pengkajian sensori
-
Upload
idafajriyah -
Category
Documents
-
view
15 -
download
1
description
Transcript of pengkajian sensori
MATA
Tujuan pengkajian mata adalah untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata. Dalam
setiap pengkajian selalu bandingkan antara mata kanan dengan mata kiri. Teknik yang
digunakan adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi merupakan teknik yang paling penting
dilakukan sebelum palpasi.
Inspeksi
Dalam inspeksi yang dikaji adalah bagian-bagian mata (bola mata, kelopak mata,
konjungtiva, sklera, dan pupil), ketajaman penglihatan (visus) dengan bantuan kartu Snellen,
dan pemeriksaan lapangan pandangan.
1. Secara umum untuk pemeriksaan fisik mata dilihat kelopak mata, konjungtiva (pucat
atau tidak), sklera kuning atau tidak. Mata oedem/hiperemia/sekret mata berlebihan
dapat terjadi karena adanya reaksi alergi, benda asing, perlukaan, dll.
Pada inspeksi mata juga dilihat adanya mata cekung seperti pada klien dehidrasi.
Dapat diamati pula ada tidaknya infeksi pada mata (konjungtivitis atau keratitis dll).
Katarak pada mata dapat diamati pada lansia.
2. Pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan).
Alat yang digunakan adalah Optotip dari Snellen yang diletakkan sejarak 5 atau 6
meter dari klien. Pemeriksaan dilakukan berturut-turut pada kedua mata. Visus
normal= 5/5 atau 6/6. Bila mata klien hanya sanggup membaca jelas hingga pada
baris tertentu misalnya baris “4 meter”, maka pencatatan visusnya OD=4/5 atau 4/6
untuk mata kanan, sedanga untuk mata kiri dicatat OS=4/5 atau 4/6.
3. Funduskopi
Funduskopi merupakan pengkajian mata tingkat mahir.funduskopi dlakukan untuk
mengetahui susunan retina dengan menggunakan opthalmoscope. Untuk dapat
melakukan funduskopi, maka diuperlukan pengetahuan anatomi dan fisiologi mata
yang memadai, serta ketrampilan khusus.
Palpasi
Pemeriksaan palpasi pada bola mata untuk memeriksa secara kasar adanya peninggian
tekanan intraokuler misalnya pada penderita glaukoma. Kadang-kadang perlu membalik
kelopak mata dengan teknik tertentu.
Inspeksi kelopak mata
1. Amati edema palpebra pada kelopak mata. Edema palpebra mudah tampak, cairan
edema mudah terkumpul di palpebra karena jaringan palpebra sangat longgar dan
akan lebih terlihat saat klien bangun tidur. Secara normal, edema palpebra akan
hilang/berkurang setelah beraktivitas dengan posisi tegak karena kemudian cairan
akan terkummpul di ekstremitas bawah (sesuai hukum gravitasi).
2. Amati kelopak mata yang selalu tertutup/tidak mampu membuka, disebut ptiosis
(contoh pada kasus Myastheniagravis) dan kelopak mata yang tidak mampu menutup
rapat (terus terbuka), yang disebut Lagopthalmus.
Inspeksi konjungtiva dan sklera
1. Amati konjungtiva dan sklera dengan cara sebagai berikut.
a. Anjurkan klien untuk melihat ke depan\
b. Amati konjungtiva untuk mengetahui ada tidaknya kemerah-merahan.
c. Pemeriksaan konjungtiva dilakukan dengan cara menarik kelopak mata bagian
bawah ke bawah dengan menggunakan ibu jari
d. Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila
didapatkan warna yang tidak normal, misalnya anemik atau adanya pus (infeksi)
e. Saat memeriksa konjungtiva, amati pula warna sklera, catat adanya perubahan
warna menjadi ikterik.
2. Amati warna iris, serta ukuran dan bentuk pupil.
Evaluasi reaksi pupil terhadap cahaya dengan menggunakan senter. Normalnya pupil
adalah sama besar (isokor). Pupil yang mengecil disebut miosis, sangat kecil disebut
pin point, sedangkan pupil yang mengalami dilatasi (melebar) disebut midriasis.
Langkah-langkah dalam melakukan inspeksi gerakan mata dan medan penglihatan.
1. Dalam menilai gerakan mata, anjurkan klien melihat kedepan.
2. Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan atau salah satu deviasi.
Amati pula apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan
(nistagmus), seperti gerakan bola mata mula-mula lambat bergerak ke satu arah,
kemudian dengan cepat kembali ke posisi semula.
3. Luruskan jari telunjuk perawat dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30 cm.
4. Beritahu klien untuk mengikuti gerakan jari perawat dan anjurkan klien untuk
tetap mempertahankan posisi kepala. Gerakan jari perawat ke-8 arah untuk
mengetahui fungsi 6 otot mata.
5. Selanjutnya untuk menilai medan penglihatan, kaji mata klien secara terpisah,
dengan cara menutup mata kyang tidak diperiksa.
6. Anjurkan klien untuk memfokuskan pada satu titik pandang, misalnya hidung
perawat.
7. Gerakan jari perawat secara vertikal dari samping dan dekatkan ke mata klien
secara perlahan-lahan.
8. Anjurkan klien untuk memberitahu sewaktu mulai melihat jari perawat.
9. Selanjutnya kaji mata sebelahnya.
Cara pemeriksaan visus dan hasilnya
Teknis
1. Menggunakan kartu Snellen dan penerangan cukup.
2. Pasien didudukkan dengan jarak 6 meter,paling sedikit jarak 5 meter dari kartu
Snellen.
3. Kartu Snellen digantungkan sejajar setinggi/lebih dari mata pasien.
4. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan terlebih dahulu, sedangkan mata kiri ditutup.
Pasien diminta membaca huruf Snellen dari baris paling atas ke bawah. Hasil
pemeriksaan dicatat, kemudian diulangi untuk mata sebelahnya.
Hasil yang mungkin didapatkan adalah sebagai berikut
1. VOD 6/6
2. VOS 6/6
3. Nilai ini berarti :
6/6 pasien dapat membaca seluruh huruf dideretan 6/6 pada kartu Snellen.
6/12 pasien bisa membaca sampai baris 6/12 pada kartu Snellen.
6/30 pasien bisa membaca sampai 6/30 pada kartu Snellen.
6/60 pasien bisa membaca barisan 6/30, biasanya huruf yang paling atas. Virus yang
tidak 5/5 atau 6/6 dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan memakai try lens.
4. Apabila tidak bisa membaca huruf Snellen pasien diminta menghitung jari pemeriksa.
a. 5/60 pasien tidak bisa hitung jari pada jarak 5 meter.
b. 1/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 1 meter.
5. Apabila pasien tidak bisa juga menghitung jari , maka dilakukan pemeriksaan
selanjutnya dengan menilai gerakan tangan didepan pasien dengan latar belakang
terang. Jika pasien dapat menentukkan arah gerakan tangan pada jarak 1 m, maka
tajam pengelihatan dicatat.
a. Visus 1/300 ( Hand Movement / HM) kadang sudah perlu menentukan arah
proyeksinya.
6. Jika tidak bisa melihat gerakan tangan, dilakukan penyinaran dengan penlight kea rah
mata pasien. Apabila pasien dapat mengenali saat disinari dan tidak disinari dari
segala posisi (nasal , temporal , atas , bawah) , maka tajam pengelihatan V=1/~
proyeksi baik (Light Preception / LP)
a. Jika tidak bisa menentukkan arah sinar, maka penilaian V=1/~ (LP , proyeksi
salah)
b. Jika sinar tidak bisa kenali, maka tajam penglihatan dinilai V=0 (NLP).
TELINGA
Prosedur pemeriksaan fisik telinga
Alat-alat yang perlu disiapkan adlah spekulum telinga/othoscope(otosko), garpuu tala, dan
arloji.
Inspeksi dan palpasi telinga
1. Pasien dalam posisi duduk. Pasien yang masih anak-anak dapat duduk di pangkuan
orangtuanya
2. Atur posisi duduk perawat menghadap pada sisi telinga yang akan dikaji.
3. Diawali dengan mengamati telinga luar, perhatikan adanya perubahan bentuk, warna,
lesi, maupun massa.
4. Pengkajian palpasi dengan cara memegang telinga dengan ibu jari dan jari telunjuk.
Palpasi kartilago telinga luar dan catat bila ada nyeri.
5. Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga di bagian bawah daun
telinga. Bila ada peradangan, klien akan merasa nyeri.
6. Selanjutnya pegang bagian pinggir daun telinga dan secara perlahan-lahan tarik daun
telinga ke atas atau ke belakang sehingga lubang telinga mudah utnuk diamati.
7. Lihat lubang telinga, perhatikan terhadap ada tidaknya peradangan, perdararahan,
maupun kotoran.
8. Masukkan spekulum telinga secara hati-hati. Bila sudah tepat letakkan mata di atas
eye-piece.
9. Amati membran timpani, perhatikan bentuk, warna, transparansi, kilau, perforasi, atau
adanya darah/cairan.
Langkah-langkah pengkajian pendengaran dengan menggunakan arloji sbb:
1. Pegang sebuah arloji disamping telinga klien
2. Tanyakan apakah klien mendengar detak arloji
3. Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan minta klien untuk
menyatakan bila sudah tidak lagi mendenga suara detak arloji. Normalnya detak arloji
masih dapat didengar sampai jarak sekitar 30 cm.
4. Bandingkan telinga kanan dn kiri.
Pengkajian pendengaran dengan menggunakan garpu tala terdiri atas pmeriksaan Rinne dan
Weber, yaitu sbb:
Pemeriksaan Rinne. Tujuan melakukan pemeriksaan Rinne adalah untuk membandingkan
antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada dua macam
pemeriksaan Rinne, yaitu sbb:
1. Garpu tala 512 Hz dibunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus
pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien
tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan meatus
akustikus eksternus pasien. Pemeriksaan Rinne positif jika pasien masih dapat
mendengarnya, sebaliknya dikatakan negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.
2. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara
tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garpu tala di depan
meatus akustikus eksternus. Tanyakan kepada pasien apakah bunyi garpu tala di
depan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus akustikus
eksternus (planum mastoid). Pemeriksaan Rinne positif jika pasien mendengar di
depan meatus akustikus eksternus lebih keras, sebaliknya diakatakan negatif jika
pasien mendengar di depan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras di
belakang.
Ada tiga interpretasi dari hasil pemeriksaan Rinne, yaitu sbb:
1. Normal : pemeriksaan Rinne +
2. Tuli konduksi: pemeriksaan Rinne – (getaran dapat didengar melalui tulang lebih
lama)
3. Tuli persepsi, terdapat tiga kemungkinan.
a. Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala
b. Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (pemeriksaan Rinne : +/-)
c. Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I
yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
Pemeriksaan Weber. Tujuan melakukan Pemeriksaan Weber adalah untuk membandingkan
hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara melakukan Pemeriksaan Weber yaitu:
1. Bunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan lurus pada garis horizontal.
2. Tanyakan pasien. Telinga mana yang mendengar atau dapat mendengar lebih keras.
Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras hanya pada satu telinga,
maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut.
Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar,
maka berarti tidak ada lateralisasi.
Interpretasi
1. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisasi
ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya
2. Pada lateralisasi ke kanan terdapat kemungkinannya:
a. Tuli konduksi sebelah kanan, misalnya adanya otitis media di sebelah kanan
b. Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan lebih
hebat
c. Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka lebih
dapat didengar pada sebelah kanan
d. Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat daripada sebelah
kanan
e. Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.
Pemeriksaan Swabach. Tujuan Pemeriksaan Swabach adalah membandingkan daya
transpor melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus. Dasarnya
adalah gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui
udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale.
1. Penguji meletakkan pangkal garpu tala yang sudah digetarkan pada puncak kepala
probandus. Probandus akan mendengar suara garpu tala tersebut makin lama makin
melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garpu tala lagi.
2. Pada saat garpu tala tidak terdengar lagi, pindahkan garpu tala itu ke puncak kepala
orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi
pembanding dua kemungkinan akan terjadi, yaitu akan mendengar suara atau tidak
mendengar suara.
HIDUNG
Hidung dikaji untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung. Dimulai dari
bagian luar hidung, bagian dalam, lalu sinus-sinus. Bila memungkinkan, selama
pemeriksaan klien dalam posisi duduk.
Prosedur pemeriksaan fisik hidung
Alat –alat yang digunakan : ostoskop, spekulum hidung, dan lampu (penlight)
Langkah-langkah inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus-sinus sbb:
1. Perawat duduk menghadap klien
2. Atur penerangan dan amati hidung bagian luar. Perhatikan bentuk tulang hidung
klien dari tiga sisi yaitu sisi depan, samping, dan atas.
3. Perhatikan perubahan warna kulit hidung dan adanya pembengkakan.
4. Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar, catat bila ditemukan
ketidaknormalan tulang hidung.
5. Palpasi sinus maksilaris, frontalis, dan etmoidalis. Perhatikan terhadap adanya
nyeri tekan.
Langkah-langkah inspeksi hidung bagian dalam:
1. Duduk menghadap ke arah klien
2. Atur penerangan sehingga dapat menerangi lubang hidung
3. Elevasikan ujung hidung dengan cara menekan hidung secara ringan dengan ibu
jari, kemudian amati bagian anterior lubang hidung.
4. Pasang spekulum hidung secara perlahan-lahan untuk mengamati rongga hidung
5. Atur posisi kepala klien dengan sedikit menengadah untuk memudahkan
pengamatan rongga hidung
6. Amati bentuk dan posisi septum hidung, kartilago, dan dinding rongga hidung
serta selaput lendir pada rongga hidung. Catat bila ditemukan adanya perubahan
warna, sekresi dan bengkak
7. Setelah selesai angkat spekulum secara perlahan-lahan.