas lensa berkurang

Kelemahan otot akomodasi

Sinar normal tak focus pada makula

Lensa sukar mencembung

Ametropi Daya akomodasi berkurang

Presbiopi

Untuk melihat akomodasi terus

Tegangan otot siliar

Menekan kelenjar air mataMata lelah

Bola mata lebih panjang.Pembiasan penglihatan kornea terlalu kuat.Lensa terlalu kuat

Bola mata lebih pendek.Indeks bias kurang.Kelengkungan kornea atau lensa kurang

Tak ada lensa

Afakia

Hiper metropia tinggi

-Kelainan kelengkungan kornea.- Distrofi.-Pembiasan lensa berfbeda

Bayangan ireguler

Pembiasan tidak cukup

Pembiasan terlalu kuat

Focus terletak depan retina

Focus dibelakang retina

Rabun jauh( Myopia )

Rabun dekat ( hiper metropia )

Akomodasi Terus menerusAkomodasi

Terus menerusBerjalan progresif

Mata lelah/sakit

Bola mata bersama sama konfergensi

Mata berair

Hipertrofi otot siliar pada badan siliar

Mata juling kedalam

Strabismus

Mempersempit sudut bilik mata

Glaukoma sekunder

Degenerasi macula dan

retina perifer

Atrofilapis sensoris retina dan degenerasi

saraf optik

Kebutaan

Ketegangan otot siliaris dan saraf

Konvergensi terus menerus

Sakit kepala dan mata

Mata juling kedalam

Strabismus Atrofi

korioretina

Rupture membrane brush

Neovaskularisasi subretina

Hiperplasi pigmen epitel dan

perdarahan

Page 8: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

2. Hipermetropi

a. Penglihatan dekat dan jauh kabur.

b. Sakit kepala.

c. Silau

d. Diplopia atau penglihatan ganda.

e. Mata mudah lelah.

f. Sakit mata.

g. Astenopia akomodatif.

h. Ambiopia

i. Kelelahan setelah membaca.

j. Mata terasa pedas dan tertekan.

3. Afakia

a. Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibandingm ukuran

sebenarnya.

b. Terdapat efek prisma lensa tebal sehingga benda terlihat seperti

melengkung.

c. Bagian yang jelas terlihat hanya bagian sentral sedangkan penglihatan

tepi kabur.

4. Astigmatisme

a. Penurunan ketajaman mata baik jarak dekat maupun jauh.

b. Tidak teraturnya lekukan kornea.

5. Presbiopi

a. Kelelahan mata.

b. Mata berair.

c. Sering terasa pedas pada mata.

F. KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada kelainan refraksi menurut ilyas ( 1998 ) dan

Ilyas, Tamzil, Salamun dan Ashar ( 1981 ) yaitu:

1. Strabismus.

2. Juling atau esotropia.

3. Perdarahan badan kaca.

Page 9: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

4. Ablasi retina.

5. Glaukoma sekunder.

6. Kebutaan .

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang menurut Mansjoer ( 1999 ):

1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan.

Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu snellen

caranya:

a. Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu snellen dengan mata

tertutup satu

b. Pasien diminta membaca huruf yang terdapat pada kartu, mulai dari

yang paling atas ke bawah dan tentukan baris terakhir yang bisa di

baca seluruhnya dengan benar.

c. Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas ( terbesar ) maka

dilakukan uji hitung dengan uji hitung jarak 6m.

d. Jika pasien tidak dapat menghitung jarak dari 6 m, maka jarak dapat

dikurangi 1 m sampai jarak maksimal penguji dengan pasien 1m.

e. Jika psien tetap tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan dari

jarak 1m.

f. Jika pasien tetap tidak dapat melihat lambaian tangan dilakukan uji

dengan arah sinar.

g. Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinarmaka

dikatakan penglihatannya adalah 0 ( nol ) buta total.

Penilaian:

a. Tajam penglihatan adalah 6/6 berarti pasien dapat membaca seluruh

hurup dalam kartu snellen dengan benar.

b. Bila baris yang dibaca seluruhnya bertanda 30 maka dikatakan tajam

penglihatan 6/30, berarti dia hanya bisa melihat pada jarak 6m yang

oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 30m.

c. Bila dalam uji hitung pasien hganya dapat melihat atau menentukan

dari jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3m maka dinyatakan

Page 10: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

tajam penglihatan 3/60. jari terpisah dapat terlihat orang normal pada

jarak 60m.

d. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak

300m bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1m

berarti tajam penglihatan adalah 1/300.

e. Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja, tidak dapat melihat

lambaian tangan maka dikatakan sebagai 1/~ orang normal dapat

melihat cahaya pada jarak yang tak terhingga.

2. Pemeriksaan kelainan refraksi.

Dilakukan pada satu mata secara bergantian, biasanya dimulai dengan

mata kanan kemudian mata kiri, dilakukan setelah tajam pemeriksaan

diperiksa dan diketahui adanya kelainan refraksi.

Caranya:

a. Pasien duduk dengan jarak 6m dari kartu snellen.

b. Satu mata dututup dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca

baris yang terkecil yang masih dapat dibaca.

c. Pada mata yang terbuka diletakan lensa + 0,50 untuk menghilangkan

akomodasi pada saat pemeriksaan.

d. Kemudian diletakan lensa positif tambahan, dikaji:

1) Bila penglihatan tidak bertambah baik berarti pasien tidak

hipermetropi.

2) Bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang ditambah

secara perlahah - lahan bertambah baik berarti pasien mengalami

hipermetropi, lensa positif terkuat yang masih memberikan

ketajaman terbaik merupakan ukuran lensa koreksi untuk mata

hipermetropia tersebut.

e. Bila penglihatan tidak bertambah baik maka diletakan lensa negatif,

bila menjadi lebih jelas bearti pasien mengalami myopia. Ukuran lensa

koreksi adalah lensa negatif teingan yang memberikan ketajaman

penglihatan maksimal.]

f. Bila baik dengan lensa positif maupun negatif penglihatan tidak

bertambah baik atau tidak maksimal ( penglihatan tidak mencapai

Page 11: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

6/6 ) maka akan dilakukan ujipinhole. Letakan pinhole didepan mata

yang sedang diuji dan meminta membaca baris terakhir yang masih

dapat dilihat atau dibaca sebelumnya bila:

1) Pinhole tidak memberikan perbaikan berarti mata tidak dapat

dikoreksi lebih lanjut karena media penglihatan keruh terdapat

kelainan pada retina atau syaraf optik.

2) Terjadi perbaikan penglihatan, berarti terdapat astigmatisma atau

silinder pada mata tersebut yang belum mendapat koreksi.

g. Bila pasien astigmatisma maka pada mata tersebut di pasang lensa

potsitif untuk membuat pasien menderita kelainan refraksi

astigmatismus miopikus.

h. Paien diminta melihat kartu kipas astigma dan ditanya garis yang

paling jelas terlihat pada kartu kipas astigma.

i. Bila perbedaan tidak terlihat lensa positf diperlemah secara perlahan -

lahan hingga pasien melihat garis yang paling jelas dan kabur.

j. Dipasang lensa silinder negatif dengan sumbu yang sesuai dengan

garis terkabur pada kipas astigma.

k. lensa silinder negatif diperkuat sedikit demi sedikit pada sumbu

tersebut sehingga sama jelasnya dengan garis lainya.

l. Bila sudah sampai jelasnya dilakukan tes kartu snellen kembali.

m. Bila tidak didapatkan hasil 6/6 maka mungkin lensa positif yang

diberikan terlalu berat harus dikurangi perlahan – lahan atau ditambah

lensa negatif perlahan – lahan sampai tajam penglihatan menjadi 6/6.

derajat astigmat adalah ukuran lensa silinder negatif yang dipakai

sehingga gambar kipas astigmat terlihat sama jelas.

3. Pemeriksaan presbiopia.

Untuk lanjut usia dengan keluhan membaca dilanjutkan dengan

pemeriksaan presbiopia caranya:

a. Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan dilakukan koreksi kelainan

refraksi bila terdapat myopia hipermetropia, atau astigmatisma sesuai

prosedur diatas.

b. Pasien diminta membaca kartu pada jarak 30 – 40 cm.

Page 12: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

c. Diberikan lensa positif mulai +1 dinaikan perlahan 2x sampai terbaca

huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan.

d. Dilakukan pemeriksaan mata satu persatu.

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan refraksi menurut Satino, Ariani dan Lestari ( 2000 ).

1. Non bedah.

Gangguan refraksi harus diperbaiki agar cahaya adapat terfokus

pada retina. Perbaikan ini dapat menggunakan sebuah lensa. jenis lensa

yang digunakan tergantung dari jenis kelainan refraksi.

a. Myopia menggunakan lencsa konkaf atau negatif.

b. Hipermetropia menggunakan lensa konveks atau positif.

c. Presbiopia dapat menggunakan lensa konveks tetapi jika pasien tidak

dapat melihat jarak jauh, menggunakan lensa konkaf konveks atau

lensa ganda.

d. Astigmatisma menggunakan lensa silinder.

Lensa tersebut dapat digunakan dengan menggunakan kaca mata atau

lensa kontak.

a. Kaca mata.

Keuntungan :

1) Mudah dugunakan

2) Harganya lebih murah dan tahan lama.

Kerugian:

1) Perubahan penampilan fisik

2) Beratnya frame pada hidung dan penurunan penglihatan periperal

karena penglihatan dapat menjadi baik jika pasien melihat melalui

pusat lensa.

b. Contact lense atau lensa kontak.

Merupakan diskus atau cakram bulat dari plastik yang di design untuk

mengistirahatkan kornea mata dan dipasang dibawah mata. Contak

lense dipasang sesuai dengan ukuran, bentuk kornea dan kekuatan

refraksi atau pembiasan yang diinginkan.

Page 13: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

Kerugian:

1) Sulit dalam perawatan.

2) Harga lebih mahal.

3) Ada jangka waktu pemakaian ( tidak tahan lama ).

Keuntungan:

1) Model lebih simple.

2) Tidak menimbulkan gangguan penampilan peran.

3) Bisa berfungsi sebagai estetika.

2. Bedah

Pembedahan dapat mejadi alternatif tindakan untuk kelainan refraksi.

Radial keratotomy merupakan tindakan bedah untuk mengatasi myopia

sedang 8 – 16 insisi diagonal dibuat melalui 90% pada periperal kornea.

contac cornea tidak di insisi sehingga penglihatan tidak dipengaruhi insisi

pada kornea yang mana menurunkan panjang antereposterior mata dan

membantu gambaran terfokus pada retina. Komplikasi pada pembedahan

ini diantaranya luka atau scar pada kornea jika insisi terlalu dalam dan

kegagalan untuk mencapai kecukupan perbaikan jika insisi terlalu

dangkal.

3. Prosedur bedah

Prosedur bedah yang lain yang dapat dilakukan untuk memperbaikai

kelainan refraksi yaitu epikeratophakia pembedahan dari donor jaringan

kornea untuk klien kita yang mengalami kelainan refraksi akan tetapi

dalam hal ini jaringan donor yang digunakan untuk prosedur ini tidak

semua pasien dapat menerima transplantasi korne dari donor.

Page 14: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

I. PATHAWAI KEPERAWATAN DAN PELAKSANAAN

PATHWAY KEPERAWATAN

Elastisitas lensa berkurang

Kelemahan otot akomodasi

Lensa sukar mencembung

Daya akomodasi berkurang

Bola mata lebih panjang.Pembiasan penglihatan kornea terlalu kuat.Lensa terlalu kuat

Bola mata lebih pendek.Indeks bias kurang.Kelengkungan kornea atau lensa kurang

Tak ada lensa

-Kelainan kelengkungan kornea.- Distrofi.-Pembiasan lensa berfbeda

Gangguan pembiasan cahaya

Gangguan persepsi sensori penglihatan

Cemas

Resiko tinggi cidera

Rabun Jauh ( mipoi )

Rabun dekat ( hiper metropi )

Afasia Astigmatisme Presbiopi

Untuk melihat akomodasi terus

Ketegangan otot silior

Menekan kelenjar air mata

Mata lelah

Mata berair

Bayangan ireguler

Hipermetropia tinggi

Lensa + keratotomy

Untuk melihat akomodasi

terus menerus

Ketegangan otot siliasis dan

saraf

Konvergensi terus menerus

Nyeri/sakit kepala dan

mata

Mata juling kedalam / esotropia

Page 15: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

PENATALAKSANAAN

Kelainan Refraksi

Presbiopi Ametropi

Lensa +Operasi kornea ( keratotomy )

Levesia

Miopi Hipermetropia

Afasia

Astigmatisme

Resiko infeksi

Gangguan persepsi snsori

penglihatan

Lensa silinder

Lensa +Lensa +/ cembeung

Lensa -/ cekung

Page 16: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN GANGGUAN REFRAKSI

A. PENGKAJIAN

1. Wawancara

Menurut Burnner dan Suddath ( 2000 ), informasi yang perlu didapatkan

pada wawancara adalah sebagai berikut :

a. Menanyakan kepada psien tentang sejarah penyebab dan waktu mulai

terjadinya gangguan penglihatan tersebut. Pasien dengan diabetik

mokular edema misalnya tipe tertentu mempunyai ketajaman

penglihatan naik turun. Pasien dengan mokular degenerasi mempunyai

pusat masalah ketajaman.

b. Menyanyakan kepada pasien sehubungan dengan kerusakan lapang

periperal dimana pada kondisi ini pasien akan lebih kesulitan saat

mobilisasi sehingga ketergantungan aktifitas hidup sehari – hari

( Medication Segmen ) menjadi sebuah kebiasaan ( seperti merokok ).

c. Mengkaji tentang penerimaan dari keterbatasan fisik melalui

penggunaan fisual harus diidentifikasi pula mengenai pengharapan

realistic darlowvition.

2. dasar sata pengkajian pasien.

a. Aktifitas istirahat.

Gejala: perubahan aktifitas berhubungan dengan penglihatan lelah bila

membaca.

b. Neurosensori.

Gejala : gangguan penglihatan kabur atau tidak jelas , sinar terang

yang menyebabkan silau.

Tanda: bilik mata dalam, pupil lebar.

c. Nyeri atau kenyamanan.

Gejala: Nyeri pada mata dan sekitar mata, sakit kepala, pusing

Page 17: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

3. pemeriksaan fisik

Ispeksi:

a. Celah kelopak mata sempit

b. Gambaran bulan sabit pada polos posterior fundus mata.

c. Tidak teraturnya lekukan kornea.

d. Mata beair.

e. Juling.

Page 18: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

B. ANALISA DATA

No Data Etiologi Problem

1 DS:

Pasien mengatakan pandangan

kabur, silau pada cahaya.

DO:

Tes pemeriksaan tajam

penglihatan menunjukan pasien

menderita miopi, hipermetropi,

astigmatisme, presbiopi.

Perubahan

penerimaan sensor

Gangguan

persepsi sensori

penglihatan

2 DS:

Pasien mengatakan pusing, sakit

pada mata dan daerah

sekitarnnya.

DO:

Skala nyeri3, otot sekitar mata

tegang.

Adanya agen

cidera biologi

( pusing, sakit

pada mata dan

sekitarnya )

Nyeri akut

3 DS : -

DO:

miopi, hipermetropi,

astigmatisme, presbiopi.

Hilangnya

keseimbangan

Resiko tinggi

cidera

4 DS:

Pasien mengatakan cemas

terhadap perubahan kemampuan

melihatnya

DO :

Pasien tampak gelisah

Kebutuhan yang

tidak terpenuhi

Ansietas

5 DS: -

DO:

Terjadi demam, adanya luka

pembedahan

Adanya prosedur

infasif

pembedahan

Resiko tinggi

infeksi

Page 19: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan adanya

perubahan penerimaan sensor.

2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya agen cidera biologi.

3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan hilangnya keseimbangan.

4. Ansietas behubungan dengan adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi

5. Resiko tinggi infeksi berhubungnan dengan adanya prosedur infasif.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN BERDASARKAN NOC DAN NIC

1. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan adanya

perubahan penerimaan sensor.

NOC : Orientasi kognitif

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan sttimulus penglihatan yang diterima dapatsesuai dengan

kenyataanya dengan kriteria hasil :

a. Pasien mampu mengidentifikasi diri sendiri.

b. Pasien mampu mengidentifikasi orang lain.

c. Pasien mampu mengidentifikasi tempat saat ini.

d. Pasien mampu mengidentifikasi hari, bulan, tahun, dan musim yang

benar.

NIC :Peningkatan komunikasi: defisit penglihatan

Intervensi

a. Beri bantuan dalam pembelajaran dan penerimaan metode alternatif

untuk menjalani hidup dengan kurangnya fungsi penglihatan.

b. Manipulasi lingkungan sekitar pasien senyaman mungkin.

c. Timngkatkan penglihatan pasien yang masih tersisa dengan

mengoptimalkan pencahayaan.

d. Jangan memindahkan barang – barang di dalam kamar pasien untuk

mempermudah pasien menemukan barang yang dibutuhkan.

e. Pastikan akses ke dan penggunaan alat bantu sensori seperti alat bantu

dengar dan kacamata.

Page 20: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya agen cidera biologi.

Tujuan : Individu dapat mengindikasikan dari resiko penyakit dan cidera.

NOC 1 : Tingkat nyeri

Kriteria hsil :

a. Frekuensi nyeri pasien berkurang.

b. Ekspresi wajah pasien santai.

c. Lama nyeri saat menyerang berkurang dari awal.

d. Pasien melaporkan nyeri berkurang.

NOC II: Pain control ( kontrol nyeri )

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam

diharapkan pasien mampu mengotrol nyeri dengan kriteria hasil :

a. Pasien mengetahui penyebab dari nyerinya.

b. Pasien dapat mendeteksi dengan segera adanya serangan nyeri.

c. Pasien dapat mengurangi nyeri dengan tanpa menggunakan obat –

obatan anti nyeri.

d. Pasien dapat menggunakan obat – obatan anti nyeri sesuai resep yang

dianjurkan.

e. Pasien melaporkan nyeri terkontro.

NIC : Pain Manajemen ( manajemen nyeri )

Intervensi

a. Observasi karakteristik nyeri ( penyebabnya, kualitasnya, skalanya,

waktu terjadinya, arealnya dan frekuensinya )

b. Kontrol kondisi lingkungan agar tercipta lingkungan yang nyaman

( suhu udara, kebisingan, kepadatan jumlah pengunjung )

c. Dorong pasien untuk dapat mengontrol nyerinya sendiri saat nyeri

menyerang dan menentukan tindakan yang tepat.

d. Dorong pasien untuk banyak beristirahat guna mengurangi nyeri.

e. Kolaborasi dengan medis untuk pemberian obat – obatan anti nyeri.

Page 21: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan hilangnya keseimbangan.

NOC :Risk Control : visual Impairment ( control resiko : kerusakan

penglihatan )

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam

diharapkan pasien dapat mengontrol factor cidera kare keterbatasan

penglihatanya dengan criteria hasil:

a. Pasien mampu mendeteksi penyebab dari kerusakan penglihatanya.

b. Pasien mampu menggunakanalat bantu penglihatan

c. Pasien mampu menggunakan obat –obatan untuk mata.

d. Pasien mampu memonitor penyebab terjadinya cidera yang ada di

lingkunganya.

e. Pasien mampu melakukan aktifitas dengan lancar dengan bantuan

cahaya yang adekuat.

NIC :Environmental managemen : safety ( manajemenLingkungan :

keselamatan )

Intervensi

a. Identifikasi resiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cidera.

b. Hindara kegiatan yang menyebabkan cidera fisik.

c. Pantau faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan.

d. Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko.

e. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko ijuri.

4. Ansietas behubungan dengan adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi

NOC : Anxietas control ( control kecemasan )

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam

diharapkan kecemasan pasien dapat hilang dengan kriteria hasil :

a. Pasien dapat mengontrol intensitas kecemasanya sendiri.

b. Pasien dapat menghilangkan tanda – tanda kecemasan pada dirinya.

c. Pasien mampu pengontrol kondisi lingkungan yang dapat

menyebabkan peningkatan kecemasan.

d. Pasien dapat mendemonstrasikan upaya mengontrol kecemasan.

Page 22: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

e. Pasien dapat menemukan informasi atau hal yang dapat

menghilanghkan cemas.

NIC : Anxietas reduction ( pengurangan kecemasan )

Intervensi :

a. Denganrkan keluhan pasien dengan seksama.

b. Ciptakan lingkungan yang dapat membina hubungan saling percaya.

c. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan

peningkatan kecemasan.

d. kolaborasi medis dalam pemberian obat – obatan penenang untuk

mengurangi kecemasan.

e. ajarkan pasien teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.

5. Resiko tinggi infeksi berhubungnan dengan adanya prosedur infasif.

NOC : Status Infeksi

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam

diharapkan pasien terbebas dari gejala infeksi dengan kriteria hasil :

a. Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi.

b. Pasien mampu mengidentifikasi higiene pribadi yang adekuat.

c. Paien mampu melaporkan bila terjadi tanda dan gejala infeksi.

d. Pasien mampu menggambarkan faktor yang menunjang terjadinya

infeksi.

NIC : 1. Kontrol Infeksi

2. Perlindungan Infeksi

NIC 1 : Kontrol Infeksi

Intervensi

a. Komunikasi dengan pasien untuk menjelaskan tentang penyakitnya

b. Pertahankan tekhnik isolasi jika diperlukan

c. Instruksikan pasien tentang perlunya cuci tangan

d. Cuci tangan sebelum dan sesudah aktifitas untuk perlindungan tiap

pasien

Page 23: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

e. Ajari pasien tentang nafas dalam dan batuk efektif

f. Berikan terapi antibiotik secukupnya

g. Anjurkan pasien untuk menggunakan antibiotic

h. Ajari pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi

i. Pertahankan lingkungan dengan mengganti selang dan bantal TPN

NIC 2 : Perlindungan Infeksi

Intervensi

a. Monitor suster dan lokasi gejala dan tanda dari infeksi

b. Monitor timbulnya infeksi

c. Inspeksi kulit dan membrane mukus dari panas dan

d. Ajari pasien dan anggota keluarga bagaimana menghindari nyeri

e. Ajari pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi

f. Laporkan adanya infeksi untuk mengontrol infeksi diri

g. Laporkan jenis infeksi untuk mengontrol infeksi diri

h. Motivasi pasien untuk bernafas dalam

i. Instruksikan pasien untuk menggunakan antibiotic jika diperlukan

E. EVALUASI

1. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan adanya

perubahan penerimaan sensor.

a. Pasien mampu mengidentifikasi diri sendiri. Skala 5

b. Pasien mampu mengidentifikasi orang lain. Skala 5

c. Pasien mampu mengidentifikasi tempat saat ini. Skala 5

d. Pasien mampu mengidentifikasi hari, bulan, tahun, dan musim yang

benar. Skala 5

2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya agen cidera biologi.

a. Frekuensi nyeri pasien berkurang. Skala 5

b. Ekspresi wajah pasien santai. Skala 5

c. Lama nyeri saat menyerang berkurang dari awal. Skala 5

d. Pasien melaporkan nyeri berkurang. Skala 5

Page 24: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan hilangnya keseimbangan.

a. Pasien mampu mendeteksi penyebab dari kerusakan penglihatanya.

Skala 4

b. Pasien mampu menggunakanalat bantu penglihatan. Skala 4

c. Pasien mampu menggunakan obat –obatan untuk mata. Skala 4

d. Pasien mampu memonitor penyebab terjadinya cidera yang ada di

lingkunganya. Skala 4

e. Pasien mampu melakukan aktifitas dengan lancar dengan bantuan

cahaya yang adekuat. Skala 4

4. Ansietas behubungan dengan adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi

a. Pasien dapat mengontrol intensitas

kecemasanya sendiri. Skala 5

b. Pasien dapat menghilangkan tanda – tanda

kecemasan pada dirinya. Skala 5

c. Pasien mampu pengontrol kondisi lingkungan

yang dapat menyebabkan peningkatan kecemasan. Skala 5

d. Pasien dapat mendemonstrasikan upaya

mengontrol kecemasan pada dirinya . Skala 5

e. Pasien dapat menemukan informasi atau hal

yang dapat menghilanghkan cemas. Skala 5

5. Resiko tinggi infeksi berhubungnan dengan adanya prosedur infasif.

a. Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi. Skala 1 sampai 2

b. Pasien mampu mengidentifikasi higiene pribadi yang adekuat. Skala 1

sampai 2

c. Paien mampu melaporkan bila terjadi tanda dan gejala infeksi. Skala 1

sampai 2

d. Pasien mampu menggambarkan faktor yang menunjang terjadinya

infeksi. Skala 1 sampai 2

Page 25: Penglihatan - Gangguan Refraksi Mata

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. McCloskey, Joanne C. (2000). Nursing intervention project. USA : Mosby.

Corwin, Elizabeth J. ( 2000 ). Buku saku patfisiologi. Jakarta : EGC.

Dorland. ( 1996 ). Kamus kedokteran droland edisi 26. Jakarta : EGC.

Ilyas,S. ( 1998 ). Ilmu penyakit mata. Jakarta: FKUI

Ilyas, S, Muzakir, T. Salamun dan Zaenal, A. ( 1981 ). Sari ilmu penyakit mata. Jakarta : FK UI.

Johnson, Marion. Maas, Merideah. Moorhead, Sue. ( 2000 ). Nursing outcomes classification. USA : Mosby

Masjoer, Arif. ( 1999 ). Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Panduan diagnosa keperawatan NANDA 2005-2006.

Reeves, J. Charlene. ( 2001 ). Keperawatan medikal bedah. Buku satu. Jakarta : Salemba Medika.

Satino, Rita , Henya, A. & siti,L. ( 2000 ) Surgical medical nursing I. Semarang Departemen Of Health Central Java.

Smeltzer,S.C.& Bare, B.G. ( 2000 ) Bruner & sudarts tex book of medical surgical nursing. Phildelphia: Lippincctt William & Wilkins.

Timby, B. K. Jeanne. S. & nancy. F.S. ( 2000 ) introductory medical surgical nursing. Sevent edition : Phildelphia: Lippincctt

Tucker,S.M.Canabbia,M.M. Paquette, E.V. Wells,M.F.( 1992 ). Patient care standards nursing process diagnosis and outcome.5th edition, Mosby Year Book Philadelphia.