Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

19
BAB I LATAR BELAKANG I.1 Pendahuluan Warna merupakan corak gelombang dengan kejenuhannya pada warna putih. Dikenal warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang terlihat dengan campuran ukuran tertentu. 1 Gangguan penglihatan warna adalah ketidakmampuan untuk membedakan nuansa warna tertentu atau dalam kasus-kasus yang lebih parah, tidak dapat melihat warna sama sekali. Istilah “buta warna” juga digunakan untuk menggambarkan kondisi visual ini. 2 Prevalensi buta warna di Indonesia menurut data Riskesdas 2007 adalah sebesar 0,7% sedangkan di Amerika Serikat pada tahun 2006 menurut Howard Hughes Medical Institut, terdapat 7% pria atau sekitar 10,5 juta pria dan 0,4% wanita tidak dapat membedakan merah dan hijau atau mereka melihat merah dan hijau secara berbeda dibandingkan populasi umum. Sejumlah 95% gangguan buta warna terjadi pada reseptor warna merah dan hijau pada mata pria. 3 Gangguan penglihatan warna mulai mempengaruhi individu ketika individu tersebut harus bekerja dengan persyaratan buta warna menjadi salah satu kriteria. Buta merah hijau kadang- kadang merupakan syarat tidak dapatnya mengerjakan pekerjaan tertentu, seperti di pabrik cat, konveksi, kapten kapal dan pengawas lalu lintas. 1 UK Health and Safety Executive menyarankan bahwa pekerjaan tertentu memerlukan penglihatan warna normal, baik untuk alasan keselamatan atau kualitas produk. 4 1

description

Gangguan Mata dan Intoksikasi

Transcript of Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

Page 1: Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

BAB I

LATAR BELAKANG

I.1 Pendahuluan

Warna merupakan corak gelombang dengan kejenuhannya pada warna putih. Dikenal

warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang terlihat dengan

campuran ukuran tertentu.1 Gangguan penglihatan warna adalah ketidakmampuan untuk

membedakan nuansa warna tertentu atau dalam kasus-kasus yang lebih parah, tidak dapat

melihat warna sama sekali. Istilah “buta warna” juga digunakan untuk menggambarkan

kondisi visual ini.2

Prevalensi buta warna di Indonesia menurut data Riskesdas 2007 adalah sebesar 0,7%

sedangkan di Amerika Serikat pada tahun 2006 menurut Howard Hughes Medical Institut,

terdapat 7% pria atau sekitar 10,5 juta pria dan 0,4% wanita tidak dapat membedakan merah

dan hijau atau mereka melihat merah dan hijau secara berbeda dibandingkan populasi umum.

Sejumlah 95% gangguan buta warna terjadi pada reseptor warna merah dan hijau pada mata

pria.3

Gangguan penglihatan warna mulai mempengaruhi individu ketika individu tersebut

harus bekerja dengan persyaratan buta warna menjadi salah satu kriteria. Buta merah hijau

kadang-kadang merupakan syarat tidak dapatnya mengerjakan pekerjaan tertentu, seperti di

pabrik cat, konveksi, kapten kapal dan pengawas lalu lintas.1 UK Health and Safety Executive

menyarankan bahwa pekerjaan tertentu memerlukan penglihatan warna normal, baik untuk

alasan keselamatan atau kualitas produk.4

Intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang mengikuti masuknya zat psikoaktif

yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perilaku, fungsi dan respon

psikofisiologis. Intoksikasi dapat melalui udara, kulit dan tertelan. Beratnya intoksikasi

tergantung dari cara terpapar, jenis toksikan, dosis toksikan dan lama pajanan. Intoksikasi

pada mata dapat berupa akut maupun kronik. Dimana baik akut maupun kronik dapat

merugikan pekerja maupun perusahaan dalam hal produktifitas bekerja maupun biaya yang

dikeluarkan.

I.2 Tujuan

Diketahui gangguan penglihatan warna dan intoksikasi pada mata serta

penatalaksanaannya pada bidang okupasi

1

Page 2: Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Gangguan Penglihatan Warna

Buta warna dapat menyulitkan atau bahkan membuat seseorang tidak mampu

melakukan pekerjaan tertentu yang membutuhkan persepsi warna dalam tanggung jawabnya,

seperti pilot karena banyak aspek penerbangan bergantung pada pengodean warna.

Di Amerika dan Eropa barat, gangguan penglihatan warna merah-hijau sangat umum,

dimana prevalensi pada laki-laki 19 kali lebih sering dibandingkan perempuan karena X

linked resesif. Gangguan penglihatan warna biru-kuning kejadiannya sama terhadap laki-laki

maupun perempuan.

II.1.1 Definisi

Gangguan penglihatan warna atau lebih dikenal dengan buta warna adalah

ketidakmampuan untuk membedakan warna dimana orang normal mampu membedakannya.

Seseorang dapat melihat normal apabila fungsi organ mata (mata dan saraf optic) normal,

terdapat cukup cahaya yang dipantulkan ke mata dan system penghantaran impuls melalui

saraf normal.

Penyakit genetic gangguan penglihatan mata warna merah-hijau lebih banyak

menyerang laki-laki dibandingkan perempuan, karena gen yang mengkodekan pigmen merah

dan hijau berada pada lengan panjang kromosom X, dimana laki-laki hanya punya satu dan

wanita memiliki dua (XX). Wanita yang memiliki genotype 46 XX akan menjadi buta warna,

apabila kedua kromosom X mengalami kelaninan, sedangkan pada laki-laki 46 XY akan

terjadi buta warna bila satu kromosom X-nya mengalami kelainan.

Gen yang mengkode pigmen merah-hijau diturunkan dari laki-laki yang buta warna

kepada semua anak perempuan mereka yang heterozigot carrier dan wanita carrier

berkesempatan menurunkan sifat buta warna 50% kepada anak laki-laki mereka. Jika seorang

laki-laki buta warna menikah dengan wanita carrier buta warna, anak perempuan mereka

kemungkinan akan lahir dengan buta warna.

Gangguan penglihatan warna tidak banyak mempengaruhi kehidupan awal manusia

seperti pada masa kanak-kanak, karena tidak disertai oleh kelainan tajam penglihatan.

Gangguan penglihatan ini mulai mempengaruhi ketika anak dihadapkan pada persyaratan

untuk masuk jurusan tertentu yang buta warna menjadi salah satu criteria.

2

Page 3: Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

II.1.2 Patofisiologi

Mekanisme penglihatan warna dapat dijelaskan menurut teori dibawah ini:

1. Teori trikromatik

Pada teori ini dikenal 3 reseptor yang sensitif terhadap tiga spectrum warna

yaitu merah, hijau dan biru. Gambaran warna muncul karena rasio signal dari

tiga reseptor warna yang dikirim ke otak dibandingkan sampai menampilkan

warna. Teori trikromatik ini tidak diragukan, tetapi tidak dapat menjelaskan

fenomena transmisi ke otak

2. Teori Hering’s opponent colors

Hering mengajukan teori lawan warna dengan observasinya meliputi

penampilan warna, kontras warna, foto setelah jadi dan defisiensi penglihatan

warna. Hering mencatat penemuannya bahwa warna tertentu tidak terjadi

secara bersamaan, contohnya kemerahan, kehijauan dan kekuningan-kebiruan.

Hering menemukan bahwa kontras warna ikut berpengaruh untuk membedakan

warna yang berpasangan.

3. Teori modern opponent colors

Teori ini bertentangan dengan teori trikromatik. Teori ini menyatakan bahwa

warna yang diterima di reseptor warna dikirim ke retina untuk diubah

sinyalnya dan baru dikirim ke otak

Gangguan penglihatan warna dapat terjadi secara congenital atau didapat akibat

penyakit tertentu. Buta warna yang diturunkan tidak bersifat progresif dan tidak dapat diobati.

Pada kelainan macula (retinitis sentral dan degenerasi macula sentral), sering terdapat

kelainan pada penglihatan warna biru dan kuning, sedang pada kelainan saraf optic akan

terlihat gangguan penglihatan warna merah dan hijau.

Gangguan penglihatan biru kuning terdapat pada glaucoma, ablasio retina, degenerasi

pigmen retina, degenerasi macula senilis dini, myopia, korioretinitis, oklusi pembuluh darah

retina, retinopati diabetic dan hipertensi, papil edema dan keracunan metil alcohol serta

penambahan usia. Gangguan penglihatan warna hijau terdapat pada kelainan saraf optic,

keracunan tembakau, neuritis retrobulbar, atropi optic dan lesi kompresi traktus optikus.

Retina sebagai salah satu bagian dari mata berperan di dalam proses ini, merupakan

bagian yang peka terhadap cahaya. Pada retina orang normal mengandung dua jenis sel yang

sensitive terhadap cahaya, yaitu sel batang yang aktif pada cahaya gelap dan sel kerucut yang

aktif pada cahaya terang. Normalnya ada tiga jenis sel kerucut yang masing-masing

mengandung pigmen yang berbeda-beda. . Sel kerucut yang pertama cukup sensitive pada

gelombang pendek, yang kedua pada gelombang medium, yang ketiga pada gelombang yang

3

Page 4: Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

panjang. Orang dengan gangguan penglihatan warna, mengalami kehilangan satu sel kerucut

atau sel kerucut memiliki puncak absorbs yang berbeda dari normal.

Klasifikasi gangguan penglihatan warna:

a. Trikromatik, yaitu keadaan pasien mempunyai tiga pigmen kerucut yang

mengatur fungsi penglihatan. Pasien buta warna jenis ini dapat melihat

berbagai warna, tetapi dengan interpretasi berbeda dari normal.

b. Dikromatik, yaitu pasien mempunyai dua pigmen kerucut, akibatnya sulit

membedakan warna tertentu

c. Monokromatik (akramatopsia atau buta warna total), hanya terdapat satu jenis

pigmen sel kerucut, sedangkan dua pigmen lainnya rusak. Pasien sering

mengeluh fotofobia, tajam penglihatan kurang, tidak mampu membedakan

warna dasar atau warna antara (hanya dapat membedakan hitam dan putih),

silau dan nistagmus. Kelainan ini bersifat autosomal resesif

II.1.3 Gangguan Penglihatan Warna Pada Pekerja

Penelitian –penelitian belakangan ini menunjukkan pajanan metal, zat kimia pelarut,

bahan kimia industri dapat menggangu dan merusak penglihatan para pekerja yang terpapar.

Gangguan ini dapat berupa hilangnya kemampuan membedakan warna biru-kuning, atau lebih

jarang merah-hijau.

Patogenesis kehilangan penglihatan warna di pekerja terpapar kimia belum jelas.

Menurut aturan yang disebut '' Kollner’s rule '', temuan bahwa yang tepengaruh biasanya

rangkaian warna biru - kuning menunjukkan efek dari lokasi retina. Hal Ini sejalan dengan

dengan beberapa data elektrofisiologi yang diperoleh pada pekerja yang terpapar stirena dan

PCE dan eksperimental pada hewan yang terpapar dengan berbagai pelarut.

Pelarut utama Industri, logam industri dan bahan kimia yang menginduksi kehilangan

penglihatan warna pada pekerja yang terpapar:Pelarut, logam, kimia lainnya Referensi

Gobba et al. (1991, 1993), Fallas et al. (1992), Chia et al. (1994), Campagna et al. (1995,1996), Eguci et al. (1995), Mergler et al. (1996), Castillo et al. (2001), Kishi et al. (2001),Triebig et al. (2001) Alieva et al. (1985), Nakatsuka et al. (1992), Gobba et al. (1993), Cavalleri et al. (1994),Gobba et al. (1998)Bælum et al. (1985, 1990), Nakatsuka et al. (1992), Muttray et al. (1995, 1999), Zavalic et al.(1996, 1998a, b), Cavalleri et al. (2000), Campagna et al. (2001)

Karbon disulfida Raitta et al. (1981), Ruijiten et al. (1990), Vanhoorne et al. (1996)n-Hexane Raitta et al. (1978), Nyle'n et al. (1993)

Blain et al. (1985), Mergler dan Blain (1987), Mergler et al. (1987, 1988, 1991), Baird et al.(1994), Broadwell et al. (1995), Zdzieszynska dan Gos (1995), Zavalic et al. (1996), Muttrayet al. (1997), Valic et al. (1997), Gonzalez et al. (1998), Gobba et al. (1999), Dick et al. (2000),Semple et al. (2000), Sampai et al. (2001, 2002)

Mercury Cavalleri et al. (1995), Cavalleri dan Gobba (1998), Gobba et al. (1996), Perkotaan et al. (2002)Pestisida organofosfat Dick et al. (2001)2-t-Butylazo-2-hidroksi-5-methylxane Horan et al. (1985)

Strrene

Perchloroethylene

Toluene

Campuran pelarut

4

Page 5: Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

Styrene adalah salah satu pelarut yang banyak digunakan di industri fiberglass-

Reinforced Plastik ( FRP). Penelitian menunjukkan adanya penurunan penglihatan warna

dalam kelompok pekerja yang terpapar pelarut ini. Pelarut lain yang dapat mengganggu

penglihatan warna pada paparan rendah adalah perkloroetilena (PCE). Berbagai studi meneliti

pengaruh pelarut ini dalam kelompok dry cleaners yang terkena konsentrasi rata-rata

lingkungan TWA dari PCE 7 ppm.

Gangguan penglihatan warna pada pekerja dapat juga terjadi jika terpapar berbagai

logam seperti timah, mangan atau gallium dan dapat mempengaruhi penglihatan. Efek dari

logam merkuri terhadap kelompok pekerja yang terpapar selama produksi alat instrument

telah dilaporkan. Pengujian pembedaan warna mengungkapkan penurunan yang berhubungan

dengan dosis.

II.1.4 Diagnosis

Buta warna kadang menyebabkan tidak dapat mengerjakan pekerjaan tertentu seperti

di pabrik cat, konveksi, kapten kapal, dan pengawas lalu lintas. Pemeriksaan buta warna

dilakukan dengan uji anomaloskop, uji Farnsworth Munsell 100 hue, uji Holmgren, dan uji

Ishihara. Uji Farnsworth dan Ishihara sering digunakan sebagai pemeriksaan optamologis.

Defek penglihatan warna merah-hijau secara kualitatif dievaluasi dengan tes Pseudokromatik

(Ishihara). Defek penglihatan biru-kuning dengan tes Farnsworth Munsell. Evaluasi defek

penglihatan kuantitatif dapat menggunakan anomaloskop nagel.

Uji Farnsworth-Munsell 100 Hue (FM-100) merupakan test terbaik yang didasarkan

pada kemampuan untuk menggabungkan kembali urutan warna yang dibentuk oleh satu set

85 caps yang terpisah menjadi empat groups. FM-100 menyediakan pengukuran kuantitatif

yang sangat sensitive terhadap cacat penglihatan warna, termasuk buta warna bawaan dan

maupun yang diperoleh, juga dapat mengevaluasi keparahan buta warna. Namun, tes ini

cukup memakan waktu, dan telah jarang diterapkan dalam studi pada kelompok pekerja

5

Page 6: Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

Uji Ishihara didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan

berbagai ragam warna. Penapisan dengan uji Ishihara merupakan evaluasi minimum

gangguan penglihatan warna . uji ini memakai seri titik bola kecil dengan warna besar

berbeda (gambar pseudokromatik) sehingga keseluruhan terlihat warna pucat dan menyulitkan

pasien dengan kelainan warna. Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna

dapat melihat sebagian atau sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan.

Pada pemeriksaan pasien diminta untuk melihat dan mengenali tanda gambar yang

diperlihatkan selama 10 detik.

Nagel anomaloskop terdiri dari test plate yang bagian bawahnya berwana kuning yang

dapat disesuaikan kontrasnya. Pasien berusaha mencocokkan bagian atas sampai berwarna

kuning dengan mencampur warna merah dan hijau. Orang dengan buta warna hijau akan

menggunakan banyak warna hijau dan begitu juga pada orang dengan buta warna merah.

6

Page 7: Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

Uji Holmgren menggunakan gulungan benang wol berwarna dan meminta pasien untuk

mencocokkan atau menemukan warna yang sesuai dengan contoh warna yang diberikan.

Gangguan penurunan penglihatan warna yang terkait dengan pekerjaan, sama seperti

dyschromatopsias yang diperoleh , biasanya menghasilkan adanya gangguan dalam

membedakan warna biru-kuning atau lebih jarang, hilangnya kemampuan membedakan warna

dalam kombinasi biru-kuning dan merah-hijau, sedangkan dyschromatopsias

Pelarut, logam, kimia lainnya Referensi Gobba et al. (1991, 1993), Fallas et al. (1992), Chia et al. (1994), Campagna et al. (1995,1996), Eguci et al. (1995), Mergler et al. (1996), Castillo et al. (2001), Kishi et al. (2001),Triebig et al. (2001) Alieva et al. (1985), Nakatsuka et al. (1992), Gobba et al. (1993), Cavalleri et al. (1994),Gobba et al. (1998)Bælum et al. (1985, 1990), Nakatsuka et al. (1992), Muttray et al. (1995, 1999), Zavalic et al.(1996, 1998a, b), Cavalleri et al. (2000), Campagna et al. (2001)

Karbon disulfida Raitta et al. (1981), Ruijiten et al. (1990), Vanhoorne et al. (1996)n-Hexane Raitta et al. (1978), Nyle'n et al. (1993)

Blain et al. (1985), Mergler dan Blain (1987), Mergler et al. (1987, 1988, 1991), Baird et al.(1994), Broadwell et al. (1995), Zdzieszynska dan Gos (1995), Zavalic et al. (1996), Muttrayet al. (1997), Valic et al. (1997), Gonzalez et al. (1998), Gobba et al. (1999), Dick et al. (2000),Semple et al. (2000), Sampai et al. (2001, 2002)

Mercury Cavalleri et al. (1995), Cavalleri dan Gobba (1998), Gobba et al. (1996), Perkotaan et al. (2002)Pestisida organofosfat Dick et al. (2001)2-t-Butylazo-2-hidroksi-5-methylxane Horan et al. (1985)

Strrene

Perchloroethylene

Toluene

Campuran pelarut

II.1.5 Penatalaksanaan

Buta warna yang diturunkan tidak dapat diobati, tetapi buta warna yang didapat diobati sesuai

penyebabnya.

7

Page 8: Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

II.2 Intoksikasi Mata

II.2.1 Definisi

Intoksikasi mata adalah adanya pajanan bahan toksik ke dalam tubuh baik melalui

inhalasi, kulit ataupun pencernaan yang dapat menimbulkan gangguan dan atau kerusakan

pada mata.

Dibedakan menjadi intoksikasi akut jika terjadi kurang dari 1 bulan dan kronik jika

terjadi lebih dari 3 bulan.

Tabel Bahan Toksik yang dapat menyebabkan kelainan/gangguan pada mata

Jaringan Mata Bahan Toksik Kelainan

Kornea Bahan kimia yang bersifat asam, bahan

kimia yang bersifat basa, detergen,

pelarut organik.

Nekrosis kornea

Ulkus kornea

Lensa mata 2-4 dinitrofenol, alkohol, busulfan,

talium, merkuri

katarak

Badan siliaris alumunium Kesukaran mengontrol pupil

Retina Klorokuin, hidrokuinon,

hidroksiklorokuin

Penurunan lapangan

penglihatan

Saraf optik Karbon disulfide, talium, metal merkuri Neuritis optic

II.2.2 Gejala dan Tanda Intoksikasi mata

Gejala intoksikasi mata yang dapat timbul adalah fotofobia, penurunan lapangan

pandang, gangguan penglihatan warna, amblyopia.

Tanda terjadi intoksikasi mata antara lain :

Edema konjungtiva

Konjungtivitis, keratokonjungtivitis

Nekrosis kornea

Ulkus kornea

Perubahan warna iris

Reflek pupil yang menurun

Katarak

Edema diskus optikus

Neuritis optikus

II.2.3 Diagnosis intoksikasi mata8

Page 9: Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

Dalam bidang okupasi, untuk mendiagnosa intoksikasi mata diakibatkan bahan toksik

yang dipergunakan dalam proses bekerja harus melalui tahapan 7 langkaj diagnosis, yaitu :

1. Diagnosis klinik

Ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang

2. Jenis pajanan yang ada

Dicari lokasi kerja dan jenis pajanan yang ada di tempat bekerja.

3. Hubungan kelainan dengan jenis pajanan

Apakah ada referensi ilmiah yang menyebutkannya.

4. Lama pajanan

Berapa lama sudah bekerja dengan pajanan tersebut, seberapa besar pajanan

yang diterima berdasarkan pengukuran lingkungan kerja, bandingkan dengan

nilai ambang batas yang diizinkan, apakah ada upaya pengendalian dengan alat

pelindung diri.

5. Faktor individu berperan

Apakah ada pekerja di tempat yang sama yang mengalami keluhan serupa.

6. Faktor di luar pekerjaan

Adakah kegiatan yang dilakukan di luar tempat bekerja yang dapat

menyebabkan keluhan serupa.

7. Diagnosis PAK

Ditentukan setelah tahap di atas apakah merupakan intoksikasi mata akibat

pekerjaan atau bukan.

II.2.4 Tatalaksana Intoksikasi Mata

Akut :

- Airway, Breathing, Circulation

- Dekontaminasi mata (eye wash), jangan gunakan penetral

- Rujuk ke dokter spesialis mata

Kronik :

- Dilihat dari data medical check up dan data pajanan yang ada

- Konsultasi ke dokter spesialis mata

II.2.5 Beberapa Intoksikasi Mata Berdasarkan Bahan Toksik

9

Page 10: Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

Intoksikasi Merkuri

- Merkuri merupakan logam berat berbentuk cair, berwarna putih perak serta

menguap pada suhu ruangan.

- Merkuri digunakan dalam kegiatan penambangan emas, produksi gas klor, dan soda

kaustik, serta dalam industri pulp, kertas dan baterai. Berbagai produk yang

mengandung merkuri di antaranya adalah bola lampu, penambal gigi, dan

thermometer.

- Keracunan kronis terjadi pada pekerja yang kontak langsung atau orang yang

tinggal di pemukiman sekitar kawasan industri yang menggunakan merkuri

- Gangguan pada mata yang dapat terjadi adalah mercurialentis (perubahan warna

coklat pada capsula anterior dari lensa menjadi abu-abu sampai abu-abu

kemerahan), katarak, retinitis pigmentosa, iritis, gangguan penglihatan warna

partial

Merkurialentis

Intoksikasi Amonia

10

Page 11: Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

- Merupakan bahan baku pembantu yang berfungsi sebagai cairan pendingin produk

minuman

- Berbau tajam dan menyengat, bersifat korosif

- Akut dapat menyebabkan iritasi mata, pandangan kabur dan krinis menyebabkan

kebutaan.

- Pertolongan pertama jika terkena mata : bilas mata dengan menggunakan air yang

mengalir dengan menaik turunkan mata selama 15 menit.

Intoksikasi Klorokuin

Contoh : klorokuin, hidroklorokuin

Obat ini digunakan pada infeksi malaria, rematoid artritis dan SLE

Menyebabkan vortex keratopathy (corneal verticillata), dimana biasanya

asimptomatik tetapi dapat juga menimbulkan gejala seperti kesilauan dan

photopobia

Juga dapat menyebabkan retinopathy (bull’s eye maculopathy)

Intoksikasi Alkohol

- Gejala akut timbul setelah 18 jam

11

Page 12: Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

- dapat terjadi timbul setelah 18 jam meminum

- dapat terjadi skotoma sampai kebutaan

BAB III

12

Page 13: Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

KESIMPULAN

1. Penyebab gangguan penglihatan warna dibagi menjadi congenital atau akibat penyakit atau

paparan zat kimia tertentu.

2. Diagnosis gangguan penglihatan warna dipat ditegakkan dengan pemeriksaan Ishihara test,

Farnsworth-Munsell 100 Hue (FM-100), Holmgren wool,

3. Buta warna yang diturunkan tidak dapat diobati, tetapi buta warna yang disebabkan oleh

penyakit tertentu diobati dengan menhindari paparan dengan zat kimia tersebut.

4. Intoksikasi mata dapat terjadi karena bahan toksik yang masuk ke dalam tubuh baik

melalui inhalasi, kulit ataupun pencernaan dan menimbulkan gangguan pada mata.

13

Page 14: Tugas Mata Gangguan Penglihatan & Intoksikasi

DAFTAR PUSTAKA

1. B.Windham. Eye Problem Related to Injury. Retrieved from http : www.flv.com

2. Gobba F, Cavalerri A. Reversible Colour Vision Loss in Occupational Exposure to

Maetllic Mercury. Environ Res 1998 May. 77 (2) : 173-7

3. Mariana Raini. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida. Media

litbang kesehatan . 2007. Volume XVII (3)

4. www.atsdr.cdc.gov/mercury/docs/HealthEffectsMercury.pdf

5. Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit

FKUI. 2009;3:84-7.

6. Color Vision Deficiency. American Optometric Association. From URL :

http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-vision-problems/glossary-of-eye-and-

vision-conditions/color-deficiency?sso=y

7. Kartika, Kuntjoro K, Yenni, Halim Y. Patofisiologi dan Diagnosis Buta Warna. CDK-215.

204;41:268-71.

8. Cumberland P, Rahi JS, Peckham CS. Impact of congenital colour vision defects on

occupation. Arch Dis Child. 2005;90:906-8.

14