pengkajian sensori

12
MATA Tujuan pengkajian mata adalah untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata. Dalam setiap pengkajian selalu bandingkan antara mata kanan dengan mata kiri. Teknik yang digunakan adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi merupakan teknik yang paling penting dilakukan sebelum palpasi. Inspeksi Dalam inspeksi yang dikaji adalah bagian-bagian mata (bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, dan pupil), ketajaman penglihatan (visus) dengan bantuan kartu Snellen, dan pemeriksaan lapangan pandangan. 1. Secara umum untuk pemeriksaan fisik mata dilihat kelopak mata, konjungtiva (pucat atau tidak), sklera kuning atau tidak. Mata oedem/hiperemia/sekret mata berlebihan dapat terjadi karena adanya reaksi alergi, benda asing, perlukaan, dll. Pada inspeksi mata juga dilihat adanya mata cekung seperti pada klien dehidrasi. Dapat diamati pula ada tidaknya infeksi pada mata (konjungtivitis atau keratitis dll). Katarak pada mata dapat diamati pada lansia. 2. Pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan). Alat yang digunakan adalah Optotip dari Snellen yang diletakkan sejarak 5 atau 6 meter dari klien. Pemeriksaan dilakukan berturut-turut pada kedua mata. Visus normal= 5/5 atau 6/6. Bila mata klien hanya sanggup membaca jelas

description

fgfh

Transcript of pengkajian sensori

Page 1: pengkajian sensori

MATA

Tujuan pengkajian mata adalah untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata. Dalam

setiap pengkajian selalu bandingkan antara mata kanan dengan mata kiri. Teknik yang

digunakan adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi merupakan teknik yang paling penting

dilakukan sebelum palpasi.

Inspeksi

Dalam inspeksi yang dikaji adalah bagian-bagian mata (bola mata, kelopak mata,

konjungtiva, sklera, dan pupil), ketajaman penglihatan (visus) dengan bantuan kartu Snellen,

dan pemeriksaan lapangan pandangan.

1. Secara umum untuk pemeriksaan fisik mata dilihat kelopak mata, konjungtiva (pucat

atau tidak), sklera kuning atau tidak. Mata oedem/hiperemia/sekret mata berlebihan

dapat terjadi karena adanya reaksi alergi, benda asing, perlukaan, dll.

Pada inspeksi mata juga dilihat adanya mata cekung seperti pada klien dehidrasi.

Dapat diamati pula ada tidaknya infeksi pada mata (konjungtivitis atau keratitis dll).

Katarak pada mata dapat diamati pada lansia.

2. Pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan).

Alat yang digunakan adalah Optotip dari Snellen yang diletakkan sejarak 5 atau 6

meter dari klien. Pemeriksaan dilakukan berturut-turut pada kedua mata. Visus

normal= 5/5 atau 6/6. Bila mata klien hanya sanggup membaca jelas hingga pada

baris tertentu misalnya baris “4 meter”, maka pencatatan visusnya OD=4/5 atau 4/6

untuk mata kanan, sedanga untuk mata kiri dicatat OS=4/5 atau 4/6.

3. Funduskopi

Funduskopi merupakan pengkajian mata tingkat mahir.funduskopi dlakukan untuk

mengetahui susunan retina dengan menggunakan opthalmoscope. Untuk dapat

melakukan funduskopi, maka diuperlukan pengetahuan anatomi dan fisiologi mata

yang memadai, serta ketrampilan khusus.

Page 2: pengkajian sensori

Palpasi

Pemeriksaan palpasi pada bola mata untuk memeriksa secara kasar adanya peninggian

tekanan intraokuler misalnya pada penderita glaukoma. Kadang-kadang perlu membalik

kelopak mata dengan teknik tertentu.

Inspeksi kelopak mata

1. Amati edema palpebra pada kelopak mata. Edema palpebra mudah tampak, cairan

edema mudah terkumpul di palpebra karena jaringan palpebra sangat longgar dan

akan lebih terlihat saat klien bangun tidur. Secara normal, edema palpebra akan

hilang/berkurang setelah beraktivitas dengan posisi tegak karena kemudian cairan

akan terkummpul di ekstremitas bawah (sesuai hukum gravitasi).

2. Amati kelopak mata yang selalu tertutup/tidak mampu membuka, disebut ptiosis

(contoh pada kasus Myastheniagravis) dan kelopak mata yang tidak mampu menutup

rapat (terus terbuka), yang disebut Lagopthalmus.

Inspeksi konjungtiva dan sklera

1. Amati konjungtiva dan sklera dengan cara sebagai berikut.

a. Anjurkan klien untuk melihat ke depan\

b. Amati konjungtiva untuk mengetahui ada tidaknya kemerah-merahan.

c. Pemeriksaan konjungtiva dilakukan dengan cara menarik kelopak mata bagian

bawah ke bawah dengan menggunakan ibu jari

d. Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila

didapatkan warna yang tidak normal, misalnya anemik atau adanya pus (infeksi)

e. Saat memeriksa konjungtiva, amati pula warna sklera, catat adanya perubahan

warna menjadi ikterik.

2. Amati warna iris, serta ukuran dan bentuk pupil.

Evaluasi reaksi pupil terhadap cahaya dengan menggunakan senter. Normalnya pupil

adalah sama besar (isokor). Pupil yang mengecil disebut miosis, sangat kecil disebut

pin point, sedangkan pupil yang mengalami dilatasi (melebar) disebut midriasis.

Langkah-langkah dalam melakukan inspeksi gerakan mata dan medan penglihatan.

1. Dalam menilai gerakan mata, anjurkan klien melihat kedepan.

Page 3: pengkajian sensori

2. Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan atau salah satu deviasi.

Amati pula apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan

(nistagmus), seperti gerakan bola mata mula-mula lambat bergerak ke satu arah,

kemudian dengan cepat kembali ke posisi semula.

3. Luruskan jari telunjuk perawat dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30 cm.

4. Beritahu klien untuk mengikuti gerakan jari perawat dan anjurkan klien untuk

tetap mempertahankan posisi kepala. Gerakan jari perawat ke-8 arah untuk

mengetahui fungsi 6 otot mata.

5. Selanjutnya untuk menilai medan penglihatan, kaji mata klien secara terpisah,

dengan cara menutup mata kyang tidak diperiksa.

6. Anjurkan klien untuk memfokuskan pada satu titik pandang, misalnya hidung

perawat.

7. Gerakan jari perawat secara vertikal dari samping dan dekatkan ke mata klien

secara perlahan-lahan.

8. Anjurkan klien untuk memberitahu sewaktu mulai melihat jari perawat.

9. Selanjutnya kaji mata sebelahnya.

Cara pemeriksaan visus dan hasilnya

Teknis

1. Menggunakan kartu Snellen dan penerangan cukup.

2. Pasien didudukkan dengan jarak 6 meter,paling sedikit jarak 5 meter dari kartu

Snellen.

3. Kartu Snellen digantungkan sejajar setinggi/lebih dari mata pasien.

4. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan terlebih dahulu, sedangkan mata kiri ditutup.

Pasien diminta membaca huruf Snellen dari baris paling atas ke bawah. Hasil

pemeriksaan dicatat, kemudian diulangi untuk mata sebelahnya.

Hasil yang mungkin didapatkan adalah sebagai berikut

1. VOD 6/6

2. VOS 6/6

3. Nilai ini berarti :

6/6 pasien dapat membaca seluruh huruf dideretan 6/6 pada kartu Snellen.

6/12 pasien bisa membaca sampai baris 6/12 pada kartu Snellen.

Page 4: pengkajian sensori

6/30 pasien bisa membaca sampai 6/30 pada kartu Snellen.

6/60 pasien bisa membaca barisan 6/30, biasanya huruf yang paling atas. Virus yang

tidak 5/5 atau 6/6 dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan memakai try lens.

4. Apabila tidak bisa membaca huruf Snellen pasien diminta menghitung jari pemeriksa.

a. 5/60 pasien tidak bisa hitung jari pada jarak 5 meter.

b. 1/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 1 meter.

5. Apabila pasien tidak bisa juga menghitung jari , maka dilakukan pemeriksaan

selanjutnya dengan menilai gerakan tangan didepan pasien dengan latar belakang

terang. Jika pasien dapat menentukkan arah gerakan tangan pada jarak 1 m, maka

tajam pengelihatan dicatat.

a. Visus 1/300 ( Hand Movement / HM) kadang sudah perlu menentukan arah

proyeksinya.

6. Jika tidak bisa melihat gerakan tangan, dilakukan penyinaran dengan penlight kea rah

mata pasien. Apabila pasien dapat mengenali saat disinari dan tidak disinari dari

segala posisi (nasal , temporal , atas , bawah) , maka tajam pengelihatan V=1/~

proyeksi baik (Light Preception / LP)

a. Jika tidak bisa menentukkan arah sinar, maka penilaian V=1/~ (LP , proyeksi

salah)

b. Jika sinar tidak bisa kenali, maka tajam penglihatan dinilai V=0 (NLP).

TELINGA

Prosedur pemeriksaan fisik telinga

Alat-alat yang perlu disiapkan adlah spekulum telinga/othoscope(otosko), garpuu tala, dan

arloji.

Inspeksi dan palpasi telinga

1. Pasien dalam posisi duduk. Pasien yang masih anak-anak dapat duduk di pangkuan

orangtuanya

2. Atur posisi duduk perawat menghadap pada sisi telinga yang akan dikaji.

3. Diawali dengan mengamati telinga luar, perhatikan adanya perubahan bentuk, warna,

lesi, maupun massa.

Page 5: pengkajian sensori

4. Pengkajian palpasi dengan cara memegang telinga dengan ibu jari dan jari telunjuk.

Palpasi kartilago telinga luar dan catat bila ada nyeri.

5. Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga di bagian bawah daun

telinga. Bila ada peradangan, klien akan merasa nyeri.

6. Selanjutnya pegang bagian pinggir daun telinga dan secara perlahan-lahan tarik daun

telinga ke atas atau ke belakang sehingga lubang telinga mudah utnuk diamati.

7. Lihat lubang telinga, perhatikan terhadap ada tidaknya peradangan, perdararahan,

maupun kotoran.

8. Masukkan spekulum telinga secara hati-hati. Bila sudah tepat letakkan mata di atas

eye-piece.

9. Amati membran timpani, perhatikan bentuk, warna, transparansi, kilau, perforasi, atau

adanya darah/cairan.

Langkah-langkah pengkajian pendengaran dengan menggunakan arloji sbb:

1. Pegang sebuah arloji disamping telinga klien

2. Tanyakan apakah klien mendengar detak arloji

3. Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan minta klien untuk

menyatakan bila sudah tidak lagi mendenga suara detak arloji. Normalnya detak arloji

masih dapat didengar sampai jarak sekitar 30 cm.

4. Bandingkan telinga kanan dn kiri.

Pengkajian pendengaran dengan menggunakan garpu tala terdiri atas pmeriksaan Rinne dan

Weber, yaitu sbb:

Pemeriksaan Rinne. Tujuan melakukan pemeriksaan Rinne adalah untuk membandingkan

antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada dua macam

pemeriksaan Rinne, yaitu sbb:

1. Garpu tala 512 Hz dibunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus

pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien

tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan meatus

akustikus eksternus pasien. Pemeriksaan Rinne positif jika pasien masih dapat

mendengarnya, sebaliknya dikatakan negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.

Page 6: pengkajian sensori

2. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara

tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garpu tala di depan

meatus akustikus eksternus. Tanyakan kepada pasien apakah bunyi garpu tala di

depan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus akustikus

eksternus (planum mastoid). Pemeriksaan Rinne positif jika pasien mendengar di

depan meatus akustikus eksternus lebih keras, sebaliknya diakatakan negatif jika

pasien mendengar di depan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras di

belakang.

Ada tiga interpretasi dari hasil pemeriksaan Rinne, yaitu sbb:

1. Normal : pemeriksaan Rinne +

2. Tuli konduksi: pemeriksaan Rinne – (getaran dapat didengar melalui tulang lebih

lama)

3. Tuli persepsi, terdapat tiga kemungkinan.

a. Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala

b. Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (pemeriksaan Rinne : +/-)

c. Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I

yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.

Pemeriksaan Weber. Tujuan melakukan Pemeriksaan Weber adalah untuk membandingkan

hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara melakukan Pemeriksaan Weber yaitu:

1. Bunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan lurus pada garis horizontal.

2. Tanyakan pasien. Telinga mana yang mendengar atau dapat mendengar lebih keras.

Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras hanya pada satu telinga,

maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut.

Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar,

maka berarti tidak ada lateralisasi.

Interpretasi

1. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisasi

ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya

2. Pada lateralisasi ke kanan terdapat kemungkinannya:

a. Tuli konduksi sebelah kanan, misalnya adanya otitis media di sebelah kanan

Page 7: pengkajian sensori

b. Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan lebih

hebat

c. Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka lebih

dapat didengar pada sebelah kanan

d. Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat daripada sebelah

kanan

e. Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.

Pemeriksaan Swabach. Tujuan Pemeriksaan Swabach adalah membandingkan daya

transpor melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus. Dasarnya

adalah gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui

udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale.

1. Penguji meletakkan pangkal garpu tala yang sudah digetarkan pada puncak kepala

probandus. Probandus akan mendengar suara garpu tala tersebut makin lama makin

melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garpu tala lagi.

2. Pada saat garpu tala tidak terdengar lagi, pindahkan garpu tala itu ke puncak kepala

orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi

pembanding dua kemungkinan akan terjadi, yaitu akan mendengar suara atau tidak

mendengar suara.

HIDUNG

Hidung dikaji untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung. Dimulai dari

bagian luar hidung, bagian dalam, lalu sinus-sinus. Bila memungkinkan, selama

pemeriksaan klien dalam posisi duduk.

Prosedur pemeriksaan fisik hidung

Alat –alat yang digunakan : ostoskop, spekulum hidung, dan lampu (penlight)

Langkah-langkah inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus-sinus sbb:

1. Perawat duduk menghadap klien

2. Atur penerangan dan amati hidung bagian luar. Perhatikan bentuk tulang hidung

klien dari tiga sisi yaitu sisi depan, samping, dan atas.

Page 8: pengkajian sensori

3. Perhatikan perubahan warna kulit hidung dan adanya pembengkakan.

4. Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar, catat bila ditemukan

ketidaknormalan tulang hidung.

5. Palpasi sinus maksilaris, frontalis, dan etmoidalis. Perhatikan terhadap adanya

nyeri tekan.

Langkah-langkah inspeksi hidung bagian dalam:

1. Duduk menghadap ke arah klien

2. Atur penerangan sehingga dapat menerangi lubang hidung

3. Elevasikan ujung hidung dengan cara menekan hidung secara ringan dengan ibu

jari, kemudian amati bagian anterior lubang hidung.

4. Pasang spekulum hidung secara perlahan-lahan untuk mengamati rongga hidung

5. Atur posisi kepala klien dengan sedikit menengadah untuk memudahkan

pengamatan rongga hidung

6. Amati bentuk dan posisi septum hidung, kartilago, dan dinding rongga hidung

serta selaput lendir pada rongga hidung. Catat bila ditemukan adanya perubahan

warna, sekresi dan bengkak

7. Setelah selesai angkat spekulum secara perlahan-lahan.