Penghitungan PPh Pasal 21

28
Penghitungan PPh Pasal 21 Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap ? Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari Tua/THT pegawai negeri sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). [ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ] Berapa besar tarif biaya jabatan ? Biaya jabatan yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto setinggi- tingginya Rp 1.296.000,00 setahun atau Rp 108.000,00 sebulan. [ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ] Berapa besarnya PTKP untuk diri pegawai, tambahan untuk pegawai yang kawin, tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang? PTKP : Untuk diri pegawai setahun = Rp 2.880.000,00 sebulan = Rp 240.000,00 Tambahan untuk pegawai yang kawin setahun = Rp 1.440.000,00 sebulan = Rp 120.000,00 Tambahan untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lain Rp. 2.880.000,00 Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi

Transcript of Penghitungan PPh Pasal 21

Page 1: Penghitungan PPh Pasal 21

Penghitungan PPh Pasal 21

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap ?

Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari Tua/THT pegawai negeri sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Berapa besar tarif biaya jabatan ?

Biaya jabatan yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp 1.296.000,00 setahun atau Rp 108.000,00 sebulan.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Berapa besarnya PTKP untuk diri pegawai, tambahan untuk pegawai yang kawin, tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang?

PTKP :

Untuk diri pegawai

setahun = Rp 2.880.000,00

sebulan = Rp 240.000,00

Tambahan untuk pegawai yang kawin

setahun = Rp 1.440.000,00

sebulan = Rp 120.000,00

Tambahan untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lain Rp. 2.880.000,00

Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang setiap keluarga Rp 1.440.000,00

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Page 2: Penghitungan PPh Pasal 21

Berapa besar tarif pajak sesuai dengan Pasal 17 ?

Tarif yang digunakan adalah :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak ;

Sampai dengan Rp 25.000.000,00 = 5 %

Di atas Rp 25.000.000,00 sampai dengan Rp 50.000.000,00 = 10 %

Di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 100.000.000,00 = 15 %

Di atas Rp 100.000.000,00 sampai dengan Rp 200.000.000,00 = 25 %

Di atas Rp 200.000.000,00 = 35 %

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima pensiun yang menerima pensiun secara bulanan?

Penerima pensiun yang menerima pensiun secara bulanan.

Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan PTKP

Besarnya biaya pensiun yang diperkenankan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun setinggi-tingginya Rp 432.000,00 setahun atau Rp 36.000,00 sebulan.

PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.

Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai?

Pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai.

Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP.

PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.

Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Page 3: Penghitungan PPh Pasal 21

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas?

Tarif yang digunakan adalah sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan atau terutang.

Perkiraan penghasilan neto adalah sebesar 40 % dari penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian?

Penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian.

Tarif sebesar 10% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 24.000,00 tetapi tidak melebihi Rp 240.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.

Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 240.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.

Yang dimaksud dengan :

Upah/uang saku harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah hari kerja;

Upah mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan;

Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan yang dihasilkan;

Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian pekerjaan tertentu.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus?

Penerima uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus.

Dipotong dengan tarif bersifat final sebesar :

10% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 25.000.000,00.

15% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya lebih dari Rp 25.000.000,00

Page 4: Penghitungan PPh Pasal 21

Kecuali, atas jumlah penghasilan bruto Rp 8.640.000,00 atau kurang, tidak dipotong PPh Pasal 21.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang pesangon yang dibayarkan sekaligus?

Penerima uang pesangon yang dibayarkan sekaligus.

Dipotong pajak sebesar :

10% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 25.000.000,00.

15% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya lebih dari Rp 25.000.000,00

Kecuali, atas jumlah penghasilan bruto Rp 17.280.000,00 atau kurang, tidak dipotong PPh Pasal 21.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun?

Penerima hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Atas hadiah dan penghargaan dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif sebesar 15% dari jumlah bruto, dan bersifat final.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan yang menerima komisi?

Petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan yang menerima komisi.

Atas komisi yang diterima diterapkan tarif sebesar 10% bersifat final dengan syarat petugas tersebut bukan pegawai tetap.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Page 5: Penghitungan PPh Pasal 21

Daftar Tarif PPh dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

1.Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%

Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-

15%

Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-

25%

Diatas Rp. 500.000.000,- 30%

Tarif Deviden 10%

Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21) 20% lebih tinggi dari yang seharusnya

Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut /potong(Untuk PPh Pasal 23)

100% lebih tinggi dari yang seharusnya

Pembayaran Fiskal untuk yang punya NPWP Gratis

2. Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap

Tahun Tarif pajak2009 28%

2010 dan selanjutnya 25%

PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek

5% lebih rendah dari yang seharusnya

Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000

Pengurangan 50% dari yang seharusnya

Page 6: Penghitungan PPh Pasal 21

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak

No Keterangan Setahun1. Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Rp. 15.840.000,2. Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.320.000,-3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya

digabung dengan penghasilan suami.Rp. 15.840.000,-

4. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga

Rp. 1.320.000

4. Tambahan tarif Lainnya

Tarif Pajak yang dikenakan atas objek pajak (PBB) adalah = 0,5%Tarif Pajak yang dikenakan atas BPHTB adalah = 5 Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah = 10 %

Dengan Peraturan Pemerintah menjadi paling rendah = 5 % Dengan Peraturan Pemerintah menjadi paling tinggi = 15 %Atas ekspor barang kena pajak = 0 %

Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Paling rendah = 10 %Paling tinggi = 75 %Atas ekspor barang kena pajak = 0 %

Formula Menghitung PPh Pasal 21

Page 7: Penghitungan PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 adalah salah satu pajak penghasilan yang memiliki banyak rumus berdasarkan profesi, keadaan, dan jenis penghasilan. Formula-formula dibawah ini, mudah-mudahan, dapat membantu cara menghitung PPh Pasal 21 terutang.

Tetapi sebelum ke formula, saya jelaskan dulu singkatan yang digunakan :

PB = penghasilan bruto, total semua penghasilan yang diterima.

BJ = biaya jabatan, 5% dari penghasilan tetapi maksimal Rp. 108 ribu per bulan.

BP = biaya pensiun, 5% dari pensiunan tetapi maksimal Rp. 36 ribu per bulan.

IP = iuran pensiun, sesuai yang dibayarkan ke Dana Pensiun.

Tarif Pasal 17 = tarif progresif berdasarkan Pasal 17 UU PPh 1984

Penghasilan Teratur yang diterima oleh Pegawai Tetap

(PB – (BJ + IP) – PTKP) x Tarif Pasal 17

Upah yang Diterima oleh Tenaga Harian Lepas di atas Rp. 110.000/hari tetapi tidak lebih dari Rp. 1.100.000/bulan

(PB – Rp. 110.000) x 5%

Upah yang Diterima oleh Tenaga Harian Lepas tidak lebih dari Rp. 110.000/hari namun lebih dari Rp. 1.100.000/bulan

(PB – PTKP sebenarnya) x 5%

Rabat/Komisi Penjualan yang diterima oleh Distributor MLM/Direct Selling dan kegiatan sejenis [dihitung per bulan]

(PB – PTKP) x Tarif Pasal 17

Uang Tebusan Pensiun, Uang THT atau JHT, Uang Pesangon [ FINAL ]Rp. 25 juta s.d Rp. 50 juta = PB x 5%

Page 8: Penghitungan PPh Pasal 21

Rp. 50 juta s.d Rp. 100 juta = PB x 10%Rp. 100 juta s.d Rp. 200 juta = PB x 15%Diatas Rp. 200 juta = PB x 25%

Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus yang diterima Mantan Pegawai

PB x Tarif Pasal 17

Honorarium yang diterima Dewan Komisaris/Pengawas yang bukan pegawai tetap pada perusahaan yang sama

PB x Tarif Pasal 17

Uang Pensiun Bulanan yang diterima pensiunan

((PB – BP) – PTKP) x Tarif Pasal 17

Penarikan dana pada Dana Pensiun oleh Pensiunan

PB x Tarif Pasal 17

Honorarium dan Pembayaran Lain yang diterima oleh Tenaga Ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris) sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan

PB x 7,5%

Honorarium yang diterima oleh Pegawai Tidak Tetap, Pemagang, Calon Pegawai

(PB – PTKP) x Tarif Pasal 17

Honorarium dan pembayaran lain yang diterima oleh Tenaga Lepas (Seniman, Olahragawan, Penceramah, Pemberi Jasa, Pengelola Proyek, Peserta Perlombaan, PDL Asuransi, dll)

PB x Tarif Pasal 17

Penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh Tenaga Asing (Expatriate) yang telah berstatus sebagai WPDN

Page 9: Penghitungan PPh Pasal 21

((PB – (BJ + IP) – PTKP) x Tarif Pasal 17

Penghasilan dari pekerjaan yang diterima oleh Tenaga Asing (Expatriate) yang bekerja pada Perusahaan Pengeboran Migas [penghasilan per bulan]:a. General Manager = US$ 11.275 x Tarif Pasal 17b. Manager = US$ 9.350 x Tarif Pasal 17c. Supervisor/Tool Pusher = US$ 5.830 x Tarif Pasal 17d. Assisten Supervisor/Tool Pusher = US$ 4.510 x Tarif Pasal 17e. Crew Lainnya = US$ 3.245 x Tarif Pasal 17

Tarif Pajak Penghasilan Badan

Written by Administrator

Friday, 31 July 2009 08:41

Masalah: Berapakah tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan ?

Solusi: Tarif Pajak yang diterapkan terhadap Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Badan untuk tahun 2008 adalah Tarif Pajak Progresif sedangkan untuk tahun 2009 adalah Tarif Pajak Tunggal, berikut adalah table perbandingan tariff PPh Badan

Perbandingan Tarif PPh Badan

Lapisan Kena Pajak UU No.17/2000 UU No.36/2008Sampai Dengan rp. 50.000.000,- 10% 28%Di atas Rp.50.000.000 s/d 100.000.000,-

15%

Di atas Rp. 100.000.000,- 30%

Ilustrasi Penghitungan

Tahun Penghasilan kena Dasar Tarif PPh Pajak Penghasilan

Page 10: Penghitungan PPh Pasal 21

Pajak Penghitungan2008 Rp.50.000.000,- Rp.50.000.000,- 10% Rp.5.000.000,-2009 Rp.50.000.000,- Rp.50.000.000,- 28% Rp.14.000.000,-2008 Rp.100.000.000,- Rp.50.000.000,- 10% Rp.5.000.000,-

Rp.50.000.000,- 15% Rp.7.500.000,-Total Rp.12.500.000,-

2009 Rp.100.000.000,- Rp.100.000.000,- 28% Rp.28.000.000,-2008 Rp.150.000.000,- Rp.50.000.000,- 10% Rp.5.000.000,-

Rp.50.000.000,- 15% Rp.7.500.000,-Rp.50.000.000,- 30% Rp.15.000.000,-Total Rp.27.500.000,-

2009 Rp.150.000.000,- Rp.150.000.000,- 28% Rp.42.000.000,-

Penghitungan PPh Ps 21 tahun 2009

1. Perubahan Biaya Jabatan

Dasar Hukum : Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 250/PMK.03/2008

Page 11: Penghitungan PPh Pasal 21

a. Besarnya Biaya Jabatan yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah) setahun atau Rp 500.000,- (limaratus ribu) sebulan . Sebelumnya sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 1.296.000,- setahun atau Rp 108.000,- sebulan.

Besarnya Biaya Pensiun yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto untuk pensiunan sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 2.400.000,- (dua juta empar ratus ribu rupiah) setahun atau Rp 200.000,- (dua ratus ribu) sebulan. Sebelumnya sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 432.000,- setahun atau Rp 36.000,- sebulan

2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Dasar Hukum : Pasal 7 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008

Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar:

a. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

b. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;

c. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan

d. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluhribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

3. Tarif PPh Ps 21

Dasar Hukum : Pasal 17 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak sampai dengan Rp50.000.000,00

(lima puluh juta rupiah) adalah 5% (lima persen)

di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) adalah 15% (lima belas persen

di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) adalah 25% (dua puluh lima persen)

di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) adalah 30% (tiga puluh persen)

4. Tidak ada lagi SPT Tahunan PPh Ps 21 untuk tahun pajak 2009

Dasar Hukum : Pasal 13 ayat (5) PMK No. 252/PMK.03/2008

Page 12: Penghitungan PPh Pasal 21

Besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk masa pajak terakhir (Masa Pajak terakhir adalah masa Desember atau masa pajak tertentu dimana pegawai tetap herhenti bekerja ) adalah selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan kena pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Sebelum tahun pajak 2009, selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan kena pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam tahun pajak yang bersangkutan dilaporkan di SPT Tahunan PPh Ps 21.

Untuk SPT Tahunan PPh Pasal 21 tahun pajak 2008 masih ada.....

Dasar Hukum : PER-39/PJ/2008

Dan disampaikan ke KPP paling lambat 31 maret 2009.

Apabila ada kekurangan bayar , harus dilunasi sebelum SPT disampaikan.

Surat Pemberitahuan (SPT)

Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT).

SPT adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak,

Page 13: Penghitungan PPh Pasal 21

dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan per-UU-an Pajak. SPT terdiri dari :

a. SPT Tahunan PPh;

b. SPT Masa yang meliputi :

1. SPT Masa PPh;

2. SPT Masa PPN; dan

3. SPT Masa Pemungut PPN

SPT tersebut berbentuk: formulir kertas (hardcopy); atau e-SPT.

E-SPT adalah data SPT WP dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh WP dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP. Aplikasi e-SPT adalah aplikasi dari DJP yang dapat digunakan WP untuk membuat e-SPT.

Kewajiban menyampaikan SPT.

Kewajban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sbb :

“Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.”

Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah :

a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

Page 14: Penghitungan PPh Pasal 21

b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan

c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yg hrs diisikan dlm SPT.SPT yg telah diisi dgn benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib disampaikan ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP, dan kewajiban penyampaian SPT oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.

Tempat dan cara pengambilan SPT.

Pasal 3 ayat (2) UU KUP menyatakan, WP mengambil sendiri SPT ditempat yg ditetapkan oleh Dirjen (pada kantor DJP atau tempat lain yg diperkirakan mudah terjangkau oleh WP) atau mengambil dgn cara lain yg tata cara pelaksanaannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tgl 28-12- 2007 diatur :

SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara langsung di tempat yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.SPT berbentuk e-SPT dapat diambil secara langsung oleh WP dengan cara mengunduh format SPT atau aplikasi e-SPT dari situs DJP.

Penandatangan SPT.

Mengenai kewajiban WP menandatangani SPT, selain diatur dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP, juga disebut dalam Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi bahwa:”WP wajib mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.”

Bagi WP Badan yang berhak menandatangani SPT tersebut adalah pengurus atau direksi (Pasal 4 ayat 2 UU KUP). Meskipun yang dimaksud dengan pengurus sebagaimana diuraikan dalam penjelasan Pasal 32 ayat 4 UU KUP adalah termasuk orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus

Page 15: Penghitungan PPh Pasal 21

yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan, dan termasuk pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali, namun untuk penandatangan SPT sebaiknya tetap orang yang namanya tercantum dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan. Ketentuan mengenai orang yang tidak tercantum namanya dalam akte pendirian beserta perubahannya yang dianggap sebagai pengurus tepat diberlakukan bagi kewajiban perpajakan lainnya seperti misalnya untuk kepentingan penagihan pajak.

SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh WP atau Kuasa WP.

Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menanda tangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 ayat 3 UU KUP).

Penandatanganan SPT oleh WP / Kuasa WP dapat dilakukan secara biasa, tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan biasa. Tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital adalah informasi elektronik yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu informasi elektronik lain termasuk sarana administrasi perpajakan yang ditujukan oleh WP atau kuasanya untuk menunjukan identitas dan status yang bersangkutan. (PMK No. 181/PMK.03/2007)

Cara penyampaian SPT.

Penyampaian SPT oleh WP dapat dilakukan :

secara langsung dan diberikan tanda penerimaan surat;

melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau

dengan cara lain seperti:

melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau

e-Filing melalui ASP (Penyedia Jasa Aplikasi) dan diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.

Page 16: Penghitungan PPh Pasal 21

E-Filing adalah cara penyampaian SPT / Perpanjangan SPT Tahunan yg dilakukan secara on-line dan real time melalui Application Service Provider (ASP). (PMK No. 181/PMK.03/2007)

Batas waktu penyampaian SPT.

Batas waktu penyampaian SPT pada pasal 3 ayat 3 UU KUP diatur sbb :

a) SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;

b) SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak;

c) SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.

SPT dianggap Tidak Disampaikan.

Dalam Pasal 3 ayat 7 UU KUP dinyatakan bahwa, SPT dianggap tidak disampaikan apabila:

a. SPT tidak ditandatangani;

b. SPT tidak dilampiri keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan Per. Menkeu;

c. SPT lebih bayar disampaikan telah lewat 3 tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan WP telah ditegur secara tertulis; atau

d. SPT disampaikan setelah Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan / menerbitkan SKP.

Apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Dirjen Pajak wajib memberitahukan kepada WP (Pasal 3 ayat 7a UU KUP). SPT tersebut selanjutnya dianggap sebagai data perpajakan.

Page 17: Penghitungan PPh Pasal 21

Mengenai dokumen yang harus dilampirkan pada SPT dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tentang “Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian SPT” dinyatakan bahwa :

SPT terdiri dari SPT Induk dan Lampiran, merupakan satu kesatuan yg tidak terpisahkan;

SPT harus dilampiri dgn keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan UU Pajak;

Ketentuan mengenai dokumen yg harus dilampirkan dlm SPT diatur dgn Peraturan DJP;

Dalam UU KUP yang pasti harus dilampirkan dalam SPT adalah sbb:

SPT Tahunan PPh WP yg wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dgn laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yg diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. {Ps. 4 ayat (4)}.

Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada SPT, SPT dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga SPT dianggap tidak disampaikan. {Pasal 4 ayat (4b) UU KUP}

Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 angka 3 UU KUP)

WP dgn Kriteria Tertentu yg dpt melaporkan Beberapa Masa Pajak dalam Satu SPT Masa.

Dalam Pasal 3 ayat (3a) dan (3b) ditetapkan bahwa WP dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa. WP dengan kriteria tertentu dan tata cara pelaporan diatur dengan atau berdasarkan PMK No. 182/PMK.03/2007 sbb :

1) WP dengan kriteria tertentu dapat menyampaikan 1 (satu) SPT Masa untuk beberapa Masa Pajak sekaligus, yang meliputi:

a. WP usaha kecil; terdiri dari:

Page 18: Penghitungan PPh Pasal 21

1> WP Orang Pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, yang harus memenuhi kriteria sbb :

a> WP Orang Pribadi dalam negeri; dan

b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah); atau

2> WP Badan yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a> modal WP 100% (seratus persen) dimiliki oleh W N I;

b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp.900.000.000,-; atau

b. WP di daerah tertentu, adalah WP yg tempat tinggal/kedudukan/kegiatan usahanya berlokasi di daerah tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

2) Tata Cara Pelaporan

a> WP yang termasuk dalam kriteria tertentu yang bermaksud melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Dirjen Pajak paling lambat 2 (dua) bulan sebelum dimulainya masa pajak pertama yang oleh WP akan disampaikan dalam SPT Masa yang meliputi beberapa Masa sekaligus;

b> Terhadap pemberitahuan secara tertulis dilakukan penelitian;

c> Apabila berdasarkan penelitian WP tidak memenuhi kriteria, Dirjen Pajak memberitahukan secara tertulis kepada WP.

WP PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT.

Berdasarkan PMK No. 183/PMK.03/2007 yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT dapat diuraikan sebagai berikut:

Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yaitu WP Orang Pribadi yang dalam satu Tahun

Page 19: Penghitungan PPh Pasal 21

Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP sebagaimana dimaksud dalam UU PPh.

Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 yaitu WP Orang Pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.

Sanksi karena tidak menyampaikan SPT.

Sanksi bagi WP yang tidak menyampaikan SPT, dapat berupa sanksi administrasi ataupun sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU KUP atau berupa kenaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 3 UU KUP. Sanksi pidana dapat berupa kurungan atas tindak pidana kealpaan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 UU KUP ataupun penjara atas tindak pidana kesengajaan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU KUP.

A. Surat Teguran atas SPT yang tidak disampaikan.

Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran, disamping merupakan bentuk pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi dikenainya WP yang bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.

B. Sanksi administrasi berupa denda.

Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:

Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN,

Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya,

Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan

Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi.

Page 20: Penghitungan PPh Pasal 21

Ayat (2) menyatakan bahwa “sanksi administrasi berupa denda diatas tidak dilakukan terhadap”:

a. WP Orang Pribadi yang telah meninggal dunia;

b. WP Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;

c. WP Orang Pribadi yg berstatus sebagai W N A yg tidak tinggal lagi di Indonesia;

d. BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;

e. WP Badan yg tidak melakukan usaha lagi tetapi belum bubar sesuai dgn ketentuannya

f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;

g. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Per. Menkeu; atau

h. WP lain yg diatur dengan atau berdasarkan PMK.

Yg dimaksud dgn WP lain tersebut pada huruf h berdasarkan PMK No. 186/PMK.03/2007 adalah WP yg tidak dapat menyampaikan SPT dalam jangka waktu yg telah ditentukan karena keadaan antara lain : a. kerusuhan massal; b. kebakaran; c. ledakan bom atau aksi terorisme; d. perang antar suku; atau e. kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan.

Penetapan WP tersebut dilakukan dengan Keputusan Dirjen Pajak.

C. Sanksi administrasi berupa kenaikan.

Sanksi administrasi berupa kenaikan dapat dikenakan melaui penerbitan SKP KB apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah ditegur secara tertulis, tetap tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran (Pasal 13 ayat 1 huruf b UU KUP). Dari Jumlah pajak dalam SKP KB yang diterbitkan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sesuai dengan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.

D. Sanksi pidana kurungan.

Page 21: Penghitungan PPh Pasal 21

Pidana kurungan dalam Pasal 38 UU KUP dikenakan terhadap setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaian SPT.

Pasal 38 UU KUP tersebut berbunyi:” Setiap orang yang karena kealpaannya:

a. tidak menyampaikan SPT; atau

b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yg isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A,

didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun.”

Yang dimaksud dengan perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A adalah “WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh WP dan WP tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 % dari jumlah pajak yg kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKP KB”.

E. Sanksi pidana penjara.

Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan ”Setiap orang yang dengan sengaja:

c. tidak menyampaikan SPT;

d. menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, terkena sanksi pidana antara 6 bulan s/d 6 tahun dan denda antara 2 s/d 4 kali.

Page 22: Penghitungan PPh Pasal 21

Hak WP berkaitan dengan penyampaian SPT.

Berkaitan dengan kewajiban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan melalui SPT, WP mempunyai hak-hak sbb :

1. Memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan

2. Membetulkan SPT

3. Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT