Pengkajian Luka
-
Upload
yanni-ayii -
Category
Documents
-
view
159 -
download
4
Transcript of Pengkajian Luka
PENGKAJIAN LUKA
oleh M.Aminuddin, S.Kep, Ns, ETN
Pendahuluan
Model dan seni perawatan luka sesungguhnya telah lama di kembangkan yaitu sejak
jaman pra sejarah dengan pemanfaatan bahan alami yang diturunkan dari generasi ke
generasi berikutnya, yang akhirnya perkembangan perawatan luka menjadi modern
seiring ditemukannya ribuan balutan untuk luka. Menurut Carville (1998) tidak ada satu
jenis balutan yang cocok atau sesuai untuk setiap jenis luka. Pernyataan ini menjadikan
kita harus dapat memi;ih balutan yang tepat untuk mendukung proses penyembuhan luka.
Pemilihan balutan luka yang baik dan benar selalu berdasarkan pengkajian luka.
Tujuan Pengkajian
• Mendapatkan informasi yang relevan tentang pasien dan luka
• Memonitor proses penyembuhan luka
• Menentukan program perawatan luka pada pasien
• Mengevaluasi keberhasilan perawatan
Pengkajian Riwayat Pasien
Pengkajian luka harusnya dilakukan secara holistic yang bermakna bahwa pengkajian luka
bukan hanya menentukan mengapa luka itu ada namun juga menemukan berbagai factor
yang dapat menghambat penyembuhan luka. (Carvile K 1998). Faktor –faktor penghambat
penyembuhan luka didapat dari pengkajian riwayat penyakit klien. Faktor yang perlu
diidentifikasi antara lain :
1. Faktor Umum
• Usia
• Penyakit Penyerta
• Vaskularisasi
• Status Nutrisi
• Obesitas
• Gangguan Sensasi atau mobilisasi
• Status Psikologis
• Terapi Radiasi
• Obat-obatan
2. Faktor Lokal
• Kelembaban luka
• Penatalaksanaan manajemen luka
• Suhu Luka
• Tekanan, Gesekan dan Pergeseran
• Benda Asing
• Infeksi Luka
Sedangkan pada penatalaksanaan perawatan luka perawat harus mengevaluasi setiap
pasien dan lukanya melalui pengkajian terhadap :
• Penyebab luka (trauma, tekanan, diabetes dan insuffisiensi vena)
• Riwayat penatalaksanaan luka terakhir dan saat ini
• Usia pasien
• Durasi luka; akut ( 12 minggu)
• Kecukupan saturasi oksigen
• Identifikasi faktor-faktor sistemik yang mempengaruhi penyembuhan luka; obat-obatan
(seperti prednison, tamoxifen, NSAID) dan data laboratorium ( kadar albumin, darah
lengkap dengan diferensial, hitung jumlah limposit total)
• Penyakit akut dan kronis, kegagalan multi sistem: penyakit jantung, penyakit vaskuler
perifer, anemia berat, diabetes, gagal ginjal, sepsis, dehidrasi, gangguan pernafasan yang
membahayakan, malnutrisi atau cachexia
• Faktor-faktor lingkungan seperti distribusi tekanan, gesekan dan shear pada jaringan
yang dapat menciptakan lingkungan yang meningkatkan kelangsungan hidup jaringan dan
mempercepat penyembuhn luka. Observasi dimana pasien menghabiskan harinya;
ditempat tidur,? Dikursi roda?. Apakah terjadi shearing selama memindahkan pasien dari
tempat yang satu ketempat lainnya? Apakah sepatu pasien terlalu ketat,? Apakah pipa
oksigen pasien diletakkan di atas telinga tanpa diberi alas?
Menurut Carville (1998), Pengkajian luka meliputi :
1. Type luka
2. Type Penyembuhan
3. Kehilangan jaringan
4. Penampilan klinis
5. Lokasi
6. Ukuran Luka
7. Eksudasi
8. Kulit sekitar luka
9. Nyeri
10. Infeksi luka
11. Implikasi psikososial
1. Jenis Luka
a. Luka akut yaitu berbagai jenis luka bedah yang sembuh melalui intensi primer atau luka
traumatik atau luka bedah yang sembuh melalui intensi sekunder dan melalui proses
perbaikan yang tepat pada waktu dan mencapai hasil pemulihan integritas anatomis
sesuai dengan proses penyembuhan secara fisiologis.
b. Luka kronik, adalah terjadi bila proses perbaikan jaringan tidak sesuai dengan waktu
yang telah diperkirakan dan penyembuhannya mengalami komplikasi, terhambat baik oleh
faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang berpengaruh kuat pada individu, luka atau
lingkungan. Atau dapat dikatakan bahwa luka kronis merupakan kegagalan penyembuhan
pada luka akut.
2. Type Penyembuhan
a. Primary Intention, Jika terdapat kehilangan jaringan minimal dan kedua tepi luka
dirapatkan baik dengan suture (jahitan), clips atau tape (plester). Jaringan parut yang
dihasilkan minimal.
b. Delayed Primary Intention, Jika luka terinfeksi atau mengandung benda asing dan
membutuhkan pembersihan intensif, selanjutnya ditutup secara primer pada 3-5 hari
kemudian.
c. Secondary Intention,. Penyembuhan luka terlambat dan terjadi melalui proses granulasi,
kontraksi dan epithelization. Jaringan parut cukup luas.
d. Skin Graft, Skin graft tipis dan tebal digunakan untuk mempercepat proses
penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi.
e. Flap, Pembedahan relokasi kulit dan jaringan subcutan pada luka yang berasal dari
jaringan terdekat.
3. Kehilangan jaringan.
Kehilangan jaringan menggambarkan kedalaman kerusakan jaringan atau berkaitan
dengan stadium kerusakan jaringan kulit.
a. Superfisial. Luka sebatas epidermis.
b. Parsial ( Partial thickness ). Luka meliputi epidermis dan dermis.
c. Penuh ( Full thickness ). Luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan subcutan.
Mungkin juga melibatkan otot, tendon dan tulang.
Atau dapat juga digambarkan melalui beberapa stadium luka (Stadium I – IV ).
a. Stage I : Lapisan epidermis utuh, namun terdapat erithema atau perubahan warna.
b. Stage II : Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan dermis.
Erithema dijaringan sekitar yang nyeri, panas dan edema. Exudte sedikit sampai sedang
mungkin ada.
c. Stage III : Kehilangan sampai dengan jaringan subcutan, dengan terbentuknya rongga
(cavity), terdapat exudat sedang sampai banyak.
d. Stage IV : Hilangnya jaringan subcutan dengan terbentuknya (cavity), yang melibatkan
otot, tendon dan/atau tulang. Terdapat exudate sedang sampai banyak.
4. Penampilan Klinik
Tampilan klinis luka dapat di bagi berdasarkan warna dasar luka antara lain :
a. Hitam atau Nekrotik yaitu eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin kering atau
lembab.
b. Kuning atau Sloughy yaitu jaringan mati yang fibrous, kuning dan slough.
c. Merah atau Granulasi yaitu jaringan granulasi sehat.
d. Pink atau Epithellating yaitu terjadi epitelisasi.
e. Kehijauan atau terinfeksi yaitu terdapat tanda-tanda klinis infeksi seperti nyeri, panas,
bengkak, kemerahan dan peningkatan exudate.
5. Lokasi
Lokasi atau posisi luka, dihubungkan dengan posisi anatomis tubuh dan mudah dikenali di
dokumentasikan sebagai referensi utama. Lokasi luka mempengaruhi waktu penyembuhan
luka dan jenis perawatan yang diberikan. Lokasi luka di area persendian cenderung
bergerak dan tergesek, mungkin lebih lambat sembuh karena regenerasi dan migrasi sel
terkena trauma (siku, lutut, kaki). Area yang rentan oleh tekanan atau gaya lipatan (shear
force ) akan lambat sembuh (pinggul, bokong), sedangkan penyembuhan meningkat
diarea dengan vaskularisasi baik (wajah).
6. Ukuran Luka
Dimensi ukuran meliputi ukuran panjang, lebar, kedalaman atau diameter ( lingkaran ).
Pengkajian dan evaluasi kecepatan penyembuhan luka dan modalitas terapi adalah
komponen penting dari perawatan luka.
Semua luka memerlukan pengkajian 2 dimensi pada luka terbuka dan pengkajian 3
dimensi pada luka berrongga atau berterowongan
a. Pengkajian dua dimensi.
Pengukuran superfisial dapat dilakukan dengan alat seperti penggaris untuk mengukur
panjang dan lebar luka. Jiplakan lingkaran (tracing of circumference) luka
direkomendasikan dalam bentuk plastik transparan atau asetat sheet dan memakai spidol.
b. Pengkajian tiga dimensi.
Pengkajian kedalaman berbagai sinus tract internal memerlukan pendekatan tiga dimensi.
Metode paling mudah adalah menggunakan instrumen berupa aplikator kapas lembab
steril atau kateter/baby feeding tube. Pegang aplikator dengan ibu jari dan telunjuk pada
titik yang berhubungan dengan batas tepi luka. Hati-hati saat menarik aplikator sambil
mempertahankan posisi ibu jari dan telunjuk yang memegangnya. Ukur dari ujung
aplikator pada posisi sejajar dengan penggaris sentimeter (cm).
Melihat luka ibarat berhadapan dengan jam. Bagian atas luka (jam 12) adalah titik kearah
kepala pasien, sedangkan bagian bawah luka (jam 6) adalah titik kearah kaki pasien.
Panjang dapat diukur dari ” jam 12 – jam 6 ”. Lebar dapat diukur dari sisi ke sisi atau dari ”
jam 3 – jam 9 ”.
Contoh Pengukuran
Pengukuran tiga dimensi (ada rongga)
Luas luka 15 cm(P) x 12 cm(L) x 2 cm(T), dengan goa/undermining
7. Exudate.
Hal yang perlu dicatat tentang exudate adalah jenis, jumlah, warna, konsistensi dan bau.
a. Jenis Exudate
Serous – cairan berwarna jernih.
Hemoserous – cairan serous yang mewarna merah terang.
Sanguenous – cairan berwarna darah kental/pekat.
Purulent – kental mengandung nanah.
b. Jumlah, Kehilangan jumlah exudate luka berlebihan, seperti tampak pada luka bakar
atau fistula dapat mengganggu keseimbangan cairan dan mengakibatkan gangguan
elektrolit. Kulit sekitar luka juga cenderung maserasi jika tidak menggunkan balutan atau
alat pengelolaan luka yang tepat.
c. Warna,Ini berhubungan dengan jenis exudate namun juga menjadi indikator klinik yang
baik dari jenis bakteri yang ada pada luka terinfeksi (contoh, pseudomonas aeruginosa
yang berwarna hijau/kebiruan).
d. Konsistensi, Ini berhubungan dengan jenis exudate, sangat bermakna pada luka yang
edema dan fistula.
e. Bau, Ini berhubungan dengan infeksi luka dan kontaminasi luka oleh cairan tubuh
seperti faeces terlihat pada fistula. Bau mungkin juga berhubungan dengan proses
autolisis jaringan nekrotik pada balutan oklusif (hidrocolloid).
8. Kulit sekitar luka.
Inspeksi dan palpasi kulit sekitar luka akan menentukan apakah ada sellulitis, edema,
benda asing, ekzema, dermatitis kontak atau maserasi. Vaskularisasi jaringan sekitar dikaji
dan batas-batasnya dicatat. Catat warna, kehangatan dan waktu pengisian kapiler jika
luka mendapatkan penekanan atau kompresi. Nadi dipalpasi terutama saat mengkaji luka
di tungkai bawah. Penting untuk memeriksa tepi luka terhadap ada tidaknya epithelisasi
dan/atau kontraksi.
9. Nyeri.
Penyebab nyeri pada luka, baik umum maupun lokal harus dipastikan. Apakah nyeri
berhubungan dengan penyakit, pembedahan, trauma, infeksi atau benda asing. Atau
apakah nyeri berkaitan dengan praktek perawatan luka atau prodak yang dipakai. Nyeri
harus diteliti dan dikelola secara tepat.
10. Infeksi luka
Infeksi klinis dapat didefinisikan sebagai ”pertumbuhan organisme dalam luka yang
berkaitan dengan reaksi jaringan”. (Westaby 1985). Reaksi jaringan tergantung pada daya
tahan tubuh host terhadap invasi mikroorganisme. Derajat daya tahan tergantung pada
faktor-faktor seperti status kesehatan umum, status nutrisi, pengobatan dan derajat
kerusakan jaringan. Infeksi mempengaruhi penyembuhan luka dan mungkin menyebabkan
dehiscence, eviserasi, perdarahan dan infeksi sistemik yang mengancam kehidupan.
Secara reguler klien diobservasi terhadap adanya tanda dan gejala klinis infeksi sistemik
atau infeksi luka.
Berdasarkan kondisi infeksi, luka diklasifiksikan atas:
a. Bersih. Tidak ada tanda-tanda infeksi. Luka dibuat dalam kondisi pembedahan yang
aseptik, tidak termasuk pembedahan pada sistem perkemihan, pernafasan atau
pencernaan.
b. Bersih terkontaminasi. Luka pembedahan pada sistem perkemihan, pernafasan atau
pencernaan. Luka terkontaminasi oleh flora normal jaringan yang bersangkutan namun
tidak ada reaksi host.
c. Kontaminasi. Kontaminasi oleh bakteri diikuti reaksi host namun tidak terbentuk
pus/nanah.
d. Infeksi. Terdapat tanda-tanda klinis infeksi dengan peningkatan kadar leukosit atau
makrophage.
11. Implikasi Psikososial.
Efek psikososial dapat berkembang luas dari pengalaman perlukaan dan hadirnya luka.
Kebijaksanaan dan pertimbangan harus digunakan dalam pengkajian terhadap masalah
potensial atau aktual yang berpengaruh kuat terhadap pasien dan perawatnya dalam
kaitannya terhadap;
• Harga diri dan Citra diri.
• Perubahan fungsi tubuh.
• Pemulihan dan rehabilitasi.
• Issue kualitas hidup.
• Peran keluarga dan sosial.
• Status finansial.
Contoh Pengkajian luka
Luka kronis di abdomen dengan ukuran 26 x 23 cm x 1 cm, dengan goa pkl 01 – 05 + 4
cm, warna dasar luka nekrotik (hitam) 40 %, Slough (kuning) 60 %, exudate sedang
purulent … cc, bau (+), kulit sekitar luka kering, nyeri dg skala…., terkontaminasi
kuman….. (setelah kultur)
Daftar Pustaka
1. Bryant,R dan Nix,D. Acute & Chronic Wounds.Third Edition.St. Louis : Mosby.2007
2. Carvile K. Wound care manual. 3rd ed. St. Osborne Park: The Silver Chain Foundation ;
1998
3. Gitarja,W.Perawatan Luka Diabetes.Cetakan kedua.Bogor : Wocare Pubhlising.Juli 2008
4. http://www.conectique.com
5. http://www.burnsurgery.org/Betaweb/Modules/moisthealing/part_2bc.htm,
6. http://www.worldwidewounds.com/2004/september/Ryan/Psychology-Pain-Wound-
Healing.html,
7. http://www.wounds1.com/care/procedure20.cfm/35
8. Suriadi. Manajemen luka. Pontianak: Stikep Muhammadiyah; 2007
9. Blackley,P.Practical Stoma Wound and Continence Management.Victoria : Reasearch
Publications Pty Ltd ; 2004
Perawatan Luka Modern7 JANUARY, 2009
by : Hana Rizmadewi Agustina, SKp. MN
I. Pendahuluan
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang
kesehatan juga memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek
perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang berkait dengan
manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien,
dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic
semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai
kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses
penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai
dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat,
implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta
dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh
perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness. Manajemen perawatan
luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan
semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk yang
bisa dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk
memahami produk-produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses
pengambilan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada dasarnya,
pemilihan produk yang tepat harus berdasarkan pertimbangan
biaya(cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Secara
umum, perawatan luka yang berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada
intervensi yang melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik,
psikis, ekonomi, dan sosial.
II. Definisi Luka, Klasifikasi dan Proses Penyembuhan Luka
Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan
oleh karena adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan
berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama
penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu : abrasi, kontusio, insisi, laserasi,
terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dll. Sedangkan klasifikasi berdasarkan
struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan
epidermis;partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis;
dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan
bahkan sampai ke tulang.Berdasarkan proses penyembuhan, dapat
dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
A. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena
suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung
dari bagian internal ke ekseternal.
B. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan
berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan
sekitarnya.
C. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan
infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.
Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi
dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi
dalam jangka waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka
yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka
insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai
dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika
mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika
menunjukkan tanda-tanda infeksi.
III. Proses Penyembuhan Luka
A. Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi
tumpang tindih (overlap)
B. Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta
penyebab luka tersebut
C. Fase penyembuhan luka :
1. Fase inflamasi :
Hari ke 0-5
Respon segera setelah terjadi injuri pembekuan darah untuk
mencegah kehilangan darah
Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
Fase awal terjadi haemostasis
Fase akhir terjadi fagositosis
Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
2. Fase proliferasi or epitelisasi
Hari 3 – 14
Disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya pembentukan
jaringan granulasi pada luka luka nampak merah segar, mengkilat
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi,
pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid
Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan
lapisan epidermis pada tepian luka
Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
3. Fase maturasi atau remodelling
Berlangsung dari beberapa minggu s.d 2 tahun
Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya
dengan jaringan sebelumnya
Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and
vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan
IV. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka
Status Imunologi Kadar gula darah (impaired white cell function) Hidrasi (slows metabolism) Nutritisi Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema) Suplai oksigen dan vaskularisasi Nyeri (causes vasoconstriction) Corticosteroids (depress immune function)
V. Pengkajian Luka
A. Kondisi luka
1. Warna dasar luka
Slough (yellow)
Necrotic tissue (black)
Infected tissue (green)
Granulating tissue (red)
Epithelialising (pink)
2. Lokasi ukuran dan kedalaman luka
3. Eksudat dan bau
4. Tanda-tanda infeksi
5. Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
6. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
B. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
C. Status vascular : Hb, TcO2
D. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan
yang lain
E. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya
VI. Perencanaan
A. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi
dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang
dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan
dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk
penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori
perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1. Mempercepat fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh
netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2. Mempercepat angiogenesis
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan
merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.
3. Menurunkan resiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan perawatan kering.
4. Mempercepat pembentukan Growth factor
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk
membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi
komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
5. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag,
monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk
membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
1. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh
luka (absorbing)
2. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan
mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable
tissue removal)
3. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
4. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
5. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau
pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999;
Ovington, 1999)
Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :
Apakah suplai telah tersedia?
Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?
Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
Bagaimana cara mengevaluasi?
B. Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya
1. Film Dressing
Semi-permeable primary atau secondary dressings
Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
Conformable, anti robek atau tergores
Tidak menyerap eksudat
Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
2. Hydrocolloid
Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough
Occlusive –> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis
Waterproof
Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel
3. Alginate
Terbuat dari rumput laut
Membentuk gel diatas permukaan luka
Mudah diangkat dan dibersihkan
Bisa menyebabkan nyeri
Membantu untuk mengangkat jaringan mati
Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
4. Foam Dressings
Polyurethane
Non-adherent wound contact layer
Highly absorptive
Semi-permeable
Jenis bervariasi
Adhesive dan non-adhesive
Indikasi : eksudat sedang s.d berat
Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik
hitam
Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
5. Terapi alternatif
Zinc Oxide (ZnO cream)
Madu (Honey)
Sugar paste (gula)
Larvae therapy/Maggot Therapy
Vacuum Assisted Closure
Hyperbaric Oxygen
VII. Implementasi
A. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough
tissue)
Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
Untuk merangsang granulasi
Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates
dan hydrofibre dressings
B. Luka Nekrotik
Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis
Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Hydrogels, hydrocolloid dressings
C. Luka terinfeksi
Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat
penyembuhan luka
Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
Wound culture – systemic antibiotics
Kontrol eksudat dan bau
Ganti balutan tiap hari
Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon
dressings, silver dressings
D. Luka Granulasi
Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan
yang baru, jaga kelembaban luka
Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Moist wound surface – non-adherent dressing
Treatment overgranulasi
Hydrocolloids, foams, alginates
E. Luka epitelisasi
Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-
surfacing”
Transparent films, hydrocolloids
Balutan tidak terlalu sering diganti
F. Balutan kombinasi
Tujuan Tindakan
Rehidrasi
Hydrogel + film
atau hanya hydrocolloid
Debridement (deslough)
Hydrogel + film/foam
Atau hanya hydrocolloid
Atau alginate + film/foam
Atau hydrofibre + film/foam
Manage eksudat sedang
s.d berat
Extra absorbent foam
Atau extra absorbent alginate + foam
Atau hydrofibre + foam
Atau cavity filler plus foam
VIII. Evaluasi dan Monitoring Luka
Dimensi luka : size, depth, length, width
Photography
Wound assessment charts
Frekuensi pengkajian
Plan of care
IX. Dokumentasi Perawatan Luka
- Potential masalah
- Komunikasi yang adekuat
- Continuity of care
- Mengkaji perkembangan terapi atau masalah lain yang timbul
- Harus bersifat faktual, tidak subjektif
- Wound assessment charts
X. Kesimpulan
1. Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat
2. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang perawatan luka yang berkualitas
Referensi
1. http://www.podiatrytoday.com/article/1894
2. Georgina Casey, Modern Wound Dressings. Nursing Standard, Oct 18-Oct 24,
2000:15,5: Proquest Nursing & Allied Health Search
3. Kathleen Osborn, Nursing Burn Injuries. Nursing Management; May 2003; 34,5:
Proquest Nursing & Allied Health Search
4. Madelaine Flanagan, Managing Chronic Wound Pain in Primary Care. Practice
Nursing; Jun 23, 2006; 31, 12; ABI/INFORM Trade & Industry
5. Maureen Benbow, Healing and Wound Classification. Journal of Community
Nursing; Sep 2007; 21,9; Proquest Nursing & Allied Health Search
6. Ritin Fernandez, Rhonda Griffiths, Cheryl Ussia (2002). The Effectiveness of
Solutions, Techniques and Pressure in Wound Cleansing. The Joanna Briggs
Institute for Evidence Based Nursing & Midwifery.
Australia. www.joannabriggs.org.au
7. Ruth Ropper. Principles of Wound Assessment and Management. Practice
Nurse; Feb 24, 2006; 31,4; Proquest Nursing & Allied Health Search