Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi
-
Upload
ahmad-farozi -
Category
Documents
-
view
54 -
download
2
description
Transcript of Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi
BAB I
LATAR BELAKANG
I.1 Pendahuluan
Warna merupakan corak gelombang dengan kejenuhannya pada warna putih. Dikenal
warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang terlihat dengan
campuran ukuran tertentu.1 Gangguan penglihatan warna adalah ketidakmampuan untuk
membedakan nuansa warna tertentu atau dalam kasus-kasus yang lebih parah, tidak dapat
melihat warna sama sekali. Istilah “buta warna” juga digunakan untuk menggambarkan
kondisi visual ini.2
Prevalensi buta warna di Indonesia menurut data Riskesdas 2007 adalah sebesar 0,7%
sedangkan di Amerika Serikat pada tahun 2006 menurut Howard Hughes Medical Institut,
terdapat 7% pria atau sekitar 10,5 juta pria dan 0,4% wanita tidak dapat membedakan merah
dan hijau atau mereka melihat merah dan hijau secara berbeda dibandingkan populasi umum.
Sejumlah 95% gangguan buta warna terjadi pada reseptor warna merah dan hijau pada mata
pria.3
Gangguan penglihatan warna mulai mempengaruhi individu ketika individu tersebut
harus bekerja dengan persyaratan buta warna menjadi salah satu kriteria. Buta merah hijau
kadang-kadang merupakan syarat tidak dapatnya mengerjakan pekerjaan tertentu, seperti di
pabrik cat, konveksi, kapten kapal dan pengawas lalu lintas.1 UK Health and Safety Executive
menyarankan bahwa pekerjaan tertentu memerlukan penglihatan warna normal, baik untuk
alasan keselamatan atau kualitas produk.4
Intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang mengikuti masuknya zat psikoaktif
yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perilaku, fungsi dan respon
psikofisiologis. Intoksikasi dapat melalui udara, kulit dan tertelan. Beratnya intoksikasi
tergantung dari cara terpapar, jenis toksikan, dosis toksikan dan lama pajanan. Intoksikasi
pada mata dapat berupa akut maupun kronik. Dimana baik akut maupun kronik dapat
merugikan pekerja maupun perusahaan dalam hal produktifitas bekerja maupun biaya yang
dikeluarkan.
I.2 Tujuan
Diketahui gangguan penglihatan warna dan intoksikasi pada mata serta
penatalaksanaannya pada bidang okupasi
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Gangguan Penglihatan Warna
Buta warna dapat menyulitkan atau bahkan membuat seseorang tidak mampu
melakukan pekerjaan tertentu yang membutuhkan persepsi warna dalam tanggung jawabnya,
seperti pilot karena banyak aspek penerbangan bergantung pada pengodean warna.
Di Amerika dan Eropa barat, gangguan penglihatan warna merah-hijau sangat umum,
dimana prevalensi pada laki-laki 19 kali lebih sering dibandingkan perempuan karena X
linked resesif. Gangguan penglihatan warna biru-kuning kejadiannya sama terhadap laki-laki
maupun perempuan.
II.1.1 Definisi
Gangguan penglihatan warna atau lebih dikenal dengan buta warna adalah
ketidakmampuan untuk membedakan warna dimana orang normal mampu membedakannya.
Seseorang dapat melihat normal apabila fungsi organ mata (mata dan saraf optic) normal,
terdapat cukup cahaya yang dipantulkan ke mata dan system penghantaran impuls melalui
saraf normal.
Penyakit genetic gangguan penglihatan mata warna merah-hijau lebih banyak
menyerang laki-laki dibandingkan perempuan, karena gen yang mengkodekan pigmen merah
dan hijau berada pada lengan panjang kromosom X, dimana laki-laki hanya punya satu dan
wanita memiliki dua (XX). Wanita yang memiliki genotype 46 XX akan menjadi buta warna,
apabila kedua kromosom X mengalami kelaninan, sedangkan pada laki-laki 46 XY akan
terjadi buta warna bila satu kromosom X-nya mengalami kelainan.
Gen yang mengkode pigmen merah-hijau diturunkan dari laki-laki yang buta warna
kepada semua anak perempuan mereka yang heterozigot carrier dan wanita carrier
berkesempatan menurunkan sifat buta warna 50% kepada anak laki-laki mereka. Jika seorang
laki-laki buta warna menikah dengan wanita carrier buta warna, anak perempuan mereka
kemungkinan akan lahir dengan buta warna.
Gangguan penglihatan warna tidak banyak mempengaruhi kehidupan awal manusia
seperti pada masa kanak-kanak, karena tidak disertai oleh kelainan tajam penglihatan.
Gangguan penglihatan ini mulai mempengaruhi ketika anak dihadapkan pada persyaratan
untuk masuk jurusan tertentu yang buta warna menjadi salah satu criteria.
2
II.1.2 Patofisiologi
Mekanisme penglihatan warna dapat dijelaskan menurut teori dibawah ini:
1. Teori trikromatik
Pada teori ini dikenal 3 reseptor yang sensitif terhadap tiga spectrum warna
yaitu merah, hijau dan biru. Gambaran warna muncul karena rasio signal dari
tiga reseptor warna yang dikirim ke otak dibandingkan sampai menampilkan
warna. Teori trikromatik ini tidak diragukan, tetapi tidak dapat menjelaskan
fenomena transmisi ke otak
2. Teori Hering’s opponent colors
Hering mengajukan teori lawan warna dengan observasinya meliputi
penampilan warna, kontras warna, foto setelah jadi dan defisiensi penglihatan
warna. Hering mencatat penemuannya bahwa warna tertentu tidak terjadi
secara bersamaan, contohnya kemerahan, kehijauan dan kekuningan-kebiruan.
Hering menemukan bahwa kontras warna ikut berpengaruh untuk membedakan
warna yang berpasangan.
3. Teori modern opponent colors
Teori ini bertentangan dengan teori trikromatik. Teori ini menyatakan bahwa
warna yang diterima di reseptor warna dikirim ke retina untuk diubah
sinyalnya dan baru dikirim ke otak
Gangguan penglihatan warna dapat terjadi secara congenital atau didapat akibat
penyakit tertentu. Buta warna yang diturunkan tidak bersifat progresif dan tidak dapat diobati.
Pada kelainan macula (retinitis sentral dan degenerasi macula sentral), sering terdapat
kelainan pada penglihatan warna biru dan kuning, sedang pada kelainan saraf optic akan
terlihat gangguan penglihatan warna merah dan hijau.
Gangguan penglihatan biru kuning terdapat pada glaucoma, ablasio retina, degenerasi
pigmen retina, degenerasi macula senilis dini, myopia, korioretinitis, oklusi pembuluh darah
retina, retinopati diabetic dan hipertensi, papil edema dan keracunan metil alcohol serta
penambahan usia. Gangguan penglihatan warna hijau terdapat pada kelainan saraf optic,
keracunan tembakau, neuritis retrobulbar, atropi optic dan lesi kompresi traktus optikus.
Retina sebagai salah satu bagian dari mata berperan di dalam proses ini, merupakan
bagian yang peka terhadap cahaya. Pada retina orang normal mengandung dua jenis sel yang
sensitive terhadap cahaya, yaitu sel batang yang aktif pada cahaya gelap dan sel kerucut yang
aktif pada cahaya terang. Normalnya ada tiga jenis sel kerucut yang masing-masing
mengandung pigmen yang berbeda-beda. . Sel kerucut yang pertama cukup sensitive pada
gelombang pendek, yang kedua pada gelombang medium, yang ketiga pada gelombang yang
3
panjang. Orang dengan gangguan penglihatan warna, mengalami kehilangan satu sel kerucut
atau sel kerucut memiliki puncak absorbs yang berbeda dari normal.
Klasifikasi gangguan penglihatan warna:
a. Trikromatik, yaitu keadaan pasien mempunyai tiga pigmen kerucut yang
mengatur fungsi penglihatan. Pasien buta warna jenis ini dapat melihat
berbagai warna, tetapi dengan interpretasi berbeda dari normal.
b. Dikromatik, yaitu pasien mempunyai dua pigmen kerucut, akibatnya sulit
membedakan warna tertentu
c. Monokromatik (akramatopsia atau buta warna total), hanya terdapat satu jenis
pigmen sel kerucut, sedangkan dua pigmen lainnya rusak. Pasien sering
mengeluh fotofobia, tajam penglihatan kurang, tidak mampu membedakan
warna dasar atau warna antara (hanya dapat membedakan hitam dan putih),
silau dan nistagmus. Kelainan ini bersifat autosomal resesif
II.1.3 Gangguan Penglihatan Warna Pada Pekerja
Penelitian –penelitian belakangan ini menunjukkan pajanan metal, zat kimia pelarut,
bahan kimia industri dapat menggangu dan merusak penglihatan para pekerja yang terpapar.
Gangguan ini dapat berupa hilangnya kemampuan membedakan warna biru-kuning, atau lebih
jarang merah-hijau.
Patogenesis kehilangan penglihatan warna di pekerja terpapar kimia belum jelas.
Menurut aturan yang disebut '' Kollner’s rule '', temuan bahwa yang tepengaruh biasanya
rangkaian warna biru - kuning menunjukkan efek dari lokasi retina. Hal Ini sejalan dengan
dengan beberapa data elektrofisiologi yang diperoleh pada pekerja yang terpapar stirena dan
PCE dan eksperimental pada hewan yang terpapar dengan berbagai pelarut.
Pelarut utama Industri, logam industri dan bahan kimia yang menginduksi kehilangan
penglihatan warna pada pekerja yang terpapar:Pelarut, logam, kimia lainnya Referensi
Gobba et al. (1991, 1993), Fallas et al. (1992), Chia et al. (1994), Campagna et al. (1995,1996), Eguci et al. (1995), Mergler et al. (1996), Castillo et al. (2001), Kishi et al. (2001),Triebig et al. (2001) Alieva et al. (1985), Nakatsuka et al. (1992), Gobba et al. (1993), Cavalleri et al. (1994),Gobba et al. (1998)Bælum et al. (1985, 1990), Nakatsuka et al. (1992), Muttray et al. (1995, 1999), Zavalic et al.(1996, 1998a, b), Cavalleri et al. (2000), Campagna et al. (2001)
Karbon disulfida Raitta et al. (1981), Ruijiten et al. (1990), Vanhoorne et al. (1996)n-Hexane Raitta et al. (1978), Nyle'n et al. (1993)
Blain et al. (1985), Mergler dan Blain (1987), Mergler et al. (1987, 1988, 1991), Baird et al.(1994), Broadwell et al. (1995), Zdzieszynska dan Gos (1995), Zavalic et al. (1996), Muttrayet al. (1997), Valic et al. (1997), Gonzalez et al. (1998), Gobba et al. (1999), Dick et al. (2000),Semple et al. (2000), Sampai et al. (2001, 2002)
Mercury Cavalleri et al. (1995), Cavalleri dan Gobba (1998), Gobba et al. (1996), Perkotaan et al. (2002)Pestisida organofosfat Dick et al. (2001)2-t-Butylazo-2-hidroksi-5-methylxane Horan et al. (1985)
Strrene
Perchloroethylene
Toluene
Campuran pelarut
4
Styrene adalah salah satu pelarut yang banyak digunakan di industri fiberglass-
Reinforced Plastik ( FRP). Penelitian menunjukkan adanya penurunan penglihatan warna
dalam kelompok pekerja yang terpapar pelarut ini. Pelarut lain yang dapat mengganggu
penglihatan warna pada paparan rendah adalah perkloroetilena (PCE). Berbagai studi meneliti
pengaruh pelarut ini dalam kelompok dry cleaners yang terkena konsentrasi rata-rata
lingkungan TWA dari PCE 7 ppm.
Gangguan penglihatan warna pada pekerja dapat juga terjadi jika terpapar berbagai
logam seperti timah, mangan atau gallium dan dapat mempengaruhi penglihatan. Efek dari
logam merkuri terhadap kelompok pekerja yang terpapar selama produksi alat instrument
telah dilaporkan. Pengujian pembedaan warna mengungkapkan penurunan yang berhubungan
dengan dosis.
II.1.4 Diagnosis
Buta warna kadang menyebabkan tidak dapat mengerjakan pekerjaan tertentu seperti
di pabrik cat, konveksi, kapten kapal, dan pengawas lalu lintas. Pemeriksaan buta warna
dilakukan dengan uji anomaloskop, uji Farnsworth Munsell 100 hue, uji Holmgren, dan uji
Ishihara. Uji Farnsworth dan Ishihara sering digunakan sebagai pemeriksaan optamologis.
Defek penglihatan warna merah-hijau secara kualitatif dievaluasi dengan tes Pseudokromatik
(Ishihara). Defek penglihatan biru-kuning dengan tes Farnsworth Munsell. Evaluasi defek
penglihatan kuantitatif dapat menggunakan anomaloskop nagel.
Uji Farnsworth-Munsell 100 Hue (FM-100) merupakan test terbaik yang didasarkan
pada kemampuan untuk menggabungkan kembali urutan warna yang dibentuk oleh satu set
85 caps yang terpisah menjadi empat groups. FM-100 menyediakan pengukuran kuantitatif
yang sangat sensitive terhadap cacat penglihatan warna, termasuk buta warna bawaan dan
maupun yang diperoleh, juga dapat mengevaluasi keparahan buta warna. Namun, tes ini
cukup memakan waktu, dan telah jarang diterapkan dalam studi pada kelompok pekerja
5
Uji Ishihara didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan
berbagai ragam warna. Penapisan dengan uji Ishihara merupakan evaluasi minimum
gangguan penglihatan warna . uji ini memakai seri titik bola kecil dengan warna besar
berbeda (gambar pseudokromatik) sehingga keseluruhan terlihat warna pucat dan menyulitkan
pasien dengan kelainan warna. Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna
dapat melihat sebagian atau sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan.
Pada pemeriksaan pasien diminta untuk melihat dan mengenali tanda gambar yang
diperlihatkan selama 10 detik.
Nagel anomaloskop terdiri dari test plate yang bagian bawahnya berwana kuning yang
dapat disesuaikan kontrasnya. Pasien berusaha mencocokkan bagian atas sampai berwarna
kuning dengan mencampur warna merah dan hijau. Orang dengan buta warna hijau akan
menggunakan banyak warna hijau dan begitu juga pada orang dengan buta warna merah.
6
Uji Holmgren menggunakan gulungan benang wol berwarna dan meminta pasien untuk
mencocokkan atau menemukan warna yang sesuai dengan contoh warna yang diberikan.
Gangguan penurunan penglihatan warna yang terkait dengan pekerjaan, sama seperti
dyschromatopsias yang diperoleh , biasanya menghasilkan adanya gangguan dalam
membedakan warna biru-kuning atau lebih jarang, hilangnya kemampuan membedakan warna
dalam kombinasi biru-kuning dan merah-hijau, sedangkan dyschromatopsias
Pelarut, logam, kimia lainnya Referensi Gobba et al. (1991, 1993), Fallas et al. (1992), Chia et al. (1994), Campagna et al. (1995,1996), Eguci et al. (1995), Mergler et al. (1996), Castillo et al. (2001), Kishi et al. (2001),Triebig et al. (2001) Alieva et al. (1985), Nakatsuka et al. (1992), Gobba et al. (1993), Cavalleri et al. (1994),Gobba et al. (1998)Bælum et al. (1985, 1990), Nakatsuka et al. (1992), Muttray et al. (1995, 1999), Zavalic et al.(1996, 1998a, b), Cavalleri et al. (2000), Campagna et al. (2001)
Karbon disulfida Raitta et al. (1981), Ruijiten et al. (1990), Vanhoorne et al. (1996)n-Hexane Raitta et al. (1978), Nyle'n et al. (1993)
Blain et al. (1985), Mergler dan Blain (1987), Mergler et al. (1987, 1988, 1991), Baird et al.(1994), Broadwell et al. (1995), Zdzieszynska dan Gos (1995), Zavalic et al. (1996), Muttrayet al. (1997), Valic et al. (1997), Gonzalez et al. (1998), Gobba et al. (1999), Dick et al. (2000),Semple et al. (2000), Sampai et al. (2001, 2002)
Mercury Cavalleri et al. (1995), Cavalleri dan Gobba (1998), Gobba et al. (1996), Perkotaan et al. (2002)Pestisida organofosfat Dick et al. (2001)2-t-Butylazo-2-hidroksi-5-methylxane Horan et al. (1985)
Strrene
Perchloroethylene
Toluene
Campuran pelarut
II.1.5 Penatalaksanaan
Buta warna yang diturunkan tidak dapat diobati, tetapi buta warna yang didapat diobati sesuai
penyebabnya.
7
II.2 Intoksikasi Mata
II.2.1 Definisi
Intoksikasi mata adalah adanya pajanan bahan toksik ke dalam tubuh baik melalui
inhalasi, kulit ataupun pencernaan yang dapat menimbulkan gangguan dan atau kerusakan
pada mata.
Dibedakan menjadi intoksikasi akut jika terjadi kurang dari 1 bulan dan kronik jika
terjadi lebih dari 3 bulan.
Tabel Bahan Toksik yang dapat menyebabkan kelainan/gangguan pada mata
Jaringan Mata Bahan Toksik Kelainan
Kornea Bahan kimia yang bersifat asam, bahan
kimia yang bersifat basa, detergen,
pelarut organik.
Nekrosis kornea
Ulkus kornea
Lensa mata 2-4 dinitrofenol, alkohol, busulfan,
talium, merkuri
katarak
Badan siliaris alumunium Kesukaran mengontrol pupil
Retina Klorokuin, hidrokuinon,
hidroksiklorokuin
Penurunan lapangan
penglihatan
Saraf optik Karbon disulfide, talium, metal merkuri Neuritis optic
II.2.2 Gejala dan Tanda Intoksikasi mata
Gejala intoksikasi mata yang dapat timbul adalah fotofobia, penurunan lapangan
pandang, gangguan penglihatan warna, amblyopia.
Tanda terjadi intoksikasi mata antara lain :
Edema konjungtiva
Konjungtivitis, keratokonjungtivitis
Nekrosis kornea
Ulkus kornea
Perubahan warna iris
Reflek pupil yang menurun
Katarak
Edema diskus optikus
Neuritis optikus
II.2.3 Diagnosis intoksikasi mata8
Dalam bidang okupasi, untuk mendiagnosa intoksikasi mata diakibatkan bahan toksik
yang dipergunakan dalam proses bekerja harus melalui tahapan 7 langkaj diagnosis, yaitu :
1. Diagnosis klinik
Ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang
2. Jenis pajanan yang ada
Dicari lokasi kerja dan jenis pajanan yang ada di tempat bekerja.
3. Hubungan kelainan dengan jenis pajanan
Apakah ada referensi ilmiah yang menyebutkannya.
4. Lama pajanan
Berapa lama sudah bekerja dengan pajanan tersebut, seberapa besar pajanan
yang diterima berdasarkan pengukuran lingkungan kerja, bandingkan dengan
nilai ambang batas yang diizinkan, apakah ada upaya pengendalian dengan alat
pelindung diri.
5. Faktor individu berperan
Apakah ada pekerja di tempat yang sama yang mengalami keluhan serupa.
6. Faktor di luar pekerjaan
Adakah kegiatan yang dilakukan di luar tempat bekerja yang dapat
menyebabkan keluhan serupa.
7. Diagnosis PAK
Ditentukan setelah tahap di atas apakah merupakan intoksikasi mata akibat
pekerjaan atau bukan.
II.2.4 Tatalaksana Intoksikasi Mata
Akut :
- Airway, Breathing, Circulation
- Dekontaminasi mata (eye wash), jangan gunakan penetral
- Rujuk ke dokter spesialis mata
Kronik :
- Dilihat dari data medical check up dan data pajanan yang ada
- Konsultasi ke dokter spesialis mata
II.2.5 Beberapa Intoksikasi Mata Berdasarkan Bahan Toksik
9
Intoksikasi Merkuri
- Merkuri merupakan logam berat berbentuk cair, berwarna putih perak serta
menguap pada suhu ruangan.
- Merkuri digunakan dalam kegiatan penambangan emas, produksi gas klor, dan soda
kaustik, serta dalam industri pulp, kertas dan baterai. Berbagai produk yang
mengandung merkuri di antaranya adalah bola lampu, penambal gigi, dan
thermometer.
- Keracunan kronis terjadi pada pekerja yang kontak langsung atau orang yang
tinggal di pemukiman sekitar kawasan industri yang menggunakan merkuri
- Gangguan pada mata yang dapat terjadi adalah mercurialentis (perubahan warna
coklat pada capsula anterior dari lensa menjadi abu-abu sampai abu-abu
kemerahan), katarak, retinitis pigmentosa, iritis, gangguan penglihatan warna
partial
Merkurialentis
Intoksikasi Amonia
10
- Merupakan bahan baku pembantu yang berfungsi sebagai cairan pendingin produk
minuman
- Berbau tajam dan menyengat, bersifat korosif
- Akut dapat menyebabkan iritasi mata, pandangan kabur dan krinis menyebabkan
kebutaan.
- Pertolongan pertama jika terkena mata : bilas mata dengan menggunakan air yang
mengalir dengan menaik turunkan mata selama 15 menit.
Intoksikasi Klorokuin
Contoh : klorokuin, hidroklorokuin
Obat ini digunakan pada infeksi malaria, rematoid artritis dan SLE
Menyebabkan vortex keratopathy (corneal verticillata), dimana biasanya
asimptomatik tetapi dapat juga menimbulkan gejala seperti kesilauan dan
photopobia
Juga dapat menyebabkan retinopathy (bull’s eye maculopathy)
Intoksikasi Alkohol
- Gejala akut timbul setelah 18 jam
11
- dapat terjadi timbul setelah 18 jam meminum
- dapat terjadi skotoma sampai kebutaan
BAB III
12
KESIMPULAN
1. Penyebab gangguan penglihatan warna dibagi menjadi congenital atau akibat penyakit atau
paparan zat kimia tertentu.
2. Diagnosis gangguan penglihatan warna dipat ditegakkan dengan pemeriksaan Ishihara test,
Farnsworth-Munsell 100 Hue (FM-100), Holmgren wool,
3. Buta warna yang diturunkan tidak dapat diobati, tetapi buta warna yang disebabkan oleh
penyakit tertentu diobati dengan menhindari paparan dengan zat kimia tersebut.
4. Intoksikasi mata dapat terjadi karena bahan toksik yang masuk ke dalam tubuh baik
melalui inhalasi, kulit ataupun pencernaan dan menimbulkan gangguan pada mata.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. B.Windham. Eye Problem Related to Injury. Retrieved from http : www.flv.com
2. Gobba F, Cavalerri A. Reversible Colour Vision Loss in Occupational Exposure to
Maetllic Mercury. Environ Res 1998 May. 77 (2) : 173-7
3. Mariana Raini. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida. Media
litbang kesehatan . 2007. Volume XVII (3)
4. www.atsdr.cdc.gov/mercury/docs/HealthEffectsMercury.pdf
5. Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit
FKUI. 2009;3:84-7.
6. Color Vision Deficiency. American Optometric Association. From URL :
http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-vision-problems/glossary-of-eye-and-
vision-conditions/color-deficiency?sso=y
7. Kartika, Kuntjoro K, Yenni, Halim Y. Patofisiologi dan Diagnosis Buta Warna. CDK-215.
204;41:268-71.
8. Cumberland P, Rahi JS, Peckham CS. Impact of congenital colour vision defects on
occupation. Arch Dis Child. 2005;90:906-8.
14